EFIKASI VAKSIN DENGAN METODE INFILTRASI HIPEROSMOTIK UNTUK MENCEGAH INFEKSI BAKTERI Streptococcus agalactiae PADA IKAN NILA
DENDI HIDAYATULLAH
DEPARTEMEN BUDIDAYA PERAIRAN FAKULTAS PERIKANAN DAN ILMU KELAUTAN INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR 2013
PERNYATAAN MENGENAI SKRIPSI DAN SUMBER INFORMASI Dengan ini saya menyatakan bahwa skripsi yang berjudul “EFIKASI VAKSIN DENGAN METODE INFILTRASI HIPEROSMOTIK UNTUK MENCEGAH INFEKSI BAKTERI Streptococcus agalactiae PADA IKAN NILA” adalah benar merupakan hasil karya sendiri, dengan arahan dosen pembimbing dan belum diajukan dalam bentuk apapun kepada perguruan tinggi mana pun. Semua sumber data dan informasi yang berasal atau dikutip dari karya yang diterbitkan dan tidak diterbitkan dari penulis lain telah disebutkan dalam teks dan dicantumkan dalam Daftar Pustaka di bagian akhir skripsi ini. Dengan ini saya melimpahkan hak cipta dari karya tulis saya kepada Institut Pertanian Bogor.
Bogor, Maret 2013
DENDI HIDAYATULLAH C14080040
EFIKASI VAKSIN DENGAN METODE INFILTRASI HIPEROSMOTIK UNTUK MENCEGAH INFEKSI BAKTERI Streptococcus agalactiae PADA IKAN NILA
DENDI HIDAYATULLAH
Skripsi sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Perikanan pada Departemen Budidaya Perairan
DEPARTEMEN BUDIDAYA PERAIRAN FAKULTAS PERIKANAN DAN ILMU KELAUTAN INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR 2013
Judul Skripsi
Nama Mahasiswa Nomor Pokok Program Studi
: Efikasi Vaksin dengan Metode Infiltrasi Hiperosmotik untuk Mencegah Infeksi Bakteri Streptococcus agalactiae pada Ikan Nila : Dendi Hidayatullah : C14080040 : Teknologi dan Manajemen Perikanan Budidaya
Disetujui oleh
Dr. Ir. Sukenda, M.Sc. Pembimbing I
Dr. Sri Nuryati, S.Pi., M.Si. Pembimbing II
Diketahui oleh
Dr. Ir. Sukenda, M.Sc. Ketua Departemen Budidaya Perairan
Tanggal Lulus:
KATA PENGANTAR Puji serta syukur penulis panjatkan kehadirat Allah SWT atas rahmat dan karunia Nya sehingga skripsi ini berhasil diselesaikan. Penelitian dengan berjudul ” Efikasi Vaksin dengan Metode Infiltrasi Hiperosmotik untuk Mencegah Infeksi Bakteri Streptococcus agalactiae pada Ikan Nila” dilaksanakan sejak bulan Agustus 2012 sampai dengan Januari 2013, bertempat di Laboratorium Kesehatan Ikan, Departemen Budidaya Perairan, Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan, Institut Pertanian Bogor. Penulis mengucapkan terimakasih dan rasa hormat kepada Dr. Sukenda, M.Sc. selaku pembimbing I sekaligus pembimbing akademik atas bimbingan dan masukan selama masa studi hingga penyusunan skripsi, Dr. Sri Nuryati, M.Si. selaku pembimbing II atas bimbingan dan arahan selama penyusunan skripsi, serta Dr. Odang Carman, M.Sc. selaku dosen penguji atas arahan penyusunan skripsi. Disamping itu, penulis menyampaikan terimakasih kepada ayahanda Ir. M. Hasan Yusuf dan Ibunda Neni yang selalu memberikan doa, semangat, dan kasih sayangnya. Ungkapan terimakasih juga disampaikan kepada seluruh dosen dan segenap pegawai Departemen Budidaya Perairan khususnya Pak Ranta atas bimbingan, dan bantuannya selama penelitian. Terimakasih kepada LKIers (kak Rahman, bu Rini, mbak Dewi, mbak Manda, mbak Rita, kak Adni, kak Rahmat, kak Trian, Wahyu, Nurlita, Titi, Jeani, Deasy, Nora, kak Anita, Retno), sahabatsahabat (Taqin, Burhan, Fauzan, Aqil, Asep, Daus, Iky, Widi, Eriza, Pika, Bayu, Fatima, Ernita, Nurina, Dian, Tira, Tiara, Heru, Nidya, Bayu, Dayat, Sribon, Riska dan semua keluarga BDP 45), Teman-teman minor Manajemen Fungsional (Melati, Maya, Baehaki, Emod), kakak BDP 44, adik-adik BDP 46 dan BDP 47, atas kebersamaan, bantuan, kerjasama, semangat dan persahabatan yang diberikan. Akhir kata, semoga skripsi ini dapat bermanfaat bagi penulis khususnya dan bagi para pembaca umumnya serta dapat diterima di masyarakat luas.
Bogor, Maret 2013
Dendi Hidayatullah
DAFTAR RIWAYAT HIDUP Penulis dilahirkan di Bogor tanggal 12 Mei 1990 dari pasangan Ir. M. Hasan Yusuf dan Neni Nuraini. Penulis merupakan anak kedua dari lima bersaudara. Pendidikan formal yang dilalui penulis adalah SMAN 4 Bandar Lampung dan lulus pada tahun 2008. Pada tahun yang sama, penulis lulus seleksi masuk IPB melalui jalur Undangan Seleksi Mahasiswa IPB (USMI) dan memilih mayor Teknologi dan Manajemen Perikanan Budidaya, Departemen Budidaya Perairan, Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan, Institut Pertanian Bogor. Tahun 2009 penulis memilih minor Manajemen Fungsional, Departemen Manajemen, Fakultas Ekonomi dan Manajemen. Selama masa perkuliahan, penulis aktif menjadi Asisten Praktikum pada mata kuliah yaitu Dasar-dasar Akuakultur (2010-2011), Fisiologi Hewan air (2011-2012), Teknologi Produksi Plankton, Bentos, dan Alga (2012), Penyakit Organisme Akuatik (2012), serta Mikrobiologi Akuatik S2 (2012). Penulis juga aktif dalam organisasi Eco-Agrifarma (2009), Staf Forum Keluarga Muslim FPIK (FKMC) (2010-2011), anggota Himpunan Mahasiswa Akuakultur (HIMAKUA) (2010-2011),
dan
Komunitas
Entrepreneur
Muda
IPB
(2012).
Untuk
meningkatkan pengetahuan dibidang perikanan budidaya, penulis pernah melakukan magang dan Praktik Lapangan Akuakultur di Balai Besar Pengembangan Budidaya Laut (BBPBL) Lampung pada komoditas Kerapu Kertang dan kerapu bebek (2010 dan 2011), mengikuti kegiatan IPB Goes to Field pada tahun 2010 di Kabupaten Brebes selama 1 bulan dengan tema kegiatan pembenihan
ikan air tawar bertempat di Balai Benih Ikan (BBI) Malahayu,
Brebes. Penulis pernah lolos dalam mengajukan proposal Program Kreatifitas Mahasiswa (PKM) dari Direktorat Jendral Pendidikan Tinggi (DIKTI) bidang Penelitian (2010/2011). Tugas akhir dalam pendidikan tinggi diselesaikan penulis dengan menulis skripsi berjudul ”Efikasi Vaksin dengan Metode Infiltrasi Hiperosmotik untuk Mencegah Infeksi Bakteri Streptococcus agalactiae pada Ikan Nila Oreochromis niloticus”.
ABSTRAK DENDI HIDAYATULLAH. Efikasi Vaksin dengan Metode Infiltrasi Hiperosmotik untuk Mencegah Infeksi Bakteri Streptococcus agalactiae pada Ikan Nila. Dibimbing oleh SUKENDA dan SRI NURYATI. Penelitian ini bertujuan untuk mengevaluasi efektivitas vaksin dengan metode infiltrasi hiperosmotik untuk mencegah infeksi bakteri Streptococcus agalactiae pada ikan nila Oreochromis niloticus. Ikan nila yang digunakan memiliki bobot rata-rata 10,59±1,07 g dan panjang rata-rata 8,68±0,6 cm. Sebelum ikan uji divaksinasi, ikan direndam dalam perlakuan salinitas 0, 10, 20, dan 30 ppt dengan padat tebar 2 ekor/Liter selama 5 menit. Setelah itu, ikan divaksinasi melalui metode perendaman dengan dosis 109 CFU/mL padat tebar 5 ekor/Liter selama 30 menit. Ikan yang telah divaksinasi kemudian dipelihara dalam akuarium berukuran 60 cm x 30 cm x 35 cm dengan padat tebar 1 ekor/4L. Penelitian ini terdiri dari 6 perlakuan dan 3 ulangan menggunakan rancangan acak lengkap. Uji tantang dilakukan pada hari ke-10 dan ke-20 dengan dosis 105 CFU/mL sebanyak 0,1 mL/ekor, sedangkan pengamatan parameter dilakukan pada hari ke-0, ke-10, ke-20, dan ke-30. Parameter yang diamati meliputi mortalitas tingkat kelangsungan hidup relatif, total eritrosit, total leukosit, titer antibodi, gejala klinis, dan kualitas air. Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa perendaman dalam salinitas 30 ppt sebelum vaksinasi memberikan hasil yang terbaik dengan tingkat kelangsungan hidup relatif mencapai 76,67% selama jangka waktu 20 hari pasca vaksinasi. Kata kunci: ikan nila, perendaman, salinitas, Streptococcus agalactiae, vaksinasi.
---------------------------
ABSTRACT DENDI HIDAYATULLAH. Efficacy of Vaccine with Hyperosmotic Infiltration Method for Preventing Bacterial Streptococcus agalactiae Infections in Nile Tilapia. Supervised by SUKENDA and SRI NURYATI. This study aimed to evaluate the effectiveness of the vaccine with hyperosmotic infiltration method to prevent Streptococcus agalactiae infection in Nile tilapia O. niloticus. This study used Nile tilapia with average body weight 10.59±1.07 g and length 8.68 ± 0.6 cm. Before vaccination, fish was bath immersed in salinity treatments 0, 10, 20, and 30 ppt in density 2 ind/Liter for 5 minutes. After that, the fish was vaccinated by immersion method in density 5 ind/Liter at concentration 109 CFU/mL for 30 minutes. After vaccinated, fish was kept in aquarium-sized 60 cm x 30 cm x 35 cm in density 1 ind/4 Liter. The study consisted of 6 treatments and 3 replications using complete randomized design Challenge test performed on the 10th and the 20th day at concentration 105 CFU/mL with 0.1 mL/ind, whereas the parameter observations held on days 0, 10, 20, and 30. Parameters that would observe consist of mortality rate, relative percent survival, total erythrocytes, total leukocytes, antibody titers, clinical symptoms, and water quality. The results of this study indicated that immersion in 30 ppt salinity before vaccination showed the best results with relative percent survival 76.67% in 20 days post-vaccination. Key words: Nile tilapia, immersion, salinity, Streptococcus agalactiae, vaccination.
---------------------------
DAFTAR ISI Halaman DAFTAR TABEL .......................................................................................
x
DAFTAR LAMPIRAN ...............................................................................
xi
I. PENDAHULUAN ..................................................................................
1
II. BAHAN DAN METODE ......................................................................
4
2.1 Persiapan Ikan Uji ............................................................................ 2.2 Pemulihan Virulensi dan Karakterisasi Bakteri Uji .......................... 2.3 Preparasi Vaksin .............................................................................. 2.4 Vaksinasi .......................................................................................... 2.5 Uji Tantang ...................................................................................... 2.6 Parameter Pengamatan ...................................................................... 2.6.1 Tingkat Mortalitas …................................................................. 2.6.2 Tingkat kelangsungan hidup relatif........................................... 2.6.3 Total Eritrosit ............................................................................ 2.6.4 Total Leukosit ........................................................................... 2.6.5 Titer Antibodi ............................................................................ 2.6.6 Gejala Klinis ............................................................................. 2.6.7 Kualitas Air ............................................................................... 2.7 Rancangan Percobaan dan Analisa Data ........................................
4 4 5 5 6 6 6 6 6 7 7 8 8 8
III. HASIL DAN PEMBAHASAN ...........................................................
9 9 9
3.1 Hasil ................................................................................................. 3.1.1 Karakterisasi Bakteri S. agalactiae............................................ 3.1.1Tingkat Mortalitas Ikan Nila dan Tingkat Kelangsungan Hidup Relatif........................................................................................ 3.1.2 Total Eritrosit ........................................................................... 3.1.3 Total Leukosit ........................................................................... 3.1.4 Titer Antibodi ............................................................................ 3.1.6 Kualitas Air Media Pemeliharaan Ikan Nila ............................ 3.1.7 Gejala Klinis .............................................................................. 3.2 Pembahasan .................................................................................... IV. KESIMPULAN DAN SARAN ............................................................
9 10 11 11 12 13 13
4.1 Kesimpulan ...................................................................................... 4.2 Saran ...............................................................................................
20 20 20
DAFTAR PUSTAKA ..................................................................................
21
LAMPIRAN .................................................................................................
24
DAFTAR TABEL Halaman
1. Pembacaan nilai titer antibodi ..............................................................
8
2. Karakterisasi bakteri Streptococcus agalactiae ..................................
9
3. Tingkat mortalitas (MR) dan kelangsungan hidup relatif (RPS) ikan nila pasca uji tantang bakteri Streptococcus agalactiae........................
9
4. Total eritrosit ikan nila pada satu titik waktu selama pemeliharaan ....
10
5. Total leukosit ikan nila pada satu titik waktu selama pemeliharaan ....
11
6. Titer antibodi pada satu titik waktu selama pemeliharaan ...................
12
7. Kualitas air media pemeliharaan ikan nila .........................................
12
x
DAFTAR LAMPIRAN Halaman 1. Prosedur nekropsi jaringan tubuh ikan .................................................
25
2. Komposisi media yang digunakan untuk kultur bakteri vaksin............
26
3. Prosedur uji karakteristik biokimia bakteri (uji oksidatif/fermentatif, motilitas, oksidase, katalase, uji pertumbuhan dalam NaCl 6.5%, uji produksi asam dari D-manitol, dan uji hemolysis) dan sifat Gram ......
27
4. Hasil analisis satistik tingkat mortalitas dengan SAS...........................
29
5. Hasil analisis satistik tingkat kelangsungan hidup relatif dengan SAS........................................................................................................ 6. Hasil analisis satistik total eritrosit dengan SAS...................................
30 31
7. Hasil analisis satistik total leukosit dengan SAS...................................
32
8. Hasil analisis satistik titer antibodi dengan SAS...................................
33
xi
I. PENDAHULUAN Ikan nila sebagai salah satu komoditas yang menjadi target peningkatan produksi perikanan budidaya nasional masih mengalami kendala.
Salah satu
kendala dalam budidaya ikan nila ini adalah penyakit streptococcosis yang disebabkan oleh infeksi bakteri Streptococcus spp. (Chang & Plumb 1996). Kasus streptococcosis yang terjadi di wilayah Indonesia seperti Jawa Barat, Jawa Tengah, Jawa Timur, Sulawesi Utara, dan Papua Barat sebagian besar disebabkan oleh bakteri Streptococcus agalactiae (Taukhid & Purwaningsih 2009). Menurut Yuasa et al. (2008) serangan bakteri S. agalactiae di Thailand menyebabkan kematian 40-60% selama dua minggu pada budidaya ikan nila. Bakteri S. agalactiae ini memiliki 2 strain yaitu tipe β-hemolitik dan tipe non-hemolitik. Sheehan (2009) menyatakan bahwa dari survei terhadap 500 isolat Streptococcus yang berasal dari 13 negara termasuk Indonesia, 82% penyakit streptococcosis yang terjadi pada ikan nila disebabkan oleh S. agalactiae dan 56% diakibatkan bakteri tipe non-hemolitik. Bakteri S. agalactiae tipe non-hemolitik memiliki tingkat virulensi yang lebih tingggi dibandingkan dengan bakteri tipe βhemolitik dilihat dari tingkat kematian dan kecepatan timbulnya gejala klinis yang diinfeksi ke ikan nila (Aryanto 2011; Hardi 2011). Bakteri S. agalactiae tipe nonhemolitik ini memiliki kapsul yang dibentuk oleh bakteri sangat bervariasi mulai dari slime layer dari polimer ekstrakseluler sampai ke struktur kapsul yang canggih yang disebut glikokaliks.
Struktur ini berfungsi melindungi sel dari
proses fagositosis sel makrofag di dalam tubuh inang. Selain itu, struktur kapsul ini juga berfungsi sebagai antigen dan berperan di dalam pembuatan vaksin yaitu suatu substansi yang mengandung zat antigenik yang mampu membangkitkan sistem imun untuk memproteksi inang dari serangan patogen (Lusiastuti et al. 2010). Salah satu upaya pencegahan pengendalian penyakit S. agalactiae yang telah dilakukan adalah dengan bahan kimia atau antibiotik, tetapi pemakaiannya untuk jangka panjang dapat menimbulkan dampak negatif. Dampak ini bukan saja terhadap lingkungan perairan dan patogen-patogen yang menjadi resisten, bahkan kesehatan konsumen juga dapat terganggu akibat adanya residu antibiotik. 1
Salah satu cara yang aman dan efektif dalam pencegahan serta pengendalian penyakit ikan adalah melalui vaksinasi (Ellis 1988); (Evans et al. 2005; Evans et al. 2006; Evensen 2009). Vaksinasi merupakan suatu upaya untuk menimbulkan ketahanan tubuh yang berifat spesifik melalui pemberian vaksin (Alifuddin 2002). Metode pemberian vaksin dapat dilakukan dengan beberapa cara, yaitu injeksi, perendaman, dan oral (dicampur pada pakan) (RUMA 2006). Vaksinasi dengan cara injeksi lebih efektif untuk ikan ukuran tertentu dan sulit dilakukan pada benih. Vaksin oral dalam pakan merupakan metode vaksinasi yang ideal pada ikan, tetapi vaksin per oral memerlukan antigen dalam jumlah besar dengan proteksi yang ditimbulkannya bersifat lemah dan hanya dalam waktu yang singkat. Selain per oral, metode vaksinasi yang lain adalah imersi yang efektif untuk bakteri, lebih murah, dan mudah dilakukan pada ikan ukuran kecil (Ellis 1988). Menurut Evensen (2009) kelebihan cara perendaman dibandingkan cara lain adalah mudah dilakukan pada produksi ikan skala besar, biaya relatif murah, dan tingkat stres ikan yang divaksin relatif rendah. Namun demikian, metode perendaman memiliki kelemahan yaitu tidak diketahuinya volume vaksin yang diserap dalam tubuh dan penyerapan vaksin yang tidak maksimal. Efikasi vaksin sel utuh dari bakteri S. agalactiae dengan cara prendaman masih belum memberikan hasil yang optimal. Evans et al. (2004) menggunakan vaksin sel utuh dan ECP (extracellular products/produk ekstrasellular) dari bakteri S. agalactiae dengan cara perendaman masih memberikan mortalitas pasca infeksi sebesar 84%. Vaksinasi heat-killed cell dari S. agalactiae dengan cara perendaman pada benih ikan nila ukuran sekitar 1 g juga belum cukup memberikan proteksi yang baik terhadap ikan uji, dengan sintasan kurang dari 11% (Taukhid 2009). Hal tersebut diduga bahwa penyerapan vaksin yang diberikan kurang maksimal sehingga dibutuhkan metode perendaman lain untuk memaksimalkan penyerapan vaksin. Metode lain yang dapat dilakukan yaitu dengan cara infiltrasi hiperosmotik. Metode infiltrasi hiperosmotik
ini
menggunakan media perlakuan yang didesain hipertonik yaitu konsentrasi cairan lingkungan lebih tinggi dibandingkan konsentrasi cairan tubuh ikan dengan memberikan kejutan salinitas sehingga membran-membran di permukaan tubuh terbuka dan cairan tubuh keluar kemudian digantikan dengan cairan yang 2
mengandung vaksin. Menurut Smith (1982) dalam Ellis (1988) vaksinasi dengan metode hiperosmotik akan menambah jumlah volume vaksin yang diserap ke dalam tubuh ikan. Ikan nila merupakan ikan euryhaline yang memiliki kisaran salinitas yang luas. Oleh karena itu, perlu dilakukan penelitian perendaman ikan dalam salinitas 0, 10, 20, dan 30 ppt sebelum vaksinasi dan didapatkan salinitas yang optimal dalam meningkatkan penyerapan vaksin. Penelitian ini bertujuan untuk mengevaluasi efektivitas vaksin dengan metode infiltrasi hiperosmotik untuk mencegah infeksi bakteri Streptococcus agalactiae pada ikan nila Oreochromis niloticus.
3
II. BAHAN DAN METODE 2.1 Persiapan Ikan Uji Ikan nila Oreochromis niloticus yang digunakan dalam penelitian ini memiliki strain BEST yang berasal dari daerah Cibanteng Proyek Bogor dengan ukuran bobot rata-rata 10,59±1,07 gram dan panjang rata-rata 8,68±0,46 cm. Sebelum diberi perlakuan ikan dikarantina selama 14 hari dan dilakukan nekropsi pada organ ginjal, otak, darah, dan mata, hal ini dilakukan untuk memverifikasi bahwa ikan nila yang digunakan tidak mengandung bakteri Streptococcus agalactiae (Lampiran 1).
2.2 Pemulihan Virulensi dan Karakterisasi Bakteri Uji Bakteri
S.
agalactiae
tipe
non-hemolitik
diperoleh
dari
koleksi
Laboratorium Kesehatan Ikan dan Patologi Balai Riset Perikanan Budidaya Air Tawar Bogor. Bakteri S. agalactiae yang digunakan dalam penelitian sebelumnya dilakukan pemulihan virulensi dengan uji Postulat Koch, dengan cara menyuntikkan 0,1 mL suspensi S. agalactiae dengan dosis 105 CFU/mL secara intraperitoneal pada ikan nila yang sehat. Ikan yang telah diijeksi bakteri S. agalactiae diamati gejala klinis yang menunjukkan adanya infeksi S. agalactiae. Bakteri kemudian diisolasi dari bagian cairan mata dan otak ikan yang sakit. Selanjutnya bakteri ditumbuhkan dengan metode gores cawan pada media brain heart infusion agar (BHIA), kemudian diinkubasi pada suhu 29-30oC selama 24 jam. Bakteri yang tumbuh dimurnikan dan dikarakterisasi ulang. Bakteri yang diperoleh dari hasil Postulat Koch selanjutnya dikarakterisasi untuk meyakinkan bahwa bakteri yang menginfeksi ikan nila sehat tersebut adalah bakteri S. agalactiae. Karakterisasi yang dilakukan sesuai dengan SNI 7545.32009 yang meliputi pewarnaan Gram, uji motilitas, uji oksidase, uji oksidasefermentatif, uji katalase, pertumbuhan dalam media agar NaCl 6,5%, uji hemolisis, dan uji asam D-mannitol (Lampiran 3). Bakteri yang telah dikarakterisasi selanjutnya digunakan untuk pembuatan vaksin dan uji tantang ikan nila.
4
2.3. Preparasi Vaksin Isolat bakteri S. agalactiae pada media agar miring diambil sebanyak 1 ose dan dikultur dalam media BHI sebanyak 10 mL secara aseptik, kemudian diinkubasi pada water bath shaker suhu 29-30oC kecepatan 140 rpm selama 24 jam. Biakan bakteri sebanyak 10 mL dikultur kembali dalam 90 mL BHIB dalam water bath shaker pada suhu 29-30oC dengan kecepatan 140 rpm selama 24 jam. Kemudian biakan bakteri sebanyak 100 mL dimasukkan ke dalam 900 mL BHIB dan diinkubasi dalam water bath shaker pada suhu 29-30oC dengan kecepatan 140 rpm selama 72 jam. Setelah 72 jam kepadatan bakteri mencapai 3,54 x 1011 CFU/mL. Bakteri selanjutnya diinaktivasi menggunakan neutral buffer formalin sebanyak 3% dari volume biakan dan diinkubasi selama 24 jam.
Bakteri
kemudian dipanen dengan cara disentrifugasi dengan kecepatan 7000 rpm pada suhu 4oC selama 30 menit. Endapan pelet bakteri kemudian dicuci menggunakan 1000 mL PBS sebanyak dua kali. Vaksin yang telah jadi diuji viabilitasnya, jika bakteri tidak tumbuh dalam waktu 48 jam maka vaksin aman untuk digunakan. Metode ini mengacu pada metode preparasi yang digunakan Evans et al. (2004).
2.4 Vaksinasi Sebelum vaksinasi disiapakan terlebih dahulu media bersalinitas. Media bersalinitas dibuat dengan cara melarutkan garam krosok ke dalam air tawar sesuai takaran. Sebanyak 80 ekor ikan nila ukuran 10,59±1,07 gram untuk masing-masing perlakuan direndam dalam media bersalinitas 0, 10, 20, dan 30 ppt selama 5 menit dengan padat tebar 2 ekor/Liter. Selanjutnya ikan dipindahkan dalam larutan vaksin berdosis 109 CFU/mL selama 30 menit dengan padat tebar 5 ekor/Liter. Perlakuan yang diberikan sebagai berikut: Kontrol -
= Tanpa vaksin + disuntik PBS
Kontrol +
= Tanpa vaksin + Uji tantang S. agalactiae
A
= Perendaman salinitas 0 ppt + Vaksin + Uji tantang S. agalactiae
B
= Perendaman salinitas 10 ppt + Vaksin + Uji tantang S. agalactiae
C
= Perendaman salinitas 20 ppt + Vaksin + Uji tantang S. agalactiae
D
= Perendaman salinitas 30 ppt + Vaksin + Uji tantang S. agalactiae
5
Ikan perlakuan dan kontrol dipelihara dalam akuarium berukuran 60 cm x 30 cm x 35 cm dengan volume 40 Liter dan padat tebar ikan 1 ekor/4 liter air atau sebanyak 10 ekor/akuarium. Setiap akuarium diberi thermostat untuk menjaga suhu air pada kisaran 29-30oC serta diberi aerasi.
Masing-masing perlakuan
diberi 3 ulangan. Ikan diberi makan 3 kali dalam sehari secara at satiation.
2.5 Uji Tantang Uji tantang dilakukan pada hari ke-10 dan ke-20 pasca vaksinasi. Uji tantang dilakukan dengan menginjeksikan 0,1 mL bakteri S. agalactiae per ekor dengan kepadatan bakteri 105 CFU/mL secara intraperitoneal. Jumlah ikan yang diuji tantang sebanyak 30 ekor per perlakuan. Kontrol negatif disuntik PBS sebanyak 0,1 mL/ekor untuk memberian perlakuan yang sama dengan perlakuan yang lain.
2.6. Parameter Pengamatan 2.6.1 Tingkat Mortalitas Tingkat mortalitas dihitung berdasarkan persentase perbandingan jumlah ikan yang mati dengan jumlah ikan pada saat awal penebaran. Tingkat mortalitas atau mortality rate (MR) ikan nila dihitung menggunakan rumus sebagai berikut: Mortalitas =
Jumlah Ikan Mati Jumlah Populasi
x 100%
2.6.2 Tingkat Kelangsungan Hidup Relatif/Relative Percent Survival Tingkat kelangsungan hidup relatif dihitung untuk mengetahui efektivitas vaksin yang diberikan pasca uji tantang.
Tingkat kelangsungan hidup relatif
dihitung pada akhir pemeliharaan dengan rumus sebagai berikut: RPS = (1 –
Persentase mortalitas perlakauan Persentase Mortalitas Kontrol
) x 100%
2.6.3 Total Eritrosit Sampel darah diambil pada hari ke-0, ke-10, ke-20 dan ke-30. Darah diambil dari 5 ekor ikan setiap perlakuan. Darah dihisap menggunakan pipet hemasitometer berbulir merah sampai skala 0,5 lalu diencerkan dengan larutan Hayem sampai skala maksimum 101. Kedua ujung ditutup sejajar kemudian digoyangkan membentuk angka delapan selama 3-5 menit. Setelah itu, larutan
6
pada bagian ujung pipet yang tidak teraduk dibuang sebanyak 1 tetes. Tetesan berikutnya dimasukkan ke dalam hemasitometer yang telah dilengkapi dengan kaca penutup. Perhitungan dilakukan di bawah mikroskop dengan perbesaran 400x dan jumlah eritrosit dihitung pada 5 kotak besar hemasitometer dengan faktor pengenceran 200 kali. Berikut ini adalah rumus perhitungan total eritrosit: 1
∑ Eritrosit = rataan ∑ sel terhitung x vol .kotak
x faktor pengenceran
besar
2.6.4 Total Leukosit Sampel darah diambil pada hari ke-0, ke-10, ke-20 dan ke-30. Darah diambil dari 5 ekor ikan setiap perlakuan. Darah dihisap menggunakan pipet hemasitometer berbulir merah sampai skala 0,5 lalu diencerkan dengan larutan Turk’s sampai skala maksimum 11. Kedua ujung ditutup sejajar kemudian digoyangkan membentuk angka delapan selama 3-5 menit. Setelah itu, larutan pada bagian ujung pipet yang tidak teraduk dibuang sebanyak 1 tetes. Tetesan berikutnya dimasukkan ke dalam hemasitometer yang telah dilengkapi dengan kaca penutup. Perhitungan dilakukan di bawah mikroskop dengan perbesaran 400x dan jumlah leukosit dihitung pada 5 kotak besar haemasitometer dengan faktor pengenceran 20 kali. Berikut ini adalah rumus perhitungan total leukosit: ∑ Leukosit = rataan ∑ sel terhitung x
1 vol .kotak besar
x faktor pengenceran
2.6.5 Titer Antibodi Sampel darah diambil pada hari ke-0, ke-10, ke-20 dan ke-30. Darah diambil dari 5 ekor ikan setiap perlakuan. Darah disentrifugasi dengan kecepatan 3000 rpm selama 5 menit.
Setelah serum terpisah dengan sel darah serum
dipindahkan ke eppendorf dan diinkubasi pada suhu 44oC selama 20 menit untuk mengaktifkan komplemen. Serum selanjutnya dapat disimpan dalam refrigerator pada suhu 4oCuntuk pengamatan titer antibodi.
Pengukuran titer antibodi
dilakukan dengan mengambil larutan PBS sebanyak 25 μl dan dimasukan ke dalam mikroplate pada lubang 1 sampai 12, selanjutnya dimasukkan serum darah pada lubang 1 sebanyak 25 μl kemudian dilakukan pengenceran bertingkat hingga lubang ke 11. Bakterin sebanyak 25 μl dimasukkan ke dalam lubang 1 sampai 12, campuran dihomogenkan dengan cara menggoyangkan microplate secara perlahan dan selanjutnya disimpan selama 2 jam dalam inkubator pada suhu 37 oC. Bakterin disimpan di dalam refrigerator 4oC semalaman, titer antibodi ditentukan 7
dari lubang terakhir yang masih ditemukan reaksi aglutinasi. Tabel 1 menunjukkan nilai titer antibodi. Tabel 1. Pembacaan nilai titer antibodi Nomor Lubang Pengamatan (n) 1 2 : : 11 12
Pengenceran serum 1:4 1:8 : : 1 : 4096
Titer antibodi (-log2) 2 3 : : 12 Kontrol
2.6.6 Gejala Klinis Pengamatan gejala klinis diamati secara visual setiap hari pasca uji tantang hingga akhir pemeliharaan. Gejala klinis yang diamati sama dengan pengamatan gejala klinis yang dilakukan oleh Aryanto (2011) dan Hardi (2011) yaitu meliputi perubahan pola renang dan tingkah laku, respons terhadap pakan, serta patologi makroskopis organ luar ikan nila. 2.6.7 Kualitas Air Pengukuran kualitas air meliputi suhu, pH, dissolved oxygen (DO), dan total amoniak nitrogen (TAN). Pengukuran suhu dilakukan setiap hari pada pukul 07.00 WIB dan 17.00 WIB. Pengukuran pH, DO, dan TAN dilakukan pada awal dan akhir pemeliharaan. Pengukuran kualitas air dilakukan sebanyak 2 ulangan.
2.7 Rancangan Percobaan dan Analisis Data Penelitian ini menggunakan rancangan acak lengkap dengan 6 perlakuan dan 3 ulangan. Data yang telah diperoleh kemudian ditabulasi dan dianalisis menggunakan bantuan program microsoft office
excel 2007 dan statistic
analytical system (SAS 9.1), yang meliputi analisis ragam general linear model (GLM) dengan uji F pada selang kepercayaan 95%, digunakan untuk menentukan ada atau tidaknya pengaruh perlakuan terhadap parameter pengamatan. Apabila berpengaruh nyata, untuk melihat perbedaan antar perlakuan diuji lanjut menggunakan uji Tukey. Selanjutnya data disajikan dalam bentuk tabel. Data parameter gejala klinis dan kualitas air dianalisis secara deskriptif.
8
III. HASIL DAN PEMBAHASAN 3.1 Hasil 3.1.1 Karakterisasi Bakteri S. agalactiae Karakterisasi bakteri yang teridentifikasi dapat dilihat pada Tabel 2. Karakterisasi bakteri S. agalactiae mengacu pada SNI 7545.3:2009.
Hasil
karakterisasi menunjukkan bahwa bakteri uji adalah bakteri S. agalactiae yang memiliki warna Gram positif dengan bentuk bulat dan berantai panjang, motilitas negatif, fermentatif, katalase negatif, oksidase negatif, hemolisis negatif, pertumbuhan dalam media agar NaCl 6,5% positif, dan asam D-mannitol negatif. Tabel 2. Karakterisasi bakteri S. agalactiae Pengujian Pewarnaan Gram Bentuk dan Penataan Sel Motilitas Oksidatif/Fermentatif Katalase Oksidase Hemolisis Pertumbuhan NaCl 6,5% Asam D-mannitol
Hasil uji Gram positif Bulat berantai panjang Negatif Fermentatif Negatif Negatif Negatif Positif Negatif
3.1.2 Tingkat Mortalitas Ikan Nila dan Tingkat Kelangsungan Hidup Relatif Pada Tabel 3 dapat dilihat tingkat mortalitas dan tingkat kelangsungan hidup relatif ikan nila. Tingkat mortalitas tertinggi terjadi pada perlakuan kontrol positif yaitu sebesar 63,33% dan terendah terdapat pada perlakuan kontrol negatif yaitu sebesar 0% (P˂0,05; Lampiran 4). Perlakuan A, B, dan C masing-masing 30%, 36,67%, dan 26,67% menunjukkan hasil yang tidak berbeda nyata (P˃0,05), perlakuan D memiliki nilai mortalitas sebesar 13,33% dan berbeda nyata dengan perlakuan C (P˃0,05; Lampiran 4). Nilai RPS tertinggi terdapat pada perlakuan D (76,67%) dan berbeda nyata dengan perlakuan lainnya (P˂0,05). Perlakuan A, B, dan C hari ke-30 masing-masing 46,67%, 34,44%, dan 52,22% tidak berbeda nyata (P˃0,05; Lampiran 5).
9
Tabel 3. Tingkat mortalitas (MR) dan kelangsungan hidup relatif (RPS) ikan nila pasca uji tantang bakteri S. agalactiae Uji Tantang pasca Vaksinasi (Hari)
Perlakuan salinitas
MR (%)
RPS (%)
Kontrol (-) 00,0±0,0d Kontrol (+) 63,3±5,8a 10 0 ppt (A) 33,3±5,8bc 47,6±4,1ab 10 ppt (B) 43,3±5,8b 30,9±13,3b b 20 ppt (C) 36,7±5,8 42,1±8,4b c 30 ppt (D) 20,0±0,0 68,3±2,7a d Kontrol (-) 0,0±0,0 Kontrol (+) 56,7±5,8a 20 0 ppt (A) 30,0±10,0b 46,7±17,64b 10 ppt (B) 36,7±5,8b 34,4±15,03b bc 20 ppt (C) 26,7±5,8 52,2±13,47b cd 30 ppt (D) 13,3±5,8 76,7±8,82a Keterangan: Huruf superscript di belakang nilai standar deviasi yang berbeda pada kolom yang sama menunjukkan adanya perbedaan antar perlakuan (P<0,05).
3.1.3 Total Eritrosit Total eritrosit dapat dilihat pada Tabel 4. Perendaman dalam media bersalinitas sebelum vaksinasi memberikan pengaruh yang berbeda nyata (P˂0,05; Lampiran 6). Total eritrosit tertinggi terdapat pada perlakuan D hari ke-30 yaitu sebesar 2,31 x 106 sel/mm3 dan berbeda nyata dengan perlakuan lainnya (P˂0,05), sedangkan perlakuan kontrol memiliki total eritrosit terendah yaitu sebesar 1,34 x 106 sel/mm3 dan berbeda nyata dengan perlakuan lainnya (P˂0,05). Tabel 4. Total eritrosit ikan nila pada satu titik waktu selama pemeliharaan Perlakuan salinitas Total Eritrosit (x106sel/mm3) Kontrol 1,4±0,04 Kontrol 1,43±0,10c 0 ppt (A) 1.84±0,14b 10 10 ppt (B) 1,79±0,06b 20 ppt (C) 1,82±0,29b 30 ppt (D) 2,09±0,12a Kontrol (-) 1,42±0,08c Kontrol (+) 1,30±0,05c 20 0 ppt (A) 1,97±0,08a 10 ppt (B) 1,70±0,10b 20 ppt (C) 1,72±0,16b 30 ppt (D) 2,04±0,09a Kontrol (-) 1,48±0,04d Kontrol (+) 1,33±0,05e 30 0 ppt (A) 1,95±0,09b 10 ppt (B) 1,80±0,05c 20 ppt (C) 1,91±0,06b 30 ppt (D) 2,31±0,05a Keterangan: Huruf superscript di belakang nilai standar deviasi yang berbeda pada kolom yang sama menunjukkan adanya perbedaan antar perlakuan (P<0,05). Durasi Vaksin (hari) 0
10
3.1.5 Total Leukosit Total leukosit dapat dilihat pada Tabel 5.
Perendaman dalam media
bersalinitas sebelum vaksinasi memberikan pengaruh yang berbeda nyata (P˂0,05; Lampiran 7). Total leukosit pada saat pra perlakuan sebesar 7,44 x 10 5 sel/mm3. Total leukosit tertinggi terdapat pada perlakuan D hari ke-30 yaitu sebesar 16,05 x 105 sel/mm3 dan berbeda nyata dengan perlakuan lainnya (P˂0,05), sedangkan kontrol negatif memiliki total leukosit terendah yaitu 9,01 x 105 sel/mm3 (P˂0,05). Tabel 5. Total leukosit ikan nila pada satu titik waktu selama pemeliharaan Durasi Vaksin (hari)
Perlakuan salinitas
Total Leukosit (x105sel/mm3) 0 Kontrol 7,44±0,11 Kontrol 7,9±0,48c 0 ppt (A) 10,3±0,62ab 10 10 ppt (B) 9,1±1,72bc 20 ppt (C) 10,1±0,62ab 30 ppt (D) 11,1±0,99a Kontrol (-) 8,10±10,12d Kontrol (+) 10,1±0,71c 20 0 ppt (A) 12,8±1,04a 10 ppt (B) 10,7±1,09bc 20 ppt (C) 12,3±0,91ab 30 ppt (D) 13,8±0,71a Kontrol (-) 9,01±0,62e Kontrol (+) 11,2±0,69d 30 0 ppt (A) 13,4±0,78bc 10 ppt (B) 12,3±0,56cd 20 ppt (C) 14,1±0,69b 30 ppt (D) 16,0±0,72a Keterangan: Huruf superscript di belakang nilai standar deviasi yang berbeda pada kolom yang sama menunjukkan adanya perbedaan antar perlakuan (P<0,05).
3.1.6 Titer Antibodi Nilai titer antibodi ikan nila dapat dilihat pada Tabel 6. Perendaman dalam media bersalinitas sebelum vaksinasi memberikan pengaruh yang berbeda nyata (P˂0,05; Lampiran 8).
Titer antibodi tidak ditemukan pada ikan saat pra
perlakuan dan meningkat seiring lamanya waktu durasi pasca vaksinasi. Titer antibodi tertinggi terdapat pada perlakuan D hari ke-30 yaitu sebesar 5,6 dan berbeda nyata dengan perlakuan lainnya (P˂0,05), sedangkan titer antibodi terendah terdapat pada perlakuan kontrol negatif dan positif masing-masing 0 dan 0,8 (P˂0,05).
11
Tabel 6. Titer antibodi ikan nila pada satu titik waktu selama pemeliharaan Durasi Vaksin (hari) 0
Perlakuan salinitas Titer antibodi (-log 2) Kontrol 0,0±0,0 Kontrol 0,0±0,0b 0 ppt (A) 2,4±0,5a 10 10 ppt (B) 2,0±0,0a 20 ppt (C) 2,2±0,4a 30 ppt (D) 2,6±0,5a Kontrol (-) 0,0±0,0c Kontrol (+) 0,4±0,9c 20 0 ppt (A) 3,8±0,5b 10 ppt (B) 3,2±0,5b 20 ppt (C) 3,6±0,6b 30 ppt (D) 5,0±0,7a Kontrol (-) 0,0±0,0c Kontrol (+) 0,8±1,1c 30 0 ppt (A) 4,0±0,7b 10 ppt (B) 3,4±0,5b 20 ppt (C) 4,4±0,5b 30 ppt (D) 5,6±0,5a Keterangan: Huruf superscript di belakang nilai standar deviasi yang berbeda pada kolom yang sama menunjukkan adanya perbedaan antar perlakuan (P<0,05).
3.1.8 Kualitas Air Media pemeliharaan Ikan Nila Kualitas air media pemeliharan selama penelitian dapat dilihat pada Tabel 7. Berdasarkan Tabel 7, diketahui bahwa nilai kualitas air media pemeliharaan selama penelitian masih berada pada kisaran yang ideal bagi pertumbuhan ikan nila. Nilai suhu air pemeliharan berkisar antara 28-30oC, DO 4,1-6,1 ppm, dan pH 7,37-7,68 (SNI 7550:2009). Nilai TAN berkisar antara 0,15-0,76 ppm. Nilai TAN yang baik menurut Boyd (1982) yaitu kurang dari 1 ppm. Tabel 6. Kualitas air media pemeliharaan ikan nila Parameter kualitas air Suhu (˚C) DO (ppm)
Kualitas air selama pemeliharaan 28-30 4,1-6,1
pH
7,37-7,68
TAN (ppm)
0,15-0,76
Referensi 25-32 (SNI 7550:2009) ≥3 (SNI 7550:2009) 6,5-8,5 (SNI 7550:2009) <1 (Boyd 1982)
12
3.1.7 Gejala Klinis Gejala klinis yang teramati pasca uji tantang S. agalactiae meliputi respons terhadap pakan lemah, warna tubuh pucat, garis vertikal tubuh menghitam, pembengkakan pada mata (exopthalmia; Gambar 1), kekeruhan pada mata (opacity), mata memutih (purulens), mata mengkerut, perubahan pola renang (whirling, berenang lemah), penjernihan operkulum (clear operculum), ulcer di kepala dan pembengkokan bagian tubuh (scoliosis). b
a
Keterangan: (a) ikan nila normal; (b) mata membengkak (exopthalmia)
Gambar 1. Gejala klinis pada ikan nila yang terinfeksi bakteri S. agalactiae pasca uji tantang. 3.2 Pembahasan Hasil karakterisasi menunjukkan bahwa bakteri uji memiliki warna Gram positif dengan bentuk bulat dan berantai panjang, motilitas negatif, fermentatif, katalase negatif, oksidase negatif, hemolisis negatif, pertumbuhan NaCl 6,5% positif, dan asam D-mannitol negatif. Berdasarkan karakterisasi tersebut bakteri yang teridentifikasi adalah bakteri S. agalactiae (SNI 7545.32009). Bakteri S. agalactiae menyebabkan septicemia. Dilihat dari tingkat mortalitas ikan nila berdasarkan waktu pasca uji tantang (Tabel 3) diketahui bahwa kematian ikan terjadi setelah dilakukan uji tantang dengan bakteri S. agalactiae yaitu hari ke-10 dan ke-20.
Tingkat kematian
tertinggi terjadi pada perlakuan kontrol positif yaitu mencapai 63,3±5,8% dan tidak terjadi kematian pada perlakuan kontrol negatif. Tingkat mortalitas pasca uji tantang hari ke-20 pada perlakuan D sebesar 13,3±5,8% lebih rendah dari perlakuan A, B, dan C masing-masing 30,0±10,0%, 36,7±5,8%, dan 267±5,8% 13
(P˂0,05). Hal ini menunjukkan bahwa pemberian vaksinasi pada ikan nila dapat menurunkan tingkat mortalitas akibat infeksi bakteri S. agalactiae. Ikan nila yang divaksinasi dapat meningkatkan kekebalan pada tubuh ikan sehingga tahan terhadap serangan penyakit streptococcosis selama beberapa waktu. Vaksinasi dapat memperkecil angka kematian.
Ellis (1988) mengatakan bahwa vaksin
bertujuan memberikan resistensi individu terhadap penyakit tanpa resiko mengidap penyakit itu sendiri. Data tingkat kelangsungan hidup relatif atau relative percent survival menunjukkan bahwa perendaman dalam media bersalinitas sebelum vaksinasi memberikan hasil yang berbeda nyata (P˂0,05). Tingkat kelangsungan hidup relatif tertinggi terdapat pada perlakuan D yaitu sebesar 76,67±8,82% dan berbeda nyata dengan perlakuan A, B, dan C masing-masing 46,66±17,64%, 34,44±15,03%, dan 52,22±13,47%. Berdasarkan data tersebut diketahui bahwa perlakuan (D) memberikan tingkat kelangsungan hidup relatif yang lebih tinggi dibandingkan yang lainnya. Suatu vaksin dikatakan efektif apabila nilai RPS pada saat pengujian efikasi vaksin memiliki nilai >50% (Ellis 1988). Pemberian vaksin yang diberikan pada perlakuan A, dan B, kurang memberikan proteksi terhadap ikan nila hal ini dikarenakan nilai RPS kurang dari 50%. Pada perlakuan C nilai RPS berada di atas 50%, tetapi pada perlakuan C tidak berbeda nyata dengan perlakuan A dan B. Dari hasil pengujian efikasi vaksin memperlihatkan bahwa ada kemampuan spesifik dari vaksin saat membantu mencegah infeksi patogen. Kecilnya nila RPS pada perlakuan A, B, dan C diduga karena kurang maksimalnya penyerapan vaksin ke dalam tubuh ikan. Semakin tinggi konsentrasi salinitas yang diberikan sebelum vaksinasi akan meningkatkan nilai RPS. Menurut Smith (1982) dalam Ellis (1988) vaksinasi dengan metode hiperosmotik akan menambah jumlah volume vaksin yang diserap ke dalam tubuh ikan. Evans et al. (2004) mengemukakan bahwa vaksin sel utuh dari bakteri S. agalactiae dengan formalin- killed yang diinjeksi ke tilapia memberikan proteksi yang signifikan terhadap infeksi S. agalactiae.
Selain itu, Hardi (2011)
melaporkan bahwa efikasi vaksin sel utuh bakteri S. agalactiae melalui injeksi dan diuji tantang dengan bakteri setipe memberikan tingkat proteksi sebesar 75% selama jangka waktu 14 hari pasca vaksinasi. Menurut Rusli (2012), lama waktu 14
proteksi vaksin sel utuh S. agalactiae untuk pencegahan streptococcosis pada ikan nila O. niloticus yaitu 28 hari pasca vaksinasi dengan tingkat proteksi 61,54%. Pasnik et al. (2005) memperoleh lama waktu proteksi vaksin S. agalactiae dengan lama waktu 47, 90, dan 180 hari pasca vaksinansi memberikan proteksi sebesar 67%, 62%, dan 49%. Darah ikan tersusun atas cairan plasma dan sel-sel darah yang terdiri dari sel-sel darah merah (eritrosit) dan sel-sel darah putih (leukosit). Darah memiliki peran penting dalam sestem transportasi.
Eritrosit memiliki fungsi mengikat
oksigen dan mengedarkannya ke seluruh tubuh serta mengangkut karbondioksida (Campbell et al. 2004).
Penyimpangan fisiologis ikan akan menyebabkan
komponen-komponen darah juga mengalami perubahan. Berdasarkan data total eritrosit ikan nila (Tabel 4), diketahui bahwa peningkatan total eritrosis sejalan dengan lamanya waktu pasca vaksinasi.
Perlakuan perendaman dalam media
bersalinitas sebelum vaksinasi memberikan pengaruh nyata (p˂0,05) terhadap total eritrosit. Total eritrosit tertinggi terdapat pada perlakuan D hari ke-30 yaitu 2,31±0,05 x 106 sel/mm3. Total eritrosit terendah terdapat pada perlakuan kontrol positif hari ke-20 yaitu 1,30±0,05 x 106 sel/mm3. Menurut Affandi dan Tang (2002) jumlah eritrosit ikan bertulang keras dalam keadaan normal adalah (1,053,0)x 106 mm3. Rendahnya nilai total eritrosit pada perlakuan kontrol positif diduga disebabkan bakteri S. agalactiae yang menginfeksi menyebabkan kerusakan pada organ ginjal. Ginjal merupakan organ penghasil eritrosit. Ginjal ikan yang rusak menyebabkan produksi eritrosit menurun. Selain itu, jumlah eritrosit berkaitan erat dengan kadar hemoglobin dan hematokrit (Fujaya 2004). Sel darah putih (leukosit) berfungsi sebagai pertahanan non-spesifik yang akan melokalisasi dan mengeliminir patogen melalui pagositosis. Berdasarkan data total leukosit (Tabel 5), diketahui bahwa peningkatan total leukosit sejalan dengan lamanya waktu pasca vaksinasi. Perlakuan perendaman dalam media bersalinitas sebelum vaksinasi memberikan pengaruh nyata
terhadap total
leukosit (p˂0,05). Total leukosit tertinggi terdapat pada perlakuan salinitas 30 ppt (D) yaitu 16,05±0,72 x 105 sel/mm3, sedangkan pada perlakuan kontrol negatif tidak terjadi peningkatan total leukosit yang signifikan yaitu berkisar antara (7,44±0,11 - 9,01±0,62) x 105 sel/mm3. Peningkatan leukosit pada saat pra uji 15
tantang disebabkan oleh pengaruh pemberian vaksin. Vaksin merupakan suatu substansi yang mengandung zat antigenik yang mampu membangkitkan sistem imun untuk memproteksi inang dari serangan patogen. Total leukosit perlakuan perendaman vaksin lebih tinggi dibandingkan kontrol, hal ini menunjukkan bahwa vaksin dapat meningkatkan kemampuan sel-sel imun atau leukosit untuk berproliferasi dan berdiferensiasi akibat adanya infeksi bakteri. Martins et al. (2008) menyatakan bahwa jumlah leukosit pada ikan yang diinjeksi bakteri patogen mengalami peningkatan sebagai upaya meningkatkan mekanisme pertahanan tubuhnya terhadap bakteri tersebut. Berdaraskan data titer antibodi (Tabel 6), adanya peningkatan produksi antibodi pada perlakuan pasca vaksinasi. Perlakuan perendaman dalam media bersalinitas sebelum vaksinasi memberikan pengaruh nyata (p˂0,05) terhadap titer antibodi. Titer antibodi menggambarkan nilai antibodi dalam tubuh ikan. Antibodi telah muncul pada perlakuan A, B, C, dan D saat diuji aglutinasi dengan bakteri S. agalactiae tipe non-hemolitik pada hari ke-10 pasca vaksinasi namun nilainya masih sangat kecil dan tidak berbeda nyata masing-masing 2,40±0,55, 2,00±0,00, 2,20±0,45, dan 2,60±0,55. Hardi (2011) meyatakan bahwa ikan nila yang divaksin sel utuh dari bakteri S. agalactiae dan diuji tantang dengan bakteri serupa mengakibatkan peningkatan produksi antibodi yang muncul sejak hari ke-5 pasca vaksinasi dan tertinggi dicapai pada hari ke-10.
Tizard (1982)
mengemukakan bahwa antibodi baru ditemukan sekitar seminggu setelah vaksin pertama dan kadarnya dalam serum meningkat mencapai puncak setelah 10-14 hari sebelum akhirnya menurun lagi dengan cepat. Titer antibodi tidak ditemukan pada perlakuan kontrol negatif hingga akhir pemeliharaan.
Titer antibodi
perlakuan kontrol positif,A, B, C, dan D meningkat pasca uji tantang hari ke-20 dan ke-30. Nilai titer antibodi hari ke 30 pada pada perlakuan kontrol positif,A, B, C, dan D masing-masing 0,80±1,09, 4,00±0,71, 3,40±0,55, 4,40±0,55, dan 5,6±0,55. Hal ini menunjukkan vaksinasi yang diberikan sebenarnya mampu membantu tubuh meningkatkan titer antibodi. Walaupun pada perlakuan kontrol positif ditemukan titer antibodi, tetapi tidak dapat memberikan proteksi terhadap infeksi bakteri S. agalactiae karena jumlahnya sedikit. Menurut Tizard (1988),
16
antibodi yang jumlah dan konsentrasinya lebih banyak dalam serum darah merupakan penangkal serangan agen penyakit yang masuk ke dalam tubuh. Ikan mengandung dua jenis utama limfosit yang terdiri dari sel B dan sel T. Sel limposit mengenali dan merespons terhadap mikroba tertentu dan molekul asing, sehingga limposit dikatakan memperlihatkan spesifisitas. Aktivitas sel T pada ikan berperan dalam sistem kekebalan seluler/imun perantara sel (cell mediated immunity), sedangkan sel B berperan dalam produksi antibodi melalui rangsangan antigen tertentu. Sel B dan sel T dapat mengenali antigen spesifik karena adanya reseptor antigen yang terikat pada membran plasmanya. Reseptor antigen pada sel B adalah versi transmembran atau imunoglobulin membran. Akan tetapi, berbeda dari antibodi, reseptor sel T tidak pernah dihasilkan dalam bentuk sekresi (Campbell et al. 2004).
Pembentukan antibodi tersebut
dipengaruhi oleh faktor antara lain, suhu, dosis vaksin, cara pemberian vaksin, umur, bobot ikan, dan sifat antigen (Ellis 1988). Mekanisme terbentuknya antibodi dalam tubuh diawali dengan pengikatan antigen (vaksin) oleh makrofag, penyajian antigen oleh makrofag atau antigen presenting cell (APC). Antigen terfraksinasi pada sel makrofag dan diekspresikan ke permukaan sel APC melalui molekul major histocompatibility complex (MHC) kelas II yang berinteraksi dengan limposit T helper melalui molekul CD4 (cluster of differentiation) dan TCR (T-cell Receptor). Terjadi proliferasi limposit T-helper menghasilkan sitokinin interleukin-2 (IL-2) yang merupakan mediator komunikasi limposit T helper dan limposit B. Limposit B menangkap sinyal interleukin 2 dan berproliferasi menjadi sel plasma yang siap menghasilkan antibodi spesifik terhadap epitop antigen yang memaparnya, sedangkan sel memori akan tetap berada dalam sistem humoral dalam jangka waktu tertentu. Apabila antigen yang sama masuk untuk kedua kalinya, mengakibatkan terbentuknya antibodi lebih cepat dan lebih banyak (Campbell et al. 2004). Pembentukan antibodi oleh sel B adalah untuk melumpuhkan patogen agar tidak menyebar dan mengeluarkan racunnya sehingga mudah difagosit oleh sel fagosit.
Selain itu, dikatakan bahwa antibodi hanya akan bereaksi terhadap
antigen penginduksinya dan berfungsi sebagai aglutinin, presipitin, opsonin, dan
17
antitoksin.
Antibodi ikan terdapat dalam serum, cairan jaringan, lendir yang
berada di usus, perut, kulit, dan insang (Kamiso 2001). Menurut Evans et al. (2006) penularan penyakit ini dapat terjadi melalui persinggungan dengan ikan sakit. Penyebaran S. agalactiae ke dalam organ ikan melalui darah, di mana bakteri ini masuk ke dalam aliran darah dapat tumbuh dan berkembang serta menyebar melalui darah (Hardi 2011). Kondisi ikan nila yang dipelihara pasca vaksinasi sampai hari ke-10 terlihat normal.
Gejala klinis
muncul pasca uji tantang dengan bakteri S. agalactiae hari ke-1. Gejala klinis ikan nila yang teramati pasca uji tantang dengan bakteri S. agalactiae nonhemolitik meliputi respons terhadap pakan lemah, warna tubuh pucat, garis vertikal tubuh menghitam, pembengkakan pada mata (exopthalmia; Gambar 1), kekeruhan pada mata (opacity), mata memutih (purulens), mata mengkerut, perubahan
pola renang (whirling, berenang lemah), penjernihan operkulum
(Clear operculum), ulcer di kepala dan pembengkokan bagian tubuh. Gejala yang teramati sesuai dengan gejala yang diamati oleh Evans et al. (2006); Hardi (2011); Aryanto (2011); dan Firdaus (2012), pada ikan nila yang terinfeksi S. agalactiae. Perubahan tingkah laku makan ikan nila akibat serangan bakteri S. agalactiae karena terganggunya sistem pencernaan ikan akibat adanya infeksi bakteri tersebut yang menyerang bagian hipotalamus (otak) sebagai pusat yang mengatur rasa lapar dan juga pencernaan ikan. Perubahan pada mata diawali dengan mata mengkerut, kemudian pupil mata mengecil, mata seperti berkabut (opacity), purulens dan membengkak hingga mata dapat hilang (Hardi 2011). Perubahan tersebut terlihat pada aktivitas makan ikan nila pada hari ke-1 sampai hari ke-10 pasca uji tantang. Berdasarkan parameter uji yang teramati diketahui bahwa perendaman salinitas yang berbeda dan lama waktu pasca vaksinasi memberikan pengaruh yang berbeda pula.
Semakin meningkatnya salinitas perendaman sebelum
vaksinasi dan lama waktu pasca vaksinasi menyebabkan nilai parameter uji semakin meningkat.
Perendaman ikan dalam media bersalinitas sebelum
vaksinasi akan meningkatkan penyerapan vaksin yang diberikan. Terlihat pada nilai mortalitas dan tingkat proteksi relatif ikan nila yang dipelihara. Perlakuan salinitas 30 ppt (D) memiliki nilai mortalitas yang rendah (13,33±5,77%) dan 18
tingkat proteksi relatif yang tinggi (76,67±8,82%). Hal ini disebabkan karena pada saat ikan direndam ke dalam media dengan salinitas tinggi akan terjadi perpindahan cairan dari dalam tubuh ke luar tubuh secara osmosis. Perpindahan cairan tubuh ini terjadi akibat kondisi lingkungan yang hipertonik. Pada kondisi lingkungan yang hipertonik, cairan tubuh organisme bersifat hipoosmotik terhadap air media hidupnya. Konsentrasi elektron dan tekanan osmotik air media lebih besar dari pada konsentrasi elektron dan tekanan osmotik cairan tubuh organisme. Karena itu, air dari cairan tubuh cenderung untuk bergerak keluar secara osmosis melalui insang dan kulit, sementara ion-ion monovalen Na+ dan Cl- akan bergerak dari media ke dalam plasma (Affandi dan Tang 2002). Setelah ikan direndam dalam cairan bersalinitas tinggi, ikan dipindahkan ke dalam larutan vaksin.
Pada kondisi ini ikan telah kehilangan sebagian besar
cairan dalam tubuhnya dan memiliki konsentrasi elektrolit yang lebih tinggi (hiperosmotik), sedangkan kondisi lingkungan (larutan vaksin) cenderung bersifat hipotonik. Pada kondisi ini konsentrasi elektrolit dan tekanan osmotik media lebih rendah dari pada konsentrasi elektrolit dan tekanan osmotik cairan tubuh. Dalam kondisi yang demikian, air dari media eksternal (larutan vaksin) cenderung untuk menembus masuk ke dalam bagian-bagian tubuh yang berlapis tipis, seperti insang dan kulit (Affandi dan Tang 2002). Evans et al. (2004) menyatakan, prinsip masuknya vaksin yang diberikan dengan cara perendaman adalah penyerapan melalui kulit. Selain melalui kulit, diduga vaksin masuk ke dalam tubuh melalui air yang tertelan saat ikan melakukan respirasi. Kisaran kualitas air selama penelitian ini masih dalam kondisi yang baik untuk pertumbuhan ikan nila (SNI 7550:2009) dan Boyd (1982) (Tabel 7). Hal ini menunjukkan bahwa parameter kualitas air tidak menjadi faktor pembatas yang mempengaruhi kehidupan ikan nila selama penelitian, sehingga kematian dan gejala klinis yang terjadi sepenuhnya disebabkan oleh infeksi bakteri S. agalactiae.
19
IV. KESIMPULAN DAN SARAN
4.1 Kesimpulan Perendaman dalam media bersalinitas yang berbeda sebelum vaksinasi memberikan pengaruh yang berbeda nyata terhadap parameter pengamatan. Perendaman pada salinitas 30 ppt sebelum vaksinasi memberikan hasil yang terbaik dengan tingkat kelangsungan hidup relatif mencapai 76,67% pada ikan nila Oreochromis niloticus selama jangka waktu 20 hari pasca vaksinasi.
4.2 Saran Perendaman dalam media bersalinitas 30 ppt sebelum vaksinasi baik diterapkan dalam budidaya ikan nila skala lapang. Berdasarkan hasil penelitian ini, maka tahapan selanjutnya yang perlu diketahui adalah durasi vaksin dalam tubuh ikan yang divaksinasi dengan perlakuan perendaman salinitas 30 ppt sehingga dalam proses manajeman pemberian vaksin dapat diketahui waktu pemberian vaksin berikutnya (booster) sebagai pencegahan terhadap infeksi S. agalactiae pada ikan nila. Selain itu, perlu dikaji lebih lanjut terkait tingkrat stres ikan nila saat direndam pada media bersalinitas
20
DAFTAR PUSTAKA Affandi R. dan Tang U.M., 2002. Fisiologi Hewan Air. Unri Press, Pekanbaru. Alifuddin M., 2002. Immunostimulan pada hewan akuatik. Jurnal Akuakultur Indonesia, 1(2): 87-92. Aryanto E.W., 2011. Patogenisitas Streptococcus agalactiae pada ikan nila Oreochromis niloticus. [Skripsi]. Departemen Budidaya Perairan, Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan, Institut Pertanian Bogor, Bogor. Boyd C.E., 1982. Water quality managemen for Pond Fish Culture. Elsevier Scientific Publishing Company, New York. Campbell N.A., N.A. Reece, J.B., Mitchell, L.G., 2004. Biologi Edisi Kelima-Jilid III. Erlangga, Jakarta. Chang P.H., Pump J.A., 1996. Histophatology of experimental Streptococcus sp. infection in tilapia Oreochromis niloticus L. and channel catfish Ichtalurus punctatus Refinesque. Journal of Fish Diseases, 13: 251-253. Ellis A.E., 1988. Fish Vaccination. Academic Press, New York. Evans J.J., Klesius P.H., Shoemaker C.A., Fitzpatrick B.T., 2004. Efficacy of Streptococcus agalactiae (group B) vaccine in tilapia Oreochromis niloticus by intraperitoneal and bath immersion administration. Vaccine, 22: 3769–3773. Evans J.J., Klesius P.H., Shoemaker C.A, Fitzpatrick B.T., 2005. Streptococcus agalactiae vaccination and infection stress in Nile tilapia Oreochromis niloticus. Journal of Applied Aquaculture, 16(3): 105 – 115. Evans J.J., Klesius P.H., Shoemaker C.A., 2006. An overview of Streptococcus in warm water fish. Aquaculture Health International, 7: 10-14. Evensen O., 2009. Development in fish vaccinology with focus on delivery methodologies, adjuvants and formulations. The Use of Veterinary Drugs and Vaccines in Mediterranean. Aquaculture, 86: 177-186. Firdaus R., 2012. Seleksi bakteri kandidat probiotik untuk penghambatan patogen Streptococcus agalactiae tipe non-hemolitik pada ikan nila Oreochromis niloticus secara in vitro dan in vivo. [Skripsi]. Departemen Budidaya Perairan, Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan, Institut Pertanian Bogor, Bogor. Fujaya Y., 2004. Fisiologi Ikan. Rineka Cipta, Jakarta.
21
Hardi E.H., 2011. Kandidat vaksin potensial Streptococcus agalactiae untuk pencegahan penyakit streptococcosis pada ikan nila Oreochromis niloticus. [Disertasi]. Program Pascasarjana, Institut Pertanian Bogor, Bogor. Kamiso H.N., 2001. Imunologi dan vaksinasi pada ikan. DUE Project, Fakultas Perikanan Universitas Riau, Pekanbaru. Lusiastuti A.M., Esti H.H., Sukenda, Taukhid, Enang H., 2010. Vaksin Streptococcus agalactiae: kajian perbandingan metode preparasi sel utuh (whole cell) tipe non hemolitik untuk pencegahan penyakit streptococcosis pada ikan nila Oreochromis niloticus. Prosiding Simposium Nasional Bioteknologi Akuakultur III, Bogor, Oktober 2010, pp 44-52. Martins M.L., Mourino J.L.P., Amara G.V., Vieira F.N., Dotta G., Jatoba A.M.B., Pedrotti F.S., Jeronimo G.T., 2008. Haematological changes in Nile tilapia experimentally infected with Enterococcus sp. Journal Biology, 68(3): 657-661. Pasnik D.J., Evans J.J., Klesius P.H., 2005. Duration of protective antibodies and correlation with survival in Nile tilapia Oreochromis niloticus following Streptococcus agalactiae vaccination. Journal of Fish Disease, 66:129134. RUMA (Responsible Use of Medicines in Agriculture Alliance)., 2006. Responsible use in vaccines and vaccination in fish production. NOAH (National Office of Animal Health), pp. 18-20. Rusli., 2012. Durasi proteksi vaksin Streptococcus agalactiae untuk pencegahan streptococcosis pada ikan nila Oreochromis niloticus. [Tesis]. Program Pascasarjana, Institut Pertanian Bogor, Bogor. Sheehan B., 2009. Streptococcosis in tilapia: A more complex problem than expected? Proceeding of managing Streptococcus in warmwater Fish. Veracruz, Mexico, 25 September 2009. 3: 9-14. Standar Nasional Indonesia. 2009. Metode identifikasi bakteri pada ikan secara konvensional: Streptococcus iniae dan Streptococcus agalactiae. Badan Standardisasi Nasional/BSN, SNI 7545.3:2009. Standar Nasional Indonesia. 2009. Produksi ikan nila Oreochromis niloticus Bleeker kelas pembesaran di kolam air tenang. Badan Standardisasi Nasional/BSN, SNI 7550: 2009. Taukhid dan Purwaningsih U., 2009. Penapisan isolat bakteri Streptococcus spp. sebagai kandidat antigen dalam pembuatan vaksin serta efikasinya untuk pencegahan penyakit streptococcosis pada ikan nila Oreochromis niloticus. Balai Riset Perikanan Budidaya Air Tawar, Bogor.
22
Taukhid., 2009. Efektivitas pemberian vaksin Streptococcus spp. pada benih ikan nila Oreochromis niloticus melalui teknik perendaman untuk pencegahan penyakit streptococcosis. Laporan Penelitian Hibah Penelitian Bagi Peneliti dan Perekayasa Departemen Kelautan dan Perikanan. Balai Riset Perikanan Budidaya Air Tawar Pusat Riset Perikanan Budidaya Depertemen Kelautan dan Perikanan. Tizard I., 1982. Pengantar Imunologi Veteriner. Penerbit Universitas Airlangga, Surabaya. Yuasa K., Kamaishi T., Hatai K., Bahnnan M., Borisuthpeth P., 2008. Two case of streptococcal infection of cultured tilapia in Asia, pp. 259-268. In Bondad-Reantaso M.G., Mohan C.V., Crumlish M., and Subasinghe R.P., (eds). Diseases in Asian Aquaculture VI. Fish Health Section, Asian Fisheries Society, Manila, Philippines. 505 pp.
23
LAMPIRAN
Lampiran 1. Prosedur nekropsi jaringan tubuh ikan A. Pemeriksaan dan pembagian sampel Pemeriksaan bakteri pada sampel harus diakukan secara aseptik dan dikerjakan pertama kali untuk menghindari kontaminan, setelah itu baru mengerjakan pemeriksaan virus dan terakhir parasit. Untuk pemeriksaan bakteri, tiap sampel diperiksa secara terpisah (individual), sedangkan sampel untuk virologi digabung tiap maksimal 5 ekor sampel, dan sampel untuk parasitologi digabung per grup bobot. Jaringan yang akan diambil untuk diperiksa akan berbeda pada ukuran sampel yang berbeda. Sampel ikan yang akan digunakan bisa dilakukan pemeriksaan bakteri, virus dan parasit. Organ yang diperiksa mata, otak, dan ginjal. B. Sampling jaringan untuk reisolasi Prosedur kerjanya sebagai berikut: 1) Ikan dimatikan, bila sampel yang digunakan masih dalam keadaan hidup. 2) Permukaan kulit di lap dengan tisu untuk menghilangkan kotoran dan lender yang berlebih, kemudian disemprot alkohol 70% dan dikeringkan dengan tisu sebagai sanitasi permukaan kulit yang akan dibedah. 3) Bagian ventral dari arah posterior menuju arah anus dipotong sedikit ke arah dorsal sejajar linea latelaris menggunakan gunting atau scapel steril. 4) Dengan pinset steril, daging ikan disibakkan dan dengan scapel steril, usus dan gelembung renang digeser sampai ginjal terlihat. 5) Dengan menggunakan loop tajam, dilakukan penusukkan ke dalam ginjal menembus membran pembungkus ginjal, lalu digoreskan secara aseptik ke media cawan BHIA. Hal ini dilakukkan dengan hati-hati jangan sampai loop mengenai organ lain. Satu cawan dapat dipakai untuk 3 sampel. 6) Bakteri yang didapatkan selanjutnya diidentifikasi
25
Lampiran 2. Komposisi media yang digunakan untuk kultur bakteri vaksin A. Brain Heart Infusion Broth = 37 g/liter ≈ 3.7 g/100 ml Aquadest
1. Calf Brains, Infusion 2. Beef Hearts, Infusion 3. Proteose Pepton, Difco 4. Sodium Chloride 5. Disodium Phosphate 6. Bacto-Dextrose 7. pH
200 g 250 g 10 g 5g 2.5 g 2g 7.4
B. Phosphate Buffer Saline (PBS) = g/liter
1. NaCl 2. KH2PO4 3. Na2HPO4 4. KCl 5. Aquadest 6. pH
8g 0.2 g 1.5 g 0.2 g 1000 ml 7.0 – 7.4
C. Larutan Neutral Buffer Formalin 3%
1. Na2HPO4 2. NaH2PO4.H20 3. Formaldehyde Solution min. 37%
0,195 g 0,12 g 30 ml
26
Lampiran 3. Prosedur uji karakteristik biokimia bakteri (uji oksidatif/fermentatif, motilitas, oksidase, katalase, uji pertumbuhan dalam NaCl 6.5%, uji produksi asam dari D-manitol, dan uji hemolysis) dan sifat Gram. A. Pewarnaan Gram 1. 2. 3. 4. 5. 6. 7. 8. 9. 10. 11. 12. 13. 14.
Gelas objek dibersihkan dari lemak dengan alkohol 70% dan diberi label. Satu tetes akuades steril diteteskan pada permukaan gelas objek. Isolat diambil dengan jarum ose steril, yang dicampur dengan akuades dan diulas merata pada permukaan gelas objek. Dilakukan fiksasi dengan melewatkan preparat di atas api (jarak 15 cm) beberapa kali hingga terlihat kering. Larutan crystal violet diteteskan pada preparat sampai merata dan didiamkan selama 1 menit. Preparat dicuci dengan air mengalir dan dikering anginkan Larutan iodine lugol diteteskan pada preparat sampai merata dan didiamkan selama 1 menit Preparat dicuci dengan air mengalir dan dikering anginkan Larutan alkohol aseton diteteskan pada preparat sampai merata dan didiamkan selama 3 detik Preparat dicuci dengan air mengalir dan dikering anginkan Larutan safranin diteteskan pada preparat sampai merata dan didiamkan selama 30 detik. Preparat dicuci dengan air mengalir dan dikering anginkan Preparat diamati di bawah mikroskop dengan perbesaran 400x atau 1000x, dengan menggunakan minyak emersi Sifat bakteri Gram positif ditandai dengan sel bakteri berwarna ungu dan sifat bakteri Gram negatif ditandai dengan sel bakteri berwarna merah.
B. Uji Motilitas Prosedur kerja dalam uji motilitas, adalah sebagai berikut: 1. Penyiapan media: dilakukan dengan melarutkan 30 g bahan dalam 1 Liter aquadest, lalu dipanaskan di penangas hingga larut sempurna, kemudian dituang dalam tabung reaksi sebanyak 5 ml, selanjutnya disterilkan dengan autoklaf 15 menit suhu 121oC tekanan 1 atm. 2. Cara melakukan uji: koloni bakteri diambil dengan menggunakan jarum inoculum, yang diinokulasikan secara vertical, kemudian diinkubasi pada suhu 30oC selama 24 jam. 3. Hasil uji: motilitas bakteri diperlihatkan dengan adanya pertumbuhan pada permukaan medium dan tidak hanya pada bekas tusukan, bakteri non motil tumbuh sempanjang tusukan, pembentukkan indol ditandai dengan timbulnya warna merah muda setelah penambahan 1-2 pereaksi Kovak atau Ehrlich, adanya pembebasan sulfida terlihat oleh terbentuknya warna hitam. C. Uji Oksidatif/Fermentatif Prosedur kerja dalam melakukan uji oxidative/fermentative adalah sebagai berikut: 1. Penyiapan media: dilakukan dengan melarutkan 9.4 g bahan dalam 1 Liter aquadest, lalu ditambahkan 10 g glukosa, setelah itu dipanaskan di penangas hingga larut sempurna, kemudian dituang dalam tabung reaksi sebanyak 5 mL, selanjutnya disterilkan dengan autoklaf 15 menit suhu 121oC tekanan 1 atm. 2. Cara melakukan uji: koloni bakteri diambil dengan menggunakan jarum ose, yang diinokulasikan secara vertical pada 1 set O/F medium, salah satu tabung diberi paraffin cair 1 ml dan yang satu lagi tidak diberi paraffin. kemudian diinkubasi pada suhu 30oC selama 24 jam. 3. Hasil pengujian: reaksi oksidatif bila tabung yang tidak diberi paraffin berubah menjadi kuning, sedangkan reaksi fermentatif bila tabung yang tidak diberi paraffin berubah warna menjadi kuning atau kedua tabung berubah warna menjadi kuning.
27
D. Uji Katalase Cara melakukan uji katalase yaitu: sebagian koloni bakteri diambil dari agar miring dan diletakkan pada gelas objek, lalu diberikan larutan hydrogen peroksida pada koloni tersebut. Adanya gelembung-gelembung menunjukkan reaksi positif. E. Uji Oksidase Caranya yaitu: p-aminodimethylaniline-oxalat 1% diteteskan pada kertas saring. Kemudian 1 ose penuh biakan dari media padat diulaskan di atas tetesan p-aminodimethylanilineoxalat. Bila koloni berubah warna menjadi merah atau merah muda, berarti tes positif, bila berwarna ungu berarti tes negatif. F. Uji pertumbuhan dalam NaCl 6.5% Prosedur kerja dalam melakukan uji pertumbuhan dalam NaCl 6.5% adalah sebagai berikut: 1. Penyiapan media: dilakukan dengan melarutkan 52 g BHIA dalam 1 Liter aquadest, lalu ditambahkan 65 g NaCl, setelah itu dipanaskan di penangas hingga larut sempurna, selanjutnya disterilkan dengan autoklaf 15 menit suhu 121oC tekanan 1 atm, setelah itu dituang dalam cawan petri hangat kuku sebanyak 12 mL dan diamkan. 2. Cara melakukan uji: koloni bakteri diambil dengan menggunakan jarum ose, yang diinokulasikan dengan menggoreskan pada media BHIA yang ditambahkan NaCl, kemudian diinkubasi pada suhu 30oC selama 24 jam. 3. Hasil pengujian: reaksi positif apabila bakteri tumbuh pada media dan reaksi negatif apabila tidak tumbuh pada media. G. Uji Hemolisis Cara melakukan uji: isolat bakteri diinokulasikan ke dalam blood agar dengan metode cawan gores, inkubasi pada suhu 25oC-30oC selama 24 jam, kemudian diamati daerah yang terbentuk disekitar koloni yang tumbuh. Hasil yang didapatkan adalah reaksi positif alpha haemolisis jika terdapat zona kehijau-hijauan disekitar daerah koloni dan reaksi positif betha haemolisis jika terdapat zona bening disekitar daerah koloni. Reaksi negatif apabila tidak terjadi zona warna disekitar daerah koloni. H. Uji produksi asam dari D-mannitol Prosedur kerja dalam melakukan uji produksi asam dari D-mannitol adalah sebagai berikut: 1. Penyiapan media: dilakukan dengan melarutkan Phenol Red secukupnya ditambah dengan 37 g BHIB dalam 1 Liter aquadest, setelah itu dipanaskan di penangas hingga larut sempurna, selanjutnya disterilkan dengan autoklaf 15 menit suhu 121oC tekanan 1 atm, setelah itu ditambahkan 5-10 g/Liter manitol dan dimasukkan ke dalam tabung reaksi sebanyak 5 mL. 2. Cara melakukan uji: koloni bakteri diambil dengan menggunakan jarum inokulum, yang diinokulasikan secara vertical, kemudian diinkubasi pada suhu 30oC selama 24 jam. 3. Hasil pengujian: reaksi positif apabila terbentuk warna kuning pada media dan negatif bila tidak terjadi perubahan warna.
28
Lampiran 4. Hasil analisis statistik tingkat mortalitas dengan SAS ANOVA Source UT H10 UT H20 Uji Lanjut UT H10 Tukey Grouping A B B CB C D Uji Lanjut UT H20 Tukey Grouping A B B CB CD D
DF 5 5
Type I SS 6894.444444 5694.444444
Mean 63.333 43.333 36.667 33.333 20.000 0.000
Mean 56.667 36.667 30.000 26.667 13.333 0.000
Mean Square 1378.888889 1138.888889
N 3 3 3 3 3 3
N 3 3 3 3 3 3
F Value 62.05 44.57
Pr > F <.0001 <.0001
Perlakuan K+ B C A D K-
Perlakuan K+ B A C D K-
29
Lampiran 5.
Hasil analisis statistik tingkat kelangsungan hidup relatif dengan SAS
ANOVA Source UT H10 UT H20
Uji Lanjut UT H10 Tukey Grouping A BA B B Uji Lanjut UT H20 Tukey Grouping A B B B
DF 3 3
Type I SS 2201.436130 2832.407408
Mean 68.254 47.619 42.063 30.952
Mean 76.667 52.222 46.667 34.444
Mean Square 733.812043 944.135803
N 3 3 3 3
Perlakuan D A C B
N 3 3 3 3
Perlakuan D C A B
F Value 8.91 14.64
Pr > F 0.0125 0.0036
30
Lampiran 6. Hasil analisis statistik total eritrosit dengan SAS ANOVA Source H10 H20 H30
DF 5 5 5
Type I SS 1.66297667 2.02714000 3.04661067
Mean Square 0.33259533 0.40542800 0.60932213
Uji Lanjut H10 Tukey Grouping A B B B C
Mean 2.09100 1.83600 1.82400 1.78900 1.43100
N 5 5 5 5 5
Uji Lanjut H20 Tukey Grouping A A B B C C
Mean 2.03500 1.93000 1.71700 1.69500 1.41800 1.29700
N 5 5 5 5 5 5
Uji Lanjut H30 Tukey Grouping A B B C D E
Mean 2.30700 1.94500 1.91300 1.80100 1.48160 1.33400
N 5 5 5 5 5 5
F Value 35.50 46.40 219.09
Pr > F <.0001 <.0001 <.0001
Perlakuan D A C B K
Perlakuan D A C B KK+
Perlakuan D A C B KK+
31
Lampiran 7. Hasil analisis statistik total leukosit dengan SAS ANOVA Source H10 H20 H30
DF 5 5 5
Type I SS 45.25218667 109.4120567 148.9233067
Mean Square 9.05043733 21.8824113 29.7846613
Uji Lanjut H10 Tukey Grouping A BA BA BC C
Mean 11.1600 10.3360 10.1200 9.1280 7.9020
N 5 5 5 5 5
Perlakuan D A C B K
Uji Lanjut H20 Tukey Grouping A A BA BC C D
Mean 13.8300 12.8520 12.3880 10.7700 10.1200 8.1020
N 5 5 5 5 5 5
Perlakuan D A C B K+ K-
Uji Lanjut H30 Tukey Grouping A B CB CD D E
Mean 16.0500 14.1780 13.4300 12.3360 11.2520 9.0100
N 5 5 5 5 5 5
Perlakuan D C A B K+ K-
F Value 9.81 24.93 57.47
Pr > F <.0001 <.0001 <.0001
32
Lampiran 8. Hasil analisis statistik titer antibodi dengan SAS ANOVA Source H10 H20 H30
DF 5 5 5
Type I SS 36.26666667 100.6666667 118.5666667
Uji Lanjut H10 Tukey Grouping A A A A B
Mean 2.6000 2.4000 2.2000 2.0000 0.0000
Uji Lanjut H20 Tukey Grouping A B B B C C Uji Lanjut H30 Tukey Grouping A B B B C C
Mean Square 7.25333333 20.1333333 23.7133333
N 5 5 5 5
Perlakuan D A C B K
Mean 5.0000 3.8000 3.6000 3.2000 0.4000 0.0000
N 5 5 5 5 5 5
Perlakuan D A C B K+ K-
Mean 5.6000 4.4000 4.0000 3.4000 0.8000 0.0000
N 5 5 5 5 5 5
5
F Value 70.19 57.52 65.27
Pr > F <.0001 <.0001 <.0001
Perlakuan D C A B K+ K-
33