Bagian Pertama
Etika Kerja Islam Etika kerja Islam secara langsung dan fositif mempengaruhi berbagai dimensi dari sikap terhadap perubahan organisasi dan komitmen organisasi
S
ebelum buku ini ditulis, sebenarnya sudah ada beberapa ahli yang tertarik untuk meneliti tentang etika kerja Islam dan pengaruhnya terhadap perkembangan sumber daya insani. Yousef di tahun 2000 pernah meneliti tentang etika kerja Islam dan menghasilkan sebuah simpulan bahwa Etika Kerja Islam secara langsung dan positif
Etika Kerja Dalam Perspektif Islam
1
mempengaruhi berbagai dimensi dari sikap terhadap perubahan organisasi dan komitmen organisasi. Jika karyawan mempunyai komitmen organisasi yang baik maka akan meningkatkan Kinerja karyawan. Lain lagi dengan Astria Fitria yang melakukan penelitian di tahun 2003. Yang ditelitinya adalah pengaruh etika kerja Islam terhadap perubahan organisasi dan komitmen organisasi dengan mengambil objek penelitian sejumlah akuntan. Hasilnya bahwa ada hubungan antara etika kerja Islam dan Sikap terhadap perubahan organisasi dimediasi oleh komitmen organisasi. Ada juga penelitian yang dilakukan oleh Yuwalliatin tahun 2006, dengan mengambil sampel pada Dosen Unissula Semarang. Hasil penelitiannya memperkuat bukti bahwa adanya pengaruh komitmen karyawan pada organisasi terhadap kinerja karyawan. Pengukuran komitmen karyawan menggunakan empat indikator yang dikembangkan oleh Mowday. Etika, bertitik pangkal dari kata “etos”. Menurut Nurcholis Madjid, etos adalah karakter dan sikap, kebiasaan serta kepercayaan dan seterusnya yang bersifat khusus tentang seorang individu atau sekelompok manusia. Dan dari kata etos inilah terambil kata “Etika”. Etika dapat dimaknai 2
Etika Kerja Dalam Perspektif Islam
sebagai akhlak atau bersifat akhlaqi yaitu kualitas esensial seseorang atau sekelompok manusia termasuk suatu bangsa. Etika tidak bisa dimaknai sempit hanya pada kualitas pribadi seseorang saja. Namun etika juga dapat dinisbatkan kepada suatu kelompok atau masyarakat. Terbentuknya etika pada diri pribadi, suatu kelompok atau komunitas masyarakat sangat dipengaruhi oleh kebiasaan, budaya dan sistem nilai yang diyakini. Bila dimaknai dari sudut pandang Islam, maka etika dianggap sebagai akhlak (budi pekerti, perangai, tingkah laku juga tabiat seseorang) yaitu tingkah laku atau perlakuan manusia ke arah kebaikan dan kebermanfaatan. Perlu diingat, bahwa “kebaikan” dan “kebermanfaatan” yang menjadi tujuan pencapaian dari etika kerja Islam, tidak bisa dimaknai bebas. Tapi harus dimaknai berdasarkan Al-Quran dan Sunah Rasulullah. Ambil contoh tentang kasus perang. Bila ukuran kebaikan dan kebermanfaatan diserahkan kepada persepsi masyarakat umum, maka perang akan dianggap sebaga sesuatu yang tidak beretika. Namun bila dipandang dalam perspektif Islam, maka perang justru dapat menjadi satu amalan yang sangat beretika dan dijanjikan pahala yang begitu besar. Etika Kerja Dalam Perspektif Islam
3
Hadits tentang keutamanaan jihad yang diriwayatkan oleh Abu Hurairah: “Di antara kehidupan yang terbaik bagi manusia adalah seorang yang memegang kendali kudanya di jalan Allah, dan ia senantiasa bersiaga untuk memacu kudanya manakala ia mendengar genderang perang atau denting senjata, pilihannya saat itu hanyalah membunuh ataukah terbunuh (syahid) di medan perang; atau seorang yang pergi untuk tinggal di atas bukit atau di lembah, dan di sana ia mendirikan shalat, membayar zakat dan terus menyembah Tuhannya sampai ajal menjemputnya. Ia tidak memiliki kepedulian dengan urusan siapa pun kecuali perbuatan yang baik.” Di sinilah pentingnya, untuk memiliki patokan jelas tentang standar yang digunakan dalam pengaplikasian etika kerja Islam. Standarnya jelas, yaitu Al-Quran dan Sunah. Bukan pada persepsi umum apalagi perasaan manusia yang sifatnya labil dan dinamis. Etika adalah bagian dari ilmu filsafat yang membahas secara rasional dan kritis tentang nilai, norma dan moralitas. Karena masuk dalam cabang ilmu filsafat, maka pembahasan etika sangat menekankan pada pengamatan yang kritis dalam melihat dan
4
Etika Kerja Dalam Perspektif Islam
mengamati nilai dan norma yang berkembang di masyarakat. Sebagai cabang dari ilmu filsafat, etika dapat dibedakan menjadi dua: obyektivisme dan subyektivisme. Obyektivisme memandang bahwa nilai kebaikan suatu perbuatan bersifat obyektif yaitu terletak pada substansi perbuatan itu sendiri. Paham ini melahirkan rasionalisme dalam etika, suatu perbuatan dianggap baik, bukan karena kita senang melakukannya, tetapi merupakan keputusan rasionalisme universal yang mendesak untuk berbuat seperti itu. Sedangkan subyektivisme berpandangan bahwa suatu perbuatan disebut baik bila sejalan dengan kehendak atau pertimbangan subyek tertentu baik subyek Tuhan, subyek kolektif seperti masyarakat maupun subyek individu (Muhammad, 2004). Islam hadir untuk mengisi satu “ruang kosong” dalam pembahasan etika. Yaitu ruang spiritual. Islam memberikan motivasi agar manusia bekerja sebagai wujud pengabdian kepada Allah. Mampu bertidak profesional, memilah kapan pekerjaan itu sebagai wujud prfesinya dan saat kapan pekerjaan itu sebagai dedikasi pengabdiannya. Dan tentunya etika kerja Islam mengajarkan, agar melakukan semua pekerjaan dengan niat “karena Allah”. Etika Kerja Dalam Perspektif Islam
5
Menganggap pekerjaannya sebagai bentuk ibadah. Jadi ibadah tidak boleh dimaknai sempit hanya dalam aspek ritual saja. Seperti shalat dan dzikir semata. Namun ibadah itu luas cakupannya. Seluruh aktivitas keseharian, termasuk bekerja, jika dilaksanakan dengan niat ikhlas karena Allah dan melakukannya sesuai tuntunan Allah, maka itulah ibadah. Pekerjaan yang didasari hanya dengan motivasi jabatan dan kekayaan menjadikan seseorang bekerja ketika ada iming-iming atau konsekuensi jabatan dan kekayaan, jika tidak ada, ia akan enggan atau bermalas-malasan. Tetapi motivasi ibadah dalam bekerja bisa melahirkan karya dan produktivitas meski tidak dalam pengawasan manusia, walaupun jauh dari kontrol atasan. Ketika bekerja dianggap sebagai satu ibadah dan bentuk pengabdian kepada umat yang dilakukan atas dasar niat karena Allah, maka sumber daya insani tidak akan mengabaikan adab-adab kerja dalam Islam. Misalnya: Pertama, memulai semua pekerjaan dengan niat yang baik. Karena meyakini bahwa Islam sangat menekankan kejernihan niat sebelum memulai amal. Karena niat adalah salah satu penentu perbuatan seseorang dapat bernilai ibadah atau tidak. Walaupun caranya benar, tapi niat salah, maka amalan 6
Etika Kerja Dalam Perspektif Islam
model tersebut akan tertolak. Pada satu pagi Rasul Saw. Dan para Sahabat sedang berkumpul kemudian mereka melihat seseorang yang kuat berjalan dengan cepat dan enerjik menuju kerja. Para Sahabat takjub terhadap orang tersebut. Maka para Sahabat berkata: Wahai Rasul Saw. bila saja ia berada dalam jalan Allah (fi Sabilillah) pasti lebih baik baginya. Maka Rasul Saw. berkata: “Jika ia bekerja untuk anaknya yang masih kecil, maka itu berarti fi Sabilillah. Jika ia bekerja untuk kedua orang tuanya yang renta maka itu berarti fi Sabilillah. Dan jika ia bekerja karena riya dan kebanggaan maka itu di jalan Setan”. (HR. Atabrani). Kedua, tidak menunda-nunda amal. Dalam kaitan ini Rasulullah Saw. Mendorong umatnya untuk berpagi-bagi, haditsnya berbunyi: Ya Allah berkahilah Umatku di pagi hari. (HR. Tirmidzi, Ibnu majah dan Ahmad Dalam pepatah Arab disebutkan:“jangan tunda amal hari ini hingga esok.” Ketiga, bersungguh-sungguh Pepatah mengatakan: Siapa yang bersungguh-sungguh dia akan dapat”. Keempat, bekerja dengan rapi. Rasulullah Saw. bersabda: “Sesungguhnya Allah SWT. mencintai seseorang yang bekerja dengan rapi di antara kalian”. (HR. Baihaqi). Etika Kerja Dalam Perspektif Islam
7
Kelima, tawadhu (Rendah hati) dan syukur. Sebagus apapun pekerjaannya, seorang Muslim dilarang untuk bersikap sombong. Rasul Saw. Bersabda: Tidak masuk Surga siapa yang di dalam hatinya ada kesombongan seberat biji sawi. (HR. Muslim). Keenam, tidak melupakan kewajiban ibadah kepada Allah SWT. Meskipun bekerja bisa menjadi sarana penghambaan diri kepada Allah SWT. Bekerja hanyalah salah satu dari sekian banyak kewajiban yang melekat pada seorang muslim. Disamping bekerja, seorang muslim juga tetap diamanahi kewajibankewajiban lain. Ideologi Islam yang sangat berbeda dengan ideologi sekularisme dengan pahamnya yang memisahkan antara agama dengan kehidupan, meniscayakan ketidakbolehan melunturkan nilai ibadah dalam setiap pekerjaan. Agar semangat ibadah itu tidak luntur, maka ada beberapa nilai yang patut direnungi, khususnya untuk umat muslim dan umumnya bagi mereka yang hendak meningkatkan kualitas pencapaian kerja. Ash-Shalah Bila diterjemahkan bebas ke dalam bahasa Indonesia Ash-Shalah dapat dimaknai 8
Etika Kerja Dalam Perspektif Islam
sebagai “Baik dan Bermanfaat”. Dari sinilah kita bisa melihat, upaya Islam untuk mengikis budaya individualistis. Bekerja, tidak cukup sekadar baik saja, namun harus bermanfaat untuk pribadi sendiri juga orang jamak. Kalau nilai Ash-Shalah ini selalu ada dalam setiap pekerjaan, maka tentu akan memberikan nilai tambah. Memperluas kebermanfaatan untuk lebih banyak orang. Dalam Al-Quran Surat Al-An’am ayat ke-132 Allah memberikan motivasi yang luar biasa kepada manusia untuk memaksimalkan ikhtiar. Karena tinggi rendahnya derajat seseorang, berbanding lurus dengan upaya yang dia usahakan. “Dan masing-masing orang memperoleh derajat-derajat (seimbang) dengan apa yang dikerjakannya.” Ini adalah pesan iman yang mengajarkan manusia, agar dalam setiap kerjanya memperhatikan nilai dan kualitas. Tidak boleh berprinsip “asal bekerja”. Namun bagaimana dari bekerja itu dirinya dapat menjadi mulia dan orang lain merasakan kebermanfaatannya. Keimanan adalah aktivitas hati. Pengejawantahannya tercermin pada amal sholeh yang dilakukan. Jadi kalau iman dipahami dengan baik, maka manusia muslim akan menjadi manusia yang “super produktif”. Karena keimanan selalu dirangkaikan dengan Etika Kerja Dalam Perspektif Islam
9
kerja nyata yang sering kita sebut amal soleh. Fakta sejarah di abad pertengahan, ketika Islam masih menjalankan sistem pemerintahan Khilafah, terlihat jelas kemajuan peradaban yang luar biasa. Islam menjadi kiblat dunia untuk segala bidang. Banyak sekali dasardasar pengembangan teknologi yang diletakkan pertama kali oleh ilmuan Islam. Perkembangan pembangunan di kota-kota Islam, membuat dunia terpukau. Semua itu terjadi karena umat Islam saat itu betul-betul mampu menghadirkan iman dalam setiap kerjanya. Maka wajarlah bila di dalam AlQuran merangkaikan antara iman dan amal soleh sebanyak 77 kali. Semangat Ash-Shalah, berkarya dengan pekerjaan yang baik dan bermanfaat, hendaknya dimulai sejak niat memilih pekerjaan. Dengan niat yang baik, besar harapan semangat Ash-Shalah bisa hadir dalam kerja-kerja kita. Maka tidak ada salahnya, jika seorang muslim hendak memilih satu pekerjaan, dahulukanlah dengan shalat istikharah. Meminta kemantapan hati dari Allah. Agar Allah berikan hidayah dalam memilih, yang dengan begitu kita dapat menjatuhkan pilihan yang tepat untuk pekerjaan yang baik dan bermanfaat.
10
Etika Kerja Dalam Perspektif Islam
Al-Itqan Al-Itqan adalah kemantapan atau kesempurnaan. Perfectness. Meskipun ada kata orang “No body perfect” tidak ada orang yang sempurna. Memang benar, sekeras apapun manusia berusaha, paling maksimal adalah mendekati kesempurnaan. Karena kita yakin, bahwa kesempurnaan itu hanya milik Allah. Semangat Al-Itqan, menghendaki kita untuk bisa memberikan yang terbaik dengan usaha semaksimal mungkin. Bagi mereka yang memiliki karakter Al-Itqan, tidak ada yang namanya “asal jadi”. Pekerjaan memang selesai, tapi kualitasnya jauh dari sempurna. Sebab menekankan pada kesempurnaan hasil, maka Islam juga sangat menaruh perhatian pada proses yang dilakukan untuk mencapai hasil tersebut. Jika menginginkan hasil yang maksimal, maka ikhtiar yang dilakukan pun harus sungguh-sungguh. Karena itu untuk mencapai hasil yang maksimal perlu proses yang di dalamnya mewajibkan dukungan pengetahuan dan keterampilan. Untuk itu Islam mewajibkan umatnya untuk terus menambah pengetahuan dengan belajar dan meningkatkan keterampilan dengan berlatih. Satu pengetahuan yang tidak pernah diulang-ulang maka lambat laun akan terlupa. Etika Kerja Dalam Perspektif Islam
11
Begitu juga satu keterampilan, bila lama tidak dilatih akan hilang. Dalam perspektif Islam, bila seseorang memiliki potensi namun tidak digunakan untuk kemaslahatan umat, maka itu termasuk perbuatan dosa. Konsep itqan memberikan penilaian lebih terhadap hasil pekerjaan yang sedikit, tetapi berkualitas, daripada output yang banyak, tetapi kurang bermutu (alBaqarah: 263). Al-Ihsan Al-Ihsan dimaknai bebas sebagai melakukan yang terbaik dan lebih baik lagi. Bekerja dengan semangat “Ihsan” menyiratkan dua makna. Pertama, bila ihsan dimaknai sebagai “yang terbaik” berarti memiliki kemiripan makna dengan “itqan”. Berarti setiap muslim dalam bekerja harus memiliki target untuk memberikan yang terbaik, sesempurna yang ia sanggupi. Kedua, kalau ihsan dimaknai sebagai “lebih baik”. Maksudnya lebih baik dari prestasi atau kualitas pekerjaan sebelumnya.Makna ini memberi pesan peningkatan yang terusmenerus, seiring dengan bertambahnya pengetahuan, pengalaman, waktu, dan sumber daya lainnya. Adalah suatu kerugian jika 12
Etika Kerja Dalam Perspektif Islam
prestasi kerja hari ini menurun dari hari kemarin, sebagaimana dinyatakan dalam sebuah hadits Nabi saw. Keharusan berbuat yang lebih baik juga berlaku ketika seorang muslim membalas jasa atau kebaikan orang lain. Bahkan, idealnya ia tetap berbuat yang lebih baik, Semangat kerja yang ihsan ini akan dimiliki manakala seseorang bekerja dengan semangat ibadah, dan dengan kesadaran bahwa dirinya sedang dilihat oleh Allah SWT. Al-Mujahadah Nilai selanjutnya adalah Al-Mujahadah. Maknanya adalah kerja keras dan optimal. Oleh ulama, kata mujahadah diartikan sebagai ”istifragh ma fil wus’i”, yakni mengerahkan segenap daya dan kemampuan yang ada dalam merealisasikan setiap pekerjaan yang baik. Dapat juga diartikan sebagai mobilisasi serta optimalisasi sumber daya. Ada dua ayat menarik untuk dicermati dalam Al-Quran. Ayat yang tertera pada Surat Ibrahim ayat 32-33. “Allah-lah yang telah menciptakan langit dan bumi dan menurunkan air (hujan) dari langit, kemudian dengan air hujan itu Dia mengeluarkan berbagai buah-buahan sebagai rezeki untukmu; dan Dia telah menundukkan Etika Kerja Dalam Perspektif Islam
13
kapal bagimu agar berlayar di lautan denagn kehendak-Nya dan Dia telah menundukkan sungai-sungai bagimu. Dan dia telah menundukkan matahari dan bulan untukmu yang terus menerus beredar (dalam orbitnya); dan telah menundukkan malam dan siang bagimu” (Ibrahim: 32-33). Allah telah menyiapkan alam dengan segala sumber daya yang terkandung di dalamnya untuk kemaslahatan manusia. Dan Allah telah tegas menjamin untuk “menundukkan” segenap potensi alam untuk manusia. Berarti sekarang adalah tugas manusia untuk berupaya dengan optimal memanfaatkan segala sumber daya alam yang telah Allah “tundukkan”. Disinilah makna dari mujahadah, bekerja keras untuk memanfaatkan segala potensi yang dimiliki dalam batas-batas yang dibolehkan oleh syariat Islam. Maka bila semangat mujahadah sudah ada dalam diri para insan, optimalisasi kerja akan tercapai. Karena mereka bekerja dengan penuh semangat, terpicu untuk terus meningkatkan daya inovasi dalam memanfaatkan sumber daya alam yang Allah sediakan untuk manusia. Setelah usaha maksimal ditunaikan, maka selanjutnya adalah tawakkal. Menyerahkan semuanya kepada Allah. Jadi dalam diri seorang muslim, tidak 14
Etika Kerja Dalam Perspektif Islam
ada istilah putus asa, saat target yang telah ditentukannya tidak tercapai. Dia akan berinstropeksi diri, mengevaluasi ikhtiarnya. Tidak pernah berburuk sangka kepada Allah, karena yakin Allah selalu memberikan yang terbaik kepada hamba-Nya. “Dan miliki Allah meliputi rahasia langit dan bumi dan kepada-Nya segala urusan dikembalikan. Maka sembahlah Dia dan bertawakallah kepada-Nya. Dan Tuhanmu tidak akan lengah terhadap apa yang kamu kerjakan.” (Hud: 123). Tanafus dan Ta’awun Coba cermati kondisi kekinian. Teramat gampang seseorang menjadi pendengki. Tidak senang ketika melihat orang lain mendapat kenikmatan. Beragam cara mulai dilakukan, untuk menghalang-halanginya. Mulai dari dunia bisnis sampai dunia politik. Aroma saling mendengki menyengat sekali. Akhirnya persaingan pun terjadi. Kadang dengan cara yang tidak sehat. Persaingan dalam kehidupan apalagi dunia kerja, memang perlu. Sebagai motivasi untuk bisa meningkatkan kinerja lebih baik lagi. Islam datang, bukan hendak menghilangkan persaingan. Tapi Etika Kerja Dalam Perspektif Islam
15
memposisikan persaingan itu pada tempatnya. Sesuai dengan porsinya.Mana ranah yang persaingan itu sebaiknya ada dan wilayah mana yang tidak perlu persaingan. Karena dengan ada persaingan justru bisa menimbulkan kedengkian. Islam telah memerintahkan umatnya, untuk urusan yang bersifat keduaniawian, hendaknya melihat “ke bawah”. Untuk perkara harta, lihatlah orang yang lebih miskn dari kita. Maka yang ada adalah rasa kesyukuran. Kita masih jauh lebih beruntung dari sekian banyak orang yang ada. Namun sebaliknya, untuk urusan amal. Selalu lihatlah ke atas. Irilah kepada orang yang lebih baik amal solehnya. Maka yang ada adalah motivasi untuk terus beramal. Al-Quran dalam beberapa ayatnya, telah menyeru manusia untuk bersaing dalam meningkatkan kualitas amal soleh. Dalam Islam dikenal dengan istilah “Fastabiqul Khairat” berlomba-lomba dalam kebaikan. Ada juga perintah untuk “wasari’u ilaa magfirain min Rabbikum wajannah” bersegeralah kamu untuk menuju ampunan Rabb-mu dan surga. “Dan bersegeralah kamu mencari ampunan dari Tuhan-mu dan mendapatkan surga luasnya seluas langit dan bumi yang 16
Etika Kerja Dalam Perspektif Islam
disediakan bagi orang-orang yang bertakwa.” (Ali-Imran: 133). Lalu, apa yang harus dilakukan agar tergolong orang yang bersegera mendapatkan ampunan Allah? Ayat berikut memberikan jawabannya. “Yaitu orang yang berinfaq, baik di waktu lapang maupun di waktu sempit dan orang-orang yang menahan amarahnya dan memaafkan kesalahan orang lain. Dan Allah mencintai orang yang berbuat kebaikan.” (Ali-Imran: 134). Berlomba-lomba dalam mengerjakan amal soleh, bukan berarti menghendaki seseorang harus menjadi sempurna. Terkadang kita menemukan fenomena, orang yang beralasan enggan melaksanakan amal soleh, karena merasa diri masih jauh dari Islam. Padahal justru dengan giat mengerjakan amal soleh dan insaf dari setiap salah dan dosa yang telah dilakukan, itulah jalan untuk meningkatkan kualitas keislaman. Orang yang baik, bukanlah orang yang luput dari salah dan dosa. Orang baik adalah orang yang bila berbuat dosa, akan segera menyadari dan bertaubat. “Dan juga orang-orang yang mengerjakan perbuatan keji atau menzalimi diri sendiri, segera mengingat Allah, lalu Etika Kerja Dalam Perspektif Islam
17
mohon ampunan atau dosa-dosanya dan siapa lagi yang dapat mengampuni dosa-dosa selain Allah? Dan mereka tidak meneruskan perbuatan dosa itu, sedang mereka mengetahui.” (Ali-Imran: 135). Persaingan jika dibingkai dalam konteks Islam, maka persaingan akan menjadi indah. Karena persaingan dilaksanakan dalam rangka menggapai ketakwaan. Karena munusia termulia di hadapan Allah adalah manusia yang paling bertakwa. “...sungguh yang paling mulia di antara kamu di sisi Allah adalah orang yang paling bertakwa. Sungguh, Allah Maha Mengetahui, Maha Teliti.” (Al-Hujurat: 13). Dari beberapa ayat di atas, jelas bahwa Islam memang menghendaki persaingan dalam meningkatkan kualitas amal soleh dan kualitas kerja. Yang membuat persaingan dalam Islam itu indah, adalah persaingan dilakukan atas dasar semangat Islam. Walhasil “wajah” persaingan tidaklah seram. Tidak bermaksud mengalahkan apalagi sampai mengorbankan orang lain. Justru dalam persaingan ada pesan untuk saling membantu. Islam memaknai persaingan adalah usaha untuk berlombalomba dalam kebajikan dan amal soleh. Dan saling membantu adalah salah satu cara untuk menambah amal soleh. Orang yang banyak 18
Etika Kerja Dalam Perspektif Islam
membantu, memiliki kemungkinan besar memiliki amal soleh yang lebih banyak dan memiliki peluang untuk mengungguli orang lain dalam hal kebajikan. Inilah esensi dari “Fastabiqul Khairat”. Pemanfaatan Waktu Pepatah Arab mengatakan: Waktu adalah pedang. Jika waktu laksana pedang, maka berhati-hatilah dalam menggunakannya. Bila cerdik menggunakan pedang, maka akan sangat bermanfaat. Namun bila tidak berhatihati, pedang justru akan melukai diri sendiri. Waktu adalah modal yang Allah berikan kepada seluruh manusia dengan jumlah yang sama, yaitu 24 jam. Dengan modal waktu yang sama itu, ternyata menghasilkan kualitas yang berbeda-beda. Bisa kita tengok kehidupan Rasulullah dan para sabahat dulu. Modal waktu yang Allah berikan kepada mereka dengan kita yang hidup di zaman sekarang adalah sama. Utuh 24 jam. Dengan porsi waktu yang sama dengan sekarang, ternyata Rasulullah dan para sahabatnya bisa memanfaatkan waktu dengan sangat efektif. Sekitar 20 tahun saja Rasulullah menebar dakwah, hasilnya Islam bisa mengguncang dunia. Disegani oleh kawan, ditakuti lawan. Etika Kerja Dalam Perspektif Islam
19
Islam sangat menekankan untuk menghargai waktu. Kata pepatah Arab, waktu laksana pedang. Bila tak bisa dimanfaatkan dengan sebaik-baiknya, maka akan melukai diri sendiri. Dalam Islam banyak sekali anjuran untuk memproduktifkan waktu. Agar dengan jatah waktu 24 jam, dapat menghasilkan karya yang maksimal. Dalam satu haditsnya Rasulullah mendorong untuk berpagi-pagi, dengan haditsnya yang juga bernada harapan. Hadits itu berbunyi; Ya Allah berkahilah umatku di pagi hari. (H.R. Tirmidzi, Ibnu Madjah dan Ahmad). Ada juga pepatah Arab yang menyebutkan bahwa; Jangan tunda amal hari ini hingga esok. Jadi etos kerja merupakan bagian dari syariat Islam. Sebagai bukti, coba simaklah sabda Rasulullah yang sudah teramat mahsyur tentang pekerjaan yang diawali dengan niat. Bila niatnya tinggi, maka dia akan mendapakan keridhaan yang tinggi. Dan bila niatnya rendah, misalnya hanya mencari simpati dari manusia, maka seperti itu pula yang akan didapatkannya. Jadi Islam telah mengajarkan membangun etos kerja sejak niat itu baru muncul. Etos kerja adalah refleksi dari sikap hidup yang medasar, maka etos kerja pada dasarnya juga merupakan cerminan dari 20
Etika Kerja Dalam Perspektif Islam
pandangan hidup yang berorientasi pada nilainilai yang berdimensi trasenden. Etos kerja dan amal sangat erat kaitannya. Di dalam Al-Quran, untuk menyebutkan sesuatu yang berhubungan dengan aktivitas/kerja manusia, biasa digunakan istilah amal. Jadi amal yang dimaksud adalah semua aktivitas manusia. Tidak peduli aktivitas tersebut termasuk aktivitas baik ataupun buruk. Bila aktivitas tersebut adalah perbuatan baik, maka sering disebut sebagai amal soleh. Namun bila aktivitas tersebut adalah kerja yang buruk, maka dikatakan sebagai amal syarron. Islam telah menekankan untuk selalu mengarahkan semua aktivitas manusia pada kebaikan. Selalu berbuat amal soleh. Di dalam Islam manusia diperintahkan untuk tidak sekadar mencari rejeki untuk memenuhi kebutuhan, tetapi juga mencari apa yang diistilahkan sebagai fadhl Allah. Secara bebas Fadhl Allah diterjemahkan sebagai kelebihan yang bersumber dari Allah. Coba bersama kita tengok ayat Al-Quran pada Surat Jumuah ayat ke-10; Apabila telah selesai salat, maka bertebaranlah di bumi untuk mencari fadhl (kelebihan rejeki) dan banyak-banyaklah mengingat Allah agar kamu termasuk orang yang beruntung. Ayat tersebut Etika Kerja Dalam Perspektif Islam
21
juga telah memberikan kita gambaran tentang pentingnya penyeimbangan antaran urusan dunia dengan akhirat. Mental seperti itu bila dimiliki oleh setiap karyawan di dalam satu perusahaan, menjadi sebuah modal yang besar untuk membentuk tim kerja yang solid dan bisa bekerja sesuai hasil yang telah ditargetkan. Tim kerja merupakan satu kesatuan yang saling bekerja sama. Karena banyak pekerjaan yang tidak bisa diselesaikan bila sendiri. Seorang pekerja yang menggunakan etika islam sebagai landasan kerjanya, akan memiliki tanggung jawab yang tinggi. Menghilangkan sikap individualistis, mudah bekerja sama, tidak punya rasa ingin menang sendiri, karena memiliki pemahaman bahwa pekerjaan yang dilakukannya adalah murni dilandasi dengan niat menggapai ridha Allah.
22
Etika Kerja Dalam Perspektif Islam
Etos Kerja Islam vs Etos Kerja Non Islam
P
embahasan tentang etos kerja, tidak selalu menjadi monopoli Islam. Ada juga penelitian lain yang mencoba untuk mencari korelasi antara etos kerja dengan pandangan keagamaan di luar Islam. Misalnya, penelitian tentang etos kerja Protestan. Kidron (1978) dalam Aji dan Sabeni (2003) mengungkapkan bahwa etika kerja Protestan tersebut dikembangkan oleh Weber (1958) yang mengajukan hubungan kausal antara etika protestan dan pengembangan kapitalisme di masyarakat barat. Teori Weber tersebut menghubungkan kesuksesan dalam bisnis dengan kepercayaan agama (Robbins, 2003). Etos bangsa Jerman yang diformulasikan Webber antara lain bertindak rasional,
Etika Kerja Dalam Perspektif Islam
23
berdisiplin tinggi, bekerja keras, berorientasi sukses material, tidak mengumbar kesenangan, hemat dan bersahaja, menabung serta berinvestasi. Menurut Weber, etos inilah pangkal kemajuan masyarakat Protestan di Eropa dan Amerika.Terdapat perbedaan antara etika kerja Protestan dengan etika kerja Islam. Menurut Kidron (1978) dalam Aji dan Sabeni (2003), pada etika kerja Protestan lebih menekankan peran aktif individu secara dinamis dan otonom dalam meraih keutamaan moral. Keutamaan moral di sini secara universal manusia sepakat sebagai suatu kebaikan hidup dunia. Sedangkan etika kerja Islam lebih berorientasi pada penyelamatan individu di dunia dan akhirat berdasarkan doktrin agama. Satu teori menyatakan bahwa pembentukan etos kerja islami dengan etos kerja non Islam adalah sama. Sifatnya kompleks dan dinamis. Salah satu karateristik yang melekat pada etos kerja manusia, ia merupakan pancaran dari sikap hidup mendasar pemiliknya terhadap kerja. Pendapat lain, yang diungkapkan oleh Asifuddin, memberikan satu pandangan bahwa antara latar belakang keyakinan dengan motivasi untuk bekerja bisa berbeda. Dalam penjelasannya Arifuddin memberikan 24
Etika Kerja Dalam Perspektif Islam
gambaran tentang bagan terbentuknya etos kerja secara umum, baik yang melibatkan peran agama maupun tidak.
Akal, Pandangan hidup
Sikap hidup mendasar terhadap kerja
Etos Kerja
Akal atau pandangan hidup, serupa dengan nilai-nilai yang menggerakkan perilaku individu dan masyarakat. Adapun tentan terbentuknya sikap hidup mendasar, merupakan akumulasi dari dorongan kebutuhan, aktualisasi diri, nilai-nilai yang dianut, keyakinan atau ajaran agama tertentu. Etos kerja di sini terpancar dari sikap hidup mendasar terhadap kinerja. Sikap hidup mendasar itu terbentuk oleh pemahaman akal dan/atau pandangan hidup atau nilai-nilai yang dianut (diluar nilai-nilai agama). Sementara etos kerja Islam, tidak semata terbentuk murni dari olah akal dan rekayasa pikir manusia. Tetapi dalam terbentuknya sangat kental dengan pengaruh wahyu sebagai firman Allah yang bersifat mutlak keEtika Kerja Dalam Perspektif Islam
25
benarannya. Bahkan dalam pandangan Islam, akal harus diposisikan lebih rendah dari kedudukan wahyu. Pembentukan etos kerja islami dapat dilihat pada bagan berikut:
Wahyu dan akal
Sistem keimanan/aq idah Islam berkenaan dgn Kerja
Etos Kerja
Untuk menggambarkan perbedaan antara etos kerja islami dan non islami, penulis mengutip pendapat yang menarik dari Janan Asifudin. Menurutnya etos kerja islami dan etos kerja non islami persamaannya dapat dilihat dari beberapa hal, misalnya; Etos kerja agama dan etos kerja islami sama-sama berupa karakter dan kebiasaan yang berkenaan dengan kerja terpancar dari sikap hidup manusia yang mendasar terhadapnya. Etos kerja non agama dan etos kerja islami sama-sama muncul berawal dari motivasi. Walaupun bila dikaji lebih dalam lagi, terdapat perbedaan pada dasar motivasi yang melatarbelakangi. Dan persamaan terakhir adalah keduanya, samasama dipengaruhi secara dinamis dan 26
Etika Kerja Dalam Perspektif Islam
manusiawi oleh berbagai faktor intern dan ekstern yang sifatnya kompleks. Sementara perbedaan antara etika kerja non agama dengan etika kerja islami dapat dilihat dalam beberapa segi. Misalnya, etika kerja non agama memandang sikap hidup mendasar terhadap kerja timbul dari hasil kerja akal atau nilai-nilai yang dianut. Sementara etos kerja islami memandang bahwa sikap hidup itu identik dengan nilai keimanan yang bersumber dari wahyu dan akal yang bekerja sama secara proporsional. Dimana akal memiliki porsi kerja sebagai alat untuk memahami wahyu. Perbedaan lain yang mendasar antara etos kerja non agama dengan etos kerja islami, dapat dilihat dari keterlibatan dan keberadaan iman. Etos kerja non agama sangat meminimalisir atau boleh dikatakan tidak melibatkan aspek iman. Sementara etos kerja islami adalah sebaliknya. Pembahasan keimanan menjadi sangat eksis. Dalam hal ini akal selain berfungsi sebagai alat, juga berpeluang menjadi sumber.Disamping menjadi dasar acuan etika kerja islami, iman islami, (atas dasar pemahaman) berkenaan dengan kerja inilah yang menimbulkan sikap hidup mendasar (aqidah) terhadap kerja, sekaligus motivasi kerja islami. Etika Kerja Dalam Perspektif Islam
27
Etika kerja non agama dikembangkan berdasarkan akal atau pendangan hidup yang dianut oleh masyarakat. Sedangkan etika kerja islami dikembangkan berdasarkan ajaran wahyu dan hasil pemahaman akal yang membentuk sistem keimanan. Dari perbedaan dan kesamaan antara etos kerja non agama dengan etos kerja islami, dapat disimpulkan bahwa etos kerja sangat berkaitan dengan pandangan hidup yang dianut oleh seseorang. Bila seseorang tersebut memiliki pandangan hidup yang sekuler, memisahkan antara agama dengan kehidupan, maka etos kerja yang akan dihasilkannya adalah etos kerja non agama. Dan sebaliknya, bila seseorang itu adalah pribadi yang religius, menyertakan agama dalam seluruh aspek kehidupannya, maka etos kerja yang terbentuk adalah etos kerja islami. Selain faktor ideologi atau pandangan hidup yang dianut, terbentuknya etos kerja juga sangat dipengaruhi oleh faktor ekternal dan internal, sesuai dengan kodratnya sebagai manusia. Jadi etos kerja terbentuk dengan melibatkan banyak faktor, tidak hanya satu atau dua faktor saja. Dan yang paling dominan dalam membentuk etos kerja adalah terkait ideologi atau pandangan hidup yang dijadikan prinsip. 28
Etika Kerja Dalam Perspektif Islam
Seseorang yang sangat mendukung etika kerja Islam akan memiliki komitmen terhadap organisasinya. Etika kerja Islam yang mengajarkan bahwa kerja adalah sebuah kebajikan, membuat diri seseorang menjadi pribadi yang bertanggung jawab atas organisasinya dan melakukan pe-kerjaannya dengan disertai sikap kejujuran dan keikhlasan. Seseorang yang memiliki keihlasan yang tinggi dalam bekerja akan mendorong seseorang itu untuk memiliki komitmen yang tinggi pula terhadap organisasi tempat dia bekerja. Organisasi saat ini banyak menghadapi lingkungan yang dinamis dan selalu berubah, sehingga organisasi dituntut untuk selalu menyesuaikan diri dengan perubahan lingkungan yang terjadi. Perubahan-perubahan di dalam organisasi akan dapat mudah diterima oleh seseorang yang memiliki komitmen yang tinggi baik terhadap profesinya maupun terhadap organisasi tempat dia bekerja.
Etika Kerja Dalam Perspektif Islam
29
Tentang Budaya Organisasi
S
elain tentang etos kerja, hal menarik yang ingin penulis bahas dalam buku ini adalah tentang “Budaya Organisasi”. Sudah banyak orang yang mencoba mendefinisikan tentang organisasi. Dari berbagai definisi tersebut, dapat dilihat adanya kesamaan makna. Organisasi adalah sekumpulan orang yang berfungsi sebagai anggota organisasi, termasuk di dalamnya pimpinan yang terjadi interaksi antara yang satu dengan yang lain, baik formal maupun non formal dalam melaksanakan pekerjaan maupun diluar pekerjaan.
30
Etika Kerja Dalam Perspektif Islam
Dalam organisasi mempersyaratkan wajib adanya interaksi antar sesama anggota. Walaupun berupa kumpulan orang, tapi bila tidak melakukan interaksi yang intens dan tersturuktur, maka tidak layak untuk dikatakan sebagai organisasi. Interkasi ini hanya akan berjalan secara harmonis, efektif dan efisien apabila setiap anggota organisasi menerima, menghormati dan menjalankan norma-norma yang ada di dalam organisasi. Nilai-nilai atau norma-norma sebagai unsur kebudayaan manusia yang hidup dan berkembang secara dinamis sesuai dengan kondisi organisasi dan menjadi kendali cara berpikir, bersikap dan berperilaku hidup bersama dalam kebersamaan sebagai sebuah organisasi. Nilai-nilai atau norma-norma inilah yang kemudian menjadi budaya organisasi. Budaya organisasi didefinisikan sebagai suatu Titik terang tentang batasan budaya dijelaskan oleh Hofstede (1990, 1993). Hofstede menjelaskan bahwa budaya terbentuk berdasarkan latarbelakang dari seseorang berdasarkan perilaku mereka pada masa lalu,
Etika Kerja Dalam Perspektif Islam
31
saatini dan akan datang yang dapat diprediksi. Kata budaya dipahami sebagai “Programing collective dari pikiran seseorang yang mencirikan salah satu kategori keanggotaan seseorang dari yang lainnya” (Hofstede : 1994). Kategori yang dimaksud meliputi suatu bangsa, kelompok etnik atau wilayah, pria atau wanita (Budayagender), tuaatau muda (Kelompok umur dan budaya generasi), suatu pebisnis, organisasi tempat bekerja atau bagiannya (Budaya organisasi) atau bahkan suatu keluarga. Budaya organisasi disusun setidaknya oleh empat elemen, yaitu: simbol, kepahlawanan, ritual dan nilai. Simbol, merupakan kata-kata, objek, maupun isyarat yang maknanya diturunkan sebagai konvensi. Kalau berbicara dalam lingkup nasional, contoh yang menjadi simbol adalah bahasa resmi yang digunakan sebagai bahasa kebangsaan. Sedangkan dalam lingkup organisasi yang biasa menjadi simbol adalah bahasa-bahasa popular, singkatan, simbol yang berupa status, bentuk pakaian yang semuanya
32
Etika Kerja Dalam Perspektif Islam
hanya dikenal dan menjadi ciri khas dalam suatu organisasi tertentu. Kepahlawanan; merupakan orang yang nyata atau khayalan, baik yang masih hidup maupun yang sudah tidak ada. Sosok kepahlawanan ini menjadi model prilaku dalam suatu organisasi. Pendiri organisasi kadang kala menjadi pahlawan dan tokoh panutan dalam suatu organisasi. Hanya saja yang perlu diwaspadai adalah, kadang kepahlawanan ini berubah menjadi kepemimpinan kharismatik. Kebijakan suatu organisasi tidak lagi dilandasi oleh nalar kritis, tetapi berdasarkan siapa yang mengeluarkan kebijakan atau perintah. Maka terkadang, walaupun salah namun yang mengeluarkan pernyataan adalah seorang “pahlawan” dalam organisasi tertentu maka akan didengar oleh seluruh anggota. Ritual; sekumpulan kegiatan yang secara teknis berlebihan dalam suatu budaya tertentu, dan secara sosial dianggap penting. Dalam suatu organisasi, ritual tidak hanya termasuk dalam berbagai perayaan, tetapi juga
Etika Kerja Dalam Perspektif Islam
33
meliputi kegiatan formal yang dipertahankan dengan berbagai alasan yang kelihatannya masuk akal. Beberapa kegiatan yang mencakup ritual ini adalah pertemuan, penulisan memo, sistem perencanaan, dan ditambah dengan cara yang tidak formal dalam berbagai aktivitas formal yang dilakukan. Nilai; mempresentasikan tingkat terdalam pada budaya. Nilai-nilai ini meliputi perasaan yang luas, biasanya diluar kesadaran dan tidak terbuka untuk didiskusikan. Nilai ini cenderung sebagai doktrin yang harus ditaati. Untuk dilaksanakan, bukan dipertanyakan. Meskipun nilai-nilai tersebut bertentangan secara logika. Budaya memiliki beberapa tingkatan, yaitu: Budaya nasional, budaya organisasi dan budaya kerja. Dari namanya sudah bisa dimaknai bahwa Budaya Nasional, merupakan satu budaya yang disepakati oleh masyritas penduduk suatu negara. Sudah dianggap sebagai kebiasaan dan kelumrahan. Budaya
34
Etika Kerja Dalam Perspektif Islam
Organisasi dapat dilihat dari perbedaanperbedaan praktis seperti kepahlawanan, ritual dan simbol. Sedangkan Budaya Kerja, mengakuisisi dimensi-dimensi yang ada dalam budaya organisasi dan budaya nasional. Singkatnya, Budaya Organisasi dimaknai sebagai sistem nilai yang diyakini oleh semua anggota organisasi dan yang dipelajari, ditetapkan dan dikembangkan secara berkesinambungan yang dapat berfungsi sebagai perekat dan dapat dijadikan tolok ukur dalam berorganisasi untuk mencapai tujuan tertentu. Menurut Schein, budaya organisasi memiliki tiga tingkatan, yaitu: Pertama, Artifact. Adalah hal-hal yang didengar, dirasakan, bila seseorang berhubungan dengan suatu kelompok dengan budaya yang tidak dikenalnya. Artifact termasuk dalam produk, jasa dan bahkan tingkah laku anggota kelompok. Kedua adalah nilai-nilai yang mendukung, merupakan alasan tentang mengapa orang berkorban demi apa yang dikerjakannya.
Etika Kerja Dalam Perspektif Islam
35
Budaya sebagian besar organisasi dapat melacak nilai-nilai yang didukung kembali ke penemu budaya. Ketiga, asumsi yang mendasari (basic underlying assumptions) (Salama & Esterby, 1994; Rampersad, 2003), keyakinan yang dianggap sudah ada oleh anggota organisasi. Budaya untuk menetapkan cara yang tepat, dalam melaksanakan sesuatu di sebuah organisasi, sering kali melalui asumsi yang tidak diucapkan. Mengutip pendapat beberapa ahli (Luthans, Smircich, Robbins, Kreitner dan Kinicki) fungsi budaya organisasi adalah memberikan kepada anggota organisasi untuk memahami visi, misi serta menjadi bagian integral dari organisasi. Fungsi yang lain adalah untuk memberikan arah dan memperkuat standar perilaku untuk mengendalikan pelaku organisasi agar melaksanakan tugas dan tanggungjawabnya secara efektif dan efisien untuk mencapa itujuan dan sasaran organisasi yang telah disepakati bersama.
36
Etika Kerja Dalam Perspektif Islam
Ada beragam budaya organisasi yang ada sekarang. Para peneliti tidak pernah bosan untuk terus mencermati budaya organisasi apa yang paling ideal diterapkan untuk kondisi zaman kekinian. Berbicara mengenai budaya orgnisasi yang tepat, sangatlah relatif. Ketepatan pemilihan budaya organisasi sangat bergantung pada sejarah lahirnya organisasi. Karena dalam sejarah tercermin pula latar belakang berdirinya sebuah organisasi, dasar pemikiran apa yang melandasi lahirnya organisasi tersebut dan bagaimana suasana lingkungan tempat lahirnya organisasi. Mengenal dengan baik latar belakang organisasi sangat menentukan ketepatan budaya oraganisasi yang hendak dipakai. Beberapa faktor yang mempengaruhi pemilihan tipe budaya oraganisasi adalah: Pertama, lingkungan bisnis. Lingkungan bisnis di mana organisasi beroperasi membantu ke arah pembentukan budaya. Masyarakat luas akan mempengaruhi berbagai opini tentang pekerjaan, uang, status dan perbedaan tipe pekerjaan.
Etika Kerja Dalam Perspektif Islam
37
Kedua, kepemimpinan. Kepemimpinan berpengaruh pada budaya organisasi (Kotter & Heskett:1992); Schein, 1992). mempercayai bahwa para pengusaha atau pendiri organisasi mempengaruhi budaya melalui ambisi yang dimilikinya, proses interaksi antara pengusaha dan para pengikutnya dan komitmen yang dibangun. Ketiga, praktek manajemen dan Proses Sosialisasi Formal. Cara perusahaan diatur seperti mempengaruhi salah satu kepercayaan baik itu secara positif atau negatif, perilaku dan sikap dari karyawan. Sebelum mempertimbangkan praktek manajemen, terdapat suatu kebutuhan untuk membedakan antara Strategi MSDM dan manajemen. Kotter&Heskett (1992) meringkas dari berbagai pendapat pakar, menyatakan bahwa StrategiMSDMdilibatkandalamarahjangkapanj angdariperusahaanmelaluipengembangandaris uatustrategi dan visi untuk masa depan. Selanjutnya pemimpin bertanggungjawab buntuk mengkomunikasikan visi melalui perbuatan dan kata-kata ini kepada pendengar
38
Etika Kerja Dalam Perspektif Islam
internal dan eksternal pada saat memotivasi dan membangkitkan semangat individu. Di sisilain, manajemen dideskripsikan secara umum sebagai bagian dari perencanaan, penganggaran, pengorganisasian, pengendalian dan susunan kepegawaian dari organisasi seperti halnya pemecahan masalah yang khusus. Di dalam tugas manajemen ini, para manajer memiliki kendali di atas rentang faktor-faktor yang terlihat mempengaruhi transmisi budaya. Keempat, proses sosialisasi informal. Dari teori dinamika kelompok, individu dalam suatu pengaturan kelompok pada dasarnya mempunyai tiga kebutuhan yang utama (Schein: 1992), yaitu : (i) kebutuhan untuk merasa sebagai bagian dari kelompok dengan mengembangkan peran yang sehat dan dikenali oleh anggota lainnya dari kelompok itu, (2) kebutuhan untuk merasa lebih kuat, mampu mempengaruhi dan mengendalikan ketika menerima kebutuhand ari yang lain untuk melakukan hal yang sama, (3) kebutuhan akan perasaan diterima oleh
Etika Kerja Dalam Perspektif Islam
39
kelompok dan untuk mencapai keakraban dan keamanan yang tercipta. Schein (1992) melihat hal ini sebagai refleksi dari kebutuhan dasar manusia untuk keamanan, pengaruh dan pengendalian serta kasih sayang. Sebagai hasil dari pada usaha untuk menstabilisasi kebutuhan dan kepribadian dari anggota kelompok yang berbeda, timbul norma-norma yang distandarkan, dan dikuatkan dan disetujui menjadi suatu perjanjian. Hal ini memerlukan banyak waktu manakala orang-orang dengan emosi dan gaya kepribadian berbeda saling berhubungan tidak dapat diharapkan untuk membangun maksud dari interaksi secara cepat. Namun, melalui kerja sama, anggotakelompok secara berangsur-angsur belajar untuk mewujudkan hal ini.
40
Etika Kerja Dalam Perspektif Islam
Bagian Kedua
Berbagai Hipotesis Etika dapat diartikan sebagai sebuah penilaian baik dan buruknya sebuah etika
S
engaja penulis menghadirkan bab ini, untuk menggambarkan berbagai hipotesis tentang penelitian terdahulu yang mirip dengan penelitian yang penulis lakukan. Harapannya sebagai bahan perbandingan dan menguatkan argumen yang memiliki kesamaan dengan argumentasi yang ditemukan penulis dalam penelitian ini. Dari penelitian sebelumnya sudah bisa dijelaskan tentang keterkaitan antara variabelvariabel yang digunakan dalam peneltian ini.
Etika Kerja Dalam Perspektif Islam
41
Etika Kerja Islam dan Komitmen Organisasi
E
tika dapat diartikan sebagai suatu prinsip moral dan perbuatan yang menjadi landasan bertindaknya seseorang sehingga apa yang dilakukannya dipandang oleh masyarakat sebagai perbuatan yang terpuji dan meningkatkan martabat dan kehormatan seseorang (Munawir, 1997). Dari pengertian tersebut di atas, berarti masyarakat yang menjadi patokan dalam menilai baik buruknya suatu etika. Dari sinilah awal munculnya masalah. Karena tidak kondisi masyarakat yang ada saat ini, bukanlah masyarakat yang islami. Jadi terkadang ada etika yang menurut Islam adalah sesuatu yang 42
Etika Kerja Dalam Perspektif Islam
baik, namun untuk masyarakat yang telah jauh dari nilai-nilai Islam, dianggap sebagai etika yang tidak bagus. Misalnya, penggunaan hijab syar’i oleh kalangan muslimah. Dulu dianggap sebagai perkara yang asing. Penggunanya dinilai sebagai ekstrimis. Syukur seiring dengan perkembangan masyarakat yang samakin sadar dan semakin dekat dengan Islam, pengunaan hijab syar’i sudah dianggap sebagai suatu perbuatan yang “beretika”. Etika sangat erat kaitannya dengan hubungan yang mendasar antar manusia, dan berfungsi untuk mengarahkan perilaku yang ber-moral. Moral adalah sikap mental dan emosional yang dimiliki individu sebagai anggota kelompok sosial dalam melakukan tugas-tugas atau fungsi yang diharuskan kelompoknya serta loyalitas pada kelompoknya (Sukamto, 1991). Tentang pentingnya etika, juga diungkapkan oleh Shaub et al (1993)) bahwa pemahaman etika merupakan bagian dari kapasitas keseluruhan individual untuk memecahkan masalah-masalah etika. Hal ini akan mempengaruhi tahapan selanjutnya dalam pengembangan kesadaran etika individual yang menentukan bagaimana seorang individu berpikir tentang dilema etis,
Etika Kerja Dalam Perspektif Islam
43
proses memutuskan mana yang benar dan mana yang salah. Salah satu kendala yang dihadapi dalam mengembangkan pemahaman masyarakat tentang persepsi adalah terlalu sederhananya pemahaman masyarakat terhadap pembahasan etika. Etika hanya dimaknai sebagai benar atau salah, baik atau buruk. Padahal menurut Ward dkk (1993) mengungkapkan bahwa etika sebenarnya meliputi suatu proses penentuan yang kompleks tentang apa yang harus dilakukan seseorang dalam situasi tertentu. Supaya pendidikan etika dan moral menjadi semakin efektif harus ada kesepakatan umum di tengah-tengah masyarakat tentang nilai yang dianggap benar dan salah. Jika suatu masyarakat adalah masyarakat islami, seperti yang dibentuk di Madinah oleh Rasulullah, maka semua standar yang digunakan untuk menilai benar-salah adalah Quran dan Sunnah. Dan terbukti, masyarakat yang berbasis pada ideologi Islam adalah model masyarakat terbaik yang pernah ada di dunia. Model masyarakat yang ada sekarang, yang dibangun berlandaskan ideologi sekularisme dan kapitalisme, menjadikan benar-salah ber gantung pada nilai kebermanfaatan dengan standar materi. Masyarakat saat ini sudah mulai mengabaikan standar halal-haram. 44
Etika Kerja Dalam Perspektif Islam
Menurut Cohen et al., (1980) dalam Aji dan Sabeni (2003), setiap tindakan individu pertama-tama ditentukan oleh kebutuhannya. Kebu-tuhan-kebutuhan tersebut, setelah berinteraksi dengan pengalaman-pengalaman pribadi dan sistem nilai individu, akan menentukan harapan-harapan atau tujuantujuan dalam setiap perilakunya, sebelum akhirnya individu tersebut menentukan tindakan apa yang akan dilakukan. Dalam pandangan Islam, kebutuhan tidak selamanya adalah kebutuhan materi. Banyak kisah-kisah sahabat Rasulullah yang justru mengabaikan kebutuhan materi dan mengejar kebutuhan yang sifatnya abstrak. Menanggalkan kebutuhan dalam rangka pengakuan eksistensi diri, menuju satu kebutuhan yang lebih agung. Itulah kebutuhan untuk mendapatkan ridha Allah dan surga yang luasnya seluas langit dan bumi. Inilah kebutuhan tertinggi dalam perspektif Islam. Komitmen organisasi merupakan sikap yang merefleksikan loyalitas karyawan terhadap organisasi dan proses yang berkelanjutan, dimana anggota organisasi mengekspresikan perhatiannya terhadap organisasi, keberhasilan dan kemajuan yang berkelanjutan. Seperti yang didefinisikan oleh Etika Kerja Dalam Perspektif Islam
45
Robbins (dalam Sopiah, 2008), bahwa komitmen organisasi merupakan suatu sikap yang merefleksikan perasaan suka atau tidak suka karyawan terhadap organisasi. Selanjutnya Mowday (dalam Sopiah, 2008) menjelaskan bahwa komitmen organisasi merupakan dimensi perilaku penting yang dapat digunakan untuk menilai kecenderungan pegawai. Komitmen organisasi adalah identifikasi dan keterlibatan seseorang yang relatif kuat terhadap organisasi. Komitmen organisasional adalah keinginan kuat untuk tetap mempertahankan keanggotaannya dalam organisasi dan bersedia berusaha keras bagi pencapaian tujuan organisasi. Penelitian terkait Etika Kerja Islam di dalam departemen pelayanan publik Malaysia dilakukan oleh Latif (dalam Wan Husin, 2012). Penelitian itu menyimpulkan bahwa prinsip-prinsip dan Etika Kerja Islam cocok untuk semua orang tanpa memandang agama, ras dan warna kulit. Penelitian lain menunjukkan adanya pengaruh EKI terhadap kepuasan kerja dan komitmen organisasi
46
Etika Kerja Dalam Perspektif Islam
dilakukan oleh Marri, Sadozai, Zaman dan Ramay (2012) pada sektor agrikultur Pakistan. etika kerja dalam Islam berkaitan erat dengan nilai–nilai agama dan spiritual. Untuk menjaga keharmonisan antar individu dalam sebuah organisasi, EKI memberikan perhatian lebih pada aspek sosial, seperti suasana di tempat kerja dan kewajiban menegakkan hak-hak masyarakat. EKI sebagai cerminan dari tradisi dan cara hidup Muslim (Yousef, 2001). Menurut Rizk (dalam Marri dkk, 2012) EKI merupakan suatu orientasi terhadap pekerjaan dan pendekatan dalam bekerja sebagai keutamaan dalam kehidupan manusia. Menurut Ali (2008) EKI melihat bekerja sebagai lebih dari kesenangan pribadi secara ekonomi, sosial, dan psikologis. EKI merupakan orientasi yang membentuk dan mempengaruhi keterlibatan dan partisipasi pelaku pasar (pekerja) yang mana harus transparan, bertanggung jawab, dan berkomitmen untuk melayani kepentingan masyarakat tanpa membahayakan kesejahteraan pelaku lain atau masyarakat. Etika Kerja Dalam Perspektif Islam
47
Etika Islam di tempat kerja meliputi empat komponen yaitu: (1) Usaha, usaha dipandang sebagai bahan yang diperlukan untuk melayani diri sendiri dan masyarakat. Usaha untuk melayani diri sendiri dapat berupa usaha dalam memenuhi kebutuhan dan menyelesaikan masalah pribadi, sedangkan usaha melayani masyarakat merupakan usaha untuk memenuhi kebutuhan masyarakat dan menyelesaikan masalah masyarakat. (2) Kompetisi, di dalam Islam tidak ada batasan dalam arena pasar untuk kompetisi, namun kompetisi dilarang bila berkaitan dengan barang terlarang (misalnya alkohol dan judi), kegiatan yang berhubungan dengan barang terlarang dan manipulasi harga. Dalam kompetisi menghindari pendekatan destruktif. (3) Transparansi, yaitu kebutuhan atas kepercayaan dan kejujuran dalam transaksi atau dalam kegiatan ekonomi yang berhubungan dengan barang dan jasa. Keterbukaan dan kejujuran meningkatkan loyalitas pelanggan dan reputasi pasar. (4) Perilaku bertanggung jawab. Persaingan, usaha, dan transparansi dapat menghasilkan
48
Etika Kerja Dalam Perspektif Islam
manfaat bagi diri dan orang lain dalam jangka pendek. Namun, bila ketiga hal tersebut tidak diimbangin dengan tindakan yang bertanggung jawab maka dapat menyebabkan bencana. Etika Islam menempatkan prioritas pada niat. Dalam Islam, dari niat kita dapat melihat kriteria di mana pekerjaan dievaluasi dari segi manfaat bagi masyarakat. kegiatan yang menimbulkan dosa dilarang oleh Allah, misalnya kegiatan yang berhubungan dengan judi, monopoli, suap dan penipuan. Beras (dalam Ali, tanpa tahun) obsesi dengan kekayaan materi dapat mengaburkan tujuan utama memperkaya kehidupan manusia. Oleh karena itu, perilaku yang didasarkan moral merupakan prakondisi yang penting untuk mempertahankan ekonomi makmur dan fungsional. Nasr (dalam Ali, tanpa tahun) menegaskan bahwa Islam menyediakan lingkungan kerja di mana etika tidak lepas dari ekonomi. Porter (dalam Malik, Nawab, Naeem dan Danish, 2010) mendefinisikan komitmen organisasi sebagai keyakinan karyawan yang kuat dan penerimaan terhadap tujuan dan nilainilai organisasi, kemauan untuk mengerahkan
Etika Kerja Dalam Perspektif Islam
49
usaha yang cukup atas nama organisasi, serta keinginan untuk mempertahankan keanggotaannya dalam organisasi. Steers dan Black (dalam Sopiah, 2008) mengatakan bahwa karyawan yang memiliki komitmen organisasional yang tinggi bisa dilihat dari ciri–ciri sebagai berikut: (a) Adanya kepercayaan dan penerimaan yang kuat terhadap nilai dan tujuan organisasi, (b) Adanya kesediaan untuk berusaha sebaik mungkin demi organisasi, dan (c) Keinginan yang kuat untuk tetap menjadi anggota organisasi. Senada dengan pendapat di atas, Sopiah (2008) menyimpulkan bahwa komitmen organisasi adalah suatu ikatan psikologis karyawan pada organisasi yang ditandai dengan adanya : (1) kepercayaan dan penerimaan yang kuat atas tujuan dan nilainilai organisasi, (2) kemauan untuk mengusahakan tercapainya kepentingan organisasi, (3) keinginan untuk mempertahankan kedudukan sebagai anggota organisasi. Komitmen organisasi mengacu pada keterikatan emosional karyawan untuk, identifikasi, dan keterlibatan dalam organisasi.
50
Etika Kerja Dalam Perspektif Islam
Minner (dalam Sopiah, 2008) secara rinci menjelaskan proses terjadinya komitmen organisasi, yaitu : Fase awal (initial commitment), fase kedua disebut sebagai commitment during early employment, dan fase tiga diberi nama commitment during later career. Allen dan Meyer (dalam Luthans, 2006) membagi dimensi komitmen organisasi yaitu : (1) komitmen afektif : Perasaan emosional untuk organisasi dan keyakinan dalam nilai-nilainya. Komitmen afektif adalah ketertarikan emosional karyawan, identifikasi, dan keterlibatan dalam organisasi. (2) komitmen berkelanjutan merupakan nilai ekonomi yang didapat ketika bertahan dalam suatu organisasi bila dibandingkan dengan apa yang didapat ketika meninggalkan organisasi tersebut. (3) komitmen normatif merupakan kewajiban untuk bertahan dalam organisasi untuk alasan–alasan moral atau etis. Kajian terhadap pengaruh Etika Kerja Islam terhadap komitmen organisasi karyawan juga telah dilakukan di negara-negara Muslim. Seperti penelitian tentang Etika Kerja Islam yang dilakukan oleh Yousaf (2001), yang
Etika Kerja Dalam Perspektif Islam
51
menunjukkan adanya komitmen kerja yang besar sebagai pengaruh dari Etika Kerja Islam. Dari penelitian ini dapat dijelaskan bahwa dengan mengaplikasikan Etika Kerja Islam di tempat kerja, maka dapat meningkatkan komitmen organisasi karyawan. Penelitian lainnya tentang pengaruh Etika Kerja Islam terhadap komitmen organisasi, kepuasan kerja, dan intensi turnover dilakukan oleh Rokhman (2010), yang dilakukan di perbankan syariah Jawa Tengah. Dalam penelitian tersebut Rokhman hanya melihat pengaruh Etika Kerja Islam terhadap komitmen organisasi, kepuasan kerja dan intensi turnover secara terpisah. Hasil dari penelitian tersebut menunjukkan bahwa Etika Kerja Islam berpengaruh terhadap komitmen organisasi karyawan. Selain itu Ahmad (2011) juga membahas adanya hubungan Etika Kerja Islam, komitmen organisasi, kepuasan kerja, reward, konflik kerja, dan intensi turnover. Hasil dari penelitian itu menyatakan ada hubungan antara Etika Kerja Islam dengan komitmen organisasi di Malaysia. Dapat disimpulkan bahwa karyawan yang merasa organisasi mereka
52
Etika Kerja Dalam Perspektif Islam
berjalan sesuai etika akan meningkatkan komitmen organisasi mereka. Sangat disarankan untuk menggunakan Etika Kerja Islam dalam visi dan misi sebagai dasar suatu perusahaan agar dapat meningkatkan kepuasan kerja serta faktor-faktor lain yang dapat membuat karyawan bekerja dengan baik. Penelitian terbaru terkait pengaruh Etika Kerja Islam terhadap komitmen organisasi dan kepuasan kerja dilakukan oleh Marri, Sadozar, Zaman, dan Ramay (2011). Dari penelitian tersebut dapat disimpulkan bahwa Etika Kerja Islam berpengaruh terhadap komitmen organisasi pada sektor agrikultur di Pakistan. http://jurnal-online.um.ac.id/data/artikel
Etika Kerja Dalam Perspektif Islam
53
Etika Kerja Islam dan Kinerja Karyawan
A
khlak dalam pekerjaan adalah bagian dari etika kerja Islam, jika dimaknai dalam arti luas. Untuk bisa menimbang bagaimana akhlak seseorang dalam bekerja sangat tergantung dari cara melihat arti kerja dalam kehidupan, cara bekerja dan hakikat bekerja. Dalam Islam, iman banyak dikaitkan dengan amal. Dengan kata lain, kerja yang merupakan bagian dari amal tak lepas dari kaitan iman seseorang. Banyak ayat dalam AlQur’an yang menekankan pentingnya kerja. ”Bahwasanya seorang manusia tiada memperoleh selain apa yang telah diusahakannya dan bahwasanya usahanya itu kelak akan diperlihatkan (kepadanya).” ( QS. An-Najm : 39 – 40). Dari ayat tersebut dapat
54
Etika Kerja Dalam Perspektif Islam
disimpulkan bahwa satu-satunya cara untuk menghasilkan sesuatu dari alam adalah dengan bekerja keras. Sebaliknya, tidak bekerja keras dipandang sebagai penyebab kegagalan hidup. Singkatnya, etika kerja Islam bermakna bahwa hidup tanpa kerja tidak memiliki arti dan melakukan aktivitas ekonomi me-rupakan suatu kewajiban. Prinsip ini lebih lanjut dijelaskan dalam ayat-ayat berikut: ”Bagi orang laki-laki ada bahagian dari pada apa yang mereka usahakan dan bagi para wanita (pun) ada bahagian daripada yang mereka usahakan (QS. An-Nisa : 32). Kinerja karyawan dapat diartikan sebagai sejauh mana seseorang melaksanakan tanggung jawab dan tugas kerjanya (Singh et al., 1996) mengatakan pekerjaan adalah catatan hasil atau keluaran (outcomes) yang dihasilkan dari suatu fungsi pekerjaan tertentu atau kegiatan tertentu dalam suatu periode waktu tertentu. Etika kerja Islam merupakan nilai-nilai untuk membentuk kepribadian seseorang yang baik dalam bekerja dan dianjurkan dalam Syariat Islam. Menurut Triyuwono (2000) menyatakan bahwa tujuan utama organisasi menurut Islam adalah menyebarkan rahmat untuk semua alam. Tujuan ini secara normatif Etika Kerja Dalam Perspektif Islam
55
berasal dari keyakinan Islam dan misi hidup sejati seorang muslim. Menjadi rahmat bagi seluruh alam, mungkin dirasa sebagai tujuan yang sangat abstrak. Namun dapat diterjemahan dalam tujuan-tujuan yang lebih praktis.
56
Etika Kerja Dalam Perspektif Islam
Budaya Organisasi dan Kinerja Karyawan.
B
udaya organisasi sering dikatikan dengan kinerja ekonomis jangka panjang. Artinya jika budaya organisasi kuat maka akan memberikan implikasi terhadap kinerja yang unggul. Beberapa penelitian mengungkapkan bahwa budaya perusahaan memberikan pengaruh positif terhadap kinerja karyawan dan penerapan strategi perusahaan. Budaya organisasi yang terbina dengan baik dalam perusahaan akan mempengaruhi perilaku karyawan yang selanjutnya akan bermuara pada prestasi kerja karyawan. Berbagai tindakan yang dilakukan oleh seseorang tentunya berbeda-beda dalam bentuk perilakunya. Dalam organisasi, implementasi budaya dirupakan dalam bentuk perilaku, artinya perilaku individu dalam organisasi akan diwarnai oleh budaya organisasi yang
Etika Kerja Dalam Perspektif Islam
57
bersangkutan. Perilaku karyawan yang sesuai dengan budaya organisasi tersebut akan memberikan efek pada meningkatnya kinerja karyawan, karena budaya perusahaan ditetapkan oleh manajemen demi mewujudkan visi dan misi perusahaan yang salah satunya adalah menciptakan kompetensi karyawan yang berkinerja tinggi. Dengan demikian budaya organisasi menjadi salah satu kriteria penting dalam menentukan pertumbuhan dan kesuksesanperusahaan. Budaya organisasi merupakan “ruh” organisasi, karena disana bersemayam filosofi, visi dan misi organisasi yang akan menjadi kekuatan penting bagi perusahaan untuk berkompetisi. Budaya organisasi tersebut mampu membentuk perilaku sesuai yang diharapkan oleh perusahaan terkait dengan kinerja karyawan. Perilaku yang selaras dengan kebijakan perusahaan akan mampu menciptakan kepuasan kerja bagi karyawan sehingga kepuasan kerja itu dapat menjadi pemicu kinerja karyawan yang berkualitas sesuai harapan perusahaan. Pada dasarnya semakin positif perilaku kerja karyawan maka semakin besar pula kepuasan kerjanya, sehingga memberikan dampak pada si karyawan untuk mampu meningkatkan kinerjanya. Karyawan yang sudah memahami 58
Etika Kerja Dalam Perspektif Islam
keseluruhan nilai-nilai organisasi akan menjadikan nilai-nilai tersebut sebagai kepribadian organisasi. Nilai dan keyakinan tersebut akan diwujudkan menjadi perilaku keseharian mereka dalam bekerja, sehingga akan menjadi kinerja individual dan masingmasing kinerja individu yang baik akan menimbulkan kinerja organisasi yang baik pula. Beberapa indikator yang dapat dijadikan sebagai elemen budaya organisasi antara lain : inovasi dan pengambilan resiko, agresifitas dan kerjasama tim. Inovasi dan pengambilan resiko merupakan salah satu elemen budaya organisasi. Indikator tersebut merupakan tingkatan dimana para karyawan terdorong untuk berinovasi dan mengambil resiko. Kalau semula karyawan kurang diberi peluang untuk mencoba sesuatu yang baru agar terhindar dari resiko, maka dengan memberikan kepercayaan kepada karyawan untuk mencoba sesuatu yang baru walaupun resikonya cukup besar, hal tersebut akan dapat meningkatkan prestasi kerja karyawan. Pada indikator agresifitas maknanya merupakan suatu tingkatan dimana karyawan memiliki sifat agresif dan kompetitif. Karyawan yang semula dikelola berdasarkan orientasi peraturan, kini dikelola dengan orientasi hasil yang kompetitif. Sejauh Etika Kerja Dalam Perspektif Islam
59
hasil yang dicapai lebih menguntungkan dan dapat dipertanggung jawabkan peraturan tidak harus dipegang teguh agar dapat meningkatkan kinerja karyawan. Yang terpenting adalah bagaimana meningkatkan keagresifan dan motivasi karyawan dalam beraktifitas pada pekerjaannya. Sedangkan indikator orientasi tim merupakan suatu tingkatan dimana kegiatan kerja diorganisir diantara tim kerja, bukannya per individu . Karyawan tidak lagi difokuskan untuk berkompetisi demi kemajuan dirinya tetapi pada kerjasama demi kepentingan bersama. Untuk meningkatkan kinerja karyawan, maka sebaiknya orientasi kerja karyawan tidak lagi berorientasi pada hirarki (status dan pangkat) tetapi bergeser pada fokus jaringan kerja profesional tanpa memperhatikan pangkat dan status. Kalau sebelumya karyawan dalam pengambilan keputusan semula kurang dilibatkan, kini karyawan semakin ditekankan dan dilibatkan dalam satu kesatuan tim secara maksimal dalam pengambilan keputusan. Seseorang tidak mungkin secara mutlak berdiri sendiri tanpa orang lain, sesuai kodrat manusia sebagai mahluk individu dan sosial, atau sosok mandiri tetapi perlu manunggal bersatu kompak dengan orang lain. Sebagai sumber daya insani, maka perlu bersatu kompak untuk 60
Etika Kerja Dalam Perspektif Islam
bersama-sama mewujudkan kinerja yang baik. https://tausamatau.wordpress.com.
Bambang Tjahyadi (2001) pernah melakukan sebuah pengkajian yang menghasilkan kesimpulan bahwa kekuatan budaya berkaitan dengan kinerja dalam tiga hal yaitu: Penyatuan tujuan, menciptakan motivasi yang kuat serta membangun struktur dan kontrol. Bambang Tjahyadi juga mengungkapkan bahwa pada organisasi yang memiliki budaya yang kuat, pegawai cenderung mengikuti arahan yang telah ditentukan. Dan sebaliknya, dengan budaya organisasi yang lemah, para pegawai tidak memiliki kiblat yang jelas sehingga berdiri sendiri-sendiri. Hasilnya kinerja organisasi menjadi tidak maksimal. Soewito dan Sugiyanto juga melakukan penelitian yang hasilnya kurang lebih sama. Penelitiannya menunjukkan bahwa budaya berpengaruh signifikan terhadap tercapainya kinerja karyawan yang tinggi. Sama dengan penelitian yang dilakukan oleh Masrukhin dan Waridin (2006) dan Sitty Yuwalliatin (2006) menunjukkan adanya pengaruh positif dari budaya organisasi terhadap kinerja karyawan. Dari hasil penelitian-penelitian terdahulu, maka penulis juga memiliki kecenderungan Etika Kerja Dalam Perspektif Islam
61
yang sama untuk berkesimpulan bahwa budaya organisasi juga memiliki pengaruh yang besar terhadap suksesnya seseorang dalam melakukan pekerjaannya yang pada akhirnya memberikan manfaat besar terhadap organisasi bisnis.
62
Etika Kerja Dalam Perspektif Islam
Komitmen Organisasi dan Kinerja Karyawan
P
ernah ada peneliti sebelumnya yang melakukan penyelidikan keterkaitan antara dua hal ini: Komitmen organisasi dan kinerja karyawan. Adalah Porter, Steer dan Mowday (1974) yang melakukan penelitian tersebut dan berkesimpulan bahwa komitmen karyawan terhadap organisasi merupakan refleksi kekuatan, keterlibatan dan kesetiaan karyawan terhadap organisasi. Kalau komitmen karyawan terhadap organisasinya tinggi, maka akan ber-pengaruh terhadap kinerja, Sedangkan kalau komitmen karyawan rendah akan mengakibatka munculnya keinginan untuk keluar. Benkoff di tahun 1997, juga melakukan penelitian serupa. Menunjukkan adanya pengaruh yang signifikan antara motivasi karyawan dan kinerja yang ditunjukkan. Meskipun tidak bisa kita nafikan bahwa ada juga peneltian yang berkesimpulan bahwa komitmen terhadap organisasi adalah konsekuensi dari kinerja. Namun ini pendapat minoritas. Karena kebanyakan peneltian menunjukkan bahwa ada hubungan positif
Etika Kerja Dalam Perspektif Islam
63
antara komitmen organisasi dengan kinerja yang dihasilkan. Misalnya seperti penelitian yang dilakukan oleh Brief dan Motowildo (1995) menemukan hubungan yang positif antara komitmen pada organisasi dengan performance. Begitu juga dalam penelitian Mowday, Porter dan Steer (1982) yang mengatakan bahwa orang yang ber-komitmen dengan organisasi adalah orang yang bersedia untuk mem-berikan sesuatu dari dirinya sebagai kontribusi bagi kebaikan organisasi. Kompetensi Sumber Daya Insani dengan Kinerja Karyawan Manusia, siapapun dia sebenarnya telah Allah berikan potensi. Tinggal bagaimana usaha kita untuk mengembangkan potensi tersebut. Orang yang tepat mengenali potensinya, lalu berupaya keras mengembangkan potensi tersebut, inilah yang kelak menjadi orang yang terdefinisikan sebagai orang sukses. Allah sudah menjamin dalam Al-Quran bahwa sebaik-baik penciptaan adalah manusia. “Sesungguhnya Kami telah menciptakan manusia dalam bentuk sebaik-baiknya. Kemudian kami kembalikan dia ketempat serendah-rendahnya kecuali orang-orang yang beriman dan mengerjakan amal saleh, maka bagi mereka pahala yang tiada putus64
Etika Kerja Dalam Perspektif Islam
putusnya” Firman Allah tersebut membuktikan, bahwa Al Qur’an mengandung nilai bagi pembangunan Sumberdaya Insani. Berdasarkan ayat tersebut, dapat diambil makna bahwa manusia yang utama adalah manusia yang memiliki ilmu dalam pekerjaannya. Jadi dari ayat di atas, kita diberikan tuntunan untuk mengarahkan pembangunan sumber daya insani pada peningkatan iman takwa dan ilmu pengetahuan. Dalam diri manusia telah ada kemampuan dan keterampilan teknis. Inilah yang menjadi modal untuk pengembangan ilmu pengetahuan dan teknologi. Juga terdapat potensi qalbu yang menyebabkan manusia memiliki kemampuan untuk menata moral, estetika dan mampu untuk berimaginasi. Segenap potensi yang dimiliki oleh manusia tersebut, bila dikembangkan maka akan menimbulkan kompetensi. Contohnya dalam hal pengembangan kemampuan teknis, seseorang cenderung ingin mengembangkan ke tingkat yang lebih baik, dbanding orang lain. Dalam hal keimanan pun sama. Islam menghendaki agar selalu melihat yang lebih baik untuk urusan amal soleh. Dengan begitu kita akan termotivasi untuk mempersembahkan yang lebih baik. Namun untuk urusan dunia, justru sebaliknya. Kita diminta Etika Kerja Dalam Perspektif Islam
65
untuk melihat yang lebh rendah taraf ekonominya. Hikmahnya kita akan mudah bersyukur. Karena sadar bahwa masih ada orang lain yang lebih menderita hidupnya. Jadi perlu manajemen kompetensi sehingga kompetensi itu bisa menghasilkan dampat positif. Dalam sebuah organisasi. Kompetensi harus bisa dimanajemen dengan baik. Karena dengan kompetensi, dapat memicu setiap komponen untuk melakukan yang terbaik, agar bisa tampil sebagai juara (pemenang kompetensi). Kompetensi yang tidak diatur dengan baik dapat menjadi bumerang. Bukannya menimbulkan atau memicu naiknya semangat kerja, tapi justru bisa menimbulkan friksi antara bagian-bagian yang ada sehingga lambat laun menimbulkan gesekan. Berdasarkan uraian sebelumnya, kerangka konseptual pembahasannya dapat digambarkan pada bagan berikut ini:
66
Etika Kerja Dalam Perspektif Islam
BUDAYA ORGANISASI Kemampuan Karyawan Jarak dari manajemen Sikap Terbuka Keteraturan Kepercayaan Astri (2003), Gunawan (2003) Arifuddin Sri Anik (2002), Yousef (2000),
Masrukhin &Waridin (2006) Yuwalliatin (2006) Tolaka Mansyur (2009) Supomo dan Nur Indriantoro, 1999), Robbins (2003).
Libby dan Libby (1989), Mayangsari (2003)
KOMITMEN ORGANISASI ETIKA KERJA ISLAM OrientasiNiat Tanggungjawab Aplikasi Keimanan ManfaatBekerja Keutamaan Hidup
Keinginankuat sbg anggota Keinginanberusaha keras Penerimaannilai organisasi Penerimaantujuan organisasi
KINERJA KARYAWAN Kualitas Kuantitas Sikap Kerjasama Komunikasi Kinerja Keseluruhan
Yousef, (2000), Hidayat, (2007). Zainuri Ahmad, (2011),
KOMPETENSI
Knowladge Skill Attitude
Juliana Johari.; (2003). Li Yueh Chen. (2004). Md Zabid Abdul Rashid
Dari hasil penelitian terdahulu, yang telah dilakukan oleh beberapa ahli, maka dapat diajukan jawaban sementara atas permasalahan yang dirumuskan menjadi hipotesis adalah sebagai berikut: Etika kerja Islam bepengaruh positif dan signifikan terhadap komitmen Organisasi. Etika kerja Islam bepengaruh positif dan signifikan terhadap Kinerja Karyawan. Etika Kerja Dalam Perspektif Islam
67
Budaya Organisasi berpengaruh positif dan signifikan terhadap Kinerja Karyawan. Komitmen Organisasi berpengaruh positif dan signifikan terhadap Kinerja Karyawan. Kompetensi Sumberdaya Insani berpengaruh positif dan signifikan terhadap Kinerja Karyawan.
Pada bagian ini penulis merasa perlu menjabarkan tentang devinisi setiap variabel yang digunakan dalam pembahasan ini. Gunanya agar tidak terjadi multi tafsir terhadap variabel yang digunakan. Sehingga bisa tercapai kesamaan paham antara penulis dan sidang pembaca sekalian. Variabel Etika Kerja Islam; Etika kerja Islam yang penulis maksud adalah etika kerja yang diartikan dalam perspektif Islam yang terpancar dari akidah Islam, yakni model hidup yang berlandaskan ada Al-Quran dan Sunnah. Variabel Budaya Organisasi; secara oprasional didefinisikan sebagai suatu system makna, nilai-nilai dan kepercayaan yang dianut bersama
68
Etika Kerja Dalam Perspektif Islam
dalam suatu organisasi yang menjadi rujukan untuk bertindak dan membedakan organisasi satu dengan organisasi lain. Variabel Komitmen Organisasi; yang penulis yang diteliti dalam penelitian ini secara operasional didefinisikan sebagai sikap yang merefleksikan loyalitas karyawan pada organisasi dan proses berkelanjutan dimana anggota organisasi mengekspresikan perhatiannya terhadap organisasi dan keberhasilan serta kemajuan yang berkelanjutan. Variabel Kompetensi Sumber Daya Insani; kompetensi dalam penelitian ini adalah kemampuan personal dalam melakukan pekerjaannya agar mendapatkan hasil dengan baik. Kompetensi dapat berupa pengetahuan, keahlian, sikap, nilai atau karakteristik personal. Kompetensi adalah rangkaian aktivitas, akumulasi dari proses belajar kolektif. Variabel Kinerja Karyawan; variabel kinerja yang diamati dalam penelitian ini secara operasional didefinisikan sebagai hasil yang telah dicapai dariapa
Etika Kerja Dalam Perspektif Islam
69
yang telah dilakukan, dikerjakan seseorang dalam melaksanakan kerja atau tugas.
70
Etika Kerja Dalam Perspektif Islam
Bagian Ketiga
Mengenal Karakter Responden Saya bersyukur karena dalam penelitian yang dimuat dalam buku ini, saya menggunakan berbagai data termasuk data primer dan data sekunder, selebihnya melakukan wawancara
S
eperti yang telah penulis singgung dalam lembar-lembar pendahuluan, penelitian ini penulis lakukan dengan mengambil objek penelitian yaitu Bank Umum Syariah (BUS) di berbagai daerah wilayah Indonesia seperti; Bank Syariah Muamalat, BRI Syariah, Syariah BUKOPIN dan Bank MEGA Syariah di Makassar, BNI Syariah Semarang serta Bank Mandiri Syariah Palembang. Dalam pengumpulan data, penulis menggunakan data primer yang diperoleh dengan membagi daftar pertanyaan kepada Etika Kerja Dalam Perspektif Islam
71
responden yang berhubungan dengan variabel yang akan diteliti, untuk diisi dengan jawaban yang sesuai dengan pendapat responden, serta mengadakan wawancara langsung secara testruktur dengan pihak-pihak yang dianggap dapat memberikan keterangan yang perlu untuk melengkapi data yang diperoleh. Sementara data sekunder diperoleh melalui organisasi perbankan syariah berupa company profile, serta penelitian kepustakaan, literatur–literatur, jurnal, artikel, majalah, dan bacaan–bacaan yang terkait dengan pokok bahasan penulis terutama Laporan Statistik Perbankan Syriah (SPS) yang dikeluarkan oleh Direktorat Perbankan Syariah Bank Indonesia (BI). Dalam merampungkan penelitian ini, penulis mengaplikasikan beberapa teknik pengumpulan data. Misalnya dengan penelitian kepustakaan dilakukan untuk memperoleh data sekunder yang akan digunakan untuk memperoleh analogi yang berguna dalam perumusan teori dan landasan dalam menganalisis data primer serta memperkuat dugaan dalam pembahasan masalah. Teknik lain yang digunakan untuk memperoleh data primer adalah dengan 72
Etika Kerja Dalam Perspektif Islam
wawancara, observasi dan penyebaran pertanyaan (obsesrvasi). Rincian jumlah kuisioner yang disebar adalah: KETERANGAN
JUMLAH
o Kuesioner yang disebar
250
o Kuesioner yang terkumpul o Kuesioner yang tidakkembali o Kuesioner yang diisitidak lengkap o Kuesioner yang diolah
222 28 3 219
250
Jumlah
Umur responden yang dijadikan sampel dalam penelitian, dirincikan sebagai berikut: UMUR
JUMLAH
%
18 – 22 tahun 23 – 27 tahun
16 128
7,31 58,45
28 – 32 tahun 33 – 37 tahun Lebihdr 37 tahun Jumlah
55 20 219
25,11 9,13 100 %
Etika Kerja Dalam Perspektif Islam
73
Jenis kelamin responden yang dijadikan sampel dalam penelitian, dirincikan sebagai berikut:
JENIS KELAMIN Pria Wanita Jumlah
JUMLAH 80 139 219
% 36,53 64,47 100
Jenjang pendidikan responden yang dijadikan sampel dalam penelitian, dirincikan sebagai berikut: JENJANG PENDIDIKAN Strata tiga S-3 Strata dua S-2 Strata satu S-1 Diploma tiga D-3 SLT/SMA Jumlah
JUMLAH 6 198 15 219
% 2,74 90,41 6,85 100
Masa kerja responden yang dijadikan sampel dalam penelitian, dirincikan sebagai berikut:
74
Etika Kerja Dalam Perspektif Islam
MASA KERJA ≥ 20 tahun 16 – 19 tahun 11 – 15 tahun 4 – 10 tahun 1 –3 tahun Jumlah
JUMLAH 7 10 202 219
% 3,20 4,57 92,24 100
Distribusi bagian tugas responden yang dijadikan sampel dalam penelitian, dirincikan sebagai berikut: DEPARTEMEN
JUMLAH
%
EDP/SimtemInformasi
6
2,74
Keu. Dan Operasional
117
53,42
AdministrasidanUmum
14
6,39
7
3,20
75
34,25
219
100
Human Capital/SDI ProdukdanPembiayaan Jumlah
Etika Kerja Dalam Perspektif Islam
75
Bagian Keempat
Etika Kerja Islam, Solusi Terbaik Mungkin para pembaca merasa judul pada bagian ini terlalu bombastis dan cenderung subjektif. Apalagi untuk mereka yang berpemahaman liberal dan sekuler, yang selalu ingin memisahkan antara peran agama dalam kehidupan manusia
N
amun penulis berani mengatakan “Etika Kerja Islam, Solusi Terbaik” karena memang terbukti dari penelitian yang penulis telah lakukan. Penelitian yang mengkaji pengaruh etika kerja Islam (Islamic Work Ethic-IWE) terhadap Komitmen Organisasi. Budaya Organisasi,
76
Etika Kerja Dalam Perspektif Islam
Kompe-tensi serta Komitmen Organisasi terhadap Kinerja Karyawan dengan menggunakan subyek penelitian pada karyawan Perbankan Syariah khususnya Bank Umum Syariah (BUS) di Makassar, Palembang dan Semarang. Dalam penelitian yang penulis lakukan kepada 219 responden, mengantarkan pada beberapa kesimpulan menarik. Diantaranya: Pertama. Etika kerja Islam ternyata berpengaruh positif dan signifikan terhadap komitmen organisasi. Kesimpulan ini didasarkan pada perolehan dan pengolahan data yang telah penulis lakukan. Dari kedua variabel tersebut dapat dinyatakan bahwa pengaruhnya positif dan signifikan. Kedua. Etika kerja Islam tidak memiliki pengaruh yang signifikan terhadap kinerja karyawan pada Bank Syariah yang dijadikan sampel. Dalam analisis penulis, kemungkinan hal ini disebabkan oleh pemahaman responden terhadap etika kerja Islam yang belum mumpuni, sehingga berimplikasi terhadap implementasi etika kerja itu sendiri. Ketiga. Untuk budaya organisasi, ditemukan pengaruh yang positif dan signifikan terhadap kinerja karyawan. Hasil pengujian hipotesis menunjukkan bahwa parameter estimasi hubungan antara budaya Etika Kerja Dalam Perspektif Islam
77
organisasi dengan Kinerja Karyawaan tersebut diperoleh nilai korelasi yang menujukkan hasil yang signifikan. Hasil yang ditemukan penulis ini, menunjukkan kesesuaian dengan hasil yang diperoleh oleh peneliti sebelumnya. Organizational culture, Organizational performance, Budaya organisasi berpengaruh secara signifikan terhadap kinerja. Hasil ini juga konsisten dinyatakan oleh Sugiyanto (2001), Masrukhin & Waridin (2006) dan Yuwalliatin (2006) dalam Tolaka Mansyur (2009) Hasil penelitian mereka menunjukkan bahwa hipotesis yang berbunyi ”budaya organisasi berpengaruh positif terhadap kinerja” dapat dibuktikan secara empiris. Keempat. Antara komitmen organisasi dengan kinerja karyawan berpengaruh positif dan signifikan. Hasil Penelitian ini menunjukkan bahwa pada model yang dihipotesiskan, variabel Kinerja Karyawan dipengaruhi secara signifikans oleh variabel bebas Komitmen Organisasi dengan nilai korelasi yang positif. Berdasarkan pada nilai tersebut, dapat dikatakan bahwa variabel bebas Komitmen Organisasi memberikan pengaruh yang signifikans terhadap Kinerja Karyawan. Hal ini berarti bahwa Kinerja Karyawan Perbankan Syariah akan berkualitas jika mereka mempunyai komitmen yang tinggi 78
Etika Kerja Dalam Perspektif Islam
terhadap organisasinya. Hasil penelitian ini konsisten dengan hasil penelitian yang dilakukan oleh Md Zabid Abdul Rashid, Murali Sambasivan, Juliana Johari. 2003. Menyatakan bahwa Komitmen organisasi memiliki hubungan yang signifikan pada kinerja. Sedangkan hasil penelitian yang berbeda disampaikan oleh; Li Yueh Chen. (2004). Menyatakan bahwa Terdapat hubungan yang positif secara signifikan antara komitmen organisasi, budaya organisasi dan kepuasan kerja, tetapi tidak signifikan terhadap kinerja. Kelima. Kompetensi Sumber Daya Insani (SDI) berpengaruh positif dan signifikan terhadap kinerja karyawan. Hasil pengolahan data menunjukkan bahwa nilai korelasi yang dihasilkan adalah positif, sehingga dikatakan bahwa Variabel Kinerja Karyawan dipengaruhi secara signifikans oleh variabel bebas Kompetensi SDI. Dengan demikian dapat disimpulkan penelitian ini memberikan bukti empiris bahwa Kompetensi SDI berpengaruh signifikan terhadap Kinerja Karyawan. Penelitian ini sejalan dengan hasil penelitian yang dilakukan oleh; Libby dan Libby (1989), Ashton, (1999), Choo dan Trootman (1991), dalam Mayangsari (2003) yang menyatakan bahwa Kompetensi Etika Kerja Dalam Perspektif Islam
79
berpengaruh signifikan terhadap kualitas karyawan. Hal ini berarti bahwa kualitas karyawan dapat dicapai jika karyawan memiliki kompetensi yang baik dimana kompetensi tesebut terdiri dari dua dimensi yaitu pengalaman dan pengetahuan. Saatnya Revitalisasi Peran Ideologi Islam Fakta saat ini menunjukkan bahwa umat masih melakukan marginalisasi terhadap fungsi ideologi Islam. Dalam dimensi ibadah ritual, ideologi Islam dijunjung tinggi. Namun bila masuk dalam pembahasan kehidupan sosial kemasyarakatan, kebanyakan orang masih menggunakan teori-teori barat yang kadang tidak berkesesuaian dengan syariat Islam. Padahal Islam pun punya solusi terhadap seluruh problematika kemasyarakatan. Penulis memiliki optimisme yang tinggi, bahwa Islam bisa dijadikan sebagai solusi peningkatan kualitas kerja. Yang perlu diingat, melibatkan nilai-nilai Islam dalam peningkatan kualitas kerja, bukan semata bermotif keuntungan materi saja. Semuanya harus
80
Etika Kerja Dalam Perspektif Islam
diniatkan dalam rangka menjalankan perintah Allah. Diakhir tulisan ini, penulis hendak memberikan beberapa saran agar ideologi Islam bisa dijadikan pilihan untuk meningkatkan kualitas kerja. Variabel etika kerja Islam dalam penellitian menunjukkan bahwa ada pengaruh terhadap Komitmen organisasi dan variabel Komitmen organisasi sebagai varibel eksogen bepengaruh secara signifikan terhadap Kinerja Karyawan, ini berarti bahwa Variabel Etika Kerja Islam secara tidak langsung mempengaruhi Kinerja Karyawan. Namun pengujian secara langsung antara Etika Kerja Islam dengan Kinerja Karyawan ditemukan tidak mempunyai pengaruh yang signify-kan. Oleh karena itu untuk pemahaman dan penerapan nilai-nilai kerja yang Islami yang bersumber dari Alquran dan hadis kepada karyawan Perbankan Syariah perlu ditingkatkan. terutamma yang berhubungan dengan;a) Ash-Shalah (Baik dan Bermanfaat), b) Al-Itqan (Kemantapan atau perfectness), c) Al-Ihsan (Melakukan yang Terbaik atau Lebih Baik Lagi), d) Al-
Etika Kerja Dalam Perspektif Islam
81
Mujahadah (Kerja Keras dan Optimal), e) Tanafus dan Ta’awun (Berkompetisi dan Tolong-menolong), f) Mencermati Nilai Waktu. Selanjutnya adalah tentang budaya organisasi. budaya organisasi pada Perbankan Syariah memiliki pengaruh yang sangat siginfikan untuk meningkatkan kinerja karyawan, untuk itu upaya-upaya dalam mensosialisasikan dan menginternalisasikan budaya organisasi kepada seluruh karyawan perlu dilanjutkan. Hasil penelitian ini juga juga menunjukkan bahwa Kinerja Karyawan dipengaruhi secara positif dan signifikan oleh Kompetensi karyawan. Oleh karena itu Manajemen Perbankan Syariah perlu meningkatkan Kompetensi SDI, baik itu kompetensi Fiqih muamalah maupun kompetensi dibidang bisnis perbankan secara komprehensif dan memadai, serta memiliki integritas tinggi, melalui pendidikan dan pelatihan syariah secara terus menerus sehingg diharapkan menghasilkan karyawan bank Syariah yang benar-benar mempunyai
82
Etika Kerja Dalam Perspektif Islam
kompetensi yang tinggi. Dengn demikian Konsep Perbankan Syariah betul-betul dapat dioperasionalkan. Selain itu perlu adanya redesign tentang institusi kependidikan di Indonesia terutama di fakultas ekonomi dan syariah, agar dapat dihasilkan sarjana yang mempunyai skills tentang ekonomi syariah dan memiliki budi pekerti yang sesuai dengan syariah Islam dan applicable di sektor ekonomi. Komitmen organisasi juga perlu dijaga dan ditingkatkan karena secara empirik telah terbukti dapat meningkatkan kinerja karyawan Perbankan Syariah. Beberapa indicator yang masih lemah pada setiap variabel perlu ditingkatkan agar pengaruh masing-masing indicator lebih meningkat lagi. Tantangan Selanjutnya. Peneltian yang penulis lakukan, tentu belumlah sempurna. Masih banyak cela yang bisa dijadikan inspirasi untuk melakukan penelitian selanjutnya. Ini adalah tantangan untuk para ilmuan muslim yang memiliki
Etika Kerja Dalam Perspektif Islam
83
kompetensi di bidang manajemen. Misalnya penulis memiliki tantangan untuk para peneliti muslim selanjutnya, hendaknya melakukan uji pra-sampling quisioner. Sebab dalam penelitian ini masih terdapat indikatorindikator yang terbuang karena tidak dapat menjelaskan variabel pokok. Hal lain yang menjadi kekurangan dari penelitian ini adalah sampel dalam peneltian hanya berasal dari dari 6 kantor perbankan syariah (BUS), sehingga penelitian selanjutnya hendaknya dapat dilakukan dengan memperbanyak sampel dengan memperluas jumlah kantor perbankan syariah yang meliputi; Bank Umum Syariah (BUS), Bank Unit Usaha Syariah (UUS), dan Bank Pembiayaan Rakyat Syariah (BPRS). Dan tidak hanya mengambil responden dari karyawan perbankan syariah tapi juga dari nasabah Bank Syariah. Penelitian ini juga masih dilakukan sebatas pada lembaga perbankan syariah. Masih perlu dilakukan kembali pada populasi atau lembaga syariah yang lain. Besar harapan penulis, semoga kekurangan dari penelitian yang penulis lakukan ini bisa segera
84
Etika Kerja Dalam Perspektif Islam
ditindaklanjuti oleh peneliti yang lain. Sehingga budaya ilmiah di kalangan umat Islam dapat tumbuh kembali. Mengulang kesuksesan peradaban Islam yang pernah berhasil menjadi mercusuar peradaban dan pusat pengembangan ilmu pengetahuan pada masa kekhilafahan beberapa abad yang lalu. Umat Islam sejak hari ini, tidak boleh memiliki sikap apatis terhadap sekularisasi ideologi Islam. Sekularisasi ideologi Islam harus segera dilawan dengan bermula dari keadaran internal umat Islam itu sendiri. Sekularisasi ideologi Islam merupakan awal keterpurukan. Menjadikan Islam sebagai satusatunya pedoman hidup adalah satu-satunya solusi untuk mengembalikan umat ini menjadi umat terbaik separti pada masa Rasulullah.
Etika Kerja Dalam Perspektif Islam
85
TENTANG PENULIS Dr. H. Muh. Akob Kadir, M.Si. Lahir di Bone Sulawesi Selatan, 21 Maret 1958, Menyelesaikan Sarjana Muda Akademi Bank dan Keuangan (ABK) di Makassar tahun 1983. Sarjana S.1 (STIE) Malangkucec’wara di Malang Jawa Timur tahun 1985, Program Magister (S.2) PPS-UNHAS di Makassar tahun 2002, Program Doktor Ilmu Manajemen Program Pascasarjana UMI di Makassar tahun 2012. Beliau adalah Dosen KOPERTIS Wil. IX dpk. STIEM Bongaya 1998 – Sekarang. Pada tahun 1996 menjabat sebagai Pembantu Ketua II bidang Adm. Umum dan Keuangan hingga tahun 2003, dan tahun 2003 sampai dengan 2011 menjabat sebagai Ketua STIEM Bongaya. Sebagai pengawas Yayasan pada Yayasan Pendidikan Bongaya Ujung Pandang 2011-sekarang. Rektor Universitas Pancasakti Makassar 2014 – sekarang. Selain mengajar pada program S1. Manajemen dan Akuntasi dengan mata kuliah Manajemen Bank Syariah, Metodelogi Penelitian,
86
Etika Kerja Dalam Perspektif Islam
Manajemen Sumber Daya Manusia juga mengampu mata kuliah MSDM, Evaluasi Kinerja pada program Pascasarjana sebagai dosen tetap (Homebase). Beberapa tulisan telah diterbitkan pada jurnal Nasional maupun jurnal Internasional. antara lain; Faktor-faktor yang mempengaruhi produksi beras dikabupaten SIDRAP 2001, Meneliti, Strategi Bauran Pemasaran (Marketing Mix) untuk meningkatkan penjualan, 2002. Meneliti, Faktor-faktor yang berpengaruh terhadap peningkatan Kualitas Sumber-daya Manusia pada kontraktor kelas menengah dan kecil di Kota Makassar, 2007. The Role of Small and medium Interprises (UKM) with Human Resources (HR) based in Faced of MEA 2015 in Indonesia.pada Jurnal Internasional Journal Advanced Researces. 2015.
Etika Kerja Dalam Perspektif Islam
87
Daftar Pustaka Al Qur’an dan Terjemahan. Abubakar MT Suliman, 2002, “Is It A Really a Mediating Construct?”, Journal of Management Development, Vol. 21 Andreas Lako. 2004. Kepemimpinan dan Kinerja Organisasi. Cetakan I. Penerbit Amara Books. Yogyakarta. Afzalurrahman, 1995. Muhammad sebagai Seorang Pedagang. Penerbit Yayasan Swarna Bhumy, Jakarta
88
Etika Kerja Dalam Perspektif Islam
Ahmad Janan Asifudin, 2004. Etos Kerja Islami. Penerbit Universitas Muham-madiyah Surakarta. Ahmad Amin. 1999. Panji Masyarakat. Jilid 30. N0. 632-639 Abdul Rashid, M.Z., M. Sambasivan & J. Johari (2003), “The influence of corpo-rate culture and organizational commitment on performance”, Journal of Management Development, Vol. 22, No. 8, pp. 708-728. Aji, dan Sabeni, 2003. “Pengaruh Etika Kerja Islam Terhadap Komitmen Organi-sasi Dengan Komitmen Profesi Sebagai Variabel Intervening”. Simposium Nasional Akuntansi VI. Oktober 2003. Armstrong, Michael, 1993, Hand Book of Personnel Management Practice, Kopan Page Ltd, London Althaf dan Yessi F, 2008, Pengaruh Etika Kerja Islam, Komitmen Organisasi dan Komitmen Profesional Terhadap Kinerja Karyawan E.Journal Akun-tabilitas, Universitas Islam Syarif Hidayatullah Jakarta. Arfah, Achmad dan Anshori, Muslich, 2005, Pengaruh Kesesuaian Kompensasi terhadap Kinerja dan Kepuasan Kerja
Etika Kerja Dalam Perspektif Islam
89
Karyawan (Studi pada Karyawan Perusahaan Air Minum di Batam, Majalah Ekonomi. Vol XV. No. 3A. Ali, Abbas, 1998. “Scaling an Islamic Work Ethic”. The Journal of Social Psycho-logy. Vol. 128 (5): 575-583. Ali, Abbas, 1996. “Organizational Develop-ment in the Arab World”. Journal of Management Development. Vol. 15: 4-22. Ali Sumanto Al-Khindi. 1997. Bekerja Sebagai Ibadah. Jakarta: Gema Insani Asror, A, 2000, Spirit Agama dan Etika Kerja dalam pengembangan usaha. Asnani, 2008. Pengembangan Mutu SDM Perbankan Syariah sebaga Upaya Pengembangan Ekonomi Islam, Jurnal Ekonmi Islam La_Riba. Vol II, No. 1 p. 35. Astria Fitria, 2003. “Pengaruh Etika Kerja Islam, Jurnal Manajemen Akuntansi dan Sistem Informasi Arifuddin dan Sri Anik. 2002. “Analisis Pengaruh Komitmen Organisasi dan Keterlibatan Kerja Terhadap Hubu-ngan Antara Etika Kerja Islam Dengan Sikap Perubahan Organisasi”. Simpo-sium Nasional Akuntansi V. September 2002. 90
Etika Kerja Dalam Perspektif Islam
Bachruddin, A., Tobing, H.L., (2003), Analisis data untuk Penelitian Survai dengan menggunakan Lisrel 8, Bandung, FMIPAUNPAD. Basri Modding, 2008, Strategi Pemasaran Syariah Dalam menciptakan Keung-gulan Bersaing, Fakultas Ekonomi UMI, Makassar. Barker, Tansu A (1999) “Benchmark of Successful Salesforce Performance” Cana-dian Journal of Administrative Science, p. 95 – 104 Baker, W.E. and J.M. Sinkula, 1999, The Synergistic Effect of Market Orientation, Journal of the Academy of Marketing Science, Vol. 27, No. 4, pp.411. Strategy, Sales Management, and Salesperson Antecedent of Sales Organization Effectiveness”, The Journal of Personal Selling & Sales Management; Spring 2001, pg. 109. Bank Indonesia, , Deputi Gubernur Bank Indonesia 2002, Cetak Biru Pengem-bangan Perbankan Syariah Indonesia. Bank
Indonesia,Direktorat Perbankan Syariah Indonesia 2010, OUTLOOK Perbankan Syariah 2011.
Bank Indonesia, 2010, Statistik Perbankan Syariah (sps), www.bi.go.id
Etika Kerja Dalam Perspektif Islam
91
Bank Indonesia, 2011, Statistik Perbankan Syariah (sps), www.bi.go.id Basuki, J. (1997). Budaya Organisasi, Konsep dan Terapan, Yayasan pembina Manajemen, Jakarta. Benkhoff, B, 1997. “organizational commit-met: the dangers of the OCQ for research and policy”. Personel review, b, 26(1/2), 11431. Bambang Tjahjadi, 2001, “Konsep Budaya Organisasi, Kesenjangan Budaya Organisasi dan Pengaruhnya terhadap Kinerja Organisasi”, Majalah Ekono-mi, Th. XI, No.1. Bernard Lim ; 1995, Examining the Organizational Culture and Organizational performance link Bisri, Mustofa. 2008. “Mencari Bening Mata Air”. Koran Kompas Media Nusantara. Jakarta. Boyatzis, Richard E., 2008-A, Competencies in The 21st Century, Journal of Management Development, Vol. 27 No. 1, pp. 5-12 Bono, J.E. & T.A. Judge (2003). “Self-concordance at work: Toward under standing the motivational effects of transformational
92
Etika Kerja Dalam Perspektif Islam
leaders”, Academy of Management Journal, Vol. 46, No. 5, pp. 554-571. Bontis, Nick & Jac Fitz-enz. 2000 Intellectual capital ROI: a causal map of human capital antedent and consequents. Journal of intellectual Capital, 3 (3): 223 – 247. Cahyono, Dwi, Ghozali I., 2002, Pengaruh Jabatan, Budaya Organisasional, dan Konflik Peran Terhadap Hubungan Kepuasan Kerja dengan Komitmen Organisasi, Jurnal Riset Akuntansi Indonesia, Vol. 5, 3. Chen, Li Yueh, 2004, “Examining The Effect Of Organization Culture And Leader-ship Behaviors On Organizational Commitment, Job Satisfaction, Adan Job Performance At Small And Middle-Sized Firma Of Taiwan,” Journal of American Academy of Business, Sep 2004, 5, 1/2, 432-438. Cohen Aaron, 1999. Relationship Among Five Forms of Commitment and Epirical Assessment, Journal of Organizional Behavior, Vol. 20 pp238-308. Cooke, R., & Lafferty, J. (1987), “Organiza-tional Culture Inventory. Plymouth, MI: Human Synergistics”. Journal of Management. Denison and Misra (1995), “Toward Of Organizational Culture and Effective-ness”.
Etika Kerja Dalam Perspektif Islam
93
Organization Science, Vol.6, No.2, MarchApril. Dessler, G, 1992, Manajemen Personalia, 3rd, Erlangga, Jakarta. Dewi Indawati, 2005, Membangun SDI Perbankan Syariah, Majalah Human Capital No 18. Didin Hafidhuddin. 2003. Islam Aplikatif. Jakarta: Gema Insani Press. hal. 46 Dewi Susana Sari, 2008, Analisa Pengaruh Etika Kerja Islam Terhadap Sikap Karyawan dalam Perubahan Orga-nisasi, JAAI Volume 12 N0.1 65-76. Erni Rusyani. 2004. Pengaruh Budaya Organisasi, Orientasi Etika, Orientasi Stratejik, dan Implementasi Stratejik terhadap Kinerja Keuangan Perusaha-an Manufaktur Universitas Padjadja-ran. Felix, Mavondo Mark Farrell, 2003 Cultural Orientation: Its Relationship With Market Orientation, Innovation and Organisational Performmance. Mana-gemen Decision. Volume 41. 3 pp 241-249. Fuad Mas’ud, 2004, Survai Diagnosis Organisasional. Konsep dan Aplikasi, Badan Penerbit Univ. Diponegoro, Semarang
94
Etika Kerja Dalam Perspektif Islam
Fuad Noor. Ahmad Gafur, 2009, Integrated Human Resources Development, berdasarkan pendekatan CB-HRM, CBT, dan CPD, PT Gasindo, anggota IKAPI, Jakarta. Ferdinand Augusty, 2005, “Structural Equa-tion Modeling”, Badan Penerbit Universitas Diponegoro, Semarang. Fitria, Astri. 2003. Pengaruh Etika Kerja Islam Terhadap Sikap Akuntan dalam Perubahan Organisasi Dengan Komi-tmen Organisasi Sebagai Variabel Intervening. Jurnal Maksi Vol. 3 Edisi Agustus 2003: 14-35. Francis Jere. M.T R, 1990. ”After Virtue? Accounting as a Moral and Di-scursive pracise Accounting, Auditing and Accountability Journal Vol 3 (3;5). Gibson,
Ivancevich & Donnely (1996), Organization and Management, Perilaku, struktur, Terjemahan, Edisi Keempat, Penerbit Erlangga, Jakarta.
Gibson, James L et al, 1988, Organisasi dan Manajemen: Perilaku, Struktur, Proses, Jakarta, Edisi Keempat, Terjemahan, Erlangga. Grenberg dan Baron, 2000, “Assesing Construct Validity in Organizational Research Administrative Scince Quar-tely
Etika Kerja Dalam Perspektif Islam
95
Ghofur
Ahmad. 2009. Integrated Human Resources Development. Grasindo. Jakarta, Indonesia.
Gunawan Aji, 2003, Pengaruh Etika Kerja Islam Terhadap Komitmen Organisasi dengan Komitmen Profesi sebagai Variabel Intervening thesis Magister Sains Akuntansi Universitas Dipo-negoro. Hair Jr, J. F., Anderson, J. F., Tatham, R. and W. C. Black, 1998, Multivariate Data Analysis with Readings, Fourth Edition, Prentice Hall International Editions. Hidayat, 2007, Jurnal Ekonomi dan Mana-jemen, Volume 8, nomor 2 pp. 49-58 Hofstede, 1993, “The Business of International Bussiness is Culture,” dalam Woetzel, Heidi Vermon, dan Wortzel, Lawrence H, Strategi Manage-ment in The Global Economy, Canada, John Wisley & Sons.Inc Hofstede, G and Bornd, M.H, 1984, Hofstede Culture Dimension: An Indepen- dent Validation Using Rokeach Value Survey,” Journal of Cross Cultural Psychology Irwansyah, 2005, Pengaruh Komitmen Organisasional, Kepuasan Kerja, dan Keperilakuan Etis Terhadap Keinginan 96
Etika Kerja Dalam Perspektif Islam
Berpindah Profesional Sistem Infor-masi, Jurnal Bisnis Strategi, Vol. 14. Iwan Triyuwono. 2000. Organisasi dan Akuntansi Syariah. LKIS. Yogyakarta. Iverson, RD., 2000., Employee acceptance of organizational change: the role of Management., Vol.7 No.1., p. 122-149. Imam
Ghozali, 2005, Structural Equation Modeling: Teori Konsep dan Aplikasi Dengan Program LISREL 8.54, Badan Penerbit UNDIP.
Imam
Ghozali, 2008, Structural Equation Modeling: Teori Konsep dan Aplikasi Dengan Program LISREL 8.80, Badan Penerbit UNDIP.
Joreskog, K.G., & Sorbom, D. 1996. LISREL 8 : User,s Reference Guide. Scientific Software International, Inc. Chicago. Jones, Gareth R. 2001. Organizational Theory: Text and Cases. Reading, Mas: AddisonWesley Publishing. Joiner, Therese A. 2001. The Influence of National Culture and Organizational Culture Alignment on Job Stress and Performance : Evidence from Greece. Journal of
Etika Kerja Dalam Perspektif Islam
97
Managerial Psychology. Number 3 , pp. 229-242.
Volume
16
Kerlinger, F.N., (1992). Foundation of Beha-vioral Research, Second Edition, Holt and Reinhart and Winston, New York. Keraf, Sony. Tahun 1998. Etika Bisnis, Tuntutan dan Relevansinya. Kanisius: Yogyakarta Kinicki, AJ, CA Schreisheim, FM Mc-Kee Ryan, dan KP Carson, 2002, “Assesing The Construct Validity of The Job Descriptive Index: A Review and Meta Analysis” Journal of Applied Psychology, Vol. 87 N. 1, p. 14-32. Kotter, John P. and James L. Heskett, (1992), Corporate Culture and Perfor-mance, The Free Press, New York. Kreitner, Robert, and Angelo Kinichi, 2004, Organizational Behavior, New York: McGraw-Hill Companies, Inc. Komitmen Karyawan: Definisi dan Jenis Komitmen Karyawan, (2011). www. Informasiku.com Kotter (1990), A Forse For Change, How Leadership Differs From Management, Free Press, New York.
98
Etika Kerja Dalam Perspektif Islam
Ludigdo Unti dan Mas’ud Machfoed, 1998, “Persepsi Akuntan dan Mahasiswa Terhadap Etika Bisnis” Journal Riset Akuntansi Indonesia. Lask, F.G, Marshall, G.W, Cravens, D.W & Moncrief, W.C (2001), “Salesperson job involvement: A modern perspective and a new scale,” Journal Of Personal Selling and Sales Management, Vol.XXI, No.4. Luthans, F. (1992), Organizational Behavior, 4 edition: McGraw-Hill Book, Interna-tional Student Edition, Singapore. Lawler, E and Porter L, (1979), “Organi-zational Behavior and Human Perfor-mance,” Organizational Behavior and Human Decision Processes, Vol.2, LOMA,s , (1998). Competency Dictionary. Liu, Annie H. dan Mark P. Leach, 2001, “Developing Loyal Customers with a Value-Adding Sales Force, Journal of Personal Selling & Sales Management, Vol.XXI, No.2 Mangkunegara, A.P, (2000), Manajemen Sumber Daya Manusia Cetakan I, Bandung:PT. Remaja Rosdakarya.
Etika Kerja Dalam Perspektif Islam
99
Mangkuprawira Safri , 2011, Komitmen Karyawan dan budaya kerja karyawan, www.ronawajah.wordpress.com. Masri, Sofyan Effendi, (1995), Metode Penelitian Survai, rev. ed, LP3ES, Jakarta. Masrukin dan Waridin, 2006., Pengaruh Motivasi, Kepuasan Kerja, dan Budaya Organisasi serta Kepemimpinan terhadap Kinerja Pegawai, EKOBIS, Vol.7, No. 2. Mas’ud, Fuad, 2004,Survai Diagnosis Organisasional Konsep dan Aplikasi, Badan Penerbit – UNDIP, Semarang. McCormick dan Tiffin, 1994, “On Strategic Net Works”, Strategic Management Journal, Vol. 9 No. 31-41 Minner, J.B. (1988), Organizational Behavior: Performance and Productivity, New York: Random House Business Division, New York. Mohd Sidi B Zulkifli, 2008, Etika Kerja Islam, Program Kemahiran Profesional,Md, SPD, CIAST, Mufti negeri Selangor. Mowday, RT., Steers, RM and Porter, LW., 1979. “The measurement of orga-nizational commitment”, Journal Of Vocational Behavor,, Vol.14., p. 224-247. 100
Etika Kerja Dalam Perspektif Islam
Mowday, R.T, L.W, Portner and R.M, Steers. (1992). Employee Organization Lin-kages, New york, Acadmyc Prees. Moeljono, Dj. (2003). Budaya Korporate dan Keunggulan Korporasi, Elex Media Komputindo, Jakarta Meyer, JP., Natalie, J Allen., Smith, Catherine A (1993), “Commitment to Orga-nization and Occupation: Extensions and Test of Three Component Concep-tualization”, Journal of Applied Psychology, Vol. 78 No. 4. Merchant, K.A.. 1998. Modern Management Control System ; Text and Cases. Prentice Hall. Englewood Cliffs. New Jersey Mc Leod, Raymond Jr., (1995). Sistem Informasi Manajemen (terjemahan), PT. Prenhallindo, Jakarta. Muhammad. 2004. Etika Bisnis Islami. Unit Penerbit dan Percetakan Akademi Manajemen Perusahaan YKPN: Yogyakarta. Musa Asy’arie. 1997. Islam, Etos Kerja dan Perkembangan Ekonomi Umat. Jakarta: Munawir, 1997). Suseno (1987) Madjid (1992) (Sukamto, 1991). Dalam Syaikhul Falah, 2006, Pengaruh Budaya Etis Organisasi Dan
Etika Kerja Dalam Perspektif Islam
101
Orientasi Etika terhadap Sensitivitas Etika, Tesis, Program Studi Magister Sains Akuntansi Program Pascasarjana Universitas Diponegoro Natsir,
Mohammad tahun (2001). Metode Penelitian, Cetakan Ketiga, Gfhalia Indonesia, Jakarta.
Nawawi, Hadari, 2003, Kepemimpinan Mengefektifkan Organisasi. Yogya-karta: Gadjah Mada University Press. Nasron Alfianto, 2002. “Pengaruh Etika Kerja Akuntan terhadap Komitmen Profesi dan Komitmen Organisasi”. tesis program Pasca Sarjana Magister Sains Akuntansi Universitas Diponegoro. Noe, R.M. & R.W. Mondy. 1996. Human Resource Management. 6th Edi-tion. th International Edition. 9 Edition. Prentice Hall. Nur Indriantoro dan Bambang Supomo, 1999. Metodologi Penelitian Bisnis, Edisi pertama BPFE Yogyakarta. Nurcholish Majid 1995. Islam doktrin dan peradaban Yayasan wakaf parama-dina Jakarta.
102
Etika Kerja Dalam Perspektif Islam
Rahmat Nugroho, 2006, Analisa Faktor-faktor yang mempengaruhi Kinerja Kar-yawan, PPS. UNDIP, Semarang. Rahman Mus Abdul, 2009, Good Corporate Governance dan Sustainabilitas Nilai Perusahaan dalm Perspektf Islam, Penerimaan Jabatan Guru Besar tetap. Fakultas Ekonomi UMI, Makassar. Riawan A. Amin, 2007, The Celestial Management, Senayan Abadi Publising, Jakarta. Riduwan, 2002. Skala Pengukuran Variabelvariabel Penelitian, Penerbit Alfabeta, Bandung. Rajendar K. Grag Jun Ma, 2005, Bench-marking Culture and Performance in chines Organisation, Benchmarking: An Interational Journal. Vol 12 No. 3, pp 260- 274. Robbins, Stephen P., (1998), Organization Theory, Prentice-Hall Inc., Engle-wood Cliffs, New Jersey. Robbins, S.P, 2003, Organizational Behaviour Concept, Contoversiest, Applications, 6Ed, Prentice Hall, Inc. Eaglewood, Cliff, New Jersey
Etika Kerja Dalam Perspektif Islam
103
Robbins, Stepen, 2007, Perilaku Organisasi. Terj: Benyamin Molan. New Jersey Prentice Hall, Inc. Sekaran, Uma, 2006, “Research Methods for Business”, Penerbit Salemba Empat, Jakarta. Sambasivan, Md Zabid Abdul Rashid Murali dan Juliana Johari, 2003, “The Influence of Corporate Culture and Organi-zational Commitment on Performance,” Journal of Management Development, Vol.22, 2008, Schulez, Randal S., Jackson Susasn, E., tahun (1997), Manajemen Sumberdaya manu-sia, Menghadapi Abad ke-21, Alih Bahasa Nurdin Sobari, Edisi keenam, Erlangga, Jakarta. Shadur, M.A., & Rodwell, J.J. (1999), The Relationship Between Organizational Climate and Employee Perceptions of Involvement. Group & Organization Management, Vol. 24 (4), 479-503. Singarimbun, Masri dan Sofyan Effendy. 1995. Metode Penelitian Survey : PT Pustaka Singgih
104
Santoso, 2011, Structural Equation Modeling, Penerbit PT. Elex Media Komputindo, Kompas Gramedi, Jakarta.
Etika Kerja Dalam Perspektif Islam
Schein, E.H. (1991), Organizational culture and leadership, San Fransisco: Jossey – Bass. Schein, Edgar H., (1992), Organization Cu-lture and Leadership, Jossey-Bass, Publishers, San Fransisco. Supriyanto dan Suhadak, 2005, “Pengaruh Kepuasan Kerja Terhadap Komit-men Karyawan Pada Pelayanan Publik dan Dampaknya Pada Kinerja Karyawan”, Jurnal Keuangan dan Perbankan, Th. IX No. 2, p. 398-408 Sudjana, (1997), Statistik Tarsito, Bandung.
Untuk
Penelitian,
Said Mahmud, 1995. Konsep Amal Saleh dalam alquran. Disertasi IAIN (Sunan Kalijaga Yogyakarta). Shaub, Michael K., Don W. Finn and paul Munter. 1993. “The Effect of Auditors’ Ethical Orientation on Commitment and Ethical Sensitivity”. Behavioral Research in Accounting. Vol. 5. Pp: 145-169. Supomo, Bambang dan Indriantono, Nur, 1998, “Pengaruh Struktur dan Kultur Organisasional terhadap Keefektifan Anggaran Partisipatif dalam Pening-katan Kinerja Manajerial: Studi Empiris pada
Etika Kerja Dalam Perspektif Islam
105
Perusahaan Manufaktur Kelola No. 18/VIII
Indonesia”,
Soedjono, 2005, Pengaruh Budaya Organisasi Terhadap Kinerja, Jurnal Manajemen & Kewirausahaan, Vol. 7, No. 1 Sutanto, Aftoni, 2002, Peran Budaya Orga-nisasi untuk Meningkatkan Kepuasan Kerja dan Kinerja Karyawan, Benefit, Vol 6, No.2. Suharto dan Budi Cahyono (2005), Budaya Organisasi, Kepemimpinan dan moti-vasi kerja terhadap , JRBI Vol. 1, No. 1, Januari 2005 : 13 Suparman Syukur, 2004, “Etika Religius” cetakan pertama Pustaka Pelajar. Soewito, Budi Wibowo, Sugiyanto, FX, 2001, “Analisis Budaya Perusahaan dan Pengaruhnya Terhadap Kinerja Karyawan di PT. Pura Barutama Kudus”, Journal Strategi Bisnis, Vol. 6, tahun IV, p.1 – 25. Steers R.M, Porter L.W, (1979), Motivation and Work Behaviour, Second Edition, International Student Edition, Mc GrawHill Inc., Tokyo. Stoner, J.A.F.., and Gilbert, D.R. (1995). Managemenet, Sixt Edition, Prentice Hall, Englewood Cliffs New Jersey. 106
Etika Kerja Dalam Perspektif Islam
Spencer, L. M dan Spencer, S. M., 1993, Competent at Work. Model for supe- rior Performance. John Wiley & Son, Inc. New York, Brisbane, Chichester, Toronto, Singapore. Susanto, A.B, 2000, Konsep Budaya orga-nisasi, Jakarta, The Jakarta Consulting Group Soedjono, 2005, Pengaruh Budaya Organisasi teerhadap Kinerja Organisasi dan Kepuasan Kerja Karyawan pada Penumpang Terminal Umum Surabaya, Jurnal Manajemen dan Kewirausahaan, Vol. 7, No. 1.110. Sugiyono. 2005 Metode penelitian pendidikan kuantitatif, kualitatif dan R & D Alfabeta Bandung. 182 Sujan, Harish (1999), “Optimism and Street-Smart : Identifying and Improving Salesperson Intelligence”, The Journal of Personal Selling and Sales Management, Summer 1999, pg.17. Solimun, (2004), Multivariate Analysis, Sructural Equation Modeling (SEM). Lisrel dan Amos, Universitas Negeri Malang UNM, Malang.
Etika Kerja Dalam Perspektif Islam
107
Tosi dkk, (dalam Munandar 2001), psikologi Industri dan Organisasi. Depok : UIPress. Toto Tasmara. 2002. Membudayakan Etos Kerja Islami. Jakarta: Gema Insani Press. hal. 7. Triyuwono, 2000. Organisasi dan Akuntansi Syari’ah cetakan pertama Lkis Yogyakarta. Umar Fanay, 2001, Nailul Authar, terjemahan, Himpunan Hadist-hadist Hukum. Veithzal Rivai, 2009, Islamic Human Capital, Teori dan praktek Manajemen Sumber daya Manusia, PT. Raja grafindo Per-sada, Jakarta. Veithzal Rivai dan Ahmad Fawzi Mohd Basri, (2005), Performance Appraisal: Sistem yang Tepat Untuk Menilai Kinerja Pegawai dan Mening-katkan Daya Saing Perusahaan, Divisi Buku Perguruan Tinggi, PT. Raja Grafindo Persada, Jakarta Walker, W. James, (1998) “ Integrating the Human Resources Function with the Business“, Human Resources Planning, Vol.17. No.2 Waridin dan Masrukhin, 2006, “Pengaruh Motivasi Kerja, Kepuasan Kerja, Bidaya 108
Etika Kerja Dalam Perspektif Islam
Organisasi, dan Kepemim-pinan Terhadap Kinerja Pegawai”, Ekobis, Vol.7, No.2. Ward Stephen J.A, 1993. http://ethics. journalism. wisc.edu/resources/digital-media- ethics/ https://tausamatau.wordpress.com.
Etika Kerja Dalam Perspektif Islam
109