ENVIRONMENT ANIMASI MAHABHARATA Adinata Harlan Jurusan Desain Produk Industri, FTSP ITS. Kampus ITS Sukolilo, Surabaya 60111, Telp./Fax (031) 5931147
ABSTRAK Wayang adalah warisan budaya bangsa yang memiliki nilai-nilai luhur bagi generasi muda. Kesenian ini telah diresmikan sebagai Budaya Asli Indonesia oleh UNESCO pada tahun 2003. Seiring dengan perkembangan jaman, peminat budaya wayang mengalami penurunan yang cukup signifikan, terutama pada generasi muda. Penurunan minat ini disebabkan oleh penyajian wayang yang cenderung kurang inovatif dan jarang diperkenalkan melalui pelajaran di sekolah-sekolah. Wayang membutuhkan sebuah pengemasan yang menarik. Melalui penelitian ini, ditemukan bahwa film animasi adalah media yang sedang sangat diminati oleh generasi muda saat ini. Maka menggabungkan unsur pewayangan dalam sebuah animasi menjadi salah satu alternatif untuk kembali melestarikan Wayang di kalangan anak dan remaja. Untuk membuat sebuah animasi yang menarik bagi generasi muda, faktor Cerita, Desain Tokoh Karakter dan Desain Environment menjadi faktor penentu keberhasilan. Fokus dari perancangan ini adalah menemukan kriteria Environment Animasi yang diminati oleh generasi muda sehingga mampu mendukung animasi yang dibuat. Dan pada perancangan ini, penulis mengangkat kisah Mahabharata sebagai cerita yang akan diadaptasi dan dijadikan sebagai Animasi.
ABSTRACT
Puppets Is the Nation’s cultural heritage which has the noble values for the younger generation. This Art has been inaugurated as Indonesia Original Culture by UNESCO in 2003. Along with the development, puppets culture enthusiasts decreased quite significantly especially in the younger generation. Decrease in interest is due to the presentation of the puppet who tend to be less innovative and seldom introduced through the lessons in schools. Puppet requires an attractive packaging. Through this research, we found that animated films are the media who are in great demand by today’s young generation. Then combine the elements in animated puppetsbecame an alternative to re-preserve puppet art among children and adolescents. To create an animation that appeals to the younger generation, the story genre, character design, and environment design are the critical success factors. The focus of this design is to find the Environment Design criteria of interest to the younger generation so as to support the animation created. And in this design, the author raises the story of Mahabharata as a story to be adapted and used as an animation.
KEYWORD Pelestarian Kebudayaan, Film Animasi, Wayang, Mahabharata, Setting Environment
PENDAHULUAN Latar Belakang Wayang adalah kesenian asli Indonesia yang sudah diresmikan sebagai warisan budaya dunia/internasional pada tahun 2003 oleh UNESCO jauh lebih dulu daripada Batik, Keris, dan Angklung dipatenkan dalam kategori yang sama. Namun dalam perkembangan selanjutnya, tidak seperti Batik yang sejak dipatenkan kemudian menjadi populer dikalangan masyarakat dan menjadi bisnis yang cukup sukses di Indonesia, sampai saat ini wayang masih belum menjadi kebudayaan yang dilestarikan dengan baik1. Hal ini terbukti dari tingkat pengetahuan dan minat generasi muda tentang tokoh-tokoh dan cerita pewayangan yang masih cukup rendah terutama di daerah perkotaan di Indonesia khususnya di pulau Jawa yang masih erat kaitannya dengan kesenian ini. Sebenarnya, upaya pelestarian pertunjukan wayang sendiri masih tetap ada dan kerap kali dipertunjukkan di beberapa daerah di Indonesia, namun peminatnya dari generasi muda terus berkurang. Frekuensinya semakin menurun dari tahun ke tahun dan peminat terbanyaknya pun masih terbatas pada generasi tua. Dari hasil wawancara mendalam yang telah dilakukan, penulis menemukan dua kendala penyebab kesenian wayang saat ini kurang melestari pada generasi muda yaitu pertama dari segi kurangnya keterlibatan wayang dalam kurikulum pendidikan saat ini dan yang kedua adalah kurangnya frekuensi pemanfaatan dan pengemasan wayang ke media lain secara optimal. Menurut data AGB Nielsen tahun 2010, beberapa serial animasi bahkan masuk dalam daftar urutan 100 besar tayangan favorit pemirsa televisi Indonesia dari semua usia diantaranya yaitu Upin Ipin, Little Khrisna, Spongebob, Doraemon, Naruto, Scooby doo, dan Tom & Jerry2. Hal ini tentunya menjadi peluang untuk mentransformasikan wayang ke dalam format serial animasi televisi sehingga bisa menarik perhatian generasi muda kembali agar mau mengenal kesenian wayang. Hasil survey penulis menunjukkan dukungan positif dari 90% responden yang ternyata masih setuju jika wayang dijadikan serial animasi di TV sebagai bentuk pelestarian kesenian wayang di Indonesia3. Hal ini menunjukkan bahwa keinginan masyarakat Indonesia untuk menjaga kelestarian wayang masih ada dan yakin bahwa animasi wayang bisa menjadi salah satu bentuk upaya yang efektif untuk memperkenalkan kesenian ini ke generasi muda. Dari latar belakang inilah kemudian penulis tertarik untuk mencoba merancang animasi pewayangan yang bisa disukai oleh generasi muda Indonesia khususnya dalam Tugas Akhir ini, penulis akan lebih menspesialisasikan perancangan ke aspek perancangan Environmentnya. Batasan/Pendekatan Penelitian Perancangan ini berkaitan erat dengan efektifitas penyajian environment dalam pewayangan lewat serial televisi animasi ini kepada audiens. Adapun kajian yang akan dipelajari adalah: 1. Proyek Perancangan ini sebenarnya akan membuat desain Setting Environment serial animasi televisi wayang dengan berbagai versi cerita, Namun sebagai prototype untuk perancangan Tugas Akhir ini, versi cerita yang dipilih adalah cerita “Wayang Mahabharata” 2. Proyek Perancangan ini sebenarnya akan membuat serial animasi televisi “Wayang Mahabharata” dari episode 1 sampai episode terakhir, Namun untuk perancangan Tugas Akhir ini hanya akan dibuat 1 episode sebagai prototypenya. 1
Hasil Survey Penulis Report : TOP 100 PROGRAM - ALL CHANNELS , Ariana AGB Nielsen Indonesia 2010 3 Hasil Survey Penulis 2
3. Plot cerita “Wayang Mahabharata” diadaptasi dari komik “Mahabharata” karya R.A. Kosasih dan dimodifikasi sedemikan rupa oleh penulis agar bisa menarik ditonton audiens. Khusus untuk Perancangan Cerita, Karakter dan Teknik pembuatan film animasi ini tidak akan penulis bahas di sini, namun akan dibahas dalam tugas akhir perancangan dari penulis yang berbeda. Tujuan 1. Membangkitkan minat masyarakat Indonesia khususnya generasi muda di Indonesia untuk dapat mengenal, mencintai dan melestarikan kesenian wayang yang merupakan kebudayaan asli Indonesia. 2. Meningkatkan pengetahuan generasi muda mengenai environment dalam pewayangan Indonesia. 3. Membangun media pelestarian wayang yang efektif ke generasi muda lewat serial animasi televisi berformat 2dimensi 4. Dapat memicu pelestarian kesenian wayang dan dapat menimbulkan upaya pelestarian kesenian wayang oleh masyarakat secara mandiri sebagai sebuah bentuk kebudayaan nasional. 5. Salah satu upaya menumbuhkan perkembangan Industri animasi di Indonesia.
MASALAH Masalah yang diangkat dalam makalah ini adalah : Bagaimana merancang Setting Environment sebuah film serial animasi yang mengangkat tema pewayangan khas Indonesia, yang menarik dan bisa menjadi media pelestarian Kesenian Wayang yang efektif pada anak dan remaja?
METODE PENDEKATAN Dalam penelitian perancangan ini judul yang diangkat penulis sebagai tugas akhir adalah” Perancangan Setting Environment Serial Televisi Animasi “Wayang Mahabarata” Sebagai Media Pelestarian Kesenian Wayang Untuk Anak-Anak & Remaja dengan Konsep Cultural Retro.” Pada judul tersebut maka hal-hal yang akan ditelusuri dan diteliti adalah bagaimana cara membuat Setting Environment sebuah serial televisi animasi yang mengangkat tema pewayangan khas Indonesia dengan cerita Mahabharata yang menarik untuk ditonton oleh anak-anak dan remaja Indonesia sehingga bisa menjadi media pelestarian Kesenian Wayang yang efektif pada target audiens. Adapun penulis perlu melakukan riset penelitian dengan tujuan agar Animasi Pewayangan ini nantinya akan dapat memiliki desain atau tampilan visual yang tepat dan menarik bagi target audiens.Target audiens yang akan diteliti adalah anak-anak dan remaja berusia 8–18 tahun yang bertempat tinggal di Indonesia. Geografis (Kota-Kota Besar di Indonesia) Target audiens dari film animasi ini, karena merupakan serial televisi adalah yang berada di lingkungan yang dekat dengan media televisi. Berdasarkan AGBNielsen newsletter, Di Indonesia, penetrasi media Televisi relatif stabil dan masih yang tertinggi dibandingkan media lainnya, yaitu mencapai 94% dari populasi rumahtangga di 10 kota besar 49% dan hampir sebagian besar masyarakat dari segala usia menontonnya sebagai media hiburan dan informasi mereka.
Demografis (6 – 18 tahun sebagai target primer dan di luar 8 – 18 tahun (18 tahun ke atas) sebagai target sekunder) Alasan penentuan kriteria di atas didasarkan pada kebutuhan akan pelestarian budaya yang tentunya perlu berkaitan dengan berbagai pihak dari berbagai usia di lingkup Nasional, sehingga Output film animasi ini perlu mengarah ke target semua umur, meskipun untuk genre sebuah film animasi yang target primernya adalah anakanak dan remaja. Film untuk penonton semua umur sendiri pastinya melewati proses pengawasan yang ketat dari berbagai asp ek sehingga output bisa ditonton dari usia anak-anak hingga dewasa sekalipun. Psikografis Target Audiens - Rasa keingintahuan tinggi. - Dapat berpikir logis dan belajar dari pengalaman - Moral sudah berkembang baik - Suka hal-hal yang baru - Suka mencari tahu. - Kebutuhan dalam pengembangan diri. - Dapat mengontrol emosi - Mempunyai banyak energy - Menguasai perbendaharaan kata - Kebutuhan berosisalisasi Karakteristik Target Audiens Primer - Mengutamakan hiburan - Suka dengan trend. - Suka menonton TV. - Suka menonton film animasi. - Suka Humor. - Kebutuhan akan pendamping. - Tertarik pada pengembangan diri. - Menghabiskan waktu dengan mencoba hal-hal yang baru. - Dalam tahap pengenalan nilai-nilai budaya dan moral. - Masih dalam tahap belajar menemukan idealis mereka sendiri. - Masih dalam tahap perkembangan social. Sampel - Jumlah sampel adalah 100 orang yang terdiri dari anak-anak dan remaja usia 8-18 tahun yang tinggal di Indonesia. - Jumlah Responden : 100 orang. - Jenis Kelamin : laki-laki dan perempuan. - Usia : 8-18 tahun. - Pendidikan : SD-SMP-SMA. Jenis Data Adapun jenis data yang akan digunakan untuk mendapatkan hasil yang diinginkan dan sesuai adalah: Data Primer Berdasarkan kebutuhan yang muncul dalam proses penelitian ini, adapun data primer yang kami peroleh berasal dari : Kuisioner - Kuisioner terhadap 100 responden sample mengenai pengetahuan terhadap Kesenian Wayang dan minat terhadap film animasi.
Depth Interview - Wawancara dengan Bpk. Giyanto selaku pengurus UPTD THR Surabaya. - Wawancara dengan Ibu Retno selaku Pengurus Dinas pendidikan kesenian dan Olah raga. - Wawancara dengan Bpk. Surono selaku dalang sekaligus Ketua PEPADI (Persatuan Pedhalang Indonesia) sebagai pihak yang paling mengerti pakem dan seluk beluk mengenai kesenian wayang. Data Sekunder - Data dari Buku Literatur Data yang diambil berasal dari literatur yang dapat menjadi acuan dalam menentukan kriteria desain yang ada. Adapun literatur yang digunakan adalah literatur bagaimana merancang sebuah animasi, membuat sebuah karakter, environment pendukung, mentransfer cerita menjadi sebuah karakter, menentukan alur dan unsur-unsur fantasi dalam sebuah jalan cerita, buku tentang kisah-kisah pewayangan, cerita Mahabharata, serta buku psikologi anak sebagai pelengkap dalam mengetahui karakter dari anak dan remaja disamping melalui kuisioner. - Data dari Buku Komik “Mahabharata” Karya R.A. Kosasih Buku Komik berjudul “Mahabharata” Karya R.A. Kosasih ini akan diajadikan acuan dalam merancang jalan cerita animasi pewayangan “Mahabharata” yang penulis buat. - Data dari media massa cetak (surat kabar, majalah dsb.) - Data dari internet berupa artikel atau berita - Observasi film-film animasi lewat Media Televisi dan Video Streaming sebagai bahan eksisting
Sumber Data Kuisioner Kuisioner terhadap 100 responden sample mengenai pengetahuan terhadap Kesenian Wayang dan minat terhadap film animasi ini dilakukan dengan 2 metode yaitu : - Disebarkan secara langsung dalam bentuk kuesioner cetak (Khusus responden Kota Surabaya, sebagai kota yang mudah dijangkau langsung oleh penulis) - Disebarkan melalui internet dalam bentuk kuesioner online (Untuk responden yang berada di atau di luar Kota Surabaya) Depth Interview - Wawancara dengan Bpk. Giyanto selaku pengurus UPTD THR Surabaya, dilakukan secara langsung di UPTD THR Surabaya, Rabu,13 Oktober 2010. - Wawancara dengan Ibu Retno selaku Pengurus Dinas Pendidikan Surabaya Divisi Kesenian dan Olahraga, dilakukan secara langsung di Dinas Pendidikan Kota Surabaya, Kamis,21 Oktober 2010. - Wawancara dengan Bpk. Surono selaku dalang sekaligus Ketua PEPADI (Persatuan Pedhalang Indonesia) sebagai pihak yang paling mengerti pakem dan seluk beluk mengenai kesenian wayang, dilakukan secara langsung di Radio RRI Surabaya, Kamis,14 Oktober 2010.
PEMBAHASAN Melaui perancangan yang berjudul “Perancangan Setting Environment Serial Animasi “Wayang Mahabarata” Sebagai Media Pelestarian Wayang Untuk Anak-Anak & Remaja Dengan Konsep Cultural Retro” ini, penulis ingin membuat sebuah media pelestarian kesenian wayang dalam bentuk penyajian Environment film serial animasi televisi dengan mengangkat Environment pewayangan “Mahabharata” yang ditujukan untuk khususnya kepada anak-anak & remaja Indonesia dan umumnya kepada seluruh masyarakat Indonesia. Perancangan environment pada animasi ini sendiri diharapkan menjadi media yang menarik bagi anak dan remaja Indonesia agar mereka mau melirik, dan mulai mengenal serta melestarikan budaya negeri sendiri, karena anak dan remaja adalah calon generasi penerus bangsa. Pada perancangan ini penulis akan fokus dalam pengerjaan desain bentuk environment dan dilanjutkan dengan pengaplikasian environment pada sebuah film animasi. Sedangkan untuk desain karakter dan jalan cerita akan dibahas tersendiri dalam tugas akhir perancangan oleh penulis yang berbeda dan hanya akan dibahas sedikit di sini dalam bentuk comprehensive designnya saja sebagai sumber dalam pembuatan animasi yang akan dibuat nanti. Jadi hanya 2 hal yang akan menjadi pembahasan penulis yaitu Konsep Bentuk Environment dan Gaya Animasi. Perancangan konsep environment dan gaya animasi ini didasarkan pada karakteristik target audiens dan disesuaikan dengan pakem-pakem wayang yang didapat dari buku literatur dan hasil wawancara, sehingga nantinya animasi hasil perancangan penulis selain harus bisa menarik target audiens namun juga tetap sesuai dengan pakem kesenian wayang yang semestinya sehingga tidak menjadi media pelestarian budaya yang salah. Pada perancangan ini penulis akan khusus fokus dalam pengerjaan desain Environment pada animasi Pewayangan. Adapun variabel-variabel yang perlu diperhatikan agar dapat menarik target audiens yaitu sebagai berikut : 1. Gaya Gambar Sebuah animasi selalu memiliki ciri khas melalui setiap penggambarannya, baik dalam Environment maupun Karakter. Gaya gambar akan menjadi sebuah identitas bagi sebuah fiul animasi, untuk mampu membedakan nya dengan animasi lain. Saat ini, style atau gaya gambar yang paling diminati di dunia, termasuk di Indonesia adalah Gaya gambar Amerika, dan Jepang. Style atau gaya gambar dari perancangan Environment Animasi Pewayangan ini nantinya juga akan menggunakan salah satu diantara gaya gambar tersebut, setelah melalui riset selera dari pasar. 2. Pewarnaan/Coloring Pewarnaan adalah salah satu faktor yang penting dalam sebuah desain, terutama dalam animasi.Warna mengandung pesan dan atau emosi yang ingin disampaikan pembuat animasi kepada penonton. Pewarnaan yang tajam dan banyak menggunakan blok memiliki kekuatan dan kelemahannya sendiri, begitu pula dengan pewarnaan yang tipis dan memiliki banyak gradasi. Semua jenis pewarnaan disesuaikan dengan konsep Animasi secara keseluruhan.
3. Properti & Latar Dalam perancangan sebuah Environment, setting dan properti adalah hal yang membutuhkan perhatian khusus. Dengan mengangkat tema kebudayaan, sebuah Environment akan mengandung unsur-unsur pendukung kebudayaan seperti properti kerajaan-kerajaan, bangunan Rumah, gedung dan Istana, kendaraan khas di jamannya, serta LandMark/penanda jaman, seperti ukiran khas, tugu, gerbang, serta setting alam seperti tumbuhan dan hewan. Environment dari cerita Wayang Mahabharata sendiri memang telah ditetapkan, namun perancang berperan dalam mengubah Environment yang tadinya hanya bisa dibayangkan, menjadi sebuah sajian visual yang dapat dilihat secara jelas dan nyata. Dengan poling yang dilakukan penulius, ditemukan fakta bahwa anak dan remaja menyukai Bentukan Baru namun tidak menyukai Warna Baru. Misalkan mereka suka jika ada sebuah rumah berbentuk Apel, namun mereka kurang menyukai Apel berwarna biru. Audiens lebih bisa menerima modifikasi bentuk dibandingkan modifikasi warna, apalagi perubahan warna secara drastis dari warna benda aslinya. Maka, Kriteria yang harus diperhatikan dalam perancangan Setting Environment Animasi Pewayangan ini adalah : Style / Gaya Gambar yang Unik Melalui kriteria yang didapatkan, maka penulis mencoba menemukan sebuah gaya gambar yang sesuai dengan keinginan dari target audiens, sebuah gaya desain yang banyak mengadaptasi Bentuk baru dan mengalami banyak modifikasi dari bentuk benda aslinya, dan kemudian didapatkan contoh desain sebagai berikut :
Gambar 1 : Contoh Gaya Gambar Dari Animasi Amerika Cartoon Network yang Mengadaptasi Gaya Retro ( diambil dari situs www.Google.com/ PowerpuffgirlsEnvironment / pages 1, 10 Juli 2010 )
Berikut adalah gaya gambar yang digunakan dalam serial-serial Cartoon Network, seperti yang dipakai dalam serial BenTen, Poerpuff Girls, Samurai Jack, dimana benda-benda alam seperti Pepohonan telah mengalami modifikasi bentuk yang cukup signifikan, tanpa mengurangi kesan bahwa itu adalah sebuah pohon. Penggambaran yang sederhana dengan permainan warna blok yang simpel membuat serial animasi serupa banyak digemari oleh anak-anak dan remaja.
Gambar 2 : Contoh Gaya Gambar Dari Animasi Amerika Cartoon Network Dengan Bentuk EnvironmentYang Unik ( diambil dari situs www.Google.com/ PowerpuffgirlsEnvironment / pages 1, 10 Juli 2010 )
Penyajian Environment seperti ini telah lama digunakan dalam serial animasi yang berasal dari Amerika, dan rata-rata memiliki rating yang cukup baik, dengan cakupan audiens anak dan remaja. Pewarnaan / Coloring yang menyerupai benda asli dan mencolok Sedangkan untuk pemilihan warna dan detail, sesuai dengan responden, pilihan terbanyak jatuh kepada desain yang mirip dengan benda asli. Dan berikut adalah beberapa contoh Environment dalam animasi yang menggunakan kombinasi desain, warna dan kedetailan menyerupai benda asli. Kedetailan Properti Pada dasarnya, sebuah Environment adalah pendukung dalam suatu adegan animasi, yang membantu menerangkan dimana adegan tersebut terjadi. Environment dalam Animasi pewayangan ini akan diarahkan kepada sesuatu
yang imajinatif, dan lucu, sesuai dengan kriteria yang diinginkan oleh anak dan remaja.
Gambar 3 : Contoh Environment Animasi Amerika Dengan Pewarnaan Mirip Benda Asli ( diambil dari situs www.animatichowtomakeanenvironment.com Realisticbackground / pages 1, 10 Juli 2010 )
Contoh Penerapan Kriteria Desain Sesuai dengan penelitian yang telah dilakukan penulis mengenai selera pasar, penulis mencoba mereka dan memberikan alternatif sementara dalam pengaplikasian bentuk Pohon, sebagai bagian dari sebuah Environment.
Gambar 4 : Sampel Kriteria Desain Environment Menurut Minat Konsumen
HASIL
Gambar 5 : Kerangka Berpikir
Gambar 6 : Bagan pemikiran Konsep/Keyword
Dari hasil tabel rekapitulasi Survey Film Animasi Penulis pada point-point tertentu maka didapat kesimpulan data mengenai karakteristik target audien sebagai berikut : 1. Mayoritas dalam seminggu selalu punya waktu untuk menonton TV (98%) 2. Jam efektif dimana target audien meluangkan waktu untuk menonton film kartun adalah waktu Pagi (73%) dan Sore (41%) 3. Mayoritas stasiun televisi favorit untuk tontonan film kartun adalah Global TV (53%) 4. Mayoritas suka film Spongebob (28%) dan Naruto (24%) 5. Environment cukup diperhatilan oleh penonton serial animasi (36%) 6. Dari segi Background, BenTen (24%) dan Naruto (21%) yang banyak di suka Environmentnya 7. Dari segi properti,mayoritas menyukai properti dalam serial BenTen (21%) dan Naruto (19%) 8. Mayoritas setuju bahwa Environment sangat mendukung pembangunan suasana dalam sebuah Animasi (51%) 9. Kriteria desain yang paling diperhatikan penonton animasi adalah Gaya Gambar dari Environment (38%) 10. Mayoritas menyukai Environment dengan Warna mirip benda asli (51%)
Gambar 7 : Hasil pengaplikasian warna digital pada elemen-elemen Setting Environment secara terpisah sesuai dengan rincian skenario yang ada.
Gambar 8 : Setting adegan Teaser : Fajar pagi di negeri Hastinapura – Sudut pandang menara Istana Hastinapura dengan ayam berkokok.
Gambar 9 : Setting adegan Teaser :Suasana setting singgasana Prabu Sentanu dalam ruangan Istana.
Gambar 10 : Setting adegan Teaser : Suasana Negeri Hastinapura yang makmur dan sejahtera, terdiri dari tampak depan Istana, perumahan pnduduk di sisi kanan, perbukitan dan lembah hijau, serta pepohonan yang rindang.
Gambar 11 : Setting adegan episode 1 bagian 1 : Menampilkan setting saat adegan pengejaran sang Prabu oleh kedua pengawal pribadinya hingga ke hutan perbatasan.
Gambar 12 : Setting adegan episode 1 bagian 1 : Menampilkan setting ketika Prabu dan Kudanya dikejar oleh ular buas penghuni hutan perbatasan.
Gambar 13 : Setting adegan episode 1 bagian 1 : Menampilkan setting ketika Prabu dan Kudanya terjun ke sungai di dalam jurang seusai dikejar oleh hewan buas.
Gambar 14 : Setting adegan episode 1 bagian 1 : Setting dari bagian awal hutan angker, tempat Prabu dan Kudanya hanyut terbawa arus sungai.
Gambar 15 : Setting adegan episode 1 bagian 1 : Setting jurrasic area saat sang Prabu tersadar dari pingsan dan sudah berada di atas punggung Stegosaurus.
Gambar 16 : Setting adegan episode 1 bagian 1 : Setting ketika Prabu Sentanu dan kudanya mulai memasuki Area inti hutan angker level 1.
Gambar 17 : Setting adegan episode 1 bagian 2 : Setting ketika Prabu Sentanu dan kudanya mulai memasuki Area inti hutan angker level 2demi mencari asal dari bau wangi yang tiba-tiba tercium.
Gambar 18 : Setting adegan episode 1 bagian 2 : Setting ketika Sang Prabu bertempur dengan makhluk ganas penghuni hutan angker level 2.
Gambar 19 : Setting adegan episode 1 bagian 2 : Setting saat Prabu Sentanu telah berhasil menyelamatkan Dewi Setyawati, terjun sambil menggunakn sarungnya sebagai parasut
KESIMPULAN & SARAN Kesimpulan Melalui serial Animasi Wayang Mahabharata yang mengadaptasi style unik dan segar, serta belum pernah digunakan sebelumnya oleh animasi-animasi buatan dalam negeri, maka peluang untuk mampu melestarikan kembali Wayang kepada generasi muda nampaknya cukup kuat. Namun hal ini tentunya juga sangat butuh dukungan dari berbagai pihak dan elemen masyarakat untuk membantu agar serial animasi ini semakin dikenal dan diminati. Saran Di dalam proses perancangan setting Environment, referensi yang mendalam merupakan faktor yang harus diperhatikan demi hasil rancangan yang mampu menggambarkan sebuah setting dengan komprehensif. Tingkat kedetailan suatu elemen setting Environment juga harus diperhatikan demi hasil yang maksimal. Setelah rancangan selesai, maka perlu dilakukan tahap post-test demi mengetahui kelebihan dan kekurangan dari Animasi yang telah dibuat. Hal ini sangat penting dilakukan demi tercapainya tujuan dari perancangan ini kepada target segmentasi yang dituju. Rencana pengembangan media dari perancangan animasi Wayang Mahabharata ini meliputi Pengajuan Rancangan kepada Stasiun Televisi Lokal/Nasional yang memiliki wadah untuk film animasi serta bersedia menerima pengajuan dari tim perancang. Alternatif kedua adalah mengikutsertakan animasi yang telah dibuat dalam lomba-lomba tingkat regional ataupun nasional yang ada.
DAFTAR RUJUKAN/PUSTAKA AGB Nielsen Media Research. (2010, Januari). AGBNielsen Newsletter. EDISI 1 , p. 4. AGB Nielsen Media Research. (2010, Maret). AGBNielsen Newsletter. EDISI 3 , hal. 7. Ariana AGB Nielsen Indonesia. (2010). TOP 100 PROGRAM - ALL CHANNELS. Arjanti, R. A. (2008). Wayang Butuh “Packaging” yang Menarik. Dipetik September16,2010,dariwww.qbheadlines.com:http://www.qbheadlines.com/text137 Badan Pusat Statistik Republik Indonesia (Statistics Indonesia). (2009). Indikator Sosial Budaya Tahun 2003, 2006 dan 2009. Concept. (2008). Majalah Concept Vol.04 edisi 22. Jakarta: Concept Darwanto, S. (2007). Televisi Sebagai Media Pendidikan. Yogyakarta: Pustaka Pelajar. Ghertner,Ed. 2010, Layout And Composition For Animation, Burlington, Focal Press Elsevier Giyanto. (2010, Oktober 13). Wawancara: Fenomena Pengunjung Pagelaran Wayang di THR Surabaya. (N. W. Dewangga, B. A. Santoso, A. Harlan, & R. N. Seto, Pewawancara) Gondo, S. (2010, Oktober 14). Wawancara : Fenomena Pengunjung Pagelaran Wayang. (N. W. Dewangga, B. A. Santoso, & A. Harlan, Interviewers) Komisi Penyiaran Indonesia. (2009). Laporan Tahunan KPI Pusat. Jakarta: Komisi Penyiaran Indonesia.
Mediaindonesia.com. (2010, Februari 5). Batik, Wayang, Keris, jadi Warisan Budaya Dunia. (MediaIndonesia.com) Dipetik September 17, 2010, dari Mediaindonesia.com: Pardew, Les. 2007, Character Emotion in 2D and 3D Animation, Boston, Thomson Technology Retno. (2010, Oktober 21). Wawancara: Wayang dalam Kurikulum Pendidikan di Kota Surabaya. (N. W. Dewangga, B. A. Santoso, & A. Harlan, Pewawancara) Simon, M. (2003). Producing independent 2D character animation : making and selling a short film. Burlington: Focal Press. Supriyono dkk. 2008. Pedalangan Jilid 1 untuk SMK. Jakarta : Direktorat Pembinaan Sekolah Menengah Kejuruan, Direktorat Jenderal Manajemen Pendidikan Dasar dan Menengah, Debagianemen Pendidikan Nasional. Sukatmi Susantina, Djoko Dwiyanto, dan Wiwien Widyawati R. 2010. Ensiklopedia Wayang. Yogyakarta : Media Abadi. Syamsul Yusuf. 2007. Psikologi Perkembangan Anak & Remaja. Bandung : Remaja Rosdakarya. Okky dan Rina. “Tracing The Path, Menjejaki Perjalanan Animasi”. Concept Vol.04 edisi 22: 2008 hal 9. Simon, Mark. 2003. Producing independent 2D character animation : making and selling a short film. Focal Press: Burlington. Thomas, Frank and Ollie Johnston.1995.The Illusion of Life: Disney Animation. New York: Walt Disney Productions Urak Urek. (2010). Urakurek.Net. Dipetik Desember 1, 2010, dari Urakurek.Net: www.urakurek.Net