EFISIENSI PADA KOMISI PEMBERANTASAN KORUPSI (KPK) DI INDONESIA DENGAN METODE DATA ENVELOPMENT ANALYSIS (DEA) SKRIPSI Diajukan Kepada Fakultas Ekonomi dan Bisnis Untuk Memenuhi Syarat – Syarat Guna Memperoleh Gelar Sarjana Ekonomi (S.E)
DisusunOleh : MUHAMMAD YUSUF NIM :1111084000058
JURUSAN ILMU EKONOMI DAN STUDI PEMBANGUNAN FAKULTAS EKONOMI DAN BISNIS UNIVERSITAS ISLAM NEGRI SYARIF HIDAYATULLAH JAKARTA 1436 H/2015 M
DAFTAR RIWAYAT HIDUP I.
IDENTITAS PRIBADI 1. Nama Lengkap
: Muhammad Yusuf
2. Tempat Tanggal Lahir
: Jakarta, 10 Juni 1993
3. Alamat
: Jl. Bangka IV No.50, RT 020 RW 03, Pela Mampang, Mampang Prapatan, Jakarta Selatan, DKI Jakarta
II.
4. Telepon
: 08561046515
5. E-mail
:
[email protected]
PENDIDIKAN 1. SDN 02 Petang Jakarta
Tahun 1999-2005
2. SMP Negeri 141 Jakarta
Tahun 2005-2008
3. SMA Negeri 60 Jakarta
Tahun 2008-2011
4. S1 Ilmu Ekonomi Studi Pembangunan
Tahun 2011-2015
UIN Syarif Hidayatullah
III.
PENGALAMAN ORGANISASI
IV.
SEMINAR DAN WORKSHOP 1. Seminar Nasional “How to Get International Scholarships?”, diselenggarakan oleh Himpunan Mahasiswa Jurusan Pendidikan IPA UIN Syarif Hidayatullah Jakarta, 17 Oktober 2012. 2. Dialog Jurusan & Seminar Konsentrasi “Mengenal Lebih Dekat dengan Jurusan Sendiri”, diselenggarakan oleh Himpunan Mahasiswa Jurusan Ilmu Ekonimi dan Studi Pembangunan (HMJ IESP) Fakultas Ekonomi dan Bisnis – UIN Syarif Hidayatullah Jakarta, 3 Oktober 2013.
i
3. Bedah Buku “ Satanic Finance”, diselenggarakan oleh LDK KOMDA Fakultas Ekonomi dan Bisnis UIN Syarif Hidayatullah Jakarta, 7 Mei 2014, 4. Seminar Nasional IAEI “Penyiapan SDM Berbasis Kompetensi Syariah Dalam Pengembangan Perbankan Syariah Era MEA 2015”, diselenggarakan
oleh
Ikatan
Ahli
Ekonomi
Islam
Indonesia
bekerjasama dengan Universitas Prof. Dr. Moestopo (Beragama), 11 Oktober 2014. 5. Seminar Nasional “Mewujudkan Lembaga Keuangan Mikro yang Berdaya Saing Dalam Menghadapi MEA (Masyarakat Ekonomi ASEAN) 2015”, diselenggarakan oleh Social Trust Fund UIN Syarif Hidayatullah Jakarta, 13 Oktober 2014. 6. Seminar Nasional “Prospek Dan Peluang Bekerja Di Perbankan Syariah” diselenggarakan oleh Yayasan Panca Sakti Luhur Jakarta bekerja sama dengan Sekolah Tinggi Manajemen IMMI, 11 April 2015.
V.
PENGALAMAN KERJA 1. Kuliah Kerja Nyata (KKN) sebagai divisi perlengkapan, 2014. 2. Litbang KOMPAS Gramedia sebagai surveyor dalam Survei Pemilu, 2014. 3. Transpararency International Indonesia sebagai Rapporteur dalam Forum Gratifikasi Nasional, 2014. 4. Litbang KOMPAS Gramedia sebagai surveyor dalam Survei Indeks Kota Kerdas Indonesia, 2015.
ii
VI.
LATAR BELAKANG KELUARGA 1. Ayah
: Sugiyo Futopo
2. Tempat, Tanggal Lahir
: Comal, 27 Mei 1963
3. Ibu
: Almh. Muharyati
4. Tempat, Tanggal Lahir
: Brebes, 12 Juni 1964
5. Alamat
: Jl. Bangka IV No.50, RT 20 RW 03, Pela Mampang, Mampang Prapatan, Jakarta-Selatan, DKI Jakarta
6. Anak ke
: 2 dari 3 bersaudara
iii
ABSTRACT If the talk and focus on Indonesia, to which Indonesia is a country with a Muslim majority in the world, if seen from the facts and existing rasuah case, still worth if Indonesia becomes a haven for corruptors to commit criminal acts of corruption, this is due to the weakness and not maximal governing law. Rasuah potential is still very large in Indonesia, therefore the government established the Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK). The purpose of this study was to determine the level of efficiency of the Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK). The data used in this research is secondary data obtained from the annual report published by Komisi Pemberantasan Korupsi. Measurement of efficiency in this study using Data Envelopment Analysis (DEA). Input variables used in this study is the budget for the KPK and the number of deputies prosecution, while the variable output is and religiosity (religious activities) and cases handled. Results from this study indicate that the KPK is always achieve the level of efficiency of 100 percent in the period 2010, 2012 and 2014, in other side the KPK experienced inefficiency in 2011 and 2013. On average achievement of efficiencies KPK from 2010 to 2014 amounted to 96.71 percent. Keyword: Efficiency, Data Envelopment Analysis, Komisi Pemberantasan Korupsi
iv
ABSTRAK Jika bicara dan fokus pada Indonesia, yang mana Indonesia merupakan Negara dengan mayoritas muslim terbesar di dunia, jika dilihat dari fakta dan kasus rasuah yang ada, masih pantaslah jika Indonesia menjadi surga para koruptor untuk melakukan tindak pidana korupsi, hal ini dikarenakan masih lemahnya dan belum maksimalnya hukum yang mengatur. Potensi rasuah masih sangat besar di Indonesia, maka dari itu pemerintahan mendirikan Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK). Tujuan dari penelitian ini adalah untuk mengetahui tingkat efisiensi Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK). Data yang digunakan dalam penelitian ini adalah data sekunder yang diperoleh dari laporan tahunan yang diterbitkan oleh KPK. Pengukuran efisiensi dalam penelitian ini menggunakan metode Data Envelopment Analysis (DEA). Variabel input yang digunakan dalam penelitian ini adalah anggaran untuk KPK dan jumlah deputi penindakan, sedangkan variabel outputnya adalah religiusitas (kegiatan keagamaan) dan kasus yang ditangani. Hasil dari penelitian ini menunjukkan bahwa KPK yang selalu mencapai tingkat efisiensi 100 persen pada periode 2010, 2012 dan 2014, di sisi lain KPK mengalami inefisiensi pada tahun 2011 dan 2013. Rata-rata pencapaian efisiensi KPK dari tahun 2010 sampai 2014 adalah sebesar 96.71 persen.
Kata kunci: Efisiensi, Data Envelopment Analysis, Komisi Pemberantasan Korupsi.
v
KATA PENGANTAR Assalamu’alaikum Wr. Wb Segala puji bagi Allah SWT, Al - Wahhab Yang Maha Penganugrah, yang telah memberikan karunia-Nya kepada penulis, sehingga penulis dapat menyelesaikan skripsi ini dengan baik. Shalawat serta salam penulis haturkan kepada Nabi Muhammad SAW, nabi akhir zaman, yang telah membimbing umatnya menuju jalan kebenaran. Penulisan skripsi yang berjudul “Efisiensi Pada Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) di Indonesia Dengan Metode Data Envelopment Analysis (DEA)” ini disusun dalam rangka memenuhi syarat - syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Ekonomi di Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta. Pada kesempatan ini, dengan segala kerendahan hati penulis menyampaikan terimakasih atas bantuan, bimbingan, dukungan, semangat dan doa, baik langsung maupun tidak langsung dalam penyelesaian skripsi ini, kepada: 1. Keluarga yang terbaik dan tersayang, Almarhum Ibunda Muharyati yang selama hidupnya tidak pernah bosan mencurahkan doa di setiap sujudnya untuk mengiringi langkah hidup penulis, dan selalu memberikan motivasi terbaik serta perhatiannya selama ini kepada penulis. Ayahanda Sugiyo Futopo yang telah bekerja keras demi anak - anak dan keluarga. Penulis mengucapkan banyak terima kasih untuk segala curahan kasih sayang yang tulus, perhatian, motivasi baik moril maupun materil, serta doa - doanya yang selalu mengiringi langkah penulis untuk meraih cita - cita yang penulis impikan. 2. Dr. Arief Mufraini selaku Dekan Fakultas Ekonomi dan Bisnis UIN Syarif Hidayatullah Jakarta yang baru semoga dapat memajukan dan mengembangkan FEB lebih baik lagi. 3. Bapak Arief Fitrijanto M, Si, selaku Jurusan Ilmu Ekonomi Studi Pembangunan yang baru semoga dapat memajukan dan mengembangkan IESP lebih baik lagi.
vi
4. Bapak Zuhairan Y. Yunan, S.E, M. Sc dan Bapak Zainail Mutaqqin M.Pp selaku Ketua Jurusan dan Sekretaris IESP sebelumnya di Fakultas Ekonomi dan Bisnis Jakarta yang telah meluangkan waktu dan arah – arahan yang baik selama saya berkonsultasi. 5. Bapak DR. IR. H. Roikhan Mochamad Aziz MM, selaku Dosen Pembimbing Skripsi I dan penemu rumus tuhan hahslm, yang dengan kerendahan hatinya bersedia meluangkan waktu untuk memberikan pengarahan, ilmu yang berharga, serta bimbingan yang sangat berarti selama penyelesaian skripsi. Terima kasih atas semua saran dan arahan yang Bapak berikan selama proses penulisan hingga terselesaikannya skripsi ini. Semoga Allah SWT membalas kebaikan bapak. 6. Bapak Rizqon Halal Syah Aji, M.Si, selaku Dosen Pembimbing Skripsi II yang yang telah meluangkan waktu untuk memberikan ilmu dan pengetahuan guna melancarkan penulisan skripsi ini sehingga sampai pada sidang skripsi. 7. Seluruh dosen yang telah memberikan ilmu pengetahuan dan karyawanUIN Syarif Hidayatullah Jakarta yang telah memberikan bantuan kepada penulis. 8. Kakak penulis yaitu Gaga Angga Saputra yang selalu memberi semangat dan menghibur dalam menyelesaikan skripsi ini. 9. Adik penulis yaitu Lulu Fauziah yang selalu menghibur dan memberikan semangat dalam menyelesaikan skripsi ini. 10. Sahabat yang terbaik dan tersayang sejak SMP yaitu Andri Riyadi, Bobby Hamonangan Simanjuntak, Jefry Wahyu Saputra, Raden Mohammad Denny Saputra, dan Umar Muchtar. Terima kasih atas doa kalian dan semangat serta dukungannya kepada penulis dalam menyelesaikan skripsi ini. Semoga persahabatan ini selalu erat dan saling mendukung serta mendoakan satu sama lain dalam menggapai impian masing - masing. 11. Sahabat yang terbaik dan tersayang sejak SMA yaitu Basori Ahmad, Langgeng Setyo Utomo dan Rosyaleh Zakhiri. Terima kasih atas doa kalian dan semangat serta dukungannya kepada penulis dalam menyelesaikan skripsi ini. Semoga
vii
persahabatan ini selalu erat dan saling mendukung serta mendoakan satu sama lain dalam menggapai impian masing - masing. 12. Kepada Rahma Chairunisa yang selalu mendukung dan mendoakan saya serta memberikan semangat dan membantu dalam proses penyelesaian skripsi ini, penulis mengucapkan banyak terima kasih atas perhatiannya selama ini. 13. Sahabat yang terbaik dan seperjuangan IESP 2011, Feristi Irza Rolis, Dita Nur Amanda, Refi Kurniasari, Aldila Hapsari, Mirna Fitri, Vina Refriana, Dimas Brianto, Dwi Nuni, Ario Wicaksono, Ziko Medri Saputra, Geo Fikri Muhammad, Ahmad Misbahul Munir dan Risdiansyah. Terima kasih atas dukungan, semangat, doa, serta seluruh masa indah yang kita pupuk saat senang dan sedih selama empat tahun kuliah ini. 14. Teman - teman IESP angkatan 2011 yang penulis cintai dan tidak bisa penulis sebutkan satu-persatu. Terima kasih untuk empat tahun kebersamaan dengan kalian yang penuh warna, tanpa kalian penulis bukanlah siapa - siapa, serta tiada kesan tanpa adanya kalian selama empat tahun ini. Semoga Allah selalu melindungi setiap langkah kalian dalam menggapai kesuksesan dan membalas kebaikan - kebaikan kalian. 15. Kakak jurusan IESP yaitu Virgin Ariana Pramono yang dengan kerendahan hati telah berbagi ilmu dan memberikan bantuannya, serta dukungannya untuk penulis selama menyelesaikan skripsi ini. 16. Kelompok KKN “Teropong” yaitu Abdil Izzat Malanovic, Indras Pian, Eko Prayitno, Ridho Ihsani, Maryanti Wahyuningsih, Siti Noer Rahma Cahyani, Nevisia Nindya Pradani, Uswatun Hasanah, Nurmahalia, Fahrul Ramadhan, dan Ade Badru Tamam, terima kasih atas kerjasamanya dalam menyukseskan praktek Kuliah Kerja Nyata (KKN) di Desa Situdaun, Bogor. Semoga Allah Swt melindungi setiap langkah kalian dalam menggapai impian masing-masing.
viii
Penulis
menyadari
sepenuhnya
bahwa
skripsi
ini
masih
jauh
dari
sempurnadikarenakan terbatasnya pengalaman dan pengetahuan yang dimiliki penulis.Olehkarena itu, penulis mengharapkan segala bentuk saran serta masukan bahkankritik yang membangun dari berbagai pihak. Wassalamua’alaikumWr. Wb. Jakarta, 5 Juli 2015
Muhammad Yusuf
ix
DAFTAR ISI Cover Lembar Pengesahan Pembimbing Lembar Pengesahan Ujian Komprehensif Lembar Pengesahan Ujian Skripsi Lembar Pernyataan Keaslian Karya Ilmiah Daftar Riwayat Hidup………………………………………………….
i
Abstract…………………………………………………………………..
iv
Abstrak………………………………………………………………….
v
Kata Pengantar…………………………………………………………
vi
Daftar Isi……………………………………………… …………………
x
Daftar Tabel……………………………………………………………..
xiii
Daftar Grafik…………………………………………………………….
xiv
Daftar Lampiran………………………………………………………..
xv
BAB I PENDAHULUAN………………………………………………….
1
A. Latar Belakang…….……………………………………………...... B. Perumusan Masalah………………………………………………… C. Tujuan dan Manfaat Penelitian……………………………………..
1 7 7
BAB II TINJAUAN PUSTAKA…………………………………………. A. Landasan Teori……………………………………………………... 1. Rasuah.…………………………………………………………… 2. Korupsi………………………………………………………….... a. Pengertian Korupsi………….……………………..…………. x
9 9 9 10 10
b. Korupsi Dalam Hukum Islam………………………………… 11 3. Komisi Pemberantasan Korupsi…………………………………… 15 a. Pengertian Komisi Pemberantasan Korupsi…………………… 15 b. Tugas Komisi Pemberantasan Korupsi…………...…….……... 16 c. Struktur Komisi Pemberantasan Korupsi …….……………….. 17 d. Visi dan Misi Komisi Pemberantasan Korupsi……….………. 18 4. Teori Efisiensi……………………...……………………………... 19 a. Pengertian Efisiensi……………………………………………. 19 b. Efisien Dalam Hukum Islam…………………………………… 26 5. Konsep CRS dan VRS……………………………………………. 29 6. Orientasi Pengukuran Data Dengan Menggunakan Data Envelopment Analisys………………………………………………………………. 32 7. Konsep Input dan Output Dalam Pengukuran Efisiensi…………… 33 8. Data Envelopment Analysis (DEA)………………………………. 34 B. Penelitian Terdahulu………………………………………………...... 37 1. Harjum Muharam dan Pusvitasari (2007)………………………… 38 2. Lela Dina Pertiwi (2007)..…………...……………………..……. 38 3. Nasher Akbar (2009) ……………………...………………........... 39 4. Rakhmat Purwanto (2011) …..………………………………….... 40 5. Norazlina Abd. Wahab dan Abdul Rahim Abdul Rahman (2012)…. 40 6. Sandi Kusuma Wardana (2013)……………………………….…… 41 7. Dian Merini (2013)………………………………………………… 42 8. Norazlina Abd. Wahab dan Abdul Rahim Abdul Rahman (2013)…. 43 C. Kerangka Berpikir……………………………………………………... 48 BAB III METODOLOGI PENELITIAN……………………………………. A. B. C. D.
Ruang Lingkup Penelitian……………………………………………… Sumber Data…………….……………………………………………… Metode Pengumpulan Data……..……………………………………… Metode analisis Data…….……………..………………………………. 1. Metode Data Envelopment Analysis (DEA)……………………….. 2. Model Pengukuran Efisiensi Teknik……………………………….. E. Variabel Operasional Penelitian…………………………………………
BAB IV ANALISIS DAN PEMBAHASAN……………………………….. A. Sekilas Gambaran Umum Objek Penelitian…………………………….. 1. Perkembangan Komisi Pemberantasan Korupsi di Indonesia………. xi
51 51 51 51 53 53 60 64 66 66 66
2. Perkembangan Badan Amaliah Islam KPK (BAIK)………………... 3. Uraian Data………………………………………………………….. B. Analisis dan Pembahasan………………………………………… 1. Hasil Perhitungan dan Analisis Tingkat Efisiensi KPK……… a. Analisis Teknis Efisiensi KPK Tahun 2010……………… b. Analisis Teknis Efisiensi KPK Tahun 2011……………… c. Analisis Teknis Efisiensi KPK Tahun 2012……………… d. Analisis Teknis Efisiensi KKP Tahun 2013…………….. e. Analisis Teknis Efisiensi KPK Tahun 2014…………… 2. Analisis dan Interpretasi……………………………………...
72 73 80 82 83 84 85 86 87 88
BAB V KESIMPULAN DAN SARAN………………………………….
93
A. Kesimpulan………………………………………………………. B. Saran………………………………………………………………
93 94
DAFTAR PUSTAKA……………………………………………………..
xii
96
DAFTAR TABEL Tabel 1.1 Daftar Peringkat Indeks Persepsi Korupsi……………………….
2
Tabel 1.2 Daftar Peringkat Indeks Persepsi Korupsi……………………….
3
Tabel 2.1 Ringkasan Penelitian Terdahulu…………………………………
44
Tabel 2.2 Kerangka Berpikir……………………………………………..
50
Tabel 3.1 Operasional Variabel Penelitian……………………………….
65
Tabel 4.1 Input Anggaran untuk KPK………………………………...
74
Tabel 4.2 Input Jumlah Deputi Penindakan…………………………….
76
Tabel 4.3 Output Religiusitas (kegiatan keagamaan)…………………….
77
Tabel 4.4 Output Kasus yang Ditangani………...……………………….
78
Tabel 4.5 Tingkat Efisiensi KPK………………………………………...
81
Tabel 4.6 Tingkat Efisiensi KPK…………………………………………
83
Tabel 4.7 Hasil Efisiensi KPK Tahun 2010 ………………...……………
83
Tabel 4.8 Hasil Efisiensi KPK Tahun 2011 ……………….……………
84
Tabel 4.9 Hasil Efisiensi KPK Tahun 2012…………………………….
85
Tabel 4.10 Hasil Efisiensi KPK Tahun 2013…………………………….
86
Tabel 4.13 Hasil Efisiensi KPK Tahun 2014 ….…………...…………….
88
xiii
DAFTAR GRAFIK Grafik 4.1 Input Anggaran Untuk KPK………………………………….
75
Grafik 4.2 Input Jumlah Deputi Penindakan .……………………………
76
Grafik 4.3 Output Religiusitas (kegiatan keagamaan)…………………….
78
Grafik 4.5 Output Kasus yang Ditangani………….…….……………….
79
xiv
DAFTAR LAMPIRAN Lampiran 1 Data Input – Output KPK Tahun 2010 – 2014 ……………..
99
Lampiran 2 Tabel Efisiensi KPK Tahun 2010 dengan DEAWIN .………
100
Lampiran 3 Tabel Efisiensi KPK Tahun 2011 dengan DEAWIN……….
101
Lampiran 4 Tabel Efisiensi KPK Tahun 2012 dengan DEAWIN……….
102
Lampiran 5 Tabel Efisiensi KPK Tahun 2013 dengan DEAWIN……......
103
Lampiran 6 Tabel Efisiensi KPK Tahun 2014 dengan DEAWIN……….
104
xv
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penelitian Dari berbagai Negara yang berada di belahan dunia, rasuah atau yang dikenal dengan korupsi dianggap sebagai musuh terbesar di dalam Negara tersebut, karena korupsi sangat bisa menghancurkan suatu sistem ataupun tujuan yang telah dibuat dan direncanakan dengan bagus oleh suatu Negara tersebut dan korupsi semestinya harus dilawan dan diperangi secara bersama – sama oleh masyarakat serta pemerintahan di dalam suatu Negara, agar keadaan suatu Negara dapat lebih baik dan dapat memenuhi dan mencapai tujuan yang ingin dicapai oleh suatu Negara tersebut. Jika bicara mengenai rasuah, sesungguhnya rasuah memang sudah ada dari zaman dahulu dan perkembangannya serta prakteknya sampai
sekarang
masih saja ada, hal ini dikarenakan dengan adanya budaya dan kebiasaan yang terus - menerus diterapkan oleh masyarakat di suatu Negara dan ditambah dengan peraturan serta hukum yang belum memberikan efek jerah bagi para pelaku praktek rasuah di berbagai Negara, maka dari itu sekiranya hal - hal yang menyebabkan prektek rasuah ini masih saja ada pada zaman sekarang ini. Dewasa ini para pelaku dari praktek rasuah itu bisa dari semua kalangan, baik yang berasal dari kalangan bawah sampai dengan kalangan atas, bahkan melibatkan pejabat publik ataupun aparat Negara. Tentunya praktek rasuah yang
1
dilakukan itu berbeda – beda, dari yang mempunyai skala kecil, sampai dengan skala yang besar, yang mana dari melakukan suap sampai dengan mengambil uang milik Negara demi kepentingan dan memperkaya diri sendiri. Hal ini tentunya membuat masyarakat sangat khawatir akan hal ini, maka dari itu di berbagai Negara, rasuah dinyatakan sebagai kejahatan yang sangat luar biasa dan hukumannya sangat berat bagi pelakunya. Tabel 1.1 Daftar Peringkat Indeks Persepsi Korupsi Peringkat Negara Skor 107 Indonesia 34 126 Pakistan 29 136 Iran 27 159 Syria 20 166 Libya 18 172 Afganistan 12 173 Sudan 11 Sumber : Laporan Indeks Persepsi Korupsi Tahun 2014, Transparancy International Indonesia, Diolah Jika merujuk dari laporan yang dikeluarkan oleh Transparency International di tahun 2014, yang menunjukkan bahwa yang termasuk ke dalam Negara yang paling rasuah ialah bukan saja Negara muslim yang tipologi nya sekuler, tetapi juga ada Negara muslim yang merupakan neo Islam seperti Afganistan, Iran, Libya, Pakistan dan juga Sudan. Sementara Negara muslim yang tipologinya sekuler yang dinilai termasuk dalam Negara yang tinggi praktek rasuahnya yaitu Indonesia, dan Syiria. Tentunya hal ini membuat para Negara muslim sudah sepatutnya malu akan fakta dari laporan tersebut.
2
Tabel 1.2 Daftar Peringkat Indeks Persepsi Korupsi Peringkat Negara Skor 1 Denmark 92 2 New Zealand 91 3 Finlandia 89 4 Sweden 87 5 Norway 86 Sumber : Laporan Indeks Persepsi Korupsi Tahun 2014, Transparancy International Indonesia, Diolah Jika melihat pada tabel diatas pada laporan yang dikeluarkan oleh Transparency International di tahun 2014, yang menjadi Negara yang paling bersih dan menjauhi dari praktek rasuah merupakan Negara non muslim, yaitu Denmark, New Zealand, Finlandia, Swedia, dan Norwegia. Sedangkan Negara muslim jauh tertinggal di belakang, jika sudah begini berarti bisa dikatakan bahwa Negara non muslim lebih pandai dan lebih mampu dalam menerapkan nilai – nilai terhadap anti rasuah jika dibandingkan dengan Negara muslim sendiri. Melihat fakta tersebut sesungguhnya sangat disayangkan sekali oleh semua pihak yang mana, seharusnya Negara muslimlah yang mempunyai akhlak yang bagus dan bersih dan mampu serta lebih baik dalam menerapkan nilai – nilai anti rasuah dibandingkan Negara non muslim, namun jika merujuk pada fakta tersebut Negara muslim sudah sepatutnya segera membenahi diri, mulai dari membuat peraturan yang tegas sampai dengan pembekalan diri agar akhlak indivdu di Negara muslim bisa sempurna dan agar nantinya selalu amanah dalam menjalankan semua pekerjaan.
3
Jika melihat Indonesia, rasuah memang sudah ada dan mendarah daging sejak zaman pemerintahan terdahulu sampai dengan zaman pemerintahan sekarang, hal inilah yang membuat rasuah harus diberantas secara keseluruhan, karena pelaku praktek rasuah sangatlah cerdas dalam menyembunyikan berbagai praktek rasuahnya tersebut, dari rasuah yang kerugiannya tidak diraasakan langsung maupun yang dirasakan langsung dampaknya oleh masyarakat. Jika bicara dan fokus pada Indonesia saja, yang mana Indonesia merupakan Negara dengan mayoritas muslim terbesar di dunia, jika dilihat dari fakta dan kasus rasuah yang ada, masih pantaslah jika Indonesia menjadi surga para koruptor untuk melakukan tindak pidana korupsi, hal ini dikarenakan masih lemahnya dan belum maksimalnya hukum yang mengatur, bahkan di Indonesia masih terdapat beberapa praktek rasuah yang dilakukan oleh aparat hukum. Kemudian hal inilah yang dengan sendirinya akhirnya membentuk opini publik terhadap pemerintahan dan aparat Negara menjadi buruk dan cenderung tidak percaya terhadap pekerjaan yang dilakukan oleh pemerintahan dan aparat Negara tersebut. Dari berbagai kasus rasuah yang terjadi di Indonesia kasus suap merupakan kasus yang paling banyak ditemui dan sering terjadi di Indonesia, mulai dari suap untuk mendapatkan sebuah jabatan maupun melakukan suap demi kepentingan pribadi maupun kepentingan kelompok tertentu, tentunya hal ini perlu disikapi secara tegas dan bersama - sama untuk menghentikan perkembangan dari praktek rasuah yang telah meyebar ke seluruh daerah yang ada di Indonesia ini. Suap bukanlah satu – satunya penyebab terjadinya rasuah di 4
Indonesia, rasuah juga bisa terjadi dari sifat individu itu sendiri yang akhlaknya buruk dan juga mempunyai sifat tamak atau rakus akan harta. Sifat tamak atau rakus ini merupakan sifat yang buruk, sifat ini memang lumrah dimiliki oleh manusia, yang mana manusia merupakan makhluk yang tidak akan pernah puas terhadap apa yang sudah dimiliki, dan apa yang telah dikaruniakan oleh Allah SWT, biasanya sifat inilah yang dominan terhadap terjadinya rasuah di Indonesia, mereka yang mempunyai sifat tamak ini hanya memandang bahwa kesenangan dan kepuasan terletak pada melimpahnya harta kekayaan yang dimiliki, tanpa memperdulikan dari mana asal harta kekayaan tersebut dan juga rasuah merupakan cara yang cepat dan cara yang mudah untuk memperoleh kekayaan. Rasuah yang dilakukan oleh pejabat Negara dan pegawai pemerintahan tentunya akan merugikan keuangan Negara dan juga dapat menghambat berkembangnya suatu daerah ataupun suatu Negara karena yang seharusnya uang yang awalnya untuk membangun ataupun untuk memperbaiki sarana prasarana, namun banyak sekali yang diselewengkan dan digunakan untuk kepentingan pribadi, dari tindakan segelintir orang inilah, masyarakat di suatu daerah ataupun suatu Negara banyak yang terkena dampaknya, akibat dari perilaku tidak terpuji yang dilakukan oleh pejabat Negara yang melakukan praktek rasuah. Atas dasar itulah kemudian pemerintah berinisiatif untuk mendirikan lembaga independen yang bernama Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK). Tentunya dengan adanya KPK Pemerintah berharap agar praktek rasuah dapat 5
ditekan dan bahkan bisa menghilangkan praktek rasuah di Indonesia, serta juga dapat mengembalikan dan menciptakan pemerintahan yang amanah, karena uang yang sudah dianggarkan dapat digunakan sebaik – baiknya oleh pihak terkait dan tidak disalah gunakan oleh pihak yang tidak bertanggung jawab. Di dalam lembaga KPK tentunya terdapat kinerja atau laporan yang mana KPK biasa mengeluarkannya dalam bentuk laporan tahunan yang diterbitkan hampir di setiap tahun, sekiranya bagi masyarakat perlu mengetahui bahwa sesungguhnya telah efisien atau belum kinerja pada KPK. Jika telah diketahui bahwa kinerja KPK telah efisien, maka KPK dapat dikatakan juga sebagai lembaga yang amanah di Indonesia. Berdasarkan uraian di atas, maka untuk mengetahui lebih lanjut mengenai efisiensi kinerja pada komisi pemberantasan korupsi (KPK), penulis bermaksud mengadakan penelitian ilmiah yang dituangkan ke dalam skripsi dengan judul “EFISIENSI PADA KOMISI PEMBERANTASAN KORUPSI (KPK) DI INDONESIA DENGAN METODE DATA ENVELOPMENT ANALYSIS (DEA)”.
6
B. Rumusan Masalah Berdasarkan latar belakang penelitian tersebut, maka perumusan masalah yang dikaji dalam penelitian ini sebagai berikut : 1. Bagaimana tingkat efisiensi pada Komisi Pemberantasan Korupsi? 2. Seberapa besar input serta output yang dapat diperbaiki guna mencapai kondisi efisien melalaui potential improvement variable input output pada Komisi Pemberantasan Korupsi?
C. Tujuan dan Manfaat Penelitian 1. Tujuan Penelitian Adapun tujuan yang ingin dicapai dalam penulisan skripsi ini adalah : a. Untuk mengetahui tingkat efisiensi pada Komisi Pemberantasan Korupsi. b. Untuk mengetahui seberapa besar input serta output yang dapat diperbaiki guna mencapai kondisi efisien melalaui potential improvement variable input output pada Komisi Pemberantasan Korupsi. 2. Manfaat Penelitian Dengan dilakukannya penelitian ini penulis mengharapkan dapat memberikan manfaat untuk berbagai pihak, Adapun manfaat yang ingin diperoleh dari penilitian ini antara lain : a.
Bagi penulis Penelitian ini diharapkan akan memberikan wawasan dan menambah
khasanah
ilmu
pengetahuan
bagi
penulis
dalam
7
meningkatkan pengetahuan mengenai tingkat efisiensi pada Komisi Pemberantasan Korupsi. b.
Bagi Lembaga Penelitian
ini
diharapkan
berguna
sebagai
bahan
untuk
meningkatkan kualitas dan senantiasa memperbaiki perannya dan meningkatkan kepercayaan masyarakat terhadap Komisi Pemberantasan Korupsi. c.
Bagi Universitas Penelitian ini diharapkan berguna untuk kalangan akademis yang dijadikan sebagai pedoman, bahan referensi atau juga untuk kajian pustaka untuk menambah informasi bagi penelitian selanjutnya atau penelitian lainnya yang terkait.
d.
Bagi Masyarakat Penelitian ini diharapkan dapat memberikan wawasan dan gambaran spesifik kepada masyarakat tentang tingkat efisiensi pada Komisi Pemberantasan korupsi .
8
BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Landasan Teori 1. Rasuah Dalam kamus dewan edisi keempat (2010) terbitan dewan bahasa dan pustaka, malaysia, kata “rasuah” dimaknai sebagai “pemberian untuk menumbuk rusuk (menyuap, menyogok), (wang) tumbuh rusuk (sogok suap). (Kamus Dewan Edisi keempat Malaysia 2010:1292). Sedangkan menurut KBBI, istilah “rasywah” yang tergolong nomina (kata benda)
berarti
“pemberian
untuk
menyogok
(menyuap),
uang
sogok
(suap)”(KBBI; 933). Rasuah adalah penerimaan atau pemberian suapan sebagai upah atau dorongan untuk seseorang individu karena melakukan atau tidak melakukan sesuatu perbuatan yang berkaitan dengan tugas rasmi.Suapan terdiri daripada wang, hadiah, bonus, undi, perkhidmatan, jawatan upah, diskaun. (Akta Suruhanjaya Pencegahan Rasuah Malaysia 2009 (ASPRM 2009) :Akta 694). Terdapat empat kesalahan rasuah yang utama iaitu : 1) Meminta/menerima rasuah (seksyen16 & 17(a) ASPRM 2009) 2) Menawar/memberi suapan (seksyen17(b) ASPRM 2009) 3) Mengemukakan tuntunan palsu (seksyen 18 ASPRM 2009) 9 9
4) Menggunakan jawatan/kedudukan untuk suapan pegawai badan awaw (seksyen 23 ASPRM 2009) 2. Korupsi a. Pengertiaan Korupsi Korupsi dan koruptor berasal dari bahasa latincorruptus, yakni berubah dari kondisi yang adil, benar dan jujur menjadi kondisi yang sebaliknya (Azhar, 2003:28). Sedangkan kata corruptio berasal dari kata kerja corrumpere, yang mempunyai arti yaitu busuk, rusak, menggoyahkan, memutar balik dan menyogok, orang yang dirusak, dipikat, atau disuap (Nasir, 2006:281-282). Korupsi adalah penyalahgunaan amanah untuk kepentingan pribadi (Anwar, 2006:10). Masyarakat pada umumnya menggunakan istilah korupsi untuk merujuk kepada serangkaian tindakan - tindakan terlarang atau melawan hukum dalam rangka mendapatkan keuntungan dengan merugikan orang lain. Hal yang paling mengidentikkan perilaku korupsi bagi masyarakat umum adalah penekanan pada penyalahgunaan kekuasaan atau jabatan publik. Menurut perspektif hukum, definisi korupsi secara gamblang telah dijelaskan dalam 13 buah Pasal dalam UU No. 31 Tahun 1999 UU No. 20 Tahun 2001. Berdasarkan pasal-pasal tersebut, korupsi dirumuskan kedalam tiga puluh bentuk/jenis tindak pidana korupsi yang dapat dikelompokkan: kerugian keuangan negara, suap - menyuap, penggelapan dalam jabatan, pemerasan, perbuatan curang, benturan kepentingan dalam pengadaan, gratifikasi. Pasal-pasal tersebut
10
menerangkan secara terperinci mengenai perbuatan yang bisa dikenakan pidana penjara karena korupsi (KPK, 2006: 19-20). Dalam UU No. 20 Tahun 2001 terdapat pengertian bahwa korupsi adalah tindakan melawan hukum dengan maksud memperkaya diri sendiri, orang lain, atau korporasi yang berakibat merugikan keuangan negara atau perekonomian negara. Ada sembilan tindakan kategori korupsi dalam UU tersebut, yaitu: suap, illegal profit, secret transaction, hadiah, hibah (pemberian), penggelapan, kolusi, nepotisme, dan penyalahgunaan jabatan dan wewenang serta fasilitas negara. b. Korupsi Dalam Hukum Islam Tindak pidana korupsi sejatinya adalah salah satu tindak pidana yang cukup tua usianya. Hal ini dapat ditelusuri melalui sejarah klasik Islam yaitu pada masa Rasulullah sebelum turunnya surat Ali Imran ayat 161. Saat itu, kaum muslimin kehilangan sehelai kain wol berwarna merah pasca perang.Kain wol yang sebagai harta rampasan perang itu pun diduga telah diambil sendiri oleh Rasulullah Saw. Untuk menghindari keresahan kalangan muslim saat itu, Allah pun menurunkan surat Al Imran ayat 161 yang berbunyi :
11
Artinya: “tidak mungkin seorang Nabi berkhianat dalam urusan harta
rampasan perang. Barangsiapa yang berkhianat dalam urusan rampasan perang itu, Maka pada hari kiamat ia akan datang membawa apa yang dikhianatkannya itu, kemudian tiap-tiap diri akan diberi pembalasan tentang apa yang ia kerjakan dengan (pembalasan) setimpal, sedang mereka tidak dianiaya”.(QS al – Imran (3):161) Tindak pidana korupsi sangat identik dengan penyalahgunaan jabatan yang didefinisikan sebagai perbuatan khianat dalam perspektif Islam. Karena jabatan yang telah disandang oleh seseorang adalah sebuah kepercayaan dari rakyat yang telah terlanjur menaruh harapan padanya atau jabatan yang langsung dibebankan atas nama negara yang tentunya bertujuan untuk menjalankan berbagai program yang bermuara kepada kesejahteraan rakyat. Terlebih lagi jika amanat itu menyentuh pada ranah hukum seperti pegawai pada bidang kepolisian, kejaksaan, kehakiman, dll yang berbasis kepada keadilan yang diinginkan oleh semua pihak.Amanat yang telah diemban itulah yang tentunya wajib untuk dilaksanakan sebaik-baiknya. Allah swt berfirman dalam beberapa ayat mengenai kewajiban menjalankan amanat, di antaranya di dalam Al – Qur’an Surat al – Anfal yang berbunyi:
12
Artinya: “Hai orang-orang yang beriman, janganlah kamu mengkhianati Allah dan Rasul (Muhammad) dan (juga) janganlah kamu mengkhianati amanatamanat yang dipercayakan kepadamu, sedang kamu mengetahui.” (QS. al-Anfal (8) : 27) Amanat tentunya adalah sebuah kepercayaan yang wajib untuk dipelihara dan disampaikan kepada
yang berhak menerimanya.
Allah swt berfirman:
Artinya :“Sesungguhnya Allah menyuruh kamu menyampaikan amanat kepada yang berhak menerimanya, dan (menyuruh kamu) apabila menetapkan hukum di antara manusia supaya kamu menetapkan dengan adil. Sesungguhnya Allah memberi pengajaran yang sebaik-baiknya kepadamu.Sesungguhnya Allah adalah Maha mendengar lagi Maha melihat.” (QS. an-Nisa (4) : 58) Ayat - ayat tersebut menunjukkan adanya kewajiban menyampaikan amanat dan memelihara amanat yang telah dibebankan kepada orang yang dipercayanya. Sehingga apabila kewajiban yang tidak ditunaikan, tentunya terdapat keharaman dan hukuman yang mengiringinya. Seperti beberapa jenis, tipologi atau etimologi mengenai korupsi yang telah disebutkan di atas, maka salah satu dari tipologi itu adalah suap menyuap, yaitu perbuatan dengan memberikan atau menjanjikan sesuatu kepada orang yang 13
memiliki kekuasaan agar dapat memengaruhinya atau memenuhi keinginannya. Al-Qur’an menjelaskan mengenai keharaman melakukan suap atau korupsi dan juga sabda Rasulullah saw mengenai pelaku suap menyuap, yaitu:
Artinya :“Dan janganlah sebahagian kamu memakan harta sebahagian yang lain di antara kamu dengan jalan yang bathil dan (janganlah) kamu membawa (urusan) harta itu kepada hakim, supaya kamu dapat memakan sebahagian daripada harta benda orang lain itu dengan (jalan berbuat) dosa, Padahal kamu mengetahui.” (QS. al-Baqarah (2) : 188) Menurut Zaenal Abidin bin Syamsudin (2008:18) dalam bahasa agama, korupsi, suap, sogok, uang pelican, money politics, pungli dan kelompok turunannya digolongkan sebagai risywah, yakni tindakan atau perbuatan seseorang yang memberikan atau menjanjikan sesuatu kepada orang lain dengan tujuan memengaruhi keputusan pihak penerima agar menguntungkan pihak pemberi secara melawan hukum. Umumnya risywah terjadi melalui kesepakatan antara dua pihak, pemberi (risywah) dan penerima (murtasyii) suap. Namun, kadang ia juga melibatkan pihak ketiga sebagai perantara. Praktek risywah yang semula berakar dan tumbuh di dalam ruang pengadilan, dalam perkembangannya menjalar dan merasuk hampir ke semua lini 14
kehidupan masyarakat. Tak hanya subur di Negara kita, praktik ini juga terjadi di Negara maju sekalipun. Padahal Nabi Muhammad SAW menegaskan, risywah merupakan tindakan yang sangat tercela, dibenci agama dan dilaknat Allah SWT.
3. Komisi Pemberantasan Korupsi a. Pengertian Komisi Pemberantasan Korupsi Menurut Undang – Undang Nomor 30 Tahun 2002 tentang Komisi Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi, menjelaskan Komisi Pemberantasan Korupsi Republik Indonesia adalah lembaga negara yang dibentuk dengan tujuan meningkatkan daya guna dan hasil guna terhadap upaya pemberantasan tindak pidana korupsi. KPK bersifat independen dan bebas dari pengaruh kekuasaan manapun dalam melaksanakan tugas dan wewenangnya. Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) dibentuk berdasarkan UndangUndang Nomor 30 Tahun 2002 tentang Komisi Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi, KPK diberi amanat melakukan pemberantasan korupsi secara profesional, intensif, dan berkesinambungan. KPK merupakan lembaga negara yang bersifat independen, yang dalam melaksanakan tugas dan wewenangnya bebas dari kekuasaan manapun. KPK dibentuk bukan untuk mengambil alih tugas pemberantasan korupsi dari lembaga - lembaga yang ada sebelumnya. Penjelasan undang - undang menyebutkan peran KPK sebagai trigger mechanism, yang berarti mendorong
15
atau sebagai stimulus agar upaya pemberantasan korupsi oleh lembaga - lembaga yang telah ada sebelumnya menjadi lebih efektif dan efisien. b. Tugas Komisi Pemberantasan Korupsi Adapun tugas KPK adalah koordinasi dengan instansi yang berwenang melakukan pemberantasan tindak pidana korupsi (TPK), supervisi terhadap instansi
yang
berwenang
melakukan
pemberantasan
TPK,
melakukan
penyelidikan, penyidikan, dan penuntutan terhadap TPK, melakukan tindakan tindakan pencegahan TPK dan melakukan monitor terhadap penyelenggaraan pemerintahan negara. Dalam pelaksanaannya tugasnya, KPK berpedoman kepada lima asas, yaitu: kepastian hukum, keterbukaan, akuntabilitas, kepentingan umum, dan proposionalitas. KPK bertanggung jawab kepada publik dan menyampaikan laporannya secara terbuka dan berkala kepada presiden, DPR, dan BPK. Komisi Pemberantasan Korupsi mempunyai tugas: 1.
Koordinasi dengan instansi yang berwenang melakukan pemberantasan tindak pidana korupsi.
2.
Supervisi terhadap instansi yang berwenang melakukan pemberantasan tindak pidana korupsi.
3.
Melakukan penyelidikan, penyidikan, dan penuntutan terhadap tindak pidana korupsi.
16
4.
Melakukan tindakan-tindakan pencegahan tindak pidana korupsi, dan
5.
Melakukan monitor terhadap penyelenggaraan pemerintahan negara. Dalam melaksanakan tugas koordinasi, Komisi Pemberantasan Korupsi
berwenang : 1.
Mengkoordinasikan penyelidikan, penyidikan, dan penuntutan tindak pidana korupsi.
2.
Menetapkan sistem pelaporan dalam kegiatan pemberantasan tindak pidana korupsi.
3.
Meminta informasi tentang kegiatan pemberantasan tindak pidana korupsi kepada instansi yang terkait.
4.
Melaksanakan dengar pendapat atau pertemuan dengan instansi yang berwenang melakukan pemberantasan tindak pidana korupsi, dan
5.
Meminta laporan instansi terkait mengenai pencegahan tindak pidana korupsi. Selengkapnya mengenai tugas, wewenang, dan kewajiban Komisi
Pemberantasan Korupsi, dapat dilihat pada Undang - Undang No. 30 Tahun 2002 tentang Komisi Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi. c. Struktur Komisi Pemberantasan Korupsi KPK dipimpin oleh Pimpinan KPK yang terdiri atas lima orang, seorang ketua merangkap anggota dan empat orang wakil ketua merangkap anggota. 17
Kelima pimpinan KPK tersebut merupakan pejabat negara, yang berasal dari unsur pemerintahan dan unsur masyarakat. Pimpinan KPK memegang jabatan selama empat tahun dan dapat dipilih kembali hanya untuk sekali masa jabatan.Dalam pengambilan keputusan, pimpinan KPK bersifat kolektif kolegial. Pimpinan KPK membawahkan empat bidang, yang terdiri atas bidang Pencegahan, Penindakan, Informasi dan Data, serta Pengawasan Internal dan Pengaduan Masyarakat. Masing-masing bidang tersebut dipimpin oleh seorang deputi. KPK juga dibantu Sekretariat Jenderal yang dipimpin seorang Sekretaris Jenderal
yang diangkat dan diberhentikan oleh Presiden Republik Indonesia,
namun bertanggung jawab kepada pimpinan KPK. Ketentuan mengenai struktur organisasi KPK diatur sedemikian rupa sehingga memungkinkan masyarakat luas tetap dapat berpartisipasi dalam aktivitas dan langkah - langkah yang dilakukan KPK. Dalam pelaksanaan operasional, KPK mengangkat pegawai yang direkrut sesuai dengan kompetensi yang diperlukan. d. Visi dan Misi Komisi Pemberantasan Korupsi Visi KPK di tahun 2011 - 2015 yaitu menjadi lembaga penggerak pemberantasan korupsi yang berintegritas, efektif, dan efisien. Misi KPK adalah sebagai berikut: 1.
Melakukan koordinasi dengan instansi yang berwenang melakukan pemberantasan Tindak Pidana Korupsi. 18
2.
Melakukan supervisi terhadap instansi yang berwenang melakukan pemberantasan Tindak Pidana Korupsi.
3.
Melakukan penyelidikan, penyidikan, dan penuntutan terhadap Tindak Pidana Korupsi.
4.
Melakukan tindakan - tindakan pencegahan Tindak Pidana Korupsi.
5.
Melakukan monitor terhadap penyelenggaraan pemerintahan negara.
4. Teori Efisiensi a. Pengertian Efisiensi Hendri Tanjung dan Abrista Devi (2013:320) menyatakan bahwa dalam teori manajemen konvensional, kinerja organisasi dinilai dari seberapa bagus suatu organisasi mampu meminimalkan biaya dan menciptakan kekayaan. Kemampuan perusahaan dalam memanfaatkan sumber daya yang ada dengan biaya serendah mungkin dan menghasilkan output kekayaan sebanyak-banyaknya melahirkan konsep efisiensi. Berdasarkan sudut pandang perusahaan dikenal tiga macam efisiensi, yaitu (Prasetyo, 2007): 1. Technical efficiency dapat merefleksikan kemampuan perusahaan untuk mencapai level output yang optimal dengan menggunakan tingkat input tertentu. Efisiensi ini mengukur proses produksi dalam menghasilkan sejumlah output tertentu dengan menggunakan input seminimal mungkin. Dengan kata lain, suatu 19
proses produksi dikatakan efisien secara teknis apabila output dari suatu barang tidak dapat lagi ditingkatkan tanpa mengurangi output dari barang lain. 2. Allocative efficiency dapat merefleksikan kemampuan perusahaan dalam mengoptimalkan penggunaan inputnya dengan struktur harga dan teknologinya. Terminology efisiensi Pareto sering disamakan dengan efisiensi alokatif untuk menghormati ekonom Italia Vilfredo Pareto yang mengembangkan konsep efficiency in exchange. Efisiensi pareto mengatakan bahwa input produksi digunakan secara efisien apabila input tersebut tidak mungkin lagi digunakan untuk meningkatkan suatu usaha tanpa menyebabkan setidak - tidaknya keadaan suatu usaha yang lain menjadi lebih buruk. Dengan kata lain, apabila input dialokasikan untuk memproduksi output yang tidak dapat digunakan atau tidak diinginkan konsumen, hal ini berarti input tersebut tidak digunakan secara efisien. 3. Economic efficiency, yaitu kombinasi antara efisiensi teknikal dan efisiensi alokatif. Efisiensi ekonomis secara implicit merupakan konsep least cost production. Untuk tingkat output tertentu, suatu perusahaan produksinya dikatakan efisien secara ekonomi jika perusahaan tersebut menggunakan biaya di mana biaya per unit dari output adalah yang paling minimal. Dengan kata lain, untuk tingkat output tertentu, suatu proses produksi diakatakan efisien secara ekonomi jika tidak ada proses lainnya yang dapat digunakan untuk memproduksi tingkat output tersebut pada biaya per unit yang paling kecil.
20
Menurut Ivan Gumilar dan Siti Komariah (2011:101), secara umum terdapat 3 pendekatan konsep dasar model efisiensi sektor finansial, termasuk industri perbankan yaitu : a. Cost Efficiency pada dasarnya mengukur tingkat biaya suatu bank dibandingkan dengan bank yang memiliki biaya operasi terbaik (best practice bank’s cost) yang menghasilkan output yang sama dengan teknologi yang sama. b. Standard Profit Efficiency pada dasarnya mengukur tingkat efisiensi suatu bank didasarkan pada kemampuan bank untuk menghasilkan profit maksimal pada tingkat harga output tertentu dibandingkan dengan tingkat keuntungan bank yang beroperasi terbaik (best practice bank) dalam sampel. Model ini sering kali dikaitkan dengan suatu kondisi pasar persaingan sempurna didalam harga input dan output ditentukan oleh pasar. Dengan kata lain tidak satupun bank yang menentukan harga input maupun harga output sehingga bank tidak sebagai price taking agent. c. Alternative Profit Efficinecy seringkali dikaitkan dengan suatu kondisi pasar persaingan tidak sempurna (imperfect market competition) dimana bank diasumsikan memiliki market power dalam menentukan harga output namun tidak pada harga input. Karena perbedaan jenis pasar tersebut maka perbedaan yang paling menonjol antara kedua model ini (standard profit efficiency dan alternative profit efficiency) adalah pada penentuan variabel eksogen di dalam pencapaian keuntungan maksimum yaitu tingkat output.
21
Menurut Abidin dan Endri (2009:22) efisiensi merupakan salah satu parameter kinerja yang secara teoritis mendasari seluruh kinerja sebuah organisasi dengan mengacu pada filosofi “kemampuan menghasilkan output yang optimal dengan inputnya yang ada, adalah merupakan ukuran kinerja yang diharapkan”. Ketika membicarakan mengenai pemanfaatan secara lebih baik dari setiap sumber daya yang telah diberikan, maka hal tersebut merupakan konsep yang sangat dasar mengenai efisiensi (Shahid, Dkk, 2010:25). Menurut Muharram dan Pusvitasari (2007) pengukuran efisiensi dilakukan melalui tiga pendekatan yaitu: 1. Pendekatan Rasio: mengukur efisiensi dengan cara menghitung perbandingan output dan dengan inout yang digunakan. Pendekatan rasio akan dinilai efisien yang tinggi jika produksi ouput yang maksimal dengan input yang minimal. Efisiensi = input output. Menurut Chu-Fen Li (2007) melihat pendekatan rasio sebagai “the most critical limitation of the financial ratio is that they fail to consider the multiple input-output”. Oleh karena itu pendekatan ini belum mampu menilai kinerja lembaga keuangan secara menyeluruh. 2. Pendekatan Regresi: pendekatan ini dalam mengukur efisiensi menggunakan sebuh model dari tngkat output tertentu sebagai fungsi dari berbagai tingkat input tertentu. Persamaan regresi dapat ditulis sebagai berikut : Y=f (X1. X2, X3, X4……….Xn) Dimana : Y= output, X=input
22
Pendekatan ini juga tidak dapat mengatasi kondisi banyak output karena hanya satu indikator output yang dapat ditampung dalam sebuh persamaan regresi. 3. Pendekatan frontier: pendekatan frontier
dalam mengukur efisiensi
dibedakan menjadi dua jenis yaitu pendekatan frontier non perametrik dapat diukur dengan tes non parametric yaitu dengan menggunakan Data Envelopment Analysis (DEA) dan Pendekatan frontier parametric dapat diukur dengan tes parametric yaitu Stockhastic Frontier Analysis (SFA) dan Distribution Free Analysis (DFA). Persamaan perhitungan menggunakan metode non parametric dan metode parametric yaitu sama - sama menggunakan input dan output sebagai variabel. Dalam penelitian ini digunakan metode parametric Data Envelopment Analysis (DEA). Menurut Adisasmita R. (2006), Efisiensi adalah input yang digunakan, dialokasikan secara optimal dan baik untuk mencapai output yang menggunakan biaya terendah. Efisiensi berarti pemanfaatan sumber daya ekonomi dengan cara cara paling efektif. Efektif berarti bahwa output yang dihasilkan benar - benar sesuai dengan tujuan yang telah ditetapkan. Efisien dapat diartikan pula bahwa segala input dialokasikan sedemikian rupa, hingga output dapat diproduksi dengan biaya termurah. Seringkali efisiensi diartikan dalam kaitannya dengan kegiatan pemerintah yang dilaksanakan tanpa pemborosan atau dengan kehematan yang sebesar besarnya, atau dapat dilaksanakan secara optimal. Dilihat dari kepentingan 23
masyarakat, efisiensi berarti menciptakan kesejahteraan masyarakat. Pelaksanaan kebijakan pemerintah seharusnya diupayakan untuk menghindari pemborosan, meningkatkan kehematan, dan menciptakan kesejahteraan masyarakat. Menurut Kepmendagri Nomor 13 Tahun 2006, Efisien adalah pencapaian keluaran yang maksimum dengan masukan tertentu atau penggunaan masukan terendah. Untuk mencapai keluaran tertentu dalam suatu sistem persaingan yang sehat, produsen-produsen mampu menerapkan teknik - teknik produksi dengan biaya - biaya produksi yang termurah, sehingga tercapailah efisiensi. Namun kenyataannya banyak produsen tidak mengetahui sehingga tidak mampu menggunakan teknik produksi yang paling murah, maka biaya produksinya lebih tinggi, yang berarti tidak efisien. Banyak pabrik dan industri telah menimbulkan pencemaran udara dan pencemaran air yang menimbulkan dampak negatif terhadap masyarakat sekitarnya, berupa kerusakan kesehatan dan harta benda. Terjadinya ketidak efisienan dan polusi tersebut adalah akibat dari kegagalan pasar, maka terdapat peluang bagi pemerintah untuk mengatasi dampak negatif yang ditimbulkannya, melalui pembuatan kebijakan dan peraturan perundang - undangan. Dalam upaya mengatasi dampak ekonomi yang negatif tersebut, diharapkan agar pemerintah tetap waspada akan kemungkinan kegagalan pemerintah, yaitu keadaan yang lebih parah. Penanganan dampak negatif yang ditimbulkan oleh kegagalan pasar harus dilaksanakan secara terpadu dan komprehensif, meliputi semua sektor/instansi yang terkait. 24
Singkatnya menurut Kamus Lengkap Ekonomi (2002:149) Bahwa: “Efisiensi adalah Rasio atau perbandingan usaha atau kerja yang berhasil, dan seluruh kerja atau pengorbanan yang dikerahkan untuk mencapai hasil tersebut dengan kata lain, rasio antara input dan output”. Dengan demikian dapat disimpulkan bahwa Efisiensi merupakan sebuah metode perbandingan antara usaha yang dilakukan dengan hasil yang ingin dicapai oleh sebuah perusahaan dalam melakukan kegiatan. Menurut Kumbhaker dan Lovell (2000), efisiensi teknis hanya merupakan satu komponen dari efisiensi ekonomi secara keseluruhan. Namun, dalam rangka mencapai efisiensi ekonominya suatu perusahaan harus efisien secara teknis. Dalam rangka mencapai tingkat keuntungan yang maksimal, sebuah perusahaan harus memproduksi output yang maksimal dengan jumlah input tertentu (efisiensi teknis) dan memproduksi output dengan kombinasi yang tepat dengan tingkat harga tertentu (efisiensi alokatif). Ditinjau dari teori ekonomi ada dua macam pengertian efisiensi, yaitu efisiensi teknis dan efisiensi ekonomi. Efisiensi ekonomi mempunyai sudut pandang makroekonomi, sementara efisiensi teknis mempunyai sudut pandang mikroekonomi. Pengukuran efisiensi teknis cenderung terbatas pada hubungan teknis dan operasional dalam proses konversi input menjadi output. Sedangkan dalam efisiensi ekonomi, harga tidak dapat dianggap sudah ditentukan (given), karena harga dapat dipengaruhi oleh kebijakan makro (Sarjana, 1999).
25
Menurut Farrell (1957) efisiensi dari perusahaan terdiri dari dua komponen, yaitu efisiensi teknis dan efisiensi alokatif. Efisiensi teknis mencerminkan kemampuan dari perusahaan dalam menghasilkan output dengan sejumlah input yang tersedia. Sedangkan efisiensi alokatif mencerminkan kemampuan perusahaan dalam mengoptimalkan penggunaan inputnya, dengan struktur harga dan teknologi produksinya. Kedua ukuran ini yang kemudian dikombinasikan menjadi efisiensi ekonomi (economic efficiency). Suatu perusahaan dapat dikatakan efisien secara ekonomi jika perusahaan tersebut dapat meminimalkan biaya produksi untuk menghasilkan output tertentu dengan suatu tingkat teknologi yang umumnya digunakan serta harga pasar yang berlaku. b. Efisiensi Dalam Hukum Islam Tujuan efisiensi adalah untuk mencapai keuntungan optimal.Dalam Islam istilah efisiensi tidak dikenal. Menekan biaya yang sebesar – sebesarnya untuk mendapatkan keuntungan yang paling maksimal dalam teori produsen akan berakibat pada perbuatan dzalim yang tidak bersenyawa dengan ruh Islam. Dalam Islam, perwujudan keuntungan yang optimal dihasilkan melalui usaha yang optimal (kerja keras) untuk menghasilkan sesuatu secara optimal dengan tetap menjaga keseimbangan (ta’adul) dan etika syariah. Keuntungan yang dihasilkan harus seimbang dengan kerja keras dan beban yang dikeluarkan. Rasulullah saw dalam Khan (2008) bersabda, Al – Kharaj bid – Dhaman (setiap keuntungan yang didapatkan harus sesuai dengan beban yang dikeluarkan). Keseimbangan juga berarti bahwa dalam mewujudkan value added, 26
produsen mesti memperhatikan aspek sosial, ekonomi, dan lingkungan. Untuk mewujudkan optimalisasi dan keseimbangan, Islam memberikan beberapa guidance, di antaranya : 1. Memanfaatkan seluruh potensi sumber daya alam Islam menghendaki umatnya untuk bekerja memakmurkan bumi dan memanfaatkan seluruh potensi sumber daya alam. Allah berfirman dalam surat Huud ayat 61 :
Artinya : dan kepada Tsamud (kami utus) saudara mereka shaleh. Shaleh berkata: "Hai kaumku, sembahlah Allah, sekali-kali tidak ada bagimu Tuhan selain Dia. Dia telah menciptakan kamu dari bumi (tanah) dan menjadikan kamu pemakmurnya, karena itu mohonlah ampunan-Nya, kemudian bertobatlah kepada-Nya,
Sesungguhnya
Tuhanku
Amat
dekat
(rahmat-Nya)
lagi
memperkenankan (doa hamba-Nya)." 2. Spesialisasi Kerja Konsep spesialisasi kerja pernah diutarakan oleh Ibnu Khaldun dalam Muqaddimahnya. Menurutnya dengan jumlah penduduk yang semakin besar, maka akan terjadi pembagian dan spesialisasi tenaga kerja sehingga akan 27
memperbesar surplus dan perdagangan internasional. Pembagian tenaga kerja internasional akan lebih tergantung pada perbedaan keahlian dan keterampilan penduduk dibandingkan dengan ketersediaan sumber daya alam. Dalam Islam, prinsip dasar tentang spesialisasi dapat ditelaah dalam hadits Nabi saw yang menjelaskan tentang konsep itiqan dan ihsan. 3. Larangan Terhadap Riba Salah satu cara Islam mewujudkan efisiensi dengan cara minimalisasi biaya produksi adalah dengan pengharaman riba (bunga). Sebagai bagian dari elemen biaya tetap dalam produksi, penghapusan Bunga akan membuat biaya produksi lebih rendah (efisien). 4. Larangan Israf dan Tabdzir dalam produksi Perbedaan antara israf dan tabdzir disampaikan oleh Al – Mawardi dalam kantakji (2003). Al – Mawardi menjelaskan bahwa israf adalah kesalahan menggunakan takaran yang tepat, sedangkan tabdzir adalah kebodohan dalam menggunakan alokasi yang tepat. Allah berfirman dalam surat Al – An’am ayat 141 :
28
Artinya : “dan Dialah yang menjadikan kebun-kebun yang berjunjung dan yang tidak berjunjung, pohon korma, tanam-tanaman yang bermacam-macam buahnya, zaitun dan delima yang serupa (bentuk dan warnanya) dan tidak sama (rasanya). makanlah dari buahnya (yang bermacam-macam itu) bila Dia berbuah, dan tunaikanlah haknya di hari memetik hasilnya (dengan disedekahkan kepada fakir miskin); dan janganlah kamu berlebih-lebihan. Sesungguhnya Allah tidak menyukai orang yang berlebih-lebihan”. 5. Konsep CRS dan VRS Hendri Tanjung dan Abrista devi (2013:332) menyebutkan frontier analysis menggunakan dua pendekatan model yang umum digunakan, yaitu model Charnes, Cooper dan Roodes (CCR) yang dikembangkan pada tahun 1978 dan model Banker, Charnes dan Cooper (BCC) pada tahun 1984 (Coelli, et.al, 2005). Model CCR (rasio) merupakan model yang digunakan secara luas dalam model DEA. 1) Constant Return to Scale (CRS) Model ini dikembangkan oleh Charnes, Cooper dan Roodes (Model CCR) pada tahun 1978. Model DEA dengan ancangan CRS mengasumsikan bahwa proses produksi mengikuti CRS, yang artinya setiap peningkatan input secara proporsional dengan presentase tertentu akan meningkatkan output dengan presentase yang sama. Asumsi ini hanya berlaku jika setiap unit bisnis yang diobservasi
telah
berproduksi
pada
kapasitas
maksimalnya
(optimum
scale).Efisiensi dengan asumsi CRS ini menghasilkan efisiensi overall technical. 29
Untuk mendapatkan skor efisiensi bagi perusahaan I( ), yang memiliki satu input x dan satu output y, diperoleh dengan memecahkan sistem persamaan linier sebagai berikut :
St
Keterangan: Y
=
X
=
N
= jumlah unit bisnis yang diobservasi
x1
= input x untuk unit bisnis 1
y1
= output y untuk unit bisnis 1 = vector dari konstan
2) Variable return to Scale (VRS) Model kedua ini dikembangkan oleh Banker, Charnes, dan Cooper (Model BCC) pada tahun 1984 dan merupakan model pengembangan dari model sebelumnya, yaitu CCR.Dalam kondisi nyata, seringkali persaingan dan kendala – kendala keuangan dapat menyebabkan suatau unit bisnis tidak beroperasi pada skala optimalnya. Padahal asumsi CRS berlaku jika unit bisnis yang diobservasi
30
beroperasi pada skala optimal. Dengan tujuan inilah, Banker, Charnes, dan Cooper (1984) memperkenalkan model DEA VRS. Efisiensi Teknis (TE) yang dihitung dengan model VRS ini disebut sebagai efisiensi Teknis Murni (Pure Technical Efficiency [PTE]), yang selanjutnya disebut efisiensi teknis. Dengan melakukan estimasi frontier menggunakan model CRS dan VRS, maka dapat dilakukan dekomposisi Efisiensi Teknis Keseluruhan (Overall Technical Efficiency [OTE]) menjadi Efisiensi Teknis Murni (Pure Technical efficiency [PTE]) dan Efisiensi Skala (Scale Efficiency [SE]). Maka perhitungan secara matematisnya adalah : OTE = PTE x SE Skor efisiensi DEA dengan ancangan VRS diperoleh dengan mencari solusi sistem persamaan berikut ini, yang sebenarnya serupa dengan persamaan pada model CRS, namun dengan menggunakan kendala konveksitas N1’
= 1,
sehingga :
31
Keterangan: Y
=
X
=
N
= jumlah unit bisnis yang diobservasi
x1
= input x untuk unit bisnis 1
y1
= output y untuk unit bisnis 1
N1’
= N X 1 vector 1
6. Orientasi Pengukuran Data Dengan Menggunakan Data Envelopment Analysis (DEA) Hendri Tanjung dan Abrista Devi (2013:322) menyebutkan pengukuran model efisiensi dapat dilihat melalui dua pendekatan, yaitu : pendekatan pada sisi input dan pendekatan pada sisi output. Menjelaskan pendekatan ukuran efisiensi sebagai berikut: 1) Pendekatan Sisi Input Pendekatan sisi input digunakan untuk menjawab berapa banyak kuantitas input dapat dikurangi secara proporsional untuk memproduksi kuantitas output yang sama. Pendekatan input ini digunakan jika kondisi pasar sudah mengalami tingkat “jenuh” sehingga perusahaan perlu mengetahui tingkat efisiensi dari sumber daya yang ada saat ini. 2) Pendekatan sisi output
32
Berbeda dengan pendekatan sisi input yang menjawab berapa banyak kuantitas input dapat dikurangi secara proporsional untuk memproduksi kuantitas output yang sama, pendekatan sisi output menjawab berapa banyak kuantitas output dapat ditingkatkan secara proporsional dengan kuantitas input yang sama. Pendekatan ini digunakan pada saat kondisi pasar masih bagus sehingga produsen diharapkan dapat mempertahankan atau bahkan meningkatkan output dengan input yang sama. 7. Konsep Input dan Output Dalam Pengukuran Efisiensi Hadad, dkk (2003:3) menyebutkan ada tiga pendekatan yang biasa digunakan dalam metode parametrik Stochastic Analysis (SFA), Distribution Free Analysis (DFA) dan non parametrik Data Envelopment Analysis (DEA) untuk mendefinisikan hubungan input dan output dalam kegiatan finansial suatu lembaga keuangan yaitu: 1) pendekatan Aset (The Asset Approach) Pendekatan aset mencerminkan fungsi primer sebuah lembaga keuangan sebagai pencipta kredit pinjaman (loans). Dalam pendekatan ini, output didefinisikan ke dalam bentuk aset. 2) Pendekatan Produksi (The Production Approach) Pendekatan ini menganggap lembaga keuangan sebagai produsen dari akun deposito (deposit account) dan kredit pinjaman (credit accounts) lalu
33
mendefinisikan output sebagai jumlah tenaga kerja, pengeluaran modal pada asset – asset tetap dan material lainnya. 3) Pendekatan Intermediasi (The Intermediation Approach) Pendekatan ini mengasumsikan bahwa lembaga keuangan bertindak sebagai perantara antara penabung dan peminjam dan menjadikan total kredit dan sekuritas sebagai output. Sedangkan deposito dengan tenaga kerja dan modal fisik didefinisikan sebagai input (Sufian, 2006:38). 8. Data Envelopment Analysis (DEA) Fase pertama diawali dengan menggunakan metode DEA oleh Farrel (1957) untuk membandingkan efisiensi relatif dengan sampel petani secara cross section dan terbatas pada satu output yang dihasilkan oleh masing-masing unit sampel. Konsep DEA kemudian dipopulerkan oleh Charnes, Cooper dan Rhodes (CCR) pada tahun 1978 yang mengukur efisiensi dalam bidang teknis sebagai rasio antara output-output tertimbang terhadap input-input tertimbang melalui formulasi programasi linear. Fase kedua, dimulai dengan diperkenalkannya konsep efisiensi alokasi yang membawa pada dikenalkannya konsep batas biaya (cost frontier) di samping batas produksi (production frontier). Fase ketiga merupakan pengembangan lebih lanjut dari konsep cost frontier, yaitu pemanfaatan input dan atau output sebagai variabel kebijakan yang bias dipilih
34
secara optimal oleh unit pelaku ekonomi ketika menghadapi harga pasar dalam pasar persaingan sempurna maupun dalam pasar persaingan tidak sempurna. Alasan penggunaan DEA, yaitu (1) pemberian bobot penilaian untuk setiap variabel penentu kinerja dilakukan secara objektif, (2) DEA merupakan analisis titik ekstrim yang berbeda dengan tendensi pusat, sehingga setiap observasi atau unit kegiatan ekonomi dianalisis secara individual, (3) DEA membentuk referensi hipotesis (virtual production function) berdasar pada data observasi yang ada (Samubar saleh, 2000). Menurut Insukrindo (2000) dalam Adhisty Mohammad Khariza (2009) menyatakan bahwa terdapat tiga manfaat dari pengukuran efisiensi dengan memperoleh efisiensi relatif yang berguna untuk : a) Memudahkan perbandingan antar unit ekonomi yang sama, b) Mengukur berbagai informasi efisiensi antar UKE sebagai bahan untuk mengidentifikasi faktor-faktor penyebabnya, dan c) Menentukan implikasi kebijakan dalam meningkatkan efisiensi. Pengukuran efisiensi selama ini dengan menggunakan analisis regresi dan analisis rasio. Analisis rasio mengukur efisiensi dengan cara membandingkan antara input yang digunakan dengan output yang dihasilkan. Persamaan rasio akan menunjukkan tahun efisiensi yang semakin besar apabila terjadi kondisi dimana nilai output tetap, tetapi semakin kecil nilai input yang digunakan atau sebaliknya. Dengan nilai input tetap semakin besar nilai output yang dihasilkan. 35
Begitu pula jika nilai input semakin kecil bersamaan dengan nilai output yang semakin besar. Kelemahan analisis rasio terlihat pada kondisi dimana terdapat banyak input dan banyak output. Analisis DEA di desain secara spesifik untuk mengukur efisiensi relatif suatu unit produksi dalam kondisi terdapat banyak input maupun banyak output, yang biasaya sulit disiasati secara sempurna oleh tehnik analisis pengukur efisiensi lainnya (Hastarini Dwi Atmanti, 2005). Efisiensi relatif suatu UKE adalah efisiensi suatu UKE dibanding dengan UKE lain dalam sampel yang menggunakan jenis input dan output yang sama. Dalam perkembangannya, DEA merupakan alat analisis yang digunakan untuk mengukur efisiensi relatif dalam penelitian pendidikan, kesehatan, transportasi, pabrik, maupun perbankan (Sengupta, 2000 dalam Adhisty, 2009 dalam Rica Amanda, 2010). DEA adalah metode dan bukan model yang mana dalam hal ini dapat dijelaskan bahwa metodologi DEA merupakan sebuah metode non-parametrik yang menggunakan model program linear untuk menghitung perbandingan rasio input ouput untuk semua unit yang dibandingkan. Metode ini tidak memerlukan fungsi produksi dan hasil perhitungannya disebut nilai efisiensi relatif (Erwita siswadi dan Wilson Arafat, 2004 dalam Dhita Triana Dewi, 2010). Meskipun memiliki banyak kelebihan dibandingkan analisis rasio parsial dan regresi umum, namun DEA juga memiliki keterbatasan antara lain : a) Metode DEA mensyaratkan semua input dan output harus spesifik dan dapat diukur. 36
b) Metode DEA berasumsi bahwa setiap unit input atau output identik dengan unit lain dalam tipe yang sama dan tidak mampu mengenali perbedaan tersebut, sehingga DEA dapat memberikan hasil yang bias. Maka diperlukan pengukuran data base yang lebih spesifik. c) Metode DEA berasumsi pada constant return to scale (CRS) menyatakan bahwa perubahan proporsional pada semua tingkat input akan menghasilkan perubahan proporsional yang sama pada tingkat output. Asumsi ini penting karena memungkinkan semua UKE diukur dan dibandingkan terhadap unit isokuan walaupun pada kenyataannya hal tersebut jarang terjadi. d) Bobot input dan output yang dihasilkan dalam DEA sulit ditafsirkan dalam nilai ekonomi meskipun koefisien tersebut memiliki formulasi matematik yang sama. B. Penelitian Terdahulu Penulis belum menemukan penelitian terdahulu yang berkaitan dengan pengukuran efisiensi pada Komisi Pemberantasan Korupsi yang menggunakan DEA. Maka dari itu, penulis melandaskan pemikiran pada beberapa penelitian yang menggunakan DEA pada perbankan, lembaga pemerintah maupun swasta, berikut ini adalah penelitian mengenai efisiensi perbankan, lembaga pemerintah maupun swasta yang telah banyak dilakukan :
37
1. Harjum Muharam dan Pusvitasari (2007) Penelitian ini berjudul “Analisis Perbandingan Efisiensi Bank Syariah di Indonesia
dengan Metode Data Envelopment
Analysis (periode tahun
2005)”.Variabel input yang digunakan dalam penelitian ini adalah simpanan dan biaya operasional lain, sedangkan output yang digunakan adalah pembiayaan, aktiva lancar, dan pendapatan operasional lain. Sampel yang digunakan dalam penelitian ini adalah bank-bank syariah di indonesia periode 2005. Hasil penelitian menyatakan bahwa tidak ada perbedaan nilai efisiensi anatara BUS dan UUS tidak ada perbedaan efisisnsi antara bank syariah BUMN dan bank syariah non BUMN, tidak ada perbedaan nilai efisiensi bank syariah swasta non devisa dan bank syariah devisa. Hanya bank BTN syariah, bank Niaga syariah, dan bank permata syariah selalu mencapai nilai efisiensi 100 persen selama periode pengamatan. 2.Lela Dina Pertiwi (2007) Penelitian ini berjudul “Efisiensi Pengeluaran Pemerintah Daerah di Provinsi Jawa Tengah” Penelitian tersebut menggunakan metode DEA dengan objek penelitian kabupaten/kota di Provinsi Jawa Tengah tahun 1999 - 2002, menggunakan dua variabel, yaitu variabel input dan variabel output. Variabel input terdiri dari belanja pemerintah daerah untuk bidang pendidikan dan kesehatan, sedangkan variabel output terdiri dari angka melek huruf dan rata-rata lama sekolah untuk pendidikan dan angka harapan hidup untuk kesehatan.
38
Menurut hasil dari penelitian ini ialah bahwa Efisiensi pengeluaran pendidikan
di
setiap
Kabupaten
di
Jawa
Tengah
cenderung
belum
efisien.Sedangkan untuk pengeluaran kesehatan hanya satu jota yang mengalami kondisi efisien yaitu Kota Salatiga (100%). 3. Nasher Akbar (2009) Penelitian ini berjudul “Analisis Efisiensi organisasi Pengelola Zakat Nasional Dengan Pendekatan Data Envelopment Analysis”.Tujuan dari penelitiaan ini adalah untuk mengetahui tingkat efisiensi Organisasi Pengelola Zakat, sehingga dapat diketahui manakah OPZ yang paling efisien. Diharapkan dari studi ini akan ditemukan variabel – variabel yang bekerja inefisien dan seberapa besar variabel – variabel tersebut dapat ditingkatkan efisiennya. Analisis data
yang
digunakan adalah
non-parametric
analisis
metodologi Data
Envelopment Analysis (DEA). Variabel yang digunakan dalam penelitian ini dibagi menjadi variabel input dan variabel output. Variabel input terdiri dari biaya personalia, biaya sosialisasi, dan biaya operasional lainnya, sedangkan variabel outputnya terdiri dari dana terhimpun dan dana tersalurkan. Berdaskan hasil penelitian diketahui bahwa kinerja OPZ pada tahun 2005 lebih baik dari tahun 2006 dan 2007. Hal ini didorong oleh tingginya dana terhimpun untuk bantuan tsunami pada tahun 2005. Di samping itu, telah terjadi kenaikan tingkat efisiensi dari tahun 2006 ke 2007 baik secara VRS, CRS dan Skala.
39
4. Rakhmat Purwanto (2011) Penelitian ini berjudul “Analisis Perbandingan Efisiensi Bank Umum Konvensional (BUK) dan Bank Umum Syariah (BUS) di Indonesia dengan Metode Data Envelopment Analysis (DEA) (Periode 2006-2010)”. Tujuan dari penelitian ini adalah untuk menganalisis efisiensi pada 21 bank-bank di indonesia yang terdiri dari 10 Bank Umum Konvensional (BUK) dan 11 Bank Umum Syariah (BUS) selama periode 2006-2010 dengan menggunakan Data Envelopment Analysisi (DEA). Variabel input yang digunakan adalah jumlah simpanan, jumlah asset dan biaya tenaga kerja. Sedangkan variabel output yang digunakan adalah pembiyaan dan laba operasional. Hasil analisis menggunakan metode DEA menunjukkan bahwa selama periode 2006-2010 BUK dan BUS cenderung mengalami peningkatan efisiensi walaupun berfluktuatif dengan rata-rata efisiensi 83,29 persen untuk BUK dan 89,3 persen untuk BUS. Hal ini menunjukkan bahwa BUS sedikit lebih baik dari BUK di indonesia dalam hal efisiensinya. Pada pengujian hipotesis uji bedamenggunakan independent sample t-test menunjukkan bahwa tidak terdapat perbedaan nilai efisiensi antara BUK dan BUS selama periode tahun 2006 - 2010. 5. Norazlina Abd. Wahab dan Abdul Rahim Abdul Rahman (2012) Penelitian ini berjudul “Efficiency of Zakat Institutions In Malaysia: An Application of Data Envelopment Analysis”. Tujuan penelitian ini adalah untuk mengetahui tingkat efisiensi lembaga zakat di Malaysia. Metode yang digunakan 40
dalam penelitian ini adalah Data Envelopment Analysis (DEA). Variable input yang digunakan adalah No. of staff dan total expenditures, sedangkan variable output yang digunakan adalah total collection, total distribution, dan No. of zakat payers. Hasil dari penelitian ini adalah lembaga zakat di Malaysia telah menunjukkan efisiensi teknis rata-rata 80,6% dan juga inefisiensi teknis murni mendominasi skala efek inefisiensi dalam menentukan efisiensi teknis lembaga zakat di Malaysia. 6. Sandi Kusuma Wardana (2013) Penelitian ini berjudul “Analisis Tingkat Efisiensi Perbankan dengan Pendekatan Non Parametrik Data Envelopment Analysis (DEA)”. Tujuan dari penelitian ini adalah untuk mrnganalisis kinerja fisiensi dari 13 bank komersial di indonesia yang terdaftar di Bursa Efek Indonesia (BEI) dengan penelitian periode 2005-2011 dan memenuhi kriteria yang telah diharapkan. Analisis data yang digunakan adalah non parametric analisis metodologi Data Envelopment Analysis (DEA). Variabel yang digunakan dalam penelitian ini dibagi manjadi variabel input dan variabel output. Variabel input terdiri dari salary expense (biaya personalia), fixed asset (aktiva tetap), interest expense (biaya bunga), non interest expense (biaya diluar bunga), dan purchase fund (pembelian suratberharga). Sedangkan variabel output terdiri dari earning asset (aktiva produktif), interest income (pendapatan bunga), dan non interest income (pendapatan non bunga).
41
Menurut hasil tingkat efisiensi tidak berubah banyak antara 2005 dan 2011.Skor efisiensi mencapai tingkat atas pada tahun 2011 untuk semua bank. Hasil penelitian juga menunjukkan bahwa tidak ada perbedaan dalam efisiensi antara bank umum yang dimiliki Negara dan bank umum swasta nasional di indonesia. 7. Dian Merini (2013) Penelitian ini berjudul “Analisis Pengeluaran Pemerintah Sektor Publik di Kawasan Asia Tenggara: Aplikasi Data EnvelopmentAnalysis (DEA)”. Penelitian ini mengulas tentang teknis efisiensi pengeluaran pemerintah sektor publik yang terdiri dari sektor kesehatan, pendidikan dan infrastruktur di kawasan Asia Tengagara. Variabel input yang digunakan yaitu Pengeluaran Pemerintah Sektor Kesehatan, Anggaran Pendidikan, dan Infrastruktur, sedangkan variabel output yaitu Angka Harapan Hidup(AHH)& Angka Kematian Bayi(AKB) (Kesehatan), Indeks Pendidikan & Angka partisipasi kasar sekolah menengah (Pendidikan), Konsumsi Listrik perkapita, akses sanitasi, akses air bersih, persentase jalan beraspal, dan akses internet (Infrastruktur). Hasil analisis menunjukan bahwa Negara Singapura menjadi Negara yang mempunyai nilai efisiensi tertinggi, sedangkan Malaysia, Thailand, Brunei Darussalam, dan Vietnam tidak mencapai kondisi efisien melalui teknik pengeluaran publiknya. Cambodja dan Laos memiliki nilai efisien yang tinggi hanya tidak efisien dalam pelayanan kesehatan dan pendidikan. Kemudian, 42
Indonesia dan Phillipines dapat meningkatkan derajat efisiensi dengan cara melakukan pengurangan input pada tingkat output yang tetap melalui alokasi anggaran yang tepat sasaran dan atau sebaliknya meningkatkan ouput pada tingkat input yang tetap. 8. Norazlina Abd. Wahab dan Abdul Rahim Abdul Rahman (2013) Penelitian ini berjudul “Determinants of Efficiency of Zakat Institutions in Malaysia: A Non-parametric Approach”. Penelitian ini meneliti produktivitas dan efisiensi lembaga zakat di Malaysia selama periode 2003-2007.Tujuan penelitian ini adalah untuk memeriksa efisiensi lembaga zakat di Malaysia dengan memulai studi tentang faktor-faktor yang berkontribusi terhadap efisiensi lembaga zakat di Malaysia dengan harapan untuk memberikan kontribusi terhadap peningkatan kinerja lembaga zakat di Malaysia. Dalam penelitian ini menggunakan pendekatan non parametric dengan metode Data Envelopment Analysis (DEA). Variabel yang digunakan dibagi menjadi variable input dan varibel output. Variable input terdiri No. of staff, Total Expenditure, sedangkan variable output terdiri dari Total collection, total distribution, no. of zakat payers. Hasil penelitian ini adalah produktifitas lembaga zakat di Malaysia telah meningkat pada tingkat rata-rata 2,4 persen selama periode penelitian. Peningkatan ini disebabkan oleh kemajuan teknis (TECHCH) dari 3,5 persen sementara perubahan efisiensi (EFFCH) memberikan kontribusi perubahan negatif (-0.1%).
43
Tabel 2.1 Ringkasan Penelitian Terdahulu No 1.
2.
3.
Nama Peneliti Harjum Muharam dan Pusvitasari (2007
Lela Dina Pertiwi (2007)
Judul Penelitian Analysis Perbandingan Efisiensi Bank Syariah di Indonesia dengan Metode Data Envelopment Analysis (periode tahun 2005)
Metode Penelitian Data Envelopment Analysis (DEA)
Hasil Penelitian
Hasil analisis menggunakan metode Data Envelopment Analysis menunjukkan bahwa tidak ada perbedaan nilai efisiensi antara BUS dan UUS, tidak ada perbedaan efisiensi antara bank syariah BUMN dan bank syariah non BUMN, tidak ada perbedaan nilai efisiensi bank syariah swasta non devisa dan bank syariah devisa. Hanya bank BTN syariah, bank Niaga syariah, dan bank permata syariah selalu mencapai nilai efisiensi 100 persen selama periode pengamatan. Efisiensi Data Menurut hasil penelitian Pengeluaran Envelopment menggunakan Data Pemerintah Analysis Envelopment Analysis Daerah di Provinsi (DEA) dalam periode 1999 – 2002 Jawa Tengah menunjukkan bahwa efisiensi pengeluaran pendidikan di setiap Kabupaten di Jawa Tengah cenderung belum efisien. Sedangkan untuk pengeluaran kesehatan hanya kota yang mengalami kondisi efisien yaitu Kota Salatiga (100%).
Nasher Akbar Kinerja OPZ pada (2009) tahun 2005 lebih
Data Kinerja OPZ pada tahun Envelopment 2005 lebih baik dari tahun
Persamaan dan Perbedaan Persamaan: Sama-sama menggunakan Data Envelopment Analysis (DEA) Perbedaan: Meneliti efisiensi Komisi Pemberantasan Korupsi di Indonesia. Variabel input (anggaran untuk KPK, jumlah deputi penindakan) dan output (religiusitas, jumlah kasus yang ditangani) yang digunakan berbeda. Serta periode waktu yang diteliti berbeda.
Persamaan: Sama-sama menggunakan Data Envelopment Analysis (DEA) dan sama – sama meneliti lembaga pemerintah. Perbedaan: Meneliti efisiensi pada Komisi Pemberantasan Korupsi di Indonesia. Variabel input (anggaran untuk KPK, jumlah deputi penindakan) dan output (religiusitas, jumlah kasus yang ditangani) yang digunakan berbeda. Serta periode waktu yang diteliti berbeda, yaitu dari tahun 2010 – 2014. Persamaan: Sama-sama menggunakan 44
4.
5.
Rakhmat Purwanto (2011)
Norazlina Abd. Wahab dan Abdul Rahim Abdul Rahman
baik dari tahun 2006 dan 2007. Perhitungan terhadap sembilan OPZ tahun 2007 dengan asumsi CRS (orientasi input dan output), menunjukkan hanya 2 OPZ yang efisien, yakni BMM dan Bamuis BNI. OPZ yang paling banyak dijadikan benchmark adalah Bamuis BNI.
Analysis (DEA)
Analisis Perbandingan Efisiensi Bank Umum Konvensional (BUK) dan Bank Umum Syariah (BUS) di Indonesia dengan Metode Data Envelopment Analysis (DEA) (Periode 20062010)
Data Envelopment Analysis (DEA)
Efficiency of Zakat Institutions In Malaysia: An Application of Data Envelopment
2006 dan 2007. Perhitungan terhadap sembilan OPZ tahun 2007 dengan asumsi CRS (orientasi input dan output), menunjukkan hanya 2 OPZ yang efisien, yakni BMM dan Bamuis BNI. OPZ yang paling banyak dijadikan benchmark adalah Bamuis BNI.
Hasil analisis menggunakan metode DEA menunjukkan bahwa selama periode 2006-2010 BUK dan BUS cenderung mengalami peningkatan efisiensi walaupun berfluktuatif dengan ratarata efisiensi 83.29 persen untuk BUK dan 89.3 persen untuk BUS. Hal ini menunjukkan bahwa BUS sedikit lebih baik dari pada BUK di indonesia dalam hal efisiensi. Pada pengujian hipotesis uji beda menggunakanindependent sample t- test menunjukkan bahwa tidak terdapat perbedaan antara BUK dan BUS selama periode tahun 2006-2010 Data Hasil dari penelitian ini Envelopment adalah lembaga zakat di Analysis Malaysia telah (DEA) menunjukkan efisiensi teknis rata-rata 80,6% dan
Data Envelopment Analysis (DEA) perbedaan: Hanya menganalisis efisiensi dari Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) di Indonesia periode 2010-2014. Variabel input (anggaran untuk KPK, jumlah deputi penindakan) dan output (religiusitas, jumlah kasus yang ditangani) yang digunakan berbeda. Serta periode waktu yang diteliti berbeda. Persamaan: Sama-sama menggunakan Data Envelopment Analysis (DEA) Perbedaan: Hanya menganalisis efisiensi dari Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) di Indonesia periode 2010-2014. Variabel input (anggaran untuk KPK, jumlah deputi penindakan) dan output (religiusitas, jumlah kasus yang ditangani) yang digunakan berbeda. Serta periode waktu yang diteliti berbeda.
Persamaan: Sama-sama menggunakan Data Envelopment Analysis (DEA) 45
6.
7.
(2012)
Analysis
Sandi Kusuma Wardana (2013)
Analisis Tingkat Efisiensi Perbankan dengan Pendekatan Non Parametrik Data Envelompment Analysis (DEA)
Data Envelopment Analysis (DEA)
Analisis Pengeluaran Pemerintah Sektor Publik di Kawasan Asia Tenggara: Aplikasi Data Envelopment Analysis (DEA)
Data Envelopment Analysis (DEA)
Dian Merini dan Putu Mahardika Adi Saputra (2013)
juga inefisiensi teknis murni mendominasi skala efek inefisiensi dalam menentukan efisiensi teknis lembaga zakat di Malaysia.
Hasil analisis menggunakan Data Envelopment Analysis menunjukkan bahwa tidak berubah banyak antara 2005 dan 2011, skor efisiensi mencapai tingkat atas pada tahun 2011 untuk semua bank. Hasil penelitian juga menunjukkan bahwa tidak ada perbedaan dalam efisiensi antara bank yang dimiliki Negara dan bank umum swasta nasional di Indonesia.
Menurut hasil analisis menggunakan Data Envelopment Analysis menunjukkan bahwa Negara Singapura menjadi Negara yang mempunyai nilai efisiensi tertinggi, sedangkan Malaysia, Thailand, Brunei Darussalam, dan Vietnam tidak mencapai kondisi efisien melalui teknik pengeluaran publiknya.
Perbedaan: Yang diteliti ialah efisiensi pada Komisi Pemberantasan Korupsi, dengan periode waktu 5 tahun, dari tahun 2010 sampai 2014. Variabel input (anggaran untuk KPK, jumlah deputi penindakan) dan output (religiusitas, jumlah kasus yang ditangani) yang digunakan berbeda. - Persamaan: Sama-sama menggunakan Data Envelopment Analysis (DEA) - Perbedaan: Yang diteliti ialah efisiensi pada Komisi Pemberantasan Korupsi, dengan periode waktu 5 tahun, dari tahun 2010 sampai 2014. Variabel input (anggaran untuk KPK, jumlah deputi penindakan) dan output (religiusitas, jumlah kasus yang ditangani) yang digunakan berbeda. Serta periode waktu yang diteliti berbeda. Persamaan: Sama- sama menganalisis efisiensi mengguanakan Data Envelopment Analysis (DEA) dan sama – sama meneliti lembaga pemerintah. Perbedaan: Meneliti efisiensi pada Komisi Pemberantasan Korupsi di Indonesia. Variabel input (anggaran 46
8.
Norazlina Abd. Wahab dan Abdul Rahim Abdul Rahman (2013)
Determinants of Efficiency of Zakat Institutions in Malaysia: A Non-parametric Approach
Data Envelopment Analysis (DEA)
Cambodja dan Laos memiliki nilai efisien yang tinggi hanya tidak efisien dalam pelayanan kesehatan dan pendidikan. Kemudian, Indonesia dan Phillipines dapat meningkatkan derajat efisiensi dengan cara melakukan pengurangan input pada tingkat output yang tetap melalui alokasi anggaran yang tepat sasaran dan atau sebaliknya meningkatkan ouput pada tingkat input yang tetap.
untuk KPK, jumlah deputi penindakan) dan output (religiusitas, jumlah kasus yang ditangani) yang digunakan berbeda.
Hasil penelitian ini adalah produktifitas lembaga zakat di Malaysia telah meningkat pada tingkat rata-rata 2,4 persen selama periode penelitian. Peningkatan ini disebabkan oleh kemajuan teknis (TECHCH) dari 3,5 persen sementara perubahan efisiensi (EFFCH) memberikan kontribusi perubahan negatif (-0.1%).
Persamaan: Sama- sama menganalisis efisiensi mengguanakan Data Envelopment Analysis (DEA). Perbedaan: Meneliti efisiensi pada Komisi Pemberantasan Korupsi di Indonesia. Variabel input (anggaran untuk KPK, jumlah deputi penindakan) dan output (religiusitas, jumlah kasus yang ditangani) yang digunakan berbeda.
Penelitian ini bertujuan tidak jauh berbeda dengan penelitian terdahulu, yaitu untuk menganalisis efisiensi pada komisi pemberantasan korupsi (KPK) di Indonesia dengan menggunakan metode Data Envelopment Analysis (DEA). Namun, terdapat perbedaan antara lain seperti objek penelitian, variabel yang 47
dipakai dan tahun pengamatan yang digunakan secara purposive sampling. Periode tahun pengamatan yang digunakan dalam penelitian ini adalah tahun 2010 - 2014, sedangkan variabel yang digunakan dalam menganalisis efisiensi pada komisi pemberantasan korupsi (KPK) yaitu variabel input ialah anggaran untuk KPK dan jumlah deputi penindakan. Sedangkan variabel output ialah religiusitas (kegiatan keagamaan) dan jumlah kasus yang ditangani. C. Kerangka Berfikir Semakin berkembangnya teknologi dan bertambahnya kemampuan para koruptor
dalam
menyembunyikan
kasus
korupsinya,
lembaga
Komisi
Pemberantasan Korupsi harus terus mengoptimalkan input yang ada untuk menghasilkan ouput yang maksimal. Penelitian ini akan mengukur efisiensi menggunakan metode Data Envelopment Analysis (DEA). Analisis ini kemudian akan menghasilkan perumusan frontier interaksi antara input dalam mempengaruhi output yang dihasilkan. Hubungan input dan output tersebutlah yang kemudian akan menentukan nilai efisiensi, sehingga akan dapat dilihat apakah lembaga Komisi Pemberantasan Korupsi itu efisien atau inefisien. Selanjutnya adalah tahapan-tahapan dalam penelitian ini yaitu penentuan populasi, populasi pada penelitian ini adalah lembaga Komisi Pemberantasan Korupsi. Setelah terpilih sampel, selanjutnya mengumpulkan data - data yang lengkap mengenai Anggaran Untuk Komisi pemberantasan Korupsi, Jumlah Deputi Penindakan, Jumlah Kasus yang Ditangani, dan Religiusitas (Kegiatan 48
Keagamaan) berdasarkan sampel dimulai dari tahun 2010 sampai dengan tahun 2014. Setelah data terkumpul dan dimasukkan dengan menggunakan Microsoft Excel maka selanjutnya dilakukan pegukuran efisiensi dengan metode Data Envelopment Analysis (DEA). Setelah diketahui nilai efisiensi lembaga Komisi Pemberantasan Korupsi. Kemudian dari hasil tersebut akan diketahui seberapa besar input serta output yang dapat diperbaiki guna mencapai kondisi efisien pada variabel input maupun output pada Komisi Pemberantasan Korupsi.
49
Tabel 2.2 Kerangka Berpikir Laporan Tahunan Komisi Pemberantasan Korupsi Tahun 2010 - 2014
Variabel Input
Variabel Output
Anggaran untuk KPK
Jumlah Deputi Penindakan
Religiusitas (kegiatan agama) Jumlah Kasus yang ditangani
Pengukuran Efisiensi dengan Metode Data Envelopment Analysis (DEA)
Hasil dan Intepretasi
Kesimpulan dan Saran
50
BAB III METODOLOGI PENELITIAN A. Ruang Lingkup Penelitian Ruang lingkup penelitian ini meliputi menganalisis efisiensi dan data yang digunakan adalah data kuantitatif, yaitu penelitian yang menganalisis data yang berbentuk angka (numeric). Penelitian ini dilakukan dalam jangka waktu lima tahun dari tahun 2010 sampai dengan 2014. Objek penelitian ini adalah Komisi Pemberantasan Korupsi yang ada di Indonesia. B. Sumber Data Data dalam penelitian ini diperoleh dari laporan tahunan yang dikeluarkan oleh Komisi Pemberantasan Korupsi pada tahun 2010 sampai dengan 2014. C. Metode Pengumpulan Data Metode pengumpulan data yang digunakan dalam penelitian ini dengan menggunakan metode dokumentasi, yaitu metode yang menghimpun informasi dan data melalui metode studi pustaka, eksplorasi literatur - literatur dan laporan tahunan yang dipublikasi oleh Komisi Pemberantasan Korupsi di Indonesia. Untuk memperoleh informasi yang berkaitan dengan penelitian ini dengan cara membaca dari berbagai sumber seperti buku, jurnal dan karya ilmiah lainnya.Selain itu, teknik pengumpulan data yang digunakan adalah studi internet (Internet Research) dimana penulis menggunakan alat informasi digital guna
51
51
melengkapi informasi yang belum dapat didapatkan melalui buku-buku atau literatur yang tersedia dengan membaca melalui sarana informasi internet. Penelitian ini menggunakan data sekunder yang diperoleh dari laporan tahunan Komisi Pemberantasan Korupsi yang dipublikasi oleh Komisi Pemberantasan Korupsi selaku lembaga yang bersangkutan di Negara Indonesia selama periode 2010 - 2014. Data sekunder yang dibutuhkan dalam penelitian ini adalah sebagai berikut : a. Anggaran Untuk KPK diperoleh dari laporan keuangan dan aset dalam laporan tahunan
Komisi Pemberantasan Korupsi yang bersangkutan selama periode
pengamatan. b. Jumlah Deputi Penindakan diperoleh dari laporan manajemen sumber daya manusia
dalam laporan tahunan Komisi Pemberantasan Korupsi yang
bersangkutan selama periode pengamatan. c. Religiusitas (kegiatan keagamaan) diperoleh dari laporan tahunan mengenai kegiatan keagamaan yang dilakukan oleh Badan Amaliah Islam KPK (BAIK) selama periode pengamatan. d. Jumlah kasus yang ditangani diperoleh dari laporan penindakan dalam laporan tahunan Komisi Pemberantasan Korupsi yang bersangkutan selama periode pengamatan.
52
D. Metode Analisis Data Jenis penelitian ini menggunakan pendekatan kuantitatif, dimana jenis data yang digunakan adalah data sekunder yang diperoleh dari laporan tahunan Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) yang menjadi objek dalam penelitian ini. Untuk menghitung tingkat efisiensi, penulis menggunakan teknik analisis data yaitu dengan menggunakan metode Data Envelopment Analysis (DEA) yang merupakan metode non parametrik yang diperuntukkan untuk menilai efisiensi relatif pada suatu unit operasional, melalui perhitungan nilai efisiensi dari setiap unit dalam suatu kumpulan data. Dalam proses pengolahan data penulis menggunakan perangkat lunak yaitu software DEAWIN.exe. Dimana DEAWIN.exe yang merupakan metode yang telah tersandarisasi sebagai alat untuk pengukuran efisiensi kinerja suatu aktifitas unit ekonomi yang telah dikembangkan oleh peneliti di Universitas Diponegoro oleh Indah Susilowati dkk (2004). Dalam penelitian ini juga menggunakan perangkat lunak lainnya untuk mengolah data yaitu Microsoft Excel sebagai perangkat lunak pendukung. 1. Metode Data Envelopment Analisys (DEA) Penelitian ini bertujuan untuk mengukur dan menganalisis efisiensi Komisi Pemberantasan Korupsi di Indonesia selama periode 2010 -2014 dengan metode non parametric khususnya DEA. DEA dikembangkan pertama kali oleh Farrel (1957) yang mengukur efisiensi teknis satu input dan satu output menjadi multi input dan multi output, 53
menggunakan kerangka nilai efisiensi relatif sebagai rasio input (single virtual input) dengan output (single virtual output). Alat analisis ini dipopulerkan oleh beberapa peneliti lainnya, diantaranya (Adrian Sutawijaya dan Etty Puji Lestari, 2009:56): a. Charnes-Cooprt-Rhodes (1978) Para peneliti ini pertama kali menentukan model DEA CCR (CharnesCooper-Rhodes) pada tahun 1978. Menurut Harjum Muharam dan Pusvitasari (2007), model ini mengasumsikan adanya Constant Return to Scale (CRS). CRS adalah perubahan proposional yang sama pada tingkat input akan menghasilkan perubahan proposional yang sama pada tingkat output (misalnya: penambahan 1 persen input akan menghasilkan penambahan 1 persen output). b. Bankers, Charnes dan Cooper (1984) Beberapa peneliti ini mengembangkan lebih lanjut model DEA BCC (Bankers, Charnes dan Cooper) paada tahun 1984. Harjum Muharam dan Pusvitasari (2007) menyebutkan bahwa model ini mengasumsikan adanya Variable Return to Scale (VRS). VRS adalah semua unit yang diukur akan menghasilkan perubahan pada berbagai tingkat output dan adanya anggapan bahwa skala produksi dapat mempengaruhi efisiensi. Hal inilah yang membedakan dengan asumsi CRS yang menyatakan bahwa skala produksi tidak mempengaruhi efisiensi. Teknologi merupakan salah satu faktor mempengaruhi
VRS,
sehingga
membuka
kemungkinan
skala
yang
produksi
mempengaruhi efisiensi. 54
Metode DEA merupakan sebuah metode frontier non parametric yang menggunakan model program linier untuk menghitung perbandingan rasio output dan input untuk semua unit yang dibandingkan dalam sebuah populasi (Abidin dan Endri,2009:25). Perhitungan DEA ini akan dibantu dengan paket-paket software efisiensi secara teknis, seprti Banxia Frontier Analysis (BFA), Warwick for Data Envelopment Analysis (WDEA), dan MaxDEA. Penelitian ini akan menggunakan bantuan WDEA. Pada intinya software-software tersebut akan menunjukkan pada hasil yang sama. Analisis DEA pada awalnya digunakan untuk mengatasi kekurangan analisis rasio dan regresi berganda, dimana DEA dapat mengukur efisiensi relative suatu UKE (Unit Kegiatan Ekonomi) dengan menggunakan input dan output lebih dari satu. Efisiensi relatif suatu UKE adalah efisiensi suatu UKE dibandingkan dengan UKE lain dalam sampel yang menggunakan jenis input dan output yang sama. DEA memformulasikan UKE sebagai program linier fraksional untuk mencari solusi, apabila model tersebut ditransformasikan ke dalam program linier dengan nilai bobot dari input dan output (Sutawijaya dan Lestari, 2009:56). Efisiensi relatif UKE dalam DEA juga didefinisikan sebagai rasio dari total output tertimbang dibagi total input tertimbang (total weighted output/total wighted input) atau timbangan untuk setiap input dan output UKE (Muharam dan Pusvitasari,2007:90).
55
Setiap UKE diasumsikan bebas menentukan bobot untuk setiap variabel variabel input maupun output yang ada, asalkan mampu memenuhi dua kondisi yang disyaratkan. Adapun kedua kondisi yang sisyaratkan yaitu, (Silkman,1986; Nugroho, 1995 dalam Huri dan Susilowati,2004:102): a. Bobot tidak boleh negatif. b. Bobot harus bersifat universal. Hal ini berarti setiap UKE dalam sampel harus dapat menggunakan seperangkat bobot yang sama untuk mengevaluasi rasionya (total weighted output/total weighted input) dan rasio tersebut tidak lebih dari 1 (total weighted output/total weighted input ≤ 1) (Muharam dan Pusvitasari,2007:90). Suatu UKE dikatakan efisien secara relatif apabila nilai dualnya sama dengan 1 (nilai efisiensi 100 persen). Sebaliknya apabila nilai dualnya kurang dari 1, maka UKE bersangkutan dianggap tidak efisien secara relatif atau mengalami inefisiensi (Silkman,1986;Nugroho, 1995 dalam Huri dan Sosilowati, 2004:102). Disamping mengukur tingkat efisinesi relative suatu UKE terhadap UKE dalam kelompoknya. DEA juga dapat melihat sumber ketidakefisienan dengan ukuran peningkatan potensial (potential improvement) dari masing - masing input dan output (Endri,2011:19).
56
Dalam penggunaan metode Data Envelopment Analysis (DEA) ada beberapa tahapan yang harus dilakukan, yaitu (Hendri Tanjung dan Abrista Devi, 2013:338-339): 1) Menentukan DMU Sebagaimana telah dijelaskan diawal bahwa DMU merupakan unit operasional yang akan dijadikan sebagai entitas pengambilan keputusan atau unit bisnis yang akan diuji tingkat efisiensinya. DMU dapat berupa perusahaan yang profit oriented maupun non-profit oriented (charity). Contoh dari DMU antara lain : Profit Center, Unit bisnis, strategic business Unit, cabang, outlet, tim, divisi, dan sebagainya. 2) Menentukan Pendekatan Pada umumnya penentuan pendekatan ini tidak ada teori khusus yang harus diikuti.Pencapaian dari tujuan operasional pada tiap-tiap unit dijadikan sebagai pendekatan untuk mengukur “good performance”. Pemilihan pendekatan ini akan mempengaruhi pada penentuan variabel - variabel input dan output yang akan digunakan untuk pengujian efisiensi. 3) Memilih Variabel Input - Output Merupakan tahapan yang paling penting untuk melakukan penilaian pada setiap DMU serta untuk menguji bahwa variabel - variabel yang digunakan mampu menggambarkan “performa” yang akan diukur. Sehingga dalam memilih variabel diharuskan merujuk pada literatur yang akurat. 57
4) Mengumpulkan Data Setelah semua terdefinisi (DMU, pendekatan, dan variable input - output), tahapan selanjutnya adalah mencari dan mengumpulkan data-data. Kumpulan data tersebut ditampilkan dalam bentuk tabel. Jumlah DMU harus > dari jumlah total variabel – variabel input dan output. Data dapat berupa cross-section atau data panel. 5) Memilih Model DEA Secara umum seperti yang sudah dibahas sebelumnya, ada tiga model DEA: (1) CCR (CRS) yang akan menghasilkan overall technical efficiency, (2) BCC (VRS) yang akan menghasilkan pure technical efficiency, (3) CCR/BCC menghasilkan nilai scale efficiency. Penetapan model DEA ini juga akan mempengaruhi analisis selanjutnya apakah berorientasi pada input atau output. Jika memilih orientasi input, maka tentunya cenderung digunakan untuk meningkatkan aktifitas internal, sedangkan jika berorientasi pada output untuk mengoptimalkan eksternal. 6) Tahap selanjutnya adalah melakukan sintesis dan analisis Data yang sudah disusun dalam bentuk tabel pada Microsoft excel lalu diimport ke dalam software frontier analisis. Software dengan sendirinya akan melakukan sintesis pada data dari setiap variabel input dan output untuk setiap DMU. Hasil sintesis kembali di export ke Microsoft excel untuk dilakukan analisis. Hasil analisa dapat berupa grafik perolehan hasil overall, technical dan scale efficiency serta grafik penilaian IRS, CRS dan DRS.
58
Setiap metodologi tentunya memiliki kelebihan dan kelemahan masing – masing. Kelebihan dari penggunaan metodologi DEA di antaranya adalah (Siswadi dan Arafat, 2005 dalam Akbar, 2009) : a. DEA mampu menangani pengukuran efisiensi secara relatif bagi beberapa Decision Making Unit (DMU) sejenis dengan menggunakan banyak input dan output. b. Metode ini tidak memerlukan asumsi bentuk fungsi hubungan antara variabel input dan output sebagaimana diterapkan pada regresi biasa. c. Dalam DEA, DMU – DMU tersebut dibandingkan secara langsung dengan sesamanya. d. Faktor input dan output dapat memiliki satuan pengukuran yang berbeda, sebagai contoh, misalnya output 1 (X1) dapat berupa jumlah jiwa yang diselamatkan sedangkan output 2 (X2) jumlah pendapatan yang diterima dalam satuan rupiah, tanpa perlu melakukan perubahan satuan dari kedua variabel tersebut. Di samping beberapa kelebihannya, metodologi DEA juga tidak terlepas dari beberapa kelemahan, diantaranya adalah : a. Karena DEA merupakan sebuah extreme point technique, maka kesalahan – kesalahan pengukuran dapat mengakibatkan masalah yang signifikan. b. DEA hanya mengukur efisiensi relatif dari DMU dan tidak mengukur efisiensi absolut. Atau dengan kata lain, DEA hanya menunjukkan perbandingan penilaian 59
baik dan buruk suatu DMU dibandingkan dengan sekumpulan DMU lainnya yang sejenis. c. Dikarenakan DEA adalah teknik non parametrik, maka uji hipotesis secara sistematik akan sulit dilakukan. d. Menggunakan perumusan linier programming terpisah untuk setiap DMU, maka perhitungan secara manual membutuhkan waktu apalagi untuk masalah dalam skala besar. Akan tetapi, kelemahan dari masalah ini sudah dapat teratasi dengan adanya software frontier analys. 2. Model Pengukuran Efisiensi Teknik Teknik data envelopment analysis pada umumnya diperuntukan untuk menilai efisiensi organisasi pada sektor publik. Pada DEA diperkenalkan istilah Decision Making Unit (DMU) yang memprentasikan unit operasional (unit bisnis) yang akan dinilai. Penggunaan istilah DMU ini dinilai lebih baik daripada menggunakan istilah lainnya seperti profit center atau bussines unit , di mana untuk menghindari pengguna dari berpikir semata – mata hanya untuk menilai berdasarkan perspektif “keuntungan“, sehingga pengguna akan lebih fokus dalam membuat keputusan yang performa pengukurannya mungkin saja tidak berdasarkan pada perspektif keuntungan (profit). Teknik pengukuran DEA dapat digunakan dalam keadaan di mana performa diukur tidak berdasarkan pada cost/profit atau di mana ketika tidak ada satupun informasi cost/profit yang dapat diperoleh. Pengukuran DEA adalah
60
analisis pengukuran berdasarkan proses (process based analysis), atau dengan kata lain, dapat diaplikasikan pada unit perusahaan apapun (Hussain dan Brightman, 2005). Efisiensi teknis lembaga pemerintah ataupun organisasi pada sektor publik diukur dengan menghitung rasio antara output dan input, menggunakan input n untuk menghasilkan output m yang berbeda (Sutawijaya dan Lestari, 2009:57)
…………………….. Persamaan 1
Keterangan: Es = efisiensi lembaga pemerintah m = output lembaga pemerintah s yang diamati n
= input lembaga pemerintah s yang diamati
Yis = jumlah output ke i yang dihasilkan Xjs = jumlah input ke j yang digunakan Ui = s x 1 jumlah bobot output Vj = s x 1 jumlah bobot input
Adanya penggunaan satu variabel input dan satu output ditunjukkan oleh persamaan di atas. Rasio efisiensi (Es), kemudian dimaksimumkan dengan kendala sebagai berikut (Sutawijaya dan Lestari, 2009:27):
61
……………. Persamaan 2
Persamaan diatas menunjukkan bahwa N mewakili jumlah lembaga pemerintah dalam sampel dan r merupakan jenis lembaga pemerintah yang dijadikan sampel dalam penelitian. Pertidaksamaan pertama menjelaskan bahwa adanya rasio untuk UKE lain tidak lebih dari 1, sementara pertidaksamaan kedua berbobot non-negatif (positif). Angka rasio akan bervariasi antara 0 sampai dengan 1. Lembaga pemerintah diakatakan efisien, apabila memiliki angka rasio mendekati 1 atau 100 persen, sebaliknya apabila mendekati 0 menunjukkan efisiensi lembaga pemerintah yang semakin rendah. Pada DEA, setiap lembaga pemerintah dapat menentukan bobotnya masing-masing dan menjamin bahwa pembobotannya yang dipilih akan menghasilkan ukuran kinerja yang terbaik (Sutawijaya dan Lestari, 2009:57). Pada persamaan 1 dan 2 juga menunjukkan efisiensi sejumlah lembaga pemerintah yang UKE (n). Setiap lembaga pemerintah menggunakan n jenis input untuk menghasilkan m jenis output, apabila Xjs merupakan jumlah input j yang digunakan oleh bank sedangkan Yis > 0 merupakan jumlah output I yang dihasilkan olehlembaga pemerintah. Variabel keputusan (decision variable) dari penjelasan tersebut adalah bobot yang harus diberikan pada setiap input dan output OPZ. Vj merupakan bobot n yang diberikan pada input j oleh lembaga pemerintah dan Ui merupakan bobot yang diberikan pada output i oleh lembaga 62
pemerintah, sehingga vj dan ui merupakan variabel keputusan. Nilai variabel ini ditentukan melalui interasi program linier, kemudia diformulasikan pada sejumlah s program linier fraksional (fractional linier programs). Satu formulasi program linier untuk setiap bank dalam sample. Fungsi tujuan dari setiap prigram liniear fraksional tersebut adalah rasio dari output tertimbang di bagi rasio input tertimbang (total weighted output/total weighted input) dari bank (Muharam dan Pusvitasari, 2007:90-91). Beberapa program linier ditransformasikan ke dalam program ordinary linier secara primal atau dual, berikut ini (Annisa Rahmayanti, 2014:48):
Keterangan:
Uo merupakan penggal yang dapat bernilai positif atau negatif. Annisa Rahmayanti (2014:47) menjelaskan bahwa pengukuran teknis lembaga keuangan berdasarkan asumsi pendekatan frontier bisa dilakukan dengan model Constant Return to Scale (CRS). Model ini mengasumsikan bahwa 63
penambahan input dan output adalah sama. Artinya jika ada penambahan input sebesar x kali, maka output akan meningkat sebesar x kali juga. Asumsi lain yang digunakan dalam model ini adalah bahwa setiap perusahaan atau Unit Pembuat Keputusan (UPK) beroperasi pada skala yang optimal. E. Variabel Operasional Penelitian Variabel input yang digunakan dalam penelitian ini adalah Anggaran untuk KPK (I1), Jumlah Deputi Penindakan (I2), supaya diperoleh kesamaan pemahaman terhadap konsep - konsep dalam penelitian ini diperlukan penjelasan sebagai berikut: a. Anggaran Untuk KPK (I1) merupakan anggaran yang
disediakan oleh
pemerintahan Indonesia yang bersumber dari APBN untuk digunakan oleh KPK untuk melaksanakan kegiatan operasionalnya dalam satu tahun. b. Jumlah Deputi Penindakan (I2) adalah sejumlah orang yang terdiri dari penyelidik, penyidik, dan penuntut umum, untuk mencari serta mengumpulkan bukti agar membuat terang mengenai tindak pidana korupsi yang terjadi dan guna memberantas pelaku tindak pidana korupsi. Penelitian ini juga menggunakan variabel output yang terdiri atas Religiusitas (kegiatan keagamaan) dan Jumlah Kasus yang ditangani. Variabel variabel tersebut dijelaskan sebagai berikut: a. Religiusitas (kegiatan keagamaan) (O1) merupakan kegiatan yang dilakukan oleh karyawan muslim di KPK yang hampir setiap harinya ada kegiatan, di
64
antaranya yaitu kajian zuhur, kajian hari – hari besar, sholat jum’at, program tahsin, program bahsa arab, program khitan massal, program berbagi: belanja bareng yatim (BBY) kerjasama dengan PKPU dan program bedah mushala. b. Jumlah kasus yang ditangani (O2) merupakan jumlah seluruh kasus yang telah berhasil ditangani oleh KPK dalam kegiatan operasionalnya dalam satu tahun. Tabel 3.1 Operasional Variabel Penelitian Pendekatan Variabel Input Variabel Output Intermediasi - Religiusitas - Anggaran Untuk (kegiatan
KPK
keagamaan) -
Jumlah Deputi Penindakan
-
Jumlah kasus yang ditangani
65
BAB IV ANALISIS DAN PEMBAHASAN A. Sekilas Gambaran Umum Objek Penelitian 1. Perkembangan Komisi Pemberantasan Korupsi di Indonesia Di masa Orde Lama, tercatat dua kali dibentuk badan pemberantasan korupsi. Pertama, dengan perangkat aturan Undang – Undang Keadaan Bahaya, lembaga ini disebut Panitia Retooling Aparatur Negara (Paran). Badan ini dipimpin oleh A.H. Nasution dan dibantu oleh dua orang anggota, yakni Profesor M. Yamin dan Roeslan Abdulgani. Kepada Paran inilah semua pejabat harus menyampaikan data mengenai pejabat tersebut dalam bentuk isian formulir yang disediakan. Mudah ditebak, model perlawanan para pejabat yang korup pada saat itu adalah bereaksi keras dengan dalih yuridis bahwa dengan doktrin pertanggungjawaban secara langsung kepada Presiden, formulir itu tidak diserahkan kepada Paran, tapi langsung kepada Presiden. Diimbuhi dengan kekacauan politik, Paran berakhir tragis, deadlock, dan akhirnya menyerahkan kembali pelaksanaan tugasnya kepada Kabinet Djuanda. Pada 1963, melalui Keputusan Presiden No. 275 Tahun 1963, pemerintah menunjuk lagi A.H. Nasution, yang saat itu menjabat sebagai Menteri Koordinator
Pertahanan
dan
Keamanan/Kasab,
dibantu
oleh
Wiryono
Prodjodikusumo dengan lembaga baru yang lebih dikenal dengan Operasi Budhi. Kali ini dengan tugas yang lebih berat, yakni menyeret pelaku korupsi ke
66
66
pengadilan dengan sasaran utama perusahaan - perusahaan negara serta lembaga lembaga negara lainnya yang dianggap rawan praktek korupsi dan kolusi. Lagi - lagi alasan politis menyebabkan kemandekan, seperti Direktur Utama Pertamina yang tugas ke luar negeri dan direksi lainnya menolak karena belum ada surat tugas dari atasan, menjadi penghalang efektivitas lembaga ini. Operasi ini juga berakhir, meski berhasil menyelamatkan keuangan negara kurang-lebih Rp 11 miliar. Operasi Budhi ini dihentikan dengan pengumuman pembubarannya oleh Soebandrio kemudian diganti menjadi Komando Tertinggi Retooling Aparat Revolusi (Kontrar) dengan Presiden Soekarno menjadi ketuanya serta dibantu oleh Soebandrio dan Letjen Ahmad Yani. Bohari pada tahun 2001 mencatatkan bahwa seiring dengan lahirnya lembaga ini, pemberantasan korupsi pada masa Orde Lamapun kembali masuk ke jalur lambat, bahkan macet. Pada masa awal Orde Baru, melalui pidato kenegaraan pada 16 Agustus tahun 1967, Soeharto terang - terangan mengkritik Orde Lama, yang tidak mampu memberantas korupsi dalam hubungan dengan demokrasi yang terpusat ke istana. Pidato itu seakan memberi harapan besar seiring dengan dibentuknya Tim Pemberantasan Korupsi (TPK), yang diketuai oleh Jaksa Agung. Namun, ternyata ketidakseriusan TPK mulai dipertanyakan dan berujung pada kebijakan Soeharto untuk menunjuk Komite Empat beranggotakan tokoh - tokoh tua yang dianggap bersih dan berwibawa, seperti Prof Johannes, I.J. Kasimo, Mr.Wilopo, dan A. Tjokroaminoto, dengan tugas utama membersihkan Departemen Agama, Bulog, CV Waringin, PT Mantrust, Telkom, Pertamina, dan lain-lain.
67
Empat tokoh bersih ini jadi tanpa taji ketika hasil temuan atas kasus korupsi di Pertamina, misalnya, sama sekali tidak digubris oleh pemerintah. Lemahnya posisi komite ini pun menjadi alasan utama. Kemudian, ketika Laksamana Sudomo diangkat sebagai Pangkopkamtib, dibentuklah Operasi Tertib (Opstib) dengan tugas antara lain juga memberantas korupsi. Perselisihan pendapat mengenai metode pemberantasan korupsi yang bottom up atau top down di kalangan pemberantas korupsi itu sendiri cenderung semakin melemahkan pemberantasan korupsi, sehingga Opstib pun hilang seiring dengan makin menguatnya kedudukan para koruptor di singgasana Orde Baru. Di era reformasi, usaha pemberantasan korupsi dimulai oleh B.J. Habibie dengan mengeluarkan UU Nomor 28 Tahun 1999 tentang Penyelenggaraan Negara yang Bersih dan Bebas dari Korupsi, Kolusi, dan Nepotisme berikut pembentukan berbagai komisi atau badan baru, seperti Komisi Pengawas Kekayaan Pejabat Negara (KPKPN), KPPU, atau Lembaga Ombudsman. Presiden berikutnya, Abdurrahman Wahid, membentuk Tim Gabungan Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi (TGPTPK) melalui Peraturan Pemerintah Nomor 19 Tahun 2000. Namun, di tengah semangat menggebu - gebu untuk memberantas korupsi dari anggota tim ini, melalui suatu judicial review Mahkamah Agung, TGPTPK akhirnya dibubarkan dengan logika membenturkannya ke UU Nomor 31 Tahun 1999. Nasib serupa tapi tak sama dialami oleh KPKPN, dengan dibentuknya Komisi Pemberantasan Korupsi, tugas KPKPN melebur masuk ke dalam KPK, sehingga KPKPN sendiri hilang dan menguap. Artinya, KPK-lah lembaga pemberantasan korupsi terbaru yang masih eksis. 68
Kemudian tepatnya pada tanggal 16 Desember 2003, Taufiequrachman Ruki, seorang alumni Akademi Kepolisian (Akpol) 1971, dilantik menjadi Ketua KPK.
Di bawah
kepemimpinan Taufiequrachman
Ruki,
KPK
hendak
memposisikan dirinya sebagai katalisator (pemicu) bagi aparat dan institusi lain untuk terciptanya jalannya sebuah "good and clean governance" (pemerintahan baik dan bersih) di Republik Indonesia. Sebagai seorang mantan Anggota DPRRI dari tahun 1992 sampai 2001. KPK merupakan lembaga negara yang bersifat independen.Itu artinya, dalam menjalankan tugasnya, KPK terbebas dari kepentingan dan kekuasaan apapun. KPK bertanggung jawab kepada masyarakat dengan menyampaikan laporannya secara terbuka kepada presiden, DPR dan BPK. Adapun tugas KPK adalah berkoordinasi dengan instansi yang berwenang melakukan pemberantasan tindak pidana korupsi (TPK), melakukan supervisi terhadap instansi yang berwenang melakukan pemberantasan TPK melakukan penyelidikan, penyidikan dan penuntutan terhadap TPK, melakukan tindakan-tindakan pencegahan TPK, dan memonitor terhadap penyelenggaraan pemerintahan negara. Keberadaan KPK, yang didasari pada Undang-Undang No. 30 tahun 2002 tentang Komisi Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi, bukan untuk mengambil alih tugas pemberantasan korupsi dari lembaga-lembaga yang ada sebelumnya. Justru, dalam penjelasannya, undang - undang itu mengamanatkan KPK juga berperan sebagai mekanisme pemicu (trigger mechanism) yang mendorong dan menstimulasi agar upaya pemberantasan korupsi yang telah dilakukan oleh lembaga - lembaga itu, menjadi lebih efektif dan efisien sehingga manfaatnya bisa 69
dirasakan secara langsung oleh masyarakat luas. Tidak semua tindak pidana korupsi bisa ditangani KPK. KPK hanya bisa menangani korupsi yang melibatkan aparat penegak hukum, penyelenggara negara (PN), dan orang lain yang memiliki kaitan dengan TPK yang dilakukan aparat penegak hukum dan PN. Syarat kerugian negara yang diderita, mensyaratkan paling sedikit sebesar satu miliar rupiah. Selain dua hal itu, kasus korupsi itu juga harus mendapat perhatian dan meresahkan masyarakat. Dalam menjalankan tugas itu, KPK dipimpin oleh lima orang yang terdiri dari satu orang ketua merangkap anggota, dan empat orang wakil ketua merangkap anggota, yang berasal dari unsur pemerintahan dan unsur masyarakat. Dalam mengambil keputusan, pimpinan KPK bersifat kolektif kolegial dan berpedoman pada lima azas, yakni kepastian hukum, keterbukaan, akuntabilitas, kepentingan umum dan proporsionalitas. Para pimpinan KPK memegang jabatan selama empat tahun, dan dapat dipilih kembali untuk satu periode masa jabatan. Kelima pimpinan itu, membawahkan empat bidang yang dipimpin masing-masing oleh seorang deputi, yakni bidang Penindakan, Pencegahan, Informasi dan Data, serta Pengawasan Internal dan Pengaduan Masyarakat. KPK juga dibantu oleh seorang sekretaris jenderal yang bertanggung jawab kepada pimpinan KPK. Sekretaris jenderal diangkat dan diberhentikan oleh presiden. Pada aspek kelembagaan, ketentuan mengenai struktur organisasi KPK, diatur sedemikian rupa sehingga memungkinkan masyarakat luas tetap dapat berpartisipasi dalam aktivitas dan langkah - langkah yang dilakukan KPK. Dalam pelaksanaan tugas
70
operasional, KPK mengangkat pegawai yang direkrut sesuai dengan kompetensi yang dibutuhkan. Seperti tahun 2014 ini, KPK merekrut 24 pegawai melalui program Indonesia Memanggil ke-8, serta sebanyak 17 pegawai negeri yang dipekerjakan, dan melakukan rekrutmen internal untuk penambahan penyelidik dan penyidik. Sehingga, jumlah total pegawai KPK pada akhir tahun 2014 ini sebanyak 1.102 pegawai, termasuk di dalamnya 73 penyelidik, 79 penyidik dan 94 penuntut umum. Di tengah keterbatasan sumber daya ini, KPK tetap bersemangat dalam menjalankan amanah rakyat untuk menghapus kejahatan korupsi dari Bumi Pertiwi.Selain itu, KPK juga kini telah memiliki gedung sendiri setinggi 16 lantai.Perkembangan per 31 Desember 2014, pembangunan gedung tersebut telah berjalan 64 persen, dan segera memasuki pengerjaan arsitektur, interior dan mekanikal elektrikal. Dengan segenap sumber daya yang dimiliki, KPK terus mengoptimalkan kinerja dalam pemberantasan korupsi agar berjalan dengan efektif dan efisien. Ini merupakan bentuk komitmen kuat dalam menghadirkan tata kelola pemerintahan yang baik, sebagaimana yang telah tertuang dalam road map KPK 2011 - 2023 dan rencana strategis KPK 2011 - 2015. Bagi KPK, ini semua bukan hanya sebatas menjalankan tugas sebagaimana mandat undang - undang. Namun, ini harus dimaknai sebagai salah satu upaya KPK, dalam menjaga dan menegakkan integritas lembaga. Maka, atas sejumlah upaya itu telah menunjukkan hasil yang positif. Misalnya, KPK mendapatkan predikat penilaian A pada 2014 atas evaluasi
71
hasil Laporan Akuntabilitas Kinerja Instansi Pemerintahdari Kementerian Pendayagunaan Aparatur Negara dan Reformasi Birokrasi. 2. Perkembangan Badan Amaliah Islam KPK (BAIK) Badan Amaliah Islam KPK mulai ada di tahun 2008, yang mana ada di KPK untuk memfasilitasi ibadah para karyawan muslim di KPK dan juga mempunyai tujuan untuk membentengi diri dari karyawan muslim dari godaan yang mana sangat mungkin untuk dihadapi oleh karyawan muslim KPK yang kerjaannya berkaitan dengan memberantas korupsi dan pelaku korupsi serta BAIK juga dapat mengisi spiritual para karyawan muslim KPK untuk menunjang kinerja. pada saat itu hanya ada kegiatan keagamaan di hari senin dan kamis saja yaitu ada pengajian. Di tahun 2011 BAIK bekerjasama dengan BAZNAS untuk mengelola uang yang dikumpulkan dari para karyawan muslim KPK yang mana sebagian karyawan ada yang rela uang gajiannya dipotong 2,5% untuk dimasukkan kedalam rekening BAIK, yang nantinya akan disetor ke BAZNAS untuk disalurkan kepada orang yang berhak menerima zakat. Pada tahun 2012 BAIK sudah bisa mengundang Ustadz ternama Nasional, yang mana agenda kegiatannya masih di hari senin, rabu dan kamis yaitu kajian dzuhur, dan di hari selasa sebagian besar dipakai untuk acara besar keagamaan. Di tahun 2012 BAIK mengadakan kerjasama dengan PKPU yaitu dalam program berbagi : belanja bareng yatim (BBY) dan masih bekerjasama dengan PKPU, BAIK mengadakan program bedah Mushalla.
72
Di tahun 2013 BAIK kembali bekerjasama dengan BAZNAS untuk mengadakan khitanan massal yang pesertanya 50 orang. Di tahun ini pula kegiatan yang diadakan oleh BAIK untuk karyawan muslim KPK hampir setiap hari ada kegiatan, ada kajian dzuhur pada hari senin, rabu, dan kamis, di hari selasa ada kajian hari – hari besar Islam, hari jum’at ada acara sholat jum’at berjamaah di ruang auditorium gedung KPK. Di tahun 2014 BAIK dipimpin oleh Bapak Sugiapto, dibantu oleh Bapak Basuki sebagai Sekertaris, Ibu Isnaini sebagai Bendahara dan Bapak Imam Machdi sebagai Admin. Tidak jauh berbeda agenda kegiatan BAIK di tahun ini yaitu BAIK bekerjasama dengan Rumah Zakat untuk mengadakan khitanan massal, di tahun ini pula kegiatan yang diadakan oleh BAIK untuk karyawan muslim KPK hampir setiap hari ada kegiatan, ada kajian dzuhur pada hari senin, rabu, dan kamis, di hari selasa ada kajian hari – hari besar Islam, hari jum’at ada acara sholat jum’at berjamaah di ruang auditorium gedung KPK. Dan ada program Tahsin, program Bahasa Arab bertempat di ruang auditorium gedung KPK serta ada KPK mengaji yang dimulai dari awal tahun 2014. 3. Uraian Data Penelitian ini menggunakan metode penentuan sampel yaitu purposive sampling yang bersifat secara spesifik dimana mencerminkan Unit Kegiatan Ekonomi (UKE) yang diteliti dan tidak mencerminkan atau mewakili populasi secara umum. Objek dalam peneltian ini adalah Komisi Pemberantasan Korupsi
73
yang telah menyediakan laporan tahunan selama periode tahun 2010-2014. Objek penelitian yang dipakai dalam penelitian ini adalah sebagai berikut: a. Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) Penelitian ini menggunakan metode Data Envelopment Analysis (DEA) untuk menghitung tingkat efisiensi pada Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) yang ada di Indonesia dengan menggunakan dua variabel input yaitu: Anggaran untuk KPK dan Jumlah Penyidik. Sedangkan variabel outputnya yaitu: Religiusitas (kegiatan keagamaan) dan Jumlah Kasus yang Ditangani. Pengukuran efisiensi dilakukan dengan memasukkan input dan output ke dalam software DEAWIN.exe untuk diolah menjadi nilai-nilai efisiensi. Berikut ini laporan tahunan KPK yang telah di publish dan yang dijadikan variabel input dan output:
Tabel 4.1 Input Anggaran Untuk KPK Variabel Input Periode
Anggaran Untuk KPK
2010
431.065.431.000
2011
540.847.708.000
2012
603.668.943.000
2013
703.876.268.000
2014
624.180.262.000 74
Variabel input pertama adalah Anggaran untuk KPK. Pada Tabel 4.1 menunjukkan bahwa Anggaran untuk KPK di Indonesia dalam penelitian ini terus mengalami kenaikan dan penurunan (fluktuasi) dari tahun 2010 - 2014. Yang menggambarkan adanya upaya – upaya yang telah dilakukan oleh Pemerintah dalam meningkatkan pelayanan dan kinerja KPK. Grafik 4.1 Input Anggaran Untuk KPK
Grafik 4.1 di atas menunjukkan bahwa anggaran untuk KPK mengalami kenaikan dan penurunan (fluktuasi) setiap tahunnya. Anggaran untuk KPK disediakan oleh pemerintah yang berasal dari APBN untuk dipergunakan sebagaimana mestinya oleh KPK di dalam unit kerja dari berbagai deputi yang ada di KPK dalam meningkatkan pelayanan dan kinerjanya. Jumlah dari anggaran yang disediakan pemerintah untuk KPK sangatlah berpengaruh pada peningkatan kinerja semua unit kerja di KPK dalam memerangi korupsi di Indonesia.
75
Tabel 4.2 Input Jumlah Deputi Penindakan Variabel Input Periode
Jumlah Deputi Penindakan
2010
191
2011
266
2012
190
2013
274
2014
323
Variabel input kedua adalah Jumlah Deputi Penindakan. Pada Tabel 4.2 menunjukkan bahwa Jumlah Deputi Penindakan dalam penelitian ini terus mengalami kenaikan dan penurunan dari tahun 2010 - 2014 yang menggambarkan adanya upaya – upaya yang telah dilakukan oleh KPK dalam meningkatkan pelayanan dan kinerjanya. Grafik 4.2 Input Jumlah Deputi Penindakan
76
Grafik 4.2 di atas menunjukkan bahwa Jumlah Deputi Penindakan mengalami kenaikan dan penurunan setiap tahunnya. Jumlah Deputi Penindakan KPK terdiri dari penyidik, penyelidik, dan penuntut umum, dan deputi penindakan yang ada di KPK ini direkrut oleh KPK setiap tahunnya untuk meningkatkan kinerja dalam penanganan dan penyelesaian kasus tindak pidana korupsi KPK di Indonesia. Tabel 4.3 Output Religiusitas (kegiatan keagamaan) Variabel Input Periode
Religiusitas (kegiatan keagamaan)
2010
184
2011
182
2012
214
2013
224
2014
220
Variabel output pertama adalah Religiusitas (kegiatan keagamaan). Pada Tabel 4.3 menunjukkan bahwa Religiusitas (kegiatan keagamaan) dalam penelitian ini terus mengalami kenaikan dan penurunan dari tahun 2010 - 2014 yang menggambarkan adanya upaya – upaya yang telah dilakukan oleh Badan Amaliah Islamiah KPK (BAIK) dalam meningkatkan pelayanan dan kinerja KPK.
77
Grafik 4.3 Output Religiusitas (kegiatan keagamaan)
Grafik 4.3 di atas menunjukkan bahwa Religiusitas (kegiatan keagamaan) mengalami kenaikan dan penurunan (fluktuasi). Jumlah kegiatan religiusitas (kegiatan keagamaan) berasal dari agenda yang disediakan oleh Badan Amaliah Islam KPK (BAIK), kegiatan keagamaan ini sangatlah berpengaruh untuk menguatkan spiritual dan keimanan karyawan di semua unit kerja KPK agar bisa melindungi karyawan dari kerjaan yang rentan dengan godaan ataupun suap. Tabel 4.4 Output Kasus yang Ditangani Variabel Output Periode
Kasus yang Ditangani
2010
171
2011
189
2012
212
2013
256
2014
252
78
Variabel output kedua adalah Kasus yang ditangani. Pada Tabel 4.4 menunjukkan bahwa Kasus yang ditangani oleh KPK di Indonesia dalam penelitian ini terus mengalami kenaikan dan penurunan (fluktuasi) dari tahun 2010-2014 yang menggambarkan adanya upaya – upaya yang telah dilakukan oleh KPK dalam meningkatkan pelayanan dan kinerjanya. Grafik 4.4 Output Kasus yang Ditangani
Grafik 4.4 di atas menunjukkan bahwa kasus yang ditangani mengalami kenaikan dan penurunan.Jumlah kasus yang ditangani berasal dari perkara tindak pidana korupsi berdasarkan jenis perkara (penyuapan, pengadaan barang/jasa, penyalagunaan anggaran dan lain – lain) dan berdasarkan tingkat jabatan yang disalahgunakan. Kasus yang ditangani oleh KPK mempunyai kontribusi yang besar dalam memerangi tindak pidana korupsi yang terjadi di Indonesia.
79
B. Analisis dan Pembahasan Salah satu parameter kinerja yang secara teori adalah dengan pengukuran efisiensi dimana yang menjadi salah satu ukuran kinerja yang mendasari seluruh kinerja. Nilai efisiensi dari Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) dalam penelitian ini diperoleh dengan metode Data Envelopment Analysis (DEA). DEA akan menghasilkan nilai efisiensi relatif antar Unit Kegiatan Ekonomi (UKE) yang diteliti. Penelitian ini menggunakan asumsi Constant Return To Scale (CRS) yang berorientasi input (Input Oriented) untuk menganalisis efisiensi teknis biaya, sedangkan berorientasi output (Output Oriented) untuk menganalisis efisiensi teknis sistem dengan bantuan software DEAWIN.exe. Efisiensi merupakan salah satu parameter kinerja yang secara teoritis adalah salah satu ukuran kinerja yang mendasari seluruh kinerja organisasi. Efisiensi dalam dunia perbankan lazim digunakan untuk memberikan jawaban atas berbagai kesulitan dalam menghitung berbagai ukuran kinerja (Putri dan Lukviarman. 208:40). Perhitungan efisiensi pada Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) di indonesia menggunakan metode Data Envelopment Analysis (DEA) ini menggunakan dua variabel input yaitu: Anggaran untuk KPK dan Jumlah Deputi Penindakan. Sedangkan outputnya meliputi: Religiusitas (kegiatan keagamaan) dan Kasus yang ditangani. DEA merupakan ukuran efisiensi relatif, yang mengukur inefisinesi unit - unit yang ada dibandingkan dengan unit yang lain yang dianggap paling efisien dalam set data yang ada. Sehingga dalam analisis 80
DEA dimungkinkan beberapa unit mempunyai tingkat efisiensi 100 persen yang artinya bahwa unit tersebut merupakan unit yang terefisien dalam set data tertentu dan waktu tertentu (Hadad, 2003:14). Indah Susilowati, dkk (2004:4) menyatakan bahwa dalam perhitungan DEA, suatu periode yang menjadi frontier (sudah efisien) diasumsikan efisien bila bernilai 100%, sedangkan yang inefisien bernilai antara 0% sampai dengan 100%. Di samping itu terdapat pula angka actual dan angka target. Angka actual adalah angka input - output yang dimiliki, sedangkan angka target adalah angka yang disarankan oleh perhitungan DEA supaya input - output tersebut menjadi efisien. Sedangkan to gain dan to achieved adalah persentase dalam penambahan angka agar mencapai target yang dihasilkan oleh perhitungan DEA. Berikut ini adalah tingkat efisiensi Komisi Pemberantasan Korupsi dari hasil olah data DEA: Tabel 4.5 Tingkat Efisiensi KPK Nama Lembaga KPK
2010
2011
2012
2013
2014
100%
87.24%
100%
96.32%
100%
Sumber : Data diolah menggunakan DEAWIN-CRS orientasi output Tabel 4.5 menunjukkan bahwa selama periode 5 tahun penelitian dapat dijelaskan bahwa hanya KPK yang selalu mencapai nilai efisiensi 100 persen pada tahun 2010, 2012, dan 2014, serta mengalami inefisiensi hanya pada tahun 2011 dan 2013 saja. Hal ini menunjukkan bahwa KPK sudah efisien secara relative di setiap tahunnya. Dari hasil semua penelitian yang telah dilakukan, dapat disimpulkan bahwa KPK mengalami peningkatan dan penurunan kinerja (fluktuatif) dari tahun ke tahun. 81
Berdasarkan table 4.5 dapat dilihat juga bahwa tingkat efisiensi KPK mencapai 100% atau senilai dengan 1 pada tahun 2010, 2012, dan 2014, serta mengalami inefisiensi hanya pada tahun 2011 dan 2013. KPK selama 5 tahun periode penelitian mengalami fluktuasi nilai efisiensinya dari tahun 2010 sampai dengan 2014. Dimana pada tahun 2010 nilai efisiensi yang dicapai KPK sebesar 100 persen, lalu mengalami penurunan pada tahun 2011 menjadi 87,24 persen, kemudian mengalami peningkatan pada tahun 2012 menjadi 100 persen, lalu mengalami penurunan pada tahun 2013 menjadi 96,32 persen dan pada tahun 2014 mengalami peningkatan nilai efisiensinya sebesar 100 persen. Hal ini menggambarkan bahwa KPK masih belum memaksimalkan input dan output yang dimiliki secara optimal dan dapat dikatakan inefisien hanya pada tahun 2011 dan 2013. 1. Hasil Perhitungan dan Analisis Tingkat Efisiensi KPK Berdasarkan hasil perhitungan metode DEA berasumsikan Constant Return to Scale (CRS) dengan menggunakan software DEAWIN.exe untuk menunjukkan input-output yang menyebabkan efisiensi, maka diperoleh tabel yang menunjukkan actual, target, to gain dan achieved. Nilai actual adalah input - output yang digunakan, target adalah pencapaian yang diharapkan untuk mencapai tingkat efisiensi relative, to gain adalah persentase untuk perbaikan dan achieved adalah persentase tingkat efisiensi yang sudah berhasil dicapai.
82
Tabel 4.6 Tingkat Efisiensi KPK Tahun
Tingkat Efisiensi
2010
100%
2011
87.24%
2012
100%
2013
96.32%
2014
100%
Mean
96.71%
Sumber : Data diolah menggunakan DEAWIN-CRS orientasi output a. Analisis Teknis Efisiensi Komisi Pemberantasan Korupsi Tahun 2010 Berdasarkan hasil perhitungan metode DEA berasumsikan CRS (Constant Return to Scale) dengan menggunakan software DEAWIN, dapat dilihat tingkat efisiensi KPK pada tahun 2010 pada table 4.7 yang menggambarkan pencapaian nilai efisiensi pada KPK. Tabel 4.7 Hasil Efisiensi KPK Tahun 2010 Variabel
Actual
Anggaran 431.065.431.000 Untuk KPK Jumlah Deputi 191 Penindakan Religiusitas 184 (kegiatan keagamaan) Kasus yang 171 Ditangani
Target
Achieved
431.065.431.000
To Gain 0.0%
191
0.0%
100%
184
0.0%
100%
171
0.0%
100%
100%
83
Sumber : Data diolah menggunakan DEAWIN-CRS orientasi output Tabel 4.7 menjelaskan bahwa KPK efisien secara relative maksimal pada tahun 2010. Dengan kata lain, KPK sudah mencapai target dan achieved 100% di semua variabel input dan outputnya. KPK pada tahun 2010 sudah memaksimalkan input dan output yang dimiliki secara optimal dan dapat dikatakan efisien. b. Analisis Teknis Efisiensi Komisi Pemberantasan Korupsi Tahun 2011 Berdasarkan hasil perhitungan metode DEA berasumsikan CRS (Constant Return to Scale) dengan menggunakan software DEAWIN, dapat dilihat tingkat efisiensi KPK pada tahun 2011 pada table 4.8 yang menggambarkan pencapaian nilai efisiensi pada KPK. Tabel 4.8 Hasil Efisiensi KPK Tahun 2011 Variabel
Actual
Target
To Gain 12.8%
Anggaran 540.847.708.000 471.815.155.890 Untuk KPK Jumlah Deputi 266 228.5 14.1% Penindakan Religiusitas 182 182 0.0% (kegiatan keagamaan) Kasus Yang 189 189 0.0% Ditangani Sumber : Data diolah menggunakan DEAWIN-CRS orientasi output
Achieved 87.2% 85.9% 100%
100%
Tabel 4.8 menjelaskan bahwa KPK pada tahun 2011 mengalami inefisiensi. KPK mengalami inefisiensi pada input anggaran untuk KPK dan jumlah deputi penindakan.
Nilai actual anggaran untuk KPK
adalah 84
540.847.708.000, padahal target anggaran untuk KPK adalah 471.815.155.890, maka diperlukan peningkatan efisiensi sebesar 12.8 persen karena pencapaian efisiensinya baru 87.2 persen. Jumlah deputi penindakan hanya mencapai tingkat efisiensi sebesar 85.9 persen sehingga dibutuhkan peningkatan efisiensi sebesar 14.1 persen, karena nilai input yang digunakan sebesar 266 padahal target jumlah penyidik adalah sebesar 228.5. Kesimpulannya adalah KPK tahun 2011 belum memaksimalkan input yang dimiliki dan dapat dikatakan inefisien. Hal tersebut berarti nilai input yang dicapai oleh KPK belum dapat meraih target yang sebenarnya. c. Analisis Teknis Efisiensi Komisi Pemberantasan Korupsi Tahun 2012 Berdasarkan hasil perhitungan metode DEA berasumsikan CRS (Constant Return to Scale) dengan menggunakan software DEAWIN, dapat dilihat tingkat efisiensi KPK pada tahun 2012 pada table 4.9 yang menggambarkan pencapaian nilai efisiensi pada KPK. Tabel 4.9 Hasil Efisiensi KPK Tahun 2012 Variabel
Actual
Anggaran 603.668.943.000 Untuk KPK Jumlah Deputi 190 Penindakan Religiusitas 214 (kegiatan keagamaan) Kasus Yang 212
Target
Achieved
603.668.943.000
To Gain 0.0%
190
0.0%
100%
214
0.0%
100%
212
0.0%
100%
100%
85
Ditangani Sumber : Data diolah menggunakan DEAWIN-CRS orientasi output Tabel 4.9 menjelaskan bahwa KPK efisien secara relative maksimal pada tahun 2012. Dengan kata lain, KPK sudah mencapai target dan achieved 100% di semua variabel input dan outputnya. KPK pada tahun 2012 sudah memaksimalkan input dan output yang dimiliki secara optimal dan dapat dikatakan efisien. d. Analisis Teknis Efisiensi Komisi Pemberantasan Korupsi Tahun 2013 Berdasarkan hasil perhitungan metode DEA berasumsikan CRS (Constant Return to Scale) dengan menggunakan software DEAWIN, dapat dilihat tingkat efisiensi KPK pada tahun 2013 pada table 4.10 yang menggambarkan pencapaian nilai efisiensi pada KPK. Tabel 4.10 Hasil Efisiensi KPK Tahun 2013 Variabel
Actual
Target
To Gain 3.7%
Anggaran 703.876.268.000 677.946.158.400 Untuk KPK Jumlah Deputi 274 263.9 3.7% Penindakan Religiusitas 224 268.8 20.0% (kegiatan keagamaan) Kasus Yang 256 256 0.0% Ditangani Sumber : Data diolah menggunakan DEAWIN-CRS orientasi output
Achieved 96.3% 96.3% 83.3%
100%
Tabel 4.10 menjelaskan bahwa KPK pada tahun 2013 mengalami inefisiensi. KPK mengalami inefisiensi pada input anggaran untuk KPK dan jumlah deputi penindakan. Nilai actual anggaran untuk KPK
adalah 86
703.876.268.000, padahal target anggaran untuk KPK adalah 677.946.158.400, maka diperlukan peningkatan efisiensi sebesar 3.7% persen karena pencapaian efisiensinya baru 96.3 persen. Jumlah deputi penindakan hanya mencapai tingkat efisiensi sebesar 96.3 persen sehingga dibutuhkan peningkatan efisiensi sebesar 3.7 persen, karena nilai input yang digunakan sebesar 274 padahal target jumlah penyidik adalah sebesar 263.9. Pada output juga terjadi inefisiensi pada variabel Religiusitas (kegiatan keagamaan), mempunyai nilai actual adalah 224, padahal target Religiusitas (kegiatan keagamaan) adalah 268.8, maka diperlukan peningkatan efisiensi sebesar 20 persen, karena pencapaian efisiensinya baru 83,3 persen. Kesimpulannya adalah KPK tahun 2013 belum memaksimalkan input dan output yang dimiliki dan dapat dikatakan inefisien. Hal tersebut berarti nilai input dan output yang dicapai oleh KPK belum dapat meraih target yang sebenarnya. e. Analisis Teknis Efisiensi Komisi Pemberantasan Korupsi Tahun 2014 Berdasarkan hasil perhitungan metode DEA berasumsikan CRS (Constant Return to Scale) dengan menggunakan software DEAWIN, dapat dilihat tingkat efisiensi KPK pada tahun 2014 pada table 4.11 yang menggambarkan pencapaian nilai efisiensi pada KPK.
87
Tabel 4.11 Hasil Efisiensi KPK Tahun 2014 Variabel
Actual
Target
To Gain 0.0%
Anggaran 624.180.262.000 624.180.262.000 Untuk KPK Jumlah Deputi 323 323 0.0% Penindakan Religiusitas 220 220 0.0% (kegiatan keagamaan) Kasus yang 252 252 0.0% Ditangani Sumber : Data diolah menggunakan DEAWIN-CRS orientasi output
Achieved 100% 100% 100%
100%
Tabel 4.11 menjelaskan bahwa KPK efisien secara relative maksimal pada tahun 2014. Dengan kata lain, KPK sudah mencapai target dan achieved 100% di semua variabel input dan outputnya. KPK pada tahun 2014 sudah memaksimalkan input dan output yang dimiliki secara optimaldan dapat dikatakan efisien. 2. Analisis dan Interpretasi Data Hasil yang diperoleh dalam penelitian ini adalah KPK mengalami inefisiensi hanya pada tahun 2011 dan 2013. Ketidakefisienan tersebut dikarenakan kurang maksimalnya penggunaan input dan output. Sementara itu KPK sudah efisien di tahun 2010, 2012 dan tahun 2014, hasil penelitian ini juga bisa dilihat bahwa dari tahun 2010 ke tahun 2011 KPK mengalami penurunan efisiensi, lalu pada tahun 2011 ke tahun 2012 KPK mengalami peningkatan efisiensi, kemudian pada tahun 2012 ke tahun 2013 KPK mengalami penurunan efisiensi, sisanya dari tahun 2013 ke tahun 2014 mengalami kenaikan efisiensi, hal ini dapat diartikan bahwa selama penelitian dilakukan, KPK mengalami fluktuasi pada efisiensi dari tahun 2010 sampai dengan tahun 2014. 88
KPK sudah efisien selama 2010, 2012 dan 2014, hasil penelitian ini didukung fakta yang diperoleh dari laporan tahunan KPK pada tahun 2010, dimana pada tahun itu KPK mendapatkan penghargaan Integrity Award dari Bank Dunia pada acara International Corruption Hunters Alliance di Washington DC, Amerika Serikat. Pada tahun 2012 yang diperoleh dari laporan tahunan KPK tahun 2012, dimana pada tahun itu KPK mendapatkan penghargaan Nilai A untuk Akuntabilitas Kinerja KPK, Predikat “WAJAR TANPA PENGECUALIAN”, Juara 2 Realisasi Inventarisasi dan Penilaian Barang Milik Negara (IP BMN) dan Dua Anugerah Media Humas. Fakta yang mendukung lainnya adalah dari laporan tahunan KPK tahun 2014 yang menyatakan bahwa KPK sepanjang tahun 2014 telah mendapatkan beberapa apresiasi ataupun penghargaan yaitu lima tahun berturut – turut, KPK menerima penghargaan Soegeng Sarjadi Award On Good Governance. Di bidang kehumasan, KPK meraih dua penghargaan sebagai program Public Relations (PR) terbaik lewat ajang Indonesia Public Relations Awards & Summit 2014 (IPRASI) dan program yang mendapat penghargaan adalah Kanal KPK. Selain itu, KPK juga menerima penghargaan sebagai situs terbaik pertama dalam E-Transparency Award 2014. KPK telah bekerja penuh semangat memberantas tindak pidana korupsi yang ada di Indonesia sesuai dengan standar dan aturan yang berlaku. KPK telah banyak melakukan berbagai perbaikan yang berkelanjutan di semua deputi ataupun unit kerja di KPK. Melalui Program Pemilu Berintegritas. KPK mengawal pesta demokrasi Mengusung tema “Pilih yang Jujur,” agar melahirkan 89
para pemimpin berintegritas pada tahun 2014 dan memberikan buku putih untuk calon presiden dan wakilnya mengenai delapan agenda antikorupsi bagi presiden 2014 - 2019 dengan harapan, gagasan – gagasan dalam kajian tersebut dapat dijadikan rujukan dan fundamen kebijakan bagian terpilih. Pada tahun 2014, KPK juga meluncurkan Kanal KPK TV untuk melengkapi strategi komunikasi, Kanal KPK TV bukan untuk menyaingi media umum. Melalui media medium audiovisual, diharapkan masyarakat bisa lebih mudah mencerna pesan antikorupsi. Di bidang teknologi KPK juga membuat aplikasi teknologi untuk solusi gratifikasi, aplikasi melalui Android dan iOS pun menjadi salah satu solusi cara untuk meningkatkan kesadaran masyarakat terkait gratifikasi. Aplikasi tersebut adalah GRATis yang merupakan aplikasi yang digunakan sebagai media informasi dan sosialisasi tentang gratifikasi. KPK sudah mempunyai pola perekrutan yaitu dengan cara melakukan rekrutmen internal untuk penambahan penyelidik dan penyidik, serta merekrut pegawai melalui program Indonesia Memanggil, yang dalam pelaksanaan tugas operasional, KPK mengangkat pegawai yang direkrut sesuai dengan kompetensi yang dibutuhkan di setiap tahunnya. Dengan sumber daya yang dimiliki oleh KPK, tentunya KPK terus mengoptimalkan kinerja dalam pemberantasan korupsi agar berjalan dengan efisien dan efektif. Hal ini dilakukan KPK agar bisa tetap bersemangat dalam menjalankan amanah rakyat untuk menghapus kejahatan korupsi di Indonesia.
90
Ketidakefisienan penggunaan input anggaran untuk KPK yang tidak sesuai atau lebih besar dibandingkan yang dibutuhkan oleh KPK untuk membiayai kegiatan operasional di setiap unit kerja KPK. Besarnya anggaran untuk KPK ditentukan oleh APBN yang dikeluarkan oleh pemerintah, kemudian masalah pengguanaan anggaran itu sepenihnya diserahkan ke KPK untuk melaksanakan kegiatan operasional agar selalu dapat memberantasan korupsi di Indonesia. Upaya yang dapat dilakukan antara lain dengan membuat program kerja beserta anggaran untuk satu tahun. Sehingga dengan adanya program kerja beserta anggaran untuk satu tahun itu, anggaran untuk KPK dari APBN yang diberikan pemerintah tersebut dapat sesuai dengan program kerja dan anggaran per tahun yang telah KPK buat. Ketidakefisienan yang terjadi pada jumlah deputi penindakan untuk KPK yang tidak sesuai atau lebih besar dibandingkan yang dibutuhkan oleh KPK untuk menangani kasus yang termasuk di dalam tindak pidana korupsi. Banyaknya kasus yang ditangani oleh satu orang penyidik saja itu bisa sampai lima sampai enam kasus. Maka dari itu KPK senantiasa di setiap tahunnya pasti merekrut karyawan baru untuk menambah kemampuan deputi penindakan agar bisa lebih efektif dan efisien dalam memberantas kasus korupsi yang ada. Ketidakefisienan yang terjadi pada penggunaan output religiusitas (kegiatan keagamaan) yang tidak sesuai atau lebih besar yang dibutuhkan KPK untuk menguatkan unsur spiritual ataupun kejiwaan karyawan di KPK.Kegiatan keagamaan ini sangatlah penting untuk sering diadakan, alasannya yaitu agar
91
karyawan KPK dalam menjalankan tugasnya bisa terhindar dari hal yang tidak diinginkan seperti suap dan lainnya. Metode DEA memiliki salah satu keunggulan selain menghasilkan nilai efisien relative setiap UKE (Unit Kegiatan Ekonomi) yaitu dengan menunjukkan potential improvement atau tingkat perbaikan yang diperlukan dari setiap masingmasing UKE. Perbaikan variabel input dan ouput tersebut menunjukkan tingkat efisien UKE yang belum efisien dapat ditingkatkan atau dikurangi guna mencapai kondisi efisien baik secara teknis biaya atau teknis sistem.
92
BAB V KESIMPULAN DAN SARAN A. Kesimpulan Berdasarkan hasil analisis efisiensi pada Komisi Pemberantasan Korupsi dengan menggunakan metode Data Envelopment Analysis (DEA) periode 20102014 dengan pendekatan produksi dalam menentukan variabel input dan output yang telah dilakukan pada bab sebelumnya, maka kesimpulan yang dapat diambil dari penelitian ini adalah : 1. Dari Komisi Pemberantasan Korupsi yang menjadi sampel penelitian, hanya ada 2 tahun penelitian saja yang mengalami inefisien, yaitu pada tahun 2011 yang inefisien yaitu sebesar 87.24 persen dan pada tahun 2013 yang inefisien yaitu sebesar 96.32 persen. Sisa tahun yang ada yaitu pada tahun 2010, 2012 dan 2014 KPK selalu mencapai tingkat efisiensi 100 persen. 2. Berdasarkan hasil analisis menggunakan metode Data Envelopment Analysis (DEA) dengan asumsi Constant Return to Scale diketahui bahwa KPK mengalami efisiensi selama periode 2010, 2012 dan 2014 yang membuktikan kinerja yang baik. Terbukti dengan output yang dialokasikan telah optimal, sedangkan hanya pada tahun 2011 dan 2013 saja yang mengalami inefisiensi, dimana ketidakefisienan pada KPK terjadi pada semua variabel input (anggaran untuk KPK dan jumlah deputi penindakan) dan variabel outputnya (religiusitas (kegiatan keagamaan) ). Ketidakefisienan tersebut menunjukkan bahwa
93 93
penggunaan input
yang berlebih dan
tidak
sesuai target.
Sedangkan
ketidakefisienan religiusitas (kegiatan keagamaan) menandakan bahwa output yang dihasilkan masih belum maksimal dan belum mencapai target yang ditentukan ini terbukti dari nilai efisiensinya yang 87.24 persen pada tahun 2011 persen dan nilai efisiensinya yang 96.32 persen pada tahun 2013 persen saja dari target 100 persen. A. Saran Berdasarkan hasil penelitian yang telah diuraikan di atas, terdapat beberapa saran yang dapat disampaikan: 1. Bagi KPK yang sudah efisien pada tahun 2010, 2012, 2013 dan 2014 diharapkan dapat mempertahankan tingkat efisiensinya hingga tahun-tahun mendatang, sedangkan pada tahun 2011 yang belum efisien diharapkan dapat memperhatikan faktor-faktor yang menjadi penyebab inefisiensi, sehingga mampu memperbaiki tingkat efisiensi pada tahun berikutnya dan meningkatkan kinerjanya hingga lebih baik lagi dan dapat mencapai target. 2. Bagi lembaga lembaga Negara ataupun lembaga anti korupsi yang lain diharapkan dapat lebih transparan dalam mempublikasikan laporan keuangannya untuk dapat meningkatkan kepercayaan masyarakat, dan menunjang bidang pendidikan untuk digunakan dalam penelitian guna memperbaiki kinerja lembaga negara supaya pengelolaannya di Indonesia lebih optimal dan bisa berguna bagi masyarakat di Indonesia.
94
3. Bagi peneliti selanjutnya yang mengadakan penelitian sejenis hendaknya menggunakan variabel input dan output yang berbeda, lembaga Negara ataupun lembaga anti korupsi yang berbeda dengan periode waktu yang lebih panjang, serta hendaknya menggunakan metode parametric seperti Stochastic Frontier Analysis (SFA) dan lain-lain, sehingga dapat komparasikan. Diperlukan penelitian selanjutnya yang meneliti efisiensi di seluruh lembaga anti korupsi serta pengaruhnya terhadap sector riil di Indonesia.
95
DAFTAR PUSTAKA Abidin, Zaenal bin Syamsuddin. “Jihad Melawan Korupsi”, Pustaka Imam Abu Hanifah, Jakarta, 2008. Abidin, Zaenal dan Endri. “Kinerja Efisiensi Teknis Bank Pembangunan Daerah: Pendekatan Data Envelopment Analysis (DEA)”.Jurnal Akuntansi dan Keuangan. Vol. 11 No. 1 Hal 21-29.2009. Akbar, Nasher. “Analisis Efisiensi Organisasi Pengelola Zakat Nasional Dengan Pendekatan Data Envelopment Analysis”, Jurnal TAZKIA, Vol.4 No.2, AgustusDesember 2009. Al-Quran dan Terjemahannya. Departemen Agama, Jakarta, 2004. Dina Pertiwi Lela. “Efisiesi Pengeluaran Pemerintah Daerah di Provinsi Jawa Tengah”, Jurnal Ekonomi Pembangunan Vol.12 No.2 Hal: 123 – 139, Yogyakarta, 2007. Hadad, Muliaman D., dkk.2003. Pendekatan Parametrik Efisiensi Perbankan Indonesia.www.bi.go.id. Diakses pada tanggal 16 Maret 2015. Kamus Dewan Edisi keempat Malaysia, dewan bahasa dan pustaka, Malaysia, 2010. Komisi pemberantasan Korupsi. 2010. Laporan Tahunan 2010. Diakses pada 20 Januari 2015. Dari : www.kpk.go.id/id/publikasi/laporan-tahunan/581-laporan-tahunankpk-2010 Komisi pemberantasan Korupsi. 2011. Laporan Tahunan 2011. Diakses pada 20 Januari 2015. Dari : www.kpk.go.id/id/publikasi/laporan-tahunan/580-laporan-tahunankpk-2011
96
Komisi pemberantasan Korupsi. 2012. Laporan Tahunan 2012. Diakses pada 20 Januari 2015. Dari : www.kpk.go.id/id/publikasi/laporan-tahunan/955-laporan-tahunankpk-2012 Komisi pemberantasan Korupsi. 2013. Laporan Tahunan 2013. Diakses pada 20 Januari 2015. Dari : www.kpk.go.id/id/publikasi/laporan-tahunan/1755-laporan-tahunankpk-2013 Komisi pemberantasan Korupsi. 2014. Laporan Tahunan 2014. Diakses pada 1 Juni 2015. Dari : www.kpk.go.id/id/publikasi/laporan-tahunan/2590-laporan-tahunan-kpk2014 Laporan Indeks Persepsi Korupsi Tahun 2014, Transparancy International Indonesia Muharam, H dan Rizki Pusvitasari.“Analisis Perbandingan Efisiensi Bank Syariah dengan Metode Data Envelopment Analysis (Periode tahun 2005)”, Jurnal Ekonomi dan Bisnis Islam, Vol.2 No.3, 2007. Prasetyo, Pius S. ”Korupsi Dan Integritas Dalam Ragam Perspektif”Pusat Studi Indonesia – Arab (PSIA) UIN Jakarta, Jakarta, 2013. Purwanto, Rakhmat. “Analisis Perbandingan Efisiensi Bank Umum Konvensional (BUK) dan Bank Umum Syariah (BUS) di Indonesia dengan Metode Data Envelopment Analysis (DEA) (Periode 2006-2010)”, Jurnal Skripsi Fakultas Ekonomi Universitas Diponegoro, Semarang, 2011. Susilowati, Indah, dkk. “Modul Mengukur Efisiensi dengan Metode Data Envelopment Analysis (DEA) DEAWIN.exe”, Fakultas Ekonomi,Universitas Dipenogoro, Semarang, 2004:1-3.
97
Sutawijaya, A. dan Lestari, E. P. “Efisiensi Teknik Perbankan Indonesia Pasca Krisis Ekonomi: Sebuah Studi Empiris Penerapan Model DEA”, Jurnal Ekonomi Pembangunan, Vol. 10 No.1, 2009. Tanjung, Hendri dan Abrista Devi. “Metode Penelitian Ekonomi Islam”, Gramata Publishing, Jakarta, 2011. Wardana, Sandi Kusuma. “Analisis Tingkat Efisiensi Perbankan Dengan Pendekatan Non Parametrik Data Envelopment Analysis (DEA) (Studi Pada Bank Umum di Indonesia Tahun 2005-2011)”. Journal Fakultas Ekonomi dan Bisnis Universitas Brawijaya Malang. 2013.
98
Lampiran 1. Data Input – Output KPK Tahun 2010 – 2014 dengan DEAWIN
99
Lampiran 2. Tabel Efisiensi KPK Tahun 2010 dengan DEAWIN
100
Lampiran 3. Tabel Efisiensi KPK Tahun 2011 dengan DEAWIN
101
Lampiran 4. Tabel Efisiensi KPK Tahun 2012 dengan DEAWIN
102
Lampiran 5. Tabel Efisiensi KPK Tahun 2013 dengan DEAWIN
103
Lampiran 6. Tabel Efisiensi KPK Tahun 2014 dengan DEAWIN
104