Jurnal
EKONOMI DAN PEMBANGUNAN Muhammad Nasir, Alfan Mufrody
XX Analisis Hubungan Pengeluaran Pemerintah Aceh Terhadap Produk Domestik Regional Bruto (PDRB) Aceh
Ir. Ramayana, MSi.
XX Optimasi Pengolahan Minyak Nilam Pada Berbagai Daerah Produksi dan Varitas di Kabupaten Aceh Barat.
Rois, Supiandi Sabiham, Irsal Las, dan Machfud
XX Analisis Indeks dan Status Keberlanjutan Pemanfaatan Rawa Lebak di Desa Pasak Piang Kecamatan Sungai Ambawang, Kabupaten Kubu Raya – Kalimantan Barat
Usman Bakar
XX Efektivitas Penerapan Keppres 80 Tahun 2003 pada Pemilihan Penyedia Barang/Jasa dalam Rangka Meningkatkan Akuntabilitas dan Transparansi Keuangan Pemerintah Kabupaten Aceh Barat
Khalis Yunus, Ema Alemina
XX Peranan Biofertilizer Bagi Pertumbuhan Tanaman Kedelai pada Tanah Yang Terkena Dampak Tsunami
Vivi Silvia
XX Pengaruh Pendidikan dan Pendapatan Terhadap Mobilitas Pekerja Wanita dari Sektor Industri ke Sektor Jasa di Kecamatan Kuta Alam Kota Banda Aceh
Hasanuddin Yusuf Adnan
XX Konsep Syura dalam Islam
TIM REDAKSI JURNAL EKONOMI PEMBANGUNAN terbit dua kali setahun pada bulan Juli, dan November yang berisi tulisan hasil penelitian dan kajian analisis kritis dibidang Ekonomi Pembangunan. Pengarah
: Kepala Badan Perencanaan Pembangunan Daerah Aceh
Wakil Pengarah
: Warqah Helmi
Penanggung Jawab
: Hamdani
Dewan Redaksi
: Syahrizal Abbas Saiful Mahdi Muhammad Nasir Ema Alemina
Pimpinan Redaksi
: Marthunis
Staf Redaksi
: Aswar Ida Irawan
Pimpinan Administrasi : Taufiqurrahman Sekretariat : Nurbaya Wahyuni Suharna T. Azwar Mirza Vintana Gemasih Martunas Nelly Eliza
Alamat Redaksi
Badan Perencanaan Pembangunan Daerah Aceh Bidang Penelitian dan Pengembangan Jln. Tgk. H. M. Daud Beureueh No.26 Banda Aceh Telepon (0651) 21440, 29713 Email : bappeda.acehprov.go.id
iii
KATA PENGANTAR Berusaha keras meningkatkan dan memajukan ilmu pengetahuan sekaligus memberikan informasi bagi stakeholder merupakan komitmen BAPPEDA Aceh. Wujud nyata upaya tersebut tercermin dari keberlanjutan penerbitan Jurnal Ekonomi dan Pembangunan. Dalam rangka meningkatkan kualitasnya, staf redaksi melakukan perbaikan-perbaikan secara signifikan dalam hal penambahan dewan pakar, format penulisan artikel yang lebih konsisten dan judul jurnal yang lebih mudah dimengerti dan dipahami. Diharapkan perbaikan ini dapat menjembatani para akademisi, praktisi bisnis dan Pemerintah dalam menuangkan gagasannya, baik berupa hasil penelitian ataupun analisis ilmiah yang bagi perwujudan pembangunan berkelanjutan. Ucapan terimakasih tidak lupa kami sampaikan kepada para penyunting Ahli atas kesediaanya menjadi anggota dewan redaksi semoga peran sertanya dapat meningkatkan mutu penerbitan jurnal ini. Ucapan terimaksih juga disampaikan kepada para penulis artikel yang termuat tulisannya. Akhirnya, tanggapan serta kritikan pembaca sangat kami harapkan.
Redaksi
v
DAFTAR ISI Muhammad Nasir, Alfan Mufrody
Analisis Hubungan Pengeluaran Pemerintah Aceh Terhadap Produk Domestik Regional Bruto (PDRB) Aceh ...................................................
1
Ir. Ramayana, MSi.
Optimasi Pengolahan Minyak Nilam Pada Berbagai Daerah Produksi dan Varitas di Kabupaten Aceh Barat ..........................................................
11
Rois, Supiandi Sabiham, Irsal Las, dan Machfud
Analisis Indeks dan Status Keberlanjutan Pemanfaatan Rawa Lebak di Desa Pasak Piang Kecamatan Sungai Ambawang, Kabupaten Kubu Raya – Kalimantan Barat ................................................................................
23
Usman Bakar
Efektivitas Penerapan Keppres 80 Tahun 2003 pada Pemilihan Penyedia Barang/Jasa dalam Rangka Meningkatkan Akuntabilitas dan Transparansi Keuangan Pemerintah Kabupaten Aceh Barat .........................................
37
Khalis Yunus, Ema Alemina
Peranan Biofertilizer Bagi Pertumbuhan Tanaman Kedelai pada Tanah Yang Terkena Dampak Tsunami ....................................................................
55
Vivi Silvia
Pengaruh Pendidikan dan Pendapatan Terhadap Mobilitas Pekerja Wanita dari Sektor Industri ke Sektor Jasa di Kecamatan Kuta Alam Kota Banda Aceh..................................................................................................
Hasanuddin Yusuf Adnan
Konsep Syura dalam Islam ...................................................................
vii
65 83
Analisis Hubungan Pengeluaran Pemerintah Aceh Terhadap Produk Domestik Regional Bruto (PDRB) Aceh (Relationship Analysis of Aceh Government Expenditure for Produk Domestik Regional Bruto (PDRB) Aceh) Oleh : Muhammad Nasir1, Alfan Mufrody2
Abstrak
Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui hubungan antara perubahan pengeluaran Pemerintah Aceh dengan perubahan Produk Domestik Regional Bruto (PDRB). Data yang digunakan dalam penelitian ini adalah data pengeluaran Pemerintah Propinsi Aceh yang merupakan data time series dari tahun 1994 sampai dengan 2008. Adapun metode analisis yang digunakan adalah Granger Causality untuk meneliti pola atau arah hubungan kausalitas. Hasil kajian ini menunjukkan bahwa tidak ada hubungan timbal balik antara total pengeluaran pemerintah dengan PDRB. Selain itu juga tidak terjadi hubungan timbal balik antara total belanja rutin dengan PDRB. Kata kunci: Granger causality, pengeluaran pemerintah, belanja rutin, PDRB.
Abstract
This research is aimed to know the relationship between the change in Aceh government spending and Gross Domestic Regional Product (GDRP). The data used is the time series data from 1994 to 2008. Whereas the method of analysis used is Granger Causality test in finding the pattern and sign of the causality relationship. The research finds that there is no causality relationship between total government expenditure and GDRP. There is also no causality relationship between total routine expenditure and GDRP. Keywords: Granger causality, government spending, routine expenditure, GDRP.
1 2
Muhammad Nasir adalah dosen Fakultas Ekonomi Universitas Syiah Kuala, Darussalam- Banda Aceh. Alfan Mufrody adalah pegawai Dinas Pengairan Propinsi Aceh.
1
Analisis Hubungan...
Pendahuluan
Pembangunan ekonomi dapat diartikan sebagai suatu perubahan yang meningkatkan kapasitas produksi nasional. Peningkatan ini tercermin pada pertumbuhan ekonomi. Indikator pertumbuhan ekonomi tidak hanya bisa secara materi seperti meningkatnya pendapatan per kapita, tetapi juga peningkatan formasi modal non materi seperti kebijakan sosial budaya yang menunjang harmoni sosial dan kestabilan politik serta kemandirian. Pembangunan daerah merupakan bagian integral dari pembangunan nasional yang diupayakan berlandaskan prinsip otonomi daerah. Dengan demikian daerah mempunyai kesempatan untuk memanfaatkan sumber daya yang ada agar dapat meningkatkan kesejahteraan masyarakat di daerah tersebut. Dengan otonomi daerah, diharapkan daerah akan lebih mandiri dalam menentukan seluruh kegiatannya. Pengelolaan pemerintah daerah, baik di tingkat propinsi maupun tingkat kabupaten dan kota memasuki era baru sejalan dengan diberlakukannya UU No.22 tahun 1999 yang menempatkan otonomi secara utuh pada kabupaten/ kota. Khusus bagi propinsi, selain sebagai daerah otonom juga merupakan wilayah administrasi yang melaksanakan kewenangan pemerintah pusat melalui pelaksanaan dekonsentrasi. Selain itu, UU No.25 Tahun 1999 mengamanatkan bahwa setiap penyerahan atau pelimpahan kewenangan pemerintah pusat kepada propinsi dan kabupaten/ kota harus diikuti dengan pembiayaannya. Khusus untuk Aceh, dasar hukum
2
otonomi (khusus) lebih kuat lagi dengan adanya UU No.11 tahun 2006 yang dikenal sebagai Undang-Undang Pemerintahan Aceh (UUPA) sebagai usaha menjabarkan kesepakatan damai di Aceh berdasarkan MoU Helsinki. Pembangunan ekonomi adalah serangkaian usaha dan kebijaksanaan yang bertujuan untuk meningkatkan taraf hidup masyarakat, memperluas kesempatan kerja, mengarahkan pembagian pen dapatan masyarakat secara adil dan merata, serta meningkatkan hubungan ekonomi regional. Dalam mengatur dan memajukan perekonomian regional diperlukan kebijakan dalam perencanaan perekonomian yang matang dengan pengeluaran negara yang mendorong keseimbangan regional. Pada pemerintah daerah terdapat juga pengeluaran pemerintah yang diharapkan memberikan kontribusi ter hadap PDRB. Pengeluaran pemerintah yang bersifat produktif dan investasi akan memberikan kontribusi terhadap pemerintah daerah tersebut. Tingkat aktivitas kegiatan pemerintah yang produktif terlihat pula dalam pengalokasian pengeluaran pemerintah. Angka-angka pendapatan regional yang disajikan secara series dari tahun ke tahun akan dapat memberikan gambaran pembangunan ekonomi suatu daerah, sebagai hasil dari pelaksanaan program pembangunan. Tabel 1 berikut menunjukkan pengeluaran pemerintah dan PDRB Aceh.
Analisis Hubungan...
Tabel 1 : Pengeluaran Pemerintah dan PDRB Propinsi Aceh (dalam milyar rupiah) Tahun
Pengeluaran Pemerintah
PDRB Propinsi Aceh (berdasarkan harga berlaku)
2004
1.963,26
50.357,27
2005
2.169,78
56.951,60
2006
2.109,84
70.786,83
2007
4.047,19
73.196,28
2008
8.518,74
75.015,73
Sumber: APBD Propinsi Aceh, 2004-2008
Data pada Tabel 1 menunjukkan adanya peningkatan pada pengeluaran Pemerintah Aceh maupun PDRB Aceh. Namun demikian, pertumbuhan PDRB tidak sebesar pertumbuhan pengeluaran Pemerintah Aceh. Penge luaran pemerintah tahun 2004-2008 mengalami pertumbuhan sebesar 49,66%, sedangkan pertumbuhan PDRB sebesar 9,37%. Pengeluaran pemerintah me ru pakan salah satu indikator yang menunjukkan pertumbuhan ekonomi jangka panjang dan kesejahteraan masyarakat. Semakin besar pengeluaran pemerintah diharapkan dapat mem bawa dampak pada meningkatnya kesejahteraan masyarakat. Peningkatan kesejahteraan masyarakat merupakan salah satu tolok ukur PDRB. Oleh karena itu diharapkan dengan semakin meningkatnya pengeluaran pemerintah, maka akan semakin meningkat pula PDRB dan kesejahteraan rakyat. Berdasarkan uraian di atas, maka penulis tertarik untuk menganalisa hubungan pengeluaran Pemerintah Aceh terhadap PDRB Aceh dengan menggunakan pendekatan Granger Causality.
Model Analisis
Penelitian ini menggunakan metode Granger untuk meneliti pola atau arah hubungan kausalitas antara pengeluaran Pemerintah Aceh dengan PDRB Aceh selama kurun waktu 19942008. Untuk menghindari terjadinya hubungan korelasi yang spurious, dalam analisa ini digunakan Uji Akar-akar Unit (Unit Root test) dan kointegrasi sebagai uji prasyarat penggunaan metode kausalitas Granger. Model empiris yang akan dipakai adalah:
Yt = 0 + α 1Yt −1 + ... + α n Yt − n +
β 1 X t −1 + ... + β n X t − n + ε 1 Model 1: Hubungan PDRB dan Total Belanja APBA PDRB = α 1 PDRB( t −1) + ... + α n PDRB( t − n ) + β 1TOTAL(t −1) + ... + β n TOTAL(t − n ) + ε 1 TOTAL = α 1TOTAL( t −1) + ... + α n TOTAL( t − n ) +
β 1 PDRB( t −1) + ... + β n PDRB(t − n ) + ε 1
Model 2: Hubungan PDRB dan Belanja Rutin PDRB = α 1 PDRB( t −1) + ... + α n PDRB( t − n ) + β 1TOTAL(t −1) + ... + β n TOTAL(t − n ) + ε 1 TOTAL = α 1TOTAL( t −1) + ... + α n TOTAL( t − n ) +
β 1 PDRB(t −1) + ... + β n PDRB(t − n ) + ε 1
3
Analisis Hubungan...
Selanjutnya, uji akar unit digunakan untuk melihat apakah data yang diamati stationer atau tidak. Uji standar Dickey-Fuller dilakukan dengan mengestimasi persamaan regresi dalam tiga bentuk berbeda (Gujarati, 2004). Akhirnya, Granger Causality test digunakan untuk mengetahui apakah suatu variabel endogen dapat diperlakukan sebagai variabel eksogen. Granger Causality dilakukan karena ketidaktahuan keterpengaruhan antar variabel. Jika ada dua variabel X dan Y, misalnya, ingin dikaji apakah X menyebabkan Y atau Y menyebabkan X, atau berlaku keduanya, atau tidak ada hubungan antar keduanya. Variabel X menyebabkan variabel Y artinya berapa banyak nilai Y pada periode sekarang dapat dijelaskan oleh nilai Y dan nilai X pada periode sebelumnya. A. Data Data yang digunakan dalam penelitian ini adalah data pengeluaran Pemerintah Aceh dan data PDRB Aceh mulai tahun 1994 sampai dengan tahun 2008. Data yang digunakan Tabel
4
B. Analisis dan Pembahasan PDRB Aceh dari tahun ke tahun terus mengalami peningkatan. PDRB Propinsi Aceh pada tahun 1994 sampai dengan tahun 2008 mengalami peningkatan sebesar 567,15% yaitu 11.244.148,40 milyar rupiah pada tahun 1994 menjadi 75.015.730,00 milyar rupiah pada tahun 2008. Pertumbuhan PDRB Propinsi Aceh terbesar terjadi pada tahun 1998 yatu sebesar 44,85% sedangkan pertumbuhan terendah terjadi pada tahun 2008 yaitu hanya 2,49% (lihat Tabel 2).
2: PDRB Propinsi Aceh Tahun 1994-2008
Tahun 1994 1995 1996 1997 1998 1999 2000 2001 2002 2003 2004
merupakan data sekunder yang berasal dari Badan Pusat Statistik (BPS), Dirjen Perimbangan Keuangan, dan Dinas Pengelolaan Keuangan dan Kekayaan Aceh (DPKKA). Jenis-jenis pengeluaran pemerintah sampai dengan tahun 2005 dibagi menjadi pengeluaran rutin dan pengeluaran pembangunan. Namun setelah itu, pemerintah menerapkan unified budget sehingga tidak lagi membagi pengeluaran pemerintah menjadi pengeluaran rutin dan pembangunan.
PDRB atas dasar Harga Berlaku tahun 1994-2008 Nilai (milyar rupiah) Pertumbuhan (%) 11.244.148,40 13.091.230,00 14.637.990,00 17.229.040,00 24.956.859,30 26.991.583,10 27.972.558,70 34.733.400,00 42.157.460,00 48.619.150,00 50.357.270,00
16,43% 11,82% 17,70% 44,85% 8,15% 3,63% 24,17% 21,37% 15,33% 3,57%
Analisis Hubungan...
2005 2006 2007 2008
56.951.600,00 70.786.830,00 73.196.280,00 75.015.730,00
13,10% 24,29% 3,40% 2,49%
Sumber: BPS (1994-2008)
Salah satu konsekuensi dari desentralisasi fiskal tentunya adalah dituntutnya fungsi pengelolaan APBD yang harus mempertimbangkan alokasi dan prioritas dalam membiayai pembangunan daerah. Dari sisi alokasi, belanja daerah dilakukan untuk menyediakan barang dan pelayanan publik yang dibutuhkan oleh masyarakat banyak di daerah dan tidak dapat disediakan sendiri oleh masyarakat daerah tersebut. Sedangkan dari segi prioritas belanja daerah dilakukan untuk sektor-sektor yang sangat mendesak kebutuhannya dan berpengaruh besar bagi seluruh kegiatan perekonomian masyarakat. Tabel 3 berikut menunjukkan data mengenai distribusi belanja daerah Propinsi Aceh selama periode 19942008 yang meliputi belanja rutin dan pembangunan. Tabel Tahun 1994 1995 1996 1997 1998 1999 2000 2001 2002 2003 2004 2005 2006 2007 2008
Untuk melihat hubungan antara pengeluaran pemerintah dengan PDRB digunakan uji Granger Causality. Uji ini pada intinya dapat mengindikasikan suatu variabel mempunyai hubungan dua arah atau satu arah. Tetapi perlu diingat bahwa pada uji ini yang dilihat adalah pengaruh masa lalu terhadap kondisi sekarang, sehingga data yang digunakan adalah data deret waktu (time series). Dengan menggunakan model hubungan PDRB dan Total Belanja APBA dibangun model sebagai berikut: PDRB = α 1 PDRB( t −1) + ... + α n PDRB( t − n ) + β 1TOTAL(t −1) + ... + β n TOTAL(t − n ) + ε 1 TOTAL = α 1TOTAL( t −1) + ... + α n TOTAL( t − n ) +
β 1 PDRB( t −1) + ... + β n PDRB(t − n ) + ε 1
Dapat diketahui bahwa hasil pengujian Granger Causality PDRB
3: Distribusi Belanja Daerah Propinsi Aceh (juta rupiah) Belanja Daerah Tahun 1994-2008 Pembangunan 146.196,57 54.991,71 155.370,34 62.102,60 168.697,95 84.144,51 187.073,34 85.600,44 103.452,22 68.250,17 108.511,02 148,545,09 87.421,03 158.464,48 268.363,30 226.397,10 309.969,97 1.074.522,28 1.084.024,92 336.252,88 1.613.753,08 349.513,36 1.857.401,66 312.378,30 1.316.562,54 431.500,27 1.978.905,62 2.068.285,56 2.004.123,10 6.514.617,50
Rutin
Total 201.188,28 217.472,94 252.842,46 272.673,78 171.702,39 257.056,11 245.885,51 494.760,40 1.384.492,25 1.420.277,80 1.963.266,44 2.169.779,96 2.109.838,49 4.047.191,18 8.518.740,60
Sumber: Dirjen Perimbangan Keuangan dan DPPKA (data diolah)
5
Sumber: Dirjen Perimbangan Keuangan dan DPPKA (data diolah)
Analisis Hubungan...
dengan total belanja dalam kurun waktu tahun 1994-2008 bahwa Δ(PDRB) tidak mempunyai hubungan dengan Δ (Total). Artinya variabel Δ (PDRB) Granger tidak menyebabkan Δ (Total), dan Δ (Total) Granger tidak menyebabkan Δ (PDRB). Untuk lebih jelasnya bisa dilihat pada tabel berikut:
4, PDRB dan total belanja APBA tidak mempunyai hubungan kausalitas. Tidak adanya hubungan kausalitas antara PDRB dan total belanja APBA menunjukkan bahwa kegiatan ekonomi utamanya sektor riil dan dunia usaha pada umumnya yang diikuti dengan peningkatan PDRB tidak diikuti dengan
Tabel 4: Uji Granger Causality PDRB dengan Total Belanja APBA Pairwise Granger Causality Tests Sample: 1994 2008 Null Hypothesis:
Obs
F-Statistic
Probability
Lags: 1 TOTAL does not Granger Cause PDRB
14
PDRB does not Granger Cause TOTAL
0,11306
0,74301
0,13943
0,71595
0,11492
0,89288
0,15214
0,86129
0,82645
0,53332
0,27965
0,83837
1,17333
0,50833
0,28326
0,86922
Lags: 2 TOTAL does not Granger Cause PDRB
13
PDRB does not Granger Cause TOTAL Lags: 3 TOTAL does not Granger Cause PDRB
12
PDRB does not Granger Cause TOTAL Lags: 4 TOTAL does not Granger Cause PDRB PDRB does not Granger Cause TOTAL
11
Sumber: Data diolah
Tabel 4 menjelaskan bahwa pertama dilakukan pengujian Granger Causality menggunakan lag = 1, terlihat hasilnya adalah “probability” lebih besar dari 5%. Dengan demikian, kita menerima hipotesis nol. Artinya dapat dinyatakan bahwa PDRB dan total Belanja APBA tidak saling mempengaruhi atau tidak mempunyai hubungan kausalitas. Ketika lag diperbesar menjadi 2, 3, dan 4 yang terlihat pada Tabel 4, ternyata hasilnya memberikan keputusan yang sama dengan persamaan yang menggunakan lag sebanyak 1. Sehingga dapat disimpulkan bahwa lag 2, 3, dan
6
peningkatan penerimaan APBA. Artinya peningkatan PDRB tidak membawa dampak signifikan terhadap peningkatan penerimaan daerah. Hal ini dapat terjadi karena peningkatan penerimaan lebih disebabkan oleh peningkatan sumber-sumber penerimaan di luar dari pendapatan asli daerah (pajak daerah, retribusi dan sumber-sumber lain yang sah), melainkan penerimaan daerah meningkat dari transfer keuangan dari pemerintah pusat seperti pendapatan melalui dana perimbangan. Dapat disimpulkan bahwa peningkatan belanja daerah seiring dengan peningkatan
Analisis Hubungan...
penerimaan daerah dari tahun ke tahun tidak disebabkan bergairahnya perekonomian sektor-sektor pendukung peningkatan PDRB. Terjadinya peningkatan transfer keuangan dari pemerintah pusat ke Aceh adalah sejalan dengan terjadinya perubahan peraturan perundangundangan tentang pemerintah dan keuangan Aceh. Awalnya, Aceh diistimewakan dengan UU No.24 Tahun 1956, namun kemudian berubah menjadi dan mengikuti UU No.44 Tahun 1999 dan terakhir menjadi UU No.11 Tahun 2006 tentang Pemerintahan Aceh (UUPA). Perubahan ini menyebabkan terjadinya perubahan signifikan pada pendapatan Aceh yang berasal dari transfer keuangan pemerintah pusat. Hal ini dapat dilihat dari Pasal 181 UU No.11 tahun 2006 yang menjelaskan bahwa pendapatan daerah melalui transfer keuangan pusat berasal dari dana otonomi khusus dan perimbangan keuangan, yakni dana alokasi khusus (DAK), dana alokasi umum (DAU), dan dana bagi hasil minyak dan gas (DBHMG), terutama adanya peningkatan persentase dari bagian pertambangan minyak sebesar 55% dan pertambangan gas bumi sebesar 40%. Menurut teori Rostow dan Musgrave, perkembangan pengeluaran pemerintah dibagi ke dalam tahaptahap pembangunan ekonomi yang dibedakan antara tahap awal, tahap menengah dan tahap lanjut. Pada saat ini kondisi Aceh dapat dikatakan masih berada di tahap awal. Lambannya pertumbuhan pembangunan di Aceh diantaranya dikarenakan konflik yang berkepanjangan dan bencana Tsunami
sehingga hampir semua infrastruktur yang ada mengalami kerusakan, bahkan banyak pula yang tidak dapat digunakan lagi. Kondisi ini berdampak pada pengeluaran pemerintah di mana sebagian besar pengeluaran digunakan untuk membangun dan memperbaiki fasilitas umum yang diperlukan. Selain itu, dalam penyusunan anggaran pemerintah tidak tertutup kemungkinan terjadinya salah urus sehingga peningkatan pertumbuhan ekonomi terganggu. Faktor lain yang dapat menghambat pertumbuhan ekonomi adalah korupsi. Korupsi menyebabkan ketidakpercayaan sektor swasta. Ketidakpercayaan ini akan mengakibatkan sektor swasta tidak berkembang dan menghambat pertumbuhan ekonomi. Selain itu, korupsi dapat menurunkan pengembalian modal dari pemerintah. Pengeluaran pemerintah salah satu fungsinya adalah sebagai investasi publik. Semakin besar tingkat korupsi maka akan semakin lama pengembalian modal pemerintah, yang pada gilirannya akan menghambat pembangunan dan pertumbuhan ekonomi.Djumashev (2007) menunjukkan adanya hubungan negatif antara korupsi dengan tingkat kepercayaan sektor swasta dan pengembalian modal investasi yang dilakukan pemerintah. Singkatnya, korupsi memberikan efek negatif terhadap pertumbuhan ekonomi.
Kesimpulan dan Saran
Berdasarkan uraian dan analisis di atas maka dapat disimpulkan bahwa tidak terdapat hubungan kausalitas (Granger) antara total PDRB dengan
7
Analisis Hubungan...
total belanja Pemerintah Aceh. Artinya fluktuasi yang terjadi pada PDRB tidak berakibat apa-apa terhadap total belanja Pemerintah Aceh, dan sebaliknya total belanja daerah tidak mempengaruhi pertumbuhan PDRB. Selain itu, ditemukan bahwa penetapan kebijakan desentralisasi fiskal yang mengakibatkan meningkatnya belanja daerah juga tidak berhubungan dengan pertumbuhan PDRB Aceh. Karena itu, Pemerintah Aceh diharapkan mengalokasikan anggaran dengan efektif pada pos-pos yang dapat meningkatkan pertumbuhan PDRB sebagai salah satu indikator pertumbuhan ekonomi. Hal ini dapat dilakukan dengan mengurangi anggaran yang bersifat tidak produktif. Pengeluaran untuk konsumsi diharapkan dikurangi dan pengeluaran untuk investasi ditingkatkan. Selain itu juga diharapkan pengeluaran pemerintah yang menunjang peningkatan kinerja sektor swasta lebih ditingkatkan. Pemerintah Aceh diharapkan lebih bijaksana dalam pengelolaan anggarannya sehingga dapat meningkatkan pertumbuhan ekonomi dan kesejahteraan rakyat.
8
Analisis Hubungan...
Daftar Pustaka Bank Dunia. 2007. Kajian Pengeluaran Publik Indonesia: Memaksimalkan Peluang Baru. Washington DC: World Bank. Djumashev, R. 2007. Corruption, uncertainty and growth, MPRA Paper No. 3716, posted 7 November 2007, online at http://mpra.ub.uni-muenchen.de/3716. Gujarati, D. 1978. Ekonometrika Dasar. Jakarta: Penerbit Erlangga. Gujarati, D. 2004. Basic Econometrics. USA: The McGraw-Hill.
9
Optimasi Pengolahan Minyak Nilam pada Berbagai Daerah Produksi dan Varitas di Kabupaten Aceh Barat Oleh : Ir. Ramayana, MSi.
ABSTRAK
Penelitian ini bertujuan menganalisis optimasi proses penyulingan minyak nilam pada berbagai daerah produksi dan varitas di Kabupaten Aceh Barat. Metode penelitian yang digunakan adalah rancangan bujursangkar latin atas dasar tipe daerah produksi, varitas nilam dan alat penyuling yang digunakan. Hasil penelitian menunjukkan bahwa optimasi kinerja alat penyulingan berbeda menurut spesifikasi agroklimat wilayah produksi, varitas dan type alat penyuling. Hal ini pula yang menyebabkan variasi kinerja dan keuntungan usaha penyulingan minyak nilam. Semakin sesuai daerah produksi secara agroklimat dan agroekologi maka semakin kecil nilai investasi yang dibutuhkan untuk mencapai proses penyulingan yang optimal. Untuk daerah yang kurang sesuai secara agroklimat masing-masing varitas diperlukan investasi dengan nilai yang lebih besar. Kinerja proses penyulingan semakin baik bila diusahakan varitas yang sesuai dengan agroklimat dan agroekologi.
11
Analisis Hubungan...
PENDAHULUAN Tanaman nilam adalah salah satu tanaman yang sangat peka terhadap variasi kondisi agroklimat, dan agroekologi. Beberapa daerah di Provinsi Aceh memiliki iklim dan ekologi yang sesuai untuk pertanaman beberapa varitas nilam. Varitas unggul lokal adalah varitas dengan kualitas minyak nilamnya yang tergolong khas dan berbeda dengan daerah pertanaman nilam lainnya. Kinerja penyulingan nilam dapat diukur dengan besarnya manfaat lewat biaya yang dikeluarkan per satuan minyak nilam yang dihasilkan. Kinerja penyulingan minyak ini dipengaruhi oleh kualitas daun nilam dan alat penyulingan. Kualitas daun nilam sebagai bahan baku proses penyulingan ditentukan oleh varitas dan daerah produksi. Untuk Provinsi Aceh penyulingan minyak nilam menyebar di beberapa kabupaten dengan typology yang sangat bervariasi. Hasil penelitian terdahulu menunjukkan bahwa daerah produksi, varitas nilam dan spesifikasi alat penyuling menentukan hasil proses penyulingan. Selanjutnya, optimasi kinerja alat penyulingan berbeda menurut spesifikasi agroklimat wilayah produksi, dan varitas nilamnya. Oleh karena itu penelitian ini bertujuan mengkaji optimasi proses penyulingan yang didasarkan pada nilai investasi, kinerja produk dan keuntungan beberapa typology daerah produksi, varitas nilam dan alat penyulingan minyak nilam ini.
METODE PENELITIAN
Metode yang digunakan adalah kombinasi survey kesesuaian agroklimat dan agroekologi yang dibagi atas tiga
12
skala (sangat sesuai S1, sesuai S2 dan kurang sesuai S3). Dari masingmasing SPL (satuan peta lahan) diambil contoh daun nilam menurut varitas yang ditanam dan disuling pada tiga kelompok alat suling (type A, B dan C). Kemudian dilakukan perhitungan rerata: konsumsi bahan baku, konsumsi bahan bakar, hasil minyak/ rendemen, biaya energi per proses, biaya produksi dan keuntungan per proses. Biaya produksi per proses, prosentase biaya energi terhadap nilai minyak nilam, rendemen, dan keuntungan dihitung dengan rumus –rumus seperti berikut: K = a D1b D2c D3d V1e V2f V3g T1h T2i T3j Dimana: K adalah kinerja proses penyulingan. D adalah daerah produksi (luas areal pengembangan pada masingmasing kesesuaian agroklimat dan agroekologi (D1, D2, dan D3). V adalah Jumlah produksi (V1, V2, dan V3). T adalah type alat penyulingan yang digunakan (T1, T2, dan T3). A, b, c …… j adalah koefisien elastisitas kinerja penyulingan. Untuk analisis keuntungan digunakan rumus ∏ = TR – TC, dimana TR adalah total penerimaan (total revenue) yang diperoleh perkalian jumlah/mutu produksi Q dengan harga P; dan TC adalah total biaya (total cost) yang dihitung dari biaya investasi dan biaya operasi penyulingan nilam. Untuk analisis kinerja digunakan proven dengan membandingkan manfaat dengan biaya per satuan luas: K = TR/ TC. Kinerja ini dianalisis antar daerah,
Analisis Hubungan...
varitas dan teknologi yang digunakan. Malalui analisis δK/ δDi . p1 = δK/ δVi . p2 = δK/ δTi . p3 Kondisi optimum untuk proses pengolahan nilam dapat dianalisis dengan kondisi dimana setiap tambahan biaya pengolahan minyak nilam sama dengan nilai tambahan manfaat
HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN
Hasil penelitian menunjukkan bahwa terdapat 27 variasi kesesuaian lahan untuk tanaman nilam di Kabupaten Aceh Barat dengan 9 kluster yang tergolong pada tiga kesesuaian agroklimat dan agroekologi (S1, S2 dan S3). Kluster yang dikelompokkan terdiri dari perbedaan curah hujan, suhu ratarata, kemiringan lahan, jenis tanah, pH tanah, kandungan hara tersedia N, P, K dan indeks karbon. Berdasarkan kluster ini terdapat variasi kinerja penyulingan yang signifikan antar kluster dan daerah pengembangan. Varitas yang teramati adalah Aceh, Jawa, dan Sabun. Berdasarkan varitas proses optimum paling baik adalah pada varitas Aceh yang terdiri dari 12 kultivar. Semua ini akan mempengaruhi biaya investasi, biaya operasi, rendemen, produksi minyak nilam, nilai produksi, dan keuntungan usaha. A. Biaya Investasi Biaya investasi adalah seluruh biaya yang dikeluarkan dari mulai usaha sampai usaha tersebut mulai berjalan (beroperasi), atau dengan kata lain biaya investasi merupakan biaya yang dikeluarkan untuk membeli barang-
barang modal selama usaha tersebut belum menghasilkan produk. Besarnya biaya investasi ini sangat tergantung pada tipe penyuling. (T1, T2, dan T3). Total biaya investasi yang dikeluarkan dalam mengusahakan dan pengolahan minyak nilam di Kabupaten Aceh Barat ini bervariasi dari Rp. 22.500.000. sampai dengan Rp 38.825.000. B. Biaya Operasional Biaya operasional merupakan seluruh biaya yang dikeluarkan selama proses produksi berlangsung, atau dengan kata lain biaya operasional adalah biaya yang dikeluarkan selama usaha tersebut telah berproduksi. Besarnya biaya operasional yang dikeluarkan pada usaha pembudidayaan dan pengolahan minyak nilam di 5 kecamatan di Kabupatan Aceh Barat adalah sebesar Rp. 27.000.000 per tahun. Biaya operasional yang dikeluarkan untuk alat penyulingan nilam rata-rata 38.000 per Kg minyak nilam dengan variasi yang relatif besar antara Rp 26.400 sampai dengan Rp 42.800. Variasi ini tergantung pada varitas dan daerah asal pengembangan. C. Produksi dan Nilai Produksi Produksi dan nilai produksi merupakan hasil yang diperoleh pada seluruh kegiatan usaha pengolahan minyak nilam pada masing-masing kluster dan varitas nilam. Nilai produksi berasal dari jumlah produksi sesuai dengan mutu yang dikalikan dengan harga jual yang berlaku. Dengan asumsi harga jual untuk mutu I Rp. 260.000/kg; mutu II Rp 240.000/kg dan Mutu III Rp 200.000/kg diperoleh penerimaan yang
13
Analisis Hubungan...
bervariasi antara Rp 46.800.000/tahun sampai dengan 72.000.000/tahun. D. Kualitas Alat Suling Nilam Untuk mendapatkan minyak nilam dengan kualitas baik dan memenuhi standar SNI yang telah ditentukan, maka hal yang perlu diperhatikan yaitu kualitas dari alat suling yang digunakan. Adapun kualitas alat suling nilam tersebut dapat kita amati dari ketel air, ketel bahan baku, kondensor dan bak pendingin. Pada penelitian ini, kualitas alat suling dapat dibedakan menjadi tiga tipe yaitu T1 (modern), T2 (semi modern) dan T3 (tradisional). Pada ketel uap T1, bagian dalamnya dilengkapi dengan pipa api (asap) sehingga pemakaian panasnya lebih optimal dan juga dilengkapi dengan pengukur tekanan (manometer), klep keselamatan (safety valve), dan pipa pengukur. Nurdjannah dkk. (2006) menyatakan bahwa: pada ketel penyulingan, penggunaan bahan stainless steel sebagai bahan konstruksi sangat menguntungkan, karena masa pakai cukup lama dan tahan karat, dan tidak memerlukan penyulingan ulang karena minyak yang dihasilkan berwarna kuning cerah dan bermutu tinggi. Pada alat suling modern, dalam 100 kg nilam kering menghasilkan 1 kg minyak. Pipa pendingin merupakan bagian alat yang sangat penting dalam penyulingan minyak nilam karena pipa pendingin berfungsi sebagai penghantar hasil sulingan yang telah diuapkan menjadi minyak nilam setelah melalui proses pendinginan dalam bak pendingin. Pada objek penelitian, bak pendingin
14
yang digunakan menggunakan material semen dan mampu menampung air ±2500 liter. Berbeda dengan ketel uap T1, pada ketel kualitas T2 material yang digunakan terbuat dari plat besi yang ditempah pada pengrajin lokal yang ada pada objek penelitian. Akan tetapi plat yang digunakan tidak digalvenis terlebih dahulu sehingga dalam jangka waktu lama plat tersebut akan berkarat dan minyak yang dihasilkan akan keruh dan berwarna gelap. Untuk mengatasi hal ini petani menyuling kembali minyak tersebut untuk mendapatkan minyak yang berwarna kuning cerah. Material yang digunakan pada bak pendingin menggunakan papan kayu sebagai dindingnya dan terpal plastik sebagai wadah penampung air. Bak tersebut tidak mampu bertahan lama sehingga perlu perawatan yang intensif. Usaha peningkatan jumlah rendemen minyak yang dihasilkan dari proses penyulingan perlu diupayakan agar dapat dikembangkan di kalangan petani dan industri kecil. Pada objek penelitian, kualitas alat suling nilam T3 merupakan yang paling dominan. Akan tetapi kurangnya informasi dan tidak meratanya penyuluhan yang dilakukan pemerintah membuat petani tetap beralih pada alat suling tradisional. Konstruksi ketel uap tradisional menggunakan drum bekas aspal yang telah ditempah ulang oleh pengrajin lokal. Ketel uap T3 tidak mampu bertahan lama dan cepat berkarat sehingga uap yang dikeluarkan mengandung korosi yang akan mempengaruhi kualitas minyak nilam itu sendiri. Minyak nilam yang dihasilkan
Analisis Hubungan...
cenderung berwarna merah gelap dan sebagian agak kehitaman. Tidak berbeda dengan ketel uap, konstruksi ketel penyulingan juga menggunakan bahan yang sama dan bersifat mudah karatan. Hal ini juga akan mempengaruhi kualitas dari minyak nilam yang dihasilkan dan akan berwarna gelap. Untuk mengatasi hal tersebut, para petani nilam tradisional melakukan penyulingan berulang-ulang untuk mendapatkan minyak nilam yang berwarna cerah dan hal ini akan banyak menguras waktu dan tenaga. Pada alat suling tipe T3 (tradisional), bahan yang digunakan untuk bak pendingin tidak berbeda dengan bak pendingin yang ada pada alat suling T2, yang membedakan terletak pada kapasitas air yang ditampung yaitu ± 500 liter air. Petani perlu melakukan pengawasan ekstra untuk menjaga suhu air dalam bak pendingin agar minyak yang akan dihasilkan tidak banyak menguap. Dengan demikian dapat disimpulkan bahwa proses penyulingan adalah proses pemisahan komponen yang berupa cairan dari 81 macam campuran atau lebih berdasarkan perbedaan titik uapnya, dan proses ini dilakukan terhadap minyak atsiri yang tidak larut dalam air. Jumlah air yang menguap bersama-sama dengan uap air ditentukan
oleh tiga faktor, yaitu besarnya tekanan uap yang digunakan, berat molekul dari masing-masing komponen dalam minyak dan kecepatan minyak keluar dari bahan yang mengandung minyak. Dari 81 observasi terdapat 27 hasil pengamatan yang menunjukkan efesiensi penggunaan tekanan uap air terhadap rendemen minyak nilam dan kualitas minyak. Untuk T1 semua varitas dan asal nilam menunjukkan proses penyulingan yang optimum pada biaya produksi Rp 27.600 sampai dengan Rp 31.000 per kilogram minyak nilam. Umtuk T2 optimasi proses pengolahan minyak nilam untuk varitas Aceh terdapat pada kondisi tekan uap air 68 s.d 72 ATM selama 4 jam 16 menit. Kondisi ini memerlukan biaya pengolahan Rp 36.200 sampai dengan Rp 39.700 per kilogram. Variasi biaya ini tergantung pada kadar air bahan baku dan jumlah tenaga kerja yang digunakan dalam proses penyulingan. E. Kualitas Bahan Baku Kualitas bahan baku pada penelitian diklarisifikasikan berdasarkan varietas, kadar air, kadar air bahan baku dan diameter rajangan. Untuk variasi varitas dan kadar air menghasilkan kadar minyal dan kadar alkohol yang berbeda, untuk lebih jelasnya dapat dilihat pada Tabel 1.dibawah ini.
Tabel 1. Tabel Kualitas Bahan Baku Daun Nilam dan Kinerja Minyak Pada Industri Minyak Nilam di 5 Kecamatan Kabupaten Aceh Barat No
Varietas
Hasil daun nilam kering (t/ha)
Kadar minyak (%)
Kadar patcholi Alcohol (ml)
Kadar air (%)
1 2
Aceh Jawa
11,09 13,28
3,21 2.83
355,89 375,76
12 15
3
Sabun
7,66
2,91
222,99
19
Sumber: data primer (diolah), 2009
15
Analisis Hubungan...
Untuk mendapatkan bahan baku berkualitas, yang perlu diperhatikan oleh petani sebelum melakukan penyulingan yaitu jenis daun nilam yang akan disuling yaitu mempunyai kandungan minyak yang tinggi baik dari batang maupun daun. Berdasarkan tabel diatas dapat dilihat kadar minyak paling tinggi terdapat pada varietas nilam Aceh dengan kadar minyak sebesar 3,21 % dan batas kekeringan daun nilam segar menjadi daun nilam kering antara (25 – 30) % kadar air. Faktor utama yang menyebabkan adanya kandungan besi terlarut di dalam minyak nilam adalah penggunaan peralatan penyulingan yang masih konvensional, terutama ketel yang berasal dari drum bekas. Pada temperatur tinggi, besi dari drum berada dalam bentuk ion akan terikut dengan uap dan terakumulasi dalam minyak, sehingga minyak yang dihasilkan akan keruh dan berwarna gelap. Hal ini akan mengurangi kadar mutu minyak yang dihasilkan (Ellyta dan Mustanir, 2004). Pada penelitian ini, konstruksi alat suling yang digunakan yang bervariasi dengan mulai dari menggunakan drum bekas, plat besi yang di tempah khusus, dan plat stainless stell tanpa digalvanis terlebih dahulu. Setelah penggunaan yang lama, plat tersebut akan berkarat dan minyak yang dihasilkan akan berwarna gelap. Hal ini akan menurunkan harga jual petani kepada agen pengumpul. Untuk mengatasi hal tersebut, petani melakukan destilasi ulang untuk menghasilkan minyak yang berwarna jernih. Dengan demikian, biaya yang dikeluarkan pun akan bertambah dan hal ini tidaklah
16
efisien karena mengingat waktu yang terlalu lama dan upah tenaga kerja yang harus dibayarpun bertambah besar. Hal ini sebenarnya bisa dihindari apabila petani mau merubah sistem pengolahan minyak nilam yang tradisional ke modern dengan menggunakan alat suling dan ketel yang terbuat dari besi stainless steel yang digalvanis sehingga minyak yang dihasilkan akan berkualitas dan mempunyai harga jual yang tinggi. Berdasarkan pengamatan di lapangan, satu kali proses produksi dengan bahan baku ± 100 kg daun nilam kering, memerlukan tenaga kerja 3 orang, kayu bakar ± 2 m3. Lama penyulingan sekitar 4 – 5 jam. Dari 100 kg daun nilam kering, kita akan memperoleh produk minyak nilam sebanyak 1,8 – 2,6 % dari berat daun nilam tersebut. Jadi, kalau besarnya rendemen 2,5 %, maka akan didapatkan minyak nilam : 2,5 % x 100 kg = 2,5 kg. Dari 81 unit observasi pengolahan minyak nilam yang dibedakan menurut daerah asal; varitas dan tipe alat penyulingan maka terdapat variasi yang sangat nyata. Kinerja yang diukur dengan efesiensi biaya penyulingan tersebut memberikan gambaran optimasi pada masing-masing varian. Variasi yang signifikan antar variatas dan tipe produksi ini secara teknis dan ekonomis akan menentukan titik optimasi proses pengolahan minyak nilam. Kinerja pengolahan minyak nilam antara daerah asal (S1, S2, dan S3) sangat berbeda; demikian juga antar varitas (V1, V2, dan V3) dan juga berdasarkan tipe alat penyulingan (T1, T2, dan T3) seperti yang ditunjukkan pada Tabel 2. berikut ini.
Analisis Hubungan...
Tabel 2. Sebaran Kinerja Penyulingan Minyak Nilam di Lima Kecamatan Sentra Produksi Berdasarkan Daerah, Varitas dan T1lat Penyulingan di Kabupaten Aceh Barat. Kesesuaian Daerah
S1
S2
S3
V2
V1
V3
T1
T2
T3
T1
T2
T3
T1
T2
0.58
0.51
0.42
0.52
0.45
0.36
0.46
0.39
0.3
0.51
0.44
0.47
0.45
0.38
0.41
0.39
0.32
0.35
0.54
0.46
0.41
0.48
0.4
0.35
0.42
0.34
0.29
0.49
0.43
0.4
0.46
0.4
0.37
0.38
0.32
0.3
0.53
0.44
0.37
0.5
0.41
0.34
0.44
0.36
0.29
0.51
0.5
0.41
0.48
0.47
0.38
0.4
0.39
0.3
0.48
0.3
0.22
0.45
0.27
0.19
0.37
0.19
0.12
0.42
0.29
0.28
0.39
0.26
0.25
0.33
0.21
0.2
0.38
0.27
0.24
0.35
0.24
0.21
0.27
0.16
0.13
Dari table tersebut terlihat bahwa untuk varitas V1 kondisi optimum terdapat pada kluster S1 dengan curah hujan ratarata 1.200 mm per tahun dengan suhu 29 oC yang dikembangkan di dataran rendah dengan kemiringan 0 s/d 10 %. Hasil analisis menunjukkan bahwa fungsi yang menggambarkan kinerja penyulingan minyak nilam berdasarkan daerah produksi, varitas dan alat penyulingan adalah sebagai berikut: K = 28.000 D10,0704 D20,1471 D30,1843 V10,0020 V20,0611 V30,1124 T10,0022 T20,1108 T30,3821 Pengujia secara serempak menunjukkan keberartian model yang diperoleh dengan R2= 0,81. Ini artinya bahwa kinerja penyulingan minyak nilam di daerah ini 81 persen ditentukan oleh kesesuaian agrokilmat + agroekologi; varitas nilam yang dikembangkan, dan tipe alat penyulingan yang digunakan. Dengan mengalikan PMi dengan biaya pada masing-masing varian di atas maka yang paling murah biaya produksi untuk daerah dengan klasifikasi S1 di D1 untuk varitas
T3
nilam Aceh dengan menggunakan alat penyulingan modern T1. Dengan demikian bila ingin dicapai efesiensi pemanfaatan faktor produksi pada proses penyulingan nilam maka faktor-faktor di atas perlu diperhatikan.
KESIMPULAN DAN SARAN
Dari hasil penelitian di atas dapat
disimpulkan bahwa kualitas daun nilam ditentukan oleh daerah penanaman dan varitas yang digunakan. Selanjutnya rendemen dan kualitas minyak nilam ditentukan oleh kualitas bahan baku dan tipe alat penyulingan. Biaya investasi menentukan kinerja alat penyulingan dan keuntungan dari usaha tersebut. Daerah pengembangan minyak nilam pada katagori S1 akan lebih efesien bila dibandingkan dengan daerah dengan kesesuaian S2 dan S3. Varitas nilam yang sangat efesien dikembangkan di Kabupaten Aceh Barat adalah varitas Aceh dengan 12 kultivar yang ada. Tipe alat penyulingan menentukan biaya investasi dan kinerja penyulingan. Semakin tinggi nilai investasi
17
Analisis Hubungan...
semakin baik mutu dan kapasitas alat sehingga nilai minyak nilam semakin tinggi. Pada gilirannya, semakin tinggi pula keuntungannya. Untuk meningkatkan produksi minyak nilam di Kabupaten Aceh Barat perluditatawilayahpengembangandengan katagori sangat sesuai dan sesuai dengan menggunakan varitas asli Aceh dengan 12 kultivar yang ada. Di samping itu perlu dilakukan rehabilitasi dan rekonstruksi alat penyulingan nilam di beberapa sentra produksi nilam Kabupaten Aceh Barat.
18
Analisis Hubungan...
Lampiran 1. Kinerja Penylingan Minyak Varitas Aceh Untuk Daerah Pengembangan dan Tipe Alat Suling di Kabupaten Aceh Barat. Daerah Pengembangan
V1 T1
S1 Jumlah Rata-2
T2
Jumlah Rata-2
0.51
0.42
1.51
0.50
0.51
0.44
0.47
1.42
0.47
0.54
0.46
0.41
1.41
0.47
1.63
1.41
1.3
0.47
Jumlah Rata-2
0.48
0.4
1.32
0.44
0.53
0.44
0.37
1.34
0.45
0.51
0.5
0.41
1.42
0.47
1.53
1.37
1.18
4.08
0.45
0.46
0.39
0.45
0.48
0.3
0.22
1
0.33
0.42
0.29
0.28
0.99
0.33
0.38
0.27
0.24
0.89
0.30
1.28
0.86
0.74
2.88
0.32
0.29 4.44
Rerata
0.43
0.43
Total
0.43
4.34
0.49
0.51 S3
Rata-2
0.58
0.54 S2
Jumlah
T3
0.49
0.25 3.64
0.40
3.22 0.36
0.32 11.3
0.42
Lampiran 2. Kinerja Penylingan Minyak Varitas Jawa Untuk Daerah Pengembangan dan Tipe Alat Suling di Kabupaten Aceh Barat. Daerah Pengembangan
S1 Jumlah Rata-2
V2 T1
T2
Rata-2
0.45
0.36
1.33
0.44
0.45
0.38
0.41
1.24
0.41
1.23
0.41
0.48
0.4
0.35
1.45
1.23
1.12
0.46
Jumlah
Jumlah
0.52
0.48 S2
T3
0.41 0.4
3.8
0.37 0.37
0.42 1.23
0.41
0.5
0.41
0.34
1.25
0.42
0.48
0.47
0.38
1.33
0.44
1.44
1.28
1.09
3.81
0.42
19
Analisis Hubungan... Rata-2
0.48 S3
Jumlah Rata-2
0.27
0.19
0.39
0.26
0.25
0.42 0.9
0.30
0.35
0.24
0.21
0.8
0.27
1.19
0.77
0.65
1.7
0.19
0.26
4.08
Rerata
0.36
0.45
0.40
Total
0.43
0.45
3.28 0.36
0.22
0.19
2.86
9.31
0.32
0.34
Lampiran 3. Kinerja Penylingan Minyak Varitas Sabun Untuk Daerah Pengembangan dan Tipe Alat Suling di Kabupaten Aceh Barat. Daerah
S1 Jumlah Rata-2
Jumlah Rata-2
Total Rerata
20
Jumlah
T3
Rata-2
0.46
0.39
0.3
1.15
0.38
0.39
0.32
0.35
1.06
0.35
0.42
0.34
0.29
1.05
0.35
1.27
1.05
0.94
3.26
0.35
0.31
0.36
0.36
0.38
0.32
0.3
1
0.33
0.44
0.36
0.29
1.09
0.36
0.4
0.39
0.3
1.09
0.36
1.22
1.07
0.89
3.18
0.35
0.41 S3
Rata-2
T2
0.42 S2
Jumlah
V3 T1
0.36
0.37
0.19
0.33 0.27 0.97 0.32 3.46 0.38
0.30
0.35
0.35
0.12
0.68
0.23
0.21
0.2
0.74
0.25
0.16
0.13
0.56
0.19
0.56
0.45
1.98
0.22
0.19 2.68 0.30
0.15
0.22
2.28 0.25
0.22 8.42
0.31
0.31
Analisis Hubungan...
DAFTAR PUSTAKA Buckingham,J.,1982,”Dictionary of Organic Compounds”, 5thedition, Chapman and Hall, New York. Daniels,F. dan R.A. Alberty,1959,”Physical Chemistry”, John Wiley and Sons, Inc.,Amsterdam. Dummond,H.M.,1960, “Patcouli oil, Journal Perfumery and Essential Oil Record”, hal.484-493 Ellyta S, 2002,”Kuantifikasi Penyulingan minyak Nilam dari daunnya untuk peningkatan teknik dan kapasitas produksi yang memenuhi minyak nilam bermutu”, Thesis Magister, ITB, Bandung. Ellyta S, 2004, “ Rancangan distribusi uap pada alat ketel suling untuk meningkatkan rendemennya; dalam kasus Minyak Nilam (Pogostemon Cablin Benth)”, Lapaoran Penelitian, LPPM, Universitas Bung Hatta, Padang Guenther,E,1985,“Minyak Atsiri,”jilid I (terjemahan) S. Kateren, Universitas Indonesia, Jakarta. Hobir,dkk., 1998,”Prospek Pengembangan Nilam di Indonesia“, Seminar Club Indonesia, Jakarta. Irfan, 1989,”Pengaruh Lama Keringanginan dan Perbandingan Daun Nilam dengan Batang terhadap Rendemen dan Mutu Minyak Nilam’, Fateta, IPB, Bogor. Masada Y. ,1975,”Analysis of Essential Oils by Gas Chromatography and Mass Spectrometry”, John Wiley and Sons Inc.,New York. Perman dan Mulyazmi,1999,”Pemurnian Minyak Nilam Mentah”, Skripsi, Universitas Bung Hatta, Padang. Rusli dan Hasanah,1977,”Cara Penyulingan Daun Nilam Mempengaruhi Rendemen dan Mutu Minyaknya”, Pemberitaan LPTI (24):hal.1-9 LPTI Bogor Syaifuddin,1993, ” Pengaruh Jenis Wadah dan Lama Penyimpanan terhadap Mutu Minyak Nilam”, Fateta, IPB. Santoso, H.B.,1997,” Bertanam Nilam bahan industri wewangian”, Penerbit kanisius. Standar Nasional Indonesia (SNI),1991,”Minyak Nilam”, Dewan Standarisasi Nasional, Jakarta
21
Analisis Indeks dan Status Keberlanjutan Pemanfaatan Rawa Lebak di Desa Pasak Piang Kecamatan Sungai Ambawang, Kabupaten Kubu Raya-Kalimantan Barat (Analysis of Sustainability Index and Status in the Utilization of Freshwater Swamp in Pasak Piang Village, Sub-District of Sungai Ambawang, Kubu Raya District - West Kalimantan Province) Rois 1, Supiandi Sabiham 2, Irsal Las 3, dan Machfud 4
ABSTRAK Rawa merupakan sebutan bagi semua daerah yang tergenang air, yang penggenangannya dapat bersifat musiman maupun permanen dan ditumbuhi oleh tumbuhan (vegetasi). Provinsi Kalimantan Barat, terdapat rawa lebak seluas 35.436 hektar yang tersebar di 11 kabupaten. Di Kabupaten Kubu Raya, terdapat rawa lebak yang terdistribusi di empat kecamatan yang salah satunya adalah Kecamatan Sungai Ambawang. Penelitian ini bertujuan untuk menganalisis keberlanjutan pemanfaatan rawa lebak di Desa Pasak Piang, Kecamatan Sungai Ambawang yang didasarkan pada penilaian indeks dan status keberlanjutan dengan menggunakan metode Multidimensional Scaling (MDS) yang disebut dengan Rap-Lebak (Rapid Appraisal for Rawa Lebak). Data yang digunakan terdiri dari data primer dan data sekunder. Hasil ordinasi Rap-Lebak menunjukkan bahwa nilai indeks keberlanjutan rawa lebak masing-masing dimensi bervariasi berkisar dari yang terendah 24.20 persen untuk dimensi ekonomi yang dikategorikan tidak berkelanjutan, diikuti dimensi teknologi 28.92 persen, dimensi ekologi 45.36 persen, dan dimensi sosial budaya 48.30 persen yang ketiganya dikategorikan kurang berkelanjutan, serta dimensi kelembagaan dengan nilai indeks tertinggi, yaitu 51.41 persen atau dikategorikan cukup berkelanjutan. Sedangkan hasil analisis leverage dari 37 atribut yang dianalisis diperoleh 19 atribut sensitif yang berpengaruh terhadap indeks keberlanjutan sistem pengelolaan rawa lebak. kata Kunci : indeks dan status keberlanjutan , rawa lebak
Mahasiswa S3 Program Studi Pengelolaan Sumberdaya Alam dan Lingkungan – Sekolah Pasca Sarjana IPB. Staf Pengajar Departeman Ilmu Tanah dan Sumberdaya Lahan IPB. 3 Kepala Balai Besar Sumberdaya Lahan Pertanian Bogor 4 Staf Pengajar Dep. Teknologi Industri Pertanian IPB 1 2
23
Analisis Indeks...
abstract Swamp is a definition for all areas that is stagnated by water. It is classified as seasonal or permanent, and overgrown by vegetation. In West Kalimantan Province, there is a freshwater swamp area of 35,436 hectares spread over 11 districts. In Kubu Raya district, there is a freshwater swamp which is distributed in four districts, including Sungai Ambawang sub-District. This research aimed to analyze sustainable utilization of freshwater swamp in Pasak Piang, Sungai Ambawang sub-District that is based on an index assessment and the status of sustainability by using Multidimensional Scaling (MDS) it’s called Rap-Lebak (Rapid Appraisal for Rawa Lebak). The used data consists of both primary and secondary data. Rap-Lebak Ordination Results showed that the values of sustainability index on freshwater swamp of each dimension was on various range, from a low 24.20 percent for the economic dimension is not considered sustainable, followed by technological dimensions 28.92 percent, 45.36 percent of the ecological dimension, and socio-cultural dimensions of 48.30 percent of all three categorized as less sustainable, and institutional dimension with the highest index value, which is 51.41 percent or categorized quite sustainable. While the results of analysis leverage of the 37 attributes that were analyzed obtaining 19 attributes that influence the sensitive index of freshwater swamp on sustainable management system. key wards : sustainability index and status, freshwater swamp
24
Analisis Indeks...
PENDAHULUAN Rawa merupakan sebutan bagi semua daerah yang tergenang air, yang penggenangannya dapat bersifat musiman maupun permanen dan ditumbuhi oleh tumbuhan (vegetasi). Indonesia mempunyai lahan rawa sekitar 39 juta hektar yang terdiri dari lahan rawa pasang surut dan rawa lebak. Berdasarkan data dari Balittra tahun 2005, terdapat areal rawa pasang surut seluas 24,2 juta hektar dan rawa lebak seluas 13,27 juta hektar, dan umumnya tersebar di Pulau Sumatera 5,70 juta hektar, Kalimantan 3,40 juta hektar, dan Irian Jaya 5,20 juta hektar. Provinsi Kalimantan Barat dengan luas total 14,64 juta hektar memiliki rawa lebak sekitar 35.436 hektar dan baru sekitar 9.796 hektar atau 27,6 persen yang telah dimanfaatkan. Lahan ini tersebar di 11 kabupaten yang salah satunya adalah Kabupaten Kubu Raya. Di Kabupaten Kubu Raya, rawa lebak tersebar di empat Kecamatan yaitu Kecamatan Batu Ampar, Terentang, Sungai Raya dan Sungai Ambawang. Khusus untuk penelitian ini difokuskan di Kecamatan Sungai Ambawang, tepatnya desa Pasak Piang dengan luas rawa lebak yang ada mencapai 221 hektar (Dinas Pertanian Prov. Kalbar, 2008). Saat penelitian ini dilaksanakan, rawa lebak di lokasi penelitian dimanfaatkan berbagai macam tanaman mulai tanaman pangan (jagung, ubi kayu, ubi jalar, keladi/talas, dan utamanya padi), palawija dan sayuran (kacang tanah, kacang kedelai, kacang hijau, terung, bayam, kangkung, cabe), tahunan (karet, kopi, kakao, lada,
kelapa, dan kelapa sawit), dan sebagian kecil dimanfaatkan untuk kolam dan usaha peternakan, dengan rata-rata kepemilikan lahan hanya berkisar 0.5 – 1.0 hektar per kepala keluarga. Usahatani dengan berbagai jenis tanaman yang tersebut di atas, umumnya dilakukan dengan tujuan untuk memenuhi kebutuhan rumah tangga, kecuali untuk tanaman karet. Secara umum menurut Noor (2007), pemanfaatan lahan rawa lebak masih terbatas dan hanya bersifat untuk menopang kehidupan sehari-hari dan masih tertinggal jika dibandingkan dengan agroekosistem lain, seperti lahan kering atau lahan irigasi. Hal itu dapat dipahami, karena rawa lebak merupakan ekosistem yang lebih cepat rusak dan hilang jika dibandingkan dengan ekosistem lain, dan tidak hanya rentan terhadap perubahan langsung seperti konversi menjadi lahan pertanian atau pemukiman, tetapi juga rentan terhadap perubahan kualitas air sungai yang mengalirinya (Lewis et al., 2000). Selain itu, kendala non fisik, terutama masalah status kepemilikan lahan yang banyak dikuasai oleh kelompok-kelompok tertentu yang berprofesi sebagai non petani (Arifin et al., 2006) dan ketidakjelasan kepemilikan lahan (Irianto, 2006). Dengan kondisi demikian, apabila ekosistem rawa lebak tidak dikelola dan diatur dalam pemanfaatannya, maka hal itu dapat menimbulkan konflik. Konflik menurut Kartodihardjo dan Jhamtani (2006) dapat terjadi apabila tidak adanya kesepakatan dalam menetapkan aturan main pengelolaan sumberdaya alam yang digunakan sebagai landasan. Muara dari keadaan di atas, pada
25
Analisis Indeks...
gilirannya dapat mempercepat proses pengrusakan/degradasi. Agar supaya dalam pemanfaatan rawa lebak dapat berlangsung secara berkelanjutan, maka perlu diterapkan konsep pembangunan berkelanjutan atau sustainable development. Pembangunan berkelanjutan adalah pembangunan yang dapat memenuhi kebutuhan sekarang tanpa harus mengorbankan kemampuan generasi yang akan datang untuk memenuhi kebutuhannya sendiri (Brundland Report, 1987). Substansi dari konsep ini adalah tujuan sosial, ekonomi dan lingkungan dapat berjalan secara bersama-sama. Dalam penerapannya, tujuan pembangunan berkelanjutan tidak hanya terbatas pada tiga dimensi yaitu ekologi, ekonomi dan sosial, tetapi dapat berkembang sesuai dengan kebutuhan dan keragaman dari masing-masing wilayah atau daerah yang diteliti. Dalam penelitian ini, pendekatan yang digunakan untuk mengetahui keberlanjutan pemanfaatan rawa lebak menggunakan lima dimensi. Hal ini dengan mempertimbangkan berbagai aspek yang mempengaruhi proses pemanfaatan rawa lebak tersebut. Adapun kelima dimensi yang digunakan adalah dimensi ekologi, ekonomi, sosial budaya, teknologi dan kelembagaan. Penelitian ini bertujuan untuk [1] mengetahui keberlanjutan sistem pemanfaatan rawa lebak pada masing-masing dimensi yaitu ekologi, ekonomi, sosial budaya, teknologi dan kelembagaan, dan [2] mengetahui atribut-atribut yang sensitif berpengaruh
26
terhadap sistem pemanfaatan rawa lebak.
METODE PENELITIAN
Penelitian dilaksanakan di Desa Pasak Piang, Kecamatan Sungai Ambawang Kabupaten Kubu Raya, Kalimantan Barat yang dilaksanakan sejak bulan Februari sampai September 2010. Penentuan lokasi penelitian dilakukan secara purposive sampling, sedangkan penentuan responden dilakukan secara random sampling yaitu sebanyak 28 responden. Data yang digunakan dalam penelitian ini adalah data primer dan data sekunder. Data primer diperoleh melalui wawancara, pengisian kuesioner, survey lapangan untuk mengetahui sistem usahatani di lokasi penelitian. Data sekunder diperoleh melalui penelusuran literatur hasil-hasil penelitian, studi pustaka, laporan dan dokumen dari berbagai instansi yang berhubungan dengan bidang penelitian. Metode analisis yang digunakan yaitu [1] teknik ordinasi Rap-Lebak melalui metode Multidimensional Scaling (MDS) untuk menilai indeks dan status keberlanjutan pemanfaatan rawa lebak, [2] analisis leverage untuk mengetahui atribut-atribut sensitif yang berpengaruh terhadap indeks keberlanjutan dimasing-masing dimensi [3] analisis Monte Carlo digunakan untuk menduga pengaruh galat pada selang kepercayaan 95 persen. Nilai indeks Monte Carlo dibandingkan dengan indeks MDS. Penentuan nilai Stress dan Koefesien determinasi (R2) yang berfungsi untuk mengetahui perlu
Analisis Indeks...
tidaknya penambahan atribut, dan mencerminkan keakuratan dimensi yang dikaji dengan keadaan yang sebenarnya. Bagan proses aplikasi Rap-Lebak yang dimodifikasi dari Alder et al (2000); Fauzi dan Anna (2005) dapat dilihat pada Gambar 1 berikut.
A. Keberlanjutan Rawa Lebak Dimensi Ekologi Hasil analisis Gambar 2a menun jukkan bahwa indeks keberlanjutan pemanfaatan rawa lebak dimensi ekologi hanya mencapai nilai indeks 45.36 persen atau dengan kategori kurang berkelanjutan.
Gambar 1 Bagan proses aplikasi Rap-Lebak (dimodifikasi dari Alder et al (2000); Fauzi dan Anna (2005). Mulai Review atribut (berbagai kategori dan skoring kriteri)
Identifikasi pemanfaatan rawa lebak (didasarkan kriteri yang konsisten)
Penilaian skor setiap atribut
Multidimensional Scaling (untuk masing-masing atribut)
Analisis Monte Carlo (analisis keidakpastian)
Analisis Leveage (analisis anomali)
Analisis keberlanjutan (sustainability assessment)
HASIL DAN PEMBAHASAN Untuk mengetahui indeks keberlanjutan serta atribut sensitif yang berpengaruh terhadap pemanfaatan rawa lebak dari masing-masing dimensi, dilakukan analisis Rap-Lebak dan analisis Leverage.
27
Analisis Indeks...
Gambar 2 [a] Indeks dan status keberlanjutan rawa lebak dimensi ekologi, [b] faktor sensitif yang mempengaruhi keberlanjutan ekologi Analisis Leverage Dimensi Ekologi Pasak Piang
RAPLEBAK Ordination 60
Ketersediaan sistem irigasi
40
Periode kekeringan
Periode tergenang
20
45.36
BAD
0 0
20
40
60
80
GOOD 100
Attribute
Sumbu Y setelah Rotasi: Skala Sustainability
UP
120
Produktivitas lahan Kandungan bahan organik tanah Kelas kesesuaian lahan
-20
Penggunaan pupuk
-40
Persentase luas lahan
DOWN
0
1
2
3
4
5
6
7
8
9
10
Root Mean Square Change in Ordination when Selected Attribute Removed (on Sustainability scale 0 to 100)
-60 Sumbu X setelah Rotasi: Skala Sustainability
a
Hasil analisis leverage Gambar 2b menunjukkan bahwa dari delapan atribut yang dianalisis terdapat empat atribut sensitif yang mempengaruhi keberlanjutan ekologi dalam pengelolaan rawa lebak, yaitu (1) kondisi bahan organik tanah, (2) produktivitas lahan, (3) periode tergenang, dan (4) penggunaan pupuk. Keempat atribut sensitif yang mempengaruhi keberlanjutan ekologi tersebut mempunyai keterkaitan yang
b sangat erat dalam mempengaruhi keberlanjutan pemanfaatan rawa lebak. B. Keberlanjutan Rawa Lebak Dimensi Ekonomi Hasil analisis Gambar 3a menun jukkan bahwa indeks keberlanjutan pe manfaatan rawa lebak dimensi ekonomi hanya mencapai nilai indeks 24.20 persen atau dengan kategori tidak berkelanjutan (buruk).
Gambar 3 [a] Indeks dan status keberlanjutan rawa lebak dimensi ekonomi, [b] faktor sensitif yang mempengaruhi keberlanjutan ekonomi Analisis Leverage Dimensi Ekonomi Pasak Piang
RAPLEBAK Ordination 60
Efesiensi ekonomi
40
Keuntungan usahatani
20
Ketersediaan sarana produksi
0 0 -20
BAD
20
40
60
80
24.20
120
Harga produk usahatni
Ketersediaan modal usahatani
Produksi usahatani
-40 DOWN
Pendapatan rata-rata petani 0
-60 Sumbu X setelah Rotasi: Skala Sustainability
28
GOOD 100
Attribute
Sumbu Y setelah Rotasi: Skala Sustainability
UP
a
2
4
6
8
10
12
14
16
Root Mean Square Change in Ordination when Selected Attribute Removed (on Sustainability scale 0 to 100)
b
Analisis Indeks...
Hasil analisis leverage Gambar 3b menunjukkan bahwa dari tujuh atribut yang dianalisis terdapat empat atribut sensitif yang mempengaruhi keberlanjutan ekonomi dalam pengelolaan rawa lebak, yaitu (1) harga produk usahatani, (2) ketersediaan sarana produksi, (3) keuntungan usahatani, dan (4) efesiensi ekonomi. Keempat atribut sensitif yang mempengaruhi keberlanjutan ekonomi tersebut juga mempunyai keterkaitan yang sangat erat antara satu atribut dengan atribut lainnya dalam mempengaruhi keberlanjutan pemanfaatan rawa lebak. C. Keberlanjutan Rawa Lebak Dimensi Sosial Budaya Hasil analisis Gambar 4a menunjukkan bahwa indeks keberlanjutan pemanfaatan rawa lebak dimensi sosial budaya hanya mencapai nilai indeks 48.30 persen atau dengan kategori kurang berkelanjutan.
Hasil analisis leverage Gambar 4b menunjukkan bahwa dari tujuh atribut yang dianalisis terdapat enam atribut sensitif yang mempengaruhi keberlanjutan sosial budaya dalam pengelolaan rawa lebak, yaitu (1) peran adat dalam kegiatan pertanian, (2) rumah tangga petani yang pernah mengikuti penyuluhan pertanian, (3) pola hubungan masyarakat dalam usaha pertanian, (4) jumlah rumah tangga petani, (5) tingkat pendidikan formal petani, dan (6) intensitas konflik. Keenam atribut sensitif yang mempengaruhi keberlanjutan sosial budaya tersebut mempunyai keterkaitan yang sangat erat antara satu atribut dengan atribut lainnya dalam mempengaruhi keberlanjutan pemanfaatan rawa lebak. D. Keberlanjutan Rawa Lebak Dimensi Teknologi Hasil analisis Gambar 5a menunjukkan bahwa indeks
Gambar 4 [a] Indeks dan status keberlanjutan rawa lebak dimensi sosial budaya, [b] faktor sensitif yang mempengaruhi keberlanjutan sosial budaya Analisis Leverage Dimensi Sosial Budaya Pasak Piang
RAPLEBAKOrdination 60
Inensitas konflik
Tingkat pendidikan formal petani
40
Pola hub. Masyarakat dlm usaha pertanian
20 48.30 0 0
BAD
20
40
60
80
-20
GOOD 100
Attribute
Sumbu Y setelah Rotasi: Skala Sustainability
UP
120
Peran adat dalam kegiatan pertanian Rumah tangga petani yg pernah mengikuti penyuluhan pertanian Jumlah rumah tangga petani
-40 DOWN
Status kepemilkan lahan 0
-60 Sumbu X setelah Rotasi: Skala Sustainability
a
2
4
6
8
10
12
14
16
18
Root Mean Square Change in Ordination when Selected Attribute Removed (on Sustainability scale 0 to 100)
b 29
Analisis Indeks...
keberlanjutan pemanfaatan rawa lebak dimensi teknologi hanya mencapai nilai indeks 28.92 persen atau dengan kategori kurang berkelanjutan.
nilai indeks 51.41 persen atau dengan kategori cukup berkelanjutan.
Gambar 5 [a] Indeks dan status keberlanjutan rawa lebak dimensi teknogi, [b] faktor sensitif yang mempengaruhi keberlanjutan teknologi Analisis Leverage Dimensi Teknologi Pasak Piang
RAPLEBAK Ordination 60
Jadual tanam
Pola tanam
40
Ketersediaan mesin pasca panen
20
28.92
BAD
0 0
20
40
60
80
GOOD 100
Attribute
Sumbu X setelah Rotasi: Skala Sustainability
UP
Ketersediaan mesin pompa air
Jml alat pemberantasan jasad pengganggu
120 Pengendalian gulma
-20
Pemupukan
-40
Pengolahan tanah
DOWN 0
-60 Sumbu X setelah Rotasi: Skala Sustainability
a
Hasil analisis leverage Gambar 5b menunjukkan bahwa dari delapan atribut yang dianalisis terdapat tiga atribut sensitif yang mempengaruhi keberlanjutan teknologi dalam pengelolaan rawa lebak, yaitu (1) jumlah alat pemberantasan jasad pengganggu, (2) ketersediaan mesin pompa air, dan (3) ketersediaan mesin pasca panen. Ketiga atribut sensitif yang mempengaruhi keberlanjutan teknologi tersebut merupakan atribut teknologi yang sangat berperan dalam mempengaruhi keberlanjutan pemanfaatan rawa lebak. E. Keberlanjutan Rawa Lebak Dimensi Kelembagaan Hasil analisis Gambar 6a menunjukkan bahwa indeks keberlanjutan pemanfaatan rawa lebak dimensi kelembagaan hanya mencapai
30
1
2
3
4
5
6
7
8
Root Mean Square Change in Ordination when Selected Attribute Removed (on Sustainability scale 0 to 100)
b
Analisis Indeks...
Gambar 6 [a] Indeks dan status keberlanjutan rawa lebak dimensi kelembagaan, [b] faktor sensitif yang mempengaruhi keberlanjutan kelembagaan Analisis Leverage Dimensi Kelembagaan Pasak Piang
RAPLEBAK Ordination 60
Keberadaan balai penyuluh pertanian Kondisi prasarana jelan desa
40
Petugas penyuluh lapangan
20 Attribute
Sumbu Y setelah Rotasi: Skala Sustainability
UP
51.41 0 0
BAD
20
40
60
80
GOOD 100
120
-20
Ketersediaan lembaga keuangan mikro Keberadaan lembaga sosial Intensitas pertemuan kelompok tani
-40 DOWN
Keberadaan kelompok tani 0
-60 Sumbu X setelah Rotasi: Skala Sustainability
a
Hasil analisis leverage Gambar 6b menunjukkan bahwa dari tujuh atribut yang dianalisis terdapat dua atribut sensitif yang mempengaruhi keberlanjutan kelembagaan dalam pengelolaan rawa lebak, yaitu (1) ketersediaan lembaga keuangan mikro, dan (2) keberadaan lembaga sosial. Kedua atribut sensitif yang mempengaruhi keberlanjutan kelembagaan tersebut mempunyai keterkaitan yang kurang erat dalam mempengaruhi keberlanjutan pemanfaatan rawa lebak. Dari kelima dimensi yang dianalisis yang divisualisasikan dalam bentuk diagram layang (kite diagram) Gambar 7 menunjukkan adanya keragaman antara satu dimensi dengan dimensi yang lain. Untuk dimensi kelembagaan yang diperoleh nilai indeks relatif terbesar yaitu 55.15 persen atau kategori cukup berkelanjutan, jika dibandingkan dengan tiga dimensi (ekologi, sosial budaya, dan teknologi) yang berada pada kategori kurang berkelanjutan dan satu dimensi
1
2
3
4
5
6
7
8
Root Mean Square Change in Ordination when Selected Attribute Removed (on Sustainability scale 0 to 100)
b
yaitu dimensi ekonomi mempunyai nilai indeks terendah yaitu 24.20 persen yang berada pada kategori tidak berkelanjutan (buruk).
31
Analisis Indeks...
Gambar 7 Diagram layang analisis indeks dan status keberlanjutan rawa lebak di Pasak Piang Ekologi 100 80 45.36 60 Kelembagaa n
51.41
40 20
Ekonomi 24.2
0 28.92 48.3 Sosial Budaya
Teknologi
Nilai indeks untuk dimensi ekologi, sosial budaya, dan teknologi yang masing-masing hanya mencapai 45.36 persen, 48.30 persen, dan 28.92 persen pada kategori kurang berkelanjutan, yang apabila ingin ditingkatkan nilai indeksnya menjadi ‘cukup berkelanjutan atau di atas 50.00 persen, maka perlu mengelola atribut-atribut sensitif ketiga dimensi tersebut. Sedangkan untuk dimensi ekonomi yang nilai indeks keberlanjutan, berada pada kategori buruk (tidak berkelanjutan) sesuai dengan hasil analisis dimensi ekonomi pada Gambar 3a di atas. Hasil ini juga menunjukkan bahwa apabila ingin ditingkatkan status keberlanjutan dari kategori ‘buruk’ menjadi ‘cukup’ berkelanjutan, maka perlu mengelola atribut-atribut sensitif yang berpengaruh
produksi, keuntungan usahatani, dan efesiensi ekonomi. Berdasarkan tabel 1 nilai S-Stress yang dihasilkan, dimasingmasing dimensi, mempunyai nilai yang lebih kecil dari ketentuan (<0.25), dengan asumsi bahwa semakin kecil dari 0.025 semakin baik. Sedangkan nilai Koefesien Determinasi (R2) disetiap dimensi cukup tinggi (mendekati 1). Dengan demikian, kedua parameter statistik tersebut menunjukkan seluruh atribut yang digunakan dalam setiap dimensi di lokasi penelitian sudah cukup baik menerangkan keberlanjutan sistem pemanfaatan rawa lebak yang ada di Desa Pasak Piang Kecamatan Sungai Ambawang, Kabupaten Kubu Raya, Kalimantan Barat.
Tabel 1 Nilai Stress dan R2 status keberlanjutan pengelolaan rawa lebak di lokasi penelitian Parameter
Dimensi keberlanjutan Ekologi
Ekonomi
Sosial Budaya
Teknologi
Kelembagaan
S-Stress
0.1374439
0.1484612
0.1525913
0.1383314
0.1477204
R
0.9416752
0.9301242
0.923359
0.9450684
0.9416838
2
terhadap keberlanjutan dimensi ekonomi, terutama mengelola harga produk usahatani, ketersediaan sarana
32
Selanjutnya hasil analisis Monte Carlo menunjukkan bahwa nilai status indeks keberlanjutan pemanfaatan
Analisis Indeks...
rawa lebak pada selang kepercayaan 95 persen didapatkan hasil yang tidak banyak mengalami perbedaan (<1) antara hasil analisis MDS dengan analisis Monte Carlo (Tabel 2). Kecilnya perbedaan nilai indeks keberlanjutan antara hasil analisis dari kedua metode tersebut membuktikan bahwa (1) kesalahan dalam pembuatan skor setiap atribut relatif kecil, (2) ragam pemberian skor akibat perbedaan opini relatif kecil, (3) proses analisis yang dilakukan secara berulang-ulang relatif stabil, dan (4) kesalahan pemasukkan data dan data yang hilang dapat dihindari. Perbedaan ini juga menunjukkan bahwa sistem yang dikaji memiliki tingkat kepercayaan yang tinggi. Beberapa parameter hasil uji statistik ini menunjukkan bahwa metode Rap-Lebak cukup baik dipergunakan sebagai salah satu instrumen evaluasi keberlanjutan pengelolaan rawa lebak.
ekologi, sosial budaya dan teknologi termasuk dalam kategori kurang berkelanjutan. Dan dimensi ekonomi termasuk dimensi yang mempunyai nilai indeks keberlanjutan yang paling rendah atau pada kategori tidak berkelanjutan (buruk). Atribut-atribut sensitif yang berpengaruh terhadap keberlanjutan sistem pemanfaatan rawa lebak sebanyak 19 atribut, dari dimensi ekologi empat atribut yaitu (1) kondisi bahan organik tanah, (2) produktivitas lahan, (3) periode tergenang, dan (4) penggunaan pupuk; dimensi ekonomi empat atribut, yaitu (1) harga produk usahatani, (2) ketersediaan sarana produksi, (3) keuntungan usahatani, dan (4) efesiensi ekonomi; dimensi sosial budaya enam atribut, yaitu (1) peran adat dalam kegiatan pertanian, (2) rumah tangga petani yang pernah
Tabel 2 Perbedaan Indeks keberlanjutan antara Rap-Lebak (MDS) dengan Monte Carlo pada Masing-masing Dimensi Dimensi keberlanjutan
Indeks keberlanjutan (%) MDS
MONTE CARLO
Perbedaan (selisih)
Ekologi
45.36
45.88
0.52
Ekonomi
24.20
24.32
0.12
Sosial Budaya
48.30
48.47
0.17
Teknologi
28.92
29.60
0.68
Kelembagaan
51.41
51.32
0.09
KESIMPULAN DAN SARAN
A. Kesimpulan Nilai indeks keberlanjutan pemanfaatan rawa lebak untuk masingmasing dimensi sangat beragam berkisar antara 24.20 – 51.41 persen. Dimensi kelembagaan termasuk dalam kategori cukup berkelanjutan, sedangkan dimensi
mengikuti penyuluhan pertanian, (3) pola hubungan masyarakat dalam usaha pertanian, (4) jumlah rumah tangga petani, (5) tingkat pendidikan formal petani, dan (6) intensitas konflik; dimensi teknologi tiga atribut, yaitu (1) jumlah alat pemberantasan jasad pengganggu, (2) ketersediaan mesin pompa air, dan
33
Analisis Indeks...
(3) ketersediaan mesin pasca panen; dan dimensi kelembagaan dua atribut, yaitu (1) ketersediaan lembaga keuangan mikro, dan (2) keberadaan lembaga sosial. B. Saran Analisis keberlanjutan ini menunjukkan kondisi saat ini (exesting condition), maka untuk memperbaiki keberlanjutan pemanfaatan rawa lebak tersebut, perlu dilakukan perbaikan pengelolaannya dengan cara mengelola 17 atribut sensitif yang terdistribusi pada dimensi ekologi, ekonomi, sosial budaya dan teknologi.
34
Analisis Indeks...
DAFTAR PUSTAKA Alder J, TJ, Pitcher, D. Preikshot, K. Kaschner and B. Feriss. 2000. How good is good? A. Rapid Appraisal tecknique for evaluation of the sustainability status of fisheries of the north Atlantic. In Pauly and Pitcher (eds). Methods for evaluationg the impacts of fisheries on the north atlantic ecosystem. Fisheries Center Research Reports. Arifin M.Z., Anwar K., dan Simatupang R.S. 2006. Karakteristik dan Potensi Lahan Rawa Lebak untuk Pengembangan Pertanian di Kalimantan Selatan dalam Prosiding Seminar Nasional Pengelolaan Lahan Terpadu. Banjarbaru 28 – 29 Juli 2006. Brundland Report, G.H., M. Khalid, S. Agneli, S.A. Al-athel, B. Chidzero, L.M. Fadika, V. Hauff, I. Lang, M. Shijun, M.M. de Botero, N. Singh, P.N. Neto, S. Okita, S.S. Ramphal, W.D. Ruckeshaus, M. Sahnoun, E. Salim, B. Shaib, V. Sokolov, J. Stanovnik, M. Strong [World Commission on Enveronment and Development]. 1987. Our common future. Oxford: Oxford University Press. Dinas Pertanian. 2008. Statistik pertanian Tanaman Pangan, Provinsi Kalimantan Barat. Fauzi A dan S. Anna. 2005. Pemodelan sumberdaya perikanan dan kelautan untuk analisis kebijakan. Gramedia Pustaka, Jakarta. Irianto G., 2006. Kebijakan dan Pengelolaan Air Dalam Pengembangan Lahan Rawa Lebak dalam Prosiding Seminar Nasional Pengelolaan Lahan Terpadu, Banjarbaru 28 – 29 Juli 2006. Kartodihardjo, H., dan Jhamtani H. [Editor]. 2006. Politik Lingkungan dan Kekuasaan di Indonesia. Jakarta: Equinox. Noor, M. 2007. Rawa Lebak: Ekologi, Pemanfaatan, dan Pengembangannya. Rajawali Pers, Jakarta. Sulistyarto, B. 2008. Pengelolaan Ekosistem Rawa Lebak untuk Mendukung Keanekaragaman Ikan dan Pendapatan Nelayan di Kota Palangkaraya. Disertasi Sekolah Pascasarjana Institut Pertanian Bogor, Bagor. Sudana, W., 2005. Potensi dan Prospek Lahan Rawa Sebagai Sumber Produksi Pertanian. Balai Pengkajian dan Pengambangan Teknologi Pertanian Bogor. Waluyo. 2000. Pola Kondisi Air Rawa Lebak sebagai Penentu Masa dan Pola Tanam Padi dan Kedelai di Daerah Kayu Agung (OKI) Sumatera Selatan. Tesis Sekolah Pascasarjana Institut Pertanian Bogor, Bogor.
35
Efektivitas Penerapan Keppres 80 Tahun 2003 pada Pemilihan Penyedia Barang/Jasa dalam Rangka Meningkatkan Akuntabilitas dan Transparansi Keuangan Pemerintah Kabupaten Aceh Barat (Effectivities Application Of KEPRES 80 for 2003 on Election Provider of Goods / Services in Order To Improve Financial Accountability and Transparency Government District of West Aceh) Oleh : Usman Bakar 1
ABSTRAK Penelitian ini bertujuan menganalisis sistem dan praktik pengadaan barang/ jasa pemerintah di Kabupaten Aceh Barat. Pelaksanaan pengadaan barang/ jasa pemerintah yang dilakukan oleh Unit Layanan Pengadaan (ULP) ditemukan tidak efektif. Penelitian ini dilaksanakan dengan menggunakan survey deskriptif. Penelitian ini ditujukan untuk memecahkan masalah dan berusaha menuturkan, menganalisis, mengklasifikasi, memperbandingkan sehingga pada akhirnya dapat ditarik kesimpulan-kesimpulan yang bersifat deduktif. Respondennya adalah pejabat yang terlibat dalam proses pengadaan barang/ jasa namun telah memiliki sertifikasi minimal L2. Pejabat tersebut terdiri dari panitia pengadaan, Pejabat Pembuat Komitmen (PPK), dan Kuasa Pengguna Aanggaran (KPK). Jumlah responden adalan 25 orang yang telah memiliki sertifkasi dari Bappenas. Dalam penelitian sistem pengadaan ditemukan 71% pelaksanaannya sudah transparan dan 63% sudah akuntabel, namun untuk proses pelaksanaan ditemukan 83% efisien, 57% efektif, 70% akuntabel, 88% transparan, 57% legal dan 89% keadilan. Hasil penelitian ini terbukti belum efektif dan masih banyak melanggar peraturan-peraturan. Penyebabnya ada beberapa faktor, antara lain terbatasnya jumlah sumberdaya yang memenuhi syarat, terlambatnya dilakukan proses tender karena keterlambatan penmgesahan APBD sehingga pekerjaan tertumpuk pada menjelang akhir tahun di mana dengan jumlah panitia sebanyak 5 orang menangani 108 paket dalam waktu hanya lima bulan. Keywords : Efisiensi dan Efektifitas.
1
USMAN BAKAR adalah dosen Fakultas Ekonomi Universitas Syiah Kuala, Darussalam- Banda Aceh.
37
Efektivitas Penerapan...
Abstract This study aims to analyze the systems and practices of procurement of government in West Aceh district. Implementation of procurement undertaken by the Government Procurement Services Unit (ULP) was found to be ineffective. This research was conducted using a descriptive survey. This study aimed to solve the problem and tried to explained, analyze, classify, compare and ultimately can be drawn conclusions are deductive. Respondents are officials involved in the process of procurement of goods / services but have had minimal L2 certifications. Officers consist of the procurement committee, their Maker Commitment (KDP), and Power Users Aanggaran (KPK). The number of respondents is 25 people who already have certification from Bappenas. The research found 71% of the procurement system implementation was transparent and 63% are accountable, but to the process of implementation is found 83% efficient, 57% effective, 70% accountable, transparent, 88%, 57% and 89% of legal justice. The results of this research has not proven effective and many violate the rules. The reason there are several factors, among others, the limited number of qualified resources, delays in tender process because of a delay penmgesahan budget so that the work piled up at the end of the year in which the number of committees to handle as many as 5 people or 108 packages in just five months. Keywords: Efficiency and Effectiveness.
38
Efektivitas Penerapan...
LATAR BELAKANG PENELITIAN
Penerapan GGG (Good Government Govenrnance) dalam manajemen pemerintahan Republik Indonesia menuntut semua Pemerintah Daerah, baik tingkat provinsi maupun tingkat kabupaten, membenah diri secara terus-menerus dan konsekuen dalam berbagai bidang kegiatan. Salah satu kegiatan yang menjadi sorotan publik dewasa ini adalah kegiatan pengadaan barang/jasa. Pengadaan barang/jasa pemerintah merupakan suatu proses di mana barang/jasa tersebut diusulkan ke dalam DIPA hingga barang/jasa dimiliki/dipakai oleh pemerintah. Proses pengadaan terikat dengan undangundang dan peraturan-peraturan yang salah satunya adalah Keppres No. 80 tahun 2003 beserta perubahannya. Kepala daerah (Gubernur/Bupati) diamanatkan untuk menerapkan sistem pengadaan yang dapat mengeluarkan sebuah keluaran (output) yang efisien, efektif, transparansi, dan akuntabilitas kepada publik. Kabupaten Aceh Barat berada di jalur pesisir barat–selatan yang berjarak lebih kurang 350 km dari ibukota Provinsi Aceh telah melakukan praktik pengadaan sejak tahun 2006 dan sudah membentuk satu lembaga yang bernama ULP (Unit Layanan Pengadaan). Posisi ULP ini berada di bawah Setdakab sempat berjalan selama satu tahun penuh, kemudian dileburkan lagi ke masing-masing SKPD karena alasan tidak efektif.
LANDASAN TEORI
A. Pengertian Sistem dan Pengadaan Barang /Jasa Pemerintah Menurut Raymond McLeod (1998: 13), Sistem adalah sekelompok eleman-elemen yang terintegrasi dengan maksud yang sama untuk mencapai suatu tujuan. Selain itu, Stephen A. Moscove & Mark G. Simkim (Baridwan, 1996:4), mendefinisikan suatu sistem adalah suatu kesatuan yang terdiri dari interaksi subsistem yang berusaha untuk mencapai tujuan (goal) yang sama. Sementara Bodnar & Hopwood (1998:1) memberikan definisi sistem adalah sekumpulan sumberdaya yang berhubungan untuk mencapai tujuan tertentu. Romney memberikan pengertian sistem adalah sekumpulan dari dua atau lebih komponen yang saling berinteraksi untuk mencapai suatu tujuan. Keempat definisi di atas lebih menekankan pada hubungan antara beberapa: subsistem/komponen/ elemen untuk mencapai sutau tujuan. Tetapi tidak menjelaskan hubungan yang bagaimana bentuknya. Hubungan bisa saja sangat erat seperti ayah dengan ibu rumah tangga dalam sebuah sistem keluarga dengan tujuan membina rumah tangga yang sakinah. Mereka telah membagi tugas dan tanggung jawab masing-masing secara khusus, namun tanggung jawab akhir secara bersamasama. Akan tetapi jika hubungan tersebut tidak harmonis, maka tujuanpun tak mungkin tercapai. Harmonis maksudnya saling membahu antara elemen sistem A, B, C, dan seterusnya. Jika A melakukan kesalahan, B dan C ikut meluruskan/
39
Efektivitas Penerapan...
membenarkannya atau melakukan koreksi. Jika A dan C, bertengkar atau salah faham, maka B sebagai penengah dan mendamaikannya dengan musyawarah (meeting). Jadi, pengertian sistem itu harus lengkap dan sederhana agar tidak terjadi simpang siur atau mengaburkan arti bagi pembaca. Berdasarkan uraian tadi dapat disimpulkan bahwa sistem itu merupakan kumpulan beberapa elemen atau subsistem atau sumberdaya yang saling berhubungan (interaksi antara sub, elemen atau sumberdaya) dan bekerja sama secara harmonis dalam satu wadah untuk menggapai sutu tujuan akhir. Sistem dapat dibedakan antara sistem yang kecil dengan sistem yang besar. Sistem yang kecil disebut dengan subsistem dan induknya disebut super sistem atau sistem besar. Misalnya sistem Fakultas Ekonomi merupakan subsistem dari sistem UNSYIAH (Universitas Syiah Kuala). Selanjutnya, sistem UNSYIAH menjadi subsistem dari sistem DIKTI (Direktorat Jenderal Perguruan Tinggi), dan seterusnya. Menurut Susanto (2000; 25-29) ciri suatu sistem sebagai berikut: 1. Suatu sistem mempunyai tujuan utama yang akan dicapai. Tanpa tujuan atau sasaran yang ditetapkan terlebih dahulu secara jelas, berarti sistem tersebut tidak bernama atau berbentuk. Sebab nama dan bentuk suatu sistem dirumuskan dalam tujuan. 1. Semua sistem terdiri atas unsurunsur/elemen-elemen/subsistem dalam satu kesatuan. Unsur-unsur atau komponen-komponen sistem bisa berupa fisik dan nonfisik. Fisik
40
maksudnya dapat dijangkau oleh semua panca indera manusia, sedangkan nonfisik sifatnya abstrak. 1. Komponen-komponen/unsur-unsur/ subsistem saling berhubungan atau terintegrasi antara komponen/unsur/ sub tadi. Misalnya, subsistem persediaan berhubungan dengan subsistem pembelian, subsistem penjualan dalam perusahaan dagang. 1. Suatu sistem dapat beroperasi jika ada lingkungan. Jika sistem itu tidak ada lingkungan maka sistem itu akan mati atau tidak berjalan. Contoh, sistem sebuah organisasi perusahaan beropreasi dalam lingkungan sistemsistem seperti: pelanggan, pemerintah, pemasok, serikat buruh, dan sebagainya. 1. Karena sistem beroperasi dalam lingkungan tertentu, maka sistem itu juga mempunyai batas tertentu yang mampu dijangkaunya. Misalnya subsistem produksi dan sub-sistem pembelian. Sub-sistem pembelian merupakan lingkungan dari sub-sistem produksi maka harus ada penghubung antara subsistem. Subsistem produksi berakhir pada permintaan bahan untuk dibeli (gudang), sedangkan subsistem pembelian berawal dari adanya permintaan pembelian kemudian baru melakukan order pembelian, dan seterusnya. Berdasarkan Lampiran Ic Keputusan Presiden Republik Indonesia Nomor 80 Tahun 2003 tentang Pelaksanaan Pengadaan Barang/Jasa Pemerintah menetapkan bahwa sistem pengadaan barang/jasa Pemerintah sebagai terdiri dari: a. Metode pemilihan penyedia ba-
Efektivitas Penerapan...
rang/jasa. b. Metode penyampaian dokumen penawaran, c. Metode evaluasi penawaran, dan d. Jenis kontrak yang tepat atau cocok dengan barang/jasa yang bersangkutan. Penjelasan masing-masing penetapan sistem pengadaan yang dilaksanakan penyedia barang/jasa tersebut di atas akan diuraikan sebagai berikut. 1. Metode pemilihan penyedia barang/jasa Metode pemilihan penyedia barang/jasa pemborongan/jasa lainnya dapat terdiri dari : a. Pelelangan umum b. Pelengan terbatas c. Pemilihan langsung d. Penunjukan langsung Metode pemilihan penyedia barang/jasa konsultansi dapat terdiri dari : a. Seleksi umum b. Seleksi terbatas c. Seleksi langsung d. Penunjukan langsung 2. Metode penyampaian dokumen penawaran Penyampaian dokumen penawaran dapat dilakukan dengan menggunakan 3 metode yaitu : a. Metode satu sampul b. Metode dua sampul c. Metode dua tahap 3. Metode evaluasi penawaran Evaluasi penawaran untuk pengadaan barang/jasa pemborongan/ jasa lainnya dapat dilakukan dengan menggunakan metode :
a. Sistem gugur b. Sistem nilai (merit point system) c. Sistem penilaian biaya selama umur ekonomis (economic life cycle cost) Sedngkan evaluasi penawaran untuk pengadaan jasa konsultansi dapat dilakukan dengan menggunakan metode: a. Metode evaluasi berdasarkan kualitas b. Metode evaluasi berdasarkan kualitas teknis dan biaya c. Metode evaluasi pagu anggaran d. Metode evaluasi biaya terendah e. Metode evaluasi penunjukan langsung B. Sertifikasi Keahlian Pentingnya masalah sertifikasi untuk aparatur negara yang terlibat dalam pengadaan barang dan jasa pemerintah telah diatur dalam beberapa peraturan yang antara lain: 1. Pasal 1 angka 15 Kepres Nomor 80 Tahun 2003 ”Sertifikat keahlian pengadaan barang/jasa pemerintah adalah tanda bukti pengakuan atas kompetensi dan kemampuan profesi di bidang pengadaan barang/jasa pemerintah yang diperoleh melalui ujian sertifikasi keahlian pengadaan barang/jasa nasional dan untuk memenuhi persyaratan seseorang menjadi Pejabat Pembuat Komitmen atau Panitia/Pejabat Pengadaan atau anggota Unit Layanan Pengadaan (Procurement Unit)”. 2. Pasal II angka 1 Perpres Nomor 8 Tahun 2006 ”Sebelum pelaksanaan sertifikasi keahlian pengadaan barang/jasa dapat
41
Efektivitas Penerapan...
dilakukan sesuai dengan UndangUndang Nomor 13 Tahun 2003 tentang ketenagakerjaan, maka pelaksanaan sertifikasi keahlian pengadaan barang/ jasa dikoordinasikan oleh Menteri Negara Perencanaan Pembangunan Nasional/Kepala Bappenas”. 3. Pasal II angka 4 Perpres Nomor 8 Tahun 2006 ”Sertifikat keahlian pengadaan barang/jasa yang telah diterbitkan oleh Kementerian Negara Perencanaan Pembangunan Nasional/Bappenas sebe lum berlakunya Peraturan Presiden ini, dinyatakan berlaku sebagai sertifikat keahlian pengadaan barang/jasa seba gaimana diatur dalam Keputusan Presiden Nomor 80 Tahun 2003 sebagaimana telah beberapa kali diubah terakhir dengan Peraturan Presiden Nomor 70 Tahun 2005”. Memperhatikan ketentuan ten tang sertifikasi tersebut dapat dianalisis. a. Bahwa sertifikasi keahlian penga daan barang/jasa diperoleh melaui ujian sertifikasi; b. Bahwa selama ini sertifikasi keahlian pengadaan barang/jasa belum dilaksanakan sebagaimana amanat Undang-Undang Nomor 13 Tahun 2003 tentang Ketenagakerjaan; c. Bahwa dalam rangka mereduksi amanat Undang-Undang, maka Menteri Negara Perencanaan Pem banguan Nasional/Ketua Bappenas mengkoordinasikan pelaksanaan sertifikasi pengadaan barang/jasa. d. Bahwa sertifikat keahlian penga daan barang/jasa yang telah diterbitkan oleh Kementerian Negara Perencanaan Pembangunan
42
Nasional/Bappenas sebelum berlakunya Peraturan Presiden Nomor 8 Tahun 2006 tanggal 20 Maret 2008 dinyatakan berlaku. Dengan interprestasi akontrario, mama sertifikat keahlian pengadaan barang/jasa yang diterbitkan oleh Kementerian Negara Perencanaan Pembangunan Nasional/Bappenas setelah berlakunya Peraturan Presiden Nomor 8 Tahun 2006 tanggal 20 Maret 2008 dinyatakan tidak berlaku. Hal ini wajar karena setelah tanggal 20 Maret 2008 Kementerian Negara Perencanaan Pembangunan Nasional/Bappenas hanya berwenang menkoor dinasikan sertifikasi keahlian pengadaan barang/jasa yang tidak sesuai (melanggar dan tidak taat) dengan Undang-Undang Nomor 13 Tahun 2003 tentang Ketenagakerjaan. Khusus untuk aturan mengenai kepemilikan sertifikat pengadaan barang/jasa pemerintah, sesuai dengan Surat Edaran Menteri Negara PPN/Kepala Bappenas No. 0021/M.PPN/01/2008 Tanggal 31 Januari 2008, maka sertifikat pelatihan/bimbingan teknis pengadaan barang dan jasa, untuk sementara, sampai tanggal 31 Desember 2008 dapat diberlakukan sebagai sertifikat keahlian pengadaan barang/jasa.
METODE PENELITIAN
Data yang digunakan dalam penelitian ini adalah data primer, yaitu dengan cara membagikan langsung daftar pertanyaan (kuesioner) kepada setiap responden. Responden diarahkan
Efektivitas Penerapan...
dan didampingi dalam menjawab pertanyaan-pertanyaan yang ada. Hal ini dimaksudkan untuk menghindari salah pemahaman atas pertanyaan yang telah disiapkan. Jawaban kuesioner akan dikumpulkan secara langsung oleh peneliti. Cara ini ditempuh dengan pertimbangan untuk menghindari hilang atau tidak kembalinya kuesioner. Pertanyaan atau pernyataan dalam kuesioner untuk masing-masing variabel dalam penelitian ini diukur dengan menggunakan skala nominal yaitu suatu skala yang digunakan untuk mengukur sikap, pendapat, persepsi seseorang atau sekelompok orang tentang fenomena sosial. Jawaban dari responden bersifat kualitatif dikuantitatifkan, di mana jawaban diberi tiga opsi pilihan, yaitu: 1 = ya, 2 = tidak, 3 = komentar responden. Populasi adalah jumlah keseluruhan dari unit analisis adalah 25 orang pegawai yang sudah memiliki sertifikasi pengadaan di Kabupaten Aceh Barat. Untuk memperoleh informasi tentang pengadaan barang/jasa pemerintah di Kabupaten Aceh Barat, maka dilakukan evaluasi secara terpadu terhadap komponen-komponen/ unsur-unsur yang terlibat dalam proses pengadaan tersebut. Dengan pendekatan ini sasaran survei adalah tiga komponen utama yaitu: PA/KPA (Pengguna/Kuasa Pengguna Anggaran), PPK (Pejabat Pembuat Komitmen), dan Pejabat/Panitia Pengadaan dengan langkah-langkah sebagai berikut. 1. Kunjungan lapangan untuk mem peroleh gambaran permasalahan dan lokasi survei,
2. Menguji kuesioner dari ISP3 dengan mengedarkan kepada SKPD yang disampling hanya lima SKPD 3. Menyiapkan kuesioner baru
Metode Pengumpulan Data
Sumber data yang diperlukan dalam kegiatan ini diperoleh melalui survei lapangan (field survey). Data yang dikumpulkan melalui survei lapangan adalah data primer dan data sekunder. Data primer adalah data yang berasal dari objek yang dianalisis yaitu Pengguna/ Kuasa Pengguna Anggaran, Pejabat Pembuat Komitmen (PPK), dan Panitia Lelang. Data itu akan dikumpulkan dengan menggunakan kuesioner dan mengunjungi secara langsung responden yang terpilih untuk diwawancarai. Data sekunder merupakan data anggaran dan dokumen lelang dari SKPD-SKPD di Kabupaten Aceh Barat. Data dari hasil pengumpulan di lapangan penelitian akan diolah dengan bantuan program MS Excell dengan langkah-langkah sebagai berikut : 1. Editing, yaitu memeriksa setiap nomor pertanyaan dan mencek mana yang diisi dan tidak diisi. 2. Coding, yaitu setelah diedit semua variabel dibuat coding data untuk diproses. Data yang sesuai dengan harapan diberikan kode dengan skor angka 1 (satu), sedangkan data yang tidak sesuai dengan harapan diperikan kode dengan angka 0 (nol). 3. Tabulasi, yaitu data yang telah berika kode (dengan angka 1 atau 0) akan dimasukkan ke dalam tabel frekuensi dan tabel silang.
43
Efektivitas Penerapan...
A. Indikator dan Pengukuran Indikator-indikator kuesioner diukur dengan menggunakan prinsipprinsip pengadaan barang/jasa yang diatur dalam Keppres 80 tahun 2003. Adapun prinsip tersebut adalah: 1. Transparansi 2. Efisiensi 3. Efektifitas 4. Akuntabilitas 5. Keadilan 6. Legalitas Adapun indikator-indikator yang dijadikan instrumen adalah sebagai berikut: Tabel 1 Daftar Instrumen Kuesioner No
Indikator
Target Kinerja
A
Penetapan Sistem Pengadaan Barang /Jasa
1
Tingkat kesesuaian penggunaan metode pemilihan
Akuntabilitas
2
Tingkat campurtangan PPK dalam menentukan metode pemilihan
Transparansi Akuntabilitas Transparansi Akuntabilitas
3
Tingkat campur tangan PPK dalam penentuan metode evaluasi tenis
B
Persiapan Pemilihan
1
Mengumpulkan dan mempelajari dokumen dasar pelaksanaan pengadaan
Transparansi, Legalitas
2
Memecah paket besar menjadi kecil agar lebih efisien
Transparansi, Keadilan
3
Nilai paket pekerjaan akan menjadi pertimbangan dalam menentukan kualifikasi perusahaan
Keadilan, Legalitas
4
Penyusunan spesifikasi barang/jasa mengarah pada satu merek
Efektifitas, Keadilan
5
Panitia pengadaan menyusun spesifikasi teknis pengadaan
Legalitas, Akuntabilitas
6
Panitia menyusun jadwal pelaksanaan pengadaan
Efisiensi, Transparansi
7
Menyusun Harga Perkiraan Sendiri (HPS), panitia mengacu pada daftar harga standar yang dikeluarkan oleh Gubernur/Bupati
Efisiensi, Efektivitas
8
Informasi harga dari calon rekanan menjadi acuan panitia pengadaan dalam menyusun HPS
Transparansi, Keadilan
9
HPS yang disusun oleh panitia disahkan oleh Pejabat Pembuat Komitmen
Akuntabilitas, Legalitas
10
Rincian HPS diberitahukan kepada peserta tender
Akuntabilitas
11
Menentukan metode pengadaan mempertimbangkan kepentingan masyarakat dan jumlah penyedia barang/jasa yang ad
Transparansi, Efektivitas
44
Efektivitas Penerapan... C
Pelaksanaan Pemilihan Penyedia Barang/Jasa
1
Pemilihan terhadap penyedia barang/jasa, panitia mengumumkan paket pekerjaan yang akan dilelang
Transparansi
2
Dana untuk mengumumkan paket pelelangan tidak tersedia, apakah panitia meminta calon rekanan untuk menyediakan dananya
Akuntabilitas, Legalitas
3
Paket pekerjaan kecil pengumuman dilakukan di media cetak nasional
Efisiensi
4
Panitia menetapkan syarat untuk menjadi anggota asosiasi tertentu agar dapat mengikuti pelelangan
Keadilan
5
Kualifikasi perusahaan menjadi syarat untuk mengikuti pelelangan
Transparan, Keadilan
6
Peserta yang tidak megikuti penjelasan kantor (aanwidzing) akan didiskualifikasi dari pelelangan
Keadilan
7
Peserta yang tidak megikuti penjelasan kantor (aanwidzing) akan didiskualifikasi dari pelelangan
Legalitas
8
Panitia hanya menerima jika dokumen tersebut di antar sendiri oleh calon penyedia barang/jasa
Transparansi
9
Panitia akan menerima dokumen penawaran yang terlambat
Transparansi, Legalitas
10
Saat pembukaan dokumen penawaran hanya ada satu perwakilan perusahaan yang hadir, apakah acara pembukaan langsung dilaksanakan
Akuntabilitas, Legalitas
11
Kriteria evaluasi dokumen penawaran dijelaskan di dalam dokumen lelang
Transparansi
12
Menentukan metode evaluasi panitia meminta pertimbangan dari PPK
Akuntabilitas
13
Melakukan evaluasi dokumen penawaran, panitia mengalokasikan waktu yang cukup
Transparansi
14
Terdapat kesamaan dokumen penawaran diantara peserta pelelangan, apakah panitia langsung menggugurkan penawaran peserta tersebut
Legalitas
15
Klarifikasi dilakukan pada saat evaluasi dokumen penawaran
Akuntabilitas, Efektivitas
16
Selama panitia melakukan evaluasi dokumen penawaran negosiasi dapat dilakukan oleh panitia dengan peserta tender atas persetujuan PPK
Transparansi, Keadilan
17
Panitia lebih suka jika yang memenangkan tender perusahaan yang berasal dari daerah
Efisiensi, Keadilan
18
Hasil evaluasi dokumen penawaran disampaikan pada peserta lelang
Keadilan
19
Dalam menentukan pemenang pelelangan, panitia lebih memilih pada rekanan yang menawar paling rendah
Efisiensi Efektivitas
20
Sanggahan dari peserta pelelangan, apakah panitia akan menghentikan proses lelang
Akuntabilitas
21
Panitia akan melakukan pelelangan ulang jika pelelangan gagal dilaksanakan
Akuntabilitas, Legalitas
22
Setelah proses pemilihan penyedia barang/jasa selesai, panitia membuat laporan proses pelelangan
Akuntabilitas, Legalitas
23
Dokumen-dokumen pemilihan penyedia barang/jasa didokumentasikan
Akuntabilitas
45
Efektivitas Penerapan...
B. Kriteria Evaluasi Dalam melakukan evaluasi masing-masing indikator diberikan bobot nilai dengan empat tingkatan sebagaimana yang ditunjukkan dalam matrik berikut:
dengan pringkat L5, dua orang dengan peringkat L4 dan 22 orang dengan peringkat L2. Peringkat L2 akan mati pada akhir tahun 2008, untuk syarat perpanjangan sertifikasi diharuskan mengikuti ujian kembali, sedangkan
Tabel 2 Kriteria Evaluasi
No 1 2 3 4 5 6
Prinsip Pengadaan Transparansi Efisiensi Efektifitas Akuntabilitas Keadilan Legalitas
HASIL PENELITIAN
Bobot Nilai dari Jawaban Responden 0% - 59% 60% - 69% 70% - 79% 80% - 100% Tidak baik Kurang baik Cukup baik Baik Tidak baik Kurang baik Cukup baik Baik Tidak baik Kurang baik Cukup baik Baik Tidak baik Kurang baik Cukup baik Baik Tidak baik Kurang baik Cukup baik Baik Tidak baik Kurang baik Cukup baik Baik
A. Identifikasi Responden Sasaran survei dalam rangka menilai penerapan sistem pengadaan barang/jasa pemerintah Kabupaten Aceh Barat dilakukan pada pejabat yang terlibat langsung dalam proses pengadaan barang/jasa dan telah memperoleh sertifikasi yaitu: Pengguna Barang/Jasa (Kuasa Pengguna Anggaran), PPK (Pejabat Pembuat Komitmen), dan Pejabat/Panitia Pengadaan. Keharusan untuk memiliki sertifikat bagi Pengguna Anggaran, Pejabat Pembuat Komitmen, Pemimpin Proyek, Pemimpin Bagian Proyek, dan Panitia/Pejabat Pengadaan menyebabkan kekurangan sumber daya manusia untuk pengadaan barang dan jasa untuk Kabupaten Aceh Barat. Jumlah sumberdaya manusia yang telah mengikuti pelatihan dan ujian sertifikasi di Kabupaten Aceh Barat sebanyak 68 orang dan hanya 25 orang yang telah tersertifikasi dengan rincian satu orang
46
untuk peringkat L4 dan L5 tidak perlu lagi mengikuti ujian sertifikasi. Dari 25 orang tersebut hanya 5 orang yang dapat ditetapkan sebagai panitia, sedang jumlah paket dalam tahun tersebut mencapai 108 paket sebagaimana ditunjukkan pada Tabel 3 dan 4.
Efektivitas Penerapan...
Tabel 3. Identifikasi Responden Berdasarkan Sertifikasi Pengadaan Barang/Jasa Dari BAPPENAS di Pemerintah Kabupaten Aceh Barat No.
Jenjang SertifikasI
SKPD
L2
L4
L5
Total
1.
Dinas Praswil
6
1
1
8
2.
Dinas Cipta Karya dan Sumber Daya Air
3
0
0
3
3.
KPPKP
1
0
0
1
4.
Bappeda
3
0
0
3
5.
Setdakab
3
1
0
4
6.
Dinas Kesehatan
1
0
0
1
7.
Dinas Pertanian dan Peternakan
1
0
0
1
8.
Kantor Camat Johan Pahlawan
1
0
0
1
9.
BP RSUD CND
2
0
0
2
10.
Kantor Penyuluhan dan Ketahanan Pangan
1
0
0
1
22
2
1
25
Jumlah
Tabel 4. Jumlah Paket Berdasarkan Lama Pelaksanaan Pemilihan Unit Layanan Pengadaan Pemerintah Kabupaten Aceh Barat
Tahap I II III IV
Tanggal Pengumuman 24-Jul-06 30-Jul-06 03-Agust-06 22-Agust-06 04-Sep-06
Lama Pelaksanaan 25 Juli - 24 Agustus 2006 31 Juli - 14 Agustus 2006 04 - 30 Agustus 2006 22 Agust - 08 Sept 2006 05 - 15 September 2006 Jumlah
Jumlah Hari 28 13 24 16 11
Jumlah Paket NonKecil
Kecil 1 1 2 4
PL Total
24 12 9 36 81
21 2 23
24 1 13 30 40 108
B. Sistem Pengadaan Barang/Jasa Penetapan sistem pengadaan di Kabupaten Aceh Barat rata-rata 61% tidak efisien karena semua paket menggunakan sistem pelelangan umum termasuk paket yang nilainya dibawah Rp 100 juta. Selain itu, masih terdapat 42% PPK yang tidak menerapkan prinsip akuntabilitas dalam penentuan metode pemilihan dan metode evaluasi teknis. Yang berhak menentukan metode evaluasi adalah panitia pengadaan bukan PPK atau Pengguna/Kuasa Pengguna Anggaran.
47
Efektivitas Penerapan...
Tabel 5. Pendapat Responden terhadap Penetapan Sistem Pengadaan Barang/Jasa Pemerintah Kabupaten Aceh Barat
No
Prinsip Pengadaan
Rata-rata ya
Tidak
1
Transparansi
71%
29%
2
Efisiensi
39%
61%
2
Akuntabilitas
58%
42%
A. Proses Pemilihan Penyedia Barang/ Jasa 1. Analisis Kegiatan Persiapan Pemilihan Penyedia Barang/Jasa. Persiapan pemilihan penyedia yang dilakukan oleh panitia pengadaan di Kabupaten Aceh Barat sekitar 50% belum dapat dipertanggungjawabkan, atau tidak akuntabel dan masih ada unsur ketidakadilan (diskriminasi) sebesar 11%. Contohnya dalam menyusun spesifikasi barang/jasa diarahkan pada satu merek tertentu atau dalam menyusun HPS (Harga Perkiraan Sendiri) bukan berdasarkan standar harga dari Guburnur, tetapi datanya diambil dari salah satu rekanan.
melanggar hukum (legal) misal panitia menyusun spesifikasi barang/jasa atau panitia tidak mempelajarinya dokumen anggaran dari Pengguna/Kuasa Pengguna Angaran. Jika dinilai dari segi efisiensi dan efektivitas persiapan pemilihan telah dicapai 100% efisien, tetapi masih mengabaikan efektivitas, di mana sebesar 22% dinyatakan persiapan pemilihan tidak efektif. Analisis Pelaksanaan Pemilihan Penyedia Barang/Jasa Pelaksanaan pemilihan penyedia barang/jasa di Kabupaten Aceh Barat masih kurang efektif karena masih banyak memilih penyedia yang memasukkan penawaran terendah, dan
Tabel 6. Pendapat Responden terhadap Persiapan Pemilihan Penyedia Barang/Jasa Pemerintah Kabupaten Aceh Barat
No 1 2 3 4 5 6
Prinsip Pengadaan Transparansi Efisiensi Efektifitas Akuntabilitas Keadilan Legalitas
Jawaban ya tidak 81% 19% 100% 0% 78% 22% 50% 50% 89% 11% 77% 23%
Berdasarkan hasil survei menunjukkan masih terdapat 27% panitia pengadaan melakukan tindakan
48
juga kurang akuntabel, misalnya dalam menyusun metode evaluasi masih meminta pertimbangan PPK. Selain
Efektivitas Penerapan...
itu, masih terdapat unsur diskriminatif terutama pada sikap panitia yang lebih senang untuk memenangkan perusahaan lokal (daerah). Kondisi ini dibuktikan dengan jawaban responden seperti dalam Tabel 5. Di mana 43% pendapat responden menyatakan belum efektif, 30% menyatakan tidak akuntabel, dan 13% pelaksanaan masih diskriminatif. Tabel 7. Pendapat Responden Terhadap Pelaksanaan Pemilihan Penyedia Barang/Jasa Pemerintah Kabupaten Aceh Barat
No 1 2 3 4 5 6
Prinsip Pengadaan Transparansi Efisiensi Efektifitas Akuntabilitas Keadilan Legalitas
Jawaban ya tidak 88% 13% 83% 17% 57% 43% 70% 30% 87% 13% 66% 34%
KESIMPULAN DAN SARAN
Tabel 8. Kesimpulan dan Saran No
Kesimpulan
Rekomendasi
A
Sistem Pengadaan Barang dan Jasa
1
Transparansi dicapai 71% - Rata-rata 25% masih terdapat campur tangan KPA/PPK dalam menentukan metode pemilihan - Rata-rata 32% masih terdapat campur tangan KPA/PPK dalam menentukan metode evaluasi teknis
2
37% SKPD perlu meningkatkan akuntabilitas Akuntabilitas dicapai 63% - Rata-rata 46% penetapan metode dalam penetapan sistem penilaian a.l: pemilihan belum sesuai dengan besarnya - Metode pemilihan penyedia barang/jasa ditentukan oleh panitia sendiri paket - Rata-rata 25% masih terdapat campur - Metode evaluasi teknis ditentukan oleh panitia tangan PKA/PPK dalam menentukan metode pemilihan - Rata-rata 32% masih terdapat campur tangan PKA/PPK dalam menentukan metode evaluasi teknis
29% SKPD perlu meningkatkan transparansi dalam penetapan sistem penilaian a.l: - Metode pemilihan penyedia barang/jasa ditentukan oleh panitia sendiri - Metode evaluasi teknis ditentukan oleh panitia
49
Efektivitas Penerapan... No
Kesimpulan
Rekomendasi
B
Persiapan Pemilihan
1
Transparansi dicapai 81% - Rata-rata 20% masih memecahkan paket besar menjadi kecil agar tidak dilelang - Rata-rata 13% Informasi harga dari calon rekanan menjadi acuan panitia pengadaan dalam menyusun HPS - Rata-rata 53% dalam menentukan metode pengadaan tidak mempertimbangkan kepentingan masyarakat dan jumlah penyedia barang/jasa yang ada
19% Panitia Pengadaan Barang/Jasa perlu meningkatkan transparansi dalam penetapan sistem penilaian a.l: 1. Paket besar tidak dipecahkan menjadi paket kecil dengan tujuan tidak dilelang. 2. Informasi dari rekanan tidak dapat dijadikan acuan dalam penyusunan HPS
2
Akuntanbilitas dicapai 50% - Rata-rata 80% Panitia pengadaan menyusun spesifikasi teknis pengadaan - Rata-rata 20% HPS yang disusun oleh panitia belum meminta pengesahan dari Pejabat Pembuat Komitmen
50% Panitia Pengadaan Barang/Jasa perlu meningkatkan akuntabilitas a.l: 1. PPK menyusun sendiri spesifikasi barang/ jasa yang dibutuhkan. 2. Setiap Harga Perkiraan Sendiri (OE) yang disusun oleh Panitia Pengadaan Barang/ Jasa harus disahkan oleh PPK
3
Efisiensi dicapai 100% - Rata-rata 100% Panitia menyusun jadwal pelaksanaan pengadaan - Rata-rata 100% Menyusun Harga Perkiraan Sendiri (HPS), panitia mengacu pada daftar harga standar yang dikeluarkan oleh Gubernur/Bupati
Perlu dipertahankan
4
Efektivitas dicapai 78% - Rata-rata 13% Penyusunan spesifikasi barang/jasa mengarah pada satu merek - Rata-rata 53% dalam menentukan metode pemilhan pemilihan penyedia barang/jasa tidak mempertimbangkan kepentingan masyarakat dan jumlah penyedia barang/ jasa yang ada.
22% Panitia Pengadaan Barang/Jasa perlu meningkatkan efektivitas a.l: 1. Penyusunan spesifikasi barang/jasa tidak boleh mengacu pada satu merek tertentu. 2. Penentuan metode pemilihan penyedia barang/jasa perlu mempertimbangkan kepentingan masyarakat dan penyedia barang/jasa.
5
Keadilan dicapai 89% - Rata-rata 13% Penyusunan spesifikasi barang/jasa mengarah pada satu merek - Rata-rata 13% Informasi harga dari calon rekanan menjadi acuan panitia pengadaan dalam menyusun HPS.
11% Panitia Pengadaan Barang/Jasa perlu meningkatkan prinsip keadilan a.l: 1. Penyusunan spesifikasi barang/jasa tidak boleh mengacu pada satu merek tertentu. 2. Setiap Harga Perkiraan Sendiri (OE) yang disusun oleh Panitia Pengadaan Barang/ Jasa harus disahkan oleh PPK
6
Legalitas dicapai 77% 33% Panitia Pengadaan Barang/Jasa perlu - Rata-rata 20% masih memecahkan paket meningkatkan prinsip legalitas a.l: besar menjadi kecil agar tidak ditender 1. Paket besar tidak dipecahkan menjadi paket - Rata-rata 80% Panitia pengadaan kecil dengan tujuan tidak dilelang. menyusun spesifikasi teknis pengadaan. 2. Setiap Harga Perkiraan Sendiri (OE) yang - Rata-rata 20% HPS yang disusun oleh disusun oleh Panitia Pengadaan Barang/ panitia belum meminta pengesahan dari Jasa harus disahkan oleh PPK Pejabat Pembuat Komitmen (PPK) 3. Penyusunan HPS oleh Panitia harus meminta pengesahan dari PPK
50
Efektivitas Penerapan... No
Kesimpulan
Rekomendasi
C
Pelaksanaan Pemilihan Penyedia Barang/Jasa
1
Transparansi dicapai 88% - Rata-rata 13% Panitia hanya menerima dokumen jika dokumen tersebut di antar sendiri oleh calon penyedia barang/jasa - Rata-rata 20% Panitia masih menerima dokumen penawaran yang terlambat - Rata-rata 20% Kriteria evaluasi dokumen penawaran dijelaskan di dalam dokumen lelang - Rata-rata 13% Selama panitia melakukan evaluasi dokumen penawaran negosiasi dapat dilakukan oleh panitia dengan peserta tender atas persetujuan PPK - Rata-rata 27% Hasil evaluasi dokumen penawaran belum disampaikan pada peserta lelang
12% Panitia Pengadaan Barang/Jasa perlu meningkatkan transparansi dalam pelaksanaan pemilihan a.l: 1. Dokumen penawaran tidak harus diantar sendiri oleh calon penyedia barang/jasa. 2. Panitia tidak dibenarkan untuk menerima dokumen penawaran yang terlambat setelah jadual penutupan pemasukan penawaran. 3. Panitia tidak boleh melakukan negosiasi dengan peserta tender selama proses evaluasi penawaran dilakukan. 4. Kriteria evaluasi dokumen penawaran harus dijelaskan dalam dokumen penawaran. 5. Hasil evaluasi dokumen penawaran disampaikan kepada peserta lelang.
2
Akuntanbilitas dicapai 70% - Rata-rata 27% Saat pembukaan dokumen penawaran hanya ada satu perwakilan perusahaan yang hadir, apakah acara pembukaan langsung dilaksanakan. - Rata-rata 67% Klarifikasi tidak dilakukan pada saat evaluasi dokumen penawaran - Rata-rata 100% Panitia akan melakukan pelelangan ulang jika pelelangan gagal dilaksanakan - Panitia pengadaan menyusun spesifikasi teknis pengadaan - Rata-rata 20% HPS yang disusun oleh panitia belum meminta pengesahan dari Pejabat Pembuat Komitmen
30% Panitia Pengadaan Barang/Jasa perlu meningkatkan akuntabilitas dalam pelaksanaan pemilihan a.l: 1. Pembukaan dokumen lelang harus dihadiri minimal 2 wakil dari peserta lelang. 2. Klarifikasi terhadap dokumen penawaran perlu dilakukan pada saat evaluasi. 3. Pelelangan ulang dapat dilakukan atas permintaan PPK.
3
Efisiensi dicapai 83% - Rata-rata 13% Paket pekerjaan kecil pengumuman dilakukan di media cetak nasional. - Rata-rata 20% Dalam menentukan pemenang pelelangan, panitia belum memilih pada rekanan yang menawar paling rendah.
17% Panitia Pengadaan Barang/Jasa perlu meningkatkan efisiensi dalam pelaksanaan pemilihan a.l: 1. Pengumuman untuk paket pekerjaan kecil cukup dilakukan di media lokal (provinsi). 2. Dalam menentukan pemenang pelelangan tidak hanya ditentukan dari harga penawaran yang terendah saja, tetapi perlu juga dilihat pada kualitas teknis yang diajukan.
4
Efektivitas dicapai 57% - Rata-rata 67% Klarifikasi tidak dilakukan pada saat evaluasi dokumen penawaran - Rata-rata 20% Dalam menentukan pemenang pelelangan, panitia lebih memilih pada rekanan yang menawar paling rendah.
43% Panitia Pengadaan Barang/Jasa perlu meningkatkan efektivitas dalam pelaksanaan pemilihan a.l: 1. Klarifikasi terhadap dokumen penawaran perlu dilakukan pada saat evaluasi. 2. Penyusunan spesifikasi barang/jasa tidak boleh mengacu pada satu merek tertentu. 3. Dalam menentukan pemenang pelelangan tidak hanya ditentukan dari harga penawaran yang terendah saja, tetapi perlu juga dilihat pada kualitas teknis yang diajukan.
51
Efektivitas Penerapan... No
Kesimpulan
Rekomendasi
5
Keadilan dicapai 81% - Rata-rata 13% Penyusunan spesifikasi barang/jasa mengarah pada satu merek - Rata-rata 33% Panitia lebih suka jika yang memenangkan tender perusahaan yang berasal dari daerah
19% Panitia Pengadaan Barang/Jasa perlu meningkatkan prinsip keadilan dalam pelaksanaan pemilihan a.l: 1. Penyusunan spesifikasi barang/jasa tidak boleh mengacu pada satu merek tertentu.
6
Legalitas dicapai 66% - Rata-rata 13% Peserta yang tidak megikuti penjelasan kantor (aanwidzing) akan didiskualifikasi dari pelelangan - Rata-rata 20% masih memecahkan paket besar menjadi kecil agar tidak ditender - Rata-rata 20% Panitia masih menerima dokumen penawaran yang terlambat - Rata-rata 27% Saat pembukaan dokumen penawaran langsung dilakukan, meskipun pada saat pembukaan dokumen tersebut hanya ada satu perwakilan perusahaan yang hadir. - Rata-rata 47% dalam menentukan metode evaluasi, panitia meminta pertimbangan dari PPK - Rata-rata 60% Terdapat kesamaan dokumen penawaran diantara peserta pelelangan, panitia tidak langsung menggugurkan penawaran peserta tersebut - Rata-rata 100% Panitia akan melakukan pelelangan ulang jika pelelangan gagal dilaksanakan tanpa permintaan PPK.
34% Panitia Pengadaan Barang/Jasa perlu meningkatkan prinsip legalitas dalam pelaksanaan pemilihan a.l: 1. Peserta yang tidak mengikuti penjelasan proses pengadaan barang/jasa tidak boleh didiskualifikasi. 2. Paket besar tidak dipecahkan menjadi paket kecil dengan tujuan tidak dilelang. 3. Panitia tidak boleh menerima dokumen penawaran yang terlambat diserahakan oleh peserta lelang. 4. Sekurang-kurangnya pada saat pembukaan dokumen penawaran harus dihadiri oleh dua perwakilan dari peserta lelang. 5. Dalam menentukan metode evaluasi tidak perlu meminta pertimbangan dari PPK. 6. Jika terdapat kesamaan dokumen penawaran diantara peserta pelelangan tidak boleh langsung digugurkan, dan akan digugurkan pada saat evaluasi.
52
Efektivitas Penerapan...
DAFTAR PUSTAKA Azhar Susanto. 2004, Sistem Informasi Akuntansi: Konsep dan Pengembangan Berbasis Komputer, Edisis Pertama, Bandung; Lingga Jaya. Bodner, H. George, 1998, Accounting Information System, 7th Edition, New Jersey: PresticeHall International, Inc. Davis, James Richard, C. Wayne Alderman, Leonard A. Robinson, 1992, Accounting Information Systems: A Cycle Approach, 4th ed., New York: John Wiley & Sons, Inc. Gelinas,Ulric J., 2002, Accounting Information Systems, 5th ed., Singapore: SouthWestern, Thomson Learning. Hall, James A., 2001, Accounting Information Systems, 3rd ed, Singapore: Thomson Learning Keputusan Presiden Republik Indonesia Nomor 80 Tahun 2003 tentang Pelaksanaan Pengadaan Barang/Jasa Pemerintah Kroeber, Donald W, ComputerBased Information Systems: A Management Approach, Second Edition, New York: Macmillan Publishing Company, Mcleod, JR. Raymond. 1998. Management Information System: a Study of Computer Based infomation Systems, 6th ed., New Jersey: Prentice Hall, Inc.. Permendagri Nomor 13 tahun 2006 tentang Pedoman Pengelolaan Keuangan Daerah beserta Perubahannya Romney, Marshall B. and Paul John Steinbart, 2003, Accounting Information Systems, 9h ed. New Jersey: Prentice-Hall, Pearson Education, Inc. Surat Edaran Menteri Negara PPN/Kepala Bappenas No. 0021/M.PPN/01/2008 Tanggal 31 Januari 2008, tentang sertifikasi pengadaan barang/jasa pemerintah Undang-Undang Nomor 13 Tahun 2003 tentang Ketenagakerjaan Zaki Baridwan. 1996, Sistem Akuntansi; Penyususnan Prosedur dan Metode, Edisi Kelima, Yogyakarta: Lembaga Penerbit BPFE.
53
Peranan Biofertilizer bagi Pertumbuhan Tanaman Kedelai pada Tanah yang Terkena Dampak Tsunami (Role of Biofertilizer to Growth of Soybean on Tsunami Affected Land) Khalis Yunus1 dan Ema Alemina2
Abstrak Tujuan dari penelitian ini adalah untuk mengetahui pengaruh pemberian beberapa jenis bakteri pemacu pertumbuhan tanaman terhadap infeksi mikoriza, nodulasi dan pertumbuhan tanaman kedelai pada lahan terkena dampak tsunami. Analisis tanah dilakukan di laboratorium Tanah dan Tanaman Fakultas Pertanian Universitas Syiah Kuala Banda Aceh. Metode penelitian menggunakan rancangan acak lengkap pola factorial. Hasil penelitian menunjukkan perlakuan tanah menunjukkan pengaruh sangat nyata pada tanaman kedelai. Perlakuan terbaik dijumpai pada tanah bekas ditanami kedelai. Kata Kunci : Bakteri pemacu pertumbuhan tanaman, nodulasi dan mikoriza.
Abstract The purpose of this research was to investigate effect of giving several types of plant growth promoting rhizobacteria to increase infection of mycorrhiza, nodulation and growth of soybean plants on tsunami affected land.Iniatial soil analysis was done in Laboratory of Agriculture Faculty of Syiah Kuala University in Banda Aceh. Experimental design used was a factorial completely randomized design with five replicates. In addition, results showed that there were interaction between soil treatment on fresh and dry steam of soybean plants. Keywords : Rhizobacteria, nodulation, and mycorrhiza.
1 2
Tenaga Fungsional Perencana Muda pada Bappeda Provinsi Aceh Pegawai Bappeda Provinsi Aceh
55
Peranan Biofertilizer...
PENDAHULUAN A. Latar Belakang Sejalan dengan semakin mening katnya kekuatiran manusia akan kerusakan lingkungan dan munculnya berbagai penyakit yang disebabkan oleh penggunaan bahan kimia secara berlebihan pada makanan, pertanian organik muncul sebagai sebuah alternatif bagi banyak orang. Pertanian organik dapat dikatakan sebagai suatu sistem pertanian yang lebih alami, mengembalikan siklus ekologi dalam suatu areal pertanian membentuk suatu aliran yang seimbang. Dalam sistem pertanian organik, masukan (input) dari luar (eksternal) dikurangi dengan cara tidak menggunakan pupuk kimia, pestisida dan bahan-bahan sintetik lainnya. Dalam sistem pertanian organik kekuatan proses alam yang harmonis dan lestari dimanfaatkan untuk meningkatkan kuantitas dan kualitas hasil pertanian sekaligus meningkatkan kesehatan tanaman terhadap serangan hama dan penyakit (Sembiring dkk, 2005). Secara perlahan tapi pasti, sistem pertanian organik mulai berkembang di berbagai belahan bumi, baik di negara maju maupun negara berkembang. Masyarakat mulai melihat berbagai manfaat yang dapat diperoleh dengan sistem pertanian organik ini, seperti lingkungan yang tetap terjaga kelestariannya dan dapat mengkonsumsi produk pertanian yang lebih sehat karena bebas dari bahan kimia yang dapat menimbulkan dampak negatif bagi kesehatan. Alasan kesehatan dan kelestarian
56
alam menjadikan pertanian organik sebagai salah satu alternatif pertanian modern,yang intinya adalah merekayasa jasad-jasad hayati agar berperan lebih efektif dalam meningkatkan produksi pertanian (bioteknologi tanah) . Masalah ini sebenarnya bisa diatasi dengan memanfaatkan bioteknologi berbasis mikroba yang diambil dari sumbersumber kekayaan hayati (Hanafiah et al, 2007). Teknologi mikroba menyuburkan tanah yang dikenal sebagai pupuk hayati merupakan produk biologi aktif yang terdiri atas mikroba penyubur tanah untuk meningkatkan efisiensi pemupukan, kesuburan dan kesehatan tanah (Sarwati. R dan Sumarno, 2008). Tanah sangat kaya akan keragaman mikroorganisme, seperi bakteri, aktinomicetes, fungi, protozoa, alga dan virus. Tanah pertanian yang subur mengandung lebih dari 100 juta mikroba per gram tanah (Hanafiah et al, 2007) Produktivitas dan daya dukung tanah tergantung pada aktivitas mikroba tersebut. Sebagian besar mikroba tanah memiliki peranan yang menguntungkan bagi pertanian, yaitu berperan dalam menghancurkan limbah organik, siklus hara tanaman, fiksasi biologis nitrogen, pelarutan fosfat, merangsang pertumbuhan, biokontrol patogen dan membantu penyerapan unsur hara. Bioteknologi berbasis mikroba dikembangkan dengan memanfaatkan peran-peran penting mikroba tersebut. Bioteknologi mempunyai potensi untuk meningkatkan produksi tanaman budidaya, peternakan dan pengolahannya secara biologi.
Peranan Biofertilizer...
Bioteknologi juga merupakan suatu solusi untuk kebutuhan pengadaan pupuk dengan cara murah dan ramah lingkungan, dimana salah satunya adalah dengan pemanfaatan pupuk hayati (biofertilizer). Kandungan pupuk hayati merupakan mikroorganisme yang memiliki peranan positif bagi tanaman, kelompok mikroorganisme yang sering digunakan adalah mikroba-mikroba yang menambat N dari udara, mikroba yang melarutkan hara (terutama P dan K), mikroba yang merangsang pertumbuhan tanaman (Isrroi 2008). Mikroba-mikroba dari kelompok bakteri yang digunakan sebagai biofertilizer disebut sebagai rizobakteri perangsang / pemacu pertumbuhan tanaman (PGPR= Plant Growth Promoting Rhizobacteria), yatu bakteri yang hidup didaerah perakaran (rhizospher) dan berperan penting dalam pertumbuhan tanaman, sehubungan dengan kemampuannya membentuk koloni disekitar akar dengan cepat (Schroroth & Hancock 1982 dalam Hasanuddin 2003). Fungsinya antara lain untuk membantu penyediaan hara bagi tanaman, mempermudah penyerapan hara bagi tanaman, membantu dekomposisi bahan organik, menyediakan lingkungan rhizosfer yang lebih baik sehingga pada akhirnya akan mendukung pertumbuhan dan meningkatkan produksi tanaman. Berbagai upaya dilakukan untuk merehabilitasi lahan pertanian yang terkena tsunami. Salah satu strategi dan upaya yang ramah lingkungan dan murah untuk mengembalikan vitalitas tanah tersebut (kualitas dan kesehatan
tanah ) adalah dengan memanfaatkan mikroba –mikroba tanah yang dapat menghambat penyerapan Na dan logam – logam berat tanaman ( Subiksa, 2003.) Berdasarkan uraian di atas terlihat bahwa pemanfaatan mikroorganisme/ mikroba tanah dalam meningkatkan ketersediaan hara merupakan hal yang penting untuk dikaji, dan perlu dilakukan penelitian mengenai penggunaan bakteri pemacu pertumbuhan tanaman untuk meningkatkan infeksi mikoriza, nodulasi dan pertumbuhan tanaman kedelai pada tanah terkena tsunami. B. Tujuan Penelitian Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui pengaruh penggunaan Bakteri Pemacu Pertumbuhan Tanaman terhadap peningkatan infeksi mikoriza, nodulasi dan pertumbuhan tanaman kedelai pada tanah terkena tsunami.
METODE PENELITIAN
A. Bahan dan Alat Bahan-bahan yang digunakan dalam penelitian ini adalah:benih sampel tanah berdampak Tsunami sebagai media tanam yang terdiri dari sampel tanah lapisan atas (0-20 cm) yang diambil dari desa Miruek Taman Kecamatan Baitussalam Aceh Besar, benih kedelai varietas kipas merah yang bersertifikat, inokulum PGPR (Proradix, Rizovital 42 dan EM4). Peralatan yang digunakan dalam penelitian ini meliputi peralatan lapangan dan peralatan laboratorium. Peralatan lapangan terdiri dari karung goni, pot, cangkul,ayakan, garu, tali
57
Peranan Biofertilizer...
plastik, timbangan, counter, papan nama dan alat tulis menulis, sedangkan peralatan laboratorium yang digunakan antara lain: mikroskop, oven, petridisk, pinset, timbangan analitik, gelas ukur dan peralatan laboratorium lainnya yang mendukung penelitian ini.
RI : PGPR –Proradix R2 : PGPR – Rhizovital 42 R3 : PGPR-EM4 Jadi diperoleh 8 kombinasi perla kuan, masing-masing perlakuan diulang 5 kali sehingga terdapat 40 unit satuan percobaan. Adapun susunan kombinasi perlakuan dapat dilihat pada Tabel 1.
Tabel 1. Susunan Kombinasi Perlakuan antara Tanaman Pendahuluan dengan pemberian PGPR No
Simbol Kombinasi Perlakuan
Tanaman Pendahuluan
1
T0R0
Tidak Ada
2
T 0 R1
3
T 0 R2
4
Pemberian PGPR Proradix R1
Rizovital R2
EM4 R3
Tidak Ada
Tidak Ada
Tidak Ada
Tidak Ada
Ada
Tidak Ada
Tidak Ada
Tidak Ada
Tidak Ada
Ada
Tidak Ada
T 0 R3
Tidak Ada
Tidak Ada
Tidak Ada
Ada
5
T 1 R0
Ada
Tidak Ada
Tidak Ada
Tidak Ada
6
T 1 R1
Ada
Ada
Tidak Ada
Tidak Ada
7
T1R2
Ada
Tidak Ada
Ada
Tidak Ada
8
T 1 R3
Ada
Tidak Ada
Tidak Ada
Ada
B. Metode Penelitian Penelitian ini merupakan percobaan pot dengan memakai bahan inokulum PGPR berupa pupuk bio (poradix , Rhizovital 42 dan EM4) serta benih kedelai sebagai tanaman indikator. Rancangan yang digunakan adalah Rancangan Acak Lengkap (RAL) pola faktorial dengan dua faktor yang diteliti yaitu: 1. Faktor pertama adalah tanaman pen dahuluan yang terdiri dari dua taraf To : Tanpa tanaman pendahuluan T1 : Menggunakan tanaman pendahuluan 2. Faktor Kedua adalah pemberian PGPR/Biofertilizer yang terdiri dari empat taraf: Ro : Tanpa PGPR
58
Model rancangan percobaan yang digunakan adalah sebagai berikut: Yijk = µ+Ti+Rj+(TR)jk+Єijk Dimana : Yijk = Hasil pengamatan yang diperoleh karena perlakuan tanam pendahuluan (M) pada taraf ke-j dengan pemberian PGPR (P) taraf ke-k pada ulangan ke-i µ = Rata-rata umum Ti = Pengaruh perlakuan tanam pendahuluan pada taraf ke i (i = 0,1) Rj = Pengaruh pemberian PGPR pada taraf ke j (j = 0,1,2,3) (TR)jk = Pengaruh tanam pendahuluan (T) pada taraf ke-j dan pemberian PGPR (R) taraf ke-k Єijk = Galat Percobaan
Peranan Biofertilizer...
Persentase infeksi mikoriza berdasarkan metode Giovannetti and Moss dapat dihitung melalui rumus: % Infeksi MVA =
panjang akar terinfeksi x 100% Panjang akar yang diamati
C. Analisis Data Untuk menguji pengaruh perlakuan terhadap respon yang diamati dilakukan analisis sidik ragam dengan menggunakan Statistical Analysis System ( SAS ) program. Selanjutnya terdapat pengaruh antar perlakuan dilanjutkan dengan uji Duncan pada taraf 5 persen (Steel and Torrie, 1980).
bobot segar tanaman kedelai terendah terdapat pada perlakuan tanpa tanam pendahuluan (T0) serta tanpa penambahan PGPR (R0) yaitu seberat 14,06 g. Sedangkan untuk bobot segar tertinggi dijumpai pada perlakuan dengan tanam pendahuluan (T1) dan Proradix (R1) yaitu 23,41 g. Bobot kering tanaman kedelai terendah dijumpai pada perlakuan tanam dan penambahan EM4 yaitu 3,17 g. Sedangkan berat kering kedelai tertinggi dijumpai pada perlakuan dengan tanam pendahuluan (T1) dan Proradix (R1) yaitu 4,92 g. Rata-rata nilai bobot segar tanaman kedelai akibat perlakuan tanam dan penambahan PGPR disajikan pada Tabel 2.
Tabel 2. Rata-rata Nilai Berat Segar Batang Tanaman Kedelai Akibat Perlakuan tanam dan Penambahan PGPR Bakteri (R) R0
R1
R2
R3
Rata-rata T
T0
14.06d
16.04c
14.21d
14.53d
14.71b
T1
18.46b
23.41a
18.80b
18.35b
19.75a
Rata-rata R
16.26b
19.73a
16.50b
16.44b
T
HASIL DAN PEMBAHASAN
A. Bobot Tanaman Kedelai Hasil analisis bobot segar kedelai pada sidik ragam menunjukkan bahwa perlakuan tanam dan pemberian PGPR berpengaruh sangat nyata terhadap berat segar dan kering tanaman kedelai. Hal ini berarti bahwa berat segar dan kering tanaman kedelai tidak hanya dipengaruhi oleh perlakuan tanam atau pemberian PGPR saja, akan tetapi kedua faktor tersebut saling berinteraksi dalam mempengaruhi bobot segar dan kering tanaman kedelai. Tabel 1 menunjukkan bahwa
Keterangan : Angka yang diikuti oleh huruf yang sama pada kolom yang sama tidak berbeda nyata berdasar uji DMRT pada α = 0,05. Berdasarkan Tabel di atas dapat dilihat bahwa rata-rata bobot dan berat kering tanaman kedelai tertinggi dijumpai pada perlakuan tanam (T1) masing-masing sebesar 19,75 g dan 4,20 g. Hal ini menunjukkan bahwa perlakuan tanam dapat meningkatkan bobot segar dan kering tanaman kedelai dibandingkan tanpa perlakuan tanam. Diduga terjadi karena pada perlakuan tanam, sisa-sisa tanaman kedelai
59
Peranan Biofertilizer...
awal tersebut dapat diuraikan oleh mikroorganisme yang terdapat dalam tanah menjadi bahan yang berguna bagi kesuburan tanah. Rata-rata bobot segar dan kering tanaman kedelai tertinggi dijumpai pada perlakuan Proradix (R1), sedangkan yang terendah yaitu tanpa penambahan PGPR. Hal ini menunjukkan bahwa penambahan Proradix tersebut dapat meningkatkan berat batang tanaman kedelai dibandingkan dengan penambahan Rhizovital 42 dan EM4 dan tanpa penambahan PGPR. Hal ini
kemampuan mengekstrak P dari bentuk yang tidak tersedia menjadi bentuk yang dapat digunakan tanaman, diantaranya adalah dengan cara menghasilkan asamasam organik seperti asam format, asetat, propionate, glikolat, fumarat, dan suksinat dari dalam selnya. Asamasam organik tersebut akan membentuk senyawa kompleks dengan ion Ca2+, Fc2+, dan Al3+ sehingga unsur P akan dibebaskan dan tersedia bagi tanaman. Rata-rata nilai Bobot Kering Batang akibat perlakuan tanam dan penambahan PGPR disajikan pada Tabel 3.
Tabel 3. Rata-rata Nilai Berat Kering Batang Tanaman Kedelai Akibat Perlakuan tanam dan Penambahan PGPR T
Bakteri (R) R0
R1
R2
R3
T
T0
3.82d
4.24bc
3.81d
4.04 cd
3.97b
T1
4.45b
4.92a
4.27bc
3.17e
4.20a
Rata-rata R
4.13b
4.58a
4.04b
3.61c
diduga terjadi karena pada pelakuan tanpa PGPR tanah tsunami masih dalam keadaan yang tidak menguntungkan bagi kedelai untuk tumbuh dengan maksimal. Sehingga penambahan Proradix pada tanaman kedelai dapat tumbuh dengan baik. Proradix mengandung inokulum Pseudomonas sp. Sebagaimana diketahui bahwa Pseudomonas sp merupakan bakteri pelarut fosfat yang dapat melarutkan fosfat yang terdapat di dalam tanah sehingga fosfat menjadi tersedia bagi tanaman dan dapat meningkatkan bobot tanaman dibandingkan dengan kontrol dan penambahan PGPR lainnya. Hal ini sesuai dengan pernyataan Rao (1982) bahwa beberapa mikroba telah mempunyai kemampuan melarutkan fosfat adalah mikroba yang mempunyai
60
Rata-rata
Keterangan : Angka yang diikuti oleh huruf yang sama pada kolom yang sama tidak berbeda nyata berdasar uji DMRT pada α = 0,05. B. Pengaruh Penambahan PGPR dan Perlakuan Tanam Terhadap Jumlah Nodul Pada Akar Tanaman Kedelai Hasil analisis jumlah nodul pada sidik ragam menunjukkan bahwa perlakuan tanam dan pemberian PGPR berpengaruh sangat nyata terhadap jumlah nodul. Hal ini berarti bahwa jumlah nodul pada tanaman kedelai tidak hanya dipengaruhi oleh perlakuan tanam atau pemberian PGPR saja, akan tetapi kedua faktor tersebut saling berinteraksi dalam mempengaruhi jumlah nodul tanaman kedelai.
Peranan Biofertilizer...
Rata-rata Jumlah nodul tanaman kedelai akibat perlakuan tanam dan penambahan PGPR disajikan pada Tabel 4.
yang berbeda sangat nyata dengan penambahan PGPR lainnya dan tanpa penambahan PGPR (Tabel 5). Hal ini
Tabel 4. Rata-rata Jumlah Nodul Akibat Perlakuan tanam dan Penambahan PGPR T
Bakteri (R)
Rata-rata
R0
R1
R2
R3
T
T0
0.00e
5.80e
2.20e
0.00e
2.00b
T1
26.60d
63.40a
52.80b
43.00c
46.45a
Rata-rata R
13.30c
34.60a
27.50b
21.50b
Keterangan : Angka yang diikuti oleh huruf yang sama pada kolom yang sama tidak berbeda nyata berdasar uji DMRT pada α = 0,05. Berdasarkan hasil penelitian dapat dilihat bahwa jumlah rata-rata nodul yang tertinggi terdapat pada perlakuan tanam dan sangat berbeda nyata dibandingkan dengan tanpa perlakuan
berarti bahwa penambahan PGPR dapat membentuk nodul pada akar tanaman kedelai, sedangkan tanpa penambahan PGPR jumlah bintil akar yang dijumpai adalah 0 Rata-rata nilai infeksi mikoriza tanaman kedelai akibat perlakuan tanam dan penambahan PGPR disajikan pada Tabel 5.
Tabel 5. Rata-rata Nilai Infeksi Mikoriza Akibat Perlakuan tanam dan Penambahan PGPR T T0
Bakteri (R)
Rata-rata
R0
R1
R2
R3
T
0.30b
2.42ab
1.96ab
0.60b
2.18a 1.32a
T1
0.90b
3.96a
1.96ab
1.92ab
Rata-rata R
0.60b
3.19a
1.96ab
1.26b
tanam (Tabel 4). Seperti diketahui bahwa dengan adanya perlakuan tanam maka tanah tersebut kaya dengan bakteri bintil akar yang ditinggalkan oleh tanaman sebelumnya sehingga bakteri tersebut akan segera menginfeksi tanaman kedelai berikutnya. Hal ini sesuai dengan pendapat Jutono (1981) yang menyatakan bahwa tanah bekas tanaman kedelai masih mengandung Rizobium Japonicum dan dapat digunakan sebagai sumber inokulan. Berdasarkan hasil penelitian juga dapat dilihat bahwa penambahan PGPR yang terbaik adalah Proradix
Keterangan : Angka yang diikuti oleh huruf yang sama pada kolom yang sama tidak berbeda nyata berdasar uji DMRT pada α = 0,05. Berdasarkan Tabel 5 dapat dilihat bahwa nilai infeksi yang tertinggi dijumpai pada penambahan PGPR-Proradix yaitu sebesar 3,19 % dan hasil ini berbeda nyata dengan perlakuan lainnya. Sedangkan tanpa penambahan PGPR terlihat bahwa nilai infeksi mikorizanya paling kecil yaitu sebesar 0.60%. Hal ini terjadi karena penambahan PGPR ke dalam tanah dapat menciptakan lingkungan rhizosfer
61
Peranan Biofertilizer...
yang lebih baik, dan pertumbuhan mikoriza juga dapat berkembang dengan baik. Adanya mikroba ini menyebabkan tanaman kedelai dapat tumbuh dengan baik, yaitu struktur tanah menjadi lebih baik. Mulya (2003) menyatakan bahwa banyak penelitian yang membuktikan bahwa mikoriza memberikan manfaat bagi tanaman dalam hal : (1) meningkatkan serapan hara terutama fosfor, (2) melindungi tanaman dari serangan patogen akar, (3) mencegah tanaman terhindar dari kekeringan, dan (4) mencegah tanaman terhindar dari logam berat.
KESIMPULAN DAN SARAN
A. Kesimpulan Berdasarkan hasil penelitian, maka dapat disimpulkan : 1. Perlakuan tanam dan pemberian PGPR serta interaksi keduanya meningkatkan berat batang dan akar tanaman kedelai. 2. Perlakuan tanam dan pemberian PGPR serta interaksi keduanya memberikan pengaruh yang sangat nyata terhadap jumlah nodul pada akar tanaman kedelai. 3. Pemberian PGPR memberikan pengaruh yang sangat nyata terhadap nilai infeksi mikoriza sedangkan perlakuan tanam serta interaksi keduanya meningkatkan berat batang dan akar tanaman kedelai tidak memberikan pengaruh yang nyata terhadap nilai infeksi mikoriza. B. Saran 1. Perlakuan tanam dan penambahan PGPR dapat dilakukan pada tanah-
62
tanah pertanian untuk meningkatkan hasil pertanian, khususnya penambahan PGPR-Proradix. 2. Pemanfaatan teknologi mikroba bermanfaat yang sering disebut PGPR perlu mendapat dukungan kebijakan dari pemerintah karena teknologi ini belum banyak dikenal petani. 3. Penggunaan teknologi mikroba perlu menjadi bagian integral paket teknologi dalam pengembangan pertanian terutama pada lahan-lahan yang bermasalah karena bermanfaat untuk pembangunan pertama yang berwawasan lingkungan dan berkelanjutan.
Peranan Biofertilizer...
DAFTAR PUSTAKA Hanafiah, KA. Napoleon, N. Ghofar. 2007. Biologi Tanah : Ekologi dan Makrobiologi Tanah : Edisi 1-2. PT. Rajawali Grafindo Persada, Jakarta. Hasanuddin, 2003. Peningkatan Peranan Mikroorganisme dalam sistim pengendalian penyakit tumbuhan secara terpadu. Jurusan HPT Faperta USU @2003 Digitized by USU digital library, Medan. Mulya, S. 2003. Pemanfaatan Tumbuhan Tahan Kekeringan Sebagai Inang Cendawan Mikoriza Arbuskula. Jurnal Prosiding Hasil Penelitian Bandung, Jawa Barat. Saraswati, R dan Sumarno, 2008. Pemanfaatan Mikroba Penyubur Tanah Sebagai Komponen Teknologi Pertanian. IPTEK Tanaman Pangan Vol. 3 No. 1.2008. http://www.pulitan.bogor.net/berkas-pdf/IPTEK/2008/nomor-1/04-Rasti.pdf. Sembiring, H, E. Sembiring dan D.R Siagian. 2005. Pola Kerjasama Pengembangan Komoditi Pertanian Organik Dataran Tinggi Tujuan Ekspor di Kabupaten Tanah Karo. Seminar Sehari Peranan Pupuk organik dan Pupuk Hayati Untuk Peningkatan Efisiensi Pemupupukan Pada Tanaman Pertanian dan Perkebunan. Steel R.G.D and Torrie, JH. 1980. Principles and Procedures of Statistics. Mc. GrawHill, Inc. Subba Rao, N.S 1994. Soil Microorganisms and Plant Growth. Oxford and IBM Publishing Co. (Terjemahan H. Susilo. Mikroorganisme Tanah dan Pertumbuhan Tanaman. Universitas Indonesia Press. Jakarta). Subba Rao, N.S. 1982. Biofertilizers in Agriculture. Oxford & IBH publ. Co. New Delhi. Subiksa, IGM. 2002. Pemanfaatan Mikoriza Untuk Penanggulangan Lahan Kritis. Makalah Falsafah Sains Program Pasca Sarjana Institut Pertanian Bogor. Bogor.
63
Pengaruh Pendidikan dan Pendapatan Terhadap Mobilitas Pekerja Wanita dari Sektor Industri ke Sektor Jasa di Kecamatan Kuta Alam Kota Banda Aceh (The Influence on Education and Income Mobility of Women Workers of the Industrial Sector Service Sectorin Kuta Alam Kota Banda Aceh) oleh : Vivi Silvia
Abstrak Penelitian ini menganalisis mobilisasi tenaga kerja wanita dari sektor industri ke sektor jasa. Hal ini bertujuan untuk mengetahui pendidikan dan pendapatan yang mempengaruhi mobilisasi tenaga kerja perempuan. Data dikumpulkan melalui observasi langsung dan questionere gunakan untuk menjawab pertanyaan. Selain itu, penelitian kepustakaan digunakan untuk menyelidiki masalah penelitian. Model analisis yang digunakan dalam penelitian ini adalah regresi linier berganda. Data ini kemudian dianalisis dengan menggunakan alat regresi SPSS. Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa faktor pendidikan dan pendapatan secara signifikan mempengaruhi mobilisasi tenaga kerja wanita dari sektor industri ke sektor jasa. Keywords : pendidikan, pendapatan, pekerja wanita
Abstract This research analyzes the mobilization of woman labor from industrial sector to service sector. It is aimed to knowing the education and income that influence the mobilization of woman labor. Data collected by direct observation and using questionere to answer the question. Beside it, the library research were used to investigate the research problem. The model of analysis applied in this research is the multiple linear regression. This data then analysed by using SPSS regession tool. The result of this research shows that the education and income factor were significantly influenced the mobilization of woman labor from industrial sector to service sector. Keywords : education, income, the mobilization of women labor
65
Peranan Biofertilizer...
Pendahuluan
Pembangunan yang telah dilak sanakan oleh pemerintah dewasa ini telah menunjukkan hasil yang meyakinkan di berbagai bidang. Keberhasilan bidang pendidikan dan kesehatan dalam jangka panjang telah mampu mengubah struktur dan komposisi penduduk Indonesia. Sebagai negara yang sedang berkembang, Indonesia tidak terlepas dari permasalahan umum yang juga dihadapi oleh negara berkembang lainnya. Permasalahan ini menyangkut pertumbuhan penduduk yang demikian cepat, penyebarannya yang tidak merata, tidak diimbangi dengan kesempatan kerja yang tersedia dan perkembangan angkatan kerja yang lebih cepat dibandingkan dengan penyerapan tenaga kerja. Masalah tersebut menimbulkan sejumlah masalah sosial terutama pengangguran yang dapat menghambat pembangunan nasional. Hakikat dari pembangunan nasional adalah pemba ngunan manusia Indonesia seutuhnya. Ini bermakna bahwa pemba ngunan yang telah dilaksanakan diharapkan dapat merata untuk seluruh masyarakat di seluruh wilayah Indonesia tanpa diskriminasi. Pada era globalisasi ini arus informasi semakin berkembang dengan cepat, tuntutan kesetaraan antara pria dan wanita yang lebih dikenal dengan kesetaraan jender semakin didengungkan. Kaum wanita banyak yang berprestasi pada lapangan pekerjaan dan pengembangan karirnya, tetapi di sisi lain masih ada kaum wanita yang mengalami penderitaan dan harus tetap menjalani kodratnya sebagai wanita sejati. Di beberapa kota di Indonesia
66
termasuk Kota Banda Aceh tengah terjadi transformasi struktural dari masyarakat agraris ke masyarakat industri, karena perubahan sistem sosial dan budaya. Perubahan ini mengakibatkan terjadinya perubahan-perubahan pekerjaan wanita dari sebelumnya sebagai buruh tani atau pengurus rumah tangga menjadi wanitawanita karier yang bekerja di kantorkantor. Selain itu, semakin meningkatnya pendidikan dalam masyarakat maka peluang perpindahan pekerjaan wanita ke sektor lain semakin meningkat. Pada tahun 2000 jumlah penduduk Indonesia yang sudah bertempat tinggal tetap sudah mencapai 205.13 juta jiwa, kemudian pada tahun 2005 jumlah penduduk Indonesia diproyeksikan bertambah menjadi 219.20 juta jiwa sehingga menempatkan Indonesia sebagai negara ke empat di dunia yang memeiliki jumlah penduduk terbanyak (BPS, 2005 : 3). Menurut laporan hasil sensus penduduk tahun 2005 (SPAN 2005) jumlah penduduk Provinsi Aceh diper kirakan berjumlah 4.031.589 jiwa, dari komposisinya dapat dilihat: jumlah penduduk laki-laki sebesar 2.005.763 jiwa dan jumlah penduduk wanita sebesar 2.025.826 jiwa. Laju pertumbuhan penduduk per tahun sebesar 1,76 persen selama periode 1990-2005, masih di atas rata-rata laju pertumbuhan penduduk secara nasional yaitu 1,34 persen (BPS, 2005 : 3-4). Perkembangan berbagai sektor di Provinsi Aceh juga mengalami kemajuan yang sangat pesat seperti sektor industri dan sektor jasa selain dari sektor agraris yang memang telah menjadi salah satu
Peranan Biofertilizer...
sektor yang banyak menyerap tenaga kerja dan penyumbang pembentukan Produk Domestik Regional Bruto (PDRB) yang masih dominan. Tabel berikut menunjukkan komposisi penduduk yang bekerja di sektor industri dan jasa selain sektor pertanian di Provinsi Aceh :
kondisi geografis Kota Banda Aceh yang kurang mendukung untuk kegiatan usaha di sektor pertanian.(BPS, 2005 : 117) Berdasarkan hasil sensus penduduk Aceh dan Nias tahun 2005 (SPAN`05) penduduk kota Banda Aceh berjumlah 177.611 jiwa, jumlah
Tabel 1 Komposisi Penduduk yang Bekerja Menurut Kelompok Lapangan Usaha di Provinsi Aceh Tahun 2004 Kelompok Lapangan usaha
Perkotaan (persen)
Pedesaan (persen)
Perkotaan+Pedesaan (persen)
Industri
6,18
1.71
7,89
Jasa-jasa
23,02
12.06
35,08
Sumber: Survey Sosial Ekonomi Nasional, 2004
Tabel 1 menunjukkan bahwa proporsi tahun 2004 yang bekerja di sektor jasa sebesar 35,08 persen lebih besar dari pada sektor industri yang hanya menyerap tenaga kerja sebesar 7,89 persen (2004:18). Hal ini berarti bahwa sektor jasa adalah salah satu sektor yang paling banyak menyerap tenaga kerja selain sektor pertanian di Provinsi Aceh terutama di daerah perkotaan seperti Kota Banda Aceh yang merupakan ibu kota Provinsi Aceh. Salah satu sektor yang paling dominan dalam perekonomian Kota Banda Aceh adalah sektor industri terutama industri kecil atau disebut juga industri rumah tangga yang banyak menyerap tenaga kerja seperti industri percetakan dan penerbitan. Selain itu sektor jasa, perikanan dan kelautan juga menjadi salah satu sektor andalan Kota Banda Aceh, karena sebagian besar wilayah Kota Banda Aceh dikelilingi oleh laut. Sedangkan sektor pertanian di Kota Banda Aceh bukan merupakan sektor unggulan dari perekonomian masyarakat Kota Banda Aceh, hal ini disebabkan
penduduk ini terdiri dari 93.786 jiwa laki-laki dan 83.825 jiwa perempuan. Kecamatan yang paling banyak penduduknya adalah Kecamatan Kuta Alam dengan jumlah penduduk 34.819 jiwa, yang terdiri dari 18.544 jiwa laki-laki dan 16.275 jiwa perempuan, sedangkan Kecamatan yang paling sedikit jumlah penduduknya adalah Kecamatan Meuraxa dengan jumlah penduduk 2.221 jiwa yang terdiri dari 1.529 jiwa laki-laki dan 692 jiwa perempuan, hal ini disebabkan karena daerah ini yang paling parah terkena bencana gempa dan tsunami pada tahun 2004. Jumlah pencari kerja di Kota Banda Aceh pasca bencana alam mengalami peningkatan sekitar 20 persen dari 20.378 jiwa menjadi 25.840 jiwa (BPS, 2005 : 3). Hal ini membawa dampak pada semakin meningkatnya persaingan antar pencari kerja baik pria maupun wanita dalam mendapatkan pekerjaan yang mereka inginkan. Selain itu banyaknya pekerjaan yang ditawarkan pasca bencana alam akan memberikan peluang terjadinya mobilitas pekerjaan terutama pekerja wanita.
67
Peranan Biofertilizer...
Kecamatan Kuta Alam adalah salah satu kecamatan yang ada di Kota Banda Aceh dengan jumlah penduduk terbanyak. Jumlah penduduk Kecamatan Kuta Alam tahun 2005 berjumlah 35.033 ini terdiri dari 18.758 jiwa laki-laki dan 16.275 jiwa perempuan yang tersebar di sembilan kelurahan dan dua desa yang ada di Kecamatan Kuta Alam Kota Banda Aceh. Jumlah penduduk Kecamatan Kuta Alam yang paling banyak terdapat di Kelurahan Beurawe dengan jumlah penduduk 6.157 jiwa yang terdiri dari 3.393 jiwa laki-laki dan 2.764 jiwa perempuan. Sedangkan jumlah penduduk yang paling sedikit terdapat di Desa Lam Dingin dengan jumlah penduduk laki-laki 449 jiwa dan 282 jiwa penduduk perempuan. Hal ini disebabkan daerah ini adalah salah satu daerah yang paling parah terkena dampak gempa dan tsunami tahun 2004 lalu. Jenis-jenis pekerjaan yang paling banyak digeluti oleh penduduk Kuta Alam termasuk penduduk wanita adalah pekerjaan pada sektor industri terutama
industri kecil atau disebut juga industri rumah tangga seperti industri percetakan, penerbitan dan industri makanan yang menjadi salah satu sektor paling banyak menyerap tenaga kerja selain sektor jasa, perikanan dan kelautan (BPS, 2005 : 47). Adapun jumlah penduduk wanita yang bekerja di Kecamatan Kuta Alam Kota Banda Aceh adalah sebanyak 3.340 jiwa yang tersebar di sembilan Kelurahan dan dua Desa yang berada dalam wilayah Kecamatan Kuta Alam Kota Banda Aceh. Jenis pekerjaan yang paling banyak digeluti oleh pekerja wanita di Kecamatan Kuta Alam Kota Banda Aceh adalah sebagai buruh/karyawan yaitu sebanyak 2.059 jiwa sedangankan jenis pekerjaan yang paling sedikit digeluti adalah jenis pekerjaan yang menggunakan bantuan dari keluarga/anggota rumah tangga yaitu sebanyak 54 jiwa (BPS, 2005 : 77) . Untuk lebih jelas lihat Tabel 2 yang menunjukkan jumlah wanita yang bekerja di Kecamatan Kuta Alam Kota Banda Aceh menurut status pekerjaan utama berikut ini :
Tabel 2 Jumlah Penduduk Wanita Berumur 15 Tahun Ke Atas yang Bekerja Selama Seminggu yang Lalu Menurut Status Pekerjaan Utama di Kecamatan Kuta Alam Kota Banda Aceh Tahun 2005
Jumlah wanita yang Bekerja 682
No.
Status Pekerjaan Utama
1
3
Berusaha Sendiri Tanpa Bantuan Orang Lain (Own Account Work) Berusaha dengan Dibantu Anggota Rumah Tangga. (Self Employed Assisted by Family Member/ Temporary Employee) Berusaha dengan Buruh Tetap (Employee)
4
Buruh/karyawan (Reguler Employee)
2.059
5
Pekerja Tak di Bayar (Unpaid Worker)
320
6
Tak Terjawab
30
2
Jumlah Total Sumber : BPS, 2005
68
54 195
3.340
Peranan Biofertilizer...
Masuknya wanita dalam pasar kerja pada sektor industri dan jasa akan membawa konsekuensi dalam kehidupan rumah tangganya. Pekerjaan di luar rumah pada sektor industri dan jasa ini akan mengurangi alokasi waktu dan tenaga yang biasanya dicurahkan untuk pekerjaan rumah tangga. Munculnya berbagai sektor industri dan jasa yang dilakukan kaum wanita patut ditanggapi secara positif terutama di perkotaan. Hal tersebut dengan pertimbangan bahwa kontribusi yang diberikan pelaku perempuan pada sektor ini cukup besar dalam upaya meningkatkan pendapatan dan taraf hidup mereka. Berdasarkan uraian yang telah di kemukakan di atas maka perumusan masalah dalam penelitian ini adalah: Bagaimana pe ngaruh pendidikan dan pendapatan terhadap mobilitas pekerja wanita dari sektor industri ke sektor jasa di Kecamatan Kuta Alam Kota Banda Aceh?
Studi Kepustakaan
Tenaga kerja merupakan modal utama serta pelaksana daripada produksi baik barang maupun jasa. Tujuan penting pembangunan nasional adalah mensejahterakan masyarakat termasuk tenaga kerja. Tenaga kerja sebagai pelaksana pembangunan harus dijamin haknya, diatur kewajibannya dan dikembangkan daya gunanya. Menurut Undang-undang No.13 Tahun 2003, tenaga kerja adalah setiap orang yang mampu melakukan pekerjaan guna menghasilkan barang dan atau jasa baik untuk memenuhi kebutuhan sendiri maupun untuk masyarakat. Adapun pengertian tenaga kerja
menurut Tjiptoherijanto ( 1996 : 4), yang dimaksud dengan tenaga kerja adalah penduduk usia kerja ( 15 tahun ke atas ) atau 15-64 tahun dan penduduk secara potensial dapat bekerja merupakan modal utama serta pelaksanaan daripada pembangunan masyarakat. Menurut Simanjuntak ( 1998 : 2), tenaga kerja mencakup penduduk yang sudah bekerja atau sedang belajar, yang sedang mencari pekerjaan dan yang melakukan kegiatan lain seperti sekolah dan mengurus rumah tangga. Bagi pencari kerja, mereka yang sedang bersekolah dan mengurus rumah tangga, walaupun sedang tidak bekerja tapi sewaktu-waktu dapat masuk dalam pasar kerja. Sedangkan menurut Manulang (2001 : 5), tenaga kerja terdiri dari angkatan kerja dan bukan angkatan kerja. Yang termasuk dalam golongan angkatan kerja adalah golongan yang bekerja dan golongan yang menganggur atau yang sedang mencari pekerjaan, serta yang termasuk dalam bukan angkatan kerja terdiri dari ibu rumah tangga dan golongan lain-lain atau penerima pendapatan. Mobilitas dapat diartikan sebagai perpindahan dari satu tempat ketempat lain atau dari suatu pekerjaan ke pekerjaan lain (Subri, 2003 : 119). Sedangkan menurut Munir (1981 : 2-4) perpindahan tersebut dengan tujuan untuk menetap dari satu tempat ketempat lain dalam batas waktu tertentu, tetapi ada juga jenis perpindahan yang batas waktunya lebih pendek dan sebenarnya tidak bermaksud menetap selamanya ditempat dia mendapatkan pekerjaan. Selain itu ada
69
Peranan Biofertilizer...
beberapa bentuk perpindahan tempat (mobilitas) yaitu : 1. Perubahan tempat yang bersifat rutin misalnya orang yang pulang balik kerja (recurrent movement). 2. Perubahan tempat yang tidak bersifat rutin tetapi dipindah tempatkan karena pekerjaannya. 3. Perubahan tempat tinggal dengan tujuan menetap dan tidak kembali lagi ketempat semula (non-recurrent movement). Menurut sifatnya mobilitas dapat dibedakan menjadi mobilitas vertikal dan mobilitas horizontal. Mobilitas horizontal adalah perpindahan secara teritorial, spasial, atau geografis, sedangkan mobilitas vertikal dikaitkan dengan perubahan status sosial dengan melihat kedudukan generasi misalnya melihat status kedudukan ayah. Adapun asumsi dasar bahwa seseorang mau atau berusaha berpindah pekerjaan dari satu tempat ke tempat lain untuk memperoleh penghasilan yang lebih besar (Simanjuntak, 2001 : 82). Selain itu begitu banyak faktor perubahan yang mendorong atau menarik wanita berpindah pekerjaan termasuk tanggung jawab keluarga, pola konsumsi, persiapan pendidikan, hak-hak hukum serta kesempatan kerja. (Ollenburger, 2002 : 91). Menurut Subri (2003 : 123) mekanisme mobilitas tenaga kerja dari sektor pedesaan yang subsisten ke sektor perkotaan yang mempunyai tingkat upah yang lebih tinggi, disebabkan karena daerah pedesaan surplus tenaga kerja, sehingga terjadi perpindahan pekerjaan ke daerah pusat industri atau perdagangan yang membutuhkan tenaga kerja. Sedangkan menurut Munir
70
(1981 : 6) ada beberapa faktor yang mempengaruhi mobilitas pekerja yaitu : 1. Makin berkurangnya sumber-sumber alam, menurunnya permintaan atas barang-barang tertentu yang bahan bakunya makin susah diperoleh. 2. Menyempitnya lapangan pekerjaan di tempat asal (misalnya di pedesaan). 3. Adanya tekanan-tekanan atau diskriminasi politik, agama, suku, di tempat asal. 4. Alasan pekerjaan atau perkawinan yang menyebabkan tidak bisa mengembangkan karir pribadi. 5. Bencana alam baik banjir, kebakaran, gempa bumi, musim kemarau panjang atau adanya wabah penyakit. Berdasarkan Badan Pusat Statistik (1999 : 8), industri diklarifikasikan sebagai berikut : a. Industri kecil, yaitu suatu bentuk industri yang memiliki modal dasar antara 1-600 juta dengan jumlah tenaga kerja 1-19 orang. b. Industri menengah, industri dengan modal awal antara 600 juta5 miliyar dengan jumlah pekerja berkisar 19-99 orang. c. Industri besar, satu bentuk industri yang memiliki modal lebih dari dari 5 miliyar dengan jumlah pekerja lebih dari 100 orang. Perkembangan industri di Indonesia di sektor kecil atau rumah tangga paling tinggi dalam penyerapan tenaga kerja. Hal tersebut dikarenakan industri rumah tangga relatif tidak memerlukan keahlian tinggi, modal kecil dan bahkan di pedesaan pekerjaan rumah tangga dapat didahulukan tanpa meninggalkan kegiatan ekonomis
Peranan Biofertilizer...
lainnya. Industri kecil bagian dari sektor informal memainkan peranan penting dalam menyerap tenaga kerja wanita. Pekerjaan wanita pada industri rumah tangga relatif berumur muda dan produktif (berumur antara 1534 tahun). Dengan demikian potensi yang dimiliki oleh para pekerja wanita cukup besar, karena pada kelompokkelompok umur di bawah 40 tahun tersebut masih banyak kesempatan untuk mengembangkan kemampuannya dalam bidang keterampilan maupun bidang lainnya. Sekarang ini ada kecenderungan orientasi kebutuhan kaum wanita yang bekerja di sektor industri tidak lagi terbatas pada kebutuhan dasar, tetapi orientasi kebutuhannya sudah sampai pada tingkat kebutuhan aktualisasi diri sekalipun kebutuhan ini masih ada pembagian status pekerjaan wanita di sektor industri, yaitu wanita yang bekerja sebagai buruh/karyawan, orientasi kebutuhan yang bersifat fisiologi, rasa aman dan kebutuhan sosial. Dalam rangka peningkatan kualitas kerja tenaga kerja wanita yang bekerja di sektor industri, faktor lingkungan keluarga, lingkungan kerja dan motif kerja kaum wanita ikut mempengaruhi kualitas kerja kaum wanita yang bekerja di sektor industri. Secara umum jasa dapat diartikan sebagai suatu keterampilan usaha di mana usaha tersebut resikonya relatif kecil dan kesempatan kerjanya juga lebih besar. Ruang lingkup lapangan jasa sangat luas karena mencakup jasa pemerintahan umum dan usaha swasta yang sangat beragam. Sumbangan lapangan usaha
jasa-jasa dalam penciptaan kesempatan kerja relatif besar. Menurut Badan Pusat Statistik (2004: 18), jasa terbagi menjadi beberapa kategori, yaitu : 1. Jasa restoran, rumah makan, dan warung makan. 2. Jasa pendidikan meliputi: jasa pendidikan dasar, menengah, tinggi, dan lainnya yang dilakukan swasta termasuk jasa pendidikan dan keterampilan. 3. Jasa kesehatan dan kegiatan sosial meliputi jasa kesehatan manusia, jasa kesehatan hewan dan jasa kesehatan sosial, jasa kemasyarakatan, sosial dan perorangan lainnya. 4. Jasa kebersihan, kegiatan organisasi, jasa rekreasi, jasa kebudayaan, olah raga dan jasa kegiatan lain. 5. Jasa perorangan yang melayani rumah tangga, kegiatan perorangan yang memberikan jasa pelayanan pada rumah tangga, seperti juru masak, tukang cuci, tukang kebun, pengurus rumah tangga, dan pengasuh bayi. Termasuk juga usaha guru privat yang mengajar dirumah, sekretaris pribadi dan supir pribadi. Banyaknya wanita yang masuk dalam sektor jasa disebabkan dalam sektor ini banyak membutuhkan tenaga kerja terutama tenaga kerja wanita yang biasanya di tempatkan sebagai “costumer service” atau sekretaris di kantor-kantor. Kebijakan untuk mengembangkan sektor ini perlu dirumuskan secara hatihati karena melibatkan angkatan kerja dalam jumlah besar. Berkaitan dengan jasa perorangan dan rumah tangga, arah kebijakan yang relevan seharusnya berupa
71
Peranan Biofertilizer...
peningkatan dan pemeliharaan iklim usaha yang kondusif bagi perluasan aktifitas usaha yang dapat merangsang pekerja wanita memasuki bidang usaha ini, serta ditunjang oleh sedikit regulasi yang dapat direalisasikan secara efektif dan konsisten. Berdasarkan uraian di atas, yang menjadi hipotesis dalam penelitian ini adalah diduga pendidikan dan pendapatan berpengaruh positif terhadap mobilitas pekerja wanita dari sektor industri ke sektor jasa di Kecamatan Kuta Alam Kota Banda Aceh.
Metode Penelitian
Ruang lingkup penelitian ini adalah mengenai pengaruh pendidikan dan pendapatan terhadap mobilitas pekerja wanita terutama dari sektor industri ke sektor jasa yang ada di Kecamatan Kuta Alam Kota Banda Aceh. Lokasi dalam penelitian ini terletak di Kecamatan Kuta Alam Kota Banda Aceh. Tujuan pengambilan lokasi penelitian di Kuta Alam karena Kecamatan Kuta Alam adalah Kecamatan yang paling banyak terdapat penduduk wanitanya dan di sini juga
terdapat banyak jenis-jenis industri dan jasa yang mempekerjakan pekerja wanita. Untuk memperoleh keterangan dan data yang diperlukan dalam penelitian ini, maka penulis merujuk ke penelitian kepustakaan yang bersumber dari BPS. Selain mengumpulkan data sekunder, penulis juga menggunakan data primer, yaitu dengan cara menyebarkan daftar pertanyaan atau kuesioner. Data diproses dengan komputer, program yang dipergunakan adalah SPSS. Adapun yang menjadi populasi dari penelitian ini adalah seluruh tenaga kerja wanita yang pernah bekerja di sektor industri yaitu industri kecil dan industri rumah tangga termasuk industri percetakan dan foto copy dan kemudian berpindah pekerjaan ke sektor jasa yaitu jasa pembiayaan, perhotelan, jasa restaurant (rumah makan), jasa pendidikan dan “costumer service” yang tersebar di sembilan kelurahan dan dua desa yang ada di Kecamatan Kuta Alam Kota Banda Aceh. Untuk lebih jelas lihat Tabel 3 berikut:
Tabel 3 Jumlah Tenaga Kerja Wanita yang Pernah Bekerja di Sektor industri dan Sekarang Berpindah ke Sektor Jasa di Kecamatan Kuta Alam Kota Banda Aceh Tahun 2007 No. 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11
Lokasi Peunayong Laksana Keuramat Kuta Alam Beurawe Kota Baru Bandar Baru Mulia Lampulo Lamdingin Lambaro Skep Jumlah
Sumber: Hasil Penelitian Lapangan (2007)
72
Jumlah Tenaga Kerja Wanita (jiwa) 54 42 47 45 68 36 29 38 22 28 31 440
Peranan Biofertilizer...
Berdasarkan Tabel di atas maka dapat dilihat jumlah populasi wanita yang bekerja di sektor industri kemudian berpindah ke sektor jasa di Kecamatan Kuta Alam Kota Banda Aceh adalah sebanyak 440 jiwa, karena kerterbatasan waktu dan tenaga juga biaya maka penulis mengambil 10 persen dari populasi untuk di jadikan sampel.maka didapat 44 jiwa pekerja wanita yang akan dijadikan sampel. Dalam penelitian ini untuk menganalisis data penulis menggunakan metode analisis deskriptif, yaitu data yang dianalisis untuk menggambarkan dan menginterprestasikan objek sesuai dengan apa adanya atau menjelaskan tentang fenomena-fenomena yang terjadi di sekitar penelitian, dengan maksud mencari jalan penentuan penelitian (Teguh, 1999 : 17). Selain itu penulis juga menggunakan analisis kuantitatif dengan menggunakan model regresi linear berganda untuk menghitung mobilitas pekerja wanita di Kecamatan Kuta Alam Kota Banda Aceh sebagai variabel terikat ( dependen variable) terhadap variabelvariabel bebas (independen variable). Dari variabel-variabel tersebut dapat dibentuk suatu regresi linear berganda sebagai berikut: (Supranto, 2001 : 270)
Di mana : Mpw = Mobilitas pekerja wanita Tp = Pendidikan yang ditamatkan Tpw = Pendapatan pekerja wanita α = Konstanta β1 , β 2 = Koefisien Regresi ei = Eror term
Hasil Penelitian dan Pembahasan
Dari data yang diperoleh di Badan Statistik Nasional Provinsi Aceh didapat bahwa dari jumlah penduduk Kota Banda Aceh yang memasuki masa kerja aktif adalah sebesar 48,67 persen. Terdiri dari pekerja yang mempunyai pekerjaan tetap sebesar 41,99 persen dan yang sedang mencari kerja sebesar 6,68 persen. Penduduk Kota Banda Aceh yang memasuki masa kerja pasif adalah sebesar 44,71 persen terdiri atas yang sedang melanjutkan sekolah atau kuliah sebesar 22,94 persen, yang tidak bersekolah dan bekerja sebesar 21,77 persen.
y = α + β1 X 1 + β 2 X 2 + β 3 X 3 + ei Model di atas dimodifikasikan dengan memasukkan variabel terikat dan variabel bebas dalam penelitian ini, sehingga model regresi linear berganda adalah sebagai berikut :
Mpw = α + β1Tp + β 2Tpw + ei 73
Peranan Biofertilizer...
Tabel 4 Persentase Pekerja di Daerah Banda Aceh Memasuki Masa Kerja Bekerja
Sedang Mencari Kerja
41,99
6,68
Total Memasuki Masa Kerja 48,67
Belum Memasuki Masa Kerja Masa Sekolah 22,94
Total Belum Memasuki Yang Berada Masa Kerja Di Rumah 21,77
44,71
Lainlain
Total
6,62
100
Sumber : Badan Pusat Statistik, 2005
Dari penelitian terhadap 44 orang responden, tanggapan responden yang diberikan adalah sebagai berikut. Tabel. 5 Karakteristik Responden No 1
2
74
Karakteristik Responden Tempat Tinggal Responden Peunayong Laksana Keuramat Kuta Alam Beurawe Kota Baru Bandar Baru Mulia Lampulo Lamdingin Lambaro Skep Umur Responden 19 Tahun 20 Tahun 21 Tahun 22 Tahun 23 Tahun 24 Tahun 25 Tahun 27 Tahun 28 Tahun 30 Tahun 33 Tahun 35 Tahun 36 Tahun 38 Tahun 39 Tahun 40 Tahun 41 Tahun 43 Tahun 45 Tahun 46 Tahun 47 Tahun
Frekuensi (Jiwa)
Persentase (%)
6 5 5 5 7 3 2 4 2 3 2
13,6 11,4 11,4 11,4 15,9 6,8 4,5 9,1 4,5 6,8 4,5
4 3 3 4 4 2 2 3 2 3 1 1 1 1 1 3 1 2 1 1 1
9,1 6,8 6,8 9,1 9,1 4,5 4,5 6,8 4,5 6,8 2,3 2,3 2,3 2,3 2,3 6,8 2,3 4,5 2,3 2,3 2,3
Peranan Biofertilizer... 3
Status Perkawinan Kawin Belum Kawin Total
21 23 44
47,7 52,3 100,0
Sumber : Data Primer (diolah), 2007
Dari Tabel 5 dilihat bahwa responden diambil berdasarkan tempat tinggal kelurahan yang terdiri dari Kelurahan Peunayong sebanyak 13,6 persen; Kelurahan Laksana sebanyak 11,4 persen; Kelurahan Keuramat sebanyak 11,4 persen; Kelurahan Kuta Alam sebanyak 11,4 persen; Kelurahan Beurawe sebanyak 15,9 persen; Kelurahan Kota Baru sebanyak 6,8 persen; Kelurahan Bandar Baru sebanyak 4,5 persen; Kelurahan Mulia sebanyak 9,1 persen; Kelurahan Lampulo sebanyak 4,5 persen; Kelurahan Lamdingin sebanyak
sebesar 6,8 persen adalah responden yang berumur 20 Tahun; 21 Tahun; 27 Tahun; 30 Tahun;40 Tahun. Responden pekerja wanita yang berumur 24 Tahun; 25 Tahun; 28 Tahun; 43 Tahun memiliki masing-masing persentase dari seluruh sampel penelitian sebesar 4,5 persen. Pada penelitian ini diperoleh kebanyakan pekerja wanita di Kecamatan Kuta Alam Kota Banda Aceh atau 52,3 persen adalah mereka yang belum menikah. Selebihnya adalah pekerja wanita di Kecamatan Kuta Alam Kota Banda Aceh yang sudah menikah yaitu sebesar 47,7 persen.
Tabel. 6 Lama Bekerja di Sektor Industri Frekuensi
Valid
Persen
Valid Persen
Persen Total
< 1 Tahun
17
38,6
38,6
38,6
2 - 4 Tahun
24
54,5
54,5
93,2
5 - 7 Tahun
3
6,8
6,8
100,0
44
100,0
100,0
Total Sumber : Data Primer (diolah), 2007
6,8 persen; Kelurahan Lambaro Skep sebanyak 4,5 persen. Dari penelitian yang dilakukan terhadap 44 orang responden didapat umur responden yang masing-masing memiliki persentase sebesar 2,3 persen adalah 33 Tahun; 35 Tahun; 36 Tahun; 38 Tahun; 39 Tahun; 41 Tahun; 45 Tahun; 46 Tahun; 47 Tahun. Sedangkan responden yang berumur 19 Tahun; 22 Tahun; 23 Tahun masing-masing memiliki persentase sebesar 9,1 persen. Yang memiliki persentase masing-masing
Pekerja wanita di Kota Banda Aceh yang bekerja kurang dari 1 tahun di sektor industri adalah sebesar 38,6 persen. 54,5 persen adalah wanita pekerja yang bekerja selama 2 tahun sampai dengan 4 tahun. Kemudian sebanyak 6,8 persen pekerja wanita yang bekerja di sektor industri selama 5 tahun sampai dengan 7 tahun.
75
Peranan Biofertilizer...
Tabel. 7 Lama Bekerja di Sektor Jasa Frekuensi
Valid
Persen
Valid Persen
Persen Total
< 1 Tahun
4
9,1
9,1
9,1
2 - 4 Tahun
14
31,8
31,8
40,9
5 - 7 Tahun
23
52,3
52,3
93,2
8 - 10 Tahun
3
6,8
6,8
100,0
44
100,0
100,0
Total Sumber : Data Primer (diolah), 2007
Dalam penelitian ini ditemukan pekerja wanita di Kota Banda Aceh yang bekerja kurang dari 1 tahun di sektor jasa adalah sebesar 9,1 persen. Sebanyak 31,8 persen adalah pekerja wanita yang bekerja selama 2 tahun sampai dengan 4 tahun, dan 52,3 persen pekerja wanita yang bekerja di sektor jasa selama 5 tahun sampai dengan 7 tahun. Pekerja wanita yang bekerja di sektor jasa selama 8 tahun sampai dengan 10 tahun adalah sebesar 6,8 persen.
Pekerja wanita di Kecamatan Kuta Alam Kota Banda Aceh saat bekerja di sektor industri 9,1 persen mempunyai tingkat pendidikan Sekolah Dasar (SD). 31,8 persen, memiliki tingkat pendidikan Sekolah Menengah Pertama (SMP), yang memiliki tingkat pendidikan Sekolah Menengah Tingkat Atas (SMA) adalah sebesar 52,3 persen. Pekerja wanita di Kecamatan Kuta Alam Kota Banda Aceh yang memiliki tingkat pendidikan Perguruan Tinggi saat bekerja di sektor industri adalah sebesar 6,8 persen.
Tabel. 8 Pendidikan Saat Bekerja di Sektor Industri Frekuensi
Persen
SD Valid
4
Valid Persen 9,1
Persen Total
9,1
9,1
SMP
14
31,8
31,8
40,9
SMA
23
52,3
52,3
93,2
3
6,8
6,8
100,0
44
100,0
100,0
Perguruan Tinggi Total Sumber : Data Primer (diolah), 2007
Tabel. 9 Pendidikan Saat Bekerja di Sektor Jasa Frekuensi
Valid
Valid Persen
Persen Total
4
9,1
9,1
9,1
SMP
3
6,8
6,8
15,9
SMA
27
61,4
61,4
77,3
Perguruan Tinggi
10
22,7
22,7
100,0
Total
44
100,0
100,0
Sumber : Data Primer (diolah), 2007
76
Persen
SD
Peranan Biofertilizer...
pendapatan sebesar Rp. 500.000,sampai dengan Rp. 699.000,- adalah sebanyak 31,8 persen. Pendapatan pekerja wanita sebesar Rp. 700.000,sampai dengan Rp. 899.000,- adalah sebanyak 2,3 persen, dan 2,3 persen pekerja wanita di Kecamatan Kuta Alam Kota Banda Aceh saat bekerja di sektor industri memiliki pendapatan lebih dari Rp. 900.000,-.
Pekerja wanita di Kecamatan Kuta Alam Kota Banda Aceh saat bekerja di sektor jasa 9,1 persen mempunyai tingkat pendidikan Sekolah Dasar (SD) dan 6,8 persen memiliki tingkat pendidikan Sekolah Menengah Pertama (SMP), sedangkan yang memiliki tingkat pendidikan Sekolah Menengah Tingkat atas (SMA) adalah sebesar 61,4 persen. Pekerja wanita di Kecamatan Kuta Alam
Tabel. 11 Pendapatan Per Bulan Saat Bekerja di Sektor Jasa Frekuensi
Valid
Persen
Valid Persen
Persen Total
< Rp. 299.000,-
1
2,3
2,3
2,3
Rp. 300.000,- - Rp. 499.000
9
20,5
20,5
22,7
Rp. 500.000,- - Rp. 699.000
10
22,7
22,7
45,5
Rp. 700.000,- - Rp. 899.000
5
11,4
11,4
56,8 100,0
Rp. 900.000
19
43,2
43,2
Total
44
100,0
100,0
Sumber : Data Primer (diolah), 2007
Kota Banda Aceh yang memiliki tingkat pendidikan Perguruan Tinggi saat bekerja di sektor Jasa adalah sebesar 22,7 persen.
Pendapatan pekerja wanita di Kota Banda Aceh saat bekerja di sektor jasa 2,3 persen memiliki pendapatan
Tabel. 10 Pendapatan Per Bulan Saat Bekerja di Sektor Industri Frekuensi
Valid
Persen
Valid Persen
Persen Total
< Rp. 299.000,-
12
27,3
27,3
27,3
Rp. 300.000,- – Rp. 499.000,-
16
36,4
36,4
63,6
Rp. 500.000,- – Rp. 699.000,-
14
31,8
31,8
95,5
Rp. 700.000,- – Rp. 899.000,-
1
2,3
2,3
97,7 100,0
Rp. 900.000,-
1
2,3
2,3
Total
44
100,0
100,0
Sumber : Data Primer (diolah), 2007
Pendapatan pekerja wanita di Kecamatan Kuta Alam Kota Banda Aceh saat bekerja di sektor industri 27,3 persen memiliki pendapatan lebih kecil dari Rp. 299.000,-. Yang memiliki pendapatan antara Rp. 300.000,- sampai dengan Rp. 499.000,- adalah sebesar 36,4 persen. Pekerja wanita yang memiliki
lebih kecil dari Rp. 299.000,-. Yang memiliki pendapatan antara Rp. 300.000,- sampai dengan Rp. 499.000,adalah sebesar 20,5 persen. Pekerja wanita yang memiliki pendapatan sebesar Rp. 500.000,- sampai dengan Rp. 699.000,- adalah sebanyak 22,7 persen. Pendapatan pekerja wanita sebesar Rp.
77
Peranan Biofertilizer...
700.000,- sampai dengan Rp. 899.000,adalah sebanyak 11,4 persen, dan 43,2 persen pekerja wanita di Kota Banda Aceh saat bekerja di sektor jasa memiliki pendapatan lebih dari Rp. 900.000,-.
Estimasi Hasil Regresi
Data yang diperoleh dalam penelitian ini, kemudian dianalisis dengan menggunakan Tehnik Analisis Regresi Linier Berganda dengan dibantu peralatan (program) SPSS. Hasil analisis pengaruh pendidikan dan pendapatan terhadap mobilitas pekerja wanita di Kecamatan Kuta Alam Kota Banda Aceh dari sektor industri ke sektor jasa dapat dilihat pada Tabel di bawah ini :
lain sebelum adanya pengaruh dari variabel independen (pendidikan dan pendapatan) tidak terjadi mobilitas pekerja wanita di Kecamatan Kuta Alam Kota Banda Aceh dari sektor industri ke sektor jasa. Pada nilai koefisien regresi β1 berarti setiap kenaikan pendidikan sebesar 1 persen maka akan menyebabkan peningkatan mobilitas pekerja wanita di Kecamatan Kuta Alam Kota Banda Aceh dari Sektor Industri Ke Sektor Jasa sebesar 0,123 persen. Untuk koefisien regresi β2 berarti setiap kenaikan pendapatan sebesar 1 persen maka akan diikuti peningkatan mobilitas pekerja wanita di Kecamatan Kuta Alam Kota Banda Aceh dari Sektor Industri Ke
Tabel. 12 Hasil Estimasi Persamaan Regresi Variabel
Nama Variabel
B
Std. Error
t
Ttabel
Sig.
α
Konstanta
-0,034
0,297
-0,113
2,017
0,910
β1
Tingkat Pendidikan
0,123
0,052
2,368
2,017
0,023
β2
Tingkat Pendapatan
0,720
0,081
8,877
2,017
0,000
Koefisien Korelasi (R) = 0,831 Koefisien Determinasi (R2) = 0,690 Adjusted (R2) = 0,675
Fhitung = 45,597 Ftabel = 3,226 Sig. F = 0,000(a)
Sumber : Data Primer (diolah), 2007
Semua variabel dimasukkan ke dalam persamaan regresi berganda, yang menghasilkan nilai persamaan sebagai berikut :
Mpw = −0,034 + 0,123Tp + 0,720Tpw Nilai konstanta -0,034 menunjukkan bahwa mobilitas pekerja wanita di Kecamatan Kuta Alam Kota Banda Aceh dari sektor industri ke sektor jasa pada saat variabel pendidikan dan pendapatan dianggap konstan, adalah sebesar -0,034 jiwa atau dengan kata
78
Sektor Jasa sebesar 0,720 persen. Koefisien korelasi dalam penelitian ini diperoleh nilai 0,831 yang menunjukkan bahwa derajat hubungan antara variabel bebas (pendidikan dan pendapatan) dengan variabel terikat (mobilitas pekerja wanita dari sektor industri ke sektor jasa) adalah sebesar 83,1 persen. Yang artinya mobilitas pekerja wanita di Kota Banda Aceh dari Sektor Industri Ke Sektor Jasa sangat erat hubungannya dengan faktor tingkat pendidikan dan pendapatan.
Peranan Biofertilizer...
Angka koefisien adj. R2 diperoleh nilai sebesar 0,675 yang berarti bahwa 67,5 persen perubahan dalam mobilitas pekerja wanita di Kota Banda Aceh dari Sektor Industri Ke Sektor Jasa dapat diterangkan/dijelaskan oleh variabel bebas yaitu pendidikan dan pendapatan. Sedangkan sisanya yaitu sebesar 32,5 persen dipengaruhi oleh faktor-faktor yang lain di luar penelitian yang telah dilakukan, seperti faktor demografi, faktor budaya, faktor non demografi dan faktor-faktor lain. Hasil penelitian terhadap variabel pendidikan diperoleh thitung 2,368 sedangkan nilai ttabel dengan tingkat keyakinan 95 persen atau signifikansi sebesar a 0.05 adalah 2,017. Dengan demikian hasil perhitungan statistik menunjukkan bahwa variabel pendidikan berpengaruh secara signifikan terhadap peningkatan mobilitas pekerja wanita di Kecamatan Kuta Alam Kota Banda Aceh dari Sektor Industri Ke Sektor Jasa. Hasil penelitian terhadap variabel pendapatan diperoleh thitung 8,877 sedangkan nilai ttabel dengan tingkat keyakinan 95 persen atau signifikansi sebesar a 0.05 adalah 2,017. Dengan demikian hasil perhitungan statistik menunjukkan bahwa variabel pendapatan berpengaruh secara signifikan terhadap peningkatan mobilitas pekerja wanita di Kecamatan Kuta Alam Kota Banda Aceh dari Sektor Industri Ke Sektor Jasa. Hasil pengujian ANOVA atau uji F (secara simultan) diperoleh Fhitung sebesar 45,597 sedangkan Ftabel pada tingkat signifikansi a 0.05 adalah sebesar 3,226. Hal ini memperlihatkan bahwa
Fhitung > Ftabel dengan tingkat signifikan 0.000(a). Hasil perhitungan ini dapat disimpulkan bahwa menerima hipotesis alternatif (Ha) dan menolak hipotesis nol (H0), artinya pendidikan dan pendapatan berpengaruh terhadap mobilitas pekerja wanita di Kecamatan Kuta Alam Kota Banda Aceh.
Kesimpulan dan Saran
A. Kesimpulan Hasil penelitian diperoleh hubungan antara pendidikan dan pendapatan dengan mobilitas pekerja wanita di Kecamatan Kuta Alam Kota Banda Aceh. Setiap meningkatnya pendidikan dapat meningkatkan mobilitas pekerja wanita di Kecamatan Kuta Alam Kota Banda Aceh. Secara parsial pengaruh pendidikan terhadap mobilitas pekerja wanita di Kecamatan Kuta Alam Kota Banda Aceh signifikan dimana t-hitung lebih besar dari t-tabel. Setiap meningkatnya pendapatan dapat meningkatkan mobilitas pekerja wanita di Kecamatan Kuta Alam Kota Banda Aceh. Secara parsial pengaruh pendapatan terhadap mobilitas pekerja wanita di Kecamatan Kuta Alam Kota Banda Aceh signifikan dimana t-hitung lebih besar dari t-tabel. Berdasarkan hasil uji F diperoleh kesimpulan menerima hipotesis alternatif (Ha) dan menolak hipotesis nol (H0), yang artinya pendidikan dan pendapatan berpengaruh secara signifikan terhadap mobilitas pekerja wanita dari sektor industri di Kecamatan Kuta Alam Kota Banda Aceh.
79
Peranan Biofertilizer...
B. Saran Berdasarkan permasalahan yang ada pada saat melakukan penelitian, maka penulis menyampaikan saransaran sebagai berikut: 1. Mengingat pendidikan dan pendapatan sangat berpengaruh terhadap mobilitas pekerja wanita di Kecamatan Kuta Alam Kota Banda Aceh, maka diharapkan pendidikan formal dan non formal wanita lebih ditingkatkan dan pendapatan dapat disetarakan per sektor sehingga tidak terjadi mobilitas atau perpindahan pekerja wanita secara besar-besaran ke salah satu sektor yang dianggap lebih dominan. 2. Diharapkan kepada Pemerintah terutama Pemerintah Kecamatan Kuta Alam dan Pemerintah Kota Banda Aceh agar lebih memperhatikan dan mengembangkan potensi pekerja wanita per sektor di Kecamatan Kuta Alam Kota Banda Aceh, sehingga mengurangi tingkat mobilitas pekerja wanita ke salah satu sektor yang dianggap lebih dominan.
80
Peranan Biofertilizer...
DAFTAR PUSTAKA Badan Pusat Statistik, 1992-1999. Survey Sosial Nasional (SUSENAS). BPS Banda Aceh. _________________, 1999. Profil Usaha Kecil dan Menengah Tidak Berbadan Hukum Indonesia. BPS NAD. _________________, 2004. Profil Usaha Kecil dan Menengah Tidak Berbadan Hukum Indonesia. BPS NAD. _________________, 2004. Indikator Kesejahteraan Nanggroe Aceh Darussalam. BPS NAD
Rakyat
Provinsi
_________________, 2005. Banda Aceh dalam Angka. BPS Banda Aceh. _________________, 2005. Sensus Penduduk Nanggroe Aceh Darussalam dan Nias (SPAN`05). BPS Banda Aceh. Daniel, Moehar M.S. Pengantar Ekonomi Pertanian. Bumi Aksara Jakarta. Fariqun, A. Latid, Sucipto, Chairul Saleh M. Fadli, Puji Purwanti, 1998. Transformasi Sosial Tenaga Kerja di Pedesaan. Jurnal Penelitian Ilmuilmu Sosial Vol.10. II. No.2 Agustus Korompis, D.Roeroe-Turang, H. Agonta. 1997. Motivasi Wanita terhadap Pergeseran di Sektor Pertanian ke Sektor Industri. Jurnal IKIP Manado Vol. II. September. Lestari, Riana. 2006, Analisis Faktor-faktor Yang Mempengaruhi Perpindahan Pekerja Wanita dari Sektor Pertanian Ke Sektor Industri dan Jasa di Aceh Besar. Skripsi (Tidak di publikasikan) Unsyiah Banda Aceh. Manulang, Sendjun. H. 2001. Pokok-pokok Hukum Ketenegakerjaan di Indonesia. Rineke Cipta. Jakarta. Munir, Rozy. 1981. Pengantar Demografi. Lembaga Demografi Fakultas Ekonomi Universitas Indonesia. Jakarta. Ollenburger, Jane. C, Helen A. Morre. 2002. Sosiologi Wanita. PT. Rineka Cipta. Jakarta. Republik Indonesia, Undang-undang Perindustrian. Jakarta.
No.
5
Tahun
1985
Tentang
81
Peranan Biofertilizer...
Simanjuntak, Payaman J. 1998. Pengantar Ekonomi Sumber Daya Manusia. LP3ES. Jakarta. ____________________. 2001. Pengantar Ekonomi Sumber Daya Manusia. Lembaga Penerbit Fakultas Ekonomi Universitas Indonesia. Jakarta Subri, Mulyadi. 2003. Ekonomi Sumber Daya Manusia. PT. Raja Grafindo Persada. Jakarta Sumiati, S. Majuningsih, Roflyaty. 2000. Wanita dan Sektor Informal Peran dan Kedudukannya dalam Rumah Tangga. Jurnal Ilmu-ilmu Sosial Vol. 12. No. 2, Agustus 2000. Supranto, J. 2001. Statistika, Erlangga, Jakarta. Suyanto, 2000. Wanita di Sektor Pertanian : Konstribusi Terhadap Kesejahteraan Keluarga. Jurnal Ekonomi dan Bisnis Vol. 2 No.2 Juni. Teguh, Muhammad. 1999. Metodologi Penelitian Ekonomi. PT. Raja Grafindo Persada. Jakarta. Tjiptoherijanto, Prijono. 1996. Sumber Daya Manusia dalam Pembangunan Nasional. Lembaga Penerbit Fakultas Ekonomi UI. Jakarta.
82
Konsep Syura dalam Islam (the Concept of Shura in Islam) Oleh : Hasanuddin Yusuf Adnan1
Abstrak Perbincangan tentang konsep syura sudah dimulai sejak masa nabi, dan ianya tidak akan berakhir sampai kapanpun selagi agama Allah (Islam) masih tetap wujud di muka bumi ini. Syura sebagai sebuah sistem dan elemen terpenting dalam sebuah negara Islam memegang peranan penting dalam menghadirkan sistem pemerintahan yang berdasarkan ketentuan Islam. Sebagai sebuah konsep musyawarah dalam sistem politik Islam, ia mempunyai sejumlah anggota yang sering disebut dengan Majelis Syura. Majelis ini memegang peranan penting dalam penentuan operasional dan aplikasi sistem pemerintahan dalam sebuah negara Islam. Musyawarah dalam konteks Islam tidaklah semata-mata ditujukan kepada pemerintahan, ia juga dianjurkan untuk disosialisasikan dalam kehidupan sehari-hari, hatta dalam kehidupan keluarga sekalipun. Rasulullah saw telah meletakkan batu azas dalam implementasi konsep tersebut. Wilayah operasional syura mengikut pendapat yang mu’tamat hanya berkisar sekitar persoalan-persoalan yang berada di luar ketentuan-ketentuan muthlaq. Artinya musyawarah itu hanya dibolehkan dalam bidang peribadatan yang tidak mempunyai dalil qath’i dan masih mempunyai peluang untuk berijmak atau ijtihad. Sementara persoalan yang berkenaan dengan ‘aqidah yang sudah pasti kesahehannya tidak dibenarkan untuk dimusyawarahkan lagi. Kata kunci: konsep syura, pemerintahan, ijmak or ijtihad
Abstract Discussions about the concept of shura has been started since the time of the prophet, and It is not going to end up at any time while Islam is still on this earth. Shura as a system and most important element in an Islamic state plays an important role in actualizing government system based on Islamic terms. In practical sense, shura has a number of members who are often called the Shura Council. This Council plays an important role in determining the operation and application of islamic governmen systems. Shura in the context of Islam is not solely addressed to governmental issues, but also to more primordial issues like familial or private issues. Prophet Muhammad has laid the foundation for the implementation of the concept’s principles. Operational areas of shura only revolves around the problems 1
Hasanuddin Yusuf Adnan adalah Staff Pengajar IAIN Ar-Raniry, Darussalam- Banda Aceh.
83
Konsep Syura...
outside the provisions muthlaq (clearly defined by Quran and hadits). This means that shura is only allowed in areas of worship that has no defined terms by Quran and hadits and still has the opportunity to berijmak or ijtihad. While issues related to islamic principles which are clearly defined certainly are not justified to be discussed again. Keyword: The concept of shura, government, ijmak or ijtihad
84
Konsep Syura...
PENDAHULUAN
Kata syura merupakan istilah yang berasal dari kata kerja (verb) dalam bahasa Arab syara - yasyuru - syaurun dengan berarti; dia telah memamerkan atau memaparkan sesuatu. Orangorang Arab mengatakan syarat al-‘asal yang bermakna dia telah mengambil madu dari tempatnya, atau syarat aldabbah wasyau ratuha yang berarti memamerkan lebah untuk penjualan.1 Dalam Ensiklopedi Islam kata syura dimaknai dengan permusyawaratan, hal bermusyawarah atau konsultasi. Majlis syura berarti majelis permusyawaratan atau badan legislatif. Istilah syura memiliki hubungan dengan kata kerja syawara-yusyawiru-musyawaratan yang berarti menjelaskan, menyatakan atau mengajukan dan mengambil sesuatu. Bentuk-bentuk lain yang berasal dari kata kerja syawara adalah asyara (memberi isyarat), tasyawara (berunding, saling bertukar pendapat), syawir (meminta pendapat, musyawarah), dan mustasyir (meminta pendapat orang lain). Syura atau musyawarah adalah saling menjelaskan dan merundingkan atau saling meminta dan menukar pendapat mengenai suatu perkara.2 Isu syura dalam masyarakat Islam mempunyai makna besar dan ia juga menjadi fenomena internasional di antara banyak bangsabangsa berperadaban di dunia. Ini dimanifestasikan dengan tersebar luasnya penggunaan istilah seperti alnadwah, elders council, majlis dan mala, counsel, council, eubolia, ekklesia, dan boule.3 Istilah-istilah tersebut sering digunakan sebagai pengganti perkataan
syura dalam medan ilmu politik. Dalam bentuk yang bervariasi perkataan syura terdapat empat kali dalam Al-Qur’an; pertama, dalam surah as-Syura sendiri ayat 38 dengan perkataan syura; wa amruhum syura bainahum, kedua, dalam surah Ali Imran ayat 159 dengan perkataan syawir; wa syawirhum fil amr ketiga, dalam surah Maryam ayat 29 dengan perkataan asyarat; fa asyarat ilaihi, dan keempat, dalam surah al-Baqarah ayat 233 dengan perkataan tasyawur; ‘an taradhim 4 minhuma wa tasyawur. Dari sejumlah pengertian syura di atas, para sarjana telah memberikan makna yang berbeda tentang syura. Al-Asfahani mengatakan bahwa syura adalah satu opini yang pasti seperti sebuah hasil konsultasi seorang kepada orang lain.5 Ibnu Arabi mendefinisikan syura sebagai sebuah pertemuan tentang perkara di mana seseorang mencari nasehat dari orang lain untuk mengangkat pendapatnya.6 Manakala sarjana kontemporer seperti al-Duri memberikan komentar bahwa syura adalah untuk mengevaluasi opini dari orang-orang yang berpengalaman dalam urusan-urusan tertentu dengan tujuan untuk mengantarkan kita kepada posisi positif yang terdekat dengan kebenaran.7 Dalam perjalanan sejarah, sistem syura sebenarnya telah digunakan pada masa Rasul, Khulafa Rasyidin atau khalifah-khalifah sesudahnya. Namun, dengan istilah yang berbeda, sistem ini turut diadaptasikan oleh masyarakat Barat pada zaman pertengahan, yang terwujud dalam bentuk institusi counsel, dan council. Menurut falsafah
85
Konsep Syura...
Barat counsel mengandung berbagai makna seperti cadangan, perundingan, perencanaan dan pertimbangan setelah diperdebatkan oleh sejumlah individu atau kelompok dan kumpulan.8 Dalam komunitas Barat, konsep counsel dan council sudah menjadi tradisi kesusilaan, terutama bagi masyarakat Yunani Kuno, karena konsep tersebut tertuang dalam ajaran kitab Injil. Umpamanya kata euboulia pada asalnya adalah sikap keperwiraan seseorang jenderal, akan tetapi ia juga mempunyai pengertian lain jika dikaitkan dengan kehidupan harian dalam councils di Athena. Istilah ekklesia dan euboulia berarti kebaikan atau tata susila politik, yang membenarkan para ahli terlibat mengendalikannya dengan bijaksana.9 Menurut Aristoteles, euboulia merupakan perdebatan yang mengarah kepada prinsip kebenaran dengan pencapaian kata putus yang baik. Dalam pengertian lain perdebatan yang berwawasan kebenaran dengan didasari oleh kebijaksanaan.10 Konsep eubolia yang diangkat Aristoteles ini mempunyai silsilah yang panjang dalam keilmuan theologi dan akan mengungkap kembali kandungan Bibel yang meliputi tafsiran dan uraian tradisi Kristen yang sejalan dengan ayat-ayat dalam Isaiah, seperti: “Dan kekallah kekuasaan Tuhan, kebijaksanaan dan keilmuan, semangat permusyawaratan dan pengetahuan, dan ketaqwaan kepada Allah”.11
86
KONSEP DASAR DAN PRINSIP SYURA
Dalam Ensiklopedi Islam disebutkan tiga dasar aplikasi syura dalam Al-Qur’an, pertama; dalam surah al-Baqarah ayat 23: “…Apabila keduanya ingin menyapih anak (sebelum berumur dua tahun) dengan kerelaan keduanya dan permusyawaratan, maka tidak ada dosa atas keduanya”. Menyapih anak sebelum berusia dua tahun boleh apabila didasarkan kepada kerelaan dan permusyawaratan antara suami isteri. Kedua; dalam surah al-Syura ayat 36: “Dan (bagi) orang-orang yang menerima (mematuhi) seruan Tuhannya dan mendirikan shalat, sedang urusan mereka (diputuskan) dengan musyawarah (syura) antara mereka dan mereka menafkahkan sebagian dari rezeki yang Kami berikan kepada mereka”. Ayat ini mengandung pujian atas orang-orang yang menerima pujian Allah swt. yang dibawa Nabi Muhammad saw. mendirikan shalat dengan baik dan benar, memusyawarahkan segala urusan mereka dan menafkahkan sebagian dari rezki yang mereka peroleh. Bermusyawarah merupakan sifat terpuji bagi orang yang melaksanakannya dan akan memperoleh nikmat dari sisi Allah, karena hal itu bernilai ibadah. Ketiga; dalam surah Ali Imran ayat 159: “Maka disebabkan rahmat dari Allah-lah kamu berlaku lemah lembut terhadap mereka. Sekiranya kamu bersikap keras lagi berhati kasar, tentulah mereka menjauhkan diri dari sekelilingmu. Karena itu ma’afkanlah mereka, mohonkanlah ampun bagi mereka, dan bermusyawarahlah
Konsep Syura...
(syawir) dengan mereka dalam urusan itu. Kemudian apabila kamu telah membulatkan tekad, maka bertawakkallah kepada Allah. Sesung guhnya Allah menyukai orang-orang yang bertawakkal kepada-Nya”. Ayat ini merupakan perintah kepada Rasulullah untuk melaksanakan musyawarah de ngan para shahabatnya, dan perintah yang mensyari’atkan musyawarah. Ber musyawarah merupakan ungkapan hati yang lemah lembut dan sifat terpuji orang yang melaksanakannya.12 Abu Ja’far Muhammad bin Jarir atTabari, dalam menafsirkan ayat di atas, menyatakan bahwa sesungguhnya Allah menyuruh Nabi untuk bermusyawarah dengan ummatnya tentang urusan yang akan dijalankan supaya mereka tahu hakikat urusan tersebut dan agar mereka mengikuti jejaknya. Namun kewajiban melaksanakan musyawarah bukan hanya dibebankan kepada Nabi saw melainkan juga kepada setiap orang mukmin, sekalipun perintah ayat tersebut ditujukan kepada Nabi saw. Artinya perintah yang terkandung dalam ayat tersebut juga berlaku umum. Dalam masyarakat modern yang ditandai dengan munculnya lembagalembaga politik, pemerintahan dan masyarakat, maka lembaga-lembaga ini menjadi subjek musyawarah; para pemimpinnya dibebani kewajiban mengadakan musyawarah dengan melibatkan para anggotanya atau rakyat untuk membicarakan masalah-masalah yang mereka hadapi. Al-Qurtubi (w. 9 Syawal 671), seorang mufasir yang menukilkan dari Ibnu Atiyah, menulis: “Musyawarah adalah salah satu kaidah
syarak dan ketentuan hukum yang harus ditegakkan. Maka barangsiapa yang menjabat sebagai kepala negara, tetapi ia tidak bermusyawarah dengan ahli ilmu dan agama (ulama) haruslah ia dipecat”. 13 Ibnu Taymiyah punya pemikiran dan keinginan adanya musyawarah yang bersifat lebih efektif dan umum. Menurutnya seorang pemimpin tidak hanya meminta pertimbangan dari kalangan ulama, akan tetapi dari semua jenjang dan kelas dalam masyarakat serta dari siapa saja yang sanggup memberikan pemikiran-pemikiran dan pendapat yang dinamis. Menurutnya, tidak semua permasalahan dapat dijadikan materi konsultasi, umpamanya ajaran Islam pokok yang merupakan dasar agama seperti minum arak, berjudi, berzina dan lainnya tidak perlu dipermasalahkan atau dimusyawarahkan lagi. Membincangkan validitas ajaran tersebut justeru dianggap sebagai tindakan kufur dan bid’ah.14 Syura adalah prinsip penting dalam konstitusi Islam. Dari sejumlah sumber dan referensi dalam studi sistem pemerintahan, hampir dapat dipastikan bahwa syura merupakan prinsip politik Islam. Sejarah Islam menunjukkan bahwa syura sudah memainkan peran penting dalam pembangunan politik di awal pembentukan negara Islam. Rasul sendiri mengkonsultasikan masalah-masalah masyarakat kepada banyak pihak dan hal ini menunjukkan bahwa tidak seorang pun dalam Islam yang memiliki kekuasaan mutlak di atas urusan-urusan masyarakat muslim.15 Berkenaan dengan Rasulullah saw bermusyawarah dengan
87
Konsep Syura...
sahabatnya, Abu Hurairah berkata: “Saya tidak pernah melihat siapapun yang bermusyawarah dengan para shahabatnya lebih dari Rasulullah saw”16 Kegunaan dan keuntungan praktik syura bermakna untuk mengaplikasikan saling konsultasi pada semua tingkatan semua level interaksi sosial.17
MODEL DAN WILAYAH AL-SYURA
Konsep syura dalam Islam tidak membolehkan pemilihan umum atau partisipasi langsung dalam proses politik. Maududi percaya bahwa majlis al-syura adalah ditunjuk oleh kepala negara bukan dipilih melalui pemilu.18 Mungkin pemikiran ini didasari kepada prilaku Umar bin Khattab yang menunjuk enam orang majlis syura atau ahlul halli wal ‘aqdi sebagai tim yang memilih penggantinya ketika menjelang beliau tiada. Lagi pula majlis syura yang memilih dan membai’at Abu Bakar menjadi Khalifah pertamapun tidak dipilih melalui pemilu.19 Karena ayat-ayat Al-Qur’an tentang syura bersifat umum dan bisa digunakan secara meluas, maka ini bermakna syura itu melingkupi semua urusan ummat Islam dalam berbagai aspek kehidupan. Artinya setiap urusan ummat Islam harus dimusyawarahkan. Namun demikian bentuk pemakaian yang meluas ini sebenarnya bukanlah menjadi tujuan pada nas yang mengatakan perintah tentang syura. Ini disebabkan adanya dua syarat yang harus diperhatikan berkaitan dengan syura. Pertama, syura tidak bisa
88
diamalkan untuk membicarakan sesuatu perkara yang perintahnya terkandung dalam Al-Qur’an atau Hadith. Karena perintah tersebut menunjukkan hukum wajib. Perkara yang tergolong dalam kategori ini tidak boleh dimusyawarahkan. Kecuali jika tujuan syura adalah semata-mata untuk menta’rifkan perintah tersebut atau untuk melaksanakannya. Ini berlaku hanya pada zaman Rasulullah saja, karena Rasul mempunyai kewibawaan untuk menafsirkan dan melaksanakan perintah tersebut. Kedua, apabila sesuatu perkara diputuskan oleh majlis al-syura yang bertentangan dengan Al-Qur’an dan Sunnah Rasulullah saw, maka keputusan tersebut tidak boleh diikuti, walaupun dihasilkan melalui musyawarah.20 Para ulama berbeda pendapat mengenai ruang lingkup aplikasi syura. Al-Amidi, Zamakhsyari, Hasan al-Basri dan Al-Zahhak berpendapat bahwa syura tidak boleh diamalkan untuk membicarakan persoalan yang perintahnya terdapat dalam Al-Qur’an dan sunnah Rasulullah saw. Pendapat ini selaras dengan bunyi Hadith: “Rasulullah saw ditanya tentang apakah yang harus dilakukan oleh muslim pasca beliau berhubungan dengan persoalan yang kandungannya tidak disebut dengan jelas dalam Al-Qur’an dan Sunnah Nabi. Rasulullah saw. menjawab: “mereka harus menyelesaikan urusannya dengan musyawarah”.21 Ibnu Khuwayz berpendapat: “Khalifah dan pemerintah Islam diwajibkan bermusyawarah dengan ulama tentang persoalan agama, dengan
Konsep Syura...
pakar dan kepala tentara dalam urusan peperangan, dengan tokoh masyarakat dalam perkara yang berhubungan dengan kebajikan masyarakatnya, dan dengan menteri yang berwibawa serta dengan pengurus negara yang berpengalaman dalam semua persoalan yang berhubung dengan pembangunan negara dan rakyatnya. Sementara Ibnu Taymiyah memberikan pemikiran: “syura hanya boleh diamalkan dalam persoalan yang tidak disebut dalam perintah Al-Qur’an seperti dalam persoalan yang berhubungan dengan kepentingan ummah dan hal lain yang boleh diijtihadkan.22 Menurut Muhammad Rasyid Ridha, objek yang dimusyawarahkan hanya yang berkaitan dengan persoalan dunia, bukan urusan agama. Menurut AlTabari, Fakhruddin ar-Razi, Muhammad Abduh dan al-Maraghi, persoalan yang dimusyawarahkan tidak hanya urusanurusan keduniaan melainkan juga masalah-masalah agama, sebab banyak timbul masalah sosial, ekonomi, politik, pemerintahan, keluarga dan sebagainya yang penyelesaiannya memerlukan jawaban dari agama.23 Sebagai contoh nyata musyawarah yang dipamerkan Rasulullah saw dalam masa hidupnya adalah; ketika beliau beserta pasukan perangnya di hari Badr berkemah di suatu tempat yang tidak cocok pada pandangan Habbab ibn al-Munzir bin Jamuh. Lalu Habbab menanyakan kepada Rasulullah saw: ya Rasulullah adakah pilihan tempat ini merupakan wahyu Allah kepadamu atau kebijaksanaan militer darimu? Ketika Rasulullah saw menjawab itu pilihannya
sendiri, al-Habbab mengatakan: “tidak wahai utusan Allah, mari kita pindah ke tempat lain yang dekat dengan mata air dan susah dideteksi musuh”, Rasulullah saw menyetujui rancangan Habbab dan mengikutinya.24 Kasus lainnya adalah ketika kafir Quraisy dari Makkah berjalan menuju Madinah untuk memerangi kaum muslimin. Rasulullah saw mengajak umat untuk bermusyawarah, apakah kaum muslim menunggu kafir di Madinah atau keluar kota untuk menyerbu mereka. Rasulullah sendiri cenderung kepada pilihan pertama, namun kaum muda menginginkan pilihan kedua untuk menyerbu kafir di luar kota, lalu Rasulullah saw menyetujuinya dan kaum muslimin bertemu kafir di kaki bukit Uhud.25 Apa yang disayangkan dari kasus ini adalah; hasilnya tidak menguntungkan kaum muslimin. Dalam perang Uhud ini Rasulullah saw telah mengamanahkan kepada kaum Muslimin via pimpinan regu mereka Abdullah bin Jubair untuk tetap bertahan di bukit Uhud, namun sebahagian mereka berkata: “Allah telah mengalahkan musuh-musuh-Nya lalu apa gunanya kita tinggal di sini? Sebahagian mereka terpesona dengan harta rampasan kemudian mengabaikan perintah pimpinannya. Sesa’at kemudian datanglah serangan balik dari pihak lawan yang mengakibatkan syahidnya beberapa orang shahabat Nabi.26 Semasa terjadinya perang Khandaq sebuah musyawarah terjadi antara Rasulullah saw dengan para shahabat. Seorang pemuda dari Persi yang bernama Salman al-Farisi berucap
89
Konsep Syura...
kepada Nabi: “kami di Persia dahulu apabila dikepung musuh maka kami menggali parit di sekeliling kami”. Lalu Nabi menyetujui dan memerintahkan penggalian parit di sekeliling Madinah dan Rasul sendiri ikut bersama menggalinya untuk meningkatkan semangat kaum muslumun.27 Ketika parit sempurna digali dan pasukan musuh datang menyerbu kaum muslimin, satu persatu mereka jatuh ke parit bersama dengan kenderaannya. Kondisi ini didukung pula oleh angin kencang yang memporak porandakan semua kemahkemah mereka bersama isinya. Pada tahun Hudaybiyah Nabi keluar menuju Ka’bah bersama Abubakar, ketika sampai di Ghadir Asytat, mata-mata Rasulullah saw datang dan mengatakan kepadanya: “Sesungguhnya kaum Quraisy telah mengumpulkan pasukan dan menyiapkan orang-orang Habsyi untuk menyerang engkau, memerangi dan menghalangi engkau dari Ka’bah”. Lalu Nabi saw bermusyawarah dan bersabda: “kemukakanlah pendapatmu kepadaku wahai manusia apakah aku harus menyerah kepada keluarga dan keturunan mereka yang ingin menahan kita dari rumah Allah? Jika mereka datang kepada kita maka Allah sudah pernah menghancurkan kaum musyrikin”. Abubakar berkata: “Wahai Rasulullah! Engkau keluar sengaja menuju Rumah Allah, engkau tidak bermaksud membunuh atau memerangi seseorang karena itu teruskanlah perjalanan menuju rumah Allah ini; jika ada orang yang menghalangi kita maka kita akan memeranginya”. Lalu Rasulullah saw bersabda: “Berjalanlah
90
dengan nama Allah”.28 Menyangkut dengan penerimaan shalat 50 waktu sehari semalam dalam peristiwa Israk dan Mi’raj, Nabi saw berhadapan dengan Nabi Musa. Musa berkata: “Wahai Muhammad, shalat 50 waktu sehari semalam akan memberatkan ummatmu, ummat saya saja yang besar-besar dan kuat-kuat tidak sanggup melaksanakannya apa lagi ummatmu yang kecil dan lemah. Dalam peristiwa ini sebuah proses musyawarah terjadi antara nabi Muhammad saw dengan Nabi Musa as. Dan Muhammad saw menerima saran Musa as untuk meminta dikurangi bilangan waktu shalat kepada Malaikat sehingga tinggal hanya lima waktu sehari semalam. Dalam kasus pencemaran nama baik isteri Nabi Muhammad saw Aisyah oleh Abdullah bin Ubay yang bersifat sangat pribadi, Rasulullah saw juga bermusyawarah dengan para shahabat. Pada waktu itu Rasul memanggil Ali bin Abi Thalib dan Usamah meminta pendapat mereka berdua berkenaan dengan rencana menceraikan isterinya ketika wahyu terlambat turun. Aisyah berkata: “Usamah memberikan pendapat kepada Rasulullah saw tentang apa yang diketahuinya berkenaan dengan kebersihan isteri Nabi sebagaimana yang diketahui orang banyak tentang dirinya”. Usamah berkata: “Keluarga (isteri Engkau) yang kami ketahui adalah baik.” Dan Ali bin Abi Thalib berkata: “wahai Rasulullah saw Allah tidak menyusahkan engkau, wanita selainnya masih banyak; tanyakanlah kepada hamba sahaya itu (maksudnya Barirah), pasti ia akan membenarkan engkau.”
Konsep Syura...
Aisyah berkaata: “Lalu Rasulullah saw memanggil Barirah dan bertanya: “Wahai Barirah, adakah engkau melihat sesuatu yang meragukanmu?” Barirah berkata kepadanya, Demi yang mengutusmu dengan kebenaran, aku tidak pernah melihat sesuatu yang meragukan padanya; ia hanyalah seorang gadis yang masih muda; ia menjadi tepung keluarganya lalu datang ayam memakannya (kiasan bagi anakanak yang belum banyak mengetahui masalah).29 Pasca wafat Rasulullah saw, kaum mslimin berbeda pandangan mengenai pengganti Nabi. Dan orang-orang anshar berkumpul bersama Sa’d bin Ubadah di Saqifah Bani Sa’idah, lalu mereka berkata: “dari kalangan kami ada amir dan dari kalangan kamu juga ada amir...”30 Dalam kondisi seperti itu Abubakar berucap: “Kami adalah pemimpin (umara) dan tuan-tuan adalah menteri (wuzara). Lalu Habba bin Munzir berkata; “tidak, demi Allah kami tidak menerima itu; dari kami ada seorang amir dan dari tuan-tuan juga ada seorang amir”. Kemudian Abubakar berkata: “Tidak, kami umara dan tuantuan wuzara.” Mereka adalah orangorang yang paling sederhana rumahnya dan lebih asli keturunan Arabnya, maka bai’atlaah Umar atau Abu Ubaidah.” Umar berkata: “Kami bai’at kamu, kamu adalah tuan kami, orang yang paling baik di antara kami dan orang yang paling dicintai Rasulullah saw. Kemudiana Umar mengambil tangan Abubakar dan membai’atnya, lalu orang banyakpun ikut membai’atnya. Musyawarah lainnya terjadi dalam masa khalifah Abubakar ash-Shiddiq
adalah berkenaan dengan pembukuan Al-Qur’an yang diazaskan ide utamanya oleh Umar bin Khatta. Mula-mula Abubakar tidak berani melakukan tindakan itu karena tidak pernah dilakukan dan dianjurkan Rasulullah saw, namun setelah diyakinkan Umar, kemudian beliau bersedia melakukannya. Proses syura di sini melibatkan beberapa orang shahabat terutama para penulis dan penghafal wahyu Allah. Pada masa kepemimpinan khalifah kedua, Umar bin Khattab pernah bermusyawarah dan meminta pendapat para shahabatnya tentang wanita yang menggugurkan kandungannya. Mughirah berkata: “Nabi saw memutuskan bahwa perbuatan itu sama dengan pembunuhan, baik ia janin lelaki maupun perempuan. Lalu Muhammad bin Maslamah memberi kesaksian bahwa Nabi saw pernah memutuskan demikian.31 Musyawarah lain pada masa Umar adalah berkenaan dengan peminum arak yang oleh Nabi sendiri dan Abubakar menyebatnya dengan 40 kali sebat (cambuk). Tapi pada masa Umar setelah bermusyawarah dan meminta pendapat Abdurrahman bin ‘Auf beliau kemudian menyebatnya delapan puluh kali sebat. Berkenaan dengan musyawarah atau syura, Al-Qur’an telah menyebutkan beberapa perumpamaannya jauh sebelum Muhammad diutus menjadi Rasul, antara lain kisah Fir’aun bermufakat dengan pembesarpembesar negerinya untuk menghadapi Mu’jizat Nabi Musa as. Fir’aun berkata kepada pembesar-pembesar yang ada di sekelilingnya: “Sesungguhnya Musa
91
Konsep Syura...
ini benar-benar seorang ahli sihir yang pandai, ia ingin mengusir kamu dari negerimu dengan sihirnya; karenanya bagaimanakah pendapatmu?” Mereka menjawab: “Tundalah (urusan) dia dan saudaranya dan kirimkanlah keseluruh negeri orang-orang yang akan mengumpulkan (ahli sihir), niscaya mereka akan mendatangkan semua ahli sihir yang pandai kepadamu.” (Q.S.AsySyu’arak: 34-37). Sejarah mencatat bahwa syura ini bersifat umum, artinya ia berlaku pada setiap zaman sebelum kedatangan Rasulullah saw. Satu perumpaan lain adalah kebiasaan orang-orang Arab sebelum Rasulullah saw juga mengadakan musyawarah untuk keperluan pengaturan urusanurusan kabilah mereka. Pada masa itu musyawarah diadakan di Daru anNadwah sebagai sebuah tempat untuk mengadakan sumpah-sumpah kaum jahiliyah di Makkah. Balai syura ini juga digunakan oleh kaun Quraisy untuk bermusyawarah bagaimana mengkonter aktivitas dakwah Nabi Muhammad saw setelah beliau diutuskan menjadi Rasul Allah.32 Kisah ini kemudian diabadikan Allah dalam kitab suci Al-Qur’an: “Dan (ingatlah) ketika orang-orang kafir (Quraisy) memikirkan daya upaya terhadapmu untuk menangkap dan memenjarakanmu atau membunuhmu, atau mengusirmu. Mereka memikirkan tipu daya dan Allah menggagalkan tipu daya itu. Dan Allah sebaik-baik pembalas tipu daya.” (Q.S.Al-Anfal: 30). Ibnu Kathir berkata dari Ibnu Abbas:33 “Sesungguhnya beberapa pembesar Quraisy dari setiap kabilah
92
pernah berkumpul di Dar an-Nadwah, lalu iblis menampakkan dirinya sebagai orang tua dari Nejed. Ketika mereka melihatnya, lalu bertanya: “Siapakah anda?”, orang tua dari Nejed itu menjawab: :Aku mendengar bahwa kalian mengadakan pertemuan, lalu aku ingin hadir bersama kalian agar kalian dapat mendengar pendapat dan nasihatku. Mereka menjawab; silakan masuk, maka orang tua dari Nejed itu masuk bersama mereka, lalu mereka berkata: “pertimbangkanlah urusan Muhammad”. Dia hampir saja menguasai kalian. Akhirnya majlis ini memutuskan agar mengumpulkan seorang pemuda dari setiap kabilah untuk membunuhnya; dengan demikian semua kabilah akan bertanggung jawab atas pembunuhannya. Namun Allah menggagalkan rencana jahat mereka dan menyelamatkan Rasulullah saw dengan hijrah,34 sementara mereka tidak mengetahuinya. Keputusan kaum Quraisy dari hasil musyawarah di Dar an-Nadwa adalah hukuman pengasingan bagi Rasulullah saw beserta pengikutnya ke Syi’ab Shaffa dengan memblokir pemasukan makanan, minuman, memutuskan hubungan pernikahan dan perkawinan agar mereka mati kelaparan. Keputusan ini diambil kaum Quraisy setelah Umar bin Khattab memeluk Islam, dan dari sinilah kaum muslimin diperintahkan Nabi berhijrah kedu kalinya ke Ethipoia di tengah malam yang gelap gulita atas pimpinan Jafar bin Abi Thalib. Ikut serta dalam jama’ah ini paman Nabi sendiri Abu Thalib meskipun ia belum memeluk Islam.35
Konsep Syura...
SYARAT, TUGAS DAN TANGGUNG JAWAB MAJLIS SYURA
Sebagai pemegang amanah, majlis syura memiliki beberapa kriteria tertentu untuk dapat menduduki kursi majlis syura. Hussain bin Muhammad bin Ali Jabir menyebutkan enam syarat untuk anggota majlis syura;36 1. ‘Adalah, termasuk semua persyaratannya. Seorang anggota majlis syura haruslah orang yang adil dalam berbagai sisi kehidupannya. Hal ini penting karena keadilan merupakan salah satu faktor utama ketentraman bangsa dan negara. 2. Bertaqwa dan bersih daripada dosa kepada Allah dan ummat manusia. Taqwa merupakan faktor utama seseorang bebas daripada perbuatan salah karena takut kepada Allah melebihi daripada takut kepada yang lain-lain. 3. Mengetahui Al-Qur’an dan Al-Sunnah serta ilmu-ilmu bahasa, tafsir, ilmu hadith dan lainnya. Ilmu merupakan salah satu pangkal utama bagi seseorang, dengan ilmu ia dapat hidup, dengan ilmu pula ia dapat menyelesaikan semua persoalan yang ada dan tanpa ilmu tidak mungkin seseorang bisa menjadi anggota ahli syura. 4. Berpengalaman dalam masalah yang dimusyawarahkan. Pengalaman hidup kadangkala lebih berharga daripada ilmu, karenanya pengalaman bagi seorang anggota ahli syura merupakan sesuatu yang sangat perlu agar ia punya perbandingan dan mudah menyelesaikan setiap
persoalan yang ada. 5. Berakal, cerdas dan matang. Seorang anggota ahli syura mestilah berakal dan tidak sakit saraf, memiliki pemikiran yang cerdas serta matang dalam mengarungi bahtera kehidupan ini. Dengan demikian ia mudah dalam kehidupan dan tidak mudah ditipu orang. 6. Jujur dan amanah. Sifat jujur dan amanah adalah sifat Rasulullah saw, karenanya ummat beliau terlebih anggota ahli syura mestilah memiliki sifat tersebut agar mendapat kepercayaan dari ummat sepanjang hayat. Dalam ketentuan hukum Islam, struktur organisasi majlis syura terbatas kepada waktu dan bersifat fleksibel. Inilah penyebabnya kenapa Al-Qur’an tidak menetapkan persyaratan struktur organisasi, sehingga mudah disesuaikan dengan perkembangan zaman. Prinsip syura mendapat legitimasi dari AlQur’an.37 Bentuk musyawarah dalam sejarah syura paling tidak ada tiga model yang dapat kita rekam di sini. Pertama, pada zaman Rasulullah saw setiap masalah dirujuk kepada musyawarah umum di masjid atau kumpulan yang dipilih dalam satu musyawarah, ataupun segolongan para shahabat utama yang diundang untuk bermufakat. Kedua, sesudah zaman Rasulullah saw, perundingan untuk menyelesaikan sesuatu masalah dijalankan dalam suatau upacara khusus oleh pemimpin atau pembesar yang berpengalaman tinggi. Ketiga, dalam kasus-kasus tertentu masalah terpaksa dirujuk kepada seorang atau beberapa
93
Konsep Syura...
orang individu yang dipilih oleh kepala negara karena mereka mempunyai pendapat yang bernas di samping dihormati oleh masyarakat.38 Pelaksanaan dan praktik syura pada zaman Khulafah Rasyidin bisa membantu kita memahami persoalan ini secara lebih detil. Untuk itu perlu kita angkat beberapa contoh yang pernah berlaku pada zaman silam, yaitu: 1. Abu Bakar ash-Shiddiq pada akhir hayatnya telah mengelola majlis syura yang terdiri dari beberapa orang shahabat Rasul. Beliau mencadangkan Umar bin Khattab sebagai penggantinya dan setelah semua shahabat Rasul setuju dan diumumkan kepada orang banyak, Abu Bakar mengatakan: “Adakah kamu setuju dengan orang yang aku calonkan sebagai penggantiku menjadi Amir kamu? Allah menjadi hakim bagiku. Aku berupaya sedapat mungkin mencapai keputusan yang terbaik dalam hal ini. Aku tidak mencalonkan seseorang yang bertalian darah denganku. Aku mencalonkan Umar anak Khattab sebagai penggantiku. Oleh sebab itu tha’atlah kamu semuanya kepadanya”. 2. Umar bin Khattab ingin memimpin sendiri peperangan Faris. Kebanyakan orang yang ikut serta menyetujinya. Tapi segelintir shahabat yang memiliki kepakaran tentang peperangan memutuskan bahwa Khalifah harus tinggal di belakang (tidak harus menyertai peperangan tersebut). Lalu Khalifah Umarpun menyetujui pendapat mereka dan tidak ikut
94
dalam peperangan tersebut. 3. Ketika Umar memegang jabatan Khalifah timbul masalah tentang tanah di Iraq apakah harus dibagikan kepada tentara yang ikut berperang atau disimpan hasilnya dalam perbendaharaan negara. Umar membawa masalah tersebut untuk dimusyawarahkan dengan para shahabat Rasulullah saw yang dianggap sebagai ahlul halli wal ‘aqdi. Sebahagian besar mereka memutuskan hasil tanah tersebut harus disimpan dalam perbendaharaan negara. 4. Menjelang masa akhir hayatnya Khalifah Umar telah membentuk satu badan yang terdiri dari enam orang shahabat Rasulullah saw, yaitu: Usman bin Affan, Ali bin Abi Thalib, Abdurrahman bin ‘Auf, Mu’az bin Jabal, Ubay bin Ka’ab, Zaid bin Thabit, Talhah dan Zubair bin Awwam. Badan ini dianggap sebagai Majlis syura untuk melantik salah seorang dari mereka sebagai pengganti khalifah. Setelah selesainya musyawarah selama tiga malam maka pada pagi hari keempat Majlis syura memutuskan supaya Uthman bin Affan dilantik menjadi khalifah ketiga. Setelah bai’ah dijalankan dalam Majlis syura kemudian diumumkan dalam masjid Madinah tentang terpilihnya Uthman bin Affan sebagai khalifah ketiga. 5. Setelah pembunuhan Uthman beberapa orang shahabat datang kerumah Ali bin Abi Thalib meminta beliau untuk menggantikan Uthman, namun pertama Ali keberatan, tapi
Konsep Syura...
ketika didesak para shahabat Ali berucap: “Jika kamu menginginkan demikian maka datanglah ke masjid supaya penerimaanku sebagai khalifah tidak menjadi rahasia, supaya ini mendapat persetujuan dari penduduk Madinah.39 Jadi tugas majlis syura adalah memilih dan membai’at pemimpin negara sebagaimana yang telah kita sebutkan dalam lima poin di atas . dengan demikian ia juga bertanggung jawab atas tugas tersebut untuk memilih dan membai’at orang-orang yang patut dan serasi untuk sesuatu jabatan. Apabila gagal memilih pemimpin yang adil maka mereka menjadi beban dan bertanggung jawab terhadap Allah sebagai Khaliq di hari kemudian. Untuk itu tugas dan tanggung jawabnya memang berat dan berisiko tinggi. Karenanya pula orangorang ‘arif dan bertanggung jawab sangat berhati-hati dengan persoalan tersebut.
APLIKASI SYURA DALAM SEJARAH
Sebagaimana penjelasan sebelumnya di mana terdapat dua pendapat tentang penafsiran ayatayat syura yang berbeda. Satu pihak mengatakan hanya persoalan-persoalan umum saja yang bisa dimusyawarahkan, sedangkan pihak lain berpendapat boleh saja dimusyawarahkan persoalanpersoalan agama yang belum ada ketentuan pasti dalam Al-Qur’an dan al-Sunnah. Pendapat-pendapat tersebut merujuk kepada beberapa peristiwa syura yang pernah ada dalam sejarah, di antaranya:
1. Perjanjian perdamaian di Hudaibiyah bukanlah hasil musyawarah antara Rasulullah saw dengan para shahabat. Apa yang dilakukan Rasulullah saw waktu itu dari awal sampai akhir betul-betul berjalan menurut petunjuk wahyu. Ketika Umar menanyakan tentang kejadian itu kepada Rasulullah saw, baginda menjawab: “Saya adalah abdi dan utusan Allah. Saya tidak akan menentang perintah-Nya, dan Allah tidak akan meninggalkanku”. 2. Ketika Abu Bakar menjadi Khalifah dan memerintahkan pasukan Usamah berangkat ke medan perang, juga bukan semata-mata keputusannya sendiri. Abu Bakar hanya menjalankan perintah Rasulullah saw untuk mengatur dan mengawasi pasukan Usamah. Pengiriman pasukan itu ditangguhkan karena Rasulullah saw sakit. Bahkan Rasulullah telah memerintahkan pasukan itu berangkat meninggalkan Madinah sebelum beliau wafat. Namun demikian melihat keseriusan sakit Rasulullah, Usamah berkemah di luar kota sambil menunggu Rasulullah saw sembuh. 3. Di kalangan para shahabat, Abu Bakar dikenal yang pertama kali memerintahkan memerangi orangorang Arab yang tidak mahu membayar zakat setelah wafatnya Rasulullah saw. Mula-mula para shahabat lain yang dipimpin Umar bin Khattab menentangnya dengan keras, namun kemudian Umar sendiri setuju dengan inisiatif Abu Bakar, kata Umar: “Demi allah begitu saya
95
Konsep Syura...
melihat bahwa Allah telah membuka hati Abu Bakar untuk memerangi mereka yang ingkar, saya tahu bahwa itulah yang benar”.40 Jadi perjalanan musyawarah dalam sejarah Islam memang sudah cukup lumayan untuk ditauladani dan dijadikan rujukan oleh kaum muslim hari ini, mulai dari beberapa praktik Rasulullah saw sampai kepada perlakuan para shahabat yang langsung mengikat diri dengan Rasul dalam perkara tersebut. Apa yang patut diingat adalah; musyawarah yang dilakukan baik oleh Nabi maupun para shahabatNya bertujuan untuk mencari kebenaran bukan mencari dan mengambil suara terbanyak. Sebagaimana yang diangkat dalam sistem demokrasi hari ini. Contoh konkritnya adalah musyawarah Abu Bakar tentang penyerbuan terhadap orang-orang munafik, syirik dan murtad pasca wafatnya Rasulullah saw. Dalam kasus tersebut hanya Abu Bakar sendiri yang berkeras untuk memerangi mereka sedangkan para shahabat lain beranggapan tidak bisa diperangi orangorang yang telah mengucap syahadatain. 1 Ibn Manzur, Lisan al-Arab, Cairo: al-Muassasah alMisriyyah al-‘Ammah li al-Ta’lif wa al-Nashr, 1965, vol., 6, hal., 103
Ensiklopedi Islam, vol., 5, Jakarta: P.T. Ikhtiar Baru Van Hoeve, hal., 18. 2
Lukman Thaib, Political System of Islam, Kuala Lumpur: Amal, 1994, hal., 55.
3
Untuk penjelasan lebih lanjut tentang perkara ini lihat Dr. Lukman Thaib, Syura dan Aplikasinya dalam Sistem Pemerintahan Masa kini, Kuala Lumpur: Elman, 1995, hal., 24.
Al- Qur’an, Cairo: Matba’ah Mustafa al-babi al-Halabi, 1958, vol., 1, hal., 297. 7 Abd. Al-Rahman al-Duri, Al-Syura bain al-Nazariyyah wa al-Tatbiq, Baghdad: Matba’ah al-Ummah, 1974, hal., 14. 8 J.H.Burns, The Cambridge History of Medieval Political Thought, Cambridge: Cambridge University Press, 1988, hal., 545. 9 Dr. Lukman Thaib, Syura dan Aplikasinya dalam Sistem Pemerintahan Masa kini, hal., 29. 10
J.H.Burns, Ibid.
11
Ibid.
12
Lihat Ensiklopedi Islam, hal. 18.
13
Ibid. hal. 18-19.
Ensiklopedi Tematis Dunia Islam, vol. 3, Jakarta: PT. Ichtiar Baru Van Hoeve, 2004, hal., 212. 14
Lukman Thaib, The Islamic Polity and Leadership, Petaling Jaya: Delta Publishing Sdn. Bhd, 1995, hal. 72.
15
Muhamed S. El-Awa, Sistem Politik Negara Islam, Kuala Lumpur: Dewan Bahasa dan Pustaka, 1991, hal.96-97.
16
17
Lukman Thaib, The Islamic Polity and Leadership, hal. 71.
18
Lukman Thaib, The Islamic Polity and Leadership, hal. 79.
19
Ibid, hal. 73
Lukman Thaib, Syura dan Aplikasinya dalam Sistem Pemerintahan Masa kini, hal.,43-44.
20
21
Ibid, hal. 44.
22
Ibid, hal. 44-45.
23
Ensiklopedi Islam, hal. 19.
Tan Sri, Muhammad Abdurrauf, The Concept of Islamic State, Kuala Lumpur: Islamic Affair Division Prime Minister’s Departmen, hal. 23-24. lihat juga Hussain bin Muhammad bin Ali Jabir, Menuju Jama’atul Muslimin analisis Sistem Jama’ah Dalam Gerakan Islam, Kuala Lumpur: Pustaka Syuhada, 1992, hal., 74. 24
25
Tan Sri, Muhammad Abdurrauf, Ibid.
26
Hussain bin Muhammad bin Ali Jabir, Op.Cit, hal., 77.
27
Ibid, hal., 77-78.
28
Ibid, hal., 78.
29
Ibid, hal., 79.
4
Abu Thana syihab al-Din al-Alusi, Ruh al-Ma’ani fi Tafsir Al-Qur’an al-Karim wa sab’I al-Mathani, Cairo: Matba’ah al-Munirah, 1345, vol., 25, hal., 42.
5
6
Abu Bakr Muhammad bin Abd Allah al-‘Arabi, Ahkam
96
Berkenaan dengan kisah ini silakan baca Hussain bin Muhammad bin Ali Jabir, MA, ibid, hal., 80.
30
31
ibid, hal., 83.
32
ibid, hal., 60-61.
33
Lihat Tafsir Inu Kathir; 3/586, dan Sirah Ibnu Hisyam,
Konsep Syura... hal., 480-482. 34 Hijrah yang dimaksudkan di sini adalah migrasi kedua ke Ethiopia sebanyak 119 mukmin leleki dan wanita atas perintah Rasulullah saw pada tahun 618. Hijrah ini dipimpin olehJaafar bin Abi Thalib dengan memanjat bukit baru Abu Kbais pada malam hari lalu memutar menuju pantai Laut Merah, seterusnya dari Bandar Janbuk berlayar menuju Ethiopia. Peristiwa ini terjadi empat tahun sebelum hijrah besar ke Yatsrib. (Untuk kelengkapan informasi ini lihat kembali Joesoef Sou’yb, Agama-agama Besar di Dunia, Jakarta: Al Husna Zikra, 1996, hal., 411-412.
Joesoef Sou’yb, Agama-agama Besar di Dunia, Jakarta: Al Husna Zikra, 1996, hal., 411.
35
Lihat Hussain bin Muhammad bin Ali Jabir, MA, Op.Cit, hal., 87.
36
37 Dr. Lukman Thaib, Syura dan Aplikasinya dalam Sistem Pemerintahan Masa kini, hal., 126. 38
Ibid, hal. 156-157.
39
Ibid, hal. 157-159.
Muhammad S.El_Awa, On The Political System of the Islamic State, Indiana Polis: American Trust Publication, 1980, hal 94-95. 40
97
Konsep Syura...
DAFTAR PUSTAKA Abd. Al-Rahman al-Duri, Al-Syura bain al-Nazariyyah wa al-Tatbiq, Baghdad: Matba’ah al-Ummah, 1974. Abu Bakr Muhammad bin Abd Allah al-‘Arabi, Ahkam Al- Qur’an, Cairo: Matba’ah Mustafa al-babi al-Halabi, 1958, vol., 1. Abu Thana syihab al-Din al-Alusi, Ruh al-Ma’ani fi Tafsir Al-Qur’an al-Karim wa sab’I al-Mathani, Cairo: Matba’ah al-Munirah, 1345, vol., 25. Ensiklopedi Islam, vol., 5, Jakarta: P.T. Ikhtiar Baru Van Hoeve, 2005. Ensiklopedi Tematis Dunia Islam, vol. 3, Jakarta: PT. Ichtiar Baru Van Hoeve, 2004. Hussain bin Muhammad bin Ali Jabir, MA, Menuju Jama’atul Muslimin analisis Sistem Jama’ah Dalam Gerakan Islam, Kuala Lumpur: Pustaka Syuhada, 1992. Ibn Manzur, Lisan al-Arab, Cairo: al-Muassasah al-Misriyyah al-‘Ammah li al-Ta’lif wa al-Nashr, 1965, vol., 6. J.H.Burns, The Cambridge History of Medieval Political Thought, Cambridge: Cambridge University Press, 1988. Joesoef Sou’yb, Agama-agama Besar di Dunia, Jakarta: Al Husna Zikra, 1996. Lukman Thaib, Political System of Islam, Kuala Lumpur: Amal, 1994. Lukman Thaib, Syura dan Aplikasinya dalam Sistem Pemerintahan Masa kini, Kuala Lumpur: Elman, 1995. Lukman Thaib, The Islamic Polity and Leadership, Petaling Jaya: Delta Publishing Sdn. Bhd, 1995. Muhamed S. El-Awa, Sistem Politik Negara Islam, Kuala Lumpur: Dewan Bahasa dan Pustaka, 1991. Muhammad S.El_Awa, On The Political System of the Islamic State, Indiana Polis: American Trust Publication, 1980. Sirah Ibnu Hisyam. Tafsir Inu Kathir; 3/586., Tan Sri, Prof. Dr. Muhammad Abdurrauf, The Concept of Islamic State, Kuala Lumpur: Islamic Affair Division Prime Minister’s Departmen.
98