SKRIPSI
IMPLEMENTASI KEWAJIBAN MELAKUKAN PEMBERITAHUAN PENGAMBILALIHAN SAHAM PERUSAHAAN KEPADA KPPU OLEH GIOVANI B111 12 336
BAGIAN HUKUM PERDATA FAKULTAS HUKUM UNIVERSITAS HASANUDDIN MAKASSAR 2016
SKRIPSI
IMPLEMENTASI KEWAJIBAN MELAKUKAN PEMBERITAHUAN PENGAMBILALIHAN SAHAM PERUSAHAAN KEPADA KPPU
OLEH: GIOVANI B111 12 336
BAGIAN HUKUM PERDATA FAKULTAS HUKUM UNIVERSITAS HASANUDDIN MAKASSAR 2016 i
HALAMAN JUDUL IMPLEMENTASI KEWAJIBAN MELAKUKAN PEMBERITAHUAN PENGAMBILALIHAN SAHAM PERUSAHAAN KEPADA KPPU
OLEH
GIOVANI B111 12 336
Diajukan Sebagai Tugas Akhir dalam Rangka Penyelesaian Studi Sarjana pada Program Kekhususan Hukum Keperdataan Program Studi Ilmu Hukum
Pada
BAGIAN HUKUM KEPERDATAAN FAKULTAS HUKUM UNIVERSITAS HASANUDDIN MAKASSAR 2016 i
ii
PERSETUJUAN PEMBIMBING
Diterangkan bahwa skripsi mahasiswa : Nama
: GIOVANI
Nomor Induk
: B111 12 336
Bagian
: Hukum Perdata
Judul Skripsi
:
Implementasi Kewajiban Melakukan Pemberitahuan Pengambilalihan Saham Perusahaan Kepada KPPU
Telah diperiksa dan disetujui untuk diajukan dalam Ujian Skripsi.
Makassar,
Pembimbing I,
Dr. Winner Sitorus, S.H., M.H., LL.M. NIP. 19660326 199103 1 002
2016
Pembimbing II,
Dr. Oky D. Burhamzah, S.H., M.H. NIP.19650906 199002 2 001
iii
PERSETUJUAN MENEMPUH UJIAN SKRIPSI
Diterangkan bahwa skripsi mahasiswa : Nama
: GIOVANI
Nomor Induk
: B111 12 336
Bagian
: Hukum Perdata
Judul Skripsi
:
Implementasi Kewajiban Melakukan Pemberitahuan Pengambilalihan Saham Perusahaan kepada KPPU
Memenuhi syarat untuk diajukan dalam ujian skripsi sebagai ujian akhir program studi. Makassar,
2016
a.n. Dekan Pembantu Dekan I
Prof. Dr. Ahmadi Miru, S.H., M.H. NIP. 19610607 198601 1 003
iv
iv
UCAPAN TERIMA KASIH Salam Sejahtera, Puji syukur kepada Tuhan Yang Maha Esa dan Yesus Kristus atas segala berkat-Nya kepada penulis sehingga penulis dapat menyelesaikan penyusunan skripsi yang berjudul “Implementasi Kewajiban Melakukan Pemberitahuan Pengambilalihan Saham Perusahaan kepada KPPU” sebagai salah satu syarat memperoleh gelar kesarjanaan pada Fakultas Hukum Universitas Hasanuddin. Segenap kemampuan penulis telah dicurahkan dalam penyusunan tugas akhir ini. Namun demikian, penulis sangat menyadari bahwa kesempurnaan hanya milik Tuhan Yang Maha Esa. Sebagai mahluk ciptaannya, penulis memiliki banyak keterbatasan. Oleh karena itu, segala bentuk saran dan kritik konstruktif senantiasa penulis harapkan agar kedepannya tulisan ini menjadi lebih baik. Pada kesempatan ini, penulis ingin mengucapkan terima kasih yang terdalam dan tak terhingga kepada kedua orang tua yang sangat penulis sayangi dan banggakan, kepada Ayahanda tercinta Frengky Lie dan Ibunda tersayang Debora Sarampang yang senantiasa merawat, mendidik dan memotivasi penulis dengan penuh kasih sayang, dengan sabar memberikan nasihat kepada penulis agar senantiasa ingat pada tujuan hidup. Kepada saudari-saudari penulis, Ellyce dan Olivia Lisan yang turut v
serta memotivasi penulis dalam menyelesaikan skripsi ini. Selain itu, penulis juga mengucapkan terima kasih kepada: 1. Prof. Dr. Dwia Aries Tina Pulubuhu, M.A., selaku Rektor Universitas Hasanuddin dan segenap jajarannya; 2. Prof. Dr. Farida Patittingi, S.H., M.Hum. selaku Dekan Fakultas Hukum Universitas Hasanuddin dan segenap jajaran Wakil Dekan Fakultas Hukum Universitas Hasanuddin; 3. Dr. Winner Sitorus, S.H., M.H., LL.M, dan Dr. Sri Susyanti Nur, S.H., M.H selaku Ketua dan Sekretaris Bagian Hukum Perdata Fakultas Hukum Universitas Hasanuddin; 4. Seluruh dosen di Fakultas Hukum Universitas Hasanuddin yang telah membimbing dan memberikan pengetahuan, nasihat serta motivasi kepada penulis selama menempuh pendidikan di Fakultas Hukum Universitas Hasanuddin; 5. Prof, Dr. Ir. Abrar Saleng, S.H., M.H., dan Dr. Mustafa Bola, S.H., M.H., selaku Penasihat Akademik penulis atas segala masukan dan nasihatnya selama penulis menempuh pendidikan di Fakultas Hukum Universitas Hasanuddin; 6. Dr. Winner Sitorus, S.H., M.H., LL.M., selaku Pembimbing I ditengah
kesibukan
dan
aktivitasnya
senantiasa
bersedia
membimbing dan memotivasi penulis dalam penyusunan skripsi ini;
vi
7. Dr. Oky Deviany Burhamzah, S.H., M.H. selaku Pembimbing II yang senantiasa menyempatkan waktu dan penuh kesabaran dalam membimbing dan memotivasi penulis untuk menyelesaikan penulisan skripsi ini; 8. Dewan Penguji, Prof. Dr. Ahmadi Miru, S.H.,M.H., Prof. Dr. Anwar Borahima, S.H.,M.H., dan Dr. Nurfaidah Said, S.H.,M.H.,M.Si atas segala saran dan masukannya yang sangat berharga dalam penyusunan skripsi ini; 9. Seluruh pegawai dan karyawan di Fakultas Hukum Universitas Hasanuddin
yang
senantiasa
membantu
melayani
segala
kebutuhan penulis selama perkuliahan hingga dalam proses ujian skripsi; 10. Bapak Taufik Ariyanto selaku Direktur Direktorat Merger KPPU, Bapak Dendy R. Sutrisno selaku Kepala Bagian Hubungan Masyarakat KPPU, Bapak Ramli Simanjuntak selaku Kepala Kantor Perwakilan Daerah (KPD) Makassar, Mansur, S.H., dan Dian Marto, S.E. selaku staf KPD Makassar yang sangat membantu penulis selama proses pra penelitian dan penelitian; 11. Rekan-rekan Tim MCC Regional 2013, Tim MCC Mahkamah Konstitusi 2015 dan Tim Constitutional Drafting 2015 karena telah menjadi saudara penulis. Banyak pengalaman yang kalian berikan untuk penulis;
vii
12. Sahabat-sahabat dan teman-teman penulis Alifia Shahnaz, Rizky Amalia, Nurul Irma Suryani, Riskayanti, Sri Wahyuni S., Arif Rachman Nur, Zulkifli Rahman, Cindra, Melisa, Siti Syahrani Nasiru, Indah Sari, Nurhalida Zaenal, Hasruddin, Siti Nursyamsi, Anastasia, Siti Fadhillah, dan Edy Parajai atas segala bantuan, motivasi, dan pelajaran hidup yang diberikan; 13. Teman-teman seperjuangan di ALSA LC Unhas, Ahmad Tojiwa Ram, Muhammad Arham Aras, Fadilla Jamila, Sri Septiany Arista Yufeny, Dian Merdekawati, Surahmat, Siti Nurkholisah, Muhammad Yasin Raya, Fityatul Kahfi, Destri Kristianti Parubang, Nyoman Suarningrat, Maipa Deapati, Indira Saraswati, Nurul Apriliani Anwar, Ida Faradhiba, Nurul Inayah Maghfira dan semua teman-teman pengurus atas kebersamaan dan pelajaran hidup yang kalian berikan; 14. Teman-teman seperjuangan di Lembaga Penalaran dan Penulisan Karya Ilmiah (LP2KI) Fakultas Hukum Universitas Hasanuddin, Sri Wahyuni Tajuddin, Amriati Djalil, Nur Indah Damai Lestari, Sultan, Afdalis, Yusran Adrian Nisar, Ridwan Anugerah Mantu, Pratiwi Madagaskar, Resky Nur Amalia, Moh. Putra Pradipta D., M. Fitrah Ramdhani atas kebersamaan dan pelajaran hidup yang kalian berikan; 15. Senior-senior di ALSA, Kanda Fadil Situmorang, S.H., Irfan Marhaban, S.H., Muhtadin Al-Attas, S.H., Muhammad Ridwan viii
Saleh, S.H., Putri Juwita Permatahati, S.H., Dian Fadhlan Hidayat, S.H., Atifatul Ismi, S.H., dan semua senior ALSA. Terima kasih atas ilmu dan saran-saran yang diberikan; 16. Senior-senior di LP2KI, Kanda Habibi Kaharuddin, S.H., Mansur, S.H., M. Solihin, S.H., Sri Rahayu, S.H., Muh. Afif Mahfud, S.H., M.H., Gunawan, S.H., Icmi Tri Handayani, S.H., Muh. Irfan F, S.H., Mulhadi HM, S.H., Hidayat Pratama Putra, S.H., Oky Nur Irmanita, S.H., Wahyudin, S.H., Mushawir Arsyad, S.H., M.H., A. Kurniawati, S.H., M.H., Orin Gusta Andini, S.H., A. Rinanti Batari Toja, S.H., Rachmat Abdiansyah, S.H., Haedar Arbit, S.H., Rizki Febrisari, S.H., A. Dzul Ikhran, S.H., St. Dwi Adiya Pratiwi, S.H., Gustia, S.H., Nur Hidayani, S.H., Riyan Kachfi Boer, S.H., Iis Ariska, S.H., atas ilmu dan saran-saran yang telah diberikan; 17. Adik-adik yang luar biasa di LP2KI, Ahmad Suyudi, Nisrina Atikah, Santiago Pawe, Abdullah Fatih, Nur Alam Sari Azis, Alvira Aslam, Asrullah, Ayu Ashari,
Fariyadi Dwi, Febri Maulana, Fitrayanti A
Putri, Jemmi, Mirdawati, Muh. Arief Agus, Galang Ramadhan, Kun Arfandi, Rani Yuniarsih, Refah Kurniawan, Rezky Amalia Syafiin, Andi Mar’atussholihah, Risna Iskandar, Rjunita Ibrahim, Sukriah, Diana Ramli, Muh. Yusran, Nurul Mutmainnah dan Rizki Al-Fauzy, serta seluruh keluarga besar yang tidak dapat disebutkan satu persatu atas kebersamaan dan kepercayaannya selama ini;
ix
18. Pengurus Badan Eksekutif Mahasiswa Fakultas Hukum Universitas Hasanuddin Periode 2015-2016, Ahmad Tojiwa Ram, Wahyu Hidayat, Zulkifli Rahman, Sri Wahyuni S, A. Anggy Hardiyanti, Andi Asrul Ashary, Reynaldi, Heriansyah P., A. Muh. Iriansyah T. Tjoteng, Andi Azhim Fachreza Aswal, Nyoman Suarningrat Tris Astika, Abrar, Dewi Intan Anggraeni Pasek, Suci Ananda Mansyur, Andi Tiara Dewi Sartika Argan, Rachmat Setyawan, Agil, Asrullah, Supriadi, Muhammad Yusran, Fitrayanti, Nurul Fauziah Kahar, Nurul Irma Suryani, Risna Iskandar, Leony Vonny, Aditya Nugraha dan seluruh anggota dan pengurus yang tidak dapat disebutkan satu persatu; 19. Senior-senior dan teman-teman di Dewan Perwakilan Mahasiswa dan Mahkamah Keluarga Mahasiswa Fakultas Hukum Universitas Hasanuddin Periode 2015-2016; 20. PMK Fakultas Hukum Universitas Hasanuddin, terima kasih sudah menyediakan wadah kepada penulis untuk bersekutu bersama; 21. Rekan-rekan seangkatan dan seperjuangan PETITUM 2012 atas segala pengalaman, perjuangan, dan masukan selama menempuh pendidikan di Fakultas Hukum Universitas Hasanuddin; 22. Keluarga besar KKN Gelombang 90 Kecamatan Rilau Ale, Kabupaten Bulukumba, terkhusus bagi Posko Desa Bontolohe, keluarga besar Bapak Andi Irfan yang telah menjadi orang tua penulis selama di lokasi KKN, teman-teman Posko, Eko, Marissa, x
Jeksen, Abi dan Indah yang telah menjadi teman, sahabat, dan keluarga selama di lokasi KKN; 23. Semua pihak yang telah membantu penulis selama menempuh pendidikan di Fakultas Hukum Universitas Hasanuddin yang penulis tidak dapat sebutkan satu per satu. Semoga Tuhan senantiasa membalas segala kebaikan yang telah diberikan dengan penuh rahmat dan hidayah-Nya. Akhir kata, semoga skripsi
ini
dapat
bermanfaat
bagi
kita
semua,
terutama
dalam
perkembangan hukum di Indonesia.
Makassar,
2016
Penulis
xi
ABSTRAK GIOVANI (B111 12 336), Implementasi Kewajiban Melakukan Pemberitahuan Pengambilalihan Saham Perusahaan kepada KPPU. Dibimbing oleh Winner Sitorus (Pembimbing I) dan Oky Deviany Burhamzah (Pembimbing II). Tujuan dari penelitian ini adalah untuk mengetahui implementasi kewajiban perusahaan dalam melakukan pemberitahuan pengambilalihan saham kepada KPPU, efektivitas sanksi yang dijatuhkan oleh KPPU kepada perusahaan yang terlambat melakukan pemberitahuan pengambilalihan saham dan untuk mengetahui akibat hukum bagi perusahaan yang melakukan pengambilalihan saham jika hasil penilaian KPPU ternyata pengambilalihan saham tersebut dapat mengakibatkan terjadinya praktik monopoli dan/atau persaingan usaha tidak sehat. Penelitian ini bersifat empiris dengan teknik pengumpulan data dilakukan melalui wawancara terhadap pihak-pihak yang terkait dengan topik penelitian. Selain itu, penulis juga melakukan penelitian kepustakaan melalui data-data dan buku-buku yang berkaitan dengan topik penelitian. Selanjutnya, data yang diperoleh dianalisis secara kualitatif yang kemudian dipaparkan secara deskriptif. Berdasarkan hasil penelitian, penulis menyimpulkan beberapa hal, yaitu: (1).Implementasi kewajiban perusahaan dalam melakukan pemberitahuan pengambilalihan saham kepada KPPU pada dasarnya sudah berjalan dengan cukup efektif. Adapun yang lalai dalam memenuhi kewajiban untuk melakukan pemberitahuan hanya sebagian kecil saja. (2) Sejauh ini sanksi yang dijatuhkan oleh KPPU kepada perusahaan yang terlambat melakukan pemberitahuan pengambilalihan saham sudah efektif. Hal ini dikarenakan semua perusahaan yang telah dijatuhi sanksi atas keterlambatan melakukan pemberitahuan pengambilalihan saham telah melaksanakan sanksi tersebut dengan baik. Hal ini dapat dilihat dari salinan bukti pembayaran denda yang telah diserahkan oleh perusahaan kepada KPPU. (3) Akibat Hukum bagi perusahaan yang melakukan tindakan pengambilalihan saham yang dapat mengakibatkan terjadinya praktik monopoli dan/atau persaingan usaha tidak sehat adalah berupa penetapan pembatalan atas tindakan pengambilalihan saham. Bentuk pembatalannya berupa divestasi aset dan saham atau mengembalikan kepada keadaan semula seperti sebelum dilakukannya pengambilalihan saham. Kata kunci: Kewajiban, Pengambilalihan Saham Perusahaan, efektivitas, sanksi, akibat hukum. xii
ABSTRACT GIOVANI (B111 12 336), Implementation of Notification Liabilities Doing Acquisition of Company Shares to the Commission. Supervised by Winner Sitorus (Supervisor I) and Oky Deviany Burhamzah (Supervisor II). The purpose of this research is to knows the implementation of the company’s liability in the acquisition of shares notification to the Commission, the effectiveness of the sanctions imposed by the Commission to companies who fails to notice the acquisition of shares and to determine the legal consequences for companies that do a acquisition if the results of the assessment the Commission turns acquisition it may result in monopolistic practices and / or unfair business competition. This research empirically with data collection conducted through interviews with parties related to the research topic. In addition, the authors also conducted library research through data and books relating to the research topic. Furthermore, the data obtained were analyzed qualitatively and then presented descriptively. Based on the research results, the authors conclude several things, namely: (1). Implementation of the company's liability to carry out share acquisition notification to the Commission basically has been running quite effectively. The negligent in fulfilling the liabilities to make the notification only a small fraction. (2). Sanctions imposed by the Commission to companies that are late making a acquisition announcement shares have been effective. This is because all the companies that have been sanctioned for the delay in notifying the acquisition of shares already carrying out the sanctions properly. It can be seen from a copy of the proof of payment of fines that have been submitted by the company to the Commission. (3). Legal consequences for companies that perform actions acquisition which may result in monopolistic practices and / or unfair business competition is the establishment of a cancellation on share acquisition measures. The form of the cancellation form of divestment of assets and shares or restored to its original state as prior to the acquisition. Keywords: Liabilities, Acquisition of company shares, effectiveness, sanctions, legal consequences. xiii
DAFTAR ISI HALAMAN SAMPUL HALAMAN JUDUL ..................................................................................
i
PENGESAHAN SKRIPSI ........................................................................
ii
PERSETUJUAN PEMBIMBING ..............................................................
iii
PERSETUJUAN MENEMPUH UJIAN SKRIPSI .....................................
iv
UCAPAN TERIMA KASIH .......................................................................
v
ABSTRAK ...............................................................................................
xii
ABSTRAK ...............................................................................................
xiii
DAFTAR ISI .............................................................................................
xiv
DAFTAR TABEL .....................................................................................
xvii
DAFTAR SKEMA .................................................................................... xviii
BAB I PENDAHULUAN .........................................................................
1
A. Latar Belakang .............................................................................
1
B. Rumusan Masalah ......................................................................
8
C. Tujuan dan Manfaat Penelitian .....................................................
8
BAB II TINJAUAN PUSTAKA ................................................................
10
A. Pengertian Perseroan Terbatas ....................................................
10
1. Pengertian Perseroan Terbatas Terbuka ..................................
15
2. Pengertian Perseroan Terbatas Tertutup ..................................
16
B. Hukum Persaingan Usaha.............................................................
17
1. Pengertian Monopoli .................................................................
18
2. Praktik Monopoli dan Persaingan Usaha Tidak Sehat ..............
20
C. Pengambilalihan Saham Perusahaan ...........................................
21
1. Pengertian dan Penggolongan Saham......................................
23
2. Pengertian Pengambilalihan Saham ........................................
25 xiv
3. Klasifikasi Pengambilalihan .......................................................
28
4. Pengambilalihan Saham Perusahaan oleh atau terhadap Perseroan Terbatas Terbuka ....................................................
32
5. Kewajiban Melakukan Pemberitahuan Pengambilalihan Saham .......................................................................................
34
6. Waktu dan Prosedur Pemberitahuan Pengambilalihan Saham .......................................................................................
36
D. Pendekatan Per Se Illegal dan Rule of Reason ...........................
39
1. Pendekatan Per Se Illegal .........................................................
40
2. Pendekatan Rule of Reason ....................................................
42
E. Penilaian KPPU terhadap Pengambilalihan Saham Perusahaan ..................................................................................
43
F. Sanksi dalam UU Anti Monopoli ...................................................
54
BAB III METODE PENELITIAN ..............................................................
58
A. Lokasi Penelitian ..........................................................................
58
B. Jenis dan Sumber Data ................................................................
58
C. Populasi dan Sampel ...................................................................
59
D. Teknik Pengumpulan Data ...........................................................
60
E. Analisis Data .................................................................................
61
BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN .....................................................
62
A. Implementasi Kewajiban Perusahaan dalam Melakukan Pemberitahuan Pengambilalihan Saham kepada KPPU ...............
62
B. Efektivitas Sanksi yang Dijatuhkan KPPU kepada Perusahaan yang Terlambat Melakukan Pemberitahuan Pengambilalihan Saham ..........................................................................................
90 xv
C. Akibat Hukum Bagi Perusahaan atas Tindakan Pengambilalihan Saham yang dapat Mengakibatkan Terjadinya Praktik Monopoli dan Persaingan Usaha Tidak Sehat ..............................................
112
BAB V PENUTUP ...................................................................................
122
A. Kesimpulan ...................................................................................
122
B. Saran ............................................................................................
123
DAFTAR PUSTAKA
xvi
DAFTAR TABEL
Tabel 1: Jumlah Tindakan Pengambilalihan Saham oleh Perusahaan yang memenuhi syarat melakukan pemberitahuan kepada KPPU Tahun 20102015 ......................................................................................................... 69 Tabel 2: Jumlah Perusahaan yang Terlambat Melakukan Pemberitahuan kepada KPPU .......................................................................................... 77
xvii
DAFTAR SKEMA Skema 1: Struktur Kepemilikan Saham PT Mitra Pinasthika Mustika dan PT Austindo Nusantara Jaya Rent ........................................................... 94 Skema 2: Struktur Kepemilikan Saham PT Muarabungo Plantation dan PT Tandan Abadi Mandiri .............................................................................. 97 Skema 3: Struktur Kepemilikan Saham PT Balaraja Bisco Paloma dan PT Subafood Pangan Jaya .......................................................................... 101 Skema 4: Struktur Kepemilikan Saham PT Dunia Pangan dan PT Sukses Abadi Karya Inti...................................................................................... 105 Skema 5: Struktur Kepemilikan Saham PT Tiara Marga Trakindo dan PT HD Finance Tbk ..................................................................................... 109 Skema 6: Alur Penilaian Pemberitahuan Pengambilalihan .................... 114
xviii
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Globalisasi ditandai dengan adanya keterbukaan dan kebebasan dalam berbagai bidang kehidupan yang mengakibatkan perubahan dalam berbagai aspek kehidupan yang berlangsung dengan sangat cepat. Melalui globalisasi serta keterbukaan informasi maka kegiatan ekonomi menjadi bersifat terbuka dan bebas sehingga memberikan peluang seluas-luasnya bagi masyarakat untuk ikut ambil bagian dalam kegiatan usaha. Seiring dengan banyaknya pihak yang ikut terjun dalam dunia usaha mengakibatkan terciptanya suatu persaingan usaha di antara mereka. Persaingan usaha merupakan suatu hal yang baik jika dilakukan menurut cara-cara yang sehat dan sesuai dengan aturan yang berlaku. Dalam sistem ekonomi, adanya bentuk persaingan usaha sebagai tanda diberikannya kebebasan yang luas kepada semua orang agar dapat meningkatkan aktivitas bisnis yang dijalankan sesuai dengan cara-cara bisnis yang diatur dan tidak bertentangan dengan ketentuan-ketentuan yang ada. Pada prinsipnya, demokrasi ekonomi memberikan kesempatan yang sama bagi setiap orang untuk berpartisipasi dalam menjalankan
1
kegiatan ekonomi, baik dalam bentuk proses produksi dan/atau pemasaran dalam iklim usaha yang sehat, efektif, dan efisien.1 Permasalahan timbul ketika suatu kegiatan usaha dijalankan oleh pelaku usaha namun kegiatan tersebut justru merugikan banyak pihak, baik konsumen maupun pelaku usaha yang menjadi pesaingnya. Hal ini tentu harus diantisipasi karena merupakan penyebab dari terciptanya persaingan usaha yang tidak sehat. Untuk mengantisipasi hal tersebut dibutuhkan suatu aturan yang mampu mengontrol setiap kegiatan pelaku usaha agar tidak merugikan pelaku usaha lainnya serta pihak-pihak lain. Untuk itulah dibentuk Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 5 Tahun 1999 tentang Larangan Praktik Monopoli dan Persaingan Usaha Tidak Sehat (UU Anti Monopoli) yang memberikan batasan-batasan kegiatan yang tidak boleh dilakukan oleh pelaku usaha agar persaingan sehat dapat terwujud. UU Anti Monopoli mengatur berbagai perjanjian serta kegiatan yang dilarang dilakukan oleh pelaku usaha dengan segala bentuk yang telah ditetapkan. Salah satu bentuk tindakan yang dapat mengakibatkan terjadinya praktik monopoli dan/atau persaingan usaha tidak sehat yang diatur dalam UU ini adalah pengambilalihan saham perusahaan. Pengambilalihan saham perusahaan pada dasarnya merupakan suatu 1
Erna, 2010, Penyalahgunaan Posisi Dominan Oleh PT Pertamina Sebagai Bentuk Persaingan Usaha Yang Tidak Sehat Ditinjau Dari Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1999 Tentang Larangan Praktik Monopoli dan Persaingan Usaha Tidak Sehat, Skripsi, Sarjana Hukum, Fakultas Hukum Universitas Hasanuddin, Makassar, hlm. 1. 2
bentuk tindakan yang dilakukan oleh pelaku usaha untuk mengambilalih baik seluruhnya maupun sebagian besar saham perusahaan lain yang mengakibatkan beralihnya pengendalian atas perusahaan tersebut. Selain itu pengambilalihan saham perusahaan juga dilakukan sebagai salah satu strategi untuk memperluas ruang lingkup kegiatan usaha dari pelaku usaha yang melakukan pengambilalihan. Sisi positif dari pengambilalihan saham perusahaan juga menjadi pilihan bagi pelaku usaha atau kelompok usaha yang ingin memperluas jaringan usahanya, karena dengan adanya strategi pengambilalihan saham, para pelaku usaha atau kelompok usaha dapat meningkatkan sinergi usaha, meningkatkan efisiensi, memperluas pangsa pasar, dan memperoleh pendapatan yang tinggi dalam waktu yang relatif singkat. Meskipun dalam banyak hal pengambilalihan saham merupakan kegiatan yang positif bagi pelaku usaha atau kelompok usaha karena dapat memberikan keuntungan finansial yang besar bagi perusahaan, akan tetapi apabila tidak dikontrol dapat menimbulkan dampak negatif, baik terhadap persaingan maupun terhadap konsumen. Hal ini dapat terjadi ketika pengambilalihan saham perusahaan dilaksanakan untuk melahirkan atau meningkatkan kekuatan pasar (market power), sehingga terciptanya
konsentrasi
pasar
yang
mengakibatkan
perusahaan
pengendali dapat menaikkan harga di atas harga kompetisi dan menurunkan jumlah kuantitas produknya. Hal ini tentu sangat merugikan 3
konsumen. Selain itu, kekuatan pasar yang terpusat pada pelaku usaha atau kelompok usaha tertentu akibat pengambilalihan saham tentunya juga mengancam pelaku-pelaku usaha kecil yang melakukan kegiatan usaha dalam pasar bersangkutan. Pada dasarnya kegiatan pengambilalihan saham perusahaan tidaklah dilarang sepanjang tetap sejalan dengan aturan yang termuat dalam Pasal 28 UU Anti Monopoli yang menghendaki agar pengambilalihan saham perusahaan yang dilakukan tidak mengakibatkan terjadinya praktik monopoli dan/atau persaingan usaha tidak sehat. Oleh karena itu untuk menjaga agar tindakan pengambilalihan saham perusahaan tidak mengakibatkan terjadinya praktik monopoli dan/atau persaingan usaha tidak sehat maka dirumuskan aturan dalam Pasal 29 Ayat (1) UU Anti Monopoli yang menentukan bahwa pengambilalihan saham perusahaan yang nilai aset dan/atau nilai penjualannya melebihi jumlah tertentu wajib dilaporkan kepada Komisi Pengawas Persaingan Usaha (KPPU) paling lambat 30 (tiga puluh hari) setelah dilakukan pengambilalihan saham. Dengan
hadirnya
pemberitahuan
ketentuan
tersebut
yang
diharapkan
mengatur dapat
tentang
meminimalisir
kewajiban bahkan
meniadakan praktik-praktik pengambilalihan saham perusahaan yang dapat mengakibatkan terjadinya praktik monopoli dan/atau persaingan usaha tidak sehat.
4
Amanah yang diharapkan dapat terlaksana sebagaimana yang tercantum dalam Pasal 29 UU Anti Monopoli ternyata tidak sepenuhnya sejalan dengan realitas yang ada dalam kegiatan usaha saat ini. Dalam perkembangannya masih terdapat pelaku usaha yang lalai memenuhi kewajibannya untuk melakukan pemberitahuan kepada KPPU. Hal ini dapat dilihat dari data KPPU terkait kasus-kasus pelanggaran terhadap Pasal 29 UU Anti Monopoli. Salah satunya adalah terkait kasus keterlambatan pemberitahuan pengambilalihan saham yang dilakukan oleh PT Muarabungo Plantation terhadap PT Tandan Abadi Mandiri. Nilai aset PT Muarabungo Plantation dan PT Tandan Abadi Mandiri setelah pengambilalihan saham adalah sebesar 4,35 triliun rupiah dan nilai penjualannya setelah pengambilalihan saham sebesar 1,917 triliun rupiah.2 Nilai aset tersebut melebihi threshold sebesar 2,5 triliun, sebagaimana yang telah ditetapkan dalam Peraturan Pemerintah Nomor 57 Tahun 2010 tentang Penggabungan atau Peleburan Badan Usaha dan Pengambilalihan
Saham
Perusahaan
yang
dapat
mengakibatkan
terjadinya Praktik Monopoli dan/atau Persaingan Usaha Tidak Sehat (PP No. 57/2010). Dengan demikian terbukti nilai aset perusahaan tersebut memenuhi jumlah tertentu untuk kewajiban melakukan pemberitahuan sebagaimana diatur dalam Pasal 29 UU Anti Monopoli. Berdasarkan fakta persidangan, majelis menentukan bahwa perusahaan tersebut terbukti 2
KPPU, 2014, Terbukti Terlambat Melapor, KPPU Menghukum PT Muarabungo Plantation, diakses dari http://www.kppu.go.id/id/blog/2014/04/terbukti-terlambat-melaporkppu-menghukum-pt-muarabungo-plantation/, diakses pada 18 April 2016. 5
melanggar Pasal 29 UU Anti Monopoli juncto Pasal 5 PP No. 57/2010 karena terlambat melakukan pemberitahuan kepada KPPU dalam kurun waktu 76 hari kerja. Atas keterlambatan tersebut, majelis menjatuhkan sanksi kepada PT Muarabungo Plantation berupa denda sebesar 1,2 miliar rupiah.3 Penjatuhan sanksi oleh KPPU kepada perusahaan yang melakukan pelanggaran diharapkan dapat memberikan efek jera bagi perusahaan
yang
telah
melakukan
pelanggaran
dan
sebagai
pembelajaran bagi perusahaan lainnya untuk lebih memerhatikan dan menaati aturan terkait pengambilalihan saham perusahaan. Namun, faktanya masih ada saja bermunculan kasus terkait keterlambatan pemberitahuan pengambilalihan saham diantaranya kasus
PT Sukses
Abadi Karya Inti dan PT Dunia Pangan dengan KPPU dan PT Tiara Marga Trakindo dan PT HD Finance tbk dengan KPPU. Fakta di atas menunjukkan bahwa masih terdapat pelaku usaha yang belum menyadari pentingnya melakukan pemberitahuan pengambilalihan saham, karena hal ini berdampak pada perusahaan yang melakukan pengambilalihan saham pada khususnya dan persaingan usaha pada umumnya. Tujuan dari pemberitahuan pengambilalihan saham ini sesungguhnya untuk mengantisipasi agar pengambilalihan saham yang dilakukan tidak mengarah pada terjadinya praktik monopoli dan/atau persaingan usaha tidak sehat karena hal tersebut dapat memberikan
3
Ibid. 6
dampak negatif bagi pesaing lainnya di pasar bersangkutan dan konsumen. Kasus Carrefour dan PT Alfa Retalindo tahun 2008 silam dimana Carrefour melakukan pengambilalihan saham PT Alfa Retalindo sebesar 75%, yang mengakibatkan Carrefour menguasai pangsa pasar sebesar 57,99% pada industri ritel yang oleh majelis KPPU dinyatakan bahwa pengambilalihan saham yang dilakukan Carrefour terhadap PT Alfa Retalindo mengakibatkan terjadinya praktik monopoli dan persaingan usaha tidak sehat tentunya menjadi pelajaran bagi dunia usaha Indonesia untuk
lebih
mengawasi
tindakan-tindakan
pelaku
usaha
terkait
penggabungan badan usaha maupun peleburan atau pengambilalihan saham. Terkait kelalaian memenuhi kewajiban melakukan pemberitahuan pengambilalihan saham, selain memberikan dampak bagi pesaing dan konsumen, dampak negatif juga dirasakan pelaku usaha yang melakukan pengambilalihan saham, jika ternyata pengambilalihan saham yang dilakukan dapat mengakibatkan terjadinya praktik monopoli dan/atau persaingan usaha tidak sehat. Melihat fakta sebagaimana yang tertera di atas menimbulkan kekhawatiran jika pelanggaran terhadap Pasal 29 UU Anti Monopoli terjadi secara terus-menerus akan membuka kemungkinan terjadinya praktik monopoli dan/atau persaingan usaha tidak sehat yang diakibatkan oleh pengambilalihan saham perusahaan dan memberikan
7
kerugian tersendiri bagi pelaku usaha yang melakukan pengambilalihan saham. B. Rumusan Masalah Berdasarkan pemaparan latar belakang tersebut di atas, maka dapat ditarik beberapa rumusan masalah sebagai berikut: 1. Sejauhmana
implementasi
kewajiban
perusahaan
dalam
melakukan pemberitahuan pengambilalihan saham kepada KPPU? 2. Bagaimana efektivitas sanksi yang dijatuhkan oleh KPPU kepada perusahaan
yang
terlambat
melakukan
pemberitahuan
pengambilalihan saham? 3. Bagaimana akibat hukum bagi perusahaan yang melakukan pengambilalihan saham jika hasil penilaian KPPU ternyata pengambilalihan saham tersebut dapat mengakibatkan terjadinya praktik monopoli dan/atau persaingan usaha tidak sehat?
C. Tujuan dan Manfaat Penelitian Adapun tujuan penelitian ini adalah sebagai berikut: 1. Untuk mengetahui implementasi kewajiban perusahaan dalam melakukan pemberitahuan pengambilalihan saham kepada KPPU. 2. Untuk mengetahui efektivitas sanksi yang dijatuhkan oleh KPPU kepada perusahaan yang terlambat melakukan pemberitahuan pengambilalihan saham. 8
3. Untuk mengetahui akibat hukum bagi perusahaan yang melakukan pengambilalihan saham jika hasil penilaian KPPU ternyata pengambilalihan saham tersebut dapat mengakibatkan terjadinya praktik monopoli dan/atau persaingan usaha tidak sehat. Adapun manfaat penelitian ini adalah sebagai berikut: 1. Secara teoretis, diharapkan hasil penelitian ini dapat dijadikan bahan referensi dalam pengembangan ilmu hukum, khususnya dalam kajian hukum persaingan usaha. 2. Secara praktis, diharapkan hasil penelitian ini dapat digunakan dalam menentukan kebijakan menyangkut pengambilalihan saham perusahaan dalam perspektif hukum persaingan usaha.
9
BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Pengertian Perseroan Terbatas Berdasarkan Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 3 Tahun 1982 tentang Wajib Daftar Perusahaan (UU Wajib Daftar Perusahaan) perusahaan adalah setiap bentuk usaha yang menjalankan setiap jenis usaha yang bersifat tetap dan terus-menerus dan yang didirikan, bekerja serta berkedudukan dalam wilayah negara Republik Indonesia, untuk tujuan memperoleh keuntungan dan/atau laba.4 Menurut Rachmadi Usman, dengan mengacu pada pengertian perusahaan menurut UU tersebut di atas perusahaan meliputi bentuk usaha (company) dan sekaligus jenis usaha. Jadi, perusahaan adalah badan usaha yang menjalankan kegiatan di bidang perekonomian (keuangan, industri, dan perdagangan)
yang
dilakukan
secara
terus-menerus
atau
teratur
(regelmatig), terang-terangan (openlijk), dan dengan tujuan memperoleh keuntungan dan/atau laba (wints oogmerk).5 Mengenai pengklasifikasian perusahaan, diklasifikasikan
menurut menjadi
Abdulkadir
Muhammad,
perusahaan
dilihat
perusahaan
dari
jumlah
dapat pemilik,
perusahaan dapat dibagi menjadi perusahaan perseorangan dan perusahaan persekutuan. Dilihat dari status pemilik, perusahaan bisa 4
Lihat Pasal 1 Huruf b UU Wajib Daftar Perusahaan. Abdul R. Saliman, 2011, Hukum Bisnis Untuk Perusahaan: Teori dan Contoh Kasus, Kencana, Jakarta, hlm. 91. 10 5
dibagi menjadi perusahaan swasta dan perusahaan negara, sedangkan bila dilihat dari bentuk hukumnya perusahaan dapat dibagi menjadi perusahaan berbadan hukum dan perusahaan bukan badan hukum.6 Melihat berbagai macam perusahaan berdasarkan klasifikasi di atas, untuk pembahasan kali ini istilah perusahaan yang digunakan oleh penulis hanya merujuk kepada perusahaan yang berbentuk Perseroan Terbatas. Hal ini dilakukan untuk menyesuaikan dengan PP No. 57/2010 yang mana telah diatur dalam Pasal 2 Ayat (1) bahwa yang dimaksud dengan perusahaan adalah badan usaha yang berbentuk badan hukum Perseroan Terbatas. Sebelum dikenal dengan nama Perseroan Terbatas (PT), istilah yang digunakan untuk bentuk badan usaha ini pada zaman pemerintahan Belanda adalah Naamloze Vennootschap (NV). Istilah NV dahulu digunakan dalam Pasal 36 KUHD yang secara harfiah bermakna persekutuan tanpa nama.7 Namun pengertian sesungguhnya adalah perseroan terbatas. Kata terbatas di sini memiliki makna bahwa pertanggungjawaban pemegang saham terbatas kepada saham yang dimilikinya. PT diatur dengan Undang-Undang Nomor 1 Tahun 1995 yang kemudian telah diganti dengan Undang-Undang Nomor 40 Tahun 2007 tentang Perseroan Terbatas (UU Perseroan Terbatas).
6 7
Ibid, hlm. 98. Handri Raharjo, 2013, Hukum Perusahaan, Pustaka Yustisia, Yogyakarta, hlm. 69. 11
Pengertian PT sebagaimana yang tercantum dalam Pasal 1 Angka 1 UU Perseroan Terbatas adalah sebagai berikut:8 Perseroan Terbatas adalah Badan hukum yang merupakan persekutuan modal, didirikan berdasarkan perjanjian, melakukan kegiatan usaha dengan modal dasar yang seluruhnya terbagi dalam saham dan memenuhi persyaratan yang ditetapkan dalam undangundang ini serta peraturan pelaksanaannya.
Sebagai badan hukum PT menjadi subjek hukum tersendiri yang dapat bertindak sendiri baik di dalam maupun di luar pengadilan, terlepas atau terpisah dari pribadi pemegang sahamnya. Secara materiil syarat dari sebuah badan hukum adalah mempunyai harta kekayaan sendiri, organisasi yang teratur, melakukan hubungan hukum sendiri, dan mempunyai tujuan sendiri. Organ dalam PT terdiri atas Rapat Umum Pemegang Saham (RUPS), Direksi yaitu organ perseroan yang bertanggung jawab penuh atas pengurusan perseroan untuk kepentingan dan tujuan perseroan serta mewakili perseroan, baik di dalam maupun di luar pengadilan sesuai dengan ketentuan anggaran dasar dan Dewan Komisaris, yang bertugas melakukan pengawasan dan memberikan nasihat kepada direksi dalam menjalankan perseroan.9
8
Lihat Pasal 1 Angka 1 UU Perseroan Terbatas. C.S.T. Kansil dan Christine S.T. Kansil, 2009, Seluk Beluk Perseroan Terbatas Menurut Undang-Undang No. 40 Tahun 2007, Rineka Cipta, Jakarta, hlm. 13. 12 9
Selain pertanggungjawabannya yang terbatas, pemegang saham juga dapat dibebani pertanggungjawaban secara pribadi, sebagaimana yang diatur dalam Pasal 3 Ayat (2) undang-undang ini dalam hal sebagai berikut:10 1. Persyaratan perseroan sebagai badan hukum belum atau tidak terpenuhi; 2. Pemegang saham yang bersangkutan baik langsung maupun tidak langsung dengan itikad buruk memanfaatkan perseroan untuk kepentingan pribadi; 3. Pemegang saham yang bersangkutan terlibat dalam perbuatan melawan hukum yang dilakukan oleh perseroan; atau 4. Pemegang saham yang bersangkutan baik langsung maupun tidak langsung
secara
melawan
hukum
menggunakan
kekayaan
perseroan, yang mengakibatkan kekayaan perseroan menjadi tidak cukup untuk melunasi utang perseroan. Secara garis besar, proses pendirian PT diawali dengan pembuatan akta pendirian melalui notaris, yang dilakukan oleh 2 orang atau lebih, yang dibuat dalam bahasa Indonesia. Selanjutnya para pihak tersebut meminta pengesahan melalui Kementerian Hukum dan Hak Asasi Manusia (Kemenkuham). PT memeroleh status badan hukum pada tanggal diterbitkannya keputusan menteri mengenai pengesahan badan 10
Dhaniswara K Harjono, 2006, Pemahaman Hukum Bisnis Bagi Pengusaha, PT RajaGrafindo Persada, Jakarta, hlm. 7. 13
hukum perseroan. Setelah mendapat status sebagai badan hukum, PT harus didaftarkan agar secepatnya diumumkan dalam Tambahan Berita Negara Republik Indonesia. Akta pendirian yang dibuat oleh para pihak harus memuat anggaran dasar dan keterangan lain yang berkaitan dengan pendirian perseroan. Hal-hal yang harus dimuat dalam anggaran dasar suatu PT, sekurangkurangnya: nama dan tempat kedudukan perseroan, maksud dan tujuan serta kegiatan usaha perseroan, jangka waktu berdirinya perseroan, besarnya jumlah modal dasar, modal yang ditempatkan dan modal yang disetor, jumlah saham serta klasifikasi saham, susunan, jumlah dan nama direksi dan komisaris, tata cara pengangkatan, penggantian dan pemberhentian
anggota
direksi
dan
dewan
komisaris,
tata
cara
penggunaan laba dan pembagian dividen, dan ketentuan-ketentuan lain yang termuat menurut UU ini.11 PT merupakan perseroan modal sehingga modal yang dibagi-bagi atas saham merupakan ciri mendasar suatu PT yang mengenal adanya tiga macam modal yaitu:12 1). Modal dasar; 2). Modal ditempatkan; dan 11
C.S.T. Kansil dan Christine S.T. Kansil, op.cit., hlm. 35-36. Janus Sidabalok, 2012, Hukum Perusahaan:Analisis Terhadap Pengaturan Peran Perusahaan Dalam Pembangunan Ekonomi Nasional Di Indonesia, Nuansa Aulia, Bandung, hlm. 121. 14 12
3). Modal yang disetor. Perihal pengambilalihan saham dalam UU Perseroan Terbatas diatur dalam Bab VIII tentang penggabungan, peleburan dan pengambilalihan dan pemisahan mulai dari Pasal 122 sampai dengan Pasal 137. Salah satu hal penting dalam pengambilalihan saham PT adalah perbuatan hukum pengambilalihan wajib memerhatikan kepentingan perseroan, pemegang saham minoritas, karyawan perseroan, kreditor dan mitra usaha lainnya dari perseroan dan masyarakat serta persaingan sehat dalam melakukan usaha.
1. Pengertian Perseroan Terbatas Terbuka Pengertian Perseroan terbuka, sebagaimana yang diatur dalam Pasal 1 Angka 7 UU PT yaitu “Perseroan Terbuka adalah Perseroan Publik atau Perseroan yang melakukan penawaran umum saham, sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan di bidang pasar modal.” Jadi yang dimaksud dengan Perseroan Terbuka berdasarkan Pasal 1 Angka 7 UU PT, adalah:13 1. Perseroan Publik yang telah memenuhi ketentuan Pasal 1 Angka 22 Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 8 Tahun 1995 tentang Pasar Modal (UU Pasar Modal) yakni memiliki pemegang
13
M Yahya Harahap, 2009, Hukum Perseroan Terbatas, Sinar Grafika, Jakarta, hlm. 41. 15
saham sekurangnya 300 (tiga ratus) orang, dan modal disetor sekurang-kurangnya 3 miliar rupiah, 2. Perseroan yang melakukan penawaran umum saham di Bursa Efek. Maksudnya Perseroan tersebut menawarkan atau menjual saham atau efeknya kepada masyarakat luas. Dari
rumusan
mengenai
Perseroan
Terbuka
tersebut
dapat
disimpulkan bahwa pada prinsipnya semua Perseroan Terbatas adalah bersifat tertutup, dan Perseroan Terbatas yang terbuka merupakan pengecualian, oleh karena terhadap perseroan-perseroan tersebut berlaku kriteria-kriteria
tertentu
sebagaimana
ditentukan
dalam
peraturan
perundang-undangan pasar modal. 2. Pengertian Perseroan Terbatas Tertutup Perseroan Terbatas Tertutup adalah perseroan yang didirikan dengan tidak menjual sahamnya kepada masyarakat luas, yang berarti tidak setiap orang dapat ikut menanamkan modalnya. Pada perseroan tertutup terdapat ciri khusus, antara lain:14 1. Biasanya pemegang sahamnya terbatas atau tertutup (besloten, close). Hanya terbatas pada orang-orang yang masih kenalmengenal atau pemegang sahamnya hanya terbatas di antara
14
Ibid, hlm. 38-39. 16
mereka yang masih ada ikatan keluarga, dan tertutup bagi orang luar; 2. Saham perseroan yang ditetapkan dalam anggaran dasar hanya sedikit jumlahnya, dan dalam anggaran dasar sudah ditentukan dengan tegas siapa yang boleh menjadi pemegang saham; 3. Sahamnya juga hanya atas nama (aandeel op nam, registered share) atas orang-orang tertentu secara terbatas.
B. Hukum Persaingan Usaha Berbagai istilah digunakan untuk penamaan hukum ini, selain istilah hukum persaingan usaha (competition law) ada yang menggunakan istilah hukum antimonopoli (antimonopoly law) dan hukum anti trust (antitrust law) yang banyak digunakan di luar negeri. Di Indonesia sendiri penamaan digunakan berdasarkan perspektif masing-masing penulis, seperti Ahmad Yani dan Gunawan Widjaja, Suyud Margono yang menggunakan istilah hukum anti monopoli sedangkan Hermansyah menggunakan istilah hukum persaingan usaha. Meskipun ada perbedaan perspektif dalam penggunaan istilah tetapi pada dasarnya baik hukum antimonopoli dan hukum persaingan usaha membahas objek yang sama yaitu tentang praktik monopoli dan persaingan usaha tidak sehat, berbagai perjanjian dan kegiatan yang dilarang, serta hal-hal penting lainnya yang diatur dalam UU Anti Monopoli.
17
Secara umum, hukum persaingan usaha dapat diartikan sebagai sekumpulan aturan yang mengatur tentang persaingan usaha. Untuk memeroleh pengertian yang lebih mendalam, perlu dikemukakan beberapa pengertian dari para ahli hukum persaingan usaha. Menurut Arie Siswanto, yang dimaksud dengan hukum persaingan usaha adalah instrumen hukum yang menentukan tentang bagaimana persaingan itu harus dilakukan.15 Sedangkan menurut Christopher Pass dan Bryan Lowes, yang dimaksud dengan Competition Law
adalah
bagian dari perundang-undangan yang mengatur tentang monopoli, penggabungan dan pengambilalihan, perjanjian perdagangan yang membatasi dari praktik anti persaingan.16 Berdasarkan pengertian yang telah dipaparkan di atas, dapat disimpulkan bahwa yang dimaksud dengan hukum persaingan usaha adalah hukum yang mengatur mengenai segala hal yang berkaitan dengan persaingan usaha, mulai dari hal-hal yang tidak boleh dilakukan oleh pelaku usaha seperti praktik monopoli, penyalagunaan posisi dominan, perjanjian yang dinyatakan terlarang oleh undang-undang serta penegakan hukum persaingan usaha.
15
Hermansyah, 2009, Pokok-Pokok Hukum Persaingan Usaha Di Indonesia, Kencana, Jakarta, hlm. 1. 16 Ibid, hlm. 2. 18
1. Pengertian Monopoli Pasal 1 Angka 1 UU Anti Monopoli mendefinisikan monopoli sebagai suatu bentuk penguasaan atas produksi dan atau pemasaran barang dan atau atas penggunaan jasa tertentu oleh satu pelaku usaha atau satu kelompok pelaku usaha.17 Dalam Black’s Law Dictionary, monopoli diartikan sebagai control or advantage obtained by one supplier or producer over the commercial market within a given region. Definisi tersebut dalam bahasa Indonesia diterjemahkan sebagai kontrol atau keuntungan yang diperoleh salah satu pemasok atau produsen pasar komersial dalam suatu wilayah tertentu.18 Selanjutnya dalam Black’s Law Dictionary dikatakan “monopoly as prohibited by section 2 of the Sherman Antitrust Act, has two elements: 1). Possession of monopoly power in relevant market, 2). Willful acquisition or maintenance of the power.19 Dalam hal ini jelas bahwa monopoli yang dilarang oleh Section 2 dari Sherman Act adalah monopoli yang bertujuan untuk menghilangkan kemampuan untuk melakukan persaingan, dan atau untuk tetap mempertahankannya.
17
Lihat Pasal 1 Angka 1 UU Anti Monopoli. Terjemahan bebas. 19 Ahmad Yani dan Gunawan Widjaja, 2006, Seri Hukum Bisnis:Anti Monopoli, PT RajaGrafindo Persada, Jakarta, hlm. 13. 19 18
2. Praktik Monopoli dan Persaingan Usaha Tidak Sehat Selain definisi dari Monopoli, UU Anti Monopoli juga memberikan pengertian dari praktik monopoli, yaitu suatu pemusatan kekuatan ekonomi oleh satu atau lebih pelaku usaha yang mengakibatkan dikuasainya produksi dan atau pemasaran barang dan atau jasa tertentu sehingga menimbulkan persaingan usaha tidak sehat dan dapat merugikan kepentingan umum.20 Dari definisi tersebut, dapat diketahui bahwa pada dasarnya terdapat 3 (tiga) unsur dari praktik monopoli, yaitu: a. Adanya pemusatan kekuatan ekonomi; b. Pemusatan kekuatan tersebut berada pada satu atau lebih pelaku usaha, dan c. Pemusatan
kekuatan
ekonomi
tersebut
menimbulkan
persaingan usaha tidak sehat dan merugikan kepentingan umum. Selanjutnya yang dimaksud dengan pemusatan kekuatan ekonomi adalah penguasaan yang nyata atas suatu pasar bersangkutan oleh satu atau lebih pelaku usaha sehingga dapat menentukan harga barang dan atau jasa, dan yang dimaksud dengan persaingan usaha tidak sehat adalah persaingan antar pelaku usaha dalam menjalankan kegiatan produksi dan atau pemasaran barang dan atau jasa yang dilakukan 20
Lihat Pasal 1 Angka 2 UU Anti Monopoli.
20
dengan cara tidak jujur atau melawan hukum atau menghambat persaingan usaha. Berdasarkan pengertian pemusatan kekuatan ekonomi seperti dipaparkan di atas, dapat dilihat bahwa salah satu prasyarat pokok dapat dikatakan telah terjadi suatu pemusatan kekuatan ekonomi adalah telah terjadinya penguasaan nyata dari suatu pasar bersangkutan sehingga harga dari barang atau jasa yang diperdagangkan tidak lagi mengikuti
hukum
ekonomi
mengenai
permintaan
dan
penjualan,
melainkan semata-mata ditentukan oleh satu atau lebih pelaku usaha yang menguasai pasar tersebut. Satu hal yang cukup menarik dari UU Anti Monopoli adalah bahwa selama
suatu
pemusatan
kekuatan
ekonomi
tidak
menyebabkan
terjadinya persaingan usaha tidak sehat maka hal itu tidak dapat dikatakan telah terjadi suatu praktik monopoli, yang melanggar atau bertentangan dengan UU Anti Monopoli, meskipun monopoli itu sendiri secara nyata-nyata telah terjadi (dalam bentuk penguasaan produksi dan atau pemasaran barang dan atau jasa tertentu).21 Jadi jelas bahwa monopoli itu sendiri tidak dilarang, yang dilarang adalah praktik monopoli dan persaingan usaha tidak sehat. C. Pengambilalihan Saham Perusahaan Terdapat berbagai hal yang diatur dalam UU Anti Monopoli yang dapat mengakibatkan terjadinya praktik monopoli dan/atau persaingan 21
Ahmad Yani dan Gunawan Widjaja, op.cit., hlm. 18. 21
usaha tidak sehat, yaitu perjanjian yang dilarang seperti oligopoli, penetapan harga, pembagian wilayah, pemboikotan, kartel,
trust,
oligopsoni, integrasi vertikal, perjanjian tertutup dan perjanjian dengan pihak luar negeri sebagaimana yang diatur dalam Pasal 4 sampai dengan Pasal 16, serta kegiatan yang dilarang seperti monopoli, monopsoni, penguasaan pangsa pasar dan persekongkolan sebagaimana yang diatur dalam Pasal 17 sampai dengan Pasal 24. Selain kedua objek di atas yang menjadi pokok pengaturan dalam UU ini, hal lain yang juga menjadi bagian penting dari UU ini adalah pengaturan mengenai posisi dominan. Pasal 1 Angka 4 UU Anti Monopoli memberikan pengertian tentang posisi dominan sebagai berikut:22 Posisi dominan adalah suatu keadaan di mana pelaku usaha tidak mempunyai pesaing yang berarti di pasar bersangkutan dalam kaitannya dengan pangsa pasar yang dikuasai, atau pelaku usaha mempunyai posisi tertinggi di antara pesaingnya di pasar bersangkutan dalam kaitan dengan kemampuan keuangan, kemampuan akses pada pasokan atau penjualan, serta kemampuan untuk menyesuaikan pasokan atau permintaan barang atau jasa tertentu. Posisi dominan sebenarnya bukanlah suatu hal yang dilarang selama tidak mengakibatkan terjadinya praktik monopoli dan/atau persaingan usaha tidak sehat. Namun posisi dominan yang dimiliki pelaku usaha seringkali disalahgunakan untuk melakukan praktik monopoli yang pada akhirnya berujung pada terciptanya suatu persaingan usaha tidak sehat. Salah satu bentuk kegiatan yang biasa dilakukan oleh pelaku usaha yang 22
Lihat Pasal 1 Angka 4 UU Anti Monopoli. 22
dapat menimbulkan posisi dominan adalah kegiatan pengambilalihan saham
perusahaan
atau
yang
dikenal
dengan
istilah
akuisisi,
sebagaimana yang diatur dalam Pasal 28 UU Anti Monopoli. Pasal 28 Ayat (2) UU Anti Monopoli menentukan bahwa pelaku usaha dilarang melakukan pengambilalihan saham perusahaan lain apabila tindakan tersebut dapat mengakibatkan terjadinya praktik monopoli dan/atau persaingan usaha tidak sehat. 1. Pengertian dan Penggolongan Saham Istilah saham berasal dari bahasa Inggris, yaitu share. Pengertian saham dapat dianalisis dari pengertian yang tercantum dalam peraturan perundang-undangan dan pandangan ahli atau doktrin. Pengertian saham diatur dalam Pasal 60 Ayat (1) UU Perseroan Terbatas, yaitu benda bergerak dan memberikan hak kepada pemiliknya. Section 182 The Company Act 1985 menentukan pengertian saham berupa kekayaan personal dan dapat dialihkan sesuai dengan ketentuan anggaran dasar. Pengertian saham dalam definisi ini difokuskan pada kekayaan personal dan pengalihannya. Kekayaan personal merupakan harta atau saham yang dimiliki oleh individu atau perorangan. Kekayaan ini dapat dialihkan kepada pihak lainnya. Cara pengalihannya dapat dilakukan dengan jual beli, hibah, maupun cara lainnya.23
23
H. Salim HS dan Erlies Septiana Nurbani, 2013, Hukum Divestasi di Indonesia (Pasca Putusan Mahkamah Konstitusi RI Nomor 2/SKLN-X/2012), Rajawali Press, Jakarta, hlm. 48. 23
Selain pengertian di atas, Saham juga diartikan sebagai tanda penyertaan modal pada suatu Perseroan Terbatas.24 Pengertian saham ini difokuskan
pada
penyertaan
modal
pada
perusahaan
terbatas.
Penyertaan modal adalah bentuk keikutsertaan dari pemilik uang atau pemodal dalam suatu Perseroan Terbatas. Saham dapat dikualifikasi menurut namanya, haknya, dan menurut nilainya. Saham menurut namanya dibagi menjadi dua macam yaitu saham atas nama dan atas tunjuk. Saham atas haknya merupakan saham yang didasarkan pada hak-hak yang akan diterima pemegang saham. Saham atas haknya digolongkan menjadi dua macam yaitu saham biasa dan saham istimewa. Hak-hak itu meliputi hak atas menerima dividen, memperoleh bagian kekayaan jika perusahaan dilikuidasi setelah dikurangi semua kewajiban perusahaan.25 Saham menurut nilainya merupakan penggolongan saham atas dasar harga. Saham menurut nilai dibagi menjadi tiga macam, yaitu:26 a. nilai nominal, yaitu nilai yang tercantum pada saham tersebut; b. nilai efektif, yaitu nilai yang tercantum pada kurs resmi kalau saham tersebut diperdagangkan di bursa; dan c. nilai intrinsik, yaitu nilai saham pada likuidasi.
24
Subagyo, dkk., 2005, Bank dan Lembaga Keuangan Lainnya, Sekolah Tinggi Ilmu Ekonomi, Jakarta, hlm. 188. 25 H. Salim HS dan Erlies Septiana Nurbani, Op. Cit., hlm. 51. 26 Ibid, hlm. 53. 24
2. Pengertian Pengambilalihan Saham Pelaku usaha sebagai subjek ekonomi senantiasa berupaya untuk memaksimalkan keuntungan dalam menjalankan kegiatan usahanya (maximizing profit). Memaksimalkan keuntungan akan diupayakan oleh pelaku usaha dengan berbagai cara, dan salah satu cara yang dapat ditempuh oleh pelaku usaha adalah dengan metode pengambilalihan, baik pengambilalihan saham perusahaan (acquisition of stock) maupun pengambilalihan aset perusahaan (acquisition of asset). Maksimalisasi keuntungan diharapkan dapat terjadi karena dengan strategi bisnis ini pelaku usaha atau kelompok usaha dapat menciptakan efisiensi dan memperluas pangsa pasar. Secara sederhana, acquisition atau yang diterjemahkan ke dalam bahasa Indonesia dan dipakai dalam peraturan perundang-undangan dengan istilah “pengambilalihan” dapat diartikan sebagai “the act or an instance
of
combining
menggabungkan
atau
or
uniting”27
menyatukan).
(tindakan
atau
perbuatan
Akuisisi
juga
bermakna
pengambilalihan suatu kepentingan pengendalian perusahaan oleh suatu perusahaan lain. Dalam dunia hukum dan bisnis, yang dimaksud dengan akuisisi adalah setiap perbuatan hukum untuk mengambil alih seluruh atau sebagian besar saham dan/atau aset dari perusahaan lain. Apabila
27
Andi Fahmi Lubis et all, 2009, Hukum Persaingan Usaha:Antara Teks & Konteks, ROV Creative Media, Jakarta, hlm. 209. 25
yang diambil alih tersebut adalah saham, maka dengan akuisisi tersebut beralih pula pengendalian terhadap perusahaan target tersebut.28 Selain pengertian pengambilalihan sebagaimana telah dikemukakan di atas juga terdapat beberapa pengertian tentang pengambilalihan yang tertuang dalam peraturan perundang-undangan Indonesia, yaitu: 1. Pasal 1 Angka 11 UU Perseroan Terbatas menentukan bahwa:29 Pengambilalihan adalah perbuatan hukum yang dilakukan oleh badan hukum atau orang perseorangan untuk mengambilalih saham perseroan yang mengakibatkan beralihnya pengendalian atas perseroan tersebut; 2. Pasal 1 Angka 27 Undang-Undang Nomor 10 tahun 1998 tentang perubahan atas Undang-Undang Nomor 7 tahun 1992 tentang Perbankan (UU Perbankan) menentukan bahwa akuisisi adalah pengambilalihan kepemilikan suatu bank;30 3. Pasal
1
Angka
3
PP
No.
57/2010
menentukan
bahwa
pengambilalihan adalah perbuatan hukum yang dilakukan oleh pelaku usaha untuk mengambilalih saham badan usaha yang mengakibatkan
beralihnya
pengendalian
atas
badan
usaha
tersebut;31 4. Peraturan KPPU Nomor 2 Tahun 2013 tentang Pedoman Pelaksanaan Penggabungan atau Peleburan Badan Usaha dan 28
Munir Fuady, 2004, Hukum Tentang Akuisisi, Take Over dan LBO, PT Citra Aditya Bakti, Bandung, hlm. 4. 29 Lihat Pasal 1 Angka 11 UU Perseroan Terbatas. 30 Lihat Pasal 1 Angka 27 UU Perbankan. 31 Lihat Pasal 1 Angka 3 PP No. 57 Tahun 2010. 26
Pengambilalihan Saham Perusahaan yang dapat Mengakibatkan Terjadinya Praktik Monopoli dan Persaingan Usaha Tidak Sehat (Perkom No. 2/2013) menentukan bahwa pengambilalihan adalah perbuatan hukum yang dilakukan oleh pelaku usaha untuk mengambilalih
saham
badan
usaha
yang
mengakibatkan
beralihnya pengendalian atas badan usaha tersebut.32
Berdasarkan beberapa pengertian di atas, dapat dilihat bahwa peraturan
perundang-undangan
di
Indonesia
memberikan
definisi
mengenai pengambilalihan secara umum, tidak mengkhususkan pada pengambilalihan berupa saham ataupun aset perusahaan, kecuali PP No. 57/2010 dan pedoman KPPU. Peraturan perundang-undangan di Indonesia mengatur demikian untuk membuka kemungkinan tindakantindakan pengambilalihan dapat dilakukan melalui berbagai bentuk, apakah berupa pengambilalihan aset, saham atau bentuk pengambilalihan lainnya. Namun, untuk pembahasan kali ini akan difokuskan pada pengambilalihan saham perusahaan mengacu pada ketentuan Pasal 29 UU Anti Monopoli yang menjadi kajian penulis yang mana dalam Pasal 29 UU Anti Monopoli menentukan secara khusus mengenai kewajiban pemberitahuan pengambilalihan saham perusahaan kepada KPPU.
32
KPPU, 2013, Pedoman Pelaksanaan tentang Penggabungan atau Peleburan Badan Usaha dan Pengambilalihan Saham Perusahaan, KPPU, Jakarta, hlm. 12. 27
3. Klasifikasi Pengambilalihan Berbeda dengan penggabungan dan peleburan badan usaha, pada pengambilalihan tidak ada perusahaan yang membubarkan diri, tetapi dua-duanya tetap exist meskipun perusahaan yang satu menguasai perusahaan yang lain. Dalam perkembangannya ternyata pengambilalihan itu sendiri beraneka ragam, dan dapat dibilah-bilah mengikuti kriteria yang dipakai. Kriteria-kriteria tersebut diantaranya:33
a. Dilihat dari jenis usaha Apabila dilihat dari segi jenis usaha perusahaan-perusahaan yang terlibat dalam transaksi pengambilalihan, maka dapat digolongkan sebagai berikut: 1) Akuisisi horizontal. Dalam hal ini perusahaan yang diakuisisi adalah para pesaingnya, baik pesaing yang memproduksi produk yang sama, atau yang memiliki teritorial pemasaran yang sama. Jelas bahwa tujuan dari akuisisi
ini
adalah
untuk
memperluas
pangsa
pasar
atau
akuisisi
oleh
suatu
membunuh pesaing. 2) Akuisisi vertikal. Akuisisi
vertikal
dimaksudkan
sebagai
perusahaan terhadap perusahaan lain yang masih dalam satu mata 33
Munir Fuady,Op. Cit., hlm. 87-94. 28
rantai produksi, yakni suatu perusahaan dalam arus pergerakan produksi dari hulu ke hilir. 3) Akuisisi konglomerat. Akuisisi
konglomerat
adalah
akuisisi
terhadap
perusahaan-
perusahaan yang tidak terkait, baik secara horizontal maupun secara vertikal.
b. Dilihat dari segi lokalisasi Jika dilihat dari segi lokalisasi perusahaan pengakuisisi dengan perusahaan target, akuisisi dapat dikategorikan sebagai berikut: 1) Akuisisi eksternal. Akuisisi eksternal merupakan akuisisi yang terjadi antara dua atau lebih perusahaan, masing-masing dalam grup yang berbeda atau tidak dalam grup yang sama. 2) Akuisisi internal. Kebalikan dari akuisisi eksternal, maka pada akuisisi internal, perusahaan-perusahaan
yang melakukan akuisisi masih dalam
satu grup usaha. Di Indonesia, akuisisi internal ini banyak terjadi, yakni lewat pembiayaan pasar modal.
29
c. Dilihat dari segi objeknya Apabila dilihat dari segi objek dari transaksi akuisisi, akuisisi dapat diklasifikasikan sebagai berikut: 1) Akuisisi saham Dalam hal ini yang dibeli adalah saham perusahaan target, baik dibayar
dengan
uang
tunai
maupun
dibayar
dengan
saham
perusahaan pengakuisisi atau perusahaan lainnya. Untuk dapat disebut transaksi akuisisi, maka saham yang dibeli tersebut haruslah paling sedikit 51% (simple majority) atau kurang dari sama dengan 50%
tetapi
dapat
mempengaruhi
dan
menentukan
kebijakan
pengelolaan perusahaan dan/atau mempengaruhi dan menentukan pengelolaan perusahaan. 2) Akuisisi aset Terhadap akuisisi aset ini, maka yang diakuisisi adalah aset perusahaan target dengan atau tanpa ikut mengasumsi/mengambilalih seluruh kewajiban perusahaan target terhadap pihak ketiga. Sebagai contra prestasi dari akuisisi aset, diberikanlah kepada pemegang saham perusahaan target yaitu cash untuk harga pembelian atau saham perusahaan pengakuisisi. 3) Akuisisi kombinasi Dalam hal ini dilakukan kombinasi antara akuisisi saham dan akuisisi aset. Misalnya, dapat dilakukan akuisisi 50% saham plus 50% 30
aset dari perusahaan target. Demikian juga dengan contra prestasinya, dapat saja sebagian dibayar dengan cash dan sebagian lagi dengan saham perusahaan pengakuisisi. 4) Akuisisi bertahap Pada akuisisi bertahap ini, akuisisi tidak dilaksanakan sekaligus. Misalnya perusahaan target menerbitkan convertible bonds (obligasi konversi), sementara perusahaan pengakuisisi menjadi pembelinya. Maka dalam hal ini, tahap pertama perusahaan pengakuisisi mendrop dana ke perusahaan target lewat pembelian bonds (obligasi). Tahap selanjutnya bonds tersebut ditukar dengan equity (nilai saham), jika kinerja perusahaan target semakin baik. Dengan demikian, hak opsi ada pada pemilik convertible bonds, yang dalam hal ini merupakan perusahaan pengakuisisi. 5) Akuisisi kegiatan usaha Dalam hal ini yang diakuisisi adalah hanya kegiatan usaha termasuk jaringan bisnis, alat produksi, hak milik intelektual, dan lainlain.
Selain ketiga klasifikasi pengambilalihan sebagaimana yang telah dijelaskan di atas pengambilalihan juga dapat diklasifikasikan dari segi motivasi akuisisi, divestitur, model pembiayaan, inbreng saham, dan share swap.
31
4. Pengambilalihan Saham Perusahaan oleh atau terhadap Perseroan Terbatas Terbuka Untuk dapat mengetahui bagaimana secara yuridis melakukan pengambilalihan saham yang melibatkan perusahaan terbuka, haruslah terlebih dahulu dipertimbangkan faktor-faktor dominan yaitu:34 a. Apakah
perusahaan
terbuka
sebagai
perusahaan
yang
terbuka
sebagai
perusahaan
yang
diambilalih sahamnya; b. Apakah
perusahaan
mengambilalih; c. Apakah keduanya (baik yang mengambilalih maupun yang diambilalih) merupakan perusahaan terbuka; d. Apakah dalam tindakan pengambilalihan tersebut ada unsur benturan kepentingan; e. Apakah kedua perusahaan terbuka tersebut (baik yang mengambilalih maupun yang diambilalih) merupakan suatu bank; f.
Apakah ada terlibat perusahaan penanaman modal asing (PMA) dalam tindakan pengambilalihan tersebut (baik yang mengambilalih maupun yang diambilalih);
34
Ibid, hlm. 193. 32
g. Apakah ada terlibat perusahaan BUMN dalam tindakan pengambilalihan tersebut (baik yang mengambilalih maupun yang diambilalih). Perbedaan kategori seperti tersebut di atas menyebabkan berbeda pula aturan yang berlaku yang mengakibatkan berbedanya prosedur, persyaratan hukum dan perbedaan konsekuensi hukum yang lain. Jika perusahaan terbuka sebagai pihak yang mengambilalih sedangkan pihak perusahaan target bukan merupakan perusahaan terbuka, maka di samping
berlakunya
UU
Perseroan
Terbatas
dan
peraturan
pelaksanaannya maka sudah tentu berlaku pula UU Pasar Modal, dan yang
terutama
adalah
Keputusan
Ketua
Bapepam-LK
No.Kep-
614/BL/2011 (Peraturan Nomor IX.E.2) tentang Transaksi Material dan Perubahan Kegiatan Usaha Bersama.35 Jika yang diambilalih adalah perusahaan terbuka, maka di samping berlaku berbagai aturan seperti UU Perseroan Terbatas dan UU Pasar Modal, yang utama berlaku adalah Peraturan yang terdapat dalam Keputusan Ketua Bapepam-LK No. Kep-264/BL/2011 (Peraturan Nomor IX.H.1) tentang Pengambilalihan Perusahaan Terbuka.36
35 36
Ibid, hlm. 193-194. Ibid, hlm. 201. 33
5. Kewajiban Melakukan Pemberitahuan Pengambilalihan Saham Seperti telah dijelaskan bahwa pengambilalihan dapat mengakibatkan terjadinya praktik monopoli dan/atau persaingan usaha tidak sehat. Karena itu, UU Anti Monopoli mengaturnya, dalam hal ini diatur dalam Pasal 28 Ayat (2) dan Pasal 29. Pasal 28 Ayat (2) dan Pasal 29 menentukan sebagai berikut:37 Pasal 28 (2) Pelaku usaha dilarang melakukan pengambilalihan saham perusahaan lain apabila tindakan tersebut dapat mengakibatkan terjadinya praktik monopoli dan/atau persaingan usaha tidak sehat; Pasal 29 (1)
Penggabungan atau peleburan badan usaha, atau pengambilalihan saham sebagaimana dimaksud dalam Pasal 28 yang berakibat nilai aset dan/atau nilai penjualannya melebihi jumlah tertentu, wajib diberitahukan kepada komisi, selambatlambatnya 30 (tiga puluh) hari sejak tanggal penggabungan, peleburan atau pengambilalihan tersebut.
(2) Ketentuan tentang penetapan nilai aset dan/atau nilai penjualan serta tata cara pemberitahuan sebagaimana dimaksud dalam ayat (1), diatur dalam peraturan pemerintah. Jadi tindakan pengambilalihan saham perusahaan dilarang oleh UU Anti Monopoli manakala tindakan tersebut dapat mengakibatkan praktik monopoli
dan/atau
persaingan
curang
dengan
semua
bentuk
pengambilalihan dapat terkena larangan tersebut, baik yang horizontal, vertikal, maupun konglomerat.
37
Lihat Pasal 28 Ayat (1) dan Pasal 29 UU Anti Monopoli. 34
Ketentuan sebagaimana yang diatur dalam Pasal 28 dari UU Anti Monopoli tersebut bukanlah hal yang baru, sebab sebelum adanya UU Anti Monopoli, telah ada ketentuan dalam Undang-Undang Nomor 1 tahun 1995
tentang
Perseroan
Terbatas
yang
membahas
mengenai
pengambilalihan, yang harus dilakukan dengan memperhatikan antara lain kepentingan masyarakat dan persaingan sehat. Undang-Undang Nomor 1 tahun 1995 tersebut telah diganti dengan Undang-Undang Nomor 40 Tahun 2007 tentang Perseroan Terbatas. Selain melarang tindakan pengambilalihan yang dapat mengakibatkan terjadinya praktik monopoli dan/atau persaingan usaha tidak sehat, dalam UU Anti Monopoli juga mengatur mengenai kewajiban pelaku usaha untuk melakukan pemberitahuan pengambilalihan saham kepada KPPU. Seperti yang diatur dalam Pasal 29 bahwa dalam hal pengambilalihan saham yang berakibat nilai aset dan/atau nilai penjualannya melebihi jumlah tertentu (yang akan ditetapkan dengan peraturan pemerintah), maka tindakan pengambilalihan tersebut wajib diberitahukan kepada KPPU. Tujuan diaturnya kewajiban ini adalah sebagai bentuk pengawasan terhadap pelaku usaha terkait tindakan pengambilalihan saham agar tidak mengakibatkan terjadinya praktik monopoli dan/atau persaingan usaha tidak sehat.
35
6. Waktu dan Prosedur Pemberitahuan Pengambilalihan Saham Sesuai dengan ketentuan Pasal 29 UU Anti Monopoli jo. Pasal 5 Ayat 1 PP No. 57/2010, pengawasan pengambilalihan yang diatur adalah pengawasan setelah pengambilalihan dilaksanakan (post evaluation). Artinya, setelah pelaku usaha melakukan pengambilalihan saham, maka pelaku usaha tersebut melakukan pemberitahuan kepada KPPU.
a. Waktu Pemberitahuan Pelaku usaha harus melakukan pemberitahuan paling lambat 30 (tiga puluh) hari kerja sejak tanggal pengambilalihan telah berlaku efektif secara yuridis. Tanggal pengambilalihan berlaku efektif secara yuridis adalah:38 1) Untuk pengambilalihan saham yang terjadi di bursa efek, maka pemberitahuan dilakukan paling lambat 30 (tiga puluh) hari sejak tanggal surat keterbukaan informasi pengambilalihan saham perseroan terbuka; 2) Jika salah satu pihak yang melakukan pengambilalihan adalah perseroan terbatas dan pihak lain adalah perusahaan nonperseroan terbatas, maka pemberitahuan dilakukan paling lambat 30 (tiga puluh) hari sejak tanggal ditandatanganinya pengesahan pengambilalihan oleh para pihak. Adapun tanggal pengesahan 38
KPPU,Op. Cit., hlm. 25-26. 36
adalah tanggal efektif beralihnya kepemilikan saham di perusahaan yang diambil alih (closing date); 3) Dalam hal badan usaha yang melakukan pengambilalihan tidak berbentuk perseroan terbatas, maka pemberitahuan dilakukan paling lambat 30 (tiga puluh) hari sejak tanggal ditandatanganinya pengesahan pengambilalihan oleh para pihak. Adapun tanggal pengesahan adalah tanggal efektif beralihnya kepemilikan saham di perusahaan yang diambil alih (closing date). Komisi akan melakukan penilaian terhadap perusahaan hasil pengambilalihan tersebut untuk memberikan pendapat terhadap ada atau tidaknya dugaan praktik monopoli dan/atau persaingan usaha tidak sehat. b. Prosedur Pemberitahuan Adapun proses pemberitahuan pengambilalihan saham kepada KPPU adalah sebagai berikut:39 1) Pelaku usaha yang memenuhi syarat pemberitahuan wajib memberitahukan secara tertulis kepada komisi dalam jangka waktu paling lama 30 (tiga puluh) hari kerja; 2) Pelaku usaha yang wajib melakukan pemberitahuan adalah pelaku usaha hasil penggabungan, pelaku usaha pengambilalih saham dan pelaku usaha hasil peleburan;
39
Ibid., hlm. 27-28. 37
3) Pemberitahuan tersebut dilakukan secara tertulis oleh pelaku usaha hasil pengambilalihan saham dengan cara mengisi formulir A1 untuk pengambilalihan saham perusahaan; 4) Formulir pemberitahuan wajib disertai dengan dokumen-dokumen yang telah dipersyaratkan serta dokumen lain yang dianggap perlu oleh komisi; 5) Komisi menerbitkan tanda terima pemberitahuan dan mempelajari kelengkapan formulir serta dokumen yang dipersyaratkan; 6) Komisi berhak untuk meminta dokumen tambahan dari pelaku usaha dalam hal dipandang perlu untuk melakukan penilaian; 7) Pelaku usaha wajib menyerahkan dokumen terkait Business plan yang disyaratkan di formulir pemberitahuan. Business plan tersebut memuat dokumen terkait arah kebijakan para pihak 3 (tiga) tahun ke depan serta kondisi industri para pihak secara grup yang menjelaskan kondisi industri beserta peta persaingan di industri tersebut; 8) Pelaku usaha wajib menyerahkan data semua struktur pasar industri dimana para pihak melakukan kegiatan usahanya. Data tersebut meliputi pangsa pasar para pihak dan data pangsa pasar perusahaan pesaing. Komisi akan menilai kelengkapan data tersebut untuk dilanjutkan ke tahap penilaian atau tidak. Komisi tidak
akan
melakukan
penilaian
terkait
pemberitahuan
38
pengambilalihan jika para pihak tidak memenuhi data pasar tersebut; 9) Bahwa komisi akan melakukan konfirmasi terkait data pasar yang diserahkan
oleh
pelaku
usaha
dalam
tahap
pemeriksaan
kelengkapan dokumen sebelum masuk ke tahap penilaian, dalam tahap pemeriksaan kelengkapan dokumen tersebut, komisi juga dapat melakukan konfirmasi kebenaran data kepada pihak-pihak terkait, seperti pesaing, pemerintah sebagai regulator industri, praktisi/pengamat di pasar, serta pihak lainnya yang terkait dengan pasar tersebut.
D. Pendekatan Per Se Illegal dan Rule of Reason Pendekatan per se illegal maupun rule of reason telah lama diterapkan untuk menilai apakah suatu tindakan tertentu dari pelaku bisnis melanggar UU Anti Monopoli. Pendekatan rule of reason adalah suatu pendekatan yang digunakan oleh lembaga otoritas persaingan usaha untuk membuat evaluasi mengenai akibat perjanjian atau kegiatan usaha tertentu, guna menentukan apakah suatu perjanjian atau kegiatan tersebut bersifat
menghambat
atau
mendukung
persaingan.
Sebaliknya,
pendekatan per se illegal adalah menyatakan setiap perjanjian atau kegiatan usaha tertentu sebagai ilegal, tanpa pembuktian lebih lanjut atas dampak yang ditimbulkan dari perjanjian atau kegiatan usaha tersebut.
39
Kedua metode pendekatan yang memiliki perbedaan ekstrim tersebut juga digunakan dalam UU Anti Monopoli. Hal ini dapat dilihat dari ketentuan pasal-pasalnya, yakni pencantuman kata-kata “yang dapat mengakibatkan” dan atau “patut diduga”. Kata-kata tersebut menyiratkan perlunya penelitian secara lebih mendalam, apakah suatu tindakan dapat menimbulkan praktik monopoli yang bersifat menghambat persaingan. Sedangkan penerapan pendekatan per se illegal biasanya dipergunakan dalam pasal-pasal yang menyatakan istilah “dilarang”, tanpa anak kalimat “…yang dapat mengakibatkan…”. Oleh karena itu, penyelidikan terhadap beberapa perjanjian atau kegiatan usaha, misalnya kartel (Pasal 11) dan praktik monopoli (Pasal 17) dianggap menggunakan pendekatan rule of reason sedangkan pemeriksaan terhadap perjanjian penetapan harga (Pasal 5) dianggap menggunakan pendekatan per se illegal. 1. Pendekatan Per Se Illegal Suatu perilaku yang ditetapkan oleh pengadilan sebagai per se illegal, akan dihukum tanpa proses penyelidikan yang rumit. Jenis perilaku yang ditetapkan secara per se illegal hanya akan dilaksanakan, setelah pengadilan memiliki pengalaman yang memadai terhadap perilaku tersebut, yakni bahwa perilaku tersebut hampir selalu bersifat anti persaingan, dan hampir selalu tidak pernah membawa manfaat sosial. Pendekatan per se illegal ditinjau dari sudut proses administratif adalah mudah. Hal ini disebabkan karena metode ini membolehkan pengadilan 40
untuk menolak melakukan penyelidikan secara rinci, yang biasanya memerlukan waktu lama dan biaya yang mahal guna mencari fakta di pasar yang bersangkutan. Oleh karena itu, pada prinsipnya terdapat dua syarat dalam melakukan pendekatan per se illegal, yakni pertama, harus ditujukan lebih kepada “perilaku bisnis” daripada situasi pasar, karena keputusan melawan hukum dijatuhkan tanpa disertai pemeriksaan lebih lanjut, misalnya, mengenai akibat dan hal-hal yang melingkupinya. Metode pendekatan seperti ini dianggap fair, jika perbuatan ilegal tersebut merupakan “tindakan sengaja” oleh perusahaan, yang seharusnya dapat dihindari. Kedua, adanya identifikasi secara cepat atau mudah mengenai jenis praktik atau batasan perilaku yang terlarang. Dengan perkataan lain, penilaian atas tindakan dari pelaku usaha, baik di pasar maupun dalam proses pengadilan harus dapat ditentukan dengan mudah. Meskipun demikian diakui, bahwa terdapat perilaku yang terletak dalam batas-batas yang tidak jelas antara perilaku terlarang dan perilaku yang sah.40 Pembenaran substantif dalam per se illegal harus didasarkan pada fakta atau asumsi, bahwa perilaku tersebut dilarang karena dapat mengakibatkan kerugian bagi pesaing lainnya dan atau konsumen. Hal tersebut dapat dijadikan pengadilan sebagai alasan pembenar dalam pengambilan keputusan. Oleh karena itu, terdapat dua hal penting yang 40
Ahmad Fahmi Lubis et all, Op. Cit., hlm. 61. 41
harus diperhatikan oleh pengadilan, pertama, adanya dampak merugikan yang signifikan dari perilaku tersebut. Kedua, kerugian tersebut harus tergantung pada kegiatan yang dilarang.41 2. Pendekatan Rule of Reason Berbeda halnya dengan per se illegal, penggunaan pendekatan rule of reason memungkinkan pengadilan untuk melakukan interpretasi terhadap Undang-undang. Dalam hal ini, Mahkamah Agung Amerika Serikat, umpamanya, telah menetapkan suatu standar rule of reason, yang memungkinkan pengadilan mempertimbangkan faktor-faktor kompetitif dan menetapkan layak atau tidaknya suatu hambatan perdagangan. Artinya
untuk
mencampuri,
mengetahui
apakah
mempengaruhi,
atau
hambatan bahkan
tersebut
bersifat
menghambat
proses
persaingan.42 Masing-masing pola pendekatan tersebut mengandung keunggulan dan kelemahan, yang mungkin dapat menjadi bahan pemikiran untuk menerapkan salah satu pendekatan terhadap tindakan pelaku usaha yang diduga melanggar UU Anti monopoli. Keunggulan rule of reason adalah menggunakan
analisis
ekonomi
untuk
mencapai
efisiensi
guna
mengetahui dengan pasti, yaitu apakah suatu tindakan pelaku usaha memiliki implikasi kepada persaingan. Dengan perkataan lain, apakah
41 42
Ibid. Ibid, hlm. 66. 42
suatu tindakan dianggap menghambat persaingan atau mendorong persaingan, ditentukan oleh: “…economic values, that is, with the maximization of consumer want satisfaction through the most efficient allocation and use resources…”. Sebaliknya, jika menerapkan per se illegal, maka tindakan pelaku usaha tertentu selalu dianggap melanggar Undang-undang.43 Berdasarkan penjelasan mengenai metode pendekatan tersebut di atas dapat disimpulkan bahwa untuk menilai apakah suatu tindakan pengambilalihan saham perusahaan dapat mengakibatkan terjadinya praktik monopoli dan/atau persaingan usaha tidak sehat maka digunakan metode pendekatan rule of reason. Pendekatan ini digunakan karena tindakan pengambilalihan saham perusahaan tidak serta merta bersifat anti persaingan. Diperlukan penilaian lebih lanjut untuk membuktikan apakah tindakan pengambilalihan saham yang dilakukan bersifat anti persaingan atau tidak. E. Penilaian KPPU terhadap Pengambilalihan Saham Perusahaan Tugas yang dimiliki oleh KPPU sebagaimana yang tercantum dalam Pasal 35 UU Anti Monopoli pada dasarnya bertujuan untuk mencegah tindakan pelaku usaha yang dapat mengakibatkan praktik monopoli dan/atau persaingan usaha tidak sehat. Salah satu tindakan pelaku usaha yang 43
dapat
mengakibatkan
terjadinya
praktik
monopoli
dan/atau
Ibid. 43
persaingan usaha tidak sehat adalah penyalahgunaan posisi dominan melalui pengambilalihan saham perusahaan. Pasal 28 UU Anti Monopoli menentukan bahwa pengambilalihan saham perusahaan dilarang apabila dapat mengakibatkan praktik monopoli dan/atau persaingan usaha tidak sehat. Pada dasarnya, pengambilalihan saham perusahaan merupakan suatu tindakan yang dibenarkan menurut hukum karena pengambilalihan saham perusahaan sendiri diakui dalam peraturan perundang-undangan Indonesia dan hal tersebut diperbolehkan sepanjang tidak bertentangan dengan undang-undang. Tidak bertentangan disini mengikuti ketentuan dalam UU Anti Monopoli, yaitu pengambilalihan diperbolehkan sepanjang tidak mengakibatkan terjadinya praktik monopoli dan persaingan usaha tidak sehat, kecuali ditentukan lain oleh undang-undang. Ada atau tidak adanya dugaan praktik monopoli dan/atau persaingan usaha tidak sehat akibat pengambilalihan saham perusahaan dapat dilihat dari hasil penilaian yang dilakukan oleh KPPU. Untuk menilai apakah suatu pengambilalihan dapat menimbulkan praktik monopoli dan atau persaingan usaha tidak sehat, KPPU melakukan penilaian terhadap pemberitahuan pengambilalihan berdasarkan analisis: 1. Konsentrasi Pasar; 2. Hambatan Masuk Pasar (Barrier Entry); 3. Potensi Perilaku Anti Persaingan; 4. Efisiensi; 44
5. Kepailitan. Berikut ini penjelasan dari masing-masing analisis tersebut, yaitu sebagai berikut:44 1) Konsentrasi Pasar Konsentrasi pasar merupakan indikator awal untuk menilai apakah pengambilalihan saham perusahaan dapat mengakibatkan terjadinya praktik monopoli dan atau persaingan usaha tidak sehat. Konsentrasi pasar adalah fungsi dari jumlah pelaku usaha dan pangsa pasarnya masing-masing dari total nilai penjualan, total nilai kapasitas produksi, total nilai cadangan atau total nilai pelanggan pada suatu pasar bersangkutan. Pengambilalihan saham perusahaan yang menciptakan konsentrasi pasar rendah tidak berpotensi mengakibatkan praktik monopoli dan atau persaingan usaha tidak sehat. Sebaliknya, jika menciptakan konsentrasi pasar tinggi berpotensi mengakibatkan praktik monopoli dan atau persaingan usaha tidak sehat bergantung pada analisis lainnya pada pasar bersangkutan. Langkah analisis konsentrasi pasar diawali dengan terlebih dahulu mendefinisikan Pasar Bersangkutan. Pasar Bersangkutan sesuai dengan Pasal 1 Angka 10 UU Anti Monopoli adalah pasar yang berkaitan dengan jangkauan atau daerah pemasaran tertentu oleh pelaku usaha atas
44
KPPU, Op. Cit., hlm. 36-48.
45
barang dan atau jasa yang sama atau sejenis atau substitusi dari barang dan atau jasa tersebut. Secara
umum,
terdapat
beberapa
cara
untuk
menilai
suatu
konsentrasi pasar yaitu dengan menghitung Concentration Ratio (CRn) atau dengan menggunakan Herfindahl-Hirschman Index (HHI). Untuk keperluan penilaian pengambilalihan KPPU menggunakan HHI namun dalam hal penerapan HHI tidak dimungkinkan, maka KPPU akan menggunakan penilaian CRn atau metode lain yang memungkinkan untuk menggambarkan tingkat konsentrasi pasar. Nilai HHI diperoleh dari jumlah kuadrat dari pangsa pasar seluruh pelaku usaha di pasar bersangkutan. Misal dalam suatu pasar bersangkutan terdapat 6 (enam) pelaku usaha dengan masing-masing pangsa pasar sebagai berikut A: 15%, B: 20%, C: 10%, D: 30%, E: 10%, F: 15%. Maka nilai HHI pada pasar bersangkutan tersebut sebelum penggabungan adalah 152 + 202 + 102 + 302 + 102 + 152 = 1950. Jika perusahaan A dan B melakukan pengambilalihan, maka HHI pasca pengambilalihan pada pasar bersangkutan adalah (15+20)2 + 102 + 302 + 102 + 152 = 2550. Dalam hal KPPU tidak dapat menghitung HHI keseluruhan pada pasar bersangkutan, maka KPPU akan memfokuskan perhitungan HHI berdasarkan mayoritas perusahaan yang diketahui pangsa pasarnya meskipun pangsa pasar dari perusahaan kecil tidak diketahui. 46
Secara umum, KPPU membagi tingkat konsentrasi pasar ke dalam dua spektrum berdasarkan nilai HHI setelah pengambilalihan, yaitu spektrum I (konsentrasi rendah) dengan nilai HHI di bawah 1800, dan spektrum II (konsentrasi tinggi) dengan nilai HHI di atas 1800. Pada ilustrasi di atas, jika A dan B melakukan pengambilalihan maka konsentrasi pasar setelah pengambilalihan masuk ke dalam spektrum II karena telah melampaui 1800. Dalam spektrum I, KPPU menilai tidak terdapat kekhawatiran adanya praktik monopoli dan atau persaingan usaha tidak sehat yang diakibatkan oleh pengambilalihan. Hal ini didasarkan pada HHI industri rata-rata di Indonesia masih di atas 2000, oleh karena itu pengambilalihan yang menghasilkan HHI kurang dari 1800 tidak mengubah struktur pasar yang telah ada sebelumnya dan menghilangkan kekhawatiran KPPU terhadap dampak praktik monopoli dan atau persaingan usaha tidak sehat setelah pengambilalihan. Dalam spektrum II, meski HHI setelah pengambilalihan di atas 1800 namun jika perubahan HHI sebelum dan setelah pengambilalihan tidak mencapai 150, maka KPPU menilai tidak terdapat kekhawatiran adanya praktik monopoli dan atau persaingan usaha tidak sehat karena perubahan struktur pasar yang terjadi tidak cukup signifikan. Dalam spektrum II dengan perubahan di atas 150, konsentrasi pasar yang tercipta akibat pengambilalihan semakin tinggi namun konsentrasi pasar 47
tinggi semata tidak dapat digunakan sebagai satu-satunya faktor untuk menyatakan pengambilalihan yang dilakukan berdampak negatif pada persaingan. Perlu dilakukan penilaian terhadap kriteria-kriteria lain dalam menilai apakah pengambilalihan tersebut dapat mengakibatkan terjadinya praktik monopoli dan atau persaingan usaha tidak sehat. 2) Hambatan Masuk Pasar (Entry Barrier) Komisi menilai setidaknya hambatan masuk pasar terdiri atas: a. Hambatan
absolut
berupa
regulasi
pemerintah,
lisensi
pemerintah, hak kekayaan intelektual; b. Hambatan struktural berupa kondisi penawaran dan permintaan, dalam hal ini misalnya jika incumbent menguasai supply yang diperlukan untuk melakukan produksi (misalnya sumber daya alam), perusahaan yang ada menguasai akses terhadap teknologi tinggi, network effect yang kuat, skala ekonomi, sunk cost (biaya investasi) yang besar dan biaya yang harus dikeluarkan jika konsumen beralih ke produk lain (consumer’s switching cost) yang tinggi; c. Hambatan berupa keuntungan strategis yang dinikmati oleh incumbent, misalnya first mover advantage, perilaku incumbent yang aggressive terhadap pendatang baru, diferensiasi produk yang banyak, tying and bundling (tindakan menggabungkan), atau perjanjian distribusi yang bersifat eksklusif. 48
Indikasi adanya hambatan masuk pasar yang tinggi dapat dilihat dari data historis jumlah pelaku usaha di dalam pasar bersangkutan dari tahun ke tahun, jumlah pelaku usaha potensial yang masuk ke dalam pasar bersangkutan, perbandingan antara biaya yang diperlukan masuk ke pasar dengan pendapatan yang diperkirakan dari pasar serta waktu yang dibutuhkan untuk mengganti biaya tersebut dan lain-lain. 3) Potensi Perilaku Anti Persaingan Unilateral Effect Pengambilalihan yang melahirkan satu pelaku usaha yang relatif dominan terhadap pelaku usaha lainnya di pasar, memudahkan pelaku usaha tersebut untuk menyalahgunakan posisi dominannya demi meraih keuntungan yang sebesar-besarnya bagi perusahaan dan mengakibatkan kerugian bagi konsumen (tindakan unilateral). Tindakan unilateral dapat dilakukan baik kepada pelaku usaha lainnya yang lebih kecil maupun langsung kepada konsumen secara keseluruhan. Akibat dari tindakan-tidakan tersebut berakibat pada terhambatnya persaingan yang diindikasikan melalui harga yang tinggi, kuantitas produk yang berkurang, atau menurunnya layanan purna jual. KPPU melakukan analisis terhadap seluruh faktor-faktor yang relevan guna menilai ada tidaknya insentif pelaku usaha hasil pengambilalihan dalam melakukan tindakan-tindakan yang anti persaingan secara unilateral.
KPPU
antara
lain
akan
memperhatikan
dan 49
mempertimbangkan: rencana usaha dari perusahaan yang melakukan pengambilalihan, dokumen rencana pengambilalihan, dokumen analisis pasar, dokumen market intelligent, serta dokumen-dokumen lainnya yang dapat
menunjukkan
kecenderungan
tindakan
unilateral
setelah
pengambilalihan dilaksanakan. Coordinated Effect Sebaliknya, dalam hal pengambilalihan tidak melahirkan pelaku usaha yang dominan di pasar, namun masih terdapat beberapa pesaing signifikan, maka pengambilalihan tersebut memudahkan terjadinya tindakan anti persaingan yang dilakukan secara terkoordinasi dengan pesaingnya baik secara langsung maupun tidak langsung (tindakan kolusif). Kondisi historis persaingan pada suatu pasar menjadi penting untuk diketahui dalam menilai kecenderungan ada atau tidaknya atau semakin menguatnya perilaku terkoordinasi setelah pengambilalihan. Dalam melakukan analisis terkait tindakan kolusif tersebut, KPPU memperhatikan antara lain: sejauh mana pasar transparan sehingga antarpesaing bisa saling mengetahui strategi persaingan masing-masing, seberapa homogeni atau terdiferensiasi produk yang dijual di pasar, keberadaan perusahaan “maverick” di pasar yang dapat menyebabkan ketidakstabilan perilaku terkoordinasi, keterkaitan erat antarpesaing misalnya melalui kepemilikan saham silang atau kesamaan komisaris dan direksi, data historis tentang kemudahan masuknya pemain baru di pasar, 50
adanya buyer power di pasar yang dapat memecah perilaku terkoordinasi, dan hal-hal lain yang dapat menunjukkan kecenderungan timbul atau semakin
menguatnya
perilaku
terkoordinasi
setelah
dilakukannya
pengambilalihan. Market Foreclosure Pengambilalihan yang dilakukan secara vertikal dapat menciptakan terhalangnya akses pesaing baik pada pasar hulu maupun pasar hilir sehingga mengurangi tingkat persaingan pada pasar hulu atau pasar hilir tersebut. Pengambilalihan vertikal adalah pengambilalihan yang terjadi di dalam suatu mata rantai proses produksi dan pemasaran, misalnya antara pelaku usaha pemasok bahan baku dengan pelaku usaha manufaktur, atau pelaku usaha wholesaler dengan pelaku usaha retailer dan seterusnya. Hal pertama yang menjadi perhatian KPPU dalam hal pengambilalihan vertikal adalah adanya kekuatan pasar atau posisi dominan yang dimiliki oleh perusahaan yang melakukan pengambilalihan, baik pada pasar hulu maupun pada pasar hilir. Tanpa adanya kekuatan pasar atau posisi dominan yang dimiliki, kecil kemungkinan pengambilalihan vertikal dapat mengarah pada tindakan yang dapat menyebabkan dampak unilateral maupun terkoordinasi di pasar. Hal lain yang akan dipertimbangkan KPPU adalah adanya insentif bagi perusahaan hasil pengambilalihan untuk menutup akses pesaing baik pada pasar hulu maupun pasar hilir. Selain 51
itu KPPU akan memperhatikan apakah konsumen diuntungkan atau dirugikan dengan adanya pengambilalihan vertikal tersebut melalui perhitungan efisiensi setelah dilakukan pengambilalihan.
4) Efisiensi Dalam hal pengambilalihan bertujuan untuk meningkatkan efisiensi, maka perlu dilakukan perbandingan antara efisiensi yang dihasilkan dengan dampak anti persaingan yang ditimbulkannya. Dalam hal nilai dampak anti persaingan melampaui nilai efisiensi yang diharapkan dicapai dari pengambilalihan, maka persaingan yang sehat akan lebih diutamakan dibanding dengan mendorong efisiensi bagi pelaku usaha. Persaingan yang sehat baik langsung maupun tidak langsung akan dengan sendirinya melahirkan pelaku usaha yang lebih efisien di pasar. Argumen efisiensi harus diajukan oleh pelaku usaha yang akan melakukan pengambilalihan dengan menunjukkan perhitungan efisiensi yang dihasilkan oleh pengambilalihan yang bersangkutan dan keuntungan yang akan dinikmati oleh konsumen sebagai hasil dari efisiensi tersebut. KPPU akan melakukan penelitian secara mendalam terhadap argumen efisiensi yang diajukan oleh pelaku usaha tersebut. Argumen efisiensi yang diajukan oleh pelaku usaha dapat mencakup penghematan biaya, termasuk penghematan yang terkait dengan variable cost, marginal cost, atau fixed cost, peningkatan penggunaan kapasitas yang telah ada, 52
peningkatan skala atau skop ekonomi, peningkatan jaringan atau kualitas produk, dan hal-hal lain sebagai akibat dari pengambilalihan yang dilakukan. 5) Kepailitan Dalam hal alasan pelaku usaha melakukan pengambilalihan adalah untuk menghindari terhentinya badan usaha tersebut untuk beroperasi di pasar/industri, maka diperlukan suatu penilaian. Dalam hal kerugian konsumen lebih besar apabila badan usaha tersebut keluar dari pasar/industri dibanding jika badan usaha tersebut tetap berada dan beroperasi
di
pasar/industri,
maka
tidak
terdapat
kekhawatiran
berkurangnya tingkat persaingan di pasar berupa praktik monopoli dan/atau
persaingan
usaha
tidak
sehat
yang
diakibatkan
dari
pengambilalihan tersebut. Argumen kepailitan harus diajukan oleh pelaku usaha yang akan melakukan
pengambilalihan
dengan
menunjukkan
tanpa
adanya
pengambilalihan, pelaku usaha yang bersangkutan akan mengalami kepailitan, dan hanya dengan pengambilalihan kepailitan tersebut dapat dihindari. Dalam menilai argumen ini, KPPU memperhatikan beberapa faktor antara lain:
53
a. Perusahaan dalam kondisi keuangan yang tidak tertolong lagi sehingga tanpa pengambilalihan akan menyebabkan perusahaan tersebut akan keluar dari pasar dalam jangka waktu dekat; b. Perusahaan tidak dimungkinkan untuk melakukan reorganisasi usaha untuk menyelamatkan kelangsungan hidupnya; c. Tidak ada alternatif lain yang tidak anti persaingan selain pengambilalihan dalam upaya penyelamatan dari kepailitan. Dalam hal KPPU berpendapat bahwa kondisi persaingan tidak akan berkurang atau tidak mengalami perubahan apabila badan usaha tersebut tidak keluar dari pasar/industri dibanding jika badan usaha tersebut keluar dari pasar/industri, maka KPPU kemungkinan tidak akan melihat adanya kekhawatiran berupa praktik monopoli dan atau persaingan usaha tidak sehat yang diakibatkan dari pengambilalihan tersebut. F. Sanksi dalam UU Anti Monopoli Sebagai salah satu peraturan perundang-undangan yang dibuat untuk menciptakan “social engineering” bagi masyarakat dunia usaha pada umumnya, dan para pelaku usaha pada khususnya, UU Anti Monopoli inipun dilengkapi dengan berbagai macam aturan mengenai sanksi-sanksi yang dapat dikenakan bagi mereka yang melanggar ketentuan Undangundang.45 Sanksi-sanksi yang dijatuhkan terhadap pelaku usaha yang melanggar ketentuan UU Anti Monopoli telah ditentukan sedemikian rupa 45
Ahmad Yani dan Gunawan Widjaja, Op. Cit., hlm. 63. 54
dalam Undang-undang tersebut, yaitu: (1) Sanksi Administratif; (2) Pidana Pokok; dan (3) Pidana Tambahan. Mengenai sanksi-sanksi tersebut dapat diuraikan secara sistematis sebagai berikut: 1. Sanksi Administratif Sanksi administratif ini diatur dalam Pasal 47 Ayat (1) dan (2), yang selengkapnya menentukan:46 Pasal 47 (1) Komisi berwenang menjatuhkan sanksi berupa tindakan administratif terhadap pelaku usaha yang melanggar ketentuan Undang-undang ini. (2) Tindakan administratif sebagaimana dimaksud dalam Ayat (1) dapat berupa: a. penetapan pembatalan perjanjian sebagaimana dimaksud dalam Pasal 4 sampai dengan Pasal 13, 15, dan Pasal 16; b. perintah kepada pelaku usaha untuk menghentikan integrasi vertikal sebagaimana dimaksud dalam Pasal 14; c. perintah kepada pelaku usaha untuk menghentikan kegiatan yang terbukti menimbulkan praktek monopoli dan atau menyebabkan persaingan usaha tidak sehat dan atau merugikan masyarakat; d. perintah kepada pelaku usaha untuk menghentikan penyalahgunaan posisi dominan; e. penetapan pembatalan atas penggabungan atau peleburan badan usaha dan pengambilalihan saham sebagaimana dimaksud dalam Pasal 28; f. penetapan pembayaran ganti rugi; dan atau g. pengenaan denda serendah-rendahnya Rp 1.000.000.000,00 (satu miliar rupiah) dan setinggitingginya Rp 25.000.000.000,00 (dua puluh lima miliar rupiah).
2. Pidana Pokok 46
Lihat Pasal 47 UU Anti Monopoli. 55
Selain sanksi administratif seperti yang dikemukakan di atas, maka sanksi lain yang dikenakan terhadap pelaku usaha yang melanggar ketentuan UU Anti Monopoli adalah pidana pokok. Mengenai pidana pokok ini terdapat dalam Pasal 48 Ayat (1), (2), dan (3), yaitu:47 Pasal 48 (1) Pelanggaran terhadap ketentuan Pasal 4, Pasal 9 sampai dengan Pasal 14, Pasal 16 sampai dengan Pasal 19, Pasal 25, Pasal 27, dan Pasal 28 diancam pidana denda serendah-rendahnya Rp 25.000.000.000,00 (dua puluh lima miliar rupiah) dan setinggi-tingginya Rp 100.000.000.000,00 (seratus miliar rupiah), atau pidana kurungan pengganti denda selama-lamanya 6 (enam) bulan. (2) Pelanggaran terhadap ketentuan Pasal 5 sampai dengan Pasal 8, Pasal 15, Pasal 20 sampai dengan Pasal 24, dan Pasal 26 Undang-undang ini diancam pidana denda serendah-rendahnya Rp 5.000.000.000,00 ( lima miliar rupiah) dan setinggi-tingginya Rp 25.000.000.000,00 (dua puluh lima miliar rupiah), atau pidana kurungan pengganti denda selama-lamanya 5 (lima) bulan. (3) Pelanggaran terhadap ketentuan Pasal 41 Undang-undang ini diancam pidana denda serendah-rendahnya Rp 1.000.000.000,00 (satu miliar rupiah) dan setinggi-tingginya Rp 5.000.000.000,00 (lima miliar rupiah), atau pidana kurungan pengganti denda selama-lamanya 3 (tiga) bulan. Pidana pokok meliputi pidana denda serendah-rendahnya dua puluh lima miliar rupiah dan setinggi-tingginya seratus miliar rupiah. Pidana denda tersebut dapat dikenakan terhadap pelanggaran undangundang ini berupa perjanjian wilayah, boikot atau kartel, yang dilarang undang-undang.
Pidana
denda
setinggi
itu
dikenakan
terhadap
pelanggaran undang-undang ini yang paling berat. Sebagai pidana
47
Lihat Pasal 48 UU Anti Monopoli. 56
pengganti denda dapat dikenakan pidana kurungan selama-lamanya enam bulan.
3. Pidana Tambahan Di luar sanksi pidana pokok yang dikenakan dalam Pasal 48 Ayat (1) sampai dengan Ayat (3) undang-undang tersebut di atas, Pasal 49 juga mengatur mengenai sanksi pidana tambahan dengan menunjuk pada ketentuan Pasal 10 Kitab Undang-Undang Hukum Pidana (KUHP) berupa: a. Pencabutan izin usaha; atau b. Larangan kepada pelaku usaha yang telah terbukti melakukan pelanggaran terhadap undang-undang ini untuk menduduki jabatan direksi atau komisaris sekurang-kurangnya dua tahun dan selamalamanya lima tahun; atau c. Penghentian kegiatan atau tindakan tertentu yang menyebabkan timbulnya kerugian pada pihak lain.
57
BAB III METODE PENELITIAN A. Lokasi Penelitian Untuk memperoleh data guna menyelesaikan tugas akhir ini maka berdasarkan pembahasan yang dilakukan, penelitian dilaksanakan di Kantor Komisi Pengawas Persaingan Usaha (KPPU) Republik Indonesia Perwakilan Daerah Makassar. B. Jenis dan Sumber Data Dalam penelitian ini, penulis menggunakan data yang mempunyai hubungan dengan permasalahan dan tujuan penelitian, adapun jenis dan sumber data yang penulis gunakan dibagi ke dalam dua jenis data, yaitu: 1. Data Primer Data primer, yaitu data yang diperoleh langsung dari sumber pertama.48 Dalam penggunaan data primer, pengumpulan data melalui Field Research terutama dengan menggunakan metode wawancara secara langsung dengan pihak-pihak yang berkompeten dan terkait dengan permasalahan pengambilalihan saham perusahaan, dalam hal ini pihak Komisi Pengawas Persaingan Usaha yaitu Kepala Direktorat Merger, Kepala Bagian Hubungan Masyarakat dan Kepala Kantor Perwakilan Daerah Kota Makassar. 48
Amiruddin, H. Zainal Asikin, 2004, Pengantar Metode Penelitian Hukum, PT. RajaGrafindo Persada: Jakarta, hlm. 30. 58
2. Data Sekunder Data sekunder, yaitu data yang didapatkan dengan mengkaji dokumen-dokumen resmi, buku-buku, hasil-hasil penelitian, putusanputusan komisi, peraturan perundang-undangan, maupun sumber tertulis lainnya yang terkait dengan objek penelitian. Adapun peraturan perundang-undangan yang digunakan yaitu: a. Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 5 Tahun 1999 tentang Larangan Praktik Monopoli dan Persaingan Usaha Tidak Sehat; b. Peraturan
Pemerintah
Nomor
57
Tahun
2010
tentang
Penggabungan atau Peleburan Badan Usaha dan Pengambilalihan Saham
Perusahaan
yang
mengakibatkan
terjadinya
Praktik
Monopoli dan Persaingan Usaha Tidak Sehat;
C. Populasi dan Sampel 1. Populasi Populasi dalam penelitian ini adalah seluruh
pejabat Komisi
Pengawas Persaingan Usaha dan seluruh perusahaan yang melakukan pengambilalihan saham yang memenuhi syarat untuk melakukan pemberitahuan pengambilalihan saham. 2. Sampel Sampel adalah sebagian dari jumlah karakteristik yang dimiliki oleh populasi. Metode penentuan sampel yang digunakan dalam penelitian ini adalah dengan teknik purposive sampling, yaitu penarikan sampel secara 59
sengaja yang dilakukan untuk mencapai tujuan tertentu. Berdasarkan populasi tersebut, peneliti menentukan sampel sebanyak 5 perusahaan yang terlambat melakukan pemberitahuan pengambilalihan saham kepada KPPU.
D. Teknik Pengumpulan Data Sehubungan dengan pembahasan skripsi penulis menggunakan teknik pengumpulan data sebagai berikut: 1. Penelitian Lapangan (Field Research) Penelitian dilakukan dengan turun langsung ke lapangan dan melakukan wawancara kepada pihak-pihak terkait dengan permasalahan yang sedang diteliti guna memperoleh data primer. Wawancara dilakukan secara langsung dengan informan terkait, yaitu Bapak Taufik Ariyanto selaku Direktur Direktorat Merger, Bapak Ramli Simanjuntak selaku Kepala Kantor Perwakilan Daerah Makassar, Bapak Dendy R. Sutrisno selaku Kepala Bagian Hubungan Masyarakat KPPU serta Mansur dan Dian Marto selaku staf Kantor Perwakilan Daerah Makassar. 2. Penelitian Kepustakaan (Literature Research) Dalam penelitian kepustakaan, penulis melakukan pengkajian dan mengolah data terkait dalam dokumen-dokumen resmi, peraturan perundang-undangan, jurnal, dan kajian-kajian ilmiah serta buku-buku yang berkaitan dengan latar belakang permasalahan, termasuk dapat 60
mengumpulkan data melalui media elektronik dan media-media informasi lainnya. Data-data yang telah ditelusuri dipilih dan dipilah sesuai tingkat kepentingan (urgensi) dari penulisan skripsi.
E. Analisis Data Metode analisis data yang digunakan dalam penelitian ini adalah analisis deskriptif kualitatif, yaitu menganalisis data dari studi lapangan dan kepustakaan dengan cara menjelaskan dan memaparkan hasil yang akan disusun secara logis. Selanjutnya, dari pengumpulan data dan hasil penelitian yang telah dianalisis dan dibahas disusun dalam suatu laporan hasil
penelitian
mengenai
Implementasi
Kewajiban
Melakukan
Pemberitahuan Pengambilalihan Saham Perusahaan kepada KPPU.
61
BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN A. Implementasi Kewajiban Perusahaan dalam Melakukan Pemberitahuan Pengambilalihan Saham kepada KPPU Tindakan
pengambilalihan
saham
disadari
atau
tidak
akan
memengaruhi persaingan antar para pelaku usaha di dalam pasar bersangkutan yang dapat memberi dampak negatif bagi konsumen dan persaingan usaha itu sendiri. Oleh karena itu, pengaturan terkait pengambilalihan saham perusahaan dibuat sedemikian rupa agar tindakan tersebut tidak menimbulkan posisi dominan yang berujung pada terjadinya praktik monopoli dan/atau persaingan usaha tidak sehat. Sebenarnya, tindakan pengambilalihan saham perusahaan dilakukan oleh pelaku usaha bertujuan untuk mengembangkan usaha dan meningkatkan efisiensi, namun tindakan tersebut juga dapat memberikan dampak terhadap dunia persaingan usaha, diantaranya:49 1. Terciptanya atau bertambahnya konsentrasi pasar yang dapat menyebabkan harga produk semakin tinggi; dan 2. Kekuatan pasar (market power) menjadi semakin besar yang dapat mengancam pebisnis kecil.
49
Munir Fuady, 2008, Hukum Tentang Merger (Berdasarkan Undang-Undang Nomor 40 Tahun 2007), PT Citra Aditya Bakti, Bandung, hlm. 135. 62
Suatu konsentrasi pasar dapat dilihat dari dua faktor, yaitu:50 1. Berapa banyak pelaku usaha untuk produk yang bersangkutan; dan 2. Berapa besar pangsa pasar yang dikuasainya. Tentang konsentrasi pasar ini dapat dikelompokkan ke dalam tiga kategori sebagai berikut:51 1. Pasar yang bersifat atomistis. Dalam hal ini, di pasar sangat banyak pelaku usaha yang menguasai pangsa pasar yang kecil-kecil. Dapat dikatakan bahwa dalam hal ini tidak terjadi konsentrasi pasar; 2. Pasar yang bersifat monopolistis. Dalam hal ini, hanya satu pelaku usaha yang ada di pasar. Jadi, pelaku usaha tersebut menguasai 100% pangsa pasar. Dengan demikian, konsentrasi pasar sangat tinggi atau meskipun ada pelaku usaha lain, mereka hanya menguasai pangsa pasar yang relatif kecil; 3. Pasar yang bersifat oligopolistik. Dalam hal ini, dua atau tiga pelaku usaha menguasai bagian terbesar dari pangsa pasar, sedangkan pelaku usaha lainnya jika pun ada, hanya menguasai bagian kecil dari pangsa pasar tersebut. Jadi, pasar terkonsentrasi pada dua atau tiga pelaku usaha tersebut.
50 51
Ibid. Ibid., hlm. 136. 63
Tindakan pengambilalihan saham yang dilakukan oleh pelaku usaha dapat menyebabkan terciptanya konsentrasi pasar yang tinggi, sehingga menimbulkan kekhawatiran dengan maraknya tindakan pengambilalihan saham dapat menciptakan pasar yang bersifat oligopolistik bahkan yang bersifat monopolistik. Terciptanya pasar yang bersifat oligopolistik maupun monopolistik akan mengakibatkan pasar hanya dikuasai oleh beberapa pihak saja sehingga memberikan kesempatan yang besar bagi pelaku usaha untuk melakukan perjanjian maupun kegiatan yang dilarang oleh UU Anti Monopoli. Untuk itulah, diperlukan adanya pengawasan terhadap tindakan pengambilalihan saham agar tindakan tersebut dapat dikontrol dengan baik sehingga tidak menimbulkan praktik monopoli dan/atau persaingan usaha tidak sehat. Bentuk pengawasan yang ada terkait tindakan pengambilalihan saham telah diatur dalam Pasal 29 UU Anti Monopoli yaitu dalam bentuk post notification, yaitu kewajiban bagi pelaku usaha
untuk
melakukan
pemberitahuan
pengambilalihan
saham
perusahaan kepada KPPU setelah dilakukannya pengambilalihan saham. Dalam Pasal 29 UU Anti Monopoli ditentukan bahwa pelaku usaha yang melakukan tindakan pengambilalihan saham yang mengakibatkan nilai aset dan/atau nilai penjualannya melebihi jumlah tertentu wajib diberitahukan kepada komisi paling lambat 30 (tiga puluh) hari kerja sejak dilakukannya tindakan pengambilalihan tersebut. Berdasarkan rumusan pasal tersebut, dapat dilihat bahwa pelaku usaha yang memiliki kewajiban
64
untuk melakukan pemberitahuan harus memenuhi syarat-syarat tertentu. Syarat-syarat tersebut telah diatur dalam Perkom No. 2/2013, yaitu: Pelaku usaha wajib untuk melakukan pemberitahuan pengambilalihan kepada komisi dalam hal memenuhi ketentuan:52 1. Batasan Nilai Batasan nilai untuk melakukan pemberitahuan pengambilalihan kepada komisi adalah apabila: a. Nilai
aset
perusahaan
hasil
pengambilalihan
melebihi
Rp.2.500.000.000.000,- (dua triliun lima ratus miliar rupiah); dan/atau b. Nilai penjualan (omzet) perusahaan hasil pengambilalihan melebihi Rp.5.000.000.000.000,- (lima triliun rupiah). Sedangkan jika dua atau lebih pihak yang melakukan pengambilalihan bergerak
di
bidang
perbankan
pelaku
usaha
wajib
melakukan
pemberitahuan kepada komisi apabila nilai aset perusahaan hasil pengambilalihan melebihi Rp.20.000.000.000.000,- (dua puluh triliun rupiah). Jika salah satu pihak yang melakukan pengambilalihan bergerak di bidang perbankan dan pihak lain bukan di bidang perbankan maka wajib melakukan pemberitahuan kepada komisi apabila nilai aset perusahaan
52
KPPU, Op. Cit., hlm. 21-24. 65
hasil pengambilalihan melebihi Rp.2.500.000.000.000,- (dua triliun lima ratus miliar rupiah). Jika suatu perusahaan telah memiliki nilai penjualan dan/atau nilai aset di atas batasan nilai yang ditetapkan di atas sebelum proses pengambilalihan maka perusahaan tersebut tidak dikecualikan dari kewajiban melakukan pemberitahuan. Kemudian jika nilai aset dan/atau nilai penjualan hasil pengambilalihan tidak melebihi batasan nilai, maka perusahaan tidak diwajibkan melakukan pemberitahuan kepada komisi sebagaimana diatur dalam ketentuan Pasal 29 UU Anti Monopoli. Namun, dalam kondisi tersebut, perusahaan yang melakukan pengambilalihan tidak lepas dari pelanggaran Pasal 28 UU Anti Monopoli. Nilai penjualan dan/atau nilai aset hasil pengambilalihan adalah jumlah nilai penjualan dan/atau nilai aset yang dihitung berdasarkan penjumlahan nilai penjualan dan/atau nilai aset tahun terakhir yang telah diaudit dari masing-masing pihak yang melakukan pengambilalihan ditambah dengan nilai penjualan dan/atau nilai aset dari seluruh perusahaan yang secara langsung maupun tidak langsung mengendalikan atau dikendalikan oleh perusahaan yang melakukan pengambilalihan. Dengan demikian, nilai penjualan dan/atau nilai aset tidak hanya meliputi nilai penjualan dan/atau nilai aset dari perusahaan yang melakukan pengambilalihan, tetapi juga nilai penjualan dan/atau nilai aset dari perusahaan yang terkait secara langsung dengan perusahaan yang bersangkutan secara vertikal, yaitu induk perusahaan sampai dengan Badan Usaha Induk Tertinggi dan anak 66
perusahaan sampai dengan anak perusahaan paling bawah. Nilai penjualan dan/atau nilai aset Badan Usaha Induk Tertinggi yang dihitung adalah nilai penjualan dan/atau nilai aset seluruh anak perusahaan. Hal ini dikarenakan secara ekonomi, nilai aset anak perusahaan merupakan nilai aset dari induk perusahaan. Nilai aset yang dihitung adalah nilai aset yang berlokasi di wilayah Indonesia. Sama halnya dengan nilai penjualan, yang dihitung adalah nilai penjualan di wilayah Indonesia (tidak termasuk ekspor), baik yang berasal dari dalam maupun penjualan yang bersumber dari luar wilayah Indonesia.
2. Pengambilalihan antar Perusahaan yang Tidak Terafiliasi Pengambilalihan di antara perusahaan yang terafiliasi tidak mengubah struktur pasar dan kondisi persaingan yang telah ada, sehingga tidak memenuhi kriteria pengambilalihan sebagaimana dimaksud oleh komisi. Berdasarkan penjelasan Pasal 7 PP No. 57/2010 yang dimaksud dengan terafiliasi adalah: a. Hubungan antara perusahaan baik secara langsung maupun tidak
langsung
mengendalikan
atau
dikendalikan
oleh
perusahaan tersebut; b. Hubungan antara dua perusahaan yang dikendalikan, baik langsung maupun tidak langsung oleh pihak yang sama; atau c. Hubungan antara perusahaan dengan pemegang saham utama.
67
Jika perusahaan menambah kepemilikan saham di suatu perusahaan sehingga berakibat perusahaan tersebut menjadi pengendali, maka penambahan kepemilikan saham tersebut wajib diberitahukan kepada komisi. Berdasarkan syarat-syarat itulah dapat diketahui perusahaanperusahaan
mana
pemberitahuan
yang
memiliki
pengambilalihan
kewajiban
saham
kepada
untuk
melakukan
Komisi.
Terkait
pelaksanaan kewajiban perusahaan dalam melakukan pemberitahuan pengambilalihan saham, untuk mengetahui sejauhmana perusahaanperusahaan telah melaksanakan kewajibannya, maka harus terlebih dahulu diketahui berapa jumlah tindakan pengambilalihan saham yang dilakukan perusahaan yang telah memenuhi syarat untuk melakukan pemberitahuan. Dari data tersebut akan dilihat berapa banyak perusahaan yang lalai memenuhi kewajibannya dalam melakukan pemberitahuan pengambilalihan saham. Untuk mengetahui kapan suatu perusahaan sudah
harus
melaksanakan
kewajibannya
untuk
melakukan
pemberitahuan, dilihat berdasarkan tanggal efektif yuridis berlakunya tindakan pengambilalihan saham yang dilakukan oleh pelaku usaha. Berikut ini dipaparkan jumlah tindakan pengambilalihan saham yang dilakukan oleh perusahaan yang telah memenuhi syarat untuk melakukan pemberitahuan kepada komisi beserta tanggal efektif yuridis berlakunya pengambilalihan saham perusahaan tersebut selama tahun 2010-2015.
68
Tabel 1: Jumlah Tindakan Pengambilalihan Saham oleh Perusahaan yang memenuhi syarat melakukan pemberitahuan kepada KPPU Tahun 2010-2015 No
Perusahaan Pengambilalih
Perusahaan yang diambilalih
Tanggal wajib melapor
Tanggal perusahaan melapor
Tahun 2010 1
PT Tuah Turangga Agung
PT Agung Bara Prima
23 Agustus – 4 Oktober 2010
25 Agustus 2010
2
PT Astra International Tbk
PT General Electric Services
23 Desember 2010 – 3 Februari 2011
27 Desember 2010
3
PT Bank Permata Tbk
PT General Electric Finance Indonesia
28 Desember 2010 – 8 Februari 2011
7 Januari 2011
Tahun 2011 4
Unilever Holding BV
Sara Lee Body Tbk
6 Januari – 18 Februari 2011
6 Januari 2011
5
PT Bhakti Capital Indonesia Tbk
PT UOB Life Sun Assurance
9 November 21 Desember 2010
11 Januari 2011
6
GDF Suez SA
International Power Plc.
3 Februari – 17 Maret 2011
23 Februari 2011
7
Mitsubishi Corporation
Tomori E&P Limited
31 Januari – 14 Maret 2011
2 Maret 2011
8
PT Cargill Foods Indonesia
PT Sorini Agro Asia Corporindo Tbk
28 Januari – 11 Maret 2011
2 Maret 2011
9
PT Agung Podoromo Land Tbk
PT Pesona Gerbang Karawang
23 Februari – 6 April 2011
13 April 2011
10
PT Indonesia Coal Resources
PT Citra Tobindo Sukses Perkasa
4 April – 16 Mei 2011
4 Mei 2011
69
11
PT Aneka Tambang Tbk
PT Dwimitra Enggang Khatulistiwa
17 Januari – 28 Februari 2011
18 Mei 2011
12
PT Charoen Pokphand Jaya Farm
PT Cipendawa Agriindustri
10 Mei – 21 Juni 2011
8 Juni 2011
13
PT Elang Mahkota Teknologi Tbk
PT Indosiar Karya Media Tbk
16 Mei – 28 Juni 2011
28 Juni 2011
14
PT Pertamina Hulu Energi
Inpex Jawa Ltd.
7 September – 19 Oktober 2010
28 Juni 2011
15
PT Wahana Inti Nusantara
PT Mobile 8 Telecom Tbk
19 Januari – 2 Maret 2011
19 Juli 2011
16
Vallar Investments UK Limited
PT Berau Coal Energy Tbk
8 April – 20 Mei 2011
20 Juli 2011
17
PT Pamapersada Nusantara
PT Asmin Bara Bronang dan PT Asmin Bara Jaan
8 Juli – 22 Agustus 2011
22 Agustus 2011
18
Caterpillar Inc.
Bucyrus Inc.
8 Juli – 22 Agustus 2011
22 Agustus 2011
19
PT Tower Bersama
PT Mitrayasa Sarana Informasi
4 juli – 12 Agustus 2011
8 September 2011
20
PT Trans Media Corpora
PT Agranet Multicitra Siberkom
16 Agustus – 26 September 2011
23 September 2011
21
PT Alam Tri Abadi
PT Mustika Indah Permai
26 Agustus – 6 Oktober 2011
7 Oktober 2011
22
PT Mitra Adi Perkasa
PT Premiere Doughnut Indonesia
4 November – 15 Desember 2011
12 Oktober 2011
23
PT Astratel Nusantara
PT Marga Hanurata Intrinsic
29 September – 9 November 2011
14 Oktober 2011
24
POSCO
Thainox Stainless Public Company
20 September – 31 Oktober
26 Oktober
70
Limited
2011
2011
25
PT Kawasan Industri Jababeka Tbk
PT Banten West Java Tourism Development
15 Desember 2011 – 25 Januari 2012
7 November 2011
26
PT Agung Podomoro Land
PT Alam Hijau Teduh
19 Oktober – 29 November 2011
17 November 2011
27
PT Tuah Turangga Agung
PT Duta Sejahtera
21 November – 30 Desember 2011
21 November 2011
28
AXA S.A.
PT Asuransi Dharma Bangsa
17 Oktober – 25 November 2011
25 November 2011
29
PT Alam Tri Abadi
PT Bukit Enim Energi
25 Oktober – 5 Desember 2011
1 Desember 2011
30
PT Mega Citra Utama
PT Gunung Kendaik
10 November – 21 Desember 2011
6 Desember 2011
31
Cargill International Luxembourg 3 S.a.r.l
Korofrance SAS
22 November 2011 – 2 Januari 2012
23 Desember 2011
Tahun 2012 32
PT Bhakti Capital Indonesia Tbk
PT Jamindo General Insurance
23 Desember 2011 – 2 Februari 2012
10 Januari 2012
33
PT Indika Energy Infrastructure
PT Mitrabahtera Segara Sejati
16 Desember 2011 – 26 Januari 2012
16 Januari 2012
34
PT Tower Bersama
PT Towerindo Konvergensi
19 Desember 2011 – 27 Januari 2012
17 Januari 2012
35
PT Saratoga Power
PT Medco Power Indonesia
20 Desember 2011 – 30 Januari 2012
18 Januari 2012
36
PT Agung Podomoro
PT Tiara
19 Desember 2011 – 27
26 Januari
71
Land Tbk
Metropolitan Indah
Januari 2012
2012
37
EMP International (BVI) Ltd
CNOOC ONWJ LTD
21 Desember 2011 – 31 Januari 2012
26 Januari 2012
38
PT Solusi Tunas Pratama
PT Sarana Inti Persada
24 Januari – 5 Maret 2012
26 Januari 2012
39
PT Mitrabahtera Segara Sejati Tbk
PT Mitra Alam Segara Sejati
1 Februari – 13 Maret 2012
19 Maret 2012
40
PT Mitra Pinasthika Mustika
PT Austindo Nusantara Jaya Rent
31 Januari – 12 Maret 2012
27 April 2012
41
PT Bumi Kencana Eka Sejahtera
PT Andalan Satria Lestari
27 April – 7 Juni 2012
25 Mei 2012
42
PT Summarecon Property Development
PT Duta Sumara Abadi
1 Mei – 11 Juni 2012
8 Juni 2012
43
PT Multipolar Technology
PT Technoves International
15 Mei – 25 Juni 2012
22 Juni 2012
44
PT Indika Indonesia Resources
PT Multi Tambangjaya Utama
5 Juni – 16 Juli 2012
4 Juli 2012
45
PT Tuah Turangga Agung
PT Duta Nurcahya
5 Juni – 16 Juli 2012
5 Juli 2012
46
PT United Tractors Pandu Engineering
PT Perkasa Melati
8 Juni – 19 Juli 2012
9 Juli 2012
47
PT Provident Agro Tbk
PT Nusaraya Permai dan PT Alam Permai
12 Juni – 31 Juli 2012
18 Juli 2012
48
PT Kalbe Farma Tbk
PT Hale International
30 Juli – 7 September 2012
3 Agustus 2012
49
PT Provident Agro Tbk
PT Nakau
16 Juli – 24 Agustus 2012
6 Agustus 2012
50
PT Sungai Menang
PT Hutan Ketapang Industri
17 Juli – 27 Agustus 2012
7 Agustus 2012
72
51
PT Alam Sutera Realty Tbk
PT Garuda Adhimatra Indonesia
31 Agustus – 11 Oktober 2012
28 Agustus 2012
52
PT Tunas Ridean Tbk
PT Rahardja Ekalancar
21 September – 1 November 2012
19 September 2012
53
PT Multipolar Technology
PT Indonesia Media Televisi
14 Agustus – 24 September 2012
27 September 2012
54
PT Agung Podomoro Land Tbk
PT JKS Realty dan PT Pandega Citraniaga
29 Agustus – 9 Oktober 2012
27 September 2012
55
Nippon Steel
Sumitomo Metal Corporation
1 Oktober – 9 November 2012
11 Oktober 2012
56
PT Tuah Turangga Agung
PT Borneo Berkat Makmur
28 September – 8 November 2012
25 Oktober 2012
57
PT Sugih Energy Tbk
Eurorich Group Ltd
5 Oktober – 15 November 2012
9 November 2012
Tahun 2013 58
PT Anugrah Karya Raya
PT Jabal Nor
6 Desember 2012 – 16 Januari 2013
4 Januari 2013
59
PT Medco Power Indonesia
PT Pembangkitan Pustaka Parahiangan
20 Desember 2012 – 30 Januari 2013
11 Januari 2013
60
PT Austindo Nusantara Jaya Agri
PT Permata Putera Mandiri
1 Februari – 14 Maret 2013
7 Februari 2013
61
PT Austindo Nusantara Jaya Agri
PT Putera Manunggal Perkasa
4 Februari – 15 Maret 2013
7 Februari 2013
62
PT Trans Retail
PT Carrefour Indonesia
25 Februari – 5 April 2013
12 Februari 2013
73
63
PT Mitra Pinasthika Mustika Rent
PT Grahamitra Lestarijaya
14 Mei – 24 Juni 2013
22 Februari 2013
64
PT Agung Podomoro Land Tbk
PT Tritunggal Lestari Makmur
14 Februari -27 Maret 2013
14 Maret 2013
65
PT Dunia Pangan
PT Sukses Abadi Karya Inti
21 Januari – 4 Maret 2013
22 Maret 2013
66
PT Muarabungo Plantation
PT Tandan Abadi Mandiri
15 Oktober – 29 November 2012
22 Maret 2013
67
PT Balaraja Bisco Paloma
PT Subafood Pangan Jaya
21 Januari – 4 Maret 2013
22 Maret 2013
68
PT Agung Podomoro Land Tbk
PT Dimas Pratama Indah
25 Februari – 5 April 2013
25 Maret 2013
69
PT MNC Energi
PT Nuansacipta Coal Investment
7 Maret – 17 April 2013
3 April 2013
70
Itochu Corporation
Dole Food Company Inc.
1 April – 10 Mei 2013
1 Mei 2013
71
PT Astra Otoparts Tbk
PT Pakoakuina
3 Mei – 13 Juni 2013
16 Mei 2013
72
PT Alam Tri Abadi
PT Laskar Semesta Alam
29 April – 7 Juni 2013
28 Mei 2013
73
PT Alam Tri Abadi
PT Paramitha Cipta Sarana
29 April – 7 Juni 2013
28 Mei 2013
74
PT Alam Tri Abadi
PT Semesta Centramas
29 April – 7 Juni 2013
28 Mei 2013
75
PT Energi Mega Perkasa
PT Kencana Surya Perkasa
22 Mei – 2 Juli 2013
29 Mei 2013
76
PT Salim Ivomas Pratama Tbk
PT Mentari Pertiwi Makmur
17 April – 28 Mei 2013
10 Juni 2013
77
Galant Venture Ltd
PT Indomobil Sukses Internasional Tbk
3 Mei – 13 Juni 2013
13 Juni 2013
78
PT Karya Prima
PT Bakrie Toll
15 Mei – 25
17 Juni 2013
74
Investama
Road
Juni 2013
79
PT Harum Energy Tbk
PT Karya Usaha Pertiwi
19 Juni – 30 Juli 2013
2 Juli 2013
80
PT Saka Energi Indonesia
KUFPEC Indonesia (Pangkah) BV
21 Juni – 1 Agustus 2013
10 Juli 2013
81
PT Tiara Marga Trakindo
PT HD Finance Tbk
11 Maret – 24 April 2013
24 Juni 2013
82
PT Megah Eraraharja
PT Dyviacom Intrabumi Tbk
28 Juni – 8 Agustus 2013
26 Juli 2013
83
PT Bayan Resources Tbk
PT Apira Utama
9 Juli – 19 Agustus 2013
31 Juli 2013
84
Ramsay Sime Darby Health Care SDN BHD
Affinity Health Care Holdings PTY limited
1 Juli – 9 Agustus 2013
12 Agustus 2013
85
PT Agung Podomoro Land Tbk
PT Simprug Mahkota Indah
1 Agustus – 11 September 2013
30 Agustus 2013
86
Otsuka Pharmaceutical Factory, Inc
Claris Otsuka Ltd
31 Juli – 10 September 2013
9 September 2013
87
PT Medco Hidro Indonesia
PT Sangsaka Hidro Barat
6 September – 17 Oktober 2013
25 September 2013
88
PT Indospring Tbk
PT Sinar Indra Nusa Jaya
5 September – 16 Oktober 2013
2 Oktober 2013
89
Clariant Participations Ltd
Yihai Kerry (Lianyungang) Alipatic Amines Co. Ltd
26 Agustus – 4 Oktober 2013
4 Oktober 2013
90
KOG Investment Pte Ltd
Global Amines Company Pte Ltd
26 Agustus – 4 Oktober 2013
4 Oktober 2013
91
PT Benakat Integra Tbk
PT Astrindo Mahakarya Indonesia
12 September – 23 Oktober 2013
16 Oktober 2013
75
92
PT Indofood Asahi Sukses Beverage
PT Buana Distrindo
21 Oktober – 29 November 2013
21 November 2013
Tahun 2014 93
PT Koridor Usaha Makmur
PT Medika Sarana Traliansia
12 Maret – 22 April 2014
5 Februari 2014
94
PT Bank Tabungan Pensiunan Nasional Tbk
PT Bank Sahabat Purba Danarta
12 Februari – 25 Maret 2014
25 Februari 2014
95
PT Volvo Group UK Limited
Tarex Equipment Limited
2 Juni – 11 Juli 2014
3 Juni 2014
96
The Executive Company Limited
TEC Holdings Limited
30 Mei – 10 Juli 2014
8 Juli 2014
97
Asahi Glass Company Limited
Phu My Plastics And Chemicals Company Limited
12 Juni – 23 Juli 2014
14 Juli 2014
98
PT MNC Kapital Indonesia Tbk
PT Bank ICB Bumiputera Tbk
22 Juli – 1 September 2014
5 September 2014
99
Copersucar S.A
Alvean Sugar S.L
11 September – 22 Oktober 2014
22 September 2014
Tahun 2015 100
PT Hino Motors Ltd
PT Hino Finance Indonesia
12 Desember 2014 – 23 Januari 2015
23 Januari 2015
101
Holcim Ltd
Lafarge S.A.
10 Juli – 20 Agustus 2015
26 Agustus 2015
Sumber: Website Resmi KPPU Tahun 2016 Berdasarkan tabel di atas terlihat bahwa jumlah perusahaan yang melakukan tindakan pengambilalihan saham yang memenuhi syarat untuk melakukan pemberitahuan sepanjang tahun 2010-2015 adalah sebanyak 76
82 perusahaan, di mana dari perusahaan –perusahaan tersebut ada yang melakukan tindakan pengambilalihan saham lebih dari satu kali seperti PT Tuah Turangga Agung, PT Bahkti Capital Indonesia Tbk, PT Agung Podomor Land Tbk dan PT Multipolar Technology sehingga total tindakan pengambilalihan saham yang dilakukan perusahaan yang memenuhi syarat melakukan pemberitahuan sepanjang tahun 2010-2015 adalah sebanyak 101 tindakan pengambilalihan. Dari data tersebut dapat dilihat berapa jumlah perusahaan yang lalai dalam memenuhi kewajibannya dalam hal ini terlambat melakukan pemberitahuan pengambilalihan saham. Tabel 2: Jumlah Perusahaan yang Terlambat Melakukan Pemberitahuan kepada KPPU No
Perusahaan Pengambilalih
Perusahaan yang Diambilalih
Tanggal Wajib Lapor
Tanggal Perusahaan Melapor
Waktu Keterlambatan
1
PT Bhakti Capital Indonesia Tbk
PT UOB Life Sun Assurance
9 November 21 Desember 2010
11 Januari 2011
15 Hari Kerja
2
PT Agung Podomoro Land Tbk
PT Pesona Gerbang Karawang
23 Februari – 6 April 2011
13 April 2011
4 Hari Kerja
3
PT Aneka Tambang Tbk
PT Dwimitra Enggang Khatulistiwa
17 Januari – 28 Februari 2011
18 Mei 2011
57 Hari Kerja
4
PT Pertamina Hulu Energi
Inpex Jawa Ltd.
7 September – 19
28 Juni 2011
181 Hari Kerja
77
Oktober 2010 5
PT Wahana Inti Nusantara
PT Mobile 8 Telecom Tbk
19 Januari – 2 Maret 2011
19 Juli 2011
99 Hari Kerja
6
Vallar Investments UK Limited
PT Berau Coal Energy Tbk
8 April – 20 Mei 2011
20 Juli 2011
43 Hari Kerja
7
PT Tower Bersama
PT Mitrayasa Sarana Informasi
4 juli – 12 Agustus 2011
8 September 2011
18 Hari Kerja
8
PT Mitrabahtera Segara Sejati Tbk
PT Mitra Alam Segara Sejati
1 Februari – 13 Maret 2012
19 Maret 2012
3 Hari Kerja
9
PT Mitra Pinasthika Mustika
PT Austindo Nusantara Jaya Rent
31 Januari – 12 Maret 2012
27 April 2012
32 Hari Kerja
10
PT Multipolar Technology
PT Indonesia Media Televisi
14 Agustus – 24 September 2012
27 September 2012
3 Hari Kerja
11
PT Dunia Pangan
PT Sukses Abadi Karya Inti
21 Januari – 4 Maret 2013
22 Maret 2013
13 Hari Kerja
12
PT Muarabungo Plantation
PT Tandan Abadi Mandiri
15 Oktober – 29 November 2012
22 Maret 2013
76 Hari Kerja
13
PT Balaraja Bisco Paloma
PT Subafood Pangan Jaya
21 Januari – 4 Maret 2013
22 Maret 2013
13 Hari Kerja
78
14
PT Salim Ivomas Pratama Tbk
PT Mentari Pertiwi Makmur
17 April – 28 Mei 2013
10 Juni 2013
9 Hari Kerja
15
PT Tiara Marga Trakindo
PT HD Finance Tbk
11 Maret – 24 April 2013
24 Juni 2013
41 Hari Kerja
16
PT MNC Kapital Indonesia Tbk
PT Bank ICB Bumiputera Tbk
22 Juli – 1 September 2014
5 September 2014
4 Hari Kerja
17
Holcim Ltd
Lafarge S.A.
10 Juli – 20 Agustus 2015
26 Agustus 2015
6 Hari Kerja
Berdasarkan kedua tabel tersebut di atas dapat dilihat bahwa dari 82 (delapan puluh dua) perusahaan yang melakukan pengambilalihan saham, hanya 17 (tujuh belas) perusahaan yang terlambat melakukan pemberitahuan pengambilalihan kepada KPPU. Namun dalam hal penegakan hukum terhadap perusahaan-perusahaan yang terlambat melakukan pemberitahuan, sejauh ini KPPU hanya menjatuhkan sanksi kepada 5 perusahaan, yaitu PT Mitra Pinasthika Mustika, PT Dunia Pangan, PT Balaraja Bisco Paloma, PT Muarabungo Plantation dan PT Tiara Marga Trakindo. Hal ini dibuktikan dengan adanya putusan komisi terkait pelanggaran Pasal 29 UU Anti Monopoli terhadap kelima perusahaan tersebut, sedangkan untuk perusahaan lainnya tidak ada tindak lanjut dari KPPU.
79
Adapun alasan yang menyebabkan kelima perusahaan tersebut terlambat melakukan pemberitahuan adalah sebagai berikut:
1. PT Mitra Pinasthika Mustika PT Mitra Pinasthika Mustika sebagai terlapor tidak memahami dengan benar terkait perhitungan threshold yang diatur dalam PP No. 57/2010. Menurut pemahaman terlapor, apabila nilai aset sebelum proses transaksi pengambilalihan
saham
perusahaan
sudah
mencapai
Rp.2.500.000.000.000,- (dua setengah triliun rupiah) dan/atau nilai penjualan sudah mencapai Rp.5.000.000.000.000,- (lima triliun rupiah) maka tidak wajib melakukan pemberitahuan kepada KPPU.
2. PT Muarabungo Plantation PT Muarabungo Plantation keliru memahami Pasal 5 Ayat 2 PP No. 57/2010 dimana pemahaman PT Muarabungo Plantation terhadap pengambilalihan saham yang wajib diberitahukan kepada KPPU adalah pengambilalihan saham yang mengakibatkan nilai aset atau nilai penjualan yang tadinya di bawah jumlah tertentu yang tercantum pada Pasal 5 Ayat 2 PP No. 57/2010 menjadi di atas jumlah tertentu. Sedangkan nilai aset PT Tiga Pilar Sejahtera Food Tbk (selaku perusahaan pengendali PT Muarabungo Plantation) telah melebihi jumlah tertentu yang tercantum pada Pasal 5 Ayat 2 PP No. 57/2010 sebelum pengambilalihan saham dilakukan. Selain itu, PT Muarabungo Plantation 80
tidak mengetahui pemberlakuan denda keterlambatan berdasarkan Peraturan Komisi Nomor 4 Tahun 2012 tanggal 27 Agustus 2012 karena pada saat terakhir perusahaan dalam grup PT Muarabungo Plantation beraudiensi dengan KPPU, perusahaan grup tersebut diberitahukan bahwa sanksi PP No. 57/2010 belum diberlakukan. PT Muarabungo Plantation juga mengatakan bahwa pihaknya tidak mendapat sosialisasi yang cukup dari KPPU mengenai pemberlakuan denda;
3. PT Balaraja Bisco Paloma PT Balaraja Bisco Paloma keliru memahami Pasal 5 Ayat (2) PP No. 57/2010 dimana pemahaman PT Balaraja Bisco Paloma terhadap pengambilalihan saham yang wajib diberitahukan kepada KPPU adalah pengambilalihan saham yang mengakibatkan nilai aset atau nilai penjualan yang tadinya di bawah jumlah tertentu yang tercantum pada Pasal 5 Ayat (2) PP No. 57/2010 menjadi di atas jumlah tertentu pada Pasal 5 Ayat (2) PP No. 57/2010. Sedangkan nilai aset PT Tiga Pilar Sejahtera Food Tbk (selaku perusahaan pengendali PT Balaraja Bisco Paloma) telah melebihi jumlah tertentu yang tercantum pada Pasal 5 Ayat (2) PP No. 57/2010 sebelum pengambilalihan saham dilakukan. Selain itu, PT Balaraja Bisco Paloma tidak mengetahui pemberlakuan denda keterlambatan berdasarkan Peraturan Komisi Nomor 4 Tahun 2012 tanggal 27 Agustus 2012 karena pada saat terakhir PT Balaraja Bisco Paloma beraudiensi dengan KPPU, perusahaan tersebut diberitahukan 81
bahwa sanksi PP No. 57/2010 belum diberlakukan. PT Balaraja Bisco Paloma juga mengatakan bahwa pihaknya tidak mendapat informasi dari KPPU
mengenai
aturan
pengenaan
denda
akibat
keterlambatan
pemberitahuan pengambilalihan saham. PT Balaraja Bisco Paloma menyatakan bahwa jika perusahaan tersebut menerima informasi terkait pengenaan denda maka perusahaan tersebut pasti segera melakukan pemberitahuan pengambilalihan saham kepada KPPU. Berdasarkan pernyataan dari perusahaan tersebut, terlihat bahwa PT Balaraja Bisco Paloma menganggap bahwa sepanjang tidak ada perintah secara langsung, baik tertulis maupun lisan dari KPPU untuk melakukan pemberitahuan, maka tidak ada kewajiban bagi perusahaan tersebut untuk melakukan pemberitahuan pengambilalihan saham.
4. PT Dunia Pangan PT Dunia Pangan tidak mengetahui aturan KPPU terkait pengenaan denda atas keterlambatan melakukan pemberitahuan pengambilalihan saham perusahaan yang dapat mengakibatkan praktik monopoli dan/atau persaingan usaha tidak sehat. PT Dunia Pangan juga beralasan setelah mengetahui ada aturan tersebut, perusahaan tersebut keliru memahami Pasal 5 Ayat (2) PP No. 57/2010 dimana pemahaman PT Dunia Pangan terhadap pengambilalihan saham yang wajib diberitahukan kepada KPPU adalah pengambilalihan saham yang mengakibatkan nilai aset atau nilai penjualan yang tadinya di bawah jumlah tertentu yang tercantum pada 82
Pasal 5 Ayat (2) PP No. 57/2010 menjadi di atas jumlah tertentu pada Pasal 5 Ayat (2) PP No. 57/2010. Sedangkan nilai aset PT Tiga Pilar Sejahtera Food Tbk (selaku perusahaan pengendali PT Dunia Pangan) telah melebihi jumlah tertentu yang tercantum pada Pasal 5 Ayat (2) PP No. 57/2010 sebelum pengambilalihan saham dilakukan.
5. PT Tiara Marga Trakindo PT Tiara Marga Trakindo menganggap bahwa tanggal efektif yuridis pengambilalihan saham yang dilakukan terhitung sejak tanggal 27 Mei 2013 yaitu sejak tanggal Laporan Keterbukaan Informasi mengenai Hasil Penawaran Tender Wajib atas saham PT HD Finance Tbk yang disampaikan perusahaan tersebut kepada Otoritas Jasa Keuangan (OJK). PT Tiara Marga Trakindo berpendapat bahwa pengambilalihan yang dilakukan baru memperoleh kepastiannya dan dianggap efektif sejak selesainya proses Penawaran Tender Wajib dan kemudian diikuti dengan pengumuman keterbukaan informasi atas pelaksanaan tender wajib sehingga kewajiban pemberitahuan mengenai pengambilalihan saham kepada KPPU mulai diperhitungkan sejak disampaikannya Laporan Penyelesaian Penawaran Tender Wajib kepada OJK. Berdasarkan penjelasan tersebut PT Tiara Marga Trakindo berpendapat bahwa pemberitahuan tertulis kepada KPPU adalah 30 hari kerja dihitung sejak tanggal 27 Mei 2013, yaitu paling lambat tanggal 8 Juli 2013. PT Tiara Marga Trakindo melakukan pemberitahuan pengambilalihan saham 83
kepada KPPU pada tanggal 24 Juni 2013, sehingga menurut perusahaan tersebut pemberitahuan yang dilakukan tidak terlambat karena masih dalam kurun waktu 22 hari sejak tanggal efektif yuridis. Melihat alasan yang dikemukakan oleh PT Tiara Marga Trakindo, KPPU tidak sependapat dengan alasan tersebut dan tetap mengacu pada ketentuan Pasal 2 Ayat (2) Huruf c Peraturan KPPU Nomor 4 Tahun 2012 tentang Pedoman
Pengenaan
Denda
Keterlambatan
Pemberitahuan
Penggabungan atau Peleburan Badan Usaha dan Pengambilalihan Saham Perusahaan (Perkom No. 4/2012), yaitu tanggal telah berlaku secara efektif yuridis untuk pengambilalihan saham yang terjadi di bursa efek adalah sejak tanggal Surat Keterbukaan Informasi Pengambilalihan Saham Perseroan Terbuka. Dalam hal ini terlihat perbedaan pendapat antara KPPU dengan PT Tiara Marga Trakindo terkait penentuan tanggal efektif yuridis.
Setelah melihat berbagai alasan yang dikemukakan oleh perusahaanperusahaan tersebut, mengacu pada kelima perusahaan di atas maka dapat disimpulkan sejauh ini yang menyebabkan perusahaan terlambat melakukan pemberitahuan pengambilalihan saham kepada KPPU adalah: 1. Perusahaan tidak mengetahui adanya aturan tentang kewajiban melakukan pemberitahuan pengambilalihan saham kepada KPPU. Sebagaimana yang diketahui, dalam ilmu hukum, dikenal adanya asas fiksi hukum. Fiksi hukum adalah asas yang menentukan 84
bahwa semua orang yang ada dalam wilayah suatu negara dianggap mengetahui seluruh aturan hukum yang berlaku di negaranya (presumptio iures de iure), sehingga seseorang tidak dapat mengelak dari jeratan hukum dengan berdalih belum atau tidak mengetahui adanya hukum atau peraturan perundangundangan tertentu. Berdasarkan asas tersebut maka menurut penulis alasan perusahaan terlambat melakukan pemberitahuan pengambilalihan saham dengan dalih tidak mengetahui aturannya adalah alasan yang tidak berdasar; 2. Pemahaman yang kurang tepat terhadap Pasal 5 Ayat (2) PP No. 57/2010. Dalam hal ini, perusahaan mengetahui adanya aturan mengenai kewajiban melakukan pemberitahuan pengambilalihan saham. Namun, perusahaan tidak memahami secara jelas maksud dari aturan tersebut. Disinilah seharusnya peran KPPU untuk hadir dan memberikan pemahaman yang benar terkait aturan-aturan pengambilalihan saham kepada setiap perusahaan; 3. Informasi
tentang
kewajiban
melakukan
pemberitahuan
pengambilalihan saham yang kurang jelas dari KPPU. Dalam hal ini KPPU tidak memberikan informasi secara jelas kepada perusahaan mengenai
kewajiban
melakukan
pemberitahuan,
khususnya
mengenai sanksi pengenaan denda kepada perusahaan. Meskipun ada asas fiksi hukum yang menganggap semua orang tahu hukum, namun
tidak
mungkin
semua
orang
mampu
mengetahui 85
keberadaan suatu aturan hukum dan substansinya jika aturan hukum tersebut tidak disosialisasikan secara optimal. Oleh karena itu, asas fiksi hukum ini harus didukung dengan adanya sosialisasi hukum.
Sosialisasi
hukum
kepada
masyarakat
merupakan
tanggung jawab setiap penyelenggara negara, tidak terkecuali KPPU yang merupakan lembaga yang bertanggung jawab terkait pengawasan setiap tindakan pelaku usaha. Setiap penyelenggara negara berkewajiban memberikan sosialisasi hukum sebagai bagian dari proses edukasi bagi masyarakat. Berdasarkan hal tersebut maka KPPU juga memiliki kewajiban untuk melakukan sosialisasi terkait aturan-aturan pengambilalihan saham secara jelas kepada perusahaan agar perusahaan memahami dengan baik aturan tersebut; 4. Tidak ada penyampaian secara langsung mengenai keterlambatan melakukan pemberitahuan pengambilalihan saham dari KPPU kepada perusahaan; 5. Adanya perbedaan pendapat terkait penentuan tanggal efektif yuridis pengambilalihan saham, khususnya bagi perusahaan terbuka. Merujuk pada kasus di atas, dapat dilihat bahwa terdapat perbedaan pandangan antara KPPU dengan PT Tiara Marga Trakindo
mengenai
mulai
sejak
kapan
suatu
perusahaan
dinyatakan menjadi pengendali baru atas tindakan pengambilalihan saham perusahaan. Sebagaimana yang diketahui, ketika suatu 86
perusahaan dinyatakan sebagai pengendali baru atas tindakan pengambilalihan saham perusahaan, maka pada saat itu juga melekat kewajiban bagi perusahaan tersebut untuk melakukan pemberitahuan pengambilalihan saham kepada KPPU. KPPU berpendapat
bahwa
suatu
perusahaan
dinyatakan
sebagai
pengendali baru atas tindakan pengambilalihan saham perseroan terbuka adalah ketika telah adanya Surat Keterbukaan Informasi Pengambilalihan Saham Perseroan Terbuka yang diberitahukan kepada OJK, sedangkan perusahaan (dalam hal ini PT Tiara Marga Trakindo) berpendapat bahwa suatu perusahaan dinyatakan telah menjadi pengendali baru atas tindakan pengambilalihan saham ketika perusahaan telah selesai melakukan Mandatory Tender Offer (Penawaran Tender Wajib) yang merupakan salah satu syarat pengambilalihan saham perseroan terbuka sebagaimana yang diatur dalam Peraturan Bapepam-LK No. IX.H.1. Perusahaan (dalam hal ini PT Tiara Marga Trakindo) berpendapat demikian karena kepastian kepemilikan saham barulah terwujud ketika perusahaan yang melakukan pengambilalihan saham telah selesai melakukan Penawaran Tender Wajib. Selain itu, Penawaran Tender Wajib merupakan salah satu dari rangkaian kegiatan pengambilalihan saham perseroan terbuka yang wajib dilakukan, karena apabila tidak dilakukan maka perusahaan akan dikenakan sanksi berupa denda atau pembatalan tindakan pengambilalihan 87
saham.
Menurut
dinyatakan
penulis,
sebagai
terkait
pengendali
kapan baru
suatu
tidak
perusahaan
perlu
menjadi
perdebatan antara KPPU dengan perusahaan karena hal ini telah jelas diatur dalam Pedoman KPPU Nomor 3 Tahun 2012 yang menentukan bahwa suatu tindakan pengambilalihan saham berlaku efektif yuridis, khususnya pengambilalihan saham yang terjadi di bursa efek dimulai sejak tanggal Surat Keterbukaan Informasi Pengambilalihan Saham Perseroan Terbuka. Ini menunjukkan bahwa ketika suatu perusahaan sudah memberikan informasi kepada OJK terkait tindakan pengambilalihan saham perusahaan, maka pada saat itu juga perusahaan tersebut bertindak sebagai pengendali baru. Hal ini juga dapat dilihat pada Pasal 1 Huruf e Peraturan Bapepam-LK No. IX.H.1 yang menentukan bahwa Penawaran Tender Wajib adalah penawaran untuk membeli sisa saham perusahaan terbuka yang wajib dilakukan oleh pengendali baru. Melihat rumusan aturan dalam Peraturan Bapepam tersebut, maka secara tidak langsung peraturan tersebut mengakui bahwa perusahaan telah memperoleh status sebagai pengendali baru sebelum dilakukannya Penawaran Tender Wajib, yaitu sejak adanya surat keterbukaan informasi. Penulis juga menilai bahwa tindakan perusahaan melakukan Penawaran Tender Wajib dalam kapasitasnya sebagai pengendali baru.
88
Berdasarkan pemaparan di atas, dapat disimpulkan bahwa sejauh ini implementasi kewajiban perusahaan dalam melakukan pemberitahuan pengambilalihan saham kepada KPPU sudah cukup efektif. Hal ini dikarenakan sebagian besar perusahaan-perusahaan yang memenuhi syarat untuk melakukan pemberitahuan telah melaksanakan kewajibannya dengan baik, yaitu melakukan pemberitahuan pengambilalihan saham dengan tepat waktu. Hanya sebagian kecil dari perusahaan-perusahaan tersebut yang terlambat melakukan pemberitahuan. Sedangkan, terkait penegakan hukum oleh KPPU terhadap perusahaan-perusahaan yang terlambat melakukan pemberitahuan masih belum efektif. Hal ini dikarenakan
dari
17
perusahaan
yang
terlambat
menyampaikan
pemberitahuan, hanya 5 perusahaan yang dijatuhi sanksi, sementara 12 perusahaan lainnya tidak ditindaklanjuti oleh KPPU. Jika melihat sanksi yang dijatuhkan KPPU terhadap kelima perusahaan tersebut, terlihat bahwa kelima perusahaan tersebut adalah perusahaan yang melakukan pengambilalihan saham pada tahun 2012 dan 2013, sedangkan 12 perusahaan lainnya yang tidak dijatuhi sanksi oleh KPPU adalah perusahaan yang melakukan pengambilalihan saham pada tahun 2011. Penulis berpendapat bahwa KPPU tidak menindaklanjuti perusahaanperusahaan yang terlambat melakukan pemberitahuan pengambilalihan saham pada tahun 2011 dikarenakan pada tahun tersebut belum ada peraturan
komisi
mengenai
teknis
pengenaan
denda
terhadap
perusahaan yang melakukan pelanggaran terhadap Pasal 29 UU Anti 89
Monopoli. Peraturan tersebut baru terbentuk pada tahun 2012, yaitu Peraturan Komisi Nomor 4 Tahun 2012 tentang Pedoman Pengenaan Denda Keterlambatan Pemberitahuan Penggabungan, Peleburan Badan Usaha, dan Pengambilalihan Saham Perusahaan, sehingga KPPU hanya menjatuhkan sanksi terhadap perusahaan-perusahaan yang melakukan pelanggaran pada tahun 2012 dan 2013.
B.
Efektivitas Sanksi yang Dijatuhkan oleh Perusahaan yang Terlambat Melakukan Pengambilalihan Saham
KPPU kepada Pemberitahuan
Ketika ingin mengetahui sejauh mana efektivitas dari hukum, maka pertama-tama yang harus dilakukan adalah dapat mengukur sejauh mana aturan hukum itu ditaati atau tidak ditaati.53 Jika suatu aturan hukum ditaati oleh sebagian besar target yang menjadi sasaran ketaatannya, maka dapat dikatakan bahwa aturan hukum yang bersangkutan adalah efektif. Efektif atau tidak efektifnya suatu aturan hukum secara umum juga tergantung pada optimal dan profesional tidaknya aparat penegak hukum untuk menegakkan berlakunya aturan hukum tersebut, mulai dari tahap pembuatannya, sosialisasinya, proses penegakkan hukumnya yang mencakupi tahapan penemuan hukum (penggunaan penalaran hukum, interpretasi dan konstruksi) dan penerapannya terhadap suatu kasus konkret.54 Terkait efektivitas dari suatu aturan, dalam pembahasan ini
53
Achmad Ali, 2012, Menguak Teori Hukum (Legal Theory) dan Teori Peradilan (Judicialprudence) Termasuk Interpretasi Undang-Undang (Legisprudence), Kencana, Jakarta, hlm. 375. 54 Ibid, hlm. 378. 90
akan dijabarkan mengenai efektivitas sanksi dari KPPU terhadap perusahaan-perusahaan yang melakukan pelanggaran Pasal 29 UU Anti Monopoli. Dalam Perkom No. 2/2013 diatur mengenai penjatuhan sanksi terhadap perusahaan yang terlambat melakukan pemberitahuan, yaitu berupa
denda
administrasi
keterlambatan.
Denda
administrasi
keterlambatan adalah denda yang dijatuhkan kepada pelaku usaha yang terlambat menyampaikan pemberitahuan tertulis atas perbuatan hukum Penggabungan atau Peleburan Badan Usaha atau Pengambilalihan Saham Perusahaan hingga jangka waktu sebagaimana telah ditentukan dalam Peraturan Pemerintah.55 Dalam hal pelaku usaha tidak memenuhi kewajibannya untuk menyampaikan pemberitahuan secara tertulis atas pengambilalihan saham yang telah memenuhi syarat, maka KPPU berwenang
menjatuhkan
Rp.1.000.000.000,administratif
(satu
secara
sanksi miliar
rupiah)
keseluruhan
berupa
denda
dengan
ketentuan
paling
tinggi
sebesar denda sebesar
Rp.25.000.000.000,- (dua puluh lima miliar rupiah). KPPU akan melakukan kegiatan monitoring dari waktu ke waktu dan bekerja sama dengan
instansi
terkait
untuk
dapat
mengidentifikasi
tindakan
pengambilalihan yang memenuhi syarat namun dalam jangka waktu 30 (tiga puluh) hari kerja tidak menyampaikan pemberitahuan kepada komisi. Dalam hal pengambilalihan asing telah memenuhi syarat untuk dilakukan
55
KPPU, Op. Cit., hlm. 14. 91
pemberitahuan kepada KPPU, namun dalam jangka waktu 30 (tiga puluh) hari
kerja
tidak
menyampaikan
pemberitahuan,
maka
denda
keterlambatan akan dibebankan kepada bagian dari kelompok usahanya yang berada di Indonesia.56 Untuk mengetahui sejauhmana efektivitas sanksi yang dijatuhkan oleh KPPU terhadap perusahaan-perusahaan yang terlambat melakukan pemberitahuan, harus dilihat terlebih dahulu apakah perusahaanperusahaan tersebut telah menaati atau tidak menaati sanksi yang dijatuhkan.
1. Kasus Keterlambatan Pemberitahuan Pengambilalihan Saham PT Austindo Nusantara Jaya Rent oleh PT Mitra Pinasthika Mustika PT Mitra Pinasthika Mustika adalah suatu perusahaan yang bergerak di bidang industri, perikanan, pertanian, perkayuan, konstruksi dan transportasi, grosir, agen, distributor, pemasok dan perdagangan. Untuk memperluas
jaringan
usahanya,
PT
Mitra
Pinasthika
Mustika
mengambilalih saham PT Austindo Nusantara Jaya Rent sebesar 99,9%. Setelah dilakukan penyelidikan oleh KPPU, PT Mitra Pinasthika Mustika diduga telah melanggar Pasal 29 UU Anti Monopoli jo. Pasal 5 PP No. 57/2010 karena terlambat melakukan pemberitahuan pengambilalihan saham perusahaan. Berdasarkan fakta persidangan, poin-poin penting yang didapatkan adalah:
56
Ibid, hlm. 66. 92
a.
Nilai aset gabungan berdasarkan perhitungan oleh KPPU atas pengambilalihan saham tersebut sebesar Rp. 6.036.429.112.363 (Enam Triliun Tiga puluh Enam Miliar Empat Ratus Dua Puluh Sembilan Juta Seratus Dua Belas Ribu Tiga Ratus Enam Puluh Tiga Rupiah)
dan
nilai
penjualan
gabungan
sebesar
Rp.
9.514.327.016.618,00 (sembilan triliun lima ratus empat belas miliar tiga ratus dua puluh tujuh juta enam belas ribu enam ratus delapan belas rupiah). Jumlah ini telah melebihi threshold yaitu masingmasing sebesar 2,5 Triliun dan 5 Triliun sebagaimana yang diatur dalam PP No. 57/2010. Perhitungan nilai aset dilakukan sesuai ketentuan dalam Pasal 5 Ayat (4) PP No. 57/2010; b.
PT Mitra Pinasthika Mustika tidak terafiliasi dengan PT Austindo Nusantara Jaya Rent. Hal ini dapat dilihat pada skema berikut:
93
PT Saratoga Investama Sedaya (99,8%)
PT Saratoga Investama Sedaya (25%)
PT Rasi Unggul Bestari (25,25%)
PT Nugraha Eka Kencana (25%)
Individual Shareholders (24%)
PT Mitra Pinasthika Mustika
Mengambilalih Saham sebesar 99,9% PT Austindo Nusantara Jaya (99,99%)
PT Austindo Nusantara Jaya Rent George Santosa (0,01%)
Skema 1: Struktur Kepemilikan Saham PT Mitra Pinasthika Mustika dan PT Austindo Nusantara Jaya Rent
Berdasarkan skema di atas, terlihat bahwa PT Mitra Pinasthika Mustika dimiliki oleh PT Saratoga Investama Sedaya, PT Rasi Unggul Bestari, PT Nugraha Eka Kencana dan Perorangan, sedangkan PT Austindo Nusantara Jaya Rent dimiliki oleh PT 94
Austindo Nusantara Jaya dan George Santosa. Berdasarkan kepemilikan tersebut, dapat diketahui bahwa PT Mitra Pinasthika Mustika tidak terafiliasi dengan PT Austindo Nusantara Jaya Rent karena tidak ada hubungan baik langsung maupun tidak langsung dari pihak yang sama atau hubungan antara perusahaan dengan pemegang saham utama; c.
PT Mitra Pinasthika Mustika terlambat melakukan pemberitahuan pengambilalihan saham PT Austindo Nusantara Jaya Rent selama waktu 32
hari kerja. Hal ini dilihat berdasarkan ketentuan
Kemenkuham, yaitu tanggal telah berlaku efektif secara yuridis untuk pengambilalihan saham yang dilakukan PT Mitra Pinasthika Mustika dihitung sejak dikeluarkannya surat penerimaan pemberitahuan perubahan data perseroan dari Kemenkuham. Berdasarkan fakta, surat penerimaan pemberitahuan perubahan data perseroan dari Kemenkuham yaitu tertanggal 31 Januari 2012, sehingga PT Mitra Pinasthika Mustika wajib melaporkan paling lambat 30 hari kerja terhitung sejak tanggal 31 Januari 2012 yaitu selambat-lambatnya 12 Maret 2012. Namun, faktanya berdasarkan formulir Pemberitahuan A1
dan Tanda Terima
Pemberitahuan,
perusahaan
tersebut
melakukan pemberitahuan kepada KPPU pada tanggal 27 April 2012. Berdasarkan fakta persidangan tersebut majelis komisi memutuskan bahwa PT Mitra Pinasthika Mustika terbukti melanggar Pasal 29 UU Anti 95
Monopoli dan harus membayar denda sebesar Rp.4.600.000.000 (Empat Miliar Enam Ratus Juta Rupiah). Atas putusan komisi tersebut, pihak perusahaan dalam hal ini PT Mitra Pinasthika Mustika tidak mengajukan keberatan kepada Pengadilan Negeri dan melaksanakan putusan tersebut dengan membayar denda ke kas negara sebagai pendapatan denda pelanggaran di bidang persaingan usaha dan menyerahkan salinan bukti pembayaran tersebut ke KPPU.
2. Kasus Keterlambatan Pemberitahuan Pengambilalihan Saham PT Tandan Abadi Mandiri oleh PT Muarabungo Plantation PT Muarabungo Plantation adalah suatu perusahaan yang bergerak di
bidang
perkebunan,
pembangunan
perdagangan
(kontraktor),
umum,
perindustrian,
pengangkutan,
jasa,
pertanian,
percetakan/penerbitan, dan perbengkelan. Pada tanggal 3 Oktober 2012 PT Muarabungo Plantation mengambilalih saham PT Tandan Abadi Mandiri yang juga bergerak di bidang perkebunan sebesar 99,9%. Setelah dilakukan penyelidikan oleh KPPU, PT Muarabungo Plantation diduga telah melanggar Pasal 29 UU Anti Monopoli jo. Pasal 5 PP No. 57/2010 karena terlambat melakukan pemberitahuan pengambilalihan saham perusahaan. Berdasarkan fakta persidangan, poin-poin penting yang didapatkan adalah: a.
Nilai aset gabungan berdasarkan perhitungan oleh KPPU atas pengambilalihan saham tersebut sebesar Rp. 4.357.130.161.417 (Empat Triliun Tiga Ratus Lima Puluh Tujuh Miliar Seratus Tiga 96
Puluh Juta Seratus Enam Puluh Satu Ribu Empat Ratus Tujuh Belas Rupiah). Jumlah ini telah melebihi threshold sebesar 2,5 Triliun sebagaimana yang diatur dalam PP No. 57/2010. Perhitungan nilai aset dilakukan sesuai ketentuan dalam Pasal 5 Ayat (4) PP No. 57/2010. b.
PT Muarabungo Plantation tidak terafiliasi dengan PT Tandan Abadi Mandiri. Hal ini dapat dilihat pada skema berikut: PT Tiga Pilar Corpora (27,8%)
PT Tiga Pilar Sejahtera Food Tbk (64,95%)
PT Bumiraya Investindo (99,995%)
Stefanus Joko Mogoginta (0,05%)
PT Muarabungo Plantation
Mengambilalih saham Sebesar 99,9%
PT Selaras Mitra Lestari (99,9%)
PT Unggul Sawit Investindo (0,01%)
PT Tandan Abadi Mandiri
Skema 2: Struktur Kepemilikan Saham PT Muarabungo Plantation dan PT Tandan Abadi Mandiri
97
Berdasarkan skema di atas, terlihat bahwa PT Muarabungo Plantation dimiliki oleh PT Bumiraya Investindo, yang merupakan bagian dari PT Tiga Pilar Sejahtera Food Tbk. PT Tiga Pilar Sejahtera Food Tbk sendiri merupakan anak perusahaan dari PT Tiga Pilar Corpora. Sedangkan PT Tandan Abadi Mandiri dimiliki oleh PT Selaras Mitra Lestari dan PT Unggul Sawit Investindo. Berdasarkan kepemilikan tersebut, PT Muarabungo Plantation tidak terafiliasi dengan PT Tandan Abadi Mandiri karena tidak ada hubungan langsung maupun tidak langsung dari pihak yang sama atau hubungan antara perusahaan dengan pemegang saham utama; c.
PT Muarabungo Plantation terlambat melakukan pemberitahuan pengambilalihan saham PT Tandan Abadi Mandiri selama waktu 76 hari kerja. Hal ini dilihat berdasarkan ketentuan Kemenkuham, yaitu tanggal telah berlaku efektif secara yuridis untuk pengambilalihan saham yang dilakukan PT Muarabungo Plantation dihitung sejak dikeluarkannya surat penerimaan pemberitahuan perubahan data perseroan dari Kemenkuham. Berdasarkan fakta, surat penerimaan pemberitahuan perubahan data perseroan dari Kemenkuham yaitu tertanggal 15 Oktober 2012, sehingga PT Muarabungo Plantation wajib melaporkan paling lambat 30 hari kerja terhitung sejak tanggal 15 Oktober 2012 yaitu selambat-lambatnya 29 November 2012. Namun, faktanya berdasarkan pengakuan PT Muarabungo Plantation
98
pada sidang majelis, perusahaan tersebut melakukan pemberitahuan kepada KPPU pada tanggal 22 Maret 2013. Berdasarkan fakta persidangan majelis komisi memutuskan bahwa PT Muarabungo Plantation terbukti melanggar Pasal 29 UU Anti Monopoli dan harus membayar denda sebesar Rp.1.249.000.000 (Satu Miliar Dua Ratus Empat Puluh Sembilan Juta Rupiah). Atas putusan komisi tersebut, pihak perusahaan dalam hal ini PT Muarabungo Plantation tidak mengajukan keberatan kepada Pengadilan Negeri dan melaksanakan putusan tersebut dengan membayar denda ke kas negara sebagai pendapatan denda pelanggaran di bidang persaingan usaha dan menyerahkan salinan bukti pembayaran tersebut ke KPPU.
3. Kasus Keterlambatan Pemberitahuan Pengambilalihan Saham PT Subafood Pangan Jaya oleh PT Balaraja Bisco Paloma PT Balaraja Bisco Paloma berdiri sejak tanggal 18 Mei 2011 yang bergerak di bidang indsutri makanan biskuit. Pada tanggal 19 Desember 2012 PT Balaraja Bisco Paloma mengambilalih saham PT Subafood Pangan Jaya yang bergerak di bidang industri pangan produksi bihun jagung dengan alasan industri pangan tersebut memiliki prospek yang sangat bagus. Saham yang dibeli sebesar 99,99% dengan transaksi sebesar 47,99 Miliar Rupiah. Setelah dilakukan penyelidikan oleh KPPU, PT Balaraja Bisco Paloma diduga telah melanggar Pasal 29 UU Anti Monopoli jo. Pasal 5 PP No. 57/2010 karena terlambat melakukan 99
pemberitahuan pengambilalihan saham perusahaan. Berdasarkan fakta persidangan, poin-poin penting yang didapatkan adalah: a.
Nilai aset gabungan berdasarkan perhitungan oleh KPPU atas pengambilalihan saham tersebut sebesar Rp. 4.403.235.992.422 (Empat Triliun Empat Ratus Tiga Miliar Dua Ratus Tiga Puluh Lima Juta Sembilan Ratus Sembilan Puluh Dua Ribu Empat Ratus Dua Puluh Dua Rupiah). Jumlah ini telah melebihi threshold sebesar 2,5 Triliun sebagaimana yang diatur dalam PP No. 57/2010. Perhitungan nilai aset dilakukan sesuai ketentuan dalam Pasal 5 Ayat (4) PP No. 57/2010;
b.
PT Balaraja Bisco Paloma tidak terafiliasi dengan PT Subafood Pangan Jaya. Hal ini dapat dilihat pada skema berikut:
100
PT Tiga Pilar Corpora (27,8%)
PT Tiga Pilar Sejahtera Food Tbk (99,90%)
PT Balaraja Bisco Paloma (99,96%)
Stefanus Joko Mogoginta (0,10%)
PT Andalan Agro Makmur (99,375%)
Teddy Tjokrosapoetro (0,625%)
PT Subafood Pangan Jaya
Mengambilalih saham Sebesar 99,99%
PT Putra Taro Paloma
Skema 3: Struktur Kepemilikan Saham PT Balaraja Bisco Paloma dan PT Subafood Pangan Jaya
Berdasarkan skema di atas, terlihat bahwa PT Balaraja Bisco Paloma dimiliki oleh PT Tiga Pilar Sejahtera Food Tbk dan Stefanus Joko Mogoginta. PT Tiga Pilar Sejahtera Food Tbk merupakan anak perusahaan dari PT Tiga Pilar Corpora. PT Balaraja Bisco Paloma memiliki anak perusahaan yaitu PT Putra Taro Paloma, sedangkan PT Subafood Pangan Jaya dimiliki oleh PT Andalan Agro Makmur
101
dan Teddy Tjokrosapoetro. Tidak ada hubungan mengendalikan dan dikendalikan baik secara langsung maupun tidak langsung antara PT Balaraja Bisco Paloma dengan PT Subafood Pangan Jaya, sehingga dapat disimpulkan bahwa PT Balaraja Bisco Paloma tidak terafiliasi dengan PT Subafood Pangan Jaya; c.
PT Balaraja Bisco Paloma terlambat melakukan pemberitahuan pengambilalihan saham PT Subafood Pangan Jaya selama waktu 13 hari kerja. Hal ini dilihat berdasarkan ketentuan Kemenkuham, yaitu tanggal telah berlaku efektif secara yuridis untuk pengambilalihan saham yang dilakukan PT Balaraja Bisco Paloma dihitung sejak dikeluarkannya surat penerimaan pemberitahuan perubahan data perseroan dari Kemenkuham. Berdasarkan fakta, surat penerimaan pemberitahuan perubahan data perseroan dari Kemenkuham yaitu tertanggal 21 Januari 2013, sehingga PT Balaraja Bisco Paloma wajib melaporkan paling lambat 30 hari kerja terhitung sejak tanggal 21 Januari 2013 yaitu selambat-lambatnya pada tanggal 4 Maret 2013. Namun, faktanya PT Balaraja Bisco Paloma baru melakukan pemberitahuan kepada KPPU pada tanggal 22 Maret 2013.
Berdasarkan fakta persidangan majelis komisi memutuskan bahwa PT Balaraja Bisco Paloma terbukti melanggar Pasal 29 UU Anti Monopoli dan harus membayar denda sebesar Rp.5.000.000.000 (Lima Miliar Rupiah). Atas putusan komisi tersebut, pihak perusahaan dalam hal ini PT 102
Balaraja Bisco Paloma tidak mengajukan keberatan kepada Pengadilan Negeri dan melaksanakan putusan tersebut dengan membayar denda ke kas negara sebagai pendapatan denda pelanggaran di bidang persaingan usaha dan menyerahkan salinan bukti pembayaran tersebut ke KPPU.
4. Kasus Keterlambatan Pemberitahuan Pengambilalihan Saham PT Sukses Abadi Karya Inti oleh PT Dunia Pangan PT Dunia Pangan adalah perusahaan yang bergerak di bidang perdagangan dan industri. Pada tanggal 22 November 2012 PT Dunia Pangan mengambilalih saham PT Sukses Abadi Karya Inti sebesar 99,99% dengan nilai transaksi Rp. 250.000.000 (Dua Ratus Lima Puluh Juta Rupiah). PT Sukses Abadi Karya Inti bersedia diambil alih oleh PT Dunia Pangan karena PT Sukses Abadi Karya Inti dan PT Dunia Pangan sama-sama berbasis pertanian dan memiliki lahan pertanian yang dekat dengan PT Dunia Pangan. Selain itu PT Sukses Abadi Karya Inti melihat ada peningkatan produksi. Setelah dilakukan penyelidikan oleh KPPU, PT Dunia Pangan diduga telah melanggar Pasal 29 UU Anti Monopoli jo. Pasal 5 PP No. 57/2010 karena terlambat melakukan pemberitahuan pengambilalihan saham perusahaan. Berdasarkan fakta persidangan, poin-poin penting yang didapatkan adalah: a.
Nilai aset gabungan berdasarkan perhitungan oleh KPPU atas pengambilalihan saham tersebut sebesar Rp. 4.371.896.796.172 (Empat Triliun Tiga Ratus Tujuh Puluh Satu Miliar Delapan Ratus Sembilan Puluh Enam Juta Tujuh Ratus Sembilan Puluh Enam Ribu 103
Seratus Tujuh Puluh Dua Rupiah). Jumlah ini telah melebihi threshold sebesar 2,5 Triliun sebagaimana yang diatur dalam PP No. 57/2010. Perhitungan nilai aset dilakukan sesuai ketentuan dalam Pasal 5 Ayat (4) PP No. 57/2010; b.
PT Dunia Pangan tidak terafiliasi dengan PT Sukses Abadi Karya Inti. Hal ini dapat dilihat pada skema berikut:
104
PT Tiga Pilar Corpora (27,8%)
Stefanus Joko Mogoginta (30%)
PT Tiga Pilar Sejahtera Food Tbk (70%)
PT Dunia Pangan
Mengambilalih saham sebesar 99,99%
PT Jatisari Srirejeki (99,99%)
Rudi Wong Hing Gwan (20%)
Hary Tjahjono (80%)
PT Sukses Abadi Karya Inti
PT Indo Beras Ungggul (99,99%)
Skema 4: Struktur Kepemilikan Saham PT Dunia Pangan dan PT Sukses Abadi Karya Inti
Berdasarkan skema di atas, terlihat bahwa PT Dunia Pangan dimiliki oleh PT Tiga Pilar Sejahtera Food Tbk dan Stefanus Joko Mogoginta. PT Tiga Pilar Sejahtera Food Tbk merupakan anak perusahaan dari PT Tiga Pilar Corpora. PT Dunia Pangan memiliki dua anak 105
perusahaan, yaitu PT Jatisari Srirejeki dan PT Indo Beras Unggul, sedangkan PT Sukses Abadi Karya Inti dimiliki oleh Hary Tjahjono dan Rudi Wong Hing Gwan. Dari skema tersebut tidak terlihat adanya hubungan mengendalikan dan dikendalikan baik secara langsung maupun tidak langsung antara PT Dunia Pangan dengan PT Sukses Abadi Karya Inti sehingga dapat disimpulkan PT Dunia Pangan tidak terafiliasi dengan PT Sukses Abadi Karya Inti; c.
PT
Dunia
Pangan
terlambat
melakukan
pemberitahuan
pengambilalihan saham PT Sukses Abadi Karya Inti selama waktu 13 hari kerja. Hal ini dilihat berdasarkan ketentuan Kemenkuham, yaitu tanggal telah berlaku efektif secara yuridis untuk pengambilalihan saham
yang
dilakukan
PT
Dunia
Pangan
dihitung
sejak
dikeluarkannya surat penerimaan pemberitahuan perubahan data perseroan dari Kemenkuham. Berdasarkan fakta, surat penerimaan pemberitahuan perubahan data perseroan dari Kemenkuham yaitu tertanggal 21 Januari 2013, sehingga PT Dunia Pangan wajib melaporkan paling lambat 30 hari kerja terhitung sejak tanggal 21 Januari 2013 yaitu selambat-lambatnya pada tanggal 4 Maret 2013. Namun, dalam kenyataannya PT Dunia Pangan baru melakukan pemberitahuan kepada KPPU pada tanggal 22 Maret 2013. Berdasarkan fakta persidangan tersebut majelis komisi memutuskan bahwa PT Dunia Pangan terbukti melanggar Pasal 29 UU Anti Monopoli dan harus membayar denda sebesar Rp.1.000.000.000 (Lima Miliar 106
Rupiah). Atas putusan komisi tersebut, pihak perusahaan dalam hal ini PT Dunia Pangan tidak mengajukan keberatan kepada Pengadilan Negeri dan melaksanakan putusan tersebut dengan membayar denda ke kas negara sebagai pendapatan denda pelanggaran di bidang persaingan usaha dan menyerahkan salinan bukti pembayaran tersebut ke KPPU.
5. Kasus Keterlambatan Pemberitahuan Pengambilalihan Saham PT HD Finance Tbk oleh PT Tiara Marga Trakindo PT Tiara Marga Trakindo adalah perseroan yang bergerak di bidang perdagangan,
pemborongan
(kontraktor),
pengangkutan,
industri,
percetakan, perwakilan dan/atau keagenan, pekerjaan teknik, jasa atau pelayanan, pemukiman dan pertanian. PT Tiara Marga Trakindo merupakan holding company yang memiliki beberapa anak perusahaan. Pada tanggal 8 Maret 2013 PT Tiara Marga Trakindo mengambilalih saham PT HD Finance Tbk, yang bergerak di bidang perbankan sebesar 51%. Saham yang diambilalih PT Tiara Marga Trakindo tersebut adalah milik Wealth Paradise Holdings Limited dan PT HD Corpora yang merupakan pemegang saham pengendali pada PT HD Finance Tbk dan saham yang dimiliki oleh publik melalui Penawaran Tender Wajib. Oleh karena PT HD Finance Tbk merupakan perusahaan terbuka, maka PT Tiara Marga Trakindo berkewajiban mematuhi Peraturan Bapepam-LK No. IX.H.1 tentang Pengambilalihan Perusahaan Terbuka. Setelah dilakukan penyelidikan oleh KPPU, PT Tiara Marga Trakindo diduga telah melanggar Pasal 29 UU Anti Monopoli jo. Pasal 5 PP No. 57/2010 karena 107
terlambat melakukan pemberitahuan pengambilalihan saham perusahaan. Berdasarkan fakta persidangan, poin-poin penting yang didapatkan adalah: a.
Nilai aset gabungan berdasarkan perhitungan oleh KPPU atas pengambilalihan saham tersebut sebesar 30,8 Triliun dan nilai penjualan setelah pengambilalihan saham sebesar 24,5 Triliun. Jumlah ini telah melebihi threshold sebesar 2,5 Triliun untuk nilai aset dan 5 Triliun untuk nilai penjualan sebagaimana yang diatur dalam PP No. 57/2010. Perhitungan nilai aset dan nilai penjualan dilakukan sesuai ketentuan dalam Pasal 5 Ayat (4) PP No. 57/2010;
b.
PT Tiara Marga Trakindo tidak terafiliasi dengan PT HD Finance Tbk. Hal ini dapat dilihat pada skema berikut:
108
Ahmad Hadiat Hamami (99,40%)
Ahmad Ridwan Hamami (0,60%)
Wealth Paradise Holdings Limited (48,70%)
PT HD Corpora (21,43%)
PT HD Finance Tbk
PT Tiara Marga Trakindo
Mengambilalih saham sebesar 51% Soeharto Djojonegoro (0,0000065%)
Publik (29,87%)
Skema 5: Struktur Kepemilikan Saham PT Tiara Marga Trakindo dan PT HD Finance Tbk
Berdasarkan skema di atas, terlihat bahwa PT Tiara Marga Trakindo dimiliki oleh Achmad Hadiat Hamami dan Achmad Ridwan Hamami, sedangkan PT HD Finance Tbk dimiliki oleh Wealth Paradise Holding Limited, PT HD Corpora, Soeharto Djojonegoro, dan Publik, sehingga
dapat
disimpulkan
bahwa
sesuai
dengan
skema
kepemilikan saham di atas PT Tiara Marga Trakindo tidak terafiliasi dengan
PT
HD
Finance
Tbk
karena
tidak
ada
hubungan
mengendalikan dan dikendalikan baik secara langsung maupun tidak langsung antara pemilik PT Tiara Marga Trakindo dengan para pemegang saham PT HD Finance Tbk; 109
c.
PT Tiara Marga Trakindo terlambat melakukan pemberitahuan pengambilalihan saham PT HD Finance Tbk selama waktu 41 hari kerja.
Hal
ini
dilihat
berdasarkan
tanggal
efektif
yuridis
pengambilalihan saham PT HD Finance Tbk oleh PT Tiara Marga Trakindo terhitung sejak tanggal 11 Maret 2013 yaitu sejak tanggal Surat Keterbukaan Informasi Pengambilalihan Saham Perseroan Terbuka yang disampaikan oleh PT Tiara Marga Trakindo kepada Otoritas Jasa Keuangan (OJK). Berdasarkan ketentuan Pasal 2 Ayat (2) Huruf c Peraturan KPPU Nomor 4 Tahun 2012 tentang Pedoman Pengenaan Denda Keterlambatan Pemberitahuan Penggabungan atau
Peleburan
Badan
Usaha
dan
Pengambilalihan
Saham
Perusahaan (Perkom No. 4/2012), tanggal telah berlaku secara efektif yuridis untuk pengambilalihan saham yang terjadi di bursa efek
adalah
sejak
tanggal
Surat
Keterbukaan
Informasi
Pengambilalihan Saham Perseroan Terbuka. Pemberitahuan kepada KPPU dilakukan paling lambat 30 hari kerja sejak tanggal efektif yuridis tersebut. sehingga, PT Tiara Marga Trakindo wajib untuk menyampaikan pemberitahuan paling lambat 30 hari kerja terhitung sejak tanggal 11 Maret 2013 yaitu selambat-lambatnya pada tanggal 24 April 2013. Namun, dalam kenyataannya PT Tiara Marga Trakindo baru melakukan pemberitahuan kepada KPPU pada tanggal 24 Juni 2013.
110
Berdasarkan fakta persidangan majelis komisi memutuskan bahwa PT Tiara Marga Trakindo terbukti melanggar Pasal 29 UU Anti Monopoli dan harus membayar denda sebesar Rp.1.000.000.000 (Lima Miliar Rupiah). Atas putusan komisi tersebut, pihak perusahaan dalam hal ini PT Tiara Marga Trakindo tidak mengajukan keberatan kepada Pengadilan Negeri dan melaksanakan putusan tersebut dengan membayar denda ke kas negara sebagai pendapatan denda pelanggaran di bidang persaingan usaha dan menyerahkan salinan bukti pembayaran tersebut ke KPPU.
Berdasarkan pemaparan kasus pelanggaran Pasal 29 UU Anti Monopoli sebagaimana di atas dapat disimpulkan bahwa sejauh ini sanksi yang dijatuhkan oleh KPPU kepada perusahaan-perusahaan tersebut sudah efektif. Hal ini dikarenakan semua perusahaan yang telah dijatuhi sanksi atas keterlambatan melakukan pemberitahuan pengambilalihan saham telah melaksanakan sanksi tersebut dengan baik. Hal ini dapat dilihat dari salinan bukti pembayaran denda yang telah diserahkan oleh perusahaan kepada KPPU. Meskipun sejauh ini sanksi yang dijatuhkan oleh KPPU bisa dikatakan efektif, namun bukan berarti KPPU tidak memiliki langkah antisipatif apabila nantinya ada perusahaan yang beritikad buruk dengan tidak melaksanakan sanksi atas keterlambatan melakukan pemberitahuan pengambilalihan saham yang dilakukannya. Sesuai ketentuan Pasal 44 Ayat (1) UU Anti Monopoli, perusahaan diberikan waktu paling lambat 30 111
hari
untuk
melaksanakan
pelaksanaannya
kepada
putusan KPPU.
dan
Bagi
menyampaikan perusahaan
yang
laporan tidak
melaksanakan sanksi yang dijatuhkan terkait pelanggaran Pasal 29 UU Anti Monopoli maka KPPU akan bekerjasama dengan Kepolisian dan Bagian Eksekusi Pengadilan Negeri sesuai dengan tempat domisili terlapor untuk meminta agar perusahaan tersebut segera melaksanakan sanksi yang telah dijatuhkan kepadanya.
C.
Akibat Hukum Bagi Perusahaan atas Tindakan Pengambilalihan Saham yang dapat Mengakibatkan Terjadinya Praktik Monopoli dan Persaingan Usaha Tidak Sehat Akibat hukum adalah akibat yang diberikan oleh hukum atas suatu
tindakan subjek hukum. Menurut Achmad Ali, akibat hukum ada 3 macam, yaitu akibat hukum berupa lahirnya, berubahnya atau lenyapnya suatu kaidah hukum tertentu, akibat hukum berupa lahirnya, berubahnya atau lenyapnya suatu hubungan hukum tertentu, dan akibat hukum berupa sanksi.57 Terkait akibat hukum terhadap tindakan pelaku usaha, dalam UU Anti Monopoli sendiri mengatur akibat hukum berupa sanksi, yaitu sanksi administratif dan sanksi pidana. Sebelum melangkah lebih lanjut mengenai akibat hukum bagi perusahaan atas tindakan pengambilalihan saham perusahaan yang dapat mengakibatkan terjadinya praktik monopoli dan persaingan usaha tidak sehat, akan dijelaskan terlebih dahulu prosedur penilaian pemberitahuan dan hasil penilaian yang dilakukan KPPU terhadap tindakan pengambilalihan saham perusahaan. 57
Achmad Ali, 2008, Menguak Tabir Hukum, Ghalia Indonesia, Bogor, hlm. 193. 112
Sesuai dengan Pasal 29 UU Anti Monopoli, pelaku usaha yang memenuhi syarat diwajibkan untuk memberitahukan hasil pengambilalihan selambat-lambatnya 30 hari kerja sejak tanggal pengambilalihan saham perusahaan berlaku efektif yuridis. Dalam hal ini, KPPU melakukan penilaian menyeluruh terhadap perusahaan hasil pengambilalihan yang hasilnya dikeluarkan selambat-lambatnya 90 hari kerja sejak formulir dan dokumen pemberitahuan lengkap. Hasil penilaian mencakup ada tidaknya dugaan praktik monopoli dan/atau persaingan usaha tidak sehat atas hasil pengambilalihan saham yang didasarkan pada konsentrasi pasar, hambatan masuk pasar, potensi perilaku anti persaingan, efisiensi, dan kepailitan. Prosedur penilaian oleh KPPU dapat digambarkan melalui skema sebagai berikut:
113
Pemberitahuan
Formulir & Dokumen Lengkap
Permintaan Kelengkapan
Tidak
Ya Tidak Terintegrasi Relevant Market
Overlap
Tidak Overlap Terintegrasi
Dominan di Pasar Terintegrasi
Tidak Ada Dugaan
>1800 <150
HHI
<1800
Tidak Dominan di Pasar Terintegrasi
Tidak Ada Dugaan
>1800 150< Penilaian Aspek Entry Barrier, Potensi Perilaku Anti Persaingan, Efisiensi dan Kepailitan
Pendapat KPPU
Skema 6: Alur Penilaian Pemberitahuan Pengambilalihan
114
Sesuai dengan skema di atas, dapat dilihat bahwa prosedur penilaian tindakan pengambilalihan saham oleh KPPU diawali dengan adanya pemberitahuan pengambilalihan saham yang dilakukan oleh perusahaan dalam
jangka
waktu
paling
lambat
30
(tiga
puluh)
hari
sejak
pengambilalihan saham perusahaan berlaku efektif secara yuridis. Pemberitahuan tersebut dilakukan secara tertulis dengan mengisi formulir A1 yang telah disediakan oleh KPPU. Selanjutnya, KPPU akan memeriksa kelengkapan berkas yang telah disiapkan oleh perusahaan. Jika belum lengkap,
maka
KPPU
akan
meminta
kepada
perusahaan
untuk
melengkapi berkas dan apabila sudah lengkap, KPPU akan memulai penilaian untuk menentukan apakah ada dugaan praktik monopoli dan/atau persaingan usaha tidak sehat akibat tindakan pengambilalihan saham. Penilaian dimulai dengan mengamati kondisi pasar bersangkutan (relevan market). Dalam hal ini, KPPU akan mengamati seperti apa kondisi pasar bersangkutan setelah terjadinya pengambilalihan saham oleh perusahaan, apakah setelah terjadinya pengambilalihan saham kondisi pasar menjadi overlap atau tidak. Kondisi pasar dapat dikatakan overlap apabila dalam pasar bersangkutan tersebut terjadi tindakan pengambilalihan saham secara horizontal, hal ini dikarenakan tindakan pengambilalihan saham secara horizontal merupakan suatu tindakan pengambilalihan
yang
dilakukan
antar
sesama
perusahaan
yang
menghasilkan produk sejenis yang mengakibatkan pangsa pasar menjadi semakin
besar
sehingga
dengan
pengambilalihan
saham
secara 115
horizontal ini posisi dominan suatu perusahaan terlihat secara nyata dibandingkan dengan model pengambilalihan saham lainnya, seperti pengambilalihan saham secara vertikal dan konglomerat. Adapun kondisi pasar dapat dikatakan tidak overlap apabila pengambilalihan saham yang terjadi di dalam suatu pasar bersangkutan bukan pengambilalihan saham secara horizontal, seperti pengambilalihan saham secara vertikal dan konglomerat. Hal ini dikarenakan posisi dominan yang ditimbulkan oleh pengambilalihan saham secara vertikal dan konglomerat tidak terlihat secara nyata seperti pada pengambilalihan saham secara horizontal. Jika hasil pengamatan KPPU menyatakan bahwa suatu pasar bersangkutan telah overlap, maka penilaian dilanjutkan dengan menilai konsentrasi pasar dari pasar bersangkutan dengan menggunakan metode perhitungan HHI. Jika nilai HHI adalah kurang dari 1800 atau lebih dari 1800 namun selisih dari nilai HHI sebelum dan sesudah pengambilalihan kurang dari 150, maka tidak terdapat dugaan adanya praktik monopoli dan/atau persaingan
usaha
tidak
sehat
yang
diakibatkan
oleh
tindakan
pengambilalihan saham. Sedangkan, jika nilai HHI adalah lebih dari 1800 dan selisih dari nilai HHI sebelum dan sesudah pengambilalihan lebih dari 150, maka KPPU akan menilai aspek-aspek lain seperti Entry Barrier, Potensi Perilaku Anti Persaingan, Efisiensi dan Kepailitan untuk menentukan
apakah
pengambilalihan
saham
yang
dilakukan
mengakibatkan praktik monopoli dan/atau persaingan usaha tidak sehat. Selanjutnya, jika hasil pengamatan KPPU menyatakan bahwa suatu pasar 116
bersangkutan tidak overlap, hal tersebut tidak serta merta menunjukkan bahwa
tindakan
pengambilalihan
saham
yang
dilakukan
tidak
mengakibatkan praktik monopoli dan/atau persaingan usaha tidak sehat. Dalam hal ini, KPPU masih akan menilai apakah pengambilalihan saham yang dilakukan terintegrasi atau tidak, jika pengambilalihan saham yang dilakukan tidak terintegrasi, maka KPPU menilai tidak ada dugaan praktik monopoli dan/atau persaingan usaha tidak sehat yang diakibatkan oleh tindakan pengambilalihan saham, sedangkan jika pengambilalihan saham yang dilakukan ternyata terintegrasi, maka KPPU akan melanjutkan penilaian apakah akibat pengambilalihan saham tersebut menyebabkan perusahaan menjadi dominan di pasar terintegrasi atau tidak, jika tidak dominan maka tidak ada dugaan praktik monopoli dan/atau persaingan usaha tidak sehat, dan jika dominan maka KPPU akan menilai aspekaspek lain seperti Entry Barrier, Potensi Perilaku Anti Persaingan, Efisiensi dan Kepailitan untuk menentukan apakah pengambilalihan saham yang dilakukan mengakibatkan praktik monopoli dan/atau persaingan usaha tidak sehat. Berdasarkan penilaian tersebut di atas, KPPU mengeluarkan hasil penilaian berupa pendapat Komisi atas pengambilalihan. Terdapat 3 kemungkinan pendapat Komisi, yaitu: 1. Pendapat tidak adanya dugaan praktik monopoli atau persaingan usaha tidak sehat yang diakibatkan oleh tindakan pengambilalihan saham; 117
2. Pendapat adanya dugaan praktik monopoli atau persaingan usaha
tidak
sehat
yang
diakibatkan
oleh
tindakan
pengambilalihan saham; 3. Pendapat tidak adanya dugaan praktik monopoli atau persaingan usaha tidak sehat yang diakibatkan oleh tindakan pengambilalihan saham dengan catatan yang harus dipenuhi oleh pelaku usaha. Apabila hasil dari penilaian KPPU menunjukkan bahwa tindakan pengambilalihan
saham
yang
dilakukan
oleh
perusahaan
diduga
mengakibatkan terjadinya praktik monopoli dan/atau persaingan usaha tidak sehat, maka akibat hukum yang akan dikenakan bagi perusahaan tersebut sesuai dengan Pasal 47 Ayat (2) Huruf e UU Anti Monopoli yaitu berupa penetapan pembatalan atas tindakan pengambilalihan saham. Namun, hasil dari penilaian KPPU ini tidak dapat dijadikan sebagai dasar hukum untuk membatalkan tindakan pengambilalihan saham yang dilakukan oleh perusahaan. Hasil penilaian KPPU berupa pendapat adanya dugaan praktik monopoli dan/atau persaingan usaha tidak sehat yang diakibatkan oleh tindakan pengambilalihan saham dijadikan sebagai bukti awal dalam penyelidikan pelanggaran Pasal 28 Ayat (2) UU Anti Monopoli. Selanjutnya akan mengikuti proses penanganan perkara di KPPU. Jika hasil dari penanganan perkara terhadap pelanggaran Pasal 28 Ayat (2) UU Anti Monopoli adalah terbukti bahwa tindakan pengambilalihan saham yang dilakukan oleh perusahaan mengakibatkan terjadinya praktik monopoli dan/atau persaingan usaha tidak sehat, maka 118
KPPU dalam hal ini majelis komisi yang diberi tugas untuk menangani perkara tersebut mengeluarkan keputusan berupa penetapan pembatalan terhadap tindakan pengambilalihan saham. Meskipun majelis komisi yang mengeluarkan penetapan pembatalan, namun pelaksanaan proses pembatalan tindakan pengambilalihan saham bukanlah merupakan kewenangan KPPU. Adapun penetapan pembatalan yang dikeluarkan oleh majelis komisi akan diteruskan ke instansi terkait untuk dilakukan proses pembatalan, yaitu Kemenkuham untuk pembatalan tindakan pengambilalihan saham antara sesama Perusahaan Tertutup dan Bapepam
untuk
pembatalan
tindakan
pengambilalihan
saham
Perusahaan Terbuka. Terkait dengan keabsahan perusahaan hasil pengambilalihan yang terbukti praktik monopoli dan/atau persaingan usaha tidak sehat, KPPU tidak memiliki kewenangan untuk menentukan keabsahan
suatu
perusahaan
karena
yang
berwenang
adalah
kemenkuham. Jadi, meskipun majelis komisi telah mengeluarkan penetapan pembatalan atas tindakan pengambilalihan saham, hal tersebut
tidak mempengaruhi
keabsahan
dari
suatu
perusahaan.
Perusahaan tetap sah sebagai badan usaha yang dapat menjalankan suatu kegiatan usaha. Sebagaimana telah dijelaskan di atas, yang berwenang untuk membatalkan tindakan pengambilalihan saham perusahaan adalah Kemenkuham dan Bapepam. Adapun bentuk pembatalan, yaitu berupa mengembalikan kepada keadaan semula seperti sebelum dilakukannya 119
pengambilalihan saham atau divestasi aset dan saham. Menurut penulis, bentuk pembatalan berupa mengembalikan kepada keadaan semula seperti sebelum dilakukannya pengambilalihan saham merupakan suatu bentuk pembatalan yang sangat sulit untuk dilakukan mengingat banyaknya biaya yang telah dikeluarkan oleh perusahaan untuk melakukan tindakan pengambilalihan saham. Jika bentuk pembatalan ini dilakukan, akan memberikan kerugian besar bagi perusahaan. Inilah sesungguhnya salah satu kelemahan dari sistem post notification atau kewajiban
melakukan
pemberitahuan
setelah
dilakukannya
pengambilalihan saham yang dianut oleh UU Anti Monopoli, dimana perusahaan
telah
melakukan
pengambilalihan
saham
dan
pengambilalihan tersebut telah berlaku efektif yuridis, namun setelah melakukan pemberitahuan kepada KPPU dan hasil akhir dari penilaian KPPU adalah tindakan tersebut mengakibatkan terjadinya Praktik Monopoli dan/atau Persaingan Usaha Tidak Sehat maka tindakan pengambilalihan saham tersebut harus dibatalkan dengan menggunakan biaya dari perusahaan tersebut. Di satu sisi perusahaan berada pada posisi yang dirugikan karena perusahaan telah mengeluarkan biaya untuk melakukan pengambilalihan saham namun harus pula mengeluarkan biaya untuk proses pembatalan atas tindakan pengambilalihan yang dilakukannya, di sisi lain KPPU juga sulit untuk mengawasi tindakantindakan perusahaan yang melakukan pengambilalihan saham karena KPPU dibatasi oleh aturan yang termuat dalam Pasal 29 UU Anti 120
Monopoli berupa post notification, dimana KPPU hanya dapat bertindak jika perusahaan telah melakukan pemberitahuan pengambilalihan saham.
121
BAB V PENUTUP A.
Kesimpulan Berdasarkan uraian yang telah dikemukakan penulis pada bab-bab sebelumnya, maka penulis menarik kesimpulan sebagai berikut: 1. Implementasi
kewajiban
perusahaan
dalam
melakukan
pemberitahuan pengambilalihan saham kepada KPPU pada dasarnya sudah berjalan dengan cukup efektif. Adapun yang lalai dalam memenuhi kewajiban untuk melakukan pemberitahuan hanya sebagian kecil saja. Kelalaian dalam melaksanakan kewajiban oleh sebagian kecil perusahaan tersebut dipengaruhi oleh beberapa faktor, yaitu: Pertama, perusahaan tidak mengetahui aturan
tentang
kewajiban
melakukan
pemberitahuan
pengambilalihan saham; Kedua, Pemahaman yang kurang tepat terhadap Pasal 5 Ayat (2) PP No. 57/2010; Ketiga, kurangnya sosialisasi aturan dari KPPU; Keempat, Tidak ada penyampaian secara
langsung
pemberitahuan
mengenai
pengambilalihan
keterlambatan saham
dari
melakukan
KPPU
kepada
perusahaan; dan Kelima, adanya perbedaan pendapat terkait penentuan
tanggal
efektif
yuridis
pengambilalihan
saham,
khususnya bagi perusahaan terbuka. 2. Sejauh ini sanksi yang dijatuhkan oleh KPPU kepada perusahaan yang terlambat melakukan pemberitahuan pengambilalihan saham 122
sudah efektif. Hal ini dikarenakan semua perusahaan yang telah dijatuhi sanksi atas keterlambatan melakukan pemberitahuan pengambilalihan saham telah melaksanakan sanksi tersebut dengan baik. Hal ini dapat dilihat dari salinan bukti pembayaran denda yang telah diserahkan oleh perusahaan kepada KPPU. 3. Akibat
Hukum
bagi
perusahaan
yang
melakukan
tindakan
pengambilalihan saham yang dapat mengakibatkan terjadinya Praktik Monopoli dan/atau Persaingan Usaha Tidak Sehat adalah berupa penetapan pembatalan atas tindakan pengambilalihan saham. Bentuk pembatalannya berupa divestasi aset dan saham atau mengembalikan kepada keadaan semula seperti sebelum dilakukannya pengambilalihan saham.
B. Saran Berdasarkan hasil penelitian dan pembahasan yang dikemukakan, maka saran penulis adalah: 1. Kepada pihak KPPU hendaknya lebih meningkatkan sosialisasi dan memberikan pemahaman secara jelas kepada perusahaan mengenai
pengaturan
tentang
kewajiban
melakukan
pemberitahuan pengambilalihan saham; 2. Kepada pihak pelaku usaha, untuk menghindari kerugian yang ditimbulkan akibat tindakan pengambilalihan saham sebaiknya sebelum melakukan tindakan pengambilalihan saham terlebih 123
dahulu
melakukan
konsultasi
terkait
rencana
tindakan
pengambilalihan saham kepada KPPU; 3. Kepada
pihak
Pemerintah
agar
mengubah
sistem
post
notification atau kewajiban melakukan pemberitahuan setelah dilakukannya pengambilalihan saham menjadi pra notification, yaitu
kewajiban
melakukan
pemberitahuan
sebelum
dilakukannya pengambilalihan saham agar dapat meminimalisir kerugian yang dialami pelaku usaha.
124
DAFTAR PUSTAKA Buku-buku: Abdul R. Saliman. 2011. Hukum Bisnis Untuk Perusahaan: Teori dan Contoh Kasus. Kencana: Jakarta.
Achmad Ali. 2008. Menguak Tabir Hukum. Ghalia Indonesia: Bogor.
. 2012. Menguak Teori Hukum (Legal Theory) dan Teori Peradilan (Judicialprudence) Termasuk Interpretasi UndangUndang (Legisprudence). Kencana: Jakarta.
Ahmad Yani dan Gunawan Widjaja. 2006. Seri Hukum Bisnis:Anti Monopoli. PT RajaGrafindo Persada: Jakarta.
Amiruddin, H. Zainal Asikin. 2004. Pengantar Metode Penelitian Hukum. PT. RajaGrafindo Persada: Jakarta.
Andi Fahmi Lubis et.al. 2009. Hukum Persaingan Usaha:Antara Teks & Konteks. ROV Creative Media: Jakarta.
C.S.T. Kansil dan Christine S.T. Kansil. 2009. Seluk Beluk Perseroan Terbatas Menurut Undang-Undang No. 40 Tahun 2007. Rineka Cipta: Jakarta.
Dhaniswara K Harjono. 2006. Pemahaman Hukum Pengusaha, PT RajaGrafindo Persada: Jakarta.
Bisnis
bagi
Djoko Imbawani Atmadjaja. 2012. Hukum Dagang Indonesia. Setara Press: Malang.
Handri Raharjo. 2013. Hukum Perusahaan. Pustaka Yustisia: Yogyakarta.
125
Hermansyah. 2009. Pokok-Pokok Hukum Persaingan Usaha Di Indonesia. Kencana: Jakarta.
H Salim HS dan Erlies Septiana Nurbani. 2013. Hukum Divestasi di Indonesia (Pasca Putusan Mahkamah Konstitusi RI Nomor 2/SKLN-X/2012). Rajawali Pers: Jakarta.
Janus
Sidabalok. 2012. Hukum Perusahaan:Analisis Terhadap Pengaturan Peran Perusahaan Dalam Pembangunan Ekonomi Nasional Di Indonesia. Nuansa Aulia: Bandung.
KPPU. 2013. Pedoman Pelaksanaan tentang Penggabungan atau Peleburan Badan Usaha dan Pengambilalihan Saham Perusahaan. KPPU: Jakarta.
M. Yahya Harahap. 2009. Hukum Perseroan Terbatas. Sinar Grafika: Jakarta.
Munir Fuady. 2004. Hukum Tentang Akuisisi, Take Over dan LBO. PT Citra Aditya Bakti: Bandung.
. 2008. Hukum Tentang Merger (Berdasarkan UndangUndang Nomor 40 Tahun 2007). Citra Aditya Bakti: Bandung.
Subagyo et.al. 2005. Bank dan Lembaga Keuangan Lainnya. Sekolah Tinggi Ilmu Ekonomi: Jakarta.
Suyud Margono. 2009. Hukum Anti Monopoli. Sinar Grafika: Jakarta.
Penelitian Ilmiah Erna. 2010. Penyalahgunaan Posisi Dominan Oleh PT Pertamina Sebagai Bentuk Persaingan Usaha Yang Tidak Sehat Ditinjau Dari Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1999 Tentang Larangan Praktik Monopoli dan Persaingan Usaha Tidak Sehat. Skripsi. Sarjana Hukum. Fakultas Hukum Universitas Hasanuddin. Makassar. 126
Mansur. 2010. Tinjauan Putusan KPPU Nomor 09/KPPU-L/2009 Tentang Akuisisi PT Alfa Retalindo Tbk Oleh PT Carrefour Indonesia. Skripsi. Sarjana Hukum. Fakultas Hukum Universitas Hasanuddin. Makassar.
Peraturan Perundang-undanggan Kitab Undang-Undang Hukum Perdata
Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 3 Tahun 1982 tentang Wajib Daftar Perusahaan.
Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 10 tahun 1998 tentang perubahan atas Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 7 tahun 1992 tentang Perbankan.
Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 5 Tahun 1999 tentang Larangan Praktik Monopoli dan Persaingan Usaha Tidak Sehat.
Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 40 Tahun 2007 tentang Perseroan Terbatas.
Peraturan Pemerintah Nomor 57 Tahun 2010 tentang Penggabungan atau Peleburan Badan Usaha dan Pengambilalihan Saham Perusahaan yang dapat mengakibatkan terjadinya Praktik Monopoli dan atau Persaingan Usaha Tidak Sehat.
Peraturan Badan Pengawas Pasar Modal dan Lembaga Keuangan Nomor IX.H.1 tentang Pengambilalihan Perusahaan Terbuka.
Putusan Putusan Komisi Pengawas Persaingan Usaha Perkara No. 09/KPPUM/2012 tentang Dugaan Pelanggaran Pasal 29 UU No. 5 Tahun 1999 jo Pasal 5 PP 57 Tahun 2010 terkait Keterlambatan 127
Pemberitahuan Pengambilalihan Saham PT Austindo Nusantara Jaya Rent oleh PT Mitra Pinasthika Mustika.
Putusan Komisi Pengawas Persaingan Usaha Perkara No. 01/KPPUM/2014 tentang Dugaan Pelanggaran Pasal 29 UU No. 5 Tahun 1999 jo Pasal 5 PP 57 Tahun 2010 terkait Keterlambatan Pemberitahuan Pengambilalihan Saham PT Tandan Abadi Mandiri oleh PT Muarabungo Plantation.
Putusan Komisi Pengawas Persaingan Usaha Perkara No. 02/KPPUM/2014 tentang Dugaan Pelanggaran Pasal 29 UU No. 5 Tahun 1999 jo Pasal 5 PP 57 Tahun 2010 terkait Keterlambatan Pemberitahuan Pengambilalihan Saham PT Subafood Pangan Jaya oleh PT Balaraja Bisco Paloma.
Putusan Komisi Pengawas Persaingan Usaha Perkara No. 03/KPPUM/2014 tentang Dugaan Pelanggaran Pasal 29 UU No. 5 Tahun 1999 jo Pasal 5 PP 57 Tahun 2010 terkait Keterlambatan Pemberitahuan Pengambilalihan Saham PT Sukses Abadi Karya Inti oleh PT Dunia Pangan.
Putusan Komisi Pengawas Persaingan Usaha Perkara No. 07/KPPUM/2014 tentang Dugaan Pelanggaran Pasal 29 UU No. 5 Tahun 1999 jo Pasal 5 PP 57 Tahun 2010 terkait Keterlambatan Pemberitahuan Pengambilalihan Saham PT HD Finance Tbk oleh PT Tiara Marga Trakindo.
Website KPPU. 2014. Terlambat Melapor, KPPU Menghukum PT Muarabungo Plantation. Diakses dari http://www.kppu.go.id/id/blog/2014/04/terbukti-terlambat-melaporkppu-menghukum-pt-muarabungo-plantation/. Diakses pada 18 April 2016. KPPU.
2016. Merger dan Akuisisi. Diakses dari www.kppu.go.id/id/merger-dan-akuisisi/. Diakses pada tanggal 3 Mei 2016.
128
Kamus Bryan A. Garner. 2004. Black’s Law Dictionary Eighth Edition. St. Paul: West Publishing.
129