EVALUASI KEGIATAN PENYULUHAN BUDIDAYA PADI SISTEM LEGOWO DI KABUPATEN TANGERANG (STUDI KASUS BPP CISAUK KECAMATAN CISAUK)
Dwi Arianda
PROGRAM STUDI AGRIBISNIS FAKULTAS SAINS DAN TEKNOLOGI UNIVERSITAS ISLAM NEGERI SYARIF HIDAYATULLAH JAKARTA 2010
SURAT PERNYATAAN
DENGAN INI SAYA MENYATAKAN BAHWA SKRIPSI INI BENAR – BENAR HASIL KARYA SAYA SENDIRI YANG BELUM PERNAH DIAJUKAN
SEBAGAI
SKRIPSI
ATAU
KARYA
ILMIAH
PADA
PERGURUAN TINGGI ATAU LEMBAGA MANAPUN.
Jakarta, Maret 2011
DWI ARIANDA
RINGKASAN DWI ARIANDA. 106092002988. Hubungan Metode Penyuluhan Terhadap Pengetahuan dan Adopsi Inovasi Petani Sistem Tanam Legowo ( Studi Kasus : Kecamatan Cisauk Kabupaten Tangerang). ( Dibawah bimbingan Ujang Maman dan Achmad Tjahja Nugraha) Sektor pertanian dalam tatanan pembangunan Nasional memegang peranan penting karena selain bertujuan menyediakan pangan bagi seluruh penduduk, juga merupakan sektor andalan penyumbang devisa Negara dari sektor non migas. Pemberdayaan petani sebagai pelaku dalam usaha produksi pertanian sangatlah dirasakan penting untuk dilakukan dalam memacu produksi tanaman pangan. Oleh karena itu pihak penyuluh dalam melakukan sosialisasi terhadap petani menggunakan beberapa metode-metode penyuluhan. Dalam penelitian ini ada 3 (tiga) permasalahan yaitu (1) Apakah terdapat hubungan metode penyuluhan terhadap pengetahuan tentang sistem legowo padi di BPP Cisauk Kecamatan Cisauk Kabupaten Tangerang? (2) Apakah terdapat hubungan metode penyuluhan pertanian terhadap adopsi inovasi petani padi dengan sistem legowo di BPP Cisauk Kecamatan Cisauk Kabupaten Tangerang? (3) Apakah terdapat hubungan pengetahuan petani terhadap adopsi inovasi petani padi terhadap sistem legowo di BPP Cisauk Kecamatan Cisauk Kabupaten Tangerang?, adapun penelitian dilakukan pada bulan Juli 2010 di Kecamatan Cisauk. Balai Penyuluhan Pertanian Cisauk berdiri sejak 1991 yang merupakan pindahan dari Balai Penyuluhan Pertanian Pondok Jagung, disebabkan peralihan penggunaan tanah oleh Pemda untuk didirikan suatu yayasan AsShobirin. Maka BPP Pondok Jagung dipindahkan ke daerah Cisauk yang sekarang bernama Balai Penyuluhan Pertanian Cisauk. BPP Cisauk tahun 2009-sekarang membawahi 2 Kecamatan diantaranya : (1) Kecamatan Cisauk. (2) Kecamatan Pagedangan. Adapun pada tahun 2010 ini program BPP Cisauk memiliki agenda kerja untuk penyuluh dan petani diantaranya : kegiatan penyuluhan ( demonstrasi, demBul, demFarm, kunjungan lapang dan anjang sono), latihan petugas penyuluh untuk 1 bulan 2x yang dilaksanakan oleh Badan Dinas, mengadakan sekolah lapang budidaya padi pada kelompok tani, pengembangan program tanaman hias anggrek untuk 9 titik di 2 kecamatan. Metode penarikan sampel dilakukan dengan cara pengumpulan seluruh sampel (populasi), jenis data yang diperoleh terdiri dari data primer dan data sekunder yang dianalisis dengan kualitatif dan kuantitatif. Metode pengolahan data menggunakan Chi Square. Petani yang dibina oleh balai penyuluhan pertanian dengan menggunakan sistem tanam legowo terdiri dari 5 kelompok tani yang semuanya berjumlah 50 orang. Adapun hubungan antara metode penyuluhan dengan pengetahuan petani pada uji Chi Square ternyata X² hitung lebih besar dari pada X² tabel (6,894 > 5,991), artinya terdapat hubungan antara metode
penyuluhan dengan pengetahuan petani, sedangkan hubungan antara metode penyuluhan dengan adopsi inovasi pada uji Chi Square ternyata X² hitung lebih kecil dari pada X² tabel (0,734 < 5,991), artinya tidak terdapat hubungan antara metode penyuluhan dengan adopsi inovasi petani sistem legowo. Begitu juga hasil yang diperoleh antara pengetahuan petani dengan adopsi inovasi pada uji Chi Square ternyata X² hitung lebih kecil dari pada X² tabel (8,174 < 9,487), artinya tidak terdapat hubungan antara pengetahuan petani dengan adopsi inovasi sistem legowo. Oleh sebab itu perlunya diadakan peningkatan frekuensi kehadiran setiap diadakan kegiatan penyuluhan di setiap kelompok tani, agar dapat memacu tingkat pengetahuan dan keterbukaan atas inovasi yang datang karena hal ini terbukti efektif dalam merangsang pengetahuan petani, serta petani mengutamakan tatacara budidaya padi sistem legowo yang baik dan benar yang disarankan oleh penyuluh untuk mencapai hasil yang maksimal. Pada kalangan balai penyuluhan pertanian perlu meningkatkan kegiatan aktivitas penyuluhan dan memantau kondisi petani setempat untuk mengetahui kendala yang dihadapi dalam mengadopsi teknologi baru. Serta selalu memberikan pengertian untuk tidak selalu mengharapkan bantuan dari pemerintah dalam melakukan usaha tani.
KATA PENGANTAR
Assalamu’alaikum Wr. Wb. Puji dan syukur penulis panjatkan kehadirat Allah SWT atas berkat dan rahmat-Nya, sehingga pada akhirnya penulis dapat menyelesaikan skripsi ini. Penulis menyadari tanpa bimbingan dan dorongan dari semua pihak, maka penelitian dan penulisan skripsi ini tidak akan berjalan dengan lancar. Oleh karena itu pada kesempatan ini, izinkan penulis menyampaikan terima kasih sebesar – besarnya kepada : 1. Bapak Dr. Syopiansyah Jaya Putra, M.Sis, selaku Dekan Fakultas Sains dan Teknologi. 2. Bapak Drs. Acep Muhib, MMA selaku ketua Program Studi Agribisnis Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah. 3. Bapak Dr. Ujang Maman, M.Si selaku dosen pembimbing I yang telah membimbing, memberikan saran, motivasi, nasihat dan arahan serta meluangkan waktu, tenaga dan pemikiran disela-sela kesibukannya dalam penyusunan skripsi ini. 4. Bapak Achmad Tjachja Nugraha, SP, MP selaku dosen pembimbing II yang telah membimbing, memberikan saran, motivasi, nasihat dan arahan serta meluangkan waktu, tenaga dan pemikiran disela-sela kesibukannya dalam penyusunan skripsi ini.
ii
5. Ibu Bintan Humeira, M.Si selaku dosen penguji I yang telah meluangkan waktu dan tenaganya untuk menguji skripsi penulis serta memberikan saran dan arahan. 6. Bapak Ir. Bambang WEN, M.Si selaku dosen penguji II yang telah meluangkan waktu dan tenaganya untuk menguji skripsi penulis serta memberikan saran dan arahan. 7. Para dosen Agribisnis yang selalu membantu dalam memberikan semangat dan do’a bagi penulis, serta kak Dewi yang sering membantu penulis dalam administrasi. 8. Bapak Maman Sp yang telah berpartisipasi dan memberikan kontribusinya dalam memperoleh informasi dan data-data dalam penyusunan skripsi ini. 9. Terima kasih untuk pegawai BPP Cisauk yang memberikan penulis sebuah inspirasi untuk selalu bersemangat dalam menghadapi ujian ini dengan sabar dan keikhlasan, semoga perhatiannya tidak cukup sampai disini dan tali silaturahmi kita tetap terjaga. 10. Pimpinan dan staf Administrasi Perpustakaan Utama, Perpustakaan FST UIN Syarif Hidayatullah Jakarta yang telah memberikan kesempatan kepada penulis untuk meminjamkan buku-buku yang berhubungan dengan materi skripsi ini. 11. Abang dan adikku tercinta ( Eko Julanda dan Tri Suci Miranda) yang selalu memberikan motivasi dan perhatian yang tak pernah usang ditelan waktu dari sejak pembuatan skripsi hingga selesai, serta saudara
iii
dan saudariku, yang tidak dapat disebutkan satu persatu, mudahmudahan motivasi dan perhatiannya tidak cukup sampai disini. 12. Pendamping tercinta ( Nurleni Nst, Spd ) yang selalu memberikan motivasi dan perhatian yang tak pernah usang ditelan waktu dari sejak pembuatan skripsi hingga selesai, mudah-mudahan motivasi dan perhatiannya tidak cukup sampai disini. 13. Sahabat-sahabatqu Agribisnis Angkatan 2006, ...... tetep kompak yah, mudah-mudahan tali silaturahmi kita tetap terjaga. 14. Kawan-kawan Agribisnis Angkatan 2001-2009 terima kasih untuk masukan, semangat dan motivasinya, mudah-mudahan tali silaturahmi kita tetap terjaga. Amin. 15. Kedua Orang tuaku, Ayahanda ( Musibut ) dan Ibunda ( Eliawati ) tercinta yang telah membesarkan dan membiayai pendidikanku, memberikan doa, limpahan kasih sayang, motivasi dan saran baik secara moril maupun materiil sehingga Alhamdullah penulis dapat menyelesaikan skripsi ini. Syukron jazakumullah khairun katsir atas perjuangan ayah dan ibunda tercinta. ananda tidak mungkin bisa membalasnya, semoga Allah SWT memberikan balasan yang setimpal atas semua yang telah diberikan oleh ayah dan ibu untuk ananda. 16. Semua pihak yang tidak dapat penulis sebutkan satu persatu yang telah banyak membantu dalam menyelesaikan skripsi ini. Kepada semuanya penulis ucapkan terima kasih yang tak terhingga, semoga Allah SWT, membalas kebaikan yang mereka berikan. Penulis banyak
iv
melakukan kesalahan dan kekhilafan, baik itu disengaja ataupun tidak, sekiranya penulis mohon dibukakan pintu maaf yang selebar-lebarnya. Penulis menyadari bahwa skripsi ini masih jauh dari sempurna, baik dari sistematika, bahasa maupun dari segi materi. Atas dasar ini, komentar,saran dan kritik, dari pembaca sangat penulis harapkan. Semoga skripsi ini dapat membuka cakrawala yang lebih luas bagi pembaca sekalian dan semoga bermanfaat untuk kita semua. Amin Ya Allah Ya Rabbal Alamin. Wassalamu’alaikum Wr. Wb
Jakarta, Desember 2010
Penulis
v
DAFTAR ISI DAFTAR ISI ................................................................................................... ix DAFTAR TABEL ........................................................................................... xii DAFTAR GAMBAR ...................................................................................... xiv DAFTAR LAMPIRAN .................................................................................. xv BAB I
PENDAHULUAN ......................................................................... 1 1.1. Latar Belakang ....................................................................... 1 1.2. Perumusan Masalah................................................................ 4 1.3. Tujuan Penelitian................................................................... 5 1.4. Ruang Lingkup Penelitian ...................................................... 5 1.5. Manfaat Penelitian................................................................. 5
BAB II
LANDASAN TEORI .................................................................... 7 2.1. Pengertian Penyuluhan Pertanian .......................................... 7 2.2. Fungsi Penyuluhan Pertanian ................................................ 8 2.3. Balai Penyuluhan Pertanian .................................................. 9 2.4. Sejarah Tanaman Padi dan Budidaya Padi Sistem Legowo ...................................................................... 10 2.5. Evaluasi Penyuluhan Pertanian ............................................. 14 2.6. Karakteristik Petani ............................................................... 16 2.7. Pengetahuan Petani ............................................................... 17 2.8. Adopsi ................................................................................... 19 2.9. Difusi Inovasi ........................................................................ 23 2.10. Hubungan Pengetahuan Petani dengan Adopsi Inovasi ........ 27 2.11.Penelitian Terdahulu .............................................................. 29 2.12.Kerangka Pemikiran Konseptual ............................................ 30
BAB III
METODE PENELITIAN ............................................................ 33 3.1. Lokasi dan Waktu Penelitian................................................. 33 3.2. Jenis dan Sumber Data .......................................................... 33 3.3. Teknik Pengumpulan Data .................................................... 33
3.4. Teknik Penarikan Sampel...................................................... 34 3.5. Analisis Data ......................................................................... 34 3.5.1. Analisis Kualitatif ..................................................... 34 3.5.2. Analisis Kuantitatif ................................................... 35 3.6. Uji Validitas dan Realibilitas ................................................ 38 3.7. Definisi Operasional .............................................................. 40 BAB IV
DESKRIPSI DAERAH PENELITIAN DAN PROFIL BALAI PENYULUHAN PERTANIAN ................................................... 41 4.1. Deskripsi Daerah Penelitian .................................................. 41 4.1.1. 4.1.2. 4.1.3. 4.1.4.
Letak dan Luas Geografis ......................................... 41 Tata Guna Lahan ....................................................... 41 Keadaan Penduduk .................................................... 42 Sarana dan Prasarana................................................. 43
4.2. Sejarah BPP Cisauk ............................................................... 43 4.3. Visi dan Misi ......................................................................... 46 4.4. Unsur-Unsur Adminstrasi ..................................................... 48 4.5. Struktur Organisasi ................................................................ 50 4.6. Sarana dan Prasarana BPP Cisauk ........................................ 50 BAB V
HASIL DAN PEMBAHASAN .................................................... 52 5.1. Karakteristik Petani ............................................................... 52 5.1.1. 5.1.2. 5.1.3. 5.1.4. 5.1.5. 5.1.6. 5.1.7.
Umur Petani............................................................... 53 Tingkat Pendidikan ................................................... 53 Pengalaman Petani .................................................... 54 Tanggungan Keluarga Tani ....................................... 55 Keikutsertaan Kelompok Tani .................................. 55 Status Kepemilikan Lahan ........................................ 56 Luas Lahan ................................................................ 57
5.2. Pengetahuan Petani terhadap Sistem Legowo ....................... 58 5.3. Adopsi Sistem Legowo ......................................................... 63 5.4. Hubungan Pengetahuan Petani dengan Adopsi Sistem Legowo ...................................................................... 68
x
BAB VI
KESIMPULAN DAN SARAN .................................................... 75 6.1. Kesimpulan............................................................................ 75 6.2. Saran ...................................................................................... 75
DAFTAR PUSTAKA ..................................................................................... 85 LAMPIRAN
xi
DAFTAR TABEL 1. Skor Untuk Mengukur Pengetahuan Petani ............................................... 36 2. Skor Untuk Mengukur Adopsi Inovasi Petani ........................................... 37 3. Guilford Empirical Rules ........................................................................... 39 4. Data Potensi Kecamatan Tahun 2010 ........................................................ 42 5. Penyebaran Penduduk Menurut Umur di Kecamatan Cisauk Tahun 2010 42 6. Distribusi Penduduk Menurut Lapangan Kerja .......................................... 43 7. Sarana dan Prasarana Kecamatan Cisauk Tahun 2010 .............................. 43 8. Daftar Nama Pegawai BPP Cisauk Tahun 2010 ........................................ 49 9. Distribusi Petani Menurut Umur Petani ..................................................... 53 10. Distribusi Petani Menurut Tingkat Pendidikan .......................................... 54 11. Distribusi Petani Menurut Pengalaman ...................................................... 54 12. Distribusi Petani Menurut Jumlah Tanggungan Keluarga Tani ................. 55 13. Distribusi Status Keanggotaan Kelompok Tani ........................................ 56 14. Distribusi Petani Menurut Status Kepemilikan Lahan ............................... 57 15. Distribusi Petani Menurut Luas Lahan....................................................... 58 16. Distribusi Jawaban Responden Berdasarkan Pengetahuan Petani Sistem Legowo ........................................................................................... 62 17. Distribusi Pengetahuan Petani Sistem Legowo .......................................... 62 18. Distribusi Karakteristik Petani dengan Pengetahuan Petani ...................... 62 19. Distribusi Petani Menurut Jawaban Adopsi Sistem Legowo ..................... 66 20. Distribusi Petani Menurut Adopsi Sistem Legowo .................................... 67
21. Distribusi Petani Berdasarkan Pengetahuan Petani dengan Adopsi Sistem Legowo ........................................................................................... 68 22. Distribusi Karakteristik Petani dengan Adopsi Sistem Legowo ................ 72
xiii
DAFTAR GAMBAR 1. Unsur-Unsur Difusi dan Kesamaannya dengan Model Komunikasi S-M-C-R-E ................................................................................................. 25 2. Bagan Alur Kerangka Pemikiran Konseptual ............................................ 32 3. Bagan Kepengurusan BPP Cisauk ............................................................. 50
DAFTAR LAMPIRAN 1. Daftar Materi SLPTT Padi Sawah 2010 .................................................... 84 2. Daftar Pertanyaan Penelitian Sistem Legowo ............................................ 85 3. Hasil Uji Validitas dan Realibilitas ............................................................ 88 4. Skor Harapan Pengetahuan Tentang Sistem Tanam Legowo .................... 96 5. Skor Harapan Adopsi Inovasi Budidaya Padi Sistem Legowo .................. 97 6. Daftar Hasil Penyebaran Kuesioner kepada Petani .................................... 98 7. Daftar Karakteristik Petani Responden ...................................................... 100 8. Perhitungan Pengetahuan Petani dengan Adopsi Inovasi .......................... 104 9. Dokumentasi............................................................................................... 111 10. Surat Permohonan Penelitian ..................................................................... 112 11. Surat Keterangan ........................................................................................ 113
BAB I PENDAHULUAN
1.1. Latar Belakang Sektor pertanian dalam tatanan pembangunan nasional memegang peranan penting karena selain bertujuan menyediakan pangan bagi seluruh penduduk, juga merupakan sektor andalan penyumbang devisa negara dari sektor non migas. Besarnya kesempatan kerja yang dapat diserap dan besarnya jumlah penduduk yang masih bergantung pada sektor ini memberikan arti bahwa di masa mendatang sektor ini masih perlu ditumbuhkembangkan (Noor, 1996 :1). Prioritas utama pembangunan pertanian adalah menyediakan pangan bagi seluruh penduduk yang terus meningkat. Bila dikaitkan dengan keterjaminan pangan ini menyiratkan pula perlunya pertumbuhan ekonomi disertai oleh pemerataan sehingga daya beli masyarakat meningkat dan distribusi pangan lebih merata. Permintaan akan komoditas pangan akan terus meningkat sesuai dengan pertambahan jumlah penduduk serta perkembangan industri dan pakan. Disisi lain, upaya untuk meningkatkan pendapatan petani terus dilakukan agar mereka tetap bergairah dalam meningkatkan produksi usaha taninya. Upaya peningkatan produksi tanaman pangan dihadapkan pada berbagai kendala dan masalah. Kekeringan dan banjir yang tidak jarang mengancam produksi di beberapa daerah, penurunan produktifitas lahan pada sebagian areal pertanaman, hama penyakit tanaman yang terus berkembang,
dan tingkat kehilangan hasil pada saat dan setelah panen yang masih tinggi merupakan masalah yang perlu dipecahkan. Kini dan ke depan, upaya peningkatan produksi tanaman pangan perlu dikaitkan dengan efisiensi, daya saing produksi, dan kelestarian lingkungan. Hal ini penting artinya dalam upaya peningkatan pendapatan petani, ketahanan pangan, dan keberlanjutan usahatani yang merupakan isu sentral pembangunan pertanian. Dalam upaya peningkatan hasil juga dilakukan penelitian dan pengkajian teknik penataan populasi tanaman dalam satuan luas lahan tertentu. Teknik ini banyak dilaksanakan oleh petani Jawa yang disebut dengan sistem tanam jajar legowo. Legowo berasal dari bahasa Jawa, yaitu lego = lega/luas dan dowo = memanjang, artinya sistem tanam jajar dimana antara barisan tanaman padi terdapat lorong yang kosong yang lebih lebar dan memanjang sejajar dengan barisan tanaman padi (Taher ; 2000 : 12-14). Peningkatan produktivitas usahatani tanaman padi sangat dibutuhkan dalam rangka pemenuhan kebutuhan pangan rakyat Indonesia. Dimana padi merupakan bahan makanan pokok masyarakat Indonesia. Untuk itu Balai Pengkajian dan Pengembangan Teknologi Pertanian (2009:10) menciptakan komponen teknologi PTT yaitu pengelolaan tanaman terpadu yang terdiri dari varietas unggul, persemaian, bibit muda, sistem tanam legowo 4 : 1, pemupukan berimbang, penggunaan bahan organik, pengendalian hama penyakit, panen dan pasca panen. kesinergisan komponen PTT mampu meningkatkan produktifitas padi.
2
Menurut BP2TP (2009:49) bahwa sistem tanam legowo merupakan salah satu komponen PTT pada padi sawah yang memiliki beberapa keuntungan sebagai berikut : 1. Dengan adanya ruangan terbuka yang lebih lebar diantara dua kelompok barisan tanaman akan memperbanyak cahaya matahari masuk ke setiap rumpun tanaman padi sehingga meningkatkan aktifitas fotosintesis yang berdampak pada peningkatan produktifitas tanaman. 2. Dengan sistem tanam bersaf/berbaris ini memberi kemudahan petani dalam pengelolaan usahataninya seperti : pemupukan susulan, menyiang,
pelaksanaan
pengendalian
hama
dan
penyakit
(penyemprotan). Disamping itu juga lebih mudah mengendalikan hama tikus. 3. Meningkatnya jumlah tanaman pada kedua bagian pinggir untuk setiap kelompok tanaman, akan meningkatkan jumlah populasi tanaman per hektar, sehingga berpeluang untuk meningkatkan produktifitas tanaman per satuan luas. 4. Sistem
tanam
bersaf/berbaris
ini
juga
berpeluang
untuk
mengembangkan sistem produksi padi-ikan (mina padi). Keuntungan tersebut diperoleh berdasarkan hasil penelitian oleh balai pengkajian teknologi pertanian, namun dalam penerapannya untuk transfer teknologi tersebut yaitu dari balai ke petani belum tentu akan memperoleh keuntungan yang sama seperti hasil penelitian balai tersebut. Maka dalam penerapannya ke petani dibutuhkan evaluasi. Menurut Padmowiharjo
3
(1999:13) bahwa evaluasi penyuluhan pertanian adalah sebuah proses yang sistematis untuk memperoleh informasi yang relevan tentang sejauhmana tujuan program penyuluhan pertanian di suatu wilayah dapat dicapai dan menafsirkan informasi atau data yang didapat sehingga dapat ditarik suatu kesimpulan yang kemudian digunakan untuk mengambil keputusan dan pertimbangan-pertimbangan terhadap program penyuluhan yang dilakukan. Tujuannya adalah jika ada kesalahan dapat segera diperbaiki sehingga dalam penerapan teknologi legowo diperoleh hasil yang optimal. Jika hasil penelitian balai tidak sesuai dengan yang diterapkan petani maka program dapat dialihkan ke program yang lebih ekonomis, efektif dan efisien. Kecamatan Cisauk merupakan salah satu daerah yang terpilih untuk implementasi penerapan teknologi legowo. Namun demikian, sampai dengan saat ini penulis belum menemukan adanya evaluasi tentang penerapan teknologi legowo. Dengan demikian penulis merasa perlu melakukan evaluasi penerapan teknologi legowo tersebut dalam bentuk penelitian berikut ini. Dengan batasan pada evaluasi hasil dari tujuan penyuluhan yang diharapkan.
1.2. Perumusan Masalah Berdasarkan latar belakang diatas, maka
dapat diidentifikasikan
permasalahan sebagai berikut : 1. Sejauh mana tingkat pengetahuan petani mengenai sistem legowo di Kecamatan Cisauk?
4
2. Sejauh mana tingkat adopsi petani mengenai sistem legowo di Kecamatan Cisauk? 3. Apakah ada hubungan antara pengetahuan dengan adopsi sistem legowo di Kecamatan Cisauk?
1.3. Tujuan Penelitian Adapun tujuan dari penelitian ini adalah : 1. Mengetahui tingkat pengetahuan petani mengenai sistem legowo di Kecamatan Cisauk. 2. Mengetahui tingkat adopsi petani mengenai sistem legowo di Kecamatan Cisauk. 3. Mengetahui hubungan antara pengetahuan dengan adopsi sistem legowo di Kecamatan Cisauk.
1.4. Ruang Lingkup Penelitian Penelitian menggunakan pendekatan kuantitatif deskriptif, karena penelitian ini merupakan studi kasus yang merekam banyak faktor yang harus diperhatikan dalam penyelenggaraan penyuluhan yang tertuju pada hasil dari penyuluhan.
1.5. Manfaat penelitian Hasil penelitian ini diharapkan akan berguna bagi :
5
1. Pemerintah Penelitian ini diharapkan dapat menjadi bahan pertimbangan dan masukan dalam perbaikan pelaksanaan penyuluhan pertanian. 2. Penyusun Agar lebih memahami ilmu yang berkaitan dengan evaluasi penyuluhan pertanian baik secara teori maupun praktek. 3. Pembaca Dapat memberikan manfaat bagi kepentingan ilmu pengetahuan dan sebagai bahan referensi yang berguna bagi penelitian lainnya yang tertarik mengenai penyuluhan pertanian.
6
BAB II LANDASAN TEORI
Landasan teori yang digunakan berguna untuk menambah wawasan pengetahuan, serta kompetensi yang penulis ingin dapatkan selama melakukan proses skripsi. Dengan adanya landasan teori ini, dapat mempermudah penulis dalam memahami ruang lingkup serta batasan pembahasannya. Adapun teori yang digunakan berkaitan tentang pengertian tentang penyuluhan pertanian, metode penyuluhan, pengetahuan dan adopsi inovasi. 2.1.
Pengertian Penyuluhan Pertanian Menurut Daniel, dkk (2005:61) Penyuluhan pertanian sebelum krisis
(Repelita I s.d. Repelita V) adalah pendidikan di luar sekolah (nonformal) yang ditujukan kepada petani-nelayan beserta keluarganya agar mereka dapat berusaha tani lebih baik (better farming), menguntungkan (better business), hidup lebih sejahtera (better living) dan bermasyarakat lebih baik (better community). Menurut Sastraatmadja (1986:12) bahwa penyuluhan pertanian merupakan pendidikan nonformal yang ditujukan kepada petani beserta keluarganya yang hidup di pedesaan dengan membawa dua tujuan utama yang diharapkannya. Untuk jangka pendek adalah menciptakan perubahan perilaku termasuk didalamnya sikap, tindakan dan pengetahuan, serta untuk jangka panjang
adalah
menciptakan
meningkatkan taraf hidup mereka.
kesejahteraan
masyarakat
dengan
jalan
Pendapat Wiriaatmadja (1990:7) bahwa penyuluhan adalah suatu sistem pendidikan di luar sekolah untuk keluarga-keluarga tani di pedesaan, dimana mereka belajar sambil berbuat untuk menjadi mau, tahu dan bisa menyelesaikan sendiri masalah-masalah yang dihadapinya secara baik, menguntungkan dan memuaskan. Jadi penyuluhan pertanian itu adalah suatu bentuk pendidikan yang cara, bahan dan sarananya disesuaikan kepada keadaan, kebutuhan dan kepentingan, baik dari sasaran, waktu maupun tempat. Karena sifatnya yang demikian maka penyuluhan bisa juga disebut pendidikan nonformal. Menurut Syahyuti (2006:217) penyuluhan pertanian (agricultural extension) adalah “……..the application of scientific research and new knowledge to agricultural practices through farmer education”. 2.2.
Fungsi Penyuluhan Pertanian Menurut Soetriono, dkk (2003:115) bahwa penyuluhan pertanian
bertujuan untuk mengubah perilaku para petani sehingga dapat meningkatkan pendapatan dan kesejahteraan keluarga. Pada pembangunan seperti sekarang ini pemerintah sangat memperhatikan pendidikan. Pendidikan yang cocok bagi mereka adalah pendidikan non formal yang praktis, mudah diterapkan dalam usaha-usaha produksi produk pertanian. Menurut Syahyuti (2006:217) tujuan utama penyuluhan adalah “…to assist farming families in adapting their production and marketing strategies to rapidly changing social, political and economic conditions so that they can, in the long term, shape their lives according to their personal preferences and those of the community”. Adapun
8
menurut Mubyarto (1994:55) bahwa tujuan utama penyuluh pertanian adalah untuk menambah kesanggupan petani dalam usahataninya. Hal ini berarti melalui penyuluhan diharapkan adanya perubahan perilaku, sehingga mereka dapat memperbaiki cara bercocok-tanam, menggemukkan ternak, agar lebih besar penghasilannya dan lebih layak hidupnya. 2.3.
Balai Penyuluhan Pertanian Pemberdayaan petani melalui kegiatan penyuluhan dapat dilakukan
oleh organisasi penyuluhan yang salah satunya adalah Balai Penyuluhan Pertanian (BPP). BPP mempunyai kedudukan strategis karena merupakan unit kerja penyuluhan terdepan yang langsung berhubungan dengan petani. Oleh karena itu di masa mendatang petani diarahkan untuk mampu mengambil manfaat sebesar-besarnya dari keberadaan BPP melalui kunjungan para petani secara berkala untuk berkonsultasi dan memecahkan masalah yang dihadapi mereka. Dengan demikian BPP akan terasa manfaatnya bagi petani dan petani pun akan menjadi pengguna aktif berbagai informasi dan kesempatan berusaha. BPP diharapkan dapat menjadi pusat pengelola penyuluhan pertanian dan proses belajar mengajar bagi petani beserta keluarganya. Menurut Kartasapoetra (1991:97) fungsi yang dimiliki oleh Balai Penyuluhan Pertanian (BPP) adalah sebagai berikut : pertama sebagai tempat penyusunan
program
penyuluhan
pertanian,
kedua
sebagai
tempat
menyebarluaskan informasi pertanian, ketiga tempat latihan pendamping penyuluh lapangan yang teratur sehingga kemampuannya akan selalu
9
meningkat, baik pengetahuan maupun keterampilannya, keempat sebagai pemberian rekomendasi pertanian yang lebih menguntungkan, kelima sebagai tempat mengajarkan pengetahuan dan keterampilan yang lebih baik kepada para petani. 2.4.
Sejarah Tanaman Padi dan Budidaya Padi Sistem Legowo Menurut sejarahnya, padi termasuk genus Oryza L. yang meliputi lebih
kurang 25 spesies, tersebar di daerah tropik dan daerah subtropika seperti di Asia, Afrika, Amerika dan Australia. Menurut Chevalier dan Neguier dalam AAK (1990:12) menyatakan bahwa padi berasal dari dua benua : Oryza fatua Koenig dan Oryza Sativa L berasal dari benua Asia, sedangkan jenis padi lainnya yaitu Oryza Stapfii Roschev dan Oryza Galberrima Steund berasal dari Afrika Barat (Benua Afrika). A.
Budidaya Padi Sistem Legowo Padi dibudidayakan dengan tujuan mendapatkan hasil yang setinggi-
tingginya dengan kualitas sebaik mungkin. Untuk mendapatkan hasil yang sesuai dengan harapan maka tanaman yang akan ditanam harus sehat dan subur. Tanaman yang sehat ialah tanaman yang tidak terserang oleh hama dan penyakit, tidak mengalami defisiensi hara, baik unsur hara yang diperlukan dalam jumlah besar maupun dalam jumlah kecil. Sedangkan tanaman subur ialah tanaman yang pertumbuhan dan perkembangannya tidak terhambat, entah oleh kondisi biji atau kondisi lingkungan. Adapun menanam padi dapat dilakukan di sawah dengan pengairan sepanjang musim dan ada juga yang
10
ditanam di tanah tegalan (tanah kering). Terdapat beberapa teknik dalam melakukan sistem budidaya padi salah satunya dengan cara sistem legowo. Berdasarkan Balai Pengkajian dan Pengembangan Teknologi Pertanian (2009:1) bahwa cara tanam jajar legowo 2:1 adalah cara tanam berselangseling dua baris dan satu baris dikosongkan. Cara tanam ini telah banyak diterapkan petani karena memberikan beberapa keuntungan, antara lain:
Semua barisan rumpun tanaman berada pada bagian pinggir yang biasanya memberi hasil lebih tinggi (efek tanaman pinggir).
Jumlah rumpun padi meningkat sampai 33%/ha.
Meningkatkan produktifitas padi 12-22%.
Pengendalian hama, penyakit, dan gulma lebih mudah.
Terdapat ruang kosong untuk pengaturan air, pengumpulan keong emas atau untuk mina padi; dan
Penggunaan pupuk lebih efisien.
Dapat meningkatkan pendapatan usahatani antara 30-50%. Untuk itu Balai Pengkajian dan Pengembangan Teknologi Pertanian
(2009:10) menciptakan komponen teknologi PTT yaitu pengelolaan tanaman terpadu yang terdiri dari varietas unggul, persemaian, bibit muda, sistem tanam legowo 4:1, pemupukan berimbang, penggunaan bahan organik, pengendalian hama penyakit, panen dan pasca panen, yang akan diuraikan dibawah ini : 1. Benih padi Benih padi yang digunakan adalah varietas unggul berlabel sesuai anjuran setempat dengan kebutuhan benih 25 kg/ha.
11
2. Persemaian Persemaian seluas 5% luas lahan yang akan ditanami. Pemeliharaan persemaian seperti pada cara tanam padi biasa. Umur persemaian 25-30 hari. 3. Pengolahan tanah Tanah diolah sempurna (2 kali bajak dan 2 kali garu), dengan kedalaman olah 15-20 cm. Bersamaan dengan pengolahan tanah dilaksanakan perbaikan pintu pemasukan/pengeluaran dan perbaikan pematang, jangan sampai ada yang bocor. 4. Pembuatan caren dan saringan Pembuatan caren palang dan melintang pada saat pengolahan tanah terakhir, lebar 40 - 45 cm dengan kedalaman 25 - 30 cm. Pada titik persilangan dibuat kolam pengungsian ukuran 1x1 m dengan kedalaman 30 cm. Pada setiap pintu pemasukan dan pengeluaran air pada setiap petakan dipasang saringan kawat dan slat pengatur tinggi permukaan air menggunakan bambu. 5. Penanaman padi Cara tanam adalah jajar legowo 2:1 atau 4:1. Pada jajar legowo 2:1, setiap dua barisan tanam terdapat lorong selebar 40 cm, jarak antar barisan 20 cm, tetapi jarak dalam barisan lebih rapat yaitu 10 cm. Pada jajar legowo 4:1. setiap empat barisan tanam terdapat lorong selebar 40 cm, jarak antar barisan 20 cm, jarak dalam barisan tengah 20 cm, tetapi jarak dalam barisan pinggir lebih rapat yaitu 10 cm. Untuk mengatur jarak tanam digunakan caplak ukuran mata 20 cm. Pada jajar legowo 2:1 dicaplak satu arah saja, sedangkan pada jajar legowo 4:1 dicaplak kearah memanjang dan memotong.
12
6. Pengaturan air Pengaturan air macak-macak 3-4 HST. Setelah 10-15 HST (sesudah penyiangan dan pemupukan susulan pertama) air dimasukkan mengikuti tinggi tanaman. 7. Pemupukan Pupuk dasar diberikan secara disebar pada satu tanam padi dengan dosis 1/3 bagian Urea dan seluruh dosis SP-36. Pupuk susulan pertama diberikan pada umur 15 HST (sesudah penyiangan) dan pupuk susulan kedua pada umur 45 HST. Dosis pupuk sesuai anjuran setempat. 8. Penyiangan Penyiangan dilakukan pada umur 10-15 HST (sebelum pemberian pupuk susulan pertama) dan selanjutnya tergantung keadaan gulma. 9. Pengendalian hama dan penyakit Dengan konsep PHT, Hama seperti penggerek batang dikendalikan dengan Furadan 3G atau Dharmafur 34 dengan takaran 18-20 kg/ha. Hama lain seperti walang sangit, hama putih, dan wereng dikendalikan dengan penyemprotan Dharmabas dengan takaran 1-2 l/ha. Penyakit umum seperti tungro, kerdil kresek dikendalikan dengan sanitasi lingkungan bila masih di bawah ambang batas. Tetapi alangkah lebih baik pengendalian hama penyakit dilakukan dengan sistem pemantauan. Hindari penggunaan pestisida. 10. Benih ikan dan penebaran Jenis ikan yang dianjurkan adalah ikan yang berwarna gelap. Penebaran benih ikan dilakukan pada sore hari secara perlahan-lahan agar ikan tidak
13
mengalami stres akibat perubahan lingkungan. Ukuran benih yang dianjurkan 5-8 cm dengan kepadatan 5.000 ekor/ha. 11. Pemeliharaan ikan Pemeliharaan ikan meliputi pemberian pakan tambahan, pengelolaan air dan pengawasan hama. Pakan tambahan berupa dedak halus 250 kg/ha diberikan secara disebar pada caren, pagi/sore hari. Lama pemeliharaan ikan 70-75 hari. 12. Panen Panen ikan dilakukan 10 hari sebelum panen padi dengan cara mengeringkan petakan sawah, kemudian ikan ditangkap. 2.5.
Evaluasi penyuluhan pertanian Sistem perencanaan mengharuskan adanya evaluasi atau penilaian hasil
pelaksanaannya, yang kemudian dapat dipergunakan sebagai masukan (feedback) guna memperbaiki atau merencanakan kembali. Dalam evaluasi atau penilaian dicoba untuk mendapatkan informasi dan mencapai hasil suatu program atau dampak dari suatu kegiatan, Bagaimana keadaan sebelum dan sesudah dilaksanakan suatu program. Disamping mencari informasi mengenai apa, juga dicari jawaban dari mengapa atau sebabnya hal-hal positif maupun negatif yang telah terjadi. Pada dasarnya evaluasi penyuluhan pertanian dilakukan guna memenuhi keingintahuan kita dan keinginan kita untuk mencari kebenaran mengenai suatu program penyuluhan pertanian. Dengan demikian evaluasi
14
penyuluhan petanian merupakan evaluasi program penyuluhan pertanian guna mengetahui pelaksanaan dan hasil dari program tersebut, apakah telah dilakukan dengan benar sesuai dengan tujuannya. Sementara itu evaluasi penyuluhan pertanian dapat dilaksanakan setiap saat selama program penyuluhan pertanian berlangsung. Evaluasi penyuluhan pertanian dapat dilakukan baik pada awal, ditengah atau pada akhir program penyuluhan. Dari hasil evaluasi-evaluasi tersebut, kita akan memperoleh gambaran seberapa jauh tujuan penyuluhan pertanian tercapai. Dalam hal ini, seberapa jauh perubahan perilaku petani dalam melakukan usaha tani, mulai dari penyediaan sarana produksi, proses produksi, agro industri, pemasaran. Semua ini terangkum didalam ungkapan “berusaha lebih baik dan berusaha tani lebih menguntungkan. Dengan demikian evaluasi penyuluhan pertanian dimaksudkan untuk menentukan sejauhmana tujuan penyuluhan pertanian dicapai. untuk maksud tersebut dan agar evaluasi penyuluhan pertanian efisien diperlukan adanya proses yang sistematis. proses ini terdiri dari : 1. kegiatan untuk memperoleh informasi yang relevan. 2. kegiatan untuk menaksirkan data untuk mengambil keputusan. Menurut Padmowihardjo (1999:13) bahwa evaluasi penyuluhan pertanian adalah sebuah proses yang sistematis untuk memperoleh informasi yang relevan tentang sejauhmana tujuan program penyuluhan pertanian di suatu wilayah dapat dicapai dan menafsirkan informasi atau data yang didapat sehingga dapat ditarik suatu kesimpulan yang kemudian digunakan untuk
15
mengambil keputusan dan pertimbangan-pertimbangan terhadap program penyuluhan yang dilakukan. Hasil dari evaluasi penyuluhan pertanian akan dapat digunakan untuk menentukan sejauhmana tujuan-tujuan penyuluhan pertanian tersebut dapat dicapai. Dalam artian sejauhmana perubahan perilaku petani dalam bertani lebih baik dan berusahatani lebih menguntungkan, yang kemudian untuk mewujudkan kehidupan keluarganya yang lebih sejahtera dan masyarakat yang lebih baik. Adapun ruang lingkup evaluasi penyuluhan pertanian terbagi menjadi tiga cakupan yaitu : evaluasi hasil, evaluasi metode, dan evaluasi saran dan prasarana. 2.6.
Karakteristik Petani Menurut Djoko (1996:12) bahwa pengalaman hidup penerima secara
mendasar berbeda dengan pengirim pesan, maka komunikasi menjadi semakin sulit. Secara umum kemampuan untuk menyerap informasi tergantung pada pengalaman masa lalu dan biasanya terbentuk dalam waktu yang lama. Oleh karena itu seseorang berkomunikasi dengan orang-orang yang memiliki pengalaman dan harapan yang serupa, maka apa yang dia katakan secara otomatis cocok dengan kerangka berpikir mereka. Menurut Soekartawi (2005:70) beberapa hal penting yang mempengaruhi adopsi inovasi adalah : 1. Umur : makin muda petani biasanya mempunyai semangat untuk ingin tahu apa yang belum mereka ketahui.
16
2. Pendidikan : mereka yang berpendidikan tinggi relatif lebih cepat dalam melaksanakan adopsi inovasi. Sedangkan menurut Jahi (1993:32) komunikasi sering menimbulkan efek yang berbeda-beda tergantung daripada perbedaan dalam tambahan pengetahuan,
attitude,
dan
perubahan
perilaku
dapat
menimbulkan
“kesenjangan efek komunikasi”. 2.7.
Pengetahuan Petani Petani dalam menerima suatu informasi baik bersifat inovasi maupun
yang lainnya erat kaitannya terhadap pengetahuan atas hal-hal tersebut, sehingga keputusan/tindakan yang diberikan merupakan atas pengetahuan adopters (petani). Pengetahuan merupakan suatu tahapan pada saat seseorang atau sejumlah orang mengetahui adanya teknologi dan memperoleh pemahaman tentang cara berfungsinya. Bagaimana cara orang atau sekelompok orang memperoleh pengetahuan tentang inovasi itu dapat bersifat aktif maupun pasif. Menurut Asyikin (1999) bahwa perolehan pengetahuan tentang inovasi dapat bersifat pasif, didasari pada pandangan bahwa orang menyadari adanya inovasi karena kebetulan, dan orang tak akan secara aktif mencari inovasi, sampai ia tahu tentang adanya suatu inovasi. Menurut Roudhonah (2007:60) bahwa pengetahuan merupakan suatu penerimaan yang cermat dari isi stimuli seperti yang dimaksudkan oleh komunikator. Pada dasarnya perilaku petani sangat dipengaruhi oleh pengetahuan, kecakapan dan sikap mental petani itu sendiri. Tetapi kondisi dimana tingkat kesejahteraan hidup petani dan keadaan
17
lingkungan mereka tinggal dapat dikatakan masih menyedihkan, menyebabkan pengetahuan dan kecakapannya tetap berada dalam tingkatan rendah dan keadaan seperti ini tentu akan menekan sikap mentalnya. Menurut Ahmadi (1988:314) pengetahuan adalah kesan dalam pemikiran manusia sebagai hasil penggunaan panca inderanya yang berbeda sekali dengan kepercayaan, takhayul, dan penerangan-penerangan yang keliru. Dengan digiatkannya penyuluhan diharapkan akan terjadi perubahanperubahan, terutama pada perilaku serta bentuk-bentuk kegiatannya, seiring dengan terjadinya perubahan cara berpikir, cara kerja, cara hidup, pengetahuan dan sikap mentalnya yang lebih terarah dan lebih menguntungkan baik bagi dirinya beserta keluarga maupun lingkungannya. Menurut Mardikanto (1993:47) pengetahuan berasal dari kata “tahu” yang diartikan sebagai pemahaman seseorang tentang sesuatu yang nilainya lebih baik dan bermanfaat bagi dirinya. Pengertian tahu dapat diartikan sebagai kemampuan untuk mengidentifikasi setiap ragam stimulus yang berbeda, memahami beragam konsep, pikiran bahkan cara pemecahan terhadap masalah tertentu, sehingga pengertian tahu tidak hanya sekedar mengemukakan/mengucapkan apa yang diketahui, tetapi sebaliknya dapat menggunakan pengetahuan dalam praktek dan tindakannya. Untuk mengukur tingkat pengetahuan petani khususnya dalam hal budidaya padi sistem tanam legowo dapat diketahui dengan beragam kriteria yang terkait dengan sistem legowo, adapun beberapa kriteria yang terdapat dalam sistem legowo diantaranya :
18
1) Petani dapat memberikan penjelasan mengenai sistem legowo. 2) Mengetahui usia bibit yang baik digunakan dalam sistem legowo. 3) Dapat mengetahui waktu-waktu yang tepat dalam melakukan penyiangan padi yang dilakukan 2 kali selama musim tanam berlangsung yaitu pada waktu 14 HST dan 42 HST. 4) Mengetahui pemberian pupuk yang tepat dilakukan sebanyak 2 kali selama musim tanam berlangsung yaitu 15 HST dan 45 HST dan sesuai dengan takaran yang dibutuhkan oleh tanaman. 5) Mengetahuai pemberantasan dan pengendalian OPT pada tanaman. 2.8.
Adopsi Proses adopsi merupakan proses kejiwaan/mental yang terjadi pada diri
petani pada saat menghadapi suatu inovasi, dimana terjadi proses penerapan suatu ide baru sejak diketahui atau didengar sampai diterapkannya ide baru tersebut. Pada proses adopsi akan terjadi perubahan-perubahan dalam perilaku sasaran umumnya akan menentukan suatu jarak waktu tertentu. Cepat lambatnya proses adopsi akan tergantung dari sifat dinamika sasaran. Adopsi merupakan suatu proses dimana individu atau unit berubah dari pengetahuan awalnya tentang inovasi ke arah pembentukan sikap terhadap inovasi atau ke arah pengambilan keputusan untuk mengadopsi atau menolak kearah implementasi ide baru dan ke arah konfirmasi keputusan tersebut. Menurut Mosher (1978) dalam Marzuki (1999:291) adopsi suatu inovasi adalah suatu proses dimana seorang petani memperhatikan,
19
mempertimbangkan, dan akhirnya menolak atau mempraktekkan suatu inovasi. Menurut Suhardiyono (1992:5) untuk mencapai perubahan dan kemajuan maka dalam diri seseorang harus terdapat kemauan untuk melakukan tindakan nyata yang sistematis dan bertahap. Van den Ban dan Hawkins (1999:124) menjelaskan kembali bahwa dalam implementasi sering dilakukan modifikasi sesuai dengan keperluan petani pengadopsi. Petani sering kali menambah informasi setelah mengadopsi inovasi untuk memperkuat keputusan yang telah diambil. Berdasarkan cepat lambatnya petani menerapkan inovasi teknologi dapat dikemukakan menjadi beberapa golongan petani, menurut Rogers (1971:22) mengklasifikasikan anggota masyarakat sebagai yang mengadopsi inovasi teknologi ke dalam 5 kategori yaitu : 1. Pembaharu (innovator). - Lahan usaha tani luas, pendapatan tinggi. - Status sosial tinggi. - Aktif di masyarakat. - Banyak berhubungan dengan orang secara formal dan informal. - Mencari informasi langsung ke lembaga penelitian dan penyuluh pertanian. - Tidak disebut sebagai sumber informasi oleh petani lainnya. 2. Pengadopsi Awal (Early Adopter). - Usia lebih muda. - Pendidikan lebih tinggi.
20
- Lebih aktif berpartisipasi di masyarakat. - Lebih banyak berhubungan dengan penyuluh pertanian. - Lebih banyak menggunakan surat kabar, majalah dan buletin. 3. Mayoritas Awal (Early Majority). - Sedikit di atas rata-rata dalam umur, pendidikan dan pengalaman petani. - Sedikit lebih tinggi dalam status sosial. - Lebih banyak menggunakan surat, majalah dan buletin. - Lebih sering menghadiri pertemuan pertanian. - Lebih awal dan lebih banyak mengadopsi daripada mayoritas lambat. 4. Mayoritas Lambat (Late Majority). - Pendidikan kurang. - Lebih tua. - Kurang aktif berpartisipasi di masyarakat. - Kurang berhubungan dengan penyuluhan pertanian. - Kurang banyak menggunakan surat kabar, majalah, buletin. 5. Kelompok Lamban (Laggard). - Pendidikan kurang. - Lebih tua. - Kurang aktif berpatisipasi di masyarakat. - Kurang berhubungan dengan penyuluhan. - Kurang banyak menggunakan surat kabar, majalah, buletin.
21
Pada tahapan petani mengadopsi sistem legowo, petani dapat mengacu pada konsep yang diterapkan oleh BP2TP mengenai sistem legowo dengan menciptakan komponen teknologi PTT yaitu pengelolaan tanaman terpadu yang meliputi : 1) Petani menggunakan varietas unggul. 2) Petani melakukan persemaian padi dan menggunakan bibit muda dengan usia ± 21 hari. 3) Petani memberikan pemupukan dasar pada lahan pertanian dengan menggunakan pupuk organik, dan apabila diperlukan dapat dicampur dengan pupuk urea. 4) Menggunakan jarak tanam sistem legowo 4x1 atau 2x1. 5) Petani dapat menggunakan tali tambang ataupun tali plastik sebagai alat untuk membuat jarak tanam sistem legowo. 6) Melakukan penyiangan pada lahan sawah sebanyak 2 kali selama musim tanam berlangsung, penyiangan pertama dilakukan saat padi berusia 14 HST dan penyiangan kedua 42 HST. 7) Memberikan pemupukan secara berimbang pada lahan sawah, sebanyak 2 kali selama musim tanam berlangsung. Pemberian pemupukan pertama dan kedua pada saat tanaman berusia 15 HST dan 45 HST. Pada tahap penerapannya, petani diharapkan dapat melakukan koordinasi dengan kelompok taninya masing-masing, sebab penerapan PTT akan lebih baik jika diterapkan secara bersama-sama oleh petani. Oleh sebab
22
itu peranan kelompok tani sangat besar dalam mendukung keberhasilan program PTT sistem legowo. Menurut Iver dan Page dalam Mardikanto (1993:54) menjelaskan bahwa kelompok adalah himpunan atau kesatuan individu yang hidup bersama sehingga terdapat hubungan timbal balik dan saling pengaruh mempengaruhi serta memiliki kesadaran untuk saling tolong menolong. Menurut Samsudi (1987:22) pada dasarnya kelompok tani merupakan sistem sosial, dimana suatu kumpulan unit yang berbeda secara fungsional dan terikat oleh kerjasama untuk memecahkan masalah guna mencapai tujuan bersama. 2.9.
Difusi Inovasi Dalam melakukan penyuluhan pertanian kepada petani, penyuluh
mengharapkan agar suatu informasi yang mereka sampaikan dapat diterima oleh petani (adopters). Tetapi dalam hal inovasi, maka pihak penyuluh harus meninjau kembali inovasi tersebut, apakah sudah sesuai yang diharapkan selama ini oleh pihak petani atau belum. Menurut Rogers (1983:5) bahwa difusi adalah proses inovasi yang dikomunikasikan melalui saluran-saluran tertentu kepada anggota sistem sosial. Komunikasi adalah sebuah proses dimana peserta menciptakan dan berbagi informasi satu sama lain untuk mencapai pemahaman bersama, dan inovasi adalah segala sesuatu ide, caracara ataupun obyek yang dipersepsikan oleh seorang sebagai sesuatu yang baru. Menurut Hanafi (1981:26) inovasi adalah gagasan, tindakan atau barang yang dianggap baru oleh seseorang. Menurut Hoebel (1976:37) An invention is
23
an alteration in, or a synthesis of, preexistent materials, conditions, or practices so as to produce a new form of material or action. Menurut Marzuki (1999:320) suatu inovasi merupakan suatu ide, penerapan atau suatu hal yang dianggap baru. Dalam kegiatan penyuluhan pertanian, inovasi pertanian pengertiannya adalah sama yaitu merupakan perubahan praktek cara-cara berusahatani dari cara lama ke cara baru, misalnya penggunaan bibit varietas baru yang lebih baik, teknologi cara-cara bertanam, penggunaan pupuk, alat-alat dan mesin pertanian dan sebagainya. Menurut Van den Ban Hawkins (1999:110) suatu perilaku akan diterima dan dijalankan oleh petani pada saat inovasi dapat membantu mereka mencapai tujuan secara lebih efektif. Menurut Roudhonah (2007:56) menyatakan bahwa model adopsi inovasi memberikan gambaran tentang lima tahap yang dilalui dalam proses pembuatan keputusan untuk menerima atau menolak inovasi. Terjadinya suatu keputusan adopter dalam hal mengadopsi suatu inovasi tidak terlepas dari proses unsur-unsur difusi inovasi, sehingga menimbulkan suatu bentuk komunikasi yang efektif. Hanafi (1987:24) menyatakan bahwa unsur-unsur difusi (penyebaran) ide-ide baru ialah : (1) inovasi yang (2) dikomunikasikan melalui saluran tertentu (3) dalam jangka waktu tertentu, kepada (4) anggota suatu sistem sosial. Unsur waktu merupakan unsur yang membedakan difusi dengan tipe riset komunikasi lainnya. Pada hakekatnya keempat unsur difusi itu sama
24
dengan unsur pokok dalam model komunikasi pada umumnya, seperti yang tertera pada gambar I : Unsur-unsur dalam model komunikasi S-MC-R-E Unsur-unsur dalam difusi inovasi
Sumber (S)
Pesan (M)
Saluran (C)
Penerima (R)
Efek (E)
- Penemu - Ilmuwan - Agen pembaru - Pemuka pendapat
Inovasi
Saluran komunikasi : - Media massa - Media interpersonal
Anggota sistem sosial
Konsekuensi - Pengetahu an - Perubahan sikap - Perubahan tingkah laku
Gambar I : Unsur-unsur difusi dan kesamaannya dengan model komunikasi S-M-C-R-E Sumber : Hanafi (1987:25)
Menurut Rogers (1983:10) terdapat 4 elemen dalam difusi inovasi yaitu -
Inovasi adalah segala sesuatu ide, cara-cara ataupun obyek yang dipersepsikan oleh seorang sebagai sesuatu yang baru, sedangkan teknologi adalah sebuah disain untuk tindakan instrumental yang mengurangi ketidakpastian dalam hubungan sebab-akibat dalam mencapai hasil yang diinginkan. Prinsip pengambilan keputusan mengenai inovasi didasari pada pencarian dan pemprosesan informasi dengan tujuan untuk mengurangi ketidakpastian tentang keuntungan dan kekurangan inovasi, sehingga inovasi akan dilihat dari karakteristik inovasi. Menurut Rogers (1983:15) dapat diterangkan menjadi lima karakteristik inovasi yaitu : keuntungan relatif, kesesuaian inovasi tersebut dengan tata nilai maupun pengalaman yang ada, kerumitan untuk mempelajari dan menggunakan inovasi tersebut, kesempatan
25
untuk mencoba inovasi itu secara terbatas, dan cepatnya hasil inovasi itu dapat dilihat. -
Komunikasi melalui saluran adalah suatu proses untuk mengurangi ketidakpastian dengan jalan berbagi tanda-tanda informasi. Mengingat tingkatan cara berpikir, cara kerja, cara hidup dan keterbukaan petani terhadap hal-hal yang baru tidak sama, maka bentuk saluranpun akan bermacam-macam. Suatu komunikasi akan lebih efektif jika dua orang merupakan homofili (dua orang yang berinteraksi memiliki kesamaan atribut).
-
Waktu merupakan elemen penting dalam proses difusi inovasi, sebab proses tersebut adalah proses mental dalam diri seseorang melalui pertama kali mendengar tentang suatu inovasi sampai akhirnya mengadopsi. Waktu mereka mendengar sampai dengan menerima adalah suatu perjalanan panjang dan memerlukan waktu. Dimensi waktu dalam difusi meliputi : 1) proses pengambilan keputusan dalam adopsi inovasi, menurut Soekartawi (2005:58) terdapat beberapa tahapan dalam proses adopsi inovasi, yaitu tahapan : kesadaran, minat, evaluasi, mencoba, dan adopsi. Sedangkan menurut Rogers (1983:20) five main steps in the process : knowledge, persuasion, decision, implementation, and confirmation. 2) kategori pengadopsi inovasi, 3) penilaian adopsi yaitu kecepatan relatif dimana suatu inovasi diadopsi oleh masyarakat.
26
-
Anggota sistem sosial adalah populasi yang terdiri dari individuindividu yang terikat dan berbeda secara fungsional dalam perilaku pemecahan masalah bersama. Menurut Soekartawi (2005:84) ada suatu rangkaian jarak dari jenis-jenis keputusan adopsi dari petani yang individu dengan keputusan kelompok dalam suatu sistem sosial tertentu, yaitu : a. Banyak inovasi yang diadopsi oleh seseorang tanpa menghiraukan keputusan-keputusan individu lain dalam sistem sosial. b. Satu proses difusi inovasi lanjutan dari individu dengan keputusan kelompok. c. Proses difusi inovasi yang diterima oleh kelompok dalam suatu sistem sosial tertentu.
2.10.
Hubungan Pengetahuan Petani dengan Adopsi Inovasi Menurut Paulus Wahana dalam Irmayanti & Mikhael (2002:185,189)
bahwa ilmu pengetahuan merupakan suatu proses kegiatan yang dilakukan manusia untuk mengusahakan pengetahuan secara ilmiah, rasional, obyektif dan universal, sehingga kecenderungan yang ada dalam setiap orang yang tidak puas hanya sekadar memiliki pengetahuan yang ada dalam benak pikirannya, tetapi juga berusaha untuk menerapkan ilmu pengetahuan tersebut ke dalam realitas kehidupan, maka nampaklah arti praktis dari ilmu pengetahuan. Hal tersebut juga sesuai dengan penelitian yang dilakukan oleh Suharyanto, dkk (2001) menyatakan hasil analisis menunjukkan bahwa umur dan luas lahan
27
berkorelasi negatif terhadap peluang petani mengadopsi tabela dan secara statistik sangat nyata, pengetahuan, norma sosial, dan berkorelasi positif. Sedangkan sikap petani menunjukkan korelasi positif terhadap peluang adopsi Tabela, namun secara statistik tidak berbeda nyata. Intervensi yang dilakukan dalam kaitan dengan pembangunan sosial, dalam contoh diatas, antara lain merupakan intervensi yang diarahkan pada munculnya perubahan pada aspek pengetahuan (knowledge), keyakinan (belief), sikap (attitude), dan niat individu (intention). Menurut Adi (2001:37) untuk perubahan pada aspek pengetahuan hingga niat individu tersebut merupakan proses penyadaran terhadap kelompok sasaran dalam kerangka pembangunan sosial. Menurut Yusup Pawit (2009:58) bahwa melalui pemahaman akan teori, seseorang bisa mengetahui akan hal-hal yang dapat mempengaruhi, memperlancar, atau menghambat keberhasilan komunikasi dan informasi di suatu peristiwa. Dengan teori kita bisa berargumentasi lebih jauh mengenai suatu objek, gagasan atau ide, bahkan tentang apa saja yang mungkin bisa dijelaskan secara ilmiah. Terdapat juga dalam beberapa literatur hasil penelitian yang menunjukkan adanya faktor-faktor yang mempengaruhi adopsi inovasi, diantaranya adopsi inovasi dipengaruhi oleh (a) tidak bertentangan dengan pola kebudayaan yang telah ada, (b) struktur sosial masyarakat dan pranata sosial, dan (c) persepsi masyarakat terhadap inovasi.
28
2.11.
Penelitian Terdahulu Pada penelitian ini, awalnya peneliti memperoleh rujukan dari
penelitian yang dilakukan oleh Abdul Rosyid (2008) dalam penelitiannya yang berjudul “hubungan karakteristik individu petani dengan adopsi inovasi petani anggrek dendrobium di Wilayah Kebon Jeruk Jakarta Barat” menganalisis karakteristik individu petani dengan tingkat adopsi inovasi. Dalam hal ini karakteristik individu petani terdiri dari keiktusertaan kelompok tani, kebiasaan mencari informasi, tingkat pendidikan petani, umur petani dan pengalaman petani. Sedangkan tingkat adopsi inovasi terdiri dari penanaman, penyiraman, pemupukan, pemberian pestisida dan lain-lain. Metode penelitian yang digunakan adalah menggunakan metode Chi Square dengan hasil penelitian adalah karakteristik petani anggrek dendrobium di lokasi penelitian beragam. Sehingga terdapat hubungan antara keikutsertaan kelompok tani, kebiasaan mencari informasi, umur petani, tingkat pendidikan petani dan pengalaman petani dengan adopsi inovasi. Selain itu peneliti juga mendapat rujukan dari penelitian yang dilakukan oleh Akimi, dkk (2006) dalam penelitiannya berjudul Pengaruh Berbagai Metode Penyuluhan Pertanian Terhadap Efektivitas Penyuluhan dengan mengambil studi kasus di Kecamatan Gatesan dan Kecamatan Tengaran, Kabupaten Semarang Propinsi Jawa Tengah. Dalam hal ini alat yang digunakan dalam penelitian adalah berupa alat peraga dan alat bantu peraga penyuluhan meliputi (OHP), Over Head Transparantie, Video Player, flip chart, tape recorder, sedangkan bahan yang digunakan yaitu molasses, bekatul, urea,
29
EM4, air dan lembaran plastik. Sedangkan materi penyuluhan yang diberikan kepada petani meliputi pengetahuan yang berhubungan dengan peternakan. Metode penelitian yang digunakan adalah menggunakan metode Two Way Classification Multivariate Analyses of Variance (MANOVA) dengan hasil penelitian adalah penerapan berbagai metode penyuluhan dalam kegiatan komunikasi inovasi teknologi di bidang pertanian, memberikan hasil yang berbeda dalam hal pengaruhnya terhadap efektifitas penyuluhan. Pengaruh metode ceramah memberikan nilai daya serap petani rata-rata 73,5%, sedangkan metode penyuluhan dengan bantuan peraga audio visual menghasilkan nilai rata-rata 77,5% dan metode demonstrasi menghasilkan nilai 86,5%. Dari hasil penelitian juga diperoleh bahwa metode demonstrasi merupakan metode yang paling baik dalam hal pengaruhnya terhadap efektifitas penyuluhan baik ditinjau dari aspek penyerapan materi maupun aspek sasaran, dan hasil yang dicapai menunjukkan perbedaan yang sangat nyata jika dibandingkan dengan penerapan metode ceramah dan metode penggunaan audio visual. 2.12.
Kerangka Pemikiran Konseptual Balai Penyuluhan Pertanian merupakan suatu kelembagaan Pemerintah
di bawah Departemen Pertanian yang memfokuskan aktifitasnya pada terlaksananya program Kementrian terkait. Penelitian ini akan memfokuskan pada pembahasan mengenai evaluasi kegiatan penyuluhan sistem tanam
30
legowo pada budidaya padi di Kabupaten Tangerang. Adapun karakteristik petani dimasukkan sebagai analisa deskriptif. Fokus kegiatan penelitian ini secara umum terbagi menjadi tiga bagian utama yaitu bagaimana tingkat pengetahuan petani mengenai sistem tanam legowo, seberapa tinggi tingkat adopsi petani mengenai sistem tanam legowo serta apakah pengetahuan memiliki hubungan dengan adopsi sistem tanam legowo. Adapun dalam penelitian ini, pada karakteristik petani peneliti memberikan batasan dalam hal (sikap petani, usia petani, pendidikan petani. luas lahan petani, kepemilikan lahan, jumlah tanggungan keluarga tani dan pengalaman petani). Kemudian akan dilakukan analisis terhadap hubungan antara pengetahuan petani dengan adopsi inovasi petani. Data tersebut akan diperoleh melalui wawancara dan melakukan penyebaran kuesioner kepada kelompok tani yang berada di bawah bimbingan BPP Cisauk. Data yang diperoleh akan dianalisis secara kuantitatif dan deskriptif. Untuk menganalisis sejauh mana pengetahuan petani memiliki hubungan dengan adopsi sistem tanam legowo. Analisis menggunakan Chi Square dengan tujuan untuk mengetahui keeratan hubungan pengetahuan petani dengan adopsi sistem tanam legowo. Secara sistematis kerangka konseptual dapat dilihat pada gambar di bawah ini.
31
BAB III METODOLOGI PENELITIAN 3.1.
Lokasi dan Waktu Penelitian Penentuan lokasi
penelitian dilakukan
dengan
secara
sengaja
(purposive) di BPP Cisauk Tangerang. Alasan pemilihan lokasi adalah petani Cisauk memiliki fasilitas informasi mengenai dunia pertanian karena berdekatan dengan BPP Cisauk, dan ketersediaan data yang dibutuhkan. Penelitian akan dilakukan selama 1 bulan, mulai bulan Juli 2010. 3.2.
Jenis dan Sumber Data Jenis data yang digunakan dalam penelitian ini adalah data primer dan
data sekunder. Adapun data primer adalah data yang diambil dari hasil wawancara dengan responden yang menggunakan daftar pertanyaan berupa kuesioner. Data primer merupakan sumber data penelitian yang diperoleh secara langsung dari sumber asli atau tidak melalui perantara. Sedangkan data sekunder di dapat dari tulisan-tulisan dan literatur yang terkait dengan penelitian ini, berasal dari internet, majalah, dan surat kabar. 3.3.
Teknik Pengumpulan Data Penulis mengumpulkan data dan keterangan melalui beberapa cara
yaitu : 1. Wawancara adalah proses tanya jawab dalam penelitian yang berlangsung secara langsung antara dua orang atau lebih bertatap muka mendengarkan secara langsung informasi yang diberikan.
2. Kuesioner, yaitu mengajukan pertanyaan-pertanyaan yang telah disusun kepada petani-petani yang tergabung dalam kelompok tani yang menjadi responden. 3.4.
Teknik Penarikan Sampel Teknik penarikan sampel yang dilakukan adalah sensus. Menurut Nana
& Rony (2005;59) sensus ialah cara pengumpulan data jika seluruh elemen populasi diselidiki satu persatu. Sensus merupakan cara pengumpulan data yang menyeluruh. Data yang diperoleh sebagai hasil pengolahan sensus disebut data sebenarnya (true value) atau sering disebut parameter, yakni dengan menjadikan seluruh anggota kelompok tani yang mendapat penyuluhan tentang sistem tanam legowo dan juga termasuk dalam binaan BPP Cisauk sebagai responden. Responden berjumlah 50 orang yang merupakan anggota dari 5 kelompok tani BPP Cisauk. 3.5.
Analisis Data
3.5.1. Analisis Kualitatif Analisis kualitatif digunakan untuk mengetahui informasi mengenai bagaimana isi materi penyuluhan yang berkaitan dengan budidaya padi sistem tanam legowo, bagaiman pengetahuan petani padi mengenai sistem tanam legowo di Kecamatan Cisauk serta bagaimana tingkat adopsi sistem tanam legowo di Kecamatan Cisauk.
34
3.5.2. Analisis Kuantitatif Analisis kuantitatif mencakup pembahasan hubungan pengetahuan dengan adopsi sistem tanam legowo petani padi. Untuk melihat pengetahuan petani berhubungan atau tidak berhubungan nyata dilakukan pengolahan data secara kuantitatif dengan menggunakan analisa statistik nonparametris yakni dengan cara uji Statistik Koefisien Kontingansi. Menurut Sugiyono (2009:239) bahwa Koefisien Kontingansi digunakan untuk menghitung hubungan antar variabel bila datanya berbentuk nominal. Teknik ini mempunyai kaitan erat dengan Chi Square yang digunakan untuk menguji hipotesis komparatif K sampel independen. Sedangkan menurut Harun Al Rasyid (2005) dalam Ating & Sambas (2006:207) bahwa tabel kontingensi merupakan tabel yang menggambarkan hubungan bersyarat antara dua variabel atau lebih dua variabel. Oleh karena itu, rumus yang digunakan mengandung nilai Chi Square, rumus itu adalah sebagai berikut :
∁=
𝑥2 𝑁 + 𝑥2
Harga Chi Square dicari dengan rumus : r
k
𝑖=1
j=1
𝑥2 =
(f0 − fh )² fh
Dimana : 𝑥 2 = Chi Square. f0 = Frekuensi yang diobservasi. fh = Frekuensi yang diharapkan.
35
Sebelum dimasukkan ke dalam perhitungan menggunakan Chi Square, masing-masing pertanyaan diberikan bobot seperti yang tertera di bawah ini : Tabel 1. Skor Untuk Mengukur Pengetahuan Petani No. 1. 2. 3. 4. 5. 6. 7. 8. 9. 10. 11.
Pertanyaan Cara tanam legowo merupakan cara tanam padi sawah yang memiliki beberapa barisan tanam yang diselingi oleh beberapa baris kosong. Bibit padi bagusnya dipindahkan dari persemaian berusia diatas 21 hari. Pemupukan padi lebih baik menggunakan cara sebar agar pupuknya merata. Pemupukan padi lebih baik menggunakan cara sebar agar pupuknya merata. Pemupukan dasar tanaman padi lebih baik menggunakan pupuk NPK (Pupuk Kujang). Memberantas tikus dapat dilakukan dengan cara menggunakan klerat, pengasapan dan pembersihan rumputrumput di sekitar lubang tikus. Penyiangan tanaman padi sebaiknya dilakukan sebanyak 4 kali selama musim tanam. Penyiangan pertama sebaiknya dilakukan pada saat tanaman padi berusia 23 hari setelah tanam. Tanaman padi mulai diganggu hama tikus pada usia 20 hari setelah tanam. Pemupukan pertama sebaiknya dilakukan pada saat tanaman padi berusia 25 hari setelah tanam. Pemupukan kedua sebaiknya dilakukan pada saat tanaman padi berusia 43 hari setelah tanam.
Bobot 10 14 13 11 11 6 8 14 5 13 5
Sumber : Data Hasil Olahan Penelitian
36
Tabel 2. Skor Untuk Mengukur Adopsi Inovasi Petani No. 1. 2. 3. 4. 5. 6. 7. 8. 9.
Pertanyaan Sewaktu anda menanam padi disawah, Apakah anda membuat beberapa baris tanam yang diselingi oleh satu baris kosong di sawah. Ketika anda menanam padi, apakah anda menggunakan tali plastik sebagai alat garis tanam. Ketika menanam padi, apakah anda menggunakan 1sampai 3 bibit padi per lubang tanam. Sewaktu menanam padi, berapa usia bibit yang anda gunakan. apakah lahan sawah diberi pupuk kandang. kapan anda melakukan penyiangan pertama pada tanaman padi anda……hari setelah tanam. kapan pemupukan pertama diberikan pada tanaman padi anda………hari setelah tanam. Ketika anda melakukan penyiangan kedua, berapa usia tanaman padi anda……..hari setelah tanam. kapan anda melakukan pupuk susulan kedua pada tanaman padi anda……hari setelah tanam.
Bobot 8 7 11 4 8 12 5 10 7
Sumber : Data Hasil Olahan Penelitian
Pertanyaan mengenai pengetahuan dan adopsi inovasi peneliti mengambil rujukan dari BP2TP mengenai metode legowo, kemudian masingmasing pertanyaan diberikan bobot seperti berikut ini : (0) kurang penting, (1) sama penting, (2) lebih penting, nilai tersebut dibandingkan pada masingmasing butir pertanyaan baik pengetahuan maupun adopsi dengan melakukan uji silang untuk pengetahuan maupun adopsi inovasi yang terdapat dalam kuesioner peneliti. Dengan tujuan untuk melihat skor total untuk masingmasing pertanyaan. Adapun pembobotan tersebut ditentukan oleh pihak penyuluh yang peneliti anggap lebih memahami mengenai materi metode tanam legowo untuk dibuat pengukuran pengetahuan maupun adopsi inovasi.
37
3.6.
Uji Validitas dan Realibilitas Untuk mendapatkan skala pengukuran atau instrumen penelitian yang
baik, skala pengukuran harus memiliki validitas dan realibilitas instrumen yang telah diuji sebelumnya. Menurut Alias Baba dalam Iskandar (2009;94) validitas adalah sejauh mana instrumen penelitian mengukur dengan tepat konstruk variabel yang teliti. Uji validitas yang digunakan dalam penelitian menggunakan nilai practical significane. Menurut Hairs et al dalam Iskandar (2009;95) nilai validitas diatas .30 adalah nilai yang dapat diterima dalam analisis faktor. Menurut Sugiyono (2009:126) bila korelasi faktor tersebut positif dan besarnya 0,3 ke atas maka faktor tersebut merupakan construct yang kuat, dan bila harga dibawah 0,30 maka dapat disimpulkan bahwa butir instrumen tersebut tidak valid, sehingga harus diperbaiki atau dibuang. Rumus yang digunakan untuk uji validitas kuesioner adalah Korelasi Product Moment yang berguna untuk menentukan seberapa kuat hubungan suatu variabel dengan variabel lain (Mauludi, 2006;194) yaitu : r=
nΣXY − ΣxΣy √(nΣ
X2
− Σ X 2 )(nΣ y2 − (Σ y)²
Keterangan : N = jumlah responden Y = Skor total pertanyaan X = Skor masing-masing pertanyaan
38
Menurut Sudarmanto (2008;89) reliabilitas instrument menggambarkan pada kemantapan alat ukur yang digunakan. Suatu alat ukur dikatakan memiliki reliabilitas yang tinggi atau dapat dipercaya, apabila alat ukur tersebut stabil, konsisten dan cermat, sehingga dapat diandalkan. Dalam penelitian ini pengujian reliabilitas instrument menggunakan rumus KR 20 (Kuder Richardson) dalam Sugiyono (2009:359), yaitu : K
r₁ = ( K−1)
St2− P q i i St2
Dimana : K
= jumlah item dalam instrumen.
𝑃𝑖
= proporsi banyaknya subyek yang menjawab pada item 1.
𝑞𝑖
= 1 - 𝑃𝑖 .
St 2
= varians total.
Dalam hal ini relialibilitas menggunakan tabel yang digunakan oleh Guilford Emperical Rules dalam Somantri (2006:214) sebagai berikut : Tabel 3. Guilford Empirical Rules Besar 𝑟𝑥𝑦 0,00 - < 0,20
Intepretasi Hubungan sangat lemah (diabaikan, dianggap tidak ada)
≥ 0,20 - < 0,40
Hubungan rendah
≥ 0,40 - < 0,70
Hubungan sedang/cukup
≥ 0,70 - < 0,90
Hubungan kuat/tinggi
≥ 0,90 - < 1,00
Hubungan sangat kuat/tinggi
Sumber : JP. Guilford, Fundamental Statistic in Psychology and Education
39
3.7.
Definisi Operasional Batasan-batasan yang digunakan dalam penelitian ini dijelaskan sebagai
berikut : 1. Pengetahuan petani (X) adalah bertambahnya pengetahuan mengenai budidaya padi diantaranya tentang hama penyakit, persemaian, cara tanam, pemupukan dasar, penyiangan, pengamatan dan panen. 2. Adopsi inovasi (Y) adalah perilaku petani dalam melakukan inovasi mengenai budidaya padi mencakup : hama penyakit, persemaian, cara tanam, pemupukan dasar, penyiangan, pengamatan dan panen. 3. Sikap petani adalah tindakan yang ditunjukkan petani meliputi menolak ataupun menerima penyuluhan mengenai sistem legowo budidaya padi meliputi hama penyakit, persemaian, cara tanam, pemupukan dasar, penyiangan, pengamatan dan panen. 4. Pendidikan petani adalah pendidikan formal yang diikuti oleh petani berdasarkan satuan tahun. 5. Umur petani adalah usia hidup petani sejak dilahirkan sampai dengan penelitian ini dilaksanakan dalam satuan tahun. 6. Pengalaman petani adalah kisah yang telah dialami sampai menginjak usia penelitian dilaksanakan, dalam satuan waktu lamanya petani melakukan kegiatan usaha tani dalam satuan tahun. 7. Status lahan adalah suatu hak kepemilikan yang dimiliki oleh petani dalam menggarap suatu lahan pertanian.
40
BAB IV DESKRIPSI DAERAH PENELITIAN DAN PROFIL BALAI PENYULUHAN PERTANIAN 4.1.
Deskripsi Daerah Penelitian
4.1.1. Letak dan Luas Geografis Kecamatan Cisauk merupakan suatu daerah yang terletak di Kabupaten Tangerang. Kecamatan Cisauk memiliki 5 Desa - 1 Kelurahan yaitu Kelurahan Cisauk, Desa Dangdang, Desa Suradita, Desa Sampora, Desa Cibogo, Desa Mekarwangi.
Secara administratif mempunyai batas-batas wilayah sebagai
berikut :
Sebelah Utara berbatasan dengan Kecamatan Pagedangan.
Sebelah Selatan berbatasan dengan Kabupaten Bogor.
Sebelah Timur berbatasan dengan Kecamatan Serpong dan Kecamatan Setu.
Sebelah Barat berbatasan dengan Kecamatan Pagedangan.
4.1.2. Tata Guna Lahan Kecamatan Cisauk mempunyai luas lahan 2831,098 Ha. Penggunaan lahan paling luas adalah untuk lahan industri, selain itu lahan juga digunakan untuk lahan sawah, lahan kering, perkebunan dan untuk daerah ekonomi. Berikut penjelasannya pada tabel di bawah ini :
Tabel 4. Data Potensi Kecamatan Tahun 2010 No 1 2 3 4 5
Jenis Penggunaan Lahan Lahan Sawah Lahan Kering Perkebunan Luas daerah industri Luas daerah ekonomi Total
Luas Areal (Ha) Persentase (%) 223 0,47 615 1,31 555 1,19 34.494 73,96 10.750 23,05 46.635 100
Sumber : Laporan Bulanan Umum Kecamatan Cisauk (Mei 2010:13)
Dari Tabel 4 dapat diketahui penggunaan lahan lebih banyak digunakan untuk lahan industri sebesar 34.494 hektar (73,96%). 4.1.3. Keadaan Penduduk Jumlah penduduk Kecamatan Cisauk 2010 adalah terdiri dari 58.046 jiwa yang terdiri dari laki-laki berjumlah 31.284 jiwa dan perempuan berjumlah 26.762 jiwa, dengan jumlah kepala keluarga sebanyak 11.500 kk. Berikut ini dijelaskan pada Tabel 5 dimana jumlah penduduk dibagi berdasarkan klasifikasi kelompok umur. Tabel 5. Penyebaran Penduduk Menurut Umur di Kecamatan Cisauk Tahun 2010 Umur (tahun) 0-4 4-9 10-14 15-19 20-24 25-39 40-59 60 keatas Total
Jumlah (jiwa) 7.627 4.920 5.733 4.441 4.552 13.048 15.322 2.330 57.973
Sumber : Laporan Bulanan Umum Kecamatan Cisauk (Mei 2010:2)
42
Tabel 6. Distribusi Penduduk Menurut Lapangan Kerja No. 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 13
Mata Pencaharian Petani Buruh petani Pedagang PNS Petani Penggarap/penyekap Buruh industri Pertukangan ABRI Pensiunan PNS Purnawirawan ABRI Perangkat Desa Pengangguran Pengangguran tak kentara Total
Jumlah 3.460 orang 1.472 orang 1.000 orang 1.900 orang 1.783orang 700 orang 735 orang 95 orang 1.700 orang 80 orang 90 orang 8.500 orang 70 orang 21.585 orang
Sumber : Laporan Bulanan Umum Kecamatan Cisauk (Mei 2010:3)
4.1.4. Sarana dan Prasarana Berikut dijelaskan sarana dan prasarana Kecamatan Cisauk dalam menunjang kegiatan masyarakat Kecamatan Cisauk. Tabel 7. Sarana dan Prasarana Kecamatan Cisauk Tahun 2010 No. 1 2 3 4 5
Sarana dan Prasarana Jumlah Koperasi serba usaha 5 Niaga 306 Pendidikan umum dan agama 63 Pendidikan non formal 6 Puskesmas 3 383 Total Sumber : Laporan Bulanan Umum Kecamatan Cisauk (2010:4-13) 4.2.
Sejarah BPP Cisauk Balai Penyuluhan Pertanian Cisauk berdiri sejak 1991 yang merupakan
pindahan dari Balai Penyuluhan Pertanian Pondok Jagung, karena peralihan penggunaan tanah oleh Pemda untuk didirikan suatu yayasan As-Shobirin.
43
Maka BPP Pondok Jagung dipindahkan ke daerah Cisauk yang sekarang bernama Balai Penyuluhan Pertanian Cisauk. Dan semenjak tahun 1991–2004 Balai Penyuluhan Pertanian Cisauk membawahi 3 Kecamatan diantaranya: 1. Kecamatan Cisauk. 2. Kecamatan Pagedangan. 3. Kecamatan Serpong. Tetapi semenjak tahun 2004-2009 adanya pemekaran Kecamatan diantaranya : 1. Kecamatan Cisauk menjadi 2 Kecamatan (Kecamatan Cisauk dan Kecamatan Setu). 2. Kecamatan Serpong menjadi 2 Kecamatan yaitu Kecamatan Serpong dan Serpong Utara. Kecamatan Pagedangan diambil BPP Caringin karena ada pemekaran wilayah Tangerang Selatan, maka cakupan wilayah Balai Penyuluhan Pertanian menjadi 1 Kecamatan yaitu Kecamatan Cisauk, tetapi karena hanya membawahi satu Kecamatan. Pihak Pemda menambahkan satu Kecamatan untuk ditangani oleh BPP Cisauk, hingga dari tahun 2009-sekarang pihak BPP Cisauk membawahi 2 Kecamatan diantaranya : 1. Kecamatan Cisauk. 2. Kecamatan Pagedangan. Adapun pada tahun 2010 ini program BPP Cisauk memiliki agenda kerja untuk penyuluh dan petani diantaranya :
44
-
Kegiatan penyuluhan (demonstrasi, demBul, demFarm, kunjungan lapang dan anjang sono).
-
Latihan petugas penyuluh untuk 1 bulan 2x yang dilaksanakan oleh Badan Dinas.
-
Mengadakan sekolah lapang budidaya padi pada kelompok tani.
-
Pengembangan program tanaman hias anggrek untuk 9 titik di 2 kecamatan. Dengan adanya program pelatihan tahun 2010 mengenai budidaya
sistem tanam legowo, maka kelompok tani yang mendapatkan pelatihan dibagi berdasarkan 2 Kecamatan yang berada dibawah BPP Cisauk, adapun perinciannya : 1. Untuk Kecamatan Cisauk mendapat bagian 5 kelompok tani untuk mengikuti SLPTT diantaranya 3 kelompok tani untuk padi sawah dan 2 kelompok tani mengikuti SLPTT padi gogo. 2. Untuk kecamatan Pagedangan mendapat bagian 14 kelompok tani untuk mengikuti SLPTT diantaranya 11 kelompok tani untuk padi sawah dan 3 kelompok tani untuk padi gogo. Dalam
promosi
ketahanan
pangan,
pemerintah
daerah
dapat
mengoptimalkan peran kelembagaan BPP (Balai Penyuluhan Pertanian) yang ada di daerah masing-masing. Hal tersebut sangat penting, karena dalam otonomi daerah, pemerintah daerah berkewajiban untuk memberdayakan masyarakat dan meningkatkan kemandirian masyarakat dalam mengakses pangan yang beragam, bergizi dan berimbang.
45
4.3.
Visi & Misi
Visi ” Swasembada pangan dan mempertahankan swadaya pangan”. Misi 1. Meningkatan kualitas program berbasis kinerja. 2. Meningkatkan pendayagunaan sarana dan prasarana pelatihan serta produktivitas agribisnis. 3. Meningkatkan hasil produksi pertanian. 4. Meningkatkan kompetensi tenaga kepelatihan dalam memberikan pelayanan konsultasi agribisnis yang prima. 5. Melaksanakan sistem informasi pemantauan, evaluasi dan pelaporan pelatihan dan melakukan pengendalian internal yang akurat dan kredibel. 6. Meningkatkan kualitas pengelolaan administrasi penatausahaan dan rumah tangga balai penyuluhan pertanian yang transparan dan akuntabel. Tugas pokok penyuluhan pertanian adalah 1. Menyebarkan informasi pertanian yang bermanfaat langsung maupun melalui berbagai metoda penyuluhan pertanian dengan menggunakan media cetak dan elektronik. 2. Meningkatkan
pengetahuan
dan
mengajarkan
keterampilan
berusahatani dan lain-lain dengan melaksanakan kursus tani, latihan, demonstrasi cara dan hasil serta magang.
46
3. Memberikan rekomendasi berusahatani dan lain-lain yang lebih menguntungkan melalui kegiatan kaji terap teknologi, demonstrasi hasil, petak pengalaman dan temu karya. 4. Mengikhtiarkan kemudahan-kemudahan sarana produksi dan usahatani yang lebih menguntungkan melalui kegiatan temu usaha, pameran dan mimbar saresehan. 5. Menumbuhkan swadaya/swadana dalam usaha perbaikan dengan melaksanakan temu usaha, koperasi dan kemitraan dengan pihak lain. Sedangkan fungsi Balai Penyuluhan Pertanian Cisauk sebagai berikut : 1. Sebagai penunjang penyelenggaraan penyuluhan pertanian dengan pengaturan, pengelolaan dan pemanfaatan merupakan tanggung jawab Pemerintah Kabupaten Tangerang. 2. Tempat kegiatan musyawarah penyelenggaraan penyuluhan lingkup pertanian serta unsur terkait lainnya. 3. Tempat pertemuan petani. 4. Tempat menyusun programa dan rencana kerja penyuluhan pertanian. 5. Sebagai tempat dilaksanakannya uji coba teknologi baru dan percontohan usaha tani yang lebih efisien dan menguntungkan. 6. Sebagai posko pelayanan kegiatan yang berhubungan dengan kegiatan pembangunan pertanian. 7. Merupakan unit pembibitan, kesehatan hewan dan laboratorium atas persetujuan pejabat yang berwenang dan pengelola unit kerja.
47
Untuk melaksanakan kegiatan penyuluhan secara terencana dan terarah sehingga dapat mencapai sasaran yang diharapkan, maka penyuluh pertanian harus berfungsi sebagai berikut : 1. Perencana kegiatan di lapangan untuk menunjang pembangunan pertanian secara luas. 2. Penyusun strategi dalam meningkatkan aktifitas kelompok tani dalam melaksanakan usahatani. 3. Pengambil keputusan untuk memecahkan masalah yang timbul. 4. Perundingan dengan perumus untuk berbagai aspek yang terlibat dalam kegiatan pembangunan pertanian.
4.4. Unsur-Unsur Administrasi Unsur-unsur yang ada dalam administrasi penyuluhan Pertanian merupakan fungsi-fungsi dari administrasi penyuluhan pertanian yang meliputi: 1. Personalia Personalia yang ada di BPP Cisauk ada sebelas orang yang mempunyai hubungan struktural dan fungsional, yaitu : a. 1 koordinator penyuluh pertanian BPP Cisauk. b. 1 penyuluh pertanian programa BPP Cisauk. c. 1 pelaksana teknis tanaman hias & buah-buahan. d. 1 pelaksana teknis Dispernak Kecamatan Cisauk. e. 1 pelaksana teknis Dispernak Kecamatan Pagedangan. f. 1 penyuluh pertanian .
48
g. 1 penyuluh pertanian WKPP Kecamatan Cisauk. h. 4 penyuluh pertanian WKPP Kecamatan Pagedangan. Tabel 8. Daftar Nama Pegawai BPP Cisauk Tahun 2010 No. 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11
Nama Maman KS. SP Sutrisno SP Haerul Saleh Ahmad Kosasih Sarmili H. Asiata. SP Ervita Fitriani N. SP Suraji Nur Dini L. SP Liswannurjaman. SST Henny Kusuman N. SP
NIP 195607131979121004 196004241987081001 195606131981031010 196901042007011014 195505041981031010 19620518200031002 -
Pangkat/Golongan Penata TK I III/d Penata TK I III/d Penata III c Pengatur Muda II/a Pengatur Muda II/a Pengatur II/c -
Sumber : Data Sekunder
49
4.5.
Struktur Organisasi Adapun struktur susunan organisasi BPP Cisauk dapat dilihat pada
gambar berikut : Koordinator BPP Maman, Ks. SP Subbagian Tata Usaha Sutrisno. SP
Pelnis (Pelaksana Teknis)
Pelnis Tanaman Hias
1. Ahmad Kosasih (Cisauk) 2. H. Asiata. SP (Pagedangan)
Sarmili
Kelompok Jabatan Fungsional Kecamatan Cisauk 1. Henny Kusumawati. N. SP.
Kecamatan Pagedangan 1. 2. 3. 4. 5.
Haerul Saleh Ervita Fitriani N. SP Suraji Nur Dini L. SP Liswannurjaman. SST
Gambar 2: Bagan Kepengurusan BPP Cisauk Sumber : Profil BPP Cisauk 2010
4.5.
Sarana & Prasarana BPP Cisauk Sarana dan prasarana yang terdapat di Balai Penyuluhan Pertanian
Cisauk, antara lain : 1) Aula : satu aula yang dilengkapi sound sistem dengan kapasitas masing 150-200 orang.
50
2) Musholla : satu ruang musholla dilengkapi dengan satu ruang untuk wudhu dan satu ruangan kamar mandi. 3) Rumah : dua unit rumah terdiri dari : 2 kamar tidur, 2 ruang tamu, 2 dapur dan 2 kamar mandi. 4) Wisma : 1 unit wisma dengan 2 kamar untuk menampung tamu, narasumber, dan penyuluh. 5) Kantor BPP : 1 unit kantor BPP yang terdiri 1 ruang ketua kordinator BPP, 1 ruang tamu serta ruang untuk petugas penyuluh lapangan. 6) Komputer : 1 unit komputer serta 1 buat printer. 7) Televisi : 1 unit televisi yang terletak di ruang tamu kantor BPP Cisauk.
51
BAB V HASIL DAN PEMBAHASAN Kecamatan Cisauk sebagai salah satu wilayah pertanian yang dimiliki oleh Kabupaten Tangerang dan mempunyai potensi yang cukup bagus dalam pengembangan pertanian. Kecamatan Cisauk memiliki sebuah lembaga BPP sebagai salah satu lembaga pemerintah yang salah satu tugasnya memberikan penyuluhan kepada petani yang telah terdaftar. Perkembangan penyuluhan pertanian di tempat penelitian memiliki banyak kendala dan hambatan, salah satu kendala yang dihadapi adalah beragamnya tingkat pengetahuan petani dan tingkat adopsi inovasi petani terhadap informasi yang diberikan untuk pengembangan usaha tani. Oleh karena itu peneliti tertarik untuk membahas mengenai keragaman karakteristik petani, tingkat pengetahuan petani, tingkat adopsi sistem legowo dan hubungan antara pengetahuan dengan adopsi sistem legowo. 5.1.
Karakteristik Petani Petani padi yang ada di wilayah Kecamatan Cisauk pada umumnya
berusaha tani hanya sebagai pekerjaan sampingan mereka. Adapun dalam hal kepemilikan lahan mayoritas dimiliki oleh pengembang perumahan dan mereka hanya sebagai petani penggarap pada lahan tersebut. Jumlah responden dalam penelitian ini sebanyak 50 orang yang berasal dari 5 kelompok tani yang mendapat bimbingan tanaman padi dengan menggunakan teknik tanam sistem legowo. Jenis kelamin petani seluruhnya berjenis kelamin pria. Karakteristik individu petani yang diteliti terdiri dari
umur petani, tingkat pendidikan petani, pengalaman petani, jumlah tanggungan keluarga tani, keikutsertaan kelompok tani, status kepemilikan lahan pertanian, luas lahan. 5.1.1. Umur Petani Pembagian golongan umur petani dibagi menjadi tiga interval umur, yaitu umur 28-47 tahun, 48-55 tahun, dan 56-71 tahun. Umur petani yang menjadi responden yang paling muda adalah petani yang berusia 28 tahun sedangkan yang paling tua adalah petani dengan usia 71 tahun. Kebanyakan petani responden berumur 56-71 tahun, yaitu sebanyak 21 orang (42%), dan umur ini termasuk umur yang sudah tidak produktif lagi. Dilain sisi, hanya sedikit petani dengan usia 28-47 tahun, yaitu sebanyak 14 orang (28%), yang termasuk ke dalam usia produktif. Tabel 9. Distribusi Petani Menurut Umur Umur Petani 28-47 tahun 48-56 tahun 57-71 tahun Total
Jumlah 14 orang 18 orang 18 orang 50 orang
Persentase (%) 28% 36% 36% 100%
Sumber : Data Hasil Olahan Penelitian
5.1.2. Tingkat Pendidikan Pendidikan petani dibagi menjadi tiga yaitu tidak sekolah, SD dan diatas SD. Tingkat pendidikan petani pada umumnya berada pada tingkatan SD sebanyak 32 orang (64%), dan yang tidak sekolah sebanyak 14 orang (28%). Berdasarkan nilai tersebut dapat dikatakan sebagian besar pendidikan petani
53
berpendidikan rendah. Kemudian petani yang tingkat pendidikannya tinggi diatas SD ada sebanyak 4 orang (4%). Berikut sebaran distribusi petani menurut tingkat pendidikan. Tabel 10. Distribusi Petani Menurut Tingkat Pendidikan Tingkat Pendidikan Petani Tidak sekolah
Jumlah 14 orang
Persentase (%) 28%
SD
32 orang
64%
Diatas SD
4 orang
8%
50 orang
100%
Total Sumber : Data Hasil Olahan Penelitian
5.1.3. Pengalaman Petani Pengalaman petani dibagi menjadi tiga interval yaitu pengalaman 2-6 tahun, 7-10 tahun, dan 11-30 tahun. Pengalaman petani sangatlah beragam mulai dari yang terendah sampai yang tertinggi 30 tahun. Berdasarkan tabel dibawah dijelaskan bahwa pembagian pengalaman petani tersebar hampir merata pada setiap petani, yang dibagi menjadi 3 interval. Berikut sebaran distribusi responden menurut pengalaman petani. Tabel 11. Distribusi Petani Menurut Pengalaman Pengalaman Petani 2-6 tahun
Jumlah 16 orang
Persentase (%) 32%
7-10 tahun
17 orang
34%
11-30 tahun
17 orang
34%
Total
50 orang
100%
Sumber : Data Hasil Olahan Penelitian
54
Hampir seluruh responden memperoleh pengalaman dalam berusaha tani dimulai dari lingkungan keluarga tani. Adapun dalam menjalankan usaha budidaya padi motif petani disebabkan karena tuntutan kehidupan, tidak ada pilihan pekerjaan lain selain bertani padi, dan menjadikan pekerjaan sampingan selain pekerjaan utama yang mereka tekuni dan mengisi waktu kosong mereka. 5.1.4. Tanggungan Keluarga Tani Tanggungan keluarga tani yang berdasarkan jumlah anggota keluarga petani dibagi menjadi tiga interval yang terdiri dari 3-4 orang, 5-6 orang dan 714 orang. Mayoritas petani di tempat penelitian memiliki tanggungan keluarga sebanyak 5-6 orang sebanyak 21 orang (42%). Berikut sebaran distribusi responden menurut jumlah tanggungan anggota keluarga tani. Tabel 12. Distribusi Petani Menurut Jumlah Tanggungan Keluarga Tanggungan keluarga Petani 3-4 orang
Jumlah 16 orang
Persentase (%) 32%
5-6 orang
21 orang
42%
7-14 orang
13 orang
26%
50 orang
100%
Total Sumber : Data Hasil Olahan Penelitian
5.1.5. Keikutsertaan Kelompok Tani Penyebaran kelompok tani yang mendapat bimbingan penyuluhan disebar menjadi 5 kelompok tani diantaranya kelompok tani Sejahtera 2, Tunas Mekar, Cileutik, Makmur Mandiri dan Cisauk Girang, petani yang tergabung dalam kelompok tani Sejahtera 2 sebanyak 12 orang, petani yang tergabung dalam kelompok tani Tunas Mekar sebanyak 9 orang, petani yang tergabung
55
dalam kelompok tani Cileutik sebanyak 8 orang, petani yang tergabung dalam kelompok tani Makmur Mandiri sebanyak 10 orang, petani yang tergabung dalam kelompok tani Cisauk Girang sebanyak 11 orang. Berdasarkan Tabel 13. distribusi petani menurut keikutsertaan mereka dalam kelompok tani dan menghadiri kegiatan penyuluhan yaitu kelompok tani Sejahtera 2 sangat aktif apabila diadakan kegiatan penyuluhan, keaktifan diukur dengan banyaknya peserta tani yang berjumlah 12 orang (24%) dan kelompok tani yang kurang aktif untuk kehadiran kegiatan penyuluhan adalah kelompok tani Cileutik hanya berjumlah 8 orang (16%). Berikut adalah tabel distribusi petani menurut keikutsertaan dalam keanggotaan kelompok tani. Tabel 13. Distribusi Petani Menurut Keanggotaan Kelompok Tani Kelompok tani
Jumlah
Persentase (%)
Sejahtera 2
12 orang
24%
Tunas Mekar
9 orang
18%
Cileutik
8 orang
16%
Makmur Mandiri
10 orang
20%
Cisauk Girang
11 orang
22%
Total
50 orang
100%
Sumber : Data Hasil Olahan Penelitian
5.1.6. Status Kepemilikan Lahan Status kepemilikan lahan petani dibagi menjadi dua bagian yang terdiri dari lahan garapan & lahan milik sendiri. Status lahan petani didominasi oleh lahan garapan yang dikelola oleh petani sebanyak 27 orang (54%), sedangkan
56
milik sendiri hanya sebanyak 23 orang (46%). Sebagian kecil petani memiliki lahan garapan dan milik sendiri sebanyak 4 orang. Berikut sebaran distribusi responden menurut status kepemilikan lahan petani. Tabel 14. Distribusi Status Kepemilikan Lahan Petani Status lahan Petani Garapan Milik sendiri Total
Jumlah 27 orang 23 orang 50 orang
Persentase (%) 54% 46% 100%
Sumber : Data Hasil Olahan Penelitian
Mayoritas lahan yang dimiliki oleh petani sudah beralih kepemilikan dan dikuasai oleh pengembang sektor perumahan, seperti yang telah diungkapkan oleh penulis diatas. Dengan status tersebut petani hanya bisa pasrah jika suatu saat lahan mereka diambil kembali oleh pemiliknya. Selama masa penggunaan lahan, petani tidak dibebani suatu kewajiban apapun terhadap pihak pemilik, sehingga petani memiliki keuntungan selama masa penggunaan lahan tersebut. 5.1.7. Luas Lahan Luas lahan petani dibagi menjadi tiga interval yaitu terdiri dari 0,080,35 Ha, 0,4-0,5 Ha, dan 0,6-2 Ha. Mayoritas lahan yang dikelola petani memiliki luas diantara 0,4-0,5 Ha yang dikelola petani sebanyak 19 orang (38%), sedangkan luas lahan petani yang dikelola diatas 0,6 Ha sebanyak 16 orang (32%), dan petani lainnya mengelola lahan petani dengan luasan lahan 0,08-0,35 Ha sebanyak 15 orang (30%). Berikut sebaran distribusi responden menurut luas lahan petani.
57
Tabel 15. Distribusi Petani Menurut Luas Lahan Luas lahan Petani
Jumlah
Persentase (%)
0,08 - 0,35 Ha
15 orang
30%
0,4 - 0,5 Ha
19 orang
38%
0,6 – 2 Ha
16 orang
32%
50 orang
100%
Total Sumber : Data Hasil Olahan Penelitian
5.2.
Pengetahuan Petani terhadap Sistem Legowo Untuk mengukur tingkat pengetahuan petani, peneliti menggunakan
kuesioner dengan mengambil rujukan dari penyuluh tentang materi penyuluhan yang telah diberikan kepada petani serta BP2TP (2009:10) mengenai sistem legowo yang terdapat pada komponen teknologi PTT (pengelolaan tanaman terpadu) yang terdiri dari varietas unggul, persemaian, bibit muda, sistem tanam legowo 4:1, pemupukan berimbang, penggunaan bahan organik, pengendalian hama penyakit, panen dan pasca panen. Hal tersebut digunakan untuk mengukur seberapa jauh penyerapan petani mengenai materi yang telah diberikan oleh penyuluh. Materi yang telah disampaikan penyuluh mengenai sistem legowo, dibuat menjadi 11 pertanyaan. Adapun pengetahuan petani dibagi menjadi tiga kriteria yang telah disesuaikan dengan bobot pertanyaan masing-masing yang dianjurkan oleh pihak penyuluh yaitu kriteria rendah, kriteria cukup dan kriteria tinggi. Setelah mendapatkan penyuluhan dari petugas lapangan, sebanyak 10 orang (20%) petani berada pada tingkat kriteria tinggi mengenai
58
sistem legowo, adapun pada kriteria tersebut petani dapat menjawab pertanyaan yang diajukan dan sesuai dengan pola PTT sistem legowo yang meliputi : pemahaman mengenai definisi dari tanam legowo, pemupukan dengan cara disebar agar pupuknya dapat merata ke tanaman, mengetahui hama pengganggu pada tanaman padi, pupuk urea merupakan pupuk yang mudah larut didalam air, memberantas tikus dengan cara menggunakan klerat dan pembersihan rumput sekitar tanaman, menggunakan pupuk NPK sebagai pupuk dasar pada tanaman padi, melakukan penyiangan pada tanaman padi sebanyak 2 kali selama musim tanam berlangsung, melakukan penyiangan pertama pada usia 14 hari setelah tanam, memberikan pupuk sebanyak 2 kali selama musim tanam berlangsung, memberikan pemupukan pertama pada usia 15 hari setelah tanam, melakukan pemupukan kedua pada usia 45 hari setelah tanam. Pada kriteria tinggi mayoritas petani 10 orang (20%) menjawab pertanyaan nomor 8 mengenai waktu penyiangan pertama yang dilakukan pada tanaman padi saat usia tanaman padi 15 HST dan 7 orang (14%) menjawab pertanyaan nomor 2 mengenai usia bibit yang baik dipindahkan dari persemaian pada saat 21 hari setelah semai, adapun pertanyaan tersebut memiliki bobot tinggi sebesar 14 yang diberikan oleh penyuluh. Sedangkan untuk bobot yang cukup tinggi diberikan oleh penyuluh mengenai sifat pupuk urea sebesar 13 dan pertanyaan nomor 3 tersebut hanya dijawab oleh minoritas petani yaitu 4 orang (8%), jika dilihat dari karakteristik petani pada kriteria tinggi, mayoritas petani berada pada usia 48-56 tahun dan memperoleh pendidikan pada tingkatan SD.
59
Untuk kriteria lainnya terbagi ke dalam kriteria rendah, pada tahapan rendah petani dapat menjawab mengenai legowo 0-3 pertanyaan diantaranya : pupuk diberikan dengan cara sebar agar pupuknya merata, pupuk urea merupakan pupuk yang mudah larut didalam air, menggunakan pupuk NPK sebagai pupuk dasar pada tanaman padi, memberantas tikus dengan cara menggunakan klerat dan pembersihan rumput sekitar tanaman, melakukan pemupukan sebanyak 2 kali selama musim tanam berlangsung, pemupukan pertama diberikan saat tanaman padi berusia 15 HST, mengetahui hama pengganggu pada tanaman padi, Pada kriteria rendah mayoritas petani 4 orang (8%)
menjawab pertanyaan nomor 2 mengenai usia bibit yang baik
dipindahkan dari persemaian pada saat 21 hari setelah semai dan sedikitnya 1 orang (2%) menjawab pertanyaan nomor 4 mengenai pemupukan yang baik dengan cara sebar, pertanyaan tersebut memiliki bobot tinggi yang diberikan oleh penyuluh sebesar 14 dan 11. Jika dilihat dari karakteristik petani pada kriteria rendah, mayoritas petani berada pada usia 48-56 tahun dan tidak menyelesaikan bangku sekolah SD. Sedangkan kriteria cukup petani dapat menjawab 4-6 pertanyaan mengenai sistem legowo yang diajukan oleh peneliti, diantaranya : pemahaman mengenai definisi dari tanam legowo, pemupukan dengan cara disebar agar pupuknya dapat merata ke tanaman, mengetahui hama pengganggu pada tanaman padi, pupuk urea merupakan pupuk yang mudah larut didalam air, memberantas tikus dengan cara menggunakan klerat dan pembersihan rumput sekitar tanaman, menggunakan pupuk NPK sebagai pupuk dasar pada tanaman
60
padi, melakukan penyiangan pada tanaman padi sebanyak 2 kali selama musim tanam berlangsung, melakukan penyiangan pertama pada usia 14 hari setelah tanam, memberikan pupuk sebanyak 2 kali selama musim tanam berlangsung, memberikan pemupukan pertama pada usia 15 hari setelah tanam, melakukan pemupukan kedua pada usia 45 hari setelah tanam. Pada kriteria cukup mayoritas petani 19 orang (38%) menjawab pertanyaan nomor 8 mengenai penyiangan pertama tanaman padi pada usia 14 HST, adapun pertanyaan tersebut memiliki bobot tinggi yang diberikan oleh penyuluh sebesar 14. Sedangkan pertanyaan nomor 11 mengenai pemupukan kedua dilakukan pada usia 45 HST sedikitnya dijawab oleh 15 orang (30%) petani, dan memiliki bobot rendah sebesar 5. Dengan melihat dari karakteristik petani pada kriteria cukup, mayoritas petani berada pada usia 57-71 tahun dan memperoleh pendidikan SD. Dilihat dari jawaban pertanyaan yang dijawab oleh petani mengenai sistem legowo ternyata petani dapat menyerap materi penting yang diberikan oleh penyuluh dengan melihat dari bobot
pertanyaan tersebut yang telah
diberikan oleh penyuluh mengenai legowo. Adapun penyebarannya dapat dilihat pada tabel dibawah.
61
Tabel 16. Distribusi Jawaban Responden Berdasarkan Pengetahuan Petani terhadap Sistem Legowo N o
Kriteria petani 1 2 3 Bobot 10 14 13 Pertanyaan Tinggi (orang) 8 7 4 1 Persentase 16 14 8 (%) % % % Cukup 17 17 16 (orang) 2 Persentase 34 34 32 (%) % % % Rendah 0 4 2 (orang) 3 Persentase 8 4 (%) % % Sumber : Data Hasil Olahan Penelitian
Pengetahuan petani 4 5 6 7 8
9
10
11
11
11
6
8
14
5
13
5
10 20 %
8 16 %
8 16 %
7 14 %
10 20 %
6 12 %
8 16 %
6 12 %
18
21
19
19
19
22
16
15
36 %
42 %
38 %
38 %
38 %
44 %
32 %
30 %
1
2
2
0
0
4
1
0
2 %
4 %
4 %
-
-
8 %
2 %
-
Tabel 17. Distribusi Pengetahuan Petani Sistem Legowo Pengetahuan petani Rendah Cukup Tinggi Total
Bobot 0 - 36 37 - 73 74 – 110 110
Jumlah (orang) 6 34 10 50
Persentase (%) 12 % 68 % 20 % 100
Sumber : Data Hasil Olahan Penelitian
Tabel 18. Distribusi Pengetahuan Petani terhadap Karakteristik Petani Pengetahuan petani
Umur
Pendidikan
Rendah
48-56 Thn
SD
Cukup
57-71 Thn
SD
Tinggi
48-56 Thn
SD
Sumber : Data Hasil Olahan Penelitian
Mayoritas petani memiliki tingkat pengetahuan
sedang mengenai
sistem legowo yang disampaikan pihak penyuluh kepada petani. Dalam menerima suatu informasi baik bersifat inovasi maupun yang lain, erat
62
kaitannya
terhadap
pengetahuan
atas
hal-hal
tersebut,
sehingga
keputusan/tindakan yang diberikan merupakan atas pengetahuan petani. Menurut Roudhonah (2007:60) bahwa pengetahuan merupakan suatu penerimaan yang cermat dari isi stimuli seperti yang dimaksudkan oleh komunikator. 5.3.
Adopsi Sistem Legowo Pengukuran tingkat adopsi sistem legowo dilapangan, peneliti merujuk
kepada anjuran penyuluh yang telah diberikan kepada petani serta pola PTT yang diberikan oleh BP2TP (2009:10), diantaranya : penerapan baris sistem legowo 4x1 , penggunaan alat jarak tanam (tali plastik atau tali tambang), 2-3 bibit padi per lubang tanam, usia bibit yang digunakan 21 hari setelah semai, penyiangan dilakukan sebanyak 2 kali selama musim tanam berlangsung pada waktu 14 HST dan 42 HST, serta pemberian pemupukan sebanyak 2 kali pada waktu 15 HST dan 45 HST. Hal tersebut digunakan untuk mengukur seberapa jauh petani mengadopsi sistem legowo yang dianjurkan oleh penyuluh. Pada tahapan adopsi sistem legowo, petani diharapkan dapat mengadopsi 9 perlakuan mengenai sistem legowo. Penyebaran adopsi sistem legowo dibagi menjadi tiga kriteria yaitu kriteria rendah, kriteria cukup dan kriteria tinggi, adapun pembagian kriteria tersebut dengan melihat bobot yang diberikan penyuluh dari masing-masing pertanyaan yang diajukan oleh peneliti mengenai legowo.
63
Adapun dari pembagian kriteria tersebut, mayoritas petani mengadopsi sistem legowo pada kriteria cukup sebesar 27 orang (54%), hal tersebut menunjukkan bahwa adopsi sistem legowo yang diberikan oleh penyuluh yang mencakup pola PTT terdiri dari 9 perlakuan hanya 3-6 perlakuan yang diterapkan petani, adapun beberapa hal yang diadopsi oleh petani yaitu : melakukan pola tanam legowo dengan membuat satu baris kosong diantara beberapa barisan tanam, menggunakan tali plastik sebagai alat garis tanam, menggunakan 1 sampai 3 bibit padi perlubang tanam, menggunakan usia bibit 21 hari setelah semai, penggunaan alat jarak tanam (tali plastik atau tali tambang), penyiangan dilakukan sebanyak 2 kali selama musim tanam berlangsung pada waktu 14 HST dan 42 HST, serta pemberian pemupukan sebanyak 2 kali pada waktu 15 HST dan 45 HST. Mayoritas petani pada kriteria cukup yaitu 20 orang (40%) mengadopsi nomor 6 mengenai pola pemupukan pertama pada tanaman padi saat berumur 7 hari setelah tanam, adapun bobot perlakuan tersebut memiliki bobot tinggi yang diberikan oleh penyuluh terhadap penerapan sistem legowo sebesar 12 dan pertanyaan adopsi nomor 1 hanya dijawab 4 orang (8%) petani yang menerapkan pola tanam legowo dengan membuat satu baris kosong diantara beberapa barisan tanam, yang memiliki bobot rendah sebesar 8. Karakteristik petani pada kriteria cukup, mayoritas petani berada pada usia 48-56 tahun dan memperoleh pendidikan SD. Sedangkan petani lainnya berada pada tingkat adopsi rendah 15 orang (30%), pada tahapan ini petani hanya menerapkan 0-4 perlakuan sistem legowo
64
yang dianjurkan penyuluh, terdapat sebagian petani menerapkan 3-4 perlakuan tetapi memiliki nilai yang rendah dalam hal penganjuran dari penyuluh sehingga termasuk ke dalam kategori pengadopsi kriteria rendah, adapun yang diadopsi oleh petani dalam kriteria rendah yaitu : menggunakan tali plastik sebagai alat garis tanam, menggunakan 1 sampai 3 bibit padi perlubang tanam, menggunakan usia bibit 21 hari setelah semai, penyiangan dilakukan sebanyak 2 kali selama musim tanam berlangsung pada waktu 14 HST dan 42 HST, serta pemberian pemupukan sebanyak 2 kali pada waktu 15 HST dan 45 HST. Mayoritas petani pada kriteria rendah sebesar 10 orang (20%) mengadopsi nomor 3 dalam menerapkan penggunaan bibit padi 1-3 perlubang tanam, adapun bobot perlakuan tersebut memiliki nilai tinggi yang diberikan oleh penyuluh mengenai penerapan sistem legowo sebesar 11, dan sedikitnya 2 orang (4%) petani yang menerapkan nomor 9 mengenai pupuk susulan kedua pada waktu 45 HST dan memiliki bobot 7, adapun pada karakteristik petani untuk kriteria rendah, mayoritas dari petani berada pada usia 57-71 tahun dan memperoleh pendidikan SD. Petani yang berada pada tingkat adopsi tinggi dalam penerapan sistem legowo ada sebanyak 8 orang (16%), dengan menerapkan sistem legowo sebanyak 7-9 perlakuan. Berikut perlakuan sistem legowo pada kriteria tersebut melakukan pola tanam legowo dengan membuat satu baris kosong diantara beberapa barisan tanam, menggunakan tali plastik sebagai alat garis tanam, menggunakan 1 sampai 3 bibit padi perlubang tanam, menggunakan usia bibit 21 hari setelah semai, penggunaan alat jarak tanam (tali plastik atau tali
65
tambang), penyiangan dilakukan sebanyak 2 kali selama musim tanam berlangsung pada waktu 14 HST dan 42 HST, serta pemberian pemupukan sebanyak 2 kali pada waktu 15 HST dan 45 HST. Mayoritas petani 8 orang (16%) pada kriteria tinggi menerapkan nomor 6 mengenai pemupukan pertama pada saat padi berumur 7 HST (hari setelah tanam), adapun bobot perlakuan tersebut memiliki nilai tinggi yang diberikan oleh penyuluh mengenai penerapan sistem legowo sebesar 12, dan sedikitnya 3 orang (6%) petani yang menerapkan nomor 5 mengenai pemberian pupuk kandang pada lahan sebelum tanam dan memiliki bobot sebesar 8. Sedangkan karakteristik petani untuk kriteria tinggi, mayoritas petani berada pada usia 2847 tahun dan memperoleh pendidikan SD. Dilihat dari kriteria diatas mayoritas petani menerapkan sistem legowo yang memiliki bobot yang tinggi untuk diterapkan petani, adapun penyebarannya dapat dilihat pada tabel dibawah. Tabel 19. Distribusi Petani Menurut Jawaban Adopsi Sistem Legowo N o
1
Kriteria petani Bobot Pertanyaan Tinggi (orang) Persentase (%) Cukup (orang)
2
Persentase (%) Rendah (orang)
3
Persentase (%)
Total
1
2
Adopsi sistem legowo petani 3 4 5 6 7
8
7
11
4
8
12
5
10
7
7 87 % 4 14 % 0
7 87 % 6 22 % 7 46 % 20
8 100 % 14 51 % 10 66 % 32
7 87 % 19 70 % 8 53 % 34
3 37 % 9 33 % 3 20 % 15
8 100 % 20 74 % 5 33 % 33
5 62 % 11 40 % 4 26 % 20
4 50 % 17 63 % 4 26 % 25
5 62 % 7 26 % 2 13 % 14
0 11
8
9
Sumber : Data Hasil Olahan Penelitian
66
Tabel 20. Distribusi Petani Menurut Adopsi Sistem Legowo Adopsi Inovasi Rendah Cukup Tinggi Total
Bobot 0 – 23 24 – 47 48 – 72 72
Jumlah (orang) 15 27 8 50
Persentase (%) 30% 54% 16% 100
Sumber : Data Hasil Olahan Penelitian
Berdasarkan Tabel 19. terlihat bahwa adopsi sistem legowo sebagian besar berada pada tingkatan cukup. Suatu adopters akan memiliki tingkat adopsi inovasi yang tinggi jika inovasi yang disampaikan efektif dalam memajukan usaha tani yang berkembang dan mudah untuk diterapkan. Selain itu inovasi yang disampaikan tidak terlampau jauh dengan kebiasaan petani yang sudah ada. Hal ini ditujukan supaya petani tidak kesulitan dalam memodifikasi antara kebiasaan yang sudah ada dengan inovasi yang diterima. Van den Ban dan Hawkins (1999;124) menyatakan bahwa dalam implementasi sering dilakukan modifikasi sesuai dengan keperluan petani pengadopsi. Petani sering kali
menambah informasi
setelah mengadopsi
inovasi
untuk
memperkuat keputusan yang telah diambil. Dalam Nasution (1990:17) menyatakan bahwa ada anggota masyarakat yang memang sejak lama telah menanti datangnya inovasi, ada anggota masyarakat yang melihat dulu kirikanannya dan setelah yakin benar akan keuntungan tertentu yang bakal diperoleh, baru mau menerima inovasi dimaksud, namun ada pula anggota masyarakat yang sampai akhir tetap tidak mau menerima suatu inovasi.
67
5.4.
Hubungan Pengetahuan Petani dengan Adopsi Sistem Legowo Berdasarkan Tabel 21 nilai distribusi petani terhadap hubungan tingkat
pengetahuan dengan adopsi sistem legowo yang diolah menggunakan SPPS 17.0 menghasilkan nilai Chi Square pada data olahan sebesar 2,590 dengan df sebesar 4 dan taraf signifikansi 0,629. Nilai tersebut menunjukkan bahwa tidak terdapat hubungan antara pengetahuan petani dengan adopsi sistem legowo dengan tingkat kepercayaan 0,629 atau 62,9%. Artinya jika terjadi pengetahuan petani dengan adopsi sistem legowo, maka sebanyak-banyaknya sebesar 63% akan menyimpang dari pernyataan diatas. Penjelasan diatas didukung dengan nilai tabel distribusi silang dibawah mengenai hubungan pengetahuan petani dengan adopsi sistem legowo yang menjelaskan jika pengetahuan petani mengenai sistem legowo meningkat pada kriteria cukup, maka berakibat pada adopsi sistem legowo yang berada pada kriteria sedang, hal ini ditunjukkan dari 19 petani yang menerapkan sistem legowo. Berikut tabulasi silang sebaran distribusi petani berdasarkan hubungan pengetahuan petani dengan adopsi sistem legowo. Tabel 21. Distribusi Petani Berdasarkan Pengetahuan Petani dengan Adopsi Sistem Legowo adopsi sistem legowo petani rendah pengetahuan petani
Cukup
Total
tinggi
rendah
1
4
1
6
cukup
11
19
4
34
tinggi
3 15
4 27
3 8
10 50
Total
Sumber : Data Primer (diolah) Chi Square = 2,590 Signifikansi = 0,629
68
Dengan meningkatnya pengetahuan yang dimiliki oleh petani tidak langsung membuat petani setempat dapat langsung untuk mengadopsi suatu inovasi. Menurut Adi (2001:37) untuk perubahan pada aspek pengetahuan hingga niat individu tersebut merupakan proses penyadaran terhadap kelompok sasaran dalam kerangka pembangunan sosial. Hal senada juga diungkapkan oleh Yates (2001) dengan menyatakan A third important factor in the diffusion process is the element of time. Time is often ignored in other behavioral research. Nevertheless, time is involved in three of the four theories that deal with the diffusion of innovations: 1) innovation-decision process theory, 2) the individual innovativeness theory, and 3) the rate of adoption theory. Hal tersebut didukung dari hasil penelitian yang dilakukan oleh Nusril, dkk (2007) bahwasannya dengan lebih meningkatnya umur, pendidikan, luas lahan, jarak rumah ke sawah, dan penyuluhan, memberikan kemungkinan mengadopsi teknologi legowo lebih meningkat. Tapi secara keseluruhan, hanya koefisien penyuluhan yang menunjukkan pengaruh yang signifikan terhadap putusan petani mengadopsi usahatani padi sawah sistem legowo. Rendahnya minat petani mengenai sistem tanam legowo dapat dilihat dari penerapan sistem legowo sendiri yang masih rendah dikalangan petani, khususnya untuk hal-hal yang memiliki bobot perlakuan tinggi yang dianjurkan oleh penyuluh. Hal tersebut dapat dijelaskan berdasarkan Tabel 19 diatas, bahwa sebanyak 34 orang petani menerapkan penggunaan bibit 1-3 per lubang tanaman dari 9 perlakuan yang dianjurkan oleh penyuluh untuk metode tanam sistem legowo, adapun bobot perlakuan tersebut diberi bobot 4. Sedangkan
69
untuk melakukan pola tanam legowo dengan membuat satu baris kosong diantara beberapa barisan tanam, hanya diterapkan oleh 11 orang petani dari 50 orang petani yang mendapatkan metode sistem legowo. Sedangkan bobot perlakuan tersebut memiliki bobot yang cukup tinggi yaitu 8. Cepat lambatnya proses adopsi sistem legowo di petani dapat mengacu dari pendapat Rogers (1983:15) bahwa terdapat lima karakteristik inovasi yaitu : keuntungan relatif, kesesuaian inovasi tersebut dengan tata nilai maupun pengalaman yang ada, kerumitan untuk mempelajari dan menggunakan inovasi tersebut, kesempatan untuk mencoba inovasi itu secara terbatas, dan cepatnya hasil inovasi itu dapat dilihat. Adapun adopsi sistem legowo jika dilihat dari karakteristik inovasinya memiliki beberapa permasalahan dan merupakan kendala bagi masyarakat untuk menerapkan sistem legowo di lahan mereka, diantaranya : memakan biaya awal yang relatif lebih mahal dibandingkan dengan sistem budidaya yang telah diterapkan selama ini, meluangkan waktu banyak dalam hal pengawasan untuk pengaturan jarak tanam dan penanaman benih serta memerlukan tenaga kerja yang lebih banyak. Hal-hal tersebut yang selama ini masih menjadi kendala petani untuk menerapkan sistem legowo, dan masih belum mendapatkan pemecahan dari persoalan diatas. Indikator-indikator tidak adanya hubungan antara pengetahuan dengan adopsi inovasi sering ditemukan dalam berbagai penelitian. Penelitian lain menunjukkan bahwa kecenderungan demikian terjadi karena setiap program penyuluhan lebih bersifat sosialisasi program disertai dengan berbagai bantuan. Partisipasi petani lebih bersifat instrumental untuk menyukseskan sebuah
70
program, tidak bersifat transformatif, yakni partisipasi sejak awal dalam menentukan tujuan, isi, dan metode. Hal ini menimbulkan ketergantungan petani terhadap bantuan untuk mengadopsi sebuah inovasi. Menurut Daniel, dkk (2006:82) bahwa setiap ada kegiatan penyuluhan atau penelitian di lapangan, petani selalu meminta bantuan, baik berupa saprodi maupun upah tenaga kerja, dan lebih jelek lagi mayoritas petani hanya mau melaksanakan pembaruan atau penerapan teknologi bila ada bantuan. Bila bantuan tidak lagi diberikan petani kembali pada teknologi semula, sekalipun disadari bahwa semua keuntungan adalah untuk mereka. Menurut Ashari (2010:15) bahwa dari hasil diskusi kegiatan monitoring dan evaluasi program WISMP, NTB-WRMP dan PISP pada 5-7 Desember 2010 Semarang bahwa petani meskipun menunjukkan hasil yang sangat nyata, ada beberapa petani yang hanya mau melaksanakan metode tersebut, hanya pada saat adanya pendampingan dana dari pemerintah, dengan alasan terlalu rumit dan terlalu banyak melibatkan tenaga kerja. Proses rendahnya adopsi inovasi di kalangan petani dapat dilihat dari beragamnya karakteristik petani setempat, oleh sebab itu peneliti ingin melihat hubungan karakteristik petani setempat dengan adopsi sistem legowo. Adapun peneliti melihat rujukan dari Rosyid (2008) bahwa terdapat hubungan antara keikutsertaan kelompok tani, kebiasaan mencari informasi, umur petani, tingkat pendidikan petani dan pengalaman petani dengan adopsi inovasi. Adapun penyebarannya dapat dilihat pada tabel dibawah ini.
71
Tabel 22. Distribusi Karakteristik Petani dengan Adopsi Sistem Legowo Adopsi inovasi
Umur
Pendidikan
Pengalaman
Status lahan
Rendah
57-71 Thn
SD
7-10 Thn
Garapan
Sedang
48-56 Thn
SD
2-6 Thn
Garapan
Tinggi
28-47 Thn
SD
7-10 Thn
Milik sendiri
Sumber : Data Hasil Olahan Penelitian
Berdasarkan Tabel 22 menyatakan bahwa petani yang mengadopsi sistem legowo kategori rendah, mereka memiliki tingkat pendidikan yang rendah, usia lebih tua dan lahan yang mereka olah merupakan lahan garapan. Sedangkan untuk kategori adopsi inovasi tingkat tinggi, mereka tergolong usia lebih muda dibandingkan petani lainnya yang mengadopsi sistem legowo dan memiliki lahan sendiri. Dengan melihat klasifikasi anggota masyarakat menurut Rogers (1971:22) yang terdapat pada halaman 20, jika dimasukkan kedalam penggolongan karakteristik petani yang mengadopsi sistem legowo yang sesuai dengan Tabel 22 menghasilkan bahwa petani yang mengadopsi sistem legowo kategori rendah termasuk kedalam kelompok lamban (laggard). Adapun kelompok laggard, menurut Soekartawi (2005:78) menyatakan mereka yang tergolong laggard adalah mereka yang pada umumnya tradisional sehingga enggan untuk melakukan adopsi inovasi. Masyarakat yang mempunyai corak demikian memang seringkali agak sulit untuk mengubah dirinya dengan hal-hal baru. Seringkali mereka yang tergolong sudah lanjut usia, status sosialnya rendah dan usahataninya hanya subsisten.
72
Sedangkan petani yang mengadopsi sistem legowo kategori tinggi termasuk kedalam klasifikasi golongan Early Adopter, mengacu pada Soekartawi (2005:75) dimana pada golongan ini biasanya mempunyai usahatani yang lebih luas, mempunyai resiko kapital dan bersedia menanggung resiko. Secara umum mereka menjadi orang yang pertama untuk mencoba ide baru dan sekaligus bersedia mempraktekkannya. Persoalan kelemahan adopsi sebuah inovasi dan surutnya sebuah inovasi ketika program sudah selesai merupakan permasalahan lama yang terus terulang. Scarborough et.al (1997:20) mengungkapkan bahwa kegiatan penyuluhan masih merupakan penyampaian program, dimana pelibatan petani dalam setiap tahap penyuluhan (tujuan, perencanaan, isi, metode, pelaksanaan dan evaluasi) masih sangat lemah. Dengan top-down planning tersebut, peluang pengembangan inspirasi dan aspirasi masyarakat sangat kecil, padahal mereka sebenarnya merupakan faktor kunci keberhasilan suatu proses pembangunan. Pola pengembangan pertanian dan penyuluhan sangat instruktif. Pelaksana di daerah harus melaksanakan dan tidak jarang memaksakan penerapan program yang datang dari pusat. Perencanaan dibuat berdasarkan data sekunder yang tersedia, laporan dari daerah serta program yang diusulkan oleh daerah. Usulan daerah tidak ada bedanya dengan program yang direncanakan aparat pusat, dibuat berdasarkan laporan lapang yang merupakan suatu keharusan. Laporan yang dibuat lebih mengutamakan gambaran keberhasilan dan peningkatan. Hal ini berkembang karena penilaian
73
keberhasilan kinerja aparat lebih cenderung berdasarkan laporan dan pertanggungjawaban
administrasi
keproyekan,
seolah
mengabaikan
perkembangan dan apa yang terjadi di lapang. Program yang diterapkan sering tidak sesuai dengan keinginan, kondisi, dan kemampuan masyarakat, sehingga masyarakat hanya menerima dan menjalankan karena semua input diberi secara gratis. Bila proyek selesai, perilaku dan penerapan teknologi kembali seperti apa yang pernah dilakukan. Karena itu, penyuluhan seharusnya bukan hanya sosialisasi program, tetapi seharusnya mengembangkan manusia agar memiliki hasrat untuk belajar dan hasrat mencari informasi sesuai kebutuhan yang mereka rasakan. Sasaran penyuluhan ialah manusia agar mereka memiliki motif berprestasi, memiliki hasrat untuk berubah, dan mencapai kehidupan yang lebih baik, mengacu pada Spencer dan Singe (1993:9-12), setiap program pembelajaran seharusnya bukan hanya penyampaian pengetahuan dan keterampilan, tetapi harus membentuk motif, konsep diri, sikap dan pembentukan nilai, dimana peserta didik memiliki hasrat untuk mencapai kehidupan yang lebih baik, sehingga peserta didik dengan sendirinya akan mencari informasi, baik yang bersumber dari lembaga pemeritah, lembaga swadaya masyarakat (LSM), dan berbagai sumber lainnya. Jika berangkat dari kebutuhan dan memiliki hasrat untuk mencari informasi yang diperlukan, maka petani dengan sendirinya akan berusaha untuk menerapkan inovasi yang mereka peroleh. Pengetahuan yang dimiliki dengan sendirinya akan mendorong penerapan sebuah inovasi.
74
BAB VI KESIMPULAN DAN SARAN 6.1. Kesimpulan Setelah melakukan analisis dan pembahasan pada penelitian ini maka dapat disimpulkan bahwa : 1. Mayoritas pengetahuan petani berada pada kriteria yang cukup dalam memahami sistem legowo. 2. Mayoritas adopsi petani berada pada kriteria yang cukup untuk penerapan sistem tanam legowo. 3. Tidak terdapat hubungan antara pengetahuan petani dengan adopsi sistem legowo. 4. Terdapat beberapa kendala petani dalam mengadopsi sistem legowo diantaranya : memakan biaya awal yang relatif lebih mahal dibandingkan dengan sistem budidaya yang telah diterapkan selama ini, meluangkan waktu banyak dalam hal pengawasan untuk pengaturan jarak tanam dan pemindahan bibit padi ke lapangan serta memerlukan tenaga kerja yang lebih banyak. 6.2. Saran 1. Kegiatan penyuluhan hendaknya disesuaikan dengan karakteristik petani setempat, dengan tujuan penyerapan materi penyuluhan yang baik. 2. Pengembangan masyarakat lebih berorientasi pada komunitas, di mana peserta didik berpartisipasi sejak awal tentang penentuan tujuan, isi,
orientasi kegiatan, teknik-teknik yang akan digunakan, dan mereka sendiri sebagai pelaku utama dalam sebuah kegiatan pengembangan.
\
76
DAFTAR PUSTAKA AAK. Budidaya Tanaman Padi. (Yogyakarta : Kanisius, 1990). Adi, Isbandi Rukminto. Pemberdayaan, Pengembangan Masyarakat dan Intervensi Komunitas (pengantar pada pemikiran dan pendekatan praktis). (Jakarta : 2001). Ahmadi, Abu. Ilmu Sosial Dasar. (Jakarta : Bina Aksara, 1988). Akimi, dkk. Pengaruh Berbagai Metode Penyuluhan Pertanian Terhadap Efektifitas Penyuluhan. (Jurnal). Magelang. STPP Magelang. 2006. Ashari, Hasim. Pertanian Organik Berbasis Kearifan Lokal. Sinar Tani. Jakarta, 29 Desember-4 Januari 2011. Hlm 15. Asyikin, Amir. Penyebarserapan Inovasi Teknologi ke dalam Sistem Sosial /Masyarakat.(Koran).warta pengelolaan litbang iptek, Vol. 10 No. 22.1999. 28 September 2010 pkl. 22.00 wib. Balai Pengkajian dan Pengembangan Teknologi Pertanian (BP2TP). Cara Tanam Jajar Legowo. (Bogor : 2009). http://www.pustakadeptan.go.id, 10 September 2010, pkl. 10.00 WIB. Nana, Danapriatna & Setiawan, Rony. Pengantar Statistika. (Yogyakarta : Graha Ilmu, 2005). Daniel, dkk. PRA (Participatory Rural Appraisal). (Jakarta : Bumi Aksara, 2006). Hanafi, Abdillah. Memasyarakatkan Ide-Ide Baru. (Surabaya : Usaha Nasional. 1981). Hoebel, Adamson. Everett. Cultural and Social Anthropology. (United States of America : McGraw-Hill, 1976). Hoebel. Anthropology. (United States of America : McGraw-Hill, 1966). Huffman, HS 1959. Role of education in decisionmaking. American Journal of Agricultural Economics 56(1): 56-97. 1 Oktober 2010. pkl. 21.00 wib. Irmayanti & Mikhael Dua. Etika Terapan Meneropong Masalah Kehidupan Manusia Dewasa Ini. (Jakarta : Yayasan Kota Kita, 2002). Iskandar. Metodologi Penelitian Pendidikan dan Sosial (Kuantitatif dan Kualitatif). (Jakarta : Gaung Persada Press, 2009).
Jahi, Amri. Komunikasi Massa Dan Pembangunan Pedesaan Di NegaraNegara Dunia Ketiga. (Jakarta : PT Gramedia Pustaka Utama, 1989). Kartasapoetra. Teknologi Penyuluhan Pertanian. (Jakarta : Bumi Aksara, 1987). Kecamatan Cisauk. Laporan Bulanan Umum Kecamatan Cisauk. (Tangerang : 2010). Lionberger F. Herbert. Adoption of New Ideas and Practices. (Iowa: The Iowa State University Press, Ames. 1964). Marzuki, Syamsiah. Dasar-Dasar Universitas Terbuka. 1999).
Penyuluhan
Pertanian.
(Jakarta:
Mardikanto, T. Penyuluhan Pembangunan Pertanian. (Surakarta : Sebelas Maret University Press, 1993). Mubyarto. Pengantar Ekonomi Pertanian. (Jakarta : Jaya pirusa, 1994). Mulyana, Deddy dan Jalaludin Rakhmat. Komunikasi Antar Budaya : Panduan Berkomunikasi dengan Orang-Orang Berbeda Budaya. (Bandung: PT. Remaja Rosdakarya. 2001). Nasution, Zulkarimein. Prinsip-Prinsip Komunikasi Untuk Penyuluhan. (Depok : Lembaga Penerbit Fakultas Ekonomi Indonesia, 1990). Noor, M. Padi Lahan Marginal. (Jakarta : Penebar Swadaya, 1996). Nusril, dkk. Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Adopsi Petani Pada Teknologi Budidaya Padi Sawah Sistem Legowo. [Jurnal-Jurnal Ilmu Pertanian]. Universitas Bengkulu. 2007. Padmowihardjo, Soedijanto. Evaluasi Penyuluhan Pertanian. (Jakarta : Universitas Terbuka, 1999). Rosyid, Abdul. Hubungan Karakteristik Individu Petani Dengan Adopsi Inovasi Petani Anggrek Dendrobium Di Wilayah Kebon Jeruk Jakarta Barat. [Skripsi]. Jakarta. Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta. Jurusan Agribisnis. 2008. Roudhonah. Ilmu Komunikasi. (Jakarta : UIN Jakarta Press, 2007). Rogers, Everett M. Diffusion Of Innovations. (New York : The Free Press, 1983). Samsudin, U. Dasar-dasar Penyuluhan dan Modernisasi Pertanian. (Bandung : Binacipta, 1987).
78
Sastraatmadja, Entang. Penyuluhan Pertanian. ( Bandung : Alumni,1986). Suhardiyono. Penyuluhan : Petunjuk Bagi Penyuluh Pertanian. ( Jakarta : Erlangga. 1992). Suharyanto. dkk. Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Adopsi Teknologi Tabela di Provinsi Bali. (Penelitian). (Bali : Balai Pengkajian Teknologi Pertanian Bali, 2001). Sugiyono. Statistika Untuk penelitian. (Bandung : C.V Alfabeta, 2009). Sugiyono. Metode Penelitian Kuantitatif Kualitatif dan R&D. (Bandung : C.V Alfabeta, 2009). Soetriono, dkk. Pengantar Ilmu Pertanian. (Jember : Bayumedia Publishing, 2003). Soekartawi. Prinsip Dasar Komunikasi Pertanian. ( Jakarta : UI-Pers, 2005). Somantri, Ating & Ali Muhidin, Sambas. Aplikasi Statistika dalam Penelitian. (Bandung : Pustaka Setia, 2006). Scarborough, Vanessa, et al. Farm-led Extension, Consept and Practices (Oklahoma: Overseas Development Institute, 1997), Spencer, Lyle M. dan Singe M. Spencer. Competency at Work (New York: John Wiley & Son, 1993). Syahyuti. 30 Konsep Penting dalam Pembangunan Pedesaan dan Pertanian. (Jakarta : PT. Bina Rena Pariwara, 2006). Taher. A. Teknologi Shaffer pada Padi Sawah. (Sumatera Barat : BPPTP,2000). Van den Ban, AW, dan Hawkins. Penyuluhan Pertanian : Terjemahan. (Yogyakarta : Kanisius, 1999). Wiriaatmadja, S. Pokok-Pokok Penyuluhan Pertanian. (Jakarta : Yasaguna, 1990). Yates, Bradford. Applying Diffusion Theory : Adoption Of Media Literacy Programs In School. Paper. Washington DC. USA. 2001. Yusup, Pawit. M. Ilmu Informasi, Komunikasi, dan Kepustakaan. (Jakarta : Bumi Aksara, 2009).
79
Lampiran 1 : Daftar Materi SLPTT Padi Sawah 2010 Daftar Materi SLPTT Padi Sawah 2010 No. HST
Materi
1
-21
Pengolahan tanah dan pembuatan persemaian
2
-14
Pemupukan Dasar Organik
3
-7
Pengamatan OPT di persemaian
4
0
Tanam sistem legowo
5
7
Pemupukan Dasar
6
14
Penyiangan I
7
21
Penggunaan BWD
8
28
Pemupukan susulan I
9
35
Pengairan berselang
10
42
Penyiangan II
11
49
Pengamatan OPT di pertanaman
12
95
Pengamatan panen
Keterangan Pengajar terdiri dari 1. Penyuluh PNS sebanyak 3 orang 2. Penyuluh THL sebanyak 6 orang 3. PELNIS sebanyak 2 orang
Keterangan
Lampiran 2 PENGARUH METODE PENYULUHAN TERHADAP ADOPSI SISTEM TANAM LEGOWO DI BPP CISAUK, KABUPATEN TANGERANG) A) Karakteristik Petani 1) Nama 2) Umur 3) Luas lahan 4) Status lahan 5) Nama Kelompok tani 6) Jumlah anggota keluarga 7) Pendidikan terakhir anda
: : : : (a) milik sendiri, (b) sewa, (c) bagi hasil, (d) garapan : : : (a) Tidak sekolah. (b) SD. (c) SMP. (d) SMA. (e) Perguruan Tinggi. (f) Lainnya…… 8) Sudah berapa tahun anda melakukan usaha tani ini ?.........tahun 9) apakah bapak pernah mengetahui tentang cara tanam legowo pada padi sawah? a) Ya b) Tidak 10) Jika ya, darimana bapak/ibu mendapat informasi tentang sistem tanam legowo? a) Penyuluh b) TV c) Petani d) Majalah e) lainnya……… B) Kegiatan Penyuluhan 1) Dalam sebulan terakhir ini, apakah Anda pernah ikut hadir dalam penyuluhan? (a) Pernah, (b) Tidak pernah 2) Jika pernah, berapa kali anda ikut penyuluhan dalam sebulan terakhir ini? (a) 1 kali. (c) Tiga kali (b) 2 kali. (d) Lainnya ……….. (sebutkan) C) Pengetahuan petani 1) Cara tanam legowo merupakan cara tanam padi sawah yang memiliki beberapa barisan tanam yang diselingi oleh beberapa baris kosong. B = benar S = salah 2) Bibit padi bagusnya dipindahkan dari persemaian berusia diatas 21 hari. B = benar S = salah 3) Pupuk urea merupakan pupuk yang susah larut didalam air. B = benar S = salah 4) Pemupukan padi lebih baik menggunakan cara sebar agar pupuknya merata. B = benar S = salah 5) Pemupukan dasar tanaman padi lebih baik menggunakan pupuk NPK (Pupuk Kujang) B = benar S = salah 6) Memberantas tikus dapat dilakukan dengan cara menggunakan klerat, pengasapan dan pembersihan rumput-rumput di sekitar lubang tikus. B = benar S = salah 7) Penyiangan tanaman padi sebaiknya dilakukan sebanyak 4 kali selama musim tanam. B = benar S = salah 8) Penyiangan pertama sebaiknya dilakukan pada saat tanaman padi berusia 23 hari setelah tanam. B = benar S = salah 9) Penyiangan kedua sebaiknya dilakukan saat tanaman padi berusia berusia 30 hari setelah tanam.
B = benar S = salah 10) Tanaman padi mulai diganggu hama tikus pada usia 20 hari setelah tanam. B = benar S = salah 11) Pemupukan pertama sebaiknya dilakukan pada saat tanaman padi berusia 25 hari setelah tanam. B = benar S = salah 12) Pemupukan kedua sebaiknya dilakukan pada saat tanaman padi berusia 43 hari setelah tanam. B = benar S = salah 13) Pengendalian wereng pada tanaman padi dapat dilakukan dengan cara disemprot dengan pestisida (applaud 10 WP). B = benar S = salah D) Adopsi Inovasi 1. Sewaktu anda menanam padi disawah, Apakah anda membuat beberapa baris tanam yang diselingi oleh satu baris kosong di sawah? Tidak Ya 2. Ketika anda menanam padi, apakah anda menggunakan tali plastik sebagai alat garis tanam? Tidak Ya 3. Ketika menanam padi, apakah anda menggunakan 1sampai 3 bibit padi per lubang tanam? Tidak Ya 4. Sewaktu menanam padi, berapa usia bibit yang anda gunakan……hari 5. Apakah anda melakukan pemupukan sebelum tanam untuk tanaman padi anda? Tidak (langsung no. 7) Ya 6. Jika ya, apakah anda memupuk dengan menggunakan urea? Tidak Ya 7. Sebelum ditanami padi, apakah lahan sawah diberi pupuk kandang? Tidak Ya 8. Ketika memupuk padi di sawah, Apakah anda menyebar pupuk tersebut? Tidak Ya (langsung no.10) 9. Jika tidak disebar, Apakah anda menggunakan cara membenamkan pupuk tersebut di sawah? Tidak Ya 10. Apakah anda melakukan penyiangan pertama pada tanaman padi anda? Tidak (langsung no. 12) Ya 11. Jika ya, kapan anda melakukan penyiangan pertama pada tanaman padi anda……hari setelah tanam 12. Apakah anda melakukan pupuk susulan pertama pada padi? Tidak (langsung no.14) Ya 13. Jika ya, kapan pemupukan pertama diberikan pada tanaman padi anda………hari setelah tanam 14. Apakah anda melakukan penyiangan kedua pada tanaman padi anda? Tidak (langsung no. 16) Ya 15. Ketika anda melakukan penyiangan kedua, berapa usia tanaman padi anda……..hari setelah tanam 16. Apakah anda melakukan pupuk susulan kedua pada padi? Tidak Ya 17. Jika ya, kapan anda melakukan pupuk susulan kedua pada tanaman padi anda……hari setelah tanam
Lampiran 3 TABEL UJI VALIDITAS VARIABEL INDEPENDEN (Metode Penyuluhan Sistem legowo) Responden
Nomor Kuesioner 1
2
3
4
5
6
7
8
9
1
1
1
0
1
1
1
1
0
0
2
0
1
0
0
1
0
1
1
0
3
1
0
0
0
0
1
1
1
1
4
1
0
1
1
0
1
1
0
1
5
0
0
0
1
1
0
0
1
1
6
1
1
1
1
1
1
1
1
0
7
0
0
0
0
1
0
1
1
0
8
0
1
1
0
1
1
1
1
0
9
1
1
1
0
0
1
0
1
1
10
0
1
0
0
1
0
1
1
0
11
1
1
0
1
1
1
1
0
0
12
1
1
1
1
1
1
1
1
0
13
0
1
1
0
1
1
1
1
0
14
1
1
1
0
0
1
0
1
1
15
0
1
1
0
1
1
1
1
1
16
1
1
1
1
1
1
1
1
0
17
0
0
0
0
0
0
0
0
1
18
1
1
1
1
1
1
1
1
1
19
1
1
0
0
1
1
1
1
0
20
1
1
1
0
1
1
1
1
0
Total
6 4 5 6 4 8 3 6 6 4 6 8 6 6 7 8 1 9 6 7
TABEL UJI VALIDITAS VARIABEL DEPENDEN (Pengetahuan Petani Sistem Legowo) Responden 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 13 14 15 16 17 18 19 20
1 1 1 0 1 0 1 0 1 1 0 1 1 1 1 1 1 0 1 1 1
2 0 1 0 1 0 1 1 1 1 0 1 1 1 1 1 1 0 1 1 1
3 1 0 1 1 1 1 1 0 0 0 0 1 0 1 1 0 0 0 0 0
4 1 0 1 1 0 1 1 0 1 1 1 1 1 1 1 1 0 1 1 1
5 1 0 1 1 0 1 0 0 1 0 1 0 1 1 1 0 1 0 1 0
Nomor Kuesioner 6 7 8 9 1 0 1 1 1 0 0 1 0 1 0 0 0 0 1 1 1 0 0 1 1 1 0 1 1 0 1 0 1 1 1 1 1 1 1 0 0 0 0 1 1 0 0 1 1 0 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 0 1 0 1 0 0 1 0 0 0 1 1 1 0 1 1 0 0 0 1 0 1 1
Total 10 11 12 1 1 0 0 1 0 1 0 1 0 1 1 0 0 0 1 0 1 1 1 1 1 1 0 0 0 0 1 0 0 1 1 0 1 1 1 1 0 1 0 1 0 1 1 0 0 0 0 0 0 0 0 1 1 1 0 0 0 1 0
13 1 1 1 1 1 1 1 0 1 1 1 0 1 1 0 1 1 1 1 0
9 6 7 10 4 11 9 8 8 4 9 10 11 11 9 6 3 9 7 7
TABEL UJI VALIDITAS VARIABEL DEPENDEN (Adopsi Sistem Legowo) Responden 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 13 14 15 16 17 18 19 20
1 0 1 0 1 0 0 1 0 0 0 0 0 1 0 0 0 0 0 0 1
2 0 0 0 1 1 0 1 0 0 1 0 0 0 1 1 0 0 1 0 1
3 0 1 0 1 1 0 1 0 0 1 0 0 1 0 0 0 0 0 0 1
Nomor Kuesioner 4 5 6 7 8 1 1 0 1 1 0 0 1 1 0 0 0 1 1 1 1 1 1 1 1 1 0 1 1 1 1 0 0 1 0 0 0 1 1 1 0 1 0 1 0 1 0 0 1 0 1 0 1 1 1 0 0 1 1 0 0 1 0 1 0 0 1 0 1 1 1 0 1 1 1 0 0 1 1 0 0 0 1 1 1 0 1 0 1 0 0 0 0 1 0 1 0 1 1 1 0 0 0 1 0
Total 9 1 1 0 1 1 0 0 1 0 1 1 1 1 0 0 1 0 1 0 0
10 11 0 0 0 0 0 1 0 0 1 1 0 0 1 0 1 1 0 0 1 1 1 0 0 0 1 1 1 1 0 0 0 0 0 0 0 1 0 0 0 0
5 5 4 9 9 2 7 5 2 9 4 3 8 7 3 4 2 4 4 4
Perhitungan Korelasi antara Pernyataan nomor satu dengan skor total (butir pertanyaan no.1) Responden 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 13 14 15 16 17 18 19 20 n = 20
X
Y 6 4 5 6 4 8 3 6 6 4 6 8 6 6 7 8 1 9 6 7 ΣY = 116
1 0 1 1 0 1 0 0 1 0 1 1 0 1 0 1 0 1 1 1
Σx = 12
X² 1 0 1 1 0 1 0 0 1 0 1 1 0 1 0 1 0 1 1 1
ΣX² = 12
Y² 36 16 25 36 16 64 9 36 36 16 36 64 36 36 49 64 1 81 36 49 ΣY² = 742
X : skor pertanyaan no.1 Y : Skor total Contoh perhitungan Butir pertanyaan No.1 (metode penyuluhan sistem legowo)
𝑟𝑥𝑦 =
=
=
=
= =
𝑁
𝑋𝑌 − ( 𝑋)( 𝑌)
𝑋 2 − ( 𝑋)2 }{𝑁
{𝑁
𝑌 2 − ( 𝑌)2 }
( 20 𝑥 81) − ( 12 𝑥 116) { 20 𝑥 12 – 12²
20 𝑥 742 – ( 1162 )}
( 1620) − (1392) { 240 – 144 14840 – (13456)} 228 96
1384
228 132864 228 364,5
= 0.62(𝑣𝑎𝑙𝑖𝑑)
XY 6 0 5 6 0 8 0 0 6 0 6 8 0 6 0 8 0 9 6 7 ΣXY = 81
HASIL UJI VALIDITAS VARIABEL INDEPENDEN
Variabel Metode penyuluhan sistem legowo
Item 1 2 3 4 5 6 7 8 9
r-hitung 0,62 0,62 0,71 0,47 0,44 1,01 0,44 0,28 -0,13
r-tabel
0,30
Status Valid Valid Valid Valid Valid Valid Valid Invalid Invalid
*Dari 9 butir pertanyaan variabel independen yaitu metode penyuluhan sistem legowo ada 2 butir pertanyaan yang tidak valid yaitu no.8 & 9
HASIL UJI VALIDITAS VARIABEL DEPENDEN
item no. 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 13
r-hitung 0,46 0,40 0,38 0,57 0,35 0,40 0,43 0,55 0,20 0,30 0,47 0,52 -0,02
r-tabel
0,30
Status Valid Valid Valid Valid Valid Valid Valid Valid Invalid Valid Valid Valid Invalid
*Dai 13 butir pertanyaan variabel dependen yaitu pengetahuan petani sistem legowo ada 2 butir pertanyaan yang tidak valid yaitu no.9 dan 13
HASIL UJI VALIDITAS VARIABEL DEPENDEN
item no. 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11
r-hitung 0,401 0,363 0,728 0,364 0,094 0,436 0 0,567 0,43 0,63 0,50
r-tabel
0,30
Status Valid Valid Valid Valid Invalid Valid Invalid Valid Valid Valid Valid
*Dai 11 butir pertanyaan variabel dependen yaitu adopsi inovasi sistem legowo ada 2 butir pertanyaan yang tidak valid yaitu no.5 & 7.
TABEL UJI RELIABILITAS (VARIABEL ADOPSI SISTEM LEGOWO) Nomor Kuesioner
TOTAL SKOR
Responden 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 13 14 15 16 17 18 19 20 A B
1 0 1 0 1 0 0 1 0 0 0 0 0 1 0 0 0 0 0 0 1 5 0.18
2 0 0 0 1 1 0 1 0 0 1 0 0 0 1 1 0 0 1 0 1 8 0.24
3 0 1 0 1 1 0 1 0 0 1 0 0 1 0 0 0 0 0 0 1 7 0.22
4 1 0 0 1 1 1 0 0 1 1 0 0 0 1 0 0 0 0 1 0 8 0.24
6 0 1 1 1 1 0 1 0 0 1 1 0 0 1 1 1 0 0 1 0 11 0.24
8 1 0 1 1 1 0 1 0 0 1 0 0 1 1 0 1 0 0 1 0 10 0.25
9 1 1 0 1 1 0 0 1 0 1 1 1 1 0 0 1 0 1 0 0 11 0.24
Keterangan: A : Jumlah data tiap Butir B : 𝑝𝑖 𝑞𝑖
= (𝑝𝑖 ) Proporsi subyek yang menjawab pada item i X 1-𝑝𝑖
10 0 0 0 0 1 0 1 1 0 1 1 0 1 1 0 0 0 0 0 0 7 0.22
11 0 0 1 0 1 0 0 1 0 1 0 0 1 1 0 0 0 1 0 0 7 0.22
TOTAL 3 4 3 7 8 1 6 3 1 8 3 1 6 6 2 3 0 3 3 3 74
9 16 9 49 64 1 36 9 1 64 9 1 36 36 4 9 0 9 9 9 380
Perhitungan Uji Reliabilitas (Variabel Adopsi Sistem Legowo) Deviasi Standar 742 380 − 20 𝑠𝑡2 = = 5,589 20 − 1 Rumus KR. 20 (Kuder Richardson) 𝑘 𝑘−1
𝑟𝑖 = =
9 9−1
𝑠𝑡2 − 𝛴𝑝𝑖 𝑞𝑖 𝑠𝑡2 5,589 − 2,05 5,589
= 0,712 (𝑟𝑒𝑙𝑖𝑎𝑏𝑒𝑙) Hasil Uji Reliabilitas Dari hasil perhitungan di atas terdapat hasil realibilitas sebagai berikut : Kuder Richardson 20
Keterangan
Metode Penyuluhan
0,73
Reliabel
Pengetahuan
0,71
Reliabel
Adopsi Inovasi
0,71
Reliabel
Variabel
Dalam hal ini relialibilitas menggunakan tabel yang digunakan oleh Guilford Emperical Rules dalam Somantri (2006:214) sebagai berikut : Besar 𝑟𝑥𝑦 Intepretasi 0,00 - < 0,20 Hubungan sangat lemah (diabaikan, dianggap tidak ada) ≥ 0,20 - < 0,40 Hubungan rendah ≥ 0,40 - < 0,70 Hubungan sedang/cukup ≥ 0,70 - < 0,90 Hubungan kuat/tinggi ≥ 0,90 - < 1,00 Hubungan sangat kuat/tinggi Sumber : JP. Guilford, Fundamental Statistic in Psychology and Education
Berdasarkan pengujian yang telah disajikan dalam tabel uji reliabilitas pada masing-masing variabel didapatkan hasil yaitu metode penyuluhan sebesar 0,73 yang termasuk ke dalam golongan realibilitas tinggi, pengetahuan petani 0,71 termasuk dalam realibilitas tinggi dan adopsi inovasi 0,71 termasuk ke dalam tingkat realibitas tinggi, sehingga kuesioner dapat dikatakan reliable.
Lampiran 4
Skor Harapan Pengetahuan Tentang Sistem Tanam Legowo No.
Pengetahuan
Skor
A. Pola Budidaya Sistem Legowo
1
Cara tanam legowo merupakan cara tanam padi sawah yang memiliki beberapa barisan tanam yang diselingi oleh beberapa baris kosong
20
2
Bibit padi dipindahkan dari persemaian pada saat usia 21 hari
13
3
Pupuk urea merupakan pupuk yang mudah larut didalam air
13
4
Pemupukan padi menggunakan cara sebar bertujuan untuk pupuk yang diberikan merata disawah
3
5
3
6
Pemupukan dasar tanaman padi menggunakan pupuk NPK (Pupuk Kujang) Memberantas tikus dapat dilakukan dengan cara klerat, pengasapan dan pembersihan rumput-rumput di sekitar lubang tikus
7
Penyiangan tanaman padi dilakukan sebanyak 2 kali selama musim tanam berlangsung
13
8
Penyiangan pertama dilakukan pada saat tanaman padi berusia 14 hari setelah tanam.
13
3
9
Tanaman padi diganggu hama tikus pada usia diatas 30 hari setelah tanam
13
10
Pemupukan pertama dilakukan saat tanaman padi berusia 15 hari setelah tanam.
13
11
Pemupukan kedua dilakukan saat tanaman padi berusia 45 hari setelah tanam
3
Total Skor Harapan
110
Lampiran 5 Skor Harapan Adopsi Sistem Legowo No. Tindakan A. Perencanaan & cara tanam 1 Menggunakan jarak tanam sistem legowo 2 Menggunakan tali plastik sebagai alat garis tanam 3 Menggunakan bibit pada usia 21 HST 4 Pemupukan dasar sebelum dilakukan persemaian dengan pupuk organik. 5 Pemupukan dasar sebelum dilakukan persemaian dengan pupuk urea. 6 Pemupukan pertama diberikan saat padi berumur 15 hari setelah tanam 7 Pemupukan kedua diberikan saat padi berumur 45 hari setelah tanam Melakukan penyiangan sebanyak 2 kali selama musim tanam berlangsung 8 Penyiangan pertama dilakukan 14 hari setelah tanam berlangsung 9 Penyiangan kedua dilakukan 42 hari setelah tanam berlangsung Total Skor Harapan
Skor 16 2
10 10 2 10 2 10 10 72
Lampiran 8