EVALUASI PENGOLAHAN AIR LIMBAH RUMAH POTONG HEWAN DI KELURAHAN MABAR HILIR KECAMATAN MEDAN DELI Alfi Roniadi1, A. P. Mulia Tarigan2, dan Zaid P. Nasution3 1
Departemen Teknik Sipil, Universitas Sumatera Utara, Jl. Perpustakaan No.1 Kampus USU Medan Email:
[email protected] 2 Staf Pengajar Departemen Teknik Sipil, Universitas Sumatera Utara, Jl. Perpustakaan No.1 Kampus USU Medan Email:
[email protected] 3 Staf Pengajar Departemen Teknik Sipil, Universitas Sumatera Utara, Jl. Perpustakaan No.1 Kampus USU Medan Email:
[email protected]
ABSTRAK Tujuan penulisan ini adalah untuk melaporkan evaluasi sarana bangunan instalasi pengolahan air limbah (IPAL) di rumah potong hewan (RPH) Medan dengan cara menganalisis penyaluran air buangan dengan memuat perhitungan dan analisa dimensi tiap unit bangunan. Analisisnya mencakup evaluasi dimensi saluran dan kondisi tiap-tiap unit pengolahan di lokasi studi; apakah masih memadai atau perlu perbaikan, dan analisis kualitas air limbah buangan dilihat dari tinggi rendahnya tingkat pencemaran pada tiap parameter kualitas airnya. IPAL di RPH Medan terdiri dari 2 kolam pengendapan limbah padat (K-1 dan K-2), kolam pengendapan limbah cair (K-3), kolam oksidasi (K-4) dan saluran terbuka yang menghubungkan kolam-kolam tersebut. Hasil pengamatan laboratorium terhadap sampel air limbah yang diambil dari parit pembuangan akhir menunjukkan bahwa kualitas BOD effluent sebesar 32,26 mg/l, COD effluent sebesar 320 mg/l, TSS effluent sebesar 80 mg/l, minyak dan lemak effluent sebesar 80 mg/l, NH3-N effluent sebesar 1,924 mg/l dan pH effluent sebesar 6,66. Jadi terdapat 2 parameter air limbah yang berada diatas ambang batas yang ditetapkan Peraturan Menteri Negara Lingkungan Hidup (Permenlh) Nomor 2 Tahun 2006, yaitu COD (ambang batas = 200 mg/l) dan minyak dan lemak (ambang batas = 15 mg/l). Hasil analisa dimensi IPAL menunjukkan bahwa untuk air limbah yang dihasilkan sebesar 123 m3/hari ada beberapa unit pengolahan yang harus diperbaiki agar sistem pengolahan dapat berlangsung efektif. Perbaikannya dapat dilakukan dengan memperbesar saluran yang menghubungkan ruang pemotongan lembu dan kambing dengan kolam K-2 untuk menghindari terjadinya pengendapan limbah padat di saluran dan saluran yang menghubungkan kolam K-4 dengan parit pembuangan untuk memperlancar aliran air limbah. Selain itu penambahan saringan di kolam K-1 dapat mencegah masuknya limbah padat ke kolam K-3. Sedangkan penambahan enceng gondok ke dalam kolam K-3 dan K-4 bermanfaat menghasilkan oksigen yang dibutuhkan bakteri untuk mengurai lebih banyak lagi bahan organik yang terkandung dalam air limbah. KATA KUNCI: Air limbah, IPAL, Rumah Potong Hewan
ABSTRACT The purpose of this paper is to report on the evaluation means of building wastewater treatment plants (WWTP) at the Medan slaughterhouse field by analyzing the sewerage load calculation and analysis of the dimensions of each unit buildings. The analysis includes an evaluation of channel dimensions and condition of each processing unit in the study area; whether still adequate or need improvement, and quality analysis of wastewater discharges seen high and low levels of contamination at each water quality parameter. The WWTP at the slaughterhouse field consists of two settling ponds solid waste (K-1 and K-2), wastewater settling pond (K-3), with oxidation pond (K-4) and open channel connecting the ponds. The results of laboratory observations of the waste water samples taken from the trench landfill suggests that the quality of effluent BOD of 32,26 mg/l, COD effluent is 320 mg/l, TSS effluent is 80 mg/l, oil and grease effluent of 80 mg/l, NH3-N effluent at 1.924 mg/l and effluent pH of 6.66. So there are 2 parameters of waste water that is above the set threshold Minister of Environment No. 2, 2006, COD (threshold = 200 mg/l) and oils and fats (threshold = 15 mg/l) . The results of the analysis indicate that the dimensions of the WWTP for wastewater generated by 123 m3/day there are several processing units to be fixed so that processing systems can take place effectively. Repairs can be done by enlarging the channel that connects the calf and lamb cutting room with a pool K-2 to prevent the precipitation of solid waste in the channel and the channel that connects with K-4 with a trench disposal to facilitate the flow of wastewater. Besides the addition of a pool filter in K-1 can prevent the entry of solid waste into the pond K-3. While the addition of water hyacinth into the pool of K-3 and K4 beneficial bacteria produce oxygen needed to decompose more organic matter contained in wastewater. KEYWORDS: Wastewater, WWTP, Slaughterhouse
1. PENDAHULUAN
anga n
Berdasarkan karakter fisiknya limbah dapat dikategorikan atas limbah padat, cair, dan gas. Limbah cair adalah air buangan dari kawasan pemukiman, pertanian, bisnis ataupun industri yang berupa campuran air dan padatan terlarut atau tersuspensi (Laksmi, 1993; Suharto, 2010). Air limbah biasanya merupakan sisa dari suatu usaha dan/atau kegiatan yang berwujud cair. Tulisan ini meneliti tentang sistem instalasi pengolahan air limbahrumah potong hewanyang berlokasi di Kelurahan Mabar Hilir Kecamatan Medan Deli. Lokasi IPAL RPH Kota Medan ditunjukkan oleh Gambar 1. Tulisan ini dimaksudkan untuk mengevaluasi sarana bangunan IPAL di RPH ini dengan tujuan utama adalah sebagai berikut: 1. Menganalisis penyaluran air limbah dengan memuat perhitungan dan pendimensian tiap unit bangunan IPAL RPH. 2. Menganalisis dimensi saluran yang tersedia di lokasi studi apakah masih memadai atau perlu perbaikan. 3. Menganalisis kualitas air limbah rumah potong hewan berdasarkan baku mutu air limbah kegiatan RPH.
Jl. M
U Jalan Rumah Pot
ong Hewan
LOKASI RUMAH POTONG HEWAN MEDAN
Jalan Timah Skala1 : 5000 Gambar 1. Lokasi perusahaan daerah rumah potong hewan Medan Limbah utama dari RPH berasal dari penyembelihan, pemindahan, pembersihan bulu, pengaturan, pemerosesan dan pembersihan (Sanjaya dkk., 1996). Teknik pengolahan air limbah yang ada secara umum dapat dibagi menjadi tiga metode pengolahan,yaitu pengolahan secara fisika, kimia, dan biologi (Suharto, 2010). Limbah RPH yang berupa feses urin, isi rumen atau isi lambung, darah, daging atau lemak, dan air cuciannya dapat bertindak sebagai media pertumbuhan dan perkembangan mikroba sehingga limbah tersebut mudah mengalami proses dekomposi atau pembusukan. Proses pembusukannya di dalam air menimbulkan bau yang tidak sedap yang dapat mengakibatkan gangguan pada saluran pernapasan manusia yang ditandai dengan reaksi fisiologik tubuh berupa rasa mual dan kehilangan selera makan. Selain menimbulkan gas berbau busuk, penggunaan oksigen terlarut yang berlebihan oleh mikroba dapat mengakibatkan kekurangan oksigen bagi biota air (meningkatkan BOD). Parameter yang perlu diamati di IPAL RPH terutama adalah pH, BOD, COD, TSS, minyak dan lemak, dan NH 3-N. Hasilnya dibandingkan dengan baku mutu limbah cair kegiatan RPH yang telah ditetapkan oleh pemerintah melalui Permenlh Nomor 02 Tahun 2006 tentang Baku Mutu Air Limbah Bagi Kegiatan Rumah Pemotongan Hewan yang dapat dilihat di Tabel 1. Pada tabel ini volume air limbah untuk masing-masing hewan potong ditampilkan sebagai dasar dalam perhitungan evaluasi air limbah dalam studi ini.
Tabel 1. Baku mutu air limbah kegiatan rumah pemotongan hewan berdasarkan Permenlh Nomor 02 Tahun 2006 tentang Baku MutuAir Limbah Rumah Potong Hewan Parameter Satuan Kadar Maksimum BOD mg/l 100 COD mg/l 200 TSS mg/l 100 Minyak dan Lemak mg/l 15 NH3-N mg/l 25 pH 6–9 Volume air limbah maksimum untuk sapi, kerbau dan kuda : 1,5 m3/ekor/hari Volume air limbah maksimum untuk kambing dan domba : 0,15 m3/ekor/hari Volume air limbah maksimum untuk babi : 0,65 m3/ekor/hari
2. KONSEP DASAR Berikut dijabarkan tentang terminologi dan prinsip-prinsip dasar pengolahan air limbah RPH serta persamaan dasar hidrolika yang digunakan di dalam studi ini. 2.1 Parameter Air Limbah Rumah Potong Hewan Paramater air limbah yang ditetapkan di Permenlh Nomor 02 Tahun 2006 meliputi: 1. BOD (Biological Oxygen Demand) BOD (Biological Oxygen Demand) adalah jumlah oksigen yang dibutuhkan oleh tumbuhan dan hewan air untuk dapat bertahan hidup di dalam air. Semakin banyak polutan organik di dalam air maka akan semakin banyak oksigen yang dibutuhkan oleh organisme hidup akuatik (Cech, 2005). Kadar BOD maksimum yang diperbolehkan bagi kegiatan rumah potong hewan adalah 100 mg/l. 2. COD (Chemical Oxygen Demand) COD (Chemical Oxygen Demand) adalah jumlah oksigen yang diperlukan untuk mengurai seluruh bahan organik yang terkandung dalam air. Angka COD merupakan ukuran pencemaran oleh zat-zat organis yang secara alamiah dapat dioksidasi melalui proses mikrobiologi dan mengakibatkan berkurangnya oksigen terlarut di dalam air (Alaerts, 1984). Kadar COD maksimum yang diperbolehkan bagi kegiatan rumah potong hewan adalah 200 mg/l. 3. TSS (Total Suspended Solid) TSS (Total Suspended Solid) adalah padatan yang tidak larut dan tidak dapat mengendap langsung yang menyebabkan kekeruhan air (turbiditi). Padatan tersuspensi biasanya terdiri dari partikel-partikel halus ataupun floks (lempung dan lanau) yang ukuran maupun berat partikelnya lebih rendah dari sedimen pasir.Bahan-bahan kimia toksik dapat melekat pada padatan tersuspensi ini. Kadar TSS maksimum yang diperbolehkan bagi kegiatan rumah potong hewan adalah 100 mg/l. 4. Minyak dan Lemak Minyak dan lemak yang mencemari air sering dimasukkan ke dalam kelompok padatan yang mengapung di atas permukaan air. Pencemaran air oleh minyak sangat merugikan karena dapat mereduksi penetrasi sinar matahari, menghambat pengambilan oksigen dari atmosfir, dan mengganggu kehidupan tanaman dan satwa air. Komponenkomponen hidrokarbon jenuh yang menyusun minyak yang mempunyai titik didih rendah diketahui dapat menyebabkan anestesi dan narkosis pada berbagai hewan tingkat rendah dan jika terdapat pada konsentrasi tinggi dapat mengakibatkan kematian. Kadar minyak dan lemak maksimum yang diperbolehkan bagi kegiatan rumah potong hewan adalah 15 mg/l. 5. NH3 (Ammonia) NH3 biasanya mucul sebagai akibat dari pembusukan jaringan tanaman dan dekomposisi kotoran hewan. Ammonia kaya akan nitrogen dan merupakan bahan pupuk yang baik. Adanya ammonia dalam air limbah dapat menjadi indikasi adanya pencemaran senyawa organik yang mengandung nitrogen. Kadar NH3 maksimum yang diperbolehkan bagi kegiatan rumah potong hewan adalah 25 mg/l.
6. pH (derajat keasaman) pH adalah ukuran kualitas air yang menggambarkan tingkat keasaman dan kebasaan air. Air yang netral, atom hydrogen positif dan ion hydroxyl negatif dalam keadaan seimbang, memiliki pH 7 (Cech, 2005). Rentang kadar pH yang diperbolehkan bagi kegiatan rumah potong hewan adalah 6 sampai dengan 9. 2.2 Dampak Negatif Air Limbah Rumah Potong Hewan Pengelolaan air limbah yang tidak baik akan dapat berakibat buruk terhadap lingkungan dan kesehatan masyarakat. Beberapa akibat buruk yang ditimbulkan pengelolaan air limbah yang buruk (Kusnoputranto, 1983) adalah: 1. Akibat terhadap lingkungan Air limbah memiliki sifat fisik, kimiawi dan biologi yang menjadi sumber pengotoran, sehingga bila tidak dikelola dengan baik akan menimbulkan pencemaran terhadap air permukaan, tanah atau habitat. Disamping itu air limbah sering menimbulkan bau yang tidak enak serta pemandangan yang tidak elok. 2. Akibat terhadap kesehatan masyarakat Lingkungan yang tidak sehat akibat tercemar air limbah dapat menyebabkan gangguan terhadap kesehatan masyarakat. Air limbah dapat menjadi media tempat berkembang biaknya mikroorganisme patogen, larva nyamuk ataupun serangga lainnya yang dapat menjadi media transmisi penyakit, terutama penyakit-penyakit yang penularannya melalui air yang tercemar seperti kholera, typhus abdominalis, dysentri baciler, dan sebagainya. 3. Akibat terhadap sosial-ekonomi Keadaan lingkungan yang tercemar oleh air limbah menyebabkan perasaan yang tidak aman dan nyaman. Sebagai akibatnya, kesehatan manusia terganggu dan menjadi kurang produktif. Sedangkan perkembangan sosial ekonomi masyarakat tergantung dari tenaga kerja yang sehat dan produktif. 2.3 Cara Pengolahan Air Limbah Kusnoputranto (1983) menjelaskan bahwa pengolahan air limbah, termasuk air limbah RPH, dapat menggunakan cara: 1. Pengenceran (dilution) Pengenceran (dilution) air buangan dilakukan dengan menggunakan air jernih untuk mengencerkan sehingga konsentrasi polutan pada air limbah menjadi cukup rendah untuk bisa dibuang ke badan-badan air. Pada keadaankeadaan tertentu pengenceran didahului dengan proses pengendapan dan penyaringan. Kekurangan yang perlu diperhatikan dalam cara ini adalah penggunaaan jumlah air yang banyak, kontaminasi pada badan-badan air, dan pendangkalan saluran air akibat adanya pengendapan. 2. Irigasi luas Irigasi luas umumnya digunakan di daerah luar kota atau di pedesaan karena memerlukan tanah yang cukup luas yang jauh dari pemukiman penduduk. Air limbah dialirkan ke dalam parit-parit terbuka yang digali dan merembes masuk ke dalam tanah permukaan melalui dasar dan dinding parit-parit tersebut. Air limbah RPH yang banyak mengandung ammonia atau bahan pupuk dapat dialirkan ke lahan pertanian karena berfungsi untuk pemupukan. 3. Kolam oksidasi (Oxidation Ponds/Waste Stabilization Ponds Lagoon)
Gas
Sintesis alga Larutan bakteri, alga, bahan organik dan anorganik
Bahan buangan
Oksigen
Produk oksidasi (CO2, NO¯3, PO4³¯) sintesis bakteri
Bakteri
Lumpur
Endapan alga dan bakteri
Gambar 2. Sket kolam oksidasi
Empat unsur penting dalam proses pembersihan alamiah di kolam oksidasi adalah sinar matahari, ganggang, bakteri dan oksigen. Ganggang dengan butir chlorophylnya dalam air buangan mampu melakukan proses fotosintesis dengan bantuan sinar matahari sehingga tumbuh dengan subur. Pada proses sintesis dibawah pengaruh sinar matahari terbentuk O2 (oksigen). Oksigen ini digunakan oleh, bakteri aerobik untuk melakukan dekomposisi zat-zat organik yang terdapat dalam air buangan. Disamping itu terjadi pula penguraian dan flokulasi zat-zat padat sehingga terjadi pengendapan. Pada gilirannya kadar BOD dan TSS dari air buangan akan berkurang sampai pada tingkat yang relatif aman bila akan dibuang ke dalam badan-badan air. 4. Instalasi pengolahan primer dan sekunder (primary and secondary treatment plant) Instalasi ini biasanya merupakan fasilitas lengkap pengolahan air limbah yang besar bagi sebuah kawasan pemukiman kota dan industri yang menghasilkan air limbah. Pengolahan primer biasanya mencakup proses mekanis untuk menghilangkan material padatan tersuspensi. Sedangkan proses selanjutnya yaitu pengolahan sekunder biasanya meliputi proses biologiuntuk mengurangi BOD di dalam air. 2.4 Prinsip dan Persamaan Dasar Saluran Terbuka Aliran air dalam suatu saluran air limbah dapat berupa aliran saluran terbuka (open channel flow) ataupun aliran saluran tertutup (pipe flow). Namun untuk memudahkan pengontrolan dan pemeliharan, biasanya saluran terbuka lebih banyak digunakan di RPH. Saluran terbuka dapat dalam keadaan tertutup seperti yang terlihat pada Gambar 3.
Gambar 3. Saluran terbuka Prinsip dasar aliran yang utama persamaan kekekalan energi yang terjadi pada saluran. Di bawah diuraikan secara singkat persamaan energi tersebut untuk saluran tertutup dan terbuka untuk mengingatkan. Namun perlu dicatat bahwa saluran yang digunakan untuk mengalirkan air limbah dari satu kolam ke kolam lain pada IPAL RPH Medan adalah saluran terbuka dengan penampang berbentuk persegi. Secara umum perhitungan saluran terbuka lebih rumit dari pada perhitungan pipa karena bentuk penampang yang tidak teratur (terutama sungai), nilai kekasaran yang tidak seragam, dan kesulitan pengamatan di lapangan.
1
2
V1 ²/2g Garis
1 hf
Garis ener
2
V1 ²/2g
t hidr
V2 ²/2g
olis
h1
h1
V2
h2
Garis teng
ah pipa
V2 ²/2g
V1
Tabung Piezometer
P1/ρg
hf
Garis ener gi Perm ukaa n air
gi
deraja
Dasar sa
h2
luran
P2/ρg z1
z1 z2 Garis persamaan
z2 Garis persamaan
Aliran pada pipa
Aliran saluran terbuka
Gambar 4. Garis kemiringan hidraulis dan energi
Rumus energi untuk kedua tipe aliran tersebut adalah: 1. Aliran pada saluran tertutup 𝑉2
𝑃
𝑉2
𝑃
2 𝑧1 + 1 + 𝜌𝑔1 + 2𝑔1 = 𝑧2 + 2 + 𝜌𝑔2 + 2𝑔 + 𝑓
(1)
2. Aliran pada saluran terbuka 𝑉2
𝑉2
𝑧1 + 1 + 2𝑔1 = 𝑧2 + 2 + 2𝑔2 + 𝑓
(2)
di mana P1 dan P2 = tekanan pada titik 1 dan 2 (kg/m.dtk2), h = ketinggian aliran (m), V = kecapatan aliran (m/dtk), g = percepatan gravitasi (9,81 m/dtk2), 𝜌 = massa jenis air (kg/m3), dan hf = kehilangan energi. Dalam studi ini aliran dianggap seragam atau uniform flow dengan kata lain kedalaman, luas penampang, kecepatan, dan debit adalah sama di setiap segmen saluran. Hal ini dapat diasumsikan mengingat bentuk saluran yang konstan dan panjangnya yang relatif pendek. Catat bahwa aliran seragam hanya terjadi pada kodisi yang steady state. Gambar 5 menunjukkan skema aliran seragam di mana terjadi keseimbangan antara gaya dorong dalam arah aliran dengan gaya gesekan pada dinding saluran sepanjang L yang dapat dinyatakan dalam persamaan: Garis energi Kemiringan = Sf = S
a V² 2g Muka air
h
ρ .g .A .L . Sin ϴ
z
L
Kemiringan Sw = S
A Kemiringan So = S
Bidang persamaan
P
Sejajar atau Sf = Sw = So Gambar 5. Penurunan rumus Chezy untuk aliran seragam pada saluran terbuka ρ . g . A . L . Sin θ = τo . P . L
(3)
Karena slope θ kecil, maka sinθ = tan θ = S = kemiringan dasar saluran ρ . g . A . L . S = τo . P . L Secara empiris diketahui bahwa tegangan geser saluran τo sebanding dengan kuadrat kecepatan V², maka τo = k . V 2
(4)
(5)
Memasukkan persamaan (4) ke persamaan (5) menghasilkan ρ . g . A . L . S = k .V2. P . L ρ.g.A.S V² = k .P atau V = C
R . S
(6)
Persamaan 6 ini disebut juga formula Chezy. Bila C dinyatakan masih dipengaruhi oleh jari-jari hidrolis R dan kekasaran dinding saluran n dengan
R
1/6
C =
(7)
n maka rumus Manning akan diperoleh sebagai berikut: 1
2/3 1/2 . R . S (8) 𝑛 di mana V = kecepatan aliran (m/s), n = koefisien Manning, R = jari-jari hidraulik (m), S = kemiringan dasar saluran. V =
Tabel 2. Koefisien Manning Bahan Besi tuang dilapis Kaca Saluran beton Bata dilapis mortar Pasangan batu disemen Saluran tanah bersih Saluran tanah Saluran dengan dasar batu dan tebing rumput Saluran pada galian batu padas
n 0,014 0,010 0,013 0,015 0,025 0,022 0,030 0,040 0,040
Tabel 2 mentabulasi nilai koefesien Manning yang umum digunakan (Triadmodjo, 2003). Sementara dalam studi ini salurannya adalah bata dilapis mortar sehingga n = 0,015. Selanjutnya kehilangan energi hf dapat diestimasi dengan menyatakan bahwa (Giles,1976) S = hf / L sehingga V= hf =
1 𝑛
. R2/3 . (hf / L)1/2
𝑉 2 .𝑛 2 .𝐿 𝑉.𝑛 2 = 𝑅 2/3 𝑅 4/3
.L
(9)
Rumus-rumus di atas dapat digunakan sebagai dasar untuk desain dan evaluasi saluran terbuka termasuk untuk saluran air limbah di RPH.
3. METODOLOGI Penelitian ini dilakukan di Rumah Potong Hewan Kota Medan, Kecamatan Medan Deli, Kelurahan Mabar Hilir. Waktu penelitian direncanakan mulai pada awal Juli 2012 selama kurang lebih 6 bulan. Adapun sumber data dalam penelitian ini adalah: a. Data Lapangan Data lapangan diperoleh dengan mengadakan kunjungan langsung ke lokasi penelitian untuk mengamati kondisi eksisting pengolahan air limbah dan memahami sistem penyaluran air buanganyang ada. Pengumpulan data lapangan ini dilakukan dengan mengukur langsung (observasi) dan wawancara kepada petugas di IPAL RPH dan badan instansi yang berkaitan dengan RPH Kota Medan. b. Data Laporan Data laporan yang dipakai dalam penelitian ini bersumber dari literatur yang berkaitan dan segala sesuatu yang berhubungan dengan studi ini. Data yang telah diperoleh kemudian diolah dan dianalisis agar dapat diketahui kualitas air yang dibuang dari hasil pengolahan limbah dikaitkan dengan kondisi eksisting dari unit pengolahan limbah RPH tersebut. Adapun cara analisis dalam penelitian ini adalah dengan menghitung variabel-variabel penting berkenaan dengan dimensi unit pengolahan, kecepatan dan debit, serta kualitas air buangannya; yaitu:
- Menghitung volume pada tiap-tiap unit instalasi limbah. Volume = luas alas x tinggi
(10)
- Menghitung kecepatan aliran saluran dengan menggunakan rumus Manning. - Menghitung debit limbah perhari yang disalurkan ke tiap-tiap unit instalasi berdasarkan jumlah hewan yang dipotong dengan mengacu pada Tabel 1. - Menentukan waktu tinggal (retention time) di setiap kolam Tr =
𝑉𝑜𝑙𝑢𝑚𝑒𝑘𝑜𝑙𝑎𝑚 𝑄
x 24 jam
(11)
di mana 𝑇𝑟 = retention time (jam), Q = debit limbah (m3/hari). Kemudian dievaluasi apakah waktu tinggal ≥ 2 jam; jika iya, berarti kolam belum perlu perbaikan. Perlu dicatat bahwa standar waktu tinggal menurut JWWA (Japan Water Works Association) adalah lebih besar atau sama dengan 2 jam. - Menghitung inluent dan effluent dari paramater kualitas air limbah di setiap kolam. - Menghitung efisiensi pengolahan dihitung dengan cara sebagai berikut: E=
𝑆𝜊−𝑆 𝑆
x 100 %
(12)
di mana S0= influent (mg/l) dan S = effluent (mg/l). Variabel penting yang ditinjau dalam analisa pengolahan air limbah RPHini meliputi: Volume air limbah (perhari) dan kecepatan air limbah di saluran. Kadar influent dan effluent dari BOD, COD, TSS, minyak dan lemak, dan NH 3-N, Sampel dari lokasi studi diambil dan diperiksa di Laboratorium Kimia Fakultas MIPA USU. Waktu tinggal (retention time).
4. HASIL DAN PEMBAHASAN Gambar 6 menggambarkan sistem pengolahan air limbah RPH Kota Medan. Pada gambar tersebut terlihat bahwa kolam-kolam yang digunakan dalam proses pengolahan air limbah adalah 2 kolam penampungan limbah padat, 1 kolam pengendapan limbah cair dan 1 kolam oksidasi. 4.1 Hasil Pemeriksaan Laboratorium Air Limbah Rumah Potong Hewan Medan Hasil pemeriksaan air limbah yangditeliti meliputikadar BOD, kadar COD, zat padat terlarut (TSS), minyak dan lemak, ammoniak (NH3-N) dan pH.
No 1 2 3 4 5 6
Tabel 3. Hasil pemeriksaan kadar air limbah PD RPH Kelurahan Mabar Hilir Kecamatan Medan Deli Sampel Baku Parameter Metode Satuan Mutu K1 K2 K3 K4 Out Maksimal BOD Titrimetri 32,26 mg/l 100 344,56 685,98 221,68 112,54 COD Spektrofotometri 2181,81 2025,45 608,48 1579,39 mg/l 200 320 TSS Gravimetri 80 mg/l 100 460 1460 1020 680 Minyak & Gravimetri mg/l 15 150 170 100 130 80 Lemak NH3-N Spektrofotometri 4,675 4,283 1,541 3,061 1,924 mg/l 25 pH Alat pH Meter 6,50 6,62 6,67 6,52 6,66 6–9
Tabel 3 menunjukkan bahwa berdasarkan Peraturan Menteri Negara Lingkungan Hidup Nomor 02 Tahun 2006 tentang Baku Mutu Air Limbah bagi Kegiatan Rumah Pemotongan Hewan, kualitas BOD, TSS, NH3-N, dan pH dari buangan hasil olahan pada IPAL ini sudah memenuhi standar yang ditetapkan. Sedangkan kualitas COD dan minyak dan lemak masih berada diatas ambang batas standar yang ditetapkan.
Parit Pembuangan BOD = 32,26 mg/l
BOD = 112,54 mg/l
Kandungan Limbahnya Berupa Limbah Cair
K-4 Kolam Oksidasi (Kolam Kontrol)
Jl. Rumah Potong Hewan
BOD = 221,68 mg/l
Kandungan Limbahnya Berupa Darah dan Air Cucian K-3
BOD = 685,98 mg/l
Kolam Pengendapan Limbah Cair
BOD = 344,56 mg/l
Kolam Pengendapan Limbah Padat (Jeroan) BOD = 344,56 mg/l
Kandungan Limbahnya Berupa Isi Rumen dan Serpihan Daging dan Lemak
Ruang Pemotongan Babi
Ruang Pemotongan Sapi Dengan Cara Hidrolik
Kandang Babi K-1 Sebelum Dipotong
Kandang Sapi Sebelum Dipotong
Kolam Pengendapan Limbah Padat (Jeroan)
K-2
Kandungan Limbahnya Berupa Isi Rumen dan Serpihan Daging dan Lemak BOD = 685,98 mg/l
Ruang Pemotongan Sapi dengan Cara Ditembak dan Kambing
Kandang Kambing Sebelum Dipotong
Kandang Sapi Sebelum Dipotong
Gambar 6. Skema jaringan pengolahan air limbah di RPH Kota Medan
4.2 Evaluasi Kolam K-1 Kolam K-1 adalah kolam pengendapan limbah padat yang berasal dari ruang pemotongan sapi (dengan cara hidrolik) dan babi. Evaluasi untuk kolam K-1 ini adalah sbb: - Volume kolam K-1 adalah 18,75 m3 dan limbah yang dihasilkan 100,5 m3/hari, maka waktu tinggalnya adalah 4,48 jam. Dengan waktu tinggal 4,48 jam (lebih dari standar waktu tinggal ≥ 2 jam) maka kolam K-1 masih memadai. - Saluran yang mengalirkan air limbah dari kolam K-1 ke kolam K-3 masih memadai dengan kecepatan aliran V = 0,838 m/dtk, sehingga pengendapan di dalam saluran dapat dicegah. - Perlu adanya perbaikan fisik dinding kolam dan penambahan saringan pada kolam K-1 untuk menyaring limbah padat agar tidak masuk ke kolam K-3. 4.3 Evaluasi Kolam K-2 Kolam K-2 adalah kolam pengendapan limbah padat yang berasal dari ruang pemotongan sapi (dengan cara ditembak) dan kambing. Evaluasi untuk kolam K-2 ini adalah sbb: - Volume kolam K-2 adalah 240 m3 dan limbah yang dihasilkan 22,5 m3/hari, maka waktu tinggalnya adalah 10,67 hari. Dengan waktu tinggal 10,67 hari maka kolam K-2 masih sangat memadai. - Saluran yang mengalirkan air limbah dari kolam K-2 ke kolam K-3 masih memadai dengan kecepatan aliran V = 0,941 m/dtk. - Perlu adanya pendimensian ulang untuk saluran yang menghubungkan ruang pemotongan lembu (dengan cara ditembak) dan kambing ke kolam K-2. Pada saluran teramati adanya pengendapan limbah padat yang kemungkinan akibat dari adanya pelebaran saluran (yang berarti perlambatan kecepatan aliran). 4.4 Evaluasi Kolam K-3 Kolam K-3 adalah kolam pengendapan limbah cair. Evaluasi untuk kolam K-3 ini adalah sbb: - Volume kolam K-3 adalah 687,22 m3 dan limbah yang dihasilkan 123 m3/hari, maka waktu tinggalnya adalah 5,59 hari. Dengan waktu tinggal 5,59 hari maka kolam K-3 masih sangat memadai. - Tabel 4 berisi perbandingan efesiensi E rencana dengan aktual pada kolam K-3 yang berasal dari kolam K-1. - Tabel 5 berisi perbandingan efesiensi E rencana dengan aktual pada kolam K-3 yang berasal dari kolam K-2. Terlihat bahwa efesiensi yang berasal dari kolam K-2 lebih baik dari kolam K-1. Hal ini paling mungkin disebabkan oleh kolam K-2 yang lebih besar dengan salurannya yang lebih panjang.
No 1 2 3 4
No 1 2 3 4
Tabel 4. Perbandingan E rencana dengan E real pada kolam K-3 dari kolam K-1 Inlet Outlet rencana Outlet Parameter E rencana (mg/l) (mg/l) real* BOD 344,56 40 % 206,736 221,68 COD 2181,81 40 % 1309,086 608,48 TSS 460 40 % 276 1020 Minyak & lemak 150 40 % 90 100 Tabel 5. Perbandingan E rencana dengan E real pada kolam K-3 dari kolam K-2 Inlet Outlet rencana Outlet Parameter E rencana (mg/l) (mg/l) real* BOD 685,98 40 % 411,588 221,68 COD 2025,45 40 % 1215,270 608,48 TSS 1460 40 % 876 1020 Minyak & lemak 170 40 % 102 100
E real 36 % 72 % - 121% 33%
E real 67 % 70 % 30% 41%
4.5 Evaluasi Kolam K-4 Kolam K-4 adalah kolam oksidasi yang merupakan kolom kontrol sebelum air limbah dilepas ke parit pembuangan. Evaluasi untuk kolam K-4 ini adalah sbb: - Volume kolam K-4 adalah 1130,97 m3 dan limbah yang dihasilkan 123 m3/hari, maka waktu tinggalnya adalah 9,2 hari. Dengan waktu tinggal 9,2 hari maka kolam K-4 masih sangat memadai. - Saluran yang mengalirkan air limbah dari kolam K-3 ke kolam K-4 masih memadai dengan kecepatan aliran V = 0,854 m/dtk. - Tabel 6 menunjukkan perbandingan efesiensi E rencana dengan aktual pada kolam K-4 yang berasal dari kolam K-3. Terlihat bahwa E minus terjadi untuk parameter COD dan minyak dan lemak. Hal ini menjadi bukti bahwa
kolam K-4 perlu mendapat perhatian serius untuk perbaikan, terutama dalam hal proses oksidasinya. Penambahan enceng gondok dan mikroba pengurai dapat menjadi salah satu cara yang bisa ditempuh untuk perbaikan.
No 1 2 3 4
Tabel 6. Perbandingan E rencana dengan E real pada kolam K-4 Inlet Outlet rencana Outlet Parameter E rencana (mg/l) (mg/l) real* BOD 221,68 50 % 110,84 112,54 COD 608,48 50 % 304,24 1579,39 TSS 1020 50 % 510 680 Minyak & lemak 100 50 % 50 130
E real 49 % -159 % 33 % -30 %
4.6 Evaluasi Parit Pembuangan Parit pembuangan adalah saluran yang menyalurkan air limbah dari kolam oksidasi ke saluran drainase di luar RPH. Evaluasi untuk parit pembuangan ini adalah sbb: - Perlu adanya pendimensian ulang untuk saluran yang menghubungkan kolam K-4 dengan parit pembuangan karena saluran penghubung ini tidak dapat mengalirkan air limbah secara lancar dari kolam K-4 ke parit pembuangan. - Perlu dilakukan pengerukan sedimentasi (normalisasi) pada parit pembuangan dan perbaikan dinding saluran parit pembuangan. - Tabel 7 berisi perbandingan efesiensi E rencana dengan aktual pada parit pembuangan yang berasal dari kolam K4. Tabel ini menunjukkan perbandingan yang cukup memuaskan, namun berdasarkan pengamatan di lapangan masih banyak terjadi pengendapan sehingga perlu dipikirkan proses pengerukan secara berkala.
No 1 2 3 4
Tabel 7. Perbandingan E rencana dengan E real pada parit pembuangan Inlet Outlet rencana Outlet Parameter E rencana (mg/l) (mg/l) real* BOD 112,54 70 % 33,76 32,26 COD 1579,39 70 % 473,82 320 TSS 680 70 % 204 80 Minyak & lemak 130 70 % 39 80
E real 71 % 80 % 88 % 38 %
5. KESIMPULAN DAN SARAN Berdasarkan pengamatan dan evaluasi terhadap pengolahan air limbah Perusahaan Daerah RPH di Kelurahan Mabar Hilir, Kecamatan Medan Deli, maka dapat disampaikan beberapa poin kesimpulan sebagai berikut: 1. IPAL RPH ini menggunakan metode kolam oksidasi. Namun, kolam oksidasi yang ada sebelum air limbah disalurkan ke parit pembuangan belum berjalan sesuai dengan rencana, sehingga perlu perbaikan serius supaya dapat meningkatkan proses oksidasinya. 2. Beberapa unit IPAL perlu diperbaiki agar sistem pengolahan dapat berlangsung lebih efektif. Perbaikannya dapat dilakukan dengan memperbaiki dinding kolam dan pemasangan saringan pada kolam K-1. Selain itu untuk saluran yang menghubungkan ruang pemotongan lembu dan kambing dengan kolam K-2 dan saluran yang menghubungkan kolam K-4 dengan parit pembuangan dilakukan pendimensian ulang. Sedangkan pada kolam K-3 dan K-4 perlu dilakukan penambahan enceng gondok. 3. Di parit pembuangan, kualitas BOD effluent yakni sebesar 32,26 mg/l, COD effluent sebesar 320 mg/l, TSS effluent sebesar 80 mg/l, minyak dan lemak effluent sebesar 80 mg/l, NH3-N effluent sebesar 1,924 mg/l, dan pH effluent sebesar 6,66. 4. Kualitas BOD, TSS, NH3-N, dan pH dari buangan air limbah hasil olahan pada IPAL ini sudah memenuhi syarat yang ditetapkan. Sedangkan kualitas COD dan minyak dan lemak masih berada diatas ambang batas yang ditetapkan oleh Permenlh No.2 Tahun 2006. Saran yang diajukan berdasarkan hasil studi dapat disampaikan dalam beberapa poin di bawah: 1. Peningkatan jumlah hewan yang dipotong akan berdampak kepada peningkatan limbah cair yang dihasilkan. Untuk itu perbaikan dan pengembangan IPAL RPH Kota Medan perlu segera diantisipasi. Termasuk dalam hal ini peningkatan kualitas sumber daya manusia yang bertanggung jawab atas kegiatan operasional pengolahan limbah. 2. Perlu adanya pengecekan secara berkala terhadap unit IPAL yang ada agar sistem dapat berjalan optimal.
3. Untuk kedua hal di atas, penelitian lebih lanjut yang lebih detil dari studi ini akan sangat membantu dalam perbaikan, pendimensian, dan pengembangan unit-unit IPALnya sehingga dapat tetap memenuhi standar baku mutu yang ditetapkan.
DAFTAR PUSTAKA Alaerts, G. (1984). Metoda Penelitian Air, Terjemahan oleh Sri Sumestri S, Usaha Nasional, Surabaya. Cech, T. V. (2005). Principles of Water Resources, History, Development, Management, and Policy. John Wiley & Sons, USA, 468 hal. Giles, R. V. (1976). Mekanika Fluida & Hidrolika Edisi Kedua, Erlangga, Jakarta. Kusnoputranto. (1983). Kesehatan Lingkungan, Universitas Indonesia, Jakarta. Permenlh RI. (2006). “Peraturan Menteri Negara Lingkungan Hidup Nomor 02 Tahun 2006 Tentang Baku Mutu Bagi Kegiatan Air Limbah Rumah Potong Hewan”, hal. 1 – hal. 9. Sanjaya, A.W., Sudarwanto, M., dan Pribadi, E. S. (1996). “Pengelolaan Limbah Cair Rumah Potong Hewan di Kabupaten Dati II Bogor”, Tugas Akhir, Fakultas Kedokteran Hewan IPB, Bogor, hal. 1 – hal. 9. Laksmi, S. (1993). Penanganan Limbah Industri Pangan, Kanisius, Yogyakarta. Suharto. (2010). Limbah Kimia Dalam Pencemaran Air dan Udara, Andi, Yogyakarta. Triadmodjo, B. (2003). Hidraulika II, Beta Offset, Yogyakarta.