ANALISIS FINANSIAL PEMANFATAN DAN PENGOLAHAN DAUN JERUJU (Acanthus ilicifolius L) MENJADI BERBAGAI PRODUK OLAHAN (Financial Analysis of utilization and Processing of Jeruju Leaves (Acanthus ilicifolius L) Becomes Various Products) Eko Prayogo1, Agus Purwoko2, Kansih Sri Hartini2 1Program
Studi Kehutanan, Fakultas Kehutanan, Universitas Sumatera Utara 20155 (Penulis Korespondensi: E-mail:
[email protected]) 2Staf Pengajar Program Studi Kehutanan, Fakultas kehutanan, Universitas Sumatera Utara, Medan
Abstract Jeruju is one of mangrove commodities that can be found at various location including in Sei Nagalawan village. Most of the utilization of jeruju leaves still conventional and subsistence .jeruju utilization is still limited for the leaves and roots. At household jeruju leaves processing has been in Sei Nagalawan village it was process then into jeruju kerupuk and jeruju tea. According the study aim to know finansial feasibility leaves processing household jeruju, to know processing of jeruju leaves becomes various products, the financial feasibility and to know added value jeruju leaves in every production process in Sei Nagalawan village. This research was done in March 2015. Sampling was done by purposive and the method used in the form of cost and revenue analysis, RC Ratio analysis, Break event point analysis, and Added value analysis. This research showed that financially, jeruju kerupuk enough being product because its RC ratio more than one (1,17) and therefore jeruju tea enough being product because its RC ratio more than one (2,14). BEP total of jeruju kerupuk is 31 packs while jeruju tea is 7 packs and BEP price is about Rp 5.200,- per pack for jeruju kerupuk and Rp 4.700,-/ packs for jeruju tea. Added value for jeruju kerupuk is Rp 49.577,-/kg, and for jeruju tea is Rp 81.150,-/kg. Market opportunity is still possible, because it's still rare in market. Strategic area of Sei Nagalawan village will support access to market. Key words : Jeruju Leaves, financial analysis, added value, Jeruju Kerupuk product, Jeruju Tea. PENDAHULUAN Ciri khas dari ekosistem mangrove yang rusak adalah munculnya tanaman jeruju (Acanthus ilicifolius). Tumbuhan ini hidup pada zona menengah sampai belakang pada ekosistem mangrove, yaitu daerah yang dipengaruhi pasang surut air laut dan biasanya mendapat pasokan air tawar lebih banyak. Desa Sei Nagalawan Dusun 3 (tiga), Kecamatan Perbaungan, Kabupaten Serdang Bedagai termasuk kedalam kategori kawasan mangrove yang rusak, ini dilihat dari banyaknya tanaman jeruju (Acanthus ilicifolius) yang tumbuh di daerah tersebut akibat pengambilan kayu pohon mangrove oleh masyarakat untuk keperluan kayu bakar untuk memasak, bahan bangunan, tiang-tiang tambak. Oleh karena itu, masyarakat mulai berpikir untuk memanfaatkan tanaman jeruju (Acanthus ilicifolius) untuk diolah menjadi produk baru yang bernilai tinggi dan menghasilkan nilai tambah produk bagi masyarakat yang berada di Desa Sei Nagalawan. Masyarakat Desa Sei Nagalawan sadar bahwa hutan mangrove mempunyai manfaat yang sangat besar bagi kehidupan mereka. Ketika kawasan mangrove mulai rusak dan terbuka di desa tersebut yang ditandai banyaknya tanaman jeruju yang tumbuh di sepanjang bantaran muara sungai. Akibat hal tersebut masyarakat mulai sadar untuk menanam pohon mangrove dan mempunyai motivasi besar untuk melestarikan kawasan hutan mangrove. Kawasan hutan mangrove di desa Sei Nagalawan kondisinya sekarang dalam keadaan lebih baik dan asri. Hutan mangrove yang kondisinya baik mulai memberikan
dampak ekonomi bagi masyarakat di desa tersebut dan menjadi daya tarik pengunjung untuk mengunjungi desa tersebut karena memiliki wisata pantai pasir putih dengan mangrove yang asri dan hasil ikan yang dihasilkan lebih melimpah. Produk olahan mangrove yang diproduksi di Desa Sei Nagalawan yaitu kerupuk jeruju dan teh jeruju dengan memanfaatkan tanaman jeruju yang tumbuh subur dan melimpah di desa tersebut. Ide untuk memanfaatkan tanaman mangrove ini digagas oleh ibu-ibu Kelompok Tani Muara Tanjung yang ada di desa tersebut dengan tujuan untuk menambah pendapatan ekonomi masyarakat, selain itu tujuan penjual produk mangrove yaitu untuk memberikan kesadaran kepada masyarakat bahwa hutan mangrove mempunyai banyak manfaat dan mengajak masyarakat untuk melestarikan hutan mangrove. Konsep yang dilakukan Kelompok Tani Muara Tanjung terhadap produk olahannya yaitu dengan membeli produk olahan mangrove dapat melestarikan keberadaan kawasan hutan mangrove. Selain membuat produk olahan kerupuk jeruju dan teh jeruju, ibu-ibu Kelompok Tani Muara Tanjung juga membuat olahan mangrove seperti selimut api-api, dodol mangrove yang berasal dari tanaman Avicenia marina. Bahan baku daun jeruju yang tersedia melimpah di Desa Sei Nagalawan, maka pengolahan daun jeruju menjadi berbagai produk olahan sangat berpotensi untuk dikembangkan. Industri pengolahan jeruju yang dikelola kelompok tani Muara Tanjung merupakan sebuah peluang dalam bersaing dengan keragaman jenis produk olahan makanan lainnya di
pasar. Pengolahan daun jeruju menjadi berbagai produk olahan diusahakan dalam skala industri rumah tangga. Dalam upaya meningkatkan efisiensi usaha dan perolehan pendapatan, maka perlu dilakukan studi kelayakan ekonomi berbagai produk olahan jeruju. BAHAN DAN METODE Tempat dan Waktu Penelitian ini dilaksanakan di tempat usaha pengolahan jeruju oleh Kelompok Tani Muara Tanjung yang berlokasi di Desa Sei Nagalawan Dusun 3 (tiga), Kecamatan Perbaungan, Kabupaten Serdang Bedagai, Provinsi Sumatera Utara. Penelitian ini dilaksanakan pada bulan februari sampai maret 2015. Alat dan Bahan Alat yang digunakan adalah kamera digital untuk dokumentasi objek penelitian, alat tulis untuk mencatat informasi atau data di lapangan, dan perangkat komputer untuk mengolah data. Bahan yang digunakan adalah kuisioner dan panduan wawancara untuk mengumpulkan data, laporan-laporan hasil penelitian terdahulu, serta berbagai pustaka penunjang untuk melengkapi informasi yang dibutuhkan. Metode Pengambilan Sampel Metode penelitian yang digunakan adalah studi kasus, yaitu suatu metode penelitian yang berusaha memberikan gambaran terperinci dengan menekankan pada situasi keseluruhan mengenai proses atau urutan kejadian (Arief, 2006). Metode pengambilan Sampel industri dipilih secara sengaja (purposive sampling), maka pemilihan sekelompok objek didasarkan atas ciri atau sifat tertentu yang dipandang mempunyai hubungan yang erat dengan ciri atau sifat populasi yang sudah diketahui sebelumnya. Industri pengolahan daun jeruju yang dikelola Kelompok Tani Muara Tanjung akan menjadi sampel penelitian untuk memperoleh beberapa data aktual yang berkenaan dengan proses pengolahan daun jeruju. Metode Pengambilan Data Dalam penelitian ini, data yang dibutuhkan terdiri atas data primer dan data sekunder dengan menggunakan metode pengambilan data sebagai berikut. Data primer diperoleh melalui observasi (pengamatan langsung) di lapangan, melalui wawancara terhadap responden, yaitu pemilik usaha pengolahan daun jeruju di Desa Sei Nagalawan Dusun 3 (tiga), Kecamatan Perbaungan, Kabupaten Serdang Bedagai. Data primer yang dibutuhkan meliputi data aktual yang berkenaan dengan proses produksi pengolahan daun jeruju serta akses pasar produk olahan daun jeruju yang diperoleh dari hasil wawancara dengan menggunakan kuisioner. Oleh karena itu dibuat kuisioner yaitu kuisioner untuk pelaku industri pengolahan jeruju sekaligus pelaku usaha penjulaan olahan jeruju. Sedangkan data sekunder adalah data dan informasi yang diperoleh dari hasil pencatatan terhadap data yang sudah tersedia. Data
sekunder yang dibutuhkan meliputi data umum industri tersebut, potensi jeruju yang berada di Kabupaten Serdang Bedagai, serta data pendukung lainnya yang diperoleh melalui studi pustaka. 1. Proses Pengolahan Daun Jeruju Menjadi Berbagai Produk Olahan Untuk mengetahui proses pengolahan daun jeruju menjadi kerupuk dan teh daun jeruju dapat dilakukan dengan observasi (pengamatan langsung), melalui metode wawancara kepada pemilik usaha pengolahan daun jeruju dan selanjutnya rangkaian proses produksi akan dijelaskan melalui bagan alur. 2. Analisis Kelayakan Usaha Agroindustri Pengolahan Daun Jeruju Analisis kelayakan usaha diperlukan untuk menilai layak tidaknya suatu usaha yang dilakukan dan apakah menguntungkan atau tidak secara ekonomi. Analisis yang digunakan meliputi: a. Analisis Biaya dan Pendapatan Usaha Analisis ini dilakukan untuk mengetahui besarnya keuntungan yang diperoleh dari usaha yang dilakukan. Nilai output atau biaya produksi terdiri dari biaya tetap dan biaya variabel. Biaya tetap adalah biaya yang dikeluarkan suatu industri secara rutin setiap periode tertentu dengan jumlah yang tetap. Sedangkan biaya variabel meliputi biaya bahan utama, bahan pendukung, upah tenaga kerja, biaya bahan bakar, dan biaya pemasaran. Sedangkan nilai input suatu industri (penerimaan) merupakan hasil kali antara harrga pokok barang dengan jumlah barang yang diproduksi. Analisis biaya dan pendapatan usaha dapat dirumuskan sebagai berikut: Menurut Aziz (2003), perhitungan biaya produksi serta penerimaan usaha yaitu: Biaya produksi : TC = TFC + TVC Keterangan :TC = total cost (biaya total) TFC = total fixed cost (biaya tetap total) TVC = total variabel cost (biaya tidak tetap total) Penerimaan : TR = P.Q Keterangan : TR = total revenue (penerimaan total) P = price per unit (harga jual per unit) Q = quantity ( jumlah produksi ) Keuntungan : I = TR – TC Keteranganan : I = income (pendapatan bersih atau keuntungan) TR = total revenue (penerimaan total) TC = total cost (biaya total) b. Revenue Cost Ratio (R/C) Revenue cost ratio merupakan perbandingan antara penerimaan total dengan biaya total, yang menunjukkan nilai penerimaan yang diperoleh dari setiap rupiah yang dikeluarkan. Menurut Kuswadi (2006) revenue cost ratio dapat dirumuskan sebagai berikut : R/C = Penerimaan Total (TR) Biaya Total (TC)
Kriteria penilaian R/C : R/C < 1 = usaha tidak layak R/C = 1 = usaha mencapai titik impas R/C > 1 = usaha layak c. Pendekatan Break Even Point (BEP) Pendekatan Break Even Point (BEP) merupakan suatu analisis yang bertujuan untuk menemukan satu titik, menunjukkan biaya sama dengan pendapatan. Menurut Alamsyah (2005), perhitungan BEP (konsep titik impas) yang dilakukan atas dasar unit produksi dapat dilakukan dengan menggunakan rumus: BEP (Q) = TFC P/unit-Vc/unit Keterangan : BEP (Q) = titik impas dalam unit produksi TFC = biaya tetap total P = harga jual per unit VC = biaya tidak tetap per unit Perhitungan BEP atas dasar unit rupiah dapat dilakukan dengan rumus: BEP (Rp) = TC Y Keterangan : BEP (Rp) = titik impas dalam rupiah TC = biaya produksi total (Rp) Y = total produksi (unit) Kriteria penilaian BEP : Apabila produksi pembungkus rokok daun nipah melebihi produksi pada saat titik impas (dalam satuan unit produksi) maka usaha pembungkus rokok mendatangkan keuntungan. Sedangkan jika harga jual pembungkus rokok daun nipah pada saat titik impas (atas dasar unit rupiah) maka usaha tersebut juga akan mendatangkan keuntungan. 3. Analisis Nilai Tambah Perhitungan nilai tambah dilakukan dalam satu kali pengolahan daun jeruju berproduksi. Jangka waktu produksi dihitung dalam satu kali produksi. Hal ini dilakukan karena produksi pengolahan daun jeruju merupakan usaha yang berjangka pendek serta perhitungan produksi lebih mudah jika dilakukan dalam hitungan satu kali produksi. Oleh karena itu semua biaya produksi maupun jumlah produk yang dihasilkan dihitung dalam kali produksi. Menurut Soekartawi (1991), komponen pengolahan hasil pertanian menjadi penting karena pertimbangan dari berbagai penelitian menunjukkan bahwa pengolahan hasil yang baik yang dilakukan produsen dapat meningkatkan nilai tambah dari hasil pertanian yang diproses. Salah satu tujuan dari pengolahan hasil pertanian adalah meningkatkan kualitas. Bila pengolahan hasil dilakukan, maka banyak tenaga kerja yang diserap. Analisis nilai tambah pengolahan daun jeruju menggunakan metode Hayami. Menurut Hayami (1990) dalam Sudiyono (2004), ada dua cara untuk menghitung nilai tambah yaitu nilai tambah untuk pengolahan dan nilai tambah untuk pemasaran. Prosedur perhitungan nilai tambah menurut metode Hayami dapat dilihat pada Tabel 1.
Tabel 1. Kerangka Perhitungan Nilai Tambah Metode Hayami Variabel I. Output, Input dan Harga 1. Output (kg) 2. Input (kg) 3. Tenaga kerja (HOK) 4. Faktor Konversi 5. Koefisien Tenaga Tenaga Kerja (HOK/kg) 6. Harga output (Rp) 7. Upah Tenaga kerja (Rp/HOK) II. Penerimaan dan Keuntungan 8. Harga bahan baku (Rp/kg) 9. Sumbangan input lain (Rp/kg) 10. Nilai Output (Rp/kg) 11. a. Nilai Tambah (Rp/kg) b. Rasio Nilai Tambah (%) 12. a Pendapatan tenaga kerja (Rp/kg) b. Pangsa Tenaga kerja (%) 13. a. Keuntungan (Rp/kg) b Tingkat keuntungan (%) III. Balas Jasa Pemilik Faktor Produksi 14. Marjin (Rp/Kg) Pendapatan Tenaga Kerja (%) Sumbangan Input Lain (%) Keuntungan Pengusaha (%)
Nilai (1) (2) (3) (4) = (1) / (2) (5) = (3) / (2) (6) (7) (8) (9) (10) = (4) x (6) (11a) = (10) – (9) – (8) (11b)= (11a/10) x 100% (12a) = (5) x (7) (12b)=(12a/11) x 100% (13a) = 11a – 12a (13b)= (13a/11a) x 100% (14) = (10) – (8) (14a)= (12a/14) x 100% (14b) = (9/14) x 100% (14c)= (13a/14) x 100%
Sumber: Sudiyono (2004)
4. Distribusi Nilai Tambah Produk Nilai tambah pengolahan daun jeruju menjadi berbagai produk olahan dapat dilihat dari besarnya selisih antara nilai produk (Rp/kg) dengan harga bahan baku (Rp/kg). Dari besarnya nilai margin tersebut maka dapat dilakukan analisis distribusi baik untuk pemilik usaha, tenaga kerja maupun untuk sumbangan input lainnya. Langkah berikutnya adalah analisis nilai tambah dan distribusi nilai tambah. Menurut Parlinah, et al. (2011), Margin keuntungan yang diterima oleh masingmasing aktor (lembaga pemasaran) dirumuskan sebagai berikut: π = Ps–Pb –C Dimana: π = Keuntungan yang diterima oleh setiap pelaku (aktor) Ps = Harga jual produk di setiap pelaku Pb = Harga beli bahan baku di setiap pelaku C = Biaya produksi dan pemasaran pada setiap pelaku Distribusi margin keuntungan dihitung berdasarkan persentase keuntungan masing – masing lembaga pemasaran terhadap keuntungan total seluruh lembaga pemasaran.
HASIL DAN PEMBAHASAN Deskripsi Lokasi Kawasan Desa Sei Nagalawan Desa ini dahulunya disebut dengan Kampoeng Sei Nipah, karena disepanjang sungai sangat banyak ditumbuhi pohon-pohon nipah. Sebelum tahun 1945 dahulu ada seorang Saudagar yang mempunyai kapal dan hendak berlayar tetapi menemukan kesulitan karena banyaknya pohon-pohon nipah itu. Akhirnya Sang Saudagar membuang/membunuhi sebagian pohon-pohon nipah itu hanya dalam jangka waktu 1 (satu) malam untuk membuat perlintasan kapalnya. Sang Saudagar itu bertempat tinggal di Nagalawan yang mana saat itu dikisahkan ada 3 (tiga) ekor naga yang saling bermusuhan, yang 2 (ekor) pindah ke tempat lain, dan yang 1 (satu) tetap berada di Nagalawan. Karena Nagalawan dikelilingi oleh sungaisungai tadi, maka disebutlah desa ini dengan sebutan Sei Nagalawan dan nama desa itu tetap sampai sekarang yang mempunyai pesona pantai yang merupakan obyek wisata bahari (Soekirman, 2013). Desa Sei Nagalawan adalah salah satu dari desa di Kecamatan Perbaungan yang terdiri dari 3 (tiga) dusun, merupakan daerah persawahan dan penghasil ternak. Menurut data dari kantor Kepala Desa Sei Nagalawan (2015), Desa Sei Nagalawan memiliki luas wilayahnya 875 Ha, luas wilayah masingmasing Dusun I: 290 Ha, Dusun II: 235 Ha, dan Dusun III: 350 Ha. Di Desa Sei Nagalawan terdapat 760 kepala keluarga atau total jumlah penduduk 3088 orang yang tersebar di tiga dusun yaitu dusun I, II dan III. Dusun III luasnya 350 Ha dengan jumlah 214 kepala keluarga atau total jumlah penduduk 859 orang. Ketinggian tanah dari permukaan laut 5 m dan suhu udara rata-rata 33 0C. Jarak dari pusat pemerintahan kecamatan 16 km, jarak dari ibukota kabupaten 18 km. Secara umum luas wilayah itu dipergunakan untuk jalan 22 km, sawah 600 Ha, ladang 57 Ha, pemukiman 30 Ha, perkuburan 1 Ha, dan lain-lain 6 Ha. Adapun batas wilayahnya sebagai berikut : - Sebelah Utara : Selat Malaka - Sebelah Selatan: Desa Lubuk Bayas - Sebelah Barat : Kecamatan Pantai Cermin - Sebelah Timur : Kecamatan Teluk Mengkudu Gambaran Umum Usaha Berdasarkan pengambilan data tentang pengolahan daun jeruju menjadi berbagai produk olahan di Desa Sei Nagalawan, Dusun III, Kecamatan Perbaungan, Kabupaten Serdang Bedagai ditemukan bahwa keseluruhan para pengolah dan penjual olahan daun jeruju adalah wanita. Dalam pengelolahan daun jeruju menjadi berbagai produk olahan, dilakukan secara berkelompok dengan mendirikan Kelompok Tani yang bernama Muara Tanjung yang diketuai oleh Ibu Jumiati dan anggota terdiri dari 23 orang. Usaha ini didirikan pada tahun 2009 dan pernah mengalami pemberhentian produksi olahan jeruju pada tahun 2012, karena tanaman jeruju di sepanjang muara sungai mati akibat terkena air pembuangan sungai. Dimana tanaman jeruju hidup pada daerah intertidal
yang mengandung salinitas tinggi dan akan mati jika terkena air tawar, oleh karena itu dibutuhkan waktu selama 2 bulan untuk pertumbuhannya kembali. Hal ini sesuai dengan pernyataan Wafiroh (2011), bahwa salinitas berpengaruh nyata terhadap berat basah dan pertambahan tinggi Acanthus ilicifolius pada umur 2 - 4 minggu setelah pemindahan (MSP) dan 6 - 8 minggu setelah pemindahan (MSP), namun tidak berpengaruh nyata terhadap berat kering dan jumlah daun, salinitas optimal bagi pertumbuhan Acanthus ilicifolius adalah 7,5 ppt. Selain itu juga para pengelola daun jeruju tersebut bertindak juga sebagai penjual olahan daun jeruju tersebut. Selain memproduksi jeruju menjadi kerupuk dan teh jeruju mereka juga memproduksi olahan produk lain seperti kerupuk ikan, selimut api-api, dan dodol mangrove. Berdasarkan hasil rekapitulasi data kuisioner dilapangan diperoleh pekerja sebanyak 23 orang, dimana menurut karakteristik umur, kelompok umur pekerja antara 20 - 30 memiliki distribusi sebanyak 2 orang dengan proporsi 8,7 %, dan kelompok umur pekerja 31 - 40 memiliki distribusi sebanyak 9 orang dengan proporsi 39,13 %serta pekerja dengan umur 41 - 50 tahun memiliki ditribusi yang paling tinggi yaitu sebanyak 11 orang dengan proporsi 47,82 % dan kelompok umur pekerja 51 - 60 memiliki distribusi sebanyak 1 orang dengan proporsi 4,35 %. Hal ini menunjukkan bahwa para pengelolah dan penjual olahan daun jeruju didominasi oleh wanita yang masih produktif. Para pengolah dan penjual sebagian besar berfrofesi sebagai ibu rumah tangga dan umumnya melakukan usaha ini untuk menambah pendapatan keluarga sekaligus aksi sosial yang dilakukan dalam pelestarian hutan mangrove di Desa Sei Nagalawan. Distribusi responden berdasarkan umur dapat dilihat pada Tabel 2. Tabel 2 . Distribusi Pekerja Berdasarkan Umur No
Kelompok Umur (Tahun)
Frekuensi
Proporsi (%)
1.
20 – 30
2
8,7
2.
31 – 40
9
39,13
3.
41 – 50
11
47.82
4.
51 – 60
1
4.35
Jumlah
23
100
Bahan Baku Daun Jeruju Kelompok Tani Muara Tanjung menggunakan daun jeruju sebagai bahan baku untuk pembuatan kerupuk jeruju dan teh jeruju. Berdasarkan pengamatan dilapangan bahan baku berupa tanaman jeruju di Desa Sei Nagalawan masih banyak dan hampir selalu ada setiap bantaran sungai di desa tersebut yang siap untuk di produksi karena masyarakat memelihara tanaman tersebut dengan baik. Pengambilan daun jeruju dilakukan dengan cara memetik bagian pucuk dari tanaman jeruju, dengan pengambilan daun dengan sistem pucuk maka akan bermunculan tunas-tunas baru setelah beberapa bulan. Sehingga tidak merusak tanaman jeruju dan menjaga
kelestarian tanaman jeruju. Dengan demikian proses produksi olahan dari jeruju dapat berlangsung secara berkesinambungan. Berdasarkan penelitian sebelumnya diketahui bahwa luas hutan mangrove di Serdang Bedagai pada akhir tahun 2009 menurut Tambunan (2009) seperti yang ada pada Tabel 1, adalah 10.000 ha atau 11,97 persen dari luas keseluruhan hutan mangrove di Sumatera Utara. Dengan melihat hal tersebut sumber bahan baku untuk olahan jeruju masih cukup luas. Selain itu tanaman jeruju secara keseluruhan sampai saat ini tumbuh subur disekitar bantaran muara sungai pada hutan mangrove yang ada di Desa Sei Nagalawan. Namun demikian, jumlah potensi hutan mangrove yang merupakan habitat jeruju bisa menjadi sebuah peluang dalam usaha pengembangan jeruju menjadi sebuah produk yang bernilai jual yaitu berupa kerupuk jeruju dan teh jeruju. Jumlah potensi jeruju yang ada merupakan sumber bahan baku utama dalam pengolahan jeruju menjadi kerupuk jeruju dan teh jeruju yaitu berupa daun jeruju. Jika pengembangan tanaman jeruju menjadi sebuah produk memiliki prospek usaha yang menguntungkan, maka tidak menutup kemungkinan petani akan membudidayakan tanaman jeruju lebih intensif. Menurut salah seorang pengolah daun jeruju Ibu Jumiati di Desa Sei Nagalawan menyebutkan bahwa tidak ada proses pembibitan untuk tanaman jeruju karena tumbuhan tersebut tumbuh secara alami di sekitar bantaran muara sungai. Namun, daun jeruju sendiri sejauh ini belum termanfaatkan secara optimal. Daun jeruju kadangkala hanya terbuang begitu saja percuma, oleh karena itu pengolah daun jeruju diharapkan akan menambah pendapatan mereka dan dapat melestarikan tanaman ini. Dengan melihat potensi daun jeruju yang ada, pengolahan daun jeruju dapat menajadi salah satu alternatif usaha yang bisa dikembangkan. Produksi Berbagai manfaat dari jeruju salah satunya yaitu daun jeruju sudah lama dikenal masyarakat sebagai bahan baku obat-obatan, namun ibu-ibu di Desa Sei Nagalawan kreatif dalam memanfaatkan daun jeruju yang diolah menjadi produk olahan makanan seperti kerupuk jeruju dan teh jeruju. Proses produksi pengolahan daun jeruju dilakukan selama empat hari dalam seminggu atau empat kali produksi dalam seminggu, yang kemudian produk dipasarkan pada hari Sabtu dan Minggu di tempat wisata yang ada di desa tersebut. Hari biasanya ibu- ibu Kelompok Tani Muara Tanjung mampu memproduksi kerupuk jeruju sebanyak 4 kg adonan kerupuk jeruju dan teh jeruju sebanyak 3-4 kg per hari jeruju basah atau sebanyak 4 karung goni yang berukuran 30 kg yang disangrai sampai kering. Usaha pengolahan daun jeruju ini juga menerima pesanan dari beberapa konsumen yang ada di daerah Medan maupun luar Medan. Peralatan Produksi
Peralatan produksi yang digunakan dalam proses produksi pengolahan daun jeruju di Kelompok Tani Muara Tanjung cukup sederhana. Peralatan produksi memiliki standar pakai (umur) masing-masing. Alat- alat produksi yang rusak akan segera dilakukan pembelian alat-alat baru yang berguna melancarkan proses produksi pembuatan olahan jeruju, sehingga tidak menghambat proses produksi pengolahan jeruju. Alat-alat yang digunakan dalam produksi disajikan dalam Tabel 3. Tabel 3. Alat-alat Produksi Pengolahan Jeruju di Kelompok Tani Muara Tanjung No.
Jenis Alat Produksi
Fungsi
1.
Pisau
2.
Gunting
3.
Timbangan
4.
Blender
5.
Mesin Ampia
6.
Rensener
7. 8.
Telenan/Batu giling Baskom
9.
Serok
10. 11. 12.
Kompor Wajan Sutel
13.
Sepeda Motor
Untuk memotong daun jeruju dan membersihkan daun jeruju dari duri Untuk memotong daun jeruju dan membersihkan daun jeruju dari duri Untuk menimbang daun jeruju agar beratnya sama Untuk menghaluskan daun jeruju pada saat pembuatan kerupuk Untuk memipihkan adonan kerupuk sehingga mudah dibentuk Untuk mempacking olahan jeruju kedalam plastic Untuk menghaluskan ketumbar Untuk sebagai wadah untuk mencuci jeruju yang telah dipotong Untuk meniriskan minyak dari jeruju yang telah digoreng Untuk memasak jeruju Untuk memasak jeruju Untuk memasak jeruju agar mudah dibalik dan tidak gosong Untuk mengangkut daun jeruju dan membeli bahan-bahan olahan jeruju
Jumlah (unit) 12
Ket/ kon disi Baik
12
Baik
1
Baik
1
Baik
2
Baik
1
Baik
1
Baik
3
Baik
1
Baik
1 1 1
Baik Baik Baik
1
Baik
Peralatan yang ada di usaha pengolahan daun jeruju menjadi kerupuk dan teh di Kelompok Tani Muara Tanjung dalam keadaan baik. Hal ini dikarenakan usaha ini melakukan proses produksi secara berkesinambungan, sehingga apabila ada peralatan yang rusak segera diganti agar proses produksi tidak terhambat. Produk Produk yang dihasilkan dari proses pengolahan daun jeruju yaitu kerupuk jeruju dan teh jeruju. Kerupuk jeruju memiliki tiga rasa yaitu rasa original, rasa balado, dan rasa jagung. Tiga rasa ini dibuat agar menarik hati pengunjung untuk membeli produk ini, karena minat dan selera masyarakat yang berbeda untuk membeli. Kemasan produk juga di desain dengan semenarik
mungkin, yaitu dengan konsep dengan membeli produk olahan mangrove berarti telah melestarikan keberadaan hutan mangrove. Kerupuk jeruju dijual dengan harga RP 6.000,00 per bungkus dan teh jeruju dijual dengan harga RP 10.000,00 per bungkus. Kerupuk jeruju tahan di pasaran selama sebulan sedangkan teh jeruju tahan di pasaran selama setahun. Proses Produksi Proses pengolahan daun jeruju menjadi kerupuk jeruju dan teh jeruju di Desa Sei Nagalawan dilakukan secara tradisional dengan menggunakan alat-alat sederhana, sehingga proses produksi tidak dapat dilakukan secara maksimal jika adanya pesanan yang banyak. Namun jika di lihat dari segi pemanfaatan sumber daya manusia termasuk menguntungkan, karena menyerap tenaga kerja yang lebih banyak di daerah pesisir. Berbeda dengan proses industri pembuatan kerupuk dan teh yang sudah ada menggunakan alat-alat proses produksi mesin teknologi canggih dalam proses pembuatannya yang proses produksinya dilakukan secara maksimal. Beberapa langkah dalam proses pengolahan daun jeruju menjadi kerupuk jeruju dan teh jeruju antara lain: a. Pembuatan Kerupuk Jeruju 1. Pengambilan Daun Daun jeruju di ambil di sepanjang bantaran muara sungai di Desa Sei Nagalawan, Dusun 3 (tiga), dengan cara mengambil bagian pucuk tanaman jeruju dengan menggunakan pisau. Pengambilan dengan sistem pucuk ini dilakukan agar munculnya tunas-tunas baru sehingga tidak merusak tanaman dan menjaga kelestarian tanaman jeruju. Daun jeruju yang diambil yaitu sebanyak 200 g untuk 1 kg adonan kerupuk jeruju dan biasanya dalam sekali produksi ibu-ibu Kelompok Tani Muara Tanjung mengambil daun jeruju sebanyak 800 g untuk 4 kg adonan kerupuk jeruju. Daun jeruju yang dipilih yaitu daun yang masih muda dan berwarna hijau cerah. Daun jeruju yang masih mudah dipilih karena kandungan getah yang sedikit dan akan membuat warna adonan menjadi hijau yang merupakan ciri khas dari kerupuk jeruju rasa original. 2. Pemotongan Daun Jeruju Daun jeruju yang berduri dibersihkan dari durinya dengan menggunakan gunting dan pisau. Duri pada tanaman jeruju merupakan alat pelindung bagi tanaman ini. Daun yang sudah dibersihkan dari duri, kemudian daun jeruju dipotong menjadi dua bagian dan dipisahkan dari tulang daun. Tujuan dari pemotongan ini yaitu agar daun jeruju mudah untuk dihaluskan. Setelah itu daun jeruju ditimbang sebanyak 200 g untuk 1 kg adonan kerupuk jeruju. 3. Penghalusan Bahan Adonan Daun jeruju yang telah ditimbang sebanyak 200 g untuk 1 kg adonan kerupuk jeruju, kemudian dihaluskan dengan menggunakan blender. Daun jeruju yang sudah dihaluskan, kemudian dimasak hingga mendidih dengan tujuan untuk menghilangkan bau anyir pada daun jeruju yang dihaluskan. Selain itu juga dilakukan penghalusan bahan bumbu lain seperti
bawang putih sebanyak 100 g dengan menggunakan blender dan ketumbar dengan menggunakan batu giling sebanyak 20 g untuk 1 kg adonan kerupuk jeruju. 4. Pencampuran Bahan Adonan Bahan-bahan yang telah dihaluskan kemudian dicampurkan menjadi satu dan setelah itu masukkanlah tepung terigu sebanyak 1 kg kedalam adonan, adonan tersebut dicampurkan hingga semua bahan tercampur rata dan tambahkanlah air untuk membuat adonan menjadi kalis, serta masukkanlah daun jeruju yang sudah dihaluskan sebanyak 200 g untuk 1 kg adonan kerupuk jeruju dan tambahkan garam sebanyak 1 sendok makan dan gula sebanyak ½ sendok makan untuk 1 kg adonan kerupuk jeruju. 5. Pencetakan Kerupuk Adonan kerupuk jeruju yang telah kalis kemudian dipipihkan dengan menggunakan mesin ampia. Mesin ampia merupakan mesin utama dalam pembuatan kerupuk yang ada di Kelompok Tani Muara Tanjung, mesin ini terdiri dari 2 buah dan pemeliharaan alat ini harus dilakukan dengan baik karena mudah berkarat akibat getah dari daun jerujudan setelah 4 bulan mesin ampia harus diganti. Setelah itu buatlah adonan menjadi beberapa lembaran adonan kerupuk, setelah itu lembaran adonan dicetak dengan menggunakan pisau. 6. Penggorengan Kerupuk Kerupuk yang telah dicetak kemudian digoreng dengan menggunakan minyak panas. Minyak makan yang digunakan untuk menggoreng yaitu sebanyak 2 liter dan kerupuk jeruju digoreng hingga berwarna kuning keemasan. Bahan bakar yang digunakan untuk memasak kerupuk jeruju yaitu tabung gas ukuran 3 kg, bahan bakar gas ini penggunaanya hanya sampai waktu 3 hari selama 3 kali produksi. Setelah itu kerupuk yang telah digoreng kemudian ditiriskan dengan menggunakan serok untuk mengurangi kandungan minyak yang terdapat pada kerupuk jeruju. Minyak makan yang digunakan untuk menggoreng kerupuk hanya sekali pakai selama satu kali produksi, minyak sisa dari penggorengan kerupuk tersebut dijual kepada anggota kelompok tani dengan harga Rp 6000 per liter. 7. Pengemasan Sebelum dilakukan pengemasan, terlebih dahulu kerupuk ditimbang sebanyak 100 g per kemasan. Dalam sekali produksi dengan bahan baku 4 kg menghasilkan 52 bungkus kerupuk jeruju, berarti 52 bungkus kerupuk menghasilkan 5,2 kg/ sekali produksi. Kemudian plastik direkatkan dengan menggunakan mesin rensener. Mesin rensener yang ada di Kelompok Tani Muara Tanjung hanya ada 1 buah mesin rensener dalam proses produksi. 1 kg adonan kerupuk jeruju yang dibuat dapat menghasilkan kerupuk jeruju sebanyak 13 bungkus. b. Pembuatan Teh Jeruju 1. Pengambilan Daun Daun jeruju di ambil di sepanjang bantaran muara sungai di Desa Sei Nagalawan dengan cara mengambil bagian pucuk tanaman jeruju dengan menggunakan pisau. Biasanya dalam sekali produksi
ibu-ibu Kelompok Tani Muara Tanjung mengambil daun jeruju sebanyak 4 kg dalam sekali produksi. Daun jeruju yang dipilih yaitu daun yang masih muda dan berwarna hijau cerah. Daun jeruju yang masih mudah dipilih karena kandungan getah yang sedikit. Bagian pucuk diambil agar proses produksi teh jeruju dapat berlangsung secara berkesinambungan. 2. Pemotongan Daun Jeruju Daun jeruju yang telah diambil kemudian dibersihkan dari duri dan kemudian daun jeruju dicuci dan dipotong menjadi irisan tipis dengan menggunakan pisau dan gunting. Selain daun jeruju, daun pandan juga dibersihkan dan dipotong menjadi irisan tipis. Daun pandan dipakai untuk menambah aroma dari teh ketika disiram dengan air panas. Jumlah daun pandan yang dipakai yaitu sebanyak 100 g untuk 1 kg daun jeruju basah. 3. Penyangraian Teh Jeruju Penyangraian merupakan proses yang paling penting dalam pembuatan teh jeruju, karena dari proses penyangraian teh jeruju dapat menentukan kualitas teh yang dihasilkan. Daun Jeruju dan daun pandan yang telah dibersihkan, kemudian ditimbang sebanyak 100 g daun pandan untuk 1 kg daun jeruju basah. Daun yang telah ditimbang, kemudian daun jeruju dan pandan dicampur menjadi satu dalam satu wadah. Penyangraian merupakan proses yang memakan waktu lama yaitu ± 2 jam, dalam pembuatannya teh jeruju harus selalu disangrai agar teh yang dihasilkan kering merata dan tidak gosong. Penyangraian teh jeruju dilakukan di dalam wajan dengan menggunakan api sedang, setelah disangrai kemudian teh jeruju didiamkan sebentar dengan tujuan untuk mendinginkan teh. 4. Pencampuran Bahan Adonan Daun jeruju yang telah disangrai akan berwarna cokelat kehitaman. Setelah itu teh jeruju ditimbang ukuran 30 g/kemasan dan dibungkus dengan kemasan plastik kecil berwarna putih. Setelah itu teh dimasukkan ke dalam kotak kemasan yang lebih besar dengan kertas kecil berisi keterangan mengenai manfaat dari teh jeruju. Kemasan yang digunakan dibuat menarik dengan menggunakan konsep membeli teh jeruju berarti telah membantu dalam pelestarian hutan mangrove yang ada di daerah pesisir, sehingga dengan konsep tersebut dapat menarik konsumen untuk membeli produk teh jeruju, khususnya konsumen yang berada di kawasan wisata Kampoeng Mangrove yang ada di Desa Sei Nagalawan, Dusun 3 (tiga). 1 kg jeruju basah yang disangrai akan menghasilkan 300 g jeruju kering. Teh jeruju kering 300 g dapat menghasilkan 10 bungkus teh jeruju siap jual. Secara sederhana, proses pengolahan bahan baku daun jeruju menjadi kerupuk jeruju dan teh jeruju dapat digambarkan melalui bagan alur sebagai berikut:
a.
Kerupuk Jeruju
Gambar 1.Bagan alur proses pengolahan daun jeruju menjadi kerupuk
b.
Teh Jeruju
Gambar 2.Bagan alur proses pengolahan daun jeruju menjadi teh
Analisis Finansial Agroindustri Olahan Daun Jeruju Analisis finansial digunakan untuk mengetahui layak atau tidaknya pengolahan daun jeruju menjadi berbagai produk olahan yang dilakukan di Desa Sei Nagalawan, Dusun 3 (tiga), Kecamatan Perbaungan, Kabupaten Serdang Bedagai. Berikut analisis finansial yang telah dilakukan pada agroindustri pengolahan daun jeruju tersebut. Biaya Produksi dan Pendapatan Besarnya biaya produksi dilakukan untuk mengetahui besarnya biaya yang dikeluarkan dalam proses produksi pengolahan daun jeruju. Perhitungan setiap item dan biaya yang dikeluarkan dalam produksi selama satu kali produksi dari olahan daun jeruju dapat dilihat pada Lampiran 1. Biaya variabel adalah biaya yang jumlah nilainya tergantung pada jumlah produksi kerupuk dan teh, seperti : biaya bahan baku (daun jeruju), dan biaya bahan tambahan, gas, tepung terigu, bawang putih, ketumbar, garam, gula pasir, daun pandan, kemasan/tempat, transportasi serta upah tenaga kerja. Sedangkan biaya tetap adalah biaya yang jumlah nilainya tidak tergantung pada jumlah produksi dari kerupuk dan tehyaitu berupa biaya pajak tanah, sewa tanah, penyusutan alat-alat, dan pemeliharaan peralatan dan bangunan. Biaya total diperoleh dari penjumlahan biaya tetap total dan biaya variabel dalam satu kali produksi. Penerimaan total diperoleh dari volume produksi dalam satu kali produksi dikalikan dengan harga jual. Sedangkan pendapatan total dihasilkan dari pengurangan penerimaan dengan biaya total produksi.
Adapun rincian biaya yang ditunjukkan pada Tabel 4.
dikeluarkan
dapat
Tabel 4. Biaya dan Pendapatan Pengolahan Daun Jeruju Menjadi Kerupuk Jeruju Desa Sei Nagalawan, Dusun 3 (tiga), Kecamatan Perbaungan, Kabupaten Serdang Bedagai. Uraian
Nilai
Biaya Tetap Total (Rp)
69.135
Biaya Variabel Total (Rp)
197.800
Biaya Total (Rp)
266.935
Volume/Bungkus
52
Harga (Rp/Bungkus)
6.000
Penerimaan (Rp)
314.000
Pendapatan (Rp)
47.065
Berdasarkan Tabel 4 dapat diketahui bahwa biaya variabel mendominasi dalam struktur biaya produksi total dalam pengolahan daun jeruju menjadi kerupuk. Hal ini dipengaruhi besarnya biaya yang dikeluarkan untuk terutama dalam penggunaan bahan pendukung utama seperti minyak makan, tepung terigu, bawang putih, ketumbar, kemasan, tenaga kerja.transportasi, dan gas sebagai bahan bakar. Penerimaan yang diperoleh dari hasil produksi kerupuk jeruju adalah sebesar Rp 314.000,per produksi, yang merupakan hasil penjualan kerupuk sebanyak 52 bungkus dengan harga Rp 6.000,- per bungkus dan minyak makan sisa sebanyak 2 liter dengan harga Rp 6.000,- per liter . Sedangkan besaranya pendapatan yang diperoleh dalam 52 bungkus daun jeruju setelah dikurangi dengan biaya produksi sebesar Rp266.935,- adalah sebesar Rp 47.065,-. Hal tersebut menunjukkan bahwa pengolahan daun jeruju menjadi kerupuk layak untuk dilakukan. Tabel 5. Biaya dan Pendapatan Pengolahan Daun Jeruju Menjadi Teh Jeruju di Desa Sei Nagalawan, Kecamatan Perbaungan, Kabupaten Serdang Bedagai.
adalah sebesar Rp 213.436,-. Hal tersebut menunjukkan bahwa pengolahan daun jeruju menjadi teh jeruju layak untuk dilakukan. Untuk menghitung biaya tetap dibutuhkan biaya penyusutan alat (depresiasi). Depresiasi adalah penurunan nilai dari aset/ harta perusahaan yang digunakan dalam operasi perusahaan. Depresiasi Persentase menunjukkan 25,9% penurunan nilai harta perusahaan yang berwujud (tangible assets), misalnya gedung dan 74,1% mesin. Menurut Betrianis (2006) untuk menghitung 100%peralatan mesin dapat digunakan biaya penyusutan rumus sebagai berikut: Depresiasi = Harga beli Umur pakai Analisis RC Ratio Nilai RC ratio merupakan perbandingan penerimaan dengan biaya yang dikeluarkan dan dapat digunakan untuk mengetahui kelayakan suatu usaha ditinjau dari proporsi besarnya biaya produksi yang dikeluarkan terhadap penerimaan yang akan diperoleh. Nilai RC ratio pada usaha pengolahan kerupuk jeruju dapat ditunjukkan pada Tabel berikut. Tabel 6. Analisis RC Ratio Kerupuk Jeruju di Desa Sei Nagalawan, Dusun 3 (tiga), Kecamatan Perbaungan, Kabupaten Serdang Bedagai. Uraian
Jumlah (Rp)
Penerimaan Biaya Produksi Total
314.000 266.935
RC Ratio
1.17
Pada Tabel 6 diketahui bahwa perbandingan antara penerimaan dengan biaya produksi total adalah sebesar 1.17. Hal tesebut menunjukkan bahwa usaha tersebut nilai RC rationya lebih dari satu sehingga usaha tersebut akan mencapai keuntungan. Oleh karena itu, usaha pengolahan daun jeruju menjadi kerupuk layak Persentase untuk diusahakan dan dikembangkan. Hal ini berarti dengan 27,4% modal sebesar Rp 266.935 akan diperoleh hasil72,6% penjualan sebesar 1,17 kali jumlah modal
Uraian
Nilai
Biaya Tetap Total (Rp)
51.164
Biaya Variabel Total (Rp)
135.400
Biaya Total (Rp)
186.564
Volume/Bungkus
40
Harga (Rp/Bungkus)
10.000
Penerimaan (Rp)
400.000
Uraian
Jumlah (Rp)
Pendapatan (Rp)
213.436
Penerimaan
400.000
Berdasarkan Tabel 5 dapat diketahui bahwa biaya variabel mendominasi dalam struktur biaya produksi total dalam pengolahan daun jeruju menjadi Teh. Hal ini dipengaruhi besarnya biaya yang dikeluarkan untuk melancarkan proses produksi pengolahan daun jeruju seperti tenaga kerja, kemasan, transportasi, dan gas sebagai bahan bakar. Penerimaan yang diperoleh dari hasil produksi teh jeruju adalah sebesar Rp 400.000,- per produksi. Sedangkan besaranya pendapatan yang diperoleh dalam 40 bungkus teh jeruju setelah dikurangi dengan biaya produksi sebesar Rp 186.564,-
100%RC Ratio Teh Jeruju di Desa Sei Tabel 7. Analisis Nagalawan, Dusun 3 (tiga), Kecamatan Perbaungan, Kabupaten Serdang Bedagai
Biaya Produksi Total RC Ratio
186.564 2.14
Pada Tabel 7 diketahui bahwa perbandingan antara penerimaan dan biaya produksi total adalah sebesar 2,14. Hal tersebut menunjukkan bahwa usaha tersebut nilai RC rationya lebih dari satu sehingga usaha tersebut akan mendatangkan keuntungan. Oleh karena itu, usaha pengolahan daun jeruju menjadi kerupuk layak untuk diusahakan dan dikembangkan. Hal ini berarti dengan modal sebesar Rp 186.564 akan
diperoleh hasil penjualan sebesar 2,14 kali jumlah modal. Hal tersebut menunjukkan bahwa usaha tersebut nilai RC rationya lebih besar dari satu sehingga usaha tersebut akan mendatangkan keuntungan, hal tersebut sesuai dengan pernyataan Kuswadi (2006) yang menyatakan bahwa apabila hasil revenue cost ratio diperoleh lebih besar daripada satu berarti usaha tersebut memperoleh keuntungan dan layak dilakukan. Dari hasil penelitian yang dilakukan oleh Sianturi, et al. (2012) tentang kajian bentuk pengolahan dan analisis finansial buah api-api (Avicennia officinalis L) sebagai bahan makanan dan minuman di Kabupaten Deli Serdang dengan nilai RC Ratio keripik sebesar 1,25, nilai RC Ratio donat sebesar 1,5, nilai RC Ratio bolu sebesar 1,64, dan nilai RC Ratio dawet sebesar 4,76. Hal tersebut menunjukkan bahwa usaha tersebut nilai RC rationya lebih dari satu sehingga usaha tersebut akan mendatangkan keuntungan. Berdasarkan nilai ini maka pendapatan yang diperoleh cukup besar dari pengolahan mangrove baik jeruju maupun buah apiapi, hal ini dipengaruhi oleh modal yang relatif kecil tetapi harga jual yang cukup tinggi. Namun, jika dilihat dari keberlanjutan industri pengolahan daun jeruju dan api-api. Pengolahan daun jeruju lebih menguntungkan dibandingkan dengan pengolahan api-api, karena bahan baku api-api yang terbatas dan berbuah berdasarkan musim sehingga harus menunggu beberapa bulan untuk memanen bahan baku api-api. Sedangkan bahan baku jeruju tidak terbatas berdasarkan musim, sehingga produksi pengolahan jeruju dapat dilakukan secara berkelanjutan. Buah apiapi juga mengandung racun yang sangat tinggi sehingga jika dikonsumsi terlalu banyak akan menyebabkan pusing. Industri pengolahan api-api ini juga memiliki kelemahan lain seperti akses pasar yang lemah dan kurangnya dukungan dari pemerintah daerah dalam mengembangkan industri pengolahan mangrove berbasis rumah tangga di Kawasan Paluh Merbau, Kabupaten deli Serdang. Analisis Break Even Point (BEP) Untuk menilai kelayakan finansial suatu usaha juga dapat dilakukan melalui anlisis titik impas (BEP). Analisis Break Even Point (BEP) diperlukan dalam studi kelayakan adalah untuk menunjukkan titik impas dimana usaha tidak rugi atau untung. Break Even Point (BEP) bertujuan untuk menunjukkan biaya yang sama dengan pendapatan. Perhitungan BEP untuk pengolahan kerupuk jeruju dapat dilihat pada Tabel 8.
Tabel 8. Analisis Break Even Point Pada Usaha Kerupuk Jeruju di Desa Sei Nagalawan, Dusun 3 (tiga), Kecamatan Perbuangan. Uraian
Jumlah
1. Biaya Tetap Total (Rp)
69.135
2. Biaya Variabel Total (Rp)
197.800
3. Volume Produksi (bungkus)
52
4. Harga Jual (Rp/bungkus)
6.000
5. Penerimaan (Rp)
314.000
6. BEP Volume Produksi (bungkus)
31
7. BEP Harga (Rp/bungkus)
5.200
Pada Tabel 8 menunjukkan bahwa titik impas usaha pengolahan kerupuk jeruju terjadi pada saat pengusaha memproduksi 31 bungkus kerupuk jeruju. Jumlah tersebut menunjukkan bahwa berada dibawah jumlah produksi yang mampu diproduksi yaitu sebanyak 52 bungkus. Oleh karena itu, hal ini berarti bahwa usaha pengolahan agroindustri kerupuk jeruju jika diusahakan di Desa Sei Nagalawan, Dusun 3 (tiga) Kecamatan Perbaunganakan mendatangkan keuntungan. Hasil perhitungan untuk nilai titik impas harga produk (BEP) yaitu sebesar Rp 5.200,-/bungkus. Sedangkan harga produk yang mampu di jual seharga Rp 6.000,-/bungkus. Hal ini menunjukkan bahwa harga jual masih di atas harga pokok sehingga jika produk tersebut dijual akan mendatangkan keuntungan bagi pemilik usaha. Dengan demikian, hal ini merupakan peluang untuk pemasaran kerupuk jeruju karena bahan baku yg berasal dari tanaman mangrove sehingga menjadi daya tarik konsumen untuk membeli, apalagi ibu-ibu Kelompok Tani mempunyai strategi pemasaran yang baik yaitu di kawasan wisata Kampoeng Mangrove, Desa Sei Nagalawan. Tabel 9. Analisis Break Even Point Pada Usaha Teh Jeruju di Desa Sei Nagalawan, Dusun 3 (tiga), Kecamatan Perbuangan. Uraian 1. Biaya Tetap Total (Rp) 2. Biaya Variabel Total (Rp) 3. Volume Produksi (Bungkus) 4. Harga Jual (Rp/Bungkus) 5. Penerimaan (Rp) 6. BEP Volume Produksi (Bungkus) 7. BEP Harga (Rp/Bungkus)
Jumlah 51.164 135.400 40 10.000 400.000 7 4.700
Pada Tabel 9 tersebut menunjukkan bahwa titik impas pengolahan daun jeruju menjadi teh pada saat diproduksi 7 bungkus teh jeruju.Jumlah tersebut
menunjukkan bahwa berada di bawah jumlah produksi yaitu sebanyak 40 bungkus teh jeruju. Oleh karena itu, hal ini berarti bahwa usaha pengolahan teh jeruju jika akan di usahakan akan mendatangkan keuntungan bagi pemilik usaha. Hasil perhitungan untuk nilai titik impas harga produk (BEP harga) yaitu sebesar Rp. 4.700,-/ bungkus. Sedangkan harga jual yang mampu dijual seharga Rp. 10.000,-. Hal ini menunjukkan bahwa harga jual masih di atas harga pokok sehingga akan mendatangkan keuntungan bagi pemilik usaha. Dari hasil penelitian yang dilakukan oleh Tarihoran, et al. (2012), tentang kajian analisis buah berembang (Sonneratia caseolaris) sebagai bahan makanan dan minuman di Kabupaten Deli Serdang dengan nilai Break Even Point (BEP) untuk dodol sebesar Rp 9.320,54/ bungkus. Sedangkan harga jual yang mampu dijual seharga Rp 13.000 dan nilai Break Even Point (BEP) untuk sirup sebesar Rp 8.422,89/ botol. Sedangkan harga jual yang mampu dijual seharga Rp 12.000. Hal ini menunjukkan bahwa harga jual masih di atas harga pokok sehingga akan mendatangkan keuntungan bagi pemilik usaha baik itu pengolahan jeruju maupun buah berembang. Namun, jika dilihat dari keberlanjutan industri pengolahan daun jeruju dan buah berembang. Pengolahan buah berembang memiliki kelemahan seperti produk sirup yang dihasilkan memiliki warna sirup yang kurang jernih sehingga menurunkan minat konsumen untuk membeli, akses pasar yang lemah, dan tidak adanya keinginan pengolah buah berembang untuk mengembangkan usaha karena belum memiliki izin BPOM dan tidak adanya dukungan pemerintah dalam mengembangkan usaha. Sedangkan usaha pengolahan daun jeruju memiliki akses pasar yang baik dan juga menerima pesanan dari luar daerah sehingga industri pengolahan daun jeruju memiliki prospek usaha yang baik. Analisis Nilai Tambah Produksi dilakukan sebanyak empat kali dalam seminggu.Adapun perhitungan strruktur biaya dan penerimaan pengolahan daun jeruju menjadi kerupuk dan teh dapat dilihat pada Lampiran 4 dan 5. Berdasarkan data tersebut dapat diketahui bahwa dengan menggunakan bahan baku sebanyak 0,8 kg jeruju dan 4 kg tepung terigu untuk kerupuk jeruju bisa menghasilkan sampai 52 bungkus kerupuk jeruju, sedangkan untuk teh jeruju bahan baku sebesar 4 kg dapat menghasilkan 40 bungkus teh jeruju. Usaha ini juga mampu menyerap tenaga kerja 4 jam/produksi dan bahan baku yang digunakan untuk olahan diperoleh dari alam tanpa harus membeli namun di keluarkan biaya untuk mendapatkannya. Apabila harga output sebesar Rp 6.000,-/ bungkus dan faktor konversi sebesar 13, maka nilai produksi sebesar Rp. 78.000,-/kg untuk kerupuk jeruju. Apabila harga output sebesar Rp 10.000,-/ bungkus dan faktor konversi sebesar 10, maka nilai produksi sebesar Rp 100.000,-/ kg untuk teh jeruju.
Nilai produksi tersebut dialokasikan untuk bahan-bahan input yang dibutuhkan seperti tepung terigu, minyak makan, bawang putih, ketumbar, gas, transportasi, serta bahan untuk kemasan setiap produk yang dihasilkan. Dengan demikian, nilai tambah yang diperoleh dari satu kilogram daun jeruju untuk kerupuk adalah Rp 49.557,-/ kg dalam sekali produksi, dan untuk teh jeruju nilai tambah sebesar Rp 81.150,-/ kg dalam sekali produksi. Dari hasil penelitian yang dilakukan oleh Siregar, et al. (2012), tentang analisis finansial serta prospek pengolahan buah nipah (Nypa fruticans) menjadi berbagai produk olahan yaitu apabila harga output sebesar Rp 7.500,-/ kg dan faktor konversi sebesar 1, maka nilai produksi sebesar Rp. 7.500,untuk kolang kaling. Apabila harga output sebesar Rp 25.000,-/ kotak dan faktor konversi sebesar 2, maka nilai produksi sebesar Rp 50.000,-/ kotak untuk agaragar, dan untuk manisan nipah apabila harga output sebesar Rp 30.000,-/ kg dan faktor konversi sebesar 2 maka nilai produk sebesar Rp 60.000,-/ kg. dengan nilai tambah yang diperoleh dari satu kilogram buah nipah untuk kolang-kaling Rp 5.250,-/kg, nilai tambah untuk kolang kaling adalah untuk agar-agar sebesar Rp 38.725,-/kotak, dan nilai tambah untuk untuk manisan sebesar Rp 42.900,-/kg. Dengan demikian berarti pengolahan buah nipah menjadi berbagai produk olahan memperoleh hasil yang baik yang dilakukan oleh pelaku usaha dan meningkatkan kualitas produk begitu juga dengan pengolahan daun jeruju. Industri pengolahan nipah memiliki jumlah permintaan akan olahah nipah ini masih relatif sedikit, biasanya ada permintaan kalau ada acara pameran dan arisan. Permintaan terhadap produk olahan nipah biasanya meningkat pada saat bulan puasa karena masyarakat menggunkannnya untuk buka puasa. Industri pengolahan nipah memiliki akses pasar yang lemah karena hanya dipasarkan di daerah tersebut dan biasanya menjualnya di rumahnya dengan membuat tempat seadanya, sehingga masyarakat kurang mengenal olahan nipah. Sedangkan industri pengolahan jeruju memiliki aspek pasar yang cukup baik karena dipasarkan di kawasan wisata Kampoeng Mangrove, Desa Sei nagalawan dan biasanya menerima pesanan dari luar daerah tersebut. Distribusi Nilai Tambah Pada perhitungan nilai dapat diketahui bahwa nilai tambah yang diperoleh untuk kerupuk jeruju sebesar Rp 49.557,-/ kg, dan untuk teh jeruju nilai tambah sebesar Rp 81.150,-/ kg. Dari nilai tambah tersebut dapat diketahui distribusi nilai tambah untuk setiap faktor produksi. Balas jasa atau imbalan untuk pemilik faktor produksi yaitu sebesar Rp 78.000,-/kg untuk kerupuk jeruju, dan untuk teh jeruju Rp 100.000,/kg. Untuk sumbangan input lain sebesar 36% kerupuk jeruju, dan 18 % teh jeruju. Berdasarkan distribusi margin tersebut dapat diketahui bahwa pangsa tenaga kerja dalam pengolahan kerupuk jeruju sebesar Rp. 12.500,- atau
sebanyak 25 %, sedangkan untuk teh jeruju sebesar Rp. 15.000,- atau sebesar 18 % dari nilai produksi. Analisis lebih lanjut bagi pengolah menunjukkan bahwa rate keuntungan bagi pengolah adalah sebesar 74 % dari nilai produksi kerupuk jeruju, dan 81 % dari nilai produksi teh jeruju, artinya setiap 100 unit nilai produksi yang akan di produksikan akan diperoleh keuntungan sebesar 74 dan 81 unit. Dari hasil penelitian yang dilakukan oleh Siregar, et al. (2012), tentang analisis finansial serta prospek pengolahan buah nipah (Nypa fruticans) menjadi berbagai produk olahan yaitu pangsa tenaga kerja dalam pengolahan kolang kaling sebesar Rp.1000,- atau sebanyak 13%, sedangkan untuk agaragar dan manisan nipah sebesar Rp. 2000,- atau sebesar 5% dari nilai produksi. Rate keuntungan yang diperoleh dari pengolahan buah nipah bagi pengolah adalah sebesar 88% dari nilai produksi kolang kaling, dan 95% dari nilai produksi agar-agar dan manisan nipah, artinya setiap 100 unit nilai produksi yang akan diproduksikan akan diperoleh keuntungan sebesar 88 dan 95 unit. Meskipun nilai tingkat keuntungan bagi pengusaha buah nipah dan jeruju sangat besar, akan tetapi dalam menilai rate keuntungan ini juga harus dipertimbangkan kemampuan jangka waktu investasi serta arus penerimaan, terlebih-lebih untuk penjualan berkelanjutan. Jika dilihat dari peluang pasar industri pengolahan nipah dipasarkan di daerah tersebut dan biasanya menjualnya di rumahnya dengan membuat tempat seadanya sehingga peluang pasar kurang tersampaikan kepada konsumen, walaupun dekat dengan kawasan wisata di daerah tersebut tetapi tidak langsung dipasarkan di kawasan wisata. Sedangkan pengolahan daun jeruju memiliki peluang pasar yang cukup baik karena dipasarkan langsung di kawasan wisata Kampoeng Mangrove, Desa Sei nagalawan dan biasanya menerima pesanan dari luar daerah tersebut. Permasalahan Pengembangan Produk Pemasaran Produk Dalam pelaksanaan pemasaran olahan jeruju masih relatif terbatas, dimana pemasaran produk hanya dilakukan di daerah itu saja, yang dilakukan di daerah kawasan wisata di desa tersebut.Hai ini dilakukan agar memberikan kemudahan dalam penjualan produk. Selain itu juga penjulan dilakukan keluar daerah jika ada permintaan pesanan dari Medan maupun luar Kota Medan sebagai oleh-oleh dari wisata Kampoeng Mangrove yang ada di desa tersebut, serta acara-acara tertentu seperti untuk pameran dalam memperkenalkan produk olahan mangrove yang dilakukan oleh LSM . Pada tahun 2013 Kelompok Tani Muara Tanjung pernah melakukan penjualan produk ke beberapa toko yang ada di pusat oleh-oleh Medan daerah bengkel, dengan cara menitip produk jeruju ke tiga toko yang ada di daerah bengkel tersebut. Tetapi usaha penjualan ini tidak berlangsung lama karena produk olahan mangrove yang tidak laku di pasaran, karena jeruju merupakan produk olahan mangrove yang baru dipasaran sehingga masyarakat merasa
sangat asing dengan makananan ini dan juga penjual yang tidak mampu untuk mempromosikan produk tersebut sehingga masyarakat tidak tertarik dengan produk tersebut. Akibat kejadian tersebut Kelompok Tani Muara Tanjung menarik semua produknya dari toko di daerah bengkel karena mengalami kerugian. Langkah pemasaran produk utama yang dilakukan ibu-ibu Kelompok Tani Muara Tanjung yaitu dengan memasarkannya di kawasan wisata Kampoeng Mangrove di desa tersebut. Karena mereka melihat peluang pasar yang ada di desa tersebut, yang bisa dilihat dari jumlah pengunjung yang meningkat setiap tahunya. Wisata Kampoeng Mangrove merupakan tempat wisata pendidikan hutan mangrove dimana pengunjung yang datang di kawasan wisata tersebut akan diperkenalkan dengan berbagai tanamanan jenis mangrove sehingga menambah pengetahuan bagi pengunjung tentang jenis-jenis tanaman mangrove yang ada. Kelompok Tani Muara Tanjung juga memperkenalkan manfaat dari olahan mangrove yang berkhasiat bagi tubuh, kita ketahui bahwa sejak dulu tanaman mangrove digunakan sebagai tanaman obatobatan bagi masyarakat. Sehingga dengan memperkenalkan produk olahan mangrove dapat menambah ketertarikan konsumen untuk membeli produk tersebut, apalagi tanaman mangrove yang bisa diolah menjadi makananan sehingga menambah daya tarik konsumen. Persaingan dan Peluang Pasar Persaingan dalam pemasaran produk olahan jeruju yang ada di daerah tersebut sangat kecil, karena industri pengolahan produk mangrove yang ada tidak begitu berkembang dengan baik. Industri pengolahan jeruju di daerah tersebut hanya diproduksi oleh ibu-ibu Kelompok Tani Muara Tanjung. Masalah utama dalam pengembangan produk olahan mangrove yang terjadi yaitu pemasarannya, karena produk olahan mangrove yang baru sehingga dalam pemasarannya harus dilakukan secara optimal. Dengan melihat permintaan dari konsumen yang terus meningkat serta ketersediaan bahan baku yang cukup maka pengembangan olahan produk jeruju sangat potensial di kembangkan di Desa Sei Nagalawan dan sudah memiliki sertifikasi halal dari MUI (Majelis Ulama Indonesia). Selain itu pula, harga produk yang akan mampu bersaing dan permintaan yang terus ada sehingga ini akan menjadi suatu peluang usaha. Langkah yang harus dilakukan nuntuk mengembangkan produk jeruju ini yaitu dengan melakukan promosi dengan memperkenalkan produk olahan mangrove kepada konsumen. Selain itu dilakukan perbaikan kemasan seperti penambahan tanggal kadar luarsa makanan, perlu adanya izin dari BPOM, dan keterangan mengenai kandungan gizi dan manfaat. Apalagi melihat daerah tersebut yang merupakan daerah kawasan wisata, akan banyak wisatawan yang berkunjung kesana dan merupakan suatu pangsa pasar yang bagus.
KESIMPULAN DAN SARAN
Kesimpulan 1.
2.
3.
Kesimpulan dari penelitian ini adalah : Pengolahan daun jeruju yang dikelola oleh ibu-ibu Kelompok Tani Muara Tanjung di Desa Sei Nagalawan, Dusun 3 (tiga), berupa kerupuk dan teh jeruju yang diusahakan dalam skala rumah tangga. Usaha pengolahan daun jeruju menjadi kerupuk dan teh jeruju menguntungkan secara ekonomi dan layak secara finansial, dengan nilai RC rationya 1,17 dan 2,14. Nilai tambah yang dihasilkan dari olahan daun jeruju untuk kerupuk sebesar Rp 49.577,-/kg dan untuk teh jeruju sebesar Rp 81.150,-/ kg dalam sekali produksi, atau nilai tambah sebesar Rp 49.577,-/kg dan Rp 81.150,-/ kg bahan baku.
Saran 1. Diperlukan langkah strategi dalam peningkatan kualitas produk jeruju pada perbaikan kemasan seperti penambahan tanggal kadar luarsa makanan, perlu adanya izin dari BPOM, dan keterangan mengenai kandungan gizi dan manfaat. 2. Usaha ini dapat berkembang dan meningkat, untuk itu perlu adanya perbaikan dan perapian buku administrasi keuangan sehingga bisa melakukan kerjasama dengan lembaga/instansi untuk peminjaman modal usaha. 3. Peluang pasar masih sangat luas sehingga perlu adanya peran pengelolah daun jeruju untuk mempromosikan produk jeruju, sehingga dapat menambah pendapatan usaha, serta lokasi pasar yang strategis yakni lokasi wisata sehingga pemasaran bisa dilakukan secara optimal. DAFTAR PUSTAKA Alamsyah, I. 2005. Analisis Nilai Tambah dan Pendapatan Usaha Industri Kemplang Rumah Tangga Berbahan Baku Utama Sagu dan Ikan. Jurnal Pembangunan Manusia. Fakultas Pertanian Universitas Sriwijaya, Palembang. Arief, S. 2006. Metode dan Teknik Penelitian Sosial. Penerbit Andi. Yogyakarta. Aziz, N. 2003. Pengantar Mikro Mikro Ekonomi. Bayumedia. Malang. Bandaranayake, W.M. 1998. Traditional and medicinal uses of mangroves. Mangroves and Salt Marshes 2: 133-148. Betrianis. 2006. Penyusutan dan Alokasi Biaya Overhead. Fakultas Teknik Universitas Indonesia. Depok
Brown, B. 2006. Petunjuk Teknis Rehabilitasi Hidrologi Mangrove. Mangrove Action Project dan Yayasan Akar Rumput Laut Indonesia. Yogyakarta. Dalimartha, S. 2006. Atlas Tumbuhan Obat Indonesia. Trubus Agriwidya, Anggota IKAPI, Diterbitkan Untuk PT. Pustaka Pembangunan Swadaya Nusantara. Jakarta. Djojodipuro, M. 1992. Teori Lokasi. Lembaga Penerbit Fakultas Ekonomi UI. Jakarta. Field, C. 1995. Journeys Amongst Mangroves; International Society for Mangrove Ecosystems, Okinawa, Japan. Hong Kong: South China Printing Co. Hardarani, N., Purwito, A., dan Sukma, D. 2012. Perbanyakan In Vitro Pada Tanaman Jeruju (Hydrolea spinosa L.) Dengan Berbagai Konsentrasi Zat Pengatur Tumbuh. Jurusan Budidaya Pertanian, Fakultas Pertanian UNLAM : 6-7 Hernanto F. 1989. Ilmu Usahatani. Penebar Swadaya. Jakarta. Kuswadi. 2006. Analisis Ekonomi Proyek. Penerbit ANDI. Yogyakarta. Moerdiyanto. 2008. Diktat Studi Kelayakan Bisnis. UNY Press. Yogyakarta. Noor, R. Y., M. Khazali, dan I N.N. Suryadiputra. 2006. Panduan Pengenalan Mangrove di Indonesia. PHKA/WI-IP, Bogor. Onrizal. 2008. Panduan Pengenalan dan Analisis Vegetasi Hutan Mangrove. Jurusan Kehutanan. Fakultas Pertanian. Universitas Sumatera Utara. Medan. http://library.usu.ac.id/donwload/fb/hutanonrizal9.pdf. [12 September 2014]. Parlinah, N., Hery Purnomo dan Bramasto Nugroho. 2011. Distrbusi Nilai Tambah Pada Rantai Nilai Mebel Mahoni Jepara. Vol.8 No.2 juni 2011, hal 93-109. Jurnal Penelitian Sosial dan Ekonomi Hutan. Pattiasina, T. A. 2011. Analisis Investasi Pengembangan Nipah (Nypa fruticans) dalam Mendukung Desa Mandiri Energi di Kabupaten Teluk Bintuni Provinsi Papua Barat (Tesis). Sekolah Pascasarjana Institut Pertanian Bogor. Plantamor. 2014. Jeruju. Diakses dari http://www.plantamor.com. [12 September 2014]. Priyono, A., D. Ilminingtyas., Mohson., L.S. Yuliani., dan T.L. Hakim. 2010. Beragam Produk Olahan Berbahan Dasar Mangrove. KeSEMAT. Semarang. Santono, N., Bayu, C.N., Ahmad, F.S, dan Ida, F. 2005. Resep Makanan Berbahan Baku Mangrove dan Pemanfaatan Nipah. Lembaga Pengembangan dan Pengkajian Mangrove.
Sianturi G., A. Purwoko., dan K.S Hartini. 2012. Kajian Bentuk Pengolahan dan Analisis Finansial Buah Api-api (Avicennia officinalis L) Sebagai Bahan Makanan dan Minuman di Kabupaten Deli Serdang. Hal 105. http://ejournal.usu.ac.id [28 April 2015]. Siregar. S. B., A. Purwoko., dan K.S Hartini. 2012. Analisis Finansial Serta Prospek Pengolahan Buah Nipah (nypa fruticans) Menjadi Berbagai Produk Olahan. Hal 105. http://ejournal.usu.ac.id [28 April 2015]. Soekartawi. 1990. Teori Ekonomi Produksi Dengan Pokok-Pokok Bahasan Analisis Fungsi Cobb-Douglas. Rajawali. Jakarta. _________. 1991. Agribisnis Teori dan Aplikasinya. PT. Raja Grafindo Persada : Jakarta. _________. 1995. Dasar Penyusunan Evaluasi Proyek. Pustaka Sinar Harapan. Jakarta. _________. 2000. Pengantar Agroindustri.PT Raja Grafindo Persada. Jakarta. Soekirman. 2013. Serdang Bedagai Kampung Kami, Kehidupan dan Keberadaan Masyarakat di Desa Sergai. Bangun Bangsa Yogyakarta. Yogyakarta. Sudiyono A. 2004. Pemasaran Pertanian. UMM Press. Malang. Sukarjo, S. 1984. Ekosistem Mangrove. Jurnal Lembaga Oseonologi Nasional, LIPI, Jakarta: 110 -111. Suryono, A. 2013. Sukses Usaha Pembibitan Mangrove. Pustaka Baru Press. Yogyakarta. Tambunan. P. 2009. Kajian Potensi Ekonomi Mangrove Studi Kasus di Desa Kayu Besar Kecamatan Bandar Khalifah Kabupaten Deli Serdang. Skripsi. Departemen Kehutanan Universitas Sumatera Utara, Medan. Tarihoran I., A. Purwoko., dan K.S Hartini. 2012. Kajian Analisis Buah Berembang (Sonneratia caseolaris) Sebagai Bahan Makanan dan Minuman di Kabupaten Deli Serdang. Hal 164. http://ejournal.usu.ac.id [28 April 2015]. Wafiroh. 2011. Pengaruh Salinitas Terhadap Tumbuhan Mangrove Acanthus ilicifolius. Tesis Fakultas Biologi Universitas Jenderal Soedirman.