ANALISIS FAKTOR-FAKTOR YANG MEMPENGARUHI PERMINTAAN KOMODITI KOPI DI SUMATERA UTARA
TESIS
OLEH HOTDEN L. NAINGGOLAN 057018011/ EP
SEKOLAH PASCASARJANA UNIVERSITAS SUMATERA UTARA MEDAN 2007
ANALISIS FAKTOR-FAKTOR YANG MEMPENGARUHI PERMINTAAN KOMODITI KOPI DI SUMATERA UTARA
TESIS Untuk memperoleh gelar Magister Sains dalam Program Studi Ekonomi Pembangunan pada Sekolah Pascasarjana Universitas Sumatera Utara
Oleh : HOTDEN L. NAINGGOLAN 057018011/ EP
MAGISTER EKONOMI PEMBANGUNAN SEKOLAH PASCASARJANA UNIVERSITAS SUMATERA UTARA MEDAN 2007
Judul Penelitian
: Analisis Faktor-Faktor Yang Mempengaruhi Permintaan Komoditi Kopi Di Sumatera Utara.
Nama
: Hotden L. Nainggolan
NIM
: 057018011
Program Studi
: Ekonomi Pembangunan.
Menyetujui Komisi Pembimbing :
Dr. Sya’ad Afifuddin, SE., MEc. Ketua
Drs. Iskandar Syarief, MA Anggota
Ketua Program Studi
Direktur,
Dr. Murni Daulay, SE., MSi.
Prof. Dr. T. Chairun Nisa, B., MSc.
Tanggal Lulus : 6 Juli 2007.
TELAH DIUJI PADA HARI/ TANGGAL
: Jumat, 6 Juli 2007
PANITIA PENGUJI TESIS :
KETUA
: Dr. Sya’ad Afifuddin, SE., MEc.
ANGGOTA : 1. Drs. Iskandar Syarief, MA. 2. Dr. Murni Daulay, SE., MSi. 3. Drs. Rujiman, MA.
KATA PENGANTAR Puji Syukur kepada Tuhan Yang Maha Kuasa atas berkat rahmat dan karunianya sehingga penulis dapat mengikuti pendidikan mulai dari perkuliahan pada Program Studi Magister Ekonomi Pembangunan Sekolah Pascasarjana Universitas Sumatera Utara, sampai dengan penyusunan tesis ini dengan judul, “Analisis FaktorFaktor Yang Mempengaruhi Permintaan Komoditi Kopi Di Sumatera Utara ”. Dalam menyelesaikan tesis ini, penulis telah banyak mendapat bimbingan, arahan dan saran-saran dari Dosen Komisi Pembimbing, pada kesempatan ini penulis mengucapkan banyak terimakasih dan penghargaan setinggi-tingginya khususnya kepada Bapak Dosen Pembimbing serta Bapak dan Ibu Dosen Penguji atas bimbingan, pengarahan dan waktunya yang telah diberikan kepada penulis mulai dari penulisan proposal hingga penulisan tesis ini. Pada kesempatan ini penulis menyampaikan ucapan terimakasih yang sebesarbesarnya kepada semua pihak yang telah membantu penulis mulai dari perkuliahan hingga pada penyusunan tesis ini, yaitu kepada : 1. Bapak Prof. dr. Chairuddin P. Lubis, DTM&H., Sp.A(K), Rektor Universitas Sumatera Utara. 2. Ibu Prof. Dr. Ir. T. Chairun Nisa B, MSc, Direktur Sekolah Pascasarjana Universitas Sumatera Utara. 3. Bapak Prof. Dr. Ir. A. Rahim Matondang, MSIE, Wakil Direktur I Sekolah Pascasarjana Universitas Sumatera Utara.
4. Ibu Dr. Murni Daulay, SE., MSi, Ketua Program Studi Magister Ekonomi Pembangunan Sekolah Pascasarjana Universitas Sumatera Utara. 5. Bapak Dr. Sya’ad Afifuddin, SE.,MEc, Sekretaris Program Studi Magister Ekonomi Pembangunan selaku ketua Komisi Pembimbing atas arahan dan bimbingannya selama masa perkuliahan hingga penulisan tesis ini 6. Bapak Drs. Iskandar Syarief, MA sebagai anggota Komisi Pembimbing yang telah banyak meluangkan waktunya dan memberikan pemikiran, bimbingan dan arahannya selama masa perkuliahan hingga pada penulisan tesis ini. 7. Bapak Drs. Rujiman, MA, dan Ibu Dr. Murni Daulay, SE, MSi, sebagai pembanding yang telah banyak memberikan saran-saran perbaikan dalam penyusunan tesis ini. 8. Para Bapak dan ibu Dosen serta Pegawai Administrasi Program Studi Magister Ekonomi Pembangunan Sekolah Pascasarjana Universitas Sumatera Utara. 9. Bapak Dr. Ir. Jongkers Tampubolon, MSc, Rektor Universitas HKBP Nommensen Medan yang telah memberikan dukungan, motivasi dan semangat bagi penulis mulai dari masa studi ini hingga penulisan tesis ini. 10. Bapak Dr. Ir. Parulian Simanjuntak, MA, Direktur Program Pascasarjana Universitas HKBP Nommensen Medan. 11. Ibu Dr. Ir. Erika Pardede, M.App.Sc, Dekan Fakultas Pertanian Universitas HKBP Nommensen Medan.
12. Bapak Ir. Jhondikson Aritonang, MS,
Dosen Fakultas Pertanian Universitas
HKBP Nommensen Medan, yang telah memberikan semangat dan dorongan bagi penulis hingga selesainya penulisan tesis ini. 13. Rekan-rekan Mahasiswa khususnya angkatan IX Program Studi Magister Ekonomi Pembangunan Sekolah Pascasarjana Universitas Sumatera Utara. 14. Terimakasih yang tak terhingga secara khusus penulis sampaikan kepada Ibunda S. br. Siringo-ringo di Janji Pusuk Kecamatan Parlilitan Kabupaten Humbang Hasundutan yang senantiasa mendoakan, memberi semangat dan bantuan moril dan materil kepada penulis dan Ayahanda L. Nainggolan (Alm) atas nasehat dan arahannya kepada penulis semasa hidupnya. Dan terimakasih yang sedalamdalamnya penulis sampaikan kepada Ayah mertua Penulis Pdt. Dr. J. M. Lumban Tobing, MA dan Ibu mertua Penulis D. br. Simatupang, STh, atas doa dan perhatian serta bantuan moril maupun materil mulai dari masa studi hingga penulisan tesis ini. 15. Tak lupa penulis menyampaikan terimakasih kepada Adik-adik penulis, Taruli Nainggolan, ST, Sutrisno Nainggolan, SH, Blider Nainggolan, SPd, Jubel Nainggolan, Sanggul Nainggolan dan Sapta Putra Nainggolan atas doa dan dorongan bagi penulis hingga penulisan tesis ini. 16. Rekan-rekan di PT. Penerbit Erlangga Cabang Medan, yang telah memberikan semangat dan dorongan bagi penulis dalam melaksanakan pekerjaan sehari-hari.
Ucapan terimakasih yang tak terhingga teristimewa saya sampaikan kepada Istriku tercinta Ester Maria br. L. Tobing, AMd, yang telah memberikan motivasi, dorongan, semangat dan pengorbanan yang tulus ikhlas mulai dari masa perkuliahan sampai penulisan tesis ini, dan terimakasih kepada Putriku tersayang Fidela Inaya Paskalina br. Nainggolan yang selalu menghibur hati penulis setiap saat. Tak lupa penulis menghaturkan terimakasih kepada semua pihak yang tidak dapat penulis sebutkan satu persatu yang telah memberikan bantuan kepada penulis baik moril maupun materil dan Semoga Tuhan Yang Maha Kuasa memberikan balasan yang berlipat ganda bagi semua pihak yang telah memberikan bantuannya selama ini. Penulis menyadari tesis ini masih jauh dari kesempurnaan sebagaimana yang diharapkan untuk itu kritik dan saran yang bersifat membangun demi penyempurnaan tesis ini akan diterima dengan segala kerendahan hati, dan akhir kata semoga tesis ini bermanfaat bagi penulis dan bagi pembaca yang membutuhkannya.
Medan, Juli 2007. Penulis
Hotden L. Nainggolan
DAFTAR RIWAYAT HIDUP 1. Nama
: Hotden Leonardo Nainggolan
2. Agama
: Kristen Protestan
3. Tempat/ Tanggal Lahir
: Janji Pusuk, 25 Nopember 1976.
4. Pekerjaan
: Wiraswasta.
5. Nama Istri
: Ester Maria br. L. Tobing, AMd.
6. Anak
: Fidela Inaya Paskalina br. Nainggolan
7. Nama Orangtua
:
Ayah
: L. Nainggolan (Alm).
Ibu
: S. br. Siringo-ringo
8. Nama Mertua
:
Ayah
: Pdt. Dr. J. M. L.Tobing, MA
Ibu
: D. br. Simatupang, STh.
9. Pendidikan
:
a. SD Negeri No.175788 Janji Pusuk, Kab. Humbahas : Lulus Tahun 1989 b. SMP Negeri Satahi Pusuk, Kab. Humbahas
: Lulus Tahun 1992
c. SMA Negeri 1 Balige, Kab. Toba Samosir
: Lulus Tahun 1995
d. Fakultas Pertanian Univ. HKBP Nommensen Medan : Lulus Tahun 1999 e. Sekolah Pascasarjana Universitas Sumatera Utara
: Lulus Tahun 2007
THE ANALYSIS OF FACTORS INFLUENCING DEMAND FOR COFFEE COMMODITY IN NORTH SUMATERA HOTDEN L. NAINGGOLAN 057018011
ABSTRACT This research is aimed to know the factors influencing demand for commodity coffee in North Sumatera. Especially this research is aimed to analyse the influence of domestic coffee price, price expectation of coffee domestic, tea price, sugar price and per capita income on demand for commodity coffee in North Sumatera. The research used secondary data in the form of time series data in the period 1985-2005, obtained from BPS North Sumatera, Industry and Commerce Department North Sumatera, and the method used is Ordinary Least Squarer Method (OLS). The result finds that factors which has significant influence on demand of commodity coffee in North Sumatera are domestic coffee price, price expectation of coffee domestic, sugar price and per capita income with significant level 95 percent. The coefficient determination (R2) 96,91 percent. Partially, the result indicates that domestic coffee price have negatively effect on demand of commodity coffee in North Sumatera, tea price have a positively effect on demand of commodity coffee in North Sumatera, sugar price have a negatively effect on demand of commodity coffee in North Sumatera and per capita income both positively having an effect to demand of commodity coffee in North Sumatera, meanwhile price expectation of coffee domestic have an effect on demand of commodity coffee in North Sumatera negatively, it’s meaning if price expectation decrease hence demand of commodity coffee by consumer will increase. According to result finding the research suggested that by all farmers coffee in North Sumatera try to increase product and remain holding the quality of coffee. The Government of Province North Sumatera require to assist all coffee farmers by giving incentive weather is in the form of capital loan or providing of facilities in order to increase the coffee product in North Sumatera, so it can expand in domestic market even penetrate exporting market. Keyword : domestic coffee price, tea price, sugar price, per capita income, coffee demand.
ANALISIS FAKTOR- FAKTOR YANG MEMPENGARUHI PERMINTAAN KOMODITI KOPI DI SUMATERA UTARA HOTDEN L. NAINGGOLAN 057018011 ABSTRAKSI Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui faktor-faktor yang mempengaruhi permintaan komoditi kopi di Sumatera Utara. Secara khusus bertujuan untuk menganalisis pengaruh harga kopi domestik, harga ekspektasi kopi domestik, harga teh, harga gula dan pendapatan perkapita terhadap permintaan komoditi kopi di Sumatera Utara. Penelitian ini menggunakan data sekunder berupa data time series tahun 1985–2005, yang bersumber dari BPS Sumatera Utara, Dinas Perindustrian dan Perdagangan Sumatera Utara dan dianalisis dengan menggunakan metode Ordinary Least Squarer (OLS) dengan menggunakan Model Koyck (model ekspektasi). Berdasarkan hasil estimasi, penelitian ini menemukan bahwa faktor-faktor yang signifikan mempengaruhi permintaan komoditi kopi di Sumatera Utara ialah harga kopi domestik, harga ekspektasi kopi domestik, harga gula dan pendapatan perkapita pada tingkat kepercayaan 95% dengan koefisien determinasi (R2) sebesar 96,91%. Secara parsial hasil analisis menunjukkan bahwa harga kopi domestik berpengaruh negatif terhadap permintaan komoditi kopi di Sumatera Utara, harga teh (barang substitusi) berpengaruh positif terhadap permintaan komoditi kopi di Sumatera Utara, harga gula (barang komplementer) berpengaruh negatif terhadap permintaan komoditit kopi di Sumatera Utara dan pendapatan perkapita berpengaruh positif terhadap permintaan komoditi kopi Sumatera Utara, sementara itu harga ekspektasi kopi domestik berpengaruh negatif terhadap permintaan komoditi kopi di Sumatera Utara, artinya jika harga ekspektasi turun maka permintaan komoditi kopi oleh konsumen akan meningkat. Sesuai dengan hasil penelitian tersebut disarankan agar para petani kopi di Sumatera Utara berusaha meningkatkan produksi dan tetap menjaga kualitas kopi yang dihasilkan. Pemerintah Propinsi Sumatera Utara perlu membantu para petani kopi dengan memberikan insentif (rangsangan) apakah berupa pinjaman modal atau penyediaan sarana dan prasarana dalam upaya peningkatan produksi kopi di Sumatera Utara, sehingga mampu menguasai pasar domestik bahkan menembus pasar ekspor (luar negeri). Kata Kunci : harga kopi domestik, harga teh, harga gula, pendapatan perkapita, permintaan kopi.
DAFTAR ISI KATA PENGANTAR....................................................................................
iii
DAFTAR RIWAYAT HIDUP ......................................................................
vii
ABSTRAK ......................................................................................................
ix
DAFTAR ISI...................................................................................................
x
DAFTAR TABEL ..........................................................................................
xii
DAFTAR GAMBAR......................................................................................
xiii
DAFTAR GRAFIK ........................................................................................
xiv
DAFTAR LAMPIRAN ..................................................................................
xv
DAFTAR SINGKATAN................................................................................
xvi
BAB I. PENDAHULUAN.............................................................................
1
1.1. Latar Belakang. .......................................................................
1
1.2. Perumusan Masalah. ...............................................................
10
1.3. Tujuan Penelitian. ...................................................................
10
1.4. Manfaat Penelitian ................................................................ .
11
BAB II. TINJAUAN PUSTAKA...................................................................
12
2.1. Teori Permintaan. ...................................................................
12
2.2. Teori Konsumen. .....................................................................
18
2.3. Konsepsi Elastisitas. ................................................................
21
2.4. Komoditi Kopi dan Aspek Ekonomisnya................................
24
2.5 Penelitian Sebelumnya. ...........................................................
30
2.6 Kerangka Pemikiran. ...............................................................
33
2.7 Hipotesis Penelitian. ................................................................
36
BAB III. METODE PENELITIAN ..............................................................
37
3.1. Ruang Lingkup Penelitian .......................................................
37
3.2. Jenis dan Sumber Data. ...........................................................
37
3.3. Metode Analisis Data. ............................................................
37
3.4. Model Analisis.........................................................................
38
3.5. Variabel Penelitian. .................................................................
38
3.6. Uji Kesesuaian (test of goodness of fit). .................................
39
3.7. Uji Penyimpangan Asumsi Klasik...........................................
39
3.7.1. .............................................................................. Normalit as. ................................................................................
40
3.7.2. .............................................................................. Uji Multikolinieritas .........................................................
40
3.7.3. .............................................................................. Uji Autokorelasi................................................................
41
3.8. Batasan Operasional. ...............................................................
42
BAB IV. HASIL DAN PEMBAHASAN. .....................................................
43
4.1. Perkembangan Permintaan Kopi di Sumatera Utara...............
43
4.2. Perkembangan Harga Kopi Domestik, Harga Teh dan Harga Gula di Sumatera Utara ............................................. ..
45
4.3. Perkembangan Pendapatan Perkapita di Sumatera Utara ......
48
4.4. Pembahasan.............................................................................
49
4.4.1. Hasil Estimasi Dengan Menggunakan OLS................
49
4.4.2. Analisis Permintaan Kopi di Sumatera Utara ............
51
4.2.2.1. Harga Kopi Domestik ....................................
52
4.2.2.2. Harga Teh.......................................................
53
4.2.2.3. Harga Gula .....................................................
54
4.2.2.4. Pendapatan Perkapita .....................................
55
4.5. Elastisitas.................................................................................
55
4.6. Uji Penyimpangan Asumsi Klasik .........................................
57
4.6.1. Uji Normalitas.............................................................
57
4.6.2. Uji Multikolinearitas. ..................................................
58
4.6.3. Uji Autokorelasi. .........................................................
60
BAB V. KESIMPULAN DAN SARAN ........................................................
61
5.1.
Kesimpulan.............................................................................
61
5.2.
Saran. ......................................................................................
62
DAFTAR PUSTAKA .....................................................................................
63
LAMPIRAN....................................................................................................
66
DAFTAR TABEL Nomor
Judul
halaman
Tabel 1.1. Pendapatan Perkapita Sumatera Utara Tahun 2000 – 2005...........
3
Tabel 1.2. Luas Lahan dan Produksi Teh Sumatera Utara Tahun 2000 – 2005. ........................................................................
4
Tabel 1.3. Luas Lahan dan Produksi Kopi Sumatera Utara Tahun 2000 – 2005. ........................................................................
8
Tabel 4.1. Permintaan Komoditi Kopi Di Sumatera Utara tahun 1985 – 2005
44
Tabel 4.2. Harga Kopi Domestik, Harga Teh dan Harga Gula Di Sumatera Utara tahun 1985 – 2005...........................................
46
Tabel 4.3. Pendapatan Perkapita dan Jumlah Penduduk Di Sumatera Utara tahun 1985 – 2005...........................................
48
Tabel 4.4. Hasil Estimasi Uji Multikolinearity (Koefisien Korelasi parsial).
59
Tabel 4.5. Uji Autokorelasi pada Hasil Estimasi permintaan Komoditi Kopi di Sumatera Utara .................................................................
60
DAFTAR GAMBAR Nomor
Judul
halaman
Gambar 1. Kerangka pemikiran Faktor-faktor yang Mempengaruhi Permintaan Komoditi Kopi di Sumatera Utara ..............................
36
DAFTAR GRAFIK Nomor
Judul
halaman
Grafik 1. Hasil Estimasi Jerque Bera Normality Test Permintaan Kopi di Sumatera Utara..................................................................................
58
DAFTAR LAMPIRAN Nomor
Judul
halaman
Lampiran 1 : Data Permintaan Kopi, Harga Kopi Domestik, Harga Teh, Harga Gula dan Pendapatan Perkapita Sumatera Utara ............
66
Lampiran 2: Hasil Estimasi Model Koyck (Model Ekspektasi) Menggunakan OLS secara simultan...........................................
67
Lampiran 3: Hasil Estimasi Model Koyck (Model Ekspektasi) Menggunakan OLS secara Parsial..............................................
68
Lampiran 4: Hasil Estimasi Model Koyck (Model Ekspektasi) Menggunakan OLS secara Parsial..............................................
69
Lampiran 5: Hasil Estimasi Model Koyck (Model Ekspektasi) Menggunakan OLS secara Parsial..............................................
70
Lampiran 6: Hasil Estimasi Model Koyck (Model Ekspektasi) Menggunakan OLS secara Parsial..............................................
71
Lampiran 7: Hasil Estimasi Model Koyck (Model Ekspektasi) Menggunakan OLS secara Parsial..............................................
72
Lampiran 8: JB Test Model Koyck (Model Ekspektasi)..................................
73
Lampiran 9: LM Test Model Koyck (Model Ekspektasi). ...............................
74
DAFTAR SINGKATAN BPS I MU OLS P PCD PCDE PDRB PR PS PT
: Badan Pusat Statistik. : Income. : Marginal Utilitas. : Ordinary Least Squarer. : Pasar. : Price Coffee Domestic. : Price Coffee Domestic Expectation. : Product Domestic Bruto. : Perkebunan Rakyat. : Price Sugar. : Price Tea.
BAB I PENDAHULUAN 1.5. Latar Belakang. Indonesia yang berada pada ekosistem tropis dan terletak pada ketinggian 500 m dari permukaan laut, memiliki keanekaragaman hayati (biodiversity) yang tergolong kaya didunia. Dengan kondisi yang demikian maka hampir semua produk hayati yang ada di dunia dapat dihasilkan di Indonesia, dengan perkataan lain Indonesia memiliki keunggulan komperatif (comperative advantage) pada produkproduk hayati (Saragih, 1999). Atas pertimbangan prinsip keuntungan komperative tersebut, memungkinkan untuk dikembangkannya sektor agroindustri yang mencakup industri hulu dan hilir yang mempunyai kaitan langsung dengan sektor pertanian (Soeharjo, 1991). Keterkaitan dan ketergantungan antar sektor ekonomi, sangat penting artinya bagi pengembangan sistem perekonomian wilayah, hal ini disebabkan karena setiap sektor ekonomi memerlukan input yang diperoleh dari sektor lain seperti sektor pertanian dan pada saat yang bersamaan sektor tersebut memproduksi sejumlah output yang dipasarkan pada sektor lainnya. Pengembangan agroindustri merupakan tindakan yang secara serentak akan dapat mengembangkan sektor pertanian. Dengan konsep keterkaitan, permintaan
terhadap hasil pertanian akan meningkat, sebagai akibat berkembangnya agroindustri maka idealnya lokasi pengembangan agroindustri tersebut ditempatkan di pedesaan, sesuai dengan prinsip mendekati bahan baku. Disamping karena produk pertanian sebagai bahan baku agroindustri tersebut umumnya dapat dihasilkan didaerah pedesaan (Soeharjo, 1991). Sumatera Utara merupakan salah satu propinsi di Indonesia yang memiliki potensi sumber daya alam (SDA) yang beragam terutama pada sektor pertanian dan perkebunan yang menghasilkan bahan pangan maupun komoditi ekspor. Berdasarkan data statistik jumlah penduduk Sumatera Utara mencapai 12, 326 juta jiwa (tahun 2005) dan sebagian besar penduduknya tinggal dipedesaan yaitu mencapai 6.659 juta jiwa atau sekitar 54, 03%, sementara itu jumlah penduduk miskin di Sumatera Utara mencapai 14.93 % yang tingkat pendapatannya masih sangat rendah dan terdapat sekitar 53.73% penduduk Sumatera Utara yang bekerja di sektor pertanian (BPS, 2006). Sehingga untuk memanfaatkan potensi penduduk yang relatif besar tersebut, industrialisasi pedesaan (agroindustri) saatnya digalakkan, dalam hal ini adalah industri untuk mengolah bahan dari hasil pertanian setempat (Sari, 2002). Pada tabel 1.1 dibawah ini dapat dilihat bahwa jumlah penduduk Sumatera Utara pada tahun 1996 adalah 10.603.710 jiwa dan mengalami pertambahan pada tahun 2000 menjadi 11.513.973 jiwa, dengan pendapatan perkapita sebesar Rp. 6.006.103 dan terus mengalami peningkatan menjadi Rp. 7.130.694 pada tahun 2005. Untuk lebih jelasnya pendapatan perkapita Sumatera Utara disajikan pada tabel berikut :
Tabel 1.1 . Pendapatan Perkapita dan jumlah penduduk Sumatera Utara Tahun 1996 – 2005. No Tahun 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10
1996 1997 1998 1999 2000 2001 2002 2003 2004 2005
Pendapatan Perkapita (Rp) 2,108,670 2,189,128 1,996,987 2,024,927 6,006,103 6,175,689 6,385,069 6,609,292 6,873,420 7,130,695
Pertumbuhan Jumlah Penduduk (%) (Jiwa) 0.0% 3.8% -8.8% 1.4% 196.6% 2.8% 3.4% 3.5% 4.0% 3.7%
10,603,710 10,513,259 10,662,452 11,418,361 11,513,973 11,671,714 11,513,973 12,123,360 12,289,450 12,326,678
Sumber : BPS Sumatera Utara, 2006. Pada saat Indonesia mengalami krisis ekonomi pada tahun 1997, propinsi Sumatera Utara juga terkena dampaknya, dan hingga tahun 2000 yang lalu masih menekan perekonomian secara menyeluruh. Tetapi karena Sumatera Utara memiliki areal perkebunan yang cukup luas serta terdapatnya agroindustri, walaupun terjadi krisis ekonomi namun Sumatera Utara masih dapat bertahan hal ini dapat dilihat dari laju pertumbuhan ekonomi propinsi Sumatera Utara (tanpa migas) yaitu tahun 1997 sebesar 6,88%, tahun 1998 turun menjadi minus 10,99%, tetapi tahun 1999 tumbuh menjadi 2,66% dan tahun 2001 membaik menjadi 5,23% (Disperindag S.U, 2002). Secara umum hasil perkebunan yang paling menonjol di Sumatera Utara adalah; karet, kelapa sawit, tembakau, tebu, teh dan coklat. Komoditi teh merupakan komoditi unggulan di Sumatera Utara yang juga sangat penting artinya bagi
kebutuhan masyarakat, dimana teh merupakan barang substitusi dari komoditi kopi. Pada tabel dibawah ini dapat dilihat luas lahan dan produksi teh di Sumatera Utara sebagai berikut: Tabel 1. 2. Luas Lahan dan Produksi Teh Sumatera Utara Tahun 1996– 2005. No
Tahun
1 2 3 4 5 6 7 8 9 10
1996 1997 1998 1999 2000 2001 2002 2003 2004 2005
Luas Lahan Teh (ha) 10,433.00 11,002.00 10,339.00 11,297.00 11,401.00 10,102.00 8,764.00 8,621.00 9,311.00 5,396.00
pertumbuhan (%) 0.0% 5.5% -6.0% 9.3% 0.9% -11.4% -13.2% -1.6% 8.0% -42.0%
Produksi Teh (Kg) 21,515.00 20,987.00 20,424.00 20,032.00 22,228.00 21,259.00 78,468.00 73,986.00 73,125.00 2,542.00
pertumbuhan (%) 0.0% -2.5% -2.7% -1.9% 11.0% -4.4% 269.1% -5.7% -1.2% -96.5%
Sumber : BPS Sumatera Utara, 2006 Pada tabel diatas dapat dilihat bahwa luas tanaman teh pada tahun 1996 adalah 10.433 ha, dengan produksi sebesar 21.515 Kg, dan pada tahun 2000 luas lahan teh menjadi 11,401 ha, dengan produksi sebesar 22.228 Kg. Namun pada tahun 2002 luas lahan tanaman teh di Sumatera Utara berkurang menjadi 8.764 ha, dengan produksi 78.468 kg dan mengalami peningkatan yang drastis dari tahun sebelumnya. Dan pada tahun 2005 luas lahan teh di Sumatera Utara mengalami penurunan menjadi 5,396 ha dengan produksi yang menurun menjadi 2.542 Kg. Disamping itu juga terdapat hasil perkebunan rakyat yang juga mampu menyumbang bagi devisa negara seperti; kelapa, kemenyan, cengkeh, kayu manis, kemiri dan kopi. Walaupun komoditi kopi di Sumatera Utara sebagian besar
merupakan hasil dari perkebunan rakyat namun ternyata kopi mampu menyumbang bagi devisa yang cukup berarti bagi propinsi Sumatera Utara dan kopi tersebut termasuk andalan ekspor Sumatera Utara. Mubyarto (1991), menyebutkan bahwa tahun 1980-an hampir seluruh kopi Indonesia diproduksi oleh petani kecil. Dan sejak tahun 1986 kopi menjadi komoditas penting dalam ekspor komoditi pertanian Indonesia. Selanjutnya Mc Stoker (1987), juga menyatakan bahwa kopi merupakan sumber devisa yang menjanjikan bagi Indonesia, hal ini setidaknya dapat memberikan gambaran bahwa kalau terjadi krisis kopi maka banyak petani kopi yang terkena dampaknya. Secara umum sektor pertanian di Negara berkembang sangat dipengaruhi oleh kecendrungan globalisasi dan liberalisasi. Dan salah satu komoditas pertanian yang sangat dipengaruhi oleh pasar global adalah komoditi kopi. Konsumen komoditas pertanian ini sebagian besar berada di negara maju sedangkan produsennya sebagian besar berada di negara sedang berkembang (Soekartawi, 2002). Kopi merupakan komoditas perdagangan global yang penting dan menjadi sumber devisa utama bagi sejumlah negara yang sedang berkembang. Komoditas ini diyakini sebagai salah satu cash crops yang penting dan vital bagi kehidupan lebih dari 25 juta petani kopi skala kecil di negara yang sedang berkembang (Ilyas, 1991). Jika dilihat secara Nasional tingkat produktivitas kopi per hektarnya di Indonesia umumnya masih relatif rendah, hal ini dipengaruhi oleh iklim, ekologi, tanah dan sistem pertanian yang ada sangat mempengaruhi tinggi rendahnya produktifitas hasil kopi Indonesia (Ilyas, 1991). Dimana produktifitas kopi di
Indonesia hanya rata-rata 500 Kg/ha, sementara negara Brazil bisa menghasilkan 600 Kg/ha, Costarica menghasilkan 1.200 Kg/ha dan Colombia menghasilkan 800 Kg/ha. Mubyarto (1984), juga menyampaikan bahwa mutu kopi yang dihasilkan oleh Indonesia masih tergolong rendah jika dibandingkan dengan negara-negara lain yang juga merupakan produsen komoditi kopi, hal ini disebabkan karena di Indonesia penanganan proses produksinya masih sederhana. Dan sekitar 80% luas areal tanaman kopi di Indonesia dikelola oleh rakyat (perkebunan rakyat) dan 88,80% produksi kopi Indonesia berasal dari perkebunan kopi rakyat dengan sistem pertanian, teknik budidaya, perlakuan dalam proses pasca panen dan kondisi sosial petani kopi masih relatif sederhana dan bersifat tradisional sehingga menyebabkan mutu kopi yang dihasilkan petani kita sangat rendah (Mubiyarto, 1984). Menurut Papas dan Mark Hirshey (1995), bahwa permintaan adalah merupakan sejumlah barang atau jasa yang dibeli oleh konsumen selama periode tertentu berdasarkan situasi dan kondisi tertentu. Mereka juga menyampaikan bahwa terdapat dua (2) model dasar dalam permintaan, yang pertama adalah permintaan langsung yang dikenal sebagai teori konsumen dan yang kedua adalah permintaan turunan yaitu permintaan atas bahan baku sebagai input didalam pembuatan suatu barang atau jasa yang diminta untuk didistribusikan menjadi produk lainnya Kopi yang di perdagangkan dipasaran sekarang ini, bukan saja dalam bentuk tradisional green coffee (biji kopi mentah) yang ditampung oleh para pengolah roasters, tetapi juga telah siap untuk dikonsumsi dalam bentuk produk turunan. Produk turunan dari kopi tersebut diantaranya kopi bubuk nescafe, indocafe,
coffeemix dan capuccino dalam bentuk powder coffee. Kopi selain digunakan sebagai minuman kenikmatan juga dipergunakan sebagai penyedap berbagai jenis makanan ringan seperti; tar moka (kue) hingga es krim moka yang sangat disukai oleh masyarakat, hal ini menyebabkan komoditi kopi menjadi komoditi yang menarik dalam dunia perdagangan (Spillane, 1991). Dan pada akhir-akhir ini perkembangan kopi Indonesia sudah mulai menunjukkan perbaikan, baik dari sisi produksi maupun dari sisi lahan (areal) tanamannya. Pengelola perkebunan kopi terbesar di Indonesia adalah perkebunan rakyat (PR) yang luasnya mencapai 94,2% dari total luas tanaman kopi di Indonesia (Hiraw, 2006). Perkebunan kopi tersebut tersebar diseluruh wilayah Indonesia, namun hanya beberapa kawasan yang sangat cocok untuk menjadi sentra produksi kopi seperti Sumatera Selatan, Lampung, Bengkulu serta Sumatera Utara. Pertumbuhan produksi kopi di Lampung dan Sumatera Utara mencapai 14% per tahun, sedangkan pertumbuhan luas areal tanaman untuk daerah Lampung mencapai 9,1% dan Sumatera Utara mencapai 4,1%, hal ini menggambarkan bahwa produktifitas untuk kedua kawasan tersebut sudah mengalami perbaikan (Hiraw, 2006). Propinsi Sumatera Utara memiliki luas areal kopi 77.720 ha, dengan produksi berkisar 54,857Kg/ tahun (tahun 2005) dengan produksi rata-rata mencapai 976,19 Kg/ ha (BPS, 2006). Kopi yang ada di Sumatera Utara adalah merupakan tanaman kopi arabica, yang tersebar pada dataran tinggi antara 700 – 1.300 m diatas permukaan laut, yaitu di Kabupaten Dairi, Kabupaten Tapanuli Utara dan Kabupaten
Tapanuli Selatan. Sedangkan kopi robusta umumnya hidup pada dataran rendah pada ketinggian dibawah 600 m diatas permukaan laut. Pada tabel dibawah ini dapat dilihat luas lahan dan produksi kopi Sumatera Utara pada tahun 1996 – 2005, sebagai berikut: Tabel 1. 3. Luas Lahan dan Produksi Kopi Sumatera Utara Tahun 1996 – 2005. No
Tahun
1 2 3 4 5 6 7 8 9 10
1996 1997 1998 1999 2000 2001 2002 2003 2004 2005
Luas Lahan Kopi (ha) 59,420 60,113 60,134 37,381 62,040 61,708 65,469 65,152 53,969 77,720
pertumbuhan (%) 0.0% 1.2% 0.0% -37.8% 66.0% -0.5% 6.1% -0.5% -17.2% 44.0%
Produksi Kopi pertumbuhan (Kg) (%) 28,966.00 0.0% 25,524.00 -11.9% 34,019.00 33.3% 22,451.00 -34.0% 38,113.00 69.8% 39,198.00 2.8% 42,973.00 9.6% 43,252.00 0.6% 43,804.00 1.3% 54,857.00 25.2%
Sumber : BPS Sumatera Utara, 2006. Pada tabel diatas dapat dilihat bahwa luas lahan tanaman kopi di Sumatera Utara pada tahun 1996 adalah 59.420 ha dengan produksi sebesar 28.966 Kg. Dan pada tahun 2000 luas lahan kopi Sumatera Utara adalah 62,040 ha dengan produksi sebesar 38.113 Kg dan terus mengalami peningkatan. Dan pada tahun 2005 luas lahan kopi Sumatera Utara menjadi 77,720 ha dengan total produksi menjadi 54.857 Kg. Sementara itu nilai ekspor kopi propinsi Sumatera Utara, juga memiliki peranan penting dalam perekonomian Sumatera Utara, dimana pada tahun 2001 mencapai USD 63.790.788 dengan volume 44.208.475 Kg, atau mampu menyumbangkan devisa sebesar 2,78% dari total ekspor non-migas propinsi
Sumatera Utara. Sedangkan untuk tahun 2001 secara Nasional ekspor kopi Sumatera Utara meyumbang devisa sebesar 34,86% dari total ekspor kopi Indonesia sebesar 183.000.000 kg (Disperindag S.U, 2002). Produktifitas kopi yang dihasilkan di Indonesia secara umum dan Sumatera Utara secara khusus masih tergolong rendah jika dibandingkan dengan daerah penghasil kopi lainnya, hal ini menyebabkan Sumatera Utara masih mendatangkan komoditi kopi dari luar daerah untuk memenuhi permintaaan masyarakat (kebutuhan domestik) dan luar negeri (untuk ekspor). Dalam memenuhi permintaan komoditi kopi tersebut Sumatera Utara mendatangkannya dari daerah Aceh dan daerah lainnya. Hal ini sekaligus menunjukkan bahwa komoditi kopi memiliki potensi yang menjanjikan untuk dikembangkan sebagai komoditi primadona di Sumatera Utara, dengan demikian akan memberikan kontribusi yang positif bagi peningkatan kesejahteraan petani kopi di Sumatera Utara, oleh karena itu penelitian ini dimaksudkan untuk menganalisis permintaan komoditi kopi di Sumatera Utara, maka penelitian ini berjudul; “Analisis faktor-faktor yang mempengaruhi permintaan komoditi kopi di Sumatera Utara”.
1.6. Perumusan Masalah. Berdasarkan latar belakang yang dikemukakan, maka yang menjadi permasalahan dalam penelitian ini adalah : 1. Berapa besar pengaruh harga kopi domestik terhadap permintaan komoditi kopi di Sumatera Utara. 2. Berapa besar pengaruh harga ekspektasi kopi domestik terhadap permintaan komoditi kopi di Sumatera Utara 3. Berapa besar pengaruh harga teh terhadap permintaan komoditi kopi di Sumatera Utara. 4. Berapa besar pengaruh harga gula terhadap permintaan komoditi kopi di Sumatera Utara 5. Berapa besar pengaruh pendapatan perkapita masyarakat terhadap permintaan komoditi kopi di Sumatera Utara.
1.7. Tujuan Penelitian. Adapun yang menjadi tujuan dari penelitian ini adalah : 1. Untuk mengetahui berapa besar pengaruh harga kopi domestik terhadap permintaan komoditi kopi di Sumatera Utara. 2. Untuk mengetahui berapa besar pengaruh harga ekspektasi kopi domestik terhadap permintaan komoditi kopi di Sumatera Utara.
3. Untuk mengetahui berapa besar pengaruh harga teh terhadap permintaan komoditi kopi di Sumatera Utara. 4. Untuk mengetahui berapa besar pengaruh harga gula terhadap permintaan komoditi kopi di Sumatera Utara. 5. Untuk mengetahui berapa besar pengaruh pendapatan perkapita terhadap permintaan komoditi kopi di Sumatera Utara.
1.8. Manfaat Penelitian. Manfaat yang diharapkan dari penelitian ini adalah : 1. Sebagai bahan masukan bagi petani dalam rangka pemenuhan permintaan kopi di Sumatera Utara. Dan sebagai bahan masukan bagi pemerintah dalam mengambil kebijakan yang berhubungan dengan komoditi kopi di Sumatera Utara. 2. Untuk menambah kazanah ilmu pengetahuan yang berhubungan dengan komoditi kopi. 3. Sebagai bahan studi bagi peneliti yang berminat untuk melakukan penelitian lanjutan.
BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Teori Permintaan. Dari segi ilmu ekonomi pengertian permintaan sedikit berbeda dengan pengertian yang digunakan sehari-hari. Menurut pengertian sehari-hari, permintaan diartikan secara absolut yaitu menunjukkan jumlah barang yang dibutuhkan, sedangkan dari sudut ilmu ekonomi permintaan mempunyai arti apabila didukung oleh daya beli konsumen yang disebut dengan permintaan efektif. Jika permintaan hanya didasarkan atas kebutuhan saja dikatakan sebagai permintaan absolut (Nicholson, 1995). Kemampuan membeli seseorang tergantung atas dua unsur pokok yaitu, pendapatan yang dibelanjakan dan harga barang yang dikehendaki. Apabila jumlah pendapatan yang dapat dibelanjakan oleh seseorang berubah, maka jumlah barang yang diminta juga akan berubah. Demikian juga halnya apabila harga barang yang dikehendaki berubah maka jumlah barang yang dibeli juga akan berubah (Sudarsono, 1990). Terdapat dua model dasar permintaan yang berkaitan dengan harga, pertama adalah kenaikan harga menyebabkan para pembeli mencari barang lain yang dapat digunakan sebagai pengganti terhadap barang yang mengalami kenaikan harga (substitusi atau komplementer). Bila kenaikan harga suatu barang menyebabkan permintaan barang lain meningkat (hubungan positif), disebut barang substitusi (Nicholson, 1995). Apabila harga turun maka orang mengurangi pembelian terhadap
barang lain dengan menambah pembelian terhadap barang yang mengalami penurunan harga. Penurunan harga suatu barang menyebabkan penurunan permintaaan barang-barang substitusinya, dimana barang substitusi adalah barang yang dapat berfungsi sebagai pengganti barang lain (Nicholson, 1995). Dan bila dua jenis barang saling melengkapi, penurunan harga salah satunya mengakibatkan kenaikan permintaan akan yang lainnya dan sebaliknya jika terjadi kenaikan harga salah satunya akan mengakibatkan penurunan permintaan terhadap barang yang lainnya. Bila kenaikan harga suatu barang menyebabkan permintaan barang lain menurun (hubungan negatif), maka disebut barang komplementer (Nicholson, 1995). Kedua adalah kenaikan harga menyebabkan pendapatan real para pembeli berkurang (Sukirno, 2002). Dalam analisis ekonomi diasumsikan bahwa permintaan suatu barang sangat dipengaruhi oleh harga dari barang itu sendiri (ceteris paribus). Permintaan seseorang atau masyarakat terhadap suatu barang ditentukan oleh banyak faktor, antara lain; harga barang itu sendiri, harga barang lain yang mempunyai kaitan erat dengan barang tersebut, pendapatan masyarakat, cita rasa masyarakat dan jumlah penduduk maka dapat dikatakan bahwa permintaan terhadap suatu barang dipengaruhi oleh banyak variabel (Nicholson, 1991). Teori permintaan diturunkan dari prilaku konsumen dalam mencapai kepuasan maksimum dengan memaksimumkan kegunaan yang dibatasi oleh anggaran yang dimiliki. Hal ini tentu dapat dijelaskan dengan kurva permintaan, yaitu kurva yang menunjukkan hubungan antara jumlah maksimum dari barang yang dibeli oleh
konsumen dengan harga alternatif pada waktu tertentu (ceteris paribus), dan pada harga tertentu orang selalu membeli jumlah yang lebih kecil bila mana hanya jumlah yang lebih kecil itu yang dapat diperolehnya. Permintaan terhadap suatu komoditi yang dihasilkan oleh produsen terjadi karena konsumen bersedia membelinya. Komoditi yang dikonsumsi mempunyai sifat yang khas sebagaimana yang terdapat dalam faktor produksi. Dan semakin banyak komoditi tersebut dikonsumsi maka kegunaan komoditi tersebut akan semakin berkurang dengan demikian pembeli akan lebih banyak membeli komoditi tersebut jika harga satuanya menjadi lebih rendah (Sugiarto, 2000). Sudarsono (1990), mengelompokkan kerangka pemikiran Marshall bersifat parsial karena berdasarkan konsep ceteris paribus dimana permintaan dianggap sebagai kurva. Sementara itu Leon Walras lebih bersifat general karena memasukkan semua variabel yang mempengaruhi jumlah barang yang diminta, dan secara matematis dapat digambarkan dalam bentuk umum sebagai berikut : Qd = f (Pd, Ps, Pk, ……., Y, e), ….............................................................................(1) dimana : Qd
: jumlah barang yang diminta
Pd
: harga barang yang diminta.
Ps
: harga barang substitusi.
Pk
: harga barang komplementer.
Y
: pendapatan konsumen yang tersedia untuk dibelanjakan.
e
: faktor lain yang tidak dibahas.
Sejalan dengan pemikiran Walras, beberapa ahli mengemukakan pendapatnya. Lipsey, Steiner dan Purvis (1993) mengemukakan bahwa faktor-faktor yang mempengaruhi tingkat permintaan (determinant of demand) adalah : 1. Harga komoditi itu sendiri. 2. Rata-rata penghasilan rumah tangga. 3. Harga komoditi yang berkaitan. 4. Selera (teste). 5. Distribusi pendapatan diantara rumah tangga. 6. Besarnya populasi. Sudarsono (1980), mengatakan bahwa tujuan dari teori permintaan adalah mempelajari dan menentukan berbagai faktor yang mempengaruhi permintaan. Faktor-faktor yang dimaksud adalah harga barang itu sendiri, harga barang lainnya (bersifat substitusi atau komplementer), pendapatan dan selera konsumen. Disamping variabel-variabel yang disebutkan diatas, maka distribusi pendapatan, jumlah penduduk, tingkat preferensi konsumen, kebijaksanaan pemerintah, tingkat permintaan dan pendapatan sebelumnya turut juga mempengaruhi permintaan terhadap suatu barang. Sukirno (2002), menyampaikan bahwa permintaan suatu barang fluktuasinya akan sangat tergantung kepada beberapa faktor antara lain : 1. Perkembangan dan perubahan tingkat kehidupan penduduk. Ketika terjadi perkembangan tingkat kehidupan yang lebih baik, maka permintaan akan suatu barang akan meningkat, khususnya barang-barang yang berkualitas.
2.
Perkembangan dan peningkatan pendapatan perkapita penduduk. Ketika pendapatan seseorang naik, akan meningkatkan jumlah konsumsi yang berarti juga akan meningkatkan permintaan terhadap suatu jenis barang.
3. Pergeseran dan kebiasaan, selera dan kesukaan penduduk. Pergeseran selera masyarakat terjadi karena adanya perubahan dalam faktor-faktor yang mendasari permintaan tersebut, seperti kenaikan pendapatan. 4. Kegagalan produksi yang menyebabkan langkanya suatu produk di pasaran. Hal ini akan menyebabkan meningkatnya permintaan akan barang tersebut hingga waktu tertentu. Dan apabila sampai dengan waktu yang ditentukan produk juga belum ada, maka konsumen akan mencari produk penggantinya. 5. Bencana alam dan peperangan. Terjadinya bencana alam dan peperangan dapat mengakibatkan meningkatnya permintaan terhadap satu jenis produk, karena terhambatnya saluran distribusi atau aktivitas usaha, misalnya disebabkan oleh tidak adanya kepastian keamanan ataupun kondisi geografis yang tidak mendukung. 6. Faktor peningkatan penduduk. Adanya peningkatan jumlah penduduk akan menyebabkan peningkatan permintaan akan kebutuhan-kebutuhan masyarakat, yang meliputi sandang, pangan dan papan. Maka secara sederhana hukum permintaan dapat dirumuskan sebagai berikut; bahwa jumlah barang yang akan dibeli per unit waktu akan menjadi semakin besar, jika harga semakin rendah dimana faktor lain tetap (ceteris paribus). Apabila harga (P) suatu komoditi naik (ceteris paribus), pembeli cenderung membeli lebih sedikit
komoditi itu (Q). Demikian juga jika harga (P) turun (ceteris paribus) maka kuantitas yang diminta akan meningkat. Namun demikian terdapat pengecualian untuk beberapa jenis barang tertentu yaitu : a. Barang inferior (inferior goods), adalah barang-barang yang permintaannya menurun jika pendapatan naik. b. Barang prestise (prestig goods), yakni jika harga barang-barang mengalami kenaikan maka permintaannya bertambah. c. Pengaruh harapan yang dinamis (dynamic expectational effects), adalah barangbarang yang jika harganya turun maka jumlah permintaannya turun, apabila orang mengharapkan bahwa harga akan terus menerus mengalami penurunan. Kaidah permintaan dapat dinyatakan dalam cara yang paling sederhana sebagai berikut; 1) Pada harga tinggi, lebih sedikit barang yang akan diminta jika dibandingkan dengan harga rendah (ceteris paribus), 2) Pada saat harga komoditi rendah, maka lebih banyak yang akan diminta jika dibandingkan dengan saat harga tinggi (ceteris paribus). Jadi kaidah permintaan mengatakan bahwa kuantitas yang diminta untuk suatu barang berhubungan terbalik dengan harga barang tersebut (ceteris paribus) pada setiap tingkat harga (Miler dan Meiners, 2000). Dan apabila pendapatan bertambah, maka bagian yang akan dibelanjakan oleh konsumen juga akan bertambah, sehingga jumlah barang yang bisa dibeli oleh konsumen akan meningkat. Selanjutnya Reksoprayitno (2000), memilah perkembangan teori permintaan konsumen atas dua bagian yaitu; teori permintaan statis dan teori permintaan dinamis.
Teori permintaan statis dinamakan juga sebagai teori permintaan tradisional, yang memusatkan perhatiannya pada prilaku konsumen serta beberapa faktor lain yang mempengaruhi permintaannya. Faktor-faktor ini antara lain adalah; harga barang yang diminta, harga barang lainnya, tingkat pendapatan dan selera. Teori permintaan statis ini didasarkan pada beberapa asumsi yaitu; permintaan pasar merupakan total permintaan perseorangan (individu), konsumen berperilaku rasional, sementara harga dan pendapatan dianggap tetap dan yang termasuk dalam teori permintaan statis ini adalah teori utilitas ordinal (ordinal utility theory) dan teori kardinal utilitas (cardinal utility theory).
2. 2. Teori Konsumen. Teori konsumen merupakan teori yang mencakup perilaku konsumen dalam membelanjakan pendapatannya untuk memperoleh alat-alat pemuas kebutuhan, berupa barang ataupun jasa-jasa konsumsi. Reksoprayitno (2000), menyampaikan bahwa teori konsumen menjelaskan bagaimana reaksi konsumen dalam kesediaannya untuk membeli sesuatu barang akan berubah jika jumlah pendapatan konsumen dan harga barang yang bersangkutan juga berubah. Fungsi utama barang dan jasa konsumsi adalah untuk memenuhi kebutuhan langsung pemakainya, dengan terpenuhinya
kebutuhan
konsumen
tersebut
akan
menimbulkan
kepuasan
(satisfaction) bagi konsumen itu sendiri. Teori konsumen juga mengenal asumsi rasionalitas, dimana konsumen berusaha untuk menggunakan pendapatannya walaupun jumlahnya terbatas untuk
memperoleh kombinasi barang atau jasa dengan kepuasan maksimum. Teori konsumen mengenal dua macam pendekatan, yaitu pendekatan guna kardinal (cardinal utility approach) dan pendekatan guna ordinal (ordinal utility approach). Teori kardinal utilitas (teori daya guna) pada awalnya dikembangkan oleh ahli ekonomi aliran Austria seperti; Gossen (1857), Walras (1874) dan Marshall (1890), teori ini beranggapan bahwa tinggi rendahnya nilai suatu barang untuk pemuas kebutuhan tergantung dari subjek yang memberi penilaian (Ilyas, 1991). Dengan demikian barang sebagai alat pemuas kebutuhan akan memiliki nilai bagi seseorang apabila barang tersebut mempunyai dayaguna (utilitas) bagi pembeli. Dalam hal penyusunan teori ini, para ahli ekonomi tersebut menggunakan beberapa asumsi antara lain; rasionalitas (rationality), utilitas kardinal (cardinal utility), marginal utilitas yang tetap (constant marginal utility), marginal utilitas yang semakin menurun (diminishing marginal utility). Perkembangan selanjuntnya dari teori ini adalah “ indifference curva theory ” oleh Hics (1934), namun masih terdapat kelemahan dari teori ini, terutama dari segi asumsi yang tidak sesuai dengan keadaan yang nyata (sebenarnya). Teori utilitas kardinal dengan asumsi yang telah disebutkan, mencoba menganalisis equilibirium atau keseimbangan konsumen (equilibirium of consumen) antara marginal utilitas (MU) seorang konsumen dengan tingkat harga barang yang berlaku di pasar (P). Menurut teori ini keseimbangan konsumen terjadi apabila; marginal utilitas barang X yang dikonsumsi sama dengan harga barang itu sendiri, jadi :
Mux = Px; apabila Mux > Px, maka ………………………………………………..(2) konsumen dapat meningkatkan kesejahteraannya dengan membeli barang X lebih banyak. Selanjutnya jika barang yang dikonsumsi lebih dari satu jenis barang misalnya; X1, X2 dan X3,…….Xn, maka equilibirium konsumen akan terjadi apabila rasio antara marginal utilitas dari masing-masing barang tersebut sama dengan harganya, jadi ;
MU Xn MU X 1 MU X 2 MU X 3 = = = .............. = …………….….…..……………….(3) PX 1 PX 2 PX 3 Pxn derivasi matematis yang sederhana dari keseimbangan konsumen adalah : U = f (Qx)...................................................................................................................(4) Apabila konsumen berkehendak membeli barang X maka pengeluarannya Qx. Px, maka pengeluaran konsumsi adalah : I – Px. Qx = 0..............................................................................................................(5) Teori permintaan statis atau tradisional secara umum didasarkan pada daya guna dan skala preferensi dari konsumen sedangkan teori permintaan yang dinamis dan pragmatis didasarkan pada prilaku konsumen yang nyata terhadap permintaan yang berlaku di pasar. Atas dasar ini maka dirumuskanlah permintaan sebagai hubungan fungsi yang memiliki variabel banyak. Pendekatan ordinal dan kardinal diatas dengan menggunakan konsep daya guna (utility) sebagai dasar analisis untuk menyusun permintaan konsumen. Dengan demikian utilitas harus diketahui lebih dahulu untuk dapat menyusun permintaan konsumen (Bilas, 1984).
Berdasarkan teori yang ada dalam menyusun fungsi permintaan dapat ditempuh dengan dua cara yaitu cara tidak langsung yang dilakukan oleh Marshall (marshalian demand function) yang lazim disebut dengan fungsi permintaan biasa (ordinary demand function). Kemudian ada cara langsung yang disebut dengan cara pragmatis seperti yang dilakukan oleh Samuelson melalui preferensi nyata yang diungkapkan (revealed preference) (Sudarsono, 1990). Dalam membahas permintaan, Marshall menggunakan asumsi bahwa pendapatan konsumen sifatnya tetap dengan anggapan masih berusaha mencari pengaruh dari harga terhadap jumlah barang yang diminta. Menurutnya permintaan diartikan sebagai jumlah barang yang diminta pada berbagai tingkat harga, secara matematis dituliskan; Qx = f (Px),.................................................................................................................(6) dengan anggapan bahwa pendapatan tetap, bukan berarti pendapatan tidak berpengaruh terhadap jumlah barang yang diminta dengan asumsi bahwa faktor lain tetap (ceteris paribus).
2.3. Konsepsi Elastisitas. Adanya perubahan harga suatu barang yang diminta oleh konsumen bertendensi menimbulkan reaksi para pembeli barang tersebut berupa berubahnya jumlah barang yang diminta (Reksoprayitno, 2000). Pada umumnya meningkatnya harga mengakibatkan berkurangnya jumlah barang yang diminta dan sebaliknya jika harga turun akan mengakibatkan meningkatnya jumlah barang yang diminta.
Reksoprayitno (2002), menyampaikan bahwa untuk mengukur intensitas reaksi pembeli terhadap perubahan harga suatu barang, para pemikir ekonomi telah menciptakan suatu alat analisis yang disebut dengan elastisitas. Sudarsono (1990), mengungkapkan bahwa pada umumnya terdapat tiga variabel yang mempengaruhi permintaan, yaitu harga barang itu sendiri, harga barang lainnya (substitusi atau komplementer) dan pendapatan, maka atas dasar ini sehingga dikenal elastisitas harga barang itu sendiri (price elasticity), elastisitas harga silang (cross elasticity) dan elastisitas pendapatan (income elasticity). Pengaruh perubahan harga kadang-kadang tidak dapat ditentukan dengan pasti, jadi permintaan seseorang akan sesuatu barang akan dapat diketahui melalui penaksiran empiris statistika. Melalui penaksiran ini akan dapat diketahui besarnya derajad kepekaan relatif dari perubahan permintaan terhadap perubahan variabel yang mempengaruhinya. Bentuk umum yang sering dipakai peneliti dalam penelitian dengan pendekatan pragmatis yang memiliki elastisitas tetap, sebagai berikut : Q
x
= b 0 . Px
b1
. Po
b2
. Y
b3
. e b 4 ………………………………………………(7)
Dimana : Qx
: jumlah barang x yang diminta.
bo
: intercept
Px
: harga barang x
Po
: harga barang lain (substitusi atau komplementer).
Y
: pendapatan konsumen.
b1
: elastisitas harga dari permintaan.
b2
: elastisitas silang dari permintaan.
b3
: elastisitas pendapatan dari permintaan.
e b4
: faktor trend selera (skala pereferensi). Pengertian elastisitas dalam hal ini adalah derajad kepekaan dari jumlah
barang yang diminta terhadap perubahan salah satu faktor yang mempengaruhinya. Sasaran pendekatan pragmatis ini adalah untuk mempelajari elastisitas yang berguna untuk menjelaskan bobot pengeluaran untuk suatu barang. Elastisitas yang digunakan untuk mengukur intensitas reaksi konsumen atau pembeli pada umumnya dalam bentuk perubahan jumlah barang yang diminta terhadap perubahan harga satuan barang tersebut, yang disebut dengan elastisitas harga permintaan (price elasticity of demand) atau disebut juga dengan elastisitas permintaan (demand elasticity). Reksoprayitno (2002), menyampaikan bahwa dalam fungsi permintaan kualitas barang yang diminta oleh konsumen selain memiliki hubungan dengan harga barang yang bersangkutan juga berkaitan dengan faktor lain sehingga dikenal lebih dari satu elastisitas. Selain elastisitas harga juga dikenal elastisitas pendapatan dan elastisitas silang. Elastisitas pendapatan (income elasticity) menjelaskan intensitas hubungan antara jumlah barang yang diminta dengan pendapatan konsumen, sementara elastisitas silang (cross elasticity) adalah menjelaskan intensitas hubungan antara jumlah barang yang diminta dengan harga suatu barang lain atau mengukur tanggapan kuantitas barang yang diminta terhadap barang yang diminta terhadap perubahan harga barang lain. Seperti halnya elastisitas pendapatan, elastisitas silang
dapat positif ataupun negatif. Elastisitas harga silang (cross elasticity) positif menunjukkan bahwa kenaikan harga dapat menyebabkan permintaan menurun dan implikasinya barang tersebut merupakan subsitusi. Dan jika elastisitas silang (cross elasticity) berubah menjadi negatif, kenaikan harga menyebabkan penurunan permintaan, implikasinya barang tersebut merupakan barang komplementer. Secara umum perubahan harga pada suatu barang berpengaruh pada jumlah barang yang diminta, baik pengaruh substitusi maupun pengaruh pendapatan atau gabungan keduanya yang disebut dengan jumlah pengaruh total (total effect). Berdasarkan pengaruh harga ini, jika dihubungkan dengan jumlah barang yang diminta oleh konsumen dapat dibedakan atas barang substitusi dan barang komplementer, demikian juga pengaruh perubahan pendapatan terhadap jumlah barang yang diminta oleh konsumen dapat dibedakan atas barang normal (normal goods) yaitu barang-barang yang permintaanya naik bila pendapatan lebih tinggi dan permintaannya akan turun bila pendapatan lebih rendah, barang superior (superior goods) atau barang mewah (luxuries goods), barang inferior (inferior goods) adalah barang yang permintaanya cenderung turun bila pendapatan naik, barang giffen (giffen goods) dan sebagainya.
2.4 Komoditi Kopi Dan Aspek Ekonomisnya. Tanaman kopi adalah pohon kecil yang bernama perpugenus coffea dari famili rubiceae yang umumnya berasal dari benua Afrika. Diseluruh dunia kini
terdapat sekitar 4.500 jenis kopi yang dapat dibagi dalam empat kelompok besar yaitu; a. Cofffe canefora, salah satu jenis varietasnya yang menghasilkan kopi dagang robusta. b. Coffea arabica, yang menghasilkan kopi dagang arabica. c. Coffea exelca yang menghasilkan kopi dagang exelca. d. Coffea liberica yang menghasilkan kopi dagang liberica. Dari segi produksi yang paling menonjol dalam kualitas dan kuantitas adalah jenis arabica, yang memberikan kontribusi pada pasokan kopi dunia sekitar 70%, kemudian jenis kopi robusta yang mutunya berada dibawah kopi arabica, hanya memberikan kontribusi sekitar 24% produksi kopi dunia (Spillane, 1991). Bredley (1916), didalam bukunya yang berjudul “A short historical account of coffea, containing the most remarkable observations of greatest men in Europe concerning it “, merupakan orang yang pertama menulis sejarah tentang kopi kemudian diikuti oleh penulis lainnya. Linnaeus (1937) dan Smith (1985), melalui buku yang mereka tuliskan bahwa daerah asal kopi adalah Abyssinia atau Ethiopia sekarang ini, kemudian masuk ke Yaman sekitar tahun 575 SM (sebelum masehi). Ada berbagai dugaan yang memperkirakan bahwa masuknya tanaman kopi ke Yaman adalah melalui akulturasi kebudayaan antara kedua suku bangsa waktu itu. Barangkali hal ini juga yang menjadi alasan yang kuat terhadap penyebaran kopi kedaerah lainnya disekitar Abyssinia seperti Mesir, Persia dan jajirah Arab lainnya (Ilyas, 1991).
Legenda lainnya menyebutkan bahwa kopi sebagai tanaman semak dan perdu ditemukan oleh kepala rombongan Nomade dan penggembala kambing bangsa Arab bernama Kaldi pada oase-oase yang terdapat dijajirah Arab. Kelompok nomade ini kemudian membawa tanaman ini keladang penggembalaannya dan dibudidayakan. Atas jasa Rahib Scialdi dan Aydius, tanaman ini kemudian diperkenalkan secara luas kepada seluruh suku bangsa yang mendiami gurun pasir pada saat itu. Kemudian sekitar tahun 1915, pedagang-pedagang dari Venesia membawa biji kopi dari Mocha (Saudi Arabia) ke Eropa, sejak saat itu mulailah perdangan yang menguntungkan dunia Arab dan sepanjang 100 tahun mereka menjadi satu-satunya daerah penghasil kopi di dunia (Spillane, 1991). Di Prancis pertama sekali kopi diperkenalkan oleh seorang Burgomaster kepada Raja Louis XIV dan kemudian dikembangkan di Jardin Des Plantes di Paris Prancis. Kemudian diperkenalkan oleh Spayol kepada koloni-koloninya hingga ke India Barat. Dan Inggris adalah negara yang terakhir yang mengembangkan kopi dinegara koloninya mulai dari Jamaika pada tahun 1730 dan India pada tahun 1840. Pada saat yang sama Brasilia mulai memasuki bidang ini, karena dibawa oleh seorang pegawai Brasilia yang ketika berkunjung ke Guyama Prancis tahun 1727. Dan sejak itu mulailah kejayaan Brasilia sebagai penghasil kopi dunia (Spillane, 1991). Untuk pertama kalinya kedai kopi dibuka di Inggris tahun 1650 oleh Jacob, tepatnya di Angel Hight di Kota Oxford antara University College dan Examinations Schools. Kedai kopi pertama di London di buka dua tahun kemudian yaitu sekitar
tahun 1852 di St. Michael’s Alley berdekatan dengan kantor Kerajaan (Royal Exchange), (Spillane, 1991). Pada tahun 1715 ada lebih dari 2.000 kedai kopi yang berdiri di kota London dan tempat itu menjadi pusat perkembangan kehidupan sosial, politik dan perdagangan, terutama setelah dilakukan pembangunan gedung-gedung untuk keperluan bank niaga, asuransi, bursa saham (stock exchange) di kota tersebut. Berdiri juga sebuah kedai kopi Lioyd di tower street antara dermaga St. Katharine Docks dan Wapping, kedai kopi ini sangat ramai karena sering dikunjungi oleh orang-orang kapal dan para pedagang. Pada tahun 1925, di Pematang Siantar, juga berdiri sebuah kedai kopi dengan nama Kedai Kopi Massa Koktung, yang didirikan oleh Lim Tie Kie yang berlokasi di Jalan Cipto. Saat ini kedai kopi tersebut dikelola oleh Jamin yang merupakan keturunan dari Lim Tie Kie. Kedai kopi ini bisa menjual 500 gelas/ hari dengan harga rata-rata Rp. 2.000/ gelas. Bahan kopi yang digunakan adalah kopi robusta yang didatangkan dari Tapanuli Utara, Sidamanik dan Samosir. Selain dijual dalam bentuk teh kopi (liquid coffee), bubuk kopi massa koktung juga dijual dalam bentuk saset hingga ke Riau dan pulau Jawa. (SIB, 2006). Disamping pesatnya perkembangan penjualan dan konsumsi terhadap komoditi kopi, disatu sisi juga terjadi penolakan untuk mengkonsumsi kopi. Pada tahun 1511 Kaisar Bey seorang Gubernur muda dari Kesultanan Kairo di Mekkah, ketika usai berdoa dari Mesjid dia melihat beberapa orang di ujung jalan sedang merencakan untuk minum kopi, hal ini membuat kaisar Bey tidak senang dan ia
berkata bahwa hal tersebut bertentangan dengan hukum Islam, maka keesokan harinya semua kedai kopi didaerah itu ditutup. Sementera itu di Italia para Pastor juga mengusulkan kepada Paus Clement (1592-1605), untuk melarang penggunaan kopi di kalangan umat Kristen, karena kopi dianggab berkaitan dengan dunia mistik (pemberian setan) (Spillane, 1991). Pada tahun 1656 Ottoman Grand Vizir Koprilli, menganggap bahwa kedai kopi merupakan sumber keburukan dan korupsi, sehingga warganya dilarang untuk meminum kopi, bagi yang melanggar akan dihukum. Pada tahun 1674 petisi dari kaum wanita (a women’s petition a gainst coffee), menerbitkan buku untuk pertama kalinya tentang penolakan terhadap kopi, mereka mengeluh karena pada saat krisis mereka sering ditinggalkan suami yang suka pergi untuk mengunjungi kedai kopi. Selanjutnya pada tahun 1675, Raja Charles II mengeluarkan maklumat untuk memusnahkan kedai-kedai kopi kerena tempat itu menjadi “ tempat orang-orang yang suka bermalas-malasan”. Namun walaupun demikian, nampaknya kopi merupakan barang yang sangat bermanfaat, dimana pada tahun 1658 kopi sudah merupakan komoditi perdagangan Internasional, dimana pada waktu itu Eropa Barat telah melakukan impor kopi dari Ceylon (Sailan). Kemudian tahun 1699 kopi di perkenalkan ke Indonesia yaitu Pulau Jawa yang dibawa oleh VOC. Kopi di perdagangkan pada dasawarsa terakhir ini, bukan saja dalam bentuk tradisional green coffee (biji kopi mentah) yang ditampung oleh para pengolah roasters, tetapi juga dalam bentuk; olahan setengah jadi dan bahan jadi siap pakai,
diantaranya dalam bentuk; kopi rendangan (roasted coffee), kopi bubuk (powder coffee), kapi cair (liquid coffee). Kopi selain digunakan sebagai minuman kenikmatan juga dipergunakan sebagai penyedap berbagai jenis makanan (makanan ringan) mulai dari; tar moka (kue), hingga es buah serta es krim moka yang sangat disukai oleh masyarakat, hal ini menyebabkan komoditi kopi menjadi komoditi yang menarik dalam dunia perdagangan baik domestik maupun internasional (Marlina, 2005). Kopi telah merupakan salah satu bahan minuman rakyat di seluruh dunia, baik di negara produsen apalagi di negara pengimpor (konsumen). Kopi merupakan suatu komoditi penting dalam ekonomi dunia, dan mencapai nilai perdagangan sebesar US dolar 10.3 millyar (Spillane, 1991), antara negara yang sedang berkembang dengan negara-negara maju. Sehingga komoditi kopi menjadi salah satu komoditi ekspor yang menjanjikan, disamping itu juga memiliki peranan penting sebagai sumber penghidupan bagi berjuta-juta petani kopi diseluruh dunia. Di Indonesia kopi merupakan salah satu komponen industri pertanian yang penting. Pada tahun 1986 sektor perkopian Indonesia mempekerjakan sedikitnya 8 juta orang, termasuk didalamnya 2 juta petani kopi rakyat. Kopi pun merupakan sumber penghidupan bagi 1, 6 juta keluarga petani dan lebih kurang 30.000 keluarga karyawan yang bekerja di berbagai perkebunan kopi di Indonesia (Spillane, 1991). Investasi yang ditanamkan dalam usaha perkopian Indonesia tidak kecil, termasuk dana bank untuk keperluan kredit bagi petani kopi, guna ekstensifikasi dan intensifikasi. Sektor kopi ini telah menjadi bidang penting bagi perekonomian
beberapa propinsi di Indonesia seperti; Aceh, Sumatera Barat, Sumatera Selatan, Lampung dan Sumatera Utara (Spillane, 1991). Lepi Tarmizi (1990) memperkirakan bahwa permintaan kopi untuk dikonsumsi di Indonesia adalah 0,50 Kg/ kapita/ tahun, hal ini sesuai dengan perhitungan Assosiasi Ekonomi Kopi Indonesia (AEKI) 1987 yaitu sebesar 0,50 Kg/kapita/ tahun (Ilyas, 1991). Angka ini tentunya sangat kecil jika dibandingkan dengan permintaan kopi untuk konsumsi masyarakat di negara-negara Amerika Latin seperti Brazil, Colombia dan negara lainnya. Sementara itu konsumsi kopi masyarakat di Brazil adalah 5,50 Kg/ kapita/ tahun, Colombia adalah 4,50 Kg/kapita/ tahun, Costarica adalah 6,50 Kg/kapita/ tahun, Elsalvador adalah 2,00 Kg/kapita/ tahun, Guatemala adalah 4,00 Kg/kapita/tahun, Haiti adalah 3,00 Kg/kapita/ tahun dan Mexico adalah 1,50 Kg/kapita/tahun. Permintaan kopi untuk konsumsi di Indonesia juga masih sangat rendah, jika dibandingkan dengan permintaan masyarakat terhadap kopi di negaranegara Afrika, bahkan Asia seperti India. Dengan demikian permintaan kopi untuk konsumsi di Indonesia, jika dibandingkan dengan negara-negara lain sebagai produsen kopi, relatif sangat rendah.
2.5. Penelitian Sebelumnya. Edison (1971), melakukan penelitian mengenai permintaan atau konsumsi kopi di Indonesia, dia membedakan permintaan kopi biji dan permintaan bubuk kopi. Sasaran penelitiannya adalah permintaan bubuk kopi secara Nasional dan regional.
Hasil penelitiannya menunjukkan bahwa 52,3% sampel (dari 10 propinsi), tidak meminum kopi dengan alasan kesehatan dan tingkat kemurnian kopi yang dikonsumsi responden sangat bervariasi. Tidak terdapat konsumsi kopi murni, dan selanjutnya dikatakan bahwa rata-rata kemurnian kopi yang dikonsumsi adalah 64% untuk daerah perkotaan dan 73 % untuk daerah pedesaan (Ilyas, 1991). Venkatram dan Deodhar, (1999), melakukan penelitian mengenai permintaan kopi di pasar domestik India. Konsumsi kopi diwilayah itu adalah 80 gr/ kapita tahun 1960- 1961 dan menurun menjadi 60 gr/ kapita tahun 1996-1997. Sementara itu konsumsi teh sebagai barang substitusi kopi mengalami peningkatan dari 296 gr/ kapita menjadi 657 gr/ kapita untuk tahun 1997 – 1998. Adapun variabel yang diamati dalam penelitian tersebut adalah produksi kopi itu sendiri, harga kopi, pendapatan perkapita dan harga teh. Berdasarkan hasil penelitian diperoleh kesimpulan bahwa harga kopi memiliki hubungan yang negatif terhadap permintaan kopi, pendapatan perkapita memiliki hubungan yang positif terhadap permintaan kopi. Dan ternyata harga teh memiliki hubungan yang positif terhadap permintaan kopi diwilayah itu artinya adanya peningkatan harga disebabkan oleh
jumlah
permintaan yang semakin meningkat. Dan selanjutnya beliau mengatakan permintaan kopi in-elastis dalam jangka panjang dan memiliki nilai in-elastisitas yang sangat tinggi dalam jangka pendek, tetapi elastisitas harga terhadap permintaan kopi adalah rendah. Hutabarat (2004), melakukan penelitian mengenai Kondisi pasar dunia dan dampaknya terhadap kinerja industri perkopian Nasional. Hasil penelitiannya
menunjukkan bahwa perkembangan industri dan ekonomi kopi nasional tidak terlepas dari prilaku dan perkembangan pasar kopi dunia. Berdasarkan penelitian tersebut ditemukan bahwa elastisitas permintaan kopi terhadap pendapatan negara pengimpor (Jepang, Jerman dan Belanda) menunjukkan nilai positif dan sangat elastis. Selanjutnya dikemukakan bahwa elastisitas permintaan pengimpor kopi terhadap perubahan nilai tukar US dolar bernilai positif (untuk Jepang dan Amerika), artinya jika rupiah semakin terkoreksi (terdepresiasi) terhadap US dollar, maka kopi Indonesia relatif lebih murah sehingga volume kopi yang di impor oleh negara pengimpor akan meningkat. Dureval (2005), melakuan penelitian dengan maksud untuk mengevaluasi keuntungan potensial dari pertumbuhan produksi kopi yang dilihat dari harga yang di inginkan oleh konsumen. Variabel yang diteliti adalah; harga kopi relatif, pendapatan masyarakat dan faktor lain yang mempengaruhi permintaan. Hasil penelitian menunjukkan bahwa harga kopi berhubungan negatif dengan permintaan kopi itu sendiri sementara pendapatan masyarakat memiliki hubungan yang positif dengan permintaan kopi secara signifikan. Deodhar dan Pandey (2006), melakukan penelitian untuk mengetahui keadaan tingkat persaingan dalam pasar domestik dalam konteks pasar kopi instan. Beliau menyampaikan bahwa perdagangan bebas ternyata memberikan kontribusi dalam persaingan dipasar domestik yang memungkinkan terjadinya persaingan sempurna (perfect competition). Hasil penelitian menunjukkan bahwa pendapatan perkapita masyarakat memiliki hubungan yang positif terhadap permintaan kopi di pasaran
dalam kondisi pasar persaingan sempurna, dan harga memiliki hubungan yang negatif terhadap pola konsumsi kopi instan diwilayah dimana penelitian itu dilakukan. Wahyudian, dkk (2003), melakukan penelitian tentang Analisis faktor-faktor yang mempengaruhi konsumsi kopi di Jakarta. Hasil regresi logistik menunjukkan bahwa konsumen berusia muda (18-25 tahun) berpeluang mengkonsumsi kopi lebih besar daripada konsumen yang berusia 45 tahun. Peningkatan rasio anggota rumah tangga yang mengkonsumsi kopi terhadap total rumah tangga sebagai pengaruh lingkungan konsumen semakin mendorong peluang seseorang untuk mengkonsumsi kopi. Penelitian tersebut menyimpulkan bahwa permintaan kopi masyarakat Jakarta mengalami peningkatan dengan tingkat perubahan yang sedang, hal ini disebabkan karena rata-rata konsumsi kopi perkapita masyarakat Jakarta antara 0,75 – 1,13 kg/ kapita/ tahun, lebih tinggi daripada konsumsi masyarakat Indonesia secara umum yaitu sebesar 0,64 Kg/ kapita/ tahun.
2.6. Kerangka Pemikiran. Permintaan terhadap suatu komoditi pertanian merupakan banyaknya komoditi pertanian yang dibutuhkan dan dibeli oleh konsumen. Karena itu besar kecilnya permintaan terhadap komoditi pertanian umumnya dipengaruhi oleh harga, harga substitusi atau harga komplementernya, selera dan keinginan jumlah konsumen dan pendapatan konsumen yang bersangkutan (Soekartawi, 2002). Dilain pihak Wanardi (1976), menyatakan bahwa pengertian permintaan adalah jumlah barang yang sanggub dibeli oleh para pembeli pada tempat dan waktu
tertentu dengan harga yang berlaku pada saat itu. Sedangkan menurut Bishop dan Toussaint (1958), pengertian permintaan dipergunakan untuk mengetahui hubungan jumlah barang yang dibeli oleh konsumen dengan harga alternatif untuk membeli barang yang bersangkutan dengan anggapan bahwa harga barang lainnya tetap. Hal ini dapat dijelaskan dengan kurva permintaan, yaitu kurva yang menunjukkan hubungan antara jumlah maksimum dari barang yang dibeli oleh konsumen dengan harga alternatif pada waktu tertentu. Menurut Bishop dan Toussaint mempengaruhi harga
(1958), adapun faktor-faktor yang
permintaan adalah jumlah penduduk, pendapatan, harga barang,
barang lainnya, selera dan pereferensi konsumen. Namun karena jumlah
penduduk dan penyebaran pendapatan berpengaruh teradap permintaan barang dipasaran, maka fungsi permintaan ini juga dipengaruhi oleh variabel ini. Jumlah penduduk yang semakin bertambah akan menggeser kurva permintaan ke sebelah kanan yang berarti bahwa pada harga yang sama jumlah barang yang diminta bertambah besar, ceteris paribus tetapi untuk permintaan perkapita, kurva permintaan dapat bergerak ke kanan atau kekiri atau bahkan tidak bergeser sama sekali (Soekartawi, 2002). Perubahan keseimbangan antara permintaan dan penawaran akan menetukan perubahan harga. Jika dilihat dari perubahan harga maka pengaruh harga komoditi substitusi atau komoditi komplementernya adalah penting sekali. Dengan demikian besar kecilnya elastisitas harga terhadap besarnya permintaan atau penawaran bagi komoditi pertanian juga akan terpengaruh oleh adanya perubahan harga komoditi
substitusi atau komplementernya. Harga beberapa komoditi pertanian sering naik atau turun secara tidak terkendali (berfluktuasi), yang lazim terjadi adalah turunnya harga pada saat panen dan adanya kenaikan harga pada saat paceklik. Fluktuasi harga ini pada akhirnya juga mempengaruhi ramai tidaknya pemasaran komoditi pertanian tersebut, dan sesekali kenaikan harga yang terjadi dapat menguntungkan petani sehingga merangsang mereka untuk tetap berproduksi (Soekartawi, 2002). Sementara itu Papas dan Mark Hirshey (1995), menyatakan bahwa permintaan adalah sejumlah barang dan jasa yang dibeli oleh konsumen selama periode tertentu berdasarkan situasi dan kondisi tertentu. Menurut Papas dan Mark Hirshey (1995), terdapat dua (2) model dasar dalam permintaan, yang pertama adalah permintaan langsung yang dikenal sebagai teori konsumen, dan yang kedua adalah permintaan turunan yaitu permintaan atas bahan baku sebagai input didalam pembuatan suatu barang atau jasa yang diminta untuk didistribusikan menjadi produk lainnya. Dan secara skematis kerangka pemikiran dalam penelitian ini digambarkan sebagai berikut:
HARGA KOPI DOMESTIK HARGA EKSPEKTASI KOPI DOMESTIK HARGA TEH
PERMINTAAN KOMODITI KOPI
HARGA GULA PENDAPATAN
PERKAPITA
Gambar 1.
Kerangka pemikiran Faktor-faktor yang Mempengaruhi Komoditi Kopi di Sumatera Utara.
Permintaan
2.7. Hipotesis Penelitian. Berdasarkan perumusan masalah yang telah diuraikan diatas, maka dikemukakan hipotesis sebagai berikut : 1. Harga kopi domestik berpengaruh negatif terhadap permintaan komoditi kopi di Sumatera Utara, ceteris paribus. 2. Harga Ekspektasi kopi domestik berpengaruh negatif terhadap permintaan komoditi kopi di Sumatera Utara, ceteris paribus 3. Harga teh berpengaruh positif terhadap permintaan komoditi kopi di Sumatera Utara, ceteris paribus. 4. Harga gula berpengaruh negatif terhadap permintaan komoditi kopi di Sumatera Utara, ceteris paribus. 5. Pendapatan perkapita masyarakat berpengaruh positif terhadap permintaan komoditi kopi di Sumatera Utara, ceteris paribus.
BAB III METODE PENELITIAN 3.1. Ruang Lingkup Penelitian Penelitian ini memfokuskan kepada masalah permintaan komoditi kopi di Sumatera Utara, dimana pembahasan dalam penelitian ini mencakup beberapa faktor seperti; harga kopi domestik, harga ekspektasi kopi domestik, harga teh (barang substitusi), harga gula (barang komplementer) dan pendapatan perkapita masyarakat terhadap permintaan komoditi kopi di Sumatera Utara.
3.2. Jenis dan Sumber Data. Penelitian ini dilakukan dengan menggunakan data sekunder yang bersumber dari lembaga resmi pemerintah. Adapun data yang digunakan adalah data time series 21 tahun, mulai dari tahun 1985 – 2005, yang diperoleh dari Badan Pusat Statistik (BPS), Dinas Perindustrian dan Perdagangan Sumatera Utara, dan sumber-sumber lain seperti jurnal dan hasil penelitian.
3.3. Metode Analisis Data. Setelah data dikumpulkan dan ditabulasi, selanjutnya akan dianalisis sesuai dengan hipotesa yang diajukan. Metode analisis yang digunakan dalam penelitian ini adalah Ordinary Least Square (OLS), dengan bantuan softwer eviews 4.1.
3.4. Model Analisis. Dalam analisis regresi hubungan antara variabel independent dan variabel dependent adalah dalam bentuk linier maka untuk itu fungsi persamaan yang digunakan dalam penelitian ini adalah : Qdc = f (Pcd, Pt, Ps, I, T)……………………………………………..……………(8) Dari fungsi tersebut diatas kemudian diderivasikan ke dalam model persamaan ekonometrika dalam bentuk Model Koyck (Model Ekspektasi) untuk melihat permintaan komoditi kopi di Sumatera Utara sebagai berikut : Model Koyck (Model Ekspektasi) : Qdc = a + b1Pcd + b2Pcde + b3Pt + b4Ps + b5 I + µ ……………..…….………..(9) Dimana : Qdc
: Jumlah permintaan kopi di Sumatera Utara (Kg)
a
: Intercept
b1-b5
: Koefisien regresi.
Pcd
: Harga kopi domestik (Rp/ kg).
Pcde
: Harga ekspektasi kopi domestik di Sumatera Utara (Rp/ kg).
Pt
: Harga komoditi teh (Rp/ Kg).
Ps
: Harga gula (Rp/ kg).
I
: Pendapatan perkapita (Rp)
3.5. Variabel Penelitian. Variabel yang digunakan dalam penelitian ini adalah variabel-variabel ekonomi yang terdapat dalam persamaan model. Sebagai variabel terikat (dependent
variable) adalah permintaan komoditi kopi di Sumatera Utara. Sedangkan variabel bebas (independent variable) adalah; harga kopi domestik, harga ekspektasi kopi domestik harga teh (barang substitusi), harga gula (barang komplementer) dan pendapatan perkapita masyarakat.
3.6. Uji Kesesuaian (test of goodness of fit). Uji kesesuaian (test of goodness of fit) dilakukan berdasarkan perhitungan nilai koefisien determinasi (R2 ) yang kemudian dilanjutkan dengan uji F (f-test) dan Uji T (t-test), yaitu : 1. Penilaian terhadap koefisien determinasi (R2), yang bertujuan untuk melihat kekuatan variabel bebas (independent variable) dalam mempengaruhi kekuatan variabel terikat (dependent variable). 2. Uji - F (over all test), uji ini dimaksudkan untuk mengetahui signifikansi statistik koefisien regresi secara bersama-sama/ serentak. 3. Uji- t (partial test), uji ini dimaksudkan untuk mengetahui signifikansi statistik koefisien regresi parsial.
3.7. Uji Penyimpangan Asumsi Klasik. Ada beberapa permasalahan yang bisa terjadi dalam model regresi linier yang secara statistik permasalahan tersebut dapat mengganggu model yang telah ditetapkan dan bahkan dapat membuat kesimpulan menjadi tidak signifikan (menyesatkan
kesimpulan). Untuk itu perlu dilakukan uji penyimpangan asumsi klasik yang terdiri dari : 3.7.1. Uji Normalitas. Asumsi model regresi linier klasik adalah bahwa faktor pengganggu µ mempuyai nilai rata-rata yang sama dengan nol, tidak berkorelasi dan mempunyai nilai yang konstan. Dengan dasar asumsi ini OLS sebagai estimator atau penaksir akan memenuhi sifat-sifat statistik yang diinginkan seperti ketidakbiasan dan mempunyai varians yang minimum. Untuk dapat mengetahui normal atau tidaknya faktor pengganggu µ dilakukan dengan J.B Test (Jarque – Bera test). Uji menggunakan hasil estimasi residual dan chisquare probability distribution, adalah dengan membandingkan nilai JB hitung dengan nilai X2 tabel, dengan kriteria keputusan sebagai berikut : a. Bila nilai JB test
hitung
> nilai X2
tabel,
maka hipotesis yang menyatakan bahwa
residual µ adalah berdistribusi normal ditolak. b. Bila nilai JB test
hitung
< nilai X2 tabel, maka yang menyatakan bahwa residual µ
adalah berdistribusi normal diterima.
3.7.2. Uji Multikolinieritas Interpretasi dan persamaan regresi linier secara implisit tergantung pada asumsi bahwa variabel-variabel bebas dalam persamaan tersebut tidak saling berkorelasi. Jika dalam sebuah persamaan terdapat multikolinieritas, maka akan
menimbulkan beberapa akibat, sehingga perlu dideteksi terjadinya multikolinearitas dengan besaran-besaran regresi yang diperoleh, yakni : d. Variabel besar (berdasarkan taksiran OLS). e. Interval kepercayaan lebar (karena variasi besar maka standard error besar dengan demikian interval kepercayaan lebar). f. Uji T (t-rasio) tidak signifikan. Suatu variabel bebas yang signifikan baik secara substansi maupun secara statistik jika dibuat regresi sederhana bisa menjadi tidak signifikan karena variasi besar akibat kolinieritas. Dan bila standar error terlalu besar maka kemungkinan taksiran koefisien regresi (a1–a5) tidak signifikan.
3.7.3. Uji Autokorelasi. Autokorelasi dapat didefenisikan sebagai korelasi antara anggota serangkaian observasi yang diurutkan menurut waktu. Dalam konteks model regresi linier klasik mengasumsikan bahwa autokorelasi seperti itu tidak terdapat dalam disturbansi atau pengganggu µ yang dilambangkan dengan F (µi, µj) = 0; i # j. Secara sederhana dapat dikatakan model klasik mengasumsikan bahwa unsur gangguan yang berhubungan dengan observasi tidak dipengaruhi oleh unsur gangguan (disturbance) yang berhubungan dengan pengamatan lain yang manapun. Tetapi jika ada ketergantungan antara unsur gangguan yang berhubungan dengan observasi dipengaruhi oleh unsur disturbansi atau gangguan yang berhubungan dengan pengamatan lain, terdapat autokorelasi yang disimbolkan dengan F (µi, µj) # 0; i # j. Dan untuk menguji autokorelasi tersebut digunakan Lagrange Multiplier Test (LM-
test), dimana jika nilai LM-test < nilai X2 artinya tidak ada autokorelasi. Namun
tabel
maka hipotesis nol (Ho) diterima,
jika nilai LM-test > nilai X2
tabel
maka
hipotesis nol (Ho) ditolak, artinya ada autokorelasi.
3.8. Batasan Operasional. Untuk memudahkan penafsiran dan memberikan batasan yang jelas mengenai variabel yang digunakan dalam penelitian ini maka disusun batasan operasional sebagai berikut : a. Permintaan komoditi kopi di Sumatera Utara adalah selisih dari total produksi dengan total ekspor (luar negeri dan dalam negeri) yang diolah di dalam negeri untuk di konsumsi masyarakat Sumatera Utara (Kg) b. Harga kopi domestik adalah harga rata-rata kopi dipasaran domestik Sumatera Utara dalam satu tahun (Rp/ kg). c. Harga teh adalah harga rata-rata teh dalam satu tahun (Rp/ kg) di Sumatera Utara. d. Harga gula adalah harga rata-rata gula dalam satu tahun (Rp/ kg) di Sumatera Utara. e. Pendapatan perkapita adalah product domestic regional bruto (PDRB) perkapita Sumatera Utara dalam harga konstan dalam satu tahun (Rp). f. Harga ekspektasi kopi domestik adalah selisih dari harga kopi domestik saat ini (Pcd(to)) dengan harga kopi domestik setelah dikurangi dengan harga kopi domestik tahun sebelumnya (Pcd (t-1)) di Sumatera Utara (Rp/ kg).
BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN
4.1. Perkembangan permintaan kopi di Sumatera Utara. Secara umum kopi merupakan komoditas perkebunan komersial di Indonesia yang sebagian besar produksinya di ekspor ke pasar dunia. Saat ini Indonesia merupakan negara produsen terbesar ketiga di dunia, yang menguasai pangsa pasar sebesar 7,9% dan sekaligus merupakan negara pengekspor kopi terbesar keempat yang menguasai pangsa ekspor dunia sebesar 6.6% (Hutabarat, B, 2004). Perkembangan kopi Indonesia pada umumnya menunjukkan perbaikan baik dari sisi produksi maupun lahan areal tanamannya. Pengelola perkebunan kopi terbesar di Indonesia adalah perkebunan rakyat (PR) dengan luas yang mencapai 94,2% dari total areal tanam kemudian diikuti oleh perkebunan negara dan swasta. Sumatera Utara sebagai salah satu sentra produksi kopi di Indonesia, dengan luas tanaman tahun 1985 adalah 45.468 ha dengan produksi sebesar 16.084 ton, terus mengalami perkembangan yang cukup pesat. Dan tahun 2005 luas tanaman kopi di Sumatera Utara menjadi 77.720 ha dengan produksi 54.857 ton (BPS, 2006). Tanaman kopi di Sumatera Utara pada umumnya dikelola oleh rakyat dengan luas lahan rata-rata relatif kecil dengan alokasi faktor produksi yang terbatas dengan demikian sangat mempengaruhi kualitas produksi komoditi itu sendiri. Pertumbuhan produksi kopi di Sumatera Utara mencapai 14% untuk setiap tahunnya yang dibarengi dengan pertumbuhan luas lahan sebesar 4,1% pertahunnya. Produksi kopi
Sumatera Utara setiap tahunnya adalah untuk memenuhi permintaan kopi di Sumatera Utara yang terdiri atas kebutuhan ekspor dan kebutuhan akan permintaan pasar domestik untuk konsumsi rumah tangga. Berikut tabel permintaan kopi di Sumatera Utara. Tabel 4.1 Permintaan Komoditi Kopi Di Sumatera Utara tahun 1985 – 2005. No
Tahun
1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 13 14 15 16 17 18 19 20 21
1985 1986 1987 1988 1989 1990 1991 1992 1993 1994 1995 1996 1997 1998 1999 2000 2001 2002 2003 2004 2005
Permintaan Kopi Pertumbuhan (Kg) (%) 17,450,200 0.00% 18,570,500 6.42% 19,250,250 3.66% 19,450,000 1.04% 19,870,000 2.16% 20,150,000 1.41% 20,150,650 0.00% 20,565,000 2.06% 21,650,250 5.28% 21,780,020 0.60% 21,980,400 0.92% 22,565,250 2.66% 22,540,750 -0.11% 23,450,310 4.04% 23,750,025 1.28% 24,015,250 1.12% 24,125,425 0.46% 24,250,450 0.52% 25,100,250 3.50% 25,150,625 0.20% 25,625,125 1.89%
Sumber : Badan Pusat Statistik Sumatera Utara, 2006 Pada tabel 4.1 tersebut diatas dapat dilihat bahwa secara umum permintaan komoditi kopi di Sumatera Utara terus mengalami peningkatan. Dapat kita lihat bahwa pada tahun 1985 permintaan komoditi kopi di Sumatera Utara adalah sebesar
17.450.200 Kg, dan terus mengalami peningkatan hingga pada tahun 1998 menjadi 23.450.310 Kg. Pada tahun 1999 mengalami peningkatan menjadi 23.750.025 Kg atau tumbuh sebesar 1.28% dan barangkali peningkatan permintaan ini erat kaitannya dengan krisis monoter yang terjadi pada saat itu, sehingga permintaan komoditi kopi meningkat dipasaran. Kemudian pada tahun 2000 permintaan komoditi kopi di Sumatera Utara meningkat menjadi 24.015.250 Kg tumbuh 1,12% sementara pada tahun 2001 permintaan kopi di Sumatera Utara konstan yaitu pada angka 24.125.425 Kg. Dan pada tahun 2002 mengalami kenaikan menjadi 24.250.450 Kg, dan pada tahun 2004 menjadi 25.150.625 Kg. Dan pada tahun 2005 permintaan komoditi kopi di Sumatera Utara kembali mengalami peningkatan menjadi 25.625.125 Kg atau tumbuh sebesar 1,89 % dari tahun sebelumnya.
4.2. Perkembangan Harga Kopi Domestik, Harga Teh dan Harga Gula tahun 1985 – 2005 di Sumatera Utara. Harga rata-rata komoditi pertanian pada dasarnya cendrung tidak stabil dan selalu berfluktuasi, hal ini disebabkan oleh beberapa faktor antara lain adanya musim panen raya (produksi melimpah) dan panen kecil (produksi sedikit) dan pengaruh faktor lain seperti kualitas produksi dari komoditas pertanian tersebut. Secara umum pada saat panen kecil dimana ketika produksi sedikit, harga dari komoditi tersebut cendrung bergerak naik. Sedangkan pada saat panen raya dimana produksi melimpah maka harga akan drastis menurun. Perkembangan harga kopi
domestik, harga teh dan harga gula di Sumatera Utara dapat dilihat pada tabel berikut ini : Tabel 4.2. Harga Kopi Domestik, Harga Teh dan Harga Gula Di Sumatera Utara tahun 1985 – 2005. No Tahun 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 13 14 15 16 17 18 19 20 21
1985 1986 1987 1988 1989 1990 1991 1992 1993 1994 1995 1996 1997 1998 1999 2000 2001 2002 2003 2004 2005
Harga Kopi Pertumbuhan Domestik (Rp/ Kg) (%) 1,150 1,300 1,450 1,650 1,750 2,150 2,450 3,050 3,150 3,250 3,350 3,350 2,850 2,950 3,550 3,750 3,850 4,150 3,590 3,950 4,050
0.00% 13.04% 11.54% 13.79% 6.06% 22.86% 13.95% 24.49% 3.28% 3.17% 3.08% 0.00% -14.93% 3.51% 20.34% 5.63% 2.67% 7.79% -13.49% 10.03% 2.53%
Harga Teh (Rp/ Kg)
Pertumbuhan (%)
Harga Gula (Rp/Kg)
Pertumbuhan (%)
1,250 1,365 1,625 1,850 2,550 2,860 3,650 3,950 4,250 4,375 4,950 5,350 7,250 8,350 8,750 6,800 6,900 5,400 5,100 3,250 4,850
0.00% 9.20% 19.05% 13.85% 37.84% 12.16% 27.62% 8.22% 7.59% 2.94% 13.14% 8.08% 35.51% 15.17% 4.79% -22.29% 1.47% -21.74% -5.56% -36.27% 49.23%
1,250 1,450 1,650 1,780 1,950 2,150 2,250 2,540 3,250 3,600 4,580 3,750 5,525 6,950 8,750 6,250 4,850 4,250 3,850 4,500 4,250
0.00% 16.00% 13.79% 7.88% 9.55% 10.26% 4.65% 12.89% 27.95% 10.77% 27.22% -18.12% 47.33% 25.79% 25.90% -28.57% -22.40% -12.37% -9.41% 16.88% -5.56%
Sumber : Badan Pusat Statistik Sumatera Utara, 2006 Pada tabel 4.2 diatas dapat dilihat bahwa perkembangan harga kopi domestik Sumatera Utara cendrung berfluktuasi. Pada tahun 1985 harga kopi domestik adalah Rp. 1.150/ Kg dan mengalami peningkatan menjadi Rp. 1.450/ Kg atau sebesar 11,54% pada tahun 1987. Dan harga kopi domestik Sumatera Utara mengalami kenaikan menjadi Rp. 1.750/ Kg pada tahun 1989 atau tumbuh 6,06%.
Kemudian pada tahun 1990 harga kopi domestik di Sumatera Utara mengalami kenaikan menjadi Rp. 2.150/ Kg dan pada tahun 1992 sebesar Rp. 3.050/ Kg atau tumbuh sebesar 8,22%. Kemudian pada tahun 1993 harga kopi domestik Sumatera Utara juga mengalami kenaikan hingga 3,28% menjadi Rp. 3,150/ Kg, dan naik menjadi Rp. 3.550/ kg pada tahun 1999. Dan tahun 2005 harga kopi domestik di Sumatera Utara berada di angka Rp. 4.050/ kg atau tumbuh 2,53% dari tahun sebelumnya. Soekartawi, (2002) mengatakan bahwa harga beberapa komoditi pertanian sering naik atau turun secara tidak terkendali (berfluktuasi), yang lazim terjadi adalah turunnya harga pada saat panen dan adanya kenaikan harga pada saat paceklik. Fluktuasi harga ini pada akhirnya juga mempengaruhi ramai tidaknya pemasaran komoditi pertanian tersebut, dan sesekali kenaikan harga yang terjadi dapat menguntungkan petani sehingga merangsang mereka untuk tetap berproduksi. Pada tabel 4.2 diatas dapat dilihat bahwa harga teh di Sumatera Utara mengalami peningkatan secara teratur dimana pada tahun 1985 adalah Rp. 1.250/ Kg. Kemudian pada tahun 1995 adalah Rp. 4.950/ Kg atau meningkat sebesar 13,14% dari tahun sebelumnya dan pada tahun 2005 harga teh di Sumatera Utara tercatat sebesar Rp. 4.850/Kg atau mengalami pertumbuhan sebanyak 49,23% dari tahun sebelumnya. Pada tabel 4.2 diatas juga dapat dilihat bahwa harga gula, mengalami perubahan yang fluktuatif, dimana pada tahun 1985 harga gula di Sumatera Utara adalah 1.250/ Kg dan dan mengalami pertumbuhan menjadi Rp. 2.150/ Kg atau
0,26% pada tahun 1990. Dan pada tahun 1998 harga gula di Sumatera Utara berada pada angka Rp. 6.950/ Kg dan mengalami penurunan pada tahun 2005 menjadi Rp. 4.250/ Kg atau turun sebesar 5,56% dari tahun sebelumnya. 4.3. Perkembangan Pendapatan Perkapita di Sumatera Utara tahun 1985-2005. Product Domestic Regional Bruto (PDRB) merupakan salah satu indikator tingkat kesejahteraan masyarakat dan kemajuan suatu daerah. Pendapatan perkapita Sumatera Utara adalah PDRB perkapita Sumatera Utara dengan harga konstan. Pada tabel dibawah ini dapat dilihat pendapatan perkapita Sumatera Utara pada tahun 1985–2005 sebagai berikut : Tabel 4.3. Pendapatan Perkapita di Sumatera Utara tahun 1985 – 2005. No
Tahun
1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 13 14 15 16 17 18 19 20 21
1985 1986 1987 1988 1989 1990 1991 1992 1993 1994 1995 1996 1997 1998 1999 2000 2001 2002 2003 2004 2005
Pendapatan Perkapita (Rp) 354,594 370,228 394,054 432,381 465,951 504,561 593,649 630,070 1,698,094 1,830,005 1,960,537 2,108,670 2,189,128 1,996,987 2,024,927 6,006,103 6,175,689 6,385,069 6,609,292 6,873,420 7,130,695
Pertumbuhan (%) 0.00% 4.41% 6.44% 9.73% 7.76% 8.29% 17.66% 6.14% 169.51% 7.77% 7.13% 7.56% 3.82% -8.78% 1.40% 196.61% 2.82% 3.39% 3.51% 4.00% 3.74%
Sumber : Badan Pusat Statistik Sumatera Utara, 2006
Dari tabel 4.3 diatas dapat dilihat bahwa pada tahun 1985 pendapatan perkapita Sumatera Utara adalah sebesar Rp. 354.594 dan terus mengalami pertumbuhan yang sangat drastis untuk tiap tahunnya. Pada tahun 1999-2000 terjadi peningkatan pendapatan perkapita Sumatera Utara dari Rp.2.024.927 menjadi Rp. 6.006.103 atau tumbuh sebesar 196,61% dari tahun sebelumnya. Perhitungan pendapatan perkapita tahun 1991-1999 dengan menggunakan harga konstan 1993. Dan pada tahun 2000 Pendapatan perkapita Sumatera Utara adalah Rp. 6.006.103 mengalami peningkatan menjadi Rp. 7.130.694 pada tahun 2005 atau meningkat sebesar 3,74 % dari tahun sebelumnya, peningkatan ini terlihat sangat baik dan perhitungan
pendapatan
perkapita
untuk
tahun
2000-2005
adalah
dengan
menggunakan harga konstan 2000.
4.4. Pembahasan. 4.4.1. Hasil Estimasi dengan menggunakan OLS. Berdasarkan hasil estimasi yang dilakukan pada permintaan komoditi kopi di Sumatera Utara Tahun 1985 – 2005, dengan variabel yang digunakan adalah variabel harga kopi domestik, harga ekspektasi kopi domestik, harga teh, harga gula dan pendapatan perkapita masyarakat Sumatera Utara, dimana hasil regresi yang diperoleh melalui penelitian ini dengan menggunakan Model Koyck (Model Ekspektasi), adalah sebagai berikut:
Model Koyck (Model Ekspektasi) : Qdc = 6754424 -
0,93 Pcd
–
(-3,450143)**
-
0,82 Ps (-1,864850)**
R2 F. Stat DW
0,75 Pcde
+
(-2,914132)**
+
0,63 Pt (1,289146)
0,34 I (3,286566)**
= 0,969154 = 72,44571*** = 1,150539
Sumber
: Lampiran 2
Keterangan
: Angka dalam kurung adalah T- Statistik. *** signifikan pada α = 1 %. ** signifikan pada α = 5 %. * signifikan pada α = 10 %.
Berdasarkan nilai R-Squared (R2) sebesar 0,969154 berarti variabel-variabel; harga kopi domestik, harga ekspektasi kopi domestik, harga teh, harga gula dan pendapatan perkapita mampu menjelaskan variasi permintaan komoditi kopi di Sumatera Utara sebesar 96,91 %. Sedangkan sisanya sebesar 3,09% dijelaskan oleh variabel lain yang tidak dimasukkan dalam model estimasi ini. Berdasarkan uji t - statistik (uji secara parsial), maka dapat diketahui bahwa variabel yang berpengaruh secara signifikan terhadap permintaan komoditi kopi (Qdc) di Sumatera Utara, ialah harga kopi domestik (Pcd) berpengaruh negatif dan signifikan pada α =5% (t. hitung 3,450 > t tabel 1,746). Harga ekspektasi kopi domestik (Pcde) berpengaruh negatif dan signifikan pada α = 5 % (t. hitung 2,914 > t. tabel 1,746). Pendapatan perkapita (I) berpengaruh positif dan signifikan pada α = 5% ( t. hitung 3,286 > t tabel 1,746). Demikian juga dengan harga gula (Ps) juga
berpengaruh positif dan signifikan terhadap permintaan komoditi kopi di Sumatera Utara, pada α = 5% (t. hitung 1,864 > t. tabel 1,747). Sementara itu harga teh (Pt) juga berpengaruh secara positif terhadap permintaan komoditi kopi di Sumatera Utara namun tidak signifikan pada α=10 % (t. hitung 1,289 < t. tabel 1,337). Dan jika dilihat dari F-statistik yang diperoleh, yaitu sebesar 72, 45571, lebih besar dari F0,01 (4,16) = 4,77; ini berarti secara bersama-sama (serentak) harga kopi domestik (Pcd), harga ekspektasi kopi domestik (Pcde), harga teh (Pt), harga gula (Ps), dan pendapatan perkapita (I) mempengaruhi permintaan komoditi kopi di Sumatera Utara, pada α = 1 % atau pada tingkat kenyakinan 99%.
4.4.2. Analisis Permintaan Kopi di Sumatera Utara. Setelah mengadakan penelitian permintaan komoditi kopi di Sumatera Utara, dengan menggunakan Model Koyck (Model Ekspektasi) data diproses dengan program eviews 4,1, dan dari hasil regresi OLS diperoleh R2 yang cukup baik. Dari hasil estimasi dengan Model Koyck (Model Ekspektasi), permintaan komoditi kopi di Sumatera Utara dipengaruhi oleh harga ekspektasi kopi domestik (Pcde) yang berhubungan negatif nyata dan signifikan. Berdasarkan hasil estimasi diperoleh nilai T-statistik 2,914 > dari nilai Ttabel 1,746, hal ini menunjukkan bahwa permintaan komoditi kopi di Sumatera Utara, dipengaruhi oleh harga ekspektasi kopi domestik pada α = 5 % (t. hitung 2,914 > t. tabel 1,746 ) atau pada tingkat keyakinan 95 %, artinya jika harga ekspektasi kopi domestik akan menurun dipasaran maka permintaan kopi domestik di Sumatera Utara akan meningkat.
4.4.2.1. Harga Kopi Domestik. Berdasarkan hasil estimasi yang dilakukan diketahui bahwa harga kopi domestik berpengaruh negatif sebesar 0,93 terhadap permintaan kopi di Sumatera Utara, artinya jika harga kopi turun sebesar Rp 1, maka permintaan kopi di Sumatera Utara akan naik sebesar 0,93 kg. Sesuai dengan hasil estimasi yang diperoleh bahwa variabel harga kopi domestik memiliki pengaruh negatif dan signifikan terhadap permintaan kopi di Sumatera Utara, pada α = 5% (t.hitung 3,450 > t. tabel 1,746) dengan tingkat keyakinan 95%. Hal ini sejalan dengan penelitian yang dilakukan oleh Venkatram dan Deodhar (1999), yang meneliti tentang permintaan kopi di pasar domestik India. Dan berdasarkan hasil penelitian yang dilakukan diperoleh kesimpulan bahwa harga kopi memiliki hubungan yang negatif terhadap permintaan kopi di pasar domestik India, dimana jika harga kopi mengalami penurunan maka permintaan akan kopi di pasar domestik akan mengalami peningkatan. Menurut Miller dan Meiners (2000), kaidah permintaan mengatakan bahwa kuantitas yang diminta untuk suatu barang berhubungan terbalik dengan harga barang tersebut (ceteris paribus). Sugiarto (2000), juga berpendapat bahwa permintaan terhadap suatu komoditi dari produsen dapat berlangsung jika konsumen bersedia membelinya dan memberikan kepuasan maksimum. Komoditi yang dikonsumsi ini memiliki sifat yang khas dimana jika semakin banyak komoditi tersebut dikonsumsi maka kegunaan komoditi (marginal utilities) tersebut akan semakin berkurang. Dengan demikian konsumen akan semakin banyak melakukan pembelian jika harga satuan dari komoditi tersebut menjadi lebih murah.
4.4.2.2. Harga Teh. Berdasarkan hasil estimasi yang dilakukan diketahui bahwa harga teh berpengaruh positif sebesar 0,63 terhadap permintaan komoditi kopi di Sumatera Utara. Sesuai dengan hasil estimasi diperoleh bahwa variabel harga teh memiliki pengaruh yang positif terhadap permintaan komoditi kopi di Sumatera Utara (tidak signifikan pada α = 10 %, t. hitung 1,289 < t. tabel 1,337). Namun jika terjadinya kenaikan harga teh maka masyarakat akan memilih untuk mengkonsumsi kopi sebagai barang subsitusi dari teh, sehingga permintaan kopi di pasar akan meningkat. Menurut Nicholson (1991), ke dua barang tersebut dapat dikatakan sebagai “net substitutes”, dimana jika harga dari salah satu barang tersebut mengalami kenaikan akan menyebabkan peningkatan permintaan terhadap barang lainnya. Berdasarkan penelitian yang dilakukan oleh Venkatram dan Deodhar (1999), tentang permintaan kopi di pasar domestik india dan berdasarkan penelitian yang dilakukan diperoleh hasilnya bahwa harga teh memiliki hubungan yang positif terhadap permintaan kopi diwilayah di pasar domestik, artinya terjadinya peningkatan harga teh disebabkan oleh jumlah permintaan yang semakin meningkat. Dan berdasarkan hasil penelitian tersebut hasil yang diperoleh menyatakan bahwa konsumsi teh sebagai barang substitusi kopi di tengah masyarakat India mengalami peningkatan dari 296 gr/ kapita menjadi 657 gr/ kapita untuk tahun 1997 – 1998.
4.4.2.3. Harga Gula. Sesuai dengan hasil estimasi yang dilakukan bawah harga gula berpengaruh negatif sebesar 0,82 terhadap permintaan komoditi kopi di Sumatera Utara. Artinya jika harga gula mengalami kenaikan sebesar Rp.1 maka akan diikuti dengan penurunan permintaan akan komoditi kopi sebesar 0,82 Kg. Sesuai dengan hasil estimasi diperoleh bahwa variabel harga gula (Ps) berpengaruh negatif dan signifikan terhadap permintaan komoditi kopi di Sumatera Utara, pada α = 5 % (t. hitung 1,864> t. tabel 1,746). Dengan demikian dapat dikatakan bahwa kenaikan harga gula dipasaran akan dapat menyebabkan terjadinya penurunan permintaan terhadap kopi di pasaran. Gula dan kopi merupakan barang “komplementer”, dimana jika terjadi kenaikan harga pada salah satu barang tersebut (kopi atau gula) dapat menyebabkan kenaikan harga barang lain sebagai komplemennya. Sementara
itu
Gultom
(1996),
menambahkan
bahwa
harga
dapat
mempengaruhi permintaan pangan masyarakat karena terjadinya fluktuasi harga akan mengakibatkan terjadinya pergantian (substitusi) barang yang dikonsumsi. Dan tingkat harga suatu barang sangat berpengaruh terhadap jumlah yang dibeli oleh seseorang, dimana semakin mahal harga barang tersebut maka jumlah yang dibeli akan semakin berkurang (ceteris paribus).
4.4.2.4. Pendapatan Perkapita. Berdasarkan hasil estimasi yang dilakukan diketahui bahwa pendapatan perkapita berpengaruh positif sebesar 0,34 terhadap permintaan komoditi kopi di Sumatera Utara. Berdasarkan hasil estimasi bahwa variabel pendapatan perkapita berpengaruh positif dan nyata terhadap permintaan komoditi kopi di Sumatera Utara pada α = 5% (t hitung 3,286 > t tabel 1,746) atau pada tingkat keyakinan 95%. Artinya jika pendapatan perkapita meningkat sebesar Rp 1, maka permintaan akan komoditi kopi akan meningkat sebesar 0,344 Kg. Dan jika pendapatan seseorang mengalami perubahan maka barang yang dimintanya juga akan mengalami perubahan. Menurut Sudarsono (1990), bahwa tingkat kemampuan membeli (daya beli) seseorang tergantung atas dua unsur pokok yaitu; pendapatan yang dapat dibelanjakan dan harga barang yang dikehendaki. Apabila jumlah pendapatan yang dapat dibelanjakan oleh sesorang berubah maka jumlah barang yang diminta juga akan berubah. Demikian juga halnya dengan barang yang dikehendaki oleh konsumen juga dapat berubah maka secara matematis pengaruh perubahan harga dan pendapatan terhadap jumlah barang yang diminta oleh konsumen dapat diketahui secara serentak.
4.5. Elastisitas. Model dinamik umumnya mempunyai permintaan yang berbeda untuk jangka panjang dan jangka pendek, demikian pula dengan elastisitasnya. Besarnya nilai
elastisitas tersebut dipengaruhi oleh koefisien penyesuaian (adjustment coefficient) dan faktor lainnya. Berdasarkan hasil estimasi yang dilakukan diperoleh elastisitas harga permintaan (price elasticity of demand) dengan nilai – 0,93, artinya jika terjadi penurunan harga kopi domestik di Sumatera Utara sebesar 1%, maka akan mengakibatkan terjadinya kenaikan permintaan komoditi kopi sebesar 0,93% di Sumatera Utara. Nilai elastisitas – 0,93 < 1 (inelastis), menggambarkan bahwa jika terjadi kenaikan harga komoditi kopi tersebut tidak begitu mempengaruhi terhadap kanaikan permintaan komoditi kopi di Sumatera Utara. Berdasarkan hasil estimasi yang dilakukan juga diperoleh elastisitas silang permintaan (cross elasticity) atas barang substitusi (teh) yang menggambarkan intensitas hubungan antara jumlah barang yang diminta dengan harga barang lain dengan nilai elastisitas 0,63, artinya jika terjadi kenaikan harga teh sebesar 1% maka dapat mengakibatkan kenaikan permintaan komoditi kopi sebesar 0,63 % di Sumatera Utara. Nilai elastisitas 0,63 < 1 (inelastis), menggambarkan bahwa jika terjadi kenaikan harga teh dipasaran tidak begitu mempengaruhi naiknya permintaan komoditi kopi di Sumatera Utara. Berdasarkan hasil estimasi yang dilakukan juga diperoleh elastisitas pendapatan (income elasticity) yang menggambarkan intensitas hubungan antara jumlah barang yang diminta dengan tingkat pendapatan konsumen (masyarakat) dengan nilai elastisitas 0,34, artinya jika terjadi kenaikan pendapatan perkapita sebesar 1% maka dapat mengakibatkan kenaikan permintaan komoditi kopi sebesar
0,34% di Sumatera Utara. Nilai elastisitas 0,34 < 1 (inelastis), menggambarkan bahwa jika terjadi kenaikan pendapatan perkapita tidak begitu mempengaruhi terhadap kenaikan permintaan komoditi kopi di Sumatera Utara.
4.6. Uji Penyimpangan Asumsi Klasik Pada Hasil Estimasi Permintaan Kopi. 4.6.1. Uji Normalitas. Untuk penerapan ordinary least square (OLS) untuk model regresi linier klasik diasumsikan bahwa distribusi probabilitas dari gangguan mempunyai nilai rata-rata yang diharapkan sama dengan nol. Dengan asumsi ini, OLS estimator atau penaksir akan memenuhi sifat-sifat statistik yang diinginkan seperti unbiased dan mempunyai varian minimum. Uji Normalitas ini dilakukan untuk mengatahui normal atau tidaknya faktor pengganggu, yang dapat dideteksi melalui uji JB-test. Uji ini menggunakan hasil estimasi residual dan chi-square probability distribution. Sebagai pedoman dalam uji normalitas dengan uji JB test ini adalah; jika nilai JB test hitung (X2) > nilai X2
tabel,
maka hipotesis yang menyatakan bahwa residual
adalah berdistribusi normal ditolak. Dan Jika nilai JB test hitung (X2) < nilai X2
tabel,
maka hipotesis yang menyatakan bahwa residual adalah berdistribusi normal tidak dapat ditolak Berdasarkan hasil estimasi yang dilakukan maka diperoleh JB-test sebagaimana pada grafik berikut :
Grafik 1. Hasil Estimasi Jerque Bera Normality Test Permintaan Kopi di Sumatera Utara. 8 Series: Residuals Sample 1986 2005 Observations 20
7 6 5 4 3 2 1 0 -2000000
-1000000
0
Mean Median Maximum Minimum Std. Dev. Skewness Kurtosis
1.68E-09 179961.8 1171492. -1802112. 751788.1 -0.655383 2.854026
Jarque-Bera Probability
1.449511 0.484443
1000000
Sumber : Lampiran 8. Sebagaimana terlihat pada grafik diatas, berdasarkan hasil estimasi uji JB-test yang dilakukan, maka diperoleh besarnya nilai Jarque-Bera Normality (JB-test) sebesar 1,449511 dan bila dibandingkan dengan nilai X2
tabel
sebesar 2,58 dengan
tingkat keyakinan 5%, maka dapat disimpulkan bahwa nilai JB-test lebih kecil dari nilai X2
tabel
(JB-test hitung 1,449511 < X2
tabel
2,58). Dengan demikian dapat
diartikan bahwa model empiris yang digunakan dalam analisa tersebut mempunyai residual atau faktor pengganggu yang berdistribusi normal tidak dapat ditolak.
4.6.2. Uji Multikolinearitas. Uji multikolinearitas pertama sekali diperkenalkan oleh Ragnar Frisch (1934), yang mengatakan bahwa suatu model regresi dikatakan menghadapi masalah multikolinearitas bila terjadi hubungan linier yang perfect atau exact diantara beberapa atau semua variabel bebas dari suatu model regresi. Maka akibatnya akan
mempersulit dalam melihat pengaruh variabel penjelas terhadap variabel yang dijelaskan. Kaidah (rule of tumb) yang lazim digunakan untuk mendeteksi ada tidaknya multikolinearity dalam model estimasi adalah dengan melihat nilai R2 yang dihasilkan. Jika nilai R-Square (R2) yang dihasilkan berdasarkan estimasi model empiris sangat tinggi dan terdapat tingkat signifikan variabel bebas berdasarkan uji tstatistik yang juga tinggi dan semua variabel bebas memiliki signifikansi yang diharapkan, biasanya menandakan tidak adanya multikolinearity. Pada tabel dibawah ini ditampilkan hasil uji multikolinearity sebagai berikut : Tabel 4. 4. Hasil Estimasi Uji Multikolinearity (Koefisien Korelasi parsial). Variabel Qdc Pcd Pcde Pt Ps I
R2 0,969154 0,943498 0,952289 0,925453 0,907530 0,790583
Sumber : Lampiran 2 - 7. Berdasarkan tabel 4.4 diatas dapat dilihat bahwa nilai R2 (Qdc, C, Pcd, Pcde, Pt, Ps, I,), yaitu 0,969154 lebih besar dari pada nilai R2 dalam regresi parsial yaitu; 0,943498, 0,952289, 0,925453, 0,907530, 0,790583, maka berdasarkan ketentuan rule of thumb sebagai pedoman dengan menggunakan metode ini maka dapat disimpulkan bahwa dalam model tersebut tidak terdapat multikolinearity.
4.6.3. Uji Autokorelasi. Untuk mendiagnosa terjadinya korelasi serial (autokorelasi) dapat dilakukan dengan menggunakan Lagrange Multiplier Test (LM-test), sebagai mana terlihat pada tabel dibawah ini : Tabel 4. 5. Uji Autokorelasi Pada hasil Estimasi Permintaan Komoditi Kopi. Jenis Uji
Autokorelasi
Alat Uji
LM-test
Obs R2
Nilai Tabel X2
12,41743
16,91
Kesimpulan dalam model estimasi tidak ditemukan adanya autokorelasi
Sumber : Lampiran 9. Pada tabel 4.5 diatas diperoleh besarnya nilai LM-test sebesar 12,41743 dan bila dibandingkan dengan nilai X2
tabel
sebesar 16,91 pada tingkat kenyakinan 5%,
maka dapat disimpulkan bahwa nilai LM-test lebih kecil dari nilai X2
tabel
(R2
12,41743< X2 tabel 16,91). Dengan demikian hipotesis nol (Ho) diterima, artinya tidak ada autokorelasi antara permintaan komoditi kopi (Qdc) dengan harga kopi domestik (Pcd), harga ekspektasi kopi domestik (Pcde), harga teh (Pt), harga gula (Ps) dan pendapatan perkapita (I).
BAB V KESIMPULAN DAN SARAN 5.1. Kesimpulan. Berdasarkan hasil penelitian dan pembahasan yang telah diuraikan dalam bab terdahulu, maka disimpulkan sebagai berikut : 1. Dari hasil estimasi yang dilakukan diperoleh bahwa nilai R-Squared (R2) sebesar 0,969154, artinya variasi yang terjadi pada variabel permintaan komoditi kopi di Sumatera Utara (Qdc), dapat dijelaskan oleh variable-variabel harga kopi domestik (Pcd), harga ekspektasi kopi domestik (Pcde), harga teh (Pt), harga gula (Ps), dan pendapatan perkapita (I), sebesar 96,91% dan sisanya sebesar 3,09% dipengaruhi oleh faktor-faktor lain. 2. Faktor-faktor yang signifikan yang mempengaruhi permintaan komoditi kopi di Sumatera Utara ialah harga kopi domestik, harga ekspektasi kopi domestik, harga gula dan pendapatan per kapita. 3. Teh merupakan komoditi penting bagi masyarakat dan sebagai komoditi substitusi terhadap komoditi kopi. Dimana jika harga teh meningkat maka permintaan komoditi kopi juga akan mengalami peningkatan atau sebaliknya. 4. Gula merupakan bahan penting bagi masyarakat, sebagai bahan komplementer bagi kopi. Dimana jika harga gula mengalami peningkatan maka konsumen akan mengurangi tingkat konsumsi terhadap kopi sehingga permintaan terhadap komoditi kopi akan berkurang dan sebaliknya.
5.2. Saran. Sebagai suatu rangkaian logis dari penelitian maka saran yang dapat dikemukakan adalah : 1. Permintaan komoditi kopi di Sumatera Utara, setiap tahunnya selalu mengalami peningkatan, oleh karena itu para petani kopi perlu meningkatkan produktifitas dan kualitas kopi yang dihasilkan sehingga dapat bersaing dipasar domestik dan internasional (pasar ekspor). 2. Harga kopi domestik merupakan faktor yang paling mempengaruhi permintaan komoditi kopi di Sumatera Utara. Harga kopi domestik ini juga dipengaruhi oleh berbagai faktor misalnya kualitas kopi atau bisa saja volume perdangan internasional dan beberapa faktor lain yang belum terdeteksi, oleh karena itu pemerintah perlu mengatur tataniaga kopi yang lebih baik, sehingga para petani kopi dapat memperbaiki kehidupannya. Pemerintah juga perlu memberikan insentif (rangsangan) berupa kredit lunak bagi petani dalam meningkatkan produktifitas dan kualitas kopi yang dihasilkan oleh petani sehingga mampu menembus pasar ekspor. 3. Perlu dilakukan penelitian lanjutan terutama menyangkut permintaan komoditi kopi. Dengan memasukkan aspek fungsi produksi dari komoditi kopi serta beberapa faktor sosial lainnya dalam menganalisis lebih lanjut mengenai permintaan komoditi kopi di Sumatera Utara, sehingga penelitian ini dapat dijadikan sebagai perbandingan.
DAFTAR PUSTAKA BPS, 2006. Propinsi Sumatera Utara Dalam Angka. Medan. BPS, 2006. Kondisi Kesejahteraan Rakyat dan Ekonomi Propinsi Sumatera Utara. Medan. BPS, 2004. Kondisi Kesejahteraan Rakyat dan Ekonomi Propinsi Sumatera Utara. Medan. Bilas, R, A, 1984. Teori Ekonomi Mikro. Terjemahan dari Microeconomic Theory oleh Djoerban Wahid. Penerbit Erlangga. Jakarta. Deodhar, Y, S dan Pandey, V, 2006. Degree of Instan Competition; Estimation of Market Power in India’s Instan Coffee Market. Journal. Indiana Institute Of Management. Ahmedabd. India. Dinas Perindustrian dan Perdagangan Propinsi Sumatera Utara, 2002. Kondisi dan Perkembangan Sektor Industri dan Perdagangan Propinsi Sumatera Utara. Medan. Dureval, D, 2005. Demand for Coffee; The Role of Price, Preference and Market Power. Journal. Departement of Economic. School of Economics And Commercial Law, Goteborg University. Sweden. Gultom, H. L.T, 1996. Pengantar Ilmu Ekonomi. Fakultas Pertanian USU. Medan. Harian Sinar Indonesia Baru (SIB), 2006. Ada apa di kedai Kopi Massa Koktung Jl. Cipto Pematang Siantar. Harian SIB Medan. Hiraw, N, 2006. Perkembangan Komoditi Kopi Indonesia. Jurnal. Departemen Studi Makro dan Mikro. PT. Bank Ekspor Indonesia. Jakarta. Hutabarat Budiman, 2004. Kondisi Pasar Dunia dan Dampaknya Terhadap Kinerja Industri Perkopian Nasional. Jurnal. Pusat Penelitian dan Pengembangan Sosial Ekonomi Pertanian. Bogor. Ilyas, R, 1991. Analisis Permintaan Luar Negeri Terhadap Kopi Indonesia. Disertasi. Program Pascasarjana. UGM. Yogyakarta. Kartosapoetra, G, 1993. Administrasi Perusahaan Industri. Bina Akasara. Jakarta.
Lepi T, Tarmizi, 1990. Strategi Pemasaran Kopi Bubuk Dalam Negeri. Makalah Seminar Peningkatan Konsumsi Kopi. AEKI. Jakarta. Lipsey, RG, Steiner, P.O dan Purvis, D, D, 1993. Pengantar Mikro Ekonomi. Penerbit Erlangga. Jakarta. Marlina, L, 2005. Analisis Ekspor Kopi Sumatera Utara dan Pengaruhnya Terhadap Tingkat Pendapatan Petani Kopi Serta Kaitannya Dengan Pengembangan Wilayah. Tesis. Program Pascasarjana USU. Medan. Mc Stoker, Robert, 1987. The Indonesian Coffee Industries. BIES. Miler, Roger Le Roy. Roger E. Meiners, 2000. Teori Ekonomi Intermediate. Edisi ketiga. Raja Grafindo Persada. Jakarta. Mubyarto, 1991. Membangun Sistem Ekonomi. BPFE. Yokyakarta. Mubyarto, 1984. Ekonomi Pertanian. LP3S. Jakarta. Nicholson, W, 1995. Mikroekonomi Intermediate dan Aplikasinya. Terjemahan dari Intermediate Microeconomics, oleh Agus Maulana. Bina Rupa Aksara. Jakarta. Nicholson, W, 1991. Teori Ekonomi Mikro I. Raja Grafindo Persada. Jakarta. Pappas James, L dan Mark Hirschey, 1995. Ekonomi Managerial. Bina Rupa Aksara Jakarta. Reksoprayitno, S,. 2000. Pengantar Ekonomi Mikro. BPFE UGM. Yogyakarta.
Edisi Millenium. Penerbit
Saragih, Bungaran, 1999. Pembangunan Agribisnis dan pengembangan Kewirausahaan Agribisnis. Makalah untuk Kegiatan Pelatihan Agribisnis IKIP. Medan. Sari, L. R, 2002. Analisis Permintaan Bahan Baku Industri Kerupuk Singkong Kecamatan Pancurbatu Kabupaten Deliserdang dan Implikasinya Terhadap Pengembangan Wilayah. Tesis. Program Pascasarjana USU. Medan. Spillane, J., J, 1991. Komoditi Kopi, Perananya Dalam Perekonomian Indonesia. Penerbit Kanisius. Yogyakarta.
Soeharjo, A, 1991. Profil Agroindustri. Bahan Kursus Agroindustri BKS-BTN Barat. USU. Medan. Soekartawi, 2002. Prinsip Dasar Eonomi Pertanian, Teori dan Aplikasi. PT. Raja Grafindo Persada. Jakarta. Sukirno, S, 2002. Ekonomi Pembangunan Proses, Masalah dan Dasar Kebijakan. LP FEUI. Jakarta. Sudarsono, 1980. A Study of Elasticity of Demand And Supply of Indonesian Fisheries 1960-1977. Journal. Tropical Ecologi and Development. Sudarsono, 1990. Pengantar Teori Ekonomi Mikro. LP3S. Jakarta. Sugiarto, Et, Al, 2000. Ekonomi Mikro Suatu Pendekatan Praktis. Gramedia Pustaka Utama. Jakarta. Venkatram, R dan Deodhar, Y, S., 1999. Dynamic Demand Analysis of India’s Domestic Coffee Market. Journal. Indiana Institute of Management. Ahmedabd. India. Wahyudian, dkk, 2003. Anaslisis Faktor-faktor yang Mempengaruhi Konsumsi Kopi dan Analisis Pemetaan Beberapa Merek Kopi dan Implikasinya Pada Pemasaran Kopi. Jurnal Managemen Agrbisnis. IPB. Bogor.
Lampiran 1 : Data Permintaan Kopi, Harga Kopi Domestik, Harga Teh, Harga Gula dan Pendapatan Perkapita di Sumatera Utara tahun 1985-2005.
No Tahun 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 13 14 15 16 17 18 19 20 21
1985 1986 1987 1988 1989 1990 1991 1992 1993 1994 1995 1996 1997 1998 1999 2000 2001 2002 2003 2004 2005
Permintaan Kopi (kg) 17,450,200 18,570,500 19,250,250 19,450,000 19,870,000 20,150,000 20,150,650 20,565,000 21,650,250 21,780,020 21,980,400 22,565,250 22,540,750 23,450,310 23,750,025 24,015,250 24,125,425 24,250,450 25,100,250 25,150,625 25,625,125
Harga Kopi Harga Teh Domestik (Rp/ Kg) (Rp/Kg) 1,150 1,300 1,450 1,650 1,750 2,150 2,450 3,050 3,150 3,250 3,350 3,350 2,850 2,950 3,550 3,750 3,850 4,150 3,590 3,950 4,050
1,250 1,365 1,625 1,850 2,550 2,860 3,650 3,950 4,250 4,375 4,950 5,350 7,250 8,350 8,750 6,800 6,900 5,400 5,100 3,250 4,850
Harga Gula (Rp/Kg) 1,250 1,450 1,650 1,780 1,950 2,150 2,250 2,540 3,250 3,600 4,580 3,750 5,525 6,950 8,750 6,250 4,850 4,250 3,850 4,500 4,250
Pendapatan Perkapita (Rp) 354,594 370,228 394,054 432,381 465,951 504,561 593,649 630,070 1,698,094 1,830,005 1,960,537 2,108,670 2,189,128 1,996,987 2,024,927 6,006,103 6,175,689 6,385,069 6,609,292 6,873,420 7,130,695
Sumber Data : BPS Sumatera Utara dan Deperindag Sumut, 2006.
Harga Ekspektasi Kopi domestik (Rp/Kg) 1,150 1,450 1,600 1,850 1,850 2,550 2,750 3,650 3,250 3,350 3,450 3,350 2,350 3,050 4,150 3,950 3,950 4,450 3,030 4,310 4,150
Lampiran 2 : Hasil Estimasi Model Koyck (Model Ekspektasi) Menggunakan OLS secara simultan. Dependent Variable: QDC Method: Least Squares Date: 07/24/07 Time: 21:48 Sample: 1985 2005 Included observations: 21 Variable
Coefficient
Std. Error
t-Statistic
Prob.
C PCD PCDE PT PS I
6754424 -0.930220 -0.752860 0.636682 -0.828117 0.344631
520840.5 789.4315 561.6775 203.9511 206.8853 0.104861
3.216801 -3.450143 -2.914132 1.289146 -1.864858 3.286566
0.0000 0.6270 0.5777 0.7026 0.2819 0.1050
R-squared Adjusted R-squared S.E. of regression Sum squared resid Log likelihood Durbin-Watson stat
0.969154 0.945538 552801.8 4.580212 -303.9426 1.150539
Mean dependent var S.D. dependent var Akaike info criterion Schwarz criterion F-statistic Prob(F-statistic)
2197368 2368769 29.51834 29.81678 72.44571 0.000000
Lampiran 3 : Hasil Estimasi Model Koyck (Model Ekspektasi) Menggunakan OLS secara Parsial. Dependent Variable: PCDE Method: Least Squares Date: 07/24/07 Time: 21:50 Sample: 1985 2005 Included observations: 21 Variable
Coefficient
Std. Error
t-Statistic
Prob.
C PCD PT PS I
227.4952 -0.300982 0.191440 -0.166067 0.982005
224.7389 0.132958 0.077136 0.082193 2.945105
1.012264 -2.784898 1.481832 -2.020442 2.529647
0.3265 0.0000 0.0246 0.0604 0.0223
R-squared Adjusted R-squared S.E. of regression Sum squared resid Log likelihood Durbin-Watson stat
0.952289 0.940362 246.0495 968645.5 -142.5586 1.340837
Mean dependent var S.D. dependent var Akaike info criterion Schwarz criterion F-statistic Prob(F-statistic)
3030.476 1007.534 14.05320 14.30189 79.83870 0.000000
Lampiran 4 : Hasil Estimasi Model Koyck (Model Ekspektasi) Menggunakan OLS secara Parsial. Dependent Variable: PCD Method: Least Squares Date: 07/24/07 Time: 21:50 Sample: 1985 2005 Included observations: 21 Variable
Coefficient
Std. Error
t-Statistic
Prob.
C PCDE PT PS I
351.3502 0.658592 0.158093 -0.115337 0.932505
139.6077 0.067307 0.051083 0.058831 2.201205
2.516696 2.784898 1.094814 -0.960489 2.506862
0.0229 0.0000 0.0070 0.0676 0.0004
R-squared Adjusted R-squared S.E. of regression Sum squared resid Log likelihood Durbin-Watson stat
0.943498 0.936872 175.0633 490354.3 -135.4105 0.859378
Mean dependent var S.D. dependent var Akaike info criterion Schwarz criterion F-statistic Prob(F-statistic)
2892.381 961.8311 13.37243 13.62112 146.9307 0.000000
Lampiran 5 : Hasil Estimasi Model Koyck (Model Ekspektasi) Menggunakan OLS secara Parsial. Dependent Variable: PT Method: Least Squares Date: 07/24/07 Time: 21:51 Sample: 1985 2005 Included observations: 21 Variable
Coefficient
Std. Error
t-Statistic
Prob.
C PCD PCDE PS I
-692.8983 0.368594 -0.451956 0.914763 -0.000262
614.4886 0.765343 0.585034 0.109599 0.000111
-1.127602 1.094814 -1.481832 1.346488 -0.365780
0.2761 0.0070 0.0246 0.0000 0.0310
R-squared Adjusted R-squared S.E. of regression Sum squared resid Log likelihood Durbin-Watson stat
0.925453 0.906816 677.6155 7346605. -163.8326 1.443361
Mean dependent var S.D. dependent var Akaike info criterion Schwarz criterion F-statistic Prob(F-statistic)
4508.333 2219.799 16.07929 16.32799 49.65750 0.000000
Lampiran 6 : Hasil Estimasi Model Koyck (Model Ekspektasi) Menggunakan OLS secara Parsial. Dependent Variable: PS Method: Least Squares Date: 07/24/07 Time: 21:52 Sample: 1985 2005 Included observations: 21 Variable
Coefficient
Std. Error
t-Statistic
Prob.
C PCD PCDE PT I
410.5025 -0.679345 0.224047 0.888999 0.000188
620.9598 0.856595 0.605832 0.106512 0.000118
0.661077 -1.960489 2.020442 2.346488 1.602405
0.5180 0.0676 0.0604 0.0000 0.1286
R-squared Adjusted R-squared S.E. of regression Sum squared resid Log likelihood Durbin-Watson stat
0.907530 0.884413 668.0051 7139693. -163.5326 1.538820
Mean dependent var S.D. dependent var Akaike info criterion Schwarz criterion F-statistic Prob(F-statistic)
3779.762 1964.827 16.05073 16.29942 39.25728 0.000000
Lampiran 7 : Hasil Estimasi Model Koyck (Model Ekspektasi) Menggunakan OLS secara Parsial. Dependent Variable: I Method: Least Squares Date: 07/24/07 Time: 21:53 Sample: 1985 2005 Included observations: 21 Variable
Coefficient
Std. Error
t-Statistic
Prob.
C PCD PCDE PT PS
-3217249. 0.530575 -0.862988 -0.901309 0.736869
946052.2 1249.334 1131.774 418.5219 457.8662
-3.400710 3.506862 -2.529647 -2.365780 1.602405
0.0037 0.0004 0.0223 0.0310 0.1286
R-squared Adjusted R-squared S.E. of regression Sum squared resid Log likelihood Durbin-Watson stat
0.790583 0.738229 1317945. 2.78E+13 -322.8657 0.498157
Mean dependent var S.D. dependent var Akaike info criterion Schwarz criterion F-statistic Prob(F-statistic)
2701624. 2575947. 31.22530 31.47400 15.10069 0.000027
Lampiran 8 : JB Test Model Koyck (Model Ekspektasi).
8 Series: Residuals Sample 1986 2005 Observations 20
7 6 5 4 3 2 1 0 -2000000
-1000000
0
1000000
Mean Median Maximum Minimum Std. Dev. Skewness Kurtosis
1.68E-09 179961.8 1171492. -1802112. 751788.1 -0.655383 2.854026
Jarque-Bera Probability
1.449511 0.484443
Lampiran 9 : LM Test Model Koyck (Model Ekspektasi). Breusch-Godfrey Serial Correlation LM Test: F-statistic Obs*R-squared
10.12774 12.41743
Probability Probability
0.001905 0.002012
Test Equation: Dependent Variable: RESID Method: Least Squares Date: 07/24/07 Time: 21:54 Presample missing value lagged residuals set to zero. Variable
Coefficient
Std. Error
t-Statistic
Prob.
C PCD PCDE PT PS RESID(-1) RESID(-2)
112158.4 298.7017 -523.5209 149.4938 -4.986322 0.781263 0.059528
647241.3 947.2514 808.4388 340.5717 321.3481 0.302886 0.366679
0.173287 0.315335 -0.647570 0.438949 -0.015517 2.579401 0.162345
0.8649 0.7572 0.5277 0.6674 0.9878 0.0218 0.8734
R-squared Adjusted R-squared S.E. of regression Sum squared resid Log likelihood Durbin-Watson stat
0.591306 0.416152 900725.4 1.14E+13 -313.4704 1.900138
Mean dependent var S.D. dependent var Akaike info criterion Schwarz criterion F-statistic Prob(F-statistic)
1.55E-09 1178806. 30.52099 30.86916 3.375913 0.028433