i s n e Es 15 ember 20 s e D a n a Edisi Perd
E M AGAZIN
LAMALERA
Ama gene ola, ola kae kode kae
Jejak Kolonial di pulau
ONRUST ESENSI
1
30
Berkah Dari Laut Lamalera Dengan penuh kehormatan, warisan nenek moyang yang hingga kini tetap lestari dan masyarakat yang tetap menjaga tradisi
DAFTAR ISI
4 Israel Perjalanan Religi ke tanah kelahiran Yesus Kristus yang dikenal sebagai kota suci tiga umat beragama, Yahudi, Kristen dan Islam.
22 Belitung Belitung memiliki pantai yang unik dan dikelilingi taburan batu Granit bak benteng pelindung pantainya.
2
Pimpinan Redaksi Redaktur
: Sihol Sitanggang : Himawan Paramayuda Eka Putra
Tukang Layout
: Paramayuda
Fotografer
: Eka Putra, Sihol S
ESENSI
Redaksi Esensi
Misa Inkulturasi
58 Jejak Kolonial di Pulau ONRUST
Agama tidak serta merta menghapus sejarah dan tradisi, simbol dan nilai-nilai tradisi sejatinya masih relevan dengan era modern supaya kita selalu ingat dari mana dan siapakah kita.
Tak kenal istirahat, sebuah arti harafiah yang menggambarkan kondisi pulau ini pada masa VOC. Sisa-sisa kejayaan, kesuraman dan kehancurannya masih bisa kita saksikan
48
Silhouette Pak Pri
hal 20
Sketsa Mug CakSu
hal 54
Kecantikan dan Arti Persahabatan
hal 56
EDITORIAL “Hari ini kita mengungkapkan kenyataan yang ada di balik benda-benda yang terlihat”
(Paul Klee)
Di zaman perubahan-perubahan sosial yang bergerak cepat ini, banyak individu menjadi gelisah, standard nilai-nilai luhur yang dulu tidak bisa di andalkan. Maka ungkapan dari seorang pelukis, Paul Klee, di awal tulisan ini menjadi definisi Klee tentang ber-espresi. Jika kutipan Klee kita masukkan dalam metode dokumentasi, maka pemahaman pada kemampuan dokumenter menimbulkan reaksi, lalu timbul dan menguatnya aspirasi orang untuk menangkap, mengenali, dan mengungkapkan hal-hal yang tidak terlihat. Sehingga kajian budaya harus selalu peka pada konteks sosial dalam memahami makna pentingnya suatu produk budaya itu. Karenanya, pengetahuan universal menjadi penting untuk dapat melihat, mendengar, dan menengerti serta memahami realitas. Merespon uraian diatas dan dengan penuh kesadaran, majalah gratis ini lahir, dimana akan terbit setiap dua bulan dengan format digital. Edisi pertama kali ini terbit pada bulan Desember 2015. Sebagai majalah seni dan budaya, kami akan selalu hadir ditengah-tengah masyarakat dan komunitas. Maka demi berlangsungnya majalah ESENSI, kami mengundang kawan-kawan untuk menjadi kontributor. Tak lupa juga kami juga mengucapkan Terima kasih kepada Arnold Simanjuntak, atas kesediannya menjadi kontributor di awal edisi ini. Semoga ruang espresi ini menjadi peluang untuk berkomunikasi dengan diri kita, sesama manusia dan alam semesta. Selamat membaca
ESENSI
3
ZIARAH
IsrAEL Perjalanan ke Hakotel Ha’Ma’aravi Saat pesawat Emirates Airline mendarat di bandara Mesir Kairo, terpaan debu dan teriknya panas matahari pun menyengat kulit. Kelelahan sirna seketika dikala menginjakkan kaki di Mesir, hamparan bebatuan yang diselimuti debu pasir terlihat dimana-mana. Di pagi hari, dengan semangat yang menggebu tibalah di sebuah gereja yang unik yang disebut gereja Gantung di wilayah Old Cairo, ada beberapa situs bangunan bersejarah, salah satunya yang sangat terkenal adalah gereja Gantung (e Hanging Church) atau dalam bahasa Arab disebut al-Muallaqah. Gereja Gantung merupakan gereja Kristen Koptik yang didirikan di atas tiang-tiang bangunan benteng Romawi di Old Cairo. Gereja ini diperkirakan berdiri pada abad ke-7. Gereja kecil dan indah ini, disetiap bagian bangunan dan isinya adalah peninggalan abad silam yang masih dipelihara dengan baik hingga saat ini. Gereja ini resminya bernama gereja Santa Perawan Maria. 4
ESENSI
Menyusuri jalan berupa loronglorong di wilayah Old Cairo ini mengingatkan akan lorong di pasar-pasar tradisional di Indonesia, walaupun tidak ada jalan becek tergenang air atau bau
Fotografer & Penulis Cerita: Eka Putra Triatma
Salah satu ornamen di dinding Gereja Gantung (Hanging Church), di Mesir tidak dikenal agama Kristen sehingga Gereja ini adalah tempat ibadah agama Koptik.
sampah pasar. Ada juga satusatunya peninggalan kaum Yahudi di Old Cairo yang masih dipelihara dengan baik bangunannya, yaitu Sinagoga Ben Ezra, tetapi tidak ada aktivitas apa pun di bangunan tersebut, kosong, dan hanya dikunjungi oleh wisatawan yang tertarik dengan keindahan bangunan kuno, berbeda dengan beberapa bangunan gereja bersejarah di Old Cairo yang masih digunakan untuk aktivitas ibadah
hingga saat ini. S
angat kontras dengan wilayah Old Cairo yang tertata, berbeda dengan wilayah lain yang sempat kami kunjungi, yaitu bukit Mokattam. Bukit Mokattam sangat terkenal di Mesir dan memiliki kisah unik tersendiri yang mendapat tempat di hati umat kristen Koptik Mesir. Kisah ini menceritakan asal-usul gereja sampah di Bukit Mokattam. Mengapa mendapat julukan gereja sampah? Untuk mencapai gere-
ja yang terletak di atas bukit itu, pengunjung harus melalui perkampungan Zabaleen. Zabaleen (garbage people) artinya pemulung, keseharian warga yang tinggal di perkampungan ini sebagai pengumpul sampah di wilayah bukit Mokattam.
GUNUNG SINAI Keesokan harinya, perjalanan dilanjutkan ke puncak Suci dari gunung Sinai, dalam bahasa ESENSI
5
Gereja Gantung (The Hanging Church) atau dalam bahasa Arab disebut alMuallaqah di wilayah Old Cairo.
6
ESENSI
Gunung Sinai atau gunung Musa (jabal Musa) dengan ketinggian 2.285m dpl, di wilayah Israel. daerah setempat gunung Musa (Jabal Musa), berada di ketinggian 2.285 m di atas permukaan laut. Alkitab mengisahkan, bahwa gunung tersebut diselimuti api dan asap pada saat Musa mendaki ke atasnya untuk menerima Sepuluh Perintah Allah, sementara bangsa Israel yang sedang menunggu di kemah
sambil membuat sapi emas un- Ada larangan yang selalu diatuk dipuja. baikan para pengunjung, yang mendaki ke puncak gunung ini. Gunung Sinai merupakan salah Agar larangan itu dapat ditaati, satu tempat dalam Perjanjian Tuhan seharusnya menambah Lama dimana Tuhan menyata- satu hukumnya lagi, menjadi kan diriNya kepada manusia. hukum kesebelas “jangan memPuncak gunung ini menjadi pun- buang sampah sembarangan.” cak suci bagi umat Yahudi, Kristen dan Islam. Setiap hari, para pendaki menESENSI
7
8
ESENSI
ESENSI
9
10
ESENSI
Gereja Kenaikan Yesus Kristus, di puncak Bukit Zaitun, Betania dan Tapak kaki Yesus Kristus sebelum naik ke surga.
yampahi jalan-jalan yang dilalu- Perjalanan dilanjutkan ke Bukit inya. Zaitun adalah tempat Yesus mengutus para rasulNya ke Pemandangan dari puncak seluruh dunia untuk menyamgunung Sinai memberikan paikan kabar Gembira Injil kegambaran sama seperti gam- pada segala bangsa ”Roh Kubaran keadaan abad-abad dus akan turun ke atas kamu, sebelumnya. Pendakian ke pun- dan kamu akan menjadi saksicak gunung Sinai merupakan Ku di Jerusalem dan di seluruh petualangan yang menantang, Yudea dan Samaria dan sampai setiap hari, pada waktu dini hari, ke ujung bumi.” Di puncak bukit ribuan peziarah dari seluruh ini Yesus naik ke Surga “Lalu Yedunia datang untuk mendaki sus membawa mereka ke luar gunung ini. kota sampai dekat Betania. Di situ Ia mengangkat tangan-Nya dan memberkati mereka. Dan GEREJA ketika Ia sedang memberkati KENAIKAN TUHAN mereka, Ia berpisah dari mere-
ka dan terangkat ke Surga”. Di puncak Bukit Zaitun yang dipandang sebagai tempat kenaikan Yesus, pada tahun 376 didirikan sebuah rotunda, yang pada tahun 438 ditambah dengan sebuah oratorium dan biara pria. Para pejuang Perang Salib mendirikan di situ sebuah gereja bersegi delapan dengan sederetan tiang yang menunjang kubah. Pada waktu itu kubahnya terbuka. Di bawahnya ada batu, yang menurut legenda diinjak oleh Yesus (dengan meninggalkan jejak telapak kakinya) sebelum naik ke surga. Pada tahun 1187 gereja itu ESENSI
11
Di tempat ini peziarah dari seluruh dunia datang untuk dibaptis atau memperbaharui janji baptis mereka di Sungai Jordan. Doa Bapa Kami dengan berbagai bahasa dari penjuru dunia di dinding gereja dan biara
12
ESENSI
Tembok Ratapan, yang selalu dipenuhi peziarah terutama kaum Yahudi
diubah menjadi sebuah masjid, lalu pada tahun 1220, kubahnya ditutup. Setiap tahun sehari menjelang pesta kenaikan Tuhan, para biarawan mengadakan ibadah meriah di sini
GEREJA PATER NOSTER (GEREJA BAPA KAMI) Di sebelah selatan dari Gereja Kenaikan Tuhan berdiri Gereja Pater Noster yang didirikan berdasarkan tradisi bahwa di situlah Yesus mengajarkan doa
Bapa Kami kepada para rasulNya. Tradisi ini didukung oleh Injil Lukas yang menempatkan doa itu langsung sesudah kunjungan Yesus di rumah Maria dan Marta tinggal di Betania. Gereja Pater Noster yang ada sekarang ini adalah gereja yang ketiga. Gereja yang pertama didirikan oleh Kaisar Konstantin pada awal abad ke empat. Tahun 614 dihancurkan oleh pasukan Persia. Pada abad ke-12 para Pejuang Salib membangun lagi sebuah gereja di tempat yang sama, namun ketika mereka
meninggalkan Jerusalem, gereja ini dihancurkan oleh penguasa Islam, lalu tanahnya dijadikan milik mereka. Pada tahun 1868 tempat ini dibeli oleh soerang wanita bangsawan Perancis, Puteri Aurelia de Bossi. Gereja yang sekarang berdekatan dengan biara Suster Karmelit yang didirikan pada tahun 1875. Di tembok gang gereja dan biara ini dapat dibaca doa Bapa Kami dalam berbagai bahasa dari seluruh dunia, termasuk bahasa etnik dari setiap negara. Terdapat juga doa Bapa Kami daESENSI
13
14
ESENSI
ESENSI
15
lam bahasa Indonesia, dan juga bahasa Batak. Sedangkan kemungkinan besar saat itu Yesus mengajarkan doa Bapa Kami dalam bahasa Aramaich (bahasa sehari-hari masa itu) dan Bahasa Ibrani (bahasa khusus untuk keperluan religius saat itu).
TEMBOK RATAPAN Tembok luar di sebelah barat Bait Suci Yahudi disebut Tembok Ratapan, yang saat ini menjadi tempat paling suci bagi umat Yahudi dunia. Menurut tradisi para rabbi, tempat ini dalam arti tertentu berperan sebagai pengganti Bait Suci. Di sinilah orang-orang Yahudi berkumpul untuk berdoa sejak zaman dahulu semenjak Bait Allah ke II dihancurkan oleh Romawi pada tahun tujuhpuluh. Tembok Ratapan ini sebenarnya adalah tembok bagian barat Bait Allah Kedua yang dibangun oleh Raja Herodes Agung pada tahun duapuluh sebelum Kristus, yang dalam bahasa Ibrani disebut “Hakotel Ha’Ma’aravi” artinya tembok sebelah barat. Blok-blok batu berukuran besar sekali dari zaman Herodes Agung I terletak satu di atas yang lain tanpa perbaikan selama kurang lebih dua ribu tahun. Setelah Bait Allah dihancurkan oleh Jendral Titus pada tahun tujuhpuluh masehi sesuai dengan nubuat Yesus yang digenapi, orang Yahudi sebenarnya
sudah tidak mempunyai tempat suci untuk beribadah lagi. Dan juga diingat bahwa pada tahun seratus duapuluh tiga masehi hampir sebagian besar orang Yahudi tidak diperkenankan lagi berada di daerah ini, mereka diusir keluar dari tanah ini (mengingatkan kita akan berdirinya kota pagan Aelia Capitolia di atas Jerusalem dan juga diaspora bangsa Yahudi ke seluruh dunia). Hanya sekelompok kecil orang Yahudi yang masih ada di daerah ini mencari sisa peninggalan dari Bait Allah dan mereka menemukan sisa tembok luar sebelah barat dari Bait Allah. Barulah mulai timbul kebiasaan untuk datang berdoa di bagian tembok ini yang telah berjalan hampir dua puluh abad lamanya sampai tahun 1948. Selama Yerusalem berada di bawah kuasa Yordania (1948-1967), orang-orang Yahudi tidak dapat berdoa di tempat ini. Tetapi setelah Yerusalem dipersatukan kembali, orang-orang Yahudi merubuhkan semua gubug di sekitar tembok ini, lalu membuka sebuah lapangan raya di sekelilingnya, sehingga sekarang mereka dapat berdoa dan berkumpul di sini dengan leluasa. Tembok Ratapan merupakan suatu atraksi tersendiri, sehingga selalu dikunjungi banyak turis. Pada setiap jam, siang dan malam, tanpa peduli dengan musim, di dekat tem-
Tembok Ratapan yang selalu ramai baik wisatawan, maupun peziarah Yahudi dari waktu ke waktu.
16
ESENSI
bok ini dapat dijumpai orangorang Yahudi yang berdoa dan kadang-kadang memasukkan gulungan-gulungan kertas kecil ke dalam celah-celah batu. Pada gulungan kertas itu dicatat wujud doa. Tembok ini disebut Tembok Ratapan, sebab pada tembok inilah orang-orang Yahudi sampai sekarang berdoa dan meratapi kehancuran Bait Suci sambil berharap bahwa suatu saat jika Tuhan memang berkenan, Bait Suci tersebut akan dibangun kembali, dan juga meratapi akan tersebarnya sebagian besar bangsa Yahudi di seluruh dunia.
Seorang pria Yahudi berdoa di area Tembok Ratapan
ESENSI
17
18
ESENSI
ESENSI
19
Fotografer & Penulis Cerita: Redaksi Esensi
POJOK SENI
Silhouette Pak Pri
‘Tidak ada kamus ‘pesek’ dalam siluet. Dalam bentuk apapun hidung pasti menggunung. Kenalilah dan syukurilah karunia Tuhan di dalam diri. Cantik, ganteng, unik, lucu, manyun dan apapun istilah lainnya untuk diri kita, orang lain lebih tau, dan yang tak pernah dapat kita sembunyikan’. Penggalan kalimat di atas terpampang rapi dalam sebuah pigura sederhana yang menempel pada dinding kios. Selasa sore, diawal Desember 2015, seorang tamu perempuan duduk menyamping menghadap televisi tabung 19 inci di kios seniman milik Priadji Kusnadi. Pak Pri, panggilan akrabnya, sedang asik menggunting sebuah karton bewarna hitam ukuran 10R saat ditemui tim 20
ESENSI
Majalah Esensi. Gunting meliak- sangat terjangkau, pengunjung liuk dan perlahan membentuk dapat memiliki koleksi siluet wajahnya sendiri sesuai ukuran siluet wajah si perempuan tadi. yang diinginkan. Untuk sebuah siluet wajah, Pak Pri membutuhkan waktu sekitar Setiap hari Pak Pri ‘mangkal’ lima sampai sepuluh menit. di Pasar Seni Ancol, Jakarta Dengan bermodal gunting Utara. Menempati kios Blok C26 kecil dan kertas karton hitam, menghadap panggung pasar Pak Pri memproduksi sebuah seni, suasana rindang selalu potret siluet wajah. Dari sisi menemaninya dalam berkarya. kanan pengunjung yang ingin Ia menjadi salah satu penghuni ‘digunting’ (istilah saat membuat awal pasar seni sejak awal siluet), ia mengikuti bentuk berdiri di tahun 1975. Seniman detail dalam dua dimensi setiap jebolan seni rupa ITB kelahiran lekuk wajah dan rambut. Secara Yogyakarta 7 Januari 1953 ini keseluruhan, kepala (tampak awalnya menekuni sketsa wajah samping) menjadi bahan dalam dan karikatur. Saat menempati karya seni potret siluet wajah. Pasar Seni Ancol pertama Setelah selesai, hasil guntingan kali, seorang teman seniman karton tadi ditempelkan pada tetangga kiosnya bernama selembar kertas putih sebagai RW. Mulyadi membuat siluet dasarnya lalu dimasukan dalam wajah. Pak Pri terinspirasi dan pigura. Dengan harga yang mencobanya. Dengan canda,
ia serta merta menunjukkan guntingan siluet pada kawannya dan meminta ijin untuk ‘jualan’ siluet. Seijin RW. Mulyadi ia diperkenankan membuat siluet wajah sejak hari itu. “Suasana Pasar Seni Ancol saat itu selalu ramai pengunjung dan saya menjadi OKB alias orang kaya baru kala itu”, kenangnya sambil tertawa. Menjadi seniman Pasar Seni Ancol berstatus mahasiswa kala itu, Pak Pri mondar-mandir ITB Bandung - Jakarta hingga tahun ’78. “Saya lebih sering naik pesawat dari Bandara Kemayoran saat itu”, kenangnya. Keasyikan di pasar seni karena banyaknya orderan, sang dosen bernama G. Sidarta menjemputnya ke pasar seni dan meminta Priadji muda untuk menyelesaikan kuliah, walaupun akhirnya ia memutuskan untuk berkarya di Pasar Seni Ancol.
dan di setiap persinggahan lainnya, ada saja warga yang memintanya untuk dibuatkan gambar karikatur, sketsa bahkan siluet wajah. Selama perjalanan ia menginap di losmen dan masjid. Sekitar dua mingguan melancong Jakarta – Bali, tak lupa ia singgah di rumah Pengalaman menarik pada orangtuanya di Yogyakarta saat tahun 1976, Pak Pri ‘ngamen’ perjalanan kembali ke Jakarta. Jakarta - Bali mengendarai motor Honda CB 125 warna Kini Pak Pri tinggal di rumahnya merah miliknya. Solo rider di kawasan Cipete, Jakarta dadakan ini membawa sejumlah Selatan bersama keluarganya. pigura yang tertumpuk penuh Ia masih menjalani rutinitasnya di motor dan badannya. Saat sehari-hari di Pasar Seni Ancol. beristirahat di warung-warung Terkadang Pak Pri juga diundang makan atau bengkel motor untuk mengisi acara ulang
tahun, gatering bahkan acara di stasiun televisi. Sejumlah tokoh seperti Ratu Juliana, Soeharto, Jokowi, Kasino, Iwan Fals, Mpo Nori, Camelia Malik, Valentino Rosi dan puluhan tokoh lainnya pernah dibuatkan siluet wajah olehnya. “Seperti wayang, siluet wajah ini untuk menyadarkan diri pada orang itu sendiri, dia memiliki bentuk perannya utk bisa hidup membawa berkah, sebuah peran kehidupan. Seperti Sukrosono, bentuknya jelek pendek tapi baik hatinya”, ujar Pak Pri. (red)
Pak Pri di Sanggar Seninya, di pasar Seni Ancol, tempat berkarya dan beraktifitas. ESENSI
21
Belitung, Pantai dengan Benteng Batu Granit Film “Laskar Pelangi” dari novel karangan Andrea Hirata, telah membawa Belitung menjadi terkenal dan menjadi tujuan wisata favorit saat ini. Sekarang siapa yang tidak kenal Pulau Belitung, berkat film Laskar Pelangi gugusan pulau terbesar di provinsi Bangka Belitung itu kini menjadi destinasi wajib bagi pencinta wisata alam. Pantai yang dipenuhi batuan granit raksasa yang terhampar diantara pasirnya yang putih. Pulau Belitung memiliki pantai yang unik, batuan granit raksasa yang berbaris disepanjang pantainya seakan membentengi pulau Belitung dan bahkan hampi di seluruh gugusan pulau-pulau di sekitar Belitung dibentengi batuan granit ini. Pulau-pulau kecil di sekeliling
Belitung Barat, seperti Pulau Pasir, Pulau Lengkuas, Pulau Burung dan beberapa pulau kecil berbatu lainnya. Tanjung Tinggi, adalah salah satu pantai yang menjadi primadona karena keindahan panorama batuannya. Menikmati suasana pagi tak kalah indah kalah pula saat suasana matahari terbenam. Menikmati matahari yang mulai turun ke ufuk Barat dari atas puncak batu raksasa dan menyaksikan sang surya turun diantara batuan yang berkilau putih hingga coklat kehitaman adalah suasana yang memanjakan mata dan menjadikan
wisata yang sempurna di pulau Belitung. Andrea Hirata pengarang novel kelahiran Belitung dan film Laskar Pelangi telah sukses menjadikan Belitung begitu menjadi populer. Pantai Tanjung Tinggi menjadi tujuan wisatawan yang ingin menikmati keindahan, tidak hanya pantai pasir putihnamun bebatuan granit yang terhampar akan menghipnotis siapapun wisatawan yang datang. Jika menginginkan sensasi menyaksikan keindahan laut dengan benteng batu granit dari puncak batuan, Belitung adalah tempatnya.
Fotografer & Penulis cerita : Himawan Paramayuda
22
ESENSI
PELESIR
Jaring ayun di pantai Tanjung Tinggi Belitung.
Pos penjaga pantai, sedia mengawasi keselamatan wisatawan di pantai Tanjung Tinggi, Belitung.
Gugusan batuan granit raksasa yang membentengi pantai Tanjung Tinggi, Belitung.
ESENSI
23
24
ESENSI
ESENSI
25
26
ESENSI
Warga pedagang makanan dan kelapa muda di pantai Tanjung Tinggi, Belitung
Panorama pantai Tanjung Tinggi, Belitung
Pantai Tanjung Tinggi, Belitung
ESENSI
27
Wisatawan bermain di pantai Sejumlah perahu yang membawa wisatawan berlabuh di pantai pulau Lengkuas, Belitung
28
ESENSI
pulau Lengkuas, Belitung. Pulau Batu Garuda, salah satu icon wisata di kawasan Tanjung Kelayang, Belitung.
Pulau Batu Berlayar, disebut demikian karena bentuknya seperti kapal yd sedang berlayar di Belitung.
Pantai pulau Pasir, yang hanya muncul saat air laut surut di Belitung.
Pemandangan dari puncak mercusuar di pulau Lengkuas, Belitung.
ESENSI
29
LAPORAN UTAMA
Fotografer & Penulis Cerita: Arnold Simanjuntak 30
ESENSI
Berkat Dari Laut
LAMALERA
ESENSI
31
Ama gene ola, ola kae kode kae (leluhur telah mewariskan tradisi ini, kami melakukannya demi kenangan terhormat). Desa Lamalera berada di sebelah selatan Pulau Lembata, Nusa Tenggara Timur (NTT) dan berhadapan langsung dengan Laut Sawu. Menurut tradisi lisan, nenek moyang orang Lamalera berasal dari negeri Luwuk di Sulawesi Tengah. Dahulu, mereka dibawa oleh armada laut Majapahit pimpinan Patih Gajah Mada sebagai tentara paksaan untuk menguasai kawasan timur Nusantara. Armada berlayar menuju Halmahera, Seram, Ambon, Kepulauan Kei,Tanimbar kemudian menyusuri Pulau Timor, Adonara dan akhirnya tiba di Pulau Lepanbatan dimana pulau tersebut tenggelam sehingga mereka berlayar ke Pulau Lembata.
Orang Lamalera adalah nelayan tradisional dengan peledang (perahu tradisi) yang dibuat dengan pasak kayu tanpa material besi. Layar perahu dibuat dari anyaman daun gebang berukuran sekitar 2x3 meter. Nelayan Lamalera juga dikenal dengan hasil tangkapan ikan-ikan besar khususnya mamalia paus dalam selimut tradisi adat istiadat Lamalera dan tradisi Gereja Katholik Roma. ‘Mengambil berkat dari laut’ memberi makna filosofis dimana laut sebagai ‘ibu’ yang menyediakan segala kebutuhan hidup lewat representasi penghormatan terhadap leluhur. Penghormatan kepada ‘Ibu Laut’ bersinergi dengan konsep keharmonisan antara manusia dan alam. Tradisi yang memadukan olah rasa dan penghayatan dalam setiap laku mereka. Lamalera sebagai bentuk konkret masyarakat bahari dimana laut menjadi sumber pemenuhan kebutuhan hidup untuk satu kampung dengan ritual tradisi yang mengikat. Paus yang mereka ‘ambil’ dari laut itu bahkan untuk memberi makan
Salah satu Lamafa (juru tikam paus)
32
ESENSI
satu pulau. Perempuan Lamalera melakukan perjalanan jauh menjelajah setiap desa di Pulau Lembata mengantarkan daging paus untuk barter dengan hasil ladang seperti jagung, beras merah dan kacang tanah. Tradisi ini disebut ‘penetang’. Rangkaian ritual inkulturasi pembukaan musim melaut dilaksanakan pada akhir April hingga awal Mei. Mula-mula Tuan Tanah melakukan ritus Ie Gerek atau pemanggilan paus dan memhohon restu leluhur di situs ‘Batu Paus’ yang terletak di punggung Gunung Labalekang. Salah satu mitologi Lamalera yang dapat dibuktikan secara ilmiah adalah mitologi paus yang dulu berasal dari hewan sejenis kerbau dalam silsilah evolusi. Lamalera meyakini paus sebagai ‘kerbau bertanduk gading’ (mengacu pada gigi paus). Setelah turun gunung, Tuan Tanah kemudian menutup upacara dengan membasuh diri di pantai. Malam hari sebelum Misa Leva, warga Lamalera melaksanakan Misa Arwah yang dipimpin Pastor. Di tepi pantai berkarang, masyarakat Lamalera berdoa untuk orangtua dan semua sanak saudara yang telah meninggal di ‘laut’. Pastor dan warga desa berkumpul menghadap laut mengenang dan mendoakan arwah keluarga mereka, leluhur mereka yang berjuang untuk kelangsungan hidup anak cucu. Di sepanjang pantai dan karang, warga menyalakan
lilin dan sebagian lainnya mengarungkan rangkaian lilin ke laut, mengirimkan doa untuk kedamaian roh leluhur di kehidupan berikutnya. Esoknya, pada 1 Mei rangkaian ritus disempurnakan oleh Tradisi Gereja Katholik dengan Misa Leva (Misa Laut), hari yang paling khusus bagi semua orang Lamalera untuk berada didalam misa. Gereja akan memberkati manusia dan laut yang menjadi pengharapan kepada kehidupan mereka dimusim yang baru. Disini hubungan antara manusia, Gereja Katholik, penghormatan pada leluhur dan laut tidak dapat dipisahkan. Simpul kuat yang saling menopang tapi juga rentan perubahan. Orang Lamalera meyakini petuah ‘apa yang terjadi di darat akan terjadi di laut’. Rangkaian ritual inkulturasi diharapkan membawa damai di dalam setiap keluarga sebelum nelayan pergi melaut dan menerima berkah laut. Misa Leva dilaksanakan pagi hari. Warga berbondongbondong menuju Kapel Santo Petrus di tepi pantai. Ekaristi Kudus menjadi pusat atau inti
dari seluruh kegiatan orang Lamalera. Pastor menghadap laut dan merentangkan tangan memberkati laut. Sebuah Peledang (perahu tradisi) serta seluruh awak diperciki air berkat. Nelayan mendorong peledang tersebut ke laut untuk mengantarkan ‘pesan’ ke tengah laut bahwa musim melaut mengambil paus telah dimulai. Peledang tradisi dipimpin oleh seorang Lamafa atau juru tikam. Perempuan Lamalera memiliki peran khusus dengan memintal kapas menjadi benang yang digunakan untuk ‘Tali Leo’ (tali untuk tarik paus) yang dihubungkan pada perahu dengan tempuling (mata tombak). Teriakan khas ‘Baleo’ (bawa tali leo) menjadi tanda nelayan siap mengejar paus yang muncul dan menyeburkan air di permukaan laut. Ada doa-doa khusus yang mereka sampaikan dalam perkataan dan nyanyian di setiap kondisi saat melaut. Lelaku ini dipercaya ampuh untuk memulihkan semangat. Namun, kini tidak banyak lagi yang tau Leva Nua atau nyayian
laut tersebut. Kondisi alam dan kekayaan biodiversitas Laut Sawu telah membentuk budaya dan tradisi ini selama ratusan tahun. Leva Alep atau manusia laut atau putra lautan dalam bahasa Indonesia, telah melakukan penangkapan paus dan jenis ikan besar lainnya untuk kehidupan. Pembagian hasil tangkapan telah diatur dalam ketentuan tradisi menurut divisi dan peran dalam pembagian ‘koperasi’ perahu suku. Umumnya tiap suku memiliki peledang. Dari peledang inilah mereka menggantungkan harapan dari hasil tangkapan. Lamalera menjadi pintu gerbang masuknya agama Katholik di Pulau Lembata 129 tahun silam pada tahun 1886. Kini di kampung Lamalera lebih banyak lansia dan usia setengah baya yang menjalani kehidupan sebagai nelayan tradisi. Generasi muda banyak yang memilih meniti karir ke kota-kota besar. Kerisauan ibuibu Lamalera adalah ketika anakanak mereka pergi merantau dan tidak kembali lagi ke laut untuk melanjutkan tradisi ini. ‘Ama gene ola, ola kae kode kae’. (Leluhur telah mewariskan tradisi ini, kami melakukan demi kenangan terhormat).
Patung St. Petrus memegang tempuling
ESENSI
33
34
ESENSI
ESENSI
35
36
ESENSI
ESENSI
37
Ibu-ibu pemintal kapas, dari tangan mereka dibuat Tali Leo untuk pengikat tempuling yang dipakai para Lamafa
38
ESENSI
ESENSI
39
40
ESENSI
Paledang, perahu tradisional Lamalera untuk berburu paus di laut Sawu
ESENSI
41
Generasi penerus tradisi Lamalera di pantai
42
ESENSI
Perburuan paus tradisional di perairan Laut Sawu
ESENSI
43
Bergotong royong memotong paus buruan di pantai Lamalera
44
ESENSI
Seorang perempuan menggotong potongan ikan hasil buruan.
ESENSI
45
46
Arnold Simanjuntak, anggota Lembaga Poros Foto Yogyakarta yang berkonsentrasi dalam menggunakan media fotografi sebagai advokasi untuk masalah sosial dan lingkungan. Foto-foto yang disajikan di sini telah memenangkan penghargaan internasional “Humanity Photo Awards ESENSI 2015” untuk kategori “Production & Commerce”.
Seorang anak Lamalera dengan tulang sirip paus
ESENSI
47
MISA INKULTURASI “Inkulturasi Sebagai Transformasi Nilai-Nilai Budaya” Fotografer & Penulis Cerita Sihol Sitanggang
Dokumentasi foto misa inkulturasi gereja Katolik Keluarga Kudus, Pasar Minggu, Jakarta. 48
ESENSI
Diminggu pagi yang cerah, pelataran gereja Katolik Keluarga Kudus, Pasar Minggu, Jakarta Selatan, terasa ada yang berbeda dari minggu-minggu biasanya. Diatas pintu masuk gereja tergantung banner sepanjang 4 meter bertuliskan “Horas, Mejuah-juah” yang artinya “damai dan suka cita buat kita semua.” Tampilan interior gereja pun dihiasi dengan berbagai ulos, mulai dari altar hingga pilar-pilar gedung gereja tak luput den-
gan hiasan ulos. Saat sinar matahari pagi mulai memberi kehangatan, satu persatu umat berdatangan memasuki halaman gereja. Sejumlah remaja perempuan berikat kepala dengan kain merah, dipadu dengan benang emas yang dibordir dikain itu. Terlihat puluhan orang perempuan hiruk pikuk berbusana kebaya, dan mengenakan kain songket. Sementara di dekat gua maria, sekelompok kaum pria merapi-
BUDAYA
kan jasnya dengan mengenakan tutup kepala yang terbuat dari Ulos. Bagi suku Batak, terjuntai Ulos di bahu kanan menjadi kelengkapan yang khas dalam berbusana. Tepat pukul setengah sembilan pagi, dari halaman gereja, terdengar lirih ungkapan permohonan seorang umat kepada amang Pargoci (pemain alat musik tradisional Batak) untuk meminta iringan Gondang Tortor memasuki ruang gereja. Spontan berbunyi suara tabuhan Taganing (ansambel musik Batak) “Dung… dung dung dung dung” sebagai sahutan dari amang Pargoci menjawab permintaan Gondang Tor-tor itu. Berselang beberapa menit, alunan Gondang mengalun ritmik, mengiringi Romo (Pastor) dan sejumlah petugas liturgi memasuki gereja. Dan Misa Inkulturasi pun dimulai, semua umat berdiri dan tertegun, terbawa oleh suasana budaya yang menyatu dengan ritus keagamaan ini. Umat yang hadir seolah merasakan sebuah peristiwa budaya
yang real seperti layaknya pesta adat Batak. Tanpa kita sadari bahwa Inkulturasi ini memampukan kita beriman untuk berdialog dengan kebudayaan setempat. Karenanya Inkulturasi bukanlah sekedar penyesuaian lahiriah, melainkan suatu transformasi internal dari nilai-nilai budaya yang khas. Hal ini terjadi melalui proses penyatuan ke dalam keimanan dan berakarnya keimanan dalam pelbagai budaya manusia. Inkulturasi sebagai hubungan yang kreatif dan dinamis antara iman dengan budaya. Maka inkulturasi adalah suatu proses yang berlangsung terus menerus dan selalu relevan untuk setiap bangsa atau wilayah di mana iman mulai bertumbuh. Secara khusus, iman hanya akan ada bila memperoleh bentuk ekspresi budaya. Sehingga iman dan kebudayaan harus berinteraksi dan berasimilasi satu dengan yang lain. Dalam pengalaman kognitf, dengan misa Inkulturasi dapat menunjukkan identitas di tengah-tengah kelompok suku Indonesia lainnya. Sekaligus
membentuk kesadaran akan pluralitas masyarakat Indonesia, sehingga orang Batak dapat menempatkan dirinya dengan rendah hati pada posisi yang tepat. Momentum ini juga dapat mengobati kerinduan dan pengingat sebagai seorang perantau. Dimana terungkap pada alunan “O Tano Batak” di awal prosesi misa. Oh, Tanah Batak kecintaan ku… Aku selalu merindukan mu Sulit tertidur, mataku tak terpejamkan Aku selalu rindu pada mu… Horas… Menjuah-juah…
ESENSI
49
50
ESENSI
Writer of the story John Sebastian Doe
ESENSI
51
Petugas Taperkol dengan pakaian adat Batak pada Misa Inkulturasi
Pastor dan sejumlah prodiakon memulai prosesi Misa Inkulturasi.
52
ESENSI
Lektor pada saat pembacaan kitab suci .
Penerimaan sakramen ekaristi misa inkulturasi.
Pemberkatan kepada umat oleh pastur. ESENSI
53
Sketsa MUG CakSu Ide melukis sketsa dengan media mug enamel terlintas karena kedai kopi yang dirintis tak kunjung terwujud, sedangkan stok mug enamel terlanjur menumpuk. ‘Sketch on enamel mug handmade ready stok ….’. Status ini tertera di timeline akun social media milik Anton Subandrio. Di bawahnya terlampir foto mug dengan sketsa wajah Nelson Mandela yang ditumpuk di atas mug Abraham Lincoln dan Albert Einstein. Foto tersebut diposting pada 11 November 2015. Dengan label ‘Cak Su Sketch’ di sudut arsiran, goresan tinta berwarna hitam melekat pada permukaan mug yang terbuat dari bahan enamel dan keramik putih. Selain mug bergambar tokoh idola beserta quotes sang tokoh, pembeli juga dapat memesan gambar sesuai keinginan, sehingga mug menjadi spesial karena bersifat personal dan 54
ESENSI
biasanya si empunya menjadikan mug ini sebagai mug pribadi untuk ’ngopi’ atau ‘ngeteh’, bahkan juga berfungsi sebagai pajangan unik di sudut ruangan. Anton Subandrio yang akrab disapa Cak Su menorehkan sketsa khusus tokoh, mulai dari musisi legendaris, tokoh politik dunia, sastrawan, tokoh nasional dan tokoh-tokoh inspiratif lainnya. Cak Su belajar gambar secara autodidak dan sudah memulainya sejak kecil. Untuk sketsa, diawali ketika membuka lapak di Taman Bungkul, Surabaya yang acap kali harus berhadapan dengan Satpol PP serta guyuran hujan. Lapak jasa sketsa wajah 15 menit langsung jadi. Dua tahun di Taman Bungkul telah mengasah
jemarinya ‘menari’ dengan pensil dan tinta di atas media kertas saat itu. Ide menorehkan sketsa potrait pada dinding mug terbesit ketika ia ingin membuka usaha warung kopi di Surabaya tahun 2014 silam. Cak Su belanja banyak mug saat itu untuk pelanggan yang akan minum kopi di kedainya nanti. Karena usaha warung kopinya tak kunjung terwujud dan stok mug menumpuk, terlintaslah ide untuk membuat sketsa wajah di mug. Ternyata sketsa mugnya diminati, khususnya dari kalangan temanteman dekat dan komunitas. Tidak hanya sketsa tokoh, kini Cak Su juga membuat gambar beragam fauna pada dinding mug. Dalam proses produksi, untuk
KREATIF Mug, media berkarya dan berkreasi bagi cak Su, dengan berbagai sketsa wajah tokoh dan quote.
menyelesaikan satu sketsa pada sebuah mug membutuhkan waktu sekitar dua jam hingga proses finishing. Tak lupa menorehkan sebuah quotes sang tokoh di sisi mug lainnya seperti ‘Don’t criticize what you can’t understand’ pada sketsa Bob Dylan. “Saya selalu memberi penjelasan kepada pelanggan tentang aturan cara merawat mug sketsa”, jelas Cak Su. Saat mencuci, pada bagian luar mug bergambar tidak harus dikucek serta hindari benturan benda keras. Hindari juga cairan alkohol karena dapat merusak pernis gambar. Pria kelahiran Surabaya 1989 ini mengembangkan bakatnya menjadi peluang bisnis. Pemasaran dilakukan melalui sosial media. Harga mug sketsa produksi Cak Su Sketch sangat terjangkau tergantung jenis mug. Pesanan datang dari sejumlah daerah seperti Kalimantan serta beberapa kota besar lainnya di Pulau Jawa. Beberapa sketsa tokoh nasional seperti Bung Karno, Bung Hatta, Jenderal Soedirman, Pramoedya Ananta Toer juga menjadi buruan pelanggan dengan cita rasa nasionalis.
Pernah suatu ketika seseorang memesan mug dengan sketsa kucing kesayangannya melalui foto. Setelah sketsa selesai, si empunya bingung karena bulu kucingnya sedikit, padahal bulunya lebat. “Malah muka kucingnya jadi tambah seram”, ujar Caks Su seraya tertawa menceritakan pengalamannya menerima order perdana kepada Majalah Esensi melalui sambungan telepon. Untunglah saat itu sang pemesan tidak marah dan malah ikut tertawa. Harapan Cak Su kedepan, ia ingin punya toko khusus sketsa dengan beragam media. “Jualan seni bisa disesuaikan degan permintaan pasar, mug menjadi salah satu alternatif, menyesuaikan seni di industri”, ujar seniman yang mengidolakan musisi almarhum Gombloh ini. Sebagai seniman, si arek Surabaya yang juga hobi fotografi ini memiliki gagasan untuk sebuah karya personalnya. Suatu saat ia ingin memamerkan sketsa potret wajah yang menampilkan wajah para keluarga serta kerabat dekat yang menginspirasi perjalanan hidupnya dalam proses berkarya dan sedikit deskripsi tentang mereka, para model sketsa tersebut. “Jadi menurut saya, sketsa adalah deskripsi atau goresan singkat tentang cerita hidup yg dirasa hidup itu cuma singkat”, tambahnya. (redaksi)
ESENSI
55
Hentakan musik kolaborasi pop dan orchestra membahana di hall Kota Casablanca, lantai tiga, Jakarta Selatan. Konser musik ini kolaborasi Garnier Sakura Garden 56
ESENSI
Festival, dengan mengusung tema “Sakura Beauty and Friends Forever.” Di acara itu, Garnier mengajak semua orang untuk merayakan serta mengapresiasi
kecantikan dan persabahatan. Selain itu, acara ini merupakan bentuk apresiasi Garnier kepada konsumennya yang telah memilih Garnier Sakura White.
Kecantikan & Arti Persahabatan “Sakura Beauty and Friends Forever” Garnier Sakura Girls memiliki kepedulian dalam menjaga kecantikan alami. Mereka selalu hadir dan berbagi dengan sahabatnya. Bersama Garnier Sakura White, mereka membantu para sahabat untuk mewujudkan kecantikan merona dan alami seperti dirinya. Konser ini menghadirkan Viky Sianipar sebagai arranger yang mengaransemen komposisi musik indah dari sejumlah musisi papan atas seperti; Lala Karmela, Maliq dan D’Essentials, Afgan, NAIF, e Overtunes, Adera, dan Sheryl Sheina. Sakura Garden Festival tidak hanya sekedar konser kolaborasi, event ini juga menjadi bentuk penghargaan untuk perempuan Indonesia yang menghargai makna persahabatan, yang kadang terlupakan.
kolaborasi sejumlah musisi papan atas seperti Lala Karmela, Maliq & D’Essentials, Afgan, NAIF, The Overtunes, Adera, dan Sheryl Sheinafia dalam “Sakura Garden Festival”
ESENSI
57
Jejak Kolonial di Pulau “ONRUST” Fotografer & Penulis Cerita: Himawan Paramayuda
Sejarah kejayaan dan kelamnya pulau Onrust masih tergambar jelas dari sisa-sisa bangunan dan puing yang melukis pelatarannya.
58
ESENSI
SUDUT KOTA
ESENSI
59
Kejayaan dan sejarah kelam “Onrust” masih terlihat dari sisasisa bangunan dan reruntuhan yang terhampar di seantero pulau ini. Menyelami pulau ini imajinasi kita terbawa kembali ke masa VOC (Vereenigde Oost-Indische Compagnie) yang menjadikan pulau ini sebagai pelabuhan bongkar muat dan galangan kapal hingga sesuai dengan namanya “Onrust” pulau ini selalu sibuk dan tak pernah beristirahat. Berawal kegagalan VOC memonopoli Banten, tahun 1610 terjadi perjanjian antara Belanda dan Pangeran Jayakarta yang memberi ijin pembangunan galangan kapal di teluk Jakarta menggunakan pulau Onrust yang dimulai pembangunannya pada 1613. Pembangunan terus berjalan Tahun 1615 VOC mendirikan 60
ESENSI
sebuah galangan kapal dan sebuah gudang kecil. Selain sebagai galangan kapal, Jan Pieterzoon Coen ingin Onrust menjadi koloni sehingga VOC mengirim keluarga Cina ke Onrust dengan segala fasilitasnya. Kemudian tahun 1618 Coen menjadikan Onrust sebagai pulau pertahanan terhadap akibat memuncaknya ancaman Banten dan Inggris. Tahun 1800 Inggris melakukan blokade terhadap Batavia, dan pertama kali mengepung Onrust dan sekitarnya. Semua bangunan di pulau Onrust dimusnahkan. Belanda kembali membangun Onrust sesuai dengan rencana DM. Barbier pada 1803, namun baru selesai pembangunan tahun 1810 dihancurkan lagi oleh Inggris bahkan menduduki Onrust sampai 1816.
Pulau Onrust kembali beraktifitas pada 1848, setelah dilakukan renovasi di tahun 1827. Penambahan pelabuhan terapung untuk kepentingan perbaikan kapal laut dibangun pada tahun 1856, namun setelah Pelabuhan Tanjung Priok dibangun tahun 1883, pulau Onrust mulai kehilangan peran dalam dunia perkapalan dan pelayaran. Setelah pembangunan stasiun cuaca di pulau Onrust ini dan pulau Kuyper (Cipir) Onrust kembali mendapat perhatian. Untuk kepentingan politik Belanda pada tahun 1911 Onrust diubah fungsinya menjadi karantina Haji hingga tahun 1933. Pulau ini juga dijadikan tempat tawanan para pemberontak yang terlibat dalam “Peristiwa Kapal Tujuh” (Zeven Provincien) dari tahun 1933 sampai 1940 dan selanjutnya tahun 1940 dijadikan sebagai tempat tawanan orang-
orang Jerman Indonesia.
yang
ada
di
Setelah Jepang menguasai Batavia di tahun 1942, Onrust dijadikan tempat penjara bagi para penjahat kriminal kelas berat. Setelah Indonesia merdeka pulau ini dimanfaatkan sebagai Rumah Sakit Karantina penderita penyakit menular di bawah pengawasan
Departemen Kesehatan RI hingga awal 1960-an. Setelah itu Tahun 1960-1965 tempat ini dijadikan penampungan para gelandangan dan pengemis. Pembongkaran dan pengambilan material bangunan besar-besaran terjadi di Pulau ini karena dianggap tak bertuan pada tahun 1968. Tahun 1972 keluarlah SK Gubernur KDKI yang menyelematkan sisa-sisa
bangunan, dengan menyatakan Pulau Onrust sebagai pulau bersejarah. Semua sejarah panjang dan kelam pulau ini masih dapat kita lihat dari jejak-jejak Kolonial di pulau Onrust. (par)
Meriam dari jaman VOC di pulau Kahyangan atau pulau Cipir,
Makam Belanda di pulau Onrust
Puing bekas barak karantina haji, Pulau Onrust. ESENSI
61
62
Puing bekas kincir angin di pulau
Penanda makam para pemberontak
Onrust.
kapal tujuh.
ESENSI
Salah satu batu nisan penanda makam Belanda di pilau Onrust
Tembok yang masih kokoh bekas Tembok yang masih kokoh bekas rumah sakit di pulau Kahyangan
rumah sakit di pulau Kahyangan
Bekas rumah dokter yang dijadikan museum Onrust
ESENSI
63
64
ESENSI
foto: Arnold Simanjuntak, ilustrasi: Paramayuda
esensi-paramayuda@2015
