EVALUASI INPUT SISTEM SURVEILANS DIFTERI DI WILAYAH KERJA DINAS KESEHATAN KABUPATEN JOMBANG
SKRIPSI Diajukan Sebagai Salah Satu Syarat Untuk Memperoleh Gelar Sarjana Kesehatan Masyarakat
Oleh Yunar Tri Palupi NIM. 6411410057
JURUSAN ILMU KESEHATAN MASYARAKAT FAKULTAS ILMU KEOLAHRAGAAN UNIVERSITAS NEGERI SEMARANG 2015 i
Jurusan Ilmu Kesehatan Masyarakat Fakultas Ilmu Keolahragaan Universitas Negeri Semarang Desember 2014
ABSTRAK Yunar Tri Palupi Evaluasi Input Sistem Surveilans Difteri di Wilayah Kerja Dinas Kesehatan Kabupaten Jombang, VI + 283 halaman + 53 tabel + 5 gambar + 20 lampiran Penyakit difteri merupakan salah satu penyakit yang dapat dicegah dengan imunisasi (PD3I) dan satu kasus difteri merupakan KLB. Jumlah kasus difteri di Kabupaten Jombang mengalami peningkatan dalam beberapa tahun terakhir, salah satunya akibat adanya permasalahan pada input sistem surveilans difteri. Tujuan penelitian untuk mengetahui hasil evaluasi input sistem surveilans difteri di wilayah kerja Dinas Kesehatan Kabupaten Jombang. Jenis penelitian adalah kualitatif dengan rancangan studi evaluasi. Informan dalam penelitian ini terdiri dari 8 informan utama dan 11 informan triangulasi ditentukan dengan teknik purposive sampling. Instrumen penelitian ini adalah pedoman wawancara terstruktur, lembar observasi, dan dokumentasi. Analisis data dilakukan secara deskriptif dan disajikan dalam bentuk narasi. Hasil penelitian menunjukkan bahwa ketersediaan input man sudah sesuai dengan pedoman, namun jumlah input man yang terlatih belum sesuai dengan pedoman; input method yang belum sesuai dengan pedoman yaitu ketersediaan buku pedoman surveilans dan imunisasi difteri; sumber dana sudah sesuai dengan pedoman, namun alokasi dana khusus belum sesuai dengan pedoman; ketersediaan input material and machine sudah sesuai, namun jenis dari masing-masing material and machine yang tersedia ada yang tidak sesuai dengan pedoman; input market sudah sesuai dengan pedoman hanya saja belum maksimal. Simpulan dari hasil penelitian adalah komponen input surveilans difteri yang telah sesuai dengan pedoman yaitu market, sedangkan komponen input surveilans difteri yang belum sesuai dengan pedoman yaitu man, money, method, dan material and machine. Saran yang peneliti rekomendasikan untuk pihak puskesmas dan Dinas Kesehatan Kabupaten Jombang adalah meningkatkan keterampilan dan kompetensi input man, melengkapi input material, dan memperbaiki input method.
Kata Kunci : Evaluasi; Input; Sistem Surveilans; Difteri. Kepustakaan : 64 (2000-2014)
ii
Public Health Science Department Faculty of Sport Science Semarang State University December 2014 ABSTRACT Yunar Tri Palupi Evaluation of Input Diphtheria Surveillance System in Work Area Health Department of Jombang District, VI + 283 pages + 53 tables + 5 images + 20 attachments Diphtheria disease was one of the diseases that can be prevented by immunization (PD3I) and one case of diphtheria was the outbreak. The number of cases of diphtheria in Jombang District has increased in recent years, one of them due to problems on diphtheria surveillance system input. The purpose of the research to find out the results of the evaluation of diphtheria surveillance system input in the working area of Jombang District Health Department. This type of research was a qualitative evaluation of the study design. Informants in this study consists of 8 main informants and 11 informants triangulation determined by purposive sampling technique. Data collection techniques with structured interviews, observation, and documentation. The data were analyzed descriptively and presented in narrative form. The results showed that the availability of man's input was in compliance with the guidelines but the number of trained man input has not been in accordance with the guidelines; input method that was not in accordance with the guidelines that the availability of the manual surveillance and immunisation diphtheria; the source of the funds were in compliance with the guidelines but a special fund allocation has not been in accordance with the guidelines; the availability of input material and machine was appropriate but the type of each material and machine were available there is not in accordance with the guidelines; input market was in compliance with the guidelines just hasn't been fullest. The conclusion of this research was a component of the input component of surveillance diphtheria which were in accordance with the guidelines was the market, while the input surveillance diphtheria component that has not been in accordance with the guidelines, such as man, money, method, and material and machine. Suggestions researcher recommended for Public Health Centre and Jombang District Health Department were to increase the skills and competence of man inputs, complement material inputs, and improve the input method.
Keywords Literature
: Evaluation; Input; Surveillance System; Diphtheria. : 64 (2000-2014)
iii
iv
v
MOTTO DAN PERSEMBAHAN
MOTTO Sesungguhnya bersama kesulitan ada kemudahan. Maka apabila engkau telah selesai dari sesuatu urusan, tetaplah bekerja keras untuk urusan yang lain, dan hanya kepada Tuhanmulah engkau berharap (QS. Al-Insyirah:6-8). Be thankful for what you have. You’ll end up having more. If you concentrate on what you don’t have, you will never, ever have enough. (Oprah Winfrey). Dream big, work hard, stay focused and surround yourself with good people (Nn).
PERSEMBAHAN Tanpa mengurangi rasa syukur kepada Allah SWT, skripsi ini penulis persembahkan untuk: 1.
Ayahanda (Suparno) dan Ibunda (Eko Kusiyati).
2.
Kakak (Nosi Sulistyoningtyas) dan Adik (Bagas Nur Rachman).
3.
Almamaterku, Unnes.
vi
KATA PENGANTAR Puji syukur kehadirat Allah SWT atas segala rahmat, berkah, dan ridloNya, sehingga skripsi yang berjudul “Evaluasi Input Sistem Surveilans Difteri di Wilayah Kerja Dinas Kesehatan Kabupaten Jombang” dapat terselesaikan dengan baik. Skripsi ini disusun untuk memenuhi persyaratan memperoleh gelar Sarjana Kesehatan Masyarakat pada Fakultas Ilmu Keolahragaan, Universitas Negeri Semarang. Skripsi ini dapat diselesaikan dengan bantuan dan kerjasama dari berbagai pihak, dengan segala kerendahan hati dan rasa hormat, saya menyampaikan terima kasih kepada: 1.
Dekan Fakultas Ilmu Keolahragaan Universitas Negeri Semarang, Dr. H. Harry Pramono, M.Si., atas ijin penelitian yang telah diberikan.
2.
Ketua Jurusan Ilmu Kesehatan Masyarakat Fakultas Ilmu Keolahragaan Universitas Negeri Semarang, Dr. dr. Hj. Oktia Woro KH, M.Kes., atas persetujuan penelitian yang telah diberikan.
3.
Dosen Pembimbing, Dina Nur Anggraini Ningrum, S.KM, M.Kes., atas bimbingan, arahan, serta masukan dalam penyusunan skripsi ini.
4.
Bapak dan Ibu dosen Jurusan Ilmu Kesehatan Masyarakat atas bekal ilmu pengetahuan yang diberikan selama di bangku kuliah.
5.
Staf TU Jurusan Ilmu Kesehatan Masyarakat (Bapak Sungatno) dan seluruh staf TU FIK Unnes yang telah membantu dalam segala urusan administrasi dan surat perijinan penelitian.
vii
6.
Kepala Dinas Kesehatan Kabupaten Jombang, dr. Heri Wibowo, M.Kes. atas ijin yang diberikan untuk melaksanakan penelitian.
7.
Kepala Seksi Surveilans Epidemiologi dan Kesehatan Khusus, Indah Fajaryati, S.KM. atas ijin yang diberikan untuk melaksanakan penelitian.
8.
Staf Seksi Sarana dan Tenaga Kesehatan yang telah membantu dalam segala urusan administrasi dan surat perijinan penelitian.
9.
Kepala Puskesmas Megaluh, dr. Fitrijah atas ijin yang diberikan untuk melaksanakan penelitian.
10. Kepala Puskesmas Peterongan, dr. Helena Agestine M.S atas ijin yang diberikan untuk melaksanakan penelitian. 11. Kepala Puskesmas Tambakrejo, Christin Suprandari, S.Sos atas ijin yang diberikan untuk melaksanakan penelitian. 12. Staf TU puskesmas yang telah membantu dalam segala urusan administrasi dan surat perijinan penelitian. 13. Bapak (Suparno), Ibu (Eko Kusiyati), Kakak (Nosi Sulistyoningtyas), dan Adik (Bagas Nur Rachman) yang telah memberikan doa, dukungan, motivasi, dan bantuan yang telah diberikan selama penyusunan skripsi ini. 14. Bulik Rini, Bulik Tuning, Bulik Puji, Mbah Ti, Om Puji, Irda Oktari Ramadhani dan keluarga besar tercinta yang telah memberikan doa, dukungan, motivasi, dan bantuan yang telah diberikan selama penyusunan skripsi ini. 15. Mas Adi Yoga Permana yang telah memberikan doa, dukungan, motivasi, dan bantuan yang telah diberikan selama penyusunan skripsi ini.
viii
16. Sahabat-sahabat terbaikku (Elok, Virkan, Anin, Oki, Khristi) dan teman-teman kos Griya Bunda atas dukungan dan motivasi yang telah diberikan selama penyusunan skripsi ini. 17. Teman-teman Jurusan Ilmu Kesehatan Masyarakat angkatan 2010 atas bantuan dan motivasi dalam penyusunan skripsi ini. 18. Semua pihak yang telah membantu dalam penyusunan skripsi ini. Semoga amal baik dari semua pihak mendapatkan pahala yang berlipat ganda dari Allah SWT. Penulis menyadari bahwa skripsi ini masih jauh dari sempurna, sehingga masukan dan kritikan yang membangun sangat diharapkan guna penyempurnaan karya selanjutnya. Semoga skripsi ini bermanfaat bagi semua pihak yang berkepentingan.
Semarang, 31 Desember 2014
Penulis
ix
DAFTAR ISI Halaman HALAMAN JUDUL ......................................................................................... i ABSTRAK ......................................................................................................... ii ABSTRACT ........................................................................................................ iii HALAMAN PERNYATAAN ........................................................................... iv HALAMAN PENGESAHAN ........................................................................... v MOTTO DAN PERSEMBAHAN .................................................................... vi KATA PENGANTAR ....................................................................................... vii DAFTAR ISI ..................................................................................................... x DAFTAR TABEL ............................................................................................. xiv DAFTAR GAMBAR ......................................................................................... xix DAFTAR LAMPIRAN ..................................................................................... xx DAFTAR SINGKATAN ................................................................................... xxii BAB I PENDAHULUAN .................................................................................. 1 1.1. Latar Belakang Masalah ............................................................................ 1 1.2. Rumusan Masalah ...................................................................................... 6 1.2.1. Rumusan Masalah Umum ......................................................................... 6 1.2.2. Rumusan Masalah Khusus......................................................................... 7 1.3. Tujuan Penelitian ....................................................................................... 9 1.3.1. Tujuan Umum ............................................................................................ 9 1.3.2. Tujuan Khusus ........................................................................................... 9
x
1.4. Manfaat Hasil Penelitian............................................................................ 11 1.4.1. Bagi Kepala Sie Surveilans Epidemiologi dan Kesehatan Khusus Dinas Kesehatan Kabupaten Jombang ................................................................. 11 1.4.2. Bagi Kepala Puskesmas di Wilayah Kerja Dinas Kesehatan Kabupaten Jombang .................................................................................................... 11 1.4.3. Bagi Mahasiswa Jurusan Ilmu Kesehatan Masyarakat Universitas Negeri Semarang ................................................................................................... 11 1.4.4. Bagi Peneliti............................................................................................... 11 1.5. Keaslian Penelitian .................................................................................... 12 1.6. Ruang Lingkup Penelitian ......................................................................... 14 1.6.1. Ruang Lingkup Tempat ............................................................................. 14 1.6.2. Ruang Lingkup Waktu ............................................................................... 15 1.6.3. Ruang Lingkup Keilmuan.......................................................................... 15 BAB II TINJAUAN PUSTAKA....................................................................... 16 2.1. Landasan Teori .......................................................................................... 16 2.1.1. Evaluasi...................................................................................................... 16 2.1.2. Sistem Surveilans Epidemiologi ................................................................ 22 2.1.3. Difteri ........................................................................................................ 33 2.1.4. Sistem Surveilans Difteri .......................................................................... 34 2.2. Kerangka Teori .......................................................................................... 47 BAB III METODE PENELITIAN .................................................................. 48 3.1. Alur Pikir ................................................................................................... 48 3.2. Fokus Penelitian......................................................................................... 49
xi
3.3. Jenis dan Rancangan Penelitian ................................................................. 56 3.4. Sumber Informasi ...................................................................................... 56 3.4.1. Data Primer ................................................................................................ 56 3.4.2. Data Sekunder ............................................................................................ 60 3.5. Instrumen Penelitian dan Teknik Pengambilan Data................................. 61 3.6. Prosedur Penelitian .................................................................................... 64 3.7. Pemeriksaan Keabsahan Data .................................................................... 66 3.8. Teknik Analisis Data ................................................................................. 69 BAB IV HASIL PENELITIAN ........................................................................ 71 4.1. Gambaran Umum....................................................................................... 71 4.1.1. Gambaran Umum Tempat Penelitian ........................................................ 71 4.1.2. Gambaran Umum Karakteristik Informan ................................................. 78 4.2. Hasil Penelitian .......................................................................................... 82 4.2.1. Gambaran Man (Sumber Daya Manusia Pendukung Pelaksanaan Surveilans Difteri) ....................................................................................................... 82 4.2.2. Gambaran Money (Pendanaan Untuk Pelaksanaan Surveilans Difteri) .... 93 4.2.3.Gambaran Method (Metode Pelaksanaan Surveilans Difteri) .................... 98 4.2.4. Gambaran Material And Machine (Sarana dan Prasarana Pelaksanaan Surveilans Difteri) ..................................................................................... 115 4.2.5. Gambaran Market (Sasaran Penyebaran Informasi Surveilans Difteri) .... 141 BAB V PEMBAHASAN ................................................................................... 150 5.1. Pembahasan Hasil Penelitian ..................................................................... 150
xii
5.1.1. Evaluasi Input Sistem Surveilans Difteri di Wilayah Kerja Dinas Kesehatan Kabupaten Jombang................................................................................... 150 5.1.1.1. Evaluasi Man (Sumber Daya Manusia Pendukung Pelaksanaan Surveilans Difteri) ....................................................................................................... 150 5.1.1.2. Evaluasi Money (Pendanaan Untuk Pelaksanaan Surveilans Difteri)... 165 5.1.1.3. Evaluasi Method (Metode Pelaksanaan Surveilans Difteri)................... 168 5.1.1.4. Evaluasi Material And Machine (Sarana dan Prasarana Pelaksanaan Surveilans Difteri) ............................................................ 180 5.1.1.5. Evaluasi Market (Sasaran Penyebaran Informasi Surveilans Difteri) .. 193 5.2. Hambatan dan Kelemahan Penelitian ....................................................... 196 5.2.1. Hambatan Penelitian .................................................................................. 196 5.2.2. Kelemahan Penelitian ............................................................................... 197 BAB V SIMPULAN DAN SARAN .................................................................. 198 6.1. Simpulan ................................................................................................... 198 6.2. Saran ......................................................................................................... 205 6.2.1. Bagi Kepala Sie Surveilans Epidemiologi dan Kesehatan Khusus Dinas Kesehatan Kabupaten Jombang ................................................................. 205 6.2.2. Bagi Kepala Puskesmas di Wilayah Kerja Dinas Kesehatan Kabupaten Jombang .................................................................................................... 205 6.2.3. Bagi Peneliti Selanjutnya ........................................................................... 206 DAFTAR PUSTAKA ....................................................................................... 207
xiii
DAFTAR TABEL Halaman Tabel 1.1. Keaslian Penelitian ........................................................................... 12 Tabel 3.1. Fokus Penelitian ............................................................................... 50 Tabel 3.2. Sumber Informasi Data Primer ........................................................ 57 Tabel 3.3. Sumber Informasi Data Sekunder .................................................... 60 Tabel 3.4. Instrumen Penelitian dan Teknik Pengambilan Data ....................... 62 Tabel 3.5. Pemeriksaan Keabsahan Data .......................................................... 66 Tabel 4.1. Data Ketenagaan di Puskesmas Megaluh tahun 2013 ...................... 75 Tabel 4.2. Data Ketenagaan di Puskesmas Peterongan tahun 2013 .................. 77 Tabel 4.3. Gambaran Umum Informan Utama.................................................. 78 Tabel 4.4. Gambaran Umum Informan Triangulasi .......................................... 80 Tabel 4.5. Daftar Pertemuan Koordinator Program Imunisasi Puskesmas ....... 93 Tabel 4.6. Hasil Observasi Buku Pedoman tentang Pelaksanaan Surveilans Difteri di Dinas Kesehatan Kabupaten Jombang ............................. 99 Tabel 4.7. Hasil Observasi Buku Pedoman tentang Pelaksanaan Surveilans Difteri di Puskesmas......................................................................... 100 Tabel 4.8. Hasil Observasi Buku Pedoman tentang Pelaksanaan Program Imunisasi Difteri di Dinas Kesehatan Kabupaten Jombang ............. 101 Tabel 4.9. Hasil Observasi Buku Pedoman tentang Pelaksanaan Program Imunisasi Difteri di Puskesmas ........................................................ 102 Tabel 4.10. Hasil Observasi APD di Dinas Kesehatan Kabupaten Jombang ..... 115
xiv
Tabel 4.11. Hasil Observasi APD di Puskesmas ................................................ 116 Tabel 4.12. Hasil Observasi Surveilans Kits di Dinas Kesehatan Kabupaten Jombang ........................................................................................... 118 Tabel 4.13. Hasil Observasi Surveilans Kits di Puskesmas ................................ 120 Tabel 4.14. Hasil Observasi Perangkat Imunisasi di Dinas Kesehatan Kabupaten Jombang ......................................................................... 122 Tabel 4.15. Hasil Observasi Perangkat Imunisasi di Puskesmas ........................ 124 Tabel 4.16. Hasil Observasi Alat Komunikasi di Dinas Kesehatan Kabupaten Jombang ........................................................................................... 133 Tabel 4.17. Hasil Observasi Alat Komunikasi di Puskesmas ............................. 134 Tabel 4.18. Hasil Observasi Formulir Untuk Pengumpulan Data Difteri di Dinas Kesehatan Kabupaten Jombang ............................................. 136 Tabel 4.19. Hasil Observasi Formulir Untuk Pengumpulan Data Difteri di Puskesmas ........................................................................................ 136 Tabel 4.20. Hasil Observasi Perangkat Seminar di Dinas Kesehatan Kabupaten Jombang ......................................................................... 137 Tabel 4.21. Hasil Observasi Perangkat Seminar di Puskesmas .......................... 138 Tabel 4.22. Hasil Observasi Alat Transportasi di Dinas Kesehatan Kabupaten Jombang ........................................................................................... 139 Tabel 4.23. Hasil Observasi Alat Transportasi di Puskesmas ............................. 140 Tabel 4.24. Pengguna Internal Informasi Surveilans Difteri Dinas Kesehatan Kabupaten Jombang dan Puskesmas ................................................ 145
xv
Tabel 4.25. Pengguna Eksternal Informasi Surveilans Difteri Dinas Kesehatan Kabupaten Jombang dan Puskesmas ................................................ 149 Tabel 5.1. Matrik Perbandingan Ketersediaan Tenaga Surveilans Difteri di Puskesmas dan Dinas Kesehatan Tempat Penelitian dengan Pedoman ........................................................................................... 152 Tabel 5.2. Matrik Perbandingan Ketersediaan Tenaga Surveilans Difteri Terlatih di Puskesmas dan Dinas Kesehatan Tempat Penelitian dengan Pedoman .............................................................................. 155 Tabel 5.3. Matrik Perbandingan Ketersediaan Tenaga Laboratorium di Puskesmas Tempat Penelitian dengan Pedoman .............................. 157 Tabel 5.4. Matrik Perbandingan Ketersediaan Tenaga Laboratorium Terlatih di Puskesmas Tempat Penelitian dengan Pedoman.......................... 159 Tabel 5.5. Matrik Perbandingan Ketersediaan Tenaga Pengelola Program Imunisasi di Puskesmas dan Dinas Kesehatan Tempat Penelitian dengan Pedoman .............................................................................. 161 Tabel 5.6. Matrik Perbandingan Ketersediaan Tenaga Pengelola Program Imunisasi Terlatih di Puskesmas Tempat Penelitian dengan Pedoman ........................................................................................... 164 Tabel 5.7. Matrik Perbandingan Alokasi Pendanaan Surveilans Difteri di Puskesmas dan Dinas Kesehatan Tempat Penelitian dengan Pedoman ............................................................................................. 166
xvi
Tabel 5.8. Matrik Perbandingan Sumber Dana Surveilans Difteri di Puskesmas dan Dinas Kesehatan Tempat Penelitian dengan Pedoman ........................................................................................... 168 Tabel 5.9. Matrik Perbandingan Ketersediaan Pedoman tentang Pelaksanaan Surveilans Difteri di Puskesmas dan Dinas Kesehatan Tempat Penelitian dengan Pedoman ............................................................. 169 Tabel 5.10. Matrik Perbandingan Ketersediaan Pedoman tentang Pelaksanaan Program Imunisasi Difteri di Puskesmas dan Dinas Kesehatan Tempat Penelitian dengan Pedoman ................................................ 171 Tabel 5.11. Matrik Perbandingan Ketersediaan Petunjuk Teknis (Juknis) dan Petunjuk Pelaksanaan (Juklak) Surveilans Difteri di Puskesmas dan Dinas Kesehatan Tempat Penelitian dengan Pedoman ............. 173 Tabel 5.12. Matrik Perbandingan Ketersediaan Target Cakupan Program Imunisasi Difteri di Puskesmas dan Dinas Kesehatan Tempat Penelitian dengan Pedoman ............................................................... 175 Tabel 5.13. Matrik Perbandingan Ketersediaan Payung Hukum Yang Mendukung Surveilans Difteri di Puskesmas dan Dinas Kesehatan Tempat Penelitian dengan Pedoman............................... 176 Tabel 5.14. Matrik Perbandingan Kesepakatan Penggunaan Definisi Kasus Difteri di Puskesmas dan Dinas Kesehatan Tempat Penelitian dengan Pedoman .............................................................................. 178 Tabel 5.15. Matrik Perbandingan Ketersediaan APD di Puskesmas dan Dinas Kesehatan Tempat Penelitian dengan Pedoman............................... 180
xvii
Tabel 5.16. Matrik Perbandingan Ketersediaan Surveilans Kits di Puskesmas dan Dinas Kesehatan Tempat Penelitian dengan Pedoman ............. 183 Tabel 5.17. Matrik Perbandingan Ketersediaan Perangkat Imunisasi di Puskesmas dan Dinas Kesehatan Tempat Penelitian dengan Pedoman ........................................................................................... 184 Tabel 5.18. Matrik Perbandingan Ketersediaan Alat Komunikasi di Puskesmas dan Dinas Kesehatan Tempat Penelitian dengan Pedoman ........................................................................................... 187 Tabel 5.19. Matrik Perbandingan Ketersediaan Formulir untuk Pengumpulan Data Difteri di Puskesmas dan Dinas Kesehatan Tempat Penelitian dengan Pedoman ............................................................. 189 Tabel 5.20. Matrik Perbandingan Ketersediaan Perangkat Seminar di Puskesmas dan Dinas Kesehatan Tempat Penelitian dengan Pedoman ........................................................................................... 191 Tabel 5.21. Matrik Perbandingan Ketersediaan Alat Transportasi di Puskesmas dan Dinas Kesehatan Tempat Penelitian dengan Pedoman ............. 192 Tabel 5.22. Matrik Perbandingan Market (Sasaran Penyebaran Informasi Surveilans Difteri) di Puskesmas dan Dinas Kesehatan Tempat Penelitian dengan Pedoman ............................................................. 194
xviii
DAFTAR GAMBAR Halaman Gambar 2.1. Kerangka Teori ............................................................................ 47 Gambar 3.1. Alur Pikir ..................................................................................... 48 Gambar 4.1. Estimasi Piramida Penduduk Kabupaten Jombang Menurut Kelompok Umur Lima Tahunan Tahun 2013 ............................. 72 Gambar 4.2. Mekanisme Pemberian Informasi Hasil Surveilans di Dinas Kesehatan Kabupaten Jombang ................................................... 142 Gambar 4.3. Mekanisme Pemberian Informasi Hasil Surveilans di Puskesmas.................................................................................... 143
xix
DAFTAR LAMPIRAN Halaman Lampiran 1.
Surat Tugas Pembimbing............................................................... 215
Lampiran 2.
Formulir Pengajuan Ijin Penelitian ................................................ 216
Lampiran 3.
Surat Permohonan Ijin Penelitian dari Fakultas ............................ 217
Lampiran 4.
Surat Keterangan Ijin Penelitian dari Badan Penanaman Modal Daerah Provinsi Jawa Tengah ...................................................... 223
Lampiran 5.
Surat Keterangan Ijin Penelitian dari Badan Kesatuan Bangsa dan Politik Provinsi Jawa Timur .................................................. 225
Lampiran 6.
Surat Keterangan Ijin Penelitian dari Badan Pelayanan Perizinan Kabupaten Jombang ..................................................... 226
Lampiran 7.
Surat Keterangan Ijin Penelitian dari Dinas Kesehatan Kabupaten Jombang ..................................................................... 227
Lampiran 8.
Instrumen Penelitian ..................................................................... 229
Lampiran 9.
Surat Keterangan Telah Menyelesaikan Penelitian dari Dinas Kesehatan Kabupaten Jombang .................................................... 249
Lampiran 10.
Surat Keterangan Telah Menyelesaikan Penelitian dari Puskesmas Megaluh ..................................................................... 250
Lampiran 11.
Surat Keterangan Telah Menyelesaikan Penelitian dari Puskesmas Peterongan .................................................................. 251
Lampiran 12.
Surat Keterangan Telah Menyelesaikan Penelitian dari Puskesmas Tambakrejo ................................................................ 252
xx
Lampiran 13. Identitas Informan Penelitian ....................................................... 253 Lampiran 14. Contoh Formulir W1 .................................................................... 257 Lampiran 15. Contoh Formulir W2 .................................................................... 258 Lampiran 16. Contoh Formulir STP ................................................................... 259 Lampiran 17. Contoh Formulir STP KLB .......................................................... 260 Lampiran 18. Contoh Formulir Pelacakan Kasus Difteri ................................... 261 Lampiran 19. Struktur Organisasi Dinas Kesehatan Kabupaten Jombang .......... 263 Lampiran 20. Dokumentasi Penelitian ............................................................... 264
xxi
DAFTAR SINGKATAN
ADS
: Auto Disable Syringe
APBD
: Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah
APBN
: Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara
APD
: Alat Pelindung Diri
ATK
: Alat Tulis Kantor
BBLK
: Balai Besar Laboratorium Kesehatan
BPS
: Badan Pusat Statistik
CFR
: Case Fatality Rate
DAU
: Dana Alokasi Umum
Depkes
: Departemen Kesehatan
Dirjen P2PL :Direktorat
Jenderal
Pengendalian
Penyakit
dan
Penyehatan
Lingkungan DPA SKPD
: Dokumen Pelaksanaan Anggaran Satuan Kerja Perangkat Daerah
IR
: Incidence Rate
Juklak
: Petunjuk Pelaksanaan
Juknis
: Petunjuk Teknis
KLB
: Kejadian Luar Biasa
Kemenkes RI : Kementerian Kesehatan Republik Indonesia Kepmenkes RI: Keputusan Menteri Kesehatan Republik Indonesia Kepmenpan
: Keputusan Menteri Negara Pendayagunaan Aparatur Negara
Keskhus
: Kesehatan Khusus
xxii
NPP
: Nilai Prediktif Positif
ORI
: Outbreak Renspons Immunization
Permenkes RI : Peraturan Menteri Kesehatan Republik Indonesia PIN
: Pekan Imunisasi Nasional
Polindes
: Pos Bersalin Desa
Poskesdes
: Pos Kesehatan Desa
Puskesmas
: Pusat Kesehatan Masyarakat
SE
: Surveilans Epidemiologi
SI
: Surviving Infant
SK
: Surat Keputusan
SKD
: Sistem Kewaspadaan Dini
SOP
: Standard Operating Procedure/ Standar Prosedur Operasional
STP
: Surveilans Terpadu Penyakit
UCI
: Universal Child Imunization
WHO
: World Health Organization
xxiii
BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah Penyakit difteri merupakan penyakit menular akut yang disebabkan oleh bakteri Corynebacterium diptheriae yang menyerang saluran pernapasan bagian atas, kadang juga menyerang selaput lendir atau kulit serta konjungtiva atau vagina (James Chin, 2000). Difteri merupakan salah satu penyakit menular yang dapat dicegah dengan imunisasi (PD3I) dan potensial menimbulkan Kejadian Luar Biasa (KLB). Oleh karena itu difteri harus bisa ditanggulangi secepat mungkin agar jumlah kasus tidak terus meningkat setiap tahunnya (Dirjen P2PL, 2003). Jumlah penderita difteri di dunia dari tahun ke tahun mengalami perubahan. Berdasarkan data laporan World Health Organization (WHO), jumlah penderita difteri tahun 2008 sebanyak 7.088 kasus, menurun pada tahun 2009 sebanyak 857 kasus, meningkat lagi pada tahun 2010 sebanyak 4.187 kasus, dan tahun 2011 sebanyak 4.880 kasus. Pada tahun 2011, Indonesia merupakan negara tertinggi kedua setelah India yaitu 806 kasus (WHO, 2012). Jumlah ini meningkat dibandingkan tahun 2010 dimana Indonesia juga merupakan negara tertinggi kedua dengan kasus difteri yaitu 385 kasus (WHO, 2012). Berdasarkan Profil Kesehatan Indonesia, Incidence Rate (IR) difteri di Indonesia pada tahun 2010 sebesar 1,12 per 100.000 penduduk kemudian meningkat di tahun 2011 menjadi 2,26 per 100.000 penduduk, dan 3,37 per 100.000 penduduk di tahun 2012. Untuk Case Fatality Rate (CFR) difteri di 1
2
Indonesia pada tahun 2010 sebesar 6,23 %, menurun pada tahun 2011 sebesar 4,71 %, dan meningkat lagi pada tahun 2012 sebesar 6,38 % (Kemenkes RI, 20112013). Pada tahun 2012, Provinsi Jawa Timur menempati urutan pertama dengan jumlah kasus difteri tertinggi di Indonesia (Kemenkes RI, 2013). Difteri merupakan kasus “re-emerging disease” di Jawa Timur karena kasus difteri sebenarnya sudah menurun di tahun 1985, namun kembali meningkat di tahun 2005 saat terjadi Kejadian Luar Biasa (KLB) di Kabupaten Bangkalan (Dinkes Prov. Jatim, 2011). Provinsi Jawa Timur telah ditetapkan sebagai KLB penyakit difteri sejak 7 Oktober 2011 dan setiap satu kasus difteri dianggap sebagai KLB (Dinkes Prov. Jatim, 2011). Berdasarkan Profil Kesehatan Provinsi Jawa Timur, tahun 2010 CFR difteri sebesar 5,59 % dengan IR sebesar 6,47 per 100.000 penduduk, tahun 2011 CFR difteri sebesar 3,02 % dengan IR sebesar 14,99 per 100.000 penduduk, dan tahun 2012 CFR difteri sebesar 3,88 % dengan IR sebesar 20,99 per 100.000 penduduk. Pada tahun 2012, Kabupaten Jombang menempati urutan kedua di tingkat Provinsi Jawa Timur untuk jumlah kasus difteri tertinggi dan urutan pertama untuk angka CFR tertinggi (Dinkes Prov. Jatim, 2013). Berdasarkan Profil Kesehatan Kabupaten Jombang, IR difteri pada tahun 2010 sebesar 17,57 per 100.000 penduduk, kemudian menurun di tahun 2011 menjadi 9,46 per 100.000 penduduk, meningkat menjadi 121,61 per 100.000 penduduk di tahun 2012, dan menurun menjadi 5,62 per 100.000 penduduk di tahun 2013. Angka CFR difteri di Kabupaten Jombang paling tinggi terjadi pada tahun 2012 sebesar 11,58 %,. Pada tahun 2012, jumlah penderita difteri di
3
Kabupaten Jombang tersebar di 17 kecamatan dari 21 kecamatan. Pada tahun 2013, jumlah penderita difteri di Kabupaten Jombang tersebar di 8 kecamatan dari 21 kecamatan (Dinkes Kab. Jombang, 2014). Ada 4 puskesmas yang selalu terdapat kasus difteri sejak tahun 2011 sampai 2013 (Dinkes Kab. Jombang, 2014). Salah satu upaya pengendalian penyakit difteri adalah dengan penguatan sistem surveilans difteri. Surveilans difteri berperan untuk menilai dampak program imunisasi dan sebagai sistem kewaspadaan dini agar bisa dilakukan penanggulangan difteri lebih awal (Dinkes Prov. Jatim, 2011). Agar kegiatan surveilans difteri dapat berjalan sesuai dengan yang diharapkan, maka perlu adanya manajemen surveilans difteri. Manajemen surveilans difteri meliputi input, proses, dan output. Secara umum, input dalam manajemen terdiri dari man yaitu sumber daya manusia yang dimiliki oleh suatu organisasi, money yaitu pendanaan untuk keberlangsungan kegiatan, material-machine yang berfungsi untuk mengubah masukan menjadi keluaran, method yaitu peraturan atau prosedur kerja yang berguna untuk memperlancar jalannya pekerjaan, dan market yaitu tempat untuk memasarkan atau menyebarluaskan produk atau hasil kerja suatu organisasi (Satrianegara, 2009; Alamsyah, 2011; Dirjen P2PL, 2003). Proses dimulai dari pengumpulan data kasus difteri, pengolahan data, analisis dan interpretasi data, desiminasi informasi (Amiruddin, 2012: Dinkes Prov. Jateng, 2010: Dirjen P2PL, 2003). Output berupa dokumen laporan difteri dan informasi tentang kasus difteri (Dirjen P2PL, 2003: Dinkes Prov. Jateng, 2006).
4
Berdasarkan hasil studi pendahuluan yang dilaksanakan pada tanggal 6 Februari 2014 di Seksi Surveilans Epidemiologi dan Kesehatan Khusus Dinas Kesehatan Kabupaten Jombang, terdapat beberapa masalah pada sistem surveilans difteri. Masalah pada input meliputi kurangnya kompetensi petugas surveilans, ada 7 puskesmas per data bulan Agustus tahun 2013 yang mengumpulkan laporan W2 (mingguan), tetapi tidak mengumpulkan laporan bulanan STP sama sekali, adanya kesalahan dalam mendiagnosis kasus difteri, dan tidak ada aplikasi khusus untuk pengolahan dan penyajian data (Sie. SE dan Keskhus Dinkes Kabupaten Jombang,
2013).
Pada
komponen
proses,
ditemukan
masalah
seperti
ketidaklengkapan input data pada formulir STP KLB, umpan balik tidak maksimal, kelengkapan laporan bulanan (STP) yang diterima oleh Dinkes Kab. Jombang per bulan Agustus tahun 2013 belum memenuhi target yaitu sebesar 68,75 %, ketepatan waktu pelaporan bulanan (STP) per bulan Agustus tahun 2013 dan ketepatan waktu pelaporan mingguan (W2) per minggu ke-37 tahun 2013 juga belum memenuhi target, persentasenya hanya sebesar 34,56 % dan 48,25 % karena idealnya kelengkapan laporan unit pelayanan ke dinas kesehatan kabupaten/kota sebesar 90 %, dan ketepatan waktu pelaporan unit pelayanan ke dinas kesehatan kabupaten/kota sebesar 80% (Dirjen P2PL, 2003). Permasalahan sistem surveilans ini pernah diteliti oleh Sutarman (2008) di Puskesmas Wilayah Kota Semarang, Chairiyah (2010) di Puskesmas Kepanjen Kabupaten Malang, Wibisono (2011) dan Vanni (2012) di Dinas Kesehatan Kota Surabaya. Masalah pada input sebagian besar pada man meliputi kurangnya kompetensi petugas surveilans (Sutarman, 2008; Chairiyah, 2010; Vanni, 2012),
5
tenaga yang ada memiliki beban ganda (Chairiyah, 2010), jumlah petugas surveilans yang terbatas (Vanni, 2012), material-machine meliputi tidak tersedianya formulir W1 (Sutarman, 2008; Wibisono, 2011; Vanni, 2012), dan method meliputi SOP tidak ada (Wibisono, 2011). Pada komponen proses, ditemukan masalah seperti kelengkapan input data (Chairiyah, 2010; Wibisono, 2011), kompilasi data hasil penyelidikan epidemiologi belum dilakukan (Chairiyah, 2010), pengolahan dan analisis data belum dilakukan (Chairiyah, 2010; Vanni, 2012), interpretasi data hasil penyelidikan epidemiologi belum dilakukan (Chairiyah, 2010), umpan balik tidak maksimal (Vanni, 2012), ketepatan waktu pelaporan dan kelengkapan laporan masih rendah (Chairiyah, 2010; Wibisono, 2011; Vanni, 2012). Pada penelitian Vanni (2012) di Surabaya tentang atribut sistem surveilans difteri, menemukan bahwa sistem masih belum sederhana dan tidak fleksibel, nilai prediktif positif, kerepresentatifan, ketepatan waktu tergolong rendah. Berdasarkan hasil studi pendahuluan yang telah dilakukan dan diperkuat dengan penelitian sebelumnya, penelitian ini mengambil fokus penelitian pada input sistem surveilans difteri yang meliputi man (sumber daya manusia pendukung pelaksanaan surveilans difteri), money (pendanaan untuk pelaksanaan surveilans difteri), method (metode surveilans difteri), material and machine (sarana dan prasarana pelaksanaan surveilans difteri), dan market (sasaran penyebaran informasi hasil surveilans difteri). Input (masukan) merupakan bagian atau elemen yang ada dalam sistem yang dibutuhkan untuk dapat menjalankan sistem tersebut. Menurut Notoatmodjo (2011), komponen input memiliki
6
pengaruh cukup besar terhadap proses maupun capaian sistem, sehingga penting bagi suatu organisasi untuk mengetahui kekuatan maupun kelemahan yang ada pada setiap unsur masukan sistem dimilikinya agar hasil capaiannya bisa sesuai dengan yang diharapkan. Untuk mengetahui hal tersebut, maka perlu dilakukan kegiatan evaluasi. Berdasarkan uraian tersebut, penelitian ini berjudul “Evaluasi Input Sistem Surveilans Difteri di Wilayah Kerja Dinas Kesehatan Kabupaten Jombang”. 1.2. Rumusan Masalah 1.2.1. Rumusan Masalah Umum Berdasarkan uraian latar belakang di atas, terdapat masalah dalam input sistem surveilans difteri di Dinas Kesehatan Kabupaten Jombang meliputi kurangnya kompetensi petugas surveilans, masih ada sumber data yang tidak mengumpulkan laporan bulanan (STP), adanya kesalahan dalam mendiagnosis kasus difteri, dan tidak ada aplikasi khusus untuk pengolahan dan penyajian data. Pada penelitian sebelumnya juga ditemukan beberapa masalah input sistem surveilans yaitu pada man meliputi kurangnya kompetensi petugas surveilans (Sutarman, 2008; Chairiyah, 2010; Vanni, 2012), tenaga yang ada memiliki beban ganda (Chairiyah, 2010), jumlah petugas surveilans yang terbatas (Vanni, 2012), material-machine meliputi tidak tersedianya formulir W1 (Sutarman, 2008; Wibisono, 2011; Vanni, 2012), dan method meliputi SOP tidak ada (Wibisono, 2011). Input (masukan) merupakan bagian atau elemen yang ada dalam sistem yang dibutuhkan untuk dapat menjalankan sistem tersebut. Menurut Notoatmodjo (2011), komponen input memiliki pengaruh cukup besar terhadap proses maupun
7
capaian sistem, sehingga penting bagi suatu organisasi untuk mengetahui kekuatan maupun kelemahan yang ada pada setiap unsur masukan sistem dimilikinya agar hasil capaiannya bisa sesuai dengan yang diharapkan. Untuk mengetahui hal tersebut, maka perlu dilakukan kegiatan evaluasi. Untuk itu diperlukan kajian mendalam tentang evaluasi pada input sistem surveilans difteri, maka rumusan masalah dalam penelitian ini adalah “Bagaimana Evaluasi Input Sistem Surveilans Difteri di Wilayah Kerja Dinas Kesehatan Kabupaten Jombang?” 1.2.2. Rumusan Masalah Khusus 1.2.2.1. Bagaimana evaluasi input sistem surveilans difteri meliputi man (sumber daya manusia pendukung pelaksanaan surveilans difteri), money (pendanaan untuk pelaksanaan surveilans difteri), method (metode surveilans difteri), material and machine (sarana dan prasarana pelaksanaan surveilans difteri), dan market (sasaran penyebaran informasi hasil surveilans difteri) di wilayah kerja Dinas Kesehatan Kabupaten Jombang? 1.2.2.2. Bagaimana evaluasi man (sumber daya manusia pendukung pelaksanaan surveilans difteri) yang meliputi ketersediaan tenaga surveilans difteri, ketersediaan tenaga surveilans difteri terlatih, ketersediaan tenaga laboratorium puskesmas, ketersediaan tenaga laboratorium puskesmas terlatih,
ketersediaan
tenaga
pengelola
program
imunisasi,
dan
ketersediaan tenaga pengelola program imunisasi puskesmas terlatih di wilayah kerja Dinas Kesehatan Kabupaten Jombang?
8
1.2.2.3. Bagaimana evaluasi money (pendanaan untuk pelaksanaan surveilans difteri) yang meliputi sumber dana dan alokasi pendanaan untuk surveilans difteri di wilayah kerja Dinas Kesehatan Kabupaten Jombang? 1.2.2.4. Bagaimana evaluasi method (metode surveilans difteri) yang meliputi ketersediaan
pedoman
tentang
pelaksanaan
surveilans
difteri,
ketersediaan pedoman tentang pelaksanaan program imunisasi difteri, ketersediaan
juklat-juknis
untuk
manajemen
surveilans
difteri,
ketersediaan target cakupan program imunisasi difteri, ketersediaan payung hukum yang mendukung surveilans difteri, dan kesepakatan penggunaan definisi kasus difteri di wilayah kerja Dinas Kesehatan Kabupaten Jombang? 1.2.2.5. Bagaimana evaluasi material and machine (sarana dan prasarana pelaksanaan kegiatan surveilans difteri) yang meliputi ketersediaan APD, surveilans kits, perangkat imunisasi, alat komunikasi, formulir untuk pengumpulan data difteri, perangkat seminar, serta alat transportasi di wilayah kerja Dinas Kesehatan Kabupaten Jombang? 1.2.2.6. Bagaimana evaluasi market (sasaran penyebaran informasi surveilans difteri) yang meliputi pengguna informasi hasil surveilans difteri dari bagian internal dan eksternal di wilayah kerja Dinas Kesehatan Kabupaten Jombang?
9
1.3. Tujuan Penelitian 1.3.1. Tujuan Umum Untuk mengetahui gambaran hasil evaluasi input sistem surveilans difteri di wilayah kerja Dinas Kesehatan Kabupaten Jombang. 1.3.2. Tujuan Khusus 1.3.2.1. Untuk mengetahui hasil evaluasi input sistem surveilans difteri meliputi man (sumber daya manusia pendukung pelaksanaan surveilans difteri), money (pendanaan untuk pelaksanaan surveilans difteri), method (metode surveilans difteri), material and machine (sarana dan prasarana pelaksanaan surveilans difteri), dan market (sasaran penyebaran informasi hasil surveilans difteri) di wilayah kerja Dinas Kesehatan Kabupaten Jombang. 1.3.2.2. Untuk mengetahui hasil evaluasi man (sumber daya manusia pendukung pelaksanaan surveilans difteri) yang meliputi ketersediaan tenaga surveilans difteri, ketersediaan tenaga surveilans difteri terlatih, ketersediaan tenaga laboratorium puskesmas, ketersediaan tenaga laboratorium puskesmas terlatih, ketersediaan tenaga pengelola program imunisasi, dan ketersediaan tenaga pengelola program imunisasi puskesmas terlatih di wilayah kerja Dinas Kesehatan Kabupaten Jombang. 1.3.2.3. Untuk mengetahui hasil evaluasi money (pendanaan untuk pelaksanaan surveilans difteri) yang meliputi sumber dana dan alokasi pendanaan
10
untuk surveilans difteri di wilayah kerja Dinas Kesehatan Kabupaten Jombang. 1.3.2.4. Untuk mengetahui hasil evaluasi method (metode surveilans difteri) yang meliputi ketersediaan pedoman tentang pelaksanaan surveilans difteri, ketersediaan pedoman tentang pelaksanaan program imunisasi difteri, ketersediaan
juklat-juknis
untuk
manajemen
surveilans
difteri,
ketersediaan target cakupan program imunisasi difteri, ketersediaan payung hukum yang mendukung surveilans difteri, dan kesepakatan penggunaan definisi kasus difteri di wilayah kerja Dinas Kesehatan Kabupaten Jombang. 1.3.2.5. Untuk mengetahui hasil evaluasi material and machine (sarana dan prasarana pelaksanaan kegiatan surveilans difteri) yang meliputi ketersediaan APD, surveilans kits, perangkat imunisasi, alat komunikasi, formulir untuk pengumpulan data difteri, perangkat seminar, serta alat transportasi di wilayah kerja Dinas Kesehatan Kabupaten Jombang. 1.3.2.1 Untuk mengetahui hasil evaluasi market (sasaran penyebaran informasi surveilans difteri) yang meliputi pengguna informasi hasil surveilans difteri dari bagian internal dan eksternal di wilayah kerja Dinas Kesehatan Kabupaten Jombang.
11
1.4. Manfaat Hasil Penelitian 1.4.1. Bagi Kepala Seksi Surveilans Epidemiologi dan Kesehatan Khusus Dinas Kesehatan Kabupaten Jombang Hasil penelitian ini diharapkan dapat memberikan masukan bagi Kepala Seksi Surveilans Epidemiologi dan Kesehatan Khusus untuk referensi dalam pengambilan kebijakan dan perbaikan komponen input pada pelaksanaan sistem surveilans difteri di wilayah kerja Dinas Kesehatan Kabupaten Jombang. 1.4.2. Bagi Kepala Puskesmas di Wilayah Kerja Dinas Kesehatan Kabupaten Jombang Hasil penelitian ini diharapkan dapat memberikan masukan kepada kepala puskesmas di wilayah kerja Dinas Kesehatan Kabupaten Jombang untuk pengambilan kebijakan dan perbaikan komponen input pada pelaksanaan sistem surveilans difteri di puskesmas. 1.4.3. Bagi Mahasiswa Jurusan Ilmu Kesehatan Masyarakat Universitas Negeri Semarang Hasil penelitian ini diharapkan dapat digunakan sebagai bahan acuan oleh mahasiswa untuk melakukan penelitian selanjutnya, terutama penelitian tentang sistem surveilans difteri. 1.4.4. Bagi Peneliti Penelitian ini berguna sebagai pengalaman dalam mengkaji secara ilmiah suatu permasalahan dengan mengaplikasikan teori yang pernah diperoleh peneliti selama mengikuti perkuliahan dan menambah pengetahuan peneliti tentang evaluasi input sistem surveilans difteri.
12
1.5. Keaslian Penelitian Tabel 1.1. Penelitian-penelitian yang relevan dengan penelitian ini
No 1
Judul Penelitian
Nama Peneliti
Faktor-Faktor yang Berhubungan Dengan Keterlambatan Petugas Dalam Menyampaikan Laporan KLB dari Puskesmas Ke Dinas Kesehatan (Studi di Kota Semarang).
Sutarman.
Tahun dan Tempat Penelitian 2008, puskesmas di wilayah Kota Semarang.
Variabel / Fokus Penelitian Obrservasio Variabel -nal dengan terikat : rancangan laporan case KLB. control. Variabel bebas: pendidikan, lama tugas, lama menangani KLB, pelatihan surveilans epidemiolog, frekuensi pelatihan epidemiolog, beban kerja, motivasi kerja, kebijakan, dan perhatian kepala puskesmas. Rancangan Penelitian
Hasil Penelitian a. Faktor yang terbukti adanya hubungan dengan keterlambatan petugas dalam menyampaikan laporan KLB meliputi faktor lama tugas, faktor lama menangani KLB, faktor tidak pahamnya petugas mulai lapor KLB, faktor tidak ada W1, faktor tugas rangkap, faktor tidak ada motivasi, dan faktor tidak ada perhatian. b. Faktor yang tidak terbukti berhubungan dengan keterlambatan petugas dalam menyampaikan laporan KLB meliputi faktor pendidikan, lama tugas, pelatihan surveilans epidemiologi, faktor pemahaman petugas untuk penentuan KLB, dan faktor kebijakan pimpinan puskesmas.
13
2
Evaluasi Sistem Surveilans Difteri Berbasis Masyarakat Berdasarkan Komponen Surveilans di UPTD Puskesmas Kepanjen Kabupaten Malang Tahun 2010.
Chairiyah.
2010, UPTD Puskesmas Kepanjen Kabupaten Malang.
Kualitatif deskriptif evaluatif.
3
Evaluasi Penyelidikan Epidemiologi Kejadian Luar Biasa (KLB) Difteri Berdasarkan Komponen Surveilans di Dinas Kesehatan Kota Surabaya Tahun 2011.
Marinda Wibisono.
2011, Dinas Kesehatan Kota Surabaya.
Kualitatif deskriptif evaluatif.
4
Evaluasi Sistem Surveilans Difteri Berdasarkan Atribut Surveilans di Dinas Kesehatan Kota Surabaya Tahun 2012.
Nur Putri 2012, Setia Dinas Vanni. Kesehatan Kota Surabaya.
Kualitatif deskriptif evaluatif.
Pengumpulan data, kompilasi data, analisis data, interpretasi data, laporan, dan umpan balik.
Pelaksanaan surveilans difteri berbasis masyarakat berdasarkan komponen menunjukkan bahwa pengumpulan data, kompilasi, analisis, interpretasi, laporan, dan umpan balik untuk sistem kewaspadaan dini kejadian luar biasa sudah baik. Pengumpulan 1. Pada tahap data, kompilasi pengumpulan data, analisis data masih data, ditemukan interpretasi masalah. data, dan 2. Pada tahap diseminasi kompilasi data, informasi. pengolahan dan analisis data, interpretasi data, dan diseminasi informasi pada sistem surveilans difteri sudah baik. Kesederhanaan, Atribut sistem fleksibilitas, surveilans memiliki akseptabilitas, sensitifitas yang sensitifitas, tinggi. Penilaian nilai prediktif terhadap atribut yang positif, lain, sistem masih kerepresentatif belum sederhana dan an, ketepatan tidak fleksibel, waktu, kualitas akseptabilitas, nilai data, dan prediktif positif, stabilitas. kerepresentatifan, ketepatan waktu, kualitas data, dan stabilitas data tergolong rendah.
14
Beberapa hal yang membedakan penelitian ini dengan penelitianpenelitian sebelumnya adalah sebagai berikut : 1. Penelitian Sutarman (2008) menggunakan rancangan penelitian obrservasional dengan desain case control, sedangkan pada penelitian ini menggunakan rancangan penelitian kualitatif deskriptif evaluatif. Komponen input yang menjadi variabel penelitian Sutarman (2008) tidak dijabarkan menggunakan teori komponen manajemen, sedangkan komponen input pada penelitian ini dijabarkan menggunakan teori komponen manajemen meliputi man, money, methode, material and machine, dan market . 2. Penelitian Chairiyah (2010) dan Marinda Wibisono (2011) berfokus pada komponen proses sistem surveilans difteri, sedangkan penelitian ini berfokus pada komponen input sistem surveilans difteri. 3. Penelitian Nur Putri Setia Vanni (2012) berfokus pada atribut surveilans difteri, sedangkan pada penelitian ini berfokus komponen input sistem surveilans difteri.
1.6. Ruang Lingkup Penelitian 1.6.1. Ruang Lingkup Tempat Penelitian ini dilakukan di bagian Seksi Surveilans Epidemiologi dan Kesehatan Khusus Dinas Kesehatan Kabupaten Jombang, di dua puskesmas yang menjadi informan utama yaitu Puskesmas Megaluh dan Puskesmas Peterongan, serta satu puskesmas yang menjadi informan triangulasi yaitu Puskesmas Tambakrejo.
15
1.6.2. Ruang Lingkup Waktu Penyusunan proposal ini dimulai pada bulan Januari 2014 hingga bulan Juli 2014. Pengumpulan data serta penelitian dilaksanakan pada bulan Agustus 2014 hingga bulan Oktober 2014. Seminar skripsi dilaksanakan pada bulan Januari 2015. 1.6.3. Ruang Lingkup Keilmuan Penelitian ini termasuk dalam ruang lingkup Ilmu Kesehatan Masyarakat dengan kajian bidang tentang Sistem Surveilans Epidemiologi Penyakit Menular khususnya difteri.
BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1.
LANDASAN TEORI
2.1.1.
Evaluasi
2.1.1.1. Definisi Menurut Miquel Porta dalam buku A Dictionary of Epidemiology (2008), evaluasi adalah suatu proses sistematis dan objektif untuk mengetahui relevan, efektivitas, dan dampak dari program dalam mencapai tujuan yang ditetapkan, beberapa macam evaluasi, misalnya evaluasi struktur, proses, dan hasil. Menurut Perhimpunan Ahli Kesehatan Masyarakat Amerika, evaluasi adalah suatu proses untuk menentukan nilai atau jumlah keberhasilan dan usaha pencapaian suatu tujuan yang telah ditetapkan (Notoatmodjo, 2011). 2.1.1.2. Ruang Lingkup Evaluasi Ruang lingkup evaluasi merupakan hal-hal yang akan dinilai dari suatu program kesehatan (Azwar, 2008: 338). Menurut Muninjaya (2004: 200) dan Notoatmodjo (2011: 108), ruang lingkup evaluasi secara sederhana dapat dibedakan menjadi empat kelompok, yaitu: 1. Evaluasi Terhadap Input Evaluasi terhadap input (masukan) berkaitan dengan pemanfaatan berbagai sumber daya baik tenaga (man), dana (money), sarana-prasarana (material and machines), maupun metode (methode) (Muninjaya, 2004: 200; Notoatmodjo, 2011: 108). Evaluasi ini bertujuan untuk mengetahui apakah sumber daya yang 16
17
dimanfaatkan sudah sesuai dengan standar dan kebutuhan (Muninjaya, 2004: 200). 2. Evaluasi Terhadap Proses Evaluasi terhadap proses (process) lebih dititikberatkan pada pelaksanaan program yang berkaitan penggunaan sumber daya seperti tenaga, dana, dan fasilitas lain, apakah sudah sesuai dengan rencana yang telah ditetapkan atau tidak (Muninjaya, 2004: 200; Notoatmodjo, 2011: 108). Penilaian ini juga bertujuan untuk mengetahui apakah metode yang dipilih sudah efektif, bagaimana dengan motivasi staf dan komunikasi diantara staf dan lain-lain (Muninjaya, 2004: 200). 3. Evaluasi Terhadap Output Evaluasi terhadap output (keluaran) meliputi evaluasi terhadap hasil yang dicapai dari dilaksanakannya suatu program (Muninjaya, 2004: 200). Penilaian ini bertujuan untuk mengetahui sejauh mana program tersebut berhasil, apakah hasil yang dicapai suatu program sudah sesuai dengan target yang ditetapkan sebelumnya (Muninjaya, 2004: 200; Notoatmodjo, 2011: 108). 4. Evaluasi Terhadap Dampak Penilaian terhadap dampak (impact) suatu program mencakup pengaruh yang ditimbulkan dari dilaksanakannya suatu program, biasanya mempunyai dampak terhadap peningkatan kesehatan masyarakat (Muninjaya, 2004: 200; Notoatmodjo, 2011: 108). Dampak program kesehatan ini tercermin dari membaiknya atau meningkatnya indikator-indikator kesehatan masyarakat (Notoatmodjo, 2011: 108).
18
2.1.1.3. Tujuan Evaluasi Menurut Mubarak (2009: 378), evaluasi memiliki beberapa tujuan yang dapat dirinci sebagai berikut: 1. Membantu perencanaan di masa yang akan datang. 2. Mengetahui apakah sarana yang tersedia dimanfaatkan dengan baik. 3. Menentukan kelemahan dan kekuatan program, baik dari segi teknis maupun administratif yang selanjutnya diadakan perbaikan-perbaikan. 4. Membantu menentukan strategi, mengevaluasi apakah cara yang telah dilaksanakan selama ini masih bisa dilanjutkan atau perlu diganti. 5. Mendapatkan dukungan dari sponsor (pemerintah atau swasta). 6. Motivator, jika program berhasil, maka akan memberikan kepuasan dan rasa bangga kapada staf, hingga mendorong mereka bekerja lebih giat lagi. Menurut Supriyanto (2003), kegiatan evaluasi dilakukan dengan tujuan sebagai berikut: 1. Sebagai alat untuk memperbaiki pelaksanaan kebijakan dan perencanaan program yang akan datang. 2. Sebagai alat untuk memperbaiki alokasi sumber dana, sumber daya, dan manajemen (resources) saat ini serta di masa datang. 3. Memperbaiki pelaksanaan perencanaan kembali suatu program. 2.1.1.4. Prosedur Evaluasi Menurut Notoatmodjo (2010: 313), prosedur evaluasi secara umum adalah sebagai berikut:
19
1. Menentukan apa yang akan dievaluasi, apakah pada perencanaan, sumber daya, proses pelaksanaan, keluaran, efek atau bahkan dampak suatu kegiatan, serta pengaruh lingkungan yang luas. 2. Mengembangkan kerangka dan batasan. Pada tahap ini dilakukan asumsiasumsi mengenai hasil evaluasi dan pembatasan ruang lingkup evaluasi, serta batasan-batasan yang digunakan agar objektif dan fokus. 3. Merancang desain (metode) yang akan digunakan disesuaikan dengan tujuan dan kepentingan evaluasi tersebut. 4. Menyusun instrumen dan rencana pelaksanaan. Pada tahap ini dilakukan pengembangan terhadap instrumen pengamatan atau pengukuran serta rencana analisis dan membuat rencana pelaksanaan evaluasi. 5. Melaksanakan pengamatan, pengukuran, dan analisis. 6. Membuat kesimpulan dan pelaporan, informasi yang dihasilkan dari proses evaluasi ini disajikan dalam bentuk laporan sesuai dengan kebutuhan atau permintaan. Menurut Azwar (2008), prosedur dalam kegiatan evaluasi terdiri dari 6 langkah, yaitu: 1. Memahami unsur-unsur dari program yang akan dievaluasi terlebih dahulu, berupa latar belakang, tujuan yang ingin dicapai, kegiatan yang dilakukan untuk mencapai tujuan program, organisasi dan sumber daya pelaksanaan program, serta tolok ukur dan kriteria keberhasilan program. 2. Menentukan macam dan ruang lingkup evaluasi yang akan dilakukan. 3. Menyusun rencana evaluasi.
20
4. Melaksanakan kegiatan evaluasi terhadap suatu program. 5. Menarik kesimpulan dari hasil kegiatan evaluasi. 6. Menyusun atau menentukan saran yang sesuai dengan hasil evaluasi dengan tujuan untuk memperbaiki pelaksanaan program di masa yang akan datang. 2.1.1.5. Desain Evaluasi Stephen Isaac dan William B. Michael (1981) dalam Notoatmodjo (2010: 315) mengemukakan 9 bentuk desain evaluasi, yaitu: 1. Historikal, dengan merekronstruksi kejadian di masa lalu secara objektif dan tepat berkaitan dengan hipotesis atau asumsi. 2. Deskriptif, melakukan penjelasan secara sistematis suatu situasi atau hal yang menjadi perhatian secara faktual dan tepat. 3. Studi perkembangan (developmental study), menyelidiki pola dan urutan perkembangan atau perubahan menurut waktu. 4. Studi kasus atau lapangan (case atau field study), meneliti secara intensif latar belakang status sekarang dan interaksi lingkungan dari suatu unit sosial, baik perorangan, kelompok, lembaga, atau masyarakat. 5. Studi korelasional (corelational study), meneliti sejauh mana variasi dari satu faktor berkaitan dengan variasi dari satu atau lebih faktor lain berdasarkan koefisien tertentu. 6. Studi sebab akibat (causal comparative study), menyelidiki kemungkinan hubungan sebab akibat dengan mengamati berbagai konsekuensi yang ada dan menggalinya kembali melalui data untuk faktor menjelaskan penyebabnya.
21
7. Eksperimen murni (true experimental), menyelidiki kemungkinan hubungan sebab akibat dengan membuat satu kelompok percobaan atau lebih terpapar akan suatu perlakuan atau kondisi dan membandingkan hasilnya dengan satu atau lebih kelompok kontrol yang tidak menerima perlakuan atau kondisi. Pemilihan kelompok-kelompok secara sembarang (random) sangat penting. 8. Eksperimen semu (quasi experimental), merupakan cara yang mendekati eksperimen, dimana kontrol tidak ada dan manipulasi tidak bisa dilakukan. 9. Riset aksi (action research), bertujuan mengembangkan pengalaman baru
melalui aplikasi langsung di berbagai kesempatan. 2.1.1.6. Standar Evaluasi Standar yang digunakan untuk mengevaluasi suatu kegiatan tertentu dapat dilihat dari tiga aspek utama, yang menurut Committee on Standard for Educational Evaluation dalam Umar (2005: 40) adalah sebagai berikut: 1.
Utility (Manfaat) Hasil evaluasi sebaiknya bermanfaat bagi manajemen untuk pengambilan
keputusan atas program yang sedang berjalan. 2.
Accuracy (Akurat) Informasi atas hasil evaluasi sebaiknya memiliki tingkat ketepatan yang
tinggi antara tujuan dan hasil yang tercapai. 3.
Feasibility (Kelayakan) Proses evaluasi yang telah dirancang sebaiknya dapat dilakukan secara
layak. Untuk mengevaluasi suatu program, evaluator dapat melaksanakannya
22
dengan baik dan benar, tidak hanya dari aspek teknis tetapi juga dari aspek lain seperti legal dan etis.
2.1.2. Sistem Surveilans Epidemiologi 2.1.2.1. Definisi Sistem Sistem adalah gabungan dari elemen-elemen (sub-sistem) di dalam suatu proses atau struktur yang berhubungan serta saling mempengaruhi dan berfungsi sebagai satu kesatuan organisasi untuk mencapai tujuan yang telah ditetapkan (Notoatmodjo, 2011; Azwar, 2008). Apabila salah satu bagian atau sub-sistem tidak berjalan dengan baik, maka akan mempengaruhi bagian lain (Notoatmodjo, 2011). Menurut Notoatmodjo (2011), secara garis besarnya elemen-elemen dalam sistem itu adalah sebagai berikut: 1. Masukan (Input) 2. Proses 3. Keluaran (Output) 4. Dampak (Impact) 5. Umpan balik (feed back) 6. Lingkungan 2.1.2.2. Definisi Sistem Surveilans Epidemiologi Sistem surveilans epidemiologi adalah gabungan dari elemen-elemen (sub-sistem) di dalam suatu proses pengamatan yang dilakukan secara terus menerus, sistematik, dan berkesinambungan terhadap suatu masalah kesehatan yang ada melalui kegiatan pengumpulan data, analisis data, dan interpretasi data kesehatan, serta disseminasi informasi yang berkaitan dengan program kesehatan
23
sebagai sebagai dasar pengambilan keputusan atau kebijakan dalam bidang pencegahan dan penanggulangan penyakit untuk mencapai derajat kesehatan masyarakat yang lebih baik (Dirjen P2PL, 2003: 4; Dinkes Prov. Jateng, 2010: 5; Amiruddin, 2012: 8). 2.1.2.3. Tujuan dan Kegunaan Surveilans Epidemiologi Tujuan akhir surveilans adalah menentukan luasnya infeksi dan risiko penularan penyakit sehingga tindakan pemberantasan dapat dijalankan secara efektif dan efisien (Dinkes Prov. Jateng, 2010: 5). Pada perkembangan selanjutnya surveilans bertujuan untuk menanggulangi masalah kesehatan masyarakat secara luas (Dirjen P2PL, 2003: 17). Secara umum, kegunaan surveilans epidemiologi antara lain untuk: 1.
Mengetahui dan melengkapi gambaran epidemiologi dari suatu penyakit (Amiruddin, 2012: 18).
2.
Mengamati kecenderungan atau trend dan memperkirakan besar masalah kesehatan (Dirjen P2PL, 2003: 17).
3.
Mendeteksi serta memprediksi adanya KLB dan wabah (Dirjen P2PL, 2003: 17; Amiruddin, 2012: 18).
4.
Mengamati kemajuan suatu program pencegahan dan pemberantasan penyakit (Dirjen P2PL, 2003: 17).
5.
Memperkirakan dampak program intervensi yang ada (Dirjen P2PL, 2003: 18).
6.
Mengevaluasi program intervensi dan kebijakan program kesehatan (Dirjen P2PL, 2003: 18; Amiruddin, 2012: 18).
24
7.
Mempermudah perencanaan program pemberantasan (Dirjen P2PL, 2003: 18; Amiruddin, 2012: 18).
8.
Mengetahui jangkauan dari pelayanan kesehaatan (Amiruddin, 2012: 18).
2.1.2.4. Kegiatan Surveilans Epidemiologi Dalam praktik pelaksanaannya, sistem surveilans epidemiologi penyakit dibedakan menjadi 6 macam kegiatan, yaitu: 1. Sistem Surveilans Terpadu Penyakit Sistem surveilans terpadu penyakit (SSTP) memanfaatkan data rutin dari laporan kesakitan bulanan puskesmas (SP2TP/SP3/SIMPUS) serta laporan morbiditas dan mortalitas rumah sakit terhadap 28 penyakit tertentu. Trend morbiditas dari laporan tersebut sangat dibutuhkan bagi program serta sektor yang memiliki kemampuan melakukan pennggulangannya (Dirjen P2PL, 2003: 6). 2. Sistem Surveilans Sentinel Sistem surveilans sentinel adalah sejumlah unit pelaporan (biasanya pada puskesmas atau rumah sakit) yang secara teliti mengumpulkan dan melaporkan data yang diminta dalam upaya mendapatkan informasi kesakitan penyakit tertentu yang dilengkapi dengan informasi pelaksanaan program penyakit secara khusus, sehingga kualitas pelaksanaan program dapat dimonitor keberhasilannya (Dirjen P2PL, 2003: 6; Amiruddin, 2012: 35). 3. Surveilans Khusus Surveilans khusus merupakan suatu kegiatan surveilans yang memiliki komitmen tinggi dengan surveilans internasional dan nasional, sehingga harus dapat mendukung pelaksanaannya secara optimal. Kegiatan surveilans yang
25
termasuk dalam kegiatan surveilans khusus yaitu surveilans Eliminasi Tetanus Neonatorum (ETN), Surveilans Eradikasi Polio (Surveilans AFP), dan surveilans reduksi campak (Dirjen P2PL, 2003: 6). Tujuan utama dari kegiatan surveilans khusus yaitu untuk memantau hal-hal yang berpotensi untuk menimbulkan penyakit pada manusia (Amiruddin, 2012: 133). 4. Sistem Kewaspadaan Dini (SKD) dan Penyelidikan KLB Salah satu upaya mengurangi kerugian akibat yang ditimbulkan oleh letusan KLB suatu penyakit adalah melakukan Sistem Kewaspadaan Dini (SKD) terhadap penyakit potensial KLB (Dinkes Prov. Jateng, 2010: 41). Sistem kewaspadaan dini adalah suatu kegiatan pengamatan yang mendukung sikap tanggap terhadap adanya suatu perubahan atau penyimpangan dalam masyarakat (Dirjen P2PL, 2003). Tujuan dilakukannya penyelidikan KLB adalah agar dapat melakukan tindakan penanggulangan dan pencegahan terhadap munculnya penderita baru. Ada 4 tahapan dalam melaksanakan kegiatan penyelidikan KLB yaitu persiapan kerja di lapangan, penetapan adanya KLB, penetapan diagnosis, dan pengolahan data epidemiologi (Dinkes Prov. Jateng, 2010: 50-52). 5. Studi Khusus Studi khusus yang dilakukan oleh lintas sektor terkait ataupun jejaring surveilans epidemiologi dapat dimanfaatkan oleh petugas surveilans dalam melengkapi kajian terhadap data maupun program terkait. Studi khusus dapat berupa survei cepat, cohort study, dan lain-lain (Dirjen P2PL, 2003: 6).
26
6. Analisis dan Interpretasi Data Analisis dan kajian data dilakukan terhadap data surveilans yang dapat dikumpulkan oleh unit surveilans serta pada data yang diperoleh program pemberantasan penyakit yang ada (Dirjen P2PL, 2003: 7). 2.1.2.5. Monitoring dan Evaluasi Surveilas Epidemiologi Monitoring dan evaluasi merupakan bagian kegiatan yang penting dari proses manajemen, karena dapat digunakan untuk mengetahui keberhasilan ataupun kendala yang ada dalam pelaksanaan manajemen surveilans dan utamanya dilakukan terhadap proses dan output surveilans agar dapat segera dilakukan perbaikan dan dapat ditentukan strategi penyusunan perencanaan kegiatan surveilans di tahun berikutnya (Dirjen P2PL, 2003: 12). Monitoring dan evaluasi dapat dilakukan melalui kegiatan pertemuan/review, kunjungan, penerapan kendali mutu (quality assrance), dan seminar. Dalam melakukan kegiatan monitoring dan evaluasi kinerja unit surveilans disesuaikan dengan setiap tahapan sistem, yaitu berupa indikator input, indikator proses, dan indikator output. Indikator-indikator tersebut disesuaikan dengan jenis kegiatan surveilans dan kondisi setempat (Dirjen P2PL, 2003: 12). 2.1.2.5.1. Indikator Surveilans Epidemiologi Menurut Dirjen P2PL (2003), yang menjadi indikator surveilans antara lain: 1. Kelengkapan Laporan dan Ketepatan Waktu Pelaporan Kelengkapan laporan dan ketepatan waktu pelaporan data surveilans (rutin) sangat mempengaruhi analisis dan interpretasi data, walaupun tidak selalu
27
sejalan antara peningkatan jumlah laporan dengan peningkatan kasus. Data yang lengkap dan dilaporkan tepat waktu selalu lebih baik dan akurat dibanding data yang tidak lengkap dan tidak tepat waktu (Dinkes Prov. Jateng, 2010: 15). Kelengkapan laporan dapat dilihat dari 2 (dua) aspek yaitu lengkapnya jumlah laporan dan lengkapnya isi yang dilaporkan. Pada dinas kesehatan kabupaten/kota, kelengkapan laporan yang dihitung hanya pada aspek lengkapnya jumlah laporan mingguan dan bulanan dari puskesmas yang diterima oleh dinas kesehatan kabupaten/kota (Dinkes Prov. Jateng, 2010: 15). Berikut ini cara menghitung kelengkapan laporan dan ketepatan waktu pelaporan: a. Kelengkapan Laporan Laporan mingguan puskesmas (W2) dikirim ke dinas kesehatan kab./kota per minggu dan laporan bulanan dikirim ke dinas kesehatan kab./kota per bulan. Untuk menghitung jumlah minggu per bulan atau per tahun menggunakan kalender mingguan epidemiologi yang diterbitkan oleh Direktorat Jenderal PPM PLP setiap tahun (Dinkes Prov. Jateng, 2010: 15). Kelengkapan laporan dihitung menggunakan prosentase jumlah laporan puskesmas yang berada di wilayah kerjanya diterima oleh dinas kesehatan kab./kota dibagi dengan jumlah semua laporan puskesmas dalam wilayah kerjanya yang seharusnya diterima oleh dinas kesehatan kab./kota dalam periode bulan yang sama (Dirjen P2PL, 2003: 82; Dinkes Prov. Jateng, 2010: 15). Indikator kelengkapan
laporan
unit
pelayanan
(puskesmas)
kabupaten/kota sebesar 90 % (Dirjen P2PL, 2003: 81).
ke
dinas
kesehatan
28
b. Ketepatan Waktu Pelaporan Ketepatan waktu pelaporan adalah prosentase dari semua laporan puskesmas yang berada di wilayah kerjanya yang diterima pada 10 hari pertama pada bulan berikutnya dibagi dengan jumlah semua laporan puskesmas dalam wilayah kerjanya yang seharusnya diterima oleh dinas kesehatan kab./kota dalam periode bulan yang sama (Dirjen P2PL, 2003: 82; Dinkes Prov. Jateng, 2010: 15). Indikator ketepatan waktu pelaporan unit pelayanan (puskesmas) ke dinas kesehatan kabupaten/kota sebesar 80 % (Dirjen P2PL, 2003: 81). 2. Kuantitas dan Kualitas Kajian Epidemiologi dan Rekomendasi yang Dapat Dihasilkan Kuantitas dan kualitas kajian epidemiologi berguna dalam pengambilan keputusan. Rekomendasi merupakan salah satu bentuk pendistribusian informasi. Rekomendasi dapat disampaikan pada penanggung jawab program pencegahan dan penanggulangan seta pelaksana kegiatan surveilans (Amirudin, 2012). 3. Terdistribusinya Informasi Epidemiologi Secara Lokal dan Nasional Penyebaran informasi dimaksudkan untuk memberikan informasi yang dapat dimengerti dan kemudian dimanfaatkan untuk menentukan arah kebijakan, upaya pengendalian, dan evaluasi yang baik berupa interpretasi data dan kesimpulan analisis (Amirudin, 2012). 4. Pemanfaatan Informasi Epidemiologi dalam Manajemen Program Kesehatan Informasi epidemiologi sangat penting untuk menyusun perencanaan dan mengevaluasi hasil akhir intervensi yang diberikan. Dapat membantu
29
pelaksanaan
dan
daya
guna
program
pengendalian
khusus
dengan
membandingkan besarnya masalah sebelum dan sesudah pelaksanaan program (Amiruddin, 2012: 48). 5. Menurunnya Frekuensi Kejadian Luar Biasa (KLB) Penyakit Kejadian Luar Biasa (KLB) adalah timbulnya atau meningkatnya kesakitan atau kematian yang bermakna secara epidemiologi dalam waktu tertentu dibandingkan dengan kurun waktu sebelumnya (Dinkes Prov. Jateng, 2010: 50). Sistem surveilans yang berjalan dengan baik dapat menurunkan frekuensi KLB. Keterlambatan dalam mendeteksi KLB akan menyebabkan peningkatan jumlah kasus, durasi wabah, dan kematian (Arsyam, 2013). 6. Meningkatnya dalam Kajian SKD (Sistem Kewaspadaan Dini) Penyakit. Salah satu upaya mengurangi kerugian akibat yang ditimbulkan oleh letusan Kejadian Luar Biasa (KLB) suatu penyakit adalah melakukan pengamatan yang intensif dan dikenal dengan Sistem Kewaspadaan Dini (SKD) terhadap penyakit potensial KLB (Dinkes Jateng, 2010: 41). 2.1.2.5.2. Pedoman Surveilans Epidemiologi Pedoman yang digunakan dalam mengevaluasi sistem surveilans epidemiologi, yaitu: 1.
Buku Pedoman Pelaksanaan Surveilans Epidemiologi yang diterbitkan oleh Dirjen P2PL Depkes RI tahun 2003.
2.
Buku
Panduan
Surveilans
Epidemiologi
Penyakit-Penyakit
Menular,
Keracunan Makanan, Bencana dan Penanggulangan Kejadian Luar Biasa yang diterbitkan oleh Dinas Kesehatan Provinsi Jawa Timur tahun 2003.
30
3.
Buku Pedoman Penyelidikan dan Penanggulangan Kejadian Luar Biasa Penyakit Menular dan Keracunan Pangan (Pedoman Epidemiologi Penyakit) Edisi Revisi tahun 2011 yang diterbitkan oleh Kemenkes RI tahun 2011.
4.
Buku Pedoman Penanggulangan KLB Difteri yang diterbitkan oleh Dinas Kesehatan Provinsi Jawa Timur tahun 2011.
5.
Buku Pedoman Pengelolaan Vaksin dan Rantai Vaksin yang diterbitkan oleh Depkes RI tahun 2005.
6.
Buku Pedoman Teknis Imunisasi Tingkat Puskesmas yang diterbitkan oleh Depkes RI tahun 2005.
7.
Buku Pedoman Teknis Pencatatan dan Pelaporan Program Imunisasi untuk Provinsi dan Kabupaten/Kota yang diterbitkan oleh Depkes RI tahun 2009.
8.
Buku Panduan Pelaksanaan Sub-PIN di Provinsi Jawa Timur Tahun 2012 yang diterbitkan oleh Dinas Kesehatan Provinsi Jawa Timur tahun 2012.
9.
Buku Pedoman Pelatihan Tenaga Pelaksana Imunisasi Puskesmas yang diterbitkan oleh Depkes RI tahun 2006.
10. Kepmenkes
RI
No.
1116/Menkes/SK/VIII/2003
tentang
Pedoman
Penyelenggaraan Sistem Surveilans Epidemiologi Kesehatan. 11. Kepmenpan RI No. 17/ KEP/ M.PAN/ 11/ 2000 tentang Jabatan Fungsional Epidemiolog Kesehatan dan Angka Kreditnya. 12. Permenkes RI No. 1501/Menkes/Per/X/2010 tentang Jenis Penyakit Menular Tertentu yang Dapat Menimbulkan Wabah dan Upaya Penanggulangan. 13. Permenkes RI No. 42 tahun 2013 tentang Penyelenggaraan Imunisasi.
31
2.1.2.5.3. Atribut Surveilans Epidemiologi Atribut yang digunakan dalam mengevaluasi suatu sistem surveilans epidemiologi, yaitu: 1. Kesederhanaan (Simplicity) Kesederhanaan dari sistem surveilans kesehatan masyarakat dilihat dari struktur dan kemudahannya dalam pengoperasian (CDC, 2001; Dirjen P2PL, 2003: 30). Kesederhanaan berkaitan dengan ketepatan waktu dan akan berpengaruh pada sumber dana yang dibutuhkan untuk menjalankaan sistem (Amiruddin, 2012: 152). 2. Fleksibilitas (Flexibility) Suatu sistem surveilans dapat dikatakan fleksibel apabila dapat menyesuaikan diri terhadap adanya perubahan informasi yang dibutuhkan atau situasi pelaksanaan di lapangan dengan sedikit perubahan pada kebutuhan biaya, tenaga, dan waktu (CDC, 2001; Dirjen P2PL, 2003: 31). Sistem yang fleksibel dapat diterapkan pada keadaan penyakit dan kesehatan yang baru, perubahan definisi kasus, dan perubahan dari sumber pelaporan (Amiruddin, 2012: 152). Pada umumnya semakin sederhana suatu sistem, maka semakin fleksibel untuk diterapkan pada masalah kesehatan lain dan komponen yang harus diubah akan menjadi lebih sedikit (CDC, 2001; Dirjen P2PL, 2003: 31). 3. Akseptabilitas (Accepbility) Akseptabilitas menggambarkan keikutsertaan individu atau organisasi dalam pelaksanaan sistem surveilans (CDC, 2001; Dirjen P2PL, 2003: 32).
32
Akseptabilitas mempunyai sifat subjektif yang besar meliputi keinginan dari orang-orang dimana sistem menguntungkan tersedianya data yang akurat, tetap, dan tepat waktu (Amiruddin, 2012: 153). 4. Sensitivitas (Sensitivity) Sensitivitas dinilai dari tingkat pengumpulan data atau pelaporan kasus, proporsi kasus dari suatu masalah kesehatan yang dideteksi oleh sistem surveilans dan dapat dinilai dari kemampuannya untuk mendeteksi KLB (CDC, 2001; Dirjen P2PL, 2003: 33). Pengukuran sensitivitas dari suatu sistem surveilans ditentukan oleh a) Validitas informasi yang dikumpulkan oleh sistem; b) Pengumpulan informasi di luar sistem untuk menentukan frekuensi dari keadaan yang ada dalam masyarakat (Amiruddin, 2012: 154). 5. Nilai Prediktif Positif/NPP (Predictive Value Positive) NPP adalah proporsi dari populasi yang diidentifikasikan sebagai kasus oleh suatu sistem surveilans dan kenyataannya memang kasus (CDC, 2001; Dirjen P2PL, 2003: 34). Surveilans dengan NPP yang tinggi akan menyebabkan lebih rendahnya kegiatan sia-sia dan kurangnya pembuangan sumber (Amiruddin, 2012: 156). 6. Kerepresentatifan (Representativeness) Suatu sistem surveilans dapat dikatakan representatif apabila dapat menggambarkan kejadian dari suatu peristiwa kesehatan dalam periode tertentu dan distribusi peristiwa tersebut dalam masyarakat menurut tempat dan orang secara akurat (CDC, 2001; Dirjen P2PL, 2003: 35). Kerepresentatifan dinilai dengan membandingkan karakteristik dari kejadian yang dilaporkan dengan
33
semua kejadian yang ada (Amiruddin, 2012: 156). Kualitas data merupakan bagian yang paling penting dari kerepresentatifan (CDC, 2001; Dirjen P2PL, 2003: 36). 7. Ketepatan Waktu (Timeless) Ketepatan waktu menggambarkan kecepatan atau kelambatan diantara tahap-tahap dalam suatu sistem surveilans (CDC, 2001; Dirjen P2PL, 2003: 37). Definisi lain menyatakan bahwa ketepatan waktu adalah jumlah waktu yang dibutuhkan untuk menentukan kecenderungan (trend), outbreaks, atau pengaruh dari adanya upaya kontrol (Amiruddin, 2012: 158).
2.1.3. Difteri 2.1.3.1. Definisi Difteri Penyakit difteri merupakan penyakit menular yang menyerang saluran pernapasan bagian atas terutama menyerang tonsil, faring, laring, hidung, adakalanya menyerang selaput lendir atau kulit, serta kadang-kadang konjungtiva atau vagina (James Chin, 2000: 172). 2.1.3.2. Epidemiologi Difteri 2.1.3.2.1. Etiologi Kuman penyebab adalah Corynebacterium diphtheriae. Infeksi oleh kuman sifatnya tidak invasif, tetapi kuman dapat mengeluarkan toksin, yaitu eksotoksin yang mempunyai efek patologik, sehingga menyebabkan orang jadi sakit. Ada 3 tipe dari Corynebacterium diphtheriae yaitu tipe mitis, tipe intermedius, dan tipe gravis. Kuman ini dapat hidup pada selaput mukosa tenggorokan manusia tanpa menimbulkan gejala penyakit. Keadaan ini disebut
34
carrier. Strain yang mulanya nontoxigenic bisa menjadi toxigenic, jika strain tersebut terinfeksi virus yang spesifik atau bakteriofag, sehingga strain tadi mengeluarkan toksin ampuh dalam jumlah besar yang menyebabkan sakit dan kematian pada penduduk yang tidak mendapat vaksinasi (Dirjen P2PL, 2011: 74; James Chin, 2000: 172-173). 2.1.3.2.2. Sumber dan Cara Penularan Sumber penularan adalah manusia baik sebagai penderita maupun carrier. Cara penularan yaitu kontak dengan penderita pada masa inkubasi atau kontak dengan carrier. Masa inkubasi antara 2 sampai 5 hari, masa penularan penderita 2 sampai 4 minggu sejak masa inkubasi sedangkan masa penularan carrier bisa sampai 6 bulan. Seseorang dapat menyebarkan bakteri melalui pernafasan droplet infection atau melalui muntahan, pada difteri kulit bisa melalui luka di tangan (Dirjen P2PL, 2011: 74; James Chin, 2000: 173).
2.1.4. Pelaksanaan Surveilans Difteri 2.1.3.1. Justifikasi Surveilans Difteri Difteri adalah penyakit menular yang dapat dicegah dengan imunisasi dan potensial terjadi KLB, sehingga pemantauan dampak program imunisasi harus dilakukan terus menerus walaupun insidens difteri yang dilaporkan semakin kecil. Pelaksanaan surveilans difteri perlu dikembangkan dan laporan nihil serta umpan balik diintensifkan serta memulai membuat daftar list kasus difteri di masingmasing wilayah kerja. Setiap letusan KLB harus segera dilakukan penyelidikan epidemiologi terhadap kontak terdekat dengan kasus dengan pengambilan dan pemeriksaan spesimennya (Dirjen P2PL, 2003: 114).
35
2.1.3.2. Definisi Kasus Definisi kasus dalam pelaksanaan kegiatan surveilans difteri diperlukan untuk meyakinkan bahwa semua petugas kesehatan menggunakan definisi dan kriteria yang sama untuk mendiagnosis seseorang, sehingga dapat menunjang program pencegahan dan penanggulangan difteri (Amiruddin, 2012: 86-87; Dirjen P2PL, 2003: 20). Definisi kasus difteri menurut Dinas Kesehatan Propinsi Jawa Timur (2011: 3-4) dalam buku pedoman penanggulangan KLB difteri di Jawa Timur dapat dibagi sebagai berikut : 1. Kasus Suspek (Tersangka) Difteri Adalah orang dengan gejala laringitis, nasofaringitis atau tonsilitis ditambah pseudomembrane (selaput tipis) putih keabuan yang tak mudah lepas dan mudah berdarah di faring, laring, tonsil. 2. Kasus Probable (Kemungkinan) Difteri Adalah orang dengan suspek difteri ditambah salah satu dari : a) Pernah kontak dengan kasus (< 2 minggu); b) Ada di daerah endemis difteri; c) Stridor (sesak nafas disertai bunyi), bullneck (leher membengkak seperti leher sapi); d) Pendarahan submucosa atau petechiae pada kulit; e) Gagal jantung toxic, gagal ginjal akut; f) Myocarditis and/or kelumpuhan motorik 1 s/d 6 minggu setelah onset; g) Mati.
36
3. Kasus Confirmed (Pasti) Difteri Adalah orang dengan kasus probable yang hasil isolasi ternyata positif Corynebacterium diphtheriae yang toxigenic (dari usap hidung, tenggorok, ulcus kulit, jaringan, konjunctiva, telinga, vagina), atau serum antitoksin meningkat 4 kali lipat atau lebih (hanya bila kedua sampel serum diperoleh sebelum pemberian toksoid difteri atau antitoksin). 2.1.3.3. Sumber Data Surveilans Difteri 2.1.3.3.1. Sumber Data Kasus Difteri Sumber data kasus difteri terdiri atas: 1.
Rumah Sakit Laporan morbiditas dan mortalitas bulanan penderita penyakit rawat inap
dan rawat jalan melalui laporan RL2a dan RL2b yang dihimpun pada data Sistem Surveilans Terpadu Penyakit (SSTP) kabupaten/kota atau propinsi (Dirjen P2PL, 2003: 114). 2.
Puskesmas Laporan morbiditas puskesmas melalui laporan SP2TP atau SP3 atau
SIMPUS yang datanya dihimpun dalam data Sistem Surveilans Terpadu Penyakit (SSTP) kabupaten/kota atau propinsi, atau laporan puskesmas sentinel sebagai kabupaten/kota yang memiliki. Laporan mingguan (W2) puskesmas, surveilans kab/kota dan surveilans propinsi, serta laporan W1 (24 jam) bila ada indikasi KLB (Dirjen P2PL, 2003: 115).
37
3.
Hasil Pemeriksaan Laboratorium Laporan rutin bulanan balai laboratorium kesehatan pusat/daerah atau
Bio Farma serta balai laboratorium swasta, yang saat ini akan digunakan sebagai data surveilans (Dirjen P2PL, 2003: 114). Pada saat KLB, hasil pemeriksaan spesimen usap tenggorok dan usap hidung dijadikan bahan analisis untuk konfirmasi kasus suspek maupun probable serta untuk mengetahui adanya carrier di sekitar penderita (Dinkes Prov. Jateng, 2010: 7; Dinkes Prov. Jatim, 2011: 24). 4.
Hasil Penyelidikan Kasus Kontak di Lapangan Pengumpulan aktif data difteri di lapangan sangat penting dan
bermanfaat, karena kemungkinan akan didapatkan kasus tambahan dengan melakukan observasi atau pemeriksaan terhadap kontak. Follow up kasus difteri di lapangan sebaiknya segera setelah mendapatkan informasi dari rumah sakit atau sumber lainnya (Dirjen P2PL, 2003: 115). 2.1.3.3.2. Sumber Data Cakupan Program Imunisasi Data cakupan imunisasi DPT menurut desa dan puskesmas digunakan oleh surveilans di kabupaten/kota, sedangkan data cakupan imunisasi DPT menurut kabupaten/kota digunakan oleh surveilans propinsi (Dirjen P2PL, 2003: 116). Data ini digunakan untuk menganalisis hubungan antara program cakupan imunisasi DPT dengan kejadian penyakit difteri (Dinkes Prov. Jateng, 2010: 7). 2.1.3.4. Sistem Surveilans Difteri Adapun elemen-elemen atau bagian sistem surveilans difteri dapat diuraikan sebagai berikut:
38
2.1.3.5.1. Masukan (Input) Input adalah sub-elemen-sub-elemen yang diperlukan sebagai masukan untuk berfungsinya sistem (Notoatmodjo, 2011: 101). Menurut Alamsyah (2011: 6), untuk mencapai suatu tujuan dalam sebuah sistem maka diperlukan unsurunsur manajemen yaitu: 1. Man (Sumber Daya Manusia Pendukung Pelaksanaan Surveilans Difteri) Tenaga atau manusia merupakan sarana penting dan utama dalam suatu manajemen untuk mencapai tujuan yang telah ditetapkan. Tanpa adanya tenaga surveilans, aktivitas dalam manajemen sistem surveilans tidak dapat berlangsung. Dalam hal ini, ketersediaan tenaga surveilans difteri, ketersediaan tenaga surveilans difteri terlatih, ketersediaan tenaga laboratorium, ketersediaan tenaga laboratorium terlatih, ketersediaan tenaga pengelola program imunisasi, dan ketersediaan tenaga pengelola program imunisasi terlatih sangat penting untuk menilai keberhasilan pelaksanaan surveilans difteri (Amiruddin, 2012; Dirjen P2PL, 2003). 2. Money (Pendanaan untuk Pelaksanaan Surveilans Difteri) Untuk melakukan suatu aktivitas, maka dibutuhkan dana atau uang. Uang sebagai sarana manajemen harus digunakan sedemikian rupa agar tujuan yang telah ditetapkan dapat tercapai. Indikator dalam money meliputi sumber dana dan alokasi pendanaan untuk pelaksanaan surveilans difteri. Sumber dana surveilans difteri menurut dirjen P2PL (2003: 8) berasal dari dana program yaitu APBN, APBD propinsi, APBD kabupaten/kota, Block Grant, dan dana bantuan yaitu bantuan nasional dan daerah, LSM/swasta, luar negeri.
39
3. Method (Metode Surveilans Difteri) Untuk melakukan kegiatan berdaya guna atau efektif dan berhasil guna, manusia dihadapkan pada berbagai cara alternatif untuk melakukan suatu pekerjaan. Oleh karena itu, metode atau cara dianggap pula sebagai sarana atau alat manajemen untuk mencapai suau tujuan. Juklak dan juknis tentang manajemen surveilans difteri merupakan indikator untuk mengukur metode yang digunakan dalam surveilans difteri (Masrochah, 2006). Selain itu terdapat ketersediaan pedoman tentang pelaksanaan surveilans difteri, ketersediaan pedoman tentang pelaksanaan program imunisasi difteri, ketersediaan target cakupan program imunisasi difteri, ketersediaan payung hukum yang mendukung surveilans difteri, dan kesepakatan penggunaan definisi kasus difteri juga merupakan indikator untuk mengukur metode yang digunakan dalam surveilans difteri 4. Material and Machine (Sarana dan Prasarana Pelaksanaan Surveilans Difteri) Dalam proses pelaksanaan kegiatan, manusia membutuhkan sarana dan prasarana untuk mencapai tujuan yang telah ditetapkan. Adapun sarana dan prasarana yang harus dimiliki oleh dalam pelaksanaan surveilans difteri adalah sebagai berikut: a) APD meliputi masker, jas lab, sarung tangan, google (pelindung mata), pelindung kepala (Dinkes Prov. Jatim, 2011). b) ATK meliputi pen, kertas, tinta, dan lain-lain (Dirjen P2PL, 2003).
40
c) Perangkat imunisasi meliputi vaksin, Auto Disable Syringe (ADS/alat suntik), safety box, dan coldchain. Coldchain terdiri dari lemari es, vaksin carrier, cool pack, termometer, freeze watch, dan freeze tag (Permenkes No. 42 tahun 2013 tentang pedoman penyelenggaraan imunisasi). d) Alat komunikasi meliputi telepon, faksmili, handphone, serta internet yang digunakan dalam pelaksanaan surveilans difteri (Dirjen P2PL, 2003). e) Surveillance kits (perlengkapan surveilans) meliputi calculator scientific, kertas grafik, mesin ketik, telepon dan faksimile atau alat komunikasi lainnya, komputer untuk pengolahan data dan program aplikasi (Dirjen P2PL, 2003). f) Formulir untuk pengumpulan data difteri berupa formulir W1 (24 jam), W2 (mingguan), STP, STP KLB, dan formulir pelacakan kasus difteri (Dinkes Prov. Jateng, 2010; Dinkes Prov. Jatim, 2011). g) Perangkat seminar meliputi overhead proyector, infocus (Dirjen P2PL, 2003). h) Alat transportasi yang digunakan dalam pelaksanaan surveilans difteri di dinas kesehatan kabupaten/kota meliputi 1 roda empat, 2 roda dua, sedangkan alat transportasi yang digunakan dalam pelaksanaan surveilans difteri di puskesmas atau rumah sakit meliputi 1 roda dua (Kepmenkes RI No. 1116/ Menkes/ SK/ VIII/ 2003 tentang Pedoman Penyelenggaraan Sistem Surveilans Epidemiologi Kesehatan). 5. Market (Sasaran Penyebaran Informasi Hasil Surveilans Difteri) Market atau sasaran adalah tempat dimana organisasi menyebarluaskan produknya (informasi). Indikator dalam market meliputi pengguna informasi baik
41
dari internal instansi yaitu pada lintas program maupun dari eksternal instansi serta kebutuhan informasi tiap pengguna. 2.1.3.5.2. Proses (Process) Proses adalah suatu kegiatan yang berfungsi untuk mengubah masukan, sehingga menghasilkan suatu keluaran yang direncanakan dengan menjalankan fungsi-fungsi manajemen (Notoatmodjo, 2011: 101). Proses pada surveilans difteri meliputi: 1. Pengumpulan Data Kegiatan yang pertama kali dilakukan dalam pelaksanaan surveilans epidemiologi penyakit yaitu pengumpulan data (Amiruddin, 2012: 49; Dinkes Prov. Jateng: 9). Menurut Pedoman Dasar Pelaksanaan Surveilans Provinsi Jawa Tengah (Dinkes Prov. Jateng, 2010: 9), untuk mengumpulkan data surveilans yang baik diperlukan beberapa persyaratan antara lain: a) Data yang dikumpulkan yaitu data mengenai informasi epidemiologi dari suatu penyakit seperti kesakitan atau kematian menurut umur, jenis kelamin, tempat tinggal, status imunisasi, dan sebagainya, b) Pengumpulannya dilaksanakan teratur dan terus-menerus, c) Data yang dikumpulkan selalu tepat waktu. Beberapa data yang perlu dikumpulkan dalam kegiatan surveilans difteri yaitu data mortalitas dan morbiditas difteri serta data imunisasi DPT (Dinkes Prov. Jateng, 2006: 96; Dinkes Prov. Jateng, 2010: 10). Periode pengumpulan data dapat dilakukan secara mingguan, bulanan, maupun tahunan. (Dirjen P2PL, 2003: 15).
42
Pengumpulan data dalam kegiatan surveilans difteri dapat dilakukan dengan 2 cara, yaitu secara aktif dan pasif (Dirjen P2PL, 2003: 15; Amiruddin, 2012: 50). Surveilans aktif yaitu suatu kegiatan pengumpulan data dimana petugas surveilans memperoleh data yang dibutuhkan dengan cara mendatangi langsung sumber data baik itu UPK, masyarakat atau sumber data lainnya, sedangkan pada surveilans pasif, sumber data yang mendatangi petugas surveilans untuk memberikan data yang dibutuhkan dalam kegiatan surveilans (Dirjen P2PL, 2003: 15). 2. Pengolahan Data Pengolahan data dimaksudkan untuk menyiapkan data agar dapat dilakukan analisis data dengan mudah. Menurut buku pedoman dasar pelaksanaan surveilans Provinsi Jawa Tengah (2010), suatu kegiatan pengolahan data dapat dikatakan baik apabila memenuhi kriteria sebagai berikut: a) Tidak membuat kesalahan selama proses pengolahan data. b) Dapat mengidentifikasi adanya kecenderungan perbedaan dalam frekuensi dan distribusi kasus. c) Pengertian yang disajikan tidak salah atau berbeda dengan yang dimaksudkan. d) Metode pembuatannya mengikuti kaidah penyajian data yang benar, baik dalam bentuk tabel, grafik, ataupun peta. Kegiatan pengolahan data pada surveilans difteri dengan cara rekapitulasi data kasus difteri per tahun menurut tempat (desa, puskesmas), umur dan status imunisasi (Dinkes Prov. Jateng, 2006; Dinkes Prov. Jateng, 2010; Dirjen P2PL, 2003).
43
3. Analisis dan Interpretasi Data Analisis data dilakukan dengan tujuan untuk melihat variabel-variabel apa saja yang dapat menggambarkan suatu permasalahan, faktor-faktor yang berpengaruh, serta bagaimana data yang ada dapat menjelaskan tujuan dari suatu sistem surveilans (Amiruddin, 2012). Menurut Amiruddin (2012), ada 2 hal penting yang harus dilakukan dalam melakukan analisis dan interpretasi data, yaitu: a) Memahami kualitas data dan mencari metode yang terbaik dan sesuai untuk menarik kesimpulan. b) Menarik kesimpulan dari suatu rangkaian data deskriptif. Dengan adanya kesimpulan tersebut, dapat diketahui kecenderungan atau trend dan perbandingan dari suatu kecenderungan masalah kesehatan yang ada. Analisis data surveilans difteri diawali dengan membuat pola penyakit difteri menurut variabel epidemiologi, yaitu orang (person), tempat (place), dan waktu (time). Analisis data tersebut dapat disajikan dalam bentuk grafik, tabel, dan peta persebaran kasus (Dinkes Prov. Jateng, 2006; Dirjen P2PL, 2003). 4. Desiminasi Informasi Disseminasi informasi ditujukan untuk memberikan informasi yang mudah dimengerti, sehingga pengambil keputusan di semua tingkatan dapat dengan mudah memahami implikasi dari informasi dan memanfaatkan informasi tersebut dalam menentukan arah kebijakan suatu program kesehatan, upaya pengendalian serta evaluasi program yang telah dilakukan maupun yang sedang berjalan (Dirjen P2PL, 2003: 17). Para pengguna informasi hasil surveilans dapat
44
mencakup praktisi kesehatan masyarakat, penyedia layanan kesehatan, anggota masyarakat yang terkena dampak, organisasi profesi, dan sukarela, pembuat kebijakan, pers, dan masyarakat umum (CDC, 2001). Menurut Dirjen P2PL (2003: 17) dan Amiruddin (2012: 61-62), disseminasi atau penyebarluasan informasi dapat dilakukan dengan cara: a) Membuat suatu laporan hasil kajian yang disampaikan kepada unit kesehatan pada tingkat yang lebih tinggi. b) Membuat jurnal atau majalah rutin untuk disseminasi informasi. c) Membuat laporan kajian yang disampaikan dalam seminar dan pertemuan. d) Memanfaatkan internet sebagai media disseminasi, sehingga dapat diakses
dengan mudah oleh semua orang. 2.1.3.5.3. Keluaran (Output) Keluaran adalah hal yang dihasilkan dari berlangsungnya proses dalam sistem (Notoatmodjo, 2011: 101). Keluaran pada surveilan difteri meliputi: 1. Laporan penanggulangan KLB (Dinkes Prov. Jatim, 2011; Masrochah, 2006). 2. Incidence Rate penyakit difteri (Dirjen P2PL, 2003; Masrochah, 2006). 3. Case Fatality Rate penyakit difteri (Dirjen P2PL, 2003; Masrochah, 2006). 4. Informasi kasus difteri menurut umur, jenis kelamin, dan status imunisasi (Dinkes Prov. Jateng; 2006; Dinkes Prov. Jatim, 2011; Dirjen P2PL, 2003; Masrochah, 2006). 5. Informasi distribusi penyakit menurut tempat (desa/kelurahan/kecamatan, puskesmas) (Dinkes Prov. Jateng; 2006; Dinkes Prov. Jatim, 2011; Dirjen P2PL, 2003).
45
6. Informasi cakupan imunisasi DPT di daerah KLB (Dinkes Prov. Jateng; 2006; Dinkes Prov. Jateng, 2010). 7. Informasi distribusi penyakit menurut desa/kelurahan UCI dan non UCI (Dinkes Prov. Jateng, 2010). 2.1.3.5.4. Dampak (Impact) Dampak adalah akibat yang dihasilkan oleh keluaran suatu sistem setelah beberapa waktu lamanya (Notoatmodjo, 2011: 101). Pada sistem surveilans difteri, serangkaian sub-sistem input, proses, dan output akan menimbulkan suatu dampak berupa penurunan angka Insidence Rate (IR) difteri dan Case Fatality Rate (CFR) difteri (Dinkes Prov. Jateng, 2006; Dirjen P2PL, 2003; Masrochah, 2006). IR difteri adalah proporsi antara jumlah penderita baru penyakit difteri yang ditemukan pada suatu jangka waktu tertentu (umumnya satu tahun) dibandingkan jumlah penduduk yang berisiko terkena penyakit difteri dalam persen atau permil (Dinkes Prov. Jateng, 2010: 33). CFR difteri adalah angka kematian karena penyakit difteri dalam jangka waktu tertentu dibandingkan jumlah seluruh penderita penyakit difteri pada waktu yang sama dalam persen atau permil (Dinkes Prov. Jateng, 2010: 36). IR dan CFR difteri dapat dihitung dengan menggunakan rumus sebagai berikut (Dinkes Prov. Jateng, 2010: 33-36): IR= Jumlah penderita baru difteri
x 100.000
Jumlah penduduk yang mungkin terkena difteri CFR= Jumlah penderita difteri yang meninggal Jumlah penderita difteri
x 100%
46
2.1.3.5.5. Umpan balik (feed back) Umpan balik merupakan hasil dari proses yang sekaligus sebagai masukan bagi sistem tersebut (Notoatmodjo, 2011: 101). Umpan balik merupakan kunci keberhasilan dari pelaksanaan kegiatan surveilans epidemiologi, karena dengan adanya umpan balik tersebut dapat memberikan kesadaran kepada sumber data tentang pentingnya proses pengumpulan data. Umpan balik yang diberikan dapat berupa ringkasan informasi atau korektif terhadap laporan yang telah dikirimkan (Dirjen P2PL, 2003: 21).
47
2.2. Kerangka Teori A
MONITORING DAN EVALUASI Pedoman Surveilans Indikator Surveilans 1. Kelengkapan laporan dan ketepatan waktu pelaporan1,6 2. Jumlah dan kualitas kajian epidemiologi dan rekomendasi yang dapat dihasilkan1,6 3. Terdistribusinya informasi1,6 4. Pemanfaatan informasi epidemiologi1,6 5. Menurunnya frekuensi KLB1,6 6. Meningkatnya kajian SKD1,6
Buku Pedoman Pelaksanaan Surveilans Epidemiologi1,6 Buku Panduan SE Penyakit-Penyakit Menular, Keracunan Makanan, Bencana & Penanggulangan KLB6,7 Buku Pedoman Penyelidikan & Penanggulangan KLB Penyakit Menular & Keracunan Pangan Buku Pedoman Penanggulangan KLB Difteri5,6 Buku Pedoman Pengelolaan Vaksin & Rantai Vaksin6,7 Buku Pedoman Teknis Imunisasi Tingkat Puskesmas 6,7 Buku Pedoman Teknis Pencatatan & Pelaporan Program Imunisasi untuk Provinsi dan Kabupaten/Kota 6,7 Buku Panduan Pelaksanaan Sub-PIN di Provinsi Jawa Timur Tahun 20126,7 Buku Pedoman Pelatihan Tenaga Pelaksana Imunisasi Puskesmas6,7 Kepmenpan RI No. 17/ KEP/ M.PAN/ 11/ 2000 tentang Jabatan Fungsional Epidemiolog Kesehatan dan Angka Kreditnya5,6 k. Kepmenkes RI No. 1116/ Menkes/ SK/VIII/2003 tentang Pedoman Penyelenggaraan Sistem Surveilans Epidemiologi Kesehatan.6,7 l. Permenkes RI No. 1501/ Menkes/ Per/X/2010 tentang Jenis Penyakit Menular Tertentu yang Dapat Menimbulkan Wabah dan Upaya Penanggulangan6,7 m. Permenkes RI No. 42 tahun 2013 tentang Penyelenggaraan Imunisasi. 6,7 a. b. c. d. e. f. g. h. i. j.
Atribut Surveilans 1. Kesederhanaan 1, 6 2. Fleksibilitas1, 6 3. Akseptabilitas1, 6 4. Senstivitas1, 6 5. NPP1, 6 6. Kerepresentatifan1 ,6
7. Ketepatan waktu1, 6
SISTEM SURVEILANS DIFTERI Input8 1. Man: a. Ketersediaan tenaga surveilans difteri6 b. Ketersediaan tenaga surveilans difteri terlatih2,6,11 c. Ketersediaan tenaga laboratorium puskesmas d. Ketersediaan tenaga laboratorium puskesmas terlatih6 e. Ketersediaan tenaga pengelola program imunisasi3,5 f. Ketersediaan tenaga pengelola program imunisasi puskesmas terlatih6 2. Money: a. Sumber dana untuk surveilans difteri6 b. Alokasi pendanaan untuk surveilans difteri6 3. Method: a. Ketersediaan pedoman tentang pelaksanaan surveilans difteri.1,6 b. Ketersediaan pedoman tentang pelaksanaan program imunisasi difteri.1,9 c. Ketersediaan juklak-juknis surveilans difteri.7,10 d. Ketersediaan target cakupan program imunisasi difteri.3,4,6 e. Ketersediaan payung hukum yang mendukung surveilans difteri5,6 f. Kesepakatan penggunaan definisi kasus difteri1,3,5,6 4. Material-Machine: a. Ketersediaan APD5 b. Ketersediaan surveilans kit6 c. Ketersediaan perangkat imunisasi3,5 d. Ketersediaan alat komunikasi 6 e. Ketersediaan formulir untuk pengumpulan data difteri.4,6,9,10,11 f. Ketersediaan perangkat seminar.6 g. Ketersediaan alat transportasi6 5. Market: a. Pengguna internal.1 b. Pengguna eksternal.1
Proses8 1.
2.
3.
4.
Pengumpulan Data1,2,4,6 a. Jenis data : data mortalitas dan morbiditas difteri, data imunisasi.1,3,4,6 b. Metode : surveilans aktif dan surveilans pasif.1,4,6 c. Periode : mingguan, dan bulanan.4,6 Pengolahan Data1,2,4,6 a. Rekapitulasi data kasus difteri per tahun menurut tempat (desa, puskesmas), umur dan status imunisasi.3,4,6 Analisis dan Interpretasi Data. 1,2,4,6 a. Rekapitulasi data kasus difteri dianalisis menurut variabel epidemiologi (orang, 1,3,4,6 tempat, waktu). b. Disajikan dalam bentuk grafik, tabel, dan peta persebaran kasus.1,4,6 Desiminasi Informasi (penyebaran informasi) 1,2,4,6
a. Metode : tertulis dan desiminasi laporan, verbal dalam rapat (pertemuan rutin), media cetak dan elektronik.4,6
Output8 1.
2.
3.
Laporan penanggulangan KLB.3,4,5,6 Incidence rate penyakit difteri.3,6,7 Case fatality rate penyakit difteri. 3,6,7
4.
Informasi kasus difteri menurut umur, jenis kelamin, dan status imunisasi. 3,6
5.
6.
7.
Informasi distribusi penyakit menurut tempat (desa/kelurahan/k ecamatan, puskesmas). 3,6,7 Informasi cakupan imunisasi DPT di daerah KLB.3,4,5 Informasi distribusi penyakit menurut desa/kelurahan UCI dan non UCI.3,4,5
Dampak8 Insidence rate dan case fatality rate difteri menurun. 3,6,7
UMPAN BALIK1,6,11
Gambar 2.1 Kerangka Teori (Sumber : 1. Amiruddin (2012); 2. Chairiyah (2010); 3. Dinkes Jateng (2006); 4. Dinkes Jateng (2010); 5. Dinkes Jatim (2011); 6. Dirjen P2PL (2003); 7. Masrochah (2006); 8. Notoatmodjo (2011); 9. Sutarman (2008); 10. Wibisono (2011); 11. Vanni (2012))
BAB III METODE PENELITIAN 1.7.
Alur Pikir MONITORING DAN EVALUASI
Buku Pedoman Epidemiologi
Pedoman Pelaksanaan
Surveilans
SISTEM SURVEILANS DIFTERI Input Man: a. Ketersediaan tenaga surveilans difteri b. Ketersediaan tenaga surveilans difteri terlatih c. Ketersediaan tenaga laboratorium Puskesmas d. Ketersediaan tenaga laboratorium Puskesmas terlatih e. Ketersediaan tenaga pengelola program imunisasi f. Ketersediaan tenaga pengelola program imunisasi puskesmas terlatih
Buku Panduan Surveilans Epidemiologi PenyakitPenyakit Menular, Keracunan Makanan, Bencana dan Penanggulangan Kejadian Luar Biasa
Money: a. Sumber dana untuk surveilans difteri b. Alokasi pendanaan untuk surveilans difteri
Buku Pedoman Pengelolaan Vaksin dan Rantai Vaksin
Buku Pedoman Penyelidikan dan Penanggulangan Kejadian Luar Biasa Penyakit Menular dan Keracunan Pangan (Pedoman Epidemiologi Penyakit) Edisi Revisi tahun 2011 Buku Pedoman Penanggulangan KLB Difteri
Buku Pedoman Puskesmas
Method: a. Ketersediaan pedoman tentang pelaksanaan surveilans difteri b. Ketersediaan pedoman tentang pelaksanaan program imunisasi difteri c. Ketersediaan juklak-juknis surveilans difteri d. Ketersediaan target cakupan program imunisasi difteri e. Ketersediaan payung hukum yang mendukung surveilans difteri f. Kesepakatan penggunaan definisi kasus difteri
Teknis
Imunisasi
Tingkat
Buku Pedoman Teknis Pencatatan dan Pelaporan Program Imunisasi untuk Provinsi dan Kabupaten/Kota Buku Panduan Pelaksanaan Sub-PIN di Provinsi Jawa Timur Tahun 2012 Buku Pedoman Pelatihan Tenaga Pelaksana Imunisasi Puskesmas
Material-Machine: a. Ketersediaan APD b. Ketersediaan surveilans kit c. Ketersediaan perangkat imunisasi d. Ketersediaan alat komunikasi e. Ketersediaan formulir untuk pengumpulan data difteri f. Ketersediaan perangkat seminar g. Ketersediaan alat transportasi
Kepmenpan RI No. 17/ KEP/ M.PAN/ 11/ 2000 tentang Jabatan Fungsional Epidemiolog Kesehatan dan Angka Kreditnya Kepmenkes RI No. 1116/ Menkes/ SK/VIII/2003 Tentang Pedoman Penyelenggaraan Sistem Surveilans Epidemiologi Kesehatan. Permenkes RI No. 1501/ Menkes/ Per/X/2010 tentang jenis penyakit menular tertentu yang dapat menimbulkan wabah dan upaya penanggulangan
Market: a. Pengguna internal b. Pengguna eksternal
Permenkes RI No. 42 tahun 2013 Tentang Penyelenggaraan Imunisasi.
Gambar 3.1 Alur Pikir 48
49
1.8.
Fokus Penelitian Fokus penelitian dan definisi operasional evaluasi input sistem surveilans
difteri di wilayah kerja Dinas Kesehatan Kabupaten Jombang sebagai berikut: 1. Sistem Surveilans Difteri Adalah pengamatan yang dilakukan secara terus menerus, sistematik dan berkesinambungan terhadap penyakit difteri melalui kegiatan pengumpulan data, analisis dan interpretasi data, serta disseminasi informasi sebagai dasar pengambilan keputusan atau kebijakan dalam bidang pencegahan dan penanggulangan penyakit difteri. Sistem surveilans difteri terdiri dari input, proses, dan output (Dirjen P2PL, 2003: 4; Dinkes Prov. Jateng, 2010: 5). 2. Input Adalah sub-elemen meliputi unsur manajemen yaitu 5M (man, materialmachine, method, money, dan market) yang diperlukan sebagai masukan sistem surveilans difteri (Notoatmodjo, 2011:101; Alamsyah, 2011:6). Input sistem ini secara rinci dijelaskan dalam tabel 3.1 berikut:
50
Tabel 3.1. Fokus Penelitian Fokus Penelitian Man (sumber daya manusia pendukung pelaksanaan surveilans difteri)
Ketersediaan tenaga surveilans difteri
Ketersediaan tenaga surveilans difteri terlatih
Ketersediaan tenaga laboratorium puskesmas
Ketersediaan tenaga laboratorium puskesmas terlatih
Definisi Operasional Informasi mengenai ada/tidaknya tenaga kesehatan yang diberi tugas, tanggung jawab, wewenang, dan hak secara penuh oleh kepala dinas kesehatan kabupaten/kota dan kepala puskesmas untuk melakukan kegiatan pengumpulan data, pengolahan data, analisis dan interpretasi, melakukan penyelidikan epidemiologi penyakit difteri yang dibuktikan dengan dokumen tertulis sub bagian kepegawaian berupa uraian tugas atau surat tugas. Jumlah minimal tenaga surveilans difteri di dinas kesehatan kabupaten/kota adalah 2 orang dan di tiap puskesmas adalah 1 orang (Kepmenpan RI No. 17/ KEP/ M.PAN/ 11/ 2000 tentang Jabatan Fungsional Epidemiolog Kesehatan dan Angka Kreditnya). Kriteria tenaga surveilans dinas kesehatan kabupaten/kota dan puskesmas (Kepmenpan RI No. 17/ KEP/ M.PAN/ 11/ 2000 tentang Jabatan Fungsional Epidemiolog Kesehatan dan Angka Kreditnya) : 1. Memiliki latar pendidikan minimal D3 kesehatan atau sederajat. 2. Memiliki jenjang jabatan fungsional epidemiolog. Informasi mengenai banyaknya tenaga surveilans difteri di puskesmas dan dinas kesehatan kabupaten/kota yang pernah mengikuti pelatihan dalam rentang waktu 5 tahun terakhir tentang surveilans epidemiologi, penanggulangan difteri, dan deteksi dini difteri baik sebelum atau selama menjadi tenaga surveilans difteri dibuktikan dengan sertifikat pelatihan. (Dirjen P2PL, 2003). Informasi mengenai ada/tidaknya tenaga kesehatan yang memiliki latar belakang pendidikan minimal D3 analis kesehatan atau sederajat bertugas sebagai tenaga laboratorium di puskesmas yang melakukan pengambilan spesimen usap tenggorok dan usap hidung pada saat penyelidikan epidemiologi kasus difteri dibuktikan dengan dokumen tertulis sub bagian kepegawaian berupa uraian tugas atau surat tugas. Jumlah minimal tenaga laboratorium di tiap puskesmas adalah 1 orang (Dinkes Jatim, 2011: 24). Informasi mengenai banyaknya tenaga laboratorium di puskesmas yang pernah mengikuti pelatihan dalam rentang waktu 5 tahun terakhir tentang pelacakan kasus difteri, terutama cara pengambilan dan pengiriman spesimen kasus difteri yang dibuktikan dengan dokumen tertulis berupa sertifikat pelatihan (Dinkes Jatim, 2011: 24).
51
Lanjutan dari tabel 3.1. Fokus Penelitian (1) Ketersediaan tenaga pengelola program imunisasi
Ketersediaan tenaga tenaga pengelola program imunisasi puskesmas terlatih
Money (pendanaan untuk pelaksanaan surveilans difteri)
Alokasi pendanaan untuk surveilans difteri
Sumber dana untuk surveilans difteri
Methode (metode surveilans difteri)
Ketersediaan pedoman tentang pelaksanaan surveilans difteri
(2) Informasi mengenai ada/tidaknya tenaga kesehatan yang yang memiliki latar belakang pendidikan minimal D3 kesehatan atau sederajat dan bertugas sebagai tenaga pengelola program imunisasi di puskesmas dan dinas kesehatan kabupaten/kota yang melakukan kegiatan bidang imunisasi dalam penanggulangan KLB difteri dibuktikan dengan dokumen tertulis sub bagian kepegawaian berupa uraian tugas atau surat tugas (Dinkes Jatim, 2011: 24). Informasi mengenai banyaknya tenaga pengelola program imunisasi di puskesmas yang pernah mengikuti pelatihan dalam rentang waktu 5 tahun terakhir tentang manajemen chold chain dan program imunisasi penanggulangan KLB difteri yang dibuktikan dengan dokumen tertulis berupa sertifikat pelatihan (Dinkes Jatim, 2011: 24). Deskripsi tentang ada/tidaknya dana dan jumlah dana yang dialokasikan khusus untuk pelaksanaan kegiatan surveilans difteri di puskesmas dan dinas kesehatan kabupaten/kota dibuktikan dengan dokumen tertulis yang dimiliki sub bagian keuangan (Dirjen P2PL, 2003). Alokasi pendanaan meliputi: a. Pengadaan input sistem surveilans difteri (sumber daya surveilans difteri). b. Pelaksanaan proses sistem surveilans difteri. c. Pengadaan output sistem surveilans difteri. Deskripsi tentang asal/sumber pendanaan untuk pelaksanaan kegiatan surveilans difteri. Dana dapat berasal dari dana program (APBN, APBD kab/kota, APBD propinsi, Block Grant) atau dana bantuan (bantuan nasional dan daerah, LSM/swasta, luar negeri) (Dirjen P2PL, 2003). Deskripsi tentang ada/tidaknya dan pemanfaatan pedoman tentang pelaksanaan surveilans difteri oleh tenaga surveilans difteri di puskesmas dan dinas kesehatan kabupaten/kota. Semua buku pedoman dimiliki oleh setiap tenaga surveilans difteri (Dinkes Jatim, 2011). Pedoman yang digunakan meliputi: a. Buku Pedoman Pelaksanaan Surveilans Epidemiologi, Depkes RI, 2003 b. Buku Panduan Surveilans Epidemiologi PenyakitPenyakit Menular, Keracunan Makanan, Bencana dan Penanggulangan Kejadian Luar Biasa, Dinkes Provinsi Jawa Timur, 2003 c. Buku Pedoman Penyelidikan dan Penanggulangan Kejadian Luar Biasa Penyakit Menular dan Keracunan Pangan (Pedoman Epidemiologi Penyakit) Edisi Revisi tahun 2011, Kemenkes RI, 2011 d. Buku Pedoman Penanggulangan KLB Difteri, Dinkes Provinsi Jawa Timur, 2011
52
Lanjutan dari tabel 3.1. Fokus Penelitian (1) Ketersediaan pedoman tentang pelaksanaan program imunisasi difteri
Ketersediaan juklakjuknis tentang manajemen surveilans difteri
Ketersediaan target cakupan program imunisasi difteri
Ketersediaan payung hukum yang mendukung surveilans difteri
(2) Deskripsi tentang ada/tidaknya dan pemanfaatan pedoman tentang pelaksanaan program imunisasi difteri oleh tenaga pengelola program imunisasi di puskesmas dan dinas kesehatan kabupaten/kota. Semua pedoman dimiliki oleh setiap tenaga pengelola program imunisasi (Dinkes Jatim, 2011). Pedoman yang digunakan meliputi: a. Buku Pedoman Penanggulangan KLB Difteri, Dinkes Provinsi Jawa Timur, 2011 b. Buku Pedoman Pengelolaan Vaksin dan Rantai Vaksin, Depkes RI, 2005 c. Buku Pedoman Teknis Imunisasi Tingkat Puskesmas, Depkes RI, 2005 d. Buku Pedoman Teknis Pencatatan dan Pelaporan Program Imunisasi untuk Provinsi dan Kabupaten/Kota, Depkes RI, 2009 e. Buku Panduan Pelaksanaan Sub-PIN di Provinsi Jawa Timur Tahun 2012, Dinas Kesehatan Provinsi Jawa Timur, 2012 Deskripsi tentang ada/tidaknya dan monitoring juklak, juknis serta dokumen yang berisi peraturan tentang pelaksanaan kegiatan surveilans difteri meliputi pelaporan, program imunisasi dan kegiatan di bidang laboratorium di puskesmas dan dinas kesehatan kabupaten/kota yang dibuktikan dengan dokumen tertulis (Masrochah, 2006). Deskripsi tentang ada/tidaknya target cakupan imunisasi DPT, DT, dan Td, cakupan wilayah desa/kelurahan UCI, serta rumus perhitungan yang digunakan untuk menghitung cakupan cakupan imunisasi DPT DT dan Td dan cakupan wilayah desa/kelurahan UCI (Permenkes No. 42 tahun 2013 tentang pedoman penyelenggaraan imunisasi). Target cakupan imunisasi DPT, DT, dan Td di tingkat puskesmas dan dinas kesehatan kabupaten/kota menggunakan target nasional (Depkes RI, 2005; Permenkes No. 42 tahun 2013 tentang pedoman penyelenggaraan imunisasi). Target cakupan wilayah desa/kelurahan UCI di tingkat puskesmas menggunakan target daerah, sedangkan target cakupan wilayah desa/kelurahan UCI di dinas kesehatan kabupaten/kota menggunakan target nasional dan target daerah (Depkes RI, 2005; Permenkes No. 42 tahun 2013 tentang pedoman penyelenggaraan imunisasi). Rumus perhitungan target cakupan tercantum dalam buku penetapan target indikator dan definisi operasional standar pelayanan minimal (SPM) bidang kesehatan di Kabupaten Jombang dan Permenkes RI No. 42 tahun 2013 tentang Penyelenggaraan Imunisasi. Deskripsi tentang ada/tidaknya payung hukum yang mendukung pelaksanaan surveilans difteri. Payung hukum dapat berupa peraturan daerah, surat keputusan dari kepala daerah, kepala dinas kesehatan maupun kepala puskesmas (Ammiruddin, 2012).
53
Lanjutan dari tabel 3.1. Fokus Penelitian (1) Kesepakatan penggunaan definisi kasus difteri
Material and Machine (sarana dan prasarana pelaksanaan surveilans difteri)
Ketersediaan APD (Alat Pelindung Diri)
Ketersediaan surveilance kits
Ketersediaan perangkat imunisasi
Ketersediaan alat komunikasi
Ketersediaan formulir untuk pengumpulan data difteri
Ketersediaan perangkat seminar
(2) Deskripsi tentang kesepakatan penggunaan sumber definisi kasus difteri antara pihak dinas kesehatan kabupaten/kota dan pihak puskesmas yang berada di wilayah kerja dinas kesehatan kabupaten/kota (Ammiruddin, 2012). Deskripsi tentang ada/tidaknya dan pemanfaatan APD (Alat Pelindung Diri) yang digunakan dalam melaksanakan penyelidikan epidemiologi penyakit difteri dan kegiatan imunisasi di puskesmas dan dinas kesehatan kabupaten/kota. APD yang digunakan adalah masker, jas lab, sarung tangan, google (pelindung mata), pelindung kepala (Dinkes Jatim, 2011). Deskripsi tentang ada/tidaknya pemanfaatan serta kondisi surveilance kits (perlengkapan surveilans) yang digunakan oleh tenaga surveilans difteri di puskesmas dan dinas kesehatan kabupaten/kota untuk pelaksanaan proses surveilans difteri meliputi kegiatan pengumpulan data, pengolahan data, analisis data, menyimpan file, menyebarluaskan informasi baik secara manual yaitu ATK meliputi pen, pensil, kertas HVS, penggaris, calculator scientific, kertas grafik, dan mesin ketik maupun yang terkomputerisasi yaitu komputer, printer beserta tinta, dan program aplikasi meliputi program Ms. Office, epi info, GIS (Dirjen P2PL, 2003). Deskripsi tentang ada/tidaknya, kondisi dan cara pengadaan perangkat imunisasi di puskesmas dan dinas kesehatan kabupaten/kota yang meliputi vaksin, Auto Disable Syringe (ADS/alat suntik), safety box, buku grafik pencatatan suhu, dan coldchain. Coldchain terdiri dari lemari es, vaksin carrier, cool pack, termometer, freeze watch, dan freeze tag (Depkes RI, 2005; Permenkes No. 42 tahun 2013 tentang Pedoman Penyelenggaraan Imunisasi). Deskripsi tentang ada/tidaknya, pemanfaatan, dan cara pengadaan alat komunikasi meliputi telepon, handphone, faksimile, dan layanan internet yang digunakan dalam pelaksanaan surveilans difteri di puskesmas dan dinas kesehatan kabupaten/kota (Dirjen P2PL, 2003). Deskripsi tentang ada/tidaknya dan cara pengadaan dokumen berupa lembaran-lembaran yang harus diisi oleh tenaga surveilans difteri di puskesmas dan dinas kesehatan kabupaten/kota untuk pengumpulan data difteri yang terdiri dari formulir W1 (24 jam), formulir W2 (mingguan), formulir STP, dan formulir STP KLB, serta formulir pelacakan kasus difteri (Dinkes Jateng, 2010; Dinkes Jatim, 2011). Deskripsi tentang ada/tidaknya, pemanfaatan dan cara pengadaan perangkat seminar di puskesmas dan dinas kesehatan kabupaten/kota meliputi overhead proyector dan infocus yang digunakan untuk desiminasi informasi dalam rapat (Dirjen P2PL, 2003).
54
Lanjutan dari tabel 3.1. Fokus Penelitian Ketersediaan alat transportasi
Market (sasaran penyebaran informasi hasil surveilans difteri)
Pengguna internal
Pengguna eksternal
3.
Deskripsi tentang ada/tidaknya, pemanfaatan, dan cara pengadaan alat transportasi yang digunakan dalam pelaksanaan surveilans difteri di puskesmas meliputi 1 roda dua, sedangkan di dinas kesehatan kabupaten/ kota meliputi 1 roda empat, 2 roda dua (Kepmenkes RI No. 1116/ Menkes/ SK/ VIII/ 2003 tentang Pedoman Penyelenggaraan Sistem Surveilans Epidemiologi Kesehatan). Deskripsi tentang stakeholder-stakeholder yang menjadi sasaran penyebarluasan informasi hasil surveilans difteri dari lintas program dalam satu sektor untuk pemanfaatan dalam menentukan arah kebijakan kegiatan, upaya pengendalian, dan evaluasi surveilans difteri (Amiruddin, 2012). Deskripsi tentang informasi yang dibutuhkan dari hasil surveilans difteri oleh tiap pengguna informasi dan pemanfaatan informasi untuk tiap pengguna (Amiruddin, 2012). Deskripsi tentang stakeholder-stakeholder yang menjadi sasaran penyebarluasan informasi hasil surveilans difteri dari lintas sektor untuk pemanfaatan dalam menentukan arah kebijakan kegiatan, upaya pengendalian, dan evaluasi (Amiruddin, 2012). Deskripsi tentang informasi yang dibutuhkan dari hasil surveilans difteri oleh tiap pengguna informasi dan pemanfaatan informasi untuk tiap pengguna (Amiruddin, 2012).
Monitoring dan Evaluasi Monitoring dan evaluasi merupakan bagian kegiatan yang penting dari proses manajemen.
Evaluasi
terhadap
input
(masukan)
berkaitan
dengan
pemanfaatan berbagai sumber daya baik tenaga (man), dana (money), saranaprasarana (material and machines), maupun metode (method) (Muninjaya, 2004: 200; Notoatmodjo, 2011: 108). Evaluasi ini bertujuan untuk mengetahui apakah sumber daya yang dimanfaatkan sudah sesuai dengan standar dan kebutuhan (Muninjaya, 2004: 200). Pada penelitian ini, evaluasi yang dilakukan adalah membandingkan kenyataan dai lapangan dengan tatanan ideal menggunakan pedoman sebagai berikut:
55
a. Buku Pedoman Pelaksanaan Surveilans Epidemiologi, Depkes RI, 2003. b. Buku Panduan Surveilans Epidemiologi Penyakit-Penyakit Menular, Keracunan Makanan, Bencana dan Penanggulangan Kejadian Luar Biasa, Dinkes Provinsi Jawa Timur, 2003. c. Buku Pedoman Penyelidikan dan Penanggulangan Kejadian Luar Biasa Penyakit Menular dan Keracunan Pangan (Pedoman Epidemiologi Penyakit) Edisi Revisi tahun 2011, Kemenkes RI, 2011. d. Buku Pedoman Penanggulangan KLB Difteri, Dinkes Provinsi Jawa Timur, 2011. e. Buku Pedoman Pengelolaan Vaksin dan Rantai Vaksin, Depkes RI, 2005. f. Buku Pedoman Teknis Imunisasi Tingkat Puskesmas, Depkes RI, 2005. g. Buku Pedoman Teknis Pencatatan dan Pelaporan Program Imunisasi untuk Provinsi dan Kabupaten/Kota, Depkes RI, 2009. h. Buku Panduan Pelaksanaan Sub-PIN di Provinsi Jawa Timur Tahun 2012, Dinas Kesehatan Provinsi Jawa Timur, 2012. i. Buku Pedoman Pelatihan Tenaga Pelaksana Imunisasi Puskesmas, Depkes RI, 2006. j. Kepmenkes
RI No. 1116/Menkes/SK/VIII/2003 tentang Pedoman
Penyelenggaraan Sistem Surveilans Epidemiologi Kesehatan. k. Permenkes RI No. 1501/Menkes/Per/X/2010 tentang Jenis Penyakit Menular Tertentu yang Dapat Menimbulkan Wabah dan Upaya Penanggulangan. l. Permenkes RI No. 42 tahun 2013 tentang Penyelenggaraan Imunisasi.
56
1.9.
Jenis dan Rancangan Penelitian Penelitian ini merupakan penelitian kualitatif dengan rancangan penelitian
yang digunakan adalah studi evaluasi. Studi evaluasi dilakukan untuk melakukan penilaian terhadap suatu pelaksanaan kegiatan atau program yang sedang dilakukan dalam rangka mencari umpan balik yang akan dijadikan dasar untuk memperbaiki suatu program atau sistem (Notoatmodjo, 2002: 30). Dalam penelitian kualitatif, peneliti sendiri merupakan instrumen dalam pengumpulan data utama, sehingga peneliti dapat ikut berpartisipasi langsung untuk mengamati dan menganalisis informan atau hal yang ditemukan di tempat penelitian serta membuat laporan penelitian secara mendetail (Ghony dan Fauzan, 2012; Moleong, 2002; Sugiyono, 2008). Penelitian ini hanya untuk
menyelidiki,
menemukan, menggambarkan, menjelaskan, dan menganalisis input sistem surveilans difteri di wilayah kerja Dinas Kesehatan Kabupaten Jombang.
1.10. Sumber Informasi Sumber data yang digunakan dalam penelitian ini diperoleh dari data primer dan data sekunder yang selanjutnya akan diolah menjadi informasi sesuai yang dibutuhkan. 3.4.1. Data Primer Data primer yang akan digunakan dalam penelitian ini secara rinci disebutkan dalam tabel 3.2 berikut:
57
Tabel 3.2. Sumber Informasi Data Primer Data
Sumber
Ketersediaan tenaga surveilans difteri Ketersediaan tenaga surveilans difteri terlatih Ketersediaan tenaga laboratorium puskesmas Ketersediaan tenaga laboratorium puskesmas terlatih Ketersediaan tenaga pengelola program imunisasi Ketersediaan tenaga pengelola program imunisasi puskesmas terlatih Alokasi pendanaan untuk surveilans difteri
Sumber dana surveilans difteri
untuk
Ketersediaan pedoman tentang pelaksanaan surveilans difteri
Ketersediaan pedoman tentang pelaksanaan program imunisasi difteri
Kepala puskesmas Tenaga surveilans difteri puskesmas Kepala puskesmas Tenaga laboratorium puskesmas Kepala puskesmas
Tenaga pengelola program imunisasi puskesmas 1. Kepala puskesmas 2. Tenaga surveilans difteri puskesmas 3. Tenaga surveilans difteri Dinas Kesehatan Kabupaten Jombang 1. Kepala puskesmas 2. Tenaga surveilans difteri puskesmas 3. Tenaga surveilans difteri Dinas Kesehatan Kabupaten Jombang 1. Tenaga surveilans difteri puskesmas 2. Tenaga surveilans difteri Dinas Kesehatan Kabupaten Jombang Tenaga pengelola program imunisasi puskesmas
Teknik Sampling, Kriteria Teknik purposive sampling.
Teknik Pengambilan Data Wawancara terstruktur Wawancara terstruktur
Kriteria puskesmas yang dijadikan sampel yaitu: a. Selalu ada kasus pada tahun 2011 sampai tahun 2013. b. Kelengkapan laporan yang dikumpulkan ≤ 90 % per minggu ke-52 atau per bulan Desember tahun 2013. c. Ketepatan waktu pelaporan ≤ 80 % per minggu ke-52 atau per bulan Desember tahun 2013. Berdasarkan kriteria tersebut, ada dua puskesmas yang menjadi informan utama yaitu Puskesmas Peterongan dan Puskesmas Megaluh.
Wawancara terstruktur Wawancara terstruktur
Wawancara terstruktur
Wawancara terstruktur
Wawancara terstruktur
Wawancara terstruktur
1. Wawancara terstruktur 2. Observasi
1. Wawancara terstruktur 2. Observasi
58
Lanjutan Tabel 3.2. Sumber Informasi Data Primer Ketersediaan juklakjuknis tentang manajemen surveilans difteri
Ketersediaan target cakupan program imunisasi difteri Ketersediaan payung hukum yang mendukung surveilans difteri
Kesepakatan penggunaan definisi kasus difteri
Ketersediaan APD (Alat Pelindung Diri)
Ketersediaan surveilance kits
Ketersediaan perangkat imunisasi
1. Tenaga surveilans difteri puskesmas 2. Tenaga laboratorium puskesmas 3. Tenaga pengelola program imunisasi puskesmas Tenaga pengelola program imunisasi puskesmas 1. Kepala puskesmas 2. Tenaga surveilans difteri puskesmas 3. Tenaga surveilans difteri Dinas Kesehatan Kabupaten Jombang 1. Tenaga surveilans difteri puskesmas 2. Tenaga surveilans difteri Dinas Kesehatan Kabupaten Jombang 1. Tenaga surveilans difteri puskesmas 2. Tenaga laboratorium puskesmas 3. Tenaga pengelola program imunisasi puskesmas 4. Tenaga surveilans difteri Dinas Kesehatan Kabupaten Jombang 1. Tenaga surveilans difteri puskesmas 2. Tenaga surveilans difteri Dinas Kesehatan Kabupaten Jombang Tenaga pengelola program imunisasi puskesmas
Teknik purposive 1. Wawancara terstruktur sampling. 2. Observasi Kriteria puskesmas yang dijadikan sampel yaitu: a. Selalu ada kasus pada tahun 2011 sampai tahun Wawancara terstruktur 2013. b. Kelengkapan laporan yang 1. Wawancara dikumpulkan ≤ terstruktur 90 % per minggu 2. Observasi ke-52 atau per bulan Desember tahun 2013. c. Ketepatan waktu pelaporan ≤ 80 % per minggu ke-52 1. Wawancara atau per bulan terstruktur Desember tahun 2. Observasi 2013. Berdasarkan kriteria tersebut, ada dua puskesmas yang menjadi informan utama yaitu Puskesmas Peterongan dan Puskesmas Megaluh.
1. Wawancara terstruktur 2. Observasi
1. Wawancara terstruktur 2. Observasi
1. Wawancara terstruktur 2. Observasi
59
Lanjutan Tabel 3.2. Sumber Informasi Data Primer Ketersediaan alat komunikasi
Ketersediaan formulir untuk pengumpulan data
Ketersediaan perangkat seminar
Ketersediaan alat transportasi
Pengguna Internal
Pengguna Eksternal
1. Tenaga surveilans difteri puskesmas 2. Tenaga surveilans difteri Dinas Kesehatan Kabupaten Jombang 1. Tenaga surveilans difteri puskesmas 2. Tenaga surveilans difteri Dinas Kesehatan Kabupaten Jombang 1. Tenaga surveilans difteri puskesmas 2. Tenaga surveilans difteri Dinas Kesehatan Kabupaten Jombang 1. Tenaga surveilans difteri puskesmas 2. Tenaga surveilans difteri Dinas Kesehatan Kabupaten Jombang 1. Tenaga surveilans difteri puskesmas 2. Tenaga surveilans difteri Dinas Kesehatan Kabupaten Jombang 1. Tenaga surveilans difteri puskesmas 2. Tenaga surveilans difteri Dinas Kesehatan Kabupaten Jombang
Teknik purposive sampling. Kriteria puskesmas yang dijadikan sampel yaitu: a. Selalu ada kasus pada tahun 2011 sampai tahun 2013. b. Kelengkapan laporan yang dikumpulkan ≤ 90 % per minggu ke-52 atau per bulan Desember tahun 2013. c. Ketepatan waktu pelaporan ≤ 80 % per minggu ke-52 atau per bulan Desember tahun 2013. Berdasarkan kriteria tersebut, ada dua puskesmas yang menjadi informan utama yaitu Puskesmas Peterongan dan Puskesmas Megaluh.
1. Wawancara terstruktur 2. Observasi
1. Wawancara terstruktur 2. Observasi
1. Wawancara terstruktur 2. Observasi
1. Wawancara terstruktur 2. Observasi
Wawancara terstruktur
Wawancara terstruktur
60
Apabila data yang diperoleh dari informan utama belum mampu memberikan informasi yang memuaskan, maka ditentukan penambahan informan lain yaitu 1 orang Kepala Seksi Surveilans Epidemiologi dan Kesehatan Khusus Dinas Kesehatan Kabupaten Jombang, 1 orang Pengelola Program Imunisasi dan Program Surveilans Epidemiologi dan Kesehatan Khusus Dinas Kesehatan Kabupaten Jombang, 1 orang Pengelola Data dan Informasi Imunisasi Dinas Kesehatan Kabupaten Jombang, 1 orang Pengelola Logistik Imunisasi Dinas Kesehatan Kabupaten Jombang, 1 orang Kepala Bagian Penyusunan Program dan Pelaporan Dinas Kesehatan Kabupaten Jombang, 1 orang Koordinator Program Imunisasi Puskesmas Tambakrejo, 2 orang kepala tata usaha puskesmas dan dengan pertimbangan tertentu menggunakan teknik snowball sampling (Sugiyono, 2008). 3.4.2. Data Sekunder Data yang dikumpulkan dari sumber informasi data sekunder dan metode pengumpulan data yang digunakan dalam penelitian ini secara rinci disebutkan dalam tabel 3.3 berikut: Tabel 3.3. Sumber Informasi Data Sekunder Teknik Pengambilan Data Dokumentasi
Data
Sumber Referensi
Data kasus difteri di World Health Statistic 2010, 2011, 2012, 2013 dunia Data kasus difteri di Profil Kesehatan Indonesia tahun 2010, 2011 Indonesia dan 2012 Data kasus difteri di Profil Kesehatan Jawa Timur tahun 2010, Jawa Timur 2011 dan 2012 Data kasus difteri di Profil Kesehatan Kabupaten Jombang Kabupaten Jombang tahun 2010, 2011, 2012, 2013 Data kelengkapan laporan dan ketepatan waktu pelaporan mingguan dan bulanan PD3I tahun 2013
61
Lanjutan Tabel 3.3. Sumber Informasi Data Sekunder Dokumentasi
Keadaan geografi dan Data Badan Pusat Statistik Kabupaten demografi Kabupaten Jombang tahun 2011, 2012 dan 2013 Jombang Data sarana dan Profil Kesehatan Kabupaten Jombang tahun tenaga kesehatan di 2013 Kabupaten Jombang tahun 2013 Tupoksi dan struktur Profil Kesehatan Kabupaten Jombang organisasi Dinas tahun 2013 Kesehatan Kabupaten Peraturan Bupati Jombang No. 17 tahun Jombang 2009 tentang tugas pokok dan fungsi Dinas Kesehatan Kabupaten Jombang Profil Puskesmas Profil Puskesmas Megaluh tahun 2013 Megaluh Profil Puskesmas Profil Puskesmas Peterongan tahun 2013 Peterongan Ketersediaan dan Dokumen kepegawaian puskesmas tahun jumlah tenaga 2013 surveilans difteri Dokumen surat penunjukkan pelaksanaan terlatih, tenaga tugas (Tupoksi) petugas puskesmas tahun laboratorium terlatih, 2013 serta tenaga pengelola program imunisasi terlatih di puskesmas Ketersediaan dan Dokumen kepegawaian Dinas Kesehatan jumlah tenaga Kabupaten Jombang tahun 2013 surveilans difteri Dokumen surat penunjukkan pelaksanaan terlatih dan tenaga tugas (Tupoksi) petugas Dinas Kesehatan pengelola program Kabupaten Jombang tahun 2013 imunisasi di Dinas Kesehatan Kabupaten Jombang Sumber dana dan Dokumen Pelaksanaan Anggaran Satuan alokasi dana Kerja Perangkat Daerah (DPA SKPD) tahun pelaksanaan anggaran 2014 surveilans difteri Dinas Kesehatan Kabupaten Jombang Hasil penelitian Sutarman (2008); Chairiyah (2010); Wibisono sebelumnya tentang (2011); Vanni (2012) surveilans difteri
1.11. Instrumen Penelitian dan Teknik Pengambilan Data Instrumen penelitian dan teknik pengambilan data yang digunakan dalam penelitian ini secara rinci disebutkan dalam tabel 3.4. berikut:
62
Tabel 3.4. Instrumen Penelitian dan Teknik Pengambilan Data No
Tujuan
Sasaran
Teknik Pengambilan Data 1. Wawancara terstruktur 2. Dokumentasi
1.
Mengetahui gambaran ketersediaan tenaga surveilans difteri
Kepala puskesmas
2.
Mengetahui gambaran ketersediaan tenaga surveilans difteri puskesmas terlatih
Tenaga surveilans difteri puskesmas
1. Wawancara terstruktur 2. Dokumentasi
3.
Mengetahui gambaran ketersediaan tenaga laboratorium puskesmas
Kepala puskesmas
1. Wawancara terstruktur 2. Dokumentasi
4.
Mengetahui gambaran ketersediaan tenaga laboratorium puskesmas terlatih
Tenaga laboratorium puskesmas
1. Wawancara terstruktur 2. Dokumentasi
5.
Mengetahui gambaran ketersediaan tenaga pengelola program imunisasi
Kepala puskesmas
1. Wawancara terstruktur 2. Dokumentasi
6.
Mengetahui gambaran ketersediaan tenaga pengelola program imunisasi puskesmas terlatih Mengetahui sumber dana dan alokasi pendanaan untuk pelaksanaan surveilans difteri
Tenaga pengelola program imunisasi puskesmas
1. Wawancara terstruktur 2. Dokumentasi
1. Kepala puskesmas 2. Tenaga surveilans difteri puskesmas 3. Tenaga surveilans difteri Dinas Kesehatan Kabupaten Jombang 1. Tenaga surveilans difteri puskesmas 2. Tenaga laboratorium puskesmas 3. Tenaga pengelola program imunisasi puskesmas
1. Wawancara terstruktur 2. Dokumentasi
7.
8.
Mengetahui gambaran ketersediaan pedoman tentang pelaksanaan surveilans difteri
1. Wawancara terstruktur 2. Dokumentasi
Instrumen 1. Pedoman wawancara terstruktur 2. Lembar dokumentasi 1. Pedoman wawancara terstruktur 2. Lembar dokumentasi 1. Pedoman wawancara terstruktur 2. Lembar dokumentasi 1. Pedoman wawancara terstruktur 2. Lembar dokumentasi 1. Pedoman wawancara terstruktur 2. Lembar dokumentasi 1. Pedoman wawancara terstruktur 2. Lembar dokumentasi 1. Pedoman wawancara terstruktur 2. Lembar dokumentasi
1. Pedoman wawancara terstruktur 2. Lembar dokumentasi
63
Lanjutan Tabel 3.4. Instrumen Penelitian dan Teknik Pengambilan Data 9.
Mengetahui gambaran ketersediaan pedoman tentang pelaksanaan program imunisasi difteri
Tenaga pengelola program imunisasi puskesmas
1. Wawancara terstruktur 2. Dokumentasi
1. Pedoman wawancara terstruktur 2. Lembar dokumentasi
10.
Mengetahui gambaran ketersediaan juklak-juknis untuk manajemen surveilans difteri
Tenaga surveilans difteri puskesmas
1. Wawancara terstruktur 2. Dokumentasi
11.
Mengetahui gambaran ketersediaan target cakupan program imunisasi difteri
Tenaga pengelola program imunisasi puskesmas
3. Wawancara terstruktur 4. Dokumentasi
12.
Mengetahui gambaran ketersediaan payung hukum yang mendukung surveilans difteri
1. Wawancara terstruktur 2. Dokumentasi
13.
Mengetahui gambaran kesepakatan penggunaan definisi kasus difteri
14.
Mengetahui gambaran sarana dan prasarana pelaksanaan surveilans difteri yang meliputi ketersediaan APD
1. Kepala puskesmas 2. Tenaga surveilans difteri puskesmas 3. Tenaga surveilans difteri Dinas Kesehatan Kabupaten Jombang 1. Tenaga surveilans difteri puskesmas 2. Tenaga surveilans difteri Dinas Kesehatan Kabupaten Jombang 1. Tenaga surveilans difteri puskesmas 2. Tenaga laboratorium puskesmas 3. Tenaga pengelola program imunisasi puskesmas
1. Pedoman wawancara terstruktur 2. Lembar dokumentasi 1. Pedoman wawancara terstruktur 2. Lembar dokumentasi 1. Pedoman wawancara terstruktur 2. Lembar dokumentasi
1. Wawancara terstruktur 2. Dokumentasi
1. Pedoman wawancara terstruktur 2. Lembar dokumentasi
1. Wawancara terstruktur 2. Dokumentasi 3. Observasi
1. Pedoman wawancara terstruktur 2. Lembar dokumentasi 3. Lembar observasi
64
Lanjutan Tabel 3.4. Instrumen Penelitian dan Teknik Pengambilan Data 15.
16.
Mengetahui gambaran sarana dan prasarana pelaksanaan surveilans difteri yang meliputi ketersediaan surveilance kits, alat komunikasi, formulir untuk pengumpulan data difteri, perangkat seminar, serta alat transportasi. Mengetahui gambaran sarana dan prasarana pelaksanaan surveilans difteri yang meliputi perangkat seminar serta alat transportasi.
17.
Mengetahui gambaran sarana dan prasarana pelaksanaan surveilans difteri yang meliputi perangkat imunisasi
18.
Mengetahui gambaran market (sasaran penyebaran informasi hasil surveilans difteri)
1. Tenaga surveilans difteri puskesmas 2. Tenaga surveilans difteri Dinas Kesehatan Kabupaten Jombang 1. Tenaga surveilans difteri puskesmas 2. Tenaga surveilans difteri Dinas Kesehatan Kabupaten Jombang Tenaga pengelola program imunisasi puskesmas
1. Wawancara terstruktur 2. Dokumentasi 3. Observasi
1. Pedoman wawancara terstruktur 2. Lembar dokumentasi 3. Lembar observasi
1. Wawancara terstruktur 2. Dokumentasi 3. Observasi
1. Pedoman wawancara terstruktur 2. Lembar dokumentasi 3. Lembar observasi
1. Wawancara terstruktur 2. Dokumentasi 3. Observasi
1. Tenaga surveilans difteri puskesmas 2. Tenaga surveilans difteri Dinas Kesehatan Kabupaten Jombang
1. Wawancara terstruktur 2. Dokumentasi
1. Pedoman wawancara terstruktur 2. Lembar dokumentasi 3. Lembar observasi 1. Pedoman wawancara terstruktur 2. Lembar dokumentasi
1.12. Prosedur Penelitian 3.6.1. Tahap Pra Penelitian Pada tahap pra-penelitian, kegiatan yang dilakukan adalah sebagai berikut: 1.
Melakukan studi pustaka dengan mencari data awal melalui dokumendokumen yang relevan, sehingga didapatkan rumusan masalah yang ingin diteliti.
65
2.
Menyusun instrumen studi pendahuluan.
3.
Melakukan studi pendahuluan di Seksi Surveilans Epidemiologi dan Kesehatan Khusus Dinas Kesehatan Kabupaten Jombang.
4.
Menyusun rancangan awal penelitian.
5.
Pemantapan desain penelitian, fokus penelitian, dan pemilihan informan.
6.
Mempersiapkan instrumen penelitian.
7.
Melakukan koordinasi dan proses perijinan penelitian dengan Dinas Kesehatan Kabupaten Jombang.
3.6.2. Tahap Pelaksanaan Penelitian Pada tahap ini, peneliti melakukan pengambilan data di lapangan dengan menggunakan metode wawancara terstruktur, observasi, dan studi dokumentasi. Wawancara terstruktur dilakukan kepada informan menggunakan pedoman wawancara
terstruktur.
Metode
observasi
dilakukan
untuk
mengamati
ketersediaan material and machine (sarana dan prasarana pelaksanaan kegiatan surveilans difteri) di tingkat puskesmas menggunakan lembar observasi. Studi dokumentasi dalam penelitian ini bertujuan untuk mendapatkan bukti yang memperkuat pernyataan informan dengan menggunakan lembar dokumentasi dan alat perekam. 3.6.3. Tahap Pasca Penelitian Setelah diperoleh data dari hasil wawancara terstruktur dan observasi serta dokumentasi, maka selanjutnya dilakukan pemeriksaan keabsahan data dan analisis data. Dilakukan penyajian data secara deskriptif dan evaluasi sesuai pedoman yang ada, kemudian melakukan penarikan kesimpulan dari hasil penelitian dan pemberian saran.
66
1.13. Pemeriksaan Keabsahan Data Pemeriksaan keabsahan data dalam penelitian ini dilakukan dengan menggunakan teknik triangulasi dengan sumber. Menurut Patton (1987: 331) dalam Moleong (2010: 330), triangulasi dengan sumber berarti membandingkan dan mengecek balik derajat kepercayaan suatu informasi yang diperoleh melalui waktu dan alat yang berbeda. Triangulasi dengan sumber dilakukan dengan cara: 1. Membandingkan data hasil pengamatan dengan data hasil wawancara. 2. Membandingkan keadaan dan perspektif seseorang dengan berbagai pendapat dan pandangan orang seperti rakyat biasa, orang yang berpendidikan menengah atau berada, orang berada, orang pemerintahan. 3. Membandingkan hasil wawancara dengan isi suatu dokumen yang berkaitan. Rincian pemeriksaan keabsahan dapat dilihat pada tabel 3.5: Tabel 3.5. Pemeriksaan Keabsahan Data No. Data 1. Ketersediaan tenaga surveilans difteri
2.
3.
4.
5.
Ketersediaan tenaga surveilans difteri puskesmas terlatih Ketersediaan tenaga laboratorium puskesmas
Ketersediaan tenaga laboratorium puskesmas terlatih Ketersediaan tenaga pengelola program imunisasi
Sasaran Kepala puskesmas
Triangulasi Kepala Seksi Surveilans Epidemiologi dan Kesehatan Khusus Dinas Kesehatan Kabupaten Jombang Kepala tata usaha puskesmas Tenaga surveilans difteri Tenaga surveilans difteri puskesmas Dinas Kesehatan Kabupaten Jombang Kepala Puskesmas Tenaga surveilans difteri Dinas Kesehatan Kabupaten Jombang Kepala tata usaha puskesmas Tenaga laboratorium Tenaga surveilans difteri Dinas puskesmas Kesehatan Kabupaten Jombang Kepala puskesmas
Kepala Seksi Surveilans Epidemiologi dan Kesehatan Khusus Dinas Kesehatan Kabupaten Jombang Kepala tata usaha puskesmas
67
Lanjutan Tabel 3.5. Pemeriksaan Keabsahan Data 6.
Ketersediaan tenaga pengelola program imunisasi puskesmas terlatih
7.
Alokasi pendanaan untuk 1. Kepala puskesmas surveilans difteri dan 2. Tenaga surveilans sumber dana untuk difteri puskesmas surveilans difteri 3. Tenaga surveilans difteri Dinas Kesehatan Kabupaten Jombang Ketersediaan pedoman 1. Tenaga surveilans tentang pelaksanaan difteri puskesmas surveilans difteri 2. Tenaga surveilans difteri Dinas Kesehatan Kabupaten Jombang Ketersediaan pedoman Tenaga pengelola tentang program program imunisasi imunisasi difteri puskesmas Ketersediaan juklak1. Tenaga surveilans juknis tentang difteri puskesmas manajemen surveilans 2. Tenaga surveilans difteri difteri Dinas Kesehatan Kabupaten Jombang 3. Tenaga laboratorium puskesmas 4. Tenaga pengelola program imunisasi puskesmas Ketersediaan target Tenaga pengelola cakupan program program imunisasi imunisasi difteri puskesmas Ketersediaan payung 1. Kepala puskesmas hukum yang mendukung 2. Tenaga surveilans surveilans difteri difteri puskesmas 3. Tenaga surveilans difteri Dinas Kesehatan Kabupaten Jombang Kesepakatan penggunaan 1. Tenaga surveilans definisi kasus difteri difteri puskesmas 2. Tenaga surveilans difteri Dinas Kesehatan Kabupaten Jombang
8.
9.
10.
11.
12.
13.
Tenaga pengelola program imunisasi puskesmas
Kepala Seksi Surveilans Epidemiologi dan Kesehatan Khusus Dinas Kesehatan Kabupaten Jombang Pengelola program imunisasi Dinas Kesehatan Kabupaten Jombang Kepala tata usaha puskesmas Kepala Seksi Surveilans Epidemiologi dan Kesehatan Khusus Dinas Kesehatan Kabupaten Jombang
Tenaga surveilans difteri Dinas Kesehatan Kabupaten Jombang
Pengelola program imunisasi Dinas Kesehatan Kabupaten Jombang Tenaga surveilans difteri Dinas Kesehatan Kabupaten Jombang
Pengelola data dan informasi imunisasi Dinas Kesehatan Kabupaten Jombang Tenaga surveilans difteri Dinas Kesehatan Kabupaten Jombang
Tenaga surveilans difteri Dinas Kesehatan Kabupaten Jombang
68
Lanjutan Tabel 3.5. Pemeriksaan Keabsahan Data 14.
Ketersediaan APD (Alat Pelindung Diri)
15.
Ketersediaan surveilance kits
16.
Ketersediaan perangkat imunisasi
17.
Ketersediaan alat komunikasi
18
Ketersediaan formulir untuk pengumpulan data
19.
Ketersediaan perangkat seminar
20.
Ketersediaan alat transportasi
21.
Pengguna internal
22.
Pengguna eksternal
1. Tenaga surveilans difteri puskesmas 2. Tenaga laboratorium puskesmas 3. Tenaga pengelola program imunisasi puskesmas 4. Tenaga surveilans difteri Dinas Kesehatan Kabupaten Jombang 1. Tenaga surveilans difteri puskesmas 2. Tenaga surveilans difteri Dinas Kesehatan Kabupaten Jombang Tenaga pengelola program imunisasi puskesmas
1. Tenaga surveilans difteri puskesmas 2. Tenaga surveilans difteri Dinas Kesehatan Kabupaten Jombang 1. Tenaga surveilans difteri puskesmas 2. Tenaga surveilans difteri Dinas Kesehatan Kabupaten Jombang 1. Tenaga surveilans difteri puskesmas 2. Tenaga surveilans difteri Dinas Kesehatan Kabupaten Jombang 1. Tenaga surveilans difteri puskesmas 2. Tenaga surveilans difteri Dinas Kesehatan Kabupaten Jombang 1. Tenaga surveilans difteri puskesmas 2. Tenaga surveilans difteri Dinas Kesehatan Kabupaten Jombang 1. Tenaga surveilans difteri puskesmas 2. Tenaga surveilans difteri Dinas Kesehatan Kabupaten Jombang
Staf bagian logistik puskesmas
Staf bagian logistik puskesmas
1. Pengelola program imunisasi Dinas Kesehatan Kabupaten Jombang 2. Pengelola logistik imunisasi Dinas Kesehatan Kabupaten Jombang Tenaga surveilans difteri Dinas Kesehatan Kabupaten Jombang
Tenaga surveilans difteri Dinas Kesehatan Kabupaten Jombang
Staf bagian logistik puskesmas
Staf bagian logistik puskesmas
Pengguna informasi hasil surveilans difteri
Pengguna informasi hasil surveilans difteri
69
1.14. Teknik Analisis Data Analisis data adalah proses mencari dan menyusun secara sistematis data yang diperoleh dari hasil wawancara, catatan lapangan, dan dokumentasi dengan cara mengorganisasikan data ke dalam kategori, menjabarkan ke dalam unit-unit, melakukan sintesis, menyusun ke dalam pola, memilih mana yang penting dan akan dipelajari serta membuat kesimpulan, sehingga mudah dipahami diri sendiri maupun orang lain (Sugiyono, 2008: 244). Menurut Miles and Huberman (1984) dalam Sugiyono (2008: 246), langkah-langkah dalam proses analisis data sebagai berikut: 3.8.1. Reduksi Data Setelah peneliti melakukan pengambilan data di lapangan, maka akan diperoleh suatu data. Oleh karena itu perlu segera dilakukan analisis data melalui reduksi data. Reduksi data adalah proses merangkum, memilih hal-hal yang pokok, memfokuskan pada hal-hal yang penting dan transformasi data kasar yang muncul dari catatan-catatan di lapangan dengan langkah mengurangi atau menghilangkan hal-hal yang tidak perlu. Dengan demikian, maka akan memberikan gambaran data yang lebih jelas dan mempermudah peneliti untuk melakukan pengambilan data selanjutnya serta mencarinya bila diperlukan. 3.8.2. Penyajian Data Setelah melakukan reduksi data, maka langkah selanjutnya adalah melakukan penyajian data. Dalam penelitian kualitatif, penyajian data yang sering digunakan adalah bentuk uraian singkat yang bersifat naratif. Selain itu juga dapat disajikan dalam bentuk grafik, matrik, network (jejaring kerja), dan chart.
70
Dengan penyajian data, maka akan memudahkan untuk memahami apa yang terjadi dan merencanakan kerja selanjutnya berdasarkan apa yang telah dipahami. 3.8.3. Evaluasi Peneliti melakukan evaluasi dengan cara membandingkan tataran ideal fokus penelitian berdasarkan buku pedoman pelaksanaan surveilans epidemiologi dengan kenyataan di tempat penelitian untuk diidentifikasi bagian fokus penelitian yang
belum
memenuhi
pedoman
tersebut,
sehingga
peneliti
dapat
mengidentifikasi masalah dan memberikan alternatif penyelesaian masalah yang didapatkan. 3.8.4. Penarikan Kesimpulan Penarikan kesimpulan dibuat didasarkan pada pemahaman terhadap datadata yang telah disajikan dengan menggunakan kalimat yang mudah dipahami dan mengacu pada pokok permasalahan yang diteliti.
BAB VI SIMPULAN DAN SARAN 6.1. Simpulan Berdasarkan hasil penelitian mengenai evaluasi input sistem surveilans difteri di wilayah kerja Dinas Kesehatan Kabupaten Jombang, dapat disimpulkan bahwa: 1.
Sudah ada tenaga surveilans difteri di puskesmas tempat penelitian dan Dinas Kesehatan Kabupaten Jombang, namun jumlah tenaga surveilans difteri di Dinas Kesehatan Kabupaten Jombang belum sesuai dengan pedoman dimana seharusnya berjumlah minimal 2 orang tenaga surveilans difteri tetapi hanya ada 1 orang tenaga surveilans difteri. Latar belakang pendidikan tenaga surveilans difteri baik di puskesmas tempat penelitian dan Dinas Kesehatan Kabupaten Jombang sudah sesuai dengan pedoman. Tenaga surveilans difteri baik di puskesmas tempat penelitian maupun di Dinas Kesehatan Kabupaten Jombang belum memiliki jenjang jabatan fungsional epidemiolog, karena Pemerintahan Kabupaten Jombang belum menerapkan jabatan fungsional.
2.
Ketersediaan tenaga surveilans difteri yang terlatih di puskesmas tempat penelitian dan Dinas Kesehatan Kabupaten Jombang belum sesuai pedoman, karena semua tenaga surveilans difteri yang menjadi informan penelitian belum pernah mengikuti pelatihan baik tentang surveilans epidemiologi maupun tentang surveilans difteri dan karena tidak pernah diadakan pelatihan untuk tenaga surveilans. Tenaga surveilans difteri di puskesmas
198
199
tempat penelitian dan Dinas Kesehatan Kabupaten Jombang pernah mengikuti workshop tentang tata laksana difteri di Kabupaten Jombang dan mendapatkan informasi tentang surveilans difteri dari rapat pertemuan tenaga surveilans seluruh puskesmas yang diadakan dua kali dalam setahun oleh Dinas Kesehatan Kabupaten Jombang. 3.
Ketersediaan tenaga laboratorium puskesmas belum sesuai dengan pedoman karena 1 dari 2 puskesmas tempat penelitian yang memiliki tenaga laboratorium. Jumlah dan latar belakang pendidikan tenaga laboratorium di puskesmas tersebut sudah sesuai dengan pedoman. Alasan puskesmas yang tidak memiliki tenaga laboratorium yang melaksanakan pelacakan kasus difteri dikarenakan tenaga laboratorium tersebut telah pindah ke RSUD Kabupaten Jombang, sehingga tugas pengambilan spesimen usap tenggorok dan usap hidung pada saat penyelidikan epidemiologi kasus difteri digantikan sementara oleh tenaga surveilans difteri.
4.
Ketersediaan tenaga laboratorium terlatih di puskesmas tempat penelitian belum sesuai dengan pedoman karena tenaga laboratorium yang menjadi informan penelitian belum pernah mengikuti pelatihan tentang cara pengambilan dan pengiriman spesimen difteri. Walaupun belum pernah mengikuti pelatihan, namun tenaga laboratorium puskesmas tempat penelitian pernah mengikuti workshop tentang tata laksana difteri di Kabupaten Jombang
5.
Ketersediaan tenaga pengelola program imunisasi di puskesmas tempat penelitian belum sesuai pedoman, karena keterbatasan jumlah tenaga
200
kesehatan di puskesmas tempat penelitian sehingga koordinator program imunisasi merangkap juga sebagai pengelola vaksin. Ketersediaan tenaga pengelola program imunisasi di Dinas Kesehatan Kabupaten Jombang juga belum sesuai pedoman karena tenaga pengelola cold chain di Dinas Kesehatan Kabupaten Jombang merangkap juga sebagai tenaga pengelola vaksin. Latar belakang pendidikan tenaga pengelola program imunisasi di puskesmas tempat penelitian sudah sesuai dengan pedoman, sedangkan latar belakang pendidikan tenaga pengelola program imunisasi di Dinas Kesehatan Kabupaten Jombang belum sesuai dengan pedoman. 6.
Ketersediaan tenaga pengelola program imunisasi di puskesmas tempat penelitian sudah sesuai dengan pedoman. Jenis pelatihan yang diikuti tenaga pengelola program imunisasi di puskesmas tempat penelitian belum sesuai dengan pedoman, karena tenaga pengelola program imunisasi di puskesmas tempat penelitian belum pernah mengikuti pelatihan tentang program imunisasi penangulangan KLB difteri. Tenaga pengelola program imunisasi di puskesmas tempat penelitian mendapatkan informasi tentang program imunisasi penangulangan KLB difteri dari rapat/pertemuan koordinator program imunisasi seluruh puskesmas.
7.
Ketersediaan alokasi dana untuk surveilans difteri di puskesmas tempat penelitian dan Dinas Kesehatan Kabupaten Jombang belum sesuai pedoman. Dana surveilans difteri di Dinas Kesehatan Kabupaten Jombang masih tergabung dalam dana surveilans epidemiologi secara umum dan penanggulangan wabah. Walaupun puskesmas tempat penelitian tidak
201
memiliki dana untuk surveilans difteri dari puskesmas, namun tenaga surveilans difteri mendapatkan dana untuk pelacakan kasus difteri dari Dinas Kesehatan Kabupaten Jombang. 8.
Sumber dana surveilans difteri di Dinas Kesehatan Kabupaten Jombang telah sesuai dengan pedoman. Dana surveilans difteri di Kabupaten Jombang berasal dari Dana Alokasi Umum (DAU) APBD Kabupaten Jombang.
9.
Ketersediaan buku pedoman untuk pelaksanaan surveilans difteri di puskesmas tempat penelitian dan Dinas Kesehatan Kabupaten Jombang belum sesuai dengan pedoman. Untuk Kepemilikan pedoman untuk pelaksanaan surveilans difteri di puskesmas tempat penelitian dan Dinas Kesehatan Kabupaten Jombang telah sesuai dengan pedoman.
10.
Ketersediaan pedoman untuk pelaksanaan program imunisasi difteri di puskesmas tempat penelitian belum sesuai dengan pedoman, sedangkan ketersediaan pedoman untuk pelaksanaan program imunisasi difteri di Dinas Kesehatan Kabupaten Jombang sudah sesuai dengan pedoman. Kepemilikan pedoman untuk pelaksanaan program imunisasi difteri di puskesmas tempat penelitian dan Dinas Kesehatan Kabupaten Jombang sudah sesuai dengan pedoman.
11.
Ketersediaan juklak, juknis, serta peraturan tentang pelaksanaan surveilans difteri di puskesmas tempat penelitian dan Dinas Kesehatan Kabupaten Jombang sudah sesuai dengan pedoman. Tidak dilakukan monitoring oleh
202
kepala puskesmas dalam implementasi juklak, juknis, serta peraturan tersebut. 12.
Ketersediaan dan penggunaan target cakupan imunisasi DPT, DT, dan Td, serta cakupan wilayah desa/kelurahan UCI di puskesmas tempat penelitian dan Dinas Kesehatan Kabupaten Jombang sudah sesuai dengan pedoman. Rumus perhitungan cakupan yang digunakan di puskesmas tempat penelitian dan Dinas Kesehatan Kabupaten Jombang sudah sesuai dengan pedoman.
13.
Ketersediaan payung hukum yang mendukung pelaksanaan surveilans difteri di puskesmas tempat penelitian dan Dinas Kesehatan Kabupaten Jombang sudah sesuai dengan pedoman. Payung hukumnya berasal dari Gubernur Jawa Timur, Kepala Dinas Kesehatan Provinsi Jawa Timur dan Kepala Dinas Kesehatan Kabupaten Jombang.
14.
Kesepakatan penggunaan definisi kasus difteri di puskesmas tempat penelitian dan Dinas Kesehatan Kabupaten Jombang sudah sesuai dengan pedoman. Semua informan tenaga surveilans difteri Puskesmas tempat penelitian mengaku masih mengalami kesulitan dalam pemeriksaan klinis difteri terutama dalam membedakan pseudomembran akibat difteri dengan pseudomembran akibat oral candidiasis.
15.
Ketersediaan APD (Alat Pelindung Diri) di puskesmas tempat penelitian dan Dinas Kesehatan Kabupaten Jombang belum sesuai dengan pedoman. Tenaga surveilans difteri dan tenaga laboratorium di puskesmas tempat penelitian patuh menggunakan APD saat pelacakan kasus karena kesadaran
203
akan bahaya penularan difteri yang sangat cepat, sedangkan tenaga pengelola program imunisasi di puskesmas tempat penelitian tidak patuh menggunakan APD karena alasan panas dan kepraktisan. 16.
Ketersediaan surveilance kits (perlengkapan surveilans) yang digunakan oleh tenaga surveilans difteri untuk pelaksanaan proses surveilans difteri di puskesmas tempat penelitian belum sesuai dengan pedoman, sedangkan di Dinas Kesehatan Kabupaten Jombang sudah sesuai dengan pedoman. Puskesmas belum tersedia program aplikasi GIS dan epi info karena Dinas Kesehatan Kabupaten Jombang tidak menggunakan program aplikasi tersebut untuk pelaporan surveilans difteri.
17.
Ketersediaan perangkat imunisasi di puskesmas tempat penelitian dan Dinas Kesehatan Kabupaten Jombang belum sesuai dengan pedoman. Tidak tersedia Auto Disable Syringe (ADS/Alat Suntik) dan safety box karena petugas di Dinas Kesehatan Kabupaten Jombang bukan tenaga pelaksana imunisasi, melainkan fasilitator program imunisasi. Untuk jenis perangkat imunisasi di puskesmas tempat penelitian belum sesuai dengan pedoman.
18.
Ketersediaan alat komunikasi yang digunakan dalam pelaksanaan surveilans difteri di puskesmas tempat penelitian belum sesuai dengan pedoman, tetapi ketersediaan alat komunikasi yang digunakan dalam pelaksanaan surveilans difteri di Dinas Kesehatan Kabupaten Jombang sudah sesuai dengan pedoman.
204
19.
Ketersediaan formulir untuk pengumpulan data difteri di puskesmas tempat penelitian dan Dinas Kesehatan Kabupaten Jombang sudah sesuai dengan pedoman.
20.
Ketersediaan perangkat seminar untuk desiminasi informasi di puskesmas tempat penelitian belum sesuai dengan pedoman, sedangkan ketersediaan perangkat seminar untuk desiminasi informasi di Dinas Kesehatan Kabupaten Jombang sudah sesuai dengan pedoman. Puskesmas yang tidak memiliki perangkat seminar, melakukan penyebaran informasi hasil surveilans saat Lokmin puskesmas dalam bentuk lisan dan tulisan yang dibagikan kepada para peserta Lokmin puskesmas.
21.
Ketersediaan alat transportasi yang digunakan dalam pelaksanaan surveilans difteri di puskesmas tempat penelitian sudah sesuai dengan pedoman, sedangkan ketersediaan alat transportasi yang digunakan dalam pelaksanaan surveilans difteri di Dinas Kesehatan Kabupaten Jombang belum sesuai dengan pedoman dimana seharusnya minimal ada 2 roda dua, tetapi hanya ada 1 roda dua.
22.
Pengguna informasi surveilans difteri dari internal dan ekternal baik di puskesmas tempat penelitian maupun di Dinas Kesehatan Kabupaten Jombang sudah sesuai dengan pedoman. Informasi yang diberikan oleh Puskesmas dan Dinas Kesehatan Kabupaten Jombang kepada masingmasing pengguna telah sesuai dengan kebutuhan masing-masing pengguna.
205
6.2. Saran Berdasarkan simpulan hasil penelitian, beberapa saran yang dapat diberikan yaitu: 6.2.1. Bagi Kepala Seksi Surveilans Epidemiologi dan Kesehatan Khusus 1. Melakukan pendataan dan memberikan pelatihan tentang pemeriksaan klinis kasus difteri dan deteksi dini kasus difteri kepada tenaga surveilans difteri puskesmas. 2. Melakukan pengambilan
pendataan dan
dan
memberikan
pengiriman
pelatihan
spesimen
difteri
tentang kepada
cara tenaga
laboratorium puskesmas. 6.2.2. Bagi Kepala Puskesmas Megaluh dan Puskesmas Peterongan 1. Memperkuat komitmen dan kerjasama baik antar petugas puskesmas, lintas program maupun lintas sektor untuk mensukseskan keberhasilan program pencegahan dan penanggulanga difteri. 2. Bekerja sama dengan Dinas Kesehatan Kabupaten Jombang untuk menentukan kriteria-kriteria tertentu atau persyaratan umum yang harus dipenuhi petugas puskesmas yang akan menjadi tenaga surveilans difteri. 3. Melakukan pendataan terkait pelatihan-pelatihan yang pernah diikuti oleh petugas
puskesmas
puskesmas kompetensi.
dalam
untuk
membantu
menentukan
memudahkan
pemegang
program
manajemen agar
sesuai
206
4. Melakukan monitoring dan evaluasi secara rutin terhadap implementasi juklak, juknis, serta peraturan dalam pelaksanaan surveilans difteri di puskesmas. 5. Melengkapi
kebutuhan
sarana-prasarana
yang
dibutuhkan
untuk
pelaksanaan surveilans difteri. 6.2.3. Bagi Peneliti Selanjutnya Dapat melakukan penggalian informasi yang lebih mendalam mengenai input program imunisasi difteri terutama target cakupan program imunisasi difteri dan perangkat imunisasi, serta penggalian informasi yang lebih mendalam mengenai proses dan output pelaksanaan sistem surveilans difteri.
DAFTAR PUSTAKA
Alamsyah, D, 2011, Manajemen Pelayanan Kesehatan, Nuha Medika, Yogyakarta.
Amiruddin, R, 2012, Surveilans Kesehatan Masyarakat, IPB Press, Bogor.
Anonim, Beda Keputusan, Surat Keputusan, Jukran, Juklak dan Juknis, diakses tanggal 20 November 2014, (http://www.pramukanet.org/index.php?option=com_content&task=view& id=282&Itemid=100#.UwlAvGJ_uZA).
Azwar, A, 2008, Pengantar Administrasi Kesehatan, Binarupa Aksara, Jakarta.
Badan Pusat Statistik Kabupaten Jombang, 2014, Jombang Dalam Angka Tahun 2014, Badan Pusat Statistik Kabupaten Jombang, Jombang.
Budioro, E, 2002, Pengantar Administrasi Kesehatan Masyarakat, Badan Penerbit Universitas Diponegoro, Semarang.
CDC, 2001, Updated Guidelines for Evaluating Public Health Suveillance System, MMWR, diakses tanggal 8 Juni 2014 (http://www.cdc.gov/mmwr/preview/mmwrhtml/rr5013a1.html).
Chairiyah, 2010, Evaluasi Sistem Surveilans Difteri Berbasis Masyarakat Berdasarkan Komponen Surveilans di UPTD Puskesmas Kepanjen Kabupaten Malang Tahun 2010, Skripsi, Universitas Airlangga, Surabaya.
Depkes RI, 2006, Pedoman Penilaian Kinerja Puskesmas, Departemen Kesehatan RI, Jakarta. Depkes RI, 2009, Kurikulum dan Modul Manajemen Puskesmas, Departemen Kesehatan RI, Jakarta.
207
208
Dinas Kesehatan Kabupaten Jombang, 2010, Penetapan Target Indikator dan Definisi Operasional Standar Pelayanan Minimal (SPM) Bidang Kesehatan di Kabupaten Jombang, Dinas Kesehatan Kabupaten Jombang, Jombang. Dinas Kesehatan Kabupaten Jombang, 2011, Profil Kesehatan Kabupeten Jombang Tahun 2010, Dinas Kesehatan Kabupaten Jombang, Jombang.
---------------------------------------------------, 2012, Profil Kesehatan Kabupeten Jombang Tahun 2011, Dinas Kesehatan Kabupaten Jombang, Jombang.
---------------------------------------------------, 2013, Profil Kesehatan Kabupeten Jombang Tahun 2012, Dinas Kesehatan Kabupaten Jombang, Jombang.
---------------------------------------------------, 2014, Profil Kesehatan Kabupeten Jombang Tahun 2013, Dinas Kesehatan Kabupaten Jombang, Jombang.
--------------------------------------------------, 2014, Dokumen Pelaksanaan Anggaran Satuan Kerja Perangkat Daerah (DPA SKPD) tahun anggaran 2014, Dinas Kesehatan Kabupaten Jombang, Jombang.
Dinas Kesehatan Provinsi Jawa Tengah, 2006, Buku Pedoman Surveilans Penyakit, Dinas Kesehatan Provinsi Jawa Tengah, Semarang.
--------------------------------------------------------, 2010, Pedoman Dasar Pelaksanaan Surveilans Provinsi Jawa Tengah, Dinas Kesehatan Provinsi Jawa Tengah, Semarang.
Dinas Kesehatan Provinsi Jawa Timur, 2011, Pedoman Penanggulangan KLB Diphteri Di Jawa Timur, Dinas Kesehatan Provinsi Jawa Timur, Surabaya.
-------------------------------------------------------, 2011, Profil Kesehatan Provinsi Jawa Timur Tahun 2010, Dinas Kesehatan Provinsi Jawa Timur, Surabaya.
209
Dinas Kesehatan Provinsi Jawa Timur, 2012, Profil Kesehatan Provinsi Jawa Timur Tahun 2011, Dinas Kesehatan Provinsi Jawa Timur, Surabaya.
--------------------------------------------------, 2013, Profil Kesehatan Provinsi Jawa Timur Tahun 2012, Dinas Kesehatan Provinsi Jawa Timur, Surabaya.
Dirjen P2PL, 2003, Panduan Praktis Surveilans Epidemiologi Penyakit (PEP), Departemen Kesehatan RI, Jakarta.
---------------, 2005, Pedoman Teknis Pengelolaan Vaksin dan Rantai Vaksin, Departemen Kesehatan RI, Jakarta.
---------------, 2011, Pedoman Penyelidikan Dan Penanggulangan Kejadian Luar Biasa Penyakit Menular Dan Keracunan Pangan (Pedoman Epidemiologi Penyakit) Edisi Revisi Tahun 2011, Kementerian Kesehatan RI, Jakarta.
Fathoni, Abdurrahmat, 2006, Organisasi dan Manajemen Sumber Daya Manusia, Rineka Cipta, Jakarta.
Ghony, D, Fauzan A, 2012, Penelitian Kualitatif, Jogjakarta: Ar-Ruzz Media.
Handayani, Lestari, dkk, 2006, Upaya Revitalisasi Pelayanan Kesehatan Puskesmas dan Jaringannya dalam Rangka Peningkatan Kualitas Pelayanan Kesehatan, Laporan Penelitian, Puslitbang Sistem dan Kebijakan Kesehatan, Surabaya.
Handoko, T. Hani, 2001, Manajemen Personalia dan Sumberdaya Manusia, Bumi Aksara, Jakarta.
Irawati, Dewi, Pengembangan Sumber Daya Manusia Berbasis Kompetensi sebagai Upaya Meningkatkan Kinerja Organisasi, diakses tanggal 19 Januari 2014, (http://kip.dinkesjatengprov.go.id/v2013/content/download_sp.php?id=10)
James Chin, 2000, Manual Pemberantasan Penyakit Menular, Terjemahan Oleh I Nyoman Kandun, Departemen Kesehatan Republik Indonesia, Jakarta.
210
Kemenkes RI, 2011, Profil Kesehatan Indonesia Tahun 2010, Kementerian Kesehatan Republik Indonesia, Jakarta.
-------------------, 2012, Profil Kesehatan Indonesia Tahun 2011, Kementerian Kesehatan Republik Indonesia, Jakarta.
Kemenkes RI, 2013, Profil Kesehatan Indonesia Tahun 2012, Kementerian Kesehatan Republik Indonesia, Jakarta.
Keputusan Menteri Kesehatan Republik Indonesia Nomor 1116/Menkes/SK/VIII/2003 Tentang Pedoman Penyelenggaraan Sistem Surveilans Epidemiologi Kesehatan, diakses pada tanggal 10 Mei 2014, (http://www.hukor.depkes.go.id/up_prod_kepmenkes/KMK%20No.%201 116%20ttg%20Pedoman%20Penyelenggaraan%20Sistem%20Surveilans% 20Epidemiologi%20Kesehatan.pdf).
Keputusan Menteri Kesehatan Republik Indonesia Nomor 725/Menkes/SK/V/2003 tentang Pedoman Penyelenggaraan Pelatihan di Bidang Kesehatan, diakses pada tanggal 20 Agustus 2014 (http://pppl.depkes.go.id/_asset/_regulasi/92_PMK%20No.%2042%20ttg %20Penyelenggaraan%20Imunisasi.pdf).
Keputusan Menteri Negara Pendayagunaan Aparatur Negara No. 17/KEP/M.PAN/11/2000 tentang Jabatan Fungsional Epidemiolog Kesehatan dan Angka Kreditnya, diakses pada tanggal 25 Juni 2014, (http://202.46.1.112/jdih/permen/kepmen/permenpan.rb?download=299:pe rmenpan-2006-no-010&start=10).
Khayati, N., 2012, Beberapa Faktor Petugas Yang Berhubungan Dengan Pelaksanaan Surveilans Epidemiologi Malaria Tingkat Puskesmas Di Kabupaten Purworejo, Jurnal Kesehatan Masyarakat 2012; 1(2), hlm. 364373.
Masrochah, S, 2006, Sistem Informasi Surveilans Epidemiologi Sebagai Pendukung Kewaspadaan Dini Kejadian Luar Biasa (KLB) Penyakit di Dinas Kesehatan Kota Semarang, Tesis, Universitas Diponegoro, Semarang.
211
Moleong, LJ, 2010, Metodologi Penelitian Kualiatif Edisi Revisi, PT Remaja Rosdakarya, Bandung.
Mubarak, WI, Nurul C, 2009, Ilmu Kesehatan Masyarakat: Teori dan Aplikasi, Salembar Medika, Jakarta.
Muninjaya, GA, 2004, Manajemen Kesehatan, EGC, Jakarta.
Mustaring, N.A., 2010, Evaluasi Pengembangan Kelurahan Siaga di Keluarahan Tamangapa Kota Makassar tahun 2009, Skripsi, Universitas Hasanuddin.
Notoatmodjo, S, 2010, Promosi Kesehatan Teori dan Aplikasi Edisi Revisi, Rineka Cipta, Jakarta.
--------------------------------, 2011, Kesehatan Masyarakat Ilmu dan Seni Edisi Revisi, Rineka Cipta, Jakarta.
Organisasi Setda Kab. Jombang, 2009, Peraturan Bupati Jombang No. 17 tahun 2009 tentang Tugas Pokok dan Fungsi Dinas Kesehatan Kabupaten Jombang, Pemerintah Kabupaten Jombang, Jombang.
Penyakit Difteri dan Situasi di Jatim, diakses pada tanggal 25 Februari 2014, (http://dinkes.jatimprov.go.id/userimage/dokumen/PENYAKIT%20DIFTE RI%20&%20SITUASI%20DI%20JATIM.pdf).
Peraturan Menteri Kesehatan Republik Indonesia No. 42 Tahun 2013 Tentang Penyelenggaraan Imunisasi, diakses pada tanggal 18 Juli 2014, (http://pppl.depkes.go.id/_asset/_regulasi/92_PMK%20No.%2042%20ttg %20Penyelenggaraan%20Imunisasi.pdf).
Peraturan Pemerintah Republik Indonesia Nomor 16 tahun 1994 tentang Jabatan Fungsional Pegawai Negeri Sipil, diakses pada tanggal 9 februari 2015, (http://spi.unud.ac.id/wp-content/uploads/2013/05/PP-16-TH-1994JABATAN-FUNGSIONAL-PNS.pdf).
212
Prasastin, O.V., 2013, Faktor-Faktor yang Berhubungan dengan Kinerja Petugas Surveilans Epidemiologi Penyakit Malaria Tingkat Puskesmas di Kabupaten Kebumen Tahun 2012, Skripsi, Universitas Negeri Semarang.
Porta, M, 2008, A Dictionary of Epidemiology Fifth Edition, Oxford University Press, New York.
Satrianegara, M. Fais, 2009, Buku Ajar Ogranisasi dan Manajemen Pelayanan Kesehatanserta Kebidanan, Salemba Medika, Jakarta.
Sugiyono, 2008, Metode Penelitian Kuantitatif, Kualitatif dan R&D, Alfabet, Bandung.
Sumarno, 2006, Faktor-faktor yang Berperan Dalam Upaya Mendapatkan Alat Diagnosis Dini Untuk Menanggulangi Penyakit Infeksi, diakses 9 Februari 2015, ( http://www.brawijaya.org).
Supriyanto, 2003, Perencanaan dan Evaluasi Buku Jilid Dua Administrasi Kesehatan Masyarakat, Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Airlangga, Surabaya.
Suryawan, 2010, Pengaruh Jabatan Fungsional Pustakawan Terhadap Kinerja Pustakawan Pada Perpustakaan Umum (BAPERASDA) Propinsi Sumatera Utara, Skripsi, Universitas Sumatera Utara.
Sutarman, 2008, Faktor-Faktor yang Berhubungan dengan Keterlambatan Petugas Dalam Menyampaikan Laporan KLB Dari Puskesmas ke Dunas Kesehatan (Studi di Kota Semarang), Tesis, Universitas Diponegoro, Semarang.
Umar, H, 2005, Evaluasi Kinerja Perusahaan, PT Gramedia Pustaka Utama, Jakarta.
UPTD Puskesmas Megaluh, 2013, Profil Puskesmas Megaluh tahun 2013, Dinas Kesehatan Kabupaten Jombang, Jombang.
213
UPTD Puskesmas Megaluh, 2013, Surat Penunjukkan Pelaksanaan Tugas (TUPOKSI) dan penjabarannya tahun 2013, Dinas Kesehatan Kabupaten Jombang, Jombang.
UPTD Puskesmas Peterongan, 2013, Profil Puskesmas Peterongan tahun 2013, Dinas Kesehatan Kabupaten Jombang, Jombang.
UPTD Puskesmas Peterongan, 2013, Surat Penunjukkan Pelaksanaan Tugas (TUPOKSI) dan penjabarannya tahun 2013, Dinas Kesehatan Kabupaten Jombang, Jombang.
Utoyo, Bambang, 2009, Geografi: Membuka Cakrawala Dunia untuk Kelas XII, PT. Grafindo Media Utama, Bandung.
Vanni, NPS., 2012, Evaluasi Sistem Surveilans Difteri Berdasarkan Atribut Surveilans di Dinas Kesehatan Kota Surabaya Tahun 2012, Skripsi, Universitas Airlangga, Surabaya.
Wibisono, M, 2011, Evaluasi Penyelidikan Epidemiologi Kejadian Luar Biasa (KLB) Difteri Berdasarkan Komponen Surveilans di Dinas Kesehatan Kota Surabaya Tahun 2011, Skripsi, Universitas Airlangga, Surabaya.
Wiyono, D, 2000, Manajemen Mutu Pelayanan Kesehatan Vol.1, Airlangga University Press Kampus C Unair, Surabaya.
World Health Organization, 2011, World Health Statistic 2010, WHO Press, Geneva.
------------------------------------, 2012, World Health Statistic 2011, WHO Press, Geneva.
------------------------------------, 2013, World Health Statistic 2012, WHO Press, Geneva.
LAMPIRAN
214
215
Lampiran 1
216
Lampiran 2
217
Lampiran 3
218
219
220
221
222
223
Lampiran 4
224
225
Lampiran 5
226
Lampiran 6
227
Lampiran 7
228
229
Lampiran 8 PEDOMAN WAWANCARA TERSTRUKTUR KEPALA PUSKESMAS EVALUASI INPUT SISTEM SURVEILANS DIFTERI DI WILAYAH KERJA DINAS KESEHATAN KABUPATEN JOMBANG
Kode informan
:
Hari/ tanggal
:
Tempat
:
Petunjuk Umum Wawancara 1. Mengucapkan terima kasih atas kesediaan diwawancarai 2. Melakukan perkenalan dua arah, baik peneliti maupun informan mulai dari nama, umur, pendidikan, pekerjaan, jabatan. 3. Menjelaskan bahwa maksud dan tujuan wawancara adalah untuk mengetahui dukungan input (man, money, dan method) dalam pelaksanaan sistem surveilans difteri di wilayah kerja Dinas Kesehatan Kabupaten Jombang. 4. Dalam diskusi informan bebas mengeluarkan pendapat. 5. Menjelaskan bahwa pendapat, saran, dan pengalaman informan dalam surveilans difteri sangat berharga. 6. Dalam wawancara tidak ada jawaban yang benar atau salah, serta dijamin kerahasiaannya dan tidak akan berpengaruh terhadap penilaian atasan terhadap kinerja informan. I.
Identitas Informan 1.
Nama
:
2.
No. HP
:
3.
Tanggal lahir
:
4.
Jenis kelamin
: 1) Laki-laki
5.
Pendidikan terakhir
:
6.
Lama bertugas sebagai kepala puskesmas di tempat penelitian: ... tahun
2) Perempuan
230
II. Input Sistem Surveilans Difteri No. Pertanyaan Hasil Wawancara Man (sumber daya manusia pendukung pelaksanaan surveilans difteri) 1. Bagaimana ketersediaan tenaga yang bertugas untuk melakukan kegiatan surveilans difteri seperti pengumpulan data, pengolahan data, analisis, dan interpretasi, melakukan penyelidikan epidemiologi penyakit difteri di puskesma Anda? Tindak lanjut 2. Bagaimana ketersediaan tenaga laboratorium yang bertugas untuk pengambilan spesimen usap tenggorok dan usap hidung saat penyelidikan epidemiologi kasus difteri di puskesmas Anda? Tindak lanjut 3. Bagaimana ketersediaan tenaga imunisasi yang bertugas dalam pencegahan dan penanggulangan kasus difteri di puskesmas Anda? Tindak lanjut Money (pendanaan untuk pelaksanaan surveilans difteri) 4. Apakah ada dana yang dialokasikan khusus untuk pelaksanaan surveilans difteri di puskesmas Anda? Tindak lanjut 5. Darimana dana khusus untuk pelaksanaan surveilans difteri berasal? Tindak lanjut 6. Berapa jumlah dana yang dialokasikan khusus untuk pelaksanaan surveilans difteri di puskesmas Anda? Tindak lanjut 7. Apakah dana tersebut mencukupi untuk pelaksanaan surveilans difteri di puskesmas Anda? Tindak lanjut Method (metode surveilans difteri) 8. Apakah kepala puskesmas melakukan monitoring terhadap penerapan juklak dan juknis tentang surveilans difteri? Tindak lanjut 9. Apakah ada payung hukum berupa peraturan atau keputusan yang mendukung pelaksanaan surveilans difteri? Tindak lanjut Menyimpulkan wawancara: Terima kasih kepada yang diwawancarai dan memastikan bahwa beliau akan menerima salinan hasil wawancara Komentar dan catatan umum:
231
PEDOMAN WAWANCARA TERSTRUKTUR TENAGA SURVEILANS DIFTERI PUSKESMAS EVALUASI INPUT SISTEM SURVEILANS DIFTERI DI WILAYAH KERJA DINAS KESEHATAN KABUPATEN JOMBANG
Kode informan
:
Hari/ tanggal
:
Tempat
:
Petunjuk Umum Wawancara 1. Mengucapkan terima kasih atas kesediaan diwawancarai 2. Melakukan perkenalan dua arah, baik peneliti maupun informan mulai dari nama, umur, pendidikan, pekerjaan, jabatan. 3. Menjelaskan bahwa maksud dan tujuan wawancara adalah untuk mengetahui dukungan input (man, money, method, material-machine, dan market) dalam pelaksanaan sistem surveilans difteri di wilayah kerja Dinas Kesehatan Kabupaten Jombang. 4. Dalam diskusi informan bebas mengeluarkan pendapat. 5. Menjelaskan bahwa pendapat, saran, dan pengalaman informan dalam surveilans difteri sangat berharga. 6. Dalam wawancara tidak ada jawaban yang benar atau salah, serta dijamin kerahasiaannya dan tidak akan berpengaruh terhadap penilaian atasan terhadap kinerja informan. I.
Identitas Informan 1.
Nama
:
2.
No. HP
:
3.
Tanggal lahir
:
4.
Jenis kelamin
: 1) Laki-laki
5.
Pendidikan terakhir
:
6.
Lama bertugas sebagai tenaga surveilans difteri : .... tahun
2) Perempuan
232
II. Input Sistem Surveilans Difteri No. Pertanyaan Hasil Wawancara Man (sumber daya manusia pendukung pelaksanaan surveilans difteri) 1. Apakah Anda pernah mendapatkan atau mengikuti pelatihan tentang : Belum Tanggal Jenis Pelatihan Pernah Penyelenggara Bukti Pernah Pelaksanaan a. Surveilans epidemiologi b. Penanggulangan difteri c. Deteksi dini difteri Tindak lanjut Money (pendanaan untuk pelaksanaan surveilans difteri) 2. Apakah ada dana yang dialokasikan khusus untuk pelaksanaan kegiatan surveilans difteri di puskesmas ini? Tindak lanjut 3. Darimana dana khusus untuk pelaksanaan kegiatan surveilans difteri berasal? Tindak lanjut 4. Berapa jumlah dana yang dialokasikan khusus untuk pelaksanaan kegiatan surveilans difteri di puskesmas Anda? Tindak lanjut Method (metode surveilans difteri) 5. Bagaimana ketersediaan pedoman pelaksanaan surveilans difteri berikut: Nama Pedoman Ada Tidak Ada i. Buku Pedoman Pelaksanaan Surveilans Epidemiologi, Depkes RI, 2003 j. Buku Panduan Surveilans Epidemiologi Penyakit-Penyakit Menular, Keracunan Makanan, Bencana, dan Penanggulangan Kejadian Luar Biasa, Dinkes Provinsi Jawa Timur, 2003 k. Buku Pedoman Penyelidikan dan Penanggulangan Kejadian Luar Biasa Penyakit Menular dan Keracunan Pangan (Pedoman Epidemiologi Penyakit) Edisi Revisi tahun 2011, Kemenkes RI, 2011 l. Buku Pedoman Penanggulangan KLB Difteri, Dinkes Provinsi Jawa Timur, 2011 Tindak lanjut 6. Bagaimana ketersediaan dasar hukum berikut: Jenis Metode Ada Tidak Ada a. Juklak tentang kegiatan surveilans difteri b. Juknis tentang kegiatan surveilans difteri
233
c. Peraturan tentang kegiatan surveilans difteri Tindak lanjut 7. Apakah ada payung hukum tentang pelaksanaan surveilans difteri di puskesmas Anda? Tindak lanjut 8. Apakah ada kesepakatan untuk penggunaan definisi kasus difteri? Tindak lanjut Material and Machine (sarana dan prasarana pelaksanaan surveilans difteri) 9. Bagaimana ketersediaan APD (Alat Pelindung Diri) untuk Penyelidikan Epidemiologi berikut: Jenis APD Ada Tidak Ada a. Masker b. Jas lab c. Sarung tangan d. Pelindung mata (google) e. Pelindung kepala Tindak lanjut 10. Bagaimana ketersediaan surveillance kits (peralatan surveilans) baik manual berupa ATK maupun yang terkomputerisasi untuk mendukung pelaksanaan kegiatan surveilans difteri berikut: Jenis Surveillance kits Ada Tidak Ada Surveilance kits manual:
11.
a. Pen b. Pensil c. Penggaris d. Kertas prin/HVS e. Penjepit kertas f. Calculator scientific g. Kertas grafik h. Mesin ketik Surveilance kits terkomputerisasi: a. Seperangkat komputer b. Printer beserta tinta c. Program aplikasi : Ms. Excel Epi info GIS Tindak lanjut Bagaimana ketersediaan alat komunikasi untuk mendukung pelaksanaan kegiatan surveilans difteri berikut: Jenis Alat Komunikasi Ada Tidak Ada a. Telepon b. Handphone c. Jaringan Internet Tindak lanjut
234
12.
Bagaimana ketersediaan formulir pengumpulan data surveilans difteri berikut: Tidak Nama formulir Ada Cara Pengadaan Ada a. Formulir W1 (24 jam) b. Formulir W2 (mingguan) c. Formulir STP d. Formulir STP KLB e. Formulir pelacakan kasus difteri Tindak lanjut 13. Bagaimana ketersediaan perangkat seminar untuk mendukung pelaksanaan surveilans difteri terutama untuk desiminasi informasi berikut: Jenis Perangkat Seminar Ada Tidak Ada a. Overhead proyector b. Infocus Tindak lanjut 14. Bagaimana ketersediaan alat transportasi untuk mendukung pelaksanaan kegiatan surveilans difteri berikut: Jenis Alat Transportasi Ada Tidak Ada a. Roda empat b. Roda dua Tindak lanjut Market (sasaran penyebaran informasi hasil surveilans difteri) 15. Apakah ada dari pihak internal puskesmas yang membutuhkan/ meminta informasi hasil pelaksanaan surveilans difteri di puskesmas ini? Tindak lanjut 16. Apakah ada dari pihak eksternal puskesmas yang membutuhkan/ meminta informasi hasil pelaksanaan surveilans difteri di puskesmas ini? Tindak lanjut 17. Informasi apa saja yang dibutuhkan/diminta oleh tiap instansi/bidang tersebut? Tindak lanjut Menyimpulkan wawancara: Terima kasih kepada yang diwawancarai dan memastikan bahwa beliau akan menerima salinan hasil wawancara Komentar dan catatan umum:
235
PEDOMAN WAWANCARA TERSTRUKTUR TENAGA IMUNISASI PUSKESMAS EVALUASI INPUT SISTEM SURVEILANS DIFTERI DI WILAYAH KERJA DINAS KESEHATAN KABUPATEN JOMBANG
Kode informan
:
Hari/ tanggal
:
Tempat
:
Petunjuk Umum Wawancara 1. Mengucapkan terima kasih atas kesediaan diwawancarai 2. Melakukan perkenalan dua arah, baik peneliti maupun informan mulai dari nama, umur, pendidikan, pekerjaan, jabatan. 3. Menjelaskan bahwa maksud dan tujuan wawancara adalah untuk mengetahui dukungan input (man, method, dan material-machine) dalam pelaksanaan sistem surveilans difteri di wilayah kerja Dinas Kesehatan Kabupaten Jombang. 4. Dalam diskusi informan bebas mengeluarkan pendapat. 5. Menjelaskan bahwa pendapat, saran, dan pengalaman informan dalam surveilans difteri sangat berharga. 6. Dalam wawancara tidak ada jawaban yang benar atau salah, serta dijamin kerahasiaannya dan tidak akan berpengaruh terhadap penilaian atasan terhadap kinerja informan. I.
Identitas Informan 1.
Nama
:
2.
No. HP
:
3.
Tanggal lahir
:
4.
Jenis kelamin
: 1) Laki-laki
5.
Pendidikan terakhir
:
6.
Lama bertugas sebagai tenaga imunisasi puskesmas : ....... tahun
2) Perempuan
236
II. Input Sistem Surveilans Difteri No. Pertanyaan Hasil Wawancara Man (sumber daya manusia pendukung pelaksanaan surveilans difteri) 1. Apakah Anda pernah mendapatkan atau mengikuti pelatihan tentang : Belum Tanggal Jenis Pelatihan Pernah Penyelenggara Bukti Pernah Pelaksanaan a. Manajemen coldchain b. Program imunisasi penanggulangan KLB difteri Tindak lanjut Method (metode surveilans difteri) 2. Bagaimana ketersediaan pedoman pelaksanaan program imunisasi difteri berikut: Nama Pedoman Ada Tidak Ada f. Buku Pedoman Penanggulangan KLB Difteri, Dinas Kesehatan Provinsi Jawa Timur, 2011 g. Buku Pedoman Pengelolaan Vaksin dan Rantai Vaksin, Depkes RI, 2005 h. Buku Pedoman Teknis Imunisasi Tingkat Puskesmas, Depkes RI, 2005 i. Buku Pedoman Teknis Pencatatan dan Pelaporan Program Imunisasi untuk Provinsi dan Kabupaten/Kota, Depkes RI, 2009 j. Buku Panduan Pelaksanaan Sub-PIN di Provinsi Jawa Timur Tahun 2012, Dinas Kesehatan Provinsi Jawa Timur, 2012 k. Buku Pedoman Pelatihan Tenaga Pelaksana Imunisasi Puskesmas, Depkes RI, 2006 Tindak lanjut 3. Bagaimana ketersediaan dasar hukum berikut: Jenis Metode Ada Tidak Ada a. Juklak tentang kegiatan program imunisasi difteri b. Juknis tentang kegiatan program imunisasi difteri c. Peraturan tentang kegiatan program imunisasi difteri Tindak lanjut 4. Bagaimana ketersediaan target cakupan program imunisasi difteri? a. Target cakupan desa/kelurahan UCI b. Target cakupan imunisasi DPT Hb Combo, DT, dan Td c. Rumus perhitungan target cakupan Tindak lanjut
237
Material and Machine (sarana dan prasarana pelaksanaan surveilans difteri) 5. Bagaimana ketersediaan APD (Alat Pelindung Diri) untuk pelaksanaan imunisasi berikut: Jenis APD Ada Tidak Ada a. Masker b. Jas lab c. Sarung tangan d. Pelindung mata (google) e. Pelindung kepala Tindak lanjut 6. Bagaimana ketersediaan perangkat imunisasi berikut: Macam Perangkat Imunisasi Ada Tidak Ada a. Vaksin DPT-HB (tetravalen) DT Td DPT-HB-Hib (pentavalen) b. Auto Disable Syringe (ADS/alat suntik) c. Safety Box d. Buku grafik pencatatan suhu e. Coldchain Lemari es Vaksin carrier Cool pack Termometer Freeze watch Freeze tag Tindak lanjut Menyimpulkan wawancara: Terima kasih kepada yang diwawancarai dan memastikan bahwa beliau akan menerima salinan hasil wawancara Komentar dan catatan umum:
238
PEDOMAN WAWANCARA TERSTRUKTUR TENAGA LABORATORIUM PUSKESMAS EVALUASI INPUT SISTEM SURVEILANS DIFTERI DI WILAYAH KERJA DINAS KESEHATAN KABUPATEN JOMBANG
Kode informan
:
Hari/ tanggal
:
Tempat
:
Petunjuk Umum Wawancara 1. Mengucapkan terima kasih atas kesediaan diwawancarai 2. Melakukan perkenalan dua arah, baik peneliti maupun informan mulai dari nama, umur, pendidikan, pekerjaan, jabatan. 3. Menjelaskan bahwa maksud dan tujuan wawancara adalah untuk mengetahui dukungan input (man, method, dan material-machine) dalam pelaksanaan sistem surveilans difteri di wilayah kerja Dinas Kesehatan Kabupaten Jombang. 4. Dalam diskusi informan bebas mengeluarkan pendapat. 5. Menjelaskan bahwa pendapat, saran, dan pengalaman informan dalam surveilans difteri sangat berharga. 6. Dalam wawancara tidak ada jawaban yang benar atau salah, serta dijamin kerahasiaannya dan tidak akan berpengaruh terhadap penilaian atasan terhadap kinerja informan. I.
Identitas Informan 1.
Nama
:
2.
No. HP
:
3.
Tanggal lahir
:
4.
Jenis kelamin
: 1) Laki-laki
5.
Pendidikan terakhir
:
6.
Lama bertugas sebagai tenaga laboratorium puskesmas : ....... tahun
2) Perempuan
239
II. Input Sistem Surveilans Difteri No. Pertanyaan Hasil Wawancara Man (sumber daya manusia pendukung pelaksanaan surveilans difteri) 1. Apakah Anda pernah mendapatkan atau mengikuti pelatihan tentang : Belum Tanggal Jenis Pelatihan Pernah Penyelenggara Bukti Pernah Pelaksanaan a. Cara pengambilan spesimen difteri b. Cara pengiriman spesimen difteri Tindak lanjut Material and Machine (sarana dan prasarana pelaksanaan surveilans difteri) 2. Bagaimana ketersediaan APD (Alat Pelindung Diri) untuk Penyelidikan Epidemiologi berikut: Jenis APD Ada Tidak Ada a. Masker b. Jas lab c. Sarung tangan d. Pelindung mata (google) e. Pelindung kepala Tindak lanjut Method (metode surveilans difteri) 3. Bagaimana ketersediaan dasar hukum berikut: Jenis Metode Ada Tidak Ada a. Juklak tentang kegiatan bidang laboratorium dalam penanggulangan difteri b. Juknis tentang kegiatan kegiatan bidang laboratorium dalam penanggulangan difteri c. Peraturan tentang kegiatan kegiatan bidang laboratorium dalam penanggulangan difteri Tindak lanjut Menyimpulkan wawancara: Terima kasih kepada yang diwawancarai dan memastikan bahwa beliau akan menerima salinan hasil wawancara Komentar dan catatan umum:
240
PEDOMAN WAWANCARA TERSTRUKTUR TENAGA SURVEILANS DIFTERI DINAS KESEHATAN KABUPATEN JOMBANG EVALUASI INPUT SISTEM SURVEILANS DIFTERI DI WILAYAH KERJA DINAS KESEHATAN KABUPATEN JOMBANG
Kode informan
:
Hari/ tanggal
:
Tempat
:
Petunjuk Umum Wawancara 1. Mengucapkan terima kasih atas kesediaan diwawancarai 2. Melakukan perkenalan dua arah, baik peneliti maupun informan mulai dari nama, umur, pendidikan, pekerjaan, jabatan. 3. Menjelaskan bahwa maksud dan tujuan wawancara adalah untuk mengetahui dukungan input (money, method, material-machine, dan market) dalam pelaksanaan sistem surveilans difteri di wilayah kerja Dinas Kesehatan Kabupaten Jombang. 4. Dalam diskusi informan bebas mengeluarkan pendapat. 5. Menjelaskan bahwa pendapat, saran, dan pengalaman informan dalam surveilans difteri sangat berharga. 6. Dalam wawancara tidak ada jawaban yang benar atau salah, serta dijamin kerahasiaannya dan tidak akan berpengaruh terhadap penilaian atasan terhadap kinerja informan. I.
Identitas Informan 1.
Nama
:
2.
No. HP
:
3.
Tanggal lahir
:
4.
Jenis kelamin
: 1) Laki-laki
5.
Pendidikan terakhir
:
6.
Lama bertugas sebagai tenaga surveilans difteri : ....... tahun
2) Perempuan
241
II. Input Sistem Surveilans Difteri No. Pertanyaan Hasil Wawancara Money (pendanaan untuk pelaksanaan surveilans difteri) 1. Apakah ada dana yang dialokasikan khusus untuk pelaksanaan kegiatan surveilans difteri di Dinas Kesehatan Kabupaten Jombang? Tindak lanjut 2. Darimana dana khusus untuk pelaksanaan kegiatan surveilans difteri berasal? Tindak lanjut 3. Berapa jumlah dana yang dialokasikan khusus untuk pelaksanaan kegiatan surveilans difteri di Dinas Kesehatan Kabupaten Jombang? Tindak lanjut Method (metode surveilans difteri) 4. Bagaimana ketersediaan pedoman pelaksanaan surveilans difteri berikut: Nama Pedoman Ada Tidak Ada a. Buku Pedoman Pelaksanaan Surveilans Epidemiologi, Depkes RI, 2003 b. Buku Panduan Surveilans Epidemiologi Penyakit-Penyakit Menular, Keracunan Makanan, Bencana, dan Penanggulangan Kejadian Luar Biasa, Dinkes Provinsi Jawa Timur, 2003 c. Buku Pedoman Penyelidikan dan Penanggulangan Kejadian Luar Biasa Penyakit Menular dan Keracunan Pangan (Pedoman Epidemiologi Penyakit) Edisi Revisi tahun 2011, Kemenkes RI, 2011 d. Buku Pedoman Penanggulangan KLB Difteri, Dinkes Provinsi Jawa Timur, 2011 Tindak lanjut 5. Bagaimana ketersediaan dasar hukum berikut: Jenis Metode Ada Tidak Ada a. Juklak tentang kegiatan surveilans difteri b. Juknis tentang kegiatan surveilans difteri c. Peraturan tentang kegiatan surveilans difteri Tindak lanjut 6. Apakah ada payung hukum tentang pelaksanaan surveilans difteri di Dinas Kesehatan Kabupaten Jombang? Tindak lanjut 7. Apakah ada kesepakatan untuk penggunaan definisi kasus difteri? Tindak lanjut Material and Machine (sarana dan prasarana pelaksanaan surveilans difteri) 8. Bagaimana ketersediaan APD (Alat Pelindung Diri) untuk Penyelidikan Epidemiologi berikut:
242
9.
10.
11.
Jenis APD Ada Tidak Ada a. Masker b. Jas lab c. Sarung tangan d. Pelindung mata (google) e. Pelindung kepala Tindak lanjut Bagaimana ketersediaan surveillance kits (peralatan surveilans) baik manual berupa ATK maupun yang terkomputerisasi untuk mendukung pelaksanaan kegiatan surveilans difteri berikut: Jenis Surveillance kits Ada Tidak Ada Surveilance kits manual: a. Pen b. Pensil c. Penggaris d. Kertas prin/HVS e. Penjepit kertas f. Calculator scientific g. Kertas grafik h. Mesin ketik Surveilance kits terkomputerisasi: a. Seperangkat komputer b. Printer beserta tinta c. Program aplikasi : Ms. Excel Epi info GIS Tindak lanjut Bagaimana ketersediaan alat komunikasi untuk mendukung pelaksanaan kegiatan surveilans difteri berikut: Jenis Alat Komunikasi Ada Tidak Ada a. Telepon b. Handphone c. Jaringan Internet Tindak lanjut Bagaimana ketersediaan formulir pengumpulan data surveilans difteri berikut: Nama formulir Ada Tidak Ada Cara Pengadaan a. Formulir W1 (24 jam) b. Formulir W2 (mingguan) c. Formulir STP d. Formulir STP KLB e. Formulir pelacakan kasus difteri Tindak lanjut
243
12.
Bagaimana ketersediaan perangkat seminar untuk mendukung pelaksanaan surveilans difteri terutama untuk desiminasi informasi berikut: Jenis Perangkat Seminar Ada Tidak Ada a. Overhead proyector b. Infocus Tindak lanjut 13. Bagaimana ketersediaan alat transportasi untuk mendukung pelaksanaan kegiatan surveilans difteri berikut: Jenis Alat Transportasi Ada Tidak Ada a. Roda empat b. Roda dua Tindak lanjut Market (sasaran penyebaran informasi hasil surveilans difteri) 14. Apakah ada dari pihak internal Dinas Kesehatan Kabupaten Jombang yang membutuhkan/ meminta informasi hasil pelaksanaan surveilans difteri di Dinas Kesehatan Kabupaten Jombang? Tindak lanjut 15. Apakah ada dari pihak eksternal Dinas Kesehatan Kabupaten Jombang yang membutuhkan/ meminta informasi hasil pelaksanaan surveilans difteri di Dinas Kesehatan Kabupaten Jombang? Tindak lanjut 16. Informasi apa saja yang dibutuhkan/diminta oleh tiap instansi/bidang tersebut? Tindak lanjut Menyimpulkan wawancara: Terima kasih kepada yang diwawancarai dan memastikan bahwa beliau akan menerima salinan hasil wawancara Komentar dan catatan umum:
244
LEMBAR OBSERVASI EVALUASI INPUT SISTEM SURVEILANS DIFTERI DI WILAYAH KERJA DINAS KESEHATAN KABUPATEN JOMBANG
Objek Tujuan
: Material-machine dalam pelaksanaan surveilans difteri. : Mengetahui gambaran ketersediaan material-machine (saranaprasarana) pendukung pelaksanaan surveilans difteri di wilayah kerja Dinas Kesehatan Kabupaten Jombang.
Tempat : Tanggal observasi :
No
Item Observasi
(1) 1.
(2) Surveilance kits manual: a. Pen b. Pensil c. Penggaris d. Kertas prin/HVS e. Penjepit kertas f. Calculator scientific g. Kertas grafik h. Mesin ketik Surveilance kits terkomputerisasi: a. Seperangkat komputer b. Printer beserta tinta c. Program aplikasi : Ms. Office Epi info GIS Perangkat Imunisasi: a. Vaksin DPT-HB (tetravalen) DT Td DPT-HB-Hib (pentavalen) b. Auto Disable Syringe (ADS/alat suntik)
2.
3.
Ketersediaan Tidak Ada Ada (3) (4)
Keterangan (5)
245
4.
5.
6.
7.
8.
9.
c. Safety box d. Buku grafik pencatatan suhu e. Coldchain Lemari es Vaksin carrier Cool pack Termometer Freeze watch Freeze tag Alat komunikasi: a. Telepon b. Faksmili c. Handphone d. Internet APD: a. Masker b. Jas lab c. Sarung tangan d. Pelindung mata (google) e. Pelindung kepala Formulir untuk pengumpulan data difteri: a. Formulir W1 (24 jam) b. Formulir W2 (mingguan) c. Formulir STP d. Formulir STP KLB e. Formulir pelacakan kasus difteri Perangkat seminar: a. Overhead proyector b. Infocus Alat transportasi: a. Roda empat b. Roda dua Pedoman pelaksanaan surveilans difteri a. Buku Pedoman Pelaksanaan Surveilans Epidemiologi, Depkes RI, 2003 b. Buku Panduan Surveilans Epidemiologi Penyakit-Penyakit Menular, Keracunan Makanan, Bencana, dan Penanggulangan Kejadian Luar Biasa, Dinkes Provinsi Jawa Timur, 2003 c. Buku Pedoman Penyelidikan dan Penanggulangan Kejadian Luar
246
10.
Biasa Penyakit Menular dan Keracunan Pangan (Pedoman Epidemiologi Penyakit) Edisi Revisi tahun 2011, Kemenkes RI, 2011 d. Buku Pedoman Penanggulangan KLB Difteri, Dinkes Provinsi Jawa Timur, 2011 e. Buku Pedoman Pengelolaan Vaksin dan Rantai Vaksin, Depkes RI, 2005 f. Buku Pedoman Teknis Imunisasi Tingkat Puskesmas, Depkes RI, 2005 g. Buku Pedoman Teknis Pencatatan dan Pelaporan Program Imunisasi untuk Provinsi dan Kabupaten/Kota, Depkes RI, 2009 h. Buku Panduan Pelaksanaan SubPIN di Provinsi Jawa Timur Tahun 2012, Dinas Kesehatan Provinsi Jawa Timur, 2012 Peraturan tentang surveilans difteri a. Permenkes RI No. 1501/Menkes/Per/X/2010 tentang Jenis Penyakit Menular Tertentu yang Dapat Menimbulkan Wabah dan Upaya Penanggulangan b. Permenkes RI No. 42 tahun 2013 tentang Penyelenggaraan Imunisasi
247
LEMBAR DOKUMENTASI EVALUASI INPUT SISTEM SURVEILANS DIFTERI DI WILAYAH KERJA DINAS KESEHATAN KABUPATEN JOMBANG Tempat : Tanggal Pengambilan
Nama Dokumen Data kepegawaian puskesmas: 1. Nama petugas puskesmas 2. Pendidikan petugas puskesmas 3. Jabatan petugas 4. Masa bertugas 5. Pelatihan yang pernah diikuti oleh petugas 6. Riwayat jabatan petugas Surat tugas sebagai tenaga surveilans difteri Surat tugas sebagai tenaga laboratorium difteri Surat tugas sebagai tenaga pengelola program imunisasi difteri Sertifikat pelatihan tenaga surveilans difteri: 1. Sertifikat pelatihan surveilans epidemiologi, 2. Sertifikat pelatihan penanggulangan difteri 3. Sertifikat pelatihan deteksi dini difteri 4. Sertifikat pelatihan manajemen coldchain Sertifikat pelatihan tenaga laboratorium difteri: 1. Sertifikat pelatihan manajemen coldchain 2. Sertifikat pelatihan cara pengambilan spesimen difteri Sertifikat pelatihan tenaga pengelola program imunisasi difteri: 1. Sertifikat pelatihan
Ada
Tidak Ada
Sumber
Keterangan
248
manajemen coldchain, Sertifikat pelatihan program imunisasi penanggulangan KLB difteri Data keuangan: 1. Alokasi dana surveilans difteri 2. Sumber dana surveilans difteri 3. Rincian dana surveilans difteri Dokumen target cakupan program imunisasi difteri: 1. Besar target cakupan yang ditetapkan 2. Jumlah sasaran program imunisasi 3. Rumus perhitungan cakupan program imunisasi difteri Dokumen juklak dan juknis pelaksanaan surveilans difteri Dokumen payung hukum yang mendukung surveilans difteri Dokumen kesepakatan penggunaan definisi kasus difteri Dokumen lainnya: 1. ....... 2. ....... 3. ....... 2.
249
Lampiran 9
250
Lampiran 10
251
Lampiran 11
252
Lampiran 12
253
Lampiran 13 IDENTITAS INFORMAN PENELITIAN Nama Informan 1
Informan 2
Informan 3
Informan 4
Informan 5
Informan 6
Informan 7
Informan 8
Umur Jenis Pendidikan Jabatan (th) Kelamin Terakhir 32 Perempuan S1 Kesehatan Pengelola Masyarakat program surveilans epidemiologi Dinas Kesehatan Kabupaten Jombang 41 Perempuan S1 Kedokteran Kepala Umum Puskesmas Megaluh 29 Perempuan S1 Kedokteran Kepala Umum Puskesmas Peterongan 40 Perempuan D3 Kebidanan Koordinator surveilans epidemiologi Puskesmas Megaluh 28 Laki-laki S1 Koordinator Keperawatan surveilans epidemiologi Puskesmas Peterongan 39 Perempuan D3 Kebidanan Koordinator program imunisasi Puskesmas Megaluh 33 Perempuan D3 Kebidanan Koordinator program imunisasi Puskesmas Peterongan 37 Perempuan D3 Analis Koordinator Kesehatan laboratorium Puskesmas Peterongan
Lama Bertugas
4 tahun
2,5 tahun
40 hari
2 tahun
3 tahun
4 tahun
4 tahun
7,5 tahun
254
Informan triangulasi 1
Informan triangulasi 2
38
32
Informan triangulasi 3
25
Informan triangulasi 4
45
Informan triangulasi 5
Informan triangulasi 6
42
52
Perempuan S1 Kesehatan Kepala Seksi Masyarakat Surveilans Epidemiologi Dan Kesehatan Khusus Dinas Kesehatan Kabupaten Jombang Perempuan S1 Kesehatan Pengelola Masyarakat program surveilans epidemiologi Dinas Kesehatan Kabupaten Jombang Perempuan D3 Kebidanan Koordinator program imunisasi Puskesmas Tambakrejo Perempuan D1 Kebidanan Pengelola program imunisasi Dinas Kesehatan Kabupaten Jombang Perempuan SMEA Pengelola (Sekolah data dan Menengah informasi Ekonomi Atas) imunisasi Dinas Kesehatan Kabupaten Jombang Laki-Laki D3 Pengelola Keperawatan logistik imunisasi Dinas Kesehatan Kabupaten Jombang
1 tahun
4 tahun
0 tahun (9 bulan)
2 bulan
8 tahun
7 tahun
255
Informan triangulasi 7
46
Informan triangulasi 8
50
Informan triangulasi 9
48
Informan triangulasi 10 Informan triangulasi 11
41
29
Laki-Laki
Perempuan
Perempuan
Perempuan
Perempuan
D3 Penilik Kepala Sub Kesehatan Bagian Penyusunan Program dan Pelaporan Dinas Kesehatan Kabupaten Jombang Tamat SMA Kepala tata usaha Puskesmas Megaluh S1 Kepala tata Pemerintahan usaha Puskesmas Peterongan S1 Kedokteran Kepala Umum Puskesmas Megaluh S1 Kedokteran Kepala Umum Puskesmas Peterongan
3 tahun
14 tahun
10 tahun
2,5 tahun
40 hari
256
REKAPITULASI WAKTU WAWANCARA TERSTRUKTUR EVALUASI INPUT SISTEM SURVEILANS DIFTERI DI WILAYAH KERJA DINAS KESEHATAN KABUPATEN JOMBANG No.
Kode Informan
1.
Informan 1
Selasa, 19 Agustus 2014
2. 3. 4. 5.
Informan 2 Informan 3 Informan 4 Informan 5
6.
Informan 6
Rabu, 3 September 2014 Jum’at, 5 September 2014 Rabu, 3 September 2014 Kamis, 18 September 2014 Rabu, 3 September 2014 dan Kamis, 9 Oktober 2014 Jum’at, 5 September 2014, Kamis, 18 September 2014, dan Jum’at, 10 Oktober 2014
7.
8.
Informan 7
Informan 8
Hari, Tanggal Wawancara
Kamis, 18 September 2014 Selasa, 19 Agustus 2014 dan Selasa, 7 Oktober 2014
9.
Informan triangulasi 1
10.
Informan triangulasi 2
11.
Informan triangulasi 3
Selasa, 19 Agustus 2014 dan Selasa, 7 Oktober 2014 Selasa, 16 September 2014
12.
Informan triangulasi 4
Selasa, 7 Oktober 2014
13.
Informan triangulasi 5
Selasa, 7 Oktober 2014
14.
Informan triangulasi 6
Selasa, 7 Oktober 2014
15.
Informan triangulasi 7
Selasa, 7 Oktober 2014
16. 17. 18.
Informan triangulasi 8 Informan triangulasi 9 Informan triangulasi 10
19.
Informan triangulasi 11
Rabu, 3 September 2014 Kamis, 18 September 2014 Kamis, 9 Oktober 2014 Jum’at, 10 Oktober 2014
Tempat Wawancara Dinas Kesehatan Kabupaten Jombang PKM Megaluh PKM Peterongan PKM Megaluh PKM Peterongan PKM Megaluh
PKM Peterongan
PKM Peterongan Dinas Kesehatan Kabupaten Jombang Dinas Kesehatan Kabupaten Jombang PKM Tambakrejo Dinas Kesehatan Kabupaten Jombang Dinas Kesehatan Kabupaten Jombang Dinas Kesehatan Kabupaten Jombang Dinas Kesehatan Kabupaten Jombang PKM Megaluh PKM Peterongan PKM Megaluh PKM Peterongan
257
Lampiran 14
Lampiran 15
214
215
Lampiran 16
216
Lampiran 17
261
Lampiran 18
262
261
Lampiran 19 STRUKTUR ORGANISASI DINAS KESEHATAN KABUPATEN JOMBANG
264
Lampiran 20 DOKUMENTASI PENELITIAN
Wawancara dengan Pengelola Program Surveilans Epidemiologi Dinas Kesehatan Kabupaten Jombang
Wawancara dengan Kepala Puskesmas
265
Wawancara dengan Koordinator Program Surveilans Epidemiologi Puskesmas
Wawancara dengan Koordinator Program Imunisasi Puskesmas
266
Wawancara dengan Koordinator Laboratorium Puskesmas
Wawancara Triangulasi dengan Koordinator Program Imunisasi Puskesmas Tambakrejo