o01.01 I n G9 LEMBAGA KETAHANAN NASIONAL REPUBLIK INDONESIA
ESSAY BIDANG STUDI KEPEMIMPINAN
TEMA PENDIDIKAN HUBUNGAN PEMERINTAH PUSAT DAN DAERAH DALAM RANGKA KEUTUHAN NKRI TOPIK PERAN KEPEMIMPINAN DALAM MENINGKATKAN HUBUNGAN PEMERINTAH PUSAT DAN DAERAH JUDUL IMPLEMENTASI KEPEMIMPINAN NASIONAL YANG VISIONER DAPAT MEWUJUDKAN HUBUNGAN PUSAT DAN DAERAH YANG HARMONIS
Oleh : Drs. ANAS YUSUF, SH., MH., MM INSPEKTUR JENDERAL POLISI Nomor Urut : 7 Kelompok : A
PROGRAM PENDIDIKAN SINGKAT ANGKATAN (PPSA) XVIII LEMBAGA KETAHANAN NASIONAL RI TAHUN 2012
ESSAY BIDANG STUDI KEPEMIMPINAN
: Peran kepemimpinan dalam meningkatkan hubungan
Topik
pusat dan daerah. Nama
: lrjen. Pol. Drs. ANAS YUSUF, SH., MH., MM.
Judul Implementasi kepemimpinan nasional yang visioner dapat mewujudkan hubungan pusat dan daerah yang harmon is. 1. PENDAHULUAN
Di dalam suatu organisasi yang besar berupa negara, kepemimpinan sering kali ditujukan pada pemimpin pemerintahan negara atau presiden. Keduanya memiliki arti berbeda, tetapi berkaitan erat satu sama lain. Kepemimpinan adalah kata sifat yang berasal dari kata pemimpin, sehingga dapat diartikan bahwa kepemimpinan adalah sifat atau perilaku dari seorang pemimpin. Syafi'ie (2003), mengartikan kepemimpinan sebagai kemampuan dan kepribadian seseorang dalam mempengaruhi serta membujuk pihak lain agar melakukan tindakan pencapaian tujuan bersama, sehingga dengan demikian yang bersangkutan menjadi awal struktur dan pusat proses kelompok 1 . Adapun secara praktis, Mustopadidjaja menyatakan bahwa kepemimpinan dirumuskan sebagai suatu seni memobilisasi orang-orang lain (bawahan dan pihak lain) pada suatu upaya untuk mencapai aspirasi dan tujuan organisasi 2 . Pemimpin berarti orang yang mempengaruhi pihak lain (bawahan) sehingga orang lain tersebut bertindak sesuatu dalam mencapai tujuan tertentu. Kepemimpinan merupakan sebuah sistem yang memerlukan adanya kerjasama, kolektivitas dan keterpaduan. Seseorang pemimpin dalam melaksanakan peran dan fungsinya selalu melalui cara motivasi, bimbingan, perintah, petunjuk guna mempengaruhi kelompok/masyarakat
Syafi'ie, !nu Kencana. 2003. Kepemimpinan Pemerintahan Indonesia. Halaman 1. PT Refika Aditama, Bandung. 2 Mustopadidjaja. Beberapa Dimensi dan Dinamika Kepemimpinan Abad 21. http://www.scribd.com/doc/11491115/Dimensi-Dinamika-KEPIM-ABAD-21. Pdf file.
1
untuk mencapai tujuan. Keberhasilan suatu proses dalam mencapai tujuan, akan ditentukan oleh faktor utama yang berada pada kualitas pemimpin. Dengan demikian, pembahasan dalam implemntasi kepemimpian bukan hanya tentang presiden saja, tetapi juga mencakup peran seluruh jajaran pemimpin nasional baik di pusat maupun di daerah, balk yang berperan dalam penyelenggaraan negara, tata kelola pemerintahan maupun penyelenggaraan pembangunan temiasuk yang berkaitan dengan upaya nasional dalam rangka mewujudkan hubungan pusat dan daerah yang harmonis. Seiring dengan masa transisi yang tengah dialami bangsa Indonesia, kehadiran kepemimpinan visioner menjadi kebutuhan mutlak, karena kepemimpinan visioner dapat diartikan sebagai kepemimpinan era perubahan 3 . Apalagi di tengah-tengah perkembangan tata kelola pemerintahan yang dulunya sentralistik menuju penerapan otonomi seluasluasnya, tentunya impfementasi kepemimpinan visioner memiliki peran penting dan strategis. Hal Mi didasarkan pada kepemimpinan visioner merupakan kepemimpinan yang beroriantasi pada tujuan jauh kedepan. Seseorang dapat dikatakan visioner apabila orang itu tidak takut pada perubahan, tetapi mereka justru memiliki pandangan bahwa perubahan itu sesuatu yang hams diterima dan dihadapi secara bijaksana dalam rangka mencapai suatu keadaan yang lebih balk. Diana Kartanegara (2003) dalam salah satu artikelnya mengartikan kepemimpinan visioner sebagai pola kepemimpinan yang ditujukan untuk memberi arti pada kerja dan usaha yang perlu dilakukan bersama-sama oleh para anggota organisasi dengan cara memberi arahan dan makna pada kerja dan usaha yang dilakukan berdasarkan visi yang jelas4. Dalam konteks hubungan pusat dan daerah, visi atau tujuan yang hendak dicapai tersebut tidak dapat dipisahkan dari tujuan Indonesia sebagaimana tersurat di dalam Pembukaan UUD NRI 1945. Tujuan Pokja Mang Studi Kepemimpinan Nasional. 2012. Pokok Bahasan: Kepemimpinan Visioner. Lembaga Ketahanan Nasional Republik Indonesia. 4 Kartanegara, Diana. 2003. Strategi Membangun Eksekutif. Tersedia online di http://vmw.pin.co.idifokus/ArtikefTunggal.asp?ArtikelID-268.
2
nasional yang pada hakekatnya di arahkan untuk mewujudkan jaminan rasa aman dan harapan hidup layak bagi seluruh rakyat Indonesia secara proporsional saat ini hendak dicapai melalui penerapan otonomi daerah berdasarkan pada Undang-undang Nomor 32 Tahun 2004 tentang Pemerintah Daerah. Sesuai dengan dasar pengertian otonomi, suatu daerah otonom diberikan kemandirian/kebebasan dalam mengatur dan mengurus urusan rumah tangganya sendiri, namun kemandirian/kebebasan itu tidaklah mutlak karena bahwasannya daerah pun masih membutuhkan campur tangan pusat terutama dalam bidang pengawasan, keuangan, dan kewenangan. Selain bidang pengawasan, keuangan, dan kewenangan, terdapat bidang lain dalam pola hubungan antara pusat dan daerah yaitu dalam bidang pelayanan umum dan juga bidang pemanfaatan sumber daya alam. Campur tangan pemerintah pusat terhadap daerah otonom merupakan kaitan yang tidak dapat dipisahkan satu sama lain. Hubungan pusat dan daerah tersebut hams diletakan sebagai suatu visi bersama dan harus dicapai oleh jajaran kepemimpinan nasional di pusat dan di daerah. Oleh karena itu, implementasi kepemimpinan yang visioner akan dapat mewujudkan hubungan pusat dan daerah yang harmonis sebagai suatu visi bersama yang harus dicapai. 2. PEMBAHASAN
Di dalam dinamika perkembangan lingkungan strategis tingkat global ditandai dengan situasi, kondisi, tantangan dan tuntutan, yang makin kompleks, selalu berubah, penuh ketidakpastian, dan bahkan sering tidak ramah. Situasi tersebut juga terjadi di lingkungan regional termasuk di kawasan Asia Tenggara, walaupun dewasa ini menunjukan kemauan kuat untuk mewujudkan satu ikatan melalui pembentukan Komunitas ASEAN 2015, tetapi ketidakpastian tetap membayangi perjalanan ASEAN kedepan sebagai akibat dari perbedaan kepentingan diantara negara-negara anggotanya serta berbagai pengaruh dari lingkungan global. Secara moral, Globalisasi dapat merupakan bentuk eksploitasi dari
3
negara yang kuat terhadap negara-negara yang lemah. Globalisasi juga dapat menciptakan ketidakseimbangan ekonomi dan merupakan suatu pemborosan terhadap negara dan masyarakat yang dikuasai oleh negaranegara maju yang menguasai teknologi. Dan segi sosial, globalisasi dapat menimbulkan ketegangan-ketegangan sosial karena perbedaan antara yang punya dan yang tidak punya (the haves and the have nots) akan semakin lebar, sehingga dapat menimbulkan ketegangan sosial yang semakin eksklusif. Perbedaan tersebut bukan hanya terjadi antarbangsabangsa, tetapi juga di dalam suatu negara atau dalam suatu masyarakat dapat terjadi ketegangan-ketegangan yang disebutkan di atas.5 Seiring dengan pesatnya perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi telah mengakibatkan dunia semakin borderless (seolah menghilangkan batas teritori). Dalam keadaan tersebut, tidak ada satupun bangsa di dunia yang dapat mengisolasikan din dari derasnya arus kebudayaan global, tidak juga Indonesia. Sehingga perlu disikapi secara bijaksana dengan Cara mengadopsi nilai-nilai global yang relevan serta menciptakan daya tangkal masyarakatnya untuk mengantisipasi dan menanggulangi pengaruh budaya global yang bersifat destruktif terhadap kelangsungan hidup bangsa dan negara. Adapun perkembangan pada tingkat nasional ditandai oleh permasalahan dan tantangan yang multi dimensional, di bidang sosial, ekonomi, politik, kelembagaan, serta pertahanan dan keamanan. Selain itu, perkembangan tingkat nasional Indonesia juga diwarnai dengan lemahnya struktur dan daya saing perekonomian, lemahnya penegakkan hukum, persoalan-persoalan dalam pelaksanaan otonomi dan desentralisasi yang belum dapat dituntaskan termasuk masalah hubungan pusat dan daerah, besarnya hutang luar negeri, tingkat kemiskinan dan pengangguran relatif tinggi, menguatnya tuntutan demokratisasi, dan masih adanya ancaman desintegrasi. Memperhatikan perkembangan lingkungan strategis diatas, maka kepemimpinan nasional hams mempunyai pandangan jauh ke depan atau 5
Kaloh, J. 2009. Kepemimpnan Kepala Daerah: Pola Kegiatan, Kekuasaan, dan Perilaku Kepala Daerah dalam Pelaksanaan Otonomi Daerah. Halaman 19. Sinar Grafika, Jakarta.
4
mempunyai visi jelas, yang mampu menjangkau ketidak menentuan dalam li ngkungan yang cepat berubah. Kepemimpinan nasional tersebut memerlukan suatu sistem manajemen nasional (Sismennas) termasuk sistem manajemen otonomi daerah guna menjalankan mekanisme siklus penyelenggaraan pemerintahan dan menggerakkan seluruh tatanan untuk mengantisipasi perubahan dalam rangka mendukung keberlangsungan kehidupan nasional. Implementasi kepemimpinan yang visioner memang menjadi harapan dan dambaan setiap negara termasuk Indonesia. Namun demikian, berhasil tidaknya seorang pemimpin atau kelompok pemimpin dalam mengimplementasikan kepemimpinannya hingga saat ini masih sulit untuk dinilai dan atau diukur. Sebenarnya Lembaga Ketahanan Nasional Republik Indonesia (Lemhannas RI) telah mengkristalkan kualitas kepemimpinan dalam bentuk Indeks Kepemimpinan Nasional Indonesia (IKNI), yang bisa digunakan sebagai acuan dalam menyiapkan pemimpin dan menjadi kriteria dalam memilih calon pemimpin. Indeks ini juga dapat digunakan untuk menilai apakah pemimpin-pemimpin yang ada dapat digolongan sebagai pemimpin yang visioner atau tidak, karena indeks ini memuat sejumlah kriteria kepemimpinan, yang meliputi aspek moralitas dan akuntabilitas kepemimpinan. Nilai-nilai atau parameter moralitas dan akuntabilitas kepemimpinan nasional Indonesia, dalam IKNI tersebut, diperinci atas dasar 4 (empat) macam kategori yaitu: (1) Indeks Moralitas dan Akuntabilitas Individual, (2) Indeks Moralitas dan Akuntabilitas Sosial, (3) Indeks Moralitas dan Akuntabilitas Institusional, serta (4) Indeks Moralitas dan Akuntabilitas Global. Sayangnya IKNI belum menjadi rujukan banyak pihak dalam menyiapkan dan memunculkan kepemimpinan. Dalam proses pilkada langsung, kepemimpinan adalah pasar bebas yang terikat oleh hukumhukum pasar yang praktis dan pragmatis. Tidak terikat oleh hukum nilai yang bertanggung jawab. Maka lahirlah para pemimpin, yang baru sebentar
5
menjabat kekuasaan, sudah tersandung perkara.6 Oleh karena itu, untuk menggambarkan kondisi implementasi kepemimpinan yang visioner saat ini dapat ditunjukkan melalui apa yang ditampilkan jajaran kepemimpinan nasional saat ini, baik pada tataran legislatif maupun eksekutif, baik di pusat maupun di daerah, termasuk aparatur pemerintahan dalam penyelenggaraan pemerintahan negara di era otonomi ini. Pada tingkat penyelenggaraan negara, penyelengaraan pemerintahan dan penyelenggraan pembangunan, hingga saat ini masih sarat dengan adanya kepemimpinan nasional yang lebih menonjolkan individualisme dan mengedepankan kepentingan kelompok/golongan dari pada kepentingan bangsa dan negara. Korupsi, penyuapan, penindasan dan kesewenangwenangan pun belum mampu dihindari. Mungkin masih ingat dengan kasus korupsi pajak yang dilakukan oleh Gayus Tambunan, beberapa waktu lalu menyusul inisial DD yang diduga juga melakukan korupsi pajak. Demikian juga dengan banyaknya jajaran pemimpin daerah, balk eksekutif, legislatif, maupun pada tingkat aparatur pemerintah yang turut tersandung kasus korupsi. Maka tidak heran bila Indonesia masih kalah dengan banyak negara dalam pencapaian Indeks Persepsi Korupsi (IPK) walaupun dewasa ini menunjukkan ada peningkatkan. Berdasarkan hasil survei yang dilakukan oleh Transparency International tahun 2011 Indonesia menempati skor IPK sebesar 3,0, naik
0,2 dibanding tahun sebelumnya sebesar 2,8. Hasil survei tersebut berdasarkan penggabungan hasil 17 survei yang dilakukan lembagalembaga intemasional pada 2011. Rentang indeks berdasarkan angka 010. Semakin kecil angka indeks menunjukkan potensi korupsi negara tersebut cukup besar. Dalam indeks tersebut Indonesia berada di peringkat ke-100 bersama 11 negara lainnya dari 183 negara yang disurvei. Sementara untuk kawasan Asia Tenggara, skor Indonesia berada di bawah Singapura (9,2), Brunei (5,2), Malaysia (4,3), dan Thailand (3,4).7 6
http://sosbud.kompasiana.com/2012/01/07/indeks-kepemimpinan-nasional-indonesia-ikni -versi-lemhannas-ri. Diakses pada Tanggal 7 Juni 2012. http://nasional.kompas.corn/read/2011/12/01/17515759. diakses pada Tanggal 7 Juni
6
Apa yang bisa diharapkan dari tata kelola pemerintahan, bila kualitas orang-orang yang mengawakinya sebagai orang-orang yang duduk di dalam kepemimpinan nasional itu masih rendah. Akibatnya sudah pasti pelaksanaan pembangunan yang seharusnya berorientasi pada kesejahteraan yang berkeamanan bagi seluruh rakyat bergeser pada kemakmuran kelompok tertentu. Dampak yang ditimbulkan seperti kemiskinan, kesenjangan, kecemburuan sosial ekonomi, krisis kepercayaan dan lain sebagainya, mengadung peluang timbulnya berbagai tindakan yang melanggar hukum. Pada skala lebih lu g s, situasi tersebut dapat menyuburkan benih-benih disintegrasi, sehingga pada gilirannya dapat mempengaruhi hubungan pusat dan daerah, Sementara itu, para pemimpin di pusat atau daerah sebagian masih belum memahami aspek-aspek kepemimpinan untuk menjalankan tata kelola pemerintahan di era otonomi ini. Kenyatannya, masih banyak para pemimpin nasional yang berada di daerah lebih berorientasi ke daerahnya masing-masing. Mereka lebih menyukai putra daerah dibanding putra bangsa terbaik sebagai calon pemimpin di daerahnya. Sebagian dari mereka juga tidak tahu perihal manajemen pembangunan (Sismennas) dan tidak menunjukkan keteladanan dalam kehidupan bermasyarakat, berbangsa dan bernegara. Meskipun keadaan telah berubah dimana masyarakat, pengusaha dan aparatur menuju kepada good governance, serta fenomena globalisasi sudah terjadi, namun masih banyak pemimpin daerah berperilaku feodal8 Akibatnya, hubungan pusat dan daerah masih diwarnai dengan berbagai permasalahan ; seperti pembagian urusan antara pemerintah pusat dan pemerintah daerah yang tidak jelas, tumpang tindih pelaksanaan pembagian urusan antar tingkatan pemerintah, serta tarik menarik urusan antara pusat dan daerah, serta perimbangan keuangan antara pusat dan daerah yang tidak proporsional, sehingga menimbulkan kecemburuan beberapa daerah. Mencermati kondisi bangsa Indonesia diatas, memberikan gambaran 2012. http://www.bappenas.go.id/blogi?p=263. Diakses pada Tanggal 7 Juni 2012.
8
7
akan pentingnya implementasi kepemimpinan yang visioner, sehingga diharapkan dapat mengatasi berbagai permasalahan kehidupan bermasyarakat, berbangsa, dan bemegara, dan khususnya dalam menanggulangi masalah hubungan pusat dan daerah dimaksud. Agar implementasi kepemimpinan visioner mampu memberikan kontribusi bagi terwujudnya hubungan pusat dan daerah yang harmonis, maka perlu kiranya disampaikan makna yang terkandung di dalam kepemimpinan visioner itu. Kepemimpinan nasional adalah kelompok pemimpin bangsa pada segenap strata kehidupan nasional didalam setiap gatra (Asta Gatra) pada bidang/sektor profesi balk di supra struktur, infra struktur dan sub struktur, formal dan informal yang memiliki kemampuan dan kewenangan untuk mengarahkan/ mengerahkan segenap potensi kehidupan nasional (bangsa dan negara) dalam rangka pencapaian tujuan nasional berdasarkan Pancasila dan UUD 1945 serta memperhatikan dan memahami perkembangan lingkungan strategis guna mengantisipasi berbagai kendala dalam memanfaatkan peluang 9 . Sehingga tepat bahwa implementasi kepemimpinan yang visioner itu tidak hanya mencakup jajaran kepemimpin nasional di pusat saja, tetapi juga para pemimpin di daerah. Kepemimpinan nasional merupakan suatu bentuk ekspresi dari sikap pikir dan perilaku yang diwujudkan ke dalam kebijakan para pemimpin nasional untuk mengajak, mempengaruhi dan mengarahkan masyarakat bangsa Indonesia dalam mewujudkan cita-cita dan tujuan nasional. Dengan kewenangan yang dimiliki atas dasar amanat undang-undang dan melaksanakan peran sebagai pemimpin, maka kepemimpinan nasional akan dapat menciptakan kondisi yang menggambarkan adanya interaksi yang kuat antara pemimpin dengan masyarakat yang dipimpinnya sebagai wujud nyata dari mekanisme hubungan kerja dalam penyelenggaraan kehidupan berbangsa dan bernegara.19 Adapun dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia, mengartikan visioner 9
Pokja Bidang Studi Kepemimpinan Nasional. 2012. Pokok Bahasan: Kepemimpinan Dasar Kepemimpinan Nasional. Lembaga Ketahanan Nasional Republik Indonesia 1 ° Ibid.
8
sebagai orang yang memiliki wawasan kedepan atau orang yang memiliki cita-cita tinggi (visi). Visi adalah pernyataan tujuan kemana organisasi akan dibawa, sebuah masa depan yang lebih baik, lebih berhasil, atau lebih diinginkan dibandingkan dengan kondisi sekarang. Meskipun visi hanyalah sebuah gagasan atau masa depan yang lebih balk bagi suatu organisasi, tetapi visi yang benar adalah gagasan yang penuh dengan kekuatan yang mendesak dimulainya masa depan dengan mengandalkan keterampilan, bakat, dan sumber daya dalam mewujudkannya. Kepemimpinan yang efektif menjadi kekuatan bagi sebuah organisasi dalam memaksimumkan kontribusinya bagi kesejahteraan para anggotanya dan masyarakat yang lebih luas. Sehingga para pemimpin yang efektif selalu mempunyai rencana, mereka berorientasi penuh pada hasil. Mereka mengadopsi visi-visi bare yang menantang, yang dibutuhkan dan bisa dijangkau, mereka mengkomunikasikan visi-visi tersebut, mempengaruhi orang lain sehingga mendapat dukungan dan bersemangat memanfaatkan sumber daya dan energi yang dimiliki untuk mewujudkan visi-visi tersebut. Begitu pentingnya visi tersebut bagi seorang pemimpin, sehingga dapatlah disebutkan bahwa visi adalah kunci menuju kepemimpinan yang sukses dan kepemimpinan adalah kunci menuju keberhasilan organisasi. Dan hanya para pemimpin yang mempunyai kepemimpinan visionerlah yang bisa mewujudkan harapan tersebut. Oleh karena itu, menjadi relevan bila dikatakan, bahwa kepemimpinan visioner adalah kepemimpinan nasional yang memiliki komitmen tinggi dalam pencapaian tujuan nasional, jajaran pemimpin nasional yang berani menyosong berbagai perubahan yang terjadi melalui ide-ide kreatif dan terobosan-terobosan yang dituangkan dalam berbagai bentuk kebijaksanaan umum demi tercapainya tujuan bersama. Agar hal tersebut dapat terwujud, maka dalam implementasi kepemimpinan visioner tentunya akan mensyaratkan adanya pemimpinpemimpin yang berkualitas. Berbicara mengenai kualitas pemimpin, maka akan menyangkut IQ (Intelligence Quotient) atau tingkat intelijensi/ kecerdasan, EQ (Emotional Quotient) atau tingkat emosional, dan SQ
9
(Spiritual Quotient) atau RQ (Religious Quotient) atau tingkat religi atau
kadar keimanan (mental) seseorang yang berperan di dalam kepemimpinan. Pemimpin yang visioner dituntut untuk memiliki IQ yang setinggitingginya. Namun demikian, IQ harus diimbangi oleh EQ yang semantapmantapnya, karena bila IQ yang tinggi tanpa diimbang oleh emosi yang stabil, mantap jiwanya, halus perasaannya, peka terhadap lingkungan alam dan sosial, serta berhati nurani, maka IQ yang tinggi itu justru dapat menghancurkan umat manusia. Untuk melengkapi IQ dan EQ, diperlukan tingkat religi dan keimanan yang setinggi-tingginya. Seorang pemimpin pada tingkat tertinggi, kepala negara atau ketua parlemen mungkin merasa tidak ada lagi atasannya atau seorang pemimpin di tingkat bawah tidak takut pada atasannya atau bisa membohongi atasannya. Tuhan adalah atasan semua manusia dan tidak dapat dibohongi. Kalau dia taat beragama, maka pemimpin itu akan takut pada Tuhan yang diyakininya. 10, EQ, dan SQ saling mengisi dan saling menunjang satu sama lain dan bersifat integral komprehensip. Oleh karena itu, agar implementasi kepemimpin yang visioner dapat diwujudkan, maka perlu peningkatan kualitas kepemimpinan. Hal ini dapat dilaksanakan melalui pemberdayaan peran Kemenpan dan RB; penyempumaan peraturan mekanisme seleksi aparatur pemerintah yang kredibel; optimalisasi peran Lemhannas dan KemenPAN dalam pelaksanaan pelatihan kepemimpinan kepada aparatur pemerintah, aparat Pemda, tokoh masyarakat/agama/parpol di seluruh wilayah dan tingkatan; Penetapan aturan tentang Indeks Kepemimpinan Nasional Indonesia pada setiap organisasi dan proses pemilihan kepemimpinan; serta penyusunan dan penyempurnaan kode etik dan etos kerja di seluruh institusi/lembaga pemerintahan. Adapun kontribusi implementasi kepemimpinan yang visioner terhadap mewujudkan hubungan pusat dan daerah yang harmonis dapat dijabarkan melalui empat peran yang harus dimainkan oleh pemimpin visioner dalam melaksanakan kepemimpinannya (Burt Nanus), yaitu:
10
1.
Peran penentu arah (direction setter). " Peran ini merupakan
peran di mana seorang pemimpin menyajikan suatu visi, meyakinkan gambaran atau target untuk suatu organisasi, guna diraih pada masa depan, dan melibatkan orang-orang dari "get-go." Hal ini bagi para ahli dalam studi dan praktek kepemimpinan merupakan esensi dari kepemimpinan. Sebagai penentu arah, seorang pemimpin menyampaikan visi, mengkomunikasikannya, memotivasi bawahan dan rekan, serta meyakinkan orang bahwa apa yang dilakukan merupakan hal yang benar, dan mendukung partisipasi pada seluruh tingkat dan pada seluruh tahap usaha menuju masa depan. Visi dimaksud adalah tujuan nasional yang dijabarkan ke dalam UU Otonomi dalam rangka membangun hubungan pusat dan daerah yang harmonis. Wujud nyatanya berupa harmonisasi dan sinkronisasi materi UU Otonomi yang transparan dan partisipatif agar terjaga kemurnian jiwa atau spirit otonomi daerah serta niat desentralisasi dan impiementasinya tidak terbias oleh kepentingan inividu atau kelompok/golongan tertentu. Penyempumaan kebijakan otonomi ini diarahkan untuk meningkatkan efisiensi dan efektivitas penyelenggaraan pennerintahan daerah yang memperhatikan aspek hubungan antarsusunan pemerintahan dan antarpemerintahan daerah, keanekaragaman daerah, serta peluang dan tantangan persaingan global, kemudian memperbaiki pengaturan hubungan keuangan pusat-daerah serta bagi hasil pemanfaatan sumberdaya alam dan sumberdaya lainnya yang proporsional. 2.
Agen perubahan (agent of change). 12 Dalam konteks perubahan,
lingkungan eksternal adalah pusat ekonomi, sosial, teknologi, dan perubahan politis terjadi secara terus-menerus, beberapa berlangsung secara dramatis dan yang lainnya berlangsung dengan perlahan. Tentu saja, kebutuhan pelanggan dan pilihan berubah sebagaimana halnya perubahan keinginan para stakeholders. Para pemimpin yang http://isjd.pdillipi.goid/admin/jurnal/7207115123.pdf. Diakses pada Tanggal 24 Februari 2012. 12 Ibid.
11
efektif harus secara konsisten menyesuaikan terhadap perubahan ini dan berpikir ke depan tentang perubahan potensial. Hal ini menjamin bahwa pemimpin disediakan untuk seluruh situasi atau peristiwaperistiwa yang dapat mengancam kesuksesan organisasi saat ini, dan yang paling penting masa depan. Hal ini akan berkaitan dengan perubahan tata kelola pemerintahan menuju penerapan otonomi seluas-luasnya. Namun demikian, harus dipahami bahwa kewenangan daerah dalam mengurus dan mengelola kewenangan yang luas tersebut hams tetap mengedepankan nilai-nilai persatuan dan kesatuan (dalam arti luas) yaitu skala bangsa dan negara, bukannya pada skala kedaerahan saja. Perubahan ini juga harus diterima oleh pusat sebagai suatu yang harus dihadapi bersama, sehingga diharapkan adanya pendelegasian kewenangan oleh pusat kepada daerah apabila memang itu menjadi urusan daerah. Agen perubahan ini juga berkaitan dengan tuntutan masyarakat akan terciptanya transparansi dalam tata kelola pemerintahan (pusat dan daerah), sehingga bukan hanya hubungan pusat dan daerah pada urusan pemerintahan saja yang harmonis, tetapi juga hubungan antara pemerintah dengan masyarakatnya. 3. Juru bicara (spokesperson).
13
Memperoleh "pesan" ke luar, dan
juga berbicara, boleh dikatakan merupakan suatu bagian penting dari memimpikan masa depan suatu organisasi. Seorang pemimpin yang efektif adalah pemimpin yang mengetahui dan menghargai segala bentuk komunikasi guna menjelaskan dan membangun dukungan untuk suatu visi masa depan. Pemimpin, sebagai juru bicara untuk visi, harus mengkomunikasikan suatu pesan yang mengikat semua orang agar melibatkan diri dan menyentuh visi organisasi-secara internal dan secara eksternal. Hal ini juga berkaitan dengan transparansi atau keterbukaan informasi publik yang tengah dicanakan oleh pemerintah beberapa tahun lalu. Keterbukaan informasi publik tersebut hams didukung oleh perwujudan e13
Ibid.
12
government, sehingga penerapan e-government di segenap aspek
harus diwujudkan. Perwujudan e-government ini akan semakin mempererat hubungan pusat dan daerah karena berbagai informasi dapat diperoleh dan dilakukan hanya dalam hitungan detik. 4. Pelatih (coach). "Pemimpin visioner yang efektif harus menjadi pelatih yang balk. Dengan ini berarti bahwa seorang pemimpin harus menggunakan kerjasama kelompok untuk mencapai visi yang dinyatakan. Pemimpin, sebagai pelatih, menjaga bawahannya untuk memusatkan pada realisasi visi dengan pengarahan, memberi harapan, dan membangun kepercayaan di antara pemain yang penting bagi organisasi dan visinya untuk masa depan. Sebagai pelatih, pemimpin yang visioner dituntut untuk dapat menjadi teladan. Tanpa ada keteladanan, maka segala hal apapun pelajaran/materi yang diberikan akan tidak berarti apa-apa, termasuk keteladanan dalam mengelola aspek-aspek pemerintahan dengan baik dan bertanggung jawab. Hal ini akan mengembangkan rasa saling percaya antara pemimpin dan yang dipimpin atau antara kepemimpinan di pusat dan di daerah, sehingga hubungan antara keduanya dapat semakin harmonis. Dengan demikian, implementasi kepemimpinan yang visioner melalui empat peran pemimpin visioner dalam melaksanakan kepemimpinan diatas akan dapat mewujudkan hubungan pusat dan aderah yang harmonis. 3. PENUTUP
Seiring dengan kompleksnya permasalahan yang tengah menerpa bangsa Indonesia, serta dihadapkan pada perkembangan dunia yang senantiasa berubah sangat cepat dan dinamis, maka implementasi kepemimpinan visioner dalam jajaran para pemimpin nasional baik di pusat maupun di daerah menjadi suatu kebutuhan yang tidak dapat dielakkan.
14
Ibid.
13
Dalam konteks ketatanegaraan Indonesia, implementasi kepemimpinan yang visioner akan berkaitan dengan tujuan bangsa Indonesia sebagai visi bersama (nasional), yang pada dasamya diarahkan untuk mewujudkan jaminan rasa aman dan harapan hidup layak bagi seluruh rakyat Indonesia. Seiring dengan pemberlakukan sistem otonomi, visi tersebut juga menjadi acuan dalam implementasi kepemimpinan yang visioner dalam penyelenggaraan otonomi daerah sebagai suatu perubahan tata kelola pemerintahan guna mempercepat peningkatan kesejahteraan masyarakat. Dengan kata lain, implementasi kepemimpinan yang visioner akan memandang perubahan tata kelola pemerintahan negara itu sebagai peluang guna membangun kekuatan dan ketangguhan bangsa melalui penjabaran visi nasional yang dituangkan ke dalam Undang-undang otonomi (UU Nomor 32 Tahun 2004), salah satunya adalah mewujudkan hubungan pemerintah pusat dan pemerintah daerah yang harmonis. Pentingnya mengimplementasikan kepemimpinan yang visioner ini mengingat hingga saat ini, kepemimpinan nasional masih belum mampu merumuskan atau menetapkan format ideal sebagai penjabaran visi nasional terkait dengan aspek hubungan pusat dan daerah. Hal ini mencakup hubungan pada aspek wewenang, keuangan, pelayanan umum, serta pemanfaatan sumberdaya alam dan sumberdaya lainnya, sehingga hubungan pusat dan daerah berjalan kurang harmonis. Keberhasilan implementasi kepemimpinan yang visioner bukan hanya dilihat dari apa yang dicanangkan sebagai visi (tujuan) yang hendak dicapai oleh seorang pemimpin atau kelompok pemimpin bangsa, tetapi juga bagaimana pemimpin-pemimpin yang visioner ini dapat mencapai visi itu melalui langkah-langkah konsepsional yang dituangkan di dalam peraturan perundang-undangan, kemudian melalui motivasi, dorongan, dan pengaruhnya, mereka mampu membawa bahawannya dan segenap masyarakat Indonesia untuk bersama-sama mewujudkan tujuan yang hendak dicapai itu. Oleh karena itu, implementasi kepemimpinan yang visioner mensyaratkan adanya pemimpin-pemimpin yang berkualitas.
14
Kualitas pemimpin yang visioner iM mencakup IQ (Intelligence Quotient), EQ (Emotional Quotient) dan SQ (Spiritual Quotient). Pemimpin yang visioner dituntut untuk memiliki IQ yang setinggi-tingginya, mencapai tingkat emosi semantap-mantapnya (EQ), dan mencapai tingkat religi dan keimanan (SQ) setinggi-tingginya. IQ, EQ, dan SQ saling mengisi dan saling menunjang satu sama lain dan bersifat integral komprehensip. Output dalam implementasi implementasi kepemimpinan yang visioner, serta kontribusinya terhadap mewujudkan hubungan pusat dan daerah yang harmonis akan mewujud dalam empat peran yang harus dimainkan oleh pemimpin visioner dalam melaksanakan kepemimpinannya, meliputi: (1) peran penentu arah, berupa harmonisasi dan sinkronisasi materi UU Otonomi yang transparan dan partisipatif agar terjaga kemurnian jiwa atau spirit otonomi daerah serta niat desentralisasi dan implementasinya tidak terbias oleh kepentingan inividu atau kelompok/golongan tertentu; (2) agen perubahan, berupa perubahan tata kelola pemerintahan menuju penerapan otonomi seluas-luasnya haris disikapi sebagai visi bersama guna membangun bangsa dengan tetap mengedepankan persatuan dan kesatuan; (3) juru bicara, berupa perwujudan transparansi atau keterbukaan informasi publik melalui penerapan e-government guna mempererat hubungan pusat dan daerah; serta (4) pelatih, berupa upaya pelatihan kepada bawahannya dan atau pemerintahan dibawahnya secara struktural, tetapi juga secara konsisten memberikan teladan, sehingga dapat mengembangkan rasa saling percaya antara pusat dan daerah.
Lampiran : 1.
Alur Pikir.
2.
Bahan Bacaan.
15
Bahan Bacaan
http://isjd.pdii . lipi.go.id. http://nasional. kompas. com. http://sosbud. kompasiana.com. http://www. bappenas. go. id. Kaloh, J. 2009. Kepemimpnan Kepala Daerah: Pola Keaiatan, Kekuasaan, dan Perilaku Kepala Daerah dalam Pelaksanaan Otonomi Daerah. Sinar Grafika, Jakarta. Kartanegara, Diana. 2003. Strateai Membannun Eksekutif. Tersedia online di http://www.pin.co.id. Mustopadidjaja. Beberapa Dimensi dan Dinamika Kepemimpinan Abad 21. http://www.scribd.com. Pdf file. Pokja Bidang Studi Kepemimpinan Nasional. 2012. Pokok Bahasan: Kepemimpinan Dasar Kepemimpinan Nasional. Lembaga Ketahahan Nasional Republik Indonesia Pokja Bidang Studi Kepemimpinan Nasional. 2012. Pokok Bahasan: Kepemimpinan Visioner. Lembaga Ketahanan Nasional Republik Indonesia. Syafi'ie, Inu Kencana. 2003. Kepemimpinan Pemerintahan Indonesia. PT Refika Aditama, Bandung. Undang-Undang RI Nomor 32 tahun 2004 Tentang Pemerintahan Daerah.
Lampiran 1
-6D
TUJUAN NASIONAL (VISI NAS)
IMPLEMENTASS KEPEMIMPINAN VISIONER
IQ, EQ, SC/
11
I
MENENTUKAN ARAH • AGEN PERUBAHAN • JURU BICARA • PELATIH
HARMONISASI & SINKRONISASI VISI OTONOMI DGN VISI NASIONAL