EKSPLORASI SENYAWA FLAVONOID PADA EKSTRAK MASERASI DAUN INSULIN (Smallanthus sonchifolius) DENGAN METODE KLT DAN SPEKTROFOTOMETRI UV-VIS DAN IR
KARYA TULIS ILMIAH
OLEH YULFIANA ELMERILLIA SARI NIM 09.034
AKADEMI ANALIS FARMASI DAN MAKANAN PUTRA INDONESIA MALANG AGUSTUS 2012
EKSPLORASI SENYAWA FLAVONOID PADA EKSTRAK MASERASI DAUN INSULIN (Smallanthus sonchifolius) DENGAN METODE KLT DAN SPEKTROFOTOMETRI UV-VIS DAN IR
KARYA TULIS ILMIAH
Diajukan kepada Akademi Analis Farmasi dan Makanan Putra Indonesia Malang untuk memenuhi salah satu persyaratan dalam menyelesaikan program D III bidang Analis Farmasi dan Makanan
OLEH YULFIANA ELMERILLIA SARI 09.034
AKADEMI ANALIS FARMASI DAN MAKANAN PUTRA INDONESIA MALANG Agustus 2012
Karya Tulis Ilmiah Oleh Yulfiana Elmerillia Sari Telah dipertahankan didepan Dewan Penguji Pada Tanggal Delapan Agustus 2012
Drs. Sentot Joko Raharjo, M.Si
Penguji I
Fandi Satria, S.Farm, Apt
Penguji II
Dra. Chusnul Arifianti, Apt
Penguji III
Mengetahui,
Menegaskan,
Pembantu Direktur Bidang Akademik
Direktur AKAFARMA
AKAFARMA
Ayu Ristamaya Y., A.Md
Hendyk Krisna Dani, S.Si
ABSTRAKSI
Sari, Yulfiana Elmerillia. 2012. Eksplorasi Senyawa Flavonoid pada Ekstrak Maserasi Daun Insulin (Smallanthus sonchifolius) dengan Metode KLT dan Spektrofotometri UV-Vis dan IR. Karya Tulis Ilmiah. Akademi Analis Farmasi dan Makanan Putera Indonesia Malang, Pembimbing Drs. Sentot Joko Raharjo, M.Si. Kata
kunci : Eksplorasi, Flavonoid, Spektrofotometri UV-Vis dan IR.
Daun
Insulin,
Maserasi,
KLT,
Diabetes Mellitus merupakan penyakit yang menjadi masalah kesehatan masyarakat karena mengakibatkan angka kematian cukup tinggi. Pengobatan diabetes melalui terapi insulin dan obat oral dari herbal yang diduga efek farmakologisnya dalam menurunkan kadar gula darah sama seperti obat hipoglikemik. Tanaman yang secara empiris digunakan sebagai obat antidiabetes, salah satunya adalah Daun Insulin yang berkhasiat menurunkan kadar gula darah. Namun, belum ada penelitian yang mengeksplorasi senyawa daun insulin yang berkhasiat sebagai antidiabetes yang diduga golongan Flavonoid. Penelitian ini bertujuan untuk mengisolasi senyawa flavonoid dan mengidentifikasi dengan menggunakan metode Kromatografi Kolom dan dianalisis dengan spektrofotometri UV Vis dan IR. Eksplorasi Senyawa Flavonoid pada Ekstrak Daun Insulin (Smallanthus sonchifolius) sebagai Antidiabetes menggunakan Metode Penyarian Maserasi, Isolasi dengan Ekstraksi cair-cair dan Kromatografi Lapis Tipis. Identifikasi dengan Spektrofotometri UV-Vis dan IR. Penelitian dilakukan di Laboratorium Mikrobiologi dan Farmakognosi Akademi Analis Farmasi dan Makanan Putra Indonesia Malang pada Januari sampai dengan Juli 2012. Penelitian ini dilakukan dengan metode observasi. Adapun populasi dalam penelitian ini adalah Tanaman Herba Insulin (Smallanthus sonchifolius), dan sampel berupa 100 gram Herba Daun Insulin segar. Hasil penelitian menunjukkan Isolat Flavonoid yang didapat sebanyak 0,1433 g, dan Pemisahan kromatografi kolom menghasilkan F35 yang merupakan isolat paling murni dengan noda tunggal dengan Rf 0,56. Hasil identifikasi F35 memiliki λ max pada pita I 230 nm, pita II 270 nm, dan pita III 329 nm. Sedangkan hasil spektrofotometri IR menunjukkan F35 memiliki gugus penyusun OH, CH alifatik, C=O, C=C aromatik, C-O alkohol. Berdasarkan hasil penelitian diatas, perlu dilakukan penambahan pereaksi geser pada pembacaan spektrofotometri UV-Vis dan perlu dianalisis menggunakan NMR dan LC-MS untuk dapat ditetapkan strukturnya dan mengidentifikasi golongan flavonoid yang ada pada Daun Insulin.
KATA PENGANTAR
Puji Syukur kehadirat Allah SWT yang telah melimpahkan hidayah-Nya sehingga penulis dapat menyelesaikan proposal Karya Tulis Ilmiah yang berjudul “Ekplorasi Senyawa Flavonoid pada Ekstrak Maserasi Daun Insulin (Smallanthus Sonchifolius) dengan Metode KLT dan Spektrofotometri UV-Vis dan IR” ini tepat pada waktunya. Tujuan penulisan proposal Karya Tulis Ilmiah (KTI) ini sebagai persyaratan untuk menyelesaikan program D III di Akademi Analis Farmasi dan Makanan Putra Indonesia Malang. Sehubungan dengan terselesainya penulisan karya tulis ilmiah ini, saya mengucapkan terimakasih kepada pihak-pihak yang telah membantu, yaitu : 1. Bapak Hendyk Krisna Dani S.Si. selaku Direktur Akademi Analis Farmasi
Dan Makanan Putra Indonesia Malang 2. Bapak Drs. Sentot Joko Raharjo M.Si., selaku dosen pembimbing.
3. Dra. Chusnul Arifianti.,Apt selaku dosen penguji ahli 4. Fandi Satria S.Farm.,Apt selaku dosen penguji nasional 5. Pimpinan PT. Pusaka Sejati Tuban 6. Bapak dan Ibu Dosen Akademi Analis Farmasi Dan Makanan serta semua staff yang turut membantu dan mendukung selama penyelesaian Karya Tulis Ilmiah ini.
7. Kedua orang tua yang telah memberikan doa serta motivasi. 8. Rekan-rekan mahasiswa dan semua pihak yang langsung maupun tak langsung telah memberikan bimbingan, bantuan, serta arahan kepada penulis. Penulis menyadari sepenuhnya bahwa Karya Tulis Ilmiah ini masih mempunyai beberapa kekurangan. Oleh karena itu, kritik dan saran akan sangat diharapkan. Semoga Karya Tulis Ilmiah ini dapat berguna dan bermanfaat.
Malang, 8 Agustus 2012,
Penulis
DAFTAR ISI
ABSTRAK.....................................................................................................
i
KATA PENGANTAR ..................................................................................
ii
DAFTAR ISI .................................................................................................
iv
DAFTAR LAMPIRAN..................................................................................
vi
BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah ..............................................................
1
1.2 Rumusan Masalah .......................................................................
3
1.3 Tujuan Penelitian........................................................................
3
1.4 Manfaat Penelitian ......................................................................
3
1.5 Asumsi Penelitian .......................................................................
4
1.6 Ruang Lingkup dan Keterbatasan Penelitian ..............................
4
1.7 Definisi Istilah .............................................................................
5
BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Diabetes Mellitus ........................................................................
6
2.2 Daun Insulin ................................................................................
8
2.3 Flavonoid.....................................................................................
10
2.4 Metode Penyarian........................................................................
14
2.5 Kromatografi................................................................................
16
2.6 Spektrofotometri UV-Vis.............................................................
19
2.7 Spektrofotometri IR.....................................................................
22
2.8 Kerangka teori..............................................................................
23
BAB III METODE PENELITIAN 3.1 Rancangan Penelitian ..................................................................
26
3.2 Populasi dan Sampel ...................................................................
26
3.3 Lokasi dan Waktu Penelitian ......................................................
27
3.4 Definisi Operasional Variabel......................................................
27
3.5 Persiapan Penelitian.....................................................................
28
3.6 Pengumpulan Data ......................................................................
29
3.7 Pelaksanaan Penelitian.................................................................
30
3.7 Analisa Data ...............................................................................
31
BAB IV HASIL PENELITIAN 4.1 Hasil Pembuatan Ekstrak.............................................................
33
4.2 Hasil Identifikasi Senyawa Flavonoid Secara Kualitatif............
34
4.3 Hasil Pemisahan Flavonoid Dengan Kromatografi Kolom.......
35
4.4 Hasil Identifikasi Senyawa Flavonoid Spektro IR dan UV-Vis..
36
BAB V PEMBAHASAN 5.1 Pembahasan..................................................................................
38
BAB VI PENUTUP 6.1 Kesimpulan..................................................................................
44
6.2 Saran............................................................................................
45
DAFTAR RUJUKAN....................................................................................
46
LAMPIRAN...................................................................................................
48
DAFTAR LAMPIRAN Lampiran 1. Gambar Daun Insulin................................................................... 48 Lampiran 2. Diagram Alir Perlakuan............................................................... 49 Lampiran 3. Hasil Uji Identifikasi Uji Warna.................................................. 50 Lampiran 4. Kromatografi Kolom.................................................................... 51 Lampiran 5. Fraksi Kolom................................................................................ 52 Lampiran 6. Perhitungan Rendemen Flavonoid............................................... 53 Lampiran 7. Kromatogram orientasi eluen....................................................... 54 Lampiran 8. Hasil KLT (Standar)..................................................................... 55 Lampiran 9. KLT Hasil Fraksi Kolom............................................................. 56 Lampiran 10. Perhitungan Rf KLT................................................................... 57 Lampiran 11. Hasil identifikasi spektrofotometri IR........................................ 58 Lampiran 12. Hasil identifikasi spektrofotometri UV-Vis............................... 59
BAB I PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang Masalah Diabetes Mellitus merupakan penyakit menahun dan salah satu penyakit yang menjadi masalah kesehatan masyarakat karena komplikasi kronisnya dan mengakibatkan angka kematian yang cukup tinggi (Hartono, 1995). Pengobatan untuk diabetes melalui terapi pemberian insulin dan obat yang diberikan secara oral.
Beberapa
diantaranya
menggunakan
herbal
yang
diduga
efek
farmakologisnya dalam menurunkan kadar gula darah mungkin sama seperti obatobat hipoglikemik oral (Widowati dkk., 1997). Bukti-bukti empiris dan dukungan ilmiah yang semakin banyak menyebabkan herbal semakin populer di kalangan masyarakat dunia (Subroto, 2006). Banyak tanaman yang diindikasikan sebagai obat antidiabetes diantaranya Belimbing Wuluh (Averrhoa bilimbi L.), Mahkota Dewa (Phaleria macrocarpa (Scheff) Boerl), Daun Sembung (Blumea balsamifera (L.) DC.), Daun sendok (Plantago mayor L.), dan Kulit Kayu Raru (Shorea balanocarpoides Symington) yang secara empiris digunakan sebagai obat antidiabetes. Menurut Pasaribu (2010), Kulit Kayu Raru yang diekstrak dengan metode maserasi etanol 70% memilki kandungan flavonoid, tanin, saponin, dan triterpenoid dan steroid.
Tanaman lain yang secara empiris digunakan sebagai obat antidiabetes, salah satunya adalah Daun Insulin (Smallanthus sonchifolia).
Tanaman ini
terbukti secara empiris berkhasiat menurunkan kadar gula darah serta mencegah dan mengobati penyakit diabetes yang dikonsumsi dengan cara diseduh dengan air panas dan diminum sebanyak 3 kali sehari. Namun, belum ada penelitian yang menunjukkan identifikasi senyawa metabolit sekunder dari daun insulin yang berkhasiat sebagai antidiabetes. Senyawa metabolit sekunder dari daun insulin tersebut yang diisolasi dan didentifikasi adalah senyawa golongan flavonoid. Menurut Fawzy GA, dkk, beberapa senyawa flavonoid dari tanaman Cynanchum acutum L berperan sebagai antioksidan dan antidiabet adalah quercetin 3-O-betagalacturonopyranoside (1), quercetin 7-O-beta-glucopyranoside (2), tamarixtin 3O-beta-galacturonopyranoside (3), kaempferol 3-O-beta-galacturonopyranoside (4), 8-hydroxyquercetin 3-O-beta-galactopyranoside (5), tamarixtin 3-O-alpharhamnopyranoside (6), and tamarixtin 7-O-alpha-arabinopyranoside (7). Flavonoid merupakan golongan senyawa fenolik alam terbesar dan merupakan kandungan khas tumbuhan hijau kecuali algae (Markham, 1988). Ekstraksi flavonoid dapat dilakukan dengan menggunakan pelarut polar. Umumnya senyawa golongan flavonoid larut dalam pelarut alkoholik seperti etanol, metanol, dan butanol (Harborne, 1987). Berdasarkan latar belakang diatas, dilakukan penelitian isolasi dan identifikasi flavonoid ekstrak hasil maserasi dengan pelarut etanol 70% dari daun insulin (Smallanthus sonchifolius.) Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui keberadaan senyawa flavonoid pada ekstrak maserasi daun insulin dengan menggunakan metode KLT. Sedangkan analisis profil panjang gelombang
maksimal dan gugus fungsionalnya menggunakan analisis spektrofotometri UVVis dan IR. Penelitian ini diharapkan memberikan informasi awal profil senyawa flavonoid pada daun insulin yang berpotensi sebagai antidiabetes.
1.2 Rumusan Masalah Rumusan masalah dalam penelitian ini sebagai berikut : 1. Bagaimanakah hasil isolasi dan identifikasi senyawa flavonoid hasil
maserasi etanol 70% dari daun insulin menggunakan metode KLT. 2. Bagaimanakah hasil identifikasi senyawa flavonoid pada ekstrak maserasi
etanol
70%
terhadap
daun
insulin
dengan
menggunakan
metode
Kromatografi Kolom dan dianalisis dengan spektrofotometri UV Vis dan IR?
1.3 Tujuan Penelitian 1. Mengetahui isolasi dan identifikasi senyawa flavonoid hasil maserasi etanol
70% terhadap daun insulin dengan menggunakan metode KLT. 2. Mengidentifikasi senyawa flavonoid pada ekstrak maserasi etanol 70%
terhadap daun insulin dengan menggunakan metode Kromatografi Kolom dan dianalisis dengan spektrofotometri UV Vis dan IR.
1.4 Kegunaan Penelitian 1.4.1 Masyarakat Memberikan pengetahuan baru terhadap masyarakat tentang pemanfaatan bahan alam sebagai obat-obatan serta untuk menginovasi agar masyarakat mampu memanfaatkan tanaman obat yang mempunyai khasiat menyembuhkan penyakit. Serta mampu menberikan peluang bagi pelaku budidaya Tanaman Insulin.1.4.2 Mahasiswa Mahasiswa mampu berperan aktif untuk mengembangkan tanaman obat di sekitarnya. 1.4.3 Instansi Kesehatan Sebagai pengetahuan baru dapat dimanfaatkan lebih lanjut untuk penanggulangan suatu penyakit yang ada dalam masyarakat. 1.4.4 Industri Obat Tradisional Sebagai peluang untuk industri agar mampu memanfaatkan lebih lanjut penggunaan tanaman insulin sebagai bahan obat tradisional
1.5 Asumsi Penelitian 1. Senyawa golongan flavonoid pada daun Insulin berpotensi menurunkan kadar gula darah. 2. Metode maserasi dengan pelarut etanol 70% dapat digunakan untuk mengekstrak senyawa flavonoid pada daun insulin. 3. Metode KLT dapat digunakan untuk isolasi dan identifikasi senyawa flovonoid.
1.6 Ruang Lingkup Penelitian dan Keterbatasan Penelitian 1. Daun Insulin yang digunakan adalah daun insulin segar 2. Metode ekstraksi yang digunakan adalah metode maserasi selama 3 hari
menggunakan pelarut etanol 70%. 3. Uji kualitatif flavonoid dengan menggunakan reagen (Mg-HCl(p)), NH3(p) dan
H2SO4(p) , dan FeCl3 4. Metode isolasi dan identifikasi senyawa flavonoid dari daun insulin dengan
metode Kromatografi Lapis Tipis dengan reagen penampak noda H2SO4 5. Identifikasi senyawa flavonoid dari daun insulin hasil metode Kromatografi
Kolom dengan Metode Spektrofotometri UV-Vis dan IR 6. Jumlah isolat flavonoid dihitung dari jumlah penimbangan awal ekstrak
hingga akhir.
1.7 Definisi Istilah 1. Isolasi adalah sebuah usaha memisahkan senyawa yang bercampur untuk dapat menghasilkan senyawa tunggal yang murni. 2. Identifikasi adalah sebuah usaha menentukan nama, mengelompokkan, dan menempatkan dalam sistem klasifikasi 3. Flavonoid adalah golongan fenol terbesar di alam dan terdapat hampir di semua tumbuhan hijau.
4. Maserasi adalah metode penyarian dengan perendaman sampel dalam pelarut bertujuan untuk menarik zat aktif dalam sel oleh cairan penyari. 5. Etanol 70% adalah 70 bagian etanol murni dan 30 bagian air
BAB II TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Diabetes Melitus Diabetes melitus atau yang lebih dikenal dengan penyakit gula atau kencing manis diakibatkan oleh kekurangan hormon insulin (Tjokroprawiro, 1988). Hal ini disebabkan oleh pankreas sebagai produsen insulin tidak memproduksi insulin dalam jumlah yang cukup besar daripada yang dibutuhkan oleh tubuh, sehingga pembakaran dan penggunaan karbohidrat tidak sempurna (Tjokroprawiro, 1986). Dalam penanggulangan diabetes, obat hanya merupakan pelengkap dari diet. Obat hanya perlu diberikan bila pengaturan diet secara maksimal tidak berkhasiat mengendalikan kadar gula darah. Obat antidiabetes oral mungkin berguna untuk penderita yang alergi terhadap insulin atau yang tidak menggunakan suntikan insulin. Sementara penggunaannya harus dipahami, agar ada kesesuaian dosis dengan indikasinya, tanpa menimbulkan hipoglikemia. Karena obat antidiabetes oral kebanyakan memberikan efek samping yang tidak diinginkan, maka para ahli mengembangkan sistem pengobatan tradisional untuk diabetes melitus yang relatif aman (Agoes, 1991).
2.1.1 Penggolongan Diabetes a. Diabetes Mellitus Tipe 1 Diabetes ini merupakan bentuk diabetes parah yang biasa disebut diabetes tipe 1 (tergantung insulin). Diabetes tipe 1 adanya kelainan pada pasien yang
memiliki sedikit atau tidak normalnya fungsi produksi insulin. Oleh sebab itu pasien membutuhkan penambahan insulin dari luar tubuh (Sweetman, 2005). Diabetes tipe 1 tersebut sangat lazim terjadi pada anak remaja tetapi kadangkadang juga terjadi pada orang dewasa, khususnya yang non obesitas dan mereka yang berusia lanjut. Penyebab timbulnya diabetes tipe 1 ini antara lain karena adanya infeksi atau toksik lingkungan yang menyerang orang pada sistem imunnya yang secara genetis merupakan predisposisi terjadinya respon autoimun kuat yang menyerang ß pankreas (Katzung, 2002). b. Diabetes Mellitus Tipe 2 Diabetes Mellitus ini merupakan suatu kelompok heterogen yang terdiri dari bentuk diabetes yang lebih ringan, biasa disebut diabetes mellitus tipe 2 (tidak tergantung insulin) (Katzung, 2002). Diabetes Mellitus jenis ini biasanya timbul pada umur lebih dari 40 tahun. Kebanyakan pasien jenis ini bertubuh gemuk, dan resistensi terhadap kerja insulin dapat ditemukan pada banyak kasus. Penderita diabetes tipe 2 memiliki pankreas yang masih berfungsi tetapi menunjukkan defisiensi relatif, sehingga tubuh akan kehilangan kemampuan untuk memanfaatkan insulin secara efektif (Katzung, 2002). Sirkulasi insulin endogen cukup untuk mencegah terjadinya ketoasidosis tetapi insulin tersebut sering dalam kadar yang kurang dari normal atau relatif tidak mencukupi karena kurang pekanya jaringan untuk memproduksi insulin. c. Diabetes Gestasional Diabetes Gestasional ini biasanya terjadi pada pasien yang menderita hiperglikemia selama kehamilan. Diabetes yang diderita sebelum hamil disebut pregestational diabetes. Wanita yang mengalami diabetes tipe 1 pada saat hamil
dan wanita dengan asimptomatik diabetes tipe 2 yang tidak terdiagnosis dikelompokkan menjadi gestational diabetes. Namun, kebanyakan wanita penderita gestational diabetes homeostatis yang normal sampai paruh pertama (sampai bulan ke-5) masa hamil (Rimbawan, 2004). Diabetes ini dikarenakan pada sebagian wanita hamil memiliki kadar gula darah yang tinggi, tetapi kondisi diabetes ini bersifat sementara karena dapat hilang setelah melahirkan (Soegondo, 2007). d. Diabetes Mellitus lain (sekunder) Pada Diabetes Mellitus jenis ini hiperglikemia berkaitan dengan penyebab lain yang jelas, meliputi penyakit-penyakit pankreas, pankreatektomi, sindroma chusing, arcomegali dan sejumlah kelainan genetik yang tak lazim (Woodley dan Whelan, 1995).
2.2 Daun Insulin 2.2.1 Klasifikasi Ilmiah Divisi
: Plantae
Sub Divisi
: Angiosperma
(unranked)
:
Eudicots
(unranked)
:
Asterids
Bangsa
: Asterales
Suku
: Asteraceae
Marga
: Smallanthus
Jenis
: S. sonchifolius
Nama binomial : Smallanthus sonchifolius (Poeppig dan Endlicher)
H.Robinson Sinonim
: Polymnia sonchifolia Poeppig and Endlicher
2.2.2 Morfologi Tanaman Daun Insulin (Smallanthus sonchifolia) atau biasa dikenal dengan nama Yacon. Yakon (Smallanthus sonchifolia), merupakan tanaman dari keluarga bunga matahari, berdaun hijau tua seperti seledri, bunganya berwarna kuning berbentuk seperti bunga aster, mempunyai umbi yang dapat dimakan dengan daging berwarna putih kekuningan dan manis, tanaman ini dapat tumbuh hingga 1,5-3 m. Tanaman ini berasal dari Pegunungan Andes,
dan baru dikenal di
Indonesia sekitar tahun 2006. Bandung dan Yogyakarta merupakan pusat budidaya yakon di Indonesia saat ini. Tanaman ini sangat mudah ditanam, hanya dengan cara distek seperti menanam singkong (menancapkan batang yakon ke tanah) maka tanaman akan tumbuh subur dengan sendirinya. Perawatannya mudah, cukup disiram pagi dan sore hari. Tanaman yakon tumbuh subur walaupun tidak pernah diberi pupuk. Tetapi faktor kesuburan tanah juga sangat menentukan, mungkin karena kondisi tanahnya masih sangat subur sehingga tanaman pun dapat tumbuh subur tanpa perawatan khusus. 2.2.3 Potensi Secara empiris Daun Insulin (Smallanthus sonchifolia) berkhasiat sebagai obat diabetes, sebagai penguat hati dan obat masalah hati, sebagai antimikrobial untuk ginjal dan infeksi kandung kemih, sebagai antioksidan (terutama pada hati) juga dapat menurunkan kadar gula dalam darah.
2.3 Flavonoid 2.3.1 Pengertian Flavonoid Flavonoid merupakan salah satu metabolit sekunder, kemungkinan keberadaannya dalam daun dipengaruhi oleh adanya proses fotosintesis sehingga daun muda belum terlalu banyak mengandung flavonoid (Markham, 1988). Flavonoid memiliki struktur yang khas, yaitu adanya dua benzene yang terikat oleh rantai propana.
B 3
A 2 1
Gambar 1. Struktur Umum Flavonoid (Achmad, 1986). Flavonoid merupakan golongan terbesar senyawa fenol alam (Harbone,1987). Flavonoid merupakan senyawa polar karena mempunyai sejumlah gugus hidroksil yang tak tersulih atau suatu gula, sehingga akan larut dalam pelarut polar seperti etanol, metanol, butanol, aseton, dimetilsulfoksida, dimetilformamida, dan air. Adanya gula yang terikat pada flavonoid cenderung menyebabkan flavonoid lebih mudah larut dalam air. Sebaliknya, aglikon yang kurang polar seperti isoflavon, flavanon, dan flavon serta flavonol yang cenderung lebih mudah larut dalam pelarut seperti eter dan kloroform (Markham, 1988).
2.3.2 Penyebaran Flavonoid Flavonoid
merupakan
kandungan
khas
tumbuhan
hijau
dengan
mengecualikan alga. Flavonoid sebenarnya terdapat pada semua bagian tumbuhan termasuk daun, akar, kayu, kulit, tepung sari, nectar, bunga, buah, dan biji. Penyebaran jenis flavonoid pada golongan tumbuhan yang terbesar, yaitu angiospermae (Markham, 1988). Segi penting dari penyebaran flavonoid dalam tumbuhan ialah adanya kecenderungan kuat bahwa tetumbuhan yang secara taksonomi berkaitan akan menghasilkan flavonoid yang jenisnya serupa. Jadi, informasi yang berguna tentang jenis flavonoid yang mungkin ditemukan pada tumbuhan yang sedang ditelaah sering kali dapat diperoleh dengan melihat pustaka mengenai telaah flavonoid terdahulu dalam tumbuhan yang berkaitan, misalnya dari marga atau suku yang sama (Markham, 1988).
2.3.3 Sifat Kelarutan Flavonoid Flavonoid merupakan senyawa polifenol, dan karena sifat kimia senyawa fenol yang bersifat agak asam sehingga dapat larut dalam larutan basa. Namun karena adanya oksigen, maka dapat terurai bila dibiarkan dalam larutan basa, juga adanya sejumlah gugus hidroksil yang tak tersulih atau suatu gula maka flavonoid merupakan senyawa polar. Sehingga pada umumnya mudah larut dalam pelarut polar seperti : air, etanol, aseton, butanol, dan sebagainya. Karena mempunyai sejumlah gugus hidroksil yang tak tersulih, atau suatu gula, flavonoid merupakan senyawa polar dan seperti kata pepatah lama suatu golongan akan melarutkan golongannya sendiri, maka umumnya flavonoid larut cukupan dalam pelarut polar
seperti
etanol
(EtOH),
metanol
(MeOH),
butanol
(BuOH),
aseton,
dimetilsulfoksida (DMSO), dimetilformamida (DMF), air, dan lain-lain. Sebaliknya, aglikon yang kurang polar seperti isoflavon, flavanon, dan flavon serta flavonol yang termetoksilasi cenderung lebih mudah larut dalam pelarut seperti eter dan kloroform (Markham, 1988). Flavonoid dalam bentuk aglikon bersifat nonpolar, sedangkan dalam bentuk glikosida bersifat polar. Berdasarkan sifat flavonoid tersebut, maka untuk ekstraksi dapat digunakan etanol 70% sebagai bahan penyarinya, karena etanol 70% bersifat semi polar yang dapat melarutkan senyawa yang bersifat polar maupun non-polar. Selain itu, etanol 70% tidak menyebabkan pembengkakan membran sel dan memperbaiki stabilitas bahan obat terlarut (Harborne, 1987). Idealnya, untuk analisis fitokimia, harus digunakan jaringan tumbuhan segar.
Beberapa
menit
setelah
dikumpulkan,
bahan
tumbuhan
harus
dicemplungkan ke dalam alkohol mendidih. Kadang-kadang tumbuhan yang ditelaah tidak tersedia dan bahan mungkin harus disediakan oleh seorang pengumpul yang tinggal di benua lain. Dalam hal demikian, jaringan yang diambil segar harus disimpan kering di dalam kantung plastik, dan biasanya akan tetap dalam keadaan baik untuk dianalisis setelah beberapa hari dalam perjalanan dengan pos udara (Harborne, 1996).
2.3.4
Identifikasi Berdasarkan sifat golongan flavonoid yang berupa senyawa fenol, maka
warnanya akan berubah bila ditambah dengan
basa maupun ammonia. Oleh
karena itu flavonoid mudah dideteksi pada kromatogram larutan basa. Flavonoid juga dapat diidentifikasi dengan pereaksi Willstatter (Mg-HCl(p)), H2SO4(P), dan larutan FeCl3 (Sukadana, 2009). Apabila sampel positif mengandung flavonoid, maka terhadap pereaksi Willstatter (Mg-HCl(p)) menghasilkan warna merah kuat, H2SO4(P) kuning-orange pekat, dan dengan pereaksi FeCl3 menghasilkan warna biru-biru keunguan. Ion Magnesium mudah larut dalam suasana asam dan menghasilkan kation bivalen Mg2+ serta gas hidrogen. Adanya gas hidrogen dapat dibuktikan ketika penambahan asam klorida pekat kedalam larutan metanol dan serbuk magnesium, muncul busa atau gelembung udara pada campuran. Apabila warna yang dihasilkan adalah warna merah tua, maka senyawa termasuk golongan flavanon, sedangkan warna hijau sampai biru merupakan senyawa aglikon atau glikosida. 2.3.3
Kegunaan Flavonoid Flavonoid sering terdapat sebagai glikosida. Flavonoid mencakup banyak
pigmen yang paling umum dan terdapat pada seluruh dunia tumbuhan mulai dari fungus sampai angiospermae. Pada tumbuhan tinggi, flavonoid terdapat dalam bagian vegetatif maupun dalam bunga. Sebagai pigmen bunga flavonoid berperan dalam menarik burung dan serangga penyerbuk bunga. Flavonoid tertentu merupakan komponen aktif tumbuhan yang digunakan secara tradisional untuk mengobati gangguan fungsi hati, Silimirin dan Silybum marianum digunakan untuk melindungi membran sel hati dan menghambat sintesis prostaglandin. Dalam makanan, flavonoid dapat menurunkan agregrasi platelet dan mengurangi pembekuan darah. Pada kulit, flavonoid menghambat
pendarahan. Xanton dan Flavonoid oligomer dalam makanan mempunyai efek antihipertensi karena menghambat enzim penguat-angiotensin. Flavonoid dapat bersifat sebagai antidiabetes karena flavonoid mampu berperan sebagai senyawa yang dapat menetralkan radikal bebas, sehingga dapat mencegah kerusakan sel beta pankreas yang memproduksi insulin (Singab et al. 2005).
2.4 Metode Penyarian Pengambilan bahan aktif dari suatu tanaman, dapat dilakukan dengan ekstraksi. Dalam proses ekstraksi ini, bahan aktif akan terlarut oleh zat penyari yang sesuai sifat kepolarannya. Metode ekstraksi dipilih berdasarkan beberapa faktor seperti sifat dari bahan mentah obat, daya penyesuaian dengan tiap macam metode ekstraksi dan kepentingan dalam memperoleh ekstrak yang sempurna atau mendekati sempurna (Ansel, 1989). Metode-metode ekstraksi yang sering digunakan diantaranya : a. Maserasi Maserasi merupakan cara ekstraksi yang paling sederhana. Bahan simplisia yang dihaluskan sesuai dengan syarat farmakope (umumnya terpotongpotong atau berupa serbuk kasar) disatukan dengan bahan pengekstraksi. Selanjutnya rendaman tersebut disimpan terlindung dari cahaya langsung (mencegah reaksi yang dikatalisis cahaya atau perubahan warna) dan dikocok kembali. Waktu lamanya maserasi berbeda-beda antara 4-10 hari. Secara teoritis pada suatu maserasi tidak memungkinkan terjadinya ekstraksi absolute. Semakin
besar perbandingan cairan pengekstraksi terhadap simplisia, akan semakin banyak hasil yang diperoleh (Voigt, 1995). Cairan penyari yang digunakan dapat berupa air, etanol, air-etanol atau pelarut lain. Keuntungan cara penyarian maserasi adalah cara pengerjaan dan peralatan yang digunakan sederhana dan mudah diusahakan. b. Perkolasi Perkolasi dilakukan dalam wadah berbentuk silindris atau kerucut (perkolator), yang memiliki jalan masuk dan keluar yang sesuai. Bahan pengekstraksi yang dialirkan secara terus-menerus dari atas, akan mengalir turun secara lambat melintasi simplisia yang umumnya berupa serbuk kasar. Melalui penyegaran bahan pelarut secara terus-menerus, akan terjadi proses maserasi bertahap banyak. Jika pada maserasi sederhana, tidak terjadi ekstraksi yang sempurna dari simplisia karena akan terjadi keseimbangan konsentrasi antara larutan dalam sel dengan cairan disekelilingnya, maka pada perkolasi melalui suplai bahan pelarut segar, perbedaan konsentrasi tadi selalu dipertahankan. Dengan demikian ekstraksi total secara teoritis dimungkinkan (praktis jumlah bahan yang dapat diekstraksi mencapai 95%) (Voigt, 1995). c. Soxhletasi Soxhletasi dilakukan dalam sebuah alat yang disebut soxhlet. Cairan penyari diisikan pada labu, serbuk simplisia diisikan pada tabung dari kertas saring, atau tabung yang berlubang-lubang dari gelas, baja tahan karat, atau bahan lain yang cocok. Cairan penyari dipanaskan hingga mendidih. Uap cairan penyari naik ke atas melalui pipa samping, kemudian diembunkan kembali oleh pendingin tegak. Cairan turun ke labu melalui tabung yang berisi serbuk simplisia. Cairan
penyari sambil turun melarutkan zat aktif serbuk simplisia. Karena adanya sifon maka setelah cairan mencapai permukaan sifon, seluruh cairan akan kembali ke labu (Anonim, 1986).
2.5 Kromatografi Kromatografi adalah suatu metode analitik untuk pemurnian dan pemisahansenyawa-senyawa bermanfaatsebagai
cara
organik untuk
dan
menguraikan
anorganik. suatu
Kromatografi
campuran.
Dalam
kromatografi,komponen-komponen terdistribusi dalam dua fase yakni fase diam danfase gerak. Fase diam dapat berupa zat cair atau padat, sedangkaan fase gerak dapat berupa gas atau cairan (Khopkar, 1990).
2.5.1 Kromatografi Lapis Tipis Kromatografi Lapis Tipis adalah suatu metode pemisahan yang menggunakan plat atau lempeng kaca yang sudah dilapiskan adsorben yang bertindak sebagai fasa diam. Fase bergerak ke atas sepanjang fase diam dan terbentuklah kromatogram. Metode ini sederhana, cepat dalam pemisahan dan sensitif (Khopkar, 1990). Pada prinsipnya KLT dilakukan berdasarkan pada penggunaan fasa diam untuk menghasilkan pemisahan yang lebih baik. Fasa diam yang biasa digunakan dalam KLT adalah serbuk silika gel, alumina, tanah diatomedan selulosa (Harborne, 1987). Adapun cara kerja dari KLT yakni larutan cuplikan sekitar 1% diteteskan dengan pipet mikro pada jarak 1-2 cm dari batas plat. Setelah eluen atau pelarut dari noda cuplikan menguap, plat siap untuk dikembangkan dengan fasa gerak
(eluen) yang sesuai hingga jarak eluen dari batas plat mencapai 10-15 cm. Mengeringkan sisa eluen dalam plat dengan didiamkan pada suhu kamar. Noda pada plat dapat diamati langsung dengan menggunakan lampu UV atau dengan menggunakan pereaksi semprot penampak warna. Setelah noda dikembangkan dan divisualisasikan, identitas noda dinyatakan dengan harga Rf (Retardation Factor) (Anwar, 1994).
2.5.2 Kromatografi Kolom Zat penyerap (misalnya aluminium hidroksida yang telah diaktifkan, silica gel, kiselgur terkalsinasi, dan kiselgur kromatografi murni) dalam keadaan kering atau setelah dicampur dengan sejumlah cairan, dimampatkan ke dalam tabung kaca atau tabung kwarsa dengan ukuran tertentu dan mempunyai lubang pengalir keluar dengan ukuran tertentu (Depkes RI, 1989). Sejumlah sediaan yang diperiksa dilarutkan dalam sedikit pelarut ditambahkan pada puncak kolom dan dibiarkan mengalir ke dalam zat penyerap. Zat berkhasiat diserap dari larutan oleh bahan penyerap secara sempurna berupa pita sempit pada puncak kolom. Dengan mengalirkan pelarut lebih lanjut, dengan atau tanpa tekanan udara, masing-masing zat bergerak turun dengan kecepatan khas hingga terjadi pemisahan dalam kolom yang disebut kromatogram. Kecepatan bergerak zat dipengaruhi beberapa faktor misalnya daya serap zat,penyerap, sifat pelarut dan suhu dari sistim kromatografi (Depkes RI, 1989). Jika zat yang terpisah berwarna, atau berfluorosensi dengan sinar ultraviolet, kolom penyerap dapat dikeluarkan dan dengan cara memotong melintang, lapisan yang diperlukan dapat dipisahkan, zat disari dengan pelarut
yang cocok. Jika zat yang terpisah tidak berwarna, letak lapisan zat dapat ditetapkan dengan cara memberi warna atau menyemprot kolom yang telah dikeluarkan dengan pereaksi yang dapat membentuk warna. Zat radioaktif dapat diketahui tempatnya menggunakan pencacah Geiger Muller atau alat sejenis. Pemisahan yang lebih banyak dilakukan adalah pemisahan dengan mengalirkan pelarut melalui kolom sehingga zat berkhasiat yang dikehendaki ke luar dalam eluat. Cara ini disebut kromatogram mengalir. Kadar zat di dalam eluat dapat ditetapkan dengan cara titrasi, spektrofotometri atau kolorimetri atau pelarut dapat diuapkan hingga diperoleh zat dalam keadaan hampir murni. Jika dikehendaki, pemisahan beberapa zat berkhasiat dapat dilakukan dengan mengalirkan selanjutnya pelarut yang sama atau pelarut lain yang mempunyai daya eluasi yang lebih kuat (Depkes RI, 1989). Kadang-kadang digunakan modifikasi cara di atas yaitu dengan menambahkan campuran pada kolom. Sediaan dalam bentuk padat misalnya serbuk, tablet, tanpa pemisahan dari bahan tambahan dicampur dengan sebagian zat penyerap dan ditambahkan pada puncak kolom. Aliran pelarut menggerakkan zat berkhasiat turun pada kolom dengan cara seperti yang telah diterangkan di atas (Depkes RI, 1989).
2.6 Spektrofotometri UV-Vis Spektrofotometri UV-Vis adalah anggota teknik analisis spektroskopik yang memakai sumber radiasi elektromagnetik ultra violet dekat (190-380 nm) dan sinar tampak (380-780) dengan memakai instrumen spektrofotometer.
Spektrofotometri UV-Vis melibatkan energi elektronik yang cukup besar pada molekul yang dianalisis, sehingga spektrofotometri UV-Vis lebih banyak dipakai untuk analisis kuantitatif dibandingkan kualitatif (Mulja dan Suharman, 1995). Spektrofotometri ini biasanya juga digunakan untuk mendeteksi konjugasi. Molekul-molekul yang tidak mempunyai ikatan rangkap atau hanya mempunyai satu ikatan tidak menyerap sinar 200-800 nm. Lain halnya dengan senyawasenyawa yang mempunyai sistem konjugasi yang dapat menyerap sinar pada daerah ini, semakin panjang sistem konjugasinya maka makin besar panjang gelombang absorpsi (Siregar,1988). Untuk menganalisis struktur dari senyawasenyawa dari metabolit sekunder seperti senyawa flavonoid, spektrofotometri UVVis merupakan cara yang terbaik untuk mengkarakterisasi jenis-jenis senyawa flavonoid dan menentukan pola oksigenasi. Spektrum flavonoid biasanya ditentukan dalam larutan dengan pelarut metanol. Spektrum khas terdiri atas dua maksima pada rentang 240-285 nm (pita I) dan 330-550 nm (pita II). Petunjuk mengenai rentang maksima utama yang diperkirakan untuk setiap jenis flavonoid seperti ditunjukkan pada Tabel 1. Tabel 1. Rentangan Serapan Spektrum UV-Vis Flavonoid (Markham, 1988) Pita II (nm) Pita I (nm) Jenis flavonoid 250-280 310-350 Flavon 250-280 330-360 Flavonol (3-OH tersubstitusi) 250-280 350-385 Flavonol (3-OH bebas) 245-275 310-330 bahu Isoflavon kira-kira 320 Isoflavon (5-deoksi-5, puncak dioksigenasi) 275-295 300-330 bahu Flavanon dan dihidro flavonol 230-270 (kekuatan rendah) 230-270 (kekuatan rendah) 270-280
340-390 380-430 465-560
Khalkon Auron Antosianidin dan antosianin
7-
2.6.1 Instrumen Spektrofotometri Pada umumnya, konfigurasi dasar setiap spektrofotometri UV-Vis berupa susunan peralatn optik yang terkonstruksi sebagai berikut : SR → M → SK → D → A → VD Keterangan : SR
: Sumber Radiasi
M
: Monokromator
SK
: Sampel Kompartemen
D
: Detektor
A
: Amplifier / penguat
VD
: Visual Display
2.6.2
Sumber Radiasi Sumber Radiasi digunakan dalam spektrofotometri UV-Vis adalah lampu
tungstein dan wolfram. Sumber radiasi pada daerah UV mempunyai rentang panjang gelombang 190-380 nm, sedangkan pada daerah Vis mempunyai rentang panjang gelombang 380-780. 2.6.3
Monokromator Monokromator
mempunyai
fungsi
untuk
mendapatkan
radiasi
monokromator dari sumber radiasi yang memancarkan radiasi polikromator. 2.6.4
Sel kuvet Kuvet merupakan wadah sampel yang akan dianalisis. Ditinjau dari
pemakaian, kuvet ada 2 macam yaitu permanen terbuat dari bahan geas atau lembaran silika dan disposable yang terbuat dari teflon atau plastik.
2.6.5
Detektor Detektor adalah salah satu bagian spektrofotometri yang paling penting
yang berfungsi mengubah sinyal radiasi yang diterima dari sinyal elektronik, oleh karena itu detektor akan menentukan kualitas spektrofotometri. 2.6.6
Amplifier Berfungsi sebagai penguat sinyal, oleh karena IR yang diterima sangat
kecil sehingga diperlukan amplifier untuk mendapatkan resolusi yang baik dan mendapatkan derau yang minimal (Mulja, 1995) 2.6.7 Visual Display Sinyal elektronik yang dihasilkan oleh detektor kemudian sinyal detektor diperkuat
oleh
amplifier
harus
diubah
menjadi
bentuk
yang
dapat
diinterpretasikan dan harus mampu mengamati spektrum IR secara keseluruhan pada setiap frekuensi dengan sinambung (Mulja, 1987)
2.7 Spektrofotometri IR Bagian-bagian pokok dari alat spektrofotometer infra merah adalah sumber cahaya infra merah, monokromator, dan detektor. Bila sinar infra merah dilewatkan melalui cuplikan senyawa organik, maka sejumlah frekuensi diserap dan sebagian akan diteruskan. Energi yang diserap menyebabkan kenaikan amplitudo getaran atom-atom yang terikat, sehingga molekul tersebut berada dalam keadaan tereksitasi. Keadaan vibrasi dari ikatan terjadi pada keadaan tetap dan terkuantitas. Ada dua macam vibrasi molekul yaitu vibrasi ulur dan vibrasi tekuk. Pada vibrasi ulur terjadi perubahan jarak dua atom dalam satu molekul,
pada vibrasi tekuk terjadi perubahan sudut pada dua ikatan kimia secara seimbang (Mulja dan Suharman, 1995 ). Dalam bidang kimia spektrofotometri infra merah biasa digunakan untuk : a. Identifikasi gugus fungsional Dengan serapan infra merah yang dikuatkan dengan gugus fungsional dapat diperkirakan besarnya frekuensi tiap serapan yang harus muncul. b. Identifikasi sidik jari Spektra infra merah biasa dihubungkan dengan fibrasi molekul, dengan karakteristik yang unik spectra ini memberikan pita serapan yang juga karakteristik. c. Untuk interpretasi data Biasanya serapan dicatat pada pita diatas 1400 cm-1 dibawah 900 cm-1 (Sastrohamidjojo , 1991) Spektrum infra merah memberikan keterangan tentang molekul. Serapan setiap tipe ikatan hanya diperoleh dalam bagian- bagian kecil tertentu dari daerah fibrasi inframerah. Kisaran serapan yang kecil dapat digunakan untuk menentukan setiap tipe ikatan. Daerah gugus fungsional seperti ini terletak pada rentang antar 4000-1600 cm ( Sastrohamidjojo, 1992). Sampel yang dianalisis dapat berupa cairan, padatan, maupun bentuk gas.
2.8 Kerangka Teori Dalam penelitian ini, daun Insulin segar diekstraksi dengan cara maserasi sampel menggunakan pelarut etanol 70% dan didiamkan selama 3 hari. Etanol 70% digunakan sebagai penyari senyawa flavonoid, karena pelarut etanol 70%
merupakan pelarut standar dalam Farmakope Indonesia untuk menyari sediaan bahan alam yang akan dilakukan identifikasi senyawa aktif yang akan digunakan dalam sediaan farmasi. Selain itu kelarutan senyawa flavonoid dapat larut dalam etanol 70%, lebih selektif, tidak beracun, netral, absorbsinya baik, dan dapat bercampur dalam segala perbandingan. Menurut Sri Ariani dkk (2003), penggunaan etanol 70% sebagai pelarut dapat menghasilkan kadar flavonoid yang paling besar, sehingga ekstraksi dengan etanol 70% paling efektif untuk mendapatkan kadar flavonoid optimum. Menurut Pasaribu (2010), menyatakan nilai rendemen dengan maserasi etanol 70% pada isolasi flavonoid lebih tinggi daripada metode refluks dengan pelarut air. Maserat ini disaring dan diuapkan etanolnya agar tidak mengganggu hasil ekstraksi cair-cair nantinya. Maserat yang didapat, diekstraksi kembali dengan kloroform sebanyak 3x untuk masing-masing ekstraksi, untuk menghilangkan senyawa lain seperti lemak, terpena, klorofil, xantofil. Senyawa tersebut akan larut dalam kloroform karena kesamaan sifat yang non polar, sedangkan sisa air dan flavonoid bersifat polar sehingga tidak dapat larut dalam larutan non polar, sehingga akan lebih mudah untuk memisahkannya. Isolat yang mengandung senyawa flavonoid yang didapat kemudian diekstraksi dengan etil asetat guna mengikat flavonoid dari fasa air, untuk mendapat flavonoid yang optimal. Ekstraksi dilakukan sebanyak tiga kali dengan pelarut etil asetat tiap kali ekstraksinya. Kemudian Isolat yang didapat diuapkan dengan rotary evaporator untuk memisahkan fasa etil asetat dan flavonoid, dengan suhu 770C sesuai dengan titik didih etil asetat. Saat proses evaporasi, etil asetat akan menguap dan didinginkan di kondensor kemudian mengalir menuju wadah
yang disediakan. Proses evaporasi berakhir ketika sudah tidak ada lagi peristiwa kondensasi dari pelarut yang diuapkan. Selanjutnya dilakukan uji kualitatif dengan menggunakan reagen (MgHCl(p)), NH3-H2SO4(p) dan FeCl3. Apabila sampel positif mengandung flavonoid, maka terhadap pereaksi Willstatter (Mg-HCl(p)) menghasilkan warna merah orange, dengan pereaksi NH3-H2SO4(p) kuning-orange pekat, dan dengan pereaksi FeCl3 menghasilkan warna biru-biru keunguan. Setelah dipastikan Isolat yang diperoleh adalah golongan flavonoid, maka dilanjutkan isolasi kandungan flavonoid dari daun insulin (Smallanthus Sonchifolius) menggunakan teknik kromatografi lapis tipis (KLT) dengan berbagai macam pelarut pengembang yang didasarkan atas tingkat kepolaran dan dari hasil beberapa penelitian seperti butanol : asam asetat : air (4:1:5), (3:4:2), Kloroform : metanol (6:4), (7:3), (8:2), dan (9:1), Etil.asetat: As.asetat: As.Format: Air (100:11:11:23), Kloroform 30 ml dan Kloroform: Etil asetat (9:1). Orientasi ini bertujuan untuk memilih pelarut pengembang yang dapat memisahkan flavonoid secara optimal. Setelah proses eluasi selesai, kemudian plat KLT dikeringkan. Selanjutnya uji secara kualitatif reagen penampak noda yaitu H2SO4 untuk membuktikan benar tidaknya isolat yang didapat berupa flavonoid. Senyawa flavonoid yang disebutkan berperan sebagai antioksidan adalah biflavonoid. Biflavonoid merupakan dimer flavonoid yang dibentuk dari dua unit flavon atau dimer campuran antara flavon dengan flavanon dan atau auron. Eluen terbaik dari orientasi diatas kemudian digunakan sebagai eluen pada Kromatografi Kolom, hingga didapatkan fraksi yang kemudian diidentifikasi
kandungannya menggunakan metode KLT. Hasil identifikasi senyawa flavonoid dianalisis dengan spektrofotometri UV Vis dan IR. Analisis profil senyawa flavonoid menggunakan spektrofotometri UV-VIS digunakan untuk mengetahui panjang gelombang maksimal dan analisis spektrofotometri IR digunakan untuk mengetahui gugus fungsional dari senyawa flavonoid yang diidentifikasi. Menurut Sriningsih dkk (2009) pada isolasi flavonoid dalam tanaman senyawa asteraceae, dugaan awal adalah senyawa flavonoid golongan Flavon, flavonon, khalkon, flavonol yang memiliki pada panjang gelombang 254 – 343 nm.
BAB III METODE PENELITIAN
3.1 Rancangan Penelitian Penelitian ini merupakan penelitian yang bersifat observatif. Penelitian ini bertujuan untuk mengisolasi senyawa flavonoid menggunakan metode KLT dari hasil maserasi etanol 70% daun insulin (Smallanthus sonchifolia), serta mengidentifikasi hasil isolasi flavonoid dengan menggunakan metode KLT, Kromatografi Kolom serta spektrofotometri UV-Vis dan spektrofotometri IR. Dalam melaksanakan penelitian ini dibagi empat tahap kerja. Tahap pertama persiapan, mempersiapkan alat, bahan, dan sampel. Tahap kedua ekstraksi menggunakan metode maserasi etanol 70% selama 3 hari. Tahap ketiga adalah isolasi dan identifikasi senyawa flavonoid dari daun insulin dengan uji kualitatif dan metode Kromatografi Lapis Tipis dengan penampak noda reagen H2SO4 dan Kromatografi Kolom. Tahap keempat yaitu identifikasi senyawa flavonoid dari daun insulin hasil kromatografi kolom menggunakan metode Spektrofotometri UV-Vis dan IR.
3.2 Populasi dan Sampel Penelitian 3.2.1 Populasi Penelitian Populasi dalam penelitian ini adalah Tanaman Herba Insulin (Smallanthus sonchifolia)
3.2.2 Sampel Penelitian Sampel dalam penelitian ini adalah Herba Daun Insulin (Smallanthus sonchifolia) yang diambil segar dan diperoleh dari PT. Pusaka Sejati Tuban sebanyak 100 g.
3.3 Lokasi dan Waktu Penelitian 3.3.1 Lokasi Penelitian Penelitian isolasi dan identifikasi Flavonoid pada Daun Insulin dengan metode maserasi etanol 70% dilaksanakan di Laboratorium Farmakognosi dan Laboratorium Mikrobiologi Akademi Analis Farmasi dan Makanan Putra Indonesia Malang. 3.3.2 Waktu Penelitian Penelitian ini dilaksanakan pada Desember 2011 sampai dengan Juli 2012.
3.4 Definisi Operasional Variabel Variabel dalam penelitian ini terdiri dari variabel bebas dan variabel terikat, variabel bebasnya adalah isolat flavonoid daun insulin (Smallanthus sonchifolia) yang diperoleh dari hasil maserasi dengan pelarut etanol 70% selama 3 hari. Sedangkan variabel terikatnya adalah uji kualitatif flavonoid, identifikasi flavonoid dengan metode KLT dengan reagen penampak noda H2SO4 serta identifikasi senyawa flavonoid dengan metode
Spektrofotometri UV-Vis dan
Spektrofotometri IR dari hasil Kromataografi Kolom, seperti ditunjukkan pada tabel 3.4.1 Tabel 3.4.1 Definisi Opersional Variabel No. Variabel Sub Definisi Variabel 1. Ekstrak Maserat Memperoleh daun daun ekstrak dari 100 insulin insulin g Daun Insulin yang dimaserasi dengan 1000 ml etanol 70% 2
Hasil Skala Pengamatan Ukur Maserat Daun Nominal Insulin yang didapat setelah maserasi selama 3 hari
Isolasi dan Isolat Identifikasi Flavonoid Flavonoid
Mengisolasi Bercak Noda flavonoid dengan hasil proses metode KLT eluasi disemprot reagen H2SO4 dan Harga Rf Identifikasi Mengidentifikas Perubahan Flavonoid i flavonoid warna setelah secara kualitatif penambahan dengan reagen reagen (Mg-HCl(p)), H2SO4(P), dan FeCl3 Mengidentifikasi Mengetahui dengan panjang Spektrofotometri gelombang UV-Vis maksimum Mengidentifikasi Mengetahui dengan gugus Spektrofotometri fungsional IR senyawa flavonoid
3.5 Persiapan Penelitian 3.5.1 Alat dan Bahan 3.5.1.1 Alat yang digunakan dalam penelitian ini adalah :
Interval
Rasio
Ordinal
Ordinal
Beaker glass, Cawan Penguap, Gelas ukur, Batang pengaduk, Chamber, Tutup Chamber, Corong Pisah, Corong glass, Corong buchner, Erlenmeyer, Labutakar, Spirtus, Pipet tetes, Kaki 3, Asbes, Botol Semprot, Klem,
Statif,
Evaporator,
Kolom
Kromatografi,
Botol
Vial,
Spektrofotometri UV-Vis, Spektrofotometri IR 3.5.1.2 Bahan yang digunakan dalam penelitian ini adalah :
Herba Daun Insulin segar, Etanol 70%, Plat Silica, Aquadest, Kloroform, etil asetat, (Mg-HCl(p)), NH3-H2SO4(p), FeCl3, n-butanol, asam asetat, Metanol, Asam format, Glasswool, Kertas saring, Silica gel.
3.6 Pengumpulan Data 3.6.1 Metode Ekstraksi 1. 100 gram herba daun insulin segar dimaserasi dengan pelarut etanol 70%
sebanyak 1000 ml selama 3 hari 2. Maserat disaring menggunakan corong buchner 3. Maserat yang didapat dievaporasi dengan suhu ± 700C 4. Hasil diekstrak ulang sebanyak 3x dengan kloroform 20 ml untuk tiap
ekstraksi 5. Didapatkan ekstrak dalam fasa kloroform dan fasa air 6. Hasil ekstraksi fasa air diekstrak ulang sebanyak 3x dengan etil asetat 20
ml untuk tiap ekstraksi
7. Ekstrak yang didapat, dipekatkan dengan Rotary Evaporator dengan suhu
± 770C 8. Didapatkan Isolat 9. Isolat ditimbang
3.7 Pelaksanaan Penelitian 3.7.1 Ekstrak yang didapat diuji dengan reagen : (I)
Willstatter (Mg-HCl(p))
(II)
NH3- H2SO4(P)
(III)
FeCl3
3.7.2
Isolasi Flavonoid
3.7.2.1 Isolasi Flavonoid metode KLT 1. Menotolkan Isolat yang didapat pada plat KLT 2. Membuat larutan pengembang (I)
butanol : asam asetat : aquadest (4:1:5) (3:4:2)
(II)
Kloroform : metanol (6:4), (7:3), (8:2), dan (9:1),
(III)
Etil.asetat: As.asetat: As.Format: Air (100:11:11:23)
(IV)
Kloroform 30 ml
(V)
Kloroform: Etil asetat (9:1).
3. Proses eluasi 4. Mengamati pada sinar UV 254 nm 5. Menyemprot reagen penampak noda (I)
H2SO4
3.7.3 Kromatografi Kolom 1.Mengambil masing-masing bahan yang diperlukan sesuai dengan komposisi eluen yang terbaik dan dimasukkan kedalam labu ukur 500 ml 2. Menyiapkan Kolom Kromatografi dan masukkan silica gel dengan bantuan eluen hingga tanda batas, biarkan hingga mengendap 3. Mencampurkan sedikit silica gel pada sampel kemudian masukkan kedalam kolom kromatografi 4. Membuka kran kolom dan tampung masing-masing fraksi tiap 5 ml 5. Fraksi yang ditampung diuapkan hingga tidak tercium bau eluen, dan ditimbang 6. Melakukan eluasi dengan metode KLT terhadap fraksi yang didapat
3.7.3 Analisis Flavonoid metode Spektrofotometri UV-Vis 1. Hasil eluasi pada plat KLT berupa noda dikerok
2. Melarutkan dalam pelarut metanol 3. Hasil KLT dimasukkan ke dalam kuvet dan diamati spektrumnya pada panjang gelombang 200-600 nm.
Analisis Flavonoid metode Spektrofotometri IR
3.7.4
Hasil KLT preparatif yang menunjukkan adanya senyawa utama berdasarkan identifikasi dengan spetrofotometri UV-vis diuapkan pelarutnya. Isolat pekat diteteskan pada pelet KBr, dikeringkan kemudian dibuat spektrumnya. (Elfary, 2010).
3.8 Analisis Data Analisis data yang dilakukan dalam penelitian ini adalah Analisis Data Kualitatif yang dilakukan dengan metode Kromatografi Lapis Tipis (KLT) untuk memastikan bahwa hasil isolat yang diperoleh adalah flavonoid. Kemudian Analisis Data menggunakan Spektrofotometri UV-Vis untuk mengetahui panjang gelombang maksimum dari isolat flavonoid yang diperoleh. Analisis Data dengan Spektrofotometri IR untuk mengetahui gugus fungsional dari isolat flavonoid.
BAB IV HASIL PENELITIAN
4.1 Pembuatan Ekstrak Maserat diperoleh dengan menggunakan metode Maserasi selama 3 hari, menggunakan 100 gram Herba Daun Insulin segar dalam 1000 ml etanol 70%. Kemudian maserat didapat dengan penyaringan dengan corong buchner, dan didapatkan sebanyak 950 ml, dan dievaporasi guna menguapkan sisa etanol dalam maserat, proses ini menghasilkan maserat sebanyak 150 ml. Maserat yang didapat dilakukan pemisahan cair-cair dengan kloroform dan etil asetat menghasilkan 5,1549 g residu kloroform, 0,1433 g Isolat flavonoid, dan 26,12 g residu fase air.
4.2 Identifikasi Senyawa Flavonoid secara kualitatif Dilakukan Identifikasi senyawa flavonoid secara kualitatif dari Isolat flavonoid dengan penambahan reagen FeCl3 dan Mg-HCl diperoleh hasil seperti ditunjukkan pada tabel 4.1 Tabel 4.1 Hasil Uji Fitokimia Pereaksi
Hasil
Keterangan
FeCl3
Hitam
+
Mg-HCl-amil alkohol
Cincin jingga
+
Sedangkan identifikasi flavonoid dari Isolat dengan KLT sekaligus orientasi eluen terbaik untuk pemisahan kolom diperoleh hasil seperti ditunjukkan pada gambar 4.1 dan tabel 4.2 Tabel 4.2 Hasil Kromatografi Lapis Tipis Eluen N-butanol: As.asetat: Air
Kloroform : metanol
Etil.asetat: As.asetat: As.Format: Air Kloroform Kloroform: Etil asetat
Perbandingan
Jumlah Noda
4:1:5
1
4:2:3
1
6:4
1
7:3
1
8:2
3
9:1
7
100:11:11:23
1
30 ml
5
9:1
4
Orientasi eluen dilakukan dengan berbagai macam eluen dan perbandingan, dengan eluen n-butanol: As.asetat: Air (4:1:5) dan (4:2:3) masing-masing menghasilkan 1 noda, menunjukkan bahwa noda tidak terpisah. Eluen Kloroform: Metanol dengan perbandingan (6:4) dan (7:3) masing-masing juga menghasilkan 1 noda, dengan perbandingan (8:2) menghasilkan 3 noda, dan perbandingan (9:1) menghasilkan 7 noda. Eluen inilah yang dipilih karena dapat melakukan pemisahan dengan sempurna dan noda yang dihasilkan tidak mengekor. Eluen Etil.asetat: As.asetat: As.Format: Air (100:11:11:23) menghasilkan 1 noda yang
berarti tidak dapat terpisah juga. Eluen Kloroform 30 ml menghasilkan 5 noda. Eluen Kloroform: Etil asetat (9:1) menghasilkan 4 noda namun masih mengekor. Tabel 4.3 Isolat Flavonoid Sampel
Bobot
Hasil
Daun Insulin segar
100 g
0,1433 g
Isolat didapatkan dengan cara menimbang bobot awal hingga akhir ekstrak. Tabel diatas menyatakan bahwa Isolat yang didapat adalah 0,1433 gram.
Tabel 4.4 Hasil eluasi KLT dengan Kloroform: Metanol (9:1) Isolat yang didapat, diidentifikasi flavonoidnya dengan metode KLT menggunakan eluen Kloroform: Metanol (9:1), dan menghasilkan 7 noda dan Harga Rf seperti pada tabel 4.4 Noda
1
2
3
4
5
6
7
Rf
0,37
0,5
0,54
0,66
0,7
0,76
0,9
Warna
Hijau
Ungu
Hijau
Hijau
Ungu
Hijau
Hijau
4.3 Pemisahan Flavonoid Dengan Kromatografi Kolom Pemisahan Isolat flavonoid menggunakan kromatografi kolom dengan eluen kloroform: methanol (9:1) menggunakan 10 (sepuluh) fraksi yang dipilih secara acak dengan pola pemisahan yang berbeda dipaparkan pada tabel 4.5 dan gambar 4.2.
Tabel 4.5 Fraksi hasil pemisahan kromatografi kolom
Fraksi
Berat(g)
Jumlah noda
Rf
Fraksi
Berat(g)
Jumlah noda
Rf
F4
0,1416
0
0
F25
0,1272
0
0
F8
0,6666
0
0
F30
0,1237
0
0
F12
0,1803
0
0
F35
1,0591
1
0,56
F16
0,1204
0
0
F38
0,1124
2
F21
0,1140
0
0
F44
0,1357
1
0,48 0,71 0,77
4.1 Identifikasi Senyawa Flavonoid Menggunakan Spektrofotometri UV-Vis dan FT-IR Isolat Flavonoid dari Kromatografi Kolom, diidentifikasi secara kualitatif dengan menggunakan spektrofotometri UV-Vis dan spektrofotometri FT-IR. Hasil identifikasi flavonoid secara kualitatif ditunjukkan pada gambar 4.1 dan 4.2. Tabel 4.5 Analisis spektrum UV-Vis senyawa isolat (F2)
Fraksi
Panjang Gelombang (λ) max (nm)
Absorbansi
F35
230,0 270,0 329,0
3,039 1,679 1,822
Tabel 4.6 Analisis spektrum inframerah senyawa isolat (F2)
1
Bilangan Gelombang (cm-1) Pada spektra Pada Pustaka 3415,70 3500 - 3000
2
2923,88
No
2854,45 3
1739,67
4
1660,60 1620,09
5
Area
Melebar
40,637
Dugaan Gugus Fungsional -OH
58,4871
-CH alifatik
2950 - 2800
Tajam
1850 - 1730
Tajam
1680 - 1630
Melebar
1550,66 1504,37
6
Bentuk Pita
9,015 11,818 2,083 3,149
C=C
0,913 1610 - 1400
Melebar
1,015
1460,01
8,108
1373,22
7,044
1222,79
10,251
1161,07
-C=O
1300 - 1000
Melebar
5,22
1114,78
5,013
1031,85
6,874
-C=C Aromatic
-C-O alkohol
BAB V PEMBAHASAN
Penelitian ini menggunakan Herba Daun Insulin atau Yacon (Smallanthus sonchifolia) sebagai sampel untuk mengisolasi dan mengidentifikasi flavonoid yang ada. Daun Insulin yang merupakan tanaman berasal dari pegunungan Andes, Peru saat ini belum diketahui kandungan senyawa kimianya namun telah banyak digunakan sebagai obat antidiabetes. Senyawa yang berpotensi sebagai penurun kadar gula darah atau memiliki aktivitas antidiabetes dalam suatu tanaman adalah senyawa flavonoid. Oleh karena itu perlu dilakukan isolasi dan identifikasi senyawa flavonoid pada tanaman daun insulin (Zulhipri 2007). Daun yang digunakan berupa daun insulin segar. Sebanyak 100,0519 g. Penggunaan Daun Insulin segar sebanyak 100 gram didasarkan pada praktikum pendahuluan sebelumnya yang menggunakan simplisia sebanyak 10 dan 50 gram namun tidak mendapatkan hasil yang maksimal. Sehingga jumlah sampel ditingkatkan menjadi 100 gram dan diharapkan menghasilkan isolat yang lebih optimal. Daun Insulin segar digunakan sebagai sampel dalam penelitian ini karena simplisia bukan bahan baku yang cocok untuk mengisolasi senyawa flavonoid. Karena menurut (Harborne, 1996), jaringan yang diambil segar akan tetap dalam keadaan baik untuk dianalisis. Metode penyarian yang digunakan adalah Maserasi yang dilakukan selama 3 hari untuk memisahkan flavonoid dari daunnya. Metode ini dipilih karena berdasarkan penelitian sebelumnya (Sri Arini, 2003) yang mengisolasi &
mengidentifikasi senyawa flavonoid menggunakan metode Maserasi Etanol 70% menghasilkan rendemen sebanyak 13,67%. Metode Penyarian dengan Maserasi juga digunakan pada Isolasi Senyawa Golongan Flavonoid pada tanaman yang berasal dari famili yang sama dengan daun insulin yaitu Asteraceae (Sriningsih). Pada orientasi sebelumnya yang menggunakan serbuk daun insulin yang telah berupa simplisia, tidak mendapatkan hasil yang optimal, sehingga digunakan sampel berupa daun segar. Maserasi dilakukan dengan merendam sampel berupa daun insulin segar sebanyak 100,0519 g dalam pelarut berupa etanol 70% sebanyak 1000 ml. Setelah proses maserasi selesai, maserat didapatkan dengan penyaringan menggunakan corong buchner hingga didapat maserat sebanyak ± 950 ml, kemudian dievaporasi untuk memisahkan etanol yang terdapat dalam maserat agar tidak mengganggu proses ekstraksi cair-cair dan didapat 150 ml. Maserat kemudian diekstraksi cair-cair dengan Kloroform dan Etil Asetat. Ekstraksi menggunakan kloroform bertujuan untuk memisahkan senyawa-senyawa seperti klorofil, lemak, terpena, dan xantofil. Senyawa tersebut akan larut dalam kloroform karena kesamaan sifat yang non polar, sedangkan sisa air dan flavonoid bersifat polar sehingga tidak dapat larut dalam larutan non polar, sehingga akan lebih mudah untuk memisahkannya. Residu kloroform yang didapat yaitu 5,1549 g. Sisanya berupa Fasa air yang mengandung senyawa flavonoid yang didapat kemudian diekstrak dengan etil asetat guna mengikat flavonoid dari fasa air, untuk mendapat flavonoid yang optimal. Isolat yang didapat ditimbang guna mengetahui hasil yang didapat. Dari hasil penimbangan, didapatkan Isolat sejumlah 0,1433 g. Sedangkan sisanya berupa fasa air sejumlah 26,12 g. Dari Isolat yang dihasilkan,
digunakan untuk proses KLT sebelum Kromatografi kolom sebagai acuan, juga dilakukan uji kualitatif menggunakan ekstrak yang didapat dengan reagen FeCl3 untuk mengetahui ada atau tidaknya senyawa flavonoid dalam sampel. Uji dilakukan dengan mengambil 1 ml ekstrak dan ditambahkan FeCl 3, dikocok dengan kuat menunjukkan bahwa ekstrak positif mengandung flavonoid, karena ekstrak bereaksi positif dengan FeCl3 membentuk warna hitam. Pereaksi FeCl3 bereaksi dengan ion fenolat membentuk ion kompleks [Fe(Oar)6]3-. Ekstrak juga memberi hasil positif flavonoid dengan penambahan Mg-HCl dan penambahan 1 ml amil alkohol membentuk warna cincin kuning kemerahan. Tahapan metode selanjutnya adalah Identifikasi menggunakan metode KLT untuk mengetahui komponen penyusun dari ekstrak daun insulin. Metode ini dipilih karena dianggap metode yang baik dan sederhana untuk pemisahan suatu senyawa. Pada prinsipnya KLT dilakukan berdasarkan fase diamnya (silika gel) yang terdapat pada plat dan fase geraknya yakni pelarut. Isolasi dan identifikasi senyawa flavonoid dengan metode KLT dilakukan dengan menggunakan berbagai macam eluen seperti n-butanol:asam:asetat-air (4:1:5) (Wijono, 2003), nbutanol:asam (100:11:11:23)
asetat:H2O (4:2:3), etil (Kiranmai,
2011),
asetat:asam asetat:asam kloroform:etil
asetat
format:air
(9:1),
dan
kloroform:methanol (6:4), (7:3), (8:2), dan (9:1) (Hendra, 2010). Hasil KLT menunjukkan bahwa eluen yang sesuai adalah kloroform-metanol (9:1). Eluen ini dipilih karena menghasilkan pemisahan yang paling baik dengan noda yang jelas dan tidak mengekor pada orientasi eluen sebelumnya dan didapatkan 7 noda dari proses KLT ini, dari ketujuh noda tersebut diantaranya noda 1,3,4,6 dan 7 berwarna hijau dilihat tanpa sinar UV, maupun dibawah sinar UV warna yang
dihasilkan sama. Hal ini dimungkinkan karena masih adanya senyawa Klorofil dalam ekstrak karena proses ekstraksi yang kurang sempurna. Sedangkan pada noda 2 dan 5 tidak nampak berwarna jika dilihat tanpa sinar UV, dan dibawah sinar UV noda terlihat berwarna ungu. Noda berwarna ungu inilah yang diduga berupa golongan flavonoid. Noda kedua memiliki Rf 0,5 dan Noda kelima memiliki Rf 0,7. Warna Noda dan Harga Rf inilah yang nantinya digunakan sebagai dasar pada KLT setelah proses Kromatografi Kolom. Reagen penampak noda yang disemprotkan adalah H2SO4, reagen ini dipilih karena dapat memberikan warna terhadap golongan flavonoid karena adanya reaksi dehidrasi karena pembentukan ikatan rangkap sehingga akan terbentuk gugus kromofor yang menghasilkan warna. Kromatografi Kolom dilakukan untuk memisahkan senyawa yang kemungkinan masih belum terpisah secara sempurna, dengan cara melarutkan fasa diam berupa Silica gel dengan sedikit eluen yang akan digunakan yaitu Kloroform:Metanol 9:1, Fasa diam yang digunakan ± 40 g dan menggunakan eluen sebanyak 500 ml, setelah siap, kemudian Isolat yang didapat dimasukkan dan ditampung tiap 5 ml fraksi yang didapat kedalam botol vial, dalam proses ini menghasilkan sebanyak 75 fraksi. Dari fraksi-fraksi tersebut didapatkan beberapa fraksi diantaranya tidak berwarna, berwarna hijau dan kehitaman, kemudian dilakukan uji dengan metode KLT, dari fraksi 1 sampai 10 tidak tampak noda yang dihasilkan, kemudian dilakukan pemilihan 10 fraksi secara acak dari fraksi nomor 4,8,12,16,21,25,30,35,38, dan 44. Dari fraksi-fraksi tersebut, dihasilkan noda yang tampak pada sinar UV 254. Fraksi nomor 35 yang menghasilkan noda tunggal berwarna ungu dengan
harga Rf 0,5 yang sama dengan standar yaitu 0,56. Fraksi nomor 35 inilah yang dianggap mengandung flavonoid untuk selanjutnya diambil dan diidentifikasi menggunakan Spektrofotometri UV-Vis & Spektrofotometri IR. Fraksi nomor 38 menghasilkan 2 noda berwarna hijau dengan harga Rf 0,48 dan 0,71 dan Fraksi nomor 44 menghasilkan 1 noda dengan harga Rf 0,77. Harga Rf dipengaruhi beberapa faktor seperti Penotolan pada KLT, Bejana Pengembang, dan Ukuran plat. Analisis profil senyawa dari fraksi hasil Kromatografi kolom yang dilakukan dengan spektrofotometri FT-IR, pada komponen utama senyawa golongan flavonoid pada daun insulin (F35) diteteskan pada pellet KBr dibuat pellet dan dianalisis. Hasil identifikasi ditunjukkan pada gambar spektrum FT-IR terlampir pada Lampiran 11. Menurut Silverstein et al (1986) pita- pita khas yang teramati dalam spektrum senyawaan flavonoid dihasilkan oleh vibrasi ulur O-H dan ulur C-O.dapat dilihat adanya gugus -OH (3415,70) vibrasi ini menunjukkan adanya gugus O-H yang membentuk ikatan hidrogen. Pita yang menunjukkan gugus CH alifatik dihasilkan oleh vibrasi ulur CH alifatik (2923,89;2854,45), Pita yang menunjukkan gugus C=O dihasilkan oleh vibrasi ulur C=O (1739,67) yang merupakan ciri , Pita yang menunjukkan gugus C=C aromatik dihasilkan oleh vibrasi
ulur
C=C
aromatik
(1550,66;1504,37;1460,01),
dan
Pita
yang
menunjukkan gugus C-O alkohol dihasilkan oleh vibrasi ulur C-O alkohol (1373,22;1222,79;1161,07;1114,78;1031,85). Berdasarkan hasil tersebut dapat dikatakan fraksi ke-35 (F35) senyawa flavonoid yang memiliki gugus OH, CH alifatik, C=O, C=C, C=C aromatik, dan C-O alkohol.
Hasil identifikasi dengan spektrofotometri UV-Vis untuk isolat F35 digunakan pelarut dan blanko metanol. Isolat dilarutkan dalam metanol dan dimasukkan dalam kuvet untuk dibaca. Hasil identifikasi ditunjukkan pada gambar spektrum UV-Vis terlampir pada Lampiran 12, menunjukkan adanya karakteristik untuk senyawa flavonoid pada panjang gelombang maksimum pada 230, 270, dan 329 nm. Menurut Harbone, Identifikasi senyawa golongan flavonoid dapat dilanjutkan dengan identifikasi panjang gelombang maksimal menggunakan pereaksi geser untuk menentukan pola oksigenasi, kedudukan gugus hidroksil dan jenis flavonoid. Beberapa pereaksi geser yang digunakan seperti NaOH, AlCl3, NaOAc, NaOAc-H3BO3. Hasil analisis isolat tanaman anting-anting menggunakan spektrofotometri UV-Vis (Inayah, 2011), penggunaan pereaksi geser NaOH menghasilkan ada pergeseran batokromik pada pita I dan pita II sebesar 1,1 nm. Hal ini menunjukkan adanya gugus hidroksi (OH) pada posisi C-4’. Selanjutnya dapat ditunjang identifikasi dengan LC-MS dan NMR agar dapat mengetahui struktur dari senyawa flavonoid tersebut. Pemanfaatan tanaman herba insulin untuk saat ini di PT. Pusaka Sejati Tuban sebagai terapi antidiabetes digunakan serbuk simplisia kering yang dibuat dalam sediaan kapsul. Hasil dari penelitian yang sudah dilakukan, penggunaan tanaman daun insulin dalam bentuk daun segar lebih baik dibandingkan dengan serbuk simplisia kering, sehingga senyawa flavonoid dapat tereksplor lebih baik.
BAB VI PENUTUP
6.1 Kesimpulan Berdasarkan hasil penelitian dapat disimpulkan bahwa : 6.1.1
Hasil isolasi dan identifikasi senyawa flavonoid pada Isolat daun insulin (Smallanthus sonchifolius) dengan metode KLT dengan eluen kloroform : metanol (9:1) diperoleh tujuh noda berwarna hijau dan ungu dengan penampak noda H2SO4
6.1.2
Hasil pemisahan senyawa flavonoid pada Isolat daun insulin (Smallanthus sonchifolius) dengan metode Kromatografi Kolom diperoleh 75 fraksi berupa fraksi tidak berwarna, fraksi berwarna hijau, dan fraksi berwarna kehitaman. Fraksi ke-35 merupakan komponen utama. Analisis profil senyawa pada fraksi ke-35 Metode Spektrofotometri IR diperoleh adanya gugus -OH (3415,70), CH alifatik (2923,89;2854,45), C=O (1739,67), =C aromatik (1550,66;1504,37;1460,01), C-O alkohol
(1373,22;1222,79;
1161,07;1114,78;1031,85).
6.2 Saran 6.1.3
Metode penyarian dapat disempurnakan dengan penggabungan metode Maserasi-Perkolasi agar mendapatkan ekstrak yang optimal.
6.1.4
Pada ekstraksi cair-cair harus dilakukan dengan baik supaya senyawa lain yang dapat terpisah sempurna agar tidak mempengaruhi proses selanjutnya hingga hasil akhir.
6.1.5
Perlu dilakukan penambahan pereaksi geser pada identifikasi flavonoid dengan spektrofotometri UV-Vis.
6.1.6
Perlu dilakukan penelitian lebih lanjut untuk mengidentifikasi golongan flavonoid pada daun insulin (Smallanthus sonchifolius) menggunakan analisis NMR, dan LC-MS untuk menentukan strukturnya.
6.1.7
Pemanfaatan daun insulin segar lebih baik untuk menghasilkan efektifitas yang optimal.
DAFTAR RUJUKAN
Agoes , A. 1991. Pengobatan Tradisional di Indonesia, Medika No. 8, Thn 17, hal.632
Ansel, H.C. 1989. Pengantar Bentuk Sediaan Farmasi, Edisi V. , Jakarta : Universitas Indonesia Press Arini Sri, dkk. 2003 . Daya Antioksidan dan Kadar Flavonoid hasil Ekstraksi Etanol –Air Daging Buah Mahkota Dewa (Phaleria macrocarpa (Scheff.) Boerl). Yogyakarta : Universitas Yogyakarta. Barton, G.M., Evans, R.S., Gardner, Jaf, 1952 cit Stahl (Ed). 1969. Thin Layer Chromatography, 876, New York : Springer Verlag, Berlin, Heidelberg. Harborne, J.B. 1987. Comparative Biochemistry of Flavonoids 41-43, London : Academic Press. http://ikakusumaningarum.wordpress.com/2011/12/17/flavonoid-adalah/, diakses 23 Juli 2012 Inayah, Faidatul. Isolasi dan Identifikasi Senyawa Flavonoid Ekstrak Metanol dari Tanaman Anting-anting (Acalypha indica Linn.) metode UV-Vis dan FTIR. 2011. Skripsi tidak diterbitkan. Markham, K.R. 1988 Cara Mengidentifikasi Flavonoid, diterjemahkan oleh Kosasih Padmawinata, Bandung : Penerbit ITB. Pasaribu, Gunawan. 2010. Aktivitas Inhibisi Alfa Gluksidase pada beberapa jenis Kulit Kayu Raru (http://elfahrybima.blogspot.com/2010/10/isolasi-danidentifikasi-senyawa _05.html), diakses 22 Desember 2011) Ratri, Widyasari Nilam. 2008. Uji Kelarutan Batu Ginjal Kalsium dalam fraksi air dan fraksi etil asetat daun Jagung ( Zeamays L ) secara in vitro dengan Metode Spektrofotometri Serapan Atom. Skripsi tidak diterbitkan. Surakarta : Universitas Muhammadiyah Surakarta Sastrohamidjoyo. 1991. Kromatografi. Liberty. Yogyakarta
Sriningsih, dkk. 2009. Analisa Senyawa Golongan Flavonoid Herba Tempuyung (Sonchus arvensis L.). Pusat P2 Teknologi Farmasi dan Medika Deputi Bidang TAB BPPT & Fakultas Farmasi Universitas Pancasila Tjokroprawiro, A. 1986. Diabetes Melitus Aspek Klinik dan Epidemiologi, Surabaya : Airlangga University Press. Tjokroprawiro A., 1980, Prevalensi Diabetes Melitus Dewasa di Kodya Surabaya, Surabaya : Lembaga Penelitian Universitas Airlangga. Zulhipri, dkk. 2007. Uji Fitokimia dan Aktivitas Anti Diabetes Ekstrak Biji Rambutan (Nephelium Lappaceum L) Dengan Berbagai Pelarut. Jakarta: Universitas Negri Jakarta.
Lampiran 1. Gambar Daun Insulin
Lampiran 2. Diagram Alir Perlakuan
Maserasi 3 hari
Daun Insulin
Penyaringan dengan buchner
Identifikasi Uji Warna
KLT dengan beberapa eluen
Ekstraksi cair-cair
Penampungan fraksi @5ml
KLT
Evaporasi
Kromatografi Kolom
Identifikasi dengan Spektrofotometri UV Vis Identifikasi Spektrofotometri FT-IR
Lampiran 3. Hasil Uji Identifikasi Uji Warna
Sampel + FeCl3
Sampel + Mg-HCl + 1 ml Amil Alkohol
Lampiran 4. Kromatografi Kolom
Lampiran 5. Fraksi Kolom
Fraksi berwarna hijau
Fraksi berwarna kehitaman
Lampiran 6. Perhitungan Rendemen Flavonoid
Bobot botol + rendemen = Bobot botol kosong
19,0213 g
= 18,8780 g 0,1433 g
Lampiran 7. Kromatogram orientasi eluen
(VI)
Butanol : As. Asetat : Air (3:4:2)
(VII)
Butanol : As. Asetat : Air (4:1:5)
(VIII)
Kloroform : Metanol (6:4),
(IX)
Kloroform : Metanol (7:3)
(X)
Etil.asetat : As.asetat : As.Format : Air (100:11:11:23)
(XI)
Kloroform : Etil asetat (8:2)
(XII) Kloroform 30 ml (XIII)
Kloroform : Etil asetat (9:1)
Lampiran 8. Hasil KLT (Standar)
Noda
1
2
3
4
5
6
7
Rf
0,37
0,5
0,54
0,66
0,7
0,76
0,9
Warna
Hijau
Ungu
Hijau
Hijau
Ungu
Hijau
Hijau
Lampiran 9. KLT Hasil Fraksi Kolom
FFrak si
JJumlah noda
RRf
FFrak si
JJumlah noda
RRf
F4
00
00
F25
00
00
F8
00
00
F30
00
00
F12
00
00
F35
11
00,56
F16
00
00
F38
22
F21
00
00
F44
21
00,48 00,71 00,77
Lampiran 10. Perhitungan Rf KLT KLT Standar
KLT Fraksi 35 Rf =
5,6 = 0,56 cm 10
Lampiran 11. Hasil identifikasi spektrofotometri UV-Vis
Lampiran 12. Hasil identifikasi spektrofotometer FT-IR