GOMBAL Written by Prof. Dr. H. Mudjia Rahardjo, M.Si. Friday, 05 February 2010 00:00 - Last Updated Tuesday, 23 February 2010 00:14
Di setiap masyarakat penutur bahasa, selalu ada ungkapan lokal atau prokem lokal yang disebut slank. Makna kata atau ungkapan yang tergolong prokem atau slank sering tidak ditemukan di kamus sehingga orang lain yang bukan penutur asli bahasa itu mengalami kesulitan memahami maknanya. Dalam bahasa Jawa, misalnya, terdapat banyak prokem, seperti weleh-weleh, ndasmu, dengkulmu , gombal dan sebagainya. Bagi bukan penutur bahasa Jawa, apalagi orang asing, kata-kata itu sangat sulit dipahami maknanya.
Suatu ketika dalam sebuah acara seminar, saya bertemu dengan seorang teman asing, sebut saja Mr. Karen, yang sudah hampir dua tahun tinggal di Yogyakarta. Mr. Karen yang sudah mulai fasih berbahasa Indonesia ini bingung bukan kepalang setiap mendengar kata gombal yang diucapkan orang di sekelilingnya. Dibanding dengan orang asing (baca: Barat) pada umumnya, Mr. Karen ini memang tergolong agak pemalu, mungkin karena ia tinggal di Yogyakarta, sehingga ia lebih suka berusaha sendiri mencari makna kata yang ia tidak mengerti maknanya melalui kamus ketimbang bertanya kepada seorang kawan atau kolega.
Mengapa ia lebih suka mencari sendiri makna kata? Sebab, menurutnya, ketika baru saja tiba di Indonesia, ia pernah ditipu oleh seorang kawan kenalan barunya ketika ia bertanya apa makna kata gendheng (gila). Si kawannya yang usil itu, menerangkan bahwa gendheng adalah ungkapan santun yang mesti diucapkan kepada setiap orang yang lebih tua dan dihormati. Kata g endheng digolongkan sama maknanya dengan kata baik dan bagus. Apalagi bagi orang asing yang baru saja tiba di Indonesia, kata
1/7
GOMBAL Written by Prof. Dr. H. Mudjia Rahardjo, M.Si. Friday, 05 February 2010 00:00 - Last Updated Tuesday, 23 February 2010 00:14
gendheng itu wajib diucapkan kepada setiap orang yang ditemui. Mr. Karen yang polos itu menuruti saja anjuran kawan yang beretnis Jawa itu. Suatu saat, Mr. Karen hampir ditempeleng oleh seorang pengojek karena mengatakan “Terimakasih. Kamu gendheng sekali pak” . Untung si tukang ojek segera menyadari bahwa Mr. Karen bukan orang Jawa. Sejak saat itu, ia tidak pernah bertanya kepada orang lain makna kata yang ia tidak mengerti.
Pertemuan saya dengan Mr. Karen membuktikan sikapnya yang tidak mau bertanya kepada orang lain mengenai arti sebuah ungkapan atau kata yang baginya asing. Dalam obrolan ringan sambil menunggu kedatangan seorang pembicara sebuah seminar, kata gombal muncul beberapa kali. Mr. Karen itu pun mencatat tidak kurang dari 16 kali kata gombal itu diucapkan oleh peserta obrolan. Merasa semakin penasaran apa makna kata gombal , Mr. Karen minta ijin keluar dari forum obrolan itu dan menuju perpustakaan universitas yang kebetulan hanya berjarak beberapa meter saja dari tempat mengobrol. Saya bisa melihat dengan jelas apa yang dilakukan Mr. Karen. Ia menuju rak tempat kamus dan ensiklopedi disimpan untuk membuka kamus dan mencari makna kata gombal .
Ketika berada di depan rak kamus dan ensiklopedi, seorang petugas terlihat menghampirinya. Petugas perpustakaan dengan ramah menyapa dan bertanya apa yang dapat ia bantu. Mr. Karen menjawab bahwa ia perlu kamus bahasa Jawa yang letaknya memang agak jauh dari kamus bahasa Indonesia. Dengan terkejut, Mr. Karen menemukan kata gombal di dalam kamus tersebut. Tetapi, dia terheran-heran setelah membaca makna kata itu. Gombal diartikan sebagai “kain lusuh atau lama yang tidak lagi terpakai dan biasanya untuk alat bersih-bersih”.
2/7
GOMBAL Written by Prof. Dr. H. Mudjia Rahardjo, M.Si. Friday, 05 February 2010 00:00 - Last Updated Tuesday, 23 February 2010 00:14
Mr. Karen tampak semakin bingung apa relevansi makna kata itu dengan konteks obrolan kawan-kawannya tadi atau yang sering diucapkan oleh orang Indonesia, terutama orang Jawa. Sebagai orang yang kebetulan suka mengkaji fenomena kebahasaan dan bermaksud menolong teman asing ini saya menjelaskan arti kata gombal tersebut. Seperti layaknya saya sedang menjelaskan salah satu materi atau pokok bahasan dalam matakuliah sosiolinguistik, yakni slank, idiom, dan jargon serta register, saya mengawali penjelasan dengan mengatakan bahwa di setiap masyarakat penutur bahasa ( speech community ) selalu ada ungkapan bernilai lokal kultural yang maknanya sering jauh dari makna literal, sebagaimana yang tertulis di kamus.
Dalam masyarakat modern yang berpenutur bahasa Inggris pun juga terdapat slank, jargon dan sejenisnya. Karena makna kata atau ungkapan pada hakikatnya adalah hasil konvensi di antara anggota masyarakat penuturnya, maka setiap anggota penutur bahasa juga berhak menciptakan istilah, jargon atau ungkapan tertentu sesuai kemauan mereka sendiri untuk kepentingan komunikasi di antara mereka, termasuk kata gombal itu. Mr. Karen tampak termangu-mangu dengan penjelasan saya itu dan sepertinya tidak sabar menanti jawaban apa arti kata gombal itu.
Dalam masyarakat Jawa, kata gombal dipakai sebagai ungkapan penyeru simpulan atau penilaian atas suatu mutu pembicaraan, barang, kinerja, karya dan sebagainya yang dipandang tidak berkualitas, tidak bermutu atau lembek yang tidak sesuai dengan harapan. Karena itu, kalau ada orang yang kinerja, prestasi dan karyanya tidak bagus bisa dikatakan pula bahwa kinerja, prestasi dan karyanya gombal. Kalau kita masuk rumah makan yang kelihatannya bagus dan ternyata menu makanannya tidak enak apalagi harganya tinggi, kita juga dapat menyebutnya sebagai rumah makan gombal.
3/7
GOMBAL Written by Prof. Dr. H. Mudjia Rahardjo, M.Si. Friday, 05 February 2010 00:00 - Last Updated Tuesday, 23 February 2010 00:14
Dalam lingkungan kampus, kalau ada mahasiswa yang sikap dan pembicaraannya tidak berkualitas atau tidak bermutu bisa juga dikatakan sebagai gombal. Kalau ada mahasiswa yang indeks prestasinya (IP) nya 0, 67 karena semua matakuliah yang diprogram tidak lulus kecuali satu matakuliah dan itupun nilainya C (belakangan disadari oleh dosennya bahwa nilai C itu pun karena keliru memasukkannya karena sambil mengantuk saat menuliskan nilai), maka mahasiswa ini pun juga bisa disebut sebagai gombal kendati sehari-hari berpakaian necis dengan celana jean dan sepatu berkualitas. Mungkin mahasiswa demikian lebih gombal ketimbang gombal sehingga menjadi gombal suwek. Sudah gombal dan robek lagi sehingga tidak ada artinya sama sekali.
Tak terkecuali dosen. Kendati telah berpendidikan tinggi dan beberapa gelar akademik berjejer di depan dan belakang namanya, seorang dosen bisa saja disebut sebagai ….(wah saya tidak berani, he he ), jika ia tidak memiliki komitmen dan integritas akademik tinggi yang ditunjukkan dengan karya atau tulisan-tulisan ilmiahnya, atau reputasi, kinerjanya.
“Wah demikian ya makna kata gombal ya pak” kata Mr. Karen sambil memegang kamus yang di dalamnya tidak ada penjelasan yang lengkap atas makna kata gombal itu. Saya jawab
4/7
GOMBAL Written by Prof. Dr. H. Mudjia Rahardjo, M.Si. Friday, 05 February 2010 00:00 - Last Updated Tuesday, 23 February 2010 00:14
iya . Dan, karena itu mesti hati-hati mengartikan arti kata. “Terus, bagaimana awal mula kata gombal itu dipakai da siapa yang mengawali menggunakannya pak? tanya Mr. Karen. Nah , kali ini saya sangat bingung menjawabnya. Sebab, pertanyaaan kapan dan di mana sebuah kata atau ungkapan mulai digunakan dan siapa penggunanya merupakan salah satu pertanyaan sulit dalam ilmu kebahasaan atau linguistik. Ini memerlukan penelitian filologis yang lumayan sulit.
Namun demikian, agar tidak mengecewakannya, saya jawab begini. “Seingat saya, sejak kecil saya sudah sering mendengar kata gombal baik di lingkungan keluarga, masyarakat atau bahkan sekolah”. Di keluarga, nenek saya, maklum saya memang diasuh nenek sejak delapan bulan karena keburu punya adik lagi, yang dalam masyarakat Jawa disebut kesundulan , nenek saya sering mengatakan saya ini gombal ketika saya merumput (Jawa: ngarit) setengah hari hanya memperoleh setengah keranjang karena saya selalu kalah main balangan (melempar sabit ke batas sawah atau galengan) karena melesat terlalu jauh sehingga rumput saya diambil yang menang. Maklum, saya memang paling kecil di antara teman-teman sepermainan, sehingga saya sering menjadi bahan gunjingan dan permainan mereka.
Di sekolah saya juga pernah dikatakan gombal oleh guru olahraga karena tim kasti saya kalah telak dengan tim kasti sekolah desa tetangga. Yang mengherankan waktu itu kekalahan akibat hasil kerja tim yang tidak kompak dan lawan memang tangguh, yang dimarahi dan dikatakan gombal hanya saya. Padahal, saya bukan ketua tim. Kepada ketua tim, guru saya justru memberi semangat dengan mengatakan ”Gak apa-apa sekarang kalah, tetapi lain kali tidak boleh ya”. Karena itu,
5/7
GOMBAL Written by Prof. Dr. H. Mudjia Rahardjo, M.Si. Friday, 05 February 2010 00:00 - Last Updated Tuesday, 23 February 2010 00:14
dalam hati saya mengatakan guru saya ini guru gombal , karena pilih kasih.
Tetapi, Mr. Karen, lanjut saya, di Indonesia ini memang banyak gombal. Dalam dunia pendidikan, ada orang memperoleh gelar doktor dan bahkan profesor hanya dalam waktu beberapa bulan dengan membayar beberapa juta rupiah. Anehnya peminat praktik gombal ini bukan dari golongan masyarakat awam, tapi anggota masyarakat terdidik dan bahkan para pejabat penting di negeri ini. Tanpa merasa malu apalagi salah, usai diwisuda di hotel dan tempat-tempat rekreasi, peserta langsung memasang gelar di depan atau belakang namanya. Beberapa di antaranya menggunakannya untuk kepentingan politik. Mr. Karen juga mengangguk-angguk dengan penjelasan saya ini.
Mr. Karen bahkan menambahkan ‘Iya ya, saya membaca koran lokal. Ada orang korupi milyaran dan bahkan trilyunan rupiah dengan enaknya berpesiar di luar negeri dan bahkan dapat menemui presiden di Istana Negara. Tetapi seorang pencuri seekor ayam untuk membayar SPP anaknya dan tertangkap basah pemiliknya dihajar sampai babak belur dan dibawa ke kantor polisi. Kasihan ya pak” lanjut Mr. Karen lagi.
Sambil tersipu malu, saya menjawab” Ya memang praktik hukum di negeri ini masih gombal pak. Ada perbaikan dari periode pemerintahan sebelumnya, tetapi belum signifikan. Berbeda dengan di negeri anda yang sudah mapan” jawab saya sambil menghibur diri. Setelah itu obrolan dengan Mr. Karen berhenti karena pembicara seminar yang ditunggu telah datang dan Mr. Karen belum sempat merespons pernyataan saya.
6/7
GOMBAL Written by Prof. Dr. H. Mudjia Rahardjo, M.Si. Friday, 05 February 2010 00:00 - Last Updated Tuesday, 23 February 2010 00:14
Sambil bergegas masuk ruang seminar, dalam batin saya berpikir obrolan dengan Mr. Karen akan saya tulis dalam kolom GEMA, tabloid UIN Malang. Sebelummasuk ke redaksi GEMA, seorang kawan sempat membaca kolom ini dan berujar,”tentang gombal saja kok ditulis seperti ini pak”,! Saya sambil tersenyum dan berlalu.
7/7