ESTIMASI PENGARUH DIVIDEN PAYOUT RATIO PADA PERUSAHAAN PUBLIK DI INDONESIA Prihantoro Fakultas Ekonomi, Universitas Gunadarma
ABSTRAK Studi ini bertujuan untuk menganalisis faktor-faktor yang mempengaruhi deviden payout ratio (DPR) pada perusahaan publik yang terdaftar di Bursa Efek Jakarta (BEJ). Analysis of Moment Structure (AMOS) merupakan model analisis yang digunakan untuk menguji seluruh variabel secara simultan yang diduga mempengaruhi deviden payout ratio, yaitu posisi kas, potensi pertumbuhan, ukuran perusahaan, rasio hutang dan modal, profitabilitas, kepemilikan dan deviden payout ratio. Sampel dalam studi ini menggunakan 148 perusahaan yang merupakan perusahaan umum di Bursa Efek Jakarta selama periode 1991 – 1996. Hasil analisis menunjukkan hanya posisi kas, dan rasio hutang dengan modal (yang terletak dalam klasifikasi neraca) yang memiliki pengaruh signifikan terhadap deviden payout ratio, sedangkan earning (merupakan proksi dari klasifikasi dari rugi laba) memiliki pengaruh yang kurang signifikan. Kata kunci : Analisis of moment Structure (AMOS), rasio hutang dan modal
PENDAHULUAN Pada umumnya para investor mempunyai tujuan utama untuk meningkatkan kesejahteraannya yaitu dengan mengharapkan pengembalian dalam bentuk deviden maupun capital gain. Di lain pihak, perusahaan juga mengharapkan adanya pertumbuhan secara terus menerus untuk mempertahankan kelangsungan hidupnya, yang sekaligus juga harus memberikan kesejahteraan yang lebih besar kepada para pemegang sahamnya. Tentunya hal ini akan menjadi unik karena kebijakan deviden adalah sangat penting untuk memenuhi harapan para pemegang saham terhadap deviden, dan di satu sisi juga tidak harus menghambat pertumbuhan perusahaan. Para investor yang tidak bersedia mengambil resiko mempunyai pandangan bahwa semakin tinggi tingkat resiko suatu perusahaan, akan semakin tinggi juga
PRIHANTORO, ESTIMASI PENGARUH…
tingkat keuntungan yang diharapkan sebagai hasil atau imbalan terhadap resiko tersebut. Selanjutnya deviden yang diterima pada saat ini akan mempunyai nilai yang lebih tinggi daripada capital gain yang akan diterima di masa yang akan datang. Dengan demikian investor yang tidak bersedia berspekulasi akan lebih menyukai deviden daripada capital gain. Kebijakan deviden suatu perusahaan akan melibatkan dua pihak yang berkepentingan dan saling bertentangan, yaitu kepentingan para pemegang saham dengan devidennya, dan kepentingan perusahaan dengan laba ditahannya, di samping itu juga kepentingan bondholder yang dapat mempengaruhi besarnya deviden kas yang dibayarkan. Deviden yang dibayarkan kepada para pemegang saham tergantung kepada kebijakan masing-masing perusahaan, sehingga memerlukan pertimbangan yang lebih serius
7
dari manajemen perusahaan. Kebijakan deviden pada hakikatnya adalah menentukan porsi keuntungan yang akan dibagikan kepada para pemegang saham, dan yang akan ditahan sebagai bagian dari laba ditahan (Levy dan Sarnat, 1990). Miller dan Modigliani (1961) telah mengembangkan irrelevant deviden, yang selanjutnya disusul dengan beberapa studi yang membahas tentang pembayaran deviden dan berbagai variasi dalam kebijakan pembayaran deviden dengan memfokuskan pada ketidaksempurnaan pasar.
KERANGKA TEORITIS Kebijakan terhadap pembayaran deviden merupakan keputusan yang sangat penting dalam suatu perusahaan. Kebijakan ini akan melibatkan dua pihak yang mempunyai kepentingan yang berbeda, yaitu pihak pertama para pemegang saham, dan pihak kedua perusahaan itu sendiri. Deviden diartikan sebagai pembayaran kepada para pemegang saham oleh pihak perusahaan atas keuntungan yang diperolehnya. Kebijakan deviden adalah kebijakan yang berhubungan dengan pembayaran deviden oleh pihak perusahaan, berupa penentuan besarnya pembayaran deviden dan besarnya laba ditahan untuk kepentingan pihak perusahaan. Jika manajemen meningkatkan porsi laba perlembar saham yang dibayarkan sebagai deviden, maka mereka dapat meningkatkan kesejahteraan para pemegang saham, hal ini menyarankan bahwa keputusan deviden yaitu jumlah deviden yang dibayarkan merupakan suatu hal yang sangat penting (Alexander, et.al, 1993). Dalam banyak hal deviden sering diperlakukan sebagai pertimbangan terakhir setelah pertimbangan investasi dan pertimbangan pembiayaan lainnya, sehingga timbul teori sisa deviden. Di samping itu, ada juga yang mempertimbangkan pembagian deviden kas untuk
8
mengurangi masalah keagenan, sehingga timbul peranan deviden dalam mengurangi masalah keagenan, dan masih banyak lagi pertimbangan manajemen dalam menentukan besarnya deviden yang akan dibagikan. Namun demikian tidak satupun dari pemikiran ini menghasilkan suatu keputusan yang paling memuaskan, karena secara bersama-sama mereka tampak hanya memberikan penjelasan mengapa perusahaan membayar deviden. Chang dan Rhee (1990) melakukan studi pengaruh pajak pribadi terhadap kebijakan deviden perusahaan dan pembuatan keputusan struktur modal. Mereka menunjukkan bahwa besarnya rasio pembayaran deviden dipengaruhi oleh perubahan pajak pribadi dalam setiap periode. Faktor yang dipilih dan diduga berpengaruh terhadap rasio pembayaran deviden, adalah potensi pertumbuhan, variabilitas laba, nondebt tax shield, ukuran perusahaan, dan profitabilitas. Hasil studi juga menunjukkan bahwa secara keseluruhan periode potensi pertumbuhan dan variabilitas laba berpengaruh negatif terhadap rasio pembayaran deviden. Selanjutnya nondebt tax shield, ukuran perusahaan dan profitabilitas berpengaruh positif signifikan terhadap rasio pembayaran deviden. Keengganan perusahaan untuk memotong deviden menjadikan dasar bagi Limtner (1956) untuk melakukan studi Limtner’s lagged partial adjustment models. Menurut Limtner, perusahaan menetapkan target dividend pay out ratio yang didasarkan pada target keuntungan. Jika target keuntungan tercapai dan dianggap telah stabil, maka perusahaan akan menyesuaikan besarnya deviden yang akan dibayarkan hingga mencapai target yang telah ditetapkan. Penyesuaian tersebut dilakukan secara bertahap. Selanjutnya Limtner menunjukkan bahwa di sebagian besar situasi, kebijakan deviden bukan merupakan hasil sampingan dari peng-
JURNAL EKONOMI & BISNIS NO. 1, Jilid 8, Tahun 2003
hematan, namun merupakan keputusan utama dan keputusan yang aktif. Hasil studi Limtner tersebut diatas diperkuat oleh studi yang dilakukan Turnovsky (1967), bahwa laba ditahan merupakan sisi setelah deviden dibayarkan kepada para pemegang saham. Turnovsky menunjukkan bahwa kebutuhan dana untuk investasi bukan merupakan penentu dalam menentukan laba ditahan. Pernyataan ini menunjukkan bahwa laba ditahan merupakan elemen residu pada ciri-ciri dari keuntungan perusahaan. Menurut Levy dan Sarnat (1970) dan Van Horn (1986), faktor yang mempengaruhi keputusan deviden meliputi hutang, posisi likuiditas, kebutuhan untuk melunasi hutang, larangan dalam perjanjian hutang, tingkat ekspansi perusahaan, tingkat keuntungan perusahaan, stabilitas perusahaan, kemampuan memasuki pasar modal, pelaku kelompok pengendali, posisi pemegang saham sebagai wajib pajak, pajak atas keuntungan yang diakumulasikan secara salah dan tingkat inflasi. Setyawan (1995) mengelompokkan berbagai faktor yang mempengaruhi kebijakan deviden menjadi dua, yaitu faktor internal dan faktor eksternal. Faktor internal adalah faktor yang berpengaruh terhadap kebijakan deviden yang berasal dari dalam perusahaan, tingkat laba, kemampuan untuk meminjam, dan sebagainya. Faktor eksternal merupakan pengaruh yang berasal dari luar perusahaan misalnya pajak atas deviden, pajak atas capital gain, akses ke pasar modal, perundangan dan sebagainya. Menurut Brenman dan Thakor (1990) keputusan yang menciptakan keseimbangan diantara deviden saat ini dan pertumbuhan di masa yang akan datang, sehingga memaksimumkan harga saham, disebut dengan kebijakan deviden yang optimal.
PRIHANTORO, ESTIMASI PENGARUH…
Alli, et.al. (1993) membedakan variabel yang mempengaruhi pembayaran deviden, diantaranya adalah: 1. Batasan Legal. Peraturan tertentu yang akan membatasi besarnya deviden yang akan dibayarkan. 2. Posisi Likuiditas. Keuntungan yang diperoleh dan laba ditahan yang tinggi tidak harus menyebabkan posisi kas yang tinggi juga, karena ada kemungkinan bahwa keuntungan dan laba ditahan tersebut telah digunakan untuk membayar hutang atau melekat pada aktiva selain kas. 3. Ketiadaan sumber pembiayaan lain. Bagi perusahaan yang baru tumbuh pada umumnya sumber dana internal memiliki arti yang sangat penting. Hal ini disebabkan karena perusahaan tersebut mengalami kesulitan untuk memperoleh pinjaman atau menjual sahamnya. Sebagai konsekuensinya, deviden yang akan dibayarkan cenderung rendah atau bahkan tidak membagi deviden, karena manajemen akan berusaha mengakumulasikan keuntungan ke dalam laba ditahan yang berguna untuk pendanaan internalnya. 4. Prediksi Penerimaan. Jika keuntungan berfluktuasi, maka deviden tidak dapat bergantung semata-mata dari keuntungan tersebut, sehingga diperlukan adanya trend keuntungan yang stabil untuk menentukan porsi deviden yang direncanakan. 5. Kontrol Kepemilikan. Jika perusahaan memutuskan untuk membayarkan deviden yang tinggi, hal ini akan menyebabkan laba ditahan tidak cukup untuk membiayai investasi barunya. Salah satu cara untuk mengatasi hal tersebut adalah dengan menerbitkan saham baru untuk mencukupi dananya. Keputusan ini menimbulkan kontrol dari pemegang saham perusahaan lama semakin berkurang. Tentunya hal ini tidak
9
6.
diinginkan oleh para pemegang saham, sehingga mereka akan lebih menyukai dengan tidak memperoleh deviden. Inflasi. Inflasi yang tinggi akan menyebabkan kemampuan perusahaan tidak dapat mencukupi untuk melakukan investasi yang baru, sehingga perusahaan akan melakukan akumulasi dananya ke dalam laba ditahan. Hal ini akan berdampak pada penurunan terhadap pembayaran deviden, atau bahkan tidak melakukan pembayaran deviden.
METODOLOGI PENELITIAN Variabel yang diidentifikasi dan diukur dalam penelitian adalah posisi kas, potensi pertumbuhan, ukuran perusahaan, rasio hutang dan modal, profitabilitas, kepemilikan dan devidend payout ratio. Posisi kas suatu perusahaan merupakan faktor penting yang harus dipertimbangkan, sebelum membuat keputusan menentukan besarnya deviden yang akan dibayarkan kepada para pemegang saham. Pembayaran deviden merupakan arus kas keluar. Semakin kuat posisi kas perusahaan, berarti semakin besar kemampuannya untuk membayar deviden. Posisi kas dihitung berdasarkan perbandingan antara saldo kas akhir tahun dengan laba bersih setelah pajak (Stanley dan Geoffrey, 1987). Semakin tinggi tingkat pertumbuhan suatu perusahaan, akan semakin besar tingkat kebutuhan dana untuk membiayai ekspansi. Semakin besar kebutuhan dana di masa yang akan datang, akan semakin memungkinkan perusahaan menahan keuntungan dan tidak membayarkannya sebagai deviden. Oleh karenanya, potensi pertumbuhan perusahaan menjadi faktor penting yang menentukan kebijakan deviden. Sebagai indikator dari atribut pertumbuhan, digunakan tingkat pertumbuhan campuran yang diatur pada setiap
10
tahun dalam total aset (Chang dan Rheee, 1990). Suatu perusahaan besar yang sudah mapan akan memliki akses yang mudah menuju pasar modal, sementara perusahaan yang baru dan yang masih kecil akan mengalami banyak kesulitan untuk memiliki akses ke pasar modal. Kemudahan akses ke pasar modal cukup berarti untuk fleksibilitas dan kemampuannya dalam memperoleh dana yang lebih besar, sehingga perusahaan mampu memiliki resiko pembayaran deviden yang lebih tinggi daripada perusahaan kecil. Ukuran perusahaan diwakili oleh log natural dan total aset (alli et.al., 1993). Debt Equity Ratio mencerminkan kemampuan perusahaan dalam memenuhi seluruh kewajibannya, yang ditunjukkan oleh berapa bagian modal sendiri yang digunakan untuk membayar hutang. Oleh karena itu, semakin rendah DER akan semakin tinggi kemampuan perusahaan untuk membayar seluruh kewajibannya. Semakin besar proporsi hutang yang digunakan untuk struktur modal suatu perusahaan, maka akan semakin besar pula jumlah kewajibannya. Peningkatan hutang pada gilirannya akan mempengaruhi besar kecilnya laba bersih yang tersedia bagi para pemegang saham termasuk deviden yang akan diterima, karena kewajiban tersebut lebih diprioritaskan daripada pembagian deviden. Jika beban hutang semakin tinggi, maka kemampuan perusahaan untuk membagi deviden akan semakin rendah, sehingga DER mempunyai hubungan negatif dengan dividend payout ratio. Debt Equity Ratio dihitung dengan total hutang dibagi dengan total equity. Profitabilitas adalah tingkat keuntungan bersih yang berhasil diperoleh perusahaan dalam menjalankan operasionalnya. Deviden merupakan sebagian dari laba bersih yang diperoleh perusahaan, oleh karenanya deviden akan dibagikan jika perusahaan memperoleh
JURNAL EKONOMI & BISNIS NO. 1, Jilid 8, Tahun 2003
keuntungan. Keuntungan yang layak dibagikan kepada para pemegang saham, adalah keuntungan setelah perusahaan memenuhi seluruh kewajiban tetapnya, yaitu beban bunga dan pajak. Oleh karena deviden diambil dari keuntungan bersih yang diperoleh perusahaan, maka keuntungan tersebut akan mempengaruhi besarnya dividend payout ratio. Perusahaan yang memperoleh keuntungan cenderung akan membayar porsi keuntungannya lebih besar sebagai deviden. Semakin besar keuntungan yang diperoleh, maka akan semakin besar pula kemampuan perusahaan untuk membayar deviden. Atribut profitabilitas ini diwakili oleh tingkat keuntungan setelah pajak dibagi dengan total aset (Chang dan Rhee, 1990). Kepemilikan merupakan banyaknya pihak dari para pemegang saham dalam satu periode, untuk pihak luar (kepemilikan saham umum) dihitung menjadi satu pihak, sedangkan untuk pihak dalam perusahaan dihitung dengan pihak kepemilikannya, berdasarkan banyaknya orang atau instansi. Kepemilikan merupakan variabel untuk menguji pertimbangan manajemen atas peranan deviden dalam menurunkan masalah agensi berdasarkan besarnya penyebaran kepemilikan saham. Dividend Payout Ratio (DPR) yang ditentukan perusahaan untuk membayar dividen kepada para pemegang saham setiap tahun yang dilakukan berdasarkan besar kecilnya laba bersih setelah pajak. Jumlah deviden yang dibayarkan akan mempengaruhi harga saham atau kesejahteraan para pemegang saham. DPR merupakan fungsi dari assets, equity, dan keuntungan suatu perusahaan. Populasi yang menjadi obyek studi ini adalah seluruh perusahaan yang terdaftar pada PT. Bursa Efek Jakarta sampai dengan Tanggal 31 Desember 1996, yaitu termasuk kelompok perusahaan yang memiliki saham aktif selama
enam tahun, mulai tahun 1991 sampai dengan tahun 1996. Kriteria dalam pemilihan sampel didasarkan pada: 1. Perusahaan terdaftar di PT. Bursa Efek Jakarta sejak tahun 1991 – 1996 2. Data perusahaan lengkap dengan faktor-faktor yang akan diteliti dalam studi ini, dan 3. Dividend Payout Ratio (DPR) lebih kecil atau sama dengan satu, hal ini disebabkan untuk menghindari indikasi permasalahan gulung tikar bagi emiten. Berdasarkan atas tiga kriteria tersebut, maka pengamatan final dilakukan pada 148 perusahaan yang memenuhi syarat. Data yang digunakan dalam studi ini adalah data sekunder yang meliputi laporan keuangan tahunan perusahaan dan laporan kegiatan perdagangan saham. Seluruh sumber data yang digunakan untuk menghitung setiap faktor dalam studi ini diperoleh dari PT. Bursa Efek Jakarta, Pusat Data Bisnis Indonesia (PDBI), Indonesian Capital Market Directory, Jakarta Stock Exchange Fact Book (JSX Fact Book).
PRIHANTORO, ESTIMASI PENGARUH…
11
PEMBAHASAN Data sekunder dalam studi ini dikumpulkan melalui berbagai sumber, dianalisis dengan bantuan program komputer. Untuk memperoleh pengamatan yang sesuai, maka terlebih dahulu data diseleksi dengan menggunakan program Microsoft Access dan Microsoft Excel. Kemudian untuk mengisi beberapa tambahan data dilakukan dengan bantuan program Microsoft Excel, untuk dilengkapi dengan publikasi dari PT. Bursa Efek Jakarta. Selanjutnya setelah seluruh data dari perusahaan yang dijadikan sampel studi ini diperoleh, maka dilakukan perhitungan beberapa variabel yang diperlukan dalam observasi. Untuk mengetahui terjadinya multikolinearitas dalam studi ini, maka digunakan matriks korelasi yang
dihitung dengan bantuan program komputer SPSS. Gejala otokorelasi diatasi menggunakan metode Lochran-Orcutt dengan melakukan transformasi lag. Menggunakan aplikasi statistik SPSS, ditunjukkan bahwa tidak terjadi gejala otokorelasi dalam model dengan DWU(=1.69)
12
konseptual dalam bentuk model awal, penjabaran diagram jalur, pemasukan input, pengidentifikasian model dan pengevaluasian kesesuaian indeks. AMOS didasarkan pada hubungan kausal, yaitu perubahan dari satu variabel diasumsikan menghasilkan perubahan terhadap variabel lain. Dalam studi ini dividend payout ratio (DPR) akan ditentukan oleh fungsi dari aset, equity dan penerimaan. Aset dan equity adalah elemen dari neraca yang merupakan perkiraan riil dan penerimaan adalah laporan laba rugi yang merupakan perkiraan nominal. Tahap ini meliputi kegiatan untuk menerjemahkan persamaan struktural, melakukan spesifikasii model pengukuran, dan mengidentifikasi korelasi antar konstruk dan indikator. Selain itu, pada tahap ini ditunjukkan adanya kesalahan dan pengukuran model, serta korelasi antara konstruk luar. Tahapan yang selanjutnya adalah dengan melakukan input seluruh data yang meliputi sebanyak 148 ukuran sampel yang terdiri dari tujuh variabel, yaitu X1 = posisi kas; X2 = potensi pertumbuhan; X3 = ukuran perusahaan; X4 = rasio hutang dan modal (rasio hutang dan modal); X5 = profitabilitas; X6 = kepemilikan (kepemilikan); dan X7 = dividend payout ratio (DPR). Kegiatan yang dilaksanakan pada tahap ini meliputi pengidentifikasian model, sehingga diharapkan akan diperoleh model yang paling baik diantara berbagai kemungkinan model yang bisa dilakukan dalam analisis. Dalam model ini elemen neraca hanya diwakili oleh assets saja, dan elemen laba rugi hanya dengan proksi penerimaan, sedangkan elemen lain adalah elemen campuran yaitu ukuran perusahaan (X3). Hasil pengujian model ditunjukkan Tabel 1.
JURNAL EKONOMI & BISNIS NO. 1, Jilid 8, Tahun 2003
Chi-Square 16.326
GFI 0.986
Tabel 1 df 6
p-value 0.388
Tabel 2 Adjusted GFI TLI 0.951 0.991
NFI 0.943
Tabel 3 RMR 0.055
RMSEA 0.019
Nilai signifikansi 0.388, lebih besar dari 0.05 maka hipotesa nol yang berbunyi “ada kesesuaian model”, dapat diterima. Pengujian-pengujian lainnya juga mendukung bahwa model yang dibuat memenuhi kriteria dan layak diinterpretasikan. Analisa hubungan variabel bebas terhadap DPR menunjukkan tidak semua variabel mempunyai hubungan yang signifikan. Variabel bebas yang mempengaruhi DPR secara signifikan adalah kelompok aset. Kemungkinan hal ini disebabkan adanya dominasi pengukuran dalam rasio akuntansi dimana sebagian besar menggunakan elemen riil yang berbentuk perkiraan neraca. Posisi kas dan rasio hutang dan modal juga berpengaruh signifikan terhadap DPR. Hal ini dimungkinkan karena penentu kebijakan deviden secara teoritis sangat berhubungan erat dengan posisi kas perusahaan, jumlah kewajiban serta besarnya laba ditahan. Secara parsial posisi kas berhubungan secara positif signifikan terhadap dividend payout ratio (DPR). Variabel ini memiliki pengaruh yang paling dominan terhadap DPR, dibandingkan dengan variabel yang lainnya. Hal ini menunjukkan bahwa semakin tinggi posisi kas suatu perusahaan, maka akan semakin tinggi pula kemampuannya untuk membayarkan deviden. Hasil ini juga mendukung teori-teori dan berbagai penelitian
PRIHANTORO, ESTIMASI PENGARUH…
serta kajian terdahulu, yang telah dikaji dalam bagian kerangka teori. Variabel Rasio hutang dan modal (DER), secara parsial memiliki hubungan yang negatif signifikan terhadap DPR. Variabel ini juga memiliki pengaruh yang dominan terhadap DPR, setelah posisi kas. Hal ini menunjukkan bahwa semakin tinggi tingkat DER yang berarti komposisi hutang juga semakin tinggi, maka akan mengakibatkan semakin rendahnya kemampuan perusahaan untuk membayarkan deviden. Setiap kenaikan DER akan menurunkan kemampuan perusahaan dalam membayarkan deviden kepada para pemegang saham, sehingga rasio pembayaran deviden akan semakin rendah. Hasil ini juga mendukung teori, kajian dan penelitian yang telah dilakukan sebelumnya.
PENUTUP Aset posisi kas, rasio hutang dan modal dan DER memberikan pengaruh signifikan terhadap DPR. Sebagian proksi yang digunakan dalam studi ini mengacu pada studi dari negara-negara yang pasar modalnya sudah sangat maju, terutama di Amerika Serikat, hal ini tentunya berbeda dengan kondisi pasar modal di Indonesia sebagai emerging capital market, khususnya di PT. Bursa Efek Jakarta (PT. BEJ). Kondisi di Indonesia, sebagian besar manajer emiten adalah juga menjadi pemegang sahamnya, karena walaupun telah go public, tetapi beberapa keterbatasan dan kelemahan perusahaan keluarga tetap menjadi ciri khas dan fenomena berbagai perusahaan di Indonesia. Kondisi ini dapat berpengaruh terhadap pengujian peran deviden dalam mengurangi masalah keagenan (agency problem). Adanya efek dari masing-masing sub sektor industri, perusahaan manufaktur tertentu dapat mempengaruhi penentuan faktor lain yang menjadi pertimbangan dalam menentukan kebijakan dan pem-
13
bayaran deviden. Hal ini juga akan mempengaruhi tingkat dividend payout ratio (DPR) dari masing-masing perusahaan.
DAFTAR PUSTAKA Alli, Kasim L., A. Qayyum Khan dan Gabriel G. Ramirez. 1993. Determinant of Corporate Dividend Policy; A Factor Analysis. The Financial Review. Volume 24. No. 4 November. 523-547. Arbuckle, James. 1993. Manual Analysis of Moment Structures (AMOS). AMOS 3.11. Update. January. Baker K., G. Farrelly dan R. Edlman. 1985. A Survey of Management Views on Dividend Policy. Financial Management. Autumn. 75-84. Brenna, M. dan A. Thakor. 1990. Shareholder Preferences and Dividend Policy. Journal of Finance. September. 993-1018. Chang R.P. dan SG. Rhee. 1990. Taxes and Dividend: The Impact of Personal Taxes on Corporate Dividend Policy and Capital Structure Decisions. Financial Management. Summer 21-31. DeAngelo, H. dan R. Masulis. 1980. Leverage and Dividend Irrelevancy Under Corporate and Personal Taxation. Journal of Finace. June. 453-464. John, K. dan J., Williams. 1985. Dividend Dilution and Taxes; A Signaling
14
Equilibirium. Journal of Finance. September. 1053-1069. Levy, H., dan M. Sarnat. 1990. Capital Investment and Financial Decisions. Fourth Edition. Prentice Hall Inc. Limtner, John. 1956. Distribution of Incomes of Corporation of Among Dividends, Retained Earnings, and Taxes. The American Review. May. 97-113. Miller, M. dan F. Modigliani. 1961. Dividend Policy, Growth and The Valuation of Shares. Journal of Business. October. 433-443. Myers, S., dan S., Majluf. 1984. Corporate Financing and Investment Decision When Firm Have Information That Investors Do Not Have. Journal of Financial Economics. June. 187-221. Rozeff, M. 1982. Beta and Agency Cost as Determinants of Payout Ratio. Journal of Financial Research. Fall. 249-259. Setyawan Widyantoro. 1995. Analisis Beberapa Faktor yang Berpengaruh Terhadap Kebijakan Deviden pada BUMN Bentuk Persero. Tesis. Program Pascasarjana UGM. Turnovsky, Stephen, Y. 1967. The Allocation of Corporate Profits Between Dividend and Retained Earnings. The Review of Economics and Statistic. November. Van Horn, James C. 1986. Fundamentals of Financial Management. Seventh Edition. Prentice Hall Inc.
JURNAL EKONOMI & BISNIS NO. 1, Jilid 8, Tahun 2003