1
EKRANISASI STRUKTUR NOVEL KE FILM HABIBIE DAN AINUN KARYA FAOZAN RIZAL Sahrudin Raba Universitas Negeri Gorontalo Fakultas Sastra dan Budaya Jurusan Bahasa dan Sastra Indonesia Anggota Sance A. Lamusu Muslimin ABSTRAK Tulisan ini mempunyai dua aspek tujuan yaitu tujuan umum dan tujuan khusus. Pertama secara umum, mengungkap perbedaan yang ada dalam novel Habibie dan Ainun, dan film HDA. Kemudian yang kedua secara khusus, penelitian ini akan mengungkap ekranisasi dalam novel dan film HDA. Metode yang digunakan dalam penelitian ini adalah metode perbandingan. Sumber data dalam penelitian ini adalah cerita novel HDA dan cerita film HDA yang berisi deskripsi penokohan, alur latar, tema, dan amanat. pengumpulan data pada penelitian ini menggunakan teknik kepustakaan, dengan teknik pengumpulan data dilakukan dengan membaca dan menonton berulang-ulang. Dari data yang dianalisis baik penokohan, alur, latar, tema, dan amanat terdapat perbedaan. Adapun perbedaan tersebut karena adanya penciutan cerita dalam film baik penokohan, alur, latar, tema, dan amanat. Adanya penambahan cerita dalam film baik penokohan, alur, latar, tema, dan amanat. Serta adanya perubahan bervariasi pada penokohan, alur, latar, tema, dan amanat. Perbedaan ini disebabkan oleh alat, tempat, waktu, dan proses penggarapan novel dan film yang berbeda, serta perbedaan pemikiran pengarang novel dan sutradara film dalam menyampaikan isi ceritanya. Dapat disimpulkan bahwa ekranisasi membuat unsur-unsur berupa penokohan, alur, latar, tema, dan amanat dalam novel mengalami penciutan, penambahan, serta perubahan bervariasi ketika difilmkan. Kata-kata kunci: ekranisasi, struktur, novel, film, HDA
2
PENDAHULUAN Sastra merupakan hasil karya seni kreatif. Oleh sebab itu bila berbicara tentang sastra, harus berbicara tentang seni. Bila berbicara tentang seni dan karya seni, maka harus berbicara tentang manusia dan alam, karena seni lahir akibat perpaduan antara manusia dan alam. Seperti halnya dengan karya seni, karya sastra juga diciptakan berhubungan dengan alam dan manusia atau lebih tepatnya masyarakat. Ada banyak ragam karya sastra yang diciptakan oleh pengarang, salah satunya adalah novel. Berbeda dengan karya sastra lainnya, novel berbentuk cerita dan di dalamnya berisi beberapa rentetan peristiwa yang bisa bercerita panjang lebar. Di dalam ceritanya terdapat banyak perpaduan antara manusia dan alam. Hal ini yang menyebabkan bahwa karya sastra khususnya novel merupakan bagian dari seni. Bukan hanya novel saja yang menjadi bagian dari karya seni. Adapun yang menjadi bagian dari karya seni yakni, seni perfilman. Berbeda dengan karya sastra novel. Karya sastra novel menggunakan dunia kata-kata. Lain halnya dengan film yang menggunakan dunia gambar-gambar bergerak. Menurut Eneste (1970: 16-18) Film merupakan medium audio-visual. Film merupakan ragam kesenian: musik, seni rupa, drama, sastra ditambah dengan usnur fotografi itulah menyebabkan film menjadi kesenian yang kompleks. Mengenai penjelasan tersebut, bahwa antara karya novel dan film merupakan bagian dari seni. Terlihat sekarang ini, bahwa sudah banyak novel-novel yang diangkat menjadi sebuah film. Seperti, 99 Cahaya Di Langit Eropa, Perempuan Berkalung Sorban, Surat Kecil Untuk Tuhan, bahkan novel Kambing Jantan yang bernuansa humor pun ikut difilmkan dan untuk perubahan novel ke film ini tentunya memiliki perbedaan, oleh karena dua karya yang berbeda jenis. Melihat pejelasan di atas bentuk perubahan ini sering kali disebut dengan istilah, Alih Wahana, Transformasi dan Ekranisasi. Pertama, alih wahana adalah perubahan dari satu jenis kesenian ke jenis kesenian lain (Damono, 2005:96). 3
Transformasi adalah proses perubahan, yang artinya memindahkan atau mengangkat novel
ke
film,
sedangkan
ekranisasi
adalah
pelayarputihan
atau
pemindahan/pengangkatan sebuah novel ke film (ecran dalam bahasa perancis berarti layar). Pemindahan novel ke layar putih mengakibatkan timbulnya pelbagai perubahan. Oleh sebab itu dapat dikatakan, ekranisasi adalah proses perubahan (Eneste, 1991:60). Menurut Eneste (1991:10), Dalam kaitannya dengan pengubahan novel ke film, pembaca mengharapkan agar cerita yang dipindahkan dari novel ke film tidak mengalami perubahan, dengan maksud, cerita yang ada dalam novel akan sama ceritanya ketika difilmkan. Tetapi, kenyataannya tidak demikian. Ada banyak hal yang yang dapat berubah dalam cerita novel yang difilmkan. Perubahan tersebut biasanya terjadi pada struktur novel dan film itu sendiri, yakni, penokohan, alur, latar, tema, dan amanat. Untuk melihat perubahan struktur tersebut peneliti menggunakan teori ekranisasi, yakni melihat perubahan struktur novel dan film dari aspek penciutan/penghilangan, penambahan, dan perubahan bervariasi. Perubahan tersebut disebabkan oleh durasi film yang terbatas dan perbedaan pemikiran antara pembuat novel dan pembuat film. Kenyataan sebagaimana yang diuraikan di atas menjadi penyebab dilakukannya penelitian ini. Peneliti mengambil objek novel Habibie dan Ainun karya Bacharuddin Jusuf Habibie dan film Habibie dan Ainun karya Faozan Rizal, dengan menggunakan bandingan untuk melihat perbedaan yang terdapat dalam dua karya tersebut yakni novel dan film. Adapun permasalahan yang akan diulas dalam penelitian ini adalah ekranisasi struktur novel dan film Habibie dan Ainun. Sehubungan dengan permasalahan ini, teori yang melandasi adalah teori Eneste (1991: 60) yang berkaitan dengan tahap-tahap proses pelaksanaan pembelajaran yaitu: kegiatan pendahuluan, kegiatan inti, dan kegiatan penutup.
4
METODE PENELITIAN Metode penelitian yang
digunakan dalam penelitian ini adalah metode
perbandingan dan penelitian kualitatif. Menurut Remak, dalam (Damono, 2005:2), metode perbandingan adalah kajian sastra diluar batas-batas sebuah negara dan kajian hubungan diantara sastra dengan bidang ilmu serta kepercayaan lain seperti seni (misalnya, seni lukis, seni ukir, seni bina, dan seni musik). Dalam keterangan Remak itu tampak adanya dua kecenderungan dalam sastra bandingan, yakni yang menyatakan bahwa pertama, sastra harus dibandingkan dengan sastra; dan kedua, sastra bisa saja dibandingkan dengan bidang seni dan bahkan disiplin ilmu lain. Namun dalam hal ini peneliti mengambil kecenderungan yang kedua, yakni sastra dibandingkan dengan bidang seni, khususnya seni perfilman. Dalam penelitian kualitatif, Patton, dalam (Adi, 2011:239) menyebutkan tidak ada kesepakatan tentang bagaimana mengklasifikasikan berbagai jenis penelitian kualitatif. Dalam penelitian kualitatif, pengumpulan data dapat dilakukan dengan tiga cara yakni, wawancara, observasi langsung, dan dokumentasi. Dalam pernyataan tersebut dapat diasumsikan bahwa penelitian ini dapat menggunakan pendekatan apapun sepanjang pendekatan itu berada dalam kaidah yang benar. Data dalam penelitian ini adalah kata-kata, ungkapan, halaman, dan kutipan novel, yang ada dalam Novel Habibie dan Ainun Karya B.J Habibie. Sedangkan data yang terdapat dalam film Habibie dan Ainun karya Faozan Rizal adalah terdapat durasi dan kutipan film berupa gambar film. Sehingga data dalam kajian ini memaparkan secara jelas keterkaitan antara kedua karya tersebut dengan melihat permasalahan yakni pada pengurangan/penciutan, penambahan/ pengembangan, dan perubahan variasi. Sumber data dalam penelitian ini adalah novel dan film. Pada penelitian ini, menggunakan Teknik kepustakaan yaitu penelitian yang mengambil buku, majalah atau dokumendokumen lain. Dengan membaca berulang-ulang dan menganalisis isi. Peneliti menganalisis perbandingan antara novel dan film. Sehingga pada penelitian ini, menggunakan novel dan film sebagai objek kajian. Novel dan filmnya yakni Novel 5
Habibie dan Ainun karya Bacharuddin Jusuf Habibie dan Film Habibie dan Ainun karya Faozan Rizal. Analisis data dilakukan dengan beberapa langkah yakni : (1) menganalisis penokohan yang ada dalam novel Habibie dan Ainun karya B.J Habibie, dan film Habibie dan Ainun oleh Faozan Rizal. (2) membandingkan penokohan yang ada dalam novel Habibie dan Ainun karya B.J Habibie, dan film Habibie dan Ainun oleh Faozan Rizal. Selanjutnya, untuk menganalisis dan membandingkan unsur alur, latar, tema dan amanat akan dilakukan seperti pada teknik analisis data dalam unsur penokohan. (3) menyimpulkan hasil analisis dan hasil bandingan novel Habibie dan Ainun karya B.J Habibie, dan film Habibie dan Ainun oleh Faozan Rizal. HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN Hasil penelitian menunjukkan bahwa ekranisasi novel ke film Habibie dan Ainun mengalami penciutan, penambahan dan perubahan bervariasi baik dari segi unsur penokohan, alur, latar, tema, dan amanat. Perubahan Penokohan Novel dan Film Habibie dan Ainun Perubahan penokohan novel dan film Habibie dan Ainun dilihat dari tiga aspek yang terdapat dalam ekranisasi. Ketiga aspek tersebut yakni penciutan, penambahan dan perubahan bervariasi. 1) Penciutan Penokohan Penciutan penokohan dalam novel ke film Habibie dan Ainun terdapat pada perubahan watak tokoh Soeharto. (D.N.1) Yusuf : Saya dengar dari Suhartoyo dan Wijoyo mengenai ceramah kamu yang hebat sekali. Kamu mempunyai master plan. Kata pak Suhartoyo, ia minta untuk dapat membuat memfotokopi overhead slide dan master plan dan kamu tidak kasih ? Rudy : Memang Pak. Kenapa ? yah jelas, saya tidak mau berikan, karena merasa tidak aman. Bisa saja presentasi
6
ini di kopi dan besoknya ada di Hongkong atau di Glodok. Bagaimana bisa saya melaksanakan rencana jikalau ternyata sudah diketahui secara rinci oleh orang. Tidak mungkin saya kasih pak. Yusuf : Bagaimana kalau saya yang minta ? Rudy : Sama saja. Tidak akan saya berikan. Yusuf : Tahu kamu, siapa saya ? (marah besar). Rudy : Tahu pak. Bapak Jenderal dan Mentri. Yusuf : Kenapa kamu ini. saya ini bertanggung jawab kepada Presiden. Rudy : Iya pak. Tapi saya bukan konsultan bapak. Ini saya buat sendiri. (HDA, Hal: 116) Rudy langsung diusir oleh Yusuf.
Kutipan data novel (1) di atas menggambarkan adanya dialog antara Rudy dengan Soeharto. Akan tetapi dalam film hal tersebut tidak digambarkan. Hal ini menandakan adanya penciutan dalam novel ketika difilmkan. 2) Penambahan penokohan Penambahan penokohan dalam film yang berangkat dari novel Habibie dan Ainun seperti tamak pada kutipan di bawah ini. (D.F.6)
Part 4, durasi 02:17
7
saya pernah dekat dengan beliau, pemerintahan sekarang ini, yah. Buat saya pemerintahan yang boneka ya. Yang mau terus melanggengkan kekusasaan orde baru. Jadi kalau Habibie masih memegang pemerintahan, yah. Reformasi tidak 100% lah. Watak Sumohadi dalam kutipan film di atas tidak terdapat di dalam novel, karena tokoh Sumohadi tersebut tidak terdapat dalam novel. Hal ini menjadi penambahan tokoh dan karakter pada film Habibie dan Ainun. 3) Perubahan bervariasi Perubahan bervariasi yang pertama terdapat pada tokoh Rudy. Rudy diceritakan dalam novel ketika bertemu dengan Ainun menggunakan celana jeans biru, ketika di dalam film Rudy bertemu dengan Ainun menggunakan celana panjang berwarna kuning. Perubahan bervariasi tersebut dapat dilihat pada kutipan berikut. (D.N.1) Hampir setengah jam saya menunggu, Fanny tidak kunjung datang. Dalam keadaan tidak menentu itu saya keluar dari mobil dan mengetuk pintu sambil berucap hallo... hallo... hallo. Namun tidak ada yang bereaksi, saya lalu memberanikan diri untukmasuk ke dalam rumah. Sewaktu saya memasuki ruang makan ternyata Ainun putri bapak Besari duduk seorang diri, ia sedang menjahit dan bercelana panjang biru jeans (HDA, Hal: 5). (D.F.1)
Part 1, durasi 09:48
8
Perubahan Alur Novel dan Film Habibie dan Ainun 1) Penciutan Alur Sama halnya dengan penokohan, alur pun memiliki penciutan atau penghilangan. Di dalam novel diceritakan bahwa Rudy dan Ainun menikah menggunakan adat Gorontalo dan Jawa. Untuk pernikahan mereka menggunakan adat Gorontalo diceritakan oleh pengarang bahwa Ainun berbusana Gorontalo, busana itu digunakan untuk menguji pengantin wanita dan tradisi Jawa saat mereka berdua saling melempar bunga. Tetapi di dalam film hanya diceritakan oleh sutradara saat mereka menikah menggunakan adat Jawa. Hal ini dapat dibuktikan pada penggalan novel dan kutipan film berikut. (D.N.1) Persiapan upacara dikeluarga Besari maupun dikeluarga Habibie, berjalan lancar pula sesuai jadwal yang telah ditentukan akhirnya di jalan Rangga Malela 11B, hari Sabtu pukul 08.00 pagi, tanggal 12 Mei 1962 berbusana tradisi pria Gorontalo saya dinikahkan dengan Ainun sesuai agama Islam oleh Bapak R. Mohamad Besari, ayah kandung Hasri Ainun Besari. Selesai akad nikah saya kembali ke rumah Ibu di jalan Imam Bondjol 24 untuk selanjutnya setelah berbusana tradisi jawa kembali ke jalan Rangga Malela 11 B untuk melaksanakan acara pernikahan tradisi Jawa (HDA, Hal: 1213). 2) Penambahan Alur Adapun yang akan dibahas kali ini yakni penambahan. Lain halnya dengan penciutan, penambahan lebih melihat ke cerita film yang ditampilkan namun tidak diceritakan di dalam novel. Penambahan alur yang pertama yakni Kisah Rudy dan Ainun saat duduk di bangku pendidikan Sekolah Menengah Atas di Bandung pada tahun 1953. Berikut bukti kutipan gambar yang ada dalam film.
9
(D.F.1)
Part 1, durasi 00:58
durasi, 02:17
Dialog 1 Ainun: Kamu istirahat saja yaa biar aku sama Mira saja yang main. Kita pasti menang. (setelah mengobati luka temannya itu). Teman Ainun yang terluka: semangat yaa. Dialog 2 Pak guru: Kenapa langit warnanya biru? Sambil bertanya kepada Ainun) Ainun: Kemarin kan sudah dijelaskan. Pak guru: jawab saja Ainun : Cahaya itu gelombang. Merah, kuning, orange itu gelombang panjang, biru itu gelobang pendek sedangkan atmosfer itu satu frekuensi dengan gelobang pendek terutama warna biru. Jadi, atmosfer menahan dan menghamburkan warna biru itu di langit. Itu sebabnya mengapa langit warnanya biru pak. Pak guru: Nah, memang kalian ini jodoh (sambil tersenyum). 3) Perubahan Bervariasi Alur Di dalam pemindahan novel ke film Habibie dan Ainun terdapat juga perubahan bervariasi alur. Perubahan bervariasi alur tersebut terjadi pada saat Rudy berkunjung ke rumah keluarga Besari. Di dalam novel diceritakan bahwa Fanny yang mengajak Rudy untuk mengunjungi keluarga besar Besari di Rangga Malela. Berbeda dengan novel, di dalam film, Ibu Rudy yang meminta Rudy untuk mengunjungi keluarga besar Besari di Rangga Malela. Perubahan bervariasi alur tersebut dapat dibuktikan dalam kutipan novel dan film berikut.
10
(D.N.1)
Sekitar pukul 10 pagi hari Rabu tanggal 7 Maret 1962, Fanny (J.E.Habibie) adik kandung saya mengajak untuk berkunjung ke keluarga Besari. Terakhir saya berkunjung ke keluarga Besari pada tahun 1954 di rumah mereka di Ciumbuleuit Bandung. Pada waktu itu saya pertama kalinya melihat tanaman salak di kebun mereka. (HAD, Hal: 1).
(D.F.1)
Part 1, durasi 06:34 Ibu Rudy : Rudyyy Rudy : Mam. Ibu Rudy : Kamu kok belum siap-siap. Antar kue itu ke Rangga Malela sama Fanny, sekalian besuk keluarga Besari. Rudy : Keluarga Besari? Ibu Rudy : Iya, yang anak perempuannya satu SMA dengan kamu. Sudah pergi saja. Salam untuk semuanya yaa. Perubahan Latar Novel dan Film Habibie dan Ainun 1) Penciutan Penciutan latar yang terjadi dalam film Habibie dan Ainun yakni, pukul 07.30 pagi di Rumah Sakit Universitas Hamburg Eppendorf. Penciutan tersebut dapat dilihat pada kutipan novel ketika difilmkan di bawah ini. (D.N.1) Akhirnmya di jalan Ranggamalela 11 B, hari sabtu pukul 08.00 pagi tanggal 12 Mei 1962 berbusana pria tradisi Gorontalo syaa dinikahkan dengan Ainun sesuai agama Islam oleh Bapak R. Mohamad Besari ayah kandung Hasri Ainun Besari. Selesai akad nikah saya kembali ke rumah ibu di jalan Imam Bonjol 24 untuk selanjutnya setelah berbusana tradisi Jawa kembali ke 11
jalan Ranggamalela 11 B untuk melaksanakan acara pernikahan tradisi Jawa. (HDA, Hal: 13). 2) Penambahan Penambahan latar novel ketika difilmkan seperti pada kutipan di bawah ini. (D.F.1)
Part 1, durasi 00:50
Durasi 01:45
Penambahan latar yang pertama terjadi pada tahun 1953 di sekolah Kota Bandung (ruang ganti, lapangan, ruang kelas). Latar tempat ruang ganti saat Ainun mengobati luka temannya, tempat lapangan sewaktu Ainun berolahraga dengan temannya, dan latar ruang kelas sewaktu Habibie dan Ainun dijodohkan oleh gurunya di kelas masuk dalam penambahan latar dikarenakan pada tahun 1953 tersebut tidak diceritakan di dalam novel, sedangkan dalam novel tidak diceritakan latar tersebut.
2) Perubahan Bervariasi Perubahan bervariasi latar dalam novel ketika difilmkan terdapat pada Pukul 19.00 WIB, di Rumah kediaman Presiden Soeharto. Sedangkan di dalam fim, rumah kediaman Presiden Soeharto (siang hari). Perubahan bervariasi ini bisa kita lihat pada kutipan novel dan kutipan gambar film berikut.
12
(D.N.1) Sekitar pukul 11.00 saya sudah berada di Jalan Cendana 8, di sana saya dipersilahkan masuk ke kamar tunggu para tamu yang dijadwalkan akan diterima Presiden Soeharto. Saya dipersilahkan mengisi buku tamu dan di meja terhidang minuman teh panas (HDA, Hal: 78). (D.F.1)
Part 2 durasi, 25:37 Perubahan Tema Novel dan Film Habibie dan Ainun 1) Penciutan Dalam novel pengarang menceritakan bagaimana proses kelahiran Ilham dan berdasarkan proses kelahiran Ilham mengangkat sebuah tema mengenai Kelahiran Ilham. Rudy dan Ainun sangat mengharapkan kelahiran anak pertama mereka pada tahun 12 Mei 1963 bertepatan dengan hari ulang tahun satu tahun pernikahan mereka. Namun pada tanggal 15 Mei 1963 Ainun merasa bahwa bayi mereka akan segera lahir. Semua cerita tersebut digambarkan oleh pengarang , tetapi dalam film hal tersebut tidak di gambarkan. Kutipan mengenai proses kelahiran Ainun dapat dilihat pada kutipan di bawah ini. (D.N.1) Sekitar pukul 23.00 kam tiba di rumah sakit dan frekuensi denyutan disekitar rahim Ainun meningkat. Ainun segera diopname semua berjalan lancer dan sekitar pukul 01.00 sampai 01.30 bayi kami lahir pada tanggal 16 Mei 1963. Ibu dan anak sehat, Ainun segera berhenti mengeluarkan ludah dan titipan Allah SWT bayi kami adalah pria dan di beri nama “Ilham Akbar Habibie” (HDA, Hal: 36).
13
2) Penambahan Penambahan alur cerita dalam film yakni pada episode satu saat Ainun masih duduk di bangku pendidikan sekolah menengah atas di Bandung pada tahun 1953. Dalam film hal peristiwa tersebut digambarkan sedangkan dalam novel peristiwa mengenai Ainun yang saat itu sedang mengobati sahabatnya yang terluka saat berolahraga tidak diceritakan oleh pengarang. Peristiwa mengenai Ainun yang sedang menolong sahabatnya dapat dilihat pada kutipan film berikut ini. (D.F.1)
Part 1, durasi 00:58 Kutipan di atas merupakan kutipan mengenai Ainun yang sedang mengobati teman kakinya yang terluka saat mereka berolahraga. Dari kutipan di atas pula dapat dilihat bagaimana jiwa Ainun yang sosial dan mau menolong kepada sesame. Berdasarkan peristiwa pada kutipan di atas, peneliti mengangkat tema dalam kutipan tersebut menjadi Menolong Sahabat. 3) Perubahan Bervariasi Dalam novel Habibie dan Ainun ketika diangkat menjadi sebuah film, terdapat unsur dalam novel tidak mengalami perubahan bervariasi ketika di filmkan. Unsur tersebut yakni tema. Tema dalam novel ini ketika diangkat menjadi sebuah film tidak mengalami perubahan bervariasi. 14
4.1.1 Perubahan Amanat Novel dan Film Habibie dan Ainun 1) Penciutan Pada aspek penciutan ini terdapat penghilangan amanat atau pesan yang disampaikan oleh pengarang novel, tetapi tidak dimunculkan oleh sutradara ketika difilmkan. Aspek penghilangan amanat tersebut yakni, Jadikanlah anak menjadi motivasi kita agar bisa menjadi lebih baik lagi. Hal tersebut dapat dilihat pada kutipan cerita novel yang memuat amanat berikut. (D.N.1) Mendengar argumentasi saya, Ainun senyum dan menampilkan wajah seorang yang bahagia dengan apa adanya dan bersyukur kepada allah SWT atas pemberian dan perhatiannya kepada kami yang sebentar lagi akan dititipi seorang anggota keluarga yang mungkin namanya “Nadia Fitri” atau “Ilham Akbar”. HDA, Hal: 34) 2) Penambahan Penambahan amanat pertama yakni kita harus saling membantu antar sesama, jika seseorang butuh bantuan kita. Amanat ini tercipta ketika Ainun yang menolong temannya yang terluka ketika berolahraga di lapangan dan ketika Rudy ditolong oleh sahabatnya ketika pingsan saat mempresentasikan hasil penelitiannya di Jerman. Amanat tersebut dapat dibuktikan pada gambar berikut.
15
3) Perubahan Bervariasi Perubahan bervariasi yakni, dalam novel memiliki amanat, Jangan langsung memarahi seseorang jika belum tahu pasti apa penyebabnya. Karena hal tersebut bisa menyebabkan salah paham. Sedangkan di dalam film beramanatkan buatlah orang yang bertamu kepada kita senyaman mungkin. Kutipan novel dan kutipan gambar film bisa dilihat sebagai berikut. (D.N.1) ... Beberapa hari kemudian, saya dipanggil Pak Harto, dia langsung marah kepada saya: “saudara Habibie, saya dengar anda tidak mau memenuhi permintaan dari jendral Yusuf. Menteri perindustrian, pembantu utama saya.” Saya menjawab: “ya, memang saya tidak mau” kemudian beliau bertanya: “kenapa?” Lalu saya memberikan alasan seperti yang telah saya jelaskan juga kepada pak Yusuf. Namun, pak Harto tak mau tahu. Beliau juga marah besar dengan suara tinggi ia berkata: “dia itu pembantu saya” (HDA, Hal: 116-117). (D.F.1)
Part 2, durasi 25:37 Amanat ini berbeda di karenakan Soeharto di dalam novel memarahi Rudy yang tidak memiliki salah sama sekali. Sebab Rudy dimarahi Soeharto hanya karena Rudy tidak memberikan master plannya kepada asisten Soeharto, sedangkan di dalam film Soeharto mengajak Rudy bertemu di kediamannya hanya untuk membicarakan mengenai kapan penerbangan pesawat N-250 dan menerima kedatangan Rudy dengan baik.
16
PENUTUP Berdasarkan uraian hasil penelitian dan pembahasan mengenai ekranisasi novel ke film Habibie dan Ainun, dapat disimpulkan hal-hal sebagai berikut. (1) ekranisasi novel Habibie dan Ainun ke film Habibie dan Ainun mengalami penciutan, penambahan, dan perubahan bervariasi. Penciutan penokohan terdapat pada watak atau karakter tokoh Mba Warni yang digambarkan mempunyai sifat baik, Sutowo sebagai tokoh yang murah hati, dan Soeharto sebagai tokoh pemarah. Penambahan penokohan terdapat pada tokoh Ainun yang juga mempunyai sifat pemarah, tokoh Sumohadi sebagai tokoh yang licik, suka memaksakan kehendak, dan suka menjelek-jelekkan Rudy, sedangkan perubahan bervariasi penokohan terdapat pada tokoh Rudy yang di dalam novel selalu menggunakan celana jeans, tetapi di dalam film digambarkan selalu menggunakan celana tisu berwarna cokelat. (2) ekranisasi novel Habibie dan Ainun ke film Habibie dan Ainun
mengalami
penciutan, penambahan, dan perubahan bervariasi pada unsur alur. Penciutan alur terdapat pada proses kelahiran Ilham Akbar Habibie. Yang kedua yakni, Ainun diperkenankan untuk dapat kembali ke Jakarta dalam waktu tiga bulan. Kemudian Rudy mengajak Ainun jalan-jalan ke berbagai negara, selanjutnya upacara militerpenurunan zenazah Ainun. Penamabahan alur terdapat pada kisah Ainun dan Rudy saat duduk di bangku pendidikan SMA. Kemudian Rudy masuk ke rumah sakit setelah jatuh pingsan saat mempresentasikan hasil disertasinya dihadapan temantemannya. Kemudan alur mengenai pertentang Rudy dengan Sumohadi. Kemudian perubahan bervariasi yakni mengenai perjalan Rudy ke Rangga Malela, kemudian pernikahan Rudy dengan Ainun serta perayaan HUT Rudy dan Ainun. (3) ekranisasi novel Habibie dan Ainun ke film Habibie dan Ainun mengalami penciutan, penambahan, dan perubahan bervariasipada unsur latar. Penciutan latar terdapat Rumah Sakit tempat Ilham dilahirkan. Kemudian tahun 2004 dan 2009 mengenai waktu perjalanan Ainun dan Rudy ke berbagai negara. Penambahan latar terdapat pada latar sekolah pada tahun 1953 tempat Ainun dan Rudy bertemu, pada tahun
17
1959 yakni latar rumah sakit dan kamus di negara Jerman. Selain itu latar tempat yang terakhir yakni dialog Ainun dan Rudy berada di pesawat. Perubahan bervariasi terdapat pada proses pernikahan Rudy dan Ainun. Hal tersebut dindai dengan adat yang digunakan dalam proses pernikahan Rudy dan Ainun. Pertemuan Rudy dengan Soeharto. Perubahan tersebut terjadi pada waktu Rudy menemui Soeharto. Dalam novel Rudy bertemu Soeharto pada malam hari, sedangkan dalam film mereka bertemu pada siang hari. (4) Ekranisasi novel Habibie dan Ainun ke film Habibie dan Ainun berbeda dengan unsur lainnya. Pada unsur ini novel Habibie dan Ainun ke film Habibie dan Ainun hanya mengalami penciutan dan penambahan. Penciutan dalam unsur tema terdapat pada perjalanan Rudy dan Ainun ke berbagai negara. Kemudian penambahan tema terdapat pada menolong sahabat seperti yang dilakukan Ainun dan teman-teman Rudy ketika Rudy jatuh sakit. (5) ekranisasi novel Habibie dan Ainun ke film Habibie dan Ainun mengalami penciutan, penambahan, dan perubahan bervariasipada unsur amanat. Penciutan pada amanat terdapat pada jadikanlah anak menjadi motivasi kita agar bisa menjadi lebih baik lagi, selanjutnya yakni jika kita banyak berbuat kepada banyak orang maka akan banyak pula orang yang menyayangi kita. Penambahan amanat terdapat pada kalimat kita harus saling membantu antar sesama jika seseorang butuh bantuan kita. Perubahan bervariasi yakni sifat ramah dan perilaku baik terhadap orang lain seperti yang terdapat dalam pemabahasan mengenai amanat. DAFTAR PUSTAKA Eneste, Pamusuk. 1991. Novel dan Film : Penerbit Indah.
18