O. Dewanto, Estimasi Heat Flow Berdasarkan
Estimasi Heat Flow Berdasarkan Konduktivitas Panas Sumur Hasil Pengukuran dan Perhitungan pada Sumur Minyak di Sumatera Tengah Ordas Dewanto Jurusan Fisika FMIPA Universitas Lampung Jl. S. Brojonegoro No. 1 Bandar Lampung 35145 Email:
[email protected] Abstrak The research of heat flow distribution of the basin area is very important to do, because the heat flow is one of parameters to determine the total heat that is inside stone of the well and it can use as parameter to determine hydrocarbon maturation. The thermal parameter is important to find the heat flow at drilling well of petroleum is stone heat conductivity. This research has been done the two petroleum wells of ‘X’ central Sumatera. By the developing a concept based on the heat that support geological and petrophysical datas, this research gives a method to determine the value of heat flow from the stone heat conductivity of the result of measurement and calculation. The heat flow that is obtained from the result of multiplexing heat conductivity and temperature gradient of interval and depth. The heat flows for the Well-A based on the calculation and measurement of the stone heat conductivity, respectively are 107 mW/m2 and 110 mW/m2, and the heat flows for the Well-B, respectively are 100 mW/m2 dan 102 mW/m2. Keywords: conductivity, gradient temperature, heat flow Pendahuluan Di bawah permukaan bumi terdapat sumber panas yang terletak di pusat bumi. Panas tersebut mengalir dari bawah ke atas menyebar menuju ke permukaan bumi. Aliran panas bumi yang dimaksud adalah jumlah panas yang mengalir dari dalam bumi menuju ke permukaan dengan cara konduksi. Aliran panas atau heat flow (Q) mempengaruhi ruang batuan, sehingga pada setiap ruang batuan mempunyai panas. Perubahan temperatur dapat mempengaruhi zat organik yang terkandung dalam sedimen. Jumlah panas yang terjadi pada ruang batuan akan mempengaruhi maturasi hidrokarbon atau kematangan minyak bumi1,2. Temperatur
188
dan konduktivitas panas pada masingmasing ruang batuan berbeda-beda, karena adanya porositas dan fluida yang menyebabkan atau mempengaruhi panas yang berasal dari aliran panas tersebut3. Heat flow (Q) merupakan aliran panas per waktu dan per satuan luas daerah dalam arah vertikal. Konduktivitas panas batuan merupakan salah satu parameter termal yang sangat penting untuk mengetahui harga heat flow pada sumur pengeboran minyak bumi. Besarnya jumlah panas pada masingmasing batuan berbeda-beda, karena masing-masing batuan tersebut mempunyai kemampuan menghantarkan panas yang berbeda-beda.
2004 FMIPA Universitas Lampung
J. Sains Tek., Desember 2004, Vol. 10, No. 3
Dewanto (2002) dalam penelitiannya menyimpulkan bahwa porositas sangat berpengaruh terhadap besar kecilnya konduktivitas panas batuan4. Jika dalam suatu batuan mempunyai pori-pori yang besar, maka pada batuan tersebut akan mempunyai konduktivitas panas batuan yang kecil, begitu juga sebaliknya, sehingga konduktivitas panas batuan (sedimen) mempunyai harga yang berbedabeda, karena dipengaruhi oleh banyak faktor, diantaranya jenis batuan, porositas dan umur batuan. Adanya tekanan yang menyebabkan harga porositas makin berkurang, akan memelihara terdapatnya tenaga penggerak untuk migrasi dan juga mengatur atau mempengaruhi panas sehingga menyebabkan terjadinya perbedaan temperatur pada ruangan tertentu. Melihat uraian tersebut di atas, maka sangat penting dilakukan penelitian untuk mengetahui distribusi heat flow pada suatu daerah cekungan, karena harga heat flow merupakan salah satu parameter untuk perhitungan jumlah panas yang berada pada batuan-batuan yang dilaluinya (konveksi dan konduksi), dan dapat digunakan sebagai dasar untuk menentukan maturasi hidrokarbon. Seperti telah disebutkan di atas bahwa konduktivitas panas batuan merupakan salah satu parameter termal yang sangat penting. Parameter tersebut berhubungan erat dengan porositas. Penelitian ini menyajikan sebuah metoda dengan mengembangkan konsep dasar panas yang didukung oleh data geologi dan petrofisika. Untuk menentukan harga heat flow pada sumur minyak di Cekungan Sumatera Tengah, yaitu: (1) dengan mengukur langsung harga konduktivitas panas batuan dari core di laboratorium, (2) dengan menghitung harga konduktivitas panas batuan dari data porositas dan konduktivitas panas fluida, (3) dengan menghitung gradien temperatur pada sumur pengeboran.
2004 FMIPA Universitas Lampung
Metode Penelitian Tempat dan Waktu Penelitian ini dilaksanakan di Lab. Geofisika FMIPA Unila Bandar Lampung, dan di Lab. Geothermal Lemigas Jakarta. Waktu penelitian selama 6 bulan, yaitu: • Pengukuran konduktivitas panas dan porositas batuan, di Lab. Geothermal dan Lab. Petrofisika Lemigas selama 2 bulan. • Pengolahan dan Analisa Data di Lab. Geofisika FMIPA Unila, selama 3 bulan. • Pembuatan Laporan Hasil dan Presentasi di Unila, selama 1 bulan. Pengambilan Data a. Data Sumur dan Petrofisika • BHT (Bore Hole Temperature), diperoleh dari temperatur dasar sumur5 • Porositas (φ), diperoleh dari pengukuran di laboratorium b. Data Geologi • Peta Geologi dan stratigrafi c. Data Geothermal • Konduktivitas Panas (KB), diperoleh dari pengukuran di lab. dan perhitungan. • Gradien Temperature (GT), diperoleh dari perhitungan. Pengolahan Data a. Menghitung konduktivitas panas batuan dari porositas. Menggunakan persamaan: K B = K φ × K s( 1 − φ ) f
(1)
dimana: KB : konduktivitas batuan Kf : konduktivitas fluida KS : Konduktivitas solid φ : Porositas 189
O. Dewanto, Estimasi Heat Flow Berdasarkan
b. Menghitung konduktivitas panas formasi dan sumur
Dalam hal ini gradien temperatur tiap-tiap formasi juga dihitung, dengan menggunakan persamaan sebagai berikut:
Setelah diperoleh harga konduktivitas panas batuan hasil pengukuran dan perhitungan dari porositas, kemudian menentukan harga konduktivitas panas formasi (KFM) dengan cara perhitungan berdasarkan harga konduktivitas panas batuan dan ketebalan dalam formasi tersebut1 d 1 B 1 + d B 2 + ..... × d + + d ..... K B 1 K B 2 B 1 B 2
K FM =
−1
(2)
dimana: KFM = konduktivitas panas formasi (10-3 cgs) dB1 = ketebalan jenis litologi-1 (m) dB2 = ketebalan jenis litologi-2 (m) dB1+dB2 = ketebalan formasi (m) KB1 = konduktivitas panas jenis litologi1 (10-3 cgs) KB2 = konduktivitas panas jenis litologi2 (10-3 cgs) dan seterusnya disesuaikan dengan jenis litologinya.
GTFM =
Q K FM
(5)
dimana, GTFM = gradien temperatur formasi (OC/100m) Q = aliran panas bumi (×10-6 cal cm-2s-1) KFM = konduktivitas panas formasi (×10-3 cal cm-1 det-1 OC-1) d. Menghitung heat flow/aliran panas bumi (Q) Menggunakan persamaan:
Q =K
dT dZ
(6)
• Berdasarkan KB hasil pengukuran: Q = K SM × GT Q
• Berdasarkan KB hasil perhitungan8 = ( K φ × K s( 1 − φ ) ) × GT ⇔ f
Q = K FM × GT
⇔ ⇔
d FA d FB d FN 1 × + + ..... + K FB K FN DA K FA
Q =
Q = K SM × GT
−1 × GT
(7)
Analisis Data Sedangkan untuk menghitung harga konduktivitas panas sumur dipakai rumus sebagai berikut1 d FA 1 d d + FB + ..... + FN × K K K FB FN DA FA
K SM =
−1
(3)
dimana; KSM = konduktivitas panas yang dihitung dari dalam akhir sumur s/d permukaan (10-3 cgs) dFA,dFB,dFN = ketebalan formasi A, B s/d N (m atau cm) DA = dalam akhir (total depth)
a. Menganalisis harga heat flow berdasarkan harga konduktivitas panas batuan hasil pengukuran dan perhitungan dari porositas. b. Validasi harga heat flow berdasarkan harga konduktivitas panas batuan hasil pengukuran dan perhitungan dari porositas. Hasil dan Pembahasan Konduktivitas panas batuan
c. Menghitung Gradien Temperatur ( dT ) dZ
Gradien Temperatur ditentukan sesuai teori Klemme (1972) dan Harsono (1993), dengan persamaan6,7. dT ( Tf − Tm ) = × 100 dZ D
190
(4)
Kita lihat pada sumur A-1 dan B-1, perubahan nilai konduktivitas panas batuan tidak terlalu besar untuk setiap kenaikan nilai kedalaman. Hal tersebut bukan berarti tekanan tidak mempunyai pengaruh, tetapi di daerah kedua sumur tersebut tidak terjadi over pressure. Jika kita bandingkan harga konduktivitas panas pada sumur A-1 dan B-1, terjadi
2004 FMIPA Universitas Lampung
J. Sains Tek., Desember 2004, Vol. 10, No. 3
perbedaan yang tidak begitu besar. Pada sumur A-1 dan B-1, semakin bertambah kedalaman, maka konduktivitas panas batuan (untuk sand dan shale) semakin besar. Sumur A-1 mempunyai harga konduktivitas panas batuan yang lebih besar dibandingkan Sumur B-1, karena Sumur A-1 selain mempunyai umur yang sama, juga berada pada daerah yang lebih dalam dan tekanan yang mempengaruhi ruang batuan lebih besar, sehingga mempengaruhi porositas. Hasil pengolahan data menunjukkan model grafik yang eksponensial antara konduktivitas panas sandstones terhadap kedalaman. Konduktivitas panas sandstone memiliki nilai yang lebih besar dibandingkan konduktivitas panas batuan shale, untuk setiap bertambahnya keda-
Gambar 1.Konduktivitas Panas Sandstone vs Kedalaman (K pengukuran di Lab)
Gambar 3. Konduktivitas Panas Sandstone vs Kedalaman (K hasil perhitungan)
2004 FMIPA Universitas Lampung
laman, ditunjukkan dalam Gambar 1 dengan 2, dan Gambar 3 dengan 4. Selain itu dalam gambar tersebut terlihat jelas bahwa harga konduktivitas panas batuan yang diperoleh dengan cara mengukur core di laboratorium mempunyai harga yang hampir sama dengan cara perhitungan konduktivitas panas batuan dari porositas. Nilai porositas (φ) yang menurun secara exponensial setiap bertambah kedalamannya disebabkan karena adanya pengaruh tekanan overburden, yang mempengaruhi setiap ruang batuan di dalam bumi, sehingga ruang batuan tersebut mempunyai bentuk dan sifat yang berbeda-beda. Karena harga porositas (φ) semakin kecil, maka K semakin besar setiap bertambah kedalaman, sesuai dengan hasil riset Nakayama (1987)9.
Gambar 2. Konduktivitas Panas Shale vs Kedalaman (K pengukuran di Lab)
Gambar 4. Konduktivitas Panas Shale vs Kedalaman (K hasil perhitungan)
191
O. Dewanto, Estimasi Heat Flow Berdasarkan
Tabel 1. Hasil Perhitungan Konduktivitas Panas Kelompkok Formasi (KKF) dan Gradien Temperatur Kelompkok. Formasi (GTKF) pada Sumur A-1 berdasarkan Pengukuran dan Perhitungan KB Formasi
Ketebalan Kelp. Formasi (cm)
Kond. Panas Gradien Temperatur Kelp. Formasi Kelp. Formasi o (cal/cm dt c) (oc/100m)
Penguk. Perhit. Penguk. Perhit. Penguk. Minas Petani Telisa Sihapas Atas Sihapas Bawah Pematang Sandstones Pematang Mudstones Pematang Brush Pematang LP Basement
Perhit.
96900
96900
4.53
4.44
6.06
6.05
91100
91100
6.87
6.68
4.00
4.02
8400
8400
7.59
7.59
3.62
3.54
Tabel 2. Hasil Perhitungan Konduktivitas Panas Kelompkok Formasi (KKF) dan Gradien Temperatur Kelompkok. Formasi (GTKF) pada Sumur B-1 berdasarkan Pengukuran dan Perhitungan KB Formasi
Ketebalan Kelp. Formasi (cm)
Kond. Panas Gradien Temperatur Kelp. Formasi Kelp. Formasi (cal/cm dt oc) (oc/100m)
Penguk. Perhit. Penguk. Perhit. Penguk. Minas Petani Telisa Sihapas Atas Sihapas Bawah Pematang Sandstones Pematang Mudstones Pematang Brush Pematang LP Basement
93000
93000
4.62
4.57
5.53
5.50
43200
43200
6.36
6.15
4.01
4.09
4180
4180
7.40
7.35
3.45
3.42
Berdasarkan persamaan Nakayama9, jelas sekali bahwa porositas sangat mempengaruhi konduktivitas panas batuan. Grafik hubungan antara porositas terhadap konduktiviatas panas batuan menunjukkan hubungan yang exponensial. Selanjutnya Dewanto memperkuat teori tersebut, dan diperoleh kesimpulan yang sama dengan hasil riset Nakayama, yaitu
192
Perhit.
bahwa semakin kecil harga porositas maka konduktivitas panas batuan semakin besar4. Perbedaan porositas (φ) tersebut juga dipengaruhi oleh temperatur. Konduktivitas panas dan temperatur kelompok formasi
gradien
Setelah diperoleh harga konduktivitas
2004 FMIPA Universitas Lampung
J. Sains Tek., Desember 2004, Vol. 10, No. 3
batuan dari hasil pengukuran dan perhitungan menggunakan porositas, kemudian menentukan harga konduktivitas panas formasi. Untuk menghitung konduktivitas panas formasi diperlukan data ketebalan formasi, jenis dan ketebalan batuan dalam formasi tersebut8. Selanjutnya ditentukan harga konduktivitas kelompok formasi dan gradien kelompok formasi. Hasil-hasil tersebut secara keseluruhan ditunjukkan dalam Tabel 1 dan Tabel 2. Gradien temperatur (GT) dan heat flow (Q) Selanjutnya, kita melihat aliran panas bumi (heat flow, Q) pada sumur A-1 dan B-1. Heat flow dapat ditentukan dengan dua cara. Pertama dengan cara
pengukuran langsung10, biasanya ada penelitian khusus tentang heat flow. Kedua, dengan cara perhitungan berdasarkan konduktivitas panas sumur dan gradien temperatur. Pada penelitian ini, peneliti menentukan harga heat flow dengan cara perhitungan. Dari hasil perhitungan, diperoleh harga heat flow untuk Sumur A-1 lebih besar dari pada sumur B-1. Hal tersebut disebabkan karena harga konduktivitas panas sumur A-1 lebih besar dari sumur B-1, dan harga gradien temperatur kedua sumur tersebut hampir sama, sehingga menyebabkan heat flow pada sumur A-1 lebih besar dari pada sumur B-1. Harga konduktivitas panas sumur, gradien temperatur sumur dan heat flow ditunjukkan dalam Tabel 3 dan Tabel 4.
Tabel 3. Hasil Perhitungan Konduktivitas Panas Sumur, Gradien Temperatur Sumur, dan Heat Flow pada Sumur A-1 dan B-1 Berdasarkan Pengukuran KB Sumur
K-Sumur (cal cm-1 dt-1 OC-1)
GT-Sumur (OC/100cm)
Heat Flow (HFU)
Heat Flow (mW/m2)
A-1
5.491348×10-3
0.046
2.75
110
B-1
-3
0.051
2.55
102
5.104227×10
Tabel 4. Hasil Perhitungan Konduktivitas Panas Sumur, Gradien Temperatur Sumur, dan Heat Flow pada Sumur A-1 dan B-1 Berdasarkan Perhitungan KB Sumur A-1 B-1
K-Sumur (cal cm-1 dt-1 OC-1) 5.369684×10-3 5.022899×10-3
GT-Sumur (OC/100cm) 0.046 0.051
Aliran panas bumi secara horizontal/ lateral harganya belum tentu sama, untuk kedalaman yang sama. Tetapi jika dihitung secara vertikal, misal dalam satu sumur, untuk kedalaman 0 s/d 20000 meter, harga aliran panas bumi sama (belum berubah). Sesuai dengan teori, bahwa aliaran panas bumi yang mengalir secara vertikal dari pusat bumi, 2004 FMIPA Universitas Lampung
Heat Flow (HFU) 2.68 2.51
Heat Flow (mW/m2) 107 100
perubahan harga aliran panas bumi terjadi pada setiap interval yang cukup panjang (puluhan kilometer). Adanya heat flow (aliran panas bumi) ini menimbulkan panas pada litologi atau ruang batuan. Sifat dan kekompakan dari batuan yang berbeda-beda menyebabkan harga heat flow (Q) untuk setiap sumur pada suatu daerah berbeda-beda, disamping itu 193
O. Dewanto, Estimasi Heat Flow Berdasarkan
tentunya ada yang sama. Terjadinya perbedaan harga heat flow tersebut, selain adanya perbedaan gradien temperatur dipengaruhi juga oleh konduktivitas panas batuan (KB) pada batuan tersebut.
cisco Annual Meeting May 1981, The American Association of Petroleum Geologists Tulsa, Oklahoma, USA, p.1-67. 4.
Dewanto, O., 2002, Analisa Hubungan Porositas Terhadap Konduktivitas Panas Batuan Hasil Pengukuran dan Perhitungan pada Sumur Minyak, Jurnal Sains dan Teknologi Unila ISSN 0853-733X Vol. 8 No. 2, Tahun 2002 hal. 27-41.
5.
Atlas, D. 1982. Well Logging and Interpretation Techniques, The Course For Home Study, Dresser Industries Inc., p. 22-32, 39-94, 102129, 165-178.
6.
Klemme, H.D. 1972 Heat Influences Size of Oil Giants-Geothermal Gradients, The Oil and Gas J., Juli 17, p. 136-144 (pt.I), dan July 24, p. 76-78 (pt.II).
7.
Harsono, A. 1993 Pengantar Evaluasi Log, Schlumberger Data Services, Mulia Center L.17, Kuningan, Jakarta, p.19-21.
8.
Siswoyo & Subono, S. 1995. Heat Flow, Hydrocarbon Maturity and Migration in Northwest Java. CCOP Technical Bulletin, Vol. 25, pp. 23 36.
9.
Nakayama, K. 1987. HydrocarbonExpulsion Model and Its Application to Niigata Area Japan. The American Association of Petroleum Geologists Bulletin, v.71, No.7 (July 1987), p. 810-812, 2 Figs.
Kesimpulan 1. Konduktivitas panas batuan yang diperoleh dengan cara mengukur core di laboratorium, mempunyai harga yang hampir sama (selisihnya kecil), dengan cara perhitungan konduktivitas panas batuan berdasarkan φ. Keadaan tersebut menyebabkan konduktivitas panas sumur mempunyai nilai yang hampir sama juga, yaitu: a. Sumur A-1, KS=5.49×10-3 cal cm1 O -1 dt-1 C (pengukuran), -3 KS=5.37×10 cal cm-1 dt-1 OC-1 (perhitungan). b. Sumur B-1, KS=5.10×10-3 cal cm-1 O -1 dt-1 C (pengukuran), -3 KS=5.02×10 cal cm-1 dt-1 OC-1 (perhitungan). 2. Harga heat flow Sumur A-1 lebih besar dari pada sumur B-1, yaitu: 2.75 HFU dan 2.55 HFU berdasarkan pengukuran KB; 2.68 HFU dan 2.51 HFU berdasarkan perhitungan. Daftar Pustaka 1.
2.
3.
194
Subono, S. & Siswoyo. 1995. Thermal Studies of Indonesian Oil Basin’, CCOP Technical Bulletin, Vol. 25, pp. 37 -54. Dewanto, O. 2001. Analisa Hubungan Aliran Panas Bumi Terhadap Awal Maturasi Hidrokarbon pada Cekungan Minyak di Jawa BaratUtara. Jurnal Sains dan Teknologi Unila ISSN 0853-733X Vol. 7 No. 3, Tahun 2001 hal. 29-42. Gretener, P.E. 1981. Geothermics: Using Temperature in Hydrocarbone Exploration, Short Course San Fran-
10. Tamrin, M.,Prayitno and Siswoyo. 1981. Heat Flow Measurement in The Tertiary Basin of Northwest Java, Indonesia, Proc. 18th CCOP Annual Session, Seoul, Republic of Korea.
2004 FMIPA Universitas Lampung