ENTRY POINT PEMBUKTIAN DARI MITRA KCKGP ATAS INDIKASI AS & KRONI MELAKUKAN TINDAKAN PENGGELAPAN PENCUCIAN UANG (TPPU) Pendahuluan Tulisan ini dibuat berdasarkan pemaparan yang disampaikan salahsatu relawan mitra yang berprofesi sebagai auditor pada tgl 12 maret 2015 di kantor eks KCKGP jam 10.30 WIB sd selesai, bertempat di jl. Cipaganti no, 82 Bandung. Pemaparan materi dilaksanakan setelah para mitra mengawal acara pe rsidangan ke-3 terkait gugatan pidana yang menjerat 4 petinggi KCKGP, sidang bertempat di PN kela s 1A kota Bandung dengan agenda pembacaan penolakan dari Jaksa Penuntut Umum (JPU) atas ek sepsi/sanggahan dakwaan yang disampaikan penasihat hukum 4 tersangka Andianto Setiabudi, Juli a Sri Rejeki, Yulinda Tjendrawati Setiabudi, dan Cece Kadarisman. Adapun maksud dan tujuan dari pemaparan materi yang dilakukan relawan mitra auditor ini adalah se bagai entry point para mitra untuk menuntut bersama-sama melalui gugat pidana atas AS dkk yang te rindikasi telah melakukan praktek TPPU. Upaya ini dilakukan mitra ybs dengan menyiapkan materi pe mbuktian berbasis kajian dan analisis data neraca keuangan (belum berdasarkan rekening koran) yan g dilaporkan KCKGP ke dinas koperasi kota bandung dan sudah teraudit. Selain itu, materi pembukti an ini juga dibuat berdasarkan pengamatan dan pemikiran ybs atas fakta/praktek usaha yang dijalank an KCKGP selama ini. Hasil kajian dari kedua hal tersebut diatas, diharapkan dapat mematahkan 2 D alil strategis yang diandalkan AS sejak permasalahan KCKGP muncul di permukaan per April 2014. A S dkk telah mengandalkan 2 dalil untuk menghindari ancaman gugatan pidana TPPU, yakni : PERTAMA. AS dan jajarannya selalu mengeluarkan statement bahwa KCKGP terpisah dari CCG Tbk . Pernyataan tersebut disampaikan secara lisan/langsung dalam berbagai event terbatas atau umum maupun secara tidak langsung di berbagai media massa. KEDUA. Permasalahan antara mitra dengan KCKGP sudah diselesaikan melalui mekanisme PKPU d an adanya Perjanjian Damai (Perdam) sehingga kasus ini dianggap sudah tidak bisa lagi dipidanakan . Paparan ini sudah dipresentasikan lebih rinci dalam bentuk slide PPT yang cukup banyak oleh mitra y bs kepada unit kriminal khusus (krimsus) Polda Jawa Barat sebanyak 2x pertemuan, dan direncanak an ybs akan di BAP kan hari ini, Jumat tgl 13 Maret 2015 jam 13.00 WiB sd selesai. Kegiatan ini kem udian akan diikuti oleh pelaporan dari para mitra secara bertahap sebagai basis data dan bukti pendu kung untuk menindaklanjuti gugatan pidana atas praktek TPPU yang sudah dilakukan AS dan penduk ungnya.
Pembuktian DALIL KE-1. KCKGP DINYATAKAN TERPISAH DARI CCG TBK. Dalil ini dapat dipatahkan dengan sejumlah fakta yang menunjukkan adanya linkages diantara kedua emiten tersebut, diantaranya adalah sbb: Mitra mengikatkan diri dengan KCKGP melalui mekanisme modal penyertaan atas dasar ketertarikan untuk berperanserta dalam usaha kendaraan transportasi, hal tsb tersurat didalam akta yang dibuat notaris. Dan unit usaha yg mengembangkan bisnis kendaraan adalah CCG, bukan unit2 usaha lain y
g dijaminkan dalam prodam. Dengan kondisi ini tidak masuk akal rasanya bila AS mengeluarkan pern yataan tsb. CCG mendapat suntikan dana 309 M secara bertahap sejak thn 2010 s.d thn 2012, namun sumber s untikan dana tsb tidak dicatat berasal dari modal penyertaan milik mitra, tetapi dicatat berasal dari da na milik Cipaganti Global Corporindo (CGC) yang brada dibawah kendali AS 100%. Sementara dana mitra yang tercatat dalam neraca KCKGP, teraudit dan dilaporkan ke dinas koperasi hanya bernilai 21 0 M. Nilai tersebut jauh lebih kecil dari fakta temuan yang diperoleh hasil investigasi tim PKPU yang menunjukkan total dana mitra mencapai 3,2 T. Pertanyaannya, lalu dikemanakan sisanya 2,9 T? Jawabannya kemungkinan besar dana sebesar 2,9 T itu dimasukkan AS ke rekening pribadi, dan tind akan ini sudah tergolong sebagai indikasi TPPU. Dana 309 M yg digelontorkan CGC ke CCG terindik asi bersumber dari dana 2,9 T alias dana mitra dan disembunyikan sebagai dana milik CGC dibawah kendali AS. Melihat nilai nominal yg ada di laporan keuangan KCKGP, teraudit oleh dinas koperasi ha nya bernilai 210 M, artinya kemungkinan besar yang terjadi pada saat mitra melakukan transfer pra p enandatangan akte/awal kerjasama adalah terdapat dana mitra yang benar dimasukkan ke rekening koperasi, tetapi ada juga dana mitra dengan jumlah nominal lebih besar yang dimasukkan ke beberap a rekening pribadi. Kondisi cashflow koperasi per tahun 2008 s.d tahun 2014 hanya menunjukkan nilai nominal yang san gat sedikit, jauh berbeda dengan nilai hasil PKPU yang mencapai 3,2 T yakni: Cash in/dana masuk bernilai 258 M (Modal penyertaan mitra 210 M, profit 47,5 M, iuran anggota 465 j uta). Sementara dari sisi Cash out/dana keluar terdiri dari 100,3 M ke CCG thn 2010 dan thn 2011 su dah dikembalikan, Thn 2012 investasi saham ke CCG 16 M, pembelian kendaraan 132 M melalui pinj aman bank bukopin, dan thn 2014 bersamaan dengan proses PKPU, sisa hutang koperasi tinggal 30 M. (Dimana fisik kendaraan yg dibeli melalui pinjaman bank bukopin saat ini sudah tidak jelas kebera daannya), modal kerja 1,9 M. Thn 2013 invest SPBU senilai 875 juta. Pada bulan Juli tahun 2013, CCG Go publik di bursa efek Indonesia. Sebelumnya, PT CGC (unit usa ha yg terindikasi menyimpan/menyembunyikan dana mitra) membeli saham di CCG dan setelah go p ublik saham tsb dijual lg ke publik. Awalnya sebelum Go publik, saham CGC 100 % dan thn 2012 me njadi 95 % dimana 5 % sahamnya dinyatakan sebagai milik koperasi. Tetapi sejak IPO thn 2013 sam pai thn ini, saham CGC dijual terus menerus sehingga nilai saham CGC semakin menurun dan per ha ri ini hanya bersisa 7%. Tindakan pelepasan saham milik CGC ke publik yang notabene saham mitra tersebut mengarah kepada indikasi tindakan money laundry/TPPU sesuai UU no. 10 thn 2008, diman a TPPU itu ditandai dengan aktivitas transfer, membelanjakan dll untuk mengaburkan sumber dana h asil tindak pidana. Data aliran dana yg diakui milik KCKGP sebagaimana yang sudah diuraikan diatas hny sedikit antara lain: adanya akta perjanjian kerjasama dimana 200 M dialirkan ke CCG, 500 M ke CGT. Katakanlah kondisi itu benar, , sisanya tidak jelas keberadaannya. Aset aset yang adapun tidak ada yang diatasn amakan milik koperasi, tetapi atas nama AS, atau atas nama unit2 usaha lain non Tbk yg sahamnya 100 % dikuasai AS. Bila AS memiliki niat baik, seharusnya sejak CCG go publik, KCKGP menghentikan program modal p enyertaan untuk menjaring modal usaha. Karena dengan CCG go publik, otomatis CCG sudah tidak
memerlukan lagi suntikan dana dari mitra karena sudah mendapat kucuran dana murah dari masyara kat. Kondisi ini juga diperkuat oleh pernyataan dari salahsatu marketing yg pernah menawarkan saha m pada saat setelah go publik. Prinsipnya, sejak go publik, KCKGP berwacana untuk tidak lagi menj aring modal penyertaan baru, dan modal2 mitra yang sudah ada sebelum go publik akan dikembalika n secara bertahap sesuai waktu jatuh tempo. Faktanya, program penyertaan modal mitra jalan terus d an semakin membabi buta meski KCKGP sudah mengalami kesulitan/gagal bayar profit share, bahka n untuk pengembalian modal mitra yang sudah jatuh tempopun belum pernah terjadi sampai muncul s
o
l
u
s
i
P
K
P
U
d
a
n
P
r
e
d
a
m
.
DALIL ke-2. PERMASALAHAN MITRA DENGAN KCKGP SUDAH DISELESAIKAN MELALUI MEKA NISME PKPU SEHINGGA TIDAK DAPAT DIPIDANAKAN LAGI. Dalil ini sangat dirasakan tidak pada tempatnya, baik dari sisi payung hukum yang digunakan dalam p enyelesaian masalah maupun dari fakta temuan di lapangan. Yang lebih tepatnya, seharusnya dalil k e-2 diatas berbunyi: SOLUSI PKPU adalah AMUNISI AS untuk menghindari jeratan hutang yang bes ar terhadap 8700 mitra sekaligus menghindari ancaman gugatan pidana TPPU. Hal ini dibuktikan de ngan sejumlah fakta temuan berikut: Payung hukum dalam penyelesaian masalah KCKG koperasi tidak relevan penggunaannya bila dikait kan dengan mekanisme PKPU dan Kepailitan (UU no. 32/2004) yang diperuntukan untuk PT. Seharu snya referensi payung hukum yang digunakan adalah UU no. 25/1992 tentang perkoperasian, PP No. 33 tahun 1998 yang kemudian dirinci dalam Kepmen 145 tahun 1998 tentang modal penyertaan. Dal am kepmen 145/1998 tsb dinyatakan bahwa bila terdapat permasalahan antara pemodal (posisi mitra ) dengan koperasi, maka diselesaikan dengan musyawarah mufakat, dan bila tidak mencapai mufakat , maka diselesaikan melalui mekanisme peradilan di PN kelas 1A, bukan pengadilan niaga sebagaim ana yang sudah terjadi. Tidak ada 1 pasalpun yang menyatakan atau mengaitkan masalah perkopera sian dengan mekanisme PKPU. PKPU terindikasi sebagai skenario/hasil setting-an AS dan kroni2nya untuk menghindari jeratan huta ng yang sangat besar dengan resiko seminim mungkin. Hal ini ditandai dengan sejumlah fakta diantar anya: a.
PKPU muncul atas pelaporan 2 mitra asal bekasi yang menuntut profit sharing sekitar 15 jt
dan total nilai nominal modal penyertaan keduanya kurang dari 500 jt. Dengan nilai nominal yang terbilang kecil dibandingkan dengan total dana mitra yang terhimpun, ini dirasakan janggal. Jika 2 mitra ini memahami benar tentang resiko PKPU atau paling tidak kuasa hukumnya memberi pemahaman yang benar tentang resiko solusi PKPU yang tidak hanya merugikan kedua mitra pelapor sendiri, tetapi juga merugikan mitra yang lain, tentunya ini tidak mungkin terjadi jika tidak ada faktor XXX yang lebih mempengaruhi. b.
Perilaku anomali dari 2 mitra asal bekasi ini, melayangkan gugatan, kemudian berperkara
tetapi tidak pernah hadir dalam rangkaian persidangan dan kegiatan lainnya yang terkait penyelesaian perkaranya, baik di PN niaga Jakpus, maupun saat jajak pendapat di DPRD. Termasuk pada saat dalam perumusan prodam pun, kedua mitra tsb atau melalui kuasa hukumnya tidak pernah terlihat batang hidungnya untuk terlibat/paling tidak sumbang saran kepada komite dan panitia kreditur pada saat itu yang susah payah berkoordinasi dengan tim restrukturisasi sebagai perwakilan pihak koperasi.
Dari kedua kondisi ini terindikasi bahwa kemungkinan besar AS memanfaatkan 2 tuntutan mitra beka si yang tidak memahami mekanisme hukum peradilan yang benar, kemudian melalui perpanjangan ta ngan AS, diarahkan solusinya melalui mekanisme PKPU, yang tentunya bagi 2 mitra ini diberikan imb alan finansial, baik dari sisi profit sharing maupun modalnya sudah diselesaikan bahkan mungkin lebi h dari nilai sebenarnya. Melalui mekanisme PKPU ini, AS rela menanggung cost mekanisme PKPU d engan nilai yang cukup besar untuk sebuah perkara hutang piutang (katakanlah 10% dari total dana mitra). Tetapi nilai tsb tidak berarti bagi AS dibandingkan harus memenuhi kewajiban pembayaran hu tang modal 3,2 T yg jauh lebih besar. Dengan mekanisme PKPU juga AS berlindung dari ancaman pi dana TPPU yang sudah AS lakukan selama ini. Sementara 8700 mitra yang telah berkontribusi senils i 3,2 T bahkan mungkin lebih dalam dinamika usaha Cipaganti Group, hanya diselesaikan dengan ad anya perjanjian damai yang dicantolin jaminan sejumlah aset bermasalah (karena terikat dengan kep emilikan pihak ke 3 dan agunan bank dll), sehingga nilainya nominalnya mungkin sekitar 100 M atau jika mengikuti harga pasar mungkin tdk lebih dari 200-300 M. Cukup adil dan manusiawi kah prodam tersebut? Layakkah bila mitra menaruh harapan besar pada realisasi prodam dengan segala kendala yang melekat didalamnya ? Alasan awal yang digunakan KCKGP sehingga menunda pembayaran profit sharing kepada para mitr a karena sejumlah masalah yang dihadapi unit-unit usaha tambang dibawah kendali AS dinilai meng ada-ada dan tidak rasional. Sebagai contoh: PT Cipaganti Inti Resources/CIR (anak perusahaan CC G) dinyatakan bermasalah. Namun berdasarkan data, omzet rata rata CCG 600 M/thn dimana kontri busi usaha tambang yg dikelola PT CIR di thn 2011 hny 1%. Pada thn 2012, kontribusi omzet dari us aha tambang hanya 0,43 % thn atau 2,7 M dari total omzet 639 M. Dengan memperhatikan nilai kontri busi yg sangat kecil dari CIR ini rasanya tidak masuk akal jika masalah tambang bisa menimbulkan k ondisi majure dan berdampak pada penundaan pembayaran profit share. Bahkan lebih jauh lagi, bila digabungkan dengan unit2 usaha tambang lainnya dimana total kontribusi omzet rata-rata dari usaha tambang secara keseluruhan hanya mencapai 9, 3 M/thn. Nilai tsb masih terbilang sangat kecil dan ti dak signifikan dampaknya jika dikaitkan dengan total dana mitra yang 3,2 T. Masalah yang membeba ni unit2 usaha tambang tsb rasanya tidak pantas untuk dijadikan alasan terjadinya force majure sehin gga harus terjadi kondisi gagal bayar bahkan sampai bersatus PKPU yang prosesnya memakan wakt u bertahun tahun dan dari sisi pengembalian dana mitrapun belum tentu menjamin bisa mencapai nila i nominal yang paling optimal dan mendekati utuh.
Kesimpulan Rencana Tindak Mitra Berdasarkan 2 uraian pembuktian diatas yang mencoba mematahkan 2 dalil permainan AS dan kroni 2nya, maka sebagai upaya mitra dalam mencari keadilan yang menjunjung tinggi hati nurani dan HA M dari lembaga yang memiliki wewenang dalam penegakan hukum, maka solusi yang dirasakan palin g optimal untuk permasalahan KCKGP yang didesain sangat kompleks dan rumit ini adalah melalui tu ntutan/ancaman pidana TPPU. Ancaman dari pelaku TPPU ini adalah hukuman penjara maks 20 thn dan yang terpenting dari solusi TPPU ini adalah potensi kembalinya modal penyertaan dengan nilai n ominal mendekati utuh lebih besar. Sumber pengembalian modal akan diperoleh dari hasil penyitaan aset yang melekat pada pelaku TPPU aktif (pihak yg melakukan kegiatan TPPU seperti halnya AS dk k), tetapi juga berasal dari penyitaan aset2 yg melekat pada pelaku TPPU pasif (pihak yg menerima h asil TPPU). Disamping itu, konsekuensi hukum TPPU sebagaimana yg tersurat dalam UU yang berlaku, berupa p enyitaan aset aktif dan aset pasif hasil TPPU tsb, yang notabene dapat memiskinkan pelaku ini, dihar
apkan dapat memberikan efek jera kepada AS dan kroni2nya sehingga tidak lagi mengulang praktek serupa yang telah meluluhlantahkan hajat hidup ribuan mitra dengan merenggut nyawa puluhan mitra , terganggunya mental psikologis sebagian mitra bahkan tidak pula sedikit yang kondisi keluarganya r etak bahkan kandas hancur yang dipicu oleh ekonomi RT yang terganggu akibat kasus KCKGP ini.
Catatan penutup penulis setelah puyeng sendiri dan telah membuat puyeng para mitra : Tulisan ini disusun hanya bertujuan untuk memberikan gambaran kepada publik khususnya para mitr a KCKGP bahwa saat ini telah berjalan upaya mitra-mitra lain dalam memperjuangkan hak-haknya de ngan mengungkapkan temuan sejumlah fakta normatif dan praktek empiris nakal yang sudah dilakuk an AS selama ini. Tidak ada maksud apapun untuk mempengaruhi pihak manapun dalam hal ini. Niat penulis murni hanya sekedar mengungkapkan sudut pandang dari relawan mitra lainnya bahwa ada mekanisme alternatif yang bisa ditempuh mitra diluar mekanisme PKPU dan predam yang membutuh kan tingkat kesabaran level 10 layaknya keripik mak icih deeehh. Untuk risk and benefitnya TPPU, bis a menjadi bahan pemikiran bersama untuk kemudian di kaji ulang dalam menemukan titik temu dari u paya upaya mitra ini yang prinsipnya cuma 1 tujuan, ingin modal kembali utuh. Yang sableng dan njeli mettt itu AS....KEBANGETAN kalau mengutip istilah MarioTeguh. Pesan untuk para mitra: Setelah para mitra menyimak tulisan yang bikin cenut2 ini, penulis sampaikan mohon maaf bila ada p enggunaan kata2 yang kurang tepat atau mungkin salah, yang bisa menyebabkan perubahan makna. Mohon dimaklumi karena penulis hanya berbekal hobby menulis ngalor ngidul tetapi tetap ingin berb agi rasa dan harapan agar kita memperoleh jalan terbaik. Selamat berjuang, tetap semangat dan terus berdoa sesuai keyakinan setiap mitra. Dan sekali lagi, p ilihan dan putusan berperkara ada di tangan setiap mitra. Yakinlah bahwa Allah SWT akan menolong kita dengan cara-cara tak terduga. Aamiin Cheers. Mitra Bandung yang lagi mentok mikir ide padahal sdh deadline dan harus menutup setoran yang bia sa diterima dari KCKGP Fuihh...nasib nasib