ESTIMASI ONGKOS JASA PERAWATAN ALAT BERAT RIGID DUMP TRUCK KELAS 50-70 TON PADA MAINTENANCE SERVICE CONTRACT DI PT ABC Sinar Prasetyasrini, Nani Kurniati
Jurusan Teknik Industri Institut Teknologi Sepuluh Nopember (ITS) Surabaya Kampus ITS Sukolilo Surabaya 60111 Email:
[email protected] ;
[email protected]
Abstrak
Studi estimasi ongkos perawatan alat berat menjadi topik yang sangat menarik saat ini.Alat-alat berat memiliki karakteristik unik seperti memerlukan investasi yang besar, terdiri dari banyak komponen kompleks dan memerlukan ketersediaan tinggi. Ketika alat berat rusak, perusahaan yang menggunakan alat berat untuk operasi bisnisnya akan kehilangan pendapatan yang sangat besar. Jika perusahaan tersebut melakukan maintenance sendiri, perusahaan akan mengeluarkan banyak biaya. Jadi, perusahaan pemilik alat berat akan melakukan kerjasama dengan perusahaan penyedia perawatan untuk merawat alat beratnya. Kerjasama ini disebut sebagai kontrak jasa perawatan. Penelitian ini mengestimasikan ongkos jasa perawatan pada kontrak perawatan Rigid Dump Truck Kelas 50-70 Ton di PT ABC. PT ABC belum melakukan estimasi terhadap jumlah kerusakan alat dan downtime alat. Estimasi jumlah kerusakan alat dan downtime alat perlu diketahui untuk mengestimasikan besarnya ongkos jasa perawatan yang harus dikeluarkan PT ABC. Dari hasil perhitungan diperoleh rata-rata estimasi jumlah kerusakan pada alat adalah 38 kali kerusakan per unit per tahun. Rata-rata downtime alat adalah 527 jam per unit per tahun. Terakhir, rata-rata estimasi ongkos jasa perawatan yang dihasilkan adalah $ 60.590,88 per unit per tahun. Estimasi ongkos ini memiliki perbedaan sebesar $ 5.921,4 dari estimasi ongkos jasa perawatan yang dilakukan PT ABC. Kata kunci: estimasi cost, rigid dump truck, service contract ABSTRACT Study on estimation service cost of heavy equipment is very interesting topic nowadays. The heavy equipment have unique characteristics such as require high investment, have complex components, and require high availability. When the equipment was broken, the company that using equipments for their business operation will lose much revenue. If the company keep their maintenance activities by themselves, of course it will be costly. So, the company that using heavy equipment will make an agreement with maintenance service provider to maintain their equipments. This agreement is known as maintenance service contract. This study estimates maintenance service contract cost of Rigid Dump Trucks Class 50-70 Tonnage in PT ABC. PT ABC hasn’t make estimation for the number of failure and number of downtime for the equipment yet.The estimation for number of failure and number of downtime are need to know to estimate the service cost must be issued by PT ABC. The result shows that average estimation number of failure for equipment is 38 failure per unit per year. The average estimation downtime equipment is 527 hours per unit per year. Last, the estimation of maintenance service cost is $ 60.590,88. The differentation between the result and the estimation cost by PT ABC is $5.921,4. Keywords: estimating cost, rigid dump truck, service contract
1.
Pendahuluan Kebanyakan industri komoditas, misalnya industri pertambangan atau pertanian menggunakan alat berat seperti excavator, wheel loader, tractor, dump truck untuk operasi produksinya (loading, hauling, dan dumping). Operasi produksi tersebut hampir dilakukan setiap hari tanpa berhenti. Hal ini dapat mengindikasikan bahwa peran alat-alat berat
tersebut sangat penting bagi keberlangsungan operasi industri komoditas. Alat berat pada industri pertambangan memiliki beban kerja yang besar. Alat berat ini memiliki karakteristik-karakteristik tertentu sehingga memerlukan perawatan yang tinggi (Dewi and Voorthuysen, 2010), yaitu : 1) Memerlukan investasi yang besar, sehingga return on assets (ROA) harus tinggi. 2) Terdiri dari komponen dan teknologi yang kompleks. 1
3) Memerlukan availabilitas tinggi karena digunakan hampir 24 jam non stop. 4) Memiliki umur yang panjang. Ketersediaan alat berat harus tinggi agar operasi produksi berjalan dengan lancar. Ketersediaan alat berat bergantung salah satunya pada upaya pemeliharaan dan perawatan yang dilakukan oleh pemilik alat berat. Ketersediaan atau availabilitas alat merupakan perbandingan antara waktu ketersediaan alat dapat digunakan sesuai dengan fungsinya terhadap total waktu yang tersedia untuk beroperasi (Dunn, 1997). Ketidaktersedianya suatu alat dapat disebabkan oleh dua hal, yaitu adanya kegiatan perbaikan alat (corrective maintenance) dan adanya kegiatan pencegahan kerusakan alat (preventive maintenance). Kebanyakan pemilik alat berat akan menggunakan jasa pihak lain dalam melakukan maintenance peralatan tersebut (outsourcing). Kegiatan outsourcing dapat membawa dampak negatif pada pemilik peralatan. Pertama, membatasi pengetahuan yang dimiliki pemilik alat berat itu sendiri tentang maintenance alat. Kedua, pemilik alat berat akan sangat bergantung pada penyedia jasa perawatan alat (Wang, 2010). Kegiatan outsourcing juga dapat dianggap sebagai keputusan yang tepat pada waktu tertentu (Martin, 1997). Pemilik alat berat tidak perlu memiliki teknologi, tenaga kerja, dan fasilitas sendiri untuk melakukan perawatan alat. Dengan adanya outsourcing, berarti pemilik alat berat melakukan kontrak kerjasama dengan perusahaan penyedia jasa perawatan alat berat dalam kegitan perawatan (maintenance contract). PT ABC merupakan salah satu distributor yang menyediakan alat berat untuk keperluan industri tambang di Indonesia. Produk yang disediakan adalah excavator, dump truck, tractors beserta jasa perawatannya. Dalam penelitian tentang klasifikasi jasa, jasa perawatan pada alat berat termasuk dalam kategori product-oriented services (Dewi and Voorthuysen, 2010). Jasa perawatan (service) ini umumnya sudah melekat dengan produk yang dibeli konsumen, sebagai kontrak jasa perawatan (maintenance contract). Dengan kata lain, produk alat berat memiliki fasilitas after sales service. Selama ini PT ABC mengestimasikan jumlah kerusakan alat dengan mengambil ratarata pada jam operasi keberapa alat sering rusak
(cara praktis). Peneliti merasa pendekatan tersebut memiliki kekurangan, yaitu belum memperhatikan pola kerusakan alat pada kondisi ril. Dengan pendekatan tersebut kemungkinan penetapan ongkos jasa perawatan yang kurang akurat dapat terjadi. Padahal unscheduled breakdown cost juga memberikan kontribusi terhadap penentuan besar ongkos jasa perawatan yang akan ditawarkan kepada konsumen. Jika ongkos yang ditawarkan kepada konsumen terlalu mahal, maka konsumen tidak akan melakukan maintenance contract. Sebaliknya, jika ongkos jasa yang ditawarkan terlalu murah, maka PT ABC akan mengalami kerugian. Variabel tersebut juga berperan dalam menentukan untung atau ruginya sebuah maintenance contract. Dengan adanya permasalahan seperti itu, maka melalui penelitian kali ini alternatif pendekatan yang lain untuk mengestimasikan ongkos jasa perawatan alat ditawarkan. Estimasi ongkos jasa perawatan dilakukan dengan mempertimbangkan pola kerusakan dan total donwtime peralatan. Hal ini perlu diestimasikan karena jumlah kerusakan dan total downtime peralatan nanti akan berpengaruh terhadap total ongkos jasa perawatan yang akan ditawarkan kepada konsumen. Asumsi yang digunakan pada penelitian ini adalah 1. Faktor-faktor penyebab terjadinya kerusakan diabaikan. 2. Jika ada kerusakan, kerusakan tersebut menyebabkan alat berat shutdown. 3. Unscheduled breakdown repair yang dilakukan adalah minimal repair yang tidak mengubah laju kerusakan alat. 4. Downtime alat sama dengan repair time. 5. Tidak ada alat berat yang standby pada site. 6. Tenaga kerja selalu mencukupi. 7. Semua alat dianggap baru. 8. Nilai satu jam waktu analog sama dengan 1,35 kali lebih besar dari satu jam pada hourmeter terbaca. 2.
Metodologi Estimasi ongkos jasa perawatan dilakukan dengan mempertimbangkan pola kerusakan dan total donwtime peralatan. Jumlah kerusakan dan total downtime alat diestimasikan dengan pendekatan reliability (Soepardi, 2002). Pada pendekatan tersebut, ongkos jasa perawatan ditentukan oleh 2 hal, yaitu ekspektasi jumlah
2
kerusakan dan ekspektasi total downtime alat. Untuk menghitung ekspektasi jumlah kerusakan dan ekspektasi total downtime alat perlu diketahui dahulu pola kerusakan dan total downtime alat. Pola kerusakan dan total downtime alat diketahui dari hasil fitting data waktu antar kerusakan alat (TTF) dan waktu antar perbaikan alat (TTR) menggunakan input analyser software Arena 5.0. 3.
Sistem Perawatan Perawatan adalah kegiatan memperbaiki, mengganti, memodifikasi peralatan atau sistem. Peralatan diberikan perawatan agar dapat berfungsi sesuai dengan fungsinya. Kegiatan perawatan yang umum dipakai ada 3 macam, yaitu inspeksi, perawatan perbaikan, dan perawatan preventif (Nasution, 2006). Perawatan perbaikan (corrective) adalah perawatan yang dilakukan hanya pada saat peralatan mengalami kerusakan. Perawatan preventif dilakukan secara berkala untuk mengantisipasi terjadinya kerusakan. Sedangkan inspeksi adalah kegiatan pemeriksaan yang dimaksudkan untuk menentukan kondisi operasi sebuah fasilitas baik secara visual maupun dengan pengukuran tertentu. Perawatan berkaitan erat dengan tindakan pencegahan (preventive) dan perbaikan (corrective). Tindakan-tindakan tersebut dapat berupa: 1. Servis (service), yaitu kegiatan untuk menjaga kondisi suatu sistem, biasanya telah diatur dalam buku panduan pemakaian sistem. 2. Penggantian komponen (replacement), yaitu kegiatan penggantian komponen yang dianggap rusak atau tidak memenuhi kondisi yang diinginkan. Kegiatan ini dapat dilakukan secara mendadak atau dengan perencanaan pencegahan terlebih dahulu. 3. Perbaikan (repair), yaitu tindakan perbaikan minor yang dilakukan pada saat terjadi kerusakan kecil. 4. Overhaul, yaitu tindakan perbaikan besarbesaran (perbaikan total) yang biasanya dilakukan pada akhir periode tertentu dan direncanakan. 4.
Kontrak Jasa Perawatan (Maintenance Contract) Outsourcing dalam kegiatan perawatan ini meliputi semua atau beberapa kegiatan
perawatan akan dilakukan oleh pihak luar di bawah kontrak (Murthy and Asgharizadeh, 1999). Kegiatan operasional dan maintenance membutuhkan servis kontrak untuk menjalankan dan merawat operasi dengan fasilitas yang kompleks (Panesar and Markeset, 2008). Maintenance contract dapat diklasifikasikan menjadi 3 jenis (Tsang, 2002, Martin, 1997), yaitu: - The work package (time, material, labor) Pada kontrak ini, penyedia maintenance contract menyediakan material, tenaga kerja dan waktu untuk menjalankan kegiatan yang sudah diperintahkan oleh perusahaan penyewa. Oleh karena itu, durasi kontrak cenderung berdasarkan pada scope pekerjaan yang akan disubkontrakkan. - The performance based Kedua pihak yang saling bekerjasama secara bersama menentukan kriteria performansi yang akan ditingkatkan. Sehingga, kedua pihak harus mengerti tujuan bersama. Jika terdapat kegagalan, maka penyedia maintenance contract menanggung penalti yang sudah ada dalam kontrak. - The facilitator types Kontrak jenis ini paling jarang digunakan. Berdasarkan ketiga jenis kontrak tersebut, kontrak jasa perawatan pada PT ABC adalah berjenis work package. PT ABC menyediakan teknisi, spare part, fasilitas, teknologi, dan waktu untuk melakukan maintenance. Kontrak jasa perawatan yang ditawarkan PT ABC ada 2 macam, yaitu Full Maintenance Contract (FMC) dan Service Maintenance Contract (SMC). 5.
Gambaran Objek Penelitian Rigid Dump Truck Kelas 50-70 Ton adalah salah satu produk unggulan PT ABC. Alat berat ini cocok digunakan untuk mengangkut material pada jarak menengah sampai jarak jauh (500 meter atau lebih). Produk ini memiliki maximum payload 50-70 Ton dan gross power 392 kW. Selain itu alat ini dilengkapi dengan smooth shifting dan electronically-controlled transmission.
3
:lama downtime alat karena preventive maintenance t : failure time e :2,718281828 (logaritma natural) j : jumlah CM Hj (t) :probabilitas terjadinya j CM selama interval waktu (0,t) : kerusakan alat selama (0,t) C(τ) :downtime alat karena unscheduled breakdown Fc(x) :distribusi C(τ) Cj : kumulatif downtime alat sampai dengan j CM k
Gambar 1 Rigid Dump Truck Kelas 50-70 Ton
Rigid Dump Truck Kelas 50-70 Ton memiliki banyak komponen dan sangat kompleks. Beberapa komponen yang memiliki fungsi penting sebagai penunjang pengoperasian alat, yaitu: 1) Engine: Mesin piston untuk pembakaran. 2) Transmission: Gear dan gearing untuk transmisi. 3) Steering: Roda kemudi dan kolom kemudi. 4) Brake: sebagai pengatur pressure angin. 5) Suspension: sebagai peredam kejutan yang timbul dari permukaan jalan. 6) Tyres : Ban dengan diameter lebih dari 1.000 mm. 7) Axle: Komponen yang dipasang pada bagian bawah chasis bagian depan sebagai dudukan roda depan. 6.
Pemodelan Ongkos Jasa Perawatan Variabel-variabel yang digunakan dalam model estimasi ongkos jasa perawatan Soepardi (2002) adalah f(t) :fungsi densitas dari T S(t) :fungsi keandalan (survivor) F(t) :fungsi kepadatan kumulatif dari T :fungsi keandalan (reliability) P :probabilitas sebuah sistem akan hidup sampai waktu t T :waktu h(t) :laju kerusakan (hazard function) nm :jumlah preventive maintenance yang dilakukan :ongkos satu kali preventive CM maintenance CR :ongkos satu kali corrective maintenance CL :ongkos tenaga kerja :ekspektasi total downtime alat ED EC :ekspektasi downtime alat karena corrective maintenance EP :ekspektasi downtime alat karena preventive maintenance
Xi
: downtime alat karena CM ke-i
G(x)
: fungsi distribusi Xi : j-Fold Stieljes convolution dari G(x)
r(x)
:fungsi intensitas (Non Homogeneous Poisson Process)
E[X]
:ekspektasi downtime alat yang disebabkan unscheduled breakdown
E[N(τ)] :ekspektasi jumlah kerusakan alat E[C(τ)] :ekspektasi total downtime alat karena unscheduled breakdown 6.1 Model Kerusakan Alat Pada penelitiannya, Soepardi (2002) menjelaskan bahwa kejadian kerusakan alat terjadi secara acak dan dipandang sebagai proses acak. Jika N(t), t adalah jumlah kejadian kerusakan alat dan diambil tindakan minimal repair selama interval (0,t), maka N(t) menunjukkan jumlah Corrective Maintenance (CM) yang dilakukan. Berdasarkan hal tersebut, {N(t), t } adalah kerusakan alat selama (0,t) yang terjadi pada suatu NonHomogeneous Poisson Process (NHPP) dengan fungsi intensitas r(x). Ekspektasi jumlah CM selama interval waktu (0,τ) adalah (1) Sedangkan probabilitas terjadinya j CM selama interval waktu (0,τ) adalah (2) (3) 6.2 Model Total Downtime Downtime merupakan lamanya waktu peralatan tidak dapat berfungsi. Hal yang dapat menyebabkan downtime adalah kegiatan preventive maintenance (PM) dan corrective maintenance (CM). Ekspektasi total downtime alat berat adalah
4
ED=EC+EP
(4)
6.2.1 Ekspektasi Downtime yang Disebabkan Oleh CM Setiap CM menyebabkan peralatan dalam kondisi down dan kejadian ini bersifat acak. Downtime alat karena CM ke-i dinyatakan sebagai Xi (i=1,2,...). Xi merupakan variabel non-negatif yang berdistribusi identik dan independen dengan fungsi distribusi G(x), yaitu: (5) Kumulatif downtime alat sampai dengan j CM dinyatakan oleh: (6) dengan C0=0, maka fungsi distribusi Cj adalah (7) dimana G[j](x) merupakan j-Fold Stieljes convolution dari G(x), G[0](x)=1 untuk x 1 dan G[0](x)=0 untuk x<0. Andaikan C(τ) adalah total lama downtime alat karena CM sampai dengan saat τ, dan misalkan terdapat j CM, maka: (8) Persamaan (8) menunjukkan bahwa C(τ) kondisional terhadap N(τ)=j, jika syarat kondisional tersebut dilepas, maka akan menghasilkan distribusi C(τ), yaitu: (9) Didefinisikan Fc(x) adalah distribusi C(τ). Dengan mensubtitusi persamaan (2.33) ke dalam persamaan (2.40) diperoleh: Fc(x)= {Cj Hj(τ)} (10) (11) Sehingga, ekspektasi total downtime alat yang disebabkan oleh CM sampai saat τ adalah (12) Persamaan tersebut diterjemahkan Wald’s Equation, sehingga diperoleh: E[C(τ)]=E[N(τ)] E[X] dimana maka
E[X]=E[Xi]
melalui (13)
Substitusi persamaan (1) dan persamaan (15) ke dalam persamaan (13) diperoleh: (16) 6.2.2 Ekspektasi Downtime yang Disebabkan Oleh PM Pada saat peralatan berada pada kondisi down karena PM, lama alat berada pada status tersebut relatif konstan. Andaikan P( adalah total lama alat berada pada status down karena PM sampai saat yang dinyatakan sebagai k, maka: (16) 6.2.3 Ekspektasi Total Downtime Alat Misal D(τ) adalah total lama alat berada pada status down, baik disebabkan oleh CM maupun PM sampai dengan saat τ, maka: D(τ) = C(τ) +P(τ) (17) Ekspektasi D(τ) peralatan adalah
(18)
Ekspektasi total ongkos jasa perawatan alat selama interval (0, ) adalah
0
0 [1−
+
(19)
7. Penentuan Pola Kerusakan dan Downtime Alat Pola kerusakan dan downtime alat diketahui distribusinya melalui fitting data waktu antar kerusakan (TTF) dan waktu antar perbaikan alat (TTR) dengan input analyser software Arena 5.0. Untuk menentukan pola kerusakan peralatan, diamati 10 alat, yaitu Rigid Dump Truck 1,2,3…,10 yang disingkat namanya menjadi RD1, RD2,RD3…,RD10. Pola kerusakan dan pola downtime pada masing-masing selanjutnya digunakan untuk menentukan ekspektasi jumlah kerusakan dan total downtime pada masing-masing alat. Hasil fitting data menunjukkan bahwa distribusi kerusakan alat adalah Weibull dengan parameter β dan η. Sedangkan waktu antar perbaikan alat berdistribusi Eksponensial dengan mean β.
(14) (15)
5
Tabel 1. Hasil fitting waktu antar kerusakan masing-masing alat
Gambar 2. Hasil regresi Weibull Analysis RD1
Tabel 2. Hasil fitting waktu antar perbaikan masing-masing alat
Persamaan regresi RD1 adalah Y= 0.7265 X - 3.1291 Sedangkan estimasi parameter Weibull: β = m = 0.727 η = exp (- intercept/β)= 74,203 Tabel 4. Hasil Weibull Analysis waktu antar kerusakan masing-masing alat
Selain itu digunakan metode grafis untuk menentukan pola kerusakan alat. Metode tersebut adalah Weibull Analysis. Weibull Analysis ini juga digunakan untuk mengestimasi parameter Weibull. Cara kerja Weibull analysis adalah data waktu antar kerusakan di-plot dalam persamaan garis lurus (regresi) Tabel 3. Contoh Weibull Analysis RD1
8. Perhitungan Ekspektasi Jumlah Kerusakan dan Ekspektasi Total Downtime Alat karena Unscheduled Breakdown Setelah diketahui pola kerusakan alat, maka selanjutnya adalah mengestimasikan jumlah kerusakan alat. Pola kerusakan peralatan adalah Weibull dengan parameter β dan η. Perhitungan ekspektasi kerusakan masing-masing alat dilakukan dengan menggunakan Persamaan (1), yaitu:
Titik τ adalah 5.000 hours (periode satu tahun kontrak). Jika dikonversikan dalam waktu analog maka titik τ adalah 5.000 hours x 1,35 = 6.750 hours. Contoh perhitungan RD1 β= 0,72 dan η= 74,2
6
Tabel 5. Ekspektasi jumlah kerusakan masing-masing alat
Sehingga,
Dari hasil perhitungan tersebut, ekspektasi jumlah kerusakan RD1 selama (0, 6750) hours adalah 25 kali. Sedangkan, ekspektasi jumlah downtime karena unscheduled breakdown alat dihitung menggunakan Persamaan (16).
Contoh perhitungan RD1 β= 24.6
Tabel 6. Ekspektasi jumlah total downtime karena unscheduled breakdown masing-masing alat
9. Perhitungan Estimasi Ongkos Jasa Perawatan Alat Ongkos jasa perawatan alat pada kontrak FMC yang dijadikan pembanding dalam penelitian ini adalah ongkos jasa perawatan pada periode pertama saja. Hal ini dikarenakan pada tahun berikutnya ada kegiatan midlife yang biayanya tidak diketahui oleh peneliti. Estimasi ongkos jasa perawatan yang dilakukan PT ABC pada periode pertama kontrak adalah $66.512,28. Sedangkan contoh estimasi ongkos jasa perawatan hasil perhitungan pada RD1 dapat ditunjukkan pada Tabel 7. Data biaya yang ditentukan oleh perusahaan:
Setelah dilakukan perhitungan ekspektasi jumlah kerusakan dan ekspektasi total downtime karena unscheduled breakdown terhadap 10 alat maka didapatkan hasil sebagai berikut:
-
Scheduled Breakdown cost (periodical service spare part) Labor Cost (6 tenaga kerja x $ 4,37/hour/person) Biaya satu kali dilakukan unscheduled breakdown repair rata-rata = $650
7
Tabel 7.Estimasi ongkos jasa perawatan hasil perhitungan pada RD1
Tabel 8.Estimasi ongkos jasa perawatan hasil perhitungan pada masing-masing alat
Estimasi ongkos jasa perawatan hasil perhitungan dengan mempertimbangkan pola kerusakan dan total downtime alat tidak memiliki selisih yang jauh berbeda. Estimasi ongkos jasa perawatan oleh PT ABC pada tahun pertama FMC adalah $ 66.512,28. Sedangkan hasil rata-rata estimasi ongkos jasa perawatan alat hasil perhitungan adalah $ 60.590,88. Ada perbedaan nilai sebesar $ 5.921,4 atau sekitar 8% lebih rendah dari nilai estimasi eksisting. Hal ini dikarenakan pendekatan yang digunakan untuk menghitung ongkos jasa perawatan hanya mengandalkan ekspektasi jumlah kerusakan dan total downtime alat yang diketahui melalui pola kerusakan dan pola total downtime alat. Nilai parameter pada pola data kerusakan dan pola data total downtime alat sangat mempengaruhi ekspektasi jumlah kerusakan dan total downtime alat. Oleh karena itu pola data kerusakan dan total downtime alat beserta parameterparameternya dapat mempengaruhi ekspektasi jumlah kerusakan dan total downtime alat. Hal ini pada akhirnya akan membawa pengaruh kepada estimasi ongkos jasa perawatan yang dihasilkan.
10. Simpulan Adapun simpulan yang didapatkan dari penelitian ini adalah 1. Waktu antar kerusakan alat berat jenis Rigid Dump Truck Kelas 50-70 Ton diketahui berdistribusi Weibull. 2. Downtime alat yang disebabkan oleh unscheduled breakdown memiliki distribusi Eksponensial. 3. Estimasi kerusakan alat rata-rata adalah 38 kerusakan per unit per tahun. 4. Estimasi downtime alat yang disebabkan oleh unscheduled breakdown rata-rata adalah 527 hours per unit per tahun. 5. Hasil estimasi ongkos jasa perawatan alat hasil perhitungan rata-rata adalah $ 60.590,88 per unit per tahun. Ada perbedaan nilai sebesar $ 5.921,4 atau sekitar 8% lebih rendah dari nilai estimasi yang dilakukan PT ABC. 11. Daftar Pustaka Anonim.(2011).Distribusi Gamma.URL: vosesoftware.com (diakses pada 11 Maret 2011). Anonim.(2011).Distribusi Weibull. URL: http://www.weibull.com/basics/paramet ers.htm (diakses pada 11 Maret 2011) Ashgarizadeh, E, Murthy, D. N. P. 1998. Service contracts: A stochastic model. Mathematical and Computer Modelling, 31, 11-20. Asgharizadeh, E, Murthy, D. N. P. 1999. Optimal decision making in a maintenance service operation. European Journal of Operational Research, 116, 259-273. Dewi, D.S, Voorthuysen, E.J. 2010. Service Development in Heavy Equipment Industry. School of Mechanical and Manufacturing University of New South Wales Sydney NSW AUSTRALIA, 2032. Dunn, S. 1997. Optimizing Production Scheduling for Maximum Plant Utilization and Minimum Downtime. The Dollar Driven Mining Conference. Leitch, R.D. 1995. Reliability Analysis for Engineers, New York, Oxford University Press. Lewis,E.E. 1987. Introduction to Reliability Engineering, New York, John Wiley and Son. Martin, H.H. 1997. Contracting out maintenance and a plan for future research. Journal
8
of Quality in Maintenance Engineering 3, 81–90. Murthy, D.N.P, Rodin, E.Y 1990. Mathematical Modelling : A Tool for Problem Solving in Engineering, Physical, Biological and Social Sciences, New York, Pergamon Press. Nasution, A.H. 2006. Manajemen Industri, Yogyakarta, Penerbit ANDI. Panesar,S.S,Markeset,T.2008. Methodology and Theory: Industrial service innovation through improved contractual relationship (A case study in maintenance). Journal of Quality in Maintenance Engineering, Vol. 14 No. 3, 2, pp. 290-305. Soepardi, A. 2002. Estimasi Ongkos Jasa Perawatan Alat Berat Wheel Loader (Studi Kasus di PT XYZ). Magister, Institut Teknologi Bandung. Tsang, A.H.C. 2002. Strategic dimensions of maintenance management. Journal of Quality in Maintenance Engineering, Vol. 8 No. 1, pp. 7-39. Walpole, R.E, Myers, D.E. 1990. Probability and Statistic for Engineers and Scientists, New York, Macmillan Publishing Company. Wang, W. 2010. A model for maintenance service contract design, negotiation and optimization. European Journal of Operational Research, 201, 239-246. Wolstenholme, L.C. 1999. Reliability Modelling: A Statistical Approach, London, Chapman&Hall /CRC.
9