EVALUASI PENETAPAN HARGA POKOK PENJUALAN AIR MINUM DALAM KEMASAN PADA PT X DENGAN METODE ACTIVITY BASED COSTING
ANISSHA HUD ALAYDRUS
DEPARTEMEN TEKNOLOGI INDUSTRI PERTANIAN FAKULTAS TEKNOLOGI PERTANIAN INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR 2014
PERNYATAAN MENGENAI SKRIPSI DAN SUMBER INFORMASI SERTA PELIMPAHAN HAK CIPTA Dengan ini saya menyatakan bahwa skripsi berjudul Evaluasi Penetapan Harga Pokok Penjualan Air Minum Dalam Kemasan pada PT X dengan Metode Activity Based Costing adalah benar karya saya dengan arahan dari dosen pembimbing dan belum diajukan dalam bentuk apa pun kepada perguruan tinggi mana pun. Sumber informasi yang berasal atau dikutip dari karya yang diterbitkan maupun tidak diterbitkan dari penulis lain telah disebutkan dalam teks dan dicantumkan dalam Daftar Pustaka di bagian akhir skripsi ini. Dengan ini saya melimpahkan hak cipta dari karya tulis saya kepada Institut Pertanian Bogor. Bogor, Agustus 2014 Anissha Hud Alaydrus NIM F34100015
ABSTRAK ANISSHA HUD ALAYDRUS. Evaluasi Penetapan Harga Pokok Penjualan (HPP) Air Minum Dalam Kemasan pada PT X dengan Metode Activity Based Costing. Dibimbing oleh HARTRISARI HARDJOMIDJOJO. Penentuan HPP penting sebagai dasar penentuan keputusan strategis seperti penentuan harga jual yang akan mempengaruhi keuntungan perusahaan. Tujuan penelitian antara lain : mengevaluasi metode yang digunakan perusahaan dalam penetapan HPP, menghitung nilai HPP menggunakan metode Activity Based Costing (ABC), membandingkan hasil antara kedua metode, dan memberikan saran perbaikan kepada perusahaan. Hasil menunjukkan bahwa PT X menggunakan metode konvensional dalam penentuan HPP. Perbedaan antara metode konvensional dan metode ABC menghasilkan nilai HPP Rp 5 375.26 dan Rp 5 682.23 untuk produk galon, sementara menghasilkan nilai HPP Rp 1 756.13 dan Rp 1 431.22 untuk produk botol 330 ml. Penelitian menunjukkan bahwa PT X telah menetapkan harga jual produk botol 330 ml saat ini hanya Rp 1 000.00 sementara, perusahaan hanya mendapatkan 12.58% keuntungan dari perhitungan harga jual. Saran untuk perusahaan sesuai dari hasil yang didapatkan adalah menaikkan volume produksi untuk mencapai analisis titik impas, menaikkan harga jual AMDK galon untuk mencapai target perusahaan, dan diharapkan menggunakan program aplikasi yang dirancang untuk memudahkan penentuan HPP bedasarkan metode ABC. Kata kunci : Harga Pokok Penjualan (HPP), metode Activity Based Costing (ABC), air minum dalam kemasan
ABSTRACT ANISSHA HUD ALAYDRUS. Evaluation of Cost of Goods Sold (CGS) Determination of Drinking Water Using Activity Based Costing Method at X Company. Supervised by HARTRISARI HARDJOMIDJOJO. CGS determination is important in term of basic usage for strategic decision such as determination of selling price that will affect the company profit. The objectives of this study are : to evaluate the method used by company for CGS determination, to calculate the CGS by using Activity Based Costing (ABC) method, to compare the result between two methods and to give improvement suggestion to company. Result showed that company use conventional method for CGS calculation. The difference between conventional and ABC methods resulting in Rp 5 375.26 and Rp 5 682.23 for gallons while it gives Rp 1 756.13 and Rp 1 431.22 for 330 ml bottles. We found also that company strategy has determined the selling price of 330 ml bottle is currently only Rp 1 000.00 while for the gallon product, the company only take 12.58% profit from the selling price calculated. Suggestion for company derived from the result are increasing production volume in order to achieve the break even point analysis, increase the selling price of gallons product in order to reach the company target and hopefully using the program application designed to facilitate CGS determination based on ABC method. Key words : Cost of Goods Sold (CGS), Activity Based Costing(ABC) method, drinking water product.
EVALUASI PENETAPAN HARGA POKOK PENJUALAN AIR MINUM DALAM KEMASAN PADA PT X DENGAN METODE ACTIVITY BASED COSTING
ANISSHA HUD ALAYDRUS
Skripsi sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Teknologi Pertanian pada Departemen Teknologi Industri Pertanian
DEPARTEMEN TEKNOLOGI INDUSTRI PERTANIAN FAKULTAS TEKNOLOGI PERTANIAN INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR 2014
Judul Skripsi : Evaluasi Penetapan Harga Pokok Penjualan Air Minum Dalam Kemasan pada PT X dengan Metode Activity Based Costing Nama : Anissha Hud Alaydrus NIM : F34100015
Disetujui oleh
Dr Ir Hartrisari Hardjomidjojo, DEA Pembimbing
Diketahui oleh
Prof Dr Ir Nastiti Siswi Indrasti Ketua Departemen
Tanggal Lulus:
PRAKATA Puji dan syukur penulis panjatkan kepada Allah subhanahu wa ta’ala atas segala karunia-Nya sehingga karya ilmiah ini berhasil diselesaikan. Tema yang dipilih dalam penelitian yang dilaksanakan sejak bulan Maret 2014 ini ialah harga pokok penjualan, dengan judul Evaluasi Penetapan Harga Pokok Penjualan Air Minum Dalam Kemasan pada PT X dengan Metode Activity Based Costing. Terima kasih penulis ucapkan kepada Ibu Dr Ir Hartrisari Hardjomidjojo, DEA selaku pembimbing. Ungkapan terima kasih juga disampaikan kepada ayah, ibu, serta seluruh keluarga, atas segala doa dan kasih sayangnya. Semoga karya ilmiah ini bermanfaat.
Bogor, Agustus 2014 Anissha Hud Alaydrus
DAFTAR ISI PRAKATA
x
DAFTAR ISI
xi
DAFTAR TABEL
xii
DAFTAR GAMBAR
xii
DAFTAR LAMPIRAN
xii
PENDAHULUAN
1
Latar Belakang
1
Perumusan Masalah
2
Tujuan Penelitian
2
Ruang Lingkup Penelitian
2
METODOLOGI
3
Pengumpulan Data dan Identifikasi Metode Penentuan HPP
3
Penetapan Harga Pokok Penjualan dengan Metode Konvensional
4
Penetapan Harga Pokok Penjualan dengan Metode Activity Based Costing
4
Analisis Hasil
5
HASIL DAN PEMBAHASAN SIMPULAN DAN SARAN
6 17
Simpulan
17
Saran
17
DAFTAR PUSTAKA
18
LAMPIRAN
20
RIWAYAT HIDUP
25
DAFTAR TABEL 1 2 3 4 5 6 7
Keadaan umum perusahaan tahun 2013 Perhitungan biaya langsung Perhitungan biaya tidak langsung metode konvensional Pengelompokan aktivitas Konsumsi jam kerja peralatan Konsumsi jam kerja karyawan Jumlah unit produksi (JUP), luas bangunan (LB), jumlah produksi, dan jumlah pengiriman 8 Identifikasi aktifitas, penentuan cost driver (pemacu biaya), dan penentuan tarif dasar alokasi biaya 9 Perhitungan biaya tidak langsung metode ABC 10 Perbandingan HPP dengan metode ABC dan metode konvensional
6 6 7 8 8 9 9 10 11 12
DAFTAR GAMBAR 1 2 3 4 5 6 7 8
Diagram alir penelitian Tampilan utama Biaya langsung Overhead Aktivitas Perhitungan tarif aktivitas Konsumsi aktivitas Laporan harga pokok
3 13 14 14 15 15 16 16
DAFTAR LAMPIRAN 1 Penggunaan biaya 2 Perhitungan titik impas 3 Perhitungan payback period
20 23 24
1
PENDAHULUAN Latar Belakang Air minum dalam kemasan (AMDK) produksi PT X memiliki 2 jenis produk yaitu, AMDK galon dan botol 330 ml. Teknologi proses pengolahan AMDK pada PT X menggunakan teknologi yang sesuai dengan SNI 01-35531996. Penerapan teknologi dalam dunia industri mempunyai dampak signifikan terhadap komponen biaya produksi perusahaan (Zhang dan Che 2010). Pemanfaatan teknologi mengakibatkan penurunan direct manufacturing cost, dalam hal ini jumlah tenaga kerja langsung. Di sisi lain, terjadi peningkatan indirect manufacturing cost, dalam hal ini adalah manufacturing overhead costs (Hatane et al. 2013). Salah satu alasan utama perusahaan melakukan perbaikan sistem kalkulasi biaya adalah peningkatan biaya tidak langsung atau overhead (Horngren 2008). Oleh sebab itu, PT X perlu melakukan perbaikan sistem kalkulasi biaya, termasuk evaluasi penetapan harga pokok penjualan. Harga pokok penjualan adalah biaya yang dibutuhkan untuk memproduksi suatu produk ditambah dengan biaya non produksi per unit (Hansen dan Mowen 2006). Harga pokok penjualan adalah nilai dari harga pokok produksi yang terdiri atas biaya tenaga kerja langsung, biaya bahan baku, dan biaya overhead produksi (Mulyadi 2007) ditambah dengan biaya overhead non produksi lainnya. Selanjutnya harga pokok penjualan (HPP) digunakan sebagai dasar penentuan harga jual dengan menambahkan nilai target keuntungan. Penentuan HPP penting bagi manajemen sebagai dasar untuk pembuatan keputusan seperti: menentukan harga jual mempertimbangkan menolak atau menerima suatu pesanan memantau realisasi biaya menghitung laba rugi tiap pesanan menentukan HPP persediaan produk jadi dan produk dalam proses yang akan disajikan dalam neraca (Daljono 2004). Terdapat 2 jenis metode dalam penetapan HPP yaitu metode konvensional seperti metode full costing dan variable costing dan metode penentuan harga pokok berdasarkan aktivitas (activity based costing/ABC) (Nafarin 2003). Metode perhitungan HPP konvensional melakukan alokasi biaya dengan satu dasar pengukuran seperti, tenaga kerja langsung atau volume produksi. Penggunaan satu pemacu biaya untuk mengalokasikan keseluruhan biaya pada metode konvensional menyebabkan jarang terpenuhinya hubungan sebab akibat yang diinginkan dalam alokasi biaya (Edwards 2008). Metode ini menjadi semakin tidak akurat jika terjadi peningkatan proporsi relatif dari biaya overhead, sehingga hasil yang didapatkan tidak layak sebagai dasar pertimbangan pengambilan keputusan (Edwards 2008). Salah satu cara terbaik dalam memperbaiki sistem kalkulasi biaya adalah menerapkan sistem kalkulasi biaya berdasarkan aktivitas. Sistem ABC menghitung biaya setiap aktivitas serta membebankan biaya ke objek biaya seperti produk dan jasa berdasarkan aktivitas yang dibutuhkan (Horngren 2008). Penetapan harga pokok metode ABC dilakukan dengan membebankan biaya overhead perusahaan berdasarkan pada pemacu biaya yang mencerminkan pola
2 konsumsi yang khas dan menghubungkan sebab akibat pada proses pembebanan biaya overhead (Nafarin 2003). Penggunaan metode ABC ini akan mampu memberikan informasi HPP yang lebih akurat dibandingkan metode konvensional (Martusa 2010). Selain itu, dengan metode ABC didapatkan informasi aktivitas utama yang menyumbang biaya dalam harga pokok produk. Informasi ini dapat diolah sebagai masukan untuk memberikan saran peningkatan kinerja perusahaan. Alasan diatas melatarbelakangi penelitian ini, yaitu evaluasi penetapan harga pokok penjualan air minum dalam kemasan (AMDK) pada PT X dengan metode activity based costing (ABC). Hal ini dapat memperbaiki sistem kalkulasi perusahaan, khususnya dalam penetapan harga pokok penjualan, sehingga mendapatkan harga pokok penjualan yang lebih tepat dan akurat.
Perumusan Masalah Permasalahan pengalokasian overhead yang secara abriter pada penentuan HPP dengan metode konvensional dapat dievaluasi dengan metode activity based costing, sehingga didapatkan HPP dengan pengalokasian yang lebih sesuai. Evaluasi ini dapat diterapkan pada PT X dalam penentuan HPP produk. Evaluasi penentuan HPP pada penelitian ini melalui beberapa tahap, sebagai berikut: menentukan metode yang digunakan PT X dalam penentuan HPP, menghitung HPP produk dengan metode perhitungan yang digunakan perusahaan, menentukan HPP produk dengan metode activity based costing, mengevaluasi penentuan HPP metode yang digunakan perusahaan dengan metode activity based costing. Selanjutnya hasil evaluasi dengan metode ABC digunakan untuk memberikan saran peningkatan kinerja perusahaan.
Tujuan Penelitian Penelitian ini bertujuan untuk mengevaluasi penetapan harga pokok penjualan air minum dalam kemasan (AMDK) pada PT X dengan metode activity based costing dan menganalisis perbedaan antara harga pokok penjualan yang ditetapkan dengan metode activity based costing dan dengan metode yang telah diterapkan sebelumnya oleh perusahaan. Tujuan selanjutnya adalah memberikan saran peningkatan kinerja perusahaan dari hasil evaluasi. Ruang Lingkup Penelitian Fokus penelitian adalah perhitungan terhadap harga pokok penjualan produk dengan metode perusahaan dan metode activity based costing, analisis perbedaan hasil yang didapatkan, dan saran peningkatan kinerja perusahaan yang sesuai dengan masukan hasil evaluasi dengan metode ABC. Penelitian ini hanya membahas harga pokok proses, karena dalam produksinya PT X tidak memiliki produk khusus untuk pesanan. Penelitian dibatasi pada produk AMDK galon dan botol 330 ml yang di produksi oleh perusahaan pada tahun 2013.
3
METODOLOGI Tahapan penelitian dijelaskan pada diagram alir penelitian yang terdapat pada Gambar 1.
Mulai Observasi langsung, wawancara, studi literatur
Pengumpulan Data
Identifikasi metode penentuan HPP
Wawancara
ABC Metode perusahaan Pengolahan data menggunakan metode ABC dan konvensional dengan program excel Perbandingan hasil
Evaluasi penerapan ABC
Bukan ABC
Saran peningkatan kinerja pada perusahaan
Perhitungan HPP dengan Metode Perusahaan dan Metode ABC
Analisis terhadap hasil perhitungan kedua metode
Gambar 1 Diagram alir penelitian
Pengumpulan Data dan Identifikasi Metode Penentuan HPP Terdapat dua jenis data dalam penelitian ini, yaitu data sekunder dan data primer. Data sekunder diperoleh melalui laporan produksi dan keuangan tahun 2013, dokumen perusahaan, dan literatur yang sesuai dengan penelitian. Data primer diperoleh dengan melakukan pengamatan secara langsung serta melalui wawancara langsung dengan pihak yang terkait dengan perusahaan. Metode yang digunakan untuk memperoleh data dan informasi dari perusahaan meliputi: 1. Wawancara yang dilakukan terhadap pihak perusahaan dengan mengajukan berbagai pertanyaan yang terkait dengan tujuan penelitian. 2. Pengamatan (observasi) secara langsung terhadap aktivitas produksi yang dilakukan para pekerja dalam menghasilkan produk. Setelah melakukan wawancara, maka akan diketahui metode apa yang digunakan perusahaan dalam penentuan HPP dan informasi lain menyangkut penentuan harga penjualan produk.
Selesai
4
Penetapan Harga Pokok Penjualan dengan Metode Konvensional Sistem biaya konvensional membebankan biaya overhead ke unit produk individual dengan menggunakan pemacu berdasarkan volume. Jam kerja langsung (JKL), biaya tenaga kerja langsung (BTKL), jam mesin, atau unit yang diproduksi adalah dasar penerapan atau pemacu berdasar volume (volume-based application bases). Sistem biaya konvensional beranggapan bahwa overhead disebabkan oleh banyaknya unit yang diproduksi sehingga pemacu biaya yang digunakan adalah unit produk atau volume (Daljono 2004). Sistem biaya konvensional dapat mengukur penggunaan sumber daya langsung yang dikonsumsi oleh produk secara cukup baik, karena dapat ditelusuri langsung ke setiap produknya. Hal ini tidak berlaku untuk sumber daya tidak langsung karena tidak semua penggunaan sumber daya untuk aktivitas relevan dengan jumlah unit yang diproduksi. Sistem pembiayaan konvensional akan menyebabkan beberapa alokasi biaya produk tidak tepat karena beberapa produk tidak mengkonsumsi sumber daya yang ada. Penetapan harga pokok dengan sistem biaya konvensional dilakukan melalui 2 tahap. Tahap pertama adalah membentuk pusat biaya yang seringkali berupa kelompok kegiatan yang tidak homogen sehingga dasar pembebanan yang digunakan untuk biaya overhead pabrik tidak mencerminkan konsumsi biaya secara cermat oleh produk yang diproduksi. Tahap kedua adalah mengalokasikan biaya overhead pabrik berdasarkan pemacu biaya tunggal seperti volume produk dan jam tenaga kerja langsung (Nafarin 2003).
Penetapan Harga Pokok Penjualan dengan Metode Activity Based Costing Penetapan HPP dengan metode Activity Based Costing (ABC) dilakukan sebagai perbandingan akan hasil HPP dengan metode perusahaan. Perhitungan harga pokok penjualan dengan metode ABC difokuskan pada perhitungan overhead atau biaya tidak langsung berdasarkan konsumsi aktivitas produksi. Tahapan penerapan Activity Based Costing (ABC) menurut Garrison et al. (2006) adalah sebagai berikut: a. Menentukan aktivitas, kelompok biaya aktivitas, dan pemacu biaya Langkah pertama dalam menerapkan metode activity based costing (ABC) adalah mengidentifikasikan keseluruhan aktivitas yang dilakukan PT X. Aktivitas bisa berupa kejadian, tugas, atau unit kerja dengan tujuan khusus (Horngren 2008). Pemacu biaya adalah suatu kegiatan yang menimbulkan biaya pada kelompok biaya aktivitas yang dipilih seperti jumlah unit yang diproduksi, jam peralatan, kilowatt hour, dan jumlah pembelian bahan. Selanjutnya aktivitas yang memiliki pemacu yang sama di level yang sama dikelompokkan ke dalam kelompok biaya aktivitas. Menurut Maryam (2013), pada ABC terdapat 4 level dari hierarki biaya, antara lain : 1. Facility sustaining activity cost : Biaya yang berkaitan dengan aktivitas mempertahankan kapasitas yang dimiliki perusahaan seperti biaya depresiasi, biaya asuransi, biaya gaji pegawai kunci.
5 2. Product sustaining activity cost : Biaya yang berkaitan dengan aktivitas penelitian dan pengembangan produk dan biaya untuk mempertahankan produk untuk tetap dapat dipasarkan seperti biaya pengujian produk, biaya desain produk. 3. Batch activity cost : Biaya yang berkaitan dengan jumlah batch produk yang diproduksi seperti biaya setup mesin. 4. Unit level activity cost : Biaya yang berkaitan dengan besar kecilnya jumlah unit produk yang dihasilkan seperti biaya bahan baku, biaya tenaga kerja. b. Menetapkan biaya overhead pada kelompok biaya aktivitas. Langkah kedua dalam menerapkan activity based costing (ABC) adalah menetapkan biaya overhead pada kelompok biaya aktivitas dengan cara menjumlahkan seluruh biaya pada kelompok biaya aktivitas. c. Menghitung tarif aktivitas. Tarif aktivitas adalah biaya yang dikenai setiap satuan pemacu biaya. Tarif aktivitas yang akan digunakan untuk membebankan biaya overhead ke produk dan konsumen dihitung dengan membagi biaya dengan total aktivitas dalam setiap pool atau kelompok biaya aktivitas. Penentuan tarif aktivitas = Jumlah Biaya / Total aktivitas dalam setiap pool d. Mengalokasikan biaya overhead ke objek biaya Langkah kelima dalam penerapan ABC disebut alokasi tahap kedua. sistem ABC dapat digunakan untuk membebankan biaya aktivitas pada objek biaya. Objek biaya adalah sesuatu yang biayanya ingin diukur (Horngren 2008). Hal ini dilakukan dengan menggunakan tarif aktivitas sehingga biaya overhead pabrik yang dibebankan dari setiap kelompok biaya dibebankan kembali ke produk. Biaya yang dibebankan = tarif aktivitas × unit pemacu biaya yang digunakan
Analisis Hasil Analisis hasil dilakukan dengan membandingkan besar hasil harga pokok penjualan dengan metode yang digunakan perusahaan dengan metode ABC. Hasil adalah evaluasi sistem penetapan HPP perusahaan dan saran untuk peningkatkan kinerja perusahaan pada aspek yang sesuai.
6
HASIL DAN PEMBAHASAN Tahap pertama pada penelitian ini adalah pengumpulan data. Data yang dibutuhkan untuk melakukan evaluasi penetapan harga pokok penjualan antara lain adalah data produksi dan laporan keuangan tahun 2013. Hasil terangkum pada tabel 1. Tabel 1 Keadaan umum perusahaan tahun 2013 Data Produksi Galon Botol 330ml 21 273 unit 20 098 unit
Biaya Langsung 74.53% Rp 111 522 863
Biaya Overhead 25.47 % Rp 38 119 668
Total Biaya Rp 149 642 531
PT X memiliki dua jenis produk yaitu AMDK galon dan botol 330 ml. Tabel 1 menjelaskan jumlah produksi pada kedua produk dan konsumsi biaya perusahaan. Perusahaan mengkonsumsi biaya langsung yang lebih tinggi dibandingkan biaya overheadnya. Namun konsumsi biaya overhead cukup besar yaitu 25 persen dari total biaya keseluruhan. Semakin tingginya nilai overhead pada suatu unit bisnis, maka semakin tinggi juga penyimpangan alokasi biaya pada penggunaan sistem pembiayaan konvensional (Krishnan 2006). Tahapan selanjutnya adalah identifikasi penetapan harga pokok penjualan (HPP) perusahaan. Berdasarkan hasil wawancara staf pengelola keuangan perusahaan, HPP perusahaan ditentukan dengan metode konvensional dan tidak dilakukan pembaharuan perhitungan secara berkala. Hal ini tidak sesuai dengan pendapat Palaiologk et al. (2012) yang menyebutkan bahwa dibutuhkan sistem pembiayaan yang berkelanjutan, karena kemungkinan adanya perubahan yang tidak proposional pada kuantitas, kompleksitas data, dan perubahan strategi yang substansial dalam perjalanan bisnis. Oleh sebab itu, diperlukan perhitungan ulang dan perbaikannya untuk mendapatkan penetuan HPP yang tepat untuk kondisi perusahaan saat ini. Penentuan harga pokok penjualan terdiri atas 2 kelompok biaya yaitu biaya langsung dan biaya tidak langsung. Pada metode konvensional dan metode activity based costing (ABC) diketahui bahwa cara perhitungan biaya langsung adalah sama. Perbedaan kedua metode ini adalah pada pengalokasian biaya tidak langsung atau yang disebut juga biaya overhead. Perhitungan biaya langsung dari kedua produk PT X yaitu AMDK galon dan botol 330 ml disajikan pada tabel 2. Tabel 2 Perhitungan biaya langsung Biaya (Rp)
Tenaga kerja langsung Kemasan primer Total biaya langsung
AMDK Galon per Unit (2) Total (1) = (1) : 21 273
AMDK Botol 330 ml per Unit Total (3) (4) = (3) : 20 098
41 912 781
1 970.23
5 722 219
284.72
47 635 000
52 833 963
2 483.62
11 053 900
550
63 887 863
94 746 744
4 453.85
16 776 119
834.72
111 522 863
Total (5) = (1) + (3)
7 Tabel 2 menjelaskan jumlah biaya langsung yang diserap kedua produk per unit. Pembagian biaya tenaga kerja langsung berdasarkan perbandingan jam produksi antara produk satu dan lainnya. Berdasarkan perhitungan pada tabel 2, biaya langsung yang diserap kedua produk ini didominasi oleh harga kemasan primer setiap produknya. Pada penentuan HPP dengan metode perusahaan, perhitungan biaya tidak langsung setiap produk didapatkan dengan menggunakan metode konvensional. Pada sistem pembiayaan konvensional tahap pertama biaya produksi dikumpulkan ke dalam kelompok biaya lalu dialokasikan berdasarkan volume produksi (Krishnan 2006). Pada metode yang digunakan perusahaan biaya dialokasikan berdasarkan volume produksi sehingga didapatkan hasil sebagai berikut pada tabel 3. Tabel 3 Perhitungan biaya tidak langsung metode konvensional Rincian Volume produksi (unit) Biaya tidak langsung (Rp) Biaya/unit (Rp)
Galon
Botol 21 273
20 098
19 601 162.59 921.41
18 518 505.41 921.41
Hasil alokasi biaya tidak langsung atau overhead pada tabel 3 menunjukkan hasil yang sama pada kedua produk. Total biaya tidak langsung pada tahun 2013 adalah Rp 38 119 668. Pembebanan biaya tidak langsung disamaratakan untuk kedua produk dengan satu dasar alokasi, yaitu volume produksi. Hal ini menyebabkan terjadi penyimpangan dalam pembebanan biaya pada salah satu produk, karena kedua produk ini mengkonsumsi aktivitas perusahaan dengan jumlah yang berbeda. Metode ABC memberikan informasi tentang alokasi biaya overhead dengan lebih aktual. Penerapan metode ABC dimulai dengan penentuan aktivitas hasil dari analisis aktivitas, yang selanjutnya memiliki tarif biaya aktivitas yang dibutuhkan untuk mengestimasi biaya produk (Tang et al. 2013). Metode ABC digunakan untuk mengatasi masalah pembebanan, terutama untuk pembebanan biaya overhead. Biaya overhead akan dibebankan kepada produk berdasarkan konsumsi aktivitasnya. Analisis aktivitas dimulai dengan mengidentifikasi dan mengklasifikasi aktivitas ke dalam 4 level, (1) Tingkat unit, (biaya overhead yang dikenakan pada unit produk), (2) Tingkat batch, (biaya overhead yang dikenakan pada batch produk tidak dalam per unit), (3) Pendukung produk (biaya overhead yang digunakan semua unit produk) dan akhirnya (4) Pendukung fasilitas (biaya overhead yang digunakan hanya untuk mendukung operasi fasilitas yang sedang berlangsung) (El-Deeb et al. 2011). Tahapan ini dilanjutkan dengan penentuan pemacu biaya untuk setiap aktivitas. Pengelompokan aktivitas yang menghasilkan biaya overhead bedasarkan pamacu biaya disajikan pada tabel 4. Istilah pemacu biaya atau cost driver digunakan untuk mengidentifikasi cara produk dalam mengkonsumsi aktivitasnya. Pemacu biaya adalah hal yang terkait dengan suatu kegiatan yang mengakibatkan pemakaian sumber daya (Lima 2011).
8 Tabel 4 Pengelompokan aktivitas Pengelompokan aktivitas Aktivitas tingkat unit Penggunaan kemasan sekunder Aktivitas tingkat batch Biaya ganti oli Biaya bahan bakar minyak Biaya tagihan listrik Biaya transport pembayaran tagihan listrik Pembelian aki Servis mobil Biaya Perpanjangan KIR dan pajak mobil Pembelian portal galon Pembelian terpal plastik penutup mobil Aktivitas pendukung produk Biaya depresiasi alat produksi Perbaikan alat produksi biaya transport pembelian perlengkapan produksi Biaya catrige filter Aktivitas pendukung fasilitas Biaya potong rumput Pembuatan cek Pembelian pulsa Pembelian bensin untuk keperluan lain Pembelian ATK Pembelian alat pelindung diri Pembelian alat kebersihan Perbaikan saklar lampu bangungan Pembelian lampu tempat produksi Perlengkapan perbaikan tempat produksi
Pemacu biaya Jumlah unit produksi Jumlah pengiriman Jumlah pengiriman Jam kerja peralatan Jam kerja peralatan Jumlah pengiriman Jumlah pengiriman Jumlah pengiriman Jumlah pengiriman Jumlah pengiriman Jumlah produksi Jumlah produksi Jumlah produksi Jumlah produksi Luas bangunan Jam kerja karyawan Jam kerjakaryawan Jam kerjakaryawan Jam kerjakaryawan Jam kerjakaryawan Jam kerjakaryawan Luas bangunan Luas bangunan Luas bangunan
Berdasarkan tabel 4 dapat disimpulkan bahwa terdapat enam jenis pemacu biaya yaitu jumlah unit produksi, jumlah pengiriman, jam produksi, jam kerja karyawan, jumlah produksi, dan luas bangunan. Pemacu biaya setiap aktivitasnya dikonsumsi dengan jumlah yang berbeda untuk kedua produk. Berikut adalah perhitungan konsumsi masing-masing pemacu biaya : a. Jam kerja peralatan (JPR) Jam kerja peralatan adalah waktu yang digunakan dalam memakai alat dan mesin pada produksi PT X. Tabel 5 berikut memberikan data konsumsi jam peralatan yang digunakan masing masing produk. Tabel 5 Konsumsi jam kerja peralatan Produk Galon Botol Total
Waktu Produksi (detik) 3 680 229 502 450 4 182 679
Keterangan : *= Konsumsi JPR = =
Konsumsi JPR (jam) 990.09* 135.17 1 125.26
x total JPR x 1125.26 = Rp 990.09
9 b. Jam kerja karyawan (JKK) Jam kerja karyawan adalah waktu yang digunakan tenaga kerja dalam produksi. Tabel 6 berikut memberikan data konsumsi jam kerja karyawan yang digunakan masing masing produk. Tabel 6 Konsumsi jam kerja karyawan Produk Galon Botol Total
Waktu Produksi (detik) 3 680 229 502 450 4 182 679
Keterangan *= Konsumsi JPR = =
Konsumsi JKK(jam) 1 942.76* 265.24 2 208.00
x Total JKK x 2 208 = 1942,76
c. Jumlah Unit Produksi (JUP), Luas Bangunan (LB), Jumlah produksi, dan Jumlah pengiriman Pemacu biaya jumlah unit produksi didapatkan dari laporan produksi tahun 2013. Pemacu biaya luas bangunan dihitung untuk mempertimbangkan konsumsi luas bangunan kepada tiap-tiap tahap dalam produksi PT X. Berdasarkan hasil observasi, AMDK galon mengkonsumsi keseluruhan bangunan, sedangkan AMDK botol tidak mengkonsumsi ruang penyimpanan. Pemacu biaya jumlah produksi dihitung untuk mempertimbangkan konsumsi untuk biaya setiap kali persiapan suatu batch produk. Pemacu biaya jumlah pengiriman dihitung untuk mempertimbangkan konsumsi untuk biaya distribusi dan pemasaran. Ikhtisar keempat pemacu biaya ini disajikan pada tabel 7. Tabel 7 Jumlah unit produksi (JUP), luas bangunan (LB), jumlah produksi, dan jumlah pengiriman Jenis Galon Botol Total
Jumlah Produksi 21 273 20 098 41 371
Konsumsi LB (m2) 84 60 144
Jumlah produksi 255 148 403
Jumlah pengiriman 36 12 48
Pada tabel 8 terdapat ringkasan 3 tahap awal penentuan HPP dengan menggunakan metode ABC yaitu identifikasi aktivitas, penentuan cost driver atau pemacu biaya dari aktivitas penentuan tarif alokasi biaya overhead aktivitas. Kolom pertama adalah kelompok aktivitas yang terdiri atas penyederhanaan aktivitas dengan pemacu biaya sama dari tabel 4 dan klasifikasinya. Aktivitas persiapan sarana produksi terdiri atas aktivitas kebersihan lokasi produksi, pembelian alat penerangan, pembelian saklar listrik produksi, pembelian alat kebersihan, dan pembelian alat kelengkapan penunjang produksi. Tabel 8 dijelaskan jenis dan jumlah pemacu biaya yang dikonsumsi setiap kelompok biaya aktivitas. Tahapan selanjutnya dalam penerapan ABC adalah penentuan tarif. Tarif adalah harga persatuan dasar alokasi biaya atau cost driver. Nilai tarif setiap aktivitas didapatkan dari hasil pembagian total biaya suatu aktivitas dengan jumlah dasar alokasi biaya. Rincian total biaya tidak langsung dapat dilihat pada lampiran 1.
10 Tabel 8 Identifikasi aktifitas, penentuan cost driver (pemacu biaya), dan penentuan tarif dasar alokasi biaya
Kelompok Biaya Aktivitas
Kategori hierarki biaya
Total biaya tidak langsung (Rp)
Kuantitas pemacu biaya Jumlah
Jenis
Tarif pemacu biaya overhead aktivitas Tarif (Rp)
Persiapan sarana produksi
Pendukung fasilitas
Persiapan alat produksi
Pendukung produk
8 888 084
Jumlah 403 produksi
Produksi
Tingkat batch
1 129 000
1 125.26 Jam produksi
Pengadaan kemasan sekunder
Tingkat unit
2 054 500
20 098
jumlah unit produksi
102.22
Pendistribusian dan pemasaran
Tingkat batch
24 783 084
48
Jumlah pengiriman
516 314.25
Administrasi
Pendukung fasilitas
629 000
636 000
Luas bangunan 144 (m²)
2 208 Jam kerja
Hubungan sebab akibat antara pemacu biaya dan biaya aktivitas
Satuan
per luas 4 368.05 bangunan (m²) per jumlah 22 054.80 produksi 1 003.32 per jam produksi
Biaya aktivitas sarana produksi meningkat seiring semakin luasnya bangunan untuk produksi Biaya aktivitas persiapan peralatan produksi meningkat setiap kali melakukan produksi Biaya aktivitas produksi meningkat seiring bertambahnya jam produksi
per jumlah unit produksi
Biaya aktivitas pengadaan kemasan menigkat seiring bertambahnya volume produksi
per jumlah pengiriman
Biaya pendistribusian dan pemasaran meningkat seiring bertambahnya pengiriman
288.04 per Jam kerja
Biaya aktivitas administrasi meningkat seiring jam kerja 10
11 Tahapan selanjutnya dalam ABC adalah membebankan biaya ke objek biaya yaitu produk. Berikut perhitungannya pada tabel 9 Tabel 9 Perhitungan biaya tidak langsung metode ABC Perhitungan ABC (Rp)
Total biaya galon
Biaya per unit
Total biaya botol
Biaya per unit
. sarana produksi Persiapan Galon, 84 m² xRp 4 368.05
366 916.67
17.25
Botol, 60 m² x Rp4 368.05 Persiapan alat produksi Galon,255kali x Rp 22 054.8
5 623 973.75
262 083
13.04
3 264 110.25
162.41
135 619.26
6.75
2 054 000
102.22
6 195 771
308.28
76 401
3.8
11 987 984.51
596.5
264.37
Botol, 148kali x Rp 22 054.8 Produksi Galon, 990.09 jam x Rp 1 003.32
993 380.74
46.7
Botol, 135.17jam x Rp 1 003.32 Pengadaan kemasan sekunder Galon, 0 unit
-
-
Botol, 20 098 unit x Rp 102.22 Pendistribusian Galon, 36 kali x Rp 516 314.3
18 587 313
873.75
Botol, 12 kali x Rp 516 314.3 Administrasi Galon, 1 942.76jam x Rp 288.04
559 599
26.31
Botol, 265.24jam x Rp 288.04 26 131 183.16
1 228.38
Tabel 9 menjelaskan distribusi biaya aktivitas pada kedua produk. Biaya aktivitas produk didapatkan dengan mengalikan jumlah konsumsi pemacu biaya pada aktivitas dengan tarif yang didapatkan pada tabel 8. Konsumsi pemacu biaya setiap produk dapat dilihat pada tabel 5,6, dan 7. Hasil tabel 9 adalah biaya tidak langsung per unit setiap produksinya dengan metode ABC yaitu untuk AMDK galon adalah Rp 1 228.38 dan AMDK botol adalah Rp 596.5. Tabel 9 juga memberikan informasi tentang aktivitas utama yang memberikan beban biaya besar pada produk. Pada kedua produk aktivitas yang memberikan biaya terbesar adalah aktivitas pendistribusian dan persiapan alat produksi. Hal ini disebabkan oleh besarnya biaya bahan bakar dan biaya penyusutan kendaraan pada aktivitas pendistribusian yang tidak sebanding dengan jumlah produk. Hal tersebut juga terjadi pada aktivitas persiapan alat produksi dimana biaya yang dikeluarkan tidak sebanding dengan volume produksi. Rincian lengkap biaya tidak langsung setiap aktivitas tersedia pada lampiran 1.
12 Tabel 10 Perbandingan HPP dengan metode ABC dan metode konvensional Biaya (Rp)
AMDK Galon Metode ABC
Biaya langsung Biaya tdk Langsung HPP
4 453.85 1 228.38 5 682.23
Metode Konvensional 4 453.85 921.41 5 375.26
AMDK Botol 330 ml Metode Metode ABC Konvensional 834.72 834.72 596.5 921.41 1 431.22 1 756.13
Hasil penerapan evaluasi HPP produk AMDK galon dengan metode konvensional adalah Rp 5 375.26 dan dengan metode ABC adalah Rp 5 682.23. Hasil evaluasi tersebut memberikan informasi bahwa dengan perhitungan metode ABC diketahui pada produk AMDK galon perusahaan kehilangan keuntungan dimana HPP yang ditentukan lebih rendah dibandingkan metode ABC. Hasil penerapan evaluasi HPP produk AMDK botol 330 ml dengan metode konvensional adalah Rp 1 756.13 dan dengan metode ABC adalah Rp 1 431.22. Hal ini memberikan informasi yang sebaliknya yaitu perusahaan terlalu rendah dalam mengestimasi keuntungan yang didapatkan dari produk AMDK botol 330ml. Perbedaan nilai HPP pada kedua metode tersebut disebabkan oleh perhitungan HPP yang digunakan perusahaan masih sederhana dan biaya tidak langsung atau overhead tidak diperhitungkan secara rinci berdasarkan konsumsi pemakaian aktual setiap produknya. Hal ini menimbulkan pemerataan perhitungan overhead pada metode perusahaan yang mana pada aktualnya kedua produk mengkonsumsi jumlah overhead yang berbeda. Berdasarkan tabel 10 biaya tidak langsung per unit dengan metode ABC menjadi lebih terbagi sesuai dengan konsumsi setiap produk. Hal ini berbeda dengan metode konvensional yang menyamakan biaya tidak langsung untuk kedua produk tersebut. Harga jual untuk AMDK galon pada perusahaan berkisar antara Rp 5 500 Rp 6 500. Berdasarkan metode ABC, produk ini menyumbangkan keuntungan yaitu 12,58% dari harga jual. Harga jual untuk produk botol yaitu Rp 1000 per botol. Berdasarkan hasil, kedua metode menunjukkan penentuan harga jual AMDK botol 330 ml masih lebih rendah dibandingkan HPP produk, dimana harga jual untuk produk ini adalah Rp 1 000 per botol. Hasil analisis pada perhitungan biaya tidak langsung metode ABC didapatkan informasi bahwa dua aktivitas utama sebagai beban biaya produk pada kedua produk adalah aktivitas distribusi dan persiapan alat produksi. Beban per unit yang besar diakibatkan biaya tidak langsung tetap yaitu penyusutan yang besar dan tidak diimbangi dengan volume produksi yang sesuai. Saran yang dapat diberikan hal tersebut adalah menaikkan volume produksi. Penentuan kenaikan produksi dilakukan dengan mencari volume produksi minimal agar perusahan mencapai titik impas. Volume produksi minimal dikalkulasi dari perhitungan titik impas. Titik impas adalah jumlah penjualan output yang akan menyamakan pendapatan total dengan biaya total (Horngren 2008). Pada titik impas didapatkan berapa jumlah penjualan kedua produk untuk mendapatkan keuntungan sama dengan nol. Pada perusahaan terdapat bauran penjualan (sales mix) yaitu kuantitas berbagai produk (atau jasa) yang mewakili unit penjualan total perusahaan, sehingga digunakan marjin kontribusi rata-rata tertimbang dalam perhitungannya. Hasil perhitungan titik impas pada lampiran 2 didapatkan bahwa untuk mencapai
13 titik impas produksi harus dinaikkan sebesar 686 unit per tahun untuk AMDK botol dan 726 unit per tahun untuk AMDK galon. Hal ini dikarenakan posisi perusahaan masih berada dibawah titik impas atau rugi. Saran kedua yang dapat diberikan yaitu menaikkan harga jual AMDK galon menimbang harga pasaran yang masih diatas harga jual perusahaan. Penentuan harga jual dilakukan dengan mencari harga jual minimal dengan target payback period yang telah ditentukan. Penetuan harga jual yang disarankan untuk AMDK galon didapatkan dengan perhitungan payback period yang ditargetkan. Payback period adalah angka perkiraan tahun yang dibutuhkan untuk menutupi investasi awal (Tze dan Chun 2013). Asumsi yang digunakan target perusahaan adalah mendapatkan mencapai payback period pada tahun ketiga, sehingga sesuai dengan perhitungan pada lampiran 3 didapatkan harga jual yang disarankan untuk AMDK galon adalah Rp 7 916.23. Harga jual dapat dinaikkan sesuai dengan kebijakan perusahaan, contoh lainnya adalah dengan penetapan target keuntungan. Saran selanjutnya adalah menggunakan aplikasi dalam melakukan perhitungan HPP dengan metode ABC, sehingga memberikan kemudahan dan kecepatan dalam melakukan evaluasi penetapan HPP. Berikut adalah design aplikasi ABC sesuai dengan langkah-langkah implementasi activity based costing pada Garrison et al. (2006).
Gambar 2 Tampilan utama Gambar 2 adalah tampilan utama aplikasi dimana user dapat mempelajari penggunaan aplikasi dengan menggunakan panduan sebelum memulainya. Aplikasi dimulai dengan tampilan blanko biaya langsung seperti Gambar 3. Pada blanko ini user memasukkan detail biaya langsung dan volume produksi setiap produk pada perusahaannya. Tahapan selanjutnya adalah perhitungan biaya tidak langsung atau overhead dengan metode ABC.
14
Gambar 3 Biaya langsung Tahapan pertama dalam implementasi ABC adalah penentuan biaya overhead, kelompok biaya aktivitas, dan pemacu biaya. Gambar 4 adalah tampilan aplikasi dalam input biaya overhead berikut dengan penentuan level overhead dan pemacu setiap overhead.
Gambar 4 Overhead Selajutnya adalah pengelompokan biaya aktivitas dari overhead yang dimasukkan pada database. Pengelompokkan aktivitas pada Gambar 5 dilakukan berdasarkan kesamaan pemacu biaya setiap overhead.
15
Gambar 5 Aktivitas Tahapan selanjutnya pada Gambar 6 adalah perhitungan tarif setiap aktivitas. Pada tahap ini pengguna melakukan pengisian jumlah pemacu yang digunakan setiap aktivitas dan aplikasi akan menghitung tarif setiap aktivitas.
Gambar 6 Perhitungan tarif aktivitas Tampilan kelima pada Gambar 7 aplikasi melakukan perhitungan konsumsi biaya setiap produk dengan informasi konsumsi pemacu pada produk yang dihitung. Secara keseluruhan evaluasi HPP pada PT X dengan metode ABC menunjukkan terdapat penyimpangan hasil HPP dengan metode perusahaan dibandingkan metode ABC.
16
Gambar 7 Konsumsi aktivitas Tampilan terakhir aplikasi ABC ini adalah resume keseluruhan biaya yang digunakan pada produk dan perhitungan harga pokok produk. Hasil tampilan pada Gambar 8.
Gambar 8 Laporan harga pokok Aplikasi ini diharapkan dapat membantu berbagai perusahaan termasuk PT X dalam melakukan perhitungan harga pokok penjualan dengan metode ABC. Hasil penelitian ini antara lain, pada evaluasi penatapan HPP pada PT X menunjukkan terjadi penyimpangan dalam penentuan HPP dengan metode kovensional yang digunakan perusahaan jika dibandingkan dengan metode ABC. Pada tujuan kedua yaitu menganalisis perbedaan hasil yang didapatkan, metode
17 menjelaskan bahwa perbedaan dikarenakan perbedaan teknis dari perhitungan kedua metode, sehingga terjadi kesalahan asumsi keuntungan pada kedua produk. Tujuan ketiga yaitu memberikan saran untuk peningkatan kinerja perusahaan. Saran yang diajukan berdasarkan hasil evaluasi dengan metode ABC yaitu perilaku konsumsi biaya aktivitas pada produk. Saran yang ditawarkan adalah menaikkan volume produksi agar mencapai titik impas perusahaan, menaikkan harga jual AMDK galon sesuai dengan target perusahaan, dan menggunakan aplikasi dalam perhitungan HPP dengan metode ABC agar memudahkan melakukan evaluasi secara berkala.
SIMPULAN DAN SARAN Simpulan Hasil evaluasi penentuan HPP pada PT X dengan metode activity based costing didapatkan bahwa terjadi penyimpangan pembebanan biaya overhead pada produk, sehingga tidak sesuai dengan konsumsi biaya aktualnya. Hasil penerapan evaluasi HPP produk AMDK galon dengan metode konvensional untuk adalah Rp 5 375.26 dan dengan metode ABC adalah Rp 5 682.23. Hasil penerapan evaluasi HPP produk AMDK botol 330 ml dengan metode konvensional adalah Rp 1 756.13 dan dengan metode ABC adalah Rp 1 431.22. Perbedaan HPP diantara kedua metode pada produk disebabkan oleh perhitungan HPP pada metode perusahaan masih sederhana dan biaya overhead tidak diperhitungkan secara rinci berdasarkan pemakaian biaya aktual. Berdasarkan hasil, kedua metode menunjukkan penentuan harga jual AMDK botol 330 ml masih lebih rendah dibandingkan HPP produk, dimana harga jual untuk produk ini adalah Rp 1 000 per botol.
Saran Perbaikan sistem pembiayaan dibutuhkan oleh PT X agar dapat mengambil keputusan strategis dengan tepat. Pada produk AMDK galon, sebaiknya harga jual dinaikkan. Hal ini menimbang telah banyaknya pelanggan dan harga pasaran umum yang masih diatas harga jual produk sehingga dapat meningkatkan keuntungan perusahaan. Penentuan harga jual yang disarankan untuk AMDK galon dengan perhitungan target payback period adalah Rp 7 916.23. Pada produk AMDK botol 330ml dengan harga jual Rp 1 000 per botol, perusahaan mengalami kerugian karena harga jual dibawah HPP produk. Harga jual produk tidak bisa dinaikkan karena jika harga dinaikkan, maka harga jual tidak bersaing di pasaran. Saran yang dapat ditawarkan adalah menaikkan volume produksi sehingga distribusi biaya per produknya menjadi lebih kecil. Titik impas dicapai ketika produksi dinaikkan sebesar 686 unit per tahun untuk AMDK botol dan 726 unit per tahun untuk AMDK galon. Saran selanjutnya adalah menggunakan aplikasi dalam melakukan perhitungan HPP dengan metode ABC, sehingga memberikan kemudahan dan kecepatan dalam melakukan evaluasi penetapan HPP.
18
DAFTAR PUSTAKA Al-R f ’ KM. 2012. The Extent Of Applying The Activity Based Costing System (ABC) In The Field Of Iron And Steel Industry In Jordan. Interdisciplinary Journal Of Contemporary Research In Business.4(1):671695. Daljono. 2004. Akuntansi Biaya Penentuan Harga Pokok & Pengendalian Edisi 2. Semarang (ID): Badan Penerbit Universitas Diponegoro. Edwards S. 2008. Activity Based Costing. London (UK): The Chartered Institute of Management Accountants. El-Deeb MS, Tawfik Y, Bassim M, Elwy E. 2011. Activity Based Costing (ABC) As An Approach to Optimize Purchasing Performance in Hospitality Industry. International Journal of Social Sciences and Humanity Studies. 3(2) : 1309-8063. Garrison RH, Noren EW, dan Brewer PC. 2006, Managerial Accounting, Edisi Kesebelas, Jilid Satu. Jakarta (ID): Salemba Empat. Hansen dan Mowen. 2006. Management Accounting Edisi 7. Jakarta (ID) : Salemba Empat. Hatane SE, Sugioanto A, dan Yuliana OY. 2013. Aplikasi Activity-Based Cost System dalam Sistem Informasi Biaya Manufaktur. Surabaya (ID): Universitas Kristen Petra. Horngren CT. 2008. Akutansi Biaya Jilid 1. Jakarta (ID) : Erlangga. Krishnan A. 2006. An Application of Activity Based Costing in Higher Learning Institution: A Local Case Study. Contemporary Management Research Pages. 2(2):75-90. Lima CMF. 2011. The Applicability of the Principles of ActivityBased Costing System in a Higher Education Institution. Economics and Management Research Projects: An International Journal. 1(1): 57-65. Martusa R. 2010. Peranan Metode Activity Based Costing dalam Menentukan Cost of Goods Manufactured. Akurat Jurnal Ilmiah Akuntansi. 2(1) Maryam D. 2013. Analisis Efisiensi Metode Konvensional dengan Metode Activity Based Costing (ABC) Terhadap Harga Pokok Produksi Pada CV. Faiz Jaya Sidoarjo. Malang (ID): Fakultas Ekonomi dan Bisnis Universitas Brawijaya. Mulyadi. 2007. Activity Based Cost System. Yogyakarta (ID): UPP STIM YKPN. Nafarin M. 2003. Akuntansi: Pendekatan Siklus dan Pajak untuk Perusahaan Industri dan Dagang. Jakarta (ID) : Ghalia Indonesia. Palaiologk A S, Economides AA, Tjalsma HD, Sesink LB. 2012. An activitybased costing model for long-term preservation and dissemination of digital research data: the case of DANS. Int J Digit Libr (2012) 12:195–214. Tang S, Gao Y, Qian F, Wang D. 2013. An Improved Activity-Based Costing Model for Product Cost Estimation Applied in A Complex Manufacturing Environment. High Technology Letters. 19(2): 125-131. Tze SO dan Chun HT. 2013. Net Present Value and Payback Period for Building Integrated Photovoltaic Projects in Malaysia. International Journal of Academic Reasearch in Business and social Sciences. 3(2): 153-171.
19 Zhang YF dan Che RI. 2010. Factors Influencing Activity-Based Costing Success: A Research Framework. International Journal of Trade, Economics and Finance. 1(2):144-150.
20
LAMPIRAN Lampiran 1 Penggunaan biaya A. Biaya langsung
Pada PT X biaya yang dikonsumsi adalah biaya langsung dan biaya tidak langsung. biaya langsung terdiri atas biaya tenaga kerja langsung dan biaya kemasan primer. a. Biaya kemasan primer Kemasan primer pada PT X berupa galon, tutup galon, segel penutup, dan stiker pada AMDK galon. Pada AMDK botol terdiri atas botol, tutup botol, segel penutup dan label merek. Biaya kemasan primer dihitung berdasarkan metode rata-rata tertimbang, semua kegiatan pengadaan sepanjang periode diambil rataannya sehingga mendapatkan harga persatuan yang mewakili. Biaya kemasan primer Kemasan (Rp) Total produksi HPP per unit
Galon 52 833 963 21 273 2 483.62
Botol 11 053 900 20 098 550
b. Penggunaan tenaga kerja langsung Tenaga kerja langsung adalah tenaga kerja yang terlibat langsung dalam produksi. Jenis biaya yang dikeluarkan untuk tenaga kerja antara lain gaji bulanan, insentif untuk pekerja lama, tunjangan transportasi, biaya lembur dan uang makan. Total biaya tenaga kerja langsung pada periode tahun 2013 adalah Rp 47 635 000. Perhitungan biaya tenaga kerja langsung diperoleh dengan menghitung waktu yang dibutuhkan untuk memproduksi satu produk dan dikalikan dengan jumlah produksi dalam periode 2013. Biaya tenaga kerja Waktu per unit (detik) Total produksi (unit) Total waktu (detik) Biaya total (Rp) BTKL/unit (Rp/unit)
Galon 173 21 273 3 680 229 41 912 780.87 1 970.23
Botol 25 20 098 502 450 5 722 219.13 284.72
Pada tabel dapat dilihat bahwa biaya tenaga kerja sebagian besar terserap untuk produk AMDK galon. Hal ini disebabkan oleh jumlah produksi AMDK galon yang lebih banyak dalam periode 2013 dan waktu tenaga kerja yang terserap dalam proses produksi yang lebih banyak dibandingkan dengan produk AMDK botol.
21 B. Biaya tidak langsung
a. Biaya persiapan sarana produksi Kelompok biaya aktivitas persiapan sarana produksi terdiri atas perencanaan produksi, pengadaan kebutuhan sarana produksi, pengecekan kesiapan lokasi produksi. Total biaya persiapan sarana produksi selama tahun 2013 adalah Rp 629 000. Jenis Biaya Biaya potong rumput lokasi mata air Biaya lampu tempat produksi Perbaikan saklar lampu Pembelian alat kebersihan Pembelian alas kaki ruang produksi Pembelian gembok Perbaikan tempat produksi Total
Jumlah biaya (Rp) 400 000 41 000 30 000 50 000 25 000 25 000 58 000 629 000
b. Biaya persiapan alat dan mesin produksi Kelompok biaya aktivitas biaya persiapan alat dan mesin produksi terdiri atas biaya pemeliharaan mesin dan alat berikut dengan penyusutannya. Biaya penyusutan didapatkan menggunakan metode garis lurus yaitu (harga beli – nilai sisa)/ umur ekonomis. Total biaya persiapan alat dan mesin produksi selama tahun 2013 adalah Rp 8 888 084. Jenis Biaya Perbaikan pipa Penggantian catrige filter Transport pembelian perlengkapan produksi Peralatan perbaikan pompa Penyusutan alat produksi Total
Jumlah biaya (Rp) 100 000 390 000 10 000 93 000 8 295 084 8 888 084
c. Biaya produksi tidak langsung Kelompok biaya aktivitas biaya produksi tidak langsung terdiri atas biaya pemakaian lsitrik untuk produksi dan biaya lain yaitu transport untuk pembayarannya. Biaya listrik per Kwh pada lokasi produksi yaitu Rp 950. Berdasarkan tagihan yang ada selama periode tahun 2013, PT X mengkonsumsi 1 125.26 Kwh. Total biaya produksi tidak langsung selama tahun 2013 adalah Rp 1 129 000. Jenis Biaya Pembayaran listrik untuk produksi Transport pembayaran listrik Total
Jumlah biaya (Rp) 1 069 000 60 000 1 129 000
22 d. Pengadaan kemasan sekunder Kelompok biaya aktivitas biaya kemasan sekunder terdiri atas biaya pengadaan kardus sebagai kemasan sekunder AMDK botol dan peralatan lain yang menunjang kemasan tersebut. Total biaya kemasan sekunder selama tahun 2013 adalah Rp 2 054 500. Jenis Biaya Pembelian kardus Transport pembelian kardus Pembelian selotip/lakban Total
Jumlah biaya (Rp) 1 860 000 70 000 124 000 2 054 500
e. Administrasi Kelompok biaya aktivitas biaya administrasi terdiri atas biaya pembelian pulsa untuk komunikasi bagian operasional, dan biaya ATK. Total Administrasi selama tahun 2013 adalah Rp 636 000. Jenis Biaya Pembuatan cek Pembelian pulsa Pembelian ATK Total
Jumlah biaya (Rp) 75 000 473 000 88 000 636 000
f. Biaya pemasaran dan distribusi Kelompok biaya aktivitas biaya pemasaran dan distribusi terdiri atas biaya pemasaran seperti mengikuti pameran dan biaya distribusi berikut pemeliharaan mobil operasional, pembelian bensin, biaya pengadaan suku cadangnya, biaya penyusutan mobil, dan lain sebagainya. Biaya penyusutan didapatkan menggunakan metode garis lurus yaitu, (harga beli – nilai sisa) / umur ekonomis. Total biaya persiapan alat dan mesin produksi selama tahun 2013 adalah Rp 24 783 084. Jenis Biaya Penyusutan mobil Biaya bahan bakar Service dan ganti oli Pengadaan suku cadang Pajak dan asuransi Total
Jumlah biaya (Rp) 4 714 284 11 685 000 3 039 000 2 867 000 2 477 800 24 783 084
23 Lampiran 2 Perhitungan titik impas Rincian Unit terjual Harga per unit (Rp) Pendapatan Biaya variabel (Rp) Produksi Kemasan sekunder Distribusi Kemasan primer Biaya tenaga kerja langsung Total biaya variabel Margin kontribusi Total Margin kontribusi Biaya tetap (Rp) Tenaga kerja Persiapan sarana produksi Persiapan alat produksi Administrasi Total biaya tetap
Galon 21 273 6 000 127 638 000
Botol 330ml 20 098 1 000 20 098 000
Total
46.7 873.75 2 483.62 1 970.23
6.75 102.22 308.28 550 284.72
53.45 102.22 1 182.03 3 033.62
3 404.07 2 595.93 55 223 218.89
967.25 32.75 658 209.5
4 371.32 2 628.68 55 881 428.39
41 371 147 736 000
47 635 000 629 000 8 888 084 636 000 57 788 084
Margin kontribusi rata-rata tertimbang (
(
) (
)
(
( (
)
)
) )
Perbandingan jumlah produksi galon : botol yaitu 21 273 : 20 098 maka,
Menaikkan produksi botol sejumlah
Menaikkan produksi botol sejumlah
dan
24 Lampiran 3 Perhitungan payback period Asumsi : target tahun ketiga mencapai payback period kapasitas produksi yang digunakan sesuai dengan laporan tahun 2013 harga jual AMDK botol tetap yaitu Rp 1 000 Investasi Alat dan mesin Mobil operasional Total
Jumlah (Rp) 92 167 600 52 380 933 144 548 533
Payback Period
∑ ( ( (
Keuntungan/tahun
Payback Period 3 tahun
(
(
) ( ) ( )
)
)
Rp 7 916.23
)
)
25
RIWAYAT HIDUP Penulis dilahirkan di Samarinda tanggal 18 Februari 1993 dari ayah Said Hud Idrus Alaydrus dan ibu Salma Alwi Alhamid. Penulis adalah putri kedua dari tiga bersaudara. Penulis memulai pendidikan dasar di SD Negeri 027 Samarinda dan lulus tahun 2004. Kemudian penulis melanjutkan pendidikan tingkat menengah di SMP N 1 Samarinda hingga tahun 2007. Pada tahun 2010 penulis lulus dari SMA N 1 Samarinda dan pada tahun yang sama penulis lulus seleksi masuk Institut Pertanian Bogor (IPB) melalui jalur Undangan Seleksi Masuk IPB dan diterima di Departemen Teknologi Industri Pertanian, Fakultas Teknologi Pertanian. Selama mengikuti perkuliahan, penulis aktif dalam berbagai organisasi. Pada tahun 2010-2011 penulis aktif sebagai anggota Unit Kegiatan Mahasiswa Futsal putri IPB. Periode 2011-2012 penulis aktif sebagai anggota Departemen Minat dan Bakat Mahasiswa di Badan Eksekutif Mahasiswa Fakultas Teknologi Pertanian. Setahun kemudian Penulis bergabung pada Himpunan Mahasiswa Teknologi Industri sebagai bendahara umum periode 2012-2013. Selain aktif di organisasi kemahasiswaan, penulis juga aktif dalam kegiatan keilmiahan. Penulis pernah menjadi asisten responsi mata kuliah Penerapan Komputer dan asisten praktikum mata kuliah Fisika Tingkat Persiapan Bersama tahun 2012 dan asisten praktikum mata kuliah Bioproses tahun 2014. Bulan JuliAgustus 2013 penulis melaksanakan Praktik Lapang di PT. Pupuk Kalimantan Timur dengan judul Penentuan Jumlah Methanol Ekonomis dalam Pembuatan Biodiesel dari Minyak Jelantah dengan Perhitungan Harga Pokok Produksi. Penulis juga pernah mengikuti International Conference on Advances in Plant Sciences (ICAPS) pada tahun 2012 di Chiang Mai, Thailand Selama masa kuliah penulis memiliki beberapa prestasi, diantaranya mendapatkan beasiswa Penunjang Prestasi Akademik tahun dari Kemendikbud 2010 dan beasiswa Prestasi Jurusan Khusus dari Pemerintah Provinsi Kalimantan Timur tahun 2011-2013. Juara 2 Tenis Lapang pada Olimpiade Mahasiswa IPB pada tahun 2013. Finalis lima besar vokal grup pada IPB Art Contest. Penulis juga pernah mendapat penghargaan sebagai mahasiswa berprestasi bidang ekstrakulikuler IPB pada tahun 2013.