Etika Akuntan Manajemen Pemerintahan Daerah dalam Penyusunan Anggaran Publik Guna Mencapai Good Local Governance (framework : Teori Agensi) Siti Amerieska Politeknik Negeri Malang Abstrak Praktek akuntansi dapat dipandang berdasarkan dua dimensi. Pertama adalah diatur di dalam organisasi, memfasilitasi kontrol manajerial, sementara kedua berhubungan dengan transmisi informasi akuntansi kepada publik eksternal dan memunculkan isu peranan informasi dalam negara demokratis. Teori agensi telah diaplikasikan di dalam dua dimensi ini. diasumsikan range perilaku manusia yang sangat terbatas dan faktor-faktor mana yang dapat memotivasi aksi individu. Perilaku manusia adalah fungsi dari banyak pengaruh, dan transisi dari penalaran moral kepada perilaku moral adalah sesuatu yang lemah dan menyulitkan. Indonesia memiliki reputasi internasional yang buruk dalam hal korupsi di dunia dengan tingkat pengendalian yang sangat rendah .Setiap tahun Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN) maupun APBD membocorkan danadana publik. Hal ini dapat terjadi karena manajemen keuangan negara yang sangat buruk, dimana tidak berorientasi pada hasil atau dampak tetapi lebih dipacu oleh kebutuhan birokrasi. Akuntan manjamen pemerintahan yang berperan besar dalam penyusunan anggaran, sebenarnya sangat bertangung jawab atas fenomena ini. Dengan pendekatan etika profesi dalam artikel ini akan dibahas etika akuntan manajemen. Kata kunci : anggaran, akuntan manajemen, etika
A. PENDAHULUAN 1. Latar Belakang Perilaku manusia adalah fungsi dari banyak pengaruh, dan transisi dari penalaran moral kepada perilaku moral adalah sesuatu yang lemah dan menyulitkan. Kerangka kerja yang digunakan sebagian besar konsisten dengan penilaian penalaran moral dari Lawrence Kohlberg, dan kerangka kerja tersebut digunakan dalam artikel ini sebagai dasar untuk menempatkan asumsi perilaku manusia baik ekplisit ataupun implisit di dalam sejumlah teori akuntansi dalam praktek organisasional. (Lovell; 2002) .Pengaruh di mana tanda teritorial di mana penalaran moral berjalan sebelum mewujudkan dirinya dalam perilaku aktual disebut sebagai „atmosfir moral‟, dan asumsi tentang mana teori akuntansi didasarkan pada bagian bentuk proses sosialisasi akuntan prospektif dan
1
serangkaian lingkungan moral di mana mereka berada. Kode etis perilaku yang dihasilkan oleh seluruh badan akuntansi profesional untuk anggota mereka agar dihormati juga dapat diposisikan dalam kerangka kerja Kohlberger, dan dari sifat sosial relevan terhadap praktek akuntansi, orientasi ilmu pengetahuan politik yang lebih luas telah diperkenalkan ke dalam analisis untuk mencerminkan konteks sosial lebih luas dari akuntansi.(Ludigdo;1998) 2. Dimensi moral terhadap teori dan praktek akuntansi Praktek akuntansi dapat dipandang berdasarkan dua dimensi. Pertama adalah diatur di dalam organisasi, memfasilitasi kontrol manajerial, sementara kedua berhubungan dengan transmisi informasi akuntansi kepada publik eksternal dan
memunculkan
isu
peranan
informasi
dalam
negara
demokratis.(Mardiasmo;2002). Teori agensi telah diaplikasikan di dalam dua dimensi ini. Diasumsikan range perilaku manusia yang sangat terbatas dan faktorfaktor mana yang dapat memotivasi aksi individu. Tanpa melakukan ganjaran keuangan, individual diasumsikan segan untuk bekerja. Instrumentalism dan mementingkan diri sendiri semuanya memberikan asumsi tentang perilaku manusia, dan kinerja dibutuhkan untuk memastikan usaha manusia yang diinginkan telah tercapai. Informasi akuntansi menjadi pendorong kinerja organisasional dan individual, menjadi subyek manipulasi bagi mereka yang terlibat dalam pengembangan, produksi dan internasional. Di sini asumsi tentang peranan individual di dalam organisasi, akuntansi diarahkan dari ekonomi, di mana Pboyle (1986) dalam (Sedarmayanti;2004) menyatakan, atomisasi dan dehumanisasi dari sosial adalah bermacam-macam dan pendekatan yang digunakan juga bermacam-macam, di mana sumberdaya diklasifikasikan sebagai orang atau alam, tetapi campuran ini ;bukan mengangkat alam, tetapi mengurangi orang-orang”,. Ini menggema berkaitan dengan kekerdinal. Istilah yang digunakan untuk menjelaskan apakah yang tidak dilakukan oleh perawatan kesehatan, tetapi dapat disampaikan bahwa kemungkinan hasil dari kontrol akuntansi adalah tingkat kekerdilan individual, dan dalam konteks ini individual dapat menjadi pengontrol dan dikontrol. Teori agensi level penalaran mengasumsikan perilaku moral dari individual ini dinilai menurut Sistem Informasi Akuntansi
pada level pra
2
konvensional. Perilaku diputuskan menjadi hasil dari pengendalian akuntansi yang efektif di mana akan menunjukkan kinerja yang inefisien atau inefektif jika tidak terpenuhi (mengimplikasikan satu tahap orientasi hukuman/ kepatuhan). “Hirarki membentuk akuntabilitas, di mana akuntansi memainkan peranan penting, berfungsi untuk menghasilkan dan mereproduksi perasan diri individual sebagai sesuatu yang penting dan tunggal, berkaitan dengan bagaimanakah seseorang dilihat “ (Saragih;2003). Ini menunjukkan operasi seseorang di luar jangkauan tahap klasifikasi yang lebih rendah dari Kohlberg, walaupun sebagaimana diakui sebelumnya, faktor tertentu yang mengkontaminasi (dengan lingkungan moral) dapat merusak percakapan level penalaran moral lebih tinggi ke dalam perilaku yang ekuivalen, dan kontrol akuntansi mungkin menjadi salah satu faktor yang mengkontaminasi (signifikan). Gambar 1: Framework Hubungan Agensi antara Prinsipal dan Agen Tinjauan dari Etika Akuntan Manajemen
Prinsipal (Stakeholder)
Kontrak/ Amanah
Imbalan/ Ancaman
Sanksi
Hak
Legislatif
Kewajiban Yudikatif Imbalan
Agen (manager)
Eksekutif
Akuntan Manajemen
Isu Etika
Penjelasan gambar di atas, pertama pada dasarnya anggaran dibuat untuk program
kesejahteran
rakyat
(stakeholder),
pemerintah
3
yudikatif,legeslatif,eksekutif) selaku agen berkewajiban memberikan solusi terbaik dalam penyusunannya. Johnson (1994) mengungkapkan hubungan eksekutif/birokrasi
dengan
legislatif/kongres
dengan
nama
self-interest
model.legislator yang ingin dipilih kembali akan memaksimumkan anggaran, dilain pihak konstituen ingin memaksimumkan utilitasnya. Untuk itu legislator akan mencari program dan project yang membuatnya popular di mata konstituen. Birokrat akan mengusulkan program-program baru agar agencynya berkembang dan konstituen percaya akan menerima benefit dari pemerintah.Pada dasarnya ketiga hubungan antara legislator-birokrat –yudikator dapat memunculkan conflict interest yang dapat mengakibatkan moral hazard, untuk itulah pentingnya digunakan etika dalam menjembatani segala kepentingan dari ketiga pihak tersebut.Posisi akuntan manajemen selaku penyusun anggaran yang terdapat di setiap PEMDA kalau itu penyusunan untuk APBD, juga memunculkan hal yang sama dalam conflict interestnya. 3. Fenomena Korupsi Anggaran Publik di Indonesia Indonesia memiliki reputasi internasional yang buruk dalam hal korupsi di dunia dengan tingkat pengendalian yang sangat rendah (Kaufman, Kraay& Mastruzzi, 2003) dalam Nurul Rofikah, 2006.Setiap tahun Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN) maupun APBD membocorkan dana-dana publik. Hal ini dapat terjadi karena manajemen keuangan negara yang sangat buruk, dimana tidak berorientasi pada hasil atau dampak tetapi lebih dipacu oleh kebutuhan birokrasi. Di sisi lain pada pengawasan yang buruk terhadap anggaran rutin dan pembangunan juga
telah membawa resiko terjadinya duplikasi pembelanjaan
maupun pengalihan anggaran untuk tujuan lain. Sistem pengadaan yang buruk dalam pembelanjaan pemerintah untuk pengadaan barang dan jasa publik disertai dengan kerangka hukum yang tidak memadai , selain itu manajemen yang buruk dalam pemantauan pengadaan serta tidak adanya transparasi sehingga memudahkan kolusi anggaran yang sangat mudah. Peran akuntan manajemen saat ini menjadi isu yang sedang diperdebatkan, yaitu perlunya akuntan manajemen menjadi konsultan bisnis internal yang trampil dalam pendesainan dan implementasi teknik akuntansi manajemen yang sesuai,
4
dan terlibat dalam proses pengambilan keputusan bisnis (Antony dan Govindarajan; 1998) Beberapa penelitian yang pernah dilakukan mengenai isu tersebut tidak berhasil menunjukkan pola motivasi dan perilaku yang seharusnya bagi akuntan manajemen untuk mengisi harapan tersebut. Penelitian yang pernah dilakukan tersebut hanya memberikan sedikit petunjuk yang berhubungan dengan bagaimana perilaku yang diharapkan bisa didorong di tempat kerja . 4. Proses Penyusunan Anggaran di Indonesia Penerapan autonomi daerah di Indonesia tak terlepas dari perubahan paradigma dalam pengelolaan dan penganggaran daerah. Penganggaran kinerja (performance
budgeting) merupakan konsep dalam
penganggaran
yang
menjelaskan keterkaitan antara pengalokasian sumberdaya dengan pencapaian hasil yang dapat diukur. Penganggaran berbasis kinerja mulai diterapkan di Indonesia berdasarkan PP 105/2000 dan Kepmendagri 29/2002 pada tahun anggaran 2003 atau 2004. Anggaran kinerja mendorong partisipasi dari stakeholders sehingga tujuan pencapaian hasil sesuai dengan kebutuhan publik. Legislatif diberi kesempatan untuk berperan aktif dalam penyusunan dan penetapan anggaran sebagai produk hukum. Proses penyusunan anggaran dalam penganggaran kinerja dimulai dari satuan kerja-satuan kerja yang ada di Pemda, melalui dokumen usulan anggaran yang disebut Rencana Anggaran Satuan Kerja (RASK). RASK kemudian diteliti oleh tim anggaran eksekutif untuk dinilai kelayakannya (berdasarkan urgensi dan ketersediaan dana) diakomodasi dalam RAPBD yang akan disampaikan kepada legislatif. RAPBD kemudian dipelajari oleh panitia anggaran legislatif dan direspon oleh semua komisi dan fraksi dalam pembahasan anggaran. Dalam
pembahasan
anggaran,
eksekutif
dan
legislatif
membuat
kesepakatan-kesepakatan yang dicapai melalui bargaining (dengan acuan AKU dan SP) sebelum anggaran ditetapkan sebagai suatu peraturan daerah. Anggaran yang telah ditetapkan menjadi dasar bagi eksekutif untuk melaksanakan aktivitasnya dalam pemberian pelayanan publik dan acuan bagi legislatif untuk melaksanakan fungsi pengawasan dan penilaian kinerja eksekutif dalam hal pertanggungjawaban kepala daerah.
5
5. Permasalahan Pelaksanaan Anggaran Publik di Indonesia Tidak dipungkiri bahwa banyak terdapat permasalahan pelaksanaan anggaran yang berjalan di Indonesia. Sayangnya hal ini tidak dijadikan sebagai bahan evaluasi yang mana nantinya menjadi acuan perbaikan pelaksanaan anggaran kedepannya. Terdapat 6 permasalahan pelaksanaan anggaran publik di Indonesia, antara lain adalah : a. Kurangnya peran Lembaga Adat Peran lembaga adat sebagai monitoring sangatlah penting, dimana tidak dapat dipungkiri bahwa budaya di setiap daerah di Indonesia yang berbeda-beda menjadi dasar pelaksanaan kegiatan yang mencangkup masyarakat yang menjunjung tinggi nilai-nilai budaya. Namun sayangnya budaya modernisasi yang kini mendominasi disegala aspek kehidupan menjadikan nilai-nilai budaya itu tidak lagi menjadi roh penggerak kemajuan masyarakatnya sendiri, untuk itulah perlunya lembaga adat untuk melestarikan nilai-nilai budaya itu agar dapat memberikan semangat ”back to nature”untuk kehidupan yang lebih baik (Prasojo;2006).
b. Dampak program bagi masyarakat yang kurang mengena Anggaran daerah yang dibuat pada dasarnya adalah unuk rakyat , seharusnya anggaran dibuat mempunyai dampak yang positif dapat dirasakan oleh masyarakat. Namun pada kenyataannya pelaksanaan anggaran kurang mengena dampak positifnya pada masyarakat. Misalnya saja untuk pembangunan jalan desa seringkali tidak terealisasikan, hal ini perlu dievaluasi mengapa sampai terjadi demikian. c. Oputunistik perilaku kepala daerah dalam program inovasi Peran kepala daerah sebagai pioner jalannya pelaksanaan anggaran, wajib memberikan semangat gerak demi terealisasinya program tersebut. Sayangnya para pemimpin daerah ini seringkali terinfeksi kepentingan pribadinya. Independensi sebagai kepala daerah yang mengabdi untuk rakyat demi terciptanya inovasi program pelaksanaan anggaran yang lebih baik perlu dicapai.
6
d. Kurangnya efisiensi dan efektifitas birokrasi Kita ketahui bahwa birokrasi di segala bidang di Indonesia tepatnya di pemerintah terkenal akan “kembuletannya”, bahkan tidak jarang isu –isu untuk kepentingan aparatur sendiri lebih dipentingkan, fenomena seperti inilah yang sudah mendarah daging. Kurangnya efisiensi dan efektifitas birokrasi perlu dievaluasi, misalnya saja evaluasi tiap-tiap departemen, evaluasi sistem dan prosedur birokrasi yang baik, dan lain sebagainya. e. Ketidakpastian arah tujuan program Pemilihan prioritas program sangatlah penting, karena hal ini berdampak sekali dengan tujuan pembangunan itu sendiri apa-apa yang ingin dicapai pada jangka pendek atau jangka panjang. Kalau tidak dapat memili mana prioritas ang perlu didahulukan bukannya tidak mungkin pembangunan di tiap daerah akan terhambat pula. f. Kurangnya aspek keberlanjutan program Follow up yang kurang terhadap program yang dicanangkan memberikan dampak yang tidak baik pula demi keberlangsungan pembangunan itu sendiri. Misalnya saja kepala daerah mencanangkan program ”kembali ke desa” untuk mengurangi arus urbanisasi ke kota. Pada saat pertama begitu gencar-gencarnya mengupayakan masyrakatnya untuk kembali, namun menjelang 4-5 bulan program itu dicangkan tidak ada lagi gregetnya, sehingga lama kelamaan program itu menjadi tersendat untuk dijalankan. Untuk itulah keberlanjutan program perlu untuk dilakukan. B. Telaah Literatur 1. Dimensi Etika Sesuai dengan Prodhan (1994)dalam Ludigdo (2002), etika dapat didefinisikan sebagai bentuk perilaku manusia yang memasukkan tujuan, norma, baik, benar dan pilihan dalam hubungannya dengan lainnya. Keuangan seringkali dilihat sebagai disiplin positif yang bernilai netral, mempertimbangkan efisiensi tanpa memperdulikan konsekuensi sosial yang menyertainya. Boone dan Kurtz (1987) menyakini bahwa bisnis menghadapi berbagai isu etika setiap hari dan dalam hubungannya dengan investor dan komunitas keuangan tidak ada tempat dimana ekspektasi publik lebih besar level moralitas bisnis daripada dalam arena
7
transaksi-transaksi keuangan. Eksekutif diharapkan untuk standar perilaku etika yang tertinggi berkaitan dengan praktik-praktik keuangan dalam rangka untuk membenarkan kepercayaan publik yang dialamatkan pada mereka. Lebih jauh dari permasalahan yang ada soal etika terdapat kenaikan bertahap piramid hierarki dari tanggung jawab manajerial dari operasional, untuk fungsional, teknologi, konseptual dan pada akhirnya untuk etika. Kunci bagi kinerja bisnis yang baik sesuai dengan Creelman (1996), adalah untuk menemukan bagaimana manusia, organisasi dan konsumen dapat diseimbangkan sehingga dapat menciptakan nilai 2. Hubungan Moralitas Manajemen dan Perilaku Tidak Etis Kohlberg (1969) , sebagaimana dikutip oleh Velasquez (2002) menyatakan bahwa moral berkembang melalui tiga tahapan, aitu tahapan prakonvensional, tahapan konvensional, dan tahapan postkonvensional. Moralitas manajemen pada tahapan post konvensional menunjukkan kematangan moral menjadi lebih tinggi. menjelaskan bahwa kematangan moral menjadi dasar dan pertimbangan manajemen dalam merancang tanggapan dan sikap terhadap isu-isu etis. Semakin tinggi tingkat moralitas manajemen , semakin rendah perilaku tidak etisnya. 3. Munculnya Dilema Etis dalam Organisasi Mencermati ketidakcukupan instrumen pengembangan etika yang hanya didasarkan pada terdapatnya kode etik, White & Lam (2000) dalam (Ludigdo;2006) menjelaskan sebuah latar dapat munculnya dilema etis. Situasi dilematis ini kemudian mendorong berlangsungnya perilaku tidak etis dalam organisasi.Means, motivation dan opputunity merupakan faktor-faktor yang dapat mendorong perilaku tidak etis dalam organisasi. Hal ini didasarkan pada argumentasi bahwa individu-individu lebih suka menghadapi dilema etis jika (1) organisasi tidak memberikan ”means” untuk mencegah perilaku tidak etis: Means dalam hal ini adalah aturan, kebijakan dan prosedur dalam suatu organisasi yang secara spesifik mengacu pada etika. (2) Individu-individu mempunyai personal ” motivation” yang didapatkan dari perilaku tidak etis : Bagaimanapun individu-individu yang berada dalam organisasi berangkat dari berbagai motivasi diri yang juga diwarnai oleh system nilai yang dibawanya. Ketika sistem nilai ang berkembang dalam organisasi tidak mendorong individu untuk berperiaku etis, maka motivasi
8
(motivation)
untuk mencapai kebutuhan dirinya dapat dilakukan dengan
segala cara. (3) Posisi kerja memberikan ”opportunity” untuk mendorong praktik tidak etis: Sementara untuk opputunity adalah prilaku tidak etis dapat berangkat dari posisi kerja yang dimiliki oleh individu. Seberapa besar kesempatan yang dimiliki oleh individu untuk berperilaku tidak etis dengan memanfaatkan posisi kerjanya juga sangat tergantung pada keberadaan means dalam lingkup organisasi. 4. Konsep Penganggaran Daerah Untuk dapat menghasilkan struktur anggaran yang sesuai dengan harapan dan kondisi normatif maka APBD yang pada hakikatnya merupakan penjabaran kuantitatif dari tujuan dan sasaran pemerintah daerah serta tugas pokok dan fungsi unit kerja harus disusun dalam struktur yang berorientasi pada pencapaian tingkat kinerja tertentu. Artinya, APBD harus mampu memberikan gambaran yang jelas tentang tuntutan besarnya pembiayaan atas berbagai sasaran yang hendak dicapai, tugas-tugas dan fungsi pokok sesuai dengan kondisi, potensi, aspirasi dan kebutuhan riil di masyarakat untuk suatu tahun tertentu. Dengan demikian alokasi dana yang digunakan untuk membiayai berbagai program dan kegiatan dapat memberikan manfaat yang benar-benar dirasakan masyarakat dan pelayanan yang berorientasi pada kepentingan publik (PP No 58 Tahun 2005) 5. Karakteristik Tujuan Anggaran Menurut UU No. 17 Tahun 2003 dijelaskan bahwa sebagai instrumen kebijakan ekonomi, anggaran berfungsi untuk mewujudkan pertumbuhan dan stabilitas perekonomian serta pemerataan pendapatan dalam rangka mencapai tujuan bernegara. Dalam upaya untuk meluruskan kembali tujuan dan fungsi anggaran tersebut perlu dilakukan pengaturan secara jelas peran DPR/DPRD dan pemerintah dalam proses penyusunan dan penetapan anggaran sebagai penjabaran aturan pokok yang telah ditetapkan dalam UUD‟ 45. Sehubungan dengan itu, dalam undang-undang ini disebutkan bahwa belanja negara/daerah dirinci sampai dengan unit organisasi, fungsi, program, kegiatan dan jenis belanja. Hal tersebut berarti bahwa setiap pergeseran anggaran antar unit organisasi, antar kegiatan, dan antar jenis belanja harus mendapat persetujuan DPR/DPRD.
9
Kajian teoritis sebagai dasar dalam penelitian ini masih banyak menggunakan kajian teoritis pada sektor privat yang berhubungan dengan variabel-variabel yang diteliti. Hal ini dilakukan karena variabel-variabel yang diteliti masih menggunakan dengan variabel penelitian pada sektor privat. (Halim, Abdul. 2002.) Namun tidak mengurangi kajian-kajian teoritis yang berhubungan dengan sektor publik sebagai dasar dalam mendukung penelitian ini. Adapun lima Budgetary Goal Characteristics (Kenis 1979) adalah sebagai berikut: 1. Arah Kepastian Tujuan Anggaran Arah kepastian tujuan anggaran menunjukkan luasnya tujuan anggaran yang dinyatakan secara spesifik dan jelas, dan dimengerti oleh siapa saja yang bertanggung jawab. Kenis (1979) menemukan bahwa manajer memberi reaksi positif dan secara relatif sangat kuat untuk meningkatkan kejelasan tujuan anggaran. Manajemen tingkat atas dapat meningkatkan kepuasan kerja, menurunkan ketegangan kerja, dan memperbaiki anggaran yang dihubungkan dengan sikap, kinerja anggaran, dan efisiensi biaya manajer tingkat bawah secara signifikan meningkatkan kejelasan dan ketegasan tujuan anggaran mereka. 2. Umpan Balik Anggaran Kenis (1979) menemukan hanya kepuasan kerja dan motivasi anggaran ditemukan signifikan dengan hubungan yang agak lemah dengan umpan balik anggaran. Umpan balik mengenai tingkat pencapaian tujuan anggaran tidak efektif dalam memperbaiki kinerja dan hanya efektif secara marginal dalam memperbaiki sikap manajer. Penemuan ini gagal untuk menjelaskan hasil dari berbagai studi dengan hubungan umpan balik sikap, kinerja dalam task-goal setting. 3. Evaluasi Anggaran Evaluasi dan pengendalian anggaran menunjuk pada luasnya perbedaan anggaran yang digunakan kembali oleh individu pimpinan departemen dan digunakan dalam evaluasi kinerja mereka. Penemuan Kenis (1979) adalah bahwa manajer memberi reaksi yang tidak menguntungkan untuk menggunakan anggaran dalam evaluasi kinerja dalam suatu gaya punitive (meningkatkan ketegangan kerja, menurunkan kinerja anggaran. Kecenderungannya, secara jelas hubungan antara variabel lemah.
10
4. Hambatan dalam Pencapaian Tujuan Anggaran Bukannya tidak mungkin tujuan yang mudah dicapai gagal untuk memberikan suatu tantangan untuk partisipan, dan memiliki sedikit pengaruh motivasi. Tujuan yang sangat ketat dan tidak dapat dicapai, mengarahkan pada perasaan gagal, frustrasi, tingkat aspirasi yang rendah, dan tujuan partisipan. (Halim, Abdul & Syukriy Abdullah. 2006) Kenis (1979) dalam manajer yang memiliki tujuan anggaran yang "terlalu ketat" secara signifikan memiliki ketegangan kerja tinggi dan motivasi kerja rendah, kinerja anggaran, dan efisiensi biaya dibandingkan untuk anggaran memiliki tujuan anggaran "tepat" atau "ketat tetapi dapat dicapai". Hal ini mengindikasikan bahwa "ketat tetapi dapat dicapai" adalah tingkat untuk kesulitan tujuan anggaran. 5. Hubungan Anggaran Terhadap Perilaku Sesungguhnya perilaku terjadi karena suatu determinan tertentu. Determinan ini bisa dari lingkungan, dari dalam diri individu dan dari tujuan/nilai suatu obyek. Jika dikaitkan dengan anggaran, maka perilaku itu muncul disebabkan tujuan atau nilai suatu obyek anggaran tersebut. Perilaku ini dapat dilihat dari dua sisi yang berbeda yaitu sisi fungsional atau positif dan sisi disfungsional atau negatif. C. Pembahasan 1 Hal-Hal yang Harus Dilakukan Untuk Mewujudkan Good Local Governance a. Menegakkan Etika Profesional Salah satu hal yang dapat dilakukan untuk meningkatkan akuntanbilitas akuntan manajemen pemerintahan adala kepatuhan terhadap etika professional yang telah dimiliki. Lebih lanjut dikemukakan bahwa dalam rangka menegakkan etika profesi tersebut, maka akuntan manajemen dituntut: 1) Menjunjung tinggi tanggung jawab profesi: 2) Memiliki sikap adil dan obyektif, 3) Memiliki moralitas yang tinggi; 4) Mempunyai visi dan misi yang sama dengan wadah profesi; 5) Menjunjung tinggi tanggung jawab yang lain; ) Mengerti landasan hukum yang dapat digunakasn sebagai pijakan dalam melaksanakan pekerjaannya
11
b. Meningkatkan Komitmen Moral Akuntan Manajemen Akuntan manjemen pemerintahan daerah mempunyai peran penting dalam ikut mewujudkan good local governance. Namun tugas suci tersebut sulit untuk diwujudkan tanpa dibarengi komitmen moral yang kuat. Salah satu hal yang dapat dilakukan dalam meningkatkan komitmen moral tersebut adalah dengan melakukan reformasi diri profesi akuntan manajemen pemintahan yang jauh dari kolusi dan korupsi. Business Week 28 Januari 2002 (dalam Harahap, 2002) mengemukakan beberapa tindakan reformasi profesi akuntan
yang dapat
dilakukan adalah: 1) Menerapkan dan memantapkan pelaksanan self regulation secara lebih tegas; 2) Menghentikan pemberian jasa konsultan untuk langganan yang menerima jasa audit; 3) Melakukan rotasi auditor; 4) Menerapkan lebih banyak audit forensic; 5) Membatasi infiltrasi auditor ke perusahaan; 6) Mereformasi komie audit; dan 7) Membersihkan aturan atau standar akuntansi dari hal-hal yang memungkinkan dapat menimbulkan creative accounting. Dari ke 7 yang ditulis dalam Business Week, poin ke-7 yang sekiranya memungkinkan akuntan manajemen pemerintah untuk tidak bertindak mendekati kolusi dan korupsi. Berdasarkan hasil studi lieratur yang dibahas di atas, maka dapat diringkas hasil dari pembahasan ,bahwa partisipasi anggaran sangatlah penting demi terciptanya tujuan dari pembangunan daerah itu sendiri.Adanya efisiensi anggaran juga sangat memungkinkan keberhasilan anggaran itu dapat dicapai, dengan cara kebijakan dalam pelaksanaan anggaran yang antara lain adalah : a. Peran lembaga adat sebagai monitoring perlu ditingkatkan Suatu unsur penting dari keberhasilan ilmu alam sebagai pengetahuan yang
membangun
perusahaan
telah
menjadi
kemampuannya
untuk
melembagakan penyelidikan empiris dalam bentuk laboratorium , jurnal, konferensi, buku teks, teori dan metode eksperimental dan sebagainya. Jika etika auditing adalah untuk membangun pengetahuan etika empiris, hal itu akan mempunyai manfaat
untuk mendirikan
masyarakat
penyelidikan yang di
lembagakan sejenis.( Etika Auditing dan Pengetahuan yang Etis Oleh : Craig Mackenzie; 1998). Suatu awal yang menarik telah dibuat dengan kreasi dari lembaga sosial dan etika accountability. Kebetulan beban perlu tidak jatuh pada
12
etika auditing itu sendiri. Dalam tahun sekarang ini sejumlah dari jemis –jenis organisasi lain telah muncul dimana mencari pengetahuan semacam itu. Di Inggris sekarang ini ada konsumen dan konsumen baru ; kelompok peneliti investor seperti EIRIS dan PIRC; LSM-LSM seperti Fair Trade and New Economic Foundation, proyek kolektif seperti the ethical Trading Intiative, juga sejumlah konsultan , para teoritis manajemen akademis dan penganut etika bisnis yang telah memilih untuk metodology empiris. Etika Auditing dapat menyediakan perekat dimana membawa organisasi terpisah bersama dalam suatu masyarakat penyelidikan. b. Pendekatan Sosial Budaya –Etika Dengan kemampuan menjaga integritas personalnya, seorang profesional mampu pula menjaga integritas profesinya dan sekaligus mencegah dampak negatif dari pengembangan dan pemanfaatan suatu teknologi informasi bagi masyarakat. Melaui pendekatan sosial budaya pada tiap negara berbeda-beda, untuk itulah disesuaikan bagi setiap negara, nilai-nilai apa yang dijunjung untuk menghindari pelanggaran etika.(Ludigdo; 1998)
Studi Etika Kode Profesional
Personal
Hukum Informal
Situasi
Tindakan
Formal Sumber :(Ludigdo;1998) c. Aspek keberlanjutan program Selain itu proses pengendalian anggaran juga sangatlah penting agar dapat sedini mungkin memprediksi adanya kegagalan atas anggaran yang dibuat.Untuk proses pengendalian tidak hanya pihak yang aparat pembuat anggaran dalam artian tidak hanya pengendalian internal namun juga pengendalian eksternal dari masyarakat. Hal inilah yang dikatakan bahwa partisipasi anggaran dalam pencapaian tujuan pembangunan daerah dapat direalisasikan.
13
Teori dari reasoned action (Ajzen dan Fishbein, 1980) dalam Munawar (2006) berpendapat bahwa perilaku individual atau penilaian mempengaruhi niatan perilaku mereka dan bahwa niata perilaku merupakan prediksi dari perilaku. Konsisten dengan pandangan ini, banyak model pengambilan keputusan etis yang mengemukakan bahwa penilaian etis dan niatan perilaku merupakan komponen integral akan alasan individual tentang isu etis. Simpulan Pengetahuan etika dari jenis ini dapat menjadi menyediakan suatu alat bernilai sekali bagi perubahan sosial. Sebagai pasar dan kebebasan perdagangan yang mengumpulkan langkah , dan sebagai kegiatan komersial yang mempunyai sesuatu yang pernah lebih dominan bagian untuk memainkan dalam hidup kita, suatu dasar suara untuk memahami
hubungan antara kegaiatan bisnis
dan
manusia yang baik menjadi penting secara mendasar. Praktek akuntansi dapat dipandang berdasarkan dua dimensi. Pertama adalah diatur di dalam organisasi, memfasilitasi kontrol manajerial, sementara kedua berhubungan dengan transmisi informasi akuntansi kepada publik eksternal dan memunculkan isu peranan informasi dalam negara demokratis. Teori agensi telah diaplikasikan di dalam dua dimensi ini. diasumsikan range perilaku manusia yang sangat terbatas dan faktor-faktor mana yang dapat memotivasi aksi individu. Tanpa melakukan ganjaran keuangan, individual diasumsikan segan untuk bekerja. Tidak dipungkiri bahwa banyak terdapat permasalahan pelaksanaan anggaran yang berjalan di Indonesia. Sayangnya hal ini tidak dijadikan sebagai bahan evaluasi yang mana nantinya menjadi acuan perbaikan pelaksanaan anggaran kedepannya. Terdapat 6 permasalahan pelaksanaan anggaran publik di Indonesia, Salah satu hal yang dapat dilakukan untuk meningkatkan akuntanbilitas akuntan manajemen pemerintahan adala kepatuhan terhadap etika professional yang telah dimiliki. Lebih lanjut dikemukakan bahwa dalam rangka menegakkan etika profesi tersebut, maka akuntan manajemen dituntut: 1) Menjunjung tinggi tanggung jawab profesi: 2) Memiliki sikap adil dan obyektif, 3) Memiliki moralitas yang tinggi; 4) Mempunyai visi dan misi yang sama dengan wadah
14
profesi; 5) Menjunjung tinggi tanggung jawab yang lain; ) Mengerti landasan hukum yang dapat digunakasn sebagai pijakan dalam melaksanakan pekerjaannya Akuntan manjemen pemerintahan daerah mempunyai peran penting dalam ikut mewujudkan good local governance. Namun tugas suci tersebut sulit untuk diwujudkan tanpa dibarengi komitmen moral yang kuat. Salah satu hal yang dapat dilakukan dalam meningkatkan komitmen moral tersebut adalah dengan melakukan reformasi diri profesi akuntan manajemen pemerintahan yang jauh dari kolusi dan korupsi. Business Week 28 Januari 2002 (dalam Harahap, 2002) mengemukakan beberapa tindakan reformasi profesi akuntan
yang dapat
dilakukan adalah: 1) Menerapkan dan memantapkan pelaksanan self regulation secara lebih tegas; 2) Menghentikan pemberian jasa konsultan untuk langganan yang menerima jasa audit; 3) Melakukan rotasi auditor; 4) Menerapkan lebih banyak audit forensic; 5) Membatasi infiltrasi auditor ke perusahaan; 6) Mereformasi komie audit; dan 7) Membersihkan aturan atau standar akuntansi dari hal-hal yang memungkinkan dapat menimbulkan creative accounting. Dari ke 7 yang ditulis dalam Business Week, poin ke-7 yang sekiranya memungkinkan akuntan manajemen pemerintah untuk tidak bertindak mendekati kolusi dan korupsi.
Daftar Pustaka Antony, R.N. dan V.Govindarajan.1998. Management Control System.9ed. (Richard D Irwin, Mc.Grawhill). Creelman, Trevor Happer.Scapens.1996.Issues in Management Accounting.2nd. Prentice Hall.
Eko Prasojo, 2006. Efisiensi Anggaran sebagai faktor kunci keberhasilan program inovasi di Kabupaten Jembrana. Jurnal Ilmiah Adm.Publik; Vol:5, No 2 , 177-179 Halim, Abdul. 2002. Analisis varian pendapatan asli daerah dalam laporan perhitungan anggaran pendapatan dan belanja daerah kabupaten/kota di Indonesia. Universitas Gadjah Mada. Disertasi.
15
Halim, Abdul & Syukriy Abdullah. 2006. Hubungan dan masalah keagenan di pemerintahan daerah: sebuah peluang penelitian anggaran dan akuntansi. Jurnal Akuntansi Pemerintah 2(1): 53-64. Johnson, Cathy Marie. 1994. The Dynamics of Conflict between Bureauracts and Legislators.Armonk, New York: M.E.Sharpe. Lovell. A. 2002. Ethics as a Dependent Variable in Individual and Organozational Decision Making. Journal of Business Ethics 37 : 145-163 Kenis, I. 1079.Effect on Budgetary Goal Characteristic on Managerial Attitudes and Performance. The Accounting Review LIV (4).707-721. Ludigdo , Unti , 2002; Peran Akuntan dalam Membangun Good Corporate Governance, Konferens Nasional Akuntansi, No.1; Hal:1-17 Ludigdo. Unti Faktor Manusia dan Issue Etika dalam Manajemen Teknologi Informasi. Kompak. No 17 Oktober 1998 : 31-47 Mardiasmo,2002, Akuntansi Sektor Publik, Penerbit Andi, Yogyakarta. Munawar, 2006, Pengaruh karakteristik tujuan anggaran terhadap Prilaku, Sikap dan Kinerja Aparat Pemerintahan Daerah di Kabupaten Kupang, Simposium Nasional Akuntansi IX Padang. Nurul, Rofikah. Mewujudkan Good Local Governance melalui transparasi & akuntabilitas anggaran public. Jurnal Ilmiah Adm.Publik; Vol:10, No 1 , 12 Oktober 2000 Sedarmayanti. 2004. GOOD GOVERNANCE (Kepemerintahan yang Baik). Bagian kedua. Membangun Sistem Manajemen Kinerja Guna Meningkatkan Produktivitas Menuju Good Governance (Kepemerintahan yang Baik). Mandar Maju. Bandung. Saragih, Juli Panglima. 2003. Desentralisasi Fiskal dan Keuangan Daerah dalam Otonomi.Penerbit Ghalia Indonesia.
Velasques, Hans (2002). Corruption:A Review of Contempory Research.Chr. Michelsen Institute Development Student and Human Rights.R.2001: 7.Web:http//www.cmi.no
16