ETIKA PROFESIONAL KONSELING DENGAN PENDEKATAN AGAMA Disusun untuk memenuhi tugas mata kuliah Konseling Agama
Oleh: Aulia Rizka Noviyanti 1114500106
Semester 4 C
PROGDI BIMBINGAN DAN KONSELING
FAKULTAS KEGURUAN DAN ILMU PENDIDIKAN
UNIVERSITAS PANCASAKTI TEGAL 2016
KATA PENGANTAR Puji dan Syukur kami haturkan kehadirat Allah SWT atas limpahan rahmat dan karunia-Nya yang begitu besar, sehingga kami dapat menyelesaikan makalah Konseling Agama yang berjudul “Etika Profesional Konseling Dengan
Pendekatan Agama“ ini dapat diselesaikan tepat pada waktu yang telah ditentukan. Shalawat serta salam semoga tetap terlimpahkan kepada Junjungan kita Rasulullah SAW yang mana telah membawa kita semua dari zaman jahiliyah menuju zaman yang terang benderang seperti saat ini. Kami mengucapkan terimakasih kepada seluruh pihak yang telah membantu dalam pembuatan makalah ini. Kami menyadari bahwa dalam makalah ini masih terdapat kekurangan. Oleh karena itu, kepada para pembaca kami mengharapkan saran dan kritik demi kesempurnaan makalah yang kami buat selanjutnya. Semoga makalah ini benar-benar bermanfaat bagi para pembaca dan khususnya kami. Kami berharap semoga makalah ini dapat bermanfaat bagi kita semua yang membacanya dan dapat sedikit mewujudkan pengetahuan didalam lembaran ini
Tegal, 14 Mei 2016
DAFTAR ISI
KATA PENGANTAR....................................................................................... i
DAFTAR ISI .................................................................................................... ii BAB I PENDAHULUAN I.
Latar Belakang Masalah..................................................... 1
II. Rumusan Masalah............................................................................ 2 III. Tujuan............................................................................................... 2 BAB II PEMBAHASAN I.
Pengertian Etika ................................................................ 3
II. Pengertian Profesi dan Profesional ................................................. 3 III. Etika Profesi..................................................................................... 4 IV. Konseling Agama............................................................................. 5 V. Etika Profesional Konseling............................................................. 9 VI. Etika Konseling dalam Pendekatan Agama..................................... 10 VII. Fungsi Etika Profesional Konseling dalam Pendekatan Agama...... 11 BAB III PENUTUP I.
Kesimpulan........................................................................ 12
DAFTAR PUSTAKA
BAB I PENDAHULUAN A.
Latar Belakang Setiap profesi hakikatnya wajib dibarengi dengan etika dalam masingmasing profesi dan keahlian bidang profesi atau yang disebut profesional. Meskipun berbagai aturan telah mengikat tentang kode etik profesi yang disertai dengan hukuman jika terjadi pelanggaran, namun yang terjadi di lapangan
masih
sangat
banyak
pelanggaran-pelanggaran
ataupun
penyalahgunaan profesi. Adanya pelanggaran-pelanggaran ataupun penyalahgunaan profesi konselor di sekolah yang tidak sesuai dengan kode etik profesi konselor menyebabkan citra konselor di sekolah saat ini masih belum bisa dikatakan baik bahkan di beberapa tempat konselor masih dianggap sebagai “polisi sekolah. Banyak hal yang melatar belakangi buruknya citra konselor di sekolah, mulai dari sikap konselor terhadap klien, konselor yang kurang melaksanakan tugas-tugas pokoknya di sekolah dan profesi konselor yang disalah gunakan oleh pihak sekolah tersendiri. Sebagaimana kita ketahui bahwa bimbingan konseling memiliki landasan religius, psikologi, budaya, filosofis, pedagogis, historis dan landasan legalistik. Setiap landasan memiliki peran yang sama pentingnya dalam proses bimbingan dan konseling. Sebagian besar masyarakat berpendapat bahwa klien atau siswa melakukan tindakan kenakalan karena kurangnya pengetahuan mengenai agama yang mana didalamnya terdapat landasan moral, sehingga petugas bimbingan konseling haruslah mengerti dan paham bagaimana penyampaian norma-norma agama kepada klien dan bagaimana membimbing klien kepada penyelesaian berdasarkan agama atau landasan religius.
B. Rumusan Masalah
1. Apa pengertian dari Etika,Profesi dan Profesional? 2. Apa yang di maksud dengan Konseling Agama? 3. Bagaimana Etika (Kode Etik) Profesional Konseling? 4. Bagaimana Etika (Kode Etik) dalam Konseling Agama? 5. Apa saja yang harus di perhatikan dalam melakukan Konseling Agama? 6. Apa Fungsi Etika Professional Konseling dalam Pendekatan Agama?
C. Tujuan 1. Untuk mengetahui arti dari Etika, profesi dan profesional. 2. Untuk mengetahui dan memahami arti konseling agama. 3. Untuk mengetahui etika profesional konseling. 4. Untuk memahami bagaimana etika profesional dalam konseling agama. 5. Untuk memahami dan mencegah hal–hal yang harus di perhatikan ketika kita melakukan konseling agama. 6. Untuk memahami fungsi etika professional konseling dalam pendekatan agama
BAB II
PEMBAHASAN A. Pengertian Etika Etika menurut ABKIN merupakan suatu sistem prinsip moral, etika suatu budaya. Aturan tentang tindakan yang dianut berkenaan dengan perilaku suatu kelas manusia, kelompok, atau budaya tertentu. Sedangkan menurut bahasa Yunani kuno. Bentuk tunggal kata ‘etika’ yaitu ethos dan bentuk jamaknya yaitu ta etha. Ethos mempunyai banyak arti yaitu: tempat tinggal yang biasa, padang rumput, kandang, kebiasaan/adat, akhlak, watak, perasaan, sikap dan cara berpikir. Sedangkan arti ta etha yaitu adat kebiasaan. Etika berkaitan dengan konsep yang dimiliki oleh individu atau masyarakat untuk menilai apakah tindakan-tindakan yang telah dikerjakannya itu salah atau benar, buruk atau baik. Pengertian etika secara umum adalah sebuah ilmu yang membahas tentang perbuatan-perbuatan baik dan perbuatan-perbuatan buruk manusia sejauh yang dapat dipahami oleh pikiran manusia. Dari pengertian diatas dapat disimpulkan bahwa etika adalah suatu ilmu atau sistem moral manusia baik berupa perilaku atau perbuatan, cara berpikir dan perasaan. B. Pengertian Profesi dan Profesional 1. Pengertian Profesi Profesi merupakan suatu jabatan atau pekerjaan yang menuntut keahlian atau keterampilan dari pelakunya. Biasanya sebutan “profesi” selalu dikaitkan dengan pekerjaan atau jabatan yang dipegang oleh seseorang, akan tetapi tidak semua pekerjaan atau jabatan dapat disebut profesi karena profesi menuntut keahlian para pemangkunya. Hal ini mengandung arti bahwa suatu pekerjaan atau jabatan yang disebut profesi tidak dapat dipegang oleh sembarang orang, akan tetapi memerlukan suatu persiapan melalui pendidikan dan pelatihan yang dikembangkan khusus untuk profesi itu. Pekerjaan tidak sama dengan profesi. Istilah yang mudah dimengerti oleh masyarakat awam adalah sebuah profesi sudah pasti
menjadi sebuah pekerjaan, namun sebuah pekerjaan belum tentu menjadi sebuah profesi. Profesi memiliki mekanisme serta aturan yang
harus
dipenuhi
sebagai
suatu
ketentuan,
sedangkan
kebalikannya, pekerjaan tidak memiliki aturan yang rumit seperti itu. Hal inilah yang harus diluruskan di masyarakat, karena hampir semua orang menganggap bahwa pekerjaan dan profesi adalah sama. 2. Pengertian Profesional Profesional merupakan komitmen para anggota suatu profesi untuk
meningkatkan
kemampuannya
secara
terus
menerus.
“Profesional” adalah sebutan yang mengacu kepada sikap mental dalam bentuk komitmen dari para anggota suatu profesi untuk senantiasa mewujudkan dan meningkatkan kualitas profesionalnya. Alam bekerja, setiap manusia dituntut untuk bisa profesional karena di dalam profesional tersebut terkandung kepiawaian atau keahlian dalam mengoptimalkan ilmu pengetahuan, skill, waktu, tenaga, sember daya, serta sebuah strategi pencapaian yang bisa memuaskan semua bagian/elemen. Profesional juga bisa merupakan perpaduan antara kompetensi dan karakter yang menunjukkan adanya tanggung jawab moral. C. Konseling Agama Konseling Agama adalah usaha pemberian bantuan kepada seseorang yang mengalami kesulitan baik lahiriah maupun batiniah yang menyangkut kehidupannya di masa kini dan di masa mendatang. Bantuan tersebut berupa pertolongan di bidang mental dan spiritual, agar orang yang bersangkutan mampu mengatasinya dengan kemampuan yang ada pada dirinya sendiri maupun dorongan dari kekuatan iman dan takwa kepada Tuhan. D. Etika Profesional Konseling Etika Profesi Konselor menurut ABKIN adalah kaidah-kaidah perilaku yang menjadi rujukan bagi konselor dalam melaksanakan tugas
atau tanggung jawabnya memberikan layanan bimbingan dan konseling kepada konseli. Kaidah-kaidah perilaku yang dimaksud yaitu sebagai berikut. 1. Setiap orang memiliki hak untuk mendapatkan penghargaan sebagai manusia; dan mendapatkan layanan konseling tanpa melihat suku bangsa, agama, atau budaya. 2. Setiap orang/individu memiliki hak untuk mengembangkan dan mengarahkan diri. 3. Setiap orang memiliki hak untuk memilih dan bertanggung jawab terhadap keputusan yang diambilnya. 4. Setiap konselor membantu perkembangan setiap konseli, melalui layanan bimbingan dan konseling secara profesional. 5. Hubungan konselor-konseli sebagai hubungan yang membantu yang didasarkan kepada kode etik (etika profesi). Dari etika profesi konselor tersebut, terdapat beberapa pelanggaran etika profesional konselor terhadap beberapa pihak yaitu sebagai berikut. 1. Pelanggaran Terhadap Konseli a) Menyebarkan/membuka rahasia konseli kepada orang yang tidak terkait dengan kepentingan konseli b) Melakukan perbuatan asusila (pelecehan seksual, penistaan agama, rasialis). c) Melakukan tindak kekerasan (fisik dan psikologis) terhadap konseli. d) Kesalahan dalam melakukan pratik profesional (prosedur, teknik, evaluasi, dan tindak lanjut). 2. Pelanggaran Terhadap Organisasi Profesi a) Tidak mengikuti kebijakan dan aturan yang telah ditetapkan oleh organisasi profesi. b) Mencemarkan nama baik profesi (menggunakan organisasi profesi untuk kepentingan pribadi dan atau kelompok). 3. Pelanggaran Terhadap Rekan Sejawat dan Profesi Lain yang Terkait a) Melakukan tindakan yang menimbulkan konflik (penghinaan, menolak untuk bekerja sama, sikap arogan) b) Melakukan referal kepada pihak yang tidak memiliki keahlian sesuai dengan masalah konseli.
Konselor wajib mematuhi kode etik profesi Bimbingan dan Konseling. Apabila terjadi pelanggaran terhadap kode etik Profesi Bimbingan dan Konseling maka kepadanya diberikan sangsi sebagai berikut. 1. 2. 3. 4. 5.
Memberikan teguran secara lisan dan tertulis Memberikan peringatan keras secara tertulis Pencabutan keanggotan ABKIN Pencabutan lisensi Apabila terkait dengan permasalahan hukum/ kriminal maka akan diserahkan pada pihak yang berwenang.
E. Etika Konseling dengan Pendekatan Agama Etika telah digunakan untuk mendukung konselor menangani agama dan spiritualitas dalam konseling (Morrison, Clutter, Pritchett & Demmitt, 2009). Tidak hanya pelaksanaan spiritualitas dan agama cenderung meningkatkan pertumbuhan klien dan kesejahteraan, tetapi agama dan spiritualitas sering tertanam dalam isu-isu yang membawa klien ke kantor konseling. Masalah agama atau spiritual menjadi daftar masalah klien yang membawa berlangsungnya konseling, hal ini menuntut kebutuhan konselor agar memiliki keterampilan yang dibutuhkan untuk menangani klien yang menderita masalah agama atau spiritual. Dalam Bagian A dari ACA Kode Etik 2005, konselor dituntut untuk menghindari semua Diskriminasi berdasarkan agama, diperlukan untuk secara aktif meningkatkan pemahaman mereka tentang klien dengan latar belakang budaya yang beragam, dan untuk merenungkan bagaimana identitas budaya / etnis / ras mereka sendiri memiliki berdampak pada keputusan dalam proses konseling (Asosiasi Konseling Amerika, 1995). Burke dkk. (1999) mengakui tiga standar CACREP yang menyoroti pentingnya agama dan spiritualitas dalam konseling : 1. Konselor diwajibkan untuk mempelajari isu-isu dan tren dalam masyarakat multikultural, dengan meningkatnya keragaman agama, termasuk agama dan spiritualitas.
2. Konselor memiliki pemahaman tentang dinamika kelompok. Pelatihan konselor untuk konseling kelompok, memerlukan instruksi tentang bagaimana untuk menangani keragaman agama dalam kelompok, reaksi terhadap diskusi, dan bagaimana menanggapi anggota kelompok perasaan kebutuhan untuk menahan identitas keagamaan, pengembangan dan strategi pemecahan masalah. 3. Spiritualitas dan agama berhubungan dengan bagaimana seseorang menciptakan makna dalam kehidupan seseorang, spiritualitas dan agama pengaruh pengembangan karir Pada tahun 1999, Asosiasi Spiritual, Etika, dan Agama Nilai dalam Konseling (ASERVIC) merilis sembilan kompetensi yang profesional konseling harus cukup terlatih yaitu sebagai berikut. 1. Konselor harus terampil dalam kemampuan mereka untuk menjelaskan arti kata “spiritualitas” dan “agama”, termasuk caracara yang dua konsep berbeda dan tumpang tindih. 2. Konselor diharapkan untuk menggambarkan keyakinan dan praktik dari konteks budaya. 3. Konselor harus memilki kepekaan yang tinggi terhadap klien, dan penerimaan sistem kepercayaan yang beragam. 4. Konselor harus memiliki pengetahuan tentang model pembangunan keagamaan atau spiritual di seluruh rentang kehidupan. 5. Konselor harus menunjukkan penerimaan ekspresi keagamaan atau spiritual dalam komunikasi.
6. Konselor harus menyadari batas mereka dalam kompetensi dan pemahaman, dan bersiaplah untuk merujuk klien ke sumber yang tepat bila diperlukan. 7. Konselor harus menilai pentingnya agama terhadap isu-isu terapeutik. 8. Konselor harus menerima tema religius atau spiritual dalam konseling. 9. Konselor harus menggunakan keyakinan agama atau spiritual menuju tujuan mencapai dalam konseling (Shuler & Durodoye, 2007). F. Hal – hal yang Di perhartikan Dalam Konseling Agama 1) Konselor harus sadar akan nilai dan norma. Di dalam proses konseling, konselor harus sadar bahwa dia memiliki nilai dan norma yang harus dijunjung tinggi. Konselor harus sadar bahwa nilai dan norma
yang
dimilikinya
itu
akan
terus
dijunjung
dan
dipertahankannya. Di sisi lain, konselor harus menyadari bahwa klien yang akan dihadapinya adalah mereka yang mempunyai nilai-nilai dan norma yang berbeda dengan dirinya. 2) Konselor sadar terhadap karakteristik konseling secara umum. Konselor di dalam melaksanakan konseling sebaiknya sadar terhadap pengertian dan kaidah dalam melaksanakan konseling. Hal ini sangat perlu karena pengertian terhdap kaidah konseling akan membantu konselor dalam memecahkan masalah yang dihadapi oleh klien. 3) Konselor harus mengetahui pengaruh kesukuan, keagamaan dan mereka harus mempunyai perhatian terhadap lingkungan serta agamanya. Konselor dalam melaksanakan tugasnya harus tanggap terhadap perbedaan yang berpotensi untuk menghambat proses konseling. Terutama yang berkaitan dengan nilai, norma dan keyakinan yang dimiliki oleh suku agama tertentu. Terelebih apabila
konselor melakukan praktik konseling di Indonesia yang mempunyai lebih dari 357 etnis dan 5 agama besar serta penganut aliran kepercayaan. 4) Untuk mencegah timbulnya hambatan tersebut, maka konselor harus mau belajar dan memperhatikan lingkungan di mana dia melakukan praktik, baik agama maupun budayanya. Dengan mengadakan perhatian atau observasi, diharapkan konselor dapat mencegah terjadinya rintangan selama proses konseling. 5) Konselor tidak boleh mendorong klien untuk dapat memahami agama yang dianutnya. Untuk hal ini ada aturan main yang harus ditaati oleh setiap konselor. Konselor mempunyai kode etik konseling, yang secara tegas menyatakan bahwa konselor tidak boleh memaksakan kehendaknya kepada klien. Hal ini mengimplikasikan bahwa sekecil apapun kemauan konselor tidak boleh dipaksakan kepada klien. Klien tidak boleh diintervensi oleh konselor tanpa persetujuan klien. Untuk mengetahui kedudukan Bimbingan dan Konseling Agama, perlu diketahui beberapa, yaitu: 1) Bahwa kodrat kejiwaan membutuhkan bantuan psikologis Manusia. 2) Gangguan kejiwaan yang berbeda-beda membutuhkan terapi yang tepat. 3) Meskipun manusia memiliki fitrah kejiwaan yang cenderung kepada keadilan dan kebenaran, tetapi daya tarik keburukan lebih banyak sehingga motif lebih kepada keburukan cepat merespon stimulus keburukan, mendahului kepada stimulus kebaikan. 4) Keyakinan agama (keimanan) merupakan kepribadian, sehingga getar batin dapat dijadikan penggerak tingkah laku (motif) kepada kebaikan. 5) Konselor lintas agama harus sadar akan nilai dan norma Di dalam proses konseling, konselor harus sadar bahwa dia memiliki nilai dan norma yang harus dijunjung tinggi. Konselor harus sadar bahwa nilai dan norma yang dimilikinya itu akan terus dijunjung dan dipertahankannya. Di sisi lain, konselor harus menyadari
bahwa klien yang akan dihadapinya adalah mereka yang mempunyai nilai-nilai dan norma yang berbeda dengan dirinya. 6) Konselor sadar terhadap karakteristik konseling secara umum. 7) Konselor di dalam melaksanakan konseling sebaiknya sadar terhadap pengertian dan kaidah dalam melaksanakan konseling. Hal ini sangat perlu karena pengertian terhdap kaidah konseling akan membantu konselor dalam memecahkan masalah yang dihadapi oleh klien. 8) Konselor harus mengetahui pengaruh kesukuan, keagamaan dan mereka harus mempunyai perhatian terhadap lingkungan serta agamanya. 9) Konselor dalam melaksanakan tugasnya harus tanggap terhadap perbedaan yang berpotensi untuk menghambat proses konseling. Terutama yang berkaitan dengan nilai, norma dan keyakinan yang dimiliki oleh suku agama tertentu. Terelebih apabila konselor melakukan praktik konseling di Indonesia yang mempunyai lebih dari 357 etnis dan 5 agama besar serta penganut aliran kepercayaan. Untuk mencegah timbulnya hambatan tersebut, maka konselor harus mau belajar dan memperhatikan lingkungan di mana dia melakukan praktik, baik agama maupun budayanya. Dengan mengadakan perhatian atau observasi, diharapkan konselor dapat mencegah terjadinya rintangan selama proses konseling. 10) Konselor tidak boleh mendorong klien untuk dapat memahami agama dan budaya yang dianutnya. Untuk hal ini ada aturan main yang harus ditaati oleh setiap konselor. Konselor mempunyai kode etik konseling, yang secara tegas menyatakan bahwa konselor tidak boleh memaksakan kehendaknya kepada klien. Hal ini mengimplikasikan bahwa sekecil apapun kemauan konselor tidak boleh dipaksakan kepada klien. Klien tidak boleh diintervensi oleh konselor tanpa persetujuan klien. 11) Konselor lintas agama dan budaya dalam melaksanakan konseling harus mempergunakan pendekatan ekletik ini dilakukan
untuk membantu klien yang mempunyai perbedaan gaya dan pandangan hidup. G. Fungsi Etika Professional Konseling dalam Pendekatan Agama Pada dasarnya kode etik memiliki fungsi ganda yaitu sebagai perlindungan dan pengembangan bagi profesi. Gibson dan Michel (1945: 449) Fungsi yang sama yaitu lebih mementingkan pada kode etik sebagai pedoman pelaksanaan tugas prosefional dan pedoman bagi masyarakat sebagai seorang professional. Biggs dan Blocher (1986: 10) mengemukakan tiga fungsi kode etik yaitu: 1. Melindungi suatu profesi dari campur tangan pemerintah 2. Mencegah terjadinya pertentangan internal dalam suatu profesi 3. Melindungi para praktisi dari kesalahan praktik suatu profesi Sutan Zahri dan Syahmiar Syahrun (1992) mengemukakan empat fungsi kode etik guru bagi guru itu sendiri, antara lain sebagai berikut. 1. Agar guru terhindar dari penyimpangan tugas yang menjadi tanggung jawabnya. 2. Untuk mengatur hubungan guru dengan murid, teman sekerja, masyarakat dan pemerintah. 3. Sebagai pegangan dan pedoman tingkah laku guru agar lebih bertanggung jawab pada profesinya. 4. Pemberi arah dan petunjuk yang benar kepada mereka yang menggunakan profesinya dalam melaksanakan tugas. Kode etik guru sesungguhnya merupakan pedoman yang mengatur hubungan guru dengan teman kerja, murid dan wali murid, pimpinan dan
masyarakat serta dengan misi tugasnya. Menurut Oteng Sutisna (1986 : 364) bahwa pentingnya kode etik guru dengan teman kerjanya difungsikan sebagai penghubung serta saling mendukung dalam bidang mensukseskan misi dalam mendidik peserta didik. Etika hubungan guru dengan peserta didik menuntut terciptanya hubungan berupa helping relationship (Brammer, 1979), yaitu hubungan yang bersifat membantu dengan mengupayakan terjadinya iklim belajar yang kondusif bagi perkembangan peserta didik. Dengan ditandai adanya perilaku4
empati,penerimaan4dan
penghargaan,
kehangatan
dan
perhatian, keterbukaan dan ketulusan serta kejelasan ekspresi seorang guru. ABKIN mengeluarkan lima tujuan Kode etik Profesi Konselor Indonesia yaitu sebagai berikut. 1. Melindungi konselor yang menjadi anggota asosiasi dan konseli sebagai penerima layanan. 2. Mendukung misi Asosiasi Bimbingan dan Konseling Indonesia. 3. Kode etik merupakan prinsip-prinsip yang memberikan panduan perilaku yang etis bagi konselor dalam memberikan layanan bimbingan dan konseling. 4. Kode etik membantu konselor dalam membangun kegiatan layanan yang profesional. 5. Kode etik menjadi landasan dalam menghadapi dan menyelesaikan keluhan serta permasalahan yang datang dari anggota asosiasi. Etika Hubungan garis konselor dengan pimpinan di sekolah terjalin menuntut adanya kepercayaan. Bahwa konselor percaya kepada pimpinan dalam memberi tugas dapat dan sesuai dengan kemampuan serta konselor percaya setiap apa yang telah dikerjakan mendapatkan imbalan dan sebaliknya bahwa pimpinan harus yakin bahwa tugas yang telah diberikan telah dapat untuk dilaksanakan. Konselor sangat perlu memelihara hubungan baik dengan masyarakat untuk berlangsungnya
program kerja BK.
juga harus menghayati apa saja yang menjadi
tanggung jawab tugasnya.
BAB III PENUTUP A. Kesimpulan Etika adalah refleksi dari apa yang disebut dengan self control”, karena segala sesuatunya dibuat dan diterapkan dari dan untuk kepentingan kelompok sosial (profesi) itu sendiri. Sedangkan Etika profesi dalam bimbingan dan konseling adalah kaidah-kaidah perilaku yang menjadi rujukan bagi konselor dalam melaksanakan tugas atau tanggung jawabnyan memberikan layanan bimbingan dan konseling kepada konseli. Kaidahkaidah perilaku yang dimaksud seperti orang yang memiliki hak untuk mendapatkan penghargaan sebagai manusia, dan mendapatkan layanan konseling tanpa melihat suku bangsa, agama, atau budaya. Adapun kode etik
Konseling di Indonesia yaitu landasan moral dan pedoman tingkah laku profesional yang dijunjung tinggi, diamalkan dan diamankan oleh setiap profesional Bimbingan dan Konseling Indonesia. Sedangkan konselor dituntut untuk memiliki ketrampilan menangani klien yang mengalami masalah agama dan spiritual, karena agama dan spiritual menjadi salah satu daftar masalah klien dan pelaksanaannya harus sesuai dengan kode etik yang telah dituliskan diatas. B. Saran Diharapkan pada masa yang akan datang pelanggaran atau penyalahgunaan profesi konselor dapat diminimalisirkan dan citra konselor menjadi lebih baik. Sehingga diharapkan pembaca bisa memahami dengan baik bagaimana etika profesional dalam konseling agama, dan juga menerapkan etika tersebut ke dalam kehidupan sehari–hari.
DAFTAR PUSTAKA Hartinah Siti & Khunaifi Agus. (2006). Konseling Agama. FKIP UPS Tegal. Prayitno & Erman Amti. (2009). Dasar – Dasar Bimbingan dan Konseling. Jakarta: PT Rineka Cipta. https://ABKIN https://csagboyz.wordpress.com/2015/11/08/pengertian-etika-profesiserta-profesionalisme/ Diakses pada tanggal 10 mei 2016 pukul 14.20 WIB https://sartikasari4d1113500075.wordpress.com/2015/06/24/etikaprofessional-konseling-agama-2/ Diakses pada tanggal 10 mei 2016 pukul 13.44 WIB. https://10menit.wordpress.com/tugas-kuliah/pengertian-etika/ pada tanggal 10 mei 2016 pukul 13.52 WIB
Diakses