EFISIENKAH KEWAJIBAN KKKS MENAWARKAN PARTICIPATING INTEREST 10% KEPADA BUMD ? ditulis oleh Tri Budi Santoso1 advokat & konsultan hukum
Dengan diterbitkannya surat Menteri ESDM No. 5664/13/MEM.M/2015 tanggal 4 Agustus 2015 tentang Participating Interest (PI) 10% Wilayah Kerja (Blok) Muriah, Kementerian Energi Sumber daya Mineral (ESDM) telah menyerahkan PI 10% Blok Muriah kepada Badan Usaha Milik Daerah (BUMD) Jawa Tengah2.
Sebelum diterbitkannya surat Menteri ESDM tersebut,
Participating Interest Blok Muriah dimiliki oleh Kontraktor Kontrak Kerjasama (KKKS) yang merupakan gabungan Petronas Carigali Muriah Ltd (Petronas) dan Saka Energi anak Perusahaan Gas Negara (PGN) dengan komposisi kepememilikan Participating Interest Petronas 80% dan PGN 20%. Apabila nantinya Petronas dan PGN bersedia menyerahkan/menjual PI 10% kepada BUMD, maka komposisi kepemilikan PI dalam Blok Muriah akan berubah menjadi Petronas 72% dan PGN 18% dan BUMD 10%. Atas surat yang diterbitkan Menteri ESDM tersebut, Petronas dan PGN berbeda dalam mengambil sikap. Petronas sebagai pemilik 80% PI bersedia menyerahkan 10% dari 80% PI yang dimilikinya kepada BUMD yaitu 8% PI (10% x 80%), sedangkan PGN tidak bersedia menyerahkan 10% dari 20% PI yang dimilikinya kepada BUMD yaitu 2% PI (10%x20%).
3
Penolakan PGN
dengan alasan bahwa pada Production Sharing Contract (Kontrak PSC) yang ditandatangai sebelum tahun 2004 tidak ada kewajiban memberikan 10% PI
1
Penulis dapat dihubungi melalui email
[email protected]; Sebagian tulisan-tulisan Penulis dapat diakses di www.tbs-plus.com. 2 http://www.esdm.go.id/berita/migas/40-migas/7623-menteri-esdm-serahkan-pi-10-dansk-jargas-kepada-pemprov-jawa-tengah-dan-jawa-barat.html diakses pada tanggal 12 September 2015. 3 Mimi Silvia dan Azis Husaini, “PGN Tolak Bagi Saham Muriah ke Pemprov Jateng”, Kontan (4 September 2015).
lembar ke 1 dari 11 lembar
kepada BUMD, sementara kewajiban Kontraktor4 menawarkan PI 10% kepada BUMD diatur dalam Peraturan Pemerintah No 35 Tahun 2004 Pasal 345 baru diundangkan pada tanggal 14 Oktober 2004. Setelah Penulis membaca kasus/berita tersebut di beberapa media, dan mengingat bahwa di Indonesia banyak Kontraktor Kontrak Kerja Sama (selanjutnya disebut KKKS) yang Production Sharing Contract (selanjutnya disebut Kontrak PSC) ditandatangai sebelum tahun 2004 dan tidak ada kewajiban memberikan 10% PI kepada BUMD, maka Penulis bersimulasi seandainya ada kasus sebuah KKKS yang merupakan gabungan Badan Usaha atau Bentuk Usaha Tetap AA (selanjutnya disebut AA) dan Badan Usaha atau Bentuk Usaha Tetap BB (selanjutnya disebut BB) dengan komposisi kepememilikan Participating Interest AA 70% dan BB 30% kemudian diwajibkan menyerahkan/menjual PI 10% kepada BUMD. Penulis menganalisis kasus simulasi ini ditinjau dari analisis ekonomi atas hukum, khususnya
dari sudut efisiensi, maksimalisasi dan ekuilibrium
berdasarkan Cost and Benefit Analysis. Apakah pilihan KKKS (dalam hal ini AA dan BB) untuk menolak menyerahkan/menjual sebagian PI ke BUMD merupakan pilihan yang rasional? Manakah yang lebih efisien bagi KKKS, tetap berpedoman pada Kontrak PSC yaitu tetap tidak bersedia menawarkan/menjual PI atau mengikuti ketentuan Peraturan Pemerintah No. 35 Tahun 2004 (PP No. 35/2004)?
Langkah atau strategi dominan apa yang harus diambil oleh AA
sebagai partner BB apabila BB tidak bersedia mengikuti PP No. 35/2004 ? Apakah ketentuan yang mewajibkan KKKS menawarkan Participating Interest
4
Indonesia, Peraturan Pemerintah tentang Kegiatan Usaha Hulu Minyak dan Gas Bumi, PP No. 35 Tahun 2004, LN No. 123 Tahun 2004, TLN No.4316, Pasal 1 angka 6 “Kontraktor adalah Badan Usaha atau Bentuk Usaha Tetap yang diberikan wewenang untuk melaksanakan Eksplorasi dan Eksploitasi pada suatu Wilayah Kerja berdasarkan Kontrak Kerja Sama dengan Badan Pelaksana.” Catatan Penulis: Fungsi, tugas dan organisasi Badan Pelaksanan dialihkan ke SKKMIGAS berdasarkan Perpres No. 95 Tahun 2012 jo Kepmen ESDM No.3135K/08/MEM/2012 jo Perpres No 9 Tahun 2013. 5 Ibid., Pasal 34 “Sejak disetujuinya rencana pengembangan lapangan yang pertama kali akan diproduksikan dari suatu Wilayah Kerja, Kontraktor wajib menawarkan participating interest 10% (sepuluh per seratus) kepada Badan Usaha Milik Daerah.”
lembar ke 2 dari 11 lembar
10% kepada BUMD efisien bagi keberlangsungan industri hulu minyak dan gas bumi di Indonesia?
Positivisme versus Realisme Jika mengacu pada
legal Positive,
Kitab Undang-Undang Hukum
Perdata telah menentukan bahwa perjanjian berlaku sebagai undang-undang bagi mereka yang membuatnya, maka sudah pasti AA maupun BB memilih menolak menawarkan dan menolak menjual kepemilikan PI kepada BUMD karena Kontrak PSC tidak mengatur tentang kewajiban AA dan BB menawarkan PI kepada BUMD. Teori pacta sunt servanda menyebutkan bahwa pacta convent quae neque contra leges neque dalo malo inita sunt omnimodoobservanda sunt, yang berarti suatu kontrak yang tidak dibuat secara illegal dan tidak berasal dari penipuan harus sepenuhnya diikuti.6 Namun mengingat realita yang ada dalam perkembangan industri hulu minyak dan gas bumi di Indonesia saat ini menunjukkan bahwa masyarakat di daerah penghasil minyak dan gas bumi menuntut untuk dilibatkan secara langsung dalam kegiatan hulu minyak dan gas bumi serta dengan adanya otonomi daerah yang berimplikasi pada banyaknya jumlah perizinan yang diterbitkan oleh daerah yang harus dipenuhi oleh Kontraktor, maka sepertinya keputusan KKKS untuk menolak menawarkan 10% PI yang dimilikinya kepada BUMD perlu dipertimbangkan ulang, sehingga diperoleh keputusan yang efisien dan optimal. Sesuatu itu efisien, manakala memaksimalkan keuntungan dan meminimalkan biaya. 7 Sebelum mengambil keputusan, AA dan BB perlu melakukan Cost and Benefit Analysis untuk mendapatkan pilihan terbaik untuk mencapai tujuannya dengan cara yang paling efisien. Cost and Benefit Analysis (CBA) adalah suatu rangkaian teknikal yang digunakan dalam membuat keputusan terbaik dengan memperhitungkan segala bentuk estimasi kerugian dan keuntungan yang
6
Munir Fuady, Teori-Teori Besar dalam Hukum, Cet. 2, (Jakarta: Kencana Prenadamedia Group, 2014), hal. 110. 7 Firoz Gaffar, Bahan Kuliah Analisis Ekonomi atas Hukum, Progran Magister Ilmu Hukum Universitas Trisakti, Jakarta, 12 September 2015.
lembar ke 3 dari 11 lembar
mungkin timbul dari usulan keputusan yang diajukan.8 Cost dalam perspektif ilmu hukum memiliki keluasan arti sebagai dampak, resiko, biaya, ekspenditur, harga, kekurangan dan kelemahan, sedangkan benefit memiliki arti sebagai keuntungan, manfaat, kelebihan, perolehan, perbaikan dan kekuatan.9 Realitanya, beberapa kasus pembebasan lahan, perizinan dan gangguan sosial di beberapa lapangan minyak dan gas bumi di Indonesia telah membuat penghentian produksi minyak dan gas bumi untuk beberapa hari bahkan ada yang lebih dari satu bulan. Dalam Annual Report 2013 SKKMIGAS halaman 21, disebutkan bahwa kendala paling besar yang dialami oleh Kontraktor dalam memenuhi komitmen pasti adalah land acquisition and permitting issues yaitu sebesar 52% dari keseluruhan kendala, sedangkan Laporan Tahunan 2014 SKKMIGAS halaman 26 menyebutkan kendala disebabkan oleh perijinan dan sosial masyarakat sebesar 13% dari keseluruhan kendala. Gangguan-gangguan sekecil apapun, apalagi sampai terjadi penghentian produksi tentunya berdampak pada penurunan produksi yang muaranya adalah berkurangnya penghasilan dan tidak tercapainya efisiensi. Dikatakan tidak efisien, karena dengan cost yang sama tetapi dihasilkan produksi (benefit) yang lebih kecil. Sebagai pembanding dalam kasus ini,
Penulis mengambil contoh
Participating Interest BUMD pada Blok Cepu. Blok Cepu yang areanya meliputi wilayah Kabupaten Bojonegoro Provinsi Jawa Timur, Kabupaten Blora Provinsi Jawa Tengah dengan operator Mobil Cepu Ltd (MCL) menjadi operator di Lapangan Banyu Urip. Participating Interest 10% untuk BUMD berasal berasal dari pengurangan 5% bagian PT. Pertamina EP Cepu dan 5% dari bagian Mobil Cepu Ltd dan Ampolex Pte. Ltd. Komposisi penyertaan saham Blok Cepu setelah BUMD mengambil penawaran PI 10 % adalah sebagai berikut 45% untuk ExxonMobil yang terdiri dari 20,50% Mobil Cepu Ltd (MCL) dan 24,50% Ampolex Cepu Pte Ltd (Ampolex), 45% untuk PT. Pertamina EP Cepu (PEPC), serta 10% untuk pemerintah daerah setempat. Participating Interest (PI) untuk pemerintah daerah adalah sebagai berikut: Pemerintah Provinsi Jawa Timur 8
Fajar Sugianto, Economic Approach to Law Seri II, Cet. 1, (Jakarta: Kencana Prenada Media Group, 2013), hal. 103. 9 Ibid., hal. 107-108.
lembar ke 4 dari 11 lembar
(2,2423%), Pemerintah Provinsi Jawa Tengah (1,0910%), Pemerintah Kabupaten Bojonegoro (4,4847%), dan Pemerintah Kabupaten Blora (2,1820%) yang masing-masing dikelola oleh BUMD yang telah ditunjuk oleh Pemerintah Pusat. Dengan adanya keterlibatan BUMD tersebut, pemerintah daerah berperan sebagai Akselerator dengan menempatkan wakil-wakilnya dalam Partcipating Interest (PI) pengelolaan Blok Cepu,
Regulator dengan pemberdayaan regulasi yang
dibuat oleh pemerintah daerah dan Mediator dengan mengadakan diskusi publik secara terbuka dan rutin setiap hari Jum’at setelah jam istirahat di pendopo Kabupaten Bojonegoro. Masyarakat dapat bertanya, mengutarakan pendapat dan aspirasi, mencari solusi dalam hal permasalahan yang ada di Blok Cepu. Nantinya Bupati Bojonegoro dan wakil-wakilnya akan menyampaikan kepada pihak operator Blok Cepu terkait permasalahan yang ada. 10 Dengan adanya BUMD memiliki PI 10 % dalam Blok Cepu, maka pelaksanaan kegiatan eksplorasi dan produksi di Blok Cepu relative lebih lancar dibanding dengan sebelumnya, yang tentunya dilihat dari kacamata Exxon Mobil dan PEPC lebih efisien dan maksimal. Masyarakatpun bisa ikut mendapatkan kemanfaatan tanpa mengurangi keuntungan Exxon Mobil dan PEPC. Dari contoh pada Blok Cepu di atas dapat disimpulkan bahwa penawaran PI kepada BUMD berdampak positif dalam kegiatan operasi di blok bersangkutan.
Berangkat dari analogi yang sama, maka penawaran PI oleh
KKKS kepada BUMD setempat akan membawa dampak positif dalam kegiatan operasi di Blok bersangkutan, yang tentunya akan membawa dampak pada maksimalisasi sumber daya yang ada untuk mencapai efisiensi. Dengan turut sertanya
pemerintah daerah memiliki
PI, otomatis pemerintah daerah
berkepentingan dengan keberlangsungan jalannya operasi produksi pada blok tersebut.
Berhentinya produksi berakibat berkurangnya pendapatan daerah,
terlambatnya pemberian izin berarti berkurangnya pendapatan daerah. Hal tersebut akan menjadikan pemerintah daerah bersikap aktif bukan pasif untuk memperlancar pengusahaan minyak dan gas bumi. Kondisi ini tentunya akan 10
Ahita Nur Aisyah Zen dan Nurkholis, Ph.D., Ak., CA, “Analisis Participating Interest (PI) dalam Kontrak Kerja Sama (KKS) Pemerintah Daerah dan Swasta (Studi Kasus pada Sektor Migas Blok Cepu di Kabupaten Bojonegoro)”, Makalah.
lembar ke 5 dari 11 lembar
mengurangi cost untuk gangguan sosial yang harus ditanggung AA dan BB serta menambah benefit untuk AA dan BB maupun BUMD setempat.
Namun
tentunya ada suatu korelasi antara besarnya prosentasi PI dengan peningkatan keuntungan bagi AA dan BB, dimana pada suatu titik tertentu (titik keseimbangan), penambahan besaran prosentase PI yang diberikan kepada BUMD sudah tidak bisa menambah kemanfaatan/keuntungan AA dan BB. Yang harus dilakukan oleh AA dan BB adalah melakukan CBA untuk menentukan titik keseimbangan ini, dimana cost disini juga meliputi kerugian dari dampak sosial diantaranya kerugian akibat hilangnya waktu dan kesempatan karena adanya gangguan sosial. Misalkan titik keseimbangan diperoleh pada x%. Jika x lebih kecil dari 10, maka penawaran PI kepada BUMD sebesar 10% adalah tidak rasional11 karena cost 10% yang dikeluarkan AA dan BB hanya menambah benefit x% (dimana x% lebih kecil dari dari 10%), namun jika x lebih besar dari 10, maka penawaran PI kepada BUMD sebesar 10% adalah rasional dan sangat menguntungkan bagi AA dan BB karena cost 10% yang dikeluarkan AA dan BB menambah benefit x% (dimana x% lebih besar dari 10%). Sehubungan di dalam Kontrak PSC belum diatur mengenai kewajiban AA dan BB menawarkan PI 10% tetapi PP No 35/2004 yang berlaku setelah Kontrak PSC ditandatangani maka langkah yang bisa dilakukan AA dan BB untuk mencapai efisiensi dan maksimalisasi adalah tetap menawarkan/menjual PI kepada BUMD dengan bargaining atau tanpa bargaining. Perlu bargaining jika titik kesimbangan (x) lebih kecil dari 10, tujuan bargaining adalah agar PI yang diserahkan hanya sebesar x% atau kurang dari x%. Tidak perlu bargaining jika titik kesimbangan (x) lebih besar dari 10.
Keputusan BB Berdampak pada AA dan Keputusan AA Berdampak pada BB
11
Dengan analisis deskriptif dapat dikatakan rasional apabila orang bertindak untuk memaksimalkan tujuan atau keuntungan yang diharapkannya.
lembar ke 6 dari 11 lembar
Seperti pada dari game theory12, keputusan yang diambil oleh BB akan berdampak pada AA.
Jika BB bersedia menawarkan/menjual 10% PI yang
dimiliki kepada BUMD maka komposisi kepemilikan PI dalam Blok bersangkutan adalah AA 63%, AA 27% dan BUMD 10%, tetapi jika BB tidak bersedia menawarkan/menjual 10% PI yang dimiliki kepada BUMD maka komposisi kepemilikan PI dalam Blok bersangkutan adalah AA 60% , BB 30% dan BUMD 10%.
Artinya, jika BB menolak menawarkan sebagian 3% PI
(10% dari PI yang dimilki BB), maka 10% PI yang diberikan ke BUMD kesemuanya berasal dari PI yang dimiliki AA yang besarnya 14.3% dari PI yang dimiliki AA (14.3% = 10/70 x 100%). Atas kondisi tersebut, AA bisa mengambil sikap mengikuti BB menolak untuk
menawarkan/menjual
PI
kepada
BUMD
atau
AA
bersedia
menawarkan/menjual 10% PI (sama dengan 14.3% dari PI yang dimiliki AA) kepada BUMD. Secara rasional, pilihan sikap AA harus mengacu pada titik keseimbangan x sebagaimana sudah diuraikan di atas. Jika tidak menawarkan 10% PI berakibat penurunan benefit bagi AA lebih kecil dari 14.3%, maka AA bisa mengabaikan kewajiban menawarkan/menjual PI, namun jika tidak menawarkan/menjual saham yang sebesar 10% PI berakibat penurunan pendapatan
bagi
AA
lebih
besar
dari
14.3%,
maka
AA
harus
menawarkan/menjual PI ke BUMD. Sehubungan di kontrak PSC tidak diatur, maka memungkinkan AA untuk negosiasi agar PI yang ditawarkan/dijual ke BUMD sebesar x% atau lebih kecil dari x%.
Regulasi Participating Interst di Indonesia Dilihat dari kacamata KKKS (Investor) dan BUMD, uraian di atas telah membuktikan bahwa dengan ikut sertanya pemerintah daerah dalam hal ini diwakili oleh BUMD memiliki PI memberikan efisiensi pengelolaan industri hulu minyak dan gas bumi.
Apakah negara dan bangsa Indonesia secara general
12
Robert Cooter and Thomas Ulen, Law and Economics, Ed. 2nd, ( California: AddisonWesley Educational Publisers Inc, 1997). Hal. 33-36.
lembar ke 7 dari 11 lembar
merasakan efisiensi dengan adanya kewajiban KKKS menawarkan/menjual PI kepada BUMD?
Menurut Penulis, jawabanya adalah ya, kewajiban KKKS
menawarkan/menjual PI kepada BUMD sangat efisiensi bagi negara dan bangsa Indonesia. Seperti disebutkan pada bagian sebelumnya, bahwa cost dan benefit dalam CBA pada tulisan ini tidak hanya yang bersifat moneter tetapi juga meliputi non moneter.
Dengan adanya pemberian PI kepada BUMD telah
mereduksi ketegangan-ketegangan antara Pemerintah Pusat dan Pemerintah Daerah menganai permasalahan perimbangan keuangan antara pemerintah pusat dan pemerintahan daerah khususnya menganai pembagian penerimaan negara dari minyak dan gas bumi, serta mencegah munculnya ide-ide disintegrasi. Secara ekonomi, dengan adanya PI telah mewujudkan the greatest happiness for the greatest number. Ada juga manfaat lain dengan ikut sertanya BUMD sebagai pemegang Participating Interest, yakni dapat membantu kontrol cost recovery, sesama pemegang PI tentunya akan saling mengawasi. 13 Oleh karena itu, ketentuan kewajiban KKKS menawarkan/menjual PI kepada BUMD ini harus tetap ada dalam regulasi tata kelola industri hulu minyak dan gas bumi. Efisiensi pengelolaan sumber daya alam sebenarnya sudah menjadi jiwa rakyat atau kesadaran hukum masyarakat (volksgeist) Indonesia, sebagaimana di muat dalam UUD 1945 Pasal 3314, namun justru Undang-undang No. 22 Tahun 2001 tentang Minyak dan Gas Bumi cenderung bercorak liberal sehingga beberapa kali telah diajukan judicial review. Atas pengajuan judicial review UU No. 22/2001, putusan-putusan Mahkamah Konstitusi sangat membanggakan, dimana frasa penguasaan oleh negara harus dimaknai sebagai kemanfaatan dan kemakmuran bagi seluruh rakyat Indonesia.15 Peraturan Menteri ESDM No. 15 Tahun 2015 memberian kepastian hak BUMD mendapatkan PI dalam hal ada 13
Benny Lubiantara, Ekonomi Migas, Tinjauan Aspek Komersial Kontrak Migas, Cet. 4, (Jakarta: Gramedia, 2015), hal. 122. 14 Indonesia,Undang-Undang Dasar 1945, Pasal 33 ayat (2) dan ayat (3) “(2) Cabangcabang produksi yang penting bagi negara dan yang menguasai hajat hidup orang banyak dikuasai oleh negara. (3) Bumi dan air dan kekayaan alam yang terkandung di dalamnya dikuasai oleh negara dan dipergunakan untuk sebesar-besar kemakmuran rakyat.” 15 Salah satu contoh adalah Putusan Mahkamah Konstitusi Republik Indonesia No 36/PUU-X/2012.
lembar ke 8 dari 11 lembar
perpanjangan kontrak Blok16, sebelumnya dalam PP No. 35/2004 hak BUMD mendapatkan PI hanya pada masa plan of developmen (POD) pertama kali. Mengingat industri hulu minyak dan gas bumi ini merupakan industri yang padat modal, padat teknologi dan high risk sehingga Indonesia masih memerlukan kehadiran KKKS dari negara lain, maka penentuan besaran prosentase Participating Interest yang harus ditawarkan atau dialokasikan oleh KKKS kepada BUMD harus ditentukan dengan cermat.
Pilihan besaran
prosentase PI 10%, kurang dari 10% atau lebih dari 10% harus tetap bertujuan tercapainya efisiensi, maksimalisasi dan keseimbangan.
Pemerintah harus
kontinyu melihat regulasi negara lain, jangan sampai terjadi kesalahan kalkulasi sehingga investor dari luar negeri tidak tertarik masuk ke Indonesia dan lebih tertarik berinvestasi di negara lain. Sebagai referensi, saat ini hampir semua sistem kontrak hulu minyak dan gas bumi mewajibkan partisipasi negara ( kalau di Indonesia dalam Participating Interst
diberikan kepada BUMD) kecuali
United Kingdom, Amerika Serikat, Australia dan Kanada.17 Adapun besarnya partisipasi negara bervariasi antara 10% hingga 60%. 18 Semoga peraturan-peraturan di Indonesia selalu melibatkan analisis ekonomi atas hukum sehingga hukum bukan hanya memberikan ketertiban tetapi juga memberikan manfaat bagi masyarakat yang pada akhirnya keadilan sosial bagi seluruh rakyat Indonesia dapat segera terwujud. ________
DAFTAR PUSTAKA 1.
Peraturan Perundang-undangan
16
Indonesia, Peraturan Menteri Energi dan Sumber Daya Mineral tentang Pengelolaan Wilayah Kerja Minyak dan Gas Bumi yang Akan Berakhir Kontrak Kerja Samanya, No.15 Tahun 2015, BN No. 714 Tahun 2015. 17 Ibid., hal. 125. 18 Ibid., hal. 19.
lembar ke 9 dari 11 lembar
Indonesia. Undang-Undang Dasar 1945. _______. Undang-Undang tentang Minyak dan Gas Bumi. UU No. 22 Tahun 2001 LN No. 136 Tahun 2001, TLN No. 4152. _______. Peraturan Pemerintah tentang Kegiatan Usaha Hulu Minyak dan Gas Bumi. PP No. 35 Tahun 2004, LN No. 123 Tahun 2004, TLN No.4316. _______. Peraturan Menteri Energi dan Sumber Daya Mineral tentang Pengelolaan Wilayah Kerja Minyak dan Gas Bumi yang Akan Berakhir Kontrak Kerja Samanya, Permen ESDM No.15 Tahun 2015, BN No. 714 Tahun 2015. Mahkamah Konstitusi Republik Indonesia, “Putusan Nomor No. 36/PUUX/2012”
2.
Buku-buku
Cooter, Robert and Thomas Ulen. Law and Economics. Ed. 2nd. Massachusetts: Addison-Wesley Educational Publisers Inc, 1997. Fuady, Munir. Teori-Teori Besar dalam Hukum. Cet. 2.
Jakarta: Kencana
Prenadamedia Group, 2014. Lubiantara, Benny. Ekonomi Migas, Tinjauan Aspek Komersial Kontrak Migas. Cet. 4. Jakarta: Gramedia, 2015. Sugianto, Fajar. Economic Approach to Law Seri II. Cet. 1. Jakarta: Kencana Prenada Media Group, 2013.
3.
Bahan Kuliah, Makalah, Harian, dan Internet
Gaffar, Firoz. Bahan Kuliah Analisis Ekonomi atas Hukum. Progran Magister Ilmu Hukum Universitas Trisakti, Jakarta, 12 September 2015.
lembar ke 10 dari 11 lembar
Zen, Ahita Nur Aisyah
dan Nurkholis, Ph.D., Ak., CA. Makalah “Analisis
Participating Interest (PI) dalam Kontrak Kerja Sama (KKS) Pemerintah Daerah dan Swasta (Studi Kasus pada Sektor Migas Blok Cepu di Kabupaten Bojonegoro)”. Kontan, Harian. ( 4 September 2015). www.esdm.go.id.
lembar ke 11 dari 11 lembar