EKSEKUTIF SUMMARY
BAB I PENDAHULUAN
1.1.
Latar Belakang Penguatan infrastruktur yang diagendakan oleh pemerintahan Jokowi dan Jusuf
Kalla di Indonesia pada lima tahun kedepan (2015 – 2019) salah satunya adalah pembangunan infrastruktur, adapun jalan baru yang akan dibangun mencapai 2.350 Km, pembangunan jalan tol ditargetkan mencapai 1000 Km dan pemeliharaan jalan sebesar 46.770 Km. Penguatan infrastruktur jalan ini turut mendukung penguatan infrastruktur dibidang lainnya dicanangkan, seperti infrastruktur pelabuhan dan transportasi udara, pasalnya peranan jalan sangat berperan. Target ini sudah dipastikan akan meningkatkan permintaan (demand) aspal. Kebutuhan aspal di Indonesia mencapai 1,356 juta ton (2014) serta diprediksi akan tumbuh rata-rata 4% per tahun (Suradji, 2015). Sedangkan kapasitas maksimal pasokan nasional dari produksi dalam negeri (568 ribu ton) maupun impor hanya 132 ribu ton. Kekurangan pasokan aspal mencapai 616 ribu ton pada tahun 2014. Data panjang jalan yang telah dibangun oleh Direktorat Pekerjaan Umum pada tahun 2012 terlihat pada tabel berikut. Tabel 1 Rencana Pembangunan Jalan Indonesia 2015-2019 Penggunaan Jalan
Satuan
2015
2016
2017
2018
2019
Total
Sumatra
Km
20
14
57,87
60,87
61,36
214,1
Jawa
Km
46,72
81,43
107,37
149,37
126,54
511,44
Bali & NTT
Km
31,6
70,88
54,38
75,93
81,4
314,19
Kalimantan
Km
54,19
112,4
153,87
161,12
117,38
599
Sulawesi
Km
12,55
45,88
53,21
50,47
23,18
205,29
Maluku
Km
0
0
7
10
10
27
Papua
km
307,85
90
102,6
142,2
138,2
780,85
Sumber: Renstra 2015-2019
Prasarana jalan memiliki peran yang sangat penting dalam menunjang perekonomian masyarakat. Oleh sebab itu pembangunan jalan perlu dilaksanakan diseluruh daerah di wilayah Indonesia. Ketergantungan pasokan aspal impor mencapai 616 ribu ton/ pertahun pada tahun 2014 dan akan terus meningkat seiring dengan program penyelenggaraan jalan oleh Pemerintah sampai dengan 2019, dengan harga aspal minyak mencapai 7,3 juta perton, maka Indonesia akan memboroskan devisa Negara hingga 4,5 triliun rupiah per tahun. Untuk mengatasi hal tersebut Indonesia dapat memanfaatkan cadangan aspal alam di Buton. Asbuton adalah aspal alam yang depositnya terletak di Sulawesi Tenggara. Asbuton memiliki jumlah deposit yang sangat besar yaitu sekitar 663 juta ton dengan kandungan aspal rata-rata sekitar 20% atau setara dengan 133 juta ton aspal murni. Bila dibandingkan dengan kebutuhan aspal untuk pembangunan jalan di Indonesia, yaitu sekitar 1,3 juta ton/tahun, maka asbuton dapat memenuhi seluruh kebutuhan aspal di Indonesia selama 100 tahun. Selain itu, penggunaan asbuton juga diyakini akan turut mendorong peningkatan perekonomian bangsa dan kesejahteraan rakyat khususnya di Kabupaten Buton. Pemerintah Indonesia, melalui Kementerian Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat sangat mendorong digunakannya asbuton sebagai bahan pengikat pada perkerasan jalan beraspal, baik sebagai bahan aditif ataupun bahan substitusi aspal minyak. Salah satunya adalah dengan diterbitkannya Peraturan Menteri Pekerjaan Umum Nomor 35/PRT/M/2006 tentang Peningkatan Pemanfaatan Aspal Buton untuk Pemeliharaan dan Pembangunan Jalan. Namun pada kenyataanya sampai saat ini penggunaan asbuton tersebut belum cukup menggembirakan. Berbagai permasalahan telah dikaji dan sampai pada kesimpulan bahwa untuk tetap mendorong penggunaan Asbuton maka perlu merevisi Permen PU No. 35/PRT/M/2006 dengan alasan: Permen PUPR sangat diperlukan sebagai payung hukum dalam mendorong penggunaan asbuton; Ada beberapa hal yang perlu diakomodir pada Revisi Permen PU yaitu: o
Perkembangan jenis produk asbuton menjadi lebih realistis;
o
Berkembangnya teknologi jalan asbuton sehingga lebih variatif dan aplikatif untuk berbagai kelas jalan (berat, sedang dan ringan), baik jalan nasional maupun jalan daerah;
o
Dilibatkannya Ditjen Bina Konstruksi dalam pembinaan UPT/Balai dan mitra usaha, serta dalam pengelolaan rantai pasok asbuton;
Secara lebih rinci, perbedaan mendasar antara Permen Lama dengan Permen yang diusulkan adalah sebagaimana ditunjukkan pada Tabel 2
Tabel 2 Perbedaan Permen Lama dengan Permen Usulan No. LINGKUP PERMEN 1. Instutusi yang terlibat
PERMEN LAMA Bina Marga Balitbang Pemerintah daerah
2.
Tipe Asbuton
B 5/20 B 15/20 B 15/25 B 20/25 B 30/25 Semi ekstraksi Full Ekstraksi Campuran panas asbuton butir Campuran panas asbuton semi ekstraksi
3.
Jenis teknologi untuk perkerasan jalan dengan Lalu lintas berat
4.
Jenis teknologi untuk perkerasan jalan dengan Lalu lintas sedang
Asbuton campuran hangat LPMA
5.
Jenis teknologi untuk perkerasan jalan dengan Lalu lintas ringan
6.
Rantai pasok
Lasbutag Asbuton campuran dingin aspal emulsi -
7.
Pembinaan/Pelatiihan/Sosialisasi
Dirjen Bina Marga Balitbang
8.
Pendampingan teknis
-
PERMEN USULAN Bina Marga Balitbang Pemerintah daerah Bina Konstruksi B 5/20 (Kabungka) B 50/30 (Lawele) Semi ekstraksi Full ekstraksi
Campuran panas asbuton butir Campuran panas asbuton semi ekstraksi Campuran panas asbuton lawele Asbuton campuran hangat LPMA CPHMA Cape Buton Seal Butur Seal Dikelola Dirjen Bina Konstruksi Dirjen Bina Marga, Balitbang, Dirjen Bina Konstruksi Dirjen Bina Marga, Balitbang, Dirjen Bina Konstruksi
Sumber: Naskah Pengantar Revisi Permen PU No.35 Tahun 2006 Badan Litbang melalui Pusat Penelitian dan Pengembangan Jalan dan Jembatan, telah melakukan berbagai penelitan aspal buton dan telah menerbitkan berbagai spesifikasi asbuton dan menunjukkan bahwa asbuton akan meningkatkan kualitas jalan lebih tinggi, sehingga pendayagunaan aspal buton di dalam negeri perlu ditingkatkan. Dari pengujian yang telah dilakukan, hasil campuran beraspal yang yang ditambahkan dengan Asbuton menghasilkan keunggulan: a. Stabilitas Marshall yang lebih tinggi, b. Stabilitas dinamis campuran yang lebih tinggi, c. Umur konstruksi lebih lama (dilihat dari hasil uji fatigue),
d. Lebih tahan terhadap temperatur, e. Nilai modulus yang meningkat. Pertanyaan mendasar adalah mengapa pendayagunaan aspal buton masih rendah dan seperti apakah sesungguhnya persoalan pendayagunaan aspal buton di Indonesia serta kebijakan pemerintah seperti apa yang diperlukan untuk meningkatkan industrialisasi aspal buton di Indonesia. Berdasarkan pertanyaan tersebut, suatu evaluasi pendayagunaan aspal buton hingga saat ini perlu dilakukan dan kebijakan terobosan (policy breakthrough) oleh pemerintah perlu dilakukan. 1.2.
Tujuan Mengupayakan peningkatan kemandirian Indonesia dalam menyediakan sumber daya
konstruksi material bagi keberhasilan pembangunan infrastruktur mendatang, dengan mendorong pemanfaatan aspal buton di Indonesia 1.3.
Inventarisasi Peraturan Perundang-undangan
Kajian regulasi untuk evaluasi pendayagunaan dan industrialisasi aspal buton dilakukan pada perbagai UU yang nantinya digunakan sebagai landasan dalam melakukan Kajian Evaluasi Pendayagunaan dan Industrialisasi Aspal Buton di Indonesia. Kajian dilakukan secara menyeluruh dengan melakukan benchmarking terhadap tiap undang-undang maupun peraturan peraturan terkait. Berikut perundang-undangan yang mendukung kajian evaluasi asbuton: 1) UU No 4 Tahun 2009 2) UU MINERBA NO 4 Tahun 2009 3) Undang-undang Nomor 38 Tahun 2004 Tentang Jalan 4) PP No 23 Tahun 2010 tentang Pertambangan Mineral dan Batubara 5) SE Dirjen No. 32.E dan 34.E Tahun 2009 6) Permen PU No. 35/PRT/M/2006 7) Permen ESDM No. 17 Tahun 2010 Tentang Tata Cara Penetapan Harga Patokan Penjualan Batu Bara 8) Peraturan Dirjen No. 515 Tahun 2011 Tentang Formula untuk Penetapan Harga Patokan Batubara 9) Peraturan Daerah Nomor 2 Tahun 2010 tentang penggunaan aspal Buton untuk pengaspalan jalan
BAB II RUANG LINGKUP NASKAH AKADEMIK
2.1 TINJAUAN TEKNIS MATERIAL ASBUTON 2.1.1 Pengertian Aspal Buton Aspal batu buton atau biasa disebut asbuton ditemukan tahun 1924 di Pulau Buton, Sulawesi Tenggara. Asbuton mulai dimanfaatkan sebagai bahan konstruksi perkerasan jalan sejak tahun 1926. Asbuton merupakan deposit aspal alam terbesar di dunia. Penggunaan aspal buton (asbuton) dinilai dapat meningkatkan daya tahan infrastruktur jalan dan jalan tol di Indonesia.
Gambar 1 Zona sebaran endapan Aspal di Pulau Buton Sumber: Balitbang (2012)
Jenis aspal Buton yang digunakan pada tahun 1926 pada prinsipnya sama dengan yang digunakan sampai dengan 1986, yaitu aspal Buton yang langsung digali dari tambang kemudian dilakukan proses pemecahan dengan ukuran maksimal 12,7 mm dan selajutnya dicampur bahan peremaja minyak bakar (flux oil).
Gambar 2 Peta geologi Daerah Lembar Buton Sumber: Balitbang (2012)
Daerah penambangan Kabungka merupakan zona antiklinal yang disebut Winto Antiklinal, di bagian atas telah terkikis atau tererosi. Pada umumnya aspal buton ditemukan di puncak atau lereng antiklinal tersebut. Batuan penyusun Daerah Kabungka terdiri dari lima lapisan, yaitu lapisan Winto berumur Trias Atas; lapisan Ogene berumur Yura Bawah, lapisan Tobelo berumur Kapur, lapisan Tondo berumur Neogen Bawah, lapisan Sampolakosa berumur Neogen Atas. Kadar bitumen dalam asbuton bervariasi dari 10% sampai 40%. Pada lokasi tertentu ada pula asbuton dengan kadar bitumen 90%. Bitumen asbuton memiliki kekerasan yang bervariasi. Asbuton dari Kabungka dan Lawele umumnya memiliki bitumen dengan nilai penetrasi di atas 130 dmm dan mengandung minyak ringan 7%. Apabila minyak ringan pada asbuton Lawele diuapkan, nilai penetrasi bitumen turun hingga di bawah 40 dmm. Dilihat dari komposisi kimia, bitumen asbuton relative memiliki senyawa nitrogen yang lebih tinggi dan senyawa parafin yang lebih rendah dibanding aspal minyak sehingga dibanding aspal minyak maka daya lekat bitumen asbuton relative lebih baik.
Tabel 3 Tipikal Hasil Analisa Kimia Bitumen Asbuton dan Aspal Minyak No
Pengujian
Bitumen Asbuton
Aspal Minyak
1
Asphaltene %
51,32
21,71
2
Malthene, % - Nitrogen Bases (N)
5,61
1,29
- Acidaffins I (AI)
26,67
29,77
- Acidaffins II(AII)
11,77
31,12
- Paraffins (P)
4,61
16,10
3
N/P
1,25
0,08
4
Parameter komposisi
1,97
0,66
Malthene Sumber: Kurniadji dalam Balitbang Pusjatan (2007)
2.1.2 Pengelolaan Asbuton Awalnya
asbuton
diolah
secara
sederhana
dengan
pengeringan
dan
penggilingan/pengecilan ukuran. Produk asbuton butir tercatat cukup ekonomis untuk kontruksi jalan-jalan kabupaten di sekitar lokasi tambang Asbuton. Akan tetapi semakin jauh dari Buton, nilai keekonomisan menjadi berkurang atau kurang menarik. Persoalan muncul saat Asbuton Butir dengan Bitumen +/- 20% difungsikan sebagai modifer untuk campuran asal panas. Ide ini meniru pemakaian TLA namun terbukti belum berhasil. Teknik incorporasi asbuton butir ke hot mix aspal ada dua. Asbuton butir langsung di maksukkan ke Pug Mill AMP atau pre-blending menjadi BMA. Produk BMA (Butonite Mastic Asphalt) merupakan produk pre-blended Asbuton Butir dengan Aspal minyak tersebut kinerjanya tidak memuaskan sehingga akhirnya ditolak pasar. Hal tersebut dikarenakan campuran aspal untuk jalan berlalu lintas berat yang menggunakan aspal modifikasi paling tidak memerlukan 3 parameter tambahan dibandingkan campuran standart agar dicapai durabilitas yang lebih baik. 1) Ketahanan untuk menahan beban berat pada temperatur tinggi, yang lazim dinyatakan sebagai parameter stabilitas dinamis yang lebih tinggi 2) Sifat ketahanan menahan retak akibat repetisi beban. 3) Ketahanan terhadap air atau water stripping resistance peninjauan karakteristik campuran harus dari dua sisi, yaitu: a.
Ketahanan terhadap beban berulang (fatigue)
Ketahanan asbuton campuran panas terhadap beban berulang (fatigue) sangat dipengaruhi oleh kadar asbuton dan tipe asbuton yang digunakan. b.
Ketahanan terhadap deformasi permanen Yaitu ketahanan terhadap deformasi permanen juga sangat dipengaruhi oleh kadar asbuton dan tipe asbuton yang digunakan.
Aspal buton dapat digunakan antara lain untuk : a)
Perkerasan/lapisan permukaan sebagai pengganti aspal minyak.
b)
Asbuton Tile (Tegel Asbuton)
c)
Block Asbuton antara lain untuk trotoar.
d)
Mengekstraksi bitumen dari asbuton.
e)
Melapis bendung/embung agar kedap air. Asbuton cocok untuk konstruksi berat karena aspal hasil ekstraksi dari asbuton tidak mengandung parafin dan sedikit kadar sulfur sehingga kualitasnya lebih tinggi.
Aspal Buton dapat digunakan sebagai lapis permukaan jalan, fondasi atas jalan (asphalt treated base) dan fondasi bawah jalan (asphalt treated sub base) yang dapat dilakukan dengan cara campuran panas (hot mix) atau campuran dingin (cold mix). Biaya bahan baku Aspal Buton dipengaruhi oleh biaya transportasi. Sebagian besar stok produk Asbuton dari Pulau Buton dikirim ke Surabaya, dan dari Surabaya dikirim ke daerah-daerah yang dituju. Dari sistem logistik yang masih belum efektif tersebut menyebabkan harga aspal Buton menjadi relatif mahal. Sampai saat ini sistem logistik dan distribusi Asbuton masih sangat tidak efisien karena: a.
Masih belum memungkinkannya Pulau Buton sebagai lokasi tambang dibangun investasi baru dan produk masih harus dikirim lewat Surabaya, hal tersebut dikarenakan masih terbatasnya infrastruktur di Pulau Buton, sulitnya transportasi, sulitnya tenaga kerja, dan masih sulitnya listrik. Sedangkan Surabaya memiliki Pelabuhan Tanjung Perak yang merupakan pelabuhan nomor 1 untuk pengiriman dalam negeri. b. Pelabuhan di Pulau Buton belum masuk dalam jaringan transportasi kapal kargo nasional, sehingga apabila membutuhkan kapal kargo untuk mengangkut Asbuton dalam jumlah besar harus mendatangkan kapal kargo husus dengan harga yang lebih mahal.
c. Secara umum Pulau Buton belum ada pelabuhan yang menyediakan fasilitas untuk bongka rmuat Asbuton sehingga pekerjaan bongkar muat Asbuton menjadi kurang efisien, d. Secara umum belum ada sistem logistik yang memadai untuk menampung produk Asbuton
sebelum
digunakan
di
lapangan.
Penyimpanan
produk
Asbuton
diserahkan kepada penjual atau pengguna masing=masing sehingga kapasitasdan kelayakannya sangat terbatas, Ketiadaan sistem logistik yang memadai ini menyebabkan pengiriman Asbuton ke wilayah lokasi pekerjaan sangat dibatasi agar produk yang didatangkan ke lokasi pekerjaan dapat segera habis digunakan. Jika jumlah yang disimpan terlalu banyak akan menghadapi risiko kerusakan akibat disimpan terlalu lama di tempat yang kurang terlindungi dari cuasa. Berikut ini gambaran alur transportasi asbuton dari tambang sampai ke konsumen:
Untuk diagram harga baku asbuton dari produsen Aspal Buton di Indonesia dapat dilihat dibawah ini. Harga Asbuton butir adalah Rp 1.600.000,-/ton, untuk harga semi ekstraksi Rp 2.200.000,-/ton, harga Asbuton Lawele adalah Rp 2.000.000,-/ton, BGA Rp 2.500.000,-/ton, dan untuk harga Asbuton Natural adalah Rp 1.000.000,/ton.
Harga Bahan Baku Asbuton dari Produsen 3.000.000 2.500.000 2.000.000 1.500.000 1.000.000 500.000 0 Butir
Semi Ekstraksi
Lawele
BGA
Asbuton Natural
Harga Bahan Baku/Ton 1.600.000 2.200.000 2.000.000 2.500.000 1.000.000
Gambar 3 Diagram Harga Bahan Baku Asbuton
Sedangkan berikut ini adalah peta harga asbuton di Indonesia beserta ongkos transportasi distribusi logistik masing-masing pulau
Gambar 4 Peta Harga Dasar Asbuton Sumber: Hasil Survey Produsen Asbuton (2016)
2.2 POTRET PELAKU PENDAYAGUNAAN ASBUTON Permen PU No: 35/PRT/M/2006 telah menjadai payung hukum untuk meningkatkan penggunaan asbuton pada perkerasan jalan namun pada kenyataannya belum cukup efektif, khususnya penggunaannya pada jalan nasional, sebagaimana tampak pada data yang ditunjukkan pada Gambar 5. Berdasarkan Gambar 5, setelah diterbitkannya Permen PU No. 35/PRT/M/2006, target penggunaan asbuton pada jalan nasional adalah sebesar 78.000 ton namun yang terealisasi adalah sebesar 4.000 ton saja. Tahun-tahun berikutnya tampak adanya peningkatan namun masih jauh di bawah target awal berlakunya Permen PU (tahun 2007). Selain itu mulai tahun 2013 tampak kecenderungan penggunaan asbuton menurun kembali.
Volume (Ton)
100.000 80.000 60.000 40.000 20.000 -
2007 2008 2009 2010 2011 2012 2013 2014 2015 Rencana 78.22 25.19 32.17 33.47 42.39 37.67 56.12 64.31 86.76 Realisasi 4.031 13.82 21.26 25.09 51.19 56.04 43.52 25.55 Persentase 5,15% 54,87%66,10%74,97%120,76 148,7877,54%39,73%
Gambar 5 Trend Rencana dan Realisasi Penggunaan Asbuton di Jalan Nasional Sumber : Sumber: Naskah Pengantar Revisi Permen PU No.35 Tahun 2006
2.3 HAMBATAN PENGGUNAAN ASBUTON Aspal Buton telah melewati proses fabrikasi, akan tetapi Asbuton masih memiliki beberapa titik kelemahan antara lain sebagai berikut: a. Inkonsistensi kualitas produksi Asbuton b. Kandungan bitumen c. Kadar air Asbuton d. Penetrasi bitumen e. Ketersediaan Asbuton pada saat pelaksanaan di lapangan belum terjamin f. Kemampuan supply oleh pabrik pengolah Asbuton tidak sesuai dengan demand proyek
pengguna g. Biaya transportasi pengiriman ke pengguna yang relatif mahal yang disebabkan system
logistik yang harus dikirim lewat Surabaya dan diteruskan ke daerah-daerah pengiriman yang dituju. h. Pola kerjasama antara produsen dan konsumen yang belum harmonis. i. Adanya kesulitan dalam membuat investasi baru di Buton yaitu sulitnya mencari tenaga
kerja, sulitnya listrik, dan infrastruktur sarana prasarana belum siap dan kurang memadai.
Gambar 6 Skema Distribusi Logistik Industrialisasi Asbuton
Gambar diatas merupakan skema distribusi logistik Aspal Buton di Indonesia. Asbuton yang telah ditambang di Pulau Buton akan dikirim ke Surabaya untuk diolah dan sebagai stok yang akan dikirim ke daerah-daerah yang akan dituju. Aspal Buton perlu dikirim ke Surabaya dikarenakan minimnya investasi pengolahan di Pulau Buton. Banyak investor yang enggan untuk melakukan pembangunan investasi baru di Pulau Buton. Penyebab minimnya investasi baru di Pulau Buton di karenakan adanya masalah kesulitan dalam mencari tenaga kerja, sulitnya listrik, sulitnya sarana transportasi, infrastruktur yang masih terbatas dan belum siap, serta fasilitas yang belum lengkap. Adanya beberapa masalahmasalah tersebut, menyebabkan konsumen dari produk asbuton harus mengeluarkan ongkos transportasi yang cukup banyak dan relativ waktu yang lebih lama yang dikarenakan dari Pulau Buton tempat tambang harus di kirim ke Surabaya terlebih dulu. Surabaya menjadi lokasi yang strategis untuk transportasi distribusi produk, dikarenakan tenaga kerja yang lebih mudah, listrik lebih terjamin, transportasi lebih mudah, infrastruktur lebih siap, dan Surabaya memiliki Pelabuhan Tanjung Perak yang merupakan pelabuhan nomor satu untuk pengiriman dalam negeri/ lokal. Disamping itu terdapat pula tantangan dalam penggunaan Asbuton sebagai bahan pengikat pada perkerasan jalan. Dalam penggunaannya tidak sesederhana atau semudah penggunaan aspal minyak tapi secara prinsip para peneliti sudah menunjukkan bahwa Asbuton dapat digunakan pada perkerasan jalan. Meskipun masih terdapat beberapa kendala pada pelaksanaannya. Beberapa uji coba perkerasan jalan yang menggunakan Asbuton telah dilakukan dan hasilnya dianggap cukup baik antara lain perkerasan jalan campuran beraspal panas dengan bahan tambah Asbuton (BGA), perkerasan jalan campuran dingin aspal emulsi dengan bahan tambah Asbuton (BGA), perkerasan jalan campuran beraspal panas Asbuton (BGA) yang diremajakan, perkerasan jalan campuran
beraspal panas Asbuton Lawele dan perkerasan jalan dengan Lapis Penetrasi Mastik Asbuton (Asbuton Lawele). Meskipun tidak mudah bagi pabrik pengolah Asbuton untuk memproduksi Asbuton dengan karakteristik yang sesuai dengan yang disyaratkan peneliti. Sebagai bahan alam, Asbuton memiliki karakteristik kadar bitumen, sifat bitumen, kadar minyak ringan, kadar air, dan lainnya yang sangat bervariasi. Seharusnya pabrik pengolah Asbuton dapat menyeragamkan serta memodifikasi karakteristik Asbuton sehingga selalu sesuai dengan karakteristik Asbuton yang digunakan pada penelitian. Namun kenyataannya tidak mudah sehingga perlu waktu yang relatif lebih panjang sampai pabrik pengolah Asbuton memiliki kemampuan yang cukup untuk mensiasati variasi karakteristik Asbuton. Pabrik Asbuton perlu waktu untuk melakukan penelitian dibidang produksi Asbuton agar menghasilkan produk yang layak dari segi teknis dan ekonomis. Perencanaan dan pelaksanaan perkerasan jalan Asbuton relative lebih sulit dibanding perencanaan dan pelaksanaan perkerasan jalan aspal minyak. Hal ini dikarenakan aspal minyak memiliki kadar bitumen 99% dengan karakteristik yang konsisten serta telah diaplikasikan bertahun-tahun sehingga semua pihak terkait relatif dapat dikatakan sudah familier dengan perkerasan jalan aspal minyak. Sedangkan Asbuton memiliki kadar bitumen yang lebih bervariasi dan rendah (18 – 35%), mengandung mineral yang tinggi (65-82%) serta banyak pihak terkait (konsultan kontraktor, dan owner) belum familier karena teknologi perkerasan jalan Asbuton relative masih baru. Produksi asbuton dalam skala industri masih mengalami beberapa hambatan, antara lain distribusi dan kepastian pasar. Inovasi teknologi pengolahan Asbuton telah mengalami perkembangan yang pesat. Kebijakan pengembangan industri asbuton mencakup berbagai aspek, mulai dari hulu hingga hilir yang melibatkan beberapa kementrian/ Lembaga terkit. Sinergi seluruh pemangku kepentingan merupakan kunci utama bagi terwujudnya industrialisasi asbuton untuk mengamankan rantai pasok material aspal indonesia, yaitu dengan adanya suatu kebijakan umum pemanfaatan aspal buton yang terintegrasi dengan cara penyusunan quick win dari masing-masing instansi terkait untuk dapat mendukung terwujudnya industrialisasi asbuton. Bukti dan fakta diatas menunjukkan bahwa asbuton memiliki potensi industri yang menjanjikan sebagai bahan perkerasan jalan. Kegagalan perkerasan jalan yang menggunakan asbuton umumnya terjadi karena Human Error (treatment yang tidak tepat dalam pelaksanaannya), terutama perhatian terhadap kadar air. Kegagalan produk asbuton dapat ditekan dengan pembekalan pengetahuan mengenai penanganan asbuton yang tepat.
Dengan memperbaiki rantai pasok, harga Asbuton dapat ditekan lagi. Ditambah dengan pembaharuan data mengenai tempat-tempat yang mengandung Asbuton dan jumlah depositnya dapat menjadi insentif bagi investor yang berminat dengan Asbuton.
BAB III KESIMPULAN DAN SARAN
3.1 Kesimpulan Sering terjadinya inkonsisten kualitas asbuton dikalangan produsen dan pengiriman barang yang terlambat sampai di konsumen Adanya kesulitan dalam membuat investasi baru di Buton yaitu sulitnya mencari tenaga kerja, sulitnya listrik, sulitnya sarana transportasi, serta infrastruktur yang belum siap dan terbatas. Biaya transportasi dan harga jual produk asbuton sangat dipengaruhi oleh sistem transportasi yang digunakan dalam pengangkutan bahan baku Asbuton. Waktu yang dibutuhkan dalam pengangkutan bahan baku asbuton (raw material) hingga ke pabrik di pulau Jawa relatif membutuhkan waktu yang lama dengan biaya transportasi yang sangat tinggi. Belum terintegrasinya lintas stakeholder antar kementerian, BUMN, dan produsen dalam pendayagunaan Aspal Buton di Indonesia. Biaya transportasi dan harga jual produk asbuton sangat dipengaruhi oleh sistem transportasi yang digunakan dalam pengangkutan bahan baku Asbuton. Waktu yang dibutuhkan dalam pengangkutan bahan baku asbuton (raw material) hingga ke pabrik di pulau Jawa relatif membutuhkan waktu yang lama dengan biaya transportasi yang sangat tinggi.
3.2 Rekomendasi Untuk meningkatkan pendayagunaan dan industrialisasi Aspal Buton maka diperlukan kebijakan sebagai berikut:
Perlu
adanya
penyusunan
Peraturan
Menteri
mengenai
peningkatan
pendayagunaan Aspal Buton
Pengiriman tepat waktu (Delivery Ontime)
Perlu adanya pendampingan teknis penerapan asbuton agar memperoleh hasil yang optimal.
Penggunaan asbuton serta aplikasinya masih sulit dilaksanakan di lapangan, oleh karena itu perlu adanya pengawalan penerapan asbuton, baik saat perencanaan campuran maupun pada saat pelaksanaan di lapangan.
Produsen harus menjamin mutu produksi asbuton dengan
melaksanakan
pengendalian mutu harian di pabrik. Dalam rangka mendorong harga jual aspal buton yang kompetitif perlu dilakukan pengenaan tarif pada harga jual aspal minyak dan penerapan subsidi harga pada harga jual produk asbuton. Di samping itu juga perlu digalakkan upaya peningkatan permintaan produk Asbuton agar perusahaan -perusahaan produsen dari produk asbuton dapat beroperasi pada skala yang ekonomis.
Perlu meningkatkan teknologi pengolahan asbuton sehingga biaya produksi dapat ditekan dan kapasitas produksi maksimum dapat tercapai. Hal tersebut salah satu bentuk upaya untuk mendorong penurunan harga jual produk asbuton dalam memenuhi kebutuhan aspal dalam negeri.
Menurunkan biaya transportasi
bahan
baku
dengan
cara menyederhanakan
alur transportasi, sehingga akan berdampak pada turunnya harga jual Asbuton.
Diperlukan penggalakkan
peningkatan
permintaan produk asbuton agar
perusahaan-perusahaan produsen dari produk Asbuton dapat beroperasi pada skala yang ekonomis.
Memperkuat kelembagaan Asbuton Center sebagai ujung tombak Aspal Buton dan Pusjatan sebagai Badan Peneliti dan Pengembangan teknologinya.
Penguatan koordinasi dan harmonisasi
lintas stake holder
antar instansi
pemerintah yaitu Kementrian Perindustrian (regulator industri), Kementrian ESDM (regulator pertambangan), Kementerian PUPR (regulator teknis dan implementasi lapangan), Kementerian perhubungan serta industri lainnya yang terkait, sehingga dapat terumuskan pendayagunaan Asbuton yang optimal