Enlargement of Selais (Ompok hypopthalmus) With fish meal Containing Thyroxine (T4) Hormones By Ridho Hidayat1),Mulyadi2),Usman M Tang2) Fisheries and Marine Science faculty Riau University ABSTRACT
The research was conducted from November to Desember 2012 in experimental pond Fishery and Science Faculty of Riau University. The aim of this research was to investigate the dose of Thyroxine (T4) hormone in the pellet food on the growth of selais fish (Ompok hypopthalmus). The research method used was experimental method and RAL with four treatments and three replications. The treatments in this study were P1 (control ), P2 (2 ppm Thyroxine hormone / kg of fish meal ), P3 (4 ppm Thyroxine hormone / kg of fish meal), and P4 (6 ppm Thyroxine hormone / kg of fish meal). The result showed that the growth of selais using 4 ppm Thyroxine hormone / kg of fish meal, with absolute growth weight of 8,99 g, absolute growth length 7,77 cm, daily growth rate 5,82% and production of 291g. Key word :Thyroxine (T4), Enlargement, Selais (Ompok hypopthalmus) 1. Faculty of Riau University A Student of the Fisheries and Marine Science 2. Faculty of Riau University A Lecturer of the Fisheries and Marine Science PENDAHULUAN Ikan selais (Ompok hypopthalmus) merupakan salah satu jenis ikan air tawar yang berpotensi untuk dikembangkan dan dibudidayakan diperairan umum dan kolam. Suatu cara yang dapat dilakukan agar kebutuhan masyarakat terhadap ikan selais tetap dapat terpenuhi dan kelestariannya dari alam dapat terjaga maka perlu ditemukan teknologi budidaya dengan cara memelihara benih pada wadah terkontrol dengan pemberian hormon pada pakan, sehingga laju pertumbuhan pada pemeliharaan dapat tercapai dengan baik. Salah satu teknologi yang digunakan untuk memacu pertumbuhan ikan adalah penggunaan hormon, hormon yang dimaksud dalam penelitian ini adalah hormon tiroksin (T4) Fungsi hormon tiroid (T3/T4) dapat dibagi menjadi 2 kategori yaitu efeknya terhadap metabolisme dan terhadap pertumbuhan serta diferensiasi dari berbagai struktur organ (Mattheij dan Der lende dalam Lukistyowati, 1992) dosis hormon tiroksin yang aman untuk dikonsumsi manusia umumnya 0,05-0,2 mg/hari.
Ketersediaan pakan merupakan faktor yang sangat perlu diperhatikan karena akan menentukan pertumbuhan ikan. Intensifikasi dalam budidaya ikan menyebabkan peranan pakan sangat penting, hal ini disebabkan karena pakan merupakan biaya yang paling dominan dalam budidaya ikan yaitu 40 – 70 % dari biaya produksi (Adelina, Boer dan Suharman, 2005). Faktor makanan mempunyai peranan penting dalam pertumbuhan individu, untuk pertumbuhan yang optimal diperlukan jumlah dan mutu makanan yang tersedia dalam keadaan cukup serta sesuai dengan kondisi perairan (Asmawi, 1983). Dalam usaha budidaya faktor makanan sangat memegang peranan penting untuk pertumbuhan suatu organisme. Dalam penyediaan pakan yang harus diperhatikan adalah jumlah dan kualitas pakan tersebut. Namun untuk keberhasilan pembesaran, teknologi budidaya dari ikan ini perlu dipelajari karena merupakan informasi yang sangat erat kaitannya dengan produksi ikan konsumsi.
Maka dari uraian diatas diperlukan teknik budidaya untuk laju pertumbuhannya agar lama waktu proses produksi dapat dipersingkat. Salah satu cara yang bisa dilakukan untuk memicu pertumbuhan ikan selais adalah dengan menggunakan hormon Tiroksin (T4). Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui dosis pemberian hormon Tiroksin (T4) pada pakan pellet yang tepat terhadap pertumbuhan ikan selais (Ompok hypopthalmus). METODE PENELITIAN Penelitian ini telah dilaksanakan pada bulan November sampai bulan Desember 2012 bertempat di Kolam Percobaan Fakultas Perikanan Dan Ilmu Kelautan Universitas Riau, Pekanbaru. Benih ikan selais yang di pelihara berasal dari hasil pembenihan di UR, dengan ukuran berat 0,64 g sampai 0,72 g dan panjang antara 5 cm sampai dengan 6 cm sebanyak 360 ekor, benih ikan yang ditebar adalah 30 ekor/keramba. Wadah yang di gunakan dalam penelitian ini berupa keramba kayu yang berukuran 1m x1m x1m sebanyak 12 unit yang di lengkapi jaring dengan ketinggian air ± 75 cm, yang ditempatkan di kolam percobaan Universitas Riau. Pakan uji yang digunakan dalam penelitian ini adalah pakan buatan dengan merk dagang FF-999 (Dengan komposisi protein 38%, lemak 4%, serat kasar 6% dan kadar air 12%) yang dicampur dengan hormon Tiroksin (T4). Metode yang digunakan dalam penelitian adalah metode eksperimen dengan menggunakan Rancangan Acak Lengkap (RAL), satu faktor dengan tiga taraf perlakuan. Perlakuan dalam penelitian ini yaitu: P1 :Kontrol P2 :2 ppm Hormon Tiroksin / kg pakan P3 :4 ppm Hormon Tiroksin / kg pakan P4 :6 ppm Hormon Tiroksin / kg pakan
HASIL DAN PEMBAHASAN Berdasarkan hasil penelitian yang dilakukan selama 45 hari dan pengamatan yang dilakukan setiap 15 hari, diperoleh seluruh data dari benih ikan selais (Ompok hypopthalmus) pada setiap perlakuan dari masing-masing parameter yang diukur yaitu pertumbuhan bobot mutlak, pertumbuhan panjang mutlak, laju pertumbuhan harian, hasil produksi dan kualitas air. Laju Pertumbuhan Benih IkanSelais Berdasarkan pengukuran yang dilakukan sebanyak 4 kali selama 45 hari penelitian diperoleh bobot rata-rata ikan selais dapat dilihat pada Tabel 1. Tabel 1.Bobot Rata-Rata Ikan Selais (Ompok hypopthalmus) Selama Penelitian. Perlakuan Kontrol 2 ppm 4 ppm 6 ppm
Pengamtan hari ke-(g) 0 15 30 45 0,72 3,60 5,85 7,21 0,64 3,32 6,16 7,95 0,70 3,77 6,17 9,69 0,71 3,34 6,12 8,96
Pada Tabel 1 dapat dilihat bahwa bobot rata-rata individu ikan selaismengalami peningkatan disetiap perlakuan.Pada akhir penelitian pakan dengan penggunaan hormon tiroksin T4 menghasilkan bobot rata-rata ikan lebih tinggi dibandingkanperlakuan P1 (kontrol) pakan tanpa penambahan hormon tiroksin T4.Diakhir penelitian pemberian pakan yang mengandung hormon tiroksin pada perlakuan 6 ppm menghasilkan bobot ratarata individu tertinggi yaitu 9,69 g,selanjutnya diikuti dengan perlakuan 4 ppm sebesar 8,96 g dan pada perlakuan 2 ppmsebesar 7,95 g. Pertumbuhan terendah terdapat pada perlakuan P1 (kontrol) yaitu 7,21 g. Untuk lebih jelasnya perubahan bobot rata-rata individu ikan selais pada setiap perlakuan dapat dilihat pada pada Gambar 1.
10,00
P1
8,00
P2
6,00
P3
4,00
P4
2,00 0,00 0
15
30
Pada Gambar 1 dapat dilihat bahwa pada hari ke-15 dan hari ke-30 pertumbuhan ikan pada setiap perlakuan masih relatif sama walaupun pada perlakuan P3 sudah terlihat pertumbuhan yang lebih tinggi.Nacario (1983) mengemukakan bahwa salah satu faktor yang mempengaruhi kerja hormon adalah lama waktu pemberiannya.Hal ini dapat dilihat pada akhir penelitianpada perlakuan P2, P3, dan P4 pertumbuhan bobot rata-rata ikan semakin terlihat.Hal ini menunjukkan bahwa pakan dengan campuran hormon tiroksin (T4) pada dosis yang berbeda memberikan pengaruh terhadap bobot rata-rata ikan selais. Pertumbuhan Bobot Mutlak Berdasarkan pengukuran yang dilakukan sebanyak 4 kali selama 45 hari penelitian diperoleh bobot mutlak ikan selais dapat dilihat pada Tabel 2. Pertumbuhan Bobot Mutlak (g)
1 6,61 2 7,07 3 5,78 Jumlah 19,46 Rata-rata (Std. Dev) 6,49±0,65a
2 ppm
8 6
8,99
4 ppm
8,25
7,32
6,49
4 2 0 P1
P2
P3
P4
Perlakuan
Gambar 1.Bobot Rata-Rata Ikan Selais (Ompok hypopthalmus) Selama Penelitian
Kontrol
10
45
Waktu pengamatan hari Ke-
Ulangan
Pertumbuhan bobot mutlak (g)
bobot rata-rata individu (g)
12,00
6 ppm
8,10 7,81 7,80 7,81 10,15 9,83 6,04 9,00 7,13 21,95 26,96 24,76 a a 7,32±1,11 8,99±1,17 8,25±1,40a
Pada Tabel 2. Pertumbuhan bobot mutlak rata-rata tertinggi terdapat pada perlakuan 4 ppm yaitu 8,99 g, selanjutnya diikuti dengan perlakuan 6 ppm sebesar 8,25 g, dan perlakuan 2 ppm sebesar 7,32 g, pertumbuhan terendah terdapat pada P1 (kontrol) yaitu 6,49 g. Untuk lebih jelasnya, perbedaan rata-rata pertumbuhan bobot mutlak ikan selais (Ompok hypopthalmus) pada masing-masing perlakuan selama penelitian dapat dilihat pada Gambar 2.
Gambar 2.Pertumbuhan Bobot Mutlak Ikan Selais (Ompok hypopthalmus) Selama Penelitian
Pada Gambar 2 dapat dilihat pertumbuhan mutlak tertinggi terdapat pada perlakuan P3. Hal ini diduga ikan selais dengan pemberian pakan yang mengandung hormon tiroksin (T4) dengan dosis 4ppm/kg pakan merupakan dosis yang tepat sehingga menunjukkan pertumbuhan bobot yang tinggi pada ikan selais, sedangkan pemberian pakan yang mengandung hormon tiroksin (T4) pada perlakuan P4 terlihat lebih rendah dibandingkan P3. Hal ini diduga karena pemberian pakan yang mengandung hormon tiroksin (T4) pada perlakuan P4 menyebabkan kelebihan konsentrasi tiroksin dalam tubuh ikan uji. Menurut Djojosoebagio (1996), kelebihan konsentrasi tiroksin dalam tubuh dapat menyebabkan abnormalitas pada metabolisme tubuh. Setelah dilakukan uji analisis variansi (ANAVA), menunjukkan bahwa pemberian pakan yang mengandung hormon tiroksin (T4)pada ikan selais selama 45 hari penelitian tidak memberi pengaruh yang nyata terhadap pertumbuhan bobot mutlak ikan selais yaitu P > 0,05 Pertumbuhan Selais
Panjang
Mutlak
Ikan
Pertumbuhan panjang mutlak ikan selaispada masing-masing perlakuan selama penelitian disajikan pada Tabel 3. Tabel 3. Pertumbuhan panjang mutlak ikan selaispada masing-masing perlakuan selama penelitian Ulangan
Pertumbuhan panjang mutlak (cm) Kontrol 2 ppm 4 ppm 6 ppm 6,14 7,56 7,40 7,36 6,84 6,86 8,30 8,36 5,92 6,06 7,62 6,78 18,90 20,50 23,32 22,50
1 2 3 Jumlah Rata-rata (Std.Dev) 6,30±0,48a
6,83±0,74a 7,77±0,47a 7,50±0,80a
Pada Tabel 3 dapat dilihat bahwa pertumbuhan panjang mutlak rata-rata individu ikan selais selama penelitian mengalami pertumbuhan yang berbeda-beda
Panjang mutlak (cm)
Untuk lebih jelasnya pengaruh dari hormon tiroksin (T4) terhadap panjang mutlak dapat dilihat dari Gambar 3. 9,00 8,00 7,00 6,00 5,00 4,00 3,00 2,00 1,00 0,00
7,77 6,30
P1
6,83
P2
P3
7,50
P4
Perlakuan
Gambar 3.Pertumbuhan Panjang Mutlak Ikan Selais (Ompok hypopthalmus) Selama Penelitian
Pada Gambar 3 dapat dilihat perbedaan pertumbuhan panjang ikan selaispada masing-masing perlakuan dimana perlakuan P3 sebesar 7,77 cm merupakan pertumbuhan panjang mutlak tertinggi, kemudian diikuti oleh perlakuan P4 sebesar 7,50 cm lebih rendah dibandingkan P3, hal ini diduga disebabkan karena pada perlakuan P3 ikan uji dapat memanfaatkan pakan yang mengandung hormon tiroksin dengan baik untuk pertumbuhan. Sesuai dengan penyataan Effendie (1992) pertumbuhan merupakan perubahan bentuk ikan, baik panjang maupun berat sesuai dengan perubahan waktu. Menurut Mattheij dan Van Der Lende dalam Lukistyowati (1992) pemberian hormon tiroksin dalam jumlah yang banyak akan mengakibatkan balance negatif yang mengakibatkan penurunan proses pertumbuhan. Wilburn dan Owen (1964) menyatakan bahwa pertumbuhan dipengaruhi oleh kualitas dan kuantitas pakan, umur dan lingkungan. Dari hasil Analisis Variansi (ANOVA), menunjukkan pemberian hormon tiroksin melalui pakan tidak berbeda nyata terhadap pertambahan panjang mutlak ikan ujiyaitu (P>0,05).
Halver (1972) mengemukakan bahwa kecepatan pertumbuhan ikan tergantung pada jumlah pakan yang diberikan, ruang, suhu, kedalaman air dan faktor-faktor lain. Pakan yang dimanfaatkan oleh ikan pertama digunakan untuk memelihara tubuh dan untuk memperbaiki alat-alat tubuh yang rusak, setelah itu kelebihan pakan yang ada digunakan untuk pertumbuhan. Dari penjelasan tersebut pakan dengan pemberian hormon tiroksin pada penelitian ini dapat dimanfaatkan dengan baik oleh ikan sehingga didapat hasil laju pertumbuhan ikan yang ada pada Tabel 4. Laju Pertumbuhan Harian Ikan Selais. Rata-rata pertumbuhan bobot harian individu ikan selaispada masing-masing perlakuan selama penelitian dapat dilihat pada Tabel 4. Tabel 4. Laju Pertumbuhan Harian Individu Ikan SelaisPada Masing-Masing Perlakuan Selama Penelitian. Ulangan 1 2 3 Jumlah Rata-rata(%)
Kontrol 5,05 5,06 5,25 15,36 5,12±0,11a
LPH (%) 2 ppm 4 ppm 6,20 5,41 5,64 6,25 5,00 5,81 16,85 17,47 a 5,61±0,60 5,82±0,42a
6 ppm 5,58 5,91 5,39 16,88 5,63±0,26a
Pada Tabel 4. Laju pertumbuhan harian individu ikan selais pada masingmasing perlakuan mengalami peningkatan selama penelitian. Dapat dilihat rata-rata pertumbuhan harian ikan selais yang tertinggi terdapat pada perlakuan 4 ppm sebesar 5,82% kemudian diikuti dengan 6 ppm sebesar 5,63 %, 2 ppm sebesar 5,61% dan yang terendah adalah perlakuan P1 (kontrol) sebesar 5,12%. Untuk lebih jelasnya pengaruh dari hormon tiroksin terhadap laju pertumbuhan harian dapat dilihat dari Gambar 4. Pertumbuhan harian (%)
setiap perlakuan. Pertumbuhan panjang yang terbaik terdapat pada perlakuan 4 ppm sebesar 7,77 cm, kemudian diikuti perlakuan 6 ppm sebesar 7,50 cm, 2 ppm sebesar 6,83 cm dan pertumbuhan panjang mutlak terendah diperoleh pada perlakuan kontrol sebesar 6,30 cm.
6,00 5,80 5,60 5,40 5,20 5,00 4,80 4,60
5,82 5,62
5,63
5,12
P1
P2
P3
P4
Perlakuan Gambar 4. Laju Pertumbuhan Harian Ikan Selais (Ompok hypopthalmus) Selama Penelitian
Pada Gambar 4. dapat dilihat perbedaan pertumbuhan pada masingmasing perlakuan terutama pada pemberian hormon tiroksin dengan dosis 4ppm/kg pakan yang menunjukkan pertumbuhan bobot yang tertinggi. Hal ini diduga ikan selais yang diberi hormon tiroksin dengan dosis 4 ppm/kg pakan tersebut merupakan dosis yang tepat sehingga menunjukkan pertumbuhan harian ikan uji tinggi dibandingkan dengan perlakuan P1 tanpa pemberian hormon tiroksin (kontrol) hal ini disebabkan karena ikan uji mampu memanfaatkan makanannya sehingga dapat meningkatkan pertumbuhan harian. Menurut Hckling dalam Syurflayman (1994) laju pertumbuhan rata-rata bobot harian dipengaruhi oleh makanan, suhu lingkungan, umur ikan dan zat-zat hara yang terdapat pada perairan. Menurut Hoar dan Randall (1969) hormon tiroksin juga berfungsi untuk meningkatkan metabolisme tubuh secara umum dan pertumbuhan, Diperkuat oleh Lagler et al., dalam Lukistiyowati (1992) yang menyatakan bahwa fungsi dari hormon tiroid yaitu efeknya terhadap pertumbuhan serta diferensiasi dari berbagai struktur organ dan efeknya terhadap metabolisme. Zonneveld et al., (1991) mengemukakan bahwa hampir semua kasus laju pertumbuhan, ukuran dan umuran ikan saling berhubungan. Hasil analisis variansi (ANAVA) menunjukkan bahwa pemberian pakan yang mengandung hormon tiroksin terhadap pertumbuhan harian ikan selais selama 45 hari belum memperlihatkan pengaruh yang nyata terhadap pertumbuhan harian ikan selais dimana P > 0,05. Produksi Data produksi ikan selais pada masing-masing perlakuan selama penelitian dapat dinyatakan sebagai selisih antara biomassa ikan saat panen dan biomassa saat ditanam. Produksi ikan selais dari masingmasing perlakuan dapat dilihat pada Tabel 5. Tabel 5.Produksi ikan selais pada setiap perlakuan pada akhir penelitian. Ulangan
Produksi (g) Kontrol 2 ppm 4 ppm 6 ppm 1 221 259 257 255 2 236 254 324 317 3 191 203 291 235 Jumlah 649 716 872 806 a a a Rata-rata (Std. Dev) 216±0,02 239±0,03 291±0,03 269±0,04a
Pada Tabel 5 dapat dilihat bahwa produksi ikan selais dengan pemberian hormon tiroksin ke dalam pakan lebih baik di bandingkan perlakuan P1 (kontrol). Hasil produksi menunjukkan produksi tertinggi terdapat pada perlakuan 4 ppm sebesar 291g, kemudian diikuti dengan 6 ppm sebesar 269 g, 2 ppm sebesar 239 g dan produksi terendah terdapat pada perlakuan P1(kontrol) sebesar 216 g. Pada penelitian ini produksi tertinggi terjadi pada perlakuan 4 ppm, hal ini diduga disebabkan oleh penambahan hormon tiroksin dengan dosis yang tepat pada pakan selain dapat memperbaiki sistem metabolisme juga dapat meningkatkan kualitas pakan sehingga dapat memicu laju pertumbuhan dan hasil produksi yang lebih baik. Haryati (2005) menyatakan bahwa pakan merupakan faktor pembatas produksi dalam suatu kegiatan budidaya terutama budidaya ikan secara intensif, setelah faktor kunci yang lain terpenuhi. Hasil analisis variansi (ANAVA) menunjukkan bahwa pemberian pakan yang mengandung hormon tiroksin terhadap hasil produksi ikan selais selama 45 hari belum memperlihatkan pengaruh yang nyata terhadap produksi ikan selais dimana P > 0,05. Kualitas Air Parameter fisika kimia air yang diukur pada penelitian ini adalah suhu, pH, dan oksigen terlarut (DO), pengukuran kualitas airdilakukan3 kali selama penelitian. Hasil pengukuran fisika kimia air selama penelitian dapat dilihat pada Tabel 6. Tabel 6. Data Hasil Pengukuran Kualitas Air Selama Penelitian. Perlakuan Suhu (°c) DO (ppm) pH
Awal 27-29 3,5-3,8 5-6
Kisaran Parameter Pertengah Akhir an 28-30 27-30 3,6-4,1 3,4-3,9 5-6 5-6
Dari Tabel 6. Dapat diketahui bahwa suhu selama penelitian berkisar antara 2730ºC, suhu ini masih berada pada kisaran aman untuk pembesaran ikan, Tang (2004) menyatakan suhu yang baik untuk budi daya ikan adalah antara 27-32 0C. pH air berkisar antara 5-6, hasil dari pengukuran derajat keasaman selama penelitian ini tergolong baik, karena menurut Boyd (1979)
menyatakan kisaran derajat keasaman (pH) yang baik untuk kehidupan ikan berkisar antara 5,4-8,6. Kandungan oksigen terlarut (DO) selama penelitian berkisar antara 3,4-4,1 ppm, dimana kandungan oksigen terlarut selama penelitian tergolong rendah, karena Menurut Syafriadiman et al (2005) DO yang paling ideal untuk pertumbuhan dan perkembangan organisme akuatik yang dipelihara adalah lebih dari 5 ppm. Kualitas air merupakan salah satu faktor yang mendukung pertumbuhan dan kelangsungan hidup ikan. Ikan memerlukan air untuk seluruh kebutuhan hidupnya, baik untuk bergerak, makan, tumbuh dan berkembang biak. KESIMPULAN DAN SARAN Pembesaran ikan selais (Ompok hypopthalmus) dengan pemberian pakan yang mengandung hormon tiroksin (T4) tidak memberikan pengaruh nyata terhadap laju pertumbuhan bobot mutlak, pertumbuhan panjang mutlak, laju pertumbuhan harian. Hasil terbaik pada penelitian ini yaitu padat perlakuan P3 (4 ppm hormon tiroksin / kg pakan) laju pertumbuhan bobot mutlak ikan selais 8,99 g, panjang mutlak 7,77 cm, laju pertumbuhan harian 5,82 % dan produksi sebesar 291 g. Perlu dilakukan penelitian lanjutan tentang penggunaan hormon tiroksin (T4) pada pakan terhadap pertumbuhan pada ikan budidaya lainnya dengan waktu yang lebih lama agar pertumbuhan ikan dapat terlihat, terutama pada ikan yang mengandung nilai ekonomis tinggi. DAFTAR PUSTAKA Adelina, Boer, I., dan Suharman, 2004. Diktat dan Penuntun Praktikum Analisa Formulasi Pakan.Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan Universitas Riau.Pekanbaru 2006.60 hal. Asmawi, S., 1983. Pemeliharaan Ikan Dalam Keramba. Gramedia. Jakarta. 82 hal. Boyd, C.E. 1979. Water Quality Management
In Fish Pond Cultute Aquaculture Experiment Station. Auburn University. Alabama. Effendie, M.I. 1992. Metode Biologi Perikanan. Yayasan Agromedia. Bogor. Haryati,2005.http://nurhasan78.wordpress.com /2012/09/11/azolla-subtitusi-kedelai/ diakses 11.36 06-01-13 Hoar, W. S., D. J. Randall and E. M. Donaldson. 1983. Fish physiology. Volume IX.reproduction. Part B. Bihaviour and Fertility Control. Academic Press Inc london. Lukistiyowati.I., 1992.Pengaruh T3 dan Hormon-hormon (Gonadtropin dan Steroid Sex) terhadap Pendewasaan Ikan Mas (Cyprinus carpio L).Bahan Kuliah Fisologi ikan. Fakultas Perikanan. Universitas Riau Pekanbaru. 21 halaman. (tidak diterbitkan). Nacario, J. 1983. The effect of thyoxine on the larvae and fry ofSarotherodon niloticus L. (Tilapia niloticus). Aquaculture, 34:73-83. Syafriadiman, Pamukas, N. A., Saberina, H. 2005. Prinsip Dasar Pengelolaan Kualitas Air. Mina Mandiri press. Pekanbaru. 131 halaman. Tang, U.M. 2004. Pengantar Perikanan dan Ilmu Kelautan I. Bab III Budidaya Perairan I. Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan. Universitas Riau. Pekanbaru. Faperika Press. hal 25. Wilbur, K.M and Owen, G. 1964. Growth Pages 211-237 in : K.m Wilbur and C.M. Yonge (eds). Physiology of mollusca.Academic Press. New York. Zonneveld, N., E. A. Huisman and J. H. Boon. 1991. Prinsip-prinsip budidaya ikan. Deterjemah oleh M. Sutjati.Gramedia. Pustaka Umum. Jakarta. 318 hal.