EVALUASI MUTU ORGANOLEPTIK BEKASAM IKAN WADER
Laili Hidayati Lismi Animatul Chisbiyah Titi Mutiara Kiranawati Jurusan Teknologi Industri Fakultas Teknik Universitas Negeri Malang e-mail:
[email protected]
Abstract: Fish is one kind of food which undergoes decaying process easily compared to other food. Traditional food preservation was aimed to reduce the water content in the fish’s body so it would not give way for bacteria to reproduce. The bekasam fish is one of the preservation products which is processed traditionally by way of preservation and continued by fermentation process. The purpose of this study was to analyze the difference of taste, smell, and texture of wader fish bekasam with the addition of fermented rice, fermented white glutinous rice, and fermented black glutinous rice addition through hedonic quality testing and hedonic test by 20 panelists. The research finding of hedonic quality test on wader fish bekasam was seen from the significance level of 5% for taste, that is Fcount (1.88)>Ftabel (2.6) showed that there were no significant difference, the hedonic quality testing of wader fish bekasam was seen from significance level of 1% for smell Fcount (18.78%) > Ftable (3.78) and color Fcount (50.88) > Ftable (3.78). This showed that there were significant differences on smell and color. Abstrak: Ikan merupakan jenis bahan makanan yang cepat mengalami proses pembusukan dibandingkan dengan bahan makanan lain. Pengawetan ikan secara tradisional bertujuan untuk mengurangi kadar air dalam tubuh ikan, sehingga tidak memberikan kesempatan bagi bakteri untuk berkembang biak. Ikan bekasam adalah salah satu produk awetan yang diolah secara tradisional dengan melakukan pengawetan dan dilanjutkan dengan proses fermentasi. Tujuan penelitian ini adalah menganalisis perbedaan rasa, aroma, dan tekstur bekasam ikan wader dengan penambahan tape beras, tape ketan putih, tape ketan hitam melalui uji mutu hedonik dan uji hedonik oleh 20 panelis. Hasil penelitian terhadap uji mutu hedonik bekasam ikan wader dilihat dari taraf signifikasi 5 % untuk rasa yaitu Fhitung (1,88)
Ftabel (3,78) dan warna Fhitung (50,88) > Ftabel (3,78) hal ini menunjukkan adanya perbedaan yang sangat nyata pada aroma dan warna. Kata kunci: Bekasam, Ikan Wader, Fermentasi, Mutu
Ikan merupakan salah satu sumber protein hewani yang banyak dikonsumsi masyarakat karena relatif mudah di dapat karena harganya yang terjangkau. Banyak jenis ikan yang dikembangkan di Indonesia meliputi perikanan air tawar, air asin (laut) dan air payau (tambak). Perhatian terhadap ikan berharga murah dan pemprosesannya menjadi bahan makanan yang berharga lebih mahal (value added product) merupakan hal yang diperlukan oleh negaranegara yang mempunyai sumber perikanan yang
besar. Penolakan penggunaan ikan berharga murah berasal daripada ciri-ciri alami yang tidak disukai seperti jenis ikan, ukuran, citarasa dan rupa bentuk. Oleh karena itu, kebanyakan metode pengoptimuman penggunaan ikan berharga murah dilakukan dengan menghilangkan ciri-ciri alami jenis ikan tersebut. Metode yang paling sederhana adalah dengan memproses ikan menjadi ikan asin. Ikan dicampur dengan garam atau direndam dalam
44
Laili Hidayati, Evaluasi Mutu Organoleptik Bekasam Ikan Wader
larutan garam dan kemudian dikeringkan menggunakan pengeringan matahari. Metode ini adalah metode yang paling popular dan telah lama dilaksanakan oleh nelayan. Ikan berharga murah dapat juga dicampur garam dan difermentasi untuk menghasilkan beberapa produk seperti budu, tukai, bekasam, kecap atau belacan. Ikan merupakan jenis bahan makanan yang cepat mengalami proses pembusukan dibandingkan dengan bahan makanan lain. Secara umum ikan segar mempunyai kandungan air 76,00 per 100 gram bahan. Terutama pada ikan segar yang sudah mati kondisi ini menyebabkan bakteri tumbuh dengan cepat yang dapat mengakibatkan pembusukan. Oleh karena itu cara-cara pengawetan ikan perlu diperkenalkan kepada masyarakat sebagai langkah antisipasi mengurangi kerugian. Pengawetan ikan secara tradisional bertujuan untuk mengurangi kadar air dalam tubuh ikan, sehingga tidak memberikan kesempatan bagi bakteri untuk berkembang biak. Ada bermacam-macam pengawetan ikan, antara lain: penggaraman, pengeringan, pemindangan, pengasapan, peragian dan pendinginan ikan. Ikan yang terlampau banyak sampai tak terbebani pengolahannya secara pengasinan cepat-cepat dibekasam (Soeseno, 1978). Ikan bekasam adalah salah satu produk awetan yang diolah secara tradisional dengan melakukan pengawetan dan dilanjutkan dengan proses fermentasi. Proses fermentasi pada ikan bekasam agak berbeda, yaitu dilakukukan bersamaan dengan proses fermentasi nasi (karbohidrat) (Afrianto dan Liviawaty, 1989). Bekasam merupakan hasil pengolahan tradisional secara fermentasi. Bahan baku yang digunakan pada umumnya adalah ikan air tawar. Proses pengolahannya pada umumnya memerlukan bahan-bahan tambahan untuk berhasilnya fermentasi misalnya sumber karbohidrat, dan berjalan anaerobik, karbohidrat tersebut akan duraikan menjadi gula sederhana dan selanjutnya menjadi alkohol dan asam. Hasil fermentasi inilah yang akan menjadi bahan pengawet juga memberi rasa dan aroma khas (Anonymous, 2008). Menurut Adawyah (2007) bekasam merupakan produk olahan ikan dengan cara fermentasi menggunakan kadar garam tinggi dan bakteri asam laktat. Proses pembuatan bekasan di daerah Kalimantan Selatan umumnya dikenal dengan nama samu. Bahan baku pembuatan bakasam adalah ikan gabus dengan penambahan garam 15%-20% dan beras sangrai (samu) 15%.
45
Bahan tersebut difermentasi selama satu minggu sampai menghasilkan aroma dan rasa yang khas bekasam. Menurut Afrianto dan Liviawaty (1989), ikan yang dibuat bekasam harus dikelompokkan berdasarkan jenis, ukuran, dan tingkat kesegarannya agar diperoleh ikan bekasam yang seragam dan bermutu baik. Ditambahkan oleh Adawiyah (2007), ikan yang dapat digunakan sebagai bekasam merupakan jenis ikan air tawar seperti lele, ikan mas, ikan tawes, ikan gabus, ikan nila, ikan wader, dan mujair. Ikan wader merupakan ikan konsumsi yang digemari karena rasanya. Lunjar dan wader goreng (ikan paray goreng, jika di Jawa Barat) merupakan hidangan istimewa pada beberapa restoran terkemuka. Prosas fermentasi pada bekasam ikan merupakan fermentasi bakteri asam laktat yang tergolong homofermentatif yang dapat mengubah glukosa menjadi asam laktat, sehingga beras yang ditambahkan sudah berupa tape. Fermentasi asam laktat pada bekasam ikan wader dapat terjadi sebagai akibat aktifitas bekteri asam laktat yang tergolong homofermentatif. Bakteri asam laktat yang tergolong homofermentatif dapat mengubah 95% dari glukosa atau heksosa lainnya menjadi asam laktat. Bakteri asam laktat heterofermentatif mengubah glukosa dan heksosa lainnya menjadi asam laktat, etanol, asam asetat, asam format, dan CO2 dalam jumlah yang hampir sama. Waktu yang diperlukan untuk proses fermentasi bekasam cukup lama sehingga perlu diadakan penelitian yang dapat memperpendek waktu fermentasi dengan mencari alternatif bahan yang mengandung glukosa tinggi dan sesuai sebagai media. Salah satu bahan makanan yang mengandung glukosa adalah tape. Kandungan glukosa pada tape diharapkan dapat membantu mempercepat proses fermentasi bekasam. Evaluasi organoleptik bekasam ini diharapkan dapat memperbaiki mutu produk bekasam yang telah ada di beberapa daerah. Adapun tujuan dari penelitian ini adalah untuk menganalisis perbedaan rasa, aroma, dan tekstur bekasam ikan wader dengan penambahan tape beras, tape ketan putih, tape ketan hitam. METODE
Penelitian yang dilakukan adalah penelitian eksperimen. Penelitian ini dilakukan tiga kali pengulangan dengan persentase jenis tape yang
46
Jurnal TIBBS (Teknologi Industri Boga dan Busana) Vol. 3 No. 1 Maret 2012 :44-51
berbeda. Pengamatan dilakukan terhadap sifat organoleptik yang meliputi uji mutu hedonik dan uji hedonik terhadap rasa, tekstur dan aroma bekasam ikan. Panelis yang dipilih adalah panelis agak terlatih yaitu panelis yang terbiasa dengan produk yang diujikan dan mengetahui hal apa saja yang menentukan kualitas yang baik suatu produk. Jumlah panelis sebanyak 20 orang. Metode Analisis Data yang digunakan adalah analisi sidik ragam untuk menggambarkan perbedaan aroma, warna, tekstur, dan rasa bekasam. Apabila dari analisis sidik ragam terdapat perbedaan nyata (Fhitung > Ftabel), maka analisis dilanjutkan dengan Duncan’s Multiple Range Test (DMRT). Adapun rancangan penelitian dapat dilihat pada tabel 1.
perlakuan (C) diperoleh rerata skor dapat dilihat pada gambar 2. Tabel 2. Formulasi Bahan Dasar Bekasam dengan Jenis Tape Yang Berbeda
Bahan
15%
20%
25%
Ikan Wader
150 gr
150 gr
150 gr
Beras
22.5gr
22.5gr
22.5gr
Garam
22.5gr
22.5gr
22.5gr
Asam
25 cc
25 cc
25 cc
Air Tajin
25 cc
25 cc
25 cc
Masing-masing Jenis Tape
3.375 gr
4.5 gr
5.625 gr
Tabel 1. Rancangan Penelitian Pengulangan
Perlakuan A
B
C
P1
A1
B1
C1
P2
A2
B2
C2
P3
A3
B3
C3
Keterangan: P1 P2 P3 A B C
: Pengulangan 1 : Pengulangan 2 : Pengulangan 3 : Penambahan tape beras : Penambahantapeketanputih : Penambahan tape ketan hitam
Alat yang digunakan dalam pembuatan bekasam ikan wader adalah timbangan, baskom, penggorengan, toples, dan pisau. Bahan yang digunakan dalam pembuatan bekasam adalah ikan wader, beras sangrai (samu), tape beras, tape ketan putih, tape ketan hitam, garam, asam, dan air tajin. Penelitian dilakukan dengan pembuatan bekasam sesuai perlakuan dan dilanjutkan dengan uji mutu hedonik. Langkah-langkah pembuatan bekasam dapat dilihat pada gambar 1.
Ikan Wader segar
Disiang dan dicuci bersih
Dilumuri dengan garam 15%
Didiamkan semalam dalam toples tertutup selama 24 jam Dicampur dengan beras sangrai (samu) dan jenis tape yang berbeda
Ditambahkan air tajin, dan air asam
Dimasukan dalam toples tertutup, difermentasi selama satu minggu (7hari)
Bekasam ikan Wader
uji mutu hedonik
HASIL DAN PEMBAHASAN Uji Mutu Hedonik Rasa
Analisa data yang dilakukan terhadap bekasam ikan wader dengan penggunaan tape ketan putih selanjutnya dikatakan perlakuan (A), penggunaan tape beras dikatakan perlakuan (B), dan penggunaan tape ketan hitam dikatakan
Gambar 1. Bagan Proses Pembuatan Bekasam Sesuai Perlakuan
Laili Hidayati, Evaluasi Mutu Organoleptik Bekasam Ikan Wader
asam laktat, etanol, asam asetat, asam format, dan CO2 dalam jumlah yang hampir sama. Pemberian jumlah tape pada semua perlakuan adalah sama, diduga kandungan asam yang ada pada semua perlakuan adalah sama, sehingga mengakibatkan rasa yang tidak berbeda.
Nilai Rerata Rasa Bekasam Ikan Wader
Skor
2.15 2.10 2.05 2.00 1.95 1.90 1.85 1.80 1.75 1.70
2.08 1.97 1.85
A
Uji Mutu Hedonik Aroma
B
Analisa data yang dilakukan terhadap aroma bekasam ikan wader dengan penggunaan tape ketan putih (A), tape beras (B), dan tape ketan hitam (C) diperoleh rerata skor sebagai berikut:
C
Perlakuan
Nilai Rerata Aroma Bekasam Ikan Wader
Gambar 2. Grafik Skor Rasa Bekasam Ikan Wader
2.00
(>3-4) : Gurih asam, A : Penggunaan tape ketan putih (>2-3) : Gurih agak asam , B : Penggunaan tape beras (>1-2) : Gurih kurang asam, C : Penggunaan tape ketan hitam (0-1) : Gurih tidak asam
Berdasarkan grakfik tersebut (gambar 2) dapat diketahui bahwa skor rasa bekasam ikan wader dengan perlakuan A adalah 1,97 yaitu gurih kurang asam. Skor yang diperoleh bekasam ikan wader dengan perlakuan B adalah 1,85 yaitu gurih kurang asam. Sedangkan skor yang diperoleh dari perlakuan C adalah 2,08 yaitu gurih kurang asam. Untuk melihat perbedaan rasa bekasam ikan wader dengan penggunaan jenis tape yang berbeda dapat dilihat pada Tabel 3. Tabel 3. Analisis Sidik Ragam Rasa Bekasam Ikan Wader
Perlakuan Kelompok Galat Total
2
JK
KT
Kuadra t tengah
2,45 1,23
0,50
39 26,37 0,68
0,03
78 50,88 0,65
0,01
119
2.32
2.50
Keterangan:
Sumber db Keragaman
47
F hit
F tabel 5 1% %
1,88
2,6
3,78
79,7
Hasil analisis sidik ragam menunjukkan tidak adanya perbedaan yang nyata pada rasa bekasam ikan wader. Hal ini dapat dilihat dari taraf signifikasi 5 % yaitu Fhitung (1,88)
1.88 1.67
1.50 Skor 1.00 0.50 A
B
C
Perlakuan
Gambar 3. Grafik Skor Aroma Bekasam Ikan Wader Keterangan: (>3-4) (>2-3) (>1-2) (0-1 )
: : : :
Kuat , A : Penggunaan tape ketan putih Agak kuat , B : penggunaan tape beras Kurang kuat , C : Penggunaan tape ketan hitam Tidak kuat
Berdasarkan grafik tersebut (gambar 3) dapat diketahui bahwa skor aroma bekasam ikan wader dengan perlakuan A adalah 1,67 yaitu aroma kurang kuat. Skor yang diperoleh bekasam ikan wader dengan perlakuan B adalah 1,88 yaitu kurang kuat. Sedangkan skor yang diperoleh dari perlakuan C adalah 2,32 yaitu agak kuat. Untuk melihat perbedaan aroma bekasam ikan wader dengan penggunaan jenis tape yang berbeda dapat dilihat pada Tabel 4.
48
Jurnal TIBBS (Teknologi Industri Boga dan Busana) Vol. 3 No. 1 Maret 2012 :44-51
Tabel 4. Analisis Sidik Ragam Aroma Bekasam Ikan Wader Sumber Keragaman
Perlakuan Kelompok Galat Total
db
F tabel Kuadrat Fhit 5 1% tengah % 9,86 0,50 18,78 2,6 3,78
JK
Nilai Rerata Warna Bekasam Ikan Wader
2 19,72 39 24,80 0,64 78 40,95 0,53 119 85,466 67
2.27
2.50
KT
1.80
2.00 1.50
1.22
Skor 1.00
0,03 0,01
0.50 A
B
C
Perlakuan
Keterangan:
Gambar 4. Grafik Skor Warna Bekasam Ikan Wader
**: Berbeda sangat nyata
Hasil analisis sidik ragam menunjukkan adanya perbedaan yang sangat nyata pada aroma bekasam ikan wader. Hal ini dapat dilihat dari taraf signifikasi 1 % yaitu Fhitung (18,78) > Ftabel (3,78), oleh karena itu analisis dilanjuttkan dengan uji DMRT (Duncan’s Multiple Range Test) untuk mengetahui perbedaan masingmasing perlakuan yang dilanjutkan pada tabel 5 sebagai berikut Tabel 5. Hasil DMRT Uji Mutu Hedonik Aroma Bekasam Ikan Wader db error
2
3
5% 1% SRR 5% SRR1% Unit
2,77 3,64 0,32 0,42 A (1,58)
2,92 3,8 0,33 0,44 B (1,82)
C (1,88)
C (1,88) 0,65** 0,43* B (1,82) 0,22 A (1,58) Keterangan: * : Berbeda nyata pada taraf signifikasi 5% ** : Berbeda sangat nyata pada taraf signifikasi 1% A : Penggunaan tape ketan putih B : Penggunaan tape beras C : Penggunaan tape ketan hitam
Keterangan: (>3-4) : Coklat gelap, A : Penggunaan tape ketan putih (>2-3) : Coklat agak gelap, B : Penggunaan tape beras (>1-2) : Coklat kurang gelap, C : Penggunaan tape ketan hitam (0-1) : Coklat terang
Berdasarkan grafik tersebut (gambar 4) dapat diketahui bahwa skor warna bekasam ikan wader dengan perlakuan A adalah 1,22 yaitu coklat kurang terang. Skor yang diperoleh bekasam ikan wader dengan perlakuan B adalah 1,80 yaitu coklat kurang terang. Sedangkan skor yang diperoleh dari perlakuan C adalah 2,27 yaitu coklat agak gelap. Perbedaan warna bekasam ikan wader dengan penggunaan jenis tape yang berbeda dapat dilihat pada Tabel 6. Tabel 6. Analisa Sidik Ragam Warna Bekasam Ikan Wader Sumber Keragaman
Uji Mutu Hedonik Warna
Analisa data yang dilakukan terhadap warna bekasam ikan wader dengan penggunaan tape ketan putih (A), tape beras (B), dan tape ketan hitam (C) diperoleh rerata skor sebagai berikut:
JK
KT
Kuadrat tengah
Perlakuan
2
49,82 24,91 0,50
Kelompok
39
25,59
0,66
0,03
Galat
78
38,18 113,5 119 917
0,49
0,01
Total
Hasi uji DMRT pada Tabel 5, menunjukkan bahwa aroma bekasam ikan wader antara perlakuan A dan C (0,65) berbeda sangat nyata, perlakuan B dan C (0,43) berbeda nyata, sedangkan antara perlakuan A dan B (0,25) tidak berbeda.
db
F tabel Fhit
5% 1%
50,88 2,6 3,78
Keterangan: ** :Berbeda sangat nyata
Hasil analisis sidik ragam menunjukkan adanya perbedaan yang sangat nyata pada warna bekasam ikan wader. Hal ini dapat dilihat dari taraf signifikasi 1 % yaitu Fhitung (50,88) > Ftabel (3,78), oleh karena itu analisis dilanjutkan dengan uji DMRT (Duncan’s Multiple Range Test) untuk mengetahui perbedaan masingmasing perlakuan yang dilanjutkan pada tabel 7.
Laili Hidayati, Evaluasi Mutu Organoleptik Bekasam Ikan Wader
Tabel 7. Hasil DMRT Uji Mutu Hedonik Aroma Bekasam Ikan Wader
db error 5% 1%
2 2,77 3,64
3 2,92 3,8
SRR 5% SRR1%
0,31 0,40
0,32 0,42
Unit C (2,27) B (1,80) A (1,22)
A (1,22) 1,05** 0,58** -
C(2,27 ) -
B(1,80) 0,47** -
Keterangan: * : Berbeda nyata pada taraf signifikasi 5% ** : Berbeda sangat nyata pada taraf signifikasi 1% A : Penggunaan tape ketan putih B : Penggunaan tape beras C : Penggunaan tape ketan hitam
Hasi uji DMRT pada Tabel 7 menunjukkan bahwa warna bekasam ikan wader antara perlakuan A dan C (1,05) berbeda sangat nyata, perlakuan B dan C (0,47) berbeda sangat nyata, sedangkan antara perlakuan A dan B (0,58) sangat berbeda nyata. Perbedaan ini diduga disebabkan oleh perbedaan kandungan amilopektin antara tape beras dan tape ketan, dan zat warna yang ada pada tape ketan hitam. Uji Hedonik (Kesukaan) Uji Hedonik Rasa
Analisa data yang dilakukan terhadap bekasam ikan wader dengan penggunaan tape ketan putih selanjutnya dikatakan perlakuan (A), penggunaan tape beras dikatakan perlakuan (B), dan penggunaan tape ketan hitam dikatakan perlakuan (C) dapat dilihat tabel di bawah ini: Tabel 8. Hasil Uji Hedonik Terhadap Rasa Bekasam Ikan Wader Kriteria Sangat suka
A ∑
B %
∑
∑
%
5
12,50
3
7,50
7
17,50
Suka
17
42,50
5
12,50
23
57,50
Agak suka
15
37,50
11
27,50
9
22,50
7,50
21
52,50
1
40
100
40
Tidak suka
3 40
100
Dari tabel 8 diketahui tingkat kesukaan panelis terhadap rasa bekasam ikan wader dengan perlakuan A sebagian kecil panelis (12,5%) menyatakan sangat suka, kurang dari setengah jumlah panelis (42,5%) menyatakan suka, kurang dari setengah jumlah panelis (37,5%) menyatakan agak suka, dan sebagian kecil panelis (3%) menyatakan kurang suka. Perlakuan B sebagian kecil panelis (7,5%) menyatakan sangat suka, sebagian kecil panelis (12,5%) menyatakan suka, kurang dari setengah jumlah panelis (27,5%) menyatakan agak suka, dan lebih dari setengah jumlah panelis (52,5%) menyatakan kurang suka. Perlakuan C sebagian kecil panelis (7%) menyatakan sangat suka, lebih dari setengah jumlah panelis (58%) menyatakan suka, sebagian kecil panelis (23%) menyatakan agak suka, dan (3%) menyatakan kurang suka. Berdasarkan grafik persentase tingkat kesukaan rasa bekasam ikan wader diperoleh hasil bahwa penggunaan tape ketan putih kurang dari setengah jumlah panelis (42,5%) menyatakan suka, penggunaan tape beras lebih dari setengah jumlah panelis (52,5%) menyatakan kurang suka dan penggunaan tape ketan hitam lebih dari setengah jumlah panelis (58%) menyatakan suka. Berdasarkan persentase tingkat kesukaan panelis terhadap bekasam ikan wader dengan penggunaan jenis tape berbeda yang menyatakan sangat suka dan suka, maka diasumsikan bahwa panelis menyukai bekasam ikan wader sedangkan panelis yang menyatakan agak suka dan kurang suka maka diasumsikan panelis tidak suka pada menyukai bekasam ikan wader. Pada penggunaan tape beras panelis kurang suka lebih dari setengahnya hal ini dimungkinkan karena kandungan asam pada tape beras lebih tinggi dari tape ketan sehingga mempengaruhi tingkat kesukaan panelis. Uji Hedonik Aroma
C %
49
2,50 100
Analisa data yang dilakukan terhadap aroma bekasam ikan wader dengan penggunaan tape ketan putih selanjutnya dikatakan perlakuan (A), penggunaan tape beras dikatakan perlakuan (B), dan penggunaan tape ketan hitam dikatakan perlakuan (C) dapat dilihat tabel 9.
50
Jurnal TIBBS (Teknologi Industri Boga dan Busana) Vol. 3 No. 1 Maret 2012 :44-51
Tabel 9. Hasil Uji Hedonik Terhadap Aroma Bekasam Ikan Wader Kriteria Sangat suka Suka Agak suka Tidak suka
A ∑ 4 4 10 22 40
% 10,00 10,00 25,00 55,00 100
B ∑ 1 10 20 9 40
% 2,50 25,00 50,00 22,50 100
C ∑ 3 13 17 7 40
% 7.50 32,5 42,5 17,5 100
Dari tabel 9 diketahui tingkat kesukaan panelis terhadap aroma bekasam ikan wader dengan perlakuan A sebagian kecil panelis (10%) menyatakan sangat suka, sebagian kecil panelis (10%) menyatakan suka, sebagian kecil panelis (25%) menyatakan agak suka, dan lebih dari setengah jumlah panelis (55%) menyatakan kurang suka Perlakuan B sebagian kecil panelis (2,5%) menyatakan sangat suka, kurang dari setengah jumlah panelis (25%) menyatakan suka, setengah jumlah panelis (50%) menyatakan agak suka, dan sebagian kecil panelis (22,5%) menyatakan kurang suka. Perlakuan C sebagian kecil panelis (7,50%) menyatakan sangat suka, kurang dari setengah jumlah panelis (32,50%) menyatakan suka, kurang dari setengah jumlah panelis (42,50%) menyatakan agak suka, dan sebagian kecil panelis (17,5%) menyatakan kurang suka. Berdasarkan grafik persentase tingkat kesukaan aroma bekasam ikan wader diperoleh hasil bahwa penggunaan tape ketan putih lebih dari setengah jumlah panelis (55%) menyatakan kurang suka, penggunaan tape beras setengah jumlah panelis (50%) menyatakan agak suka dan penggunaan tape ketan hitam kurangdari setengah jumlah panelis (42,50%) menyatakan agak suka. Berdasarkan persentase tingkat kesukaan panelis terhadap aroma bekasam ikan wader dengan penggunaan jenis tape yang berbeda yang menyatakan sangat suka dan suka, maka diasumsikan bahwa panelis menyukai bekasam ikan wader sedangkan panelis yang menyatakan agak suka dan kurang suka maka diasumsikan panelis tidak suka pada menyukai bekasam ikan wader. Pada uji hedonik aroma panelis lebih banyak panelis yang menyatakan kurang suka dan agak suka, hal ini dimungkinkan karena pembuatan bekasam ikan wader yang melalui proses fermentasi selama 7 hari menghasilkan aroma yang sangat kuat sehingga kurang disukai.
Uji Hedonik Warna
Analisa data yang dilakukan terhadap warna bekasam ikan wader dengan penggunaan tape ketan putih selanjutnya dikatakan perlakuan (A), penggunaan tape beras dikatakan perlakuan (B), dan penggunaan tape ketan hitam dikatakan perlakuan (C) dapat dilihat tabel 10. Tabel 10. Hasil Uji Hedonik Terhadap Warna Bekasam Ikan Wader Kriteria
A
B
C
∑
%
∑
%
∑
%
Sangat suka
3
7,50
3
7,50
5
12,50
Suka
15
37,50
19
47,50
19
47,50
Agak suka
13
32,50
17
42,50
16
40,00
Tidak suka
9 40
22,50 100
1 40
32,50
100
0 40
100
Dari tabel 10 diketahui tingkat kesukaan panelis terhadap warna bekasam ikan wader dengan perlakuan A sebagian kecil panelis (7,5%) menyatakan sangat suka, kurang dari setengah jumlah panelis (37,5%) menyatakan suka, kurang dari setengah jumlah panelis (32,5%) menyatakan agak suka, dan kurang dari setengah jumlah panelis (22,5%) menyatakan kurang suka. Perlakuan B sebagian kecil panelis (7,50%) menyatakan sangat suka, kurang dari setengah jumlah panelis (47,50%) menyatakan suka, kurang dari setengah jumlah panelis (42,50%) menyatakan agak suka, dan sebagian kecil panelis (2,50%) menyatakan kurang suka. Perlakuan C sebagian kecil panelis (12,5%) menyatakan sangat suka, kurang dari setengah jumlah panelis (47,5%) menyatakan suka, (40%) menyatakan agak suka, dan tidak seorangpun panelis (0%) menyatakan kurang suka. Berdasarkan grafik persentase tingkat kesukaan warna bekasam ikan wader diperoleh hasil bahwa penggunaan tape ketan putih kurang dari setengah jumlah panelis (37,50%) menyatakan suka, penggunaan tape beras kurang dari setengah jumlah panelis (47,50%) menyatakan suka dan penggunaan tape ketan hitam kurang dari setengah jumlah panelis (47,50%) menyatakan suka. Berdasarkan persentase tingkat kesukaan panelis terhadap warna bekasam ikan wader
Laili Hidayati, Evaluasi Mutu Organoleptik Bekasam Ikan Wader
dengan penggunaan jenis tape yang berbeda yang menyatakan sangat suka dan suka, maka diasumsikan bahwa panelis menyukai bekasam ikan wader sedangkan panelis yang menyatakan agak suka dan kurang suka maka diasumsikan panelis tidak suka pada menyukai bekasam ikan wader. Pada uji hedonik warna, panelis menyatakan suka pada masing-masing perlakuan, hal ini dimungkinkan karena warna bekasam ikan wader yang dihasilkan sudah cukup memenuhi kriteria hasil bekasam yaitu antara coklat kurang terang sampai coklat agak gelap. SIMPULAN
Hasil analisis sidik ragam menunjukkan tidak ada perbedaan yang nyata pada rasa bekasam ikan wader. Hal ini dapat dilihat dari taraf signifikasi 5 % yaitu Fhitung (1,88) Ftabel (3,78). Dan pada warna bekasam ikan wader hasil analisis sidik ragam menunjukkan adanya perbedaan yang sangat nyata, hal ini dapat dilihat dari taraf signifikasi 1 % yaitu Fhitung (50,88) > Ftabel (3,78). Tingkat kesukaan rasa bekasam ikan wader diperoleh hasil bahwa penggunaan tape ketan putih, 42,5% panelis menyatakan suka, tape beras lebih dari setengah jumlah panelis (52,5%)
51
menyatakan kurang suka dan penggunaan tape ketan hitam, 58% panelis menyatakan suka. Tingkat kesukaan aroma, bekasam ikan wader diperoleh hasil bahwa penggunaan tape ketan putih, 55% panelis menyatakan kurang suka, penggunaan tape beras, 50% panelis menyatakan agak suka dan penggunaan tape ketan hitam 42,50% panelis menyatakan agak suka. Berdasarkan hasil penelitian untuk pembuatan bekasam ikan wader sebaiknya menggunakan tape ketan hitam. Perlu dilakukan penelitian lebih lanjut mengenai lama fermentasi bekasam dengan menganalisis tekstur dan kesukaan panelis. DAFTAR RUJUKAN
Agustiana, Aisyah dan Adawyah, R. 2000. Isolasi dan Identifikasi Asam Laktat dari Ikan-Ikan Terfermentasi Khas Kalimantan Selatan. Kalimantan Scintie (55):18:5-15. Adawyah, R. 2007. Pengolahan dan Pengawetan ikan. Jakarta: Bumi Aksara. Afrianto, E dan E. Liviawaty. 1989. Pengawetan dan Pengolahan Ikan. Kanisius. Yogyakarta. Soeseno, S. 1999. Pemeliharaan Ikan dalam Keramba. Gramedia. Jakarta.