Ekologi-Ekonomi: Manajemen Sumberdaya untuk Generasi di Masa Depan Budiono Sri Handoko Abslrncl: This arlicle intends to describe lhe eco~~omisl's point of view of implementmg the resorrrce management in thep~tnre.They were advked to use economy's approach based on ecoloa, or known as e c o ecortomy. Eco-economist considered that economy management need to pay attention on ecoloa in the purpose to satis& today k needs withotrt endanger //re next generation's needs. They reolired that the economic growth can only enhance the q~rantirybut can't sustainnbie, moreover the over-expioilation precisely w ~ l cause l the environmental degradation. Sustainable growth is di/jicuit lo prove, b~rts;rsminable economic deveiopn~entcon be achieved $the balance of ecosystemfunction is maintained appropriating with a notion's choracler und local wisdom. I n this school of learning, the trade-offbetween economy and environment is not conducted, precedenci. to economy frst or environment jirst is not gave, but precisely collaborates the economic interest with environmentai interest simuitaneously by putting this unificalion in to the center limit of development. Keywords: eco-economy, economic development, resots ce management
Sebuah tesis yang dikemukakan Damanto (2007) menyebutkan bahwa tujuan bernegara suatu bangsa adalah untuk meningkatkan kesejahteraan atau kualitas kehidupan masyarakatnya. Untuk mencapai kemakmuran tersebut salah satu caranya adalah dengan meningkatkan produktivitas yang tinggi secara terus meningkat di sehruh bidang ekonomi. Menumtnya pula, suatu ekonomi yang produktif dapat diukurjika dapat membayar upah yang tinggi kepada pekerjanya; sebaliknya suatu ekonomi yang tidak produktif hanya dapat memberikan upah yang rendah. Ekonomi dianggap produktif bilamana menghasilkan keuntungan tinggi pada modal yang diinvestasikan dalam aktivitas bisnisnya; sebaliknya ekonomi yang kontra produktif bila hanya memberikan keuntungan yang rendah. Di sini tampak bahwa paradigma produktivitas diletakkan menjadi panglima menuju suatu kemakmuran dan daya saing. Pemikirannya bertitik tolak pada bagaimana meningkatkan upah buruh secara berkelanjutan. Upah yang rendah akan membuat suatu negara lebih kompetitif dianggap tidak tepat. Upah rendah berarti suatu perusahaan tidak kompetitif dan tidak dapat mendukung standar hidup karyawannya dengan tinggi. Namun demikian, sebenamya dalam mengukur keberhasilan perekonomian, produktivitas saja tidaklah cukup jika tidak diimbangi perhatian terhadap kepentingan lingkungan hidup tempat aktivitas bisnis. Aburizal Bakrie menyatakan bahwa banyak kalangan yang mengusulkan agar di masa
krisis ekonomi seperti sekarang ini diutamakan pembangunan ekonomi terlebih dahulu, masalah lingkungan hidup diabaikan sejenak (Salim 2002). Dasar idenya, memperhatikan masalah lingkungan hidup memerlukan ongkos besar. Padahal dalam kondisi dan situasi resesi dengan perekonomian yang kontraksi untuk sekadar mempertahankan agar perusahaan tetap hidup saja sudah menguras segala sumberdaya baik dana, pikiran dan tenaga. Apalagi jika masih dibebani untuk membayar biaya lingkungan yang tidak sedikit. Lagipula, menurut pemikiran ini, negara industri pun pada saat membangun ekonomi juga tanpa mempertimbangkan lingkungan dan baru kemudian menggarapnya setelah industri sudah maju. Dengan perkataan lain pola pendekatan yang digunakan adalah ekonomi dulu, lingkungan kemudian. Model pembangunan ini mengutamakan dominasi kepentingan ekonomi sebagai sebuah sistem terhadap lingkungan hidup sebagai subsistemnya sehingga kepentingan lingkungan diletakkan di bawah kepentingan ekonomi. Jika suatu proyek memberi manfaat lebih besar dari ongkos ekonomi, maka proyek itu layak dibangun. Bila dalam proses pembangunan terjadi kemsakan lingkungan, maka itu adalah biaya yang harus dibayar masyarakat untuk pembangunan. Akan tetapi, mengutamakan alur ekonomi seperti ini tidak menjamin kelestarian sebuah pembangunan. Permasalahan kualitas lingkungan dan pembangunan berkelanjutan hams diberi perhatian yang lebih dalam konteks pembang-
Budion0 Srl Hflndoko, Fakultas Ekonomi Universilas Atmn Jayn Yogynknrla, JI. Babnrsari No. 44 Yogyakarla 55281 Telp. 0274.487711 emnil:
[email protected],
[email protected]~~,ac.ld
414
Budiono Sri H., Ekologi-Ekonomi: Manajemen Sumberdaya untuk Generasi dl Masa Depan
.
unan nasional, regional dan global khususnya di masa depan seiring dengan pesatnya pembangunan dan pettumbuhan penduduk (Sanim, 2006). Ringkasnya, lingkungan yang rusak dapat mematikan pembangunan ekonomi. Sen~entaraitu, dari kalangan "hijau", memiliki semboyan yang kontradiksi dengan itu yaitu menyelamatkan sumberdaya lingkungan terlebih dahulu, batu kemudian membicarakan ekonomi. Sebuah perekonomian akan berkelanjutan hanya jika memenuhi atau memperhatikan prinsip ekologi. Dengan perkataan lain, bila ingin perekonomian memiliki kemajuan yang berkelanjutan maka harus ramah terhadap kepentingan dasar ekologi (Field dan Field, 2006). Bila tidak, perekonomian kontraksi, bahkan mengalami kegagalan. Namun sayangnya, pada masa kini perekonomian dibentuk oleh kekuatan pasat, bukan oleh prinsip-prinsip ekologi. Di samping itu kegagalan pasar yang dihadapi juga mencexminkan $11 cost dari barang dan jasa yang ditawarkan, pasar memberikan infotmasi yang salah kepada pengambil keputusan di semua tingkat. Tentu saja ha1 ini menciptakan sebuah perekonomian terdistorsi yang tidak sinkton dengan sistem ekologi (ekosistem) kehidupan. Lebih jauh dari itu, perekonomian akan merusak sistem pendukung alam (dengan mengeksploitasi sumberdaya alam yang tidak terbamkan secata berlebihan), karena pasar tidak mengenal konsep dasar ekologi untuk menghasilkan produk yang berkelanjutan maupun keseimbangan alam. Berdasarkan ha1 tersebut maka perlu sebuah cara pandang ekonom terhadap manajemen sumberdaya di masa depan. Paradigma ini memakzulkan pendekatan ekonomi yang berbasis pada ekologi atau dikenal pula sebagai eko-ekonomi. Penganut ekologi-ekonomi memandang perekonomian perlu memperhatikan ekologi dengan tujuan memuaskan kebutuhan saat ini tanpa membahayakan kebutuhan generasi di masa depan (Brown, 2001). Dalam rnahdzab ini, tidak dilakukan tradeofantara ekonomi dan lingkungan, tidak mendahulukan terlebih dahulu ekonomi atau"lingkungan; tetapi justm mengkolaborasikan antara kepentingan ekonomi dan lingkungan secara simultan dengan memasukkan perpaduan ini ke dalam aras tengah pembangunan.
415
DEGRADASI LINGKUNGAN DAN PEMBANGUNAN BERKELANJUTAN Dua ha1 yang saling berasosiasi dalam ha1 kelanjutan suatu bangsa di masa depan adalah adanya pembangunan dan degradasi lingkungan. Pembangunan akan berkelanjutan bilamana bangsa tersebut dapat mengatasi degradasi yang terjadi pada sumberdaya lingkungan hidup. Seberapa besar kemajuan pembangunan yang dicanangkan pemerintah tanpa dilandasi kesadaran masyarakat untuk menjaga kelestarian lingkungan pada akhirnya akan menghasilkan produk akan menafikan kepentingan generasi di masa yang akan datang. Degradasi Sumberdaya Lingkungan Sumberdaya merupakan suatu produk yang memiliki nilai ekonomi sehingga diperlukan bukan hanya untuk dirinya sendiri tetapi sebagai sarana mcncapai tujuan. Sumberdaya dapat menghasilkan utilitas tanpa melalui proses produksi, misalnya, keindahan panorama bentang alam, dapat pula bukan merupakan faktor produksi tetapi memberikan utilitas (kepuasan) dalam bentuk pemandangan eksotik yang dapat dinikmati masyarakat. Nilai sumberdaya tidak hanya yang dikonsumsi tetapi juga menyangkut yang tidak dikonsumsi secara langsung. Dengan demikian, pengertian sumberdaya mencakup aspek luas karena memiliki nilai intrinsik yang terkandung di dalamnya, terlepas dikonsumsi atau tidak (Fauzi, 2005: 4). Bahkan ekstrimnya, ada manusia atau tidak Sementara itu, degradasi lingkungan dapat dimulai dari penurunan fungsi sumberdaya. Degradasi lingkungan, baik betupa lahan kritis, pencemaran air dan udara, maupun hilangnya keanekaragama hayati, yang dapat mengancam keberlanjutan pembangunan ekonomi tidak mungkin diabaikan. Attinya, perlu dicari solusi untuk mengatasi lahan kritis dan mencegah tingkat pencemaran air dan udara yang lebih parah. Ketika aktivitas ekonomi semakin tinggi, jumlah polutan dan luas lahan kritis akan semakin meningkat yang menandakan pertumbuhan ekonomi berdampak pada degradasi lingkungan. Alasan pertama ialah kapasitas lingkungan yang terbatas untuk menampung limbah yang dihasilkan oleh aktivitas ekonomi dan kedua adalah keterbatasan sumber daya alam yang tidak bisa diperbarui.
I
416
JURNAL EKSEKUTIF, VOLUME 4, NOMOR 3, DESEMBER 2007
Hal ini berimplikasi pada satu pilihan, yakni pertumbuhan ekonomi atau lingkungan. Jika ingin melestarikan lingkungan, kita hams membatasi pertumbuhan ekonomi. Sebaliknya, jika pertumbuhan ekonomi yang dikejar, lingkungan akan menanggung beban yang pada gilirannya akan membatasi ekonomi untuk tumbuh. Kualitas lingkungan sangat dipengaruhi oleh belanja lingkungan, yaitu alokasi dana yang berasal dari total pendapatan karena adanya kegiatan produksi. Artinya, pertumbuhan ekonomi akan sangat menentukan sejauh mana pencapaian lingkungan yang berkualitas. Perlakuan yang salah terhadap input ekonomi karena pengelolaan yang tidak benar (management failure), penerapan kebijakan yang tidak tepat @o[icy failure) dan distribusi hasil yang salah (dish+bution failure) akan mengganggu produksi dan kenyamanan lingkungan (Pearce dan Turner, 1990) Pembangunan Berkelanjutan Istilah pembangunan perlu dibedakan dengan pertumbuhan. Pertumbuhan ekonomi meliputi peningkatan kapasitas ekonomi untuk memuaskan keinginan dan kebutuhan masyarakat dengan tujuan meningkatkan kesejahteraan manusia (Van den Berg, 2005: 10-12). Menurut Kuznets (Van den Berg, 2005: 12), pertumbuhan ekonomi terjadi jika output (barang dan jasa baik yang dinikmati manusia atau tidak) tumbuh lebih cepat dibandingkan populasi. Peningkatan kesehatan, keamanan dan sejumlah produk yang sulit dikuantifikasikan adalah bagian besar dari pertumbuhan ekonomi. Dengan perkataan lain pertumbuhan ekonomi adalah proses menyeluruh yang menghasilkan output per kapita lebih tinggi. Pertumbuhan melulu metigncu pada peningkatan output, sedangkan pembangunan mengacu pada selumh perubahan dalam perekonomian termasuk sosial, politik dan institusional yang berdampak pada perubahan output. Tiga nilai inti dari pembangunan yang umumnya merepresentasikan tujuan individu atau masyarakat adalah (Todaro, 1997: 16-19): (a) pangan yaitu kemampuan untuk memenuhi Lebutuhan dasar seperti makan, perumahan, kesehatan dan keamanan untuk melanjutkan hidup, (b) penghargaan diri yaitu menjadi manusia seutuhnya, merasa dihargai d m (c) bebas dari perbudakan yaitu mampu memilih tanpa tekanan dari luar dan meningkat-
kan cakupan pilihan. Dengan demikian, tujuan pembangunan adalah meningkatkan ketersediaan dan keluasan distribusi barang kebutuhan dasar yang digunakan untuk mempertahankan kelangsungan hidup dan memperluas cnkupan pilihan sosial-ekonomi. Sementara itu.. oembamunan berkelaniutan " merupakan upaya untuk: (1) menyelaraskan, (2) mennintenrasikan dan (3) memberi bobot yann sama cagi Cga aspek pembangunan yang tidsk dapat dipisahkan satu dengan yang lain yaitu: ekonomi, sosial-budaya dan lingkungan hidup. Pembnngunan berkelanjutan mengintegrasiltan pembangunan sosial budaya dan pembangunan lingkungan hidup ke dalam arus utama pembangunan nasional agar kedua aspek tersebut mendapat perhatian yang sama bobotnya dengan aspek ekonomi (Keraf, 2002: 168). Dengan perkataan lain, seperti diungkapkan dalam laporan Bmdtland (WCED, 1987) "our common future", terminologi pembangunan yang berkelanjutan (sustainable development) adalah pembangunan untuk memenuhi kebutuhan pada saat ini yang memikirkan pula kemampuan generasi masa depan untuk memenuhi kebutuhan mereka sendiri. Ekonomi hanya bisa tumbuh jika didukung ekosistem lingkungan hidup sebagai sistem penopang kehidupan yang sekaligus berfungsi sebagai jaringan kehidupan. Di dalam jejaring kehidupan "semua bergantung pada semua." Homeostatis tercapai bilamana semua unsur memberikan kontribusi yang positif. Udara bersih bergantung pada keberadaan hijau daun vegetasi yang mampu menyerap karbon dan melepaskan oksigen ( 0 2 ) bersih yang dibutuhkan makhluk hidup. Hutan dan tumbuh-tumbuhan dapat tumbuh berkembang jika ada prepitasi (hujan) yang berasal dari penguapan air laut yang ditiup angin ke arah daratan dan evapotranspirasi tanaman. Daratan sendiri sebenarnya tidak terlepas dari asosiasi lahan yaitu suatu daerah di permukaan bumi yang mempunyai sifat agak tetap atau pengulangan sifat biosfer secara vertikal di atas dan di bawah daerah tersebut; termasuk di dalamnya atmosfir, tanah, geologi, geomorfologi, hidrologi, tumbuhan dan binatang serta hasil aktivitas manusia dari masa lampau hingga sekarang. Perluasan sifat ini mempunyai pengaruh terhadap pengguna-
.
~...
-
Budiono Sri H., Ekologi-Ekonomi: Martajet?tettSumberdaya untuk Getterasi di Masa Depart
417
orang dan proyeksi 2050 yang hampir mendekati 12 juta orang. Para ahli demografi menggunakan model tiga tahap (three-stage model) untuk mempelajari tingkat perubahan dan pertumbuhan penduduk selama waktu tertentu sebagai akibat proses modernisasi. Pada tahap pertama, tingkat natalitas dan mortalitas sama tingginya sehingga tidak menghasilkan pertumbuhan penduduk ataupun kalau ada tidak banyak. Pada tahap kedua, tingkat kematian jauh menurun sedangkan kelahiran masih tinggi, membawa pertumbuhan yang sangat cepat. Terakhir, tingkat kelahiran menurun sampai dengan tingkat terendah, seimbang dengan tingkat kematian yang rendah sehingga membawa populasi stabil serta menawarkan kemungkinan yang jauh lebih baik dibandingkan tahap pertama.
an lahan (land we) oleh manusia di masa kini maupun mendatang (Van Zuidam dan Van Zuidam-Cancelado, 1979). Dengan perkataan lain, lahan sebagai sumberdaya memiliki unsur lingkungan hidup yang saling berasosiasi yaitu antara elemen biogeofisik (abiotik dan biotik) dengan kultur masyarakat. Di atas lahan ditumbuhi berbagai vegetasi y a ~ pada g saat tertentu daunnya luruh membentuk humus, hara bahkan lapisan tanah baru yang menjadi sumberdaya kehidupan di masa depan. Tumbuh-tumbuhan tersebut juga dimakan berbagai satwa yang kemudian mengeluarkan kotoran yang akan menggemburkan tanah dan kemudian menjadi pupuk penyubur tanaman. Udara, air, tanah, vegetasi dan hewan saling berinteraksi di dalam satu niata rantai ekosistem yang saling memberi kehidupan. Untuk itulah sistem ini disebut sebagai lingkungan hidup. Dalam sistem kehidupan lingkungan inilah dikembangkan ekonomi sebagai subsistem. Jadi, pembangunan ekonomi perlu memperhitungkan kendala sistem kehidupan lingkungan ini, supaya tidak sampai mematikan kehidupan itu sendiri.
Bdlm
I
RESTRUKTURISASI EKONOMI UNTUK PEMBANGUNAN BERKELANJUTAN Untuk mengarah kepada pembangunan berkelanjutsn, ada dua ha1 penting yang perlu diperhatikan dalam mengorganisasi sebuah negara. Keduanya adalah stabilisasi jumlah penduduk dan pengentasan kemiskinan. Penduduk di satu sisi sering diasosiasikan dengan ketahanan keamanan, namun di sisi lain berkaitan erat juga dengan ketahanan pangan. Faktor kedua seringkali lebih sulit diatasi karena tanpa kompromi dan tidak ada negosiasi. Sementara itu, faktor kemiskinan menjadi beban bagi negara, karena unsur ini berasosiasi dengan kesehatan masyarakat, tingkat pendidikan dan sebagainya. Namun yang paling penting keduanya adalah faktor-faktor yang membuat degradasi lingkungan, dan pada akhirnya ditengarai akan menghambat pembangunan ekonomi.
Gambar 1 Populasi Dunia 1950-2050 (Sumber: PRB (2001))
I IYSO
S t a b i i a s i JumIah Penduduk Jumlah pendnduk yang semakin meningkat, jika tidak terkendali dapat menghambat pembangunan di masa depan. Pada gambar 1 terlihat penduduk dunia tahun 1950 sejumlah 2,5 miliar
1960
1970
1980
1990
2OOO
2010
Gambar 2 Trend Pertambahan Penduduk Dunia 1950-2010 (Sumber: PRB (2001))
--
418
JURNAL EXlEKUTIF, VOLUME 4, NNOMOR 3, DESEMBER 2007
Pada saat ini tidak ada negara yang berada pada posisi level pettama; semuanya di antara tahap kedua dan tiga. Namun demikian untuk mencapai tahap ketiga tidaklnh mudnh, bnnyak tiegnrn justru cenderung beranjak mengarah ke tahap pertama. Pertumbuhan penduduk yang cepat akan mengganggu keseimbangan sistem alam. Untuk mengatasi ha1 ini sulit, kebanyakan negara hanya dapat melakukan breaking down tidak breaking out. China melakukannya dengan menerapkan sistem satu anak di dalam satu keluarga, sedangkan Indonesia melalui program keluarga berencana (KB) memporomosikan "stopping at two". Beberapa negara maju mengagendakan peran edukasi keluarga untuk mengendalikan jumlah penduduk. Suvey yang dilakukan US. National Academy of Sciences WAS) memperlihatkan bahwa terdapat hubungan antara tingkat pendidikan dengan fertilitas (Brown, 2001). Peningkatan tingkat pendidikan akan mengarah kepada jumlah keluarga yang kecil. Meskipun demikian di beberapa negara seperti Pakistan dan Bangladesh ha1 tidak begitu kentara. Barnett (2007), menyatakan bahwa dunia perlu "smart growth" dengan memikirkan tiga elemen yaitu: konservasi sumberdaya alam, meningkatkan pembangunan terintegrasi, menciptakan lingkungan permukiman yang laik huni; atau menurut Desai (2007) adalah dengan memperhatikan "ecologicalfootprint".
ri-hari, dipelajari atau dijalankan dalam lingkungan sekitar; (4) agensi, sebagai akibat dari kegiatan orang lain, termasuk perang, pemerintah, dan ekonami; dan (5) atruktural, knrena hasil dari struktur sosial Kemiskinan ditengarai menjadi salah satu pemicu kemsakan lingkungan. Orang miskin, sulit untuk memenuhi kebutuhan manusia yang paling mendasar yaitu kebutuhan fisiologis seperti sandang, pangan dan papan. Karena aksesnya juga terbatas maka untuk memenuhi kebutuhan fisiologis mereka seringkali mencari jalan terpendek yaitu dengan memangkas apa saja yang ada di dekatnya seperti hutan. Padahal kelestarian hutan menjaga keanekaragaman hayati yang tidak hanya diperlukan bagi keseimbangan abiotik dan biotik saja tetapi juga kultural termasuk di sini ekonomi. Pengurangan kemiskinan dapat dilakukan melalui beberapa cara yaitu (Wikipedia, 2007; Bank Dunia, 2006): (1) membantu secara langsung kepada orang miskin. Ini telah menjadi bagian pendekatan dari masyarakat Eropa sejak jatnan pertengahan; (2) membantu kondisi individu dengan mengubah situasi orang miskin secara perorangan, termasuk pendidikan, hukuman, kerja sosial, pencarian kerja dan lain-lain; (3) mempersiapkan kaum lemah dengan memberikan bantuan bagi orang yang dikategorikan lebih mungkin miskin, seperti orang tua atau orang dengan ketidakmampuan, atau keadaan yang membuat orang miskin, seperti kebutuhan akan perawatan kesehatan.
Penurunan Kemiskinan Kemiskinan mempakan salah satu kendala di dalam pembangunan. Kondisi ini merupakan suatu Alat-alat untuk Merestruktnrisasi Ekonomi Beberapa alat yang dapat digunakan memkeadaan, yang sering dihubungkan dengan kesulitan kebutuhan dan kekurangan di berbagai tingkat bantu merestrukturisasi ekonomi agar hijau menukehidupan. Sebagian orang memahami istilah ini rut Brown (2001) adalah fiskal dan pergeseran pasecara subyektif dan komparatif, sementara yang jak (far shifting), ecolabeling, panciptaan energi lainnya melihatnya dari segi moral dan evaluatif, terbarukan dan ijin yang dapat diperdagangkan dan yang lainnya lagi memahaminya dari sudut il- (tradablepermit). miah yang telah mapan. Istilah "negara berkembang" biasanya digunakan untuk merujuk kepada Fiskd dan Tax Shifting Dalam sistem fiskai atau pajak yang dikenanegara-negara yang "miskin". Penyebab kemiskinan dapat disebabkan oleh kan terhadap pencemar, Field dan Field (2006) me(Wikipedia, 2007; Bank Dunia, 2006).: (1) faktor nyatakan 'you may discharge any amount of resiindividual (patologis) sebagai akibat dari perilaku, duals you wish, but your emissions will be measupilihan atau kemampuan; (2) keluarga, yang bethu- red and you will be required to pay a certain tar bungan dengan pendidikan keluarga; (3) sub-buda- for every unit (e.g., ton) of effluent you discharge". ya ("subculturai"), sebagai akibat kehidupan seha- Pendekatan berdasarkan insentif yang paling trans-
nudiono Sri H., Ekologi-Ekonorni: Muriajetnerr Suntberdnya unfcrk Gerrernsi (Ii Mnsn Depnn paran dalam mengontrol emisi sebuah residu secara teliti adalah memberikan penawaran kepada masyarakat sebuah insentif finansial untuk merubah emisi tersebut. Salah satu cara yang dapat dilakukan adalah dengan pengenaan pajak. Akan tetapi sebelum pembahasan lebih lanjut tentang berjalannya mekanisme pengenaan pajak yang diharapkan dapat mengontrol pembuangan limbah, perlulah dimulai dari tinjauan jika pemerintah memberlakukan kebijakan pelarangan terhadap kegiatan yang dapat mencemari lingkungan secara absolut. Sebagai ilushasi, bekerjanya kebijakan peraturan d m pelarangan pemerintah terhadap kegiatan pencemaran lingkungan dapat dilihat melalui gambar 3.
RP
I
Marginal rwal
\benefit8
\
Marginal sccial WSIS
Abrolule prohibiting
Pollulion reduction aHo0s
Gambar 3 Pengaturan dan Pelarangan Polusi Pemerintah secara absolut melarang aktivitas yang dapat mencemari lingkungan jika marginal social cost (MSC) sama dengan no1 (0) di titik el pada s a t MSC pada rl; padahal pengurangan pencemaran yang optimal adalah pada e* dengan biaya optimal sebesar r*. Hal ini kemungkinan justru dapat menyebabkan peraturan dan kebijakan pelarangan pemerintah yang melarang aktivitas yang dapat mencemari lingkungan tidak efektif karena orang &an a priori terhadap kebijakan tersebut. Selain itu, bentuk kebijakan pemerintah tersebut dipandang tidak memberikan insentif dalam dunia usaha, perlu pengawasan yang kontinu dan kekuatan yang memaksa. Untuk mengatasi hat itu maka dicarikan pilihm bentuk kebijakan pemerintah yang dapat mengurangi adanya konfrontasi dengan publik yaitu pengenaan fiskal (pajak).
419
Garnbar 4 Pajak Polusi Yang Efisien Dalam gambar 4, marginal abatement costs (MAC) menunjukkan biaya marjinal penanggulangan polusi, sedangkan marginal damage (MD) menunjukkan biaya marjinal kerusakan. Sumbu X menunjukkan kuantitas polusi, sedangkan sumbu Y menunjukkan besarnya pajak (dalam satuan mata uang) yang harus dibayarkan. P* menunjukkan polusi yang optimal, T* adalah pajak optimal, dan E (titik equilibrium) adalah kesetimbangan antara pajak optimal dengan polusi optimal, yang merupakan perpotongan antara MAC dan MD. Industri yang mencemari lingkungan harus membayar sebesar T*EPO yang terdiri dari biaya kerusakan (damage cost) sebesar OEP*, biaya penanggulangan pencemaran (treatment cost) sebesar EPP* dan pajak (tar) sebesar T*EO. Keseimbangan yang terletak pada titik E (equilibrium) diperoleh karena mekanisme proses tawar menawar. Pada saat pajak diberlakukan sebesar TI, bagi pencemar lebih menguntungkan untuk melakukan pencemaran terhadap lingkungan karena ongkos penanggulangan pencemaran akan lebih besar daripada ongkos kerusakan, atau dengan perkataan lain manfaat marjinal pencemar lebih kecil dari biaya marjinal yang tercemar, sehingga pencemar akan meningkatkan pencemarannya dari P2 ke P*. Sebaliknya, jika pajak diberlakukan sebesar Tl, maka ongkos penanggulangan pencemaran akan lebih besar daripada ongkos kerusakan, sehingga penoemar berusaha untuk mengurangi pencemarannya dari PI ke P*. Pada saat keadaan setimbang (equilibrium) di titik E, pencemar menikmati keuntungan sebesar T*EO, yang dapat diambil pemerintah
I
420
JURNAL EKSEKUTIF, VOLUME 4, NOMOR'~,DESEMBER 2007
untuk meniadakan perbedaan atau selisih antara MSC dan MD yang diakibatkan oleh polusi. Tentu saja, jika ha1 ini di intemalisasikan akan menyebabkan tambahan pada ongkos produksi yang harus ditanggung oleh perusehaan; dlhnrap. kan akan mendorong perusahaan untuk menurunkan kuantitas produksi barang yang dihasilkan dan mengurangi pemakaian bahan yang berasal dari sumberdaya alam (misalnya bahan bakar dari fosil), sehingga lingkungan menjadi lebih bersih. Selain itu, akan mendorong insentif untuk inovasi dan cara-cara penemuan yang lebih murah untuk mengurangi polusi (Field dan Field, 2006). Namun demikian, dari Tabel I dapat dilihat bahwa peningkatan ongkos produksi akan menyebabkan peningkatan harga pokok produksi barang (HPP), akibatnya adalah penurunan pada laba sebelum dikurangi biaya bunga dan dikenakan pajak (earning before interest and tax, EBIT) dan laba setelah dikenakan pajak (earning afler tax, EAT). Hasil tersebut biasanya akan menjadi beban bagi pihak manajemen pemsahaan, karena turunnya EAT menyebabkan pembagian deviden kepada pemegang saham akan menurun pula (dengan asumsi devident pay out ratio konstan). Hal ini seringkali dianggap sebagai penurunan kinerja pihak manajemen (karena tujuannya adalah meningkatkan kesejahteraan pemegang saham) yang membuat trdck record mereka dalam perusahaan menjadi kurang baik. Selain itu, juga terjadi penurunan laba ditahan, sehingga dana untuk pengembangan pemsahaan menjadi menyusut dan pertumbuhannya menjadi lamban. Akibatnya pihak manajemen perusahaan menjadi tidak kooperatif dan bemsaha mencari peluang untuk mengabaikan pajak lingkungan tersebut. Tabel 1 Penghitungan Laba Perusahaan Peniualan bersih Haiga pokok produksi (HPP) Laba sebelum bunaa - dan .paiak (EBIT) Biaya adminstratif Biaya bunga Laba sebelum pajak (EBT) Pajak (PPn, PPh) LABA SETELAH PAJAK (EAT)
+
Deviden tunai LABA DlTAHAN Sumber: Van Home dan Wachowicz (1992: 137) Berdasarkan prinsip bahwa (I) "tax policy to improve the environment while preserving their economic vitality"; (2) "environmental cleanup costs should be paid by those who produce the pollution rather than by general tares on public" dan (3) "shiftingfrom taxes on activities we want to encourage to taxes on activities we want to discotrrage" (Johnson, 1998: 30), insentif pajak dapat diberikan pada pihak-pihak yang melakukan pertanian dan kehutanan berkelanjutan (sustainable agriculture and foreshy), pembaharusn energi dan daur ulang (renewable energy and recycling) dan sebagainya. Adapun bentuk kebijakan reformasi pajak tersebut dapat diberlakukan pemerintah dengan berbagai moda, misalnya pemberlakuan pajak konservasi lingkungan, yang diikuti dengan pemberian insentif berupa pengurangan pajak sebesar biaya pembuatan instalasi atau instrumen yang dapat membersihkan lingkungan dari limbah buangan industri. Cara yang lain adalah memberikan paketpaket yang disebut revenue-neutral atau tax cuts (Johnson, 1998). Beberapa negara Eropa meningkatkan pokok pajak pada polusi bahan bakar fosil, tetapi menumnkan pajak penghasilan terhadep keluarga yang bekerja. Menurut resume Vatn (1998: 5 14), pengontrolan transaction costs dan features aliran material mempunyai ongkos ekonomi yang lebih murah dibandingkan penggunaan kebijakan fiskal. Akan tetapi, tidak mudah mengimplementasikan cara tersebut karena dibutuhkan suatu model transaction costs yang baik secara eksplisit dan implisit set to zero. Dalam ha1 ini selalu berlaku hukum GIGO (garbage in garbage out). Di samping itu, Brown (2001) menyatakan the failure of prices to tell the ecological lruth could undermine capitalism, just as the failure of prices to tell the economic truth undermined socialism. Sebagai contoh, harga seringkali tidak menceritakan kebenaran ekologi pada saat penggundulan hutan dilakukan di sepanjang aliran sungai atau pegunungan akan menyebabkan banjir dahsyat, padahal tiga pohon yang berdiri dapat
Budiowo Sri H., Ekologi-Ekonomi: Ma"(i"je~nen Sumberdaya ur:tuk Ceiterasi dl Masa Depan
mencegah banjir sebanyak tiga kali pohon yang ditebang. Untuk itu kunci untuk melestarikan peningkatan ekonomi adalah membuat harga menceritakan kebenaran ekologi. Ekologis dan ekonom bekerja bersama untuk menghitung biaya ekologi dari berbagai aktivitas ekonomi. Biaya tersebut kemudim diintemalisasikan ke dalam harga pasar dari sebuah barang atau jasa dalam bentuk sebuah pajak. Tambahan pajak pada produk dapat diterapkan dengan mengurangi pajak penghasilan. Isu "tar shiftinf seperti ini " is not the level tax but what the tax". Tar shifting mengikutkan perubahan komposisi pajak tetapi bukan tingkatnya. Hal ini berarti mengurangi pajak penghasilan dan memberikan kompensasi kepadanya dengan menerapkan pajak terhadap aktivitas yang merusak lingkungan seperti emisi karbon, limbah bahan berbahaya beracun (B,), penggunaan kemasan yang tidak dapat diisi ulang, emisi merkuri, sampah, pestisida dan sebagainya. Oleh karena itu, terdapat kesepakatan di antara ahli lingkongan bahwa beberapa macanl aktivitas perlu diberikan tambahan pajak. Pertanyaannya sekarang adalah bagaimana mendapatkan dukungan publik terhadap tar shifting yang dibutuhk'an. Ecolabeling dan Penciptaan Sunzber Energi Terbaruknn Memberikan label sebagai produk hijau (ecolabeling) sekarang tengah menjadi trend di negara-negara maju. Meskipun ha1 ini juga seringkali diapresiasi sebagai hambatan perdagangan. Ecolabeling sekarang digunakan di berbagai sektor ekonomi termasuk mengidentifikasi efisiensi energi rumah tangga, produk kehutanan, perikanan bahkan sampai dengan listrik (yang diarahkan untuk menggunakan energi terbarukan bagi pembangkitnya).
1 -; \ . -.C/ 1
.La
>,m ,, ,- ,.., Gambar S Energi Angin
"I
421
Produk kehutanan dan perikanan banyak disorot karena merupakan sumberdaya yang paling hulu dalam rantai kehidupan makanan. Untuk diberikan sertifikat, pengambilan ikan harus menunjukkan bahwa caranya telah dikelola secara lestari. Penebangan hutan juga demikian. Kemudian green power juga disarankan untuk mengatasi kelangkaan sumberdaya energi listrik. Pada Gambar 5 A terlihat penggunaan energi angin selama 25 tahun telah menghasilkan peningkatan listrik yang mencapai 20.000 watt. Sementara itu pada Gambar 5 B, biaya produksinya (1950-2005) terlihat semakin menurun mulai dari 38 cent dollar pada tahun 1980 menjadi. hanya sakitar 4,s cent dollar pada tahun
Gambar 6 Energi Panas Bumi (Sumber: IGA (2007)) Kemudian, pemakaian energi terbarukan juga diarahkan agar dapat menghindari pemakaian batu bara, bahan bakar fosil dan menggantinya dengan sumberdaya lain yang ramah lingkungan seperti energi panas bumi (geothermal), angin, gelombang air laut dan lain-lain. Dalam ha1 rumah tangga, peralatan rumah tangga seperti kompor, AC dan sebagainya mulai didorong untuk efisien clalam ha1 pemakaian listrik. Pada Gambar 6 pemakaian energi panas bumi telah meningkat lebih dari 8.000 watt. Tradoble Permit Pajak lingkungan dan tradable permit merupakan instrumen ekonomi yang dapat digunakan untuk meraih tujuan perbaikan lingkungan. Perbedaan keduanya adalah dengan ijin (permit), pemerintah menciptakan sejumlah aktivitas tertentu
yang diberikan ijin seperti pemanenan ikan, dan menawarkan ke pasar sebuah harga untuk membeli ijin tersebut. Sebaliknya, dalam pajak lingkungan, pemerintah menetapkan harga berdasarkan sebuah akt~vitasyang merusak lingkungan, dan pasar menentukan jumlah aktivitas yang akan terjadi pada harga tersebut. Kedua instrumen ekonomi ini dapat digunakan untub menekan perilaku tidak bertanggung-jawab terhadap kelestarian lingkungan (Sampat, 2000). Keputusan untuk menggunakan pajak atau ijin tidak selalu meniadakan satu dengan lainnya. Pajak pada dasamya bekerja di bawah kisaran kondisi yang has. Pada saat memutuskan untuk menjaga aktivitas yang merusak lingkungan di bawah ambang batas (skalanya kecil), perijinan lebih tepat dibandingkan pajak. Sebagai contoh, perijinan, telah digunakan dengan sukses di dua situasi yang jauh sangat berbeda yaitu: menghambat penangkapan ikan di Australia dan mengurangi separuh emisi sulfur di Amerika Serikat. Trading permits telah diajukan oleh pemerintah USA sebagai sebuah cara untuk mengurangi karbon seperti diamanatkan oleh Protocol Kyoto. Perijinan akan menarik jika memiliki suatu tujuan tertentu, tetapi bilamana tujuannya adalah untuk menstimulasi trend jangka panjang maka pajak mungkin menjadi pilihan yang lebih tepat. Jika tujuannya mengurangi emisi karbon dunia, dengan sasaran negara-negara industri yang membakar bahan bakar fosil dalam jumlah besar, maka pemerintah dapat menetapkan pajak pada tingkat yang tepat untuk setiap negara. Dengan demikian, seperti dikatakan Nurrochmat (2006) kebijakan yang ditetapkan dengan paradigma eko-ekonomi ditujukan untuk: (1) membuat indikator ekonomi lebih realistis dan tidak bias kepentingan ekonomi jangka pendek, (2) mentransformasikan nilai potensi sumberdaya alam (lingkungan) menjadi nilai ekonomi riil v o w ) , (3) menambah motivasi penyelenggara pemerintahan untuk mengelola sumber daya alam secara lestari dan (4) menyajikan perhitungan nilai tambah yang lebih adil dan proporsional bagi daerah yang mengelola sumber daya alam secara lestari dan mendorong tumbuhnya sektor ekonomi non-eksploitatif.
KESIMPULAN Eko-ekonomi memberikan solusi ekonomi jangka panjang agar berkelanjutan dengan fokus memperhatikan lingkungan hidup dan bagaimana membawanya dari saat ini ke masa depan. I'ertumbuhan ekonomi saja dapat meningkatkan kuantitas tetapi tidak dapat berkelanjutan bahkan eksploitasi yang berlebihan justru akan menyebabkan degradasi lingkungan. Jadi, h a m disadari pertumbuhan berkelanjutan tidak mungkin, tetapi pembangunan ekonomi yang berkelanjutan dapat dicapai jika keseimbangan fungsi sistem ekologi (ekosistem) dipertahankan sesuai dengan karakter dan kearifan lokal (local wisdom) suatu bangsa. DAFTAR RUJUXAN Bank Dunia. 2006. Mengurangi Kemiskinan, Indonesia Policy Briefs - Ide-ide Program I00 hari, diakses dari htto:Nwwv.worldbank.o~ pada tanggal 12 Juni 2007 Barnett, J. 2007. Smart growth in changing world. Planning, March XIV (4), 2007: 24 - 36 Brown, L.R. 2001. Eco-Economy: Building an Economy for the Earth. New York: W.W. Norton & Company. Danvanto, H. 2007. Prinsip Dasar Pembangunan Makalah, diakses dari Ekonomi. httD:Nwww.bav~enas.go.id pada tanggal 12 Juni 2007. Desai, P. 2007. An Ecological Footprint to Fit Our Planet. Friday, 16 February 2007. diakses pada tanggal dari htt~://www.bdonline.co.uk 22 Juni 2007. Fauzi, A. 2005. Ekonomi Sumber Daya Alum dun Lingkungan: Teori dun Aplikasi. Jakarta: Gramedia Pustaka Utama. Field, B.C. and M.K. Field. 2006. Environmental Economics: An Introduction. Singapore: Mc Graw-Hill International Editions. Hasek, G. 2000. Powering the Future. Industiy Week, 1 May 2000. IGA (International Geothermal Association), 2007. World Geothermal Power 1950-1998, diakses dari httu://www.demon.co.uk, pada tanggal 25 Juni 2007. Johnson, R. 1998. Pollution: A taxing solutions. Spectrum (Fall): 30-3 1 .
Budlono Sri H., Ekologi-Ekortomi: Matrajemem S~tmberdayaunfuk Generasi di Masa Depan
423 I
Nurrochmat, D.R. 2006. Mengintearasikan Aspek Lingkungan dan ~ s ~ ~ek oc n o m i ~ a i a m Kebijakan Pembangunan. Makalah, Jakarta: Pusat Rencana dan Statistik Kehutanan Badan Planologi Kehutanan, Departexlei, Kehutanan. Pearce, D. and R.K. Turner. 1990. Economics o j Natural Resources and The Environment. New York: Harvester Wheatsheaf. PRB (Population Reference Bureau). 200 1. World Population Data Sheet. Washington, D.C.: Wall Chart. Salim, E. 2002. Ekonomi dalam Lingkungan. Kompas, Selasa, 26 November 2002, diakses dari httD://www.kom~as.co.id pada tanggal 25 Juni 2007. Sampat, P. 2000. Gold Loses Its Luster. New York: WW. Norton & Company. Sanim, B. 2006. Analisis Ekonomi Lingkungan dan Audit Lingkungan, Makalah, Pelatihai~ Dosen Perguruan Tinggi seJawa dan Bali dalam bidang Audit Lingkungan, ranggal 1020 September di Hotel Graha Dinar, Cisarua, Bogor.
Todaro. M.P. 1997. Economic Develoument. New York: Longman. Van den Berg, H. 2005. Economic Growth and Development. Singapore: Mc Graw-Hill Irwin, International Edition. Van Home, J.C. and J.M. Wachowicz. 1992. Fundamentals of Financial Management. Englewood Cliffs, New Jersey: Prentice-Hall International, Inc. Van Zuidam, R.A., and F.I. Van ZuidamCancelado. 1979. Terrain AnaIy3is and Classification Using Aerial Photographs. The Netherlands: International Instititue for Aerial Survey and Earth Sciece (ITC). Vatn, A. 1998. Input Versus Emission Taxes: Environmental Taxes In a Mass Balance and Transaction Costs Perspective. Land Economics, 74 (4): 5 14-525. Wikipedia. 2007. Kemiskinan. Diakses dari htt~://www.en.wikipcdia~org pad8 tanggal 25 Juni 2007. Worid Commission on Environment and Development (WECD). 1987. Our Common Future. New York: World Commission on Environment and Development.
I