Eksistensi KORPRI dalam Meningkatkan Pelayanan Kepada Masyarakat Sejalan dengan Amanat UU Nomor 5 Tahun 2014 Tentang Aparatur Sipil Negara (ASN) Yohanes Krismantyo Susanta Kemajuan suatu bangsa tidak hanya ditentukan oleh pemimpin atau kepala negara melainkan oleh seluruh rakyat Indonesia dalam kapasitas dan keberadaannya masing-masing. Korps Pegawai Republik Indonesia (selanjutnya disingkat KORPRI) merupakan salah satu elemen yang turut ambil bagian dan berperan serta demi terwujudnya harapan tersebut. Apabila seseorang berbicara tentang eksistensi, maka keberadaan atau eksistensi tersebut tentu memiliki sebuah awal, sebuah permulaan. 29 November 1971 merupakan awal atau hari lahirnya KORPRI. Hal tersebut berarti pada tahun 2014 ini, KORPRI merayakan hari jadi yang ke- 43 tahun. Hal ini juga berarti bahwa eksistensi KORPRI di bumi Indonesia telah berjalan selama 43 tahun lamanya. Usia tersebut menandakan bahwa KORPRI sudah melewati usia balita, remaja, atau pun pemuda. KORPRI telah memasuki usia yang matang, usia dewasa. Hal tersebut juga berarti bahwa KORPRI telah memiliki banyak pengalaman dan turut menyaksikan jatuh bangunnya negeri ini. Dalam perjalanan yang cukup panjang itu, KORPRI tentu telah memiliki banyak sumbangsih bagi bangsa Indonesia. Usia yang matang identik dengan banyaknya pengalaman (asam dan garam). Berbagai pengalaman yang ada seharusnya membuat KORPRI belajar baik dari keberhasilan maupun kegagalan atau kesalahan yang telah terjadi di masa lalu. Belajar dari sejarah seolah melihat cermin diri yang daripadanya, KORPRI pun dapat terus termotivasi untuk memperbaiki diri, mengusahakan yang terbaik, serta setia mengabdi dan melayani bangsa dan negara.
Undang-undang Nomor 5 Tahun 2014 tentang Aparatur Sipil Negara (ASN) menyebutkan bahwa salah satu dasar penetapan undangundang tersebut adalah adanya pertimbangan “bahwa dalam rangka pelaksanaan cita-cita bangsa dan mewujudkan tujuan negara sebagaimana tercantum dalam pembukaan Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945, perlu dibangun aparatur sipil negara yang memiliki integritas, profesional, netral dan bebas dari intervensi politik, bersih dari praktik korupsi, kolusi, dan nepotisme, serta mampu menyelenggarakan pelayanan publik bagi masyarakat dan mampu menjalankan peran sebagai unsur perekat persatuan dan kesatuan bangsa berdasarkan Pancasila dan Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945.” Hal tersebut bukan berarti bahwa KORPRI telah gagal melaksanakan tugasnya sehingga perlu ditetapkan undang-undang yang baru. Justru hal tersebut berarti bahwa eksistensi KORPRI diakui namun tidak berhenti sampai di situ. Penetapan undang-undang tersebut sekaligus menunjukkan bahwa Negeri ini menginginkan para anggota KORPRI yang berkualitas dan bermoral tinggi. Dengan demikian, KORPRI dituntut untuk terus memacu diri dalam meningkatkan mutu dan pelayanan kepada masyarakat untuk kemajuan bangsa dan negara. Dalam Bab 1 pasal 1 UU Nomor 5 tahun 2014 tentang ASN disebutkan bahwa: “aparatur sipil negara yang selanjutnya disingkat ASN adalah profesi bagi pegawai negeri sipil dan pegawai pemerintah dengan perjanjian kerja yang bekerja pada instansi pemerintah.” KORPRI terdiri dari pegawai negeri sipil dan pegawai pemerintah. Dengan demikian, anggota KORPRI merupakan anggota Aparatur Sipil Negara (selanjutnya disingkat ASN). Selama ini, menjadi seorang ASN dipandang sebagai sebuah jabatan, posisi atau kedudukan yang layak di masyarakat. Maka tidak mengherankan jika setiap tahun, ada begitu banyak orang yang mendaftarkan diri dan berusaha untuk menjadi anggota ASN. Akan tetapi, UU Nomor 5 tahun 2014 tersebut kembali mengingatkan hakikat seorang
2
ASN. ASN merupakan sebuah profesi. Kata profesi atau profession berasal dari kata kerja to profess yang berarti mengaku. Kata mengaku tidak digunakan secara sembarangan. Kamus Besar Bahasa Indonesia mencatat bahwa mengaku berarti menyatakan, membenarkan, menerima, menanggung, menyanggupi.1 Demikian halnya dengan makna terdalam dari to profess atau profession. To profess berarti mengaku dengan seluruh eksistensi, dengan menanggung konsekuensi dan dengan sepenuh hati.2 Hal tersebut menunjukkan bahwa profesi berarti pekerjaan yang dilakukan dengan sepenuh hati serta bersedia menanggung konsekuensi sesuai dengan nilai-nilai luhur profesi tersebut. Jadi, seorang profesional berarti memiliki kemampuan dan sikap untuk melaksanakan pekerjaannya sesuai dengan tuntutan profesinya. Inilah hakikat seorang ASN yang harus diketahui dan dicamkan dengan baik. Dalam undang-undang tersebut juga diatur mengenai hak dan kewajiban ASN. Lalu bagaimana peran serta dari ASN selaku pelaksana dari undang-undang tersebut? Berdasarkan isi undang-undang tersebut, secara ringkas, peran dan tanggung jawab ASN adalah meningkatkan pelayanan kepada masyarakat –sebagaimana penggalan dari judul tulisan ini. ASN tidak boleh hanya memperhatikan kepentingannya sendiri. ASN harus melayani kepentingan masyarakat. Kata “melayani” berasal dari kata dasar “pelayan.” Menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia, melayani adalah membantu menyiapkan (mengurus) apa-apa yang diperlukan seseorang. Sementara pelayan adalah pelaku, orang yang melayani.3 Hal tersebut kembali memberikan sebuah penegasan bahwa ASN selaku pelayan masyarakat tidak hanya memiliki hak tetapi juga sebuah kewajiban yang harus dilakukan untuk kepentingan masyarakat luas. Hal tersebut bukan berarti bahwa pekerjaan melayani ini adalah pekerjaan yang rendah melainkan sebaliknya, itu adalah sebuah tugas negara, tugas yang mulia. Dengan melayani, seorang ASN tidak memandang 1
Kamus Besar Bahasa Indonesia, s.v. “mengaku”. Andar Ismail, Selamat Menabur (Jakarta: BPK Gunung Mulia, 2007), 57. 3 Kamus Besar Bahasa Indonesia, s.v. “pelayan, melayani”. 2
3
pekerjaannya semata-mata untuk mengisi perut atau sekadar untuk memperoleh bayaran, melainkan melaksanakannya sebagai pelayanan kepada masyarakat sehingga dalam menjalankan tugasnya ia menjunjung martabat profesi dengan menunjukkan perilaku dan kinerja yang sesuai dengan martabat tersebut. Menurut penulis, di dalam menjalankan amanat UU Nomor 5 tahun 2014 tersebut, ada tiga hal yang harus dilakukan oleh ASN yaitu: mengingat masa lalu, mengisi dan merayakan masa kini, dan mengantisipasi masa depan.4 ASN perlu mengingat masa lalu sebagai refleksi sekaligus sarana untuk belajar dengan tidak mengulang kesalahan yang sama dan mempertahankan serta meningkatkan keberhasilan yang telah dicapai sebelumnya. ASN juga tidak dapat hidup dalam bayangbayang masa lalu sehingga harus mengisi masa kini dengan usaha dan kerja keras. Bahkan, ASN harus mengantisipasi masa depan dengan cara memikirkan dan menyiapkan sebuah rencana yang matang untuk menghadapi berbagai tantangan yang belum kelihatan. Untuk melaksanakan dan mencapai hal tersebut, tentu bukan perkara yang mudah. Oleh karena itu, seorang ASN tidak cukup hanya mengetahui hakikat, tugas dan tanggung jawabnya. Di dalam menjalankan tugas melayani masyarakat, seorang ASN juga dituntut untuk memiliki kualitas. Salah satu bentuk dari mengutamakan kualitas ditunjukkan dengan disiplin dan komitmen dalam menjalankan tugas. Disisplin dan komitmen dalam menjalankan tugas tersebut sekaligus menandakan bahwa ASN tersebut memahami profesinya sebagai pemberian Allah yang mahakuasa. Seorang ASN yang baik tidak hanya memiliki kualitas yang baik tetapi juga memiliki akhlak yang mulia; memiliki iman dan takwa kepada Allah. Dengan demikian, apabila pemahaman tersebut tertanam dengan baik di hati setiap anggota ASN, secara tidak langsung, seorang ASN telah turut mengamalkan nilai-nilai Pancasila dan UUD 1945. 4
Istilah tersebut dipinjam buku karangan Emanuel Gerrit Singgih, Mengantisipasi Masa Depan (Jakarta:BPK Gunung Mulia, 2004).
4
Akhir kata, negara ini membutuhkan ASN yang mau bekerja, ulet, jujur, pantang menyerah dan mau untuk terus mengembangkan diri. Hal tersebut penting bukan hanya untuk menghapus stigma negatif masyarakat bahwa ASN identik dengan pemalas, menikmati gaji buta, korup, dan mencari kepentingan diri sendiri. ASN harus memperlihatkan bahwa stigma tersebut keliru, bukan dengan pembelaan melalui kata-kata yang sia-sia melainkan melalui bukti nyata yang dapat dilihat semua orang. Ada begitu banyak PR (Pekerjaan Rumah) yang harus dibereskan oleh seorang ASN. Untuk dapat menyelesaikannya, tentu saja tidak mudah dan instan. Diperlukan waktu yang panjang, tenaga dan pengorbanan yang besar. Bahkan, usaha tersebut tidak mungkin berhasil apabila hanya dikerjakan karena kesadaran satu orang. Untuk mencapai hal tersebut diperlukan dukungan dan kerjasama dari seluruh anggota ASN. Dalam hal ini, ASN menjadi salah satu pilar penting dalam usaha meningkatkan kemajuan masyarakat demi meningkatkan harkat dan martabat bangsa Indonesia di mata dunia internasional. Semoga!
Daftar Pustaka Ismail, Andar. Selamat Menabur. Jakarta: BPK Gunung Mulia, 2007. Kamus Besar Bahasa Indonesia: Kamus versi online/daring (dalam jaringan), s.v. “pelayan, melayani”. Kamus Besar Bahasa Indonesia: Kamus versi online/daring (dalam jaringan), s.v. “mengaku”. Singgih, Emanuel Gerrit. Mengantisipasi Masa Depan. Jakarta:BPK Gunung Mulia, 2004.
5
Daftar Riwayat Hidup Nama
: Yohanes Krismantyo Susanta
Alamat
: Jl. Bungur Besar 12 No. 3A Jakarta Pusat
No Hp
: 081330719928
Pekerjaan
: Mahasiswa Pascasarjana
Judul Artikel : Eksistensi KORPRI dalam meningkatkan pelayanan kepada masyarakat sejalan dengan amanat UU Nomor 5 Tahun 2014 tentang Aparatur Sipil Negara (ASN)
6