ESSAY INDAHNYA TOLERANSI DALAM PERBEDAAN
DISUSUN OLEH : AMALIA GHASSANI W. ( 071211531031 )
DEPARTEMEN ILMU KOMUNIKASI FAKULTAS ILMU SOSIAL1 DAN ILMU POLITIK UNIVERSITAS AIRLANGGA 2012 – 2013
http://madib.blog.unair.ac.id
[email protected]
1
Indahnya Toleransi dalam Perbedaan
Pengantar Manusia terlahir dengan memiliki banyak perbedaan. Terutama di tanah air Indonesia ini terdapat masyarakat yang bhineka, mulai dari perbedaan budaya, suku, ras, agama, dan yang lainnya. Tetapi manusia dituntut agar bisa hidup diantara perbedaan itu, karena manusia adalah makhluk sosial yang tidak bisa hidup sendiri. Faktanya tidak semua orang bisa hidup di tengah perbedaan, tidak bisa menerima orang lain yang berbeda dengan dirinya, dan hanya ingin menunjukkan dirinya tanpa menghargai yang lain. Namun apakah manusia yang seperti itu dapat bertahan lama? Tentu saja tidak. Contohnya saja konflik antar umat Islam dan Kristen di Maluku yang merenggut banyak korban jiwa, perkelahian antarsuku di Papua, dan perang Sampit. Jika suatu individu dengan individu lainnya tidak dapat menerima perbedaan dari suatu kelompok atau individu, maka akan terjadi konflik yang membawa banyak korban. Konflik-konflik mengenai perbedaan ras, suku, maupun agama dapat dihindari dengan menanamkan rasa toleransi. Dengan menghargai dan menerima perbedaan yang ada maka akan terciptalah suasana aman, damai, dan tentram. Tentunya tidak ada yang ingin berlarut-larut melihat, mengalami, bahkan menjadi korban dari konflik perbedaan ras, suku, dan agama. Tetapi sepertinya sangatlah sulit menerapkan rasa toleransi tersebut, melihat masih banyaknya konflik yang terjadi di Indonesia. Bukan berarti hal itu sama sekali tidak bisa dilakukan karena masih ada daerah yang memiliki rasa toleransi yang tinggi.
Konsep Pokok Toleransi atas berbagai perbedaan yang menjadi solusi dari konflik-konflik yang terjadi di Indonesia dibahas secara teliti dalam kegiatan study excursie yang dilaksanakan pada tanggal 13-14 Oktober 2012 bertempat di Kabupaten Lamongan dan diikuti oleh 400 mahasiswa Universitas Airlangga. Dalam kegiatan tersebut dilakukanlah dialog peradaban lintas agama dan budaya dengan beberapa narasumber yang berasal dari Lamongan, Desa Balun, dan Pondok http://madib.blog.unair.ac.id
[email protected]
2
Pesantren Sunan Drajat. Kegiatan ini dimaksudkan agar pesertanya bisa mengetahui bahwa adanya perbedaan tidak bisa menjadi penghalang terciptanya keharmonisan dan kerukunan masyarakat Indonesia dan bisa mengetahui bagaimana kehidupan santri dari berbagai daerah. Poin-poin tersebut akan saya uraikan di dalam essay ini.
Pendopo Lamongan Rombongan Universitas Airlangga sampai pada tempat persinggahan yang pertama yaitu di Pendopo Lamongan. Sedikit kecewa karena bis 8 datang terlambat setelah tersesat di jalan. Tetapi kekecewaan itu hilang setelah tiba di pendopo yang nyaman dan sepertinya kami mendapatkan sambutan yang hangat dari Bupati Lamongan. Rombongan bis 8 tidak begitu mengetahui apa saja yang disampaikan oleh Bupati Lamongan. Hanya saja inti yang dapat diambil yakni Kabupaten Lamongan memiliki banyak perbedaan yang bisa disatukan. Indahnya toleransi dalam berbagai perbedaan bisa dijumpai di Kabupaten Lamongan. Kabupaten yang terletak di provinsi Jawa Timur ini sukses menerapkan toleransi antarwarganya. Kabupaten dengan Wisata Bahari Lamongan yang terkenal ini memiliki beberapa tempat yang bisa dijadikan panutan dalam mengaplikasikan toleransi antarwarga, yaitu Desa Pancasila dan Pondok Pesantren Sunan Drajat. Dua tempat ini berhasil menunjukkan bahwa perbedaan ras, suku, dan agama bisa disatukan dengan toleransi yang berbuahkan kedamaian dan ketentraman hidup. Toleransi Antarumat Beragama di Desa “Pancasila” Tempat kedua yang kami kunjungi adalah Desa Pancasila. Ya, Desa Pancasila. Mungkin terdengar aneh. Namun itu bukan nama sebenarnya, hanya julukan yang muncul seiring terciptanya suasana harmoni dan toleransi agama yang ditebarkan warga Desa Balun, Kecamatan Turi, Kabupaten Lamongan, Jawa Timur. Harmoni kerukunan antarumat beragama di desa ini sudah ada sejak desa itu lahir hingga sekarang. Di Desa Balun ada 3 agama berbeda yang diyakini oleh warganya, yaitu Islam, Kristen, dan Hindu. Meskipun begitu tidak ada konflik antaragama yang terjadi di desa tersebut. Warganya dapat hidup rukun walaupun dengan pemeluk agama yang berbeda. Yang menarik adalah tempat peribadatan masing-masing agama letaknya sangat berdekatan. Hal ini membuat banyak orang bertanya-tanya bagaimana bisa warganya dapat menciptakan kerukunan dengan perbedaan yang sangat dekat seperti itu. http://madib.blog.unair.ac.id
[email protected]
3
Bapak Sudarjo, selaku kepala desa Balun selama 2 periode ini menuturkan bahwa Desa Balun menjadi desa percontohan karena bisa menjaga kerukunan warganya meskipun terdapat 3 agama yang berbeda.
Desa Balun pun sukses mencapai visinya yaitu “Terwujudnya
kesejahteraan masyarakat dengan semangat dan gotong royong.” Jumlah penduduk di Desa Balun sebanyak 4.7436 jiwa dan menjadi desa dengan penduduk terbanyak di Kecamatan Turi. Pemeluk agama Islam di Desa Balun sejumlah 3.763 jiwa, agama Kristen sebanyak 690 jiwa dan pemeluk agama Hindu yang paling sedikit diantara agama Islam dan Kristen yaitu sejumlah 283 jiwa. Namun warganya tidak pernah membeda-bedakan. Mereka hidup berdampingan menciptakan keharmonisan. “Masyarakat Desa Balun sangat menghargai kerukunan dalam perbedaan budaya serta toleransi antarumat beragama di sini sangatlah tinggi,” tutur Pak Sumitro salah satu tokoh agama Islam di Desa Balun. Beliau menyampaikan bahwa umat Islam di Desa Balun tidak mendiskriminasi pemeluk agama lain meskipun muslim mendominasi Desa Balun. Contohnya saja saat Idul Adha dilaksanakan pada hari Minggu, tepat dengan hari beribadahnya umat Kristen, masyarakatnya bisa mengatur jadwal agar tidak ada yang terganggu. Umat Islam terlebih dahulu merayakan Idul Adha dari pukul 06.00 WIB hingga pukul 09.00 dan selanjutnya kesempatan bagi umat Kristen untuk melakukan peribadatan di gereja. Pak Adi selaku tokoh agama Hindu di Desa Balun juga mengatakan hal yang sama bahwa toleransi umat beragama di Desa Balun benar-benar nyata dan menghargai perbedaan. Meskipun umat Hindu paling sedikit, namun tidak ada yang merasa terganggu. Bila hari Raya Nyepi jatuh di hari Jum’at di mana umat Islam melaksanakan sholat Jum’at berjamaah di masjid, tetapi khotib tidak menggunakan speaker saat berkhotbah agar tidak mengganggu umat Hindu yang merayakan Nyepi. Lampu-lampu yang berada di sekitar Pura pun dimatikan untuk menghargai penganut agama Hindu. Tidak hanya tokoh agama Islam dan Hindu saja yang memberikan komentar mengenai kerukunan umat beragama di Desa Pancasila ini, tetapi juga tokoh agama Kristen, Bapak Sutrisno turut mengungkapkan betapa bangganya beliau dengan warga Desa Balun yang dikenal dengan nama Desa Pancasila. Beliau mengatakan bahwa peran warga, pemerintah, serta tokohtokoh agama sangatlah penting untuk menumbuhkan rasa toleransi agama yang tinggi di Desa Balun. Budaya juga berperan penting untuk menjaga toleransi umat beragama. Contohnya saja bila mengadakan acara-acara kenduri seperti nikahan tidak hanya beberapa orang saja yang http://madib.blog.unair.ac.id
[email protected]
4
diundang dan turut serta, tetapi banyak warga dari berbagai agama turut andil dalam acara tersebut. Bahkan pada acara hajatan, undangan yang hadir bisa mencapai 200-400 orang. Walaupun terdapat banyak perbedaan dalam kehidupan Desa Balun, tetapi hal itu bisa dijadikan sesuatu yang indah dan bisa diterima. Setelah mendengarkan penjelasan Kepala Desa dan tokoh-tokoh agama di balai Desa Balun, lalu berlangsunglah sesi tanya jawab. Fitri Anisa dari FKH bertanya mengenai adanya pernikahan agama serta kasus seorang muslim yang sedang bersujud dan penganut agama lain berada di atasnya. Kemudian dijelaskan bahwa di Desa Balun tidak ada pernikahan beda agama. Apabila ada 2 orang beda agama ingin menikah, maka mereka harus berunding dulu siapa yang akan pindah agama. Kejadian muslim bersujud dan agama lain di atasnya itu tidak pernah terjadi di Desa Balun. Penanya kedua yaitu Yosi dari Fakultas Farmasi bertanya tentang adanya kegiatan untuk menyatukan seluruh pemuda di Desa Balun. Jawabannya adalah di Desa Balun ada Karang Taruna yang bisa menyatukan para pemuda. Mereka bisa mengadakan banyak acara atau kegiatan tanpa membedakan suku, ras, maupun agama. Jadi melalui Karang Taruna, para pemuda Desa Balun pun bisa berkreativitas tanpa batas. Pertanyaan selanjutnya berasal dari Ayu Susilawati, mahasiswa FKp yang menanyakan bagaimana warga Desa Balun menyikapi ayat dari Surat Al-Kafirun yang berbunyi “Bagimu agamamu, bagiku agamaku.” Pak Sutrisno menanggapi bahwa toleransi yang ada di Desa Balun ini adalah toleransi secara umum. Bukan berarti saling menganut agama yang lainnya, karena kita beribadah menurut kepercayaan masing-masing. Pertanyaan terakhir diajukan oleh Ika dari FISIP. Ia bertanya mengenai adanya demokrasi untuk warga dalam menganut agama. Dan para peserta di jelaskan bahwasanya warga Desa Balun diberi kebebasan memeluk agama. Para orangtua membebaskan anak-anaknya memilih agama yang ingin mereka anut. Kebanyakan warga yang berpindah agama dikarenakan suatu pernikahan. Mereka yang ingin menikah dengan orang yang bebeda agama akan pindah keyakinan karena pernikahan di Desa Balun harus pernikahan seiman.
Kehidupan di Pondok Pesantren Sunan Drajat Perjalanan kami selanjutnya yaitu ke salah satu pondok pesantren terkenal di Kabupaten Lamongan, yakni Pondok Pesantren Sunan Drajat yang berada di daerah Paciran. Pondok http://madib.blog.unair.ac.id
[email protected]
5
pesantren yang didirikan kembali oleh KH. Abdul Ghofur pada tahun 1977 ini memiliki murid sebanyak 10.000 orang yang berasal dari berbagai daerah, bahkan ada yang berasal dari Negara Malaysia. 10.000 santri itu ada yang mengenyam pendidikan tingkat ibtidaiah (SD), tsanawiyah (SMP), aliyah (SMA), dan perguruan tinggi. Yang menarik dari pondok pesantren ini adalah kemandirian perekonomiannya dengan membangun berbagai usaha, seperti usaha bisnis pupuk, pertambangan, air minum kemasan, peternakan kambing dan sapi, konveksi, jus mengkudu, garam, kemiri, stasiun televisi, dan radio. Pemasukan perbulan dari setiap usaha tersebut bahkan mencapai 6 miliyar rupiah. Untuk produksi jamu mengkudu, seluruh prosesnya dilakukan oleh para santri. Dari sini kita bisa melihat bahwa Pesantren Sunan Drajat tidak hanya mendidik santrinya dalam hal pendidikan umum dan agama saja, tetapi juga menanamkan jiwa entrepreneur kepada santrinya. Saat kunjungan ke ponpes Sunan Drajat ini, kami melakukan wawancara dengan santrisantri untuk mengetahui bagaimana kehidupan yang mereka alami di pesantren tersebut. Salah satu santri yang berada di bangku perguruan tinggi menceritakan kesan-kesannya selama berada di pesantren ini. Santri yang mengambil jurusan ekonomi syariah ini merasa senang bisa berada di pesantren Sunan Drajat, meskipun pada awalnya sulit untuk bisa beradaptasi karena santri lainnya berasal dari berbagai daerah dengan budaya dan kebiasaan yang berbeda pula. Namun seiring berjalannya waktu, ia pun mulai bisa menerima perbedaan cultural yang ada. Kegiatan di pondok pesantren ini terbilang sangat padat. Mulai dari pukul 3 pagi para santri sudah mulai dibangunkan untuk sholat malam, sholat subuh berjamaah, lalu persiapan sekolah. Setelah sekolah berakhir masih ada kajian-kajian Al-Qur’an. Walaupun jadwalnya padat, tetapi santri bisa menikmati beragam hiburan. Setiap hari Jum’at mereka bisa menikmati tayangan-tayangan televisi, untuk santri laki-laki bisa nonton pertandingan bola bersama. Di sana ketika 10 hari menjelang bulan Ramadhan ada pasar malam dan pentas seni. Jadi para santri tidak akan bosan dan merasa terhibur. Dari pengalaman para santri, kita bisa belajar untuk gigih dalam menuntut ilmu dan terbukalah dengan orang-orang yang berasal dari daerah yang berbeda dengan suku dan budaya yang berbeda juga. Tidak ada kesuksesan yang diawali dengan kemalasan. KH. Abdul Ghofur senantiasa menunjukkan kepada santrinya agar bisa bertoleransi dengan umat agama lainnya. Pernah suatu ketika beliau diundang oleh Bupati dan tokoh agama Hindu dari luar sekaligus.
http://madib.blog.unair.ac.id
[email protected]
6
Namun beliau memilih menghadiri undangan dari tokoh agama Hindu itu, untuk menunjukkan bahwa Islam memiliki rasa toleransi yang besar terhadap agama lain.
Kesimpulan dan Saran Kesimpulan yang dapat diambil yaitu, kebhinekaan yang ada di Indonesia bisa disatukan dengan menanamkan rasa toleransi pada setiap individu. Harus bisa saling menghargai dan menyesuaikan kondisi agar tidak ada pihak yang merasa didiskriminasi. Jika tidak, konflikkonflik yang berawal dari permasalahan perbedaan akan terus berlanjut. Sebagai mahasiswa, kita bisa belajar dari kegigihan para santri yang tekun menuntut ilmu meskipun dengan jadwal yang sangat padat. Kita juga harus bisa menghargai orang lain yang berlatar belakang budaya berbeda dengan kita. Saran yang dapat saya sampaikan adalah, kembangkan lagi study excursie agar bisa lebih baik lagi, bisa menambah pengetahuan, mengubah pola pikir dan tingkah laku mahasiswa Universitas Airlangga menjadi lebih “excellence with morality”. Semoga kedepannya kegiatan ini bisa berlangsung terus-menerus, karena sangatlah bermanfaat bagi seluruh pihak khususnya mahasiswa. Terakhir, aplikasikanlah ilmu-ilmu yang telah didapat dari study excursie ini agar tidak hanya bermanfaat bagi diri sendiri, tetapi juga orang lain.
Daftar Pustaka Adib,Mohammad,2012. Dialog Peradaban Lintasa Agama Dan Budaya : Kebhinekaan, Etnisitas, Gaya Hidup, Dan Solidaritas Sosial Terbuka. Surabaya : http://properti.kompas.com/read/2011/08/22/04335383/Toleransi.dari.Kampung.Pancasila
http://madib.blog.unair.ac.id
[email protected]
7