EFEKTIVITAS PENGGUNAAN PICTOGRAPH SEBAGAI MEDIAKOMUNIKASINON VERBAL ANAK AUTISTIK TIPE RINGAN KELAS TAMAN KANAK-KANAK LUAR BIASA DISEKOLAH LUARBIASADHARMARENARINGPUTRA IIYOGYAKARTA
SKRIPSI Diajukan kepada Fakultas Ilmu Pendidikan Universitas Negeri Yogyakarta untuk Memenuhi Sebagian Persyaratan guna Memperoleh Gelar Sarjana Pendidikan
Oleh Hanifah Kurniawati NIM. 10103244038
PROGRAM STUDI PENDIDIKAN LUAR BIASA JURUSAN PENDIDIKAN LUAR BIASA FAKULTAS ILMU PENDIDIKAN UNIVERSITAS NEGERI YOGYAKARTA APRIL2015
i
MOTTO Mendidik tanpa bicara, membiarkan semua berkembang tanpa bicara, memberi kehidupan tanpa niat menguasainya, membesarkan tanpa mengaitkan kepentingan pribadi (Lao Zi, 2009:19) Murah memberi dengan penuh cinta kasih, ucapannya bisa dipercaya, mengatur dirinya secara benar, bekerja sesuai dengan kemampuannya, bergerak sesuai dengan waktunya (Lao Zi, 2009:38)
v
PERSEMBAHAN 1. Kepada Allah SWT, dengan RahmatNya tugas akhir skripsi ini telah diselesaikan 2. Kedua orang tua ku, Muhammad Sadali dan Surti Anastiti yang selalu mendoakan tiada putusnya 3. Almamater ku, Fakultas Ilmu Pendidikan, Universitas Negeri Yogyakarta 4. Nusa dan Bangsa
vi
EFEKTIVITAS PENGGUNAAN PICTOGRAPH SEBAGAI MEDIA KOMUNIKASI NON VERBAL ANAK AUTISTIK TIPE RINGAN KELAS TKLB DI SLB DHARMA RENA RING PUTRA II YOGYAKARTA
Oleh Hanifah Kurniawati NIM 10103244038 ABSTRAK Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui efektivitas penggunaan pictograph sebagai media komunikasi non verbal yang efektif bagi anak autistik tipe ringan kelas TKLB di SLB Dharma Rena Ring Putra II Yogyakarta. Jenis penelitian ini adalah eksperimen dengan menggunakandesain penelitian subjek tunggal atau Single Subject Research (SSR), desain penelitian ini menggunakan desain A-B-A.Desain subjek tunggal merupakan penelitian yang pengolahan datanya dipergunakan untuk menyelidiki perilaku, dalam hal ini efektivitas penggunaan pictograph sebagai media komunikasi non verbal anak autistik tipe ringan. Subjek penelitian berjumlah satu anak, merupakan anak autistik ringan kelas TKLB, yakni Tiko (samaran) dan keterbatasan anak dalam bidang komunikasi verbal, dapat dibantu menggunakan media yang sederhana yaitu media pictograph.Pengumpulan data melalui pengukuran kemampuan keterampilan komunikasi non verbal anak autistik tipe ringan menggunakan tes perbuatan yang berkaitan dengan aktivitas sehari-hari di sekolah.Teknik pengumpulan data yang digunakan menggunakan tes perbuatan dan observasi.Teknik analisis data yang digunakan dalam penelitian ini adalah menggunakan analisis data deskriptif kuantitatif, data yang diperoleh dihitung dan dianalisis melalui kuantitatif dan ditampilkan dalam bentuk grafik. Berdasarkan hasil penelitian, menunjukkanperubahan ke arah yang lebih baik. Hasil perubahan data poin kemampuan keterampilan kemandirian komunikasi non verbal padasesi terakhir pada kondisi baseline 1 (A) yaitu 57,5% dan data poin sesi pertama pada kondisi intervensi (B) yakni 72,5%diperoleh kenaikan sebesar 15%. Data poin sesi pertama pada kondisi baseline 2(A2) sesi terakhir 97,5% dan data poin sesi pertama pada kondisi intervensi (B) 72,5% diperoleh kenaikan sebesar 25%. Dengan demikian dapat disimpulkan bahwa penggunaan pictographefektif yang ditandai dengan proses keterampilan komunikasi non verbal sebagaimedia komunikasi non verbal anak autistik tipe ringan. Kata kunci: media pictograph, keterampilan, komunikasi non verbal, anak, autistik tipe ringan.
vii
KATA PENGANTAR
Puji syukur kami panjatkan kepada Tuhan Yang Maha Esa, karena atas RidloNya lah maka penulis skripsi yang berjudul “Efektivitas penggunaan pictograph sebagai media komunikasi non verbal anak autistik tipe ringan kelas TKLB di SLB Dharma Rena Ring Putra II Yogyakarta” ini dapat terselesaikan dengan baik. Tujuan penyusunan skripsi ini adalah sebagai salah satu syarat yang harus dipenuhi untuk memperoleh gelar Sarjana Pendidikan pada Program Studi Pendidikan Luar Biasa, Fakultas Ilmu Pendidikan, Universitas Negeri Yogyakarta. Penulis menyadari bahwa keberhasilan dalam penyususnan skripsi ini tidak terlepas dari bimbingan dan bantuan dari berbagai pihak baik secara langsung maupun tidak langsung, baik dukungan moril maupun materil. Untuk itu pada kesempatan ini penulis menyampaikan penghargaan dan terimakasih yang sedalam-dalamnya kepada yang terhormat: 1. Rektor Universitas Negeri Yogyakarta atas kesempatan yang diberikan kepada peneliti sehinga dapat menuntut ilmu di perguruan tinggi Universitas Negeri Yogyakarta. 2. Dekan Fakultas Ilmu pendidikan, Universitas Negeri Yogyakarta, yang telah berkenaan memberikan ijin untuk mengadakan penelitian. 3. Ketua Jurusan Pendidikan Luar Biasa Fakultas Ilmu Pendidikan atas arahan dan bimbingan.
viii
4. Ibu Dr. Sari Rudiyati, M.Pd selaku dosen pembimbing penulis skripsi yang selalu sabar dalam memberikan masukan dan arahan selama proses pembuatan skripsi hingga terselesaikan penulis karya tulis ilmiah ini. 5. Sukinah, M.Pd selaku dosen pembimbing penulis skripsi yang memberikan masukan dan arahan selama proses pembuatan skripsi hingga terselesaikan penulis karya tulis ilmiah ini. 6. Bapak dan ibu dosen Pendidikan Luar Biasa, Fakultas Ilmu Pendidikan, Universitas Negeri Yogyakarta yang telag bersedia membimbing dan menularkan ilmunya kepada penulis. 7. Bapak dan ibu karyawan-karyawati serta seluruh staf Fakultas Ilmu Pendidikan Universitas Negeri Yogyakarta yang telah membantu memberikan fasilitas untuk memperlancar studi. 8. Bapak Drs. Edy Dwiyanta selaku Kepala Sekolah SLB Dharma Rena Ring Putra II Yogyakarta yang telah memberi ijin penelitian, pengarahan dan kemudahan agar penelitian dan penulis skripsi ini berjalan lancar. 9. Ibu Jamronah, S.Pd selaku guru kelas atas bantuan
dan kesediannya
dalam memberikan informasi yang berkaitan dengan penelitian ini. 10. Kedua orang tuaku (Muhammad Sadali dan Surti Anastiti) terima kasih atas doa, pengertian, kasih sayang dan dukungannya. 11. Keluargaku (Mbah Manto, Hafidh, Bulik Arifah, Mbk Lisa, Budhe Anti, Pakde Suryanto) terima kasih atas doa dan dukungannya selama ini. 12. Mas Rokhmat Zanuar S.B, A.Md terimaksih atas dukungan dan penyemangatku.
ix
13. Mas Imam Nurimbawan terimakasih atas bantuan dan dukungannya. 14. Sahabatku Kurnia, Tintin, Ana, Nurul, Wiji, Amik, yang selalu memberi semangat dan dukungan menjalani masa kuliah dan kepada Arum dan Maya yang telah memberikan bantuannya selama proses skripsi. 15. Teman-teman seperjuangkan PLB 2010 terima kasih atas kebersamaan dan kenangannya selama ini. 16. Semua pihak yang tidak dapat disebutkan satu persatu yang telah membantu dalam penyelesaian tugas akhir ini. Bimbingan dan bantuan yang diberikan akan dijadikan oleh penulis sebagai bekal menjalani hidup ke depan. Saran dan kritik konstruktif sangatlah penulis harapkan.Semoga skripsi ini dapat lebih bermanfaat bagi pembaca umumnya dan bagi penulis khususnya.Amin.
Yogyakarta, 22 Maret 2015 Penulis,
Hanifah Kurniawati
x
DAFTAR ISI hal HALAMAN JUDUL ................................................................................... i PERSETUJUAN.........................................................................................ii SURAT PERNYATAAN ..........................................................................iii PENGESAHAN ......................................................................................... iv MOTTO ...................................................................................................... v HALAMAN PERSEMBAHAN ............................................................... vi ABSTRAK ................................................................................................vii KATA PENGANTAR .............................................................................viii DAFTAR ISI .............................................................................................xii DAFTAR TABEL .................................................................................... xv DAFTAR GAMBAR ..............................................................................xvii DAFTAR LAMPIRAN .........................................................................xviii
BAB I PENDAHULUAN A. Latar belakang masalah ........................................................................ 1 B. Identifikasi masalah ............................................................................ 13 C. Batasan masalah.................................................................................. 14 D. Rumusan masalah ............................................................................... 14 E. Tujuan penelitian ................................................................................ 14 F. Manfaat penelitian .............................................................................. 15 G. Definisi operasional ............................................................................ 15
xi
BAB II KAJIAN PUSTAKA A. Kajian Teori Anak Autistik 1.
Pengertian anak autistik .............................................................. 18
2.
Karakteristik anak autistik ........................................................... 19
B. Kajian Tentang Media Pembelajaran 1.
Pengertian media pembelajaran ................................................... 25
2.
Klasifikasi media pembelajaran................................................... 30
C. Kajian Tentang Media Pictogrpah 1.
Pengertian media pictograph ....................................................... 37
2.
Penerapan media pictograph ....................................................... 39
3.
Fungsi dan keunggulan media pictograph................................... 41
D. Kajian Tetang Komunikasi Non Verbal 1.
Pengertian komunikasi non verbal .............................................. 45
2.
Bantuk-bentuk komunikasi non verbal ........................................ 48
3.
Melatih fungsi bahasa dan berkomunikasi .................................. 51
4.
Evaluasi hasil kemampuan komunikasi non verbal ..................... 53
E. Kerangka Pikir .................................................................................... 66 F. Hipotesis Penelitian ............................................................................ 70 BAB III METODE PENELITIAN A. Jenis dan desain penelitian.................................................................. 71 B. Waktu dan tempat penelitian ..............................................................76 C. Subjek penelitian ................................................................................ 77 D. Variabel penelitian
xii
1.
Variabel bebas ............................................................................. 78
2.
Variabel terikat ............................................................................ 79
E. Teknik pengumpulan data 1.
Tes ............................................................................................... 79
2.
Metode obervasi .......................................................................... 80
F. Pengembangan instrument penelitian 1.
Instrument tes perbuatan .............................................................. 82
2.
Panduan observasi ....................................................................... 88
G. Uji validitas isi .................................................................................... 92 H. Prosedur perlakuan ............................................................................. 93 I.
Teknik analisis data 1.
Analisis visual dalam kondisi ...................................................... 94
2.
Analisis visual antar kondisi ........................................................ 94
BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN A. Deskripsi lokasi penelitian..................................................................99 B. Deskripsi subjek penelitian 1.
Identitas subjek .......................................................................... 100
2.
Karakteristik subjek ................................................................... 100
C. Deskripsi kemampuan tentang komunikasi non verbal 1.
Deskripsi baseline I ................................................................... 102
2.
Deskripsi data hasil baseline I ................................................... 110
3.
Deskripsi pelaksanaan intervensi .............................................. 114
4.
Deskripsi data hasil intervensi ................................................... 122
xiii
5.
Deskripsi baseline 2 ................................................................... 130
6.
Deskripsi data hasil baseline 2 .................................................. 134
D. Deskripsi hasil analisis data 1.
Deskripsi analisis data dalam kondisi........................................ 137
2.
Deskripsi analisis antar kondisi ................................................. 141
E. Uji hipotesis ...................................................................................... 145 F. Pembahasan ...................................................................................... 147 G. Keterbatasan penelitian ..................................................................... 152 BAB V SIMPULAN DAN SARAN A. Simpulan ........................................................................................... 154 B. Saran ................................................................................................. 154 DAFTAR PUSTAKA ............................................................................... 156 LAMPIRAN .............................................................................................. 159
xiv
DAFTAR TABEL hal Tabel 1. Waktu dan kegiatan penelitian ................................................................ 76 Tabel 2. Kisi-kisi instrument tes keterampilan komunikasi non verbal dalamaktivitas bina diri ......................................................................... 82 Tabel 3. Instrumen tes keterampilan komunikasi non verbal dalam aktivitas mencuci tangan........................................................................................83 Tabel 4. Instrumen tes keterampilan komunikasi non verbal dalam aktivitas memakai sepatu .......................................................................................84 Tabel 5. Instrumen tes keterampilan komunikasi non verbal dalam aktivitas memakai baju ..........................................................................................85 Tabel 6. Skoring tes perbuatan komunikasi non verbal anak autistik ....................86 Tabel 7. Kategori hasil pengamatan kemampuan anak autis tentang komunikasi non verbal dalam aktivitas bina diri ....................................88 Tabel 8. Kisi-kisi panduan observasi keterampilan komunikasi non verbaldalam aktivitas bina diri terhadap anak autistik ........................... 88 Tabel 9. Cara pemberian skor observasi kemampuan komunikasi non verbal dalam aktivitas bina diri anakautistik ......................................................90 Tabel 10. Kategori hasil observasi kemampuan anak autistik tentang komunikasin non verbal ......................................................................... 91 Tabel 11. Hasil keterampilan komunikasi non verbal fase baseline 1 anak autistik tipe ringan kelas TKLB ........................................................... 110 Tabel 12. Hasil keterampilan komunikasi non verbal fase intervensi anakautistik tipe ringan kelas TKLB ................................................... 122 Tabel 13. Hasil keterampilan komunikasi non verbal fase baseline 2 anak autistik tipe ringan kelas TKLB ........................................................... 134 Tabel 14. Estimasi kecenderungan arah .............................................................. 139 Tabel 15. Data kecenderungan stabilitas ............................................................. 139 Tabel 16. Data analisis visual dalam kondisi ...................................................... 141 xv
Tabel 17. Perubahan kecenderungan arah dan efeknya .......................................142 Tabel 18. Data presentase overlap .......................................................................144 Tabel 19. Data rangkuman analisis visual antar kondisi ..................................... 145 Tabel 20. Data presentase overlap ...................................................................... 146
xvi
DAFTAR GAMBAR hal Gambar 1. Kegiatan mencuci tangan .............................................................. 56 Gambar 2. Kegiatan memakai baju ................................................................... 58 Gambar 3. Kegiatan memakai sepatu................................................................ 60 Gambar 4. Bagan kerangka pikir keefektifan media pictograph ...................... 70 Gambar 5. Prosedur Dasar Desain A-B-A ........................................................ 72 Gambar 6. Grafik perkembangan keterampilan komunikasi non verbal dari setiap fase ................................................................................. 136 Gambar 7. Grafik kecenderungan arah keterampilan komunikasi non verbal ............................................................................................... 138 Gambar 8. Grafik perkembangan kemampuan komunikasi non verbal dari setiap sesi ...................................................................... 146
xvii
DAFTAR LAMPIRAN hal Lampiran 1. Surat Keterangan Validitas Instrumen .............................................. 159 Lampiran 2. Panduan Hasil Observasi Keterampilan Komunikasi Non Verbal .... 160 Lampiran 3. Hasil Pelaksanaan Keterampilan Komunikasi Non Verbal ............... 164 Lampiran 4.Rencana Pelaksanaan Pembelajaran Fase Baseline 1 ........................ 170 Lampiran 5. Rencana Pelaksanaan Pembelajaran FaseIntervensi......................... 182 Lampiran 6.RencanaPelaksanaan Pembelajaran Fase Baseline 2 .......................... 201 Lampiran 7. Foto Hasil Penelitian ........................................................................ 206 Lampiran 8. Surat ijin penelitian........................................................................... 207
xviii
BAB I PENDAHULUAN
A. Latar belakang masalah. Pengertian anak autistik menurut Yosfan Azwandi (2007:144) menyatakan bahwa autisme merupakan gangguan proses perkembangan neurobiologis berat yang terjadi dalam tiga tahun pertama kehidupan. Hal ini menyebabkan gangguan pada bidang komunikasi, bahasa, kognitif, sosial, dan fungsi adaptif. Dari karakteristik anak autistik tersebut ditemukan beberapa gangguan pada beberapa bidang dan ada kaitannya dengan karakteristik pada anak autistik diantaranya yaitu gangguan dari segi komunikasi, gangguan dari segi aktivitas dan minat. Anak autistik memiliki beberapa karakteristik salah satunya adalah hambatan dan abnormalitas dalam hal berbahasa dan berbicara. Apabila ada orang berbicara terhadap anak autistik, sering mereka tidak mampu memahami ucapan yang ditujukan pada mereka. Bila anak autistik tertarik dengan suatu objek atau benda, biasanya mereka tidak menunjuk atau memakai gerakan tubuh untuk menyampaikan keinginannya, tetapi dengan menarik tangan orang lain terutama orangtuanya maupun guru untuk mengambilkan objek yang dimaksud. Mereka juga mengalami kesukaran dalam memahami arti kata-kata serta penggunaan bahasa yang sesuai konteksnya.
Anak
autistik
juga
mengalami
kesukaran
dalam
berkomunikasi walaupun mereka dapat berbicara dengan baik. Selain itu anak autistik juga mengalami kesukaran dalam mengekspresikan perasaan
1
atau
emosi
bersangkutan menggunakan
melalui juga
suara.
Dalam
mengalami
gerakan
komunikasi
gangguan.
tubuh
dalam
non-verbal
Mereka
sering
berkomunikasi
yang tidak untuk
mengekspresikan perasaannya dan untuk merasakan perasaan orang lain. Pada aspek aktivitas dan minat, anak autistik memperlihatkan abnormalitas dalam bermain, seperti stereotipi yaitu perilaku yang dilakukan secara berulang-ulang, dari kasus anak autistik tersebut dia selalu mengambil kertas koran di gudang sekolah sebelum melakukan aktivitas belajar di kelas dan tidak kreatif dalam memainkan suatu benda, memainkan kertas koran untuk dilipat-lipat, dibuka lagi kemudian dilipat kembali. Beberapa anak autistik tidak menggunakan alat mainannya sesuai dengan seharusnya, terkadang menggantikan benda lain seperti kertas sebagai mainannya. Penyampaian informasi kepada seseorang dapat menggunakan komunikasi secara langsung maupun tidak langsung. Secara langsung dapat berupa bahasa verbal dengan berbicara, sedangkan yang tidak langsung dapat berupa gambar atau tulisan yang memiliki makna menyampaikan pesan atau informasi. Usaha untuk melakukan interaksi sosial dengan baik antara lain dengan berkomunikasi secara langsung dan atau berupa bahasa verbal. Seseorang yang tidak mampu menyampaikan informasi secara verbal dapat dengan isyarat maupun menggunakan gambar yang sesuai dengan maksud dari pesan yang akan disampaikan. Fakta lain yang disampaikan oleh guru kelas yaitu adanya sikap pasif dan kurang antusias selama pembelajaran. Hal ini dibuktikan ketika proses
2
belajar mengajar berlangsung guru sudah berusaha untuk memberi stimulasi dengan melakukan tanya jawab mengenai kegiatan anak seharihari di sekolah seperti “Tiko (samaran) sudah cuci tangan?” dengan pertanyaan seperti ini guru melatih anak untuk menjawab dengan mengikuti ucapan guru seperti “Tiko (samaran) sudah cuci tangan” anak tampak diam tidak merespon pertanyaan guru. Hal ini menyebabkan iklim pembelajaran bina diri kurang menyenangkan. Komunikasi verbal yang dilakukan oleh guru kelas hanya sebagai perintah dalam melakukan kegiatan selama pembelajaran. Komunikasi verbal belum didukung dengan aktivitas non verbal dalam kegiatan pembelajaran binadiri sebagai langkah pemahaman kegiatan anak yang sedang berlangsung. Dari hasil observasi yang telah dilakukan pada bulan Agustus 2014, ada anak autistik di Sekolah Luar Biasa (SLB) C Dharma Rena Ring Putra II Yogyakarta yang dapat ditetapkan sebagai subyek penelitian, hal ini antara lain karena di sekolah tersebut terdapat beberapa anak autistik, namun peneliti menetapkan seorang anak autistik di kelas Taman Kanakkanak Luar Biasa (TKLB) di SLB C Dharma Rena Ring Putra II Yogyakarta. Anak tersebut bernama Tiko (samaran), menurut guru di Sekolah tersebut Tiko (samaran) memiliki hambatan pada komunikasinya, baik komunikasi verbal maupun non verbal. Anak tersebut mengalami masalah komunikasi karena terindikasikan antara lain anak tersebut apabila berbicara dan meninginkan sesuatu tidak menggunakan bahasa yang dapat dipahami orang lain. Bahasa yang dikeluarkannya hanya
3
menggumam dan cara menyampaikan pesan atau keinginannya dengan menarik tangan dan menunjuk benda yang diinginkan. Tiko (samaran) juga babbling apabila dia menginginkan sesuatu, kata-kata yang tidak jelas namun dapat diartikan menginginkan sesuatu. Tiko (samaran) belum mampu mandiri mengurus dirinya sendiri, diantaranya belum mampu memakai sepatu sendiri, memakai baju sendiri dan mandi sendiri. Anak tersebut juga menarik diri apabila berada di tempat yang ramai dan menghindar apabila bertemu dengan orang yang belum pernah dikenal. Menurut hasil wawancara kepada orang tuanya, apabila keinginannya tidak dimengerti oleh lawan bicaranya, ia marah dengan mencubit serta menangis. Selain masalah yang ada pada anak tersebut, Tiko (samaran) memiliki kemampuan dalam memahami instruksi sederhana
seperti
“duduk”,
dan
perintah
seperti
“ambil”.Selain
kemampuannya dalam memahami instruksi, kontak mata pada anak autistik tersebut cukup baik walaupun terkadang masih beralih perhatian. Mengenai komunikasi anak autistik di kelas TKLB SLB Dharma Rena Ring Putra II Yogyakarta ternyataanak di kelas TK belum diberikan mata pelajaran dan hanya diberikan beberapa permainan sesuai usia dan kemampuannya. Kelemahan anak dalam melakukan komunikasi verbal dapat diatasi antara lain dengan komunikasi non verbal, serta peran guru dalam membantu menyampaikan pesan dapat diterima oleh anak tersebut secara mudah.
4
Anak autistik yang mengalami gangguan komunikasi verbal, sehingga perlu
diberikan
bantuan
dalam
melakukan
komunikasi
dengan
menggunakan media yang tepat supaya anak autistik dan orang yang diajak bicara dapat mengerti maksud dari pesan yang akan disampaikan dan terjalin komunikasi dengan baik. Bentuk komunikasi non verbal dapat digunakan untuk menyampaikan informasi dengan alat bantu atau media sebagai penunjangnya. Anak akan mendapatkan beberapa keuntungan apabila dapat berkomunikasi secara nonverbal untuk mengungkapkan kegiatan sehari-hari di sekolah. Pemahaman komunikasi nonverbal dapat meningkatkan proses interaksi anakautistik dilingkungan baik dengan guru, orang tua, dan orang lain. Interaksi anak autistik menjadi lebih sinkron karena kemampuannya dalam berkomunikasi dan mengungkapkan pendapatnya atau keinginannya kepada orang lain. Hal ini bermanfaat dalam kemandirian anak autistik untuk beradaptasi dengan lingkungan sekitar karena dengan mampu berkomunikasi secara nonverbal orang lain akan memahami apa yang anak inginkan. Pada proses pembelajaran, media memiliki kontribusi dalam meningkatkan mutu dan kualitas pembelajaran. Kehadiran media tidak saja membawa pengajar dalam menyampaikan materi ajarnya sebagai alat bantu penyampaian materi pelajaran, tetapi memberikan nilai tambah kepada kegiatan pembelajaran. Kendala dari segi media visual yang digunakan di sekolah yang berbentuk media kartu bergambar dalam pembelajaran antara lain dikarenakan belum dapat membantu anak dalam
5
berkomunikasi untuk mengungkapkan kegiatan sehari-hari di sekolah. Oleh karena itu, diperlukan media pembelajaran yang dapat menarik minat anak untuk berkomunikasi pada kegiatan sehari-hari di sekolah. Media pembelajaran yang dimaksud yakni media mengenai gambaran tentang kegiatan sehari-hari anakautistik di sekolah yang lebih mudah dipahami dan dapat meningkatkan keaktifan anak dalam menggunakan media tersebut. Guru belum menggunakan media animasi dalam pembelajaran komunikasi nonverbal di sekolah. Komunikasi non verbal dengan kartu bergambar yang digunakan guru di SLB Dharma Rena Ring Putra II Yogyakarta masih sulit dipahami oleh anak autistik karena belum terlalu jelascara penyampaiannya, karena di sekolah tersebut guru hanya memberikan satu lembar kertas HVS yang terdapat macam-macam gambar. Misalkan pada materi mengenal hewan, guru mengenalkan beberapa gambar hewan yang kemudian dijadikan satu pada satu lembar kertas HVS kemudian anak diminta memperhatikan gambar ketika guru menyampaikan materi pelajaran. Hal ini menyulitkan anak autistik untuk memahami gambar yang dibuat oleh guru. Dalam penyampaian informasi mengenai kegiatan sehari-hari dominan digunakan metode ceramah. Hal ini dapat dikarenakan terbatasnya media yang ada di SLB Dharma Rena Ring Putra II Yogyakarta sehingga anak autistik tidak dapat memahami secara jelas kegiatan yang akan dilakukan sesuai materi dan anak hanya mengikuti instruksi guru, pada kenyataannya dalam mengikuti instruksi guru anak juga masih salah atau keliru.
6
Beberapa dari kondisi anak autistik yaitu keterbatasan dalam hal berkomunikasi yang menimbulkan permasalahan dalam pembelajaran. Penggunaan media dalam pembelajaran merupakan bentuk komunikasi guru dan murid, media pembelajaran merupakan alat bantu utama dalam mengajar di dalam kelas atau bisa juga di luar kelas, seperti simbol-simbol dan gambar yang dapat menjelaskan suatu maksud maupun pesan tertentu yang disampaikan hanya dengan simbol maupun gambar. Klasifikasi media pembelajaran salah satunya yaitu mengutamakan kegiatan membaca simbol kata visual dengan teknik penyajiannya melalui bentuk gambar diam dan bahan cetak. Media berbasis visual melalui bentuk gambar diam maupun bentuk-bentuk dapat melatih anak autistik untuk menggunakan bahasa grafis sebagai sarana komunikasi non verbal. Salah satu diantara masalah komunikasi non verbal anak autis yaitu visual learning. Kondisi tersebut dapat dijelaskan dengan beberapa karakteristik anak autis di lapangan yaitu tidak tertarik dengan permainan gambar karena tidak mampu fokus secara baik tetapi lebih suka dengan permainan benda-benda tiga dimensi. Peranan media berbasis visual (image atau perumpamaan) memegang peran penting dalam proses belajar media visual dapat memperlancar pemahaman dan memperkuat ingatan (Azhar Arsyad, 2006:91).
Dari kajian para ahli mengenai konstribusi media dalam proses pembelajaran secara global tersebut, media memiliki peranan yang penting sebagai alat bantu dalam proses pembelajaran, media mempermudah proses penyampaian pesan dan informasi dari pesan dan informasi paling sederhana sampai yang sifatnya tidak dapat dijangkau, media tidak hanya digunakan sebagai alat pembelajaran di sekolah regular, tetapi juga digunakan sebagai pembelajaran di sekolah luar biasa. 7
Manfaat media seharusnya mampu menarik perhatian dan minat anak dalam belajar serta mampu membantu dalam hal pemahaman pada pelajaran yang sedang berlangsung. Dari teori diatas dapat dijelaskan bahwa media tiga dimensi lebih memfokuskan anak autistik dalam bermain maupun belajar. Di lapangan pada faktanya, anak autistik lebih menyukai kertas yang bergambar daripada gambar tiga dimensi yang lebih menyerupai bentuk aslinya. Anak autistik lebih suka terhadap kertas bergambar seperti koran dan gambar-gambar yang menjadi daya tariknya seperti alat transportasi seperti kereta, bus, sepeda, dan mobil. Anak autistik akan mampu memfokuskan diri dengan benda maupun hal-hal yang menarik bagi dirinya untuk dibuat mainan dan menyenangkan. Media pictograph sebagai salah satu alat perantara penyampaian informasi bagi anak autistik dalam melakukan komunikasi terhadap seseorang yang diajak berkomunikasi, sehingga proseskomunikasi ketika pembelajaran mudah dilakukan dan dapat melakukan interaksi terhadap seseorang yang diajak bicara. Media pictograph yaitu kumpulan gambar yang dicetak melalui komputer, dari gambar-gambar tersebut mengandung satu makna kata yang dapat mewakili bermacam-macam benda. Keunggulan media pictograph menurut Soetardjo (2001:5) yaitu gambar-gambar hasil kreasi dengan komputer yang memiliki asosiasi dengan sebuah kata atau frase. Ini setingkat lebih tinggi dari gambar biasa, yang hanya mewakili sebuah atau hanya salah satu anggota dari suatu kelompok.
8
Simbol gambar pictograph mewakili tingkat selanjutnya dalam pengertian abstrak. Media pictograph alat yang secara fisik digunakan sebagai
perantara
pembelajaran
yang
berupa
tulisan
dengan
menggambarkan langsung benda atau aktivitas yang dimaksud dengan penyederhanaan, penggambaran abstrak yang dibuat dari elemen dasar dari simbol grafis. Media pictograph termasuk ke dalam jenis media grafis yang dapat disebut dengan simbol gambar (pictorial). Media grafis merupakan media visual yang menyajikan fakta, ide dan gagasan melalui kata-kata, kalimat, angka-angka dan berbagai sombol atau gambar. Pengertian media pictograph tersebut yang salah satunya sebagai simbol yang dapat menjelaskan sebuah alur aktivitas dapat dimanfaatkan peneliti sebagai media baru untuk berkomunikasi bagi anak autistik khususnya pada komunikasi non verbal. Simbol-simbol aktivitas akan dibuat lebih sederhana sehingga anak autistik akan lebih mudah memanfaatkan media tersebut sebagai alat komunikasi non verbal. Menurut Zafar (199:4), media pictograph digunakan oleh anakanak dan orang dewasa yang mengalami gangguan bicara, mengalami gangguan pendengaran, kesulitan belajar dan kesulitan memahami sesuatu. Selain untuk anak-anak dan orang dewasa yang mengalami kesulitan berkomunikasi, gambar pictograph dipakai oleh anak sekolah TK dalam memperkenalkan perbendaharaan kata dan anak SD untuk permulaan membaca.
Menurut Lenawati (2009:17) media pictograph dapat digunakan pada anak dengan gangguan autistik dalam meningkatkan kemampuan komunikasinya. Menurut Zafar (199:4) media tersebut diuji cobakan untuk anak-anak dan orang dewasa yang mengalami gangguan bicara, 9
mengalami gangguan pendengaran, kesulitan belajar dan kesulitan memhami sesuatu. Media pictograph belum pernah diuji cobakan dalam proses pembelajaran khususnya sebagai sarana komunikasi anak autistik dan memberikan modifikasi media belajar dalam pembelajaran di sekolah, khususnya di SLB Dharma Rena Ring Putra II Yogyakarta. Di sekolah tersebut, media yang digunakan sebagai sumber belajar masih belum mampu untuk mencukupi dalam kebutuhan sarana pembelajaran, karena dalam menggunakan media sebagai alat bantu belajar guru hanya menggunakan gambar sederhana yang dicetak kemudian ditempel di papan tulis. Pada kasus anak autistik tingkat TKLB, media tersebut kurang menjadi daya tarik dan kurang memiliki arti dalam mengarahkan fokus perhatian anak serta mempengaruhi kondisi belajarnya khususnya pada komunikasi anak autistik. Media pictograph digunakan untuk menunjukkan suatu benda, menunjukkan
keadaan
atau
situasi,
menunjukkan
keinginan,
mengemukakan suatu pilihan, mengemukakan perasaan menceritakan sesuatu, membuat jadwal kegiatanan dan membuat lembar latihan. Media ini
dilaksanakan
secara
berstruktur
dan
sistematis
yang
dapat
dimanfaatkan untuk berkomunikasi dengan orang lain. Media pictograph berupa simbol gambar yang lebih kompleks dari sekedar simbol yang hanya terdapat satu unsur gambar, namun di dalam media pictograph terdapat dua unsur/ komponen atau lebih gambar yang menjelaskan satu sama lain. Gambar pada pictograph mempermudah anak
10
autistik berkomunikasi walaupun secara non-verbal, serta memberikan sebuah arti pada gambar sesuai kesepakatan bersama antara guru dan anak. Unsur/komponen di dalam gambar pictograph sebagai penjelas aktivitas yang dilakukan tentang komponen pada satu aktivitas, sehingga anak mampu memahami kegiatan sekaligus memahami komponen yang harus ada pada suatu kegiatan. Media pictograph sebagai sarana komunikasi non verbal anak autistik akan diujicobakan supaya simbol sederhana tersebut mempermudah dalam memahami konsep aktivitas serta dapat mengenalkan simbol pictograph yang telah ada dan telah diakui standar gambarnya sebagai alat komunikasi yang praktis bagi anak autistik khususnya di SLB Dharma Rena Ring Putra II Yogyakarta. Media gambar yang pada umumnya digunakan bagi anak autistik, biasanya merupakan sebuah gambar secara utuh tanpa adanya detail secara bertahap, untuk itu media pictograph akan dimanfaatkan sebagai media yang lebih sederhana namun lebih jelas akan maksud unsur dari gambar yang dimaksud. Media pictograph yang digunakan dalam penelitian ini akan dimodifikasi dari bahan, cara penyampaian pada anak, dan cara penggunaan media tersebut. Bahan yang akan digunakan yaitu media pictograph yang telah dilaminating sesuai gambar yang akan diberikan sebagai perencanaan program pembelajaran. Cara penyampaian pada anak dengan memberi instruksi “samakan”, “ambil”, “tunjuk” serta melatih bahasa untuk mampu mengimitasi suara atau gerak bibir sesuai pelafalan
11
peneliti.
Cara
penggunaan
media
pictograph
tersebut
dengan
menempelkan media pictograph pada papan flanel sesuai aktivitas yang sedang dilakukan. Penggunaan media pictograph tersebut maksimal dalam papan display terdiri dari 5 (lima) kartu aktivitas ataupun kartu gambar lainnya. Media pictograph yang akan direkatkan pada papan flanel diberikan pada saat akan melakukan aktivitas ataupun menjelaskan tema pembelajaran yang sedang berlangsung. Proses pengoperasian media pictograph yang pertama peneliti menyajikan dengan menyampaikan tujuan materi pembelajaran oleh anak dengan bahasa verbal yang sederhana serta mengenalkan media pictograph. Hal ini berguna sebagai perangsang bagi anak untuk belajar. Setelah diberikan perangsang pembelajaran, peneliti masuk ke dalam materi inti pembelajaran. Peneliti melibatkan anak untuk aktif dalam pengajaran, yakni dengan meminta anak merekatkan media pictograph sesuai materi. Apabila semua aktivitas tersebut telah dilaksanakan, peneliti akan mengulas kembali kegitan yang telah dilakukan sambil mengambil satu persatu kartu tersebut sesuai aktivitas yang paling awal. Media pictograph digunakan untuk memudahkan anakautistik memberikan pembelajaran dengantask analysis untuk suatu tema yang sesuai dengan pembelajaran yang telah dirancang sebelumnya oleh peneliti. Media pictograph tersebut belum pernah digunakan sebagai sarana komunikasi non verbal anak autistik di SLB Dharma Rena Ring Putra II Yogyakarta dan efektivitas media pictograph sebagai media komunikasi
12
non verbal bagi anak autistik di SLB Dharma Rena Ring Putra II Yogyakarta belum teruji. Oleh karena itu penelitian berjudul efektivitas penggunaan pictograph sebagai media komunikasi non verbal bagi anak autistik di SLB Dharma Rena Ring Putra II Yogyakarta penting untuk dilakukan. B. Identifikasi masalah 1. Anak autistik dalam komunikasi verbal tidak jelas hanya menggumam dan babbling. Anak melakukan babbling apabila menginginkan sesuatu. 2. Anak autistik belum mampu mengungkapkan keinginan hanya sebatas menarik tangan orang lain untuk melakukan komunikasi. 3. Anak autistik menarik diri dari lingkungan yang ramai dan terhadap seseorang yang tidak dikenal. 4. Anak belum mampu mandiri melakukan aktivitas sehari-hari (berpakaian, memakai sepatu, mandi sendiri). 5. Kemampuan komunikasi anak autistik belum maksimal. Penggunaan bahasa verbal cenderung dilakukan melalui perintah tanpa disertai penggunaan bahasa nonverbal yang tidak mengerti maknanya. 6. Media yang digunakan dalam pembelajaran kurang bervariasi (kumpulan gambar dalam satu kertas). 7. Anak autistik pasif dan kurang antusias dalam mengikuti pembelajaran bina diri karena iklim pembelajaran kurang menyenangkan.
13
8. Belum digunakannya media pictograph dalam pembelajaran di sekolah regular maupun di sekolah luar biasa, terutama di SLB Dharma Rena Ring Putra II Yogyakarta. C. Batasan masalah Permasalahan komunikasi bagi anak autistik sangat kompleks, oleh karena itu penelitian ini dibatasi dan difokuskan pada efektivitas penggunaan pictograph sebagai media komunikasi non verbal anak autistik di SLB Dharma Rena Ring Putra II Yogyakarta. Materi dibatasi pada pemahaman konsep aktivitas menolong diri sendiri yaitu kegiatan mencuci tangan, memakai sepatu dan memakai baju. D. Rumusan masalah Rumusan masalah yang akan dijawab dalam penelitian ini berdasarkan batasan masalah tersebut yaitu: Apakah penggunaan pictograph efektif digunakan sebagai media komunikasi non verbal bagi anak autistik di SLB Dharma Rena Ring Putra II Yogyakarta? E. Tujuan penelitian Tujuan yang akan dicapai dalam penelitian untuk mengetahui efektivitas penggunaan pictograph sebagai media komunikasi non verbal yang efektif bagi anak autistik di SLB Dharma Rena Ring Putra II Yogyakarta.
14
F. Manfaat penelitian Penelitian ini diharapkan
dapat memberikan manfaat baik secara
teoritis maupun praktis. Manfaat yang diharapkan penulis antara lain sebagai berikut: 1. Manfaat praktis a. Bagi siswa : Mempermudah anak melakukan komunikasi dengan media pictograph. b. Bagi guru : Guru dapat memberikan pengalaman belajar sesuai dengan kesepakatan bersama dengan anak autistik dengan menggunakan media pictograph. c. Bagi kepala sekolah : Sebagai masukan dan bahan pertimbangan dalam pelaksanaan kurikulum di sekolah dengan menggunakan media pictograph dalam setiap pembelajaran. 2. Manfaat teoritis Hasil penelitian ini akan menambah khasanah ilmu pengetahunan bidang pendidikan anak berkebutuhan khusus, khususnya dalam penggunaan pictograph sebagai media komunikasi anak autistik. G. Definisi operasional 1. Media pictograph yaitu alat perantara pembelajaran yang secara fisik digunakan sebagai perantara pembelajaran yang berupa tulisan dengan
15
menggambarkan langsung benda atau aktivitas yang dimaksud dengan penyederhanaan, penggambaran lebih nyata yang dibuat dari elemen dasar dari simbol grafis. Media pictograph sebagai alat bantu bagi anak autistik dalam memperkenalkan aktivitas supaya anak mampu melakukan komunikasi dengan maksud yang disampaikan oleh peneliti dan untuk melatih verbal anak. 2. Komunikasi non verbal anak autistik adalah sebuah rangkaian proses penyampaian infromasi atau pesan kepada pihak lain dengan penggunaan media penggambaran yang hanya terbaca oleh indera penglihatan. Komunikasi visual mengkombinasikan seni, lambang, tipografi, gambar, desain grafis, ilustrasi, dan warna dalam penyampaiannya. Penyampaian pesan dapat dilakukan dengan menunjuk gambar, symbol, benda, dan lambang nonverbal yang bersifat publik.. Komunikasi dengan penggunaan ekspresi mimik muka, sikap tubuh, dan gerak tubuh, serta respon anak terhadap komunikasi non verbal dari orang lain. Anak mampu
menunjuk
kegiatan tersebut anak dilatih dengan permintaan dari guru “jika kamu ingin mencuci tangan, tunjukkan gambar yang mana”. 3. Anak autistik yaitu seseorang anak yang mengalami gangguan perkembangan kompleks pada fungsi otak yang disertai dengan defisit intelektual dan perilaku dalam rentang dan keparahan yang luas. Gangguan perkembangan yang dialami selama masih bayi dan awal masa kanak-kanak terutama sejak usia 18 sampai 30 bulan, dengan
16
memperlihatkan
karakteristik
komunikasi dan perilaku.
17
dalam
masalah
interaksi
sosial,
BAB II KAJIAN PUSTAKA
A. Kajian Teori Anak Autistik. 1. Pengertian Anak Autistik. Autism dapat diartikan sebagai suatu keadaan yang tidak memiliki perhatian terhadap dirinya sendiri. Batasan pengertian anak autistik telah banyak dikemukakan oleh para ahli yang semuanya itu pada dasarnya mengandung pengertian yang sama. Menurut Pamuji (2007:2) anak autis adalah anak yang megalami gangguan perkembangan fungsi otak yang ditandai dengan adanya kesulitan
pada
kemampuan
interaksi
sosial,
komunikasi
dengan
lingkungan, perilaku dan adanya keterlambatan pada bidang akademis. Menurut Yosfan Azwandi (2007:144) menyatakan bahwa autisme merupakan gangguan proses perkembangan neurobiologis berat yang terjadi dalam tiga tahun pertama kehidupan. Hal ini menyebabkan gangguan pada bidang komunikasi, bahasa, kognitif, sosial, dan fungsi adaptif. Dari pendapat beberapa ahli tersebut dapat dimaknai bahwa anak autistik memiliki gangguan sistem perkembangan yang kompleks yang disebabkan
pada
perkembangan
fungsi
otak
yaitu
pada
proses
perkembangan neurobiologis yang sering terjadi pada tiga tahun pertama. Dampak dari gangguan yang kompleks tersebut menyebabkan kesulitan
18
pada kemampuan dalam bidang komunikasi, bahasa, kognitif, sosial dan fungsi adaptif. Anak autistik terkadang tidak memiliki kemampuan dalam bertutur kata, dan hanya mengeluarkan bunyi-bunyi atau meniru apa yang dikatakan orang lain. Anak autistik mengalami gangguan dalam aspek komunikasi dengan ciri-ciri perkembangan yang lambat, terlihat seperti memiliki masalah pendengaran dan tidak memperhatikan apa yang dikatakan oleh orang lain, jarang bicara, sulit untuk diajak berbicara, kadang bisa mengatakan sesuatu namun hanya sebentar saja, perkataan yang disampaikan tidak sesuai dengan pertanyaan, mengeluarkan bahasa yang tidak dapat dipahami oleh orang lain, meniru perkataan atau pembicaraan orang lain (echolalia), dapat meniru kalimat atau nyanyian tanpa mengerti maksudnya, suka menarik tangan orang lain bila meminta sesuatu. Kasus anak autistik di SLB C Dharma Rena Ring Putra II Yogyakarta yang berinisial Tiko (samaran) memiliki gangguan pada aspek komunikasi. Komunikasi yang dilakukan anak tersebut tidak ada respon apabila menginginkan sesuatu, anak hanya merengek dan hanya diam saja. Anak tersebut menangis apabila keinginannya tidak dapat dimengerti oleh lawan bicaranya. 2. Karakteristik Anak Autistik. Karakteristik anak autistik merupakan perilaku khas yang meliputi pengetahuan, sikap atau ucapan yang sering ditunjukkan jika dihadapkan
19
pada suatu obyek atau situasi tertentu yang dapat mendorong tertunjuknya perilaku tersebut. Menurut Yuniar 2002 (dalam Pamuji 2007 : 11), menyatakan karakteristik anak autistik disebut juga dengan Trias autistik yang meliputi tiga gangguan yaitu: a. Gangguan atau keanehan dalam berinteraksi dengan lingkungan (orang sekitar, obyek dan situasi). Gangguan pada aspek interaksi ini, anak autistik biasanya lebih menarik diri terhadap lingkungan baru maupun tidak mampu melakukan aktivitas apabila terjadi perubahan pada kegiatan seharihari. b. Gangguan dalam kemampuan bekomunikasi baik verbal maupun non verbal. Gangguan pada anak autistik dalam berkomunikasi ada beberapa yang mampu melakukan komunikasi secara baik namun terkadang tidak ada maknanya hanya membeo maupun babbling. Lebih banyak anak autistik mengalami gangguan komunikasi verbalnya yang biasanya diam maupun menggumam. c. Gangguan atau keanehan dalam berperilaku motorik, minat yang terbatas, dan respon sensoris yang kurang memadai. Menurut Yuniar (2002:11) ada beberapa yang sering ditemukan di lapangan diantaranya: 1) Mempertahankan rutinitas atau sulit menyesuaikan diri dengan perubahan. 2) Terlambat dalam perkembangan bahasa. 3) Sering ”ngoceh” atau menggunakan bahasa sendiri. 20
4) 5) 6) 7)
Sering menarik tangan orang dewasa bila menginginkan sesuatu. Sulit bermain dengan teman sebaya. Kontak mata sangat kurang. Cara bermain yang tidak wajar dan monoton, seperti senang membuang-buang, membariskan barang-barang, memutar benda, membuka-buka buku. 8) Suka sekali benda tertentu, seperti botol shampoo, alat adapur, karet gelang dan merobek-robek kertas. 9) Hiperaktif atau sangat pasif, tidak bisa membela dirinya. 10) Tak tertarik pada mainan atau menggunakan mainan tidak sesuai dengan fungsinya. Gangguan atau keanehan dalam berperilaku motorik anak autistik banyak ha-hal yang menjadi hambatan bagi orang lain untuk memaknai dari perilaku tersebut, dan anak autistik mengalami hambatan dalam mengutarakan keinginannya. Hal itu disebabkan karena antara lain keterlambatan dalam perkembangan bahasa. Karakterisitik anak autistik menurut Yoswan Azwandi (2007:146) ditinjau dari interaksi sosial, komunikasi dan pola bermain, serta aktivitas dan minat yaitu dampak gangguan dari dari segi interaksi sosial. Anak autisme dapat dikenal dengan mengamati interaksi sosialnya yang ganjil dibandingkan anak pada umumnya, seperti: 1) 2) 3) 4) 5)
Menolak bila ada yang hendak memeluk. Tidak mengangkat kedua lenganya bila diajak untuk digendong. Ada gerakan pandangan mata yang abnormal. Gagal menunjukkan suatu objek kepada orang lain. Sebagian anak autisme acuh dan tidak bereaksi terhadap pendekatan orangtuanya, sebagian lainnya malahan merasa terlalu cemas bila terpisah dan melekat pada orangtuanya. 6) Gagal dalam mengembangkan permainan bersama teman-teman sebayanya, mereka lebih suka menyendiri. 7) Keinginannya untuk menyendiri sering tampak pada masa kanakkanak dan akan makin berkurang sejalan dengan bertambahnya usia. 8) Tidak mampu memahami aturan-aturan yang berlaku dalam interaksi sosial. 21
9) Tidak mampu untuk memahami ekspresi wajah orang, atau pun untuk mengekspresikan perasaannya baik dalam bentuk vocal ataupun dalam ekspresi wajah. Dampak dari gangguan interaksi sosial tersebut diantaranya gagal dalam mengembangkan interaksi dengan teman sebayanya dan lebih suka menyendiri sangat tampak pada kasus anak autistik di TKLB SLB Dharma Rena Ring Putra II Yogyakarta. Anak tersebut selalu menyendiri, pendiam dan apabila didekati selalu menghindar dengan berlari menjauhi orang didekatnya yang tidak dikenalnya. Menurut Yozwan Aswandi (2007: 146) karakteristik anak autistik dari segi komunikasi, interaksi sosial, dan pola bermain serta aktivitas dan minat adalah sebagai berikut: a. Dampak gangguan dari segi komunikasi dan pola bermain. Dari segi komunikasi dan pola bermain, Yoswan Aswandi menjelaskan bahwa sebagian anak autistik mengalami keterlambatan dan abnormalitas dalam berbahasa dan berbicara. Menggumam adalah tahap perkembangan bicara yang normal muncul sebelum dapat mengucapkan kata-kata, pada anak autistik hal ini mungkin tidak nampak. Bila tertarik dengan suatu objek/benda, biasanya mereka tidak menunjukkan atau memakai gerakan tubuh untuk menyampaikan keinginan, namun berusaha menarik tangan orang lain. Mereka juga mengalami kesukaran dalam memahami arti kata-kata serta penggunaan bahasa yang sesuai konteksnya. Dampak gangguan dari segi komunikasi, anak autistik yang mampu berbicara dengan kemampuan verbalnya, biasanya tidak mampu
22
memaknai ucapanya, serta tidak mampu memahami ucapan lawan bicaranya. Kemampuan bahasa verbalnya tidak digunakan untuk berkomunikasi namun hanya menirukan kalimat lawan bicaranya (membeo). Banyak anak autistik yang mengalami keterlambatan pada bahasa verbal dan dalam melakukan komunikasi. Anak yang belum berbahasa biasanya hanya mengutarakan keinginannya dengan menarik tangan orang lain tetapi belum mampu menunjukkan keinginannya. Sehingga, anak dan orang lain tersebut mengalami kesulitan dalam berkomunikasi. b. Dampak gangguan dari segi aktivitas dan minat. Pada aspek aktivitas dan minat, anak autisme memperlihatkan abnormalitas
dalam
bermain.
Beberapa
anak
autistik
tidak
menggunakan alat mainannya sesuai dengan yang seharusnya. Anak autistik menolak adanya perubahan lingkungan dan rutinitas baru. Mereka sulit dipisahkan dari suatu benda yang menjadi daya tariknya dan menolak meninggakan rumah tanpa benda tersebut. Gerakan stereotipi tampak pada hampir semua anak autistik. Seperti gerakan menggoyang-goyangkan tubuh, menggerakkan jari jemarinya di depan mata, dan sebagainya. Beberapa ahli menjelaskan karakteristik anak dengan autisme yang sering dilakukan dan sebagai identitas anak autistik. Dari pendapat ahli tersebut karakteristik anak autistik terdapat tiga gangguan perkembangan yang sangat kompleks yaitu gangguan dalam berinteraksi dengan
23
lingkungan, gangguan dalam berperilaku, aktivitas dan minat serta gangguan berkomunikasi dan pola bermain. Dapat dijelaskan beberapa perilaku yang terdapat dalam gangguan interaksi dengan lingkungan yaitu kontak mata sangat kurang bahkan tidak mampu melakukan kontak mata dengan lawan bicara, sebagian anak autistik tidak bereaksi terhadap beberapa perilaku seperti pendekatan dari orang lain. Dalam aktivitas dan minat yaitu beberapa anak autistik tidak menggunakan alat mainannya sesuai dengan yang seharusnya, sulit untuk dipisahkan dari suatu benda dan menolak meninggalkan di rumah tanpa benda tersebut. Dari kasus Tiko anak autistik yang ada di SLB Dharma Rena Ring Putra II Yogyakarta bahwa Tiko selalu membawa koran kemanapun dia melakukan aktivitas, apabila koran tersebut diambil, ia akan merengek, marah dan meminta. Cara mengungkapkan keinginannya terhadap benda tersebut dengan menarik tangan dan menggumam. Beberapa perilaku yang terdapat dalam gangguan komunikasi dan pola bermain yaitu sebagian anak autistik mengalami keterlambatan dan abnormalitas dalam berbahasa dan berbicara, dari kasus Tiko, ia mampu bersuara dan mengucapkan kata namun tidak jelas maknanya dan juga menggumam apabila menginginkan sesuatu. Pemahaman komunikasi nonverbal anak autistik kelas TKLB SLB Dharma Rena Ring Putra II Yogyakarta yang dimaksud pada penelitian ini mengalami kesulitan dalam mengungkapkan kegiatan sehari-hari.
24
B. Kajian Tentang Media Pembelajaran. 1. Pengertian Media Pembelajaran. Kata media berasal dari bahasa Latin dan merupakan bentuk jamak dari kata medium yang secara harafiah berarti perantara atau pengantar. Media pembelajaran menurut Briggs, 1970 dalam Sadiman dkk, (2005 : 6) yaitu segala alat fisik yang dapat menyajikan pesan serta merangsang anak untuk belajar. Menurut Hamalik, 1986 (dalam Azhar Arsyad, 2011:15) menggunakan media pembelajaran dalam proses belajar mengajar dapat membangkitkan keinginan dan minat baru, membangkitkan motivasi dan rangsangan kegiatan belajar, dan bahkan membawa pengaruh-pengaruh psikologis terhadap anak. Berdasarkan kajian beberapa ahli tersebut di atas, dapat ditegaskan bahwa media pembelajaran yaitu alat yang digunakan untuk membantu proses penyampaian pesan yang terbuat menyerupai benda aslinya maupun miniatur seperti benda aslinya, sehingga fungsinya mampu membantu dalam proses peyampaian pesan serta membangkitkan motivasi pada anak dalam menerima pelajaran. Manfaat praktis dari penggunaan media pembelajaran di dalam proses belajar mengajar menurut Azhar Arsyad (2011 : 26) yang bersumber dari beberapa ahli disebutkan beberapa kegunaan media pembelajaran yaitu media pembelajaran dapat memperjelas penyajian pesan dan informasi, media pembelajaran dapat meningkatkan dan mengarahkan perhatian anak, media pembelajaran dapat mengtasi keterbatasan indera, ruang, dan
25
waktu, media pembelajaran dapat memberikan kesamaan pengalaman kepada anak tentang peristiwa-peristiwa di lingkungan mereka. Dari keempat kegunaan media tersebut dapat dijelaskan sebagai berikut: a. Media pembelajaran dapat memperjelas penyajian pesan dan informasi. Manfaat yang dimaksud untuk memperjelas penyajian pesan dan informasi yaitu media sebagai pendukung bukan sebagai unsur yang utama pada pembelajaran. Informasi pesan atau informasi bersumber dari pengetahuan umum dan media pembelajaran yang dimaksud disini sebagai alat bantu atau benda untuk memperjelas pesan informasi dari pengetahuan umum yang sangat abstrak akan dapat diperjelas dengan menggunakan media. b. Media pembelajaran dapat meningkatkan dan mengarahkan perhatian anak. Manfaat media untuk meningkatkan dan mengarahkan perhatian anak yaitu media tidak hanya sebagai alat bantu atau benda sebagai penunjang pembelajaran namun manfaat lain untuk memberikan daya tarik bagi anak, sehingga proses belajar yang biasanya hanya duduk diam dan mendengarkan, dengan media atau alat bantu belajar anak menjadi lebih aktif dan antusias dalam menerima pelajaran. Selain itu, media pembelajaran membuat anak lebih berpikir secara umum dan akan banyak menimbulkan suatu pikiran yang berbeda tiap anak,
26
sehingga akan bertambah banyak pengetahuan yang didapat pada masing-masing anak. c. Media pembelajaran dapat mengtasi keterbatasan indera, ruang, dan waktu. Manfaat media untuk mengatasi keterbatasan indera, ruang dan waktu yang dimaksud yaitu memberikan manfaat praktis apabila belajar menggunakan media pembelajaran. Media pembelajaran pada dasarnya dirancang untuk mempermudah namun memberikan manfaat yang besar dalam proses belajar. Keterbatasan-keterbatasan yang akan mempersulit anak untuk mencapai kedaerah yang sangat jauh dan luas dapat digunakan media seperti benda nyata namun dengan skala yang kecil seperti miniatur. Miniatur dapat dimanfaatkan bagi pembelajaran anak dengan gangguan penglihatan yang tidak mampu menjangkau daerah yang luas dan menggambarkan suatu benda.Mengatasi keterbatasan indera, ruang dan waktu seperti gunung. Gunung dalam bentuk nyatanya sangat besar, tinggi, tidak dapat disentuh dan sangat jauh, apabila anak harus melihat secara langsung serta merabanya tentu saja akan menghabiskan waktu dalam perjalanan untuk mencapai gunung dan tidak mampu mengukur serta meraba secara menyeluruh. Untuk itu, ada penampang atau miniatur sebagai media pembelajaran yang digunakan dalam pembelajaran tentang alam tersebut.
27
Tidak hanya dengan miniatur, media berbasis audio visual seperti video, film, radio dapat digunakan sebagai media untuk membantu menyampaikan pesan secara lebih jelas. Peristiwa-peristiwa alam akan lebih mudah dijelaskan dalam media berbasis audio visual. d. Media pembelajaran dapat memberikan kesamaan pengalaman kepada anak tentang peristiwa-peristiwa di lingkungan mereka. Manfaat media pembelajaran dapat memberikan kesamaan yang dimaksud yaitu memberikan pengalaman yang serupa tentang konsep maupun benda yang dimaksud dari mata pelajaran yang telah diberikan sebelumnya. Supaya tidak menimbulkan persepsi yang berbeda pada tiap anak, dapat dilakukan pengamatan secara langsung dengan benda yang nyata atau pengalaman yang nyata misalnya melalui karyawisata di lingkungan sekitar maupun kunjungan yang lain seperti museum, kebun binatang dan tempat-tempat yang mampu dimanfaatkan sebagai tempat yang mengandung unsur pendidikan. Manfaat praktis menurut ahli di atas dapat dikaji tentang fungsi media pembelajaran, yaitu media sebagai penjelas dan membantu guru untuk menyampaikan informasi secara jelas dari beberapa materi pelajaran yang membutuhkan proses yang secara terinci perlu diketahui oleh anak serta bertujuan mengatasi keterbatasan indera, ruang dan waktu. Dibidang kognitif, anak-anak autistik memiliki cara berpikir yang berbeda. Otak mereka menerima informasi dari pengideraan (telinga, mata,
28
kulit, dan hidung) dengan cara yang lain. Mereka mendengar, merasa dan meilhat sebagaimana orang lain tetapi otak mereka menerima informasiinformasi tersebut dengan cara berbeda. Oleh karena itu mereka menunjukkan perbedaan dalam berkomunikasi dan berinteraksi. Sebagai contoh dalam pembelajaran pengenalan konsep, pengenalan konsep kata benda pada anak-anak “normal” umumnya tidak begitu sulit namun menyenangkan bagi anak. Apabila anak atau anak melihat guru membawa sesuatu benda atau gambar ke dalam kelas, maka perhatian anak akan tertuju kepada benda yang dibawa guru tersebut. Kemudian anakanak biasanya akan bertanya, atau bagi yang sudah tahu akan langsung menyebutkannya. Keadaan ini memudahkan guru untuk mengajarkan konsep baru pada anak. Lain halnya dengan anak autistik, perhatiannya tidak mudah diterka, dan sulit mengarahkan dan mengontrolnya. Ada diantara anak autistik yang tertarik dengan benda yang dibawa guru, dan adapula yang menunjukkan ketidak tertarikan. Oleh karena permasalahan yang dialami anak autistik sangat berat dan spesifik berkenaan dengan gangguan komunikasi, bahasa, kognitif dan sosial emosi, maka peran utama yang menonjol adalah media sebagai alat untuk menarik dan mengarahkan perhatian anak. Sebab uapaya memberikan stimulus terhadap anak autisme, merupakan masalah utama yang sangat berat. Anak autistik yang hanya menggunakan sistem sensorinya “mono chanel” untuk merespon rangsangan yang ada, jika tidak dapat
29
mengembangkan sistem pendengaran dan penglihatanpada waktu yang bersamaan, maka ia akan merasakan stimulus yang lemah dan sulit memberikan respon. Keadaan ini menjadi salah satu penyebab terjadi kesulitan belajar pada anak autistik. Maka dari itu media pembelajaran akan berperan sebagai upaya memperkuat rangsangan sehingga dapat direspon anak dengan tepat. Jadi media berperan sebagai alat yang dapat memperjelas penyajian pesan dan informasi sehingga dapat memperlancar meningkatkan proses dan hasil belajar. Dari uraian di atas, penggunaan media dalam pembelajaran anak autistik diperlukan untuk 1) alat untuk mengarahkan perhatian anak, 2) alat untuk meningkatkan dan memlihara konsentrasi anak, 3) mengatasi keterbatasan indera, ruang dan waktu, 4) sebagai alat yang dapat memperjelas penyajian pesan dan informasi sehingga dapat memperlancar dan meningkatkan proses dan hasil belajar, 5) alat untuk memberikan kesamaan pengalaman kepada anak tentang peristiwa-peristiwa. 2. Klasifikasi Media Pembelajaran Ada beberapa klasifikasi media pembelajaran yang digunakan dalam proses pengajaran menurut Yoswan Azwandi (2007:168) salah satunya media berbasis manusia. Pada umumnya manusia sebagai sumber informasi pertama dalam proses memperoleh pengetahuan, namun manusia bukan satu-satunya sumber media pengetahuan karena jika tidak didukung oleh benda atau media yang lain sebagai pendukungnya, pengetahuan akan sulit dijelaskan. Adapun klasifikasi media pembelajaran
30
menurut Yoswan Azwandi (2007:168) yang lain beserta penjelasannya sebagai berikut: 1) Media berbasis manusia, yang meliputi guru kelas, guru pembimbing khusus, guru mata pelajaran, guru pendamping (shadow), dan anggota kelompok. Klasifikasi media berbasis manusia yaitu semua informasi dan peraga dalam pembelajaran dari manusia. Namun biasanya informasi dari sumber manusia tidak begitu efektif, karena hanya dengan ceramah. Hakekatnya manusia meliputi guru, pembimbing dan anggota kelompok berperan penting dalam proses belajar mengajar, apabila tidak ada guru sebagai sumber informasi hidup, anak akan mengalami kesulitan apabila hanya diberikan media atau benda saja tanpa ada informasi yang jelas tentang media atau benda tersebut. 2) Media berbasis cetakan, diantaranya buku teks, buku penuntun, jurnal, majalah, dan lembaran lepas. Media berbasis cetakan seperti buku teks dan lainnya yang didalamnya terdapat informasi-informasi secara tertulis serta penjelasan mengenai informasi tersebut merupakan salah satu media praktis yang dapat dipelajari hanya dengan membaca dan informasi banyak didapatkan. Media cetak seperti buku teks dimanfatkan guru sebagai sumber bahan belajar bagi anak. Media cetak kurang efektif digunakan bagi anak apabila tidak ditunjang
31
oleh praktik langsung, misalnya pada materi pengembangan diri memakai pakaian, apabila hanya diperlihatkan gambar dan tulisan saja belum tentu anak mampu memahami caramemakai pakaian yang benar sesuai tahapan. Untuk itu, selain menggunakan media cetak harus didukung dengan praktik langsung. Pengalaman belajar tiap anak berbeda-beda, sehingga apabila dengan membaca saja informasi yang didapat satu anak dengan yang lain akan menimbulkan persepsi belajar yang berbeda. Untuk itu, harus ada media pendukung lain seperti manusia yaitu guru untuk membimbing anak mencapai satu persepsi yang sama. Guru akan memanfaatkan media atau alat bantu sebagai pendukung proses penyampaian pesan kepada anak. 3) Media berbasis visual, pembelajaran anak autistik dimulai dari membangun stimulus dan respon visual, seperti kontak mata. Media berbasis visual menjadi media yang sangat menarik bagi anak dan mempermudah menerima pelajaran, karena media berbasis visual bagi anak biasanya menggunakan gambar yang menarik dan berwarna-warni sehingga mampu menimbulkan perhatian dan minat belajar anak. Bagi anak autistik, media berbasis visual seperti media kartu gambar berwarna akan lebih memfokuskan anak terhadap benda sehingga menarik perhatian anak. Jadi media berbasis visual dalam pembelajaran anak autisme memegang peran yang sangat penting.
32
4) Media berbasis audio-visual, anak autistik membutuhkan input sensori lebih dari satu sumber atau modalitas supaya proses datangnya informasi dapat diterima dengan akurat. Media berbasis audio-visual sebagai media yang lebih kompleks dan lebih jelas sebagai sumber belajar. Tidak hanya menampilkan gambar saja namun anak dapat mendengarkan suara secara langsung pada gambar maupun film yang sedang dilihatnya. Audio pada film maupun gambar slide membantu guru dalam menyampaikan informasi maupun penjelasan yang terdapat pada gambar. 5) Media berbasis benda nyata, terdiri dari benda-benda asli dan benda tiruan tergolong pada benda tiga dimensi. Media berbasis benda nyata tidak hanya benda asli, namun miniatur sebagai benda tiruan yang hampir sama seperti benda aslinya hanya saja skala atau ukurannya diperkecil lebih menarik bagi anak. Karena tidak perlu ke luar kelas anak belajar, dengan adanya benda tiruan anak mampu memberikan pengalaman dan menggambarkan secara umum. Bagi anak-anak berkebutuhan khusus, media tiga dimensi akan memberikan daya tarik pada pengalaman belajarnya tersediri dan memberikan kesempatan pada anak melihat dan memegang secara langsung.
33
6) Media berbasis komputer, digunakan oleh penyandang anak autistik khususnya penyandang autism ringan dan tidak mengalami gangguan kognitif. Media berbasis komputer dimanfaatkan bagi penyandang autism ringan dan tidak mengalami gangguan kognitif karena kemampuan anak autistik ringan biasanya melebihi kemampuan anak-anak normalsetaranya. Kemampuan anak autistik ringan dengan kognitif rata-rata anak normal harus dimanfaatkan untuk mencari pengalaman belajar sebanyak-banyaknya. Media komputer sebagai media yang digunakan oleh guru sebagai alat bantu belajar bagi anak autistik ringan, karena memanfaatkan media komputer akan memberikan fokus yang lebih dibandingkan hanya menulis di kertas, karena menulis di komputer antara kemampuan fokus ke layar dan kerjasama antara motoriknya, sehingga keseimbangan otak akan terjadi. Ahli lain juga memberikan kontribusi tentang klasifikasi media yang lain, tidak hanya terfokus dengan benda-benda namun unsur-unsur pada media grafis. Klasifikasi media belajar menurut Howard Levis dalam Ahmad Rohani (1997:108) ada empat yaitu Sign Vehicle Characteristic, Realism Cue Characteristic, Sensory Channel Characteristic, dan Locus Of Control Characteristic. Keempat klasifikasi tersebut dapat dijelaskan sebagai berikut:
34
a.
Sign Vehicle Characteristic, seperti: Karakteristik pada sumber belajar ini mengandung simbol-simbol yang harus diperhatikan pada suatu sumber pembelajaran. Unsurunsur tiap simbol berbeda tergantung dari klasifikasinya dan harus diperhatikan, sehingga tercapai keseimbangan antara ukuran dan bentuk simbolnya. Sign Vehicle Characteristic itu seperti simbol digital yang berupa kata dan angka, simbol iconic berupa gambar dan diagram.
b.
Realism Cue Characteristic, seperti: Karakteristik pada unsur isyarat gambar harus memperhatikan beberapa hal, sehingga dalam penyampaian melalui gambar harus berpadu antara fokus objek yang akan disampaikan dengan efek suara sebagai pendukungnya. Media ini mempunyai karakteristik sebagai berikut: 1) Jumlah detail gambar-gambar. 2) Warna. 3) Dimensi. 4) Efek pendengaran.
c.
Sensory Channel Characteristic, seperti: Karakteristik saluran sensorik pada klasifikasi sumber belajar harus sesuai dengan kenyataannya, sehingga dalam penyampaian pesan ataupun informasi bisa dijelaskan tidak menyimpang dengan
35
benda nyatanya walaupun skala pembuatan medianya diperkecil. Karakteristik tersebut berupa: 1) Pengamatan. 2) Pendengaran. 3) Perabaan. 4) Penyajian melalui berbagai saluran. d.
Locus Of Control Characteristic, seperti: Karakteristik Locus Of Control Characteristicmedia harus mampu mengatasi keterbatasan ruang dan waktu, sehingga sangat efektif digunakan bagi anak yang memiliki hambatan. Media dimanfaatkan sebagai sumber belajar untuk membantu anak secara lebih aktif dan mempunyai karakteristik sebagai berikut: 1) Menjadi sumber. 2) Kekakuan/ keluwesan menurut waktu. 3) Kekakuan/ keluwesan menurut urutan. Berdasarkan kajian dari beberapa para ahli tersebut dapat ditegaskan
bahwa klasifikasi media pembelajaran yang digunakan dalam proses pengajaran tidak hanya bersumber dari media cetak yang banyak membawa sumber informasi pengetahuan, tetapi pada sumber media cetak seperti buku teks yang memuat informasi pengetahuan tersebut dalam penyampaian pesan maupun informasi harus dibantu dengan alat atau media yang lain berbasis audio-visual, miniatur serta benda nyata. Khusus
36
bagi pembelajaran anak autistik media berbasis audio-visual lebih merangsang anak autistik dalam pemahaman yang lebih akurat. C. Kajian Tentang Media Pictograph 1. Pengertian Media Pictograph Pengertian pictograph menurut Norbert (2012:2776), pictograph adalah gambar yang digunakan untuk mewakili kata tertentu atau ide daripada unit tertentu dalam bidang komunikasi. Dari pendapat ahli tersebut dapat dijelaskan bahwa gambar pada pictograph dapat digunakan sebagai bahasa lambang yang digunakan untuk berkomunikasi. Pictograph digunakan pada zaman orang kuno terdahulu (di Mesir, Mesopotamia, Kreta, dll.) dan masih umum digunakan di jalan, bandara dan tanda lainnya (misalnya, penyeberangan pejalan kaki, klaim bagasi, dan toilet perempuan), pictograph dapat dipahami terlepas dari lisan atau bahasa isyarat. Berdasarkan buku “Pictograms Icons and Signs (A Guide To Information Graphics), karya Rayan Abdullah dan Roger Hubner (2006:: a. Iconogram Iconogram
merupakan
sebuah
tanda
yang
mencerminkan
representasi ilustratif, emphasis antara sang penanda dan yang ditandai.
Iconogram
merupakan
kajian
yang
memperhatikan
konfigurasi dari gambar pada suatu karya untuk mengetahui makna yang tersembunyi yaitu untuk menganalisis karya kartun editorial.
37
b. Pictograph Pictograph merupakan tanda yang merepresentasikan fakta kompleks, tidak secara kata – kata atau suara tetapi secara visual yang memiliki arti. c. Logogram Logogram merupakan representasi konsepsual seperti tulisan ke dalam sebuah visual. Sebuah simbol tulisan yang mewakili sebuah kata atau makna. Fungsinya untuk mempersingkat penulisan sebuah kata, contoh: '&' untuk menyingkat 'dan'.
Pictograph adalah sebuah kata lain dari pictogram. Menurut pendapat ahli di atas dapat dijelaskan bahwa pictograph adalah sebuah gambar atau simbol yang terdiri dari kata atau kumpulan kata. Pictograph biasanya berupa gambar lambang, yang mewakili suatu jumlah dari suatu sifat atau dari suatu hal. Maksud dari pernyataan tersebut yaitu satu gambar dapat diumpamakan sebagai lambang yang mewakil beberapa arti dalam penerapan yang sesuai dengan kesepakatan bersama. Dengan demikian, apabila di dalam pictograph itu dideretkan 3 gambar kran air yang mengeluarkan air, maka kita tahu bahwa yang dilambangkan itu mewakili mencuci tangan, mencuci kaki, mencuci piring dan sebagainya. Dari tiga kemungkinan gambar tersebut dapat dibuat konsisten dan mampu mengatakan maksudnya tanpa banyak penjelasan.
38
Sumber belajar yang lain tidak hanya berupa penampang maupun miniatur, namun dapat juga hanya sebuah simbol yang dapat menggambarkan suatu makna tertentu yang dapat disesuaikan dengan kebutuhan anak serta sebagai keputusan bersama antara anak dan guru dalam menentukan arti dari suatu simbol tersebut. Simbol lebih berbentuk abstrak dan memiliki pemaknaan yang luas, sehingga perlu adanya kesepakatan dengan anak dalam memaknai simbol tersebut. Menurut Ahmad Rohani (1997:91) dari hasil tes psikologis menunjukkan bahwa umumnya orang lebih cepat mempelajari dan lebih lama mengingat sesuatu, bila bahannya disajikan secara visual, singkat dan jelas. Piktograf (gambar lambang) termasuk alat komunikasi visual yang memenuhi syarat didaktis, oleh karena piktograf secara langsung berbicara kepada peserta didik secara visual, singkat dan jelas. Dari penjelasan ahli tersebut bahwa penyajian secara visual sangat penting peranannya sebagai alat peraga dalam pembelajaran. Pictograph sebagai pelengkap bahasa tertulis, pelengkap yang dimaksud yaitu menyederhanakan cara mengkomunikasikan berbagai konsep. Maksud dari sebuah pictograph bukan untuk menyajikan gambar-gambar secara mendetail, pictograph tidak bermaksud menggambarkan peristiwa individual, kasus demi kasus. Tugasnya ialah mengutamakan peristiwa yang umum. Karena sifatnya itu, maka pictograph berisi keterangan yang didapatkan. 2. Penerapan Pictograph Menurut Ahmad Rohani (1997:46) dijelaskan beberapa ketentuan yang patut diperhatikan dalam penerapannya yaitu:
39
a. Setiap kesatuan lambang piktograf perlu dibuat seragam. b. Setiap kesatuan lambang mewakili suatu nilai yang sama dan tetap. c. Suatu jumlah yang besar tidak digambarkan dengan suatu gambar piktograf yang juga lebih besar. d. Separo atau pecahan dari suatu nilai suatu lambang dapat digambarkan tidak lengkap (misalnya separo dari lambang). Dari pendapat ahli di atas dapat dijelaskan bahwa dalam ketentuan penerapan media pictograph yaitu tanda atau gambar (piktograf) dalam unsur pembuatan media pictograph harus bisa menyampaikan suatu makna melalui simbol atau gambar yang menyerupaiatau meniru keadan fisik objek yang sebenarnya. Pictograph dapat dibuat beberapa gambar yang seragam, namun beberapa komponen dihilangkan untuk menjadi satu gambar yang utuh “pictograph” dalam menjelaskan suatu konsep gambar dan bisa juga dalam suatu rangkaian gambar dibuat sama, namun pada setiap gambar dibuat perbedaan pada satu komponennya saja. Perbedaan rangkaian gambar dimaksudkan untuk memberikan penjelas dalam pembelajaran konsep aktivitas maupun memberikan penjelasan mengenai pemaknaan gambar yang mirip namun sifat yang berbeda. Dalam penerapan media pictographsebagai sarana pembelajaran anak autistik, dibutuhkan modifikasi dalam penggunaan media pictograph tersebut. Modifikasi yang akan dibuat yaitu dari pembuatan media serta cara penyampaian gambar. Media pictograph yang seharusnya dibuat menyerupai sebuah buku
yang bergambar dan beberapa media
pictographberada pada satu lembar dan satu deret, pada penelitian ini peneliti akan memodifikasi dengan mengambil satu media pictograph
40
sebagai bentuk utuh dalam mengenal konsep serta dimodifikasi bentuknya dengan melaminating media pictograph. Cara penyampaian media pictograph yang sesungguhnya yaitu sebagai cara menyampaikan suatu jumlah yang besar tidak digambarkan dengan suatu
media
pictograph
yang
juga
lebih
besar,
tetapi
dengan
menggambarkan sejumlah lambang yang masing-masing mewakili satu nilai tertentu, misalnya 30 lambang yang masing-masing mewakili nilai 100 untuk jumlah 30.000. Peneliti memodifikasi cara penyampaian bukan untuk menghitung suatu jumlah melainkan untuk membantu anak melakukan interaksi serta komunikasi yang sederhana menggunakan simbol sesuai kesepakatan antara anak dan peneliti dengan suatu simbol pictograph itu sendiri. 3. Fungsi dan keunggulan pictograph Media pictograph sebagai salah satu alat perantara penyampaian informasi bagi anak autistik dalam melakukan komunikasi terhadap seseorang yang diajak berkomunikasi, sehingga proses komunikasi ketika pembelajaran mudah dilakukan dan dapat melakukan interaksi terhadap seseorang yang diajak bicara. Keunggulan media pictograph menurut Soetardjo (2001:5) yaitu gambar-gambar hasil kreasi dengan komputer yang memiliki asosiasi dengan sebuah kata atau frase. Ini setingkat lebih tinggi dari gambar biasa, yang hanya mewakili sebuah atau hanya salah satu anggota dari suatu kelompok.
41
Simbol gambar pictograph mewakili tingkat selanjutnya dalam pengertian abstrak. Media pictograph alat yang secara fisik digunakan sebagai
perantara
pembelajaran
yang
berupa
tulisan
dengan
menggambarkan langsung benda atau aktivitas yang dimaksud dengan penyederhanaan, penggambaran abstrak yang dibuat dari elemen dasar dari simbol grafis. Media pictograph termasuk ke dalam jenis media grafis yang dapat disebut dengan simbol gambar (pictorial). Media grafis merupakan media visual yang menyajikan fakta, ide dan gagasan melalui kata-kata, kalimat, angka-angka dan berbagai sombol atau gambar. Pengertian media pictograph tersebut yang salah satunya sebagai simbol yang dapat menjelaskan sebuah alur aktivitas dapat dimanfaatkan peneliti sebagai media baru untuk berkomunikasi bagi anak autistik khususnya pada komunikasi non verbal. Simbol-simbol aktivitas akan dibuat lebih sederhana sehingga anak autistik akan lebih mudah memanfaatkan media tersebut sebagai alat komunikasi non verbal. Menurut Zafar (199:4), media pictograph digunakan oleh anakanak dan orang dewasa yang mengalami gangguan bicara, mengalami gangguan pendengaran, kesulitan belajar dan kesulitan memahami sesuatu. Selain untuk anak-anak dan orang dewasa yang mengalami kesulitan berkomunikasi, gambar pictograph dipakai oleh anak sekolah TK dalam memperkenalkan perbendaharaan kata dan anak SD untuk permulaan membaca.
Menurut Lenawati (2009:17) media pictograph dapat digunakan untuk anak dengan gangguan autistik dalam meningkatkan kemampuan komunikasinya. Menurut Zafar (199:4) media tersebut diuji cobakan untuk anak-anak dan orang dewasa yang mengalami gangguan bicara, 42
mengalami gangguan pendengaran, kesulitan belajar dan kesulitan memhami sesuatu. Media pictograph belum pernah diuji cobakan dalam proses pembelajaran di SLB Dharma Rena Ring Putra II Yogyakarta. Di sekolah tersebut, media yang digunakan sebagai sumber belajar masih belum mampu untuk mencukupi dalam kebutuhan sarana pembelajaran, karena dalam menggunakan media sebagai alat bantu belajar guru hanya menggunakan gambar sederhana yang dicetak kemudian ditempel di papan tulis. Pada kasus anak autistik tingkat TKLB, media tersebut kurang menjadi daya tarik dan kurang memiliki arti dalam mengarahkan fokus perhatian anak serta mempengaruhi kondisi belajarnya khususnya pada komunikasi anak autistik. Media pictograph digunakan untuk menunjukkan suatu benda, menunjukkan
keadaan
atau
situasi,
menunjukkan
keinginan,
mengemukakan suatu pilihan, mengemukakan perasaan menceritakan sesuatu, membuat jadwal kegiatanan dan membuat lembar latihan. Media ini
dilaksanakan
secara
berstruktur
dan
sistematis
yang
dapat
dimanfaatkan untuk berkomunikasi dengan orang lain. Media pictograph berupa simbol gambar yang lebih kompleks dari sekedar simbol yang hanya terdapat satu unsur gambar, namun di dalam media pictograph terdapat dua unsur/ komponen atau lebih gambar yang menjelaskan satu sama lain. Gambar pada pictograph mempermudah anak autistik berkomunikasi walaupun secara non-verbal, serta memberikan sebuah arti pada gambar sesuai kesepakatan bersama antara guru dan anak.
43
Unsur/komponen di dalam gambar pictograph sebagai penjelas aktivitas yang dilakukan tentang komponen pada satu aktivitas, sehingga anak mampu memahami kegiatan sekaligus memahami komponen yang harus ada pada suatu kegiatan. Media pictograph sebagai sarana komunikasi non verbal anak autistik diuji cobakan supaya simbol sederhana tersebut mempermudah dalam memahami konsep aktivitas serta dapat mengenalkan media pictograph yang telah ada dan telah diakui standar gambarnya sebagai alat komunikasi yang praktis bagi anak autistik khususnya di SLB Dharma Rena Ring Putra II Yogyakarta. Media gambar yang pada umumnya digunakan bagi anak autistik, biasanya merupakan sebuah gambar secara utuh tanpa adanya detail secara bertahap, untuk itu media pictograph akan dimanfaatkan sebagai media yang lebih sederhana namun lebih jelas akan maksud unsur dari gambar yang dimaksud. Media pictograph yang digunakan dalam penelitian ini akan dimodifikasi dari bahan, cara penyampaian pada anak, dan cara penggunaan media tersebut. Bahan yang akan digunakan yaitu media pictograph yang telah dilaminating sesuai gambar yang akan diberikan sebagai perencanaan program pembelajaran. Cara penyampaian pada anak dengan memberi instruksi “samakan”, “ambil”, “tunjuk” serta melatih bahasa untuk mampu mengimitasi suara atau gerak bibir sesuai pelafalan peneliti.
Cara
penggunaan
media
44
pictograph
tersebut
dengan
menempelkan media pictograph pada papan flanel sesuai aktivitas yang sedang dilakukan. D. Kajian Tentang Komunikasi Non Verbal 1. Pengertian komunikasi non verbal. Pengertian komunikasi non verbal menurut Yoswan Azwandi (2005:55) yaitu komunikasi dengan penggunaan ekspresi mimik muka, sikap tubuh dan gerak tubuh, serta respon anak terhadap komunikasi non verbal dari orang lain Komunikasi non verbal menurut Muhammad Budyatna dan Leila Mona G. (2011:110) adalah setiap informasi atau emosi dikomunikasikan tanpa menggunakan kata-kata atau nonlinguistik. Menurut Purwaka Hadi (2007:95) dijelaskan bahwa non verbal dalam komunikasi adalah suatu pesan yang disampaikan oleh komunikator dengan menggunakan gerakan isyarat tubuh dan anggota tubuh. Dari beberapa pengertian menurut para ahli tersebut dapat dijelaskan kembali bahwa komunikasi non verbal adalah isyarat tubuh yang diekspresikan melalui gerakan-gerakan tubuh sebagai komunikasi yang sederhana dan pemberian respon terhadap komunikasi verbal maupun non verbal dari orang lain. Menurut Supratiknya (1998:66) dibandingkan bahasa verbal perilaku non verbal lebih terbatas kemampuannya. Komunikasi non verbal hanya cocok digunakan untuk mengungkapkan perasaan-perasaan dan agak sulit untuk menyatakan pikirangagasan. Selain itu, pesan-pesan non verbal dapat sejalan dan memperkuat verbalnya, atau sebaliknya bertentangan sehingga justru memperlemah pesan verbalnya.
45
Dari uraian di atas ditegaskan bahwa bahasa verbal maupun non verbal sama-sama tidak dapat berdiri sendiri, walaupun seseorang mampu mengkomunikasikan secara verbal, tetapi tidak semua bahasa verbal selalu menjadi yang utama dalam melakukan komunikasi. Bahasa verbal tidak lebih bermakna apabila hanya diucapkan namun tidak terlihat perilaku non verbalnya. Sebaliknya untuk komunikasi non verbal, apabila seseorang yang tidak peka terhadap perilaku yang dimunculkan serta tidak dimaknai secara verbal dengan apa yang dilakukan pemaknaan akan menjadi salah paham antara penyampai pesan dan penerima pesan. Menurut Johnson 1981 (dalam Supratiknya, 1998:66), kesulitan memastikan yang sesungguhnya dirasakan orang lain berdasarkan komunikasi non verbal bersumber dari setidaknya dua sebab utama: a.
Fakta bahwa pesan-pesan non verbal memang bersifat kabur. Buktinya, seseorang dapat menangis karena sedih atau karena bahagia.
b.
Kontradiksi atau pertentangan yang sering terjadi antara pesan-pesan non verbal dengan pesan-pesan verbalnya. Hal ini dapat terjadi dengan atau tanpa disadari oleh pelakunya. Dari pendapat ahli di atas ada beberapa kesulitan yang dapat dirasakan
orang lain bahwa komunikasi non verbal itu bersifat perilaku ekspresif, namun menurut peneliti, komunikasi non verbal bukan bersifat ekspresif, namun
perilaku
yang
mampu
menjalin
interaksi
serta
saling
menyampaikan informasi yang didukung oleh ekspresif seseorang untuk meyakinkan penerima pesan. Komunikasi non verbal tidak hanya
46
dilakukan dengan perilaku dan ekspresif serta media lain sebagai penunjang dalam penyampaian informasi. Unsur-unsur komunikasi menurut Astrid S. Susanto (1997:2) adalah komunikator, kumunikan dan informasi. Komunikator adalah individu ataupun kelompok yang mengambil prakarsa ataupun yang sedang mengadakan komunikasi dengan individu ataupun kelompok (sasaran) yang lain. Komunikan adalah objek dari kegiatan komunikasi, yaitu bahwa hasil dari kegiatan ini adalah bahwa idea ataupun anjuran dan pikiran komunikator akan diterima oleh komunikan/sasarannya. Komunikan juga sering dikenal sebagai penerima berita/informasi. Informasi adalah nama untuk kegiatan pengawasan terhadap apa yang ditukar dan yang menukarkan dengan dunia luar, sehingga kita dapat menyesuaikan diri terhadapnya dan berdasarkan informasi tersebut memang merasakan bahwa penyesuaian terjadi karenanya. Dari pendapat ahli di atas dapat dijelaskan bahwa kesatuan unsur komunikasi yaitu komunikator dan komunikan saling berhubungan satu sama lain yang dipengaruhi oleh informasi dari luar yang dapat menjadikan komunikator dan komunikan untuk melakukan suatu komunikasi. Komunikasi tidak akan terjadi dengan baik apabila komunikan tidak memahami pesan yang disampaikan oleh komunikator. Komunikasi harus mencapai suatu hubungan timbal balik dari suatu pertukaran informasi. Komunikasi melibatkan tidak hanya proses verbal yang berupa kata, frase, atau kalimat yang diucapkan dan didengar, tetapi juga proses non verbal. Proses non verbal meliputi isyarat, ekspresi wajah, kontak mata, postur dan gerakan tubuh, sentuhan, pakaian, artefak, diam, temporalitas, dan cara paralinguistik. Terdapat sejumlah bentuk komunikasi non verbal dan bentuk-bentuk tersebut meliputi wajah terutama yang menyangkut
47
mata, tubuh, sentuhan, suara, ruang, waktu, daya tarik fisik, pakaian, dan lingkungan (Muhammad Budyatna dan Leila Mona G, 2011:111). Pendapat ahli di atas dapat dijelaskan bahwa komunikasi tidak perlu berucap maupun bersuara, namun dengan isyarat gerak tubuh serta ekspresi wajah bisa dijadikan suatu bentuk komunikasi. Komunikasi non verbal sebagai bentuk dukungan dari komunikasi verbal seseorang dalam menegaskan suatu pesan. Bagi anak-anak yang belum mampu dan tidak mampu menyampaikan pesan dengan verbal, isyarat tubuh sebagai bentuk komunikasi utama untuk menyampaikan suatu pesan atau informasi. Pada dasarnya, komunikasi yaitu adanya interaksi antara komunikator yang menyampaikan pesan kepada komunikan sehingga terjadi hubungan timbal balik antara penyampai pesan terhadap penerima pesan. 2. Bentuk-bentuk komunikasi non verbal Menurut
Jurgen
Ruesch
(Deddy
Mulyana,2007:352)
mengklasifikasikan isyarat non-verbal menjadi tiga bagian: “pertama, bahasa tanda “sign language”- acungan jempol untuk numpang mobil secara grafis, bahasa isyarat tunarungu; kedua, bahasa tindakan (action language)- semua gerakan tubuh yang tidak digunakan secara eksklusif untuk memberikan sinyal, misalnya berjalan, dan ketiga, bahasa objek (object language)pertunjukan benda, pakaian, dan lambang non verbal bersifat publik lainnya seperti ukuran ruangan, bendera, gambar (lukisan), music (misalnya marching band), dan sebagainya, baik secara sengaja maupun tidak.” Pendapat di atas merupakan klasifikasi suatu bahasa non verbal yang sering dilakukan oleh manusia, misalnya seperti saat mengacungkan jempol untuk mengungkapkan kata bagus atau baik kepada seorang yang
48
melakukan perbuatan yang baik, misalnya ketika seseorang melakukan pementasan yang bagus maka mereka akan mendapat acungan jempol dari rekannya. Klasifikasi perilaku non verbal yang lebih sederhana diugkapkan oleh Purwaka Hadi (2007:97) sebagai berikut: a. Body motion kinesics behavior b. Physical characteristic (karakteristik fisik) c. Touching behavior, yaitu perilaku-perilaku dalam kontak dengan orang d. Paralanguage, yaitu hal-hal yang berhubungan dengan lisan/bahasa/suara e. Proxemix, menggunakan jarak atau kedekatan tubuh f. Artifac, penggunaan lipstik, parfum, kacamata, wig g. Environmental factors, penggunaan perabotan, dekorasi, interior, lampu-lampu, harum-haruman kamar, warna, temperature, musik, suara. Perilaku dan komunikasi non verbal tersebut dapat di bagi menjadi beberapa kategori antara lain body motion kinesic behavior yaitu merupakan suatu perilaku non verbal gerak isyarat yang ditandai dengan adanya gerakan-gerakan tubuh misalnya gerakan isyarat kepala, tangan, maupun ekspresi wajah. Gerakan isyarat menggeleng-gelengkan kepala memberikan pesan menolak atau heran. Gerakan isyarat tangan melambai member pesan “jangan” atau melambai pertanda perpisahan. Gerakan isyarat wajah dapat menunjukkan ekspresi disaat seseorang sedang marah dengan pipi yang memerah, sedang sedih dengan raut wajah yang murung dan lain-lainnya. Perilaku non verbal karakteristik fisik (physical characteristic) berupa karakteristik khas yang terdapat pada tubuh seseorang, misalnya bau badan
49
atau bau parfum seseorang, bau mulut, tinggi seseorang, dan lainnya. Karakteristik ini meliputi tanda-tanda fisik pada seseorang yang dapat dilihat dan diperkirakan melalui panca indera manusia. Sedangkan touching behavior merupakan perilaku-perilaku non verbal yang dalam melakukan kontak dengan orang lain, misalnya usapan atau belaian pada rambut pertanda kasih sayang, dan bisa jadi pertanda memukul atau memegang. Paralanguage perilaku non verbal yang berhubungan dengan lisan/bahasa/suara. Paralanguage di sini dimaksudkan pada kualitas bahasa seseorang, misalnya tekanan suara, ritme, tempo, artikulasi dan karakteristik vokalnya. Setiap orang memiliki karakteristik vokal yang berbeda-beda antara satu orang dengan orang lainnya, sehingga dapat dijadikan simbol terutama untuk anak tunanetra dalam mengenali seseorang dengan keterbatasan indera penglihatan dalam mengenal karakteristik suaranya. Proxemix merupakan perilaku non verbal dengan menggunakan jarak atau kedekatan tubuh, misalnya jarak antara perempuan dan laki-laki. Artifac merupakan perilaku non verbal yang ditandai dengan penggunaan asesoris di dalam tubuh, misalnya menggunakan lipstick, wig atau kacamata yang menjadi ciri-ciri seseorang. Sedangkan perilaku non verbal Eviromental factors melalui penggunaan perabotan, dekorasi, interior, lampu-lampu, warna dan lain-lainnya, misalnya saat seseorang memegang
50
sapu, maka dapat diprediksi bahwa seseorang tersebut akan menyapu atau bersih-bersih. Dari klasifikasi di atas peneliti memfokuskan penelitian ini pada Eviromental factors, karena pada kasus anak autistik kelas TKLB di SLB Dharma Rena Ring Putra II Yogyakarta anak belum mampu mengutarakan keinginannya seperti menunjukkan benda yang diinginkan dan belum mampu mandiri melakukan aktivitas menolong diri sendiri. Penelitian ini lebih memfokuskan pada satu aspek saja karena dari beberapa klasifikasi di atas anak sudah mampu memahami isyarat gerak tubuh, mengenal orang-orang disekitar, memahami perilaku orang lain yang dilakukan terhadap anak baik dalam gerakan maupun lisan serta mampu mengidentifikasi benda-benda sekitar beserta fungsinya. Menurut Agus Hardjana (2003:26) komunikasi non verbal dapat berfungsi untuk: a.
Menekankan komunikasi non verbal
b.
Membesar-besarkan komunikasi non verbal
c.
Melawan komunikasi verbal
d.
Meniadakan komunikasi non verbal
3. Melatih fungsi bahasa dan berkomunikasi. Menurut Setiati Widihastuti ( 2007:25) untuk melatih fungsi bahasa, dapat dimulai dengan: a.
Keterampilan bahasa reseptif (memahami kata-kata yang diucapkan orang lain). Diawali dengan memperlihatkan benda-benda kongkret
51
atau gambar benda, huruf, angka, warna, orang, emosi, gerakan, dan sebagainya, yang dikomunikasikan dalam bentuk informasi, perintah dan larangan. b.
Mengerti maknanya, memahami informasi yang disampaikan dan melaksanakan perintah atau larangan. Apabila anak mulai mengerti, dapat ditingkatkan denga kalimat-kalimat pendek yang sederhana.
c.
Meningkatkan pada keterampilan bahasa ekspresif. Diperlukan stimulasi dari orang lain bagi anak autistik dalam proses komunikasi. Dapat
diawali
dengan
melabel
sesuatu,
misalnya:
dengan
menunjukkan gambar benda, gambar orang ataupun
benda
kongkretnya. Dari pendapat ahli tersebut dapat ditegaskan bahwa untuk melatih fungsi bahasa
yang pertama
yaitu dengan
keterampilan bahasa
reseptif.Keterampilan bahasa reseptif tersebut dapat dijelaskan bahawa bahasa reseptif bukan sebagai bahasa verbal tetapi dengan ditunjukkan dengan perilaku non verbal atau perbuatan yang berdasarkan dari instruksi bahasa verbal. Instruksi yang digunakan selain bahasa verbal juga bisa menggunakan alat bantu sebagai media untuk mengkomunikasikan makna dari instruksi verbal tersebut. Beberapa anak autistik yang masih keterbatasan dalam pemahaman dan berkomunikasi verbal dapat menggunakan media gambar sebagai alat bantu komunikasinya. Media gambar diperlihatakan oleh anak serta diberikan suatu instruksi perintah maupun larangan.
52
Indikator pencapaian komunikasi non verbal dengan menggunakan media yang telah dirancang oleh guru yaitu dengan memperhatikan aspek kognitif, afektif dan psikomotor. Aspek kognitif anak mampu memahami instruksi, memahami gambar dengan menunjuk dan menyamakan kartu gambar benda, dan dapat menerapkan kartu gambar benda fungsinya. Aspek afektif anak mampu menerima materi dengan baik dan anak mampu menanggapi respon dari guru untuk mengimitasi kartu gambar aktivitas. Aspek psikomotor anak mampu berkomunikasi dengan mengambil kartu benda sesuai keinginannya dengan benar, anak mampu memberikan persepsi pada benda nyata dengan kartu gambar benda, anak mampu mandiri melakukan aktivitas dengan kartu gambar aktivitas. 4. Evaluasi hasil kemampuan komunikasi non verbal. Kegiatan evaluasi dilakukan untuk mengukur tingkat keberhasilan anak dalam pemahaman materi pelajaran. Supaya mampu mengukur materi pelajaran yang telah diberikan maka penyusunan evaluasi pembelajaran
didasarkan
pada
kompetensi
dasar
dan
indikator
pembelajaran, namun dalam penyusunan evaluasi yang akan diteliti bukan bersumber pada kompetensi dasar yang diambil dari kurikulum yang ada di sekolah. Kurikulum di sekolah khususnya untuk anak autistik TKLB di SLB tersebut belum ada, yang artinya belum ada kompetensi dasar yang tertulis di SLB tersebut khususnya pada jenjang TKLB untuk pengukuran komunikasi non verbal serta dalam materi bina diri khususnya.
53
Di SLB Dharma Rena Ring Putra II tersebut khususnya di kelas TKLB walaupun belum terdapat kompetensi dasar secara tertulis, namun guru memiliki pedoman dalam keterampilan komunikasi non verbal dalam aktivitas bina diri berdasarkan panduan Yayasan Autisma Indonesia mengenai aktivitas bina diri. Kemampuan bina diri berdasarkan pedoman kurikulum awal panduan dari Yayasan Autisma Indonesia (1998:17) yaitu: 1. 2. 3. 4. 5. 6. 7. 8.
Minum dari gelas Makan dengan menggunakan sendok dan garpu Melepas sepatu Melepas kaos kaki Melepas celana Melepas baju Menggunakan serbet/tissue Toilet-traning untuk buang air kecil Selain menggunakan pedoman dari Yayasan Autisma Indonesia, guru
menggunakan pedoman dari Setiati Widihastuti (2007:VIII), volunteer pada Sekolah khusus Autistik Fajar Nugraha dalam pembelajaran aktivitas pengembangan diri, diataranya adalah: 1. Belajar mencuci tangan 2. Belajar makan dengan tangan 3. Belajar minum dengan cangkir 4. Belajar makan dengan sendok 5. Belajar mandi 6. Belajar menggosok gigi 7. Belajar memakai baju kaos 8. Belajar memakai celana 9. Belajar menyisir rambut 10. Belajar memakai sepatu Dari beberapa aktivitas pengembangan diri yang akan digunakan peneliti untuk melatih keterampilan komunikasi non verbal, sehingga anak autistik tersebut memahami suatu rangkaian aktivitas pengembangan diri
54
yang akan di implikasikan ke dalam keterampilan komunikasi non verbalnya. Peneliti memilih tiga kegiatan yang akan digunakan sebagai penelitian yaitu belajar mencuci tangan, belajar memakai baju dan memakai sepatu. Langkah-langkah penerapan media pictograph dalam kemampuan komunikasi non verbal pada materi pengembangan diri diawali dengan persiapan yaitu menggunakan pre test untuk mengukur kemampuan awal anak dalam berkomunikasi non verbal pada materi pengembangan diri yang diterapkan dengan menampilkan suatu kegiatan aktivitas pengembangan diri. Pre test dilakukan degan tes perbuatan. Hasil pre test akan menunjukkan kelebihan dan kelemahan pada anak autistik dan dilakukan dengan memberikan media gambar yang terdapat unsur/komponen aktivitas yang akan dilakukan. Anak akan diminta guru mengidentifikasi benda pada gambar yang akan digunakan apabila akan melakukan suatu langkah aktivitas. Dilanjutkan latihan komunikasi non verbal menggunakan media pictograph dalam materi pengembangan diri.Selanjutnya anak harus melakukan serangkaian aktivitas dari beberapa materi yang disampaikan sesuai susunan media pictograph. Komunikasi non verbal yang dilatih akan diaplikasikan pada rangkaian kegiatan dalam satu waktu. Pre test dilakukan dengan tes perbuatan yang hasilnya akan diketahui dengan melihat skor yang diperoleh melalui pre test. Hasil pre test akan dibandingkan dengan hasil pre test, dengan demikian akan diketahui efektivitas pictograph tersebut dalam kemampuan komunikasi non verbal
55
pada anak autistik di kelas TKLB SLB Dharma Rena Ring Putra II Yogyakarta. Kegiatan yang bersumber dari Setiati Widiastuti (2007:7-33) tersebut dapat dijelaskan dari perengkapan dan tahap-tahap latihannya, yaitu: 1.
Belajar mencuci tangan
Gambar 1. Kegiatan mencuci tangan Perlengkapan mencuci tangan: a. Pengenalan perlengkapan/alat dengan benda nyata 1) Kran air 2) Sabun 3) Handuk/lap tangan b. Pengenalan media gambar 1) Kartu gambar perlengkapan: kran air, sabun, handuk 2) Mediapictograph Tahap-tahap latihan mencuci tangan: a. Pengenalan perlengkapan/alat dengan media kartu gambar 1) Mengenal kartu gambar kran air 2) Mengenal kartu gambar sabun 3) Mengenal kartu gambar handuk
56
b. Pengenalan media kartu gambar dengan benda nyata 1) Mengidentifikasi kartu gambar kran air dengan kran air 2) Mengidentifikasi kartu gambar sabun dengan sabun 3) Mengidentifikasi kartu gambar handuk dengan handuk c. Pengelompokan kartu gambar perlengkapan/alat yang menjadi satu rangkaian aktivitas mencuci tangan d. Pengenalan media pictograph dengan komponen yang terdapat pada media pictograph Keterangan: Pengenalan tahap ini, kartu media pictograph dikenalkan untuk memahami bahwa media pictograph sebagai alat bantu dalam memahami instruksi aktivitas yang akan dilakukan. 1) Media pictograph ditempelkan pada papan display 2) Kartu gambar pendukung seperti kartu gambar komponen seperti gambar kran air, sabun, handuk diletakkan di bawah media pictograph e. Praktik mencuci tangan dengan analisis tugas 1) Membuka kran air 2) Menutup kran air 3) Membasuh kedua tangan 4) Menekan handel sabun 5) Mengusap sabun ke seluruh pergelangan tangan dan jari-jari 6) Membuka kran air
57
7) Membilas sabun dengan air sampai bersih 8) Menutup kran air 9) Mengeringkan dengan handuk tangan f. Penggunaan media pictograph untuk melakukan aktivitas secara mandiri. 2.
Anak dikenalkan Belajar memakai baju
Gambar 2. Kegiatan memakai baju Perlengkapan memakai baju: a. Pengenalan perlengkapan/alat berpakaian Baju berkancing b. Pengenalan media gambar 1) Kartu gambar perlengkapan: baju kaos 2) Mediapictograph Tahap-tahap latihan memakai baju: a. Pengenalan perlengkapan/alat dengan media kartu gambar : Mengenal kartu gambar baju kaos b. Pengenalan media kartu gambar dengan benda nyata: Mengidentifikasi kartu gambar baju kaos dengan baju kaos secara nyata
58
c. Pengenalan media pictograph dengan kartu gambar bantuan cara memakai baju kaos. Keterangan: Pengenalan tahap ini, kartu media pictograph dikenalkan untuk memahami bahwa media pictograph sebagai alat bantu dalam memahami instruksi aktivitas yang akan dilakukan. 1) Media pictograph ditempelkan pada papan display 2) Kartu gambar pendukung seperti kartu gambar tahap aktivitas seperti gambar memegang kaos, memasukkan kepala pada lubang bagian atas (kepala), hasil memasukkan kepala pada lubang kepala, menarik lengan kaos, memasukkan tangan ada lengan kaos kiri dan kanan, hasil memakai kaos. Kartu pendukung ini diletakkan di bawah media pictograph d. Praktik memakai baju dengan analisis tugas 1) Mengambil baju kaos 2) Membuka lubang bawah kaos 3) Menggulung ke atas sampai lubang kepala kaos 4) Memasukkan kepala ke lubang kepala kaos 5) Menarik lengan kanan kaos 6) Memasukkan tangan kanan pada lubang kaos 7) Menarik lengan kiri kaos 8) Memasukkan tangan kiri pada lubang kaos 9) Merapikan kaos
59
e. Penggunaan media pictograph untuk melakukan aktivitas secara mandiri. 3.
Belajar memakai sepatu
Gambar 3. Kegiatan memakai sepatu Perlengkapan memakai sepatu: a. Pengenalan perlengkapan/alat dengan benda nyata 1) Kaos kaki 2) Sepatu dengan gesper b. Pengenalan media gambar 1) Kartu gambar perlengkapan: kaos kaki, sepatu dengan gesper 2) Media pictograph Tahap-tahap latihan memakai sepatu: a. Pengenalan perlengkapan/alat dengan media kartu gambar 1) Mengenal kartu gambar kaos kaki 2) Mengenal kartu gambar sepatu dengan gesper b. Pengenalan media kartu gambar dengan benda nyata 1) Mengidentifikasi kartu gambar kaos kaki dengan kaos kaki 2) Mengidentifikasi kartu gambar sepatu dengan sepatu
60
c. Pengelompokan kartu gambar perlengkapan/alat yang menjadi satu rangkaian aktivitas memakai sepatu d. Pengenalan media pictograph dengan komponen yang terdapat pada media pictograph Keterangan: Pengenalan
tahap
ini,
media
pictograph
dikenalkan
untuk
memahami bahwa media pictograph sebagai alat bantu dalam memahami instruksi aktivitas yang akan dilakukan. 1) Media pictograph ditempelkan pada papan display 2) Kartu gambar pendukung seperti kartu gambar komponen seperti gambar kaos kaki, sepatu dengan gesper diletakkan di bawah media pictograph e. Praktik mencuci tangan dengan analisis tugas 1) Mengambil kaos kaki 2) Menggulung kaos kaki sebelah kanan sampai ujung kaos kaki 3) Memasukkan kaki kanan ke kaos kaki 4) Menarik kaos kaki ke atas 5) Menggulung kaos kaki sebelah kiri sampai ujung kaos kaki 6) Memasukkan kaki kiri ke kaos kaki 7) Menarik kaos kaki ke atas 8) Menarik gesper sepatu sebelah kanan 9) Memasukkan kaki kanan ke dalam sepatu 10) Melekatkan gesper
61
11) Menarik gesper sepatu sebelah kiri 12) Memasukkan kaki kiri ke dalam sepatu 13) Melekatkan gesrper f. Penggunaan media pictograph untuk melakukan aktivitas secara mandiri Komunikasi nonverbal dalam penelitian ini mengenai pesan nonverbal yang terdapat dalam lingkungan yaitu dilingkungan sekolah mengenai kegiatan sehari-hari anak. Sehingga dengan mengetahui kegiatan seharihari di lingkungan sekolah anak dapat memahami bagaimana cara mengungkapkan kegiatan yang di sekolah dengan menunjuk objek dengan kegiatan yang dimintai guru. Dengan kemampuan anak untuk menunjuk gambar dari beberapa gambar yang terdapat pada media dapat dikatakan anak memahami cara berkomunikasi secara nonverbal dengan penggunaan bahasa objek. Kegiatan evaluasi yang dilakukan pada penelitian ini bertujuan untuk mengetahui keberhasilan pembelajaran komunikasi non verbal yang diterapkan pada pemahaman konsep aktivitas menolong diri sendiri dengan menggunakan media pictograph. Informasi keberhasilan diperoleh dengan ditandai efektifnya penggunaan pictograph pada keterampilan komunikasi non verbal pada anak autistik TKLB didasarkan pada aspekaspek pada komunikasi non verbal. Evaluasi yang digunakan mencakup tiga aspek meliputi kognitif, afektif dan psikomotor. Menurut Lorin
62
Anderson dan David Karthwohl (2010:22) penilaian aspek kognitif meliputi: a. Tingkat pengetahuan (C1), siswa diminta untuk mengingat kembali berbagai informasi pengetahuan yang telah diterima sebelumnya; b. Tingkat pemahaman (C2), siswa diminta untuk menjelaskan pengetahuan, informasi yang telah diketahui dengan katakata sendiri; c. Tingkat penerapan (C3), siswa diminta menerapkan informasi yang telah dipelajari dalam situasi baru dalam kehidupan; d. Tingkat analisis (C4), siswa diminta membedakan suatu konsep untuk memeriksa setiap komponen dalam membuat kesimpulan; e. Tingkat mengevaluasi (C5), kemampuan siswa dalam mengambil keputusan berdasarkan kriteria dan atau standar; f. Tingkat mencipta (C6), kemampuan siswa memadukan bagian-bagian untuk membuat suatu produk yang baru.
Ranah kognitif pada penelitian yang dilakukan dengan memberi batasan pada kategori yaitu pada tingkat pengetahuan, pemahaman dan penerapan. Pada tingkat pengetahuan anak, anak mampu menunjukkan benda yang digunakan untuk melakukan kegiatan. Pada tingkat pemahaman anak mampu membedakan media pictograph yang berbeda. Pada tingkat penerapan, anak praktek langsung kegiatan sesuai dengan media pictograph. Penilaian pada ranah afektif menurut Karthwohl (Mimin Haryati, 2008:37) terbagi dalam lima kategori yakni: Menerima (receiving), tanggapan (responding), menilai (valuing), organisasi, karakterisasi, lebih lanjut dibahas sebagai berikut: (1) receiving merupakan sikap siswa untuk menerima dan memperhatikan suatu fenomena khusus dalam pengetahuan; (2) responding, sikap partisipasi aktif siswa dalam memberikan tanggapan atas fenomena yang didapatkan; (3) valuing, sikap 63
internalisasi siswa terhadap penilaiannya terhadap suatu fenomena; (4) organisasi merupakan sistem pembentukan internal siswa yang konsisten; (5) karakterisasi yaitu sikap untuk mengendalikan perilaku siswa hingga menjadi pola hidup. Penilaian aspek afektif untuk menilai sikap anak dalam mengikuti pembelajaran. Ketika di kelas, anak akan bersikap aktif dan tanggap dalam menanggapi pembelajaran yang diberikan oleh peneliti dan guru. Keaktifan anak dapat dilihat dari antusias dan minat anak selama menerima materi dari guru serta tanggapan pada instruksi yang diberikan oleh guru kepada anak. Penilaian aspek psikomotor lebih mengarah kepada keterampilan anak dalam pembelajaran denga penggunaan sensomotorik. Menurut Chabib Thoha (2003:30) penilaian aspek psikomotor mencakup persepsi (perception), kesiapan (set), respon danterbimbing (guidance respond), mekanisme (mechanism) dan respon kmpleks. Pembagian aspek psikomotor tersebut lebih lanjut dapat dijelaskan sebagai berikut: a. Persepsi, mengenal objek dengan menggunakan pengamatan indera; b. Kesiapan, kesiapan fisik, mental, dan emosional untuk melakukan aktivitas; c. Respon terbimbing, melakukan gerakan imitasi ataupun aktivitas dengan bimbingan dari orang lain; d. Mekanisme, melakukan suatu rangkaian kegiatan dengan lancar karena sudah terlatih; e. Respon kompleks, gerakan kompleks yang terdiri dari berbagai elemen keterampilan pengelolaan aktivitas motorik. Penilaian psikomotor dalam penelitian ini terletak pada aktifitas gerak anak. Pada aspek persepsi, anak menunjukkan objek untuk kegiatan yang akan dilakukan. Pada aspek kesiapan, anak antusias terhadap kegiatan 64
yang diberikan oleh guru. Pada aspek respon terbimbing, anak menirukan guru pada aktivitas sesuai instruksi. Pada aspek mekanisme, anak melakukan aktivitas mandiri. Pada aspek respon kompleks, anak melakukan serangkaian aktivitas. Evaluasi komunikasi non verbal dilakukan dengan tes perbuatan atau penampilan. Evaluasi dilakukan dengan teshasil belajar berupa tes perbuatan untuk mengetahui kemampuan non verbal sebelum dan setelah diberikan treatment menggunakan media pictograph. Selain dari tes hasil belajar, untuk memperkuat hasil tes dengan mencari data mengenai kemampuan komunikasi non verbal dengan melakukan observasi selama proses pembelajaran. Data yang igin diungka dalam observasi adalah peran media pictograph dalam membantu anak autistik berkomunikasi dengan media pictograph. Pre-tes sebelum perlakuan dilakukan untuk mengetahui kemampuan anak dalam kemampuan komunikasi non verbal. Post-tes setelah perlakuan dilakukan setelah anak diberi perlakuan menggunakan media pictograph. Tes setelah perlakuan untuk menentukan baseline supaya diketahui efektivitas penggunaan pictograph sebagai media komunikasi non verbal anak autistik tipe ringan kelas TKLB di SLB Dharma Rena Ring Putra II Yogyakarta. Materi yang digunakan dalam tes yakni penampilan, pensekoran tes perbuatan yaitu berjumlah 10 item perbuatan dengan pensekoran maksimal tiap item 4 poin dan skor terendah yaitu 1 poin. Tes perbuatan ini dengan
65
beberapa indikator dan skor penuh 40 poin. Jumlah skor tersebut sebagai dasar penilaian kemampuan keterampilan komunikasi non verbal dalam aktivitas bina diri. Penilaian tersebut dihitung menurut rumus Ngalim Purwanto (2006:102) yakni : =
R x 100 SM
Keterangan : NP R SM 100
: nilai persen yang dicari atau diharapkan : skor mentah yang diperoleh siswa : skor maksimum dari semua tes : bilangan tetap Kriteria penilaian yang digunakan yaitu jumlah penghitungan skor
yang disesuaikan kategori penilaian dengan menentukan kategori kelas menurut Sudjana (2005:47) amat baik, baik, cukup, kurang, dan sangat kurang. Kemampuan komunikasi non verbal diharapkan dapat mencapai standar kriteria minimal skor mencapai 70% dari total keseluruhan dengan kategori cukup atau lebih. Sedangkan pada observasi aspek yang diamati dalam observasi yakni pengetahuan, pemahaman, penerapan (kognitif), receiving, responding (afektif), perception, respon (psikomotor). E. Kerangka Pikir. Anak autistik yakni seseorang anak yang mengalami gangguan komunikasi, interaksi sosial, dan perilaku sehingga membutuhkan pendekatan atau media khusus dalam pembelajaran. Keterbatasan yang dialami anak autistik membutuhkan penyesuaian dalam hal berkomunikasi verbal. Namun
66
dalam kenyataanya di lapangan, masih ada beberapa sekolah yang mengiraukan ketidakmampuan anak dalam melakukan komunikasi verbal dengan tidak menghiraukan kelemahannya tersebut. Gangguan komunikasi yang dialami menyebabkan anak autistik mengalami keterbatasan dalam pemerolehan informasi pengetahuan secara auditori. Sehingga kemampuan komunikasi verbal dan nonverbal anak rendah. Anak autistik belum mampu menyampaikan kegiatan sehari-hari di sekolah
secara mandiri seperti
kegiatan memakai sepatu, memakai baju, mencuci tangan. Anak autistik mampu mengikuti instruksi dari guru dalam melakukan kegiatannya namun belum mampu menyampaikan kegiatannya. Pemahaman komunikasi nonverbal yang rendah lainnya dibuktikan dengan anak autistik belum mampu mengungkapkan kegiatan di sekolah (memakai sepatu, memakai baju, mencuci tangan). Anak autistik belum mampu mengungkapkan secara nonverbal kegiatan sehari-hari dalam proses berinteraksi dengan guru. Komunikasi nonverbal yang dimaksud dalam penelitian ini yakni aksentuasi yang merupakan keterampilan isyarat yang dilakukan dalam menegaskan pesan verbal dan subtitusi yang merupakan penggantian lambang-lambang verbal misalnya tanpa sepatah katapun anak menyampaikan kegiatan yang inging dilakukan, anak dapat menunjukkan sepatu untuk melaukan kegiatan memakai sepatu. Hal ini menyebabkan anak autistik belum mampu untuk menjelaskan kegiatan yangakan dilakukan. Kelemahan pemahaman komunikasi nonverbal pada anak autistik kelas TKLB untuk dapat dibantu dengan menggunakan media pictograph. Media
67
pictographdipilih karena memiliki keunggulan menyesuaikan dengan kondisi anak autistik. Kondisi anak autistik yaitu lebih tertarik dengan penggunaan media visual serta sesuai dengan masalah nyata dan aktual dalam kegiatan di sekolah. Penggunaan pictograph dalam proses pembelajaran komunikasi nonverbal pada kegiatan sehari-hari memungkinkan anak autistik dapat belajar dengan melihat objek yang lebih komplek atau gambar secara langsung. Selain itu, objek atau gambar didalam media pictograph ini berisikan potongan gambar yang dibuat sesuai dengan kegiatan anak di sekolah yang memungkinkan anak akan lebih mudah memahami kegiatan. Dengan mengetahui gambar dan memahami gambar tersebut maka secara tidak langsung komunikasi nonverbal akan lebih mudah dilakukan oleh anak, karena jika anak memahami kegiatannya maka jika diminta melakukan kegiatan oleh guru anakmampu menyampaikan dalam komunikasi nonverbal. Media pictograph terdapat lima langkah dalam penggunaan yaitu: a) Berikan ilustrasi mengenai isi media pictograph serta cara menggunakannya. Guru memperkenalkan, menjelaskan dan mendemonstrasikan media pictograph kepada anak. Media pictograph dihadapkan kepada anak supaya berlatih menggunakan media. Guru menjelaskan bahwa materi yang akan dipelajari hari ini terdapat didalam media pictograph. b) Anak diminta untuk mulai memegang media pictograph yang ada dihadapannya sebagai proses perkenalan supayaanak terbiasa menggunakan media pictograph. c) Guru mengajarkan anak cara untuk menyampaikan kegiatan dengan menunjuk
68
gambar yang disediakan didalam media pictograph. Guru menjelaskan alur yang terdapat didalam media pictograph yang dimulai dari mengambil media pictograph, kemudian mengenalkan unsur gambar yang terdapat dalam satu kegiatan. d) Anak diminta untuk merespon permintaan guru tentang kegiatan yang dilakukan secara nonverbal dengan penggunaan bahasa objek (menunjuk gambar) yang tedapat didalam media. Media pembelajaran berfungsi untuk meningkatkan dan menyukseskan setiap proses pendidikan yang dilakukan, untuk itu guru bagi anak autistik harus dapat memilih media yang sesuai dengan materi yang diberikan, supaya tujuan pendidikan dapat dicapai. Salah satu alternatif untuk melatih komunikasi nonverbal anak autistik yakni dengan menggunakan media pictograph. Dengan menggunakan media pictograph ini maka diharapkan dapat meningkatkan komunikasi nonverbal yang dimiliki oleh anak autistik yang pada komunikasi verbalnya terhambat atau tidak bisa, sehingga lebih mudah dalam menyampaikan keinginan dan melakukan kegiatan sehari-hari. Media pictograph diharapan dapat membantu dalam menyampaikan informasi kepada anak, lebih variatif dan media pictograph dapat dimanfaatkan sebagai media yang efektif bagi anak autistik sebagai sarana komunikasi non verbal.
69
Alur kerangka pikir dalam penelitian ini dapat digambarkan sebagai berikut:
Anak
autistik
Kemampuan komunikasi non verbal anak autistik lebih baik kelas TKLB di SLB Dharma Rena Ring Putra II Yogyakarta.
Keterbatasan anak autistik dalam berkomunikasi non verbal: 1. Belum menggunakan komunikasi non-verbal dalam menginginkan sesuatu. 2. Menarik tangan orang lain tanpa menunjukkan
Efektivitaspenggunaan pictograph terhadap kemampuan komunikasi non verbal anak autistik kelas TKLB di SLB Dharma Rena Ring Putra II Yogyakarta.
Kelebihan penggunaan pictograph terkait dengan komunikasi non verbal : Dapat membantu anak mengenalkan konsep aktivitas, memahami, menunjukkan dan melakukan aktivitas secara mandiri.
Penggunaan penggunaan pictograph memberi pengaruh terhadap kemampuan komunikasi non verbal anakautistik kelas TKLB di SLB Dharma Rena Ring Putra II Yogyakarta.
Gambar 4.Bagan Kerangka Pikir Efektivitas Penggunaan Pictograph. F. Hipotesis penelitian Berdasarkan dari kerangka pikir maka hipotesis tindakan dapat dirumuskan sebagai berikut: Penggunaan pictograph efektif sebagai media komunikasi non verbal bagi anak autistik di SLB Dharma Rena Ring Putra II Yogyakarta.
70
BAB III METODE PENELITIAN
A. Jenis dan Desain Penelitian. Jenis penelitian ini adalah eksperimen. Menurut Arikunto (2003:3), eksperimen selalu dilakukan dengan maksud untuk melihat akibat dari suatu perlakuan. Dengan kata lain masalah yang diteliti yaitu dengan cara membandingkan hasil pengukuran sebelum dan sesudah perlakuan diberikan (Panggabean, 1996:31). Juang Sunanto (2005:54) menjelaskan bahwa kondisi eksperimen adalah kondisi di mana suatu intervensi telah diberikan dan target behavior diukur di bawah kondisi tersebut. Pada penelitian dengan subyek tunggal selalu dilakukan perbandingan antara fase baseline dengan sekurang-kurangnya satu fase intervensi. Desain penelitan ini menggunakan desain penelitian subjek tunggal atau Single Subject Research (SSR). Menurut Sumanto (1995:135) Single Subject Research (SSR) adalah desain yang dipakai apabila ukuran sample adalah satu. Desain penelitian ini menggunakan desain A-B-A. Desain A-B-A ini menurut Juang Sunanto (2006 : 44) yaitu: Perilaku sasaran ( target behavior ) diukur secara bersambung pada kondisi baseline (A1) dengan periode waktu tertentu kemudian pada kondisi intervensi (B). Setelah pengukuran pada kondisi intervensi (B) pengukuran pada kondisi baseline kedua (A2) diberikan. Penambahan kondisi baseline yang kedua (A2) ini dimaksudkan sebagai control untuk kondisi intervensi sehingga keyakinan untuk menarik kesimpulan adanya hubungan fungional antara variabel bebas dan variabel terikat lebih kuat. 71
Desain A-B-A merupakan penelitian yang pengolahan datanya dipergunakan untuk menyelidiki perilaku, dalam hal ini efektivitas penggunaan pictograph sebagai media komunikasi non verbal anak autistik tipe ringan. Desain A-B-A mempunyai 3 (tiga) tahap yaitu: A-1 (Baseline 1), B (Intervensi), A-2 (Baseline 2) yang bertujuan untuk mempelajari besarnya pengaruh dari suatu perlakuan yang diberikan kepada individu. Desain ini mengacu dalam model yang dikembangkan oleh Juang Sunanto (2006 : 45) yaitu dengan satu perlakuan yang digambarkan
Perilaku Sasaran
sebagai berikut:
Baseline (A1)
Intervensi (B)
Baseline (A2)
(Sumber: Juang Sunanto, 2006 : 45) Gambar 5. Prosedur Dasar Desain A-B-A Keterangan gambar 1: Baseline (A1)
: periode melakukan pengukuran kondisi subjek tanpa perlakuan atau intervensi.
Intervensi (B)
: periode diberikannya perlakuan atau intervensi dan disertai dengan kegiatan pengukuran terhadap perilaku atau kondisi subjek.
72
Baseline (A2)
: periode dilakukannya pengukuran perilaku atau keadaan subjek penelitian tanpa disertai dengan pemberian perlakuan seperti pada periode A. periode ini dilakukan untuk mengetahui ada tidaknya perbedaan kondisi subjek saat diberi perlakuan atau intervensi dan setelah diberikan perlakuan.
Dari keterangan di atas dapat dijelaskan bahwa Baseline adalah kondisi dimana pengukuran target behavior dilakukan pada keadaan natural sebelum diberikan intervensi apapun. Kondisi eksperimen adalah kondisi dimana suatu intervensi telah diberikan dan target behavior diukur di bawah kondisi tersebut. Penelitian dengan desain A-B-A perlu diperhatikan hal-hal tertentu agar terwujud validitas penelitian yang baik. Hal-hal yang harus diperhatikan menurut Juang Sunanto, dkk (2006 : 45): 1. Mendefinisikan perilaku sasaran (target behavior) dalam perilaku yang dapat diamati dan diukur secara akurat. 2. Mengukur dan mengumpulkan data pada kondisi baseline (A1) secara bersambung sekurang-kurangnya 3 atau 5 atau sampai kecenderungan arah dan level data menjadi stabil. 3. Memberikan intervensi setelah kecenderungan data pada kondisi baseline stabil. 4. Mengukur dan mengumpulkan data pada kondisi intervensi (B) dengan periode waktu tertentu sampai data menjadi stabil. 5. Setelah kecenderungan arah dan level data pada kondisi intervensi (B) stabil mengulang kondisi baseline (A2). Dari kutipan di atas dapat dijelaskan bahwa dengan desain A-B-A perlu adanya perubahan kecenderungan yang stabil namun tidak terlalu signifikan. Perubahan perilaku bersifat relatif permanen. Karena pada
73
dasarnya perubahan yang stabil dapat dikategorikan ke dalam taraf yang lebih baik daripada data yang didapat cenderung naik dan turun. Kestabilan pada baseline 1 dan intervensi akan mempengaruhi kestabilan pada kondisi baseline 2. Pengukuran variabel terikat dalam penelitian subjek tunggal ini dilakukan secara berulang-ulang dengan periode waktu sebelas kali pertemuan, tiga sesi berturut-turut pada minggu pertama sebagai fase baseline-1, lima sesi pertemuan berturut-turut pada minggu kedua sebagai fase intervensi, dan dilanjutkan pada minggu ketiga sebagai pengulangan kondisi baseline-1 selama tiga sesi berturut-turut sebagai evaluasi intervensi yang diberikan berpengaruh pada anak. Perbandingan ini dilakukan terhadap subjek yang sama dalam kondisi yang berbeda, kondisi yang dimaksud adalah kondisi baseline dan ekspreimen (intervensi). Pada penelitian ini, tujuan digunakannya pola desain A-B-A yaitu untuk mengetahui efektivitas penggunaan pictograph sebagai media komunikasi non verbal anak autistik. Berikut ini adalah penjelasan mengenai pola desain A-B-A: 1. A-1 (Baseline-1) adalah lambang dari data garis (baseline dasar). Baseline merupakan suatu kondisi awal kemampuan anak dalam komunikasi awal sebelum diberikan perlakuan/intervensi. Pengukuran pada fase ini dilakukan sebanyak 3 sesi dengan durasi waktu yang disesuaikan dengan kebutuhan (45 menit). Pengukuran pada fase baseline-1 dilakukan sampai data stabil. Data tentang kemampuan
74
awal (sebelum diberikan tindakan) anak autistik mengenai pemahaman komunikasi nonverbal gerak tubuh atau dengan menunjuk gambar kegiatan yang terdapat pada media sehingga dapat mempertegas atau mengganti pesan atau ucapan secara verbal untuk menyampaikan kegiatan sehari-hari kepada orang lain diperoleh dari hasil tes kemampuan awal. Tes kemampuan awal ini dilakukan dengan memberikan soal tes perbuatan kepada subjek yang berbentuk 10 soal dengan kriteria keberhasilan harus mencapai skor 40. 2. B (Intervensi) yaitu suatu gambaran mengenai kemampuan yang dimiliki
anak
dalam
berkomunikasi
praktis
ketika
diberikan
intervensi/perlakuan secara berulang-ulang dengan melihat hasil pada saat intervensi. Pada tahap ini anak diberikan perlakuan menggunakan media pictograph secara berulang-ulang sehingga didapatkan data yang stabil. Intervensi ini dilakukan sebanyak 5 sesi. Proses intervensi setiap sesi dengan waktu 45 menit. Fase intervensi peneliti menggunakan media pictograph sebagai alat yang digunakan untuk membantu anak autistik lebih mudah melakukan komunikasi dalam ketrampilan
berkomunikasi
pemahaman
komunikasi
non
verbal.
nonverbal
Gambaran
dengan
mengenai
memahami
media
pictograph, cara menggunakan media pictograph, fungsi benda dan cara menggunakannya dalam kegiatan sehari-hari di sekolah 3. A-2 (Baseline-2) merupakan pemantapan kondisi baseline-1 setelah mendapatkan intervensi sebagai evaluasi. Bagaimana intervensi yang
75
diberikan berpengaruh terhadap anak. pengukuran dilakukan dengan menggunakan presentase dengan melihat berapa besar peningkatan kemampuan komunikasi praktis anak. Dilakukan sampai data stabil dan agar lebih jelas. Tes dilakukan harus dilakukan secara mandiri dan untuk menentukan tingkat kestabilan subjek dalam melakukan aktivitas setelah diberikan intervensi menggunakan media pictograph. B. Waktu dan Tempat Penelitian. Penelitian ini dilakukan di SLB Dharma Rena Ring Putra II Yogyakarta dengan waktu penelitian selama tiga minggu dengan jumlah waktu 11 hari, tiga hari pada minggu pertama, lima hari pada minggu kedua dan tiga hari pada minggu ketiga. Tabel 1. Waktu dan Kegiatan Penelitian Kegiatan Pelaksanaan
Waktu Persiapan Minggu I
Pelaksanaan fase baseline-1 sebelum intervensi
Minggu II
Pelaksanaan intervensi
Minggu III
Pelaksanaan fase baseline-2 setelah intervensi
Minggu V
Analisis data
Minggu VI
Penyusunan laporan
Minggu XVI
Penyusunan naskah jurnal
Minggu XXV
Publikasi hasil penelitian
76
C. Subjek Penelitian. Subjek penelitian menurut Suharsimi (2006 : 122) yaitu subjek yang ingin dituju untuk diteliti oleh peneliti. Subjek tersebut adalah seorang anak autistik yang telah dipilih berdasar karakteristik. Dalam penelitian ini karakteristik subjek tersebut adalah: 1. Anak autistik kelas TKLB SLB Dharma Rena Ring Putra II Yogyakarta. 2. Anak autistik yang belum mampu melakukan komunikasi secara verbal dan non verbal. 3. Anak autistik yang masih bergantung pada orang lain dalam keterampilan bina diri. 4. Anak autistik yang menarik diri terhadap lingkungan baru, pendiam (hipoaktif). 5. Anak autistik yang masih duduk di kelas TKLB. Untuk membantu anak dalam melatih kemandirian dan melatih komunikasi secara non verbal dengan memanfaatkan media pictograph yang dijadikan subjek penelitian adalah satu orang anak autistik kelas TKLB di SLB Dharma Rena Ring Putra II Yogyakarta. Subjek bernama Tiko (samaran) secara fisik normal tidak mengalami kecacatan, dengan tinggi badan kurang lebih 97 cm berat badan kurang lebih 30 kg. Subjek merupakan anak yang pasif dan menarik diri terhadap lingkungan baru. Anak yang belum mampu melakukan komunikasi baik secara verbal maupun non verbal sehingga menghambat pada diri anak
77
untuk melakukan interaksi dan komunikasi dengan guru maupun orang lain. Anak melakukan komunikasi hanya dengan gerakan tubuh yaitu menarik tangan orang dewasa serta menggumam tanpa mengetahui artinya. Apabila keinginannya tidak dapat dimengerti oleh orang lain, ia akan marah dan pergi mencari benda yang dia inginkan seperti koran yang dalam memainkannya dengan melipat-lipat. D. Variabel Penelitian. Penelitian dengan eksperimen subyek tunggal mengenai efektivitas penggunaan pictograph sebagai media komunikasi non verbal anak autistik di SLB Dharma Rena Ring Putra II Yogyakarta ini, terdapat dua variabel penelitan yang akan diteliti. Menurut Suharsimi Arikunto (2006:96) variabel penelitian merupakan objek penelitian atau yang menjadi titik perhatian suatu penelitian. Adapun variabel yang terdapat dalam penelitian ini adalah: 1. Variabel bebas (dalam penelitian subjek tunggal dikenal dengan nama intervensi atau perlakuan) yakni: efektivitas penggunaan pictograph. Dalam penelitian untuk mengembangkan komunikasi non verbal dan kemandirian anak autistik tersebut menggunakan media pictograph yang sekaligus dalam penelitian sebagai variabel bebas. Sehingga diharapkan dengan digunakannya media pictograph maka akan memberikan pengaruh yang dapat bermanfaat bagi anak autistik untuk melatih komunikasi non verbal serta dalam pembelajaran mampu melatih kemandirian anak autistik tersebut.
78
2. Variabel terikat (dalam penelitian subjek tunggal dikenal dengan nama target behavior atau perilaku sasaran) yakni: komunikasi non verbal anak autistik. Dengan penggunaan media pictograph dalam penelitian ini diharapkan media pictograph mampu memberikan pengaruh positif bagi anak autistik terhadap kemampuan interaksi melalui komunikasi non verbal. Kemampuan komunikasi non verbal anak autistik sekaligus sebagai variabel terikat dalam variabel penelitian. E. Teknik Pengumpulan Data. Langkah yang paling utama dalam penelitian yaitu mengumpulkan data, karena tujuan utama dari penelitian adalah mendapatkan data (Sugiyono, 2009:308). Teknik pengumpulan data yang dilakukan dalam penelitian ini adalah dengan menggunakan metode tes untuk memperoleh suatu informasi atau data-data yang terkait dengan kemampuan yang dimiliki anak dalam melakukan interaksi dan komunikasi non verbal serta dalam akademik mampu melatih kemandirian anak. Metode observasi dalam penelitian ini sebagai bagian dari aktivitas pencatatan hasil tes antara baseline-1 dan baseline-2. 1. Tes Tujuan tes pada penelitian penting dilakukan menurut Suharsimi Arikunto (2006:223) karena tes digunakan untuk mengukur ada atau tidaknya serta besarnya kemampuan objek yang diteliti. Tes yang dilakukan dalam pengumpulan data ini bertujuan untuk mengetahui
79
kemampuan awal dan setelah mendapat intervensi anak. Jenis tes yang digunakan dalam penelitian yaitu tes perbuatan atau test performance, tes tersebut berupa tes perbuatan dalam melakukan komunikasi non verbal untuk melatih interaksi serta kemandirian bantu diri anak autistik yang dilakukan dengan kemampuan pada baseline dan treatment. Tes diberikan pada saat sebelum dan setelah melakukan intervensi yaitu dengan melakukan pre test maupun post test
dengan test
performance yang sama jenisnya. Pemberian skor pada tes perbuatan dengan total skor adalah 60, berdasarkan aspek kognitif dan psikomotor. Hasil skor untuk tes pemahaman akan dihitung dengan presentase dan diharapkan mencapai KKM 70% dari skor maksimal 60, yakni skor 42. 2. Metode Observasi Pengertian observasi menurut Soekidjo Notoatmojo (2010:131) yaitu suatu prosedur yang berencana, yang antara lain meliputi melihat, mendengar, dan mencatat jumlah dan taraf aktivitas tertentu atau situasi tertentu yang ada hubungannya dengan masalah yang diteliti. Metode observasi yang dilakukan menggunakan teknik obsevasi non partisipan. Observasi non partisipan ini dilakukan dengan cara mengamati kegiatan pembelajaran yang dilakukan subjek. Observasi dilakukan dalam desain penelitian pada saat pemberian intervensi yaitu dilakukan pada kegiatan aktivitas bantu diri mencuci tangan, memakai sepatu dan memakai baju menggunakan media pictograph.
80
Penggunaan pedoman observasi untuk mengungkapkan data mengenai ketrampilan komunikasi non verbal ketika dikenakan perlakuan. Hal yang diamati dalam panduan observasi tersebut adalah aspek kognitif diantaranya pengetahuan, pemahaman dan persiapan, aspek psikomotor diantaranya persepsi, kesiapan, respon terbimbing, mekanisme dan respon kompleks, aspek yang ketiga yaitu afektif adalah menerima dan menanggapi.Pada observasi pencatatan bisa dibantu dengan ceck list atau rating scale. Data yang ingin diungkap dalam metode observasi ini adalah gambaran situasi belajar selama subjek diberi perlakuan menggunakan media pictograph. Gambaran situasi tersebut kemudian dijadikan sebagai data pendukung untuk melihat efektivitas penggunaan pictograph sebagai media komunikasi anak autistik kelas TKLB di SLB Dharma Rena Ring Putra II Yogyakarta. F. Pengembangan Instrumen Penelitian. Menurut Suharsimi (2006: 136) tes adalah alat atau fasilitas yang digunakan oleh peneliti dalam mengumpulkan data agar pekerjaannya lebih mudah dan hasilnya lebih baik, dalam arti lebih cermat, lengkap dan sistematis sehingga mudah diolah. Dalam penelitian ini instrumen yang digunakan yaitu berupa instrumen soal tes perbuatan.Anak diminta melakukan tes dalam bentuk perbuatan. Penilaian dilakukan berdasarkan kemampuan anak dalam melakukan instruksi guru. Skor maksimal yang diperoleh anak 40 dan skor terendah 10. Skoring untuk tes perbuatan
81
adalah skor 4 untuk anak mampu melakukan tanpa bantuan, skor 3 untuk anak mampu melakukan dengan salah satu bantuan fisik/verbal, skor 2 untuk anak mampu melakukan dengan dua bantuan fisik dan verbal, serta skor 1 untuk anak tidak mampu melakukan dengan bantuan fisik maupun verbal. Penyusunan kisi-kisi tes bertujuan untuk memudahkan peneliti dalam menyusun butir-butir soal instrumen tes dan memberi kemudahan untuk mencapai validasi isi yang dipakai oleh peneliti. Kisi-kisi instrumen dalam penelitian ini dibuat sendiri oleh peneliti berdasarkan kurikulum yang dipakai di SLB Dharma Rena Ring Putra II Yogyakarta. 1. Instrumen Tes Perbuatan Aspek yang dinilai dalam tes perbuatan adalah aspek psikomotor pada tahap persepsi, respon terbimbing, mekanisme, respon kompleks. Berikut kisi-kisi tes perbuatan: Tabel 2. Kisi-kisi Instrumen Tes Keterampilan Komunikasi Non Verbal dalam Aktivitas Bina Diri Variabel
Komponen
Kemampuan Psikomotor komunikasi non verbal anak autistik pada tahap efiromental
Indikator
Jumlah Butir
Nomor butir
Persepsi
Menunjukkan objek untuk kegiatan
3
1, 2, 3
Kesiapan
Antusias dan minat anak
1
4
Respon terbimbing
Menirukan guru beraktifitas
2
5, 6
Materi
82
Mekanisme
Melakukan aktivitas mandiri
3
7, 8, 9
Respon kompleks
Melakukan serangkaian aktivitas
1
10
Kisi-kisi instrumen di atas adalah bentuk instrumen untuk mengukur keterampilan komunikasi non verbal dalam aktivitas bina diri dengan serangkaian aktivitas mencuci tangan, memakai sepatu dan memakai baju secara mandiri dalam satu waktu. Dengan demikian, untuk mengukur kemampuan masing-masing aktivitas terdapat instrumen tes yang membedakan, yaitu sebagai berikut:
Tabel 3. Kisi-kisi Instrumen Tes Keterampilan Komunikasi Non VerbalDalam Aktivitas Mencuci Tangan Variabel
Komponen
Kemampuan Psikomotor komunikasi non verbal anak autistik pada tahap efiromental
Nomor butir Menunjukkan a. Menunjuk kran 1, 2, 3 air/ objek untuk kegiatan washtafel b. Menunjuk botol sabun pencuci tangan c. Menunjuk handuk/ serbet Antusias Memahami 4 danminat instruksi anak Menirukan a. Mengimitasi 5, 6 guru gerakan beraktifitas mencuci tangan b. Mengimitasi gerakan menekan sabun Indikator
83
Materi
Jumlah Butir 3
1
2
Melakukan aktivitas mandiri
Respon kompleks
a. Praktekkegiata 7, 8, 9 n mencuci tangan b. Praktekmeneka nsabun pencuci tangan c. Praktek mengering-kan tangan dengan handuk/ Serbet Melakukan 10 serangkaian tahapan mencuci tangan
3
1
Kisi-kisi instrumen yang kedua yaitu untuk mengukur kemampuan keterampilan komunikasi non verbal dalam aktivitas memakai sepatu, yaitu sebagai berikut: Tabel 4. Kisi-kisi Instrumen Tes Keterampilan Komunikasi Non VerbalDalam Aktivitas Memakai Sepatu Variabel Kemampuan komunikasi non verbal anak autistik pada tahap efiromental
Komponen Psikomotor
Indikator
Materi
Menunjukkan a. Menunjuk objek untuk kaos kaki kegiatan b. Menunjuk sepatu
Antusias danminat anak Menirukan guru beraktifitas
84
Memahami instruksi a. Mengimitasi gerakan memakai kaos kaki b. Mengimitasi gerakan memakai sepatu
Nomor butir 1, 2
Jumlah Butir 2
3
1
4, 5
2
Melakukan aktivitas mandiri
Respon kompleks
a. Praktek kegiatan memakai kaos kaki b. Praktek melepas perekat sepatu c. Praktek memakai sepatu d. Praktek merekatkan perekat sepatu Melakukan serangkaian tahapan memakai sepatu
6, 7, 8, 9
4
10
1
Kisi-kisi instrumen yang ketiga yaitu untuk mengukur kemampuan keterampilan komunikasi non verbal dalam aktivitas memakai baju, yaitu sebagai berikut: Tabel 5. Instrumen Keterampilan Komunikasi Non Verbal Dalam Aktivitas Memakai Baju Variabel Kemampuan komunikasi non verbal anak autistik pada tahap efiromental
Komponen Psikomotor
Indikator
Materi
Menunjukkan objek untuk kegiatan
a. Menunjuk hem/ baju berkancing b. Menunjuk kancing baju
Antusias danminat anak Menirukan guru beraktifitas
Memahami instruksi
85
Nomor butir 1, 2
Jumlah Butir 2
3
1
a. Mengimitasi 4, 5, 6 gerakan melepas kancing baju
3
Melakukan aktivitas mandiri
Respon kompleks
b. Mengimitasi gerakan memasukkan kedua tangan ke lengan baju c. Mengimitasi gerakan mengancingkan baju a. Praktekmele 7, 8, 9 pas kancing baju b. Praktek memasukkan kedua tangan ke lengan baju c. Praktek kegiatan mengancing kan baju Melakukan 10 serangkaian tahapan memakai baju
Skoring tes yang digunakan menggunakan skoring rubriksebagai berikut:
Tabel 6. Skoring Rubrik Hasil Tes Perbuatan Komunikasi Non Verbal Anak Autistik Kriteria
Skor 4
Anak mampu melakukan instruksi tanpa bantuan
3
Anak mampu melakukan instruksi dengan salah satu bantuan verbal/ fisik
2
Anak mampu melakukan instruksi dengan kedua bantuan verbal dan fisik
1
Anak tidak mampu melakukan instruksi dengan bantuan verbal maupun fisik
86
3
1
Pensekoran yang digunakan menurut Ngalim Purwanto (2006:102) yaitu: =
x 100
Keterangan: NP : nilai persen yang dicari atau diharapkan R : skor mentah yang diperoleh siswa SM : skor maksimum dari semua tes 100 : bilangan tetap Kategori penilaian hasil pengamatan menurut Sudjana (2005: 47) dengan langkah penyusunan sebagai berikut: 1) Menentukan rentang skor (skor maksimal-skor minimal) 2) Menentukan jumlah kelas kategori (lima kategori yakni amat baik, baik, cukup, kurang, sangat kurang) 3) Menghitung interval yaitu P=
rentang Jumlah kelas
Hitungan dalam penelitian ini yaitu sebagai berikut: Perhitungan skor untuk pengamatan keterampilan komunikasi non verbal melalui pemahaman konsep aktivitas binadiri yakni: Skor maksimal
: 40
Skor minimal
: 10
Jumlah kategori
:5
Interval (p)
: (40-10) = 6 5
=
an − skor maksimal
87
' 100%
Perhitungan skor yang didapat dikategorikan ke dalam 5 (lima) kategori yaitu amat baik, baik, cukup, kurang dan sangat kurang. Kategori tersebut dilihat oleh penghitungan skoring tes kemampuan komunikasi non verbal anak autistik dalam aktivitas binadiri sebagai berikut: Tabel 7. Kategori Hasil Pengamatan Kemampuan Anak Autistik Tentang Komunikasi Non Verbal Dalam Aktivitas Binadiri Skor 38-40 31-37 24-30 17-23 10-16
Presentase 95% - 100% 77,5% - 92,5% 60% - 75% 42,5% - 57,5% 25% - 40%
Kategori Amat baik Baik Cukup Kurang Sangat kurang
(sumber : Suharsimi Arikunto, 2001:245)
2. Panduan Observasi Format panduan observasi yang digunakan yaitu bentuk check list berupa rating scale. Hasil pengamatan diakukan dengan pemberian tanda (√) pada skor yang terdapat dalam pedoman observasi. Adapun kisi-kisi instrument observasi yang digunakan sebagai berikut: Tabel 8. Kisi-kisi Panduan Observasi Keterampilan Komunikasi Non Verbal dalam Aktivitas Bina Diri Terhadap Anak Autistik Aspek Kognitif
Materi
Indikator
Jumlah Butir
Pengetahuan
Menunjukkan benda untuk melakukan kegiatan pada media pictograph.
3
88
Nomor Butir 1,2,3
Psikomotor
Pemahaman
Membedakan mediapictograph antar kegiatan yang berbeda
3
4,5,6
Penerapan
Mempraktekkan sesuai mediapictograph Menunjukkan objek untuk kegiatan
3
7,8,9
3
10,11,12
Antusias dan minat siswa terhadap kegiatan yang berlangsung Menirukan guru melakukan aktifitas yang diajarkan
1
13
3
14,15,16
Mekanisme
Melakukan aktifitas yang dipelajari secara mandiri
3
17,18,19
Respon kompleks
Melakukan serangkaian aktifitas sesuai mediapictograph Antusias dan minat anak
1
20
1
21
1
22
Persepsi Kesiapan
Respon terbimbing
Afektif
Menerima Menanggapi
Respon anak selama proses pembelajaran menggunakan pictograph
89
Cara pemberian skor pada keterampilan komunikasi non verbal dalam aktivitas bina diri anak autistik: Tabel 9. Cara Pemberian Skor Observasi Kemampuan Komunikasi Non Verbal Dalam Aktivitas Bina Diri Anak Autistik Skor
Kriteria
4
Siswa mampu melakukan instruksi tanpa bantuan
3
Siswa mampu melakukan instruksi dengan salah satu bantuan verbal/ fisik
2
Siswa mampu melakukan instruksi dengan kedua bantuan verbal dan fisik
1
Siswa tidak mampu melakukan instruksi dengan bantuan verbal maupun fisik
Perhitungan skor pada hasil tes dilakukan dengan persentase dan kemudian dikonversikan ke dalam bentuk kategori. Adapun langkahlangkah menentukan skor pengamatan menurut Suharsimi Arikunto (2010: 193) yaitu: (1) menjumlahkan banyaknya centangan untuk masing-masing kolom pilihan, (2) mengalikan banyaknya centangan dengan bobot skor, (3) menjumlahkan hasil kali skor semua kolom, (4) menyimpulkan dengan menentukan kategori skor yang diperoleh. Kategori penilaian hasil pengamatan menurut Sudjana (2005: 47) dengan langkah penyusunan sebagai berikut: 1) Menentukan rentang skor (skor maksimal-skor minimal) 2) Menentukan jumlah kelas kategori (lima kategori yakni amat baik, baik, cukup, kurang, sangat kurang)
90
3) Menghitung interval yaitu P=
rentang Jumlah kelas
Hitungan dalam penelitian ini yaitu sebagai berikut: Perhitungan skor untuk pengamatan keterampilan komunikasi non verbal melalui pemahaman konsep aktivitas binadiri yakni; Skor maksimal
: 88
Skor minimal
: 22
Jumlah kategori
:5
Interval (p)
: (88-22) = 13,2, dibulatkan menjadi 13 5
=
an − skor maksimal
' 100%
Perhitungan skor hasil observasi dikategorikan ke dalam 5 (lima) kategori. Kategori tersebut dilihat oleh penghitungan skoring hasil observasi kemampuan komunikasi non verbal anak autistik sebagai berikut Tabel 10. Kategori Hasil Observasi Kemampuan Anak Autistik Tentang Komunikasi Non Verbal Skor 78-88 64-77 50-63 36-49 22-35
Presentase 88,6% - 100% 72,7% - 87,5% 56,8% - 71,5% 40,9% - 55,6% 25% - 39,7%
91
Kategori Amat baik Baik Cukup Kurang Sangat kurang
G. Uji Validitas. Validitas menurut Suharsimi (2006 : 168) validitas merupakan suatu ukuran yang menunjukkan tingkat-tingkat kevaliditan atau kesahihan suatu instrumen. Suatu instrumen yang dikatakan valid apabila mampu menunjukkan atau mengungkap data dari variabel yang diteliti dengan tepat dan jika suatu instrumen dikatakan tidak valid maka instrumen tersebut tidak tepat karena tinggi rendahnya suatu validitas instrumen menunjukkan sebatas mana data-data yang sudah ada, dan tidak terlepas dari kevalidan suatu instrumen. Instrumen yang digunakan dalam penelitian ini adalah instrumen tes, uji validitas yang digunakan dalam penelitian ini adalah validitas isi. Validitas isi dilakukan dengan menyesuaikan
materi
dalam
tes
dengan
Rancangan
Pelaksanaan
Pembelajaran (RPP) sesuai kurikulum yang berlaku di SLB Dharma Rena Ring Putra II.Uji validasi dilakukan oleh praktisi yaitu orang yang menekuni suatu bidang tertentu yang sesuai dengan wilayah kajian istrumen. Pada penelitian ini profesional judgement adalah guru kelas TKLB di SLB Dharma Rena Ring Putra II. Validasi dilakukan dengan permintaan saran tertulis dan diskusi antara peneliti dan guru kelas. Aspek yang divalidasi adalah kesesuaian instrument tes dengan kondisi subjek, kesesuaian materi dengan aspek yang akan diukur yakni kemampuan komunikasi non verbal anak autistik, serta kesesuiaan materi tes dengan materi yang ada di kurikulum dan tujuan yang akan dicapai di sekolah. Instrumen dikatakan valid apabila
92
instrument tes dapat mengukur aspek yang akan diukur yakni kemapuan komunikasi non verbal anak autistik di SLB Dharma Rena Ring Putra II. Instrumen penelitian mengindikasikan memiliki reliabilitas yang memadai apabila adanya konsitensi suatu tes, yakni sejauh mana suatu tes dapat dipercaya untuk menghasilkan skor yang stabil relatif tidak berubah. H. Prosedur Perlakuan. Pada tahap perlakuan atau treatment dalam penelitian ini akan diberikan pemberian keterampilan melakukan komunikasi non verbal melalui materi aktivitas bina diri dengan bantuan media pictograph. Perlakuan tersebut dilakukan dalam waktu 4 hari, sehingga tiap pertemuan setiap harinya akan digunakan media pictograph dalam pemahaman konsep aktivitas menolong diri sendiri. Anak akan diberikan soal melalui instruksi dari guru yang berupa perintah untuk melakukan aktivitas dengan bantuan media pictograph. Penggunaan pictographini disesuaikan dan telah dimodivikasi dari gambar, cara penyampaian serta ada gambar penjelas atau gambar bantuan yang dibuat peneliti supaya konsep aktivitas menolong diri sendiri dapat terbentuk. Peneliti mengenalkan media pictograph setelah kartu gambar bantuan atau penjelas dimengerti anak. Kartu gambar penjelas atau bantuan dibuat tidak sama dengan media pictograph melainkan kartu gambar asli. Sehingga dengan begitu diharapkan anak lebih terampil dalam komunikasi non verbal tentang aktivitas kemandirian melalui media pictograph.
93
I. Teknik Analisis Data Teknik analisis data yang digunakan dalam penelitian ini adalah menggunakan analisis data deskriptif kuantitatif. Maksud dalam penelitian ini, semua data yang telah dikumpulkan dalam bentuk skor. Cara pengukuran menggunakan Trial sebagai ukuran variabel terikat yang menunjukkan banyaknya kegiatan (trial) untuk mencapai suatu kriteria yang telah ditentukan. Jenis ukuran ini digunakan pada penelitian yang intervensinya merupakan pengajaran praktek atau mengikuti suatu kriteria tertentu. Data ini diabalisis dan divisualisasikan menggunakan grafik garis dengan acuan Single Subject Research baseline satu (A1) – Intervensi (B) – baseline dua (A2). Dibawah ini adalah tahapan analisis data dengan acuan Single Subject Research yakni: 1. Analisis dalam kondisi dengan urutan tahapan yang dimulai dari panjang kondisi, estimasi kecenderungan arah, kecenderungan stabil, kecenderungan jejak, level stabilitas dan rentang, level perubahan. 2. Analisis antar kondisi baseline dengan kondisi interval dengan urutan tahapan yang dimulai dari jumlah variable yang diubah, perubahan kecenderungan arah dan efeknya, perubahan kecenderungan stabilitas, perubahan level, presentase overlap (Sunanto, 2006). a. Analisis visual dalam kondisi 1) Panjang kondisi
94
Panjang interval menunjukkan jumlah sesi dalam setiap fase yaitu fase Baseline 1 (A1), Intervensi dan Baseline 2 (A2). 2) Estimasi kecenderungan arah Estimasi kecenderungan arah adalah melihat perkembangan perilaku dengan menggunakan garis naik, sejajar atau turun, dengan membelah dua (split-middle) dengan cara: a) Membagi data pada fase baseline atau intervensi menjadi dua bagian. b) Bagian kanan kiri juga masing-masing dibagi menjadi dua bagian lagi. Tarik garis sejajar dengan absis yang menghubungkan titik temu antara garis grafik dengan garis belahan kanan dan kiri, garisnya naik, mendatar atau menurun. 3) Kecenderungan stabilitas Menentukan kecenderungan stabilitas kemampuan anak dalam kondisi baik baseline maupun intervensi, dalam hal ini menggunakan kriteria stabilitas 15% (Sunanto, dkk). Maka perhitungannya sebagai berikut: a) Menghitung trand stabilitas 15% (nilai tertinggi X 0,15) b) Menghitung mean level (jumlah point data dibagi banyaknya sesi) c) Menentukan batas atas (mean level ditambah setengan rentang dari trend stabily)
95
d) Menentukan batas bawah (mean level dikurangi setengah dari rentang stabilitas) e) Menentukan
kecenderungan
stabilitas
data
point
(menghitung banyaknya data sesi yang berada dalam rentang batas atas dan batas bawah, dibagi banyaknya sesi. Jika presentase mencapai 85%-90% dinyatakan stabil sedangkan dibawah itu dinyatakan stabil (variabel). 4) Jejak data Menetukan kecenderungan jejak data, sama dengan kecenderungan arah, oleh karena itu masukkan hasil yang sama seperti kecenderungan arah. 5) Level stabilitas dan rentang Menentukan level stabilitas dan rentang adalah dengan cara memasukkan masing-masing kondisi angka terkecil dan angka terbesar. 6) Perubahan level Menentukan level perubahan dengan cara menandai data pertama (hari ke-1) dan terakhir, hitung selisih kedua data tersebut (data terakhir dikurangi data pertama) dan tentukan arahnya (+) atau turun (-). b. Analisis visual antar kondisi 1) Jumlah variabel yang diubah
96
Jumlah variabel yang diubah adalah pada data rekaan variabel yang diubah pada kondisi baseline 1 (A1) ke intervensi (B) adalah 1. 2) Perubahan kecenderungan efeknya Menentukan
perubahan
kecenderungan
arah
dengan
mengambil data pada analisis dalam kondisi di atas (naik, tetap, turun) yaitu untuk melihat perubahan perilaku. 3) Perubahan kecenderungan stabilitas Perubahan kecenderungan stabilitas adalah untuk melihat stabilitas perilaku subjek dalam masing-masing kondisi baik baseline maupun intervensi. 4) Perubahan level Untuk melihat perubahan antara akhir sesi pada baseline 1 (A1) dan awal sesi pada intervensi (B) yaitu dengan cara tentukan data poin pada kondisi baseline (A1) pada sesi terakhir dan sesi pertama pada kondisi intervensi (B), kemudian berapa selisihnya dan tandai (+) nila naik, dan (=) tidak ada perubahan dan (-) bila turun. Baik buruknya kondisi sesuai dengan tujuan penelitian. 5) Presentase overlap Overlap adalah kesamaan kondisi antara baseline 1 (A1) dengan intervensi (B), dengan kata lain semakin kecil
97
presentase overlap yaitu 0% maka semakin baik pengaruh intervensi terhadap target. a) Overlap tahap baseline (A1) dan intervensi (B) adalah untuk mengetahui apakah dalam tahap intervensi ada skor yang masuk ke dalam batas atas dan batas bawah baseline 1. b) Overlap tahap intervensi (B) dan baseline 2 (A2) adalah untuk mengetahui apakah dalam tahap baseline 2 (A2) ada skor yang masuk ke batas atas dan bawah intervensi.
98
BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN A. Deskripsi Lokasi Penelitian Penelitian ini dilakukan di kelas TKLB SLB Dharma Rena Ring Putra II Yogyakarta yang merupakan lembaga pendidikan khusus bagi anak yang mengalami permasalahan gangguan mental atau disebut anak Tunagrahita. Berdasarkan ketetapan pemerintah, SLB tersebut diwajibkan untuk menerima anak berkebutuhan khusus lainnya seperti anak autistik. SLB Dharma Rena Ring Putra II ini berdiri atas inisiatif sekelompok ibu-ibu pada tanggal 5 November 1963, dengan akkte Notaris UU No. 28 Tahun 2004, UU No. 16 tahun 2001 tentang Yayasan dan dengan akte Notaris R. Murjiyanto No. 08 tanggal 20 September 2008, UU no. 16 tahun 2001. SLB Dharma Rena Ring Putra II Yogyakarta terletak di Jalan Kusumanegara 105-B Yogyakarta. Sekolah terletak di lingkungan perkotaan yang cukup strategis sehingga mudah dijangkau. SLB Dharma Rena Ring Putra II Yogyakarta memberikan layanan pendidikan khusus bagi anak berkebutuhan khusus lainnya mulai dari jenjang Taman Kanak-Kanak (TKLB), Sekolah Dasar (SDLB), Sekolah Menengah Pertama (SMPLB) dan Sekolah Menengah Atas (SMALB). Pembagian ruang kelas disesuaikan dengan jenjang pendidikan anak dengan dibimbing oleh satu guru tiga subjek.
99
B. Deskripsi Subjek Penelitian Subjek dalam penelitian ini yaitu anak autistik kelas TKLB di SLB Dharma Rena Ring Putra II Yogyakarta. Deskripsi mengenai subjek yaitu sebagai berikut: 1. Identitas Subjek Subjek Tiko (samaran), jenis kelamin laki-laki, berusia 8 tahun, subjek tinggal bersama dengan kedua orang tuanya. Subjek merupakan anak kedua dari dua bersaudara. 2. Karakteristik Subjek a. Kemampuan awal yang dimiliki Subjek mampu memahami perintah sederhana pada kegiatan sehari-hari di sekolah, mampu membedakan benda-benda di sekitar kelas, melakukan aktivitas sesuai dengan keinginannya sendiri tanpa bantuan misalnya menginginkan minum, subjek segera ke kelas untuk mengambil botol air minum di dalam tas. b. Karakteristik kelainan Subjek merupakan penyandang autisme dengan tipe pasif dan cenderung menyendiri serta tidak dapat berkomunikasi secara verbal dan nonverbal, susah berbicara dan sulit berinteraksi dengan lingkungan sosialnya. c. Karakteristik pemahaman komunikasi nonverbal Pemahaman komunikasi nonverbal yang dimiliki oleh subjek terbatas. Subjek belum mampu mengungkapkan kegiatan sehari-hari
100
di sekolah misalnya kegiatan belajar keterampilan menolong diri seperti mencuci tangan, buang air kecil maupun besar, membaca menggambar, senam dan berdoa. Keterbatasan kemampuan terhadap komunikasi nonverbal dalam kegiatan sehari-hari di sekolah tersebut dikarenakan kurangnya media yang dapat memberikan gambaran yang nyata dalam mengungkapkan kegiatan sehari-hari secara nonverbal. Sedangkan kemampuan komunikasi verbal tidak dapat dilakukan subjek, karena untuk berkomunikasi verbal dibutuhkan kemampuan berbicara yang baik namun subjek tidak dapat berbicara dan artikulasinya juga kurangjelas. d. Karakteristik akademik Subjek belum cukup baik dalam bidang akademik, itu disebabkan kurangnya pemusatan perhatian yang mampu membuat subjek tertarik pada materi yang diberikan oleh guru. Subjek merupakan subjekyang pasif, kurang percaya diri, dan kurang memiliki rasa ingin tahu dan subjek sering tidak berkonsentrasi saat mengikuti pelajaran. Kemampuan mengikuti instruksi subjek sudah cukup baik. Daya tangkap subjek terhadap materi kurang baik, hal ini karena subjek sering tidak memperhatikan penjelasan dari guru. e. Karakteristik sosial Subjek memiliki sifat penyendiri, pemalu, dan kurang percaya diri. Subjek tidak pernah terlihat bermain dengan teman sebaya tetapi lebih sering menyendiri dan bermain sendiri dengan koran. Subjek
101
mengisi waktu saat jam istirahat hanya berkeliling ruang kelas untuk mencari koran setiap harinya. C. Deskripsi Kemampuan Tentang Komunikasi Nonverbal 1. Deskripsi Baseline 1 (kemampuan komunikasi non verbal subjek sebelum diberikan intervensi) Data tentang kemampuan awal (sebelum diberikan tindakan) anak autistik mengenai pemahaman komunikasi nonverbal gerak tubuh atau dengan menunjuk gambar kegiatan yang terdapat pada media sehingga dapat mempertegas atau mengganti pesan atau ucapan secara verbal untuk menyampaikan kegiatan sehari-hari kepada orang lain diperoleh dari hasil tes kemampuan awal. Tes kemampuan awal ini dilakukan dengan memberikan soal tes perbuatan kepada subjekyang berbentuk 10 soal dengan kriteria keberhasilan harus mencapai skor 40. Selain pengukuran keterampilan menggunakan tes perbuatan, juga dilakukan observasi dengan memberikan skor kepada subjek yang terdiri dari tiga aspek penilaian yaitu aspek kognitif, psikomotor dan afektif dengan jumlah 22 poin penilaian. Pelaksanaan kegiatan pada fase baseline 1 sebagai berikut: a. Pertemuan Pertama Materi: pembelajaran di kelas sesuai dengan tema yaitu kegiatan kemandirian aktivitas mencuci tangan, memakai sepatu dan memakai baju. Pelaksanaan dalam pembelajaran yakni:
102
1) Kegiatan apersepsi Guru membimbing subjek untuk mempersiapkan kegiatan yang akan dilakukan yang pertama aktivitas mencuci tangan yaitu dengan perintah ambil baskom di kelas, subjek menanggapi perintah penelitidengan mengambil baskom yang disediakan pada tiap kelas. Subjek menyampaikankegiatan yang pada hari tersebut secara nonverbal dengan menunjuk benda sesuai perintah, subjek menunjuk benda dengan benar kemudian baru mengambilnya. Peneliti meminta subjek mengambil air di kran air dengan didampingi. Peneliti meminta anak mulai mengisi air ke dalam baskom dan kemudian membawa air di baskom tersebut ke bak pencuci tangan yang ada di lingkungan sekolah. Kegiatan yang kedua yaitu aktivitas memakai sepatu, langkah pesiapannya yaitu memberi instruksi ambil sepatu yang sudah dipersiapkan.Dan kegiatan yang ketiga yaitu aktivitas memakai baju memberi instruksi ambil baju yang sudah dipersiapkan. 2) Aktivitas pembelajaran Mengenalkan benda-benda yang akan digunakan pada kegiatan aktivitas mencuci tangan, seperti sabun pencuci tangan dan handuk. Anak diminta menunjukkan benda-benda sesuai perintah. Pembelajaran selanjutnya subjek belajar praktek langsung ke luar kelas untuk perintah mencuci tangan mandiri.
103
Kegiatan yang kedua yaitu aktivitas memakai sepatu, yang pertama pengenalan benda, seperti kaos kaki dan sepatu yang telah disiapkan. Subjek diminta untuk memakai sepatu secara mandiri dengan instruksi sederhana “pakai sepatu”. Kegiatan yang ketiga aktivitas memakai baju, yang pertama pengenalan. Kegiatan terakhir subjek diminta untuk memakai baju secara mandiri dengan instruksi sederhana “pakai baju” 3) Penutup Subjek diminta untuk menunjuk benda pada kegiatan mencuci tangan sesuai instruksi kemudian mengambil benda tersebut. Subjek diminta mengimitasi gerakan sesuai dengan instruksi. b. Pertemuan Kedua Materi: pembelajaran di kelas sesuai dengan tema yaitu kegiatan kemandirian aktivitas mencuci tangan, memakai sepatu dan memakai baju. Pelaksanaan dalam pembelajaran yakni: 1) Kegiatan apersepsi Guru membimbing subjek untuk mempersiapkan kegiatan yang akan dilakukan yang pertama aktivitas mencuci tangan yaitu dengan perintah ambil baskom di kelas, subjek menanggapi perintah peneliti dengan mengambil baskom yang disediakan pada tiap kelas. Subjek menyampaikan kegiatan yang pada hari tersebut secara nonverbal dengan menunjuk benda sesuai
104
perintah, subjek menunjuk benda dengan benar kemudian baru mengambilnya. Subjek diminta untuk mengambil air di kran air dengan didampingi. Anak diminta mengisi air ke dalam baskom dan kemudian membawa air di baskom tersebut ke bak pencuci tangan yang ada di lingkungan sekolah. Kegiatan yang kedua yaitu aktivitas memakai sepatu, langkah pesiapannya yaitu memberi instruksi ambil sepatu yang sudah dipersiapkan. Dan kegiatan yang ketiga yaitu aktivitas memakai baju memberi instruksi ambil baju yang sudah dipersiapkan. 2) Aktivitas pembelajaran Pengenalan benda-benda yang akan digunakan pada kegiatan aktivitas mencuci tangan, seperti sabun pencuci tangan dan handuk. Anak diminta menunjukkan benda-benda sesuai perintah. Pembelajaran selanjutnya subjek belajar praktek langsung ke luar kelas untuk perintah mencuci tangan mandiri. Kegiatan yang kedua yaitu aktivitas memakai sepatu, yang pertama pengenalan benda, seperti kaos kaki dan sepatu yang telah disiapkan.
Subjek diminta untuk memakai sepatu secara
mandiri dengan instruksi sederhana “pakai sepatu”. Kegiatan yang ketiga aktivitas memakai baju, yang pertama pengenalan benda baju yang berkancing, kedua pengenalan
105
kancing. Yang terakhir subjek diminta untuk memakai baju secara mandiri dengan instruksi sederhana “pakai baju”. 3) Penutup Subjek diminta menunjuk benda yaitu kaos kaki dan sepatu sesuai instruksi kemudian melepas sepatu setelah praktek dengan instruksi “lepas sepatu”. c. Pertemuan Ketiga Materi: pembelajaran di kelas sesuai dengan tema yaitu kegiatan kemandirian aktivitas mencuci tangan, memakai sepatu dan memakai baju. Pelaksanaan dalam pembelajaran yakni: 1) Kegiatan apersepsi Guru membimbing subjek untuk mempersiapkan kegiatan yang akan dilakukan yang pertama aktivitas mencuci tangan yaitu dengan perintah ambil baskom di kelas, subjek menanggapi perintah penelitidengan mengambil baskom yang disediakan pada tiap kelas. Subjek menyampaikankegiatan yang pada hari tersebut secara nonverbal dengan menunjuk benda sesuai perintah, subjek menunjuk benda dengan benar kemudian baru mengambilnya. Peneliti meminta subjek mengambil air di kran air dengan didampingi. Peneliti meminta anak mulai mengisi air ke dalam baskom dan kemudian membawa air di baskom tersebut ke bak pencuci tangan yang ada di lingkungan sekolah.
106
Kegiatan yang kedua yaitu aktivitas memakai sepatu, langkah pesiapannya yaitu memberi instruksi ambil sepatu yang sudah dipersiapkan. Dan kegiatan yang ketiga yaitu aktivitas memakai baju memberi instruksi ambil baju yang sudah dipersiapkan. 2) Aktivitas pembelajaran Pegenalan benda-benda yang akan digunakan pada kegiatan aktivitas mencuci tangan, seperti sabun pencuci tangan dan handuk. Anak diminta menunjukkan benda-benda sesuai perintah. Pembelajaran selanjutnya subjek belajar praktek langsung ke luar kelas untuk perintah mencuci tangan mandiri. Kegiatan yang kedua yaitu aktivitas memakai sepatu, yang pertama pengenalan benda, seperti kaos kaki dan sepatu yang telah disiapkan.Subjek diminta untuk memakai sepatu secara mandiri dengan instruksi sederhana “pakai sepatu”. Kegiatan yang ketiga aktivitas memakai baju, yang pertama pengenalan benda baju yang berkancing, kedua pengenalan kancing. Yang terakhir subjek diminta untuk memakai baju secara mandiri dengan instruksi sederhana “pakai baju”. 3) Penutup Subjek diminta menunjuk benda yaitu baju kemudian kancing sesuai instruksi kemudian melepas baju setelah praktek dengan instruksi “lepas baju”.
107
Skor yang diperoleh Tiko (samaran) pada tes kemampuan awal pada test pertama yakni 20 dari skor maksimal 40 dengan persentase pencapaian sebesar 50%, pada test kedua yakni 21 dari skor maksimal 40 dengan persentase pencapaian sebesar 52,5%, dan pada test terakhir pada test ketiga yakni 25 dari skor maksimal 40 dengan persentase pencapaian sebesar 62,5%. Skor yang diperoleh subjek belum mencapai Kriteria Ketuntasan Minimal yang telah ditentukan yakni sebesar 65%. Pada hasil observasi menunjukkan skor 41 dengan presentase pencapaian sebesar 46,60%. Gambaran mengenai pemahaman komunikasi nonverbal pada kegiatan sehari-hari dari subjek yaitu sebagai berikut: Tiko (samaran), dalam pemahaman subjek tentang kegiatan sehari-hari subjek disekolah masih belum tepat secara keseluruhan, subjek belum mampu memahami kegiatan yang dilakukan dengan tepat dan subjek belum mampu menyampaikan kegiatan yang dilakukan kepada orang lain baik secara verbal dan nonverbal. Subjek sudah cukup memahami perintah dalam melakukan kegiatan sehari-hari, akan tetapi subjek belum mampu menyampaikan secara verbal dan nonverbal kepada orang lain mengenai kegiatan sehari-hari subjek di sekolah. Skor total yang diperoleh subjek Tiko (samaran) pada tes kemampuan awal (sebelum diberikan tindakan) yakni pada pre test sesi pertama 20 dengan presentase 50%, pada pre test sesi kedua 21 dengan presentase 52,5%, dan pre test sesi ketiga 25 dengan persentase 62,5% dan termasuk kategori rendah. Adapun hasil observasi yang penghitungannya terdapat pada lampiran, pada sesi
108
pertama dengan skor 41 dengan presentase 46,60%, sesi kedua dengan skor 45 dengan presentase 51,13% dan sesi ketiga dengan skor 51 dengan presentase 57,60% Hasil tes kemampuan awal pemahaman komunikasi nonverbal pada anak autistik menunjukkan bahwa persentase pencapaian skor yang diperoleh Tiko (samaran) dari sesi pertama, kedua dan ketiga yaitu 50%, 52,5 dan 62,5%. Berdasarkan hasil pengamatan yang dilakukan oleh peneliti dan guru, dapat diketahui bahwa pemahaman komunikasi nonverbal pada kegiatan sehari-hari di sekolah anak autistik termasuk dalam kategori rendah. Kategori rendah dalam penelitian ini ditandai dengan perilaku subjek yang menunjukkan subjek tidak melakukan komunikasi nonverbal dalam kegiatan sehari-hari untuk mengungkapkan keinginannya baik dengan komunikasi nonverbal gerak tubuh atau dengan menunjuk gambar kegiatan, untuk mempertegaskan pesan verbal, untuk menyampaikan kegiatan yang akan dilakukan kepada orang lain dan subjek melakukan komunikasi nonverbal dengan bantuan guru. Hasil belajar komunikasi nonverbal subjek pada kegiatan sehari-hari belum mencapai kriteria keberhasilan yang telah ditentukan yakni sebesar 65%. 2. Deskripsi data hasil Baseline 1 Perhitungan
dengan
rumus
untuk
mengetahui
keterampilan
komunikasi anak autistik dapat dilihat pada lampiran, dan hasil penghitungan sebagai berikut:
109
Tabel 11.Rekapitulasi Data Hasil Keterampilan Komunikasi Non Verbal Fase Baseline 1Anak Autistik Tipe Ringan Kelas TKLB Sesi ke
Tanggal 2 September 2014 3 September 2014 4 September 2014
1
2
3
Waktu dilaksanakan
Skor baseline 1
Keterampilan menolong diri
07.30 – 08.00
20
50%
07.30 – 08.00
21
52,5%
07.30 – 08.00
25
62,5%
Hasil keterampilan dan cara penghitungan keterampilan komunikasi non verbal pada fase baseline 1 sebagai berikut: Cara penghitungan fase baseline 1 sebagai berikut: Diketahui skor: 20, 21, 25
= NP R SM 100
R x 100 SM
: nilai persen yang dicari atau diharapkan : skor mentah yang diperoleh siswa : skor maksimum dari semua tes : bilangan tetap
Sesi 1 : skor 20 NP =
)* +*
, 100% = 50%
Sesi 2 : skor 21 NP =
)+*
, 100% = 52,5%
Sesi 3 : skor 25
110
NP =
). +*
, 100% = 62,5%
Gambaran mengenai pemahaman komunikasi nonverbal dengan memahami fungsi benda dan cara menggunakannya dalam kegiatan seharihari di sekolah subjek Tiko (samaran) pada baseline 1 yakni sebagai berikut: Pemahaman komunikasi nonverbal dengan pengenalan benda-benda yang digunakan sehari-hari di sekolah untuk mengetahui kemampuan awal anak pada sesi pertama tahap pengenalan benda harus dengan bantuan verbal dan fisik. Bantuan tersebut dilakukan supaya subjek merespon instruksi yang diberikan. Persepsi subjek terhadap benda yang digunakan tidak mengalami masalah, karena pada dasarnya subjek sudah mengenal benda. Kelemahan subjek dalam baseline 1 pada sesi pertama, kedua dan ketiga yaitu respon subjek terhadap instruksi atau perintah terkadang tidak fokus pada pembelajaran. Cara memfokuskan subjek pada fase baseline 1 ini dengan memberikan jeda waktu kepada subjek untuk beralih pada mainan yang telah dipersiapkan seperti puzzle dan meronce. Pemahaman subjek terhadap benda nyata sudah dimiliki subjek dalam kemampuan awal, namun subjek belum mampu memahami fungsi dari benda dan cara menggunakannya. Peneliti memberikan instruksi pada penggunaan benda tersebut yaitu pada aktivitas mencuci tangan, namun respon subjek hanya diam. Sehingga pada proses mengimitasi gerakan
111
mencuci tangan harus dengan bantuan verbal dan fisik. Bantuan verbal dilakukan supaya subjek mengenal peristiwa yang sedang dilakukan dan bantuan fisik untuk membantu subjek melakukan aktivitas dengan benar. Kemampuan subjek merespon kegiatan mengimitasi gerakan ditunjukkan dengan diberikannya instruksi verbal saja subjek mampu melakukan tanpa bantuan penuh. Setelah kemampuan mengimitasi gerakan, peneliti meminta anak keluar kelas untuk melakukan aktivitas yang pertama yaitu mencuci tangan. Kemampuan subjek pada aktivitas mencuci tangan dari sesi pertama, kedua dan ketiga subjek mampu melakukan aktivitas tersebut, namun pada sesi pertama tidak semua kegiatan dilakukan seperti tidak memakai sabun dan mengeringkan tangan. Untuk itu, peneliti memberikan bantuan verbal dan fisik. Kegiatan yang kedua pada baseline 1 yaitu aktivitas memakai sepatu. Aktivitas yang dilakukan pertama yaitu pengenalan sepatu dan perlengkapan yang lain yaitu kaos kaki. Subjek belum memahami benda kaos kaki karena subjek tidak menggunakannya dalam bersepatu. Subjek hanya mengenal benda sepatu tanpa mengerti cara memakainya. Peneliti mengetahui kemampuan subjek dalam memakai sepatu terlihat dari cara subjek memakai sepatu, subjek belum mampu memakai sepatu secara mandiri. Ketika diminta untuk memakai sepatu, subjek langsung memasukkan kaki ke sepatu tanpa membuka perekat dan menarik bagian atas sepatu pada punggung kaki dan bagian belakang sepatu pada 112
pergelangan kaki.Subjek meminta bantuan hanya dengan menarik tangan dan menggumam tidak ada artinya. Pada kegiatan memakai sepatu, subjek diminta untuk mendahulukan memakai kaos kaki, respon subjek ketika diberikan kaos kaki dan diminta untuk memakai baik, karena pemahamannya pada benda kaos kaki harus dipakai dikaki terlebih dahulu dapat ia lakukan. Namun, subjek masih belum mampu cara memakai kaos kaki dengan baik, ia hanya memasukkan ujung kaki ke lubang kaos kaki tanpa menariknya. Aktivitas yang ketiga yaitu memakai baju berkancing.Subjek mengenal benda baju adalah pakaian yang berkancing, kemampuan awal subjek mengenal baju adalah pakaian yang berkancing. Tahap aktivitas memakai baju, subjek diminta untuk memakai baju berkancing ketika selesai berolahraga dan berganti pakaian seragam sekolah yang berkancing. Kemampuan subjek terlihat ketika memasukkan tangan ke lengan baju masih sangat kesulitan, sehingga perlu dibantu penuh. Subjek juga belum mampu mengancingkan kancing ke lubang kancing, terlihat ketika diminta untuk memasukkan ke lubang kancing subjek tidak berhasil dengan waktu yang sangat lama tanpa mampu memasukkan kancing. Hasil yang didapat pada kemampuan awal anak pada fase baseline 1 sesi pertama, kedua dan ketiga masih sangat rendah walaupun dapat dikatakan stabil mengalami keajegan setiap sesi ada peningkatan namun tidak signifikan dan masih dibawah kriteria keberhasilan yang telah ditentukan yakni sebesar 65%.
113
3. Deskripsi Pelaksanaan Intervensi (saat pemberian treatment) Peneliti memberikan media pictograph setelah dilakukan pre-test sebanyak 3 (tiga) kali, kemampuan komunikasi anak diuji pada pre-test dan akan dicatat sebagai baseline 1 (A1). Kemudian diberikan tindakan atau intervensi sebanyak 5 (lima) kali. Fase intervensi peneliti menggunakan media pictograph sebagai alat yang digunakan untuk membantu anak autistik lebih mudah melakukan komunikasi dalam ketrampilan berkomunikasi non verbal. Fase terakhir adalah menentukan baseline 2 yaitu melakukan post-test sebanyak 3 (tiga) kali. Satu kali pertemuan terdiri dari 1 jam pelajaran dilaksanakan selama 35 menit. Pada saat intervensi atau penggunaan media pictograph, dilakukan setiap aktivitas kegiatan yang dilakukan akan berlangsung. Inti pelaksanaan intervensi (B) sebagai berikut: 1) Kegiatan Awal Kegiatan awal dilakukan pada kegiatan 1 (satu) yaitu menyampaikan tujuan pembelajaran kemudian kegiatan mencuci tangan
dengan
perintah
mengambil
air
dari
kran
air
menggunakan baskom untuk dituangkan ke dalam bak air yang telah disediakan di sekolah sebagai sarana mencuci tangan. Kegiatan 2 (dua) yaitu memakai baju dengan perintah mengambil baju seragam sekolah yang sudah disediakan oleh peneliti. Kegiatan 3 (tiga) yaitu kegiatan memakai sepatu dengan perintah mengambil sepatu yang ada di rak sepatu. Kemampuan anak
114
dalam melakukan perintah sudah baik, jadi dalam penerapannya peneliti menggunakan perintah sederhana pada tahap pre-test seperti perintah “ambil”. 2) Pada Kegiatan Inti Kegiatan inti dilakukan didalam kelas terlebih dahulu untuk mengenalkan media pictograph yang digunakan sebagai sarana komunikasi secara nonverbal penggunaan bahasa objek dengan menunjuk gambar, menyamakan gambar kegiatan yang dimintai guru, foto kegiatan pembelajaran terdapat dilampiran. Setelah dilakukan pengenalan selanjutnya keluar kelas untuk mencoba melakukan kegiatan yang dimaksud subjek setelah mampu menyampaikan kepada orang lain dengan menunjuk gambar yang terdapat pada media pictograph dan peneliti memberikan informasi penjelasan. 3) Kegiatan Akhir Subjek bersama dengan peneliti kembali ke dalam kelas untuk melakukan imitasi gerakan mengenai kegiatan apa yang dilakukan pada jam istirahat dan kegiatan kemandiran tanpa menggunakan media gambar. Pelaksanaan tersebut dapat dijelaskan lebih terperinci dalam pembelajaran sebagai berikut:
115
d. Pertemuan Keempat Pertemuan keempat adalah fase intervensi yaitu mengenalkan media
pictograph
aktivitas
mencuci
tangan.
Masing-masing
komponen diperkenalkan seperti gambar mencuci tangan dengan media pictograph yaitu kedua telapak tangan dibawah kran yang airnya keluar. Kemudian dikenalkan gambar mencuci tangan dengan sabun yaitu media pictographnya adalah kedua tangan mengeluarkan busa sabun. Pertemuan ini akan digunakan media pictograph untuk melihat kemampuan subjek melakukan kegiatan dengan bantuan media gambar untuk memanfaatkan media gambar sebagai sarana komunikasi non verbal, maka perlu diberikan tindakan untuk mengetahui kemampuan subjek terhadap kemampuan menunjuk gambar kegiatan dari materi yang diterima. Tes yang dilakukan yaitu berupa tes perbuatan yang terdiri dari beberapa kegiatan subjekdi sekolah seperti: mengamati gerakan yang diperagakan oleh peneliti dan kemudian mengimitasi gerakan, menunjuk gambar kegiatan, mengambil gambar kegiatan tersebut secara nonverbal. Apabila sudah terlaksana maka subjek diberikan waktu sebentar untuk beristirahat, kemudian dilanjutkan dengan tahap berikutnya. Hal ini dilakukan untuk menghindari munculnya perilaku menyimpang seperti: marah dan bosan, sehingga harus disesuaikan dengan kondisi emosional anak.
116
Setelah pengenalan media pictograph sudah mampu dipahami oleh subjek, peneliti mengenalkan media pictograph mencuci tangandengan benda nyatanya yaitu kran air, media pictograph menyabun tangan dengan mengenalkan benda nyatanya yaitu sabun pencuci tangan. Setelah waktu untuk pengenalan media pictograph dengan benda nyata diberikan tindakan selesai, kemudian peneliti memperlihatkan media pictograph mencuci tangan yaitu dengan gambar kedua telapak tangan dibawah kran yang air nya keluar. Subjek harus melaksanakan serangkaian aktivitas mencuci tangan yang diawali dari tahap membuka kran air, membasuh air, menekan sabun pencuci tangan, menggosokkan tangan supaya sabun berbusa, membilas tangan, menutup kran dan yang terakhir mampu mengeringkan tangan dengan handuk. e. Pertemuan Kelima Pertemuan kelima yaitu mengenalkan media pictograph aktivitas memakai baju berkancing. Masing-masing komponen diperkenalkan seperti gambar baju dengan jenis hem yaitu pakaian seragam sekolah yang berkancing. Kemudian dikenalkan gambar kancing baju. Pertemuan ini akan digunakan media pictograph untuk melihat kemampuan subjek melakukan kegiatan dengan bantuan media gambar,
maka
perlu
diberikan
tindakan
untuk
mengetahui
kemampuan subjek terhadap kemampuan menunjuk gambar kegiatan dari materi yang diterima.
117
Tes yang dilakukan yaitu berupa tes perbuatan yang terdiri dari beberapa kegiatan subjekdi sekolah seperti: mengamati gerakan yang diperagakan oleh peneliti, kemudian menirukan gerakan, menunjuk gambar kegiatan, mengambil gambar kegiatan tersebut secara nonverbal. Apabila sudah terlaksana maka subjek diberikan waktu sebentar untuk beristirahat, kemudian dilanjutkan dengan tahap berikutnya. Hal ini dilakukan untuk menghindari munculnya perilaku menyimpang seperti: marah dan bosan, sehingga harus disesuaikan dengan kondisi emosional anak. Setelah pengenalan media pictograph sudah mampu dipahami oleh subjek, peneliti mengenalkan media pictograph memakai bajudengan benda nyatanya yaitu baju atau hem berkancing dan gambar kancing. Setelah waktu untuk pengenalan media pictograph dengan benda nyata diberikan tindakan selesai, kemudian peneliti memperlihatkan media pictograph memakai baju yaitu dengan gambarbaju. Subjek harus melaksanakan serangkaian memakai baju yang diawali dari tahap membuka kancing, memasukkan kedua tangan ke lengan baju, mengancingkan baju. f. Pertemuan Keenam Pertemuan keenam yaitu mengenalkan media pictograph aktivitas memakai sepatu. Masing-masing komponen diperkenalkan seperti gambar sepatu dan kaos kaki, aktivitas tersebut bisa dilihat dalam lampiran hasil foto kegiatan. Pertemuan keenam ini
118
menggunakan media pictograph untuk melihat kemampuan subjek melakukan kegiatan dengan bantuan media gambar, maka perlu diberikan tindakan untuk mengetahui kemampuan subjek terhadap kemampuan menunjuk gambar kegiatan dari materi yang diterima. Tes yang dilakukan yaitu berupa tes perbuatan yang terdiri dari kegiatan di sekolah seperti mengamati gerakan yang dilakukan oleh peneliti dan kemudian menirukan gerakan, menunjuk gambar kegiatan, mengambil gambar kegiatan tersebut secara nonverbal. Apabila sudah terlaksana maka subjek diberikan waktu sebentar untuk beristirahat, kemudia dilanjutkan dengan tahap berikutnya. Hal ini dilakukan untuk menghindari munculnya perilaku menyimpang seperti: marah dan bosan, sehingga harus disesuaikan dengan kondisi emosional anak. Setelah pengenalan media pictograph sudah mampu dipahami oleh subjek, peneliti mengenalkan media pictograph memakai sepatu dengan benda nyatanya yaitu sepatu dan gambar kaos kaki. Setelah waktu untuk pengenalan media pictograph dengan benda nyata diberikan tindakan selesai, kemudian peneliti memperlihatkan media pictograph memakai sepatu yaitu dengan gambar sepatu. Subjek harus melaksanakan serangkaian memakai sepatu yang diawali dari tahap memakai kaos kaki pada kedua kaki dengan benar, membuka perekat sepatu, memasukkan kedua kaki ke sepatu bagian kanan dan kiri, merekatkan perekat sepatu.
119
g. Pertemuan Ketujuh Pertemuan
ketujuh
peneliti
meminta
subjek
melakukan
serangkaian aktivitas mulai dari mencuci tangan, memakai baju dan memakai sepatu. Tes perbuatan ini, subjek diperlihatkan media pictograph yang ditempelkan pada papan display satu persatu. Kartu gambar yang ditempelkan yang pertama adalah media pictograph mencuci tangan. Peneliti meminta subjek mengambil media pictograph mencuci tangan kemudian peneliti meminta anak melakukan aktivitas mencuci tangan. Setelah selesai melakukan aktivitas mencuci tangan, subjek diminta untuk menempelkan kembali pada papan display. Kartu gambar yang ditempelkan yang kedua adalah media pictograph memakai baju. Peneliti meminta subjek mengambil mediapictographmemakai baju kemudian peneliti meminta anak melakukan aktivitas memakai baju. Setelah selesai melakukan aktivitas memakai baju, subjek diminta untuk menempelkan kembali pada papan display. Kartu gambar yang ditempelkan yang ketiga adalah media pictograph memakai sepatu. Peneliti meminta subjek mengambil media pictograph memakai sepatu kemudian peneliti meminta anak melakukan aktivitas memakai sepatu Setelah selesai melakukan aktivitas memakai sepatu, subjek diminta untuk menempelkan kembali pada papan display.
120
h. Pertemuan Kedelapan Pertemuan kedelapan sama dengan kegiatan pertemuan ketujuh peneliti meminta subjek melakukan serangkaian aktivitas mulai dari mencuci tangan, memakai baju dan memakai sepatu. Tes perbuatan ini, subjek diperlihatkan media pictograph yang ditempelkan pada papan display satu persatu. Kartu gambar yang ditempelkan yang pertama adalah media pictograph mencuci tangan. Peneliti meminta subjek mengambil media pictograph mencuci tangan kemudian peneliti meminta anak melakukan aktivitas mencuci tangan.Setelah selesai melakukan aktivitas mencuci tangan, subjek diminta untuk menempelkan kembali pada papan display. Kartu gambar yang ditempelkan yang kedua adalah media pictograph memakai baju. Peneliti meminta subjek mengambil media pictograph memakai baju kemudian peneliti meminta anak melakukan aktivitas memakai baju. Setelah selesai melakukan aktivitas memakai baju, subjek diminta untuk menempelkan kembali pada papan display. Kartu gambar yang ditempelkan yang ketiga adalah media pictograph memakai sepatu. Peneliti meminta subjek mengambil media pictograph memakai sepatu kemudian peneliti meminta anak melakukan aktivitas memakai sepatu Setelah selesai melakukan aktivitas memakai sepatu, subjek diminta untuk menempelkan kembali pada papan display.
121
4. Deskripsi data hasil intervensi Perhitungan dengan rumus untuk mengetahui efektivitas penggunaan pictograph sebagai media komunikasi anak autistik dapat dilihat pada lampiran, dan hasil penghitungan sebagai berikut: Tabel 12.Rekapitulasi Data Hasil Keterampilan Komunikasi Non Verbal Fase Intervensi Anak Autistik Tipe Ringan Kelas TKLB Sesi ke 1
2
3
4
5
6 a
Tanggal 8 September 2014 9 September 2014 10 September 2014 11 September 2014 12 September 2014 c 13 September 2014
Skor Intervensi
Taraf Pencapaian Keterampilan Komunikasi Non Verbal (%)
26
65%
26
65%
27
67,5%
31
77,5%
32
80%
33
82,5%
Cara penghitungan fase intervensisebagai berikut: Diketahui skor: 26, 26, 27, 31, 32, 33
= NP R SM 100
R x 100 SM
: nilai persen yang dicari atau diharapkan : skor mentah yang diperoleh siswa : skor maksimum dari semua tes : bilangan tetap 122
Sesi 4 : skor 26 NP =
)/ +*
, 100% = 65%
Sesi 5 : skor 26 NP =
)/ +*
, 100% = 65%
Sesi 6 : skor 27 NP =
)0 +*
, 100% = 67,5%
Sesi 7 : skor 31 NP =
1+*
, 100% = 77,5%
Sesi 8 : skor 32 NP =
1) +*
, 100% = 80%
Sesi 9 : skor 33 NP =
11 +*
, 100% = 82,5%
Gambaran mengenai pemahaman komunikasi nonverbal dengan memahami media pictograph, cara menggunakan media pictograph, fungsi benda dan cara menggunakannya dalam kegiatan sehari-hari di sekolah subjek Tiko (samaran) pada intervensi yakni sebagai berikut: Kegiatan yang pertama pada sesi keempat yaitu aktivitas mencuci tangan. Pada sesi keempat setelah dilakukan pengamatan mengenai kemampuan awal subjek dalam aktivitas mencuci tangan didapatkan hasil yaitu kemampuan subjek dalam aktivitas mencuci tangan masih belum 123
memenuhi kriteria keberhasilan, yakni hanya 62,5%. Dari kemampuan awal subjek tersebut, untuk mampu memenuhi kriteria keberhasilan subjek dalam melakukan aktivitas mencuci tangan harus membutuhkan alat atau media yang mampu membantu subjek memahami kegiatan dengan baik yaitu menggunakan media pictograph. Media pictograph dikenalkan kepada subjek khususnya pada kegiatan yang pertama yaitu aktivitas mencuci tangan. Pengenalan media pictograph ada beberapa macam aktivitas atau komponen yang dilakukan pada saat aktivitas mencuci tangan, seperti pengenalan kartu gambar aktivitas membasuh tangan yang gambarnya adalah kran air yang mengeluarkan air dan gambar kedua tangan yang saling bersentuhahan. Arti dari media pictograph tersebut yaitu mencuci tangan secara kompleks. Komponen gambar aktivitas mencuci tangan yang melengkapi adalah mencuci tangan dengan sabun, pengenalan media pictographnya yaitu menekan sabun cuci tangan dan media pictograph menggosokkan kedua telapak tangan supaya mengeluarkan busa. Dan komponen gambar aktivitas mencuci tangan yang terakhir yaitu mengeringkan tangan dengan handuk tangan. Pada tahap pengenalan media pictograph subjek lebih antusias belajar karena pada dasarnya subjek lebih menyukai mainan yang bahan dasarnya kertas dan berwarna. Pengenalan media media pictograph aktivitas mencuci tangan dilakukan dengan instruksi sederhana seperti “tunjuk gambar…”, “ambil gambar…”. Pengenalan kartu gambar lebih mudah 124
dipahami oleh subjek karena kartu gambar sebagai media baru pada proses pembelajaran selama pembelajaran. Subjek mampu membedakan media pictograph aktivitas menekan sabun,
menggosokkan
tangan dan
mengeringkan tangan. Tetapi ketika mengimitasi gerakan menggosokkan sabun subjek belum mampu melakukan secara mandiri, harus dengan bantuan. Setelah dikenalkan dengan kartu gambar aktivitas satu persatu, dan mengimitasi gerakan, subjek diminta mengamati media pictograph mencuci tangan kemudian diminta untuk mempraktekkan dengan instruksi “cuci tangan”. Subjek mampu apabila dilakukan dengan benda nyata secara langsung yaitu di depan kran air dengan instruksi mencuci tangan subjek mempraktekkan. Kemudian diperlihatkan kartu gambar menekan sabun, subjek belum mampu secara mandiri menekan sabun, setelah diberikan bantuan cara menekan menggunakan takan kanan dan tangan kiri menerima sabun subjek mampu menekan sendiri. Setelah mampu mengeluarkan sabun, diperlihatkan kartu gambar tangan yang berbusa karena sabun, subjek hanya diam karena tidak memahami, oleh karena itu peneliti membantu subjek menggosokkan kedua telapak tangan sampai mengeluarkan busa. Langkah keempat diperlihatkan kembali kartu gambar mencuci tangan kembali yang artinya subjek harus menghidupkan kran air untuk membersihkan busa yang ada di tangannya. Peneliti memperlihatkan kartu gambar dan memberikan bantuan verbal untuk perintah mencuci tangan.Kegiatan yang terakhir yaitu mengeringkan tangan dengan serbet,
125
subjek diperlihatkan kartu gambar handuk atau serbet dan hasilnya subjek mampu melakukan secara mandiri. Dari hasil aktivitas mencuci tangan dengan bantuan media pictograph kemampuan subjek dalam melakukan serangkaian aktivitas mencuci tangan lebih baik, karena antusias mengikuti pembelajaran subjek lebih tertarik karena pembelajaran dilakukan di luar kelas dan media baru, sehingga kemampuannya mengikuti instruksi sesuai kartu gambar lebih mudah dilakukan. Hasil yang diperoleh setelah diberikan media dalam pembelajaran aktivitas mencuci tangan yakni 65%, hasil tersebut telah mencapai kriteria keberhasilan diatas 65% dari kriteria yang telah ditentukan. Kegiatan yang kedua pada sesi kelima dan keenam yaitu aktivitas memakai sepatu dan aktivitas memakai baju. Setelah dilakukan pengamatan mengenai kemampuan awal subjek dalam aktivitas memakai sepatu dan aktivitas memakai baju didapatkan hasil yaitu kemampuan subjek dalam aktivitas memakai sepatu dan memakai baju masih belum memenuhi kriteria keberhasilan, yakni hanya 52,5% dan 62,5%. Setelah diberikan intervensi pada aktivitas memakai sepatu dan memakai baju menggunakan media pictograph, subjek berhasil mencapai kriteria ketuntasan di atas 65% yakni 65% untuk aktivitas memakai sepatu dan 67,5% pada aktivitas memakai baju.
126
Langkah-langkah dalam melaksanakan kegiatan menggunakan media pictograph sama dengan kegiatan pada sesi keempat aktivitas mencuci tangan. Kegiatan pada sesi kelima dan keenam yaitu pertama pengenalan mediapictograph, yang membedakan pada sesi kelima dan keenam yaitu mempersepsikan media pictograph dengan benda nyata. Pada sesi kelima yaitu aktivitas memakai sepatu, subjek dikenalkan dengan media pictograph sepatu, kemudian subjek diminta untuk menunjuk benda nyata sepatu. Setelah memahami gambar terhadap benda nyata yaitu pengenalan kaos kaki. Pengenalan terhadapa kaos kaki, subjek diminta untuk menunjuk benda nyata kaos kaki. Langkah terakhir yaitu praktek memakai sepatu dengan instruksi “pakai sepatu” sambil diperlihatkan media pictograph sepatu. Yang pertama kali dilakukan subjek yaitu memakai kaos kaki terlebih dahulu, membuka perekat sepatu, memasukkan kaki ke sepatu. Subjek mampu melakukan namun masih kesulitan melakukan kegiatan secara mandiri, sehingga perlu bantuan penuh yaitu fisik dan verbal. Hasil kegiatan pada sesi keenam yaitu hampir sama dengan sesi kelima. Kemampuan subjek mengenal media pictograph baju terhadap benda nyata sudah baik, terlihat saat diberikan instruksi “tunjuk baju” subjek mampu menunjukkan dan diperlihatkan media pictograph baju kemudian diminta menunjukkan benda nyatanya subjek mampu menunjuk. Subjek masih kesulitan dalam praktek memakai baju. Sebelum memakai baju,
pengenalan
kancing
baju
127
dengan
cara
memasukkan
dan
mengeluarkan kancing. Pada tahap pengenalan kancing baju, subjek sangat kesulitan memegang dan memasukkan kancing. Subjek harus diberikan bantuan penuh pada saat mengancingkan baju dan melepas baju. Tahap memakai baju, subjek mampu memasukkan tangan ke salah satu lengan baju, tetapi subjek kesulitan untuk memasukkan tangan satunya ke lengan yang kedua jadi harus diberikan bantuan penuh. Bantuan tersebut adalah menarik lengan kedua supaya subjek mampu menggapai bagian lengan kedua dan memasukkan tangannya. Kegiatan ketujuh, kedelapan dan kesembilan yaitu melaksanakan kegiatan mencuci tangan, memakai sepatu dan memakai baju dalam satu rangkaian kegiatan. Pelaksanaan aktivitas tersebut disesuaikan pada saat jam pelajaran tertentu. Kegiatan mencuci tangan dilaksanakan pada jam istirahat makan siang bersama. Kegiatan memakai sepatu ketika jadwal menari, dan olahraga, subjek harus melepaskan sepatu saat masuk ruang tari dan selesai olahraga, apabila tidak ada jam tari dan olahraga harus dipersiapkan di kelas. Kegiatan memakai baju dilakukan setelah berolahraga, subjek ganti pakaian seragam sekolah dan apabila tidak ada olahraga harus dipersiapkan di kelas. Kegiatan tersebut dilakukan sesuai dengan jadwal pada hari tersebut. Cara menyusun serangkaian kegiatan dengan cara menempelkan media pictograph pada papan display yaitu papan tulis. Penyusunan serangkaian kegiatan yang pertama yaitu dari memakai baju, memakai sepatu dan mencuci tangan. Kegiatan yang pertama memakai baju karena pada jam 128
pertama subjek adalah olahraga, sehingga setelah olahraga subjek diminta untuk mengganti pakaian dengan baju seragam yang berkancing dengan menunjukkan media pictograph baju. Kegiatan yang kedua mamakai sepatu, ketika olahraga untuk kelas TKLB bermain bersama tanpa alas kaki.Sehingga dalam praktek aktivitas memakai sepatu dilakukan setelah olahraga selesai, subjek diperlihatkan media pictograph sepatu dan memakai sepatu. Kegiatan memakai baju dan memakai sepatu subjek belum mampu mandiri melakukannya. Ketidakmampuan subjek sama dengan sebelumnya yaitu memasukkan tangan pada lengan yang kedua, sehingga dibantu secara penuh. Keberhasilan yang lain pada kegiatan memakai baju yaitu subjek mampu membuka dan mengancingkan. Ketidakmampuan subjek memakai sepatu sama dengan sebelumnya yaitu memakai kaos kaki hanya sampai ujung jari kaki dan memasukkan kaki ke sepatu tanpa membuka perekat sepatu. Sebelum memakai sepatu, subjek sudah mampu berinisiatif membuka perekat sepatu terlebih dahulu sebelum memasukkan kaki ke sepatu.Subjek masih memerlukan bantuan ketika memasukkan kaki ke sepatu, subjek masih kesulitan memasukkan tumit kakinya, sehingga masih perlu bantuan. Kegiatan mencuci tangan sebelum makan siang dan setelah makan siang dengan diperlihatkan media pictograph dilakukan subjek dengan sedikit bantuan fisik, selebihnya subjek mampu mandiri melakukan serangkaian kegiatan mencuci tangan dari membasuh tangan, menekan sabun, membuat busa ditangan sampai mengeringkan tangan secara mandiri namun tetap dengan bantuan verbal.
129
Hasil yang didapat anak pada serangkai kegiatan pertama mencapai kriteria keberhasilan yakni 77,5% dengan hasil observasi mencapai kriteria keberhasilan 73,87% Susunan rangkaian kegiatan yang kedua yaitu memakai sepatu, memakai baju dan mencuci tangan. Kegiatan memakai sepatu dilakukan setelah kegiatan tari dan kegiatan memakai baju berada di kelas. Dan serangkaian kegiatan yang ketiga yaitu dilakukan di kelas antara lain memakai baju dan memakai sepatu, kecuali mencuci tangan dilakukan sebelum dan sesudah makan siang. Tahapan yang dilakukan sama dengan tahap kegiatan pertama, dan hasilnya pada serangkaian kegiatan yang kedua mengalami perubahan yakni 85%. Perubahan tersebut pada kemampuan subjek memakai memasukkan kaki ke sepatu dengan bantuan verbal yaitu instruksi sederhana. Hasil pada serangkaian kegiatan yang ketiga mengalami perubahan yakni 80% dengan hasil observasi mencapai kriteria keberhasilan 73,87% . Perubahan tersebut pada kemampuan subjek memakai kaos kaki dengan bantuan verbal yaitu instruksi sederhana. 5. Deskripsi Baseline 2(A2) Fase terakhir adalah fase baseline 2 yang terdapat 3 sesi.Fase ini dilakukansetelah dilakukan treatment pada fase intervensi dengan hasil data yang diperoleh stabil. Tahap ini dapat dijelaskan sebagai berikut: i. Pertemuan Kesembilan Pertemuan kesembilan sampai dengan kesebelas sama dengan pertemuan pertama sampai dengan ketiga pada fase baseline 1, yang 130
membedakan pada fase post-test atau sebagai baseline 2 yaitu tes dilakukan harus dilakukan secara mandiri dan untuk menentukan tingkat kestabilan subjek dalam melakukan aktivitas setelah diberikan intervensi penggunaan pictograph. Materi: pembelajaran di kelas sesuai dengan tema kegiatan kemandirian aktivitas mencuci tangan. Pelaksanaan dalam pembelajaran yakni: 1) Kegiatan apersepsi Peneliti meminta subjek untuk menunjuk media pictograph aktivitas mencuci tangan, kemudian peneliti meminta subjek untuk mengambil media pictograph mencuci tangan dan peneliti meminta subjek menempelkan media pictograph ke papan display. 2) Aktivitas pembelajaran Peneliti menegaskan kembali kartu gambar yang telah ditempelkan ke papan display oleh subjek makna media pictograph aktivitas mencuci tangan. Peneliti mengambil media pictograph yang terdapat pada papan display kemudian peneliti memberikan media pictograph aktivitas mencuci tangan kepada subjek sambil mengucapkan aktivitas cuci tangan dengan maksud bahwa subjek harus melakukan aktivitas mencuci tangan secara mandiri.
131
3) Penutup Peneliti meminta subjek menyusun media pictograph aktivitas mencuci tangan dari gambar membasuh tangan, menekan sabun, mencuci tangan dengan sabun, mengeringkan tangan dengan handuk. j. Pertemuan Kesepuluh Materi: pembelajaran di kelas sesuai dengan tema kegiatan kemandirian
aktivitas
memakai
baju.
Pelaksanaan
dalam
pembelajaran yakni: 1) Kegiatan apersepsi Peneliti meminta subjek untuk menunjuk media pictograph aktivitas memakai baju, kemudian peneliti meminta subjek untuk mengambil media pictograph memakai baju dan peneliti meminta subjek menempelkan media pictograph ke papan display. 2) Aktivitas pembelajaran Peneliti menegaskan kembali kartu gambar yang telah ditempelkan ke papan display oleh subjek makna media pictograph aktivitas memakai baju. Peneliti mengambil media pictograph yang terdapat pada papan display kemudian peneliti memberikan media pictograph aktivitas memakai baju kepada subjek sambil mengucapkan “pakai baju” dengan maksud bahwa subjek harus melakukan aktivitas memakai baju secara mandiri.
132
3) Penutup Peneliti meminta subjek melepas kembali baju dan melipat. k. Pertemuan Kesebelas Materi: pembelajaran di kelas sesuai dengan tema kegiatan kemandirian
aktivitas
memakai
sepatu.
Pelaksanaan
dalam
pembelajaran yakni: 1) Kegiatan apersepsi Peneliti meminta subjek untuk menunjuk media pictograph aktivitas memakai sepatu, kemudian peneliti meminta subjek untuk mengambil media pictograph memakai sepatu dan peneliti meminta subjek menempelkan media pictograph ke papan display. 2) Aktivitas pembelajaran Peneliti menegaskan kembali kartu gambar yang telah ditempelkan ke papan display oleh subjek makna media pictograph aktivitas memakai sepatu. Peneliti mengambil media pictograph yang terdapat pada papan display kemudian peneliti memberikan media pictograph aktivitas memakai sepatu kepada subjek sambil mengucapkan “pakai sepatu” dengan maksud bahwa subjek harus melakukan aktivitas mencuci tangan secara mandiri.
133
3) Penutup Peneliti meminta subjek menyusun media pictograph aktivitas memakai sepatu dari gambar kaos kaki dan kemudian gambar sepatu. 6. Deskripsi data hasil baseline 2 (A2) Perhitungan dengan rumus untuk mengetahui efektivitas penggunaan pictograph sebagai media komunikasi anak autistik dapat dilihat pada lampiran, dan hasil penghitungan sebagai berikut: Tabel 13. Hasil Keterampilan Komunikasi Non Verbal Fase Baseline 2 Anak Autistik Tipe Ringan Kelas TKLB Sesi ke 1 2 3
Tanggal
Skor baseline 2
Keterampilan Komunikasi Non Verbal Baseline 2 (%)
36
90%
37
92,5%
39
97,5%
15 September 2014 16 September 2014 17 September 2014
Cara penghitungan fase baseline 2sebagai berikut: Diketahui skor: 36, 37, 39
=
R x 100 SM
Keterangan: NP : nilai persen yang dicari atau diharapkan R : skor mentah yang diperoleh siswa SM : skor maksimum dari semua tes 100 : bilangan tetap
134
Sesi 10 : skor 36 NP =
1/ +*
, 100% = 90%
Sesi 11 : skor 37 NP =
10 +*
, 100% = 92,5%
Sesi 12 : skor 39 NP =
12 +*
, 100% = 97,5%
Hasil yang diperoleh Tiko (samaran) pada fase post-tes yakni mengalami perubahan yang lebih baik, penggunaan media pictograph memberikan pengaruh terhadap kemandirian dan kemudahan subjek dalam mengkomunikasikan aktivitas. Hasil post-test sesi pertama yaitu 90%, sesi kedua 92,5% dan sesi ketiga 97,5%. Kegiatan yang diberikan pada fase post-test sama dengan fase intervensi pada sesi keempat, kelima dan keenam. Kegiatan tersebut yaitu serangkaian kegiatan mencuci tangan, memakai baju dan memakai sepatu yang disesuaikan dengan jadwal kegiatan di sekolah. Pada fase post-test subjek mengalami perubahan lebih baik dalam penggunaan media pictograph, perubahan tersebut ditandai dari kemandirian melakukan aktivitas, pemahaman terhadap perintah penggunaan media pictograph. Subjek mampu memahami makna gambar pada media pictograph apabila diperlihatkan kartu gambar mencuci tangan, subjek mampu melaksanakan dengan mandiri, namun masih dibantu dengan bantuan verbal. Kelemahan subjek yaitu aktivitas memakai baju, karena masih kesulitan menarik lengan dan mengancingkan baju
135
sehingga pad ada aktivitas tersebut masih diberikan bantu ntuan baik verbal maupun fisik. k. Secara vis isual dapat dilihat perkembangan kemampuann komunikasi non verbal anak au autistik tipe ringan kelas TKLB di SLB Dha harma Rena Ring Putra II Yogya yakarta pada fase baseline 1 (A1), fase interve vensi (B) dan fase baseline 2 (A2 A2) melalui grafik sebagai berikut:
Komunikasi Non Verbal
Skor Ketrampilan
Sk kor Keterampilan Komunikasi N Non Verbal 50 40 30 20 10 0 1
2
3
4
5
6
7
8
9
10 11 12
Sesi Keteran angan : : gar aris fase : skor sk hasil tes
Gamba bar 6. Grafik Perkembangan Keterampilan Kom omunikasi Non Ver erbal dariSetiap Fase
136
D. Deskripsi Hasil Analisis Data 1. Deskripsi Analisis Data Dalam Kondisi Komponen yang akan dianalisis dalam kondisi ini meliputi: 1) panjang kondisi, 2) estimasi kecenderungan arah, 3) tingkat kestabilan, 4) tingkat perubahan, 5) jejak data, dan 6) level perubahan. a. Panjang kondisi Panjang kondisi menunjukkan banyaknya jumlah sesi dalam setiap fase. Pada penelitian ini terdapat tiga fase, pada setiap fase masing-masing yaitu fase pertama (baseline 1) 3 sesi, fase kedua (intervensi) 5 sesi, dan fase ketiga (baseline 2) 3 sesi. b. Estimasi kecenderungan arah Estimasi kecenderungan arah adalah melihat perkembangan perilaku dengan menggunakan garis naik, sejajar atau turun, dengan membelah dua (split-middle) dengan cara: 1) Membagi data pada fase baseline atau intervensi menjadi dua bagian. 2) Bagian kanan kiri juga masing-masing dibagi menjadi dua bagian lagi. Tarik garis sejajar dengan absis yang menghubungkan titik temu antara garis grafik dengan garis belahan kanan dan kiri, garisnya naik, mendatar atau menurun. Dibawah ini untuk melihat kecenderungan arah garis naik, turun atau datar pada kondisi
137
baseline 1 (A1), intervensi (B), dan baseline 2 (A2) dapat dilihat dalam tampilan grafik berikut ini:
Komunikasi Non Verbal
Skor Ketrampilan
Skor Keterampilan Komunikasi Non Verbal 45 40 35 30 25 20 15 10 5 0 1
2
3
4
5
6
7
8
9
10
11
12
Sesi Keterangan: : skor hasil tes : garis belahan kanan dan kiri (median) : garis batas tiap sesi
Gambar 7.Grafik Estimasi Kecenderungan Arah Keterampilan Komunikasi NonVerbal
Berdasarkan grafik estimasi kecenderungan arah di atas dapat diketahui arah kecenderungan perkembangan ketrampilan komunikasi non verbal pada tiap fase, hasilnya dapat dilihat bahwa kecenderungan arah pada semua fase adalah meningkat. Peningkatan dapat terlihat dari garis kecenderungan arah yang dapat di jelaskan pada tabel di bawah ini:
138
Tabel 14. Kecenderungan K Arah Keterampilan Koomunikasi Non V Verbal Dalam Aktivitas Bina Diri
Kond ndisi Estimaasi kecenderu rungan
A1
B
A2
(+)
(+)
(+)
enderungan stabilitas c. Kecend Men enentukan kecenderungan stabilitas kemampu puan anak dalam kondisii baik b baseline maupun intervensi, dalam hall in ini menggunakan kriteriaa sstabilitas 15% dari nilai tertinggi.
Tabel 15. Data Kecenderungan Stabilitas as
K Kondisi Kecen enderungan Sta tabilitas
A1
B
A2
Stabil (4%)
Stabil (5%)
Stabil (5,85%)
Setelah perhitungan pe kecenderungan stabilitas dengan gan menggunakan rumus di atas tas selesai dilakukan, maka didapatkan hasil il pada baseline 1 adalah4% atau ata dapat dikatakan kecenderungan stabi abilitasnya stabil, sehingga dapa pat dilanjutkan pada fase intervensi. Fase inter tervensi (B) dapat dikatakan stab tabil karena kecenderungan stabilitasnya men encapai hasil 5%, sehingga dap apat dilanjutkan ke fase baseline 2. Pada Pa baseline 2 kecenderungan gan stabilitasnya stabil yaitu diperoleh pre resentase sebesar 5,85% artinya ya rentang data cenderung kecil dan tingkat var ariasinya rendah.
139
d. Jejak Data Menetukan
kecenderungan
jejak
data,
sama
dengan
kecenderungan arah, oleh karena itu masukkan hasil yang sama seperti kecenderungan arah. e. Level stabilitas dan rentang Level stabilitas dan rentang dapat diketahui melalui perhitungan yang telah dilakukan di atas, pada fase baseline 1 (A1) yang menunjukkan datanya stabil dengan rentang antara 50% - 62,5%. Fase intervensi (B) datanya stabil dengan rentang datanya antara 65% - 82,5%. Dan pada fase baseline 2 (A2) rentang datanya berkisar 90% - 97,5% yang berarti datanya juga stabil. f. Perubahan level Menentukan level perubahan dengan cara menandai pertama dan terakhir disetiap fase. Selanjutnya hitung selisih antara kedua data tersebut kemudian tentukan arahnya menaik atau menurun dan berikan tanda (+) jika membaik dan (-) bila menurun serta (=) jika tidak ada perubahan. Pada baseline 1 (A1) level perubahan dengan 62,5% - 50% = +12%, pada tahap intervensi level perubahan dengan 82,5% - 65% = +17,5%, pada tahap baseline 2 (A2) level perubahan dengan 97,5% - 90% = +7,5% (Tabel 13). Hasil data analisis visual dalam kondisi dapat disimpulkan dan direkapitulasi sebagai berikut:
140
Tabel 16. Data Analisis Visual Dalam Kon ondisi
Kon ondisi
A1
B
A2
Panj njang kon ondisi
12
17,5
7,5
Estim timasi kecende derungan ara arah Kecende derungan stabi bilitas
Stabil (4%)
Stabil (5%)
Stabil (5,85%)
Level stabilitas st dan rentang re
50% - 62,5%
65% - 82,5%
90% - 97,5%
Level perubahan pe
62,5% - 50% (+12%)
82,5% - 65% (+17,5%)
97,5% - 90% (+7,5%)
Data ta jejak
3. Deskripsi si Analisis Antar Kondisi Kompo ponen-komponen analisis antar kondisi m meliputi: jumlah variabel,, perubahan kecenderungan arah dan efek eknya, perubahan kecenderu rungan stabilitas, perubahan level dan presenta tase overlap. a. Jumlah lah variabel yang diubah Jum umlah variabel yang diubah yaitu menentukan an jumlah variabel yang diubah d yaitu dari kondisi baseline 1 (A1) ke k intervensi (B) adalah ah 1. b. Peruba bahan kecenderungan arah dan efeknya Per erubahan
kecenderungan arah dan efekny nya yaitu dengan
menga gambil data analisis antar kondisi di atas. Dengan D demikian
141
data analisis a antar kondisi di atas dapat dimaksu sudkan ke dalam table berikut: b
Tabe bel 17. Perubahan Kecenderungan Arah dan an Efeknya Perbandingan Pe K Kondisi Perubahan ke kecenderungan arah rah dan efeknya
A--2/B
B/A-1
(+)
(+)
(+)
(+)
c. Peruba bahan kecenderungan stabilitas Per erubahan kecenderungan stabilitas pada fase ase baseline 1 ke fase intervensi in adalah stabil ke stabil, pada fase intervensi in ke fase baslein eine 2 adalah stabil ke stabil. d. Peruba bahan level Meenentukan level perubahan yaitu dengan ca cara menentukan data poin po sesi terakhir pada kondisi baseline 1 (A)) yaitu 62,5% dan data poin p sesi pertama pada kondisi intervensii (B) yakni 65% kemud udian hitung selisih antara keduanya (62,5% - 65%) diperoleh +2,5% % dan data poin sesi pertama pada kondisi bas aseline 2(A2) sesi terakhi hir 97,5% dan data poin sesi pertama pada kondisi ko intervensi (B) 65%, 65 selanjutnya hitung selisih antara keduanya ya (97,5% - 65%) diperol roleh +32,5%. Dapat dilihat level perubahann dari baseline 1 (A) mengalami m peningkatan sebesar 2,5%, be begitu pula dari interve vensi ke baseline 2(A2) mengalami penin ningkatan sebesar 32,5% %. Peningkatan yang didapat ini menunjukkan an bahwa kondisi
142
dari baseline 1 (A1) ke baseline 2 (A2) membaik yang berarti bahwa intervensi yang dilakukan memberikan pengaruh terhadap kemampuan membaca permulaan pada anak autistik tipe ringan yang diikuti dengan faktor lain yang mempengaruhi diri anak dalam berkomunikasi non verbal. e. Data overlap Data overlap adalah kesamaan kondisi antara baseline 1 (A1) dengan intervensi (B) dengan baseline 2 (A2). Jika data pada suatu kondisi baseline lebih dari 90% yang tumpang tindih pada kondisi intervensi, hal ini menimbulkan isyarat bahwa pengaruh intervensi terhadap perubahan kemampuan berkomunikasi non verbal tidak dapat diyakini. Menentukan overlap data pada kondisi baseline 1 dengan intervensi dengan cara: a) Melihat batas bawah dan batas atas kondisi baseline 1 (A1). b) Menghitung berapa banyak data poin pada kondisi intervensi (B) yang berada pada rentang baseline 1 (A1). c) Banyaknya data poin yang diperoleh dibagi banyaknya data poin dalam kondisi intervensi (B) kemudian dikalikan 100%. (Juang Sunanto, 2005:83-84) Cara untuk melihat apakah data overlap kondisi baseline 1 (A1) ke intervensi (B) dapat dilihat dari skor yang diperoleh saat intervensi dan fase baseline 1 (A1) dengan melihat batas atas dan batas bawah dari fase baseline 1 (A1). Batas atas dan batas bawah dan fase baseline 1 (A1) adalah 24 dan 20, sedangkan skor yang diperoleh pada saat intervensi
143
subjek memperoleh skor antara 90 – 97,5, sehingga tidak terdapat data yang overlap atau dapat dikatakan 0%. Untuk data overlap pada saat intervensi ke fase baseline 2 dilakukan hal yang sama untuk mengetahui data yang overlap yaitu dengan melihat batas atas dan batas bawah pada fase intervensi yaitu dengan batas atas 33 dan batas bawah 26. Skor yang diperoleh saat intervensi antara 65 - 82,5, sehingga tidak terdapat data yang masuk pada batas atas, untuk batas bawah skor subjek tidak terdapat 29, sehingga dapat dikatakan bahwa tidak terdapat data yang masuk pada batas bawah dan dapat dikatakan data tidak overlap. Hal ini menunjukkan bahwa semakin kecil presentase overlap maka baik, pengaruh intervensi terhadap target behavior (Juang Sunanta, 2005:84). Data overlap dapat dilihat dalam table berikut:
Tabel 18. Data Presentase Overlap Perbandingan kondisi
B/A1
Presentase Overlap
(6 : 3) X 100% (0,33)
144
A2/B (6 : 3) X 100% (0,33)
Dibawah ini adala alah rangkuman hasil perhitungan analisis antar tar kondisi: Tabel 19. Dat ata Rangkuman Analisis Visual Antar Kond ndisi Kondisi yang ang dibandingka kan Jumlah variabel el yang diubah Perubahan arah ah dan efeknya Perubahann kecenderunga gan stabilitas Perubahan level lev Presentase over erlap
B/A1
A2 A2/B
1
1
(+)
(+)
(+)
(+)
Positif
Po Positif
Stabil ke stabil
Stabil il ke k stabil
(65 - 82,5) (17,%) (6 : 3) X 100% (0,33)
(90 – 97,5) (7, 7,5%) (6 : 3)) X 100% (0, (0,33)
E. Uji Hipotesis sis Uji hipote otesis pada Bab 2 berbunyi efektivitas penggu gunaan pictograph sebagai med edia komunikasi non verbal anak autistik tipe ti ringan kelas TKLB di SL LB Dharma Rena Ring Putra II Yogyakarta. a. Uji hipotesis ini akan dibuktik tikan melalui grafik hasil baseline 1, intervensi nsi, baseline 2 dan tingkat overla rlap sebagai berikut:
145
Komunikasi Non Verbal
Skor Ketrampilan
Skor Keterampilan Komunikasi Non Verbal 50 40 30 20 10 0 1
2
3
4
Baseline 1
5
6
7
8
9
Intervensi
10 11 12
Baseline 2
Keterangan: : skor hasil tes : garis batas tiap sesi
Gambar 8. Grafik Perkembangan Kemampuan Komunikasi Non Verbal dariSetiap Fase Data presentase overlap dihitung dengan cara sebagai berikut: Tebel 20. Data Presentase Overlap Perbandingan kondisi Presentase overlap
B/A1 (6 : 3) X 100% (0,33)
A2/B (6 : 3) X 100% (0,33)
Dengan memperhatikan arah grafik dan presentase overlap dengan hasil 0,33% pada fase intervensi ke baseline 1 dan pada baseline 2 dan intervensi dengan hasil 0,33%. Menurut Juang Sunanta (2005:84), semakin kecil atau mencapai 0% presentase overlap semakin baik pengaruh intervensi terhadap target behavior, maka terbukti bahwa penggunaan pictographs ebagaimedia
146
komunikasi non verbal anak autistik tipe ringan kelas TKLB di SLB Dharma Rena Ring Putra II Yogyakarta lebih efektif.. E. Pembahasan Subjek dalam penelitian ini adalah anak autistik tipe ringan berumur 9 (sembilan) tahun mengalami gangguan perkembangan yaitu kesulitan berkomunikasi. Karakteristik komunikasi non verbal pada subjek berupa perilaku-perilaku yang berupa sentuhan yang disebut dengan istilah tauching behavior. Sentuhan tersebut ditandai dengan menarik tangan orang disekitar untuk mengungkapkan sesuatu maupun meminta sesuatu. Ketika meminta sesuatu benda subjek menarik-narik tangan dan tidak berusaha menunjuk tetapi hanya merengek dan menggumam. Menurut Yuniar (2002) dalam Pamuji (2007:11) karakterisitik anak autistik dalam komunikasi baik verbal maupun non verbal sebagai berikut: Gangguan pada anakautistik dalam berkomunikasi diantaranya mampu melakukan komunikasi secara baik namun terkadang tidak ada maknanya hanya membeo maupun babbling yaitu mengulang kata yang tidak bermakna. Lebih banyak anak autistik mengalami gangguan komunikasi verbalnya yang biasanya diam maupun menggumam. Hasil observasi yang dilakukan menunjukkan subjek mengalami kesulitan dalam berkomunikasi verbal dan ketidakmampuannya dalam menyampaikan sesuatu yang diinginkan. Melatih fungsi bahasa yang pertama yaitu dengan keterampilan bahasa reseptif. Bahasa reseptif ditunjukkan dengan perilaku non verbal atau
147
perbuatan yang berdasarkan instruksi bahasa verbal maupun menggunakan alat bantu sebagai media komunikasi. Media memiliki peranan penting pada proses pembelajaran, fungsi media diantaranya meningkatkan perhatian anak. Kasus anak autistik yang memiliki pola bermain yang tidak wajar terhadap kertas koran, dimanfaatkan sebagai langkah pembelajaran menggunkan media kartu gambar. Media yang digunakan dalam penelitian yaitu media pictograph. Media pictograph mengandung satu makna kata yang mewakili bermacam-macam benda. Fungsi media tersebut diantaranya untuk menunjukkan suatu benda, menunjukkan keadaan atau situasi, menunjukkan keinginan, mengemukakan suatu pilihan. Media yang digunakan oleh guru diantaranya adalah konstruksi balok dan kertas HVS yang di dalamnya terdapat bermacam-macam gambar. Hasil observasi, ada keanehan terhadap cara bermain yang tidak wajar dan monoton. Keanehan cara bermain yaitu selalu melipat-lipat koran, membuka lipatan kembali secara berulang-ulang. Pembelajaran menggunakan media pictograph digunakan karena media pictograph tersebutlebih simple, tidak terlalu umum gambar-gambarnya, sehingga subjek tidak bingung apabila dihadapkan oleh benda aslinya yang bisa jadi warna dan gambar sangat bervariasi. Tujuannya bukan pengenalan benda tetapi pemahaman terhadap benda dan fungsinya. Media ini sudah diakui sebagai gambar lambang yang lebih mudah diartikan dalam penggunaannya. Setiap lambang gambar sangat detail komponennya, sehingga mudah dipahami artinya.
148
Menurut Ahmad Rohani (1997:91) dari hasil tes psikologi menunjukkan bahwa umumnya orang lebih cepat mempelajari dan lebih lama mengingat sesuatu, bila bahannya disajikan secara visual, singkat dan jelas. Piktograph (gambar lambang) termasuk alat komunikasi visual yang memenuhi syarat didaktis, oleh karena piktograf secara langsung berbicara kepada peserta didik secara visual, singkat dan jelas. Media digunakan sebagai proses pembelajaran supaya subjek lebih tertarik untuk proses pembelajarannya, karena pada kegiatan sehari-hari di sekolah guru tidak menggunakan media yang lebih menarik perhatian anak. Pada dasarnya subjek menyukai benda-benda yang berbahan dasar kertas, hal tersebut yang mendasari pada penelitian ini penggunaan media gambar sebagai bahan pengajaran. Hasil tersebut didapatkan subjek karena tes yang diberikan tidak berubah sehingga subjek semakin menguasai materi yang didapatkannya menggunakan media pictograph dan praktek secara langsung. Dalam penelitian ini, komunikasi yang lebih difokuskan dalam intervensi maupun baseline adalah komunikasi nonverbal yang sederhana yang dilakukan pada kegiatan sehari-hari di sekolah. Evaluasi yang digunakan yaitu penilaian aspek psikomotor. Aspek psikomotor lebih mengarah pada keterampilan dalam pembelajaran dengan menggunakan sesnsomotorik. Penilaian tersebut mencakup persepsi, kesiapan, respon terbimbing, mekanisme, dan respon kompleks. Penilaian pada persepsi yaitu yang pertama menunjukkan objek yang terdiri dari menunjuk kran air dan sabun, kedua menunjukkan sepatu dan kaos kaki, dan ketiga menunjukkan baju. Penilaian pada kesiapan yaitu pemahaman terhadap instruksi guru. Penilaian pada respon terbimbing yaitu yang pertama mengimitasi gerakan mencuci tangan dan kedua mengimitasi gerakan mengeringkan tangan dengan handuk. 149
Penilaian pada mekanisme yaitu yang pertama mempraktekkan kegiatan mencuci tangan, kedua mempraktekkan kegiatan memakai sepatu, dan ketiga mempraktekkan kegiatan memakai baju. Dan penilaian terakhir respon kompleks yaitu melakukan serangkaian aktivitas memakai baju, memakai sepatu dan mencuci tangan. Tes yang diberikan dalam intervensi maupun baseline yaitu berupa tes perbuatan, tes yang diberikan dari fase baseline 1¸intervensi sampai dengan fase baseline 2 menggunakan tes perbuatan yang sama. Jadi, tipe tes perbuatan dilakukan secara berulang-ulang tanpa ada pengurangan atau penambahan dalam melakukan prakteknya. Hal ini dilakukan bertujuan supaya subjek terbiasa dengan prakteknya. Berdasarkan hasil pengolahan dan analisis data dari baseline 1, intervensi dan baseline 2 yang dilakukan menunjukkan penggunaan pictograph efektif digunakan sebagai media komunikasi non verbal anak autistik kelas TKLB di SLB Dharama Rena Ring Putra II Yogyakarta. Media pictograph lebih menarik karena sebelumnya belum digunakan media kartu gambar tersebut dalam pembelajaran. Hal ini ditunjukkan dengan hasil baseline 1, pada baseline 1 dilaksanakan dengan 3 sesi. Pertemuan setiap sesi ±35 menit dengan tes perbuatan 10 butir yang sama. Pelaksanaan baseline 1 diperoleh data yang stabil, hasil tersebut diperoleh dengan perhitungan tingkat stabilitas hasil amatan dengan mencapai 100%, artinya pada baseline 1 terdapat presentase data poin dengan banyak data 3 dengan skor yang berbeda pada setiap data. Penghitungan presentase data poin 3 : 3 = 100% yang dikatakan
150
stabil. Sehingga dapat dilanjutkan ke pelaksanaan intervensi. Menurut Juang Sunanta (2006:45) untuk mendapatkan validitas penelitian yang baik pada saat melakukan penelitian dengan menggunakan desain A-B-A, karena peneliti perlu mengukur dan mengumpulkan data pada kondisi baseline 1 (A1) secara berkelanjutan sekurang-kurangnya 3 atau 5 atau sampai kecenderungan arah dan level arah menjadi stabil. Pelaksanaan intervensi dilakukan sebanyak 5 sesi, setiap pertemuan berlangsung selama ±35 menit dan ±90 menit. Pada tahap intervensi dibedakan menjadi 2 (dua) perlakuan, pada sesi keempat tes kegiatan aktivitas mencuci tangan, kelima tes kegiatan aktivitas memakai baju dan keenam dilakukan tes kegiatan aktivitas memakai sepatu. Pada sesi ke ketujuh dan kedelapan dilakukan satu rangkaian kegiatan dari kegiatan memakai sepatu, memakai baju dan mencuci tangan dengan waktu ±90 menit. Hasil yang diperoleh subjek pada fase intervensi didapatkan hasil yang tidak stabil pada pertemuan keempat dan kelima dengan nilai poin yang sama yaitu 26 poin, sehingga pada tahap ini harus diadakan penambahan tes sejumlah 1 sesi untuk memberikan hasil yang stabil. Jadi, fase intervensi menjadi 6 sesi dengan 4,95%. Sesuai dengan teori yang dikemukakan oleh Juang Sunanta (2005:45) yaitu mengukur dan mengumpulkan data pada kondisi intervensi dengan menggunakan periode waktu tertentu sampai data menjadi stabil. Pada intervensi sesi keempat subjek sudah mengalami perubahan yang lebih baik dan mencapai kriteria ketuntasan lebih dari 65%, perubahan
151
tersebut sampai dengan fase baseline 2. Pelaksanaan baseline 2didapat presentase peningkatan mean level yang diperoleh dari fase baseline 1 (A) ke baseline 2(A2) yaitu 22% sampai 37%. Hal ini berarti terdapat kenaikan sebesar 15% yang mengartikan bahwa kemampuan keterampilan komunikasi non verbal terdapat perubahan yang lebih baik. Selain dibuktikan dengan data mean level yang selalu berubah lebih baik pada tiap sesi juga dilihat dari data overlap atau data timpang tindih. Data ini mengindikasikan bahwa semakin kecil presentase overlap, maka makin baik pengaruh intervensi terhadap target behavior (Juang Sunanta, 2005:84). Sedangkan mean level yang semakin meningkat menunjukkan data ketrampilan komunikasi non verbal pada setiap fase mengalami perubahan yaitu selalu meningkat. F. Keterbatasan Penelitian Penelitian tentang efektivitas penggunaan pictograph sebagai media komunikasi non verbal anak autistickelas TKLB memiliki beberapa keterbatasan, antara lain sebagai berikut: 1. Instrumen tes perbuatan yang digunakan belum melalui uji validasi ahli karena baru dilakukan validasi dengan uji praktisi dan belum dilakukan uji reliabilitas karena jumlah subjek penelitian hanya 1 orang anak. 2. Pengalihan perhatian anak terhadap koran masih belum bisa terlepas, hal ini dapat mempengaruhi konsentrasi sehingga kurang fokus. 3. Kelemahan media pictograph: a. Media pictograph lebih menekankan pada kesepakatan anak dan guru untuk memberikan makna setiap gambar.
152
b. Media pictograph ini hanya dapat digunakan untuk anak yang memiliki karakteristik anak autistik tipe ringan dan sedang, misalnya memiliki kemampuan persepsi yang baik.
153
BAB V SIMPULAN DAN SARAN
A. Simpulan Berdasarkan hasil penelitian dan pembahasan, dapat disimpulkan bahwa penggunaan media komunikasi nonverbal pada anak autistik kelas TKLB di SLB Dharma Rena Ring Putra II Yogyakarta. Hal ini dapat dibuktikan dengan adanya perubahan yang signifikan danperolehan skor yang didapatkan dari fase baseline 1 dengan skor 62,5%, fase intervensi dengan skor 82,5% dan fase baseline 2 dengan skor 97,5%. Pencapaian keberhasilan yang diperoleh anak mencapai kriteria keberhasilan yang ditetapkan yaitu sebesar 65%. Persentase skor pencapaian akhir yang diperoleh Tiko (samaran) sebesar 97,5%. Perubahan tersebut diperoleh melalui treatment atau intervensi keterampilan komunikasi nonverbal dengan menggunakan media pictograph. B. Saran Berdasarkan hasil penelitian dan pembahasan, peneliti memberikan beberapa saran sebagai berikut: 1. Bagi guru a. Hendaknya guru dalam melaksanakan pembelajaran menggunakan dan memanfaatkan media pictograph sebagai sarana pembelajaran yang menarik bagi anak khususnya anak autistik. b. Peran guru sebagai fasilitator, agar anak lebih berperan aktif dalam setiap kegiatan pembelajaran yang menerapkan media pictograph.
154
c. Peran guru sebagai fasilitator, penggunaan pictograph dalam pembelajaran perlubimbingan guru setiap kegiatan pembelajaran penggunaan pictograph. 2. Bagi kepalasekolah Hendaknya hasil penelitian ini dapat digunakan sebagai pertimbangan bagi Kepala Sekolah dalam menjadikan media pictograph sebagai salah satu alternatif yang tepat dalam pembelajaran komunikasi dalam kegiatan sehari-hari di sekolah dengan cara memfasilitasi guru dari segi keterampilan pemilihan media sesuai dengan kebutuhan, misalnya mengadakan seminar atau pelatihan penggunaan pictograph yang lebih menarik perhatian anak autistik untuk belajar.
155
DAFTAR PUSTAKA
Agus M. Hardjana. (2003). Komunikasi Intrapersonal dan Interpersonal. Yogyakarta: Kanisius. Ahmad Rohani. (1997). Media Instruksional Edukatif. Jakarta: PT RINEKA CIPTA. Arief S. Sadiman. (2005). Media Pendidikan: Pengertian, Pengembangan dan Pemanfaatannya. Jakarta: PT Rajagrafindo Persada. AzharArsyad. (2006). Media Pembelajaran. Jakarta: PT Rajagrafindo Persada. ----------. (2011). Media Pembelajaran. Jakarta: PT Rajagrafindo Persada. Daryanto.(2010). Media Pembelajaran Peranannya Sangat Penting Dalam Mencapai Tujuan Pembelajaran. Yogyakarta: GAVA MEDIA. Dina Indriana. (2011). Ragam Alat Bantu Media Pengajaran. Yogyakarta: DIVA Pers. Meier, Dave. (2002). The Accelerated Learning Handbook ( Panduan kreatif dan efektif merancang program pendidikan dan pelatihan ). Bandung: Mizan Media Utama( MMU ). Hamzah B. Uno & Nina Lamatenggo.(2002). Teknologi komunikasi & informasi pembelajaran. Jakarta: Bumi Aksara. Juang Sunanto, dkk. (2005). Pengantar Penelitian dengan Subyek Tunggal. Bandung: UPI Press. ----------. (2006). Penelitian dengan Subyek Tunggal. Bandung: UPI Press. Muhammad Jamila K.A. (2007). SPECIAL EDUCATION FOR SPECIAL CHILDREN (Buku Panduan Pendidikan Khusus Anak-Anak dengan Ketunaandan Learning Disabilities). Jakarta: PT Mizan Publika. M. Budyatnadan Leila Mona, G. (2011). Teori Komunikasi Antar Pribadi. Jakarta: Kencana. Nana Sudjanadan Ahmad Rivai.(2005). Media Pengajaran. Bandung: Sinar Baru Algensindo. -----------. (2010). MediaPengajaran. Bandung: Sinar Baru Algensindo.
156
NgalimPurwanto. (2006). Prinsip-prinsip dan Teknik Evaluasi Pengajaran. Bandung: PT Remaja Rosdakarya. Pamuji. (2007). Model Terapi Terpadu Bagi Anak Autisme. Jakarta: Depdiknas Dirjen Pendidikan Tinggi Direktorat Ketenagaan. Panggabean, Lutut P. (1996). Penelitian Pendidikan (Diktat). Bandung: Jurusan Pendidikan Fisika Fakultas Pendidikan Matematika Dan Ilmu Pengetahuan Alam Universitas Pendidikan Indonesia. Purwaka Hadi. (2007). Komunikasi Aktif Bagi Tunanetra. Jakarta: Depdiknas Dirjen PT DPPTK dan KPT. Rayan Abdullah dan Roger Hubner. (2006). Pictograms, Icons & Signs: A Guide to Information Graphics. Universitas Michigan: Thames & Hudson. SaifuddinAzwar. (2001). TesPrestasi. Yogyakarta: Pustaka Pelajar. Seel, Norbert M.. (2012). Encyclopedia Of The Sciences Of Learning. New York: Springer Reference. Setiati Widiastuti. (2007). Pola Pendidikan Anak Autis, Aktivitas Pembelajaran di Sekolah Autis Fajar Nugraha. Yogyakarta: FajarNugraha Autism Center FNAC Press. Singgih Santoso. (2010). Kupas Tuntas Riset, Eksperimen dengan Excel 2007 & Minitab 15. Jakarta: Gramedia . ----------. (2010). Metode Penelitian Kuantitatif Kualitatif Dan R & D. Bandung: PT Alfabeta Suharsimi Arikunto. (2001). Prosedur Penelitian: Suatu Pendekatan Praktek. Jakarta: PT Rineka Cipta. ----------. (2006). Prosedur Penelitian. Jakarta: PT Rineka Cipta. Supratiknya, A. (1998). Komunikasi Antar Pribadi, Tinjauan Psikologis. Yogyakarta: Kanisius. Timmreck, Thomas C. (2005). An Introduction to Epidemiology, 2/E (Epidemiologi: SuatuPengantar, E/2). Penerjemah: Munarya Fauziah, Apriningsih. Jakarta: EGC.
157
Tim Pengembang Ilmu Pendidikan FIP-UPI. (2007). Ilmu dan Aplikasi Pendidikan, Bagian 2 Ilmu Pendidikan Praktis. Bandung: PT. Imperial Bhakti Utama. YosfanAzwandi. (2007). Media Pembelajaran Anak Berkebutuhan Khusus. Jakarta: Depdiknas Dirjen Pendidikan Tinggi Direktorat Ketenagaan. ----------. (2005). Mengena dan Membantu Penyandang Autisme. Jakarta: Depdiknas Dirjen Pendidikan Tinggi Direktorat Ketenagaan.
158
LAMPIRAN
159
Lampiran 1. Surat Keterangan Validitas Instrumen SURAT KETERANGAN Yang bertanda tangan dibawah ini : Nama
: Jamronah, S.Pd
Pekerjaan
: Guru Kelas
Menerangkan bahwa instrument tes kemampuan membaca permulaan yang digunakan untuk anak autis tipe ringan TKLB yang dikembangkan oleh: Nama
: Hanifah Kurniawati
NIM
: 10103244038
Program studi
: Pendidikan Luar Biasa
Fakultas
: Ilmu Pendidikan
Perguruan tinggi : Universitas Negeri Yogyakarta Telah diperiksa dan memenuhi syarat digunakan sebagai alat pengumpulan data dalam penelitian yang berjudul “Efektivitas penggunaan pictograph sebagai media komunikasi non verbal anak autistik tipe ringan kelas TKLB di SLB Dharma Rena Ring Putra II Yogyakarta”. Demikian surat keterangan ini dibuat untuk dapat dipergunakan semestinya.
Yogyakarta, September 2014 Penguji praktisi,
Jamronah, S. Pd
160
Lampiran 2. Panduan Observasi Dan Hasil Keterampilan Komunikasi NonVerbal Panduan Observasi Keterampilan Komunikasi Non Verbal Anak Autistik Tipe Ringan Kelas TKLB Di SLB Dharma Rena Ring Putra II Yogyakarta NamaSiswa Kelas
: :
Beri tanda Ceck ( √ ) pada kolom pilihan Skor : 4 : Siswa mampu melakukan instruksi tanpa bantuan 3 : Siswa mampu melakukan instruksi dengan salah satu bantuan verbal/ fisik 2 : Siswa mampu melakukan instruksi dengan kedua bantuan verbal dan fisik 1 : Siswa tidak mampu melakukan instruksi dengan bantuan verbal maupun fisik Skor No.
Pernyataan 4
1.
A. Aspek kognitif 1. Pengetahuan a. Anak mampu menunjukkan benda pada aktivitas mencuci tangan : 1) Washtafel/kran air 2) Sabun b. Anak mampu menunjukkan benda pada aktivitas memakai sepatu : 1) Sepatu 2) Kaos kaki c. Anak mampu menunjukkan benda pada aktivitas memakai baju: Baju 2. Pemahaman a. Anak mampu membedakan media pictograph aktivitas mencuci tangan dengan media pictograph memakai sepatu b. Anak mampu membedakan media pictograph aktivitas memakai sepatu dengan media pictograph aktivitas memakai baju c. Anak mampu membedakan media pictograph aktivitas 161
3
2
1
2.
memakai baju dengan media pictograph mencuci tangan 3. Penerapan a. Anak mampu mempraktekkan kegiatan aktivitas mencuci tangan sesuai media pictograph mencuci tangan b. Anak mampu mempraktekkan kegiatan aktivitas memakai sepatu sesuai media pictograph memakai sepatu c. Anak mampu mempraktekkan kegiatan aktivitas memakai baju sesuai media pictograph memakai baju B. Psikomotor 1. Persepsi a. Anak mampu menunjukkan objek benda nyata untuk aktivitas mencuci tangan b. Anak mampu menunjukkan objek benda nyata untuk aktivitas memakai sepatu c. Anak mampu menunjukkan objek benda nyata untuk aktivitas memakai baju 2. Kesiapan Anak aktif dalam mengikuti kegiatan 3. Respon terbimbing a. Anak mampu menirukan guru melakukan aktivitas mencuci tangan b. Anak mampu menirukan guru melakukan aktivitas memakai sepatu c. Anak mampu menirukan guru melakukan aktivitas memakai baju 4. Mekanisme a. Anak mampu melakukan aktivitas mencuci tangan secara mandiri b. Anak mampu melakukan aktivitas memakai sepatu secara mandiri c. Anak mampu melakukan aktivitas memakai baju secara mandiri
162
5. Respon kompleks Anak mampu melakukan serangkaianaktivitas memakai baju, memakai sepatu, mencuci tangan secara mandiri 3.
C. Afektif 1. Menerima Ketertarikan dalam mengikuti proses pembelajaran 2. Menanggapi Anak mampu kerjasama dengan guru dalam proses pembelajaran menggunakan media pictograph Kriteria Penilaian: 4: Siswa mampu melakukan instruksi tanpa bantuan 3: Siswa mampu melakukan instruksi dengan salah satu bantuan verbal/ fisik 2: Siswa mampu melakukan instruksi dengan kedua bantuan verbal dan fisik 1: Siswa tidak mampu melakukan instruksi dengan bantuan verbal maupun fisik
Cara pensekoran:
=
NP R SM 100
R x 100 SM
: nilai persen yang dicari atau diharapkan : skor mentah yang diperoleh siswa : skor maksimum dari semua tes : bilangan tetap
A. Hasil Pelaksanaan Observasi Fase Baseline 1 Komunikasi Non Verbal Anak Autistik Tipe Ringan Kelas TKLB Di SLB Dharma Rena Ring Putra II Yogyakarta Sesi 1: skor 41 NP =
+33
, 100% = 46,60%
163
Sesi 2: skor 45 +. NP = X 100% = 51,13% 33
Sesi 3: skor 51 NP =
.33
, 100% = 57,60%
B. Hasil Pelaksanaan Observasi Fase Intervensi Komunikasi Non Verbal Anak Autistik Tipe Ringan Kelas TKLB Di SLB Dharma Rena Ring Putra II Yogyakarta Sesi 4: skor 56 ./ NP = 33 X 100% = 63,63% Sesi 5: skor 58 .3 NP = 33 X 100% = 65,9% Sesi 6: skor 62 /) NP = X 100% = 70,45% 33
Sesi 7: skor 65 /. NP = X 100% = 73,87% 33
Sesi 8: skor 65 /. NP = X 100% = 73,87% 33
Sesi 9: skor 67 /0 NP = X 100% = 76,13% 33
C. Hasil Pelaksanaan Observasi Fase Baseline 2 Komunikasi Non Verbal Anak Autistik Tipe Ringan Kelas TKLB Di SLB Dharma Rena Ring Putra II Yogyakarta Sesi 10: skor 71 0NP = X 100% = 80,69% 33
Sesi 11: skor 72 0) NP = 33 X 100% = 81,81% Sesi 12: skor 78 03 NP = , 100% = 88,63% 33
164
Lampiran 3. Hasil pelaksanaan keterampilan komunikasi non verbal Hasil Pelaksanaan Keterampilan Komunikasi Non Verbal Anak Autistik Tipe Ringan Kelas TKLB Di SLB Dharma Rena Ring Putra II Yogyakarta Nama subjek Tempat
: Tiko (samaran) : SLB Dharma Rena Ring Putra II Yogyakarta
Petunjuk pelaksanaan : 1) Siswa diminta untuk mengikuti instruksi yang diberikan 2) Peneliti mengisi ceck list dengan tanda (√) pada kolom tersedia sesuai dengan kemampuan anak Tabel 2. Instrumen Keterampilan Komunikasi Non Verbal Dalam Aktivitas Bina Diri Skor Pernyataan 4 Psikomotor 1. Persepsi Menunjukkan objek : a. Menunjukkan yang digunakan untuk mencuci tangan: 1) Washtafel/kran air 2) Sabun b. Menunjukkan sepatu, kaos kaki c. Menunjukkan baju 2. Kesiapan Siswa memahami instruksi dari guru 3. Respon terbimbing a. Mengimitasi gerakan mencuci tangan b. Mengimitasi gerakan mengeringkan tangan dengan handuk 4. Mekanisme a. Mempraktekkan kegiatan mencuci tangan 165
3
2
1
b. Mempraktekkan kegiatan memakai sepatu c. Mempraktekkan kegiatan memakai baju 5. Respon kompleks Melakukan serangkaian aktivitas memakai baju, memakai sepatu, mencuci tangan
Kriteria Penilaian: 4: Siswa mampu melakukan instruksi tanpa bantuan 3: Siswa mampu melakukan instruksi dengan salah satu bantuan verbal/ fisik 2: Siswa mampu melakukan instruksi dengan kedua bantuan verbal dan fisik 1: Siswa tidak mampu melakukan instruksi dengan bantuan verbal maupun fisik
Tabel 3. Instrumen Keterampilan Komunikasi Non Verbal Dalam Aktivitas Mencuci Tangan Skor Pernyataan 4 Psikomotor 1. Persepsi Menunjukkan objek : a. Menunjukkan kran air/washtafel b. Menunjukkan botol sabun pencuci tangan c. Menunjukkan handuk/serbet 2. Kesiapan Siswa memahami instruksi dari guru 3. Respon terbimbing a. Mengimitasi gerakan mencuci tangan b. Mengimitasi gerakan menekan sabun pencuci tangan 4. Mekanisme a. Mempraktekkan kegiatan mencuci tangan b. Mempraktekkan kegiatan menekan sabun pencuci tangan c. Mempraktekkan kegiatan mengeringkan 166
3
2
1
tangan dengan handuki/serbet 5. Respon kompleks Melakukan serangkaian aktivitas memakai mencuci tangan secara mandiri
Kriteria Penilaian: 4: Siswa mampu melakukan instruksi tanpa bantuan 3: Siswa mampu melakukan instruksi dengan salah satu bantuan verbal/ fisik 2: Siswa mampu melakukan instruksi dengan kedua bantuan verbal dan fisik 1: Siswa tidak mampu melakukan instruksi dengan bantuan verbal maupun fisik Tabel 4. Instrumen Keterampilan Komunikasi Non Verbal Dalam Aktivitas Memakai Sepatu Skor Pernyataan 4 Psikomotor 1. Persepsi Menunjukkan objek : a. Menunjukkan kaos kaki b. Menunjukkan sepatu 2. Kesiapan Siswa memahami instruksi dari guru 3. Respon terbimbing a. Mengimitasi gerakan memakai kaos kaki b. Mengimitasi gerakan memakai sepatu 4. Mekanisme a. Mempraktekkan memakai kaos kaki b. Mempraktekkan melepas perekat sepatu c. Mempraktekkan memakai sepatu d. Mempraktekkan merekatkan perekat sepatu 5. Respon kompleks Melakukan serangkaian aktivitas memakai
167
3
2
1
sepatu secara mandiri
Kriteria Penilaian: 4: Siswa mampu melakukan instruksi tanpa bantuan 3: Siswa mampu melakukan instruksi dengan salah satu bantuan verbal/ fisik 2: Siswa mampu melakukan instruksi dengan kedua bantuan verbal dan fisik 1: Siswa tidak mampu melakukan instruksi dengan bantuan verbal maupun fisik Tabel 5. Instrumen Keterampilan Komunikasi Non Verbal Dalam Aktivitas Memakai Baju Skor Pernyataan 4 Psikomotor 1. Persepsi Menunjukkan objek : a. Baju berkancing b. Kancing baju 2. Kesiapan Siswa memahami instruksi dari guru 3. Respon terbimbing a. Mengimitasi gerakan melepas kancing baju b. Mengimitasi gerakan memasukkan kedua tangan ke lengan baju c. Mengimitasi gerakan mengancingkan baju 4. Mekanisme a. Mempraktekkan kegiatan melepas kancing baju b. Mempraktekkan kegiatan memasukkan kedua tangan ke lengan baju c. Mempraktekkan kegiatan mengancingkan baju
168
3
2
1
5. Respon kompleks Melakukan serangkaian aktivitas memakai baju secara mandiri Kriteria Penilaian: 4: Siswa mampu melakukan instruksi tanpa bantuan 3: Siswa mampu melakukan instruksi dengan salah satu bantuan verbal/ fisik 2: Siswa mampu melakukan instruksi dengan kedua bantuan verbal dan fisik 1: Siswa tidak mampu melakukan instruksi dengan bantuan verbal maupun fisik Cara pensekoran:
=
NP R SM 100
R x 100 SM
: nilai persen yang dicari atau diharapkan : skor mentah yang diperoleh siswa : skor maksimum dari semua tes : bilangan tetap
A. Hasil Keterampilan Komunikasi Non Verbal Anak Autistik Tipe Ringan Kelas TKLB Di SLB Dharma Rena Ring Putra II Yogyakarta Fase Baseline 1 Sesi 1: skor 20 )* NP = X 100% = 50% +*
Sesi 2: skor 21 )NP = +* X 100% = 52,5% Sesi 3: skor 25 ). NP = , 100% = 62,5% +*
B. Hasil Keterampilan Komunikasi Non Verbal Anak Autistik Tipe Ringan Kelas TKLB Di SLB Dharma Rena Ring Putra II Yogyakarta FaseIntervensi Sesi 4: skor 26 )/ NP = +* X 100% = 65% Sesi 5: skor 26 169
NP =
)/ +*
X 100% = 65%
Sesi 6: skor 27 )0 NP = X 100% = 67,5% +*
Sesi 7: skor 31 1NP = X 100% = 77,5% +*
Sesi 8: skor 32 1) NP = X 100% = 80% +*
Sesi 9: skor 33 11 NP = X 100% = 82,5% +*
C. Hasil Keterampilan Komunikasi Non Verbal Anak Autistik Tipe Ringan Kelas TKLB Di SLB Dharma Rena Ring Putra II Yogyakarta FaseBaseline 2 Sesi 10: skor 36 1/ NP = X 100% = 90% +*
Sesi 11: skor 37 10 NP = X 100% = 92,5% +*
Sesi 12: skor 39 12 NP = X 100% = 97,5% +*
170
Lampiran 4. Rencana Pelaksanaan Pembelajaran Rencana Pelaksanaan Pembelajaran Baseline 1 A. Identitas Nama : Tiko (samaran) Kelas : TKLB Mata pelajaran : Bina Diri Tema : Aktivitas Memakai Sepatu Alokasi waktu : 1 x 45 menit (pertemuan pertama) B. Tujuan pembelajaran Siswa mampu melaksanakan serangkaian aktivitas memakai sepatu secara mandiri sesuai langkah yang benar. C. Materi pelajaran 1. Identifikasi benda 2. Praktik: a. memakai sepatu sesuai analisis tugas: -
Memakai kaos kaki
-
Membuka perekat sepatu
-
Menarik penutup sepatu
-
Memasukkan ujung kaki ke sepatu
-
Menarik bagian belakang sepatu
-
Memasukkan tumit kaki ke sepatu
-
Merekatkan perekat sepatu
b. Praktik memakai baju sesuai analisis tugas:
171
Membuka kancing (tangan kanan memegang kancing tangan kiri menarik dalam
lubang kancing baju
sampai
tangan kanan mendorong kancing ke keluar
melewati
lubang
kancing)
memasukkan tangan kanan ke lengan baju sebelah kanan menarik lengan baju sebalah kiri ke depan dengan bantuan tangan kanan
memasukkan tangan kiri ke lengan baju sebelah kiri
merapikan baju kancing
mengancingkan baju (tangan kanan memegang
tangan kiri menarik lubang kancing
tangan kanan
mendorong kancing ke luar baju sampai keluar melewati lubang kancing). c. Praktik mencuci tangan sesuai analisis tugas: -
Membuka kran air
-
Menggosokkan tangan/mencuci tangan
-
Menutup kran air
-
Menekan sabun pencuci tangan
-
Menggosokkan tangan supaya menghasilkan busa sabun
-
Membersihkan busa sabun
-
Menutup kran
-
Mengeringkan tangan dengan handuk/serbet
D. Indikator 1. Dapat memahami instruksi 2. Dapat mengidentifikasi benda pada aktivitas memakai sepatu
172
3. Dapat praktik memakai sepatu sesuai dengan langkah yang benar secara mandiri E. Media pembelajaran Benda nyata: 1. Aktivitas memakai sepatu: kaos kaki, sepatu 2. Aktivitas memakai baju: baju berkerah 3. Aktivitas mencuci tangan: kran air, sabun pencuci tangan, handuk/serbet F. Langkah-langkah kegiatan pembelajaran 1. Persiapan (5 menit) -
Menyeting ruang kelas (menata meja dan kursi).
-
Menyiapkan media belajar.
-
Mengkondisi anda untuk duduk tenang.
2. Pelaksanaan (35 menit) a) Kegiatan awal -
Berdo’a, bernyanyi, salam pembuka dan berjabat tangan
-
Memperkenalkan media yang akan digunakan dalam pembelajaran seperti kaos kaki, sepatu, baju berkancing, sabun pencuci tangan, handuk/serbet dan pengenalan kran air dilakukan di luar ruangan.
b) Kegiatan inti -
Identifikasi benda dengan instruksi: “ambil kaos kaki”, “ambil sepatu”.
173
-
Melakukan aktivitas memakai sepatu secara mandiri dengan instruksi: “pakai sepatu”. Hal yang harus dilakukan (Memakai kaos kaki
membuka perekat sepatu
memasukkan ujung kaki ke sepatu
menarik penutup sepatu menarik bagian belakang
sepatu memasukkan tumit kaki ke sepatu
merekatkan perekat
sepatu. -
Melakukan aktivitas memakai sepatu secara mandiri dengan instruksi: “pakai sepatu” (Memakai kaos kaki sepatu sepatu
menarik penutup sepatu
memasukkan ujung kaki ke
menarik bagian belakang sepatu
kaki ke sepatu
membuka perekat
memasukkan tumit
merekatkan perekat sepatu.
-
Identifikasi benda dengan instruksi: “ambil baju”.
-
Melakukan aktivitas memakai baju secara mandiri dengan instruksi: “pakai baju” (Membuka kancing (tangan kanan memegang kancing
tangan kiri menarik lubang kancing
tangan
kanan mendorong kancing ke dalam baju sampai keluar melewati lubang kancing) sebelah kanan
memasukkan tangan kanan ke lengan baju menarik lengan baju sebalah kiri ke depan dengan
bantuan tangan kanan
memasukkan tangan kiri ke lengan baju
sebelah kiri merapikan baju
mengancingkan baju (tangan kanan
memegang kancing tangan kiri menarik lubang kancing
tangan
kanan mendorong kancing ke luar baju sampai keluar melewati lubang kancing).
174
-
Identifikasi benda sesuai dengan fungsinya dengan instruksi: “ambil air” (menggunakan baskom), “masukkan air” (memasukkan air ke dalam bak air).
-
Melakukan aktivitas mencuci tangan secara mandiri dengan instruksi: “cuci tangan” (membuka kran menggosokkan tangan menutup kran
menekan sabun pencuci tangan
tangan supaya menghasilkan busa sabun sabun
menutup
kran
menggosokkan
membersihkan busa
mengeringkan
tangan
dengan
handuk/serbet). c) Kegiatan akhir Melakukan serangkaian aktivitas memakai sepatu, memakai baju, mencuci tangan secara mandiri 3. Penutup (5 menit) -
Merapikan peralatan pembelajaran.
-
Berdo’a, mengucapkan salam
Yogyakarta, Yang membuat,
Yang mengetahui,
Jamronah, S. Pd
Hanifah Kurniawati NIM. 10103244038
175
Rencana Pelaksanaan Pembelajaran Baseline 1 A. Identitas Nama : Tiko (samaran) Kelas : TKLB Mata pelajaran : Bina Diri Tema : Aktivitas Memakai Baju Alokasi waktu : 1 x 45 menit (pertemuan kedua) B. Tujuan pembelajaran Siswa mampu melaksanakan serangkaian aktivitas memakai baju secara mandiri sesuai langkah yang benar. C. Materi pelajaran 1. Identifikasi benda 2. Praktik: a. memakai sepatu sesuai analisis tugas: -
Memakai kaos kaki
-
Membuka perekat sepatu
-
Menarik penutup sepatu
-
Memasukkan ujung kaki ke sepatu
-
Menarik bagian belakang sepatu
-
Memasukkan tumit kaki ke sepatu
-
Merekatkan perekat sepatu
b. Praktik memakai baju sesuai analisis tugas: Membuka kancing (tangan kanan memegang kancing tangan kiri menarik lubang kancing dalam
baju
sampai
tangan kanan mendorong kancing ke keluar 176
melewati
lubang
kancing)
memasukkan tangan kanan ke lengan baju sebelah kanan menarik lengan baju sebalah kiri ke depan dengan bantuan tangan kanan
memasukkan tangan kiri ke lengan baju sebelah kiri
merapikan baju kancing
mengancingkan baju (tangan kanan memegang
tangan kiri menarik lubang kancing
tangan kanan
mendorong kancing ke luar baju sampai keluar melewati lubang kancing). c. Praktik mencuci tangan sesuai analisis tugas: -
Membuka kran air
-
Menggosokkan tangan/mencuci tangan
-
Menutup kran air
-
Menekan sabun pencuci tangan
-
Menggosokkan tangan supaya menghasilkan busa sabun
-
Membersihkan busa sabun
-
Menutup kran
-
Mengeringkan tangan dengan handuk/serbet
D. Indikator 1. Dapat memahami instruksi 2. Dapat mengidentifikasi benda pada aktivitas memakai baju 3. Dapat praktik memakai baju sesuai dengan langkah yang benar secara mandiri
177
E. Media pembelajaran Benda nyata: 1. Aktivitas memakai sepatu: kaos kaki, sepatu 2. Aktivitas memakai baju: baju berkerah 3. Aktivitas mencuci tangan: kran air, sabun pencuci tangan, handuk/serbet F. Langkah-langkah kegiatan pembelajaran 1. Persiapan (5 menit) -
Menyeting ruang kelas (menata meja dan kursi).
-
Menyiapkan media belajar.
-
Mengkondisi anda untuk duduk tenang.
2. Pelaksanaan (35 menit) a) Kegiatan awal -
Berdo’a, bernyanyi, salam pembuka dan berjabat tangan
-
Memperkenalkan media yang akan digunakan dalam pembelajaran seperti kaos kaki, sepatu, baju berkancing, sabun pencuci tangan, handuk/serbet dan pengenalan kran air dilakukan di luar ruangan.
b) Kegiatan inti -
Identifikasi benda dengan instruksi: “ambil kaos kaki”, “ambil sepatu”.
-
Melakukan aktivitas memakai sepatu secara mandiri dengan instruksi: “pakai sepatu”. Hal yang harus dilakukan (Memakai kaos kaki
membuka perekat sepatu
178
menarik penutup sepatu
memasukkan ujung kaki ke sepatu
menarik bagian belakang
sepatu memasukkan tumit kaki ke sepatu
merekatkan perekat
sepatu. -
Melakukan aktivitas memakai sepatu secara mandiri dengan instruksi: “pakai sepatu” (Memakai kaos kaki
membuka perekat
sepatu
menarik penutup sepatu
sepatu
menarik bagian belakang sepatumemasukkan tumit kaki
ke sepatu
memasukkan ujung kaki ke
merekatkan perekat sepatu.
-
Identifikasi benda dengan instruksi: “ambil baju”.
-
Melakukan aktivitas memakai baju secara mandiri dengan instruksi: “pakai baju” (Membuka kancing (tangan kanan memegang kancing
tangan kiri menarik lubang kancing
tangan
kanan mendorong kancing ke dalam baju sampai keluar melewati lubang kancing) sebelah kanan
memasukkan tangan kanan ke lengan baju menarik lengan baju sebalah kiri ke depan dengan
bantuan tangan kanan
memasukkan tangan kiri ke lengan baju
sebelah kiri merapikan baju
mengancingkan baju (tangan kanan
memegang kancing tangan kiri menarik lubang kancing
tangan
kanan mendorong kancing ke luar baju sampai keluar melewati lubang kancing). -
Identifikasi benda sesuai dengan fungsinya dengan instruksi: “ambil air” (menggunakan baskom), “masukkan air” (memasukkan air ke dalam bak air).
179
Melakukan aktivitas mencuci tangan secara mandiri dengan instruksi: “cuci tangan” (membuka kran menutup kran
menekan sabun pencuci tangan
tangan supaya menghasilkan busa sabun sabun
menggosokkan tangan
menutup kran
menggosokkan
membersihkan busa
mengeringkan tangan dengan
handuk/serbet). c) Kegiatan akhir Melakukan serangkaian aktivitas memakai sepatu, memakai baju, mencuci tangan secara mandiri 3. Penutup (5 menit) -
Merapikan peralatan pembelajaran.
-
Berdo’a, mengucapkan salam.
Yogyakarta, Yang membuat,
Yang mengetahui,
Jamronah, S. Pd
Hanifah Kurniawati NIM. 10103244038
180
Rencana Pelaksanaan Pembelajaran Baseline 1 A. Identitas Nama : Tiko (samaran) Kelas : TKLB Mata pelajaran : Bina Diri Tema : Aktivitas Mencuci Tangan Alokasi waktu : 1 x 45 menit (pertemuan ketiga) B. Tujuan pembelajaran Siswa mampu melaksanakan aktivitas mencuci tangan secara mandiri sesuai langkah yang benar. C. Materi pelajaran 1. Identifikasi benda 2. Praktik: a. memakai sepatu sesuai analisis tugas: -
Memakai kaos kaki
-
Membuka perekat sepatu
-
Menarik penutup sepatu
-
Memasukkan ujung kaki ke sepatu
-
Menarik bagian belakang sepatu
-
Memasukkan tumit kaki ke sepatu
-
Merekatkan perekat sepatu
b. Praktik memakai baju sesuai analisis tugas: Membuka kancing (tangan kanan memegang kancing menarik
lubang kancing
tangan kanan mendorong kancing ke
dalam baju sampai keluar melewati lubang kancing) 181
tangan kiri
memasukkan tangan kanan ke lengan baju sebelah kanan
menarik
lengan baju sebalah kiri ke depan dengan bantuan tangan kananmemasukkan tangan kiri ke lengan baju sebelah kiri merapikan baju kancing
mengancingkan baju (tangan kanan memegang
tangan kiri menarik lubang kancing
tangan kanan
mendorong kancing ke luar baju sampai keluar melewati lubang kancing). c. Praktik mencuci tangan sesuai analisis tugas: -
Membuka kran air
-
Menggosokkan tangan/mencuci tangan
-
Menutup kran air
-
Menekan sabun pencuci tangan
-
Menggosokkan tangan supaya menghasilkan busa sabun
-
Membersihkan busa sabun
-
Menutup kran
-
Mengeringkan tangan dengan handuk/serbet
D. Indikator 1. Dapat memahami instruksi 2. Dapat mengidentifikasi benda pada aktivita mencuci tangan 3. Dapat praktik memakai sepatu sesuai dengan langkah yang benar secara mandiri
182
E. Media pembelajaran Benda nyata: 1. Aktivitas memakai sepatu: kaos kaki, sepatu 2. Aktivitas memakai baju: baju berkerah 3. Aktivitas mencuci tangan: kran air, sabun pencuci tangan, handuk/serbet F. Langkah-langkah kegiatan pembelajaran 1. Persiapan (5 menit) -
Menyeting ruang kelas (menata meja dan kursi).
-
Menyiapkan media belajar.
-
Mengkondisi anda untuk duduk tenang.
2. Pelaksanaan (35 menit) a) Kegiatan awal -
Berdo’a, bernyanyi, salam pembuka dan berjabat tangan
-
Memperkenalkan media yang akan digunakan dalam pembelajaran seperti kaos kaki, sepatu, baju berkancing, sabun pencuci tangan, handuk/serbet dan pengenalan kran air dilakukan di luar ruangan.
b) Kegiatan inti -
Identifikasi benda dengan instruksi: “ambil kaos kaki”, “ambil sepatu”.
-
Melakukan aktivitas memakai sepatu secara mandiri dengan instruksi: “pakai sepatu”. Hal yang harus dilakukan (Memakai kaos kaki
membuka perekat sepatu
183
menarik penutup sepatu
memasukkan ujung kaki ke sepatu
menarik bagian belakang
sepatu memasukkan tumit kaki ke sepatu
merekatkan perekat
sepatu. -
Melakukan aktivitas memakai sepatu secara mandiri dengan instruksi: “pakai sepatu” (Memakai kaos kaki sepatu sepatu
menarik penutup sepatu
membuka perekat
memasukkan ujung kaki ke
menarik bagian belakang sepatu
memasukkan tumit kaki ke sepatu
merekatkan perekat sepatu.
-
Identifikasi benda dengan instruksi: “ambil baju”.
-
Melakukan aktivitas memakai baju secara mandiri dengan instruksi: “pakai baju” (Membuka kancing (tangan kanan memegang kancing
tangan kiri menarik lubang kancing
tangan
kanan mendorong kancing ke dalam baju sampai keluar melewati lubang kancing) sebelah kanan
memasukkan tangan kanan ke lengan baju menarik lengan baju sebalah kiri ke depan dengan
bantuan tangan kanan
memasukkan tangan kiri ke lengan baju
sebelah kiri merapikan baju mengancingkan baju (tangan kanan memegang kancing
tangan kiri menarik lubang kancing
tangan
kanan mendorong kancing ke luar baju sampai keluar melewati lubang kancing). -
Identifikasi benda sesuai dengan fungsinya dengan instruksi: “ambil air” (menggunakan baskom), “masukkan air” (memasukkan air ke dalam bak air).
184
-
Melakukan aktivitas mencuci tangan secara mandiri dengan instruksi: “cuci tangan” (membuka kran menggosokkan tangan menutup kran
menekan sabun pencuci tangan
tangan supaya menghasilkan busa sabun sabun
menutup kran
menggosokkan
membersihkan busa
mengeringkan tangan dengan
handuk/serbet). c) Kegiatan akhir Melakukan serangkaian aktivitas memakai sepatu, memakai baju, mencuci tangan secara mandiri 3. Penutup (5 menit) -
Merapikan peralatan pembelajaran.
-
Berdo’a, mengucapkan salam.
Yogyakarta, Yang membuat,
Yang mengetahui,
Jamronah, S. Pd
Hanifah Kurniawati NIM. 10103244038
185
Lampiran 5. Rencana Pelaksanaan Pembelajaran Fase Intervensi Rencana Pelaksanaan Pembelajaran Intervensi A. Identitas Nama : Tiko (samaran) Kelas : TKLB Mata pelajaran : Bina Dirip Tema : Aktivitas Memakai Sepatu Alokasi waktu : 1 x 45 menit (pertemuan keempat) B. Tujuan pembelajaran Siswa mampu melaksanakan serangkaian aktivitas memakai sepatu secara mandiri sesuai langkah yang benar. C. Materi pelajaran 1. Identifikasi media pictographaktivitas memakai sepatu, mediapictographaktivitas memakai baju, media pictograph aktivitas mencuci tangan 2. Identifikasi benda: -
Aktivitas memakai sepatu: kaos kaki, sepatu
-
Aktivitas memakai baju: baju berkerah
-
Aktivitas mencuci tangan: kran air, sabun pencuci tangan, handuk/serbet
3. Praktek: a. Praktik memakai sepatu sesuai analisis tugas: -
Memakai kaos kaki
-
Membuka perekat sepatu
186
-
Menarik penutup sepatu
-
Memasukkan ujung kaki ke sepatu
-
Menarik bagian belakang sepatu
-
Memasukkan tumit kaki ke sepatu
-
Merekatkan perekat sepatu
b. Praktik memakai baju sesuai analisis tugas: Membuka kancing (tangan kanan memegang kancing menarik
lubang kancing
tangan kiri
tangan kanan mendorong kancing ke
dalam baju sampai keluar melewati lubang kancing) memasukkan tangan kanan ke lengan baju sebelah kanan
menarik lengan baju
sebalah kiri ke depan dengan bantuan tangan kanan tangan kiri ke lengan baju sebelah kiri
memasukkan merapikan baju
mengancingkan baju (tangan kanan memegang kancing menarik lubang kancing
tangan kiri
tangan kanan mendorong kancing ke luar
baju sampai keluar melewati lubang kancing). c. Praktik mencuci tangan sesuai analisis tugas: -
Membuka kran air
-
Menggosokkan tangan/mencuci tangan
-
Menutup kran air
-
Menekan sabun pencuci tangan
-
Menggosokkan tangan supaya menghasilkan busa sabun
-
Membersihkan busa sabun
-
Menutup kran
187
-
Mengeringkan tangan dengan handuk/serbet
D. Indikator 1. Dapat memahami instruksi 2. Dapat mengidentifikasi benda pada aktivitas masing-masing (memakai sepatu, memakai baju, mencuci tangan) 3. Dapat praktik memakai sepatu sesuai dengan langkah yang benar secara mandiri E. Media pembelajaran 1. Media pictograph sepatu, media pictograph baju, mediapictographmencuci tangan 2. Benda nyata: a. Aktivitas memakai sepatu: kaos kaki, sepatu b. Aktivitas memakai baju: baju berkerah c. Aktivitas mencuci tangan: kran air, sabun pencuci tangan, handuk/serbet F. Langkah-langkah kegiatan pembelajaran 1. Persiapan (5 menit) -
Menyeting ruang kelas (menata meja dan kursi).
-
Menyiapkan media belajar.
-
Mengkondisi anda untuk duduk tenang.
2. Pelaksanaan (35 menit) a) Kegiatan awal -
Berdo’a, bernyanyi, salam pembuka dan berjabat tangan
188
-
Memperkenalkan media yang akan digunakan dalam pembelajaran seperti kaos kaki, sepatu, baju berkancing, sabun pencuci tangan, handuk/serbet dan pengenalan kran air dilakukan di luar ruangan.
b) Kegiatan inti -
Identifikasi media pictograph sepatu dengan instruksi: “ambil gambar sepatu”, “letakkan” (ditunjukkan ke papan display).
-
Identifikasi benda dengan instruksi: “ambil kaos kaki”, “ambil sepatu”.
-
Melakukan aktivitas memakai sepatu secara mandiri dengan instruksi: “pakai sepatu” (Memakai kaos kaki sepatu sepatu
menarik penutup sepatu
-
memasukkan ujung kaki ke
menarik bagian belakang sepatun
kaki ke sepatu
memasukkan tumit
merekatkan perekat sepatu.
Melakukan aktivitas memakai sepatu secara mandiri dengan instruksi: “pakai sepatu” (Memakai kaos kaki sepatu sepatu ke sepatu
-
membuka perekat
menarik penutup sepatu
membuka perekat
memasukkan ujung kaki ke
menarik bagian belakang sepatumemasukkan tumit kaki merekatkan perekat sepatu.
Identifikasi media pictograph baju dengan instruksi: “ambil gambar baju”, “letakkan” (ditunjukkan ke papan display).
-
Identifikasi benda dengan instruksi: “ambil baju”.
-
Melakukan aktivitas memakai baju secara mandiri dengan instruksi: “pakai baju” (Membuka kancing (tangan kanan
189
memegang kancing
tangan kiri menarik lubang kancing
tangan
kanan mendorong kancing ke dalam baju sampai keluar melewati lubang kancing) sebelah kanan
memasukkan tangan kanan ke lengan baju menarik lengan baju sebalah kiri ke depan dengan
bantuan tangan kanan
memasukkan tangan kiri ke lengan baju
sebelah kiri merapikan baju mengancingkan baju (tangan kanan memegang kancing tangan kiri menarik lubang kancing
tangan
kanan mendorong kancing ke luar baju sampai keluar melewati lubang kancing). -
Identifikasi media pictograph mencuci tangan dengan instruksi: “ambil gambar mencuci tangan”, “letakkan” (ditunjukkan ke papan display).
-
Identifikasi benda sesuai dengan fungsinya dengan instruksi: “ambil air” (menggunakan baskom), “masukkan air” (memasukkan air ke dalam bak air).
-
Melakukan aktivitas mencuci tangan secara mandiri dengan instruksi: “cuci tangan” (membuka kran menutup kran
menekan sabun pencuci tangan
tangan supaya menghasilkan busa sabun sabun
menggosokkan tangan
menutup kran
handuk/serbet).
190
menggosokkan
membersihkan busa
mengeringkan tangan dengan
c) Kegiatan akhir Melakukan aktivitas memakai sepatu dengan ditunjukkan media pictograph sepatu. 3. Penutup (5 menit) -
Merapikan peralatan pembelajaran.
-
Berdo’a, mengucapkan salam.
Yogyakarta, Yang membuat,
Yang mengetahui,
Jamronah, S. Pd
Hanifah Kurniawati NIM. 10103244038
191
Rencana Pelaksanaan Pembelajaran Intervensi A. Identitas Nama : Tiko (samaran) Kelas : TKLB Mata pelajaran : Bina Diri Tema : Aktivitas Memakai Baju Alokasi waktu : 1 x 45 menit (pertemuan kelima) B. Tujuan pembelajaran Siswa mampu melaksanakan serangkaian aktivitas memakai baju secara mandiri sesuai langkah yang benar. C. Materi pelajaran 1. Identifikasi media pictograph aktivitas memakai sepatu, media pictograph aktivitas memakai baju, media pictograph aktivitas mencuci tangan 2. Identifikasi benda: -
Aktivitas memakai sepatu: kaos kaki, sepatu
-
Aktivitas memakai baju: baju berkerah
-
Aktivitas mencuci tangan: kran air, sabun pencuci tangan, handuk/serbet
4. Praktek: a. Praktik memakai sepatu sesuai analisis tugas: -
Memakai kaos kaki
-
Membuka perekat sepatu
-
Menarik penutup sepatu
-
Memasukkan ujung kaki ke sepatu 192
-
Menarik bagian belakang sepatu
-
Memasukkan tumit kaki ke sepatu
-
Merekatkan perekat sepatu
d. Praktik memakai baju sesuai analisis tugas: Membuka kancing (tangan kanan memegang kancing menarik
lubang kancing
tangan kiri
tangan kanan mendorong kancing ke
dalam baju sampai keluar melewati lubang kancing) memasukkan tangan kanan ke lengan baju sebelah kanan
menarik lengan baju
sebalah kiri ke depan dengan bantuan tangan kanan tangan kiri ke lengan baju sebelah kiri
memasukkan merapikan baju
mengancingkan baju (tangan kanan memegang kancing menarik lubang kancing
tangan kiri
tangan kanan mendorong kancing ke luar
baju sampai keluar melewati lubang kancing). e. Praktik mencuci tangan sesuai analisis tugas: -
Membuka kran air
-
Menggosokkan tangan/mencuci tangan
-
Menutup kran air
-
Menekan sabun pencuci tangan
-
Menggosokkan tangan supaya menghasilkan busa sabun
-
Membersihkan busa sabun
-
Menutup kran
-
Mengeringkan tangan dengan handuk/serbet
193
D. Indikator 1. Dapat memahami instruksi 2. Dapat mengidentifikasi benda pada aktivitas masing-masing (memakai sepatu, memakai baju, mencuci tangan) 3. Dapat praktik memakai baju sesuai dengan langkah yang benar secara mandiri E. Media pembelajaran 1. Media pictograph sepatu, media pictograph baju, media pictograph mencuci tangan 2. Benda nyata: a. Aktivitas memakai sepatu: kaos kaki, sepatu b. Aktivitas memakai baju: baju berkerah c. Aktivitas mencuci tangan: kran air, sabun pencuci tangan, handuk/serbet F. Langkah-langkah kegiatan pembelajaran 1. Persiapan (5 menit) -
Menyeting ruang kelas (menata meja dan kursi).
-
Menyiapkan media belajar.
-
Mengkondisi anda untuk duduk tenang.
2. Pelaksanaan (35 menit) a) Kegiatan awal -
Berdo’a, bernyanyi, salam pembuka dan berjabat tangan
194
-
Memperkenalkan media yang akan digunakan dalam pembelajaran seperti kaos kaki, sepatu, baju berkancing, sabun pencuci tangan, handuk/serbet dan pengenalan kran air dilakukan di luar ruangan.
b) Kegiatan inti -
Identifikasimediapictographsepatu dengan instruksi: “ambil gambar sepatu”, “letakkan” (ditunjukkan ke papan display).
-
Identifikasi benda dengan instruksi: “ambil kaos kaki”, “ambil sepatu”.
-
Melakukan aktivitas memakai sepatu secara mandiri dengan instruksi: “pakai sepatu” (Memakai kaos kaki sepatu sepatu
menarik penutup sepatu
-
memasukkan ujung kaki ke
menarik bagian belakang sepatu
kaki ke sepatu
membuka perekat
memasukkan tumit
merekatkan perekat sepatu.
Identifikasi media pictograph baju dengan instruksi: “ambil gambar baju”, “letakkan” (ditunjukkan ke papan display).
-
Identifikasi benda dengan instruksi: “ambil baju”.
-
Melakukan aktivitas memakai baju secara mandiri dengan instruksi: “pakai baju” (Membuka kancing (tangan kanan memegang kancing tangan kiri menarik lubang kancing
tangan
kanan mendorong kancing ke dalam baju sampai keluar melewati lubang kancing) sebelah kanan
memasukkan tangan kanan ke lengan baju menarik lengan baju sebalah kiri ke depan dengan
bantuan tangan kanan
memasukkan tangan kiri ke lengan baju
195
sebelah kiri merapikan baju
mengancingkan baju (tangan kanan
memegang kancing tangan kiri menarik lubang kancing
tangan
kanan mendorong kancing ke luar baju sampai keluar melewati lubang kancing). -
Identifikasi media pictograph mencuci tangan dengan instruksi: “ambil gambar mencuci tangan”, “letakkan” (ditunjukkan ke papan display).
-
Identifikasi benda sesuai dengan fungsinya dengan instruksi: “ambil air” (menggunakan baskom), “masukkan air” (memasukkan air ke dalam bak air).
-
Melakukan aktivitas mencuci tangan secara mandiri dengan instruksi: “cuci tangan” (membuka kran menutup kran
menekan sabun pencuci tangan
tangan supaya menghasilkan busa sabun sabun
menggosokkan tangan
menutup kran
menggosokkan
membersihkan busa
mengeringkan tangan dengan
handuk/serbet). c) Kegiatan akhir Melakukan aktivitas memakai baju dengan ditunjukkan media pictograph baju. 3. Penutup (5 menit) -
Merapikan peralatan pembelajaran.
-
Berdo’a, mengucapkan salam.
196
Yogyakarta, Yang membuat,
Yang mengetahui,
Jamronah, S. Pd
Hanifah Kurniawati NIM. 10103244038
197
Rencana Pelaksanaan Pembelajaran Intervensi A. Identitas Nama : Tiko (samaran) Kelas : TKLB Mata pelajaran : Bina Diri Tema : Aktivitas Mencuci Tangan Alokasi waktu : 1 x 45 menit (pertemuan keenam) B. Tujuan pembelajaran Siswa mampu melaksanakan aktivitas mencuci tangan secara mandiri sesuai langkah yang benar. C. Materi pelajaran 1. Identifikasi media pictograph aktivitas memakai sepatu, media pictograph aktivitas memakai baju, media pictograph aktivitas mencuci tangan 2. Identifikasi benda: -
Aktivitas memakai sepatu: kaos kaki, sepatu
-
Aktivitas memakai baju: baju berkerah
-
Aktivitas mencuci tangan: kran air, sabun pencuci tangan, handuk/serbet
3. Praktek: a. Praktik memakai sepatu sesuai analisis tugas: -
Memakai kaos kaki
-
Membuka perekat sepatu
-
Menarik penutup sepatu
-
Memasukkan ujung kaki ke sepatu 198
-
Menarik bagian belakang sepatu
-
Memasukkan tumit kaki ke sepatu
-
Merekatkan perekat sepatu
b. Praktik memakai baju sesuai analisis tugas: Membuka kancing (tangan kanan memegang kancing menarik lubang kancing
tangan kiri
tangan kanan mendorong kancing ke dalam
baju sampai keluar melewati lubang kancing) memasukkan tangan kanan ke lengan baju sebelah kanan
menarik lengan baju sebalah
kiri ke depan dengan bantuan tangan kanan
memasukkan tangan
kiri ke lengan baju sebelah kirimerapikan baju
mengancingkan baju
(tangan kanan memegang kancing kancing
tangan kiri menarik lubang
tangan kanan mendorong kancing ke luar baju sampai keluar
melewati lubang kancing). c. Praktik mencuci tangan sesuai analisis tugas: -
Membuka kran air
-
Menggosokkan tangan/mencuci tangan
-
Menutup kran air
-
Menekan sabun pencuci tangan
-
Menggosokkan tangan supaya menghasilkan busa sabun
-
Membersihkan busa sabun
-
Menutup kran
-
Mengeringkan tangan dengan handuk/serbet
199
D. Indikator 1. Dapat memahami instruksi 2. Dapat mengidentifikasi benda pada aktivitas masing-masing (memakai sepatu, memakai baju, mencuci tangan) 3. Dapat praktik memakai baju sesuai dengan langkah yang benar secara mandiri E. Media pembelajaran 1. Media pictograph sepatu, media pictograph baju, media pictograph mencuci tangan 2. Benda nyata: a. Aktivitas memakai sepatu: kaos kaki, sepatu b. Aktivitas memakai baju: baju berkerah c. Aktivitas mencuci tangan: kran air, sabun pencuci tangan, handuk/serbet F. Langkah-langkah kegiatan pembelajaran 1. Persiapan (5 menit) -
Menyeting ruang kelas (menata meja dan kursi).
-
Menyiapkan media belajar.
-
Mengkondisi anda untuk duduk tenang.
2. Pelaksanaan (35 menit) a) Kegiatan awal -
Berdo’a, bernyanyi, salam pembuka dan berjabat tangan
200
-
Memperkenalkan media yang akan digunakan dalam pembelajaran seperti kaos kaki, sepatu, baju berkancing, sabun pencuci tangan, handuk/serbet dan pengenalan kran air dilakukan di luar ruangan.
b) Kegiatan inti -
Identifikasi media pictograph sepatu dengan instruksi: “ambil gambar sepatu”, “letakkan” (ditunjukkan ke papan display).
-
Identifikasi benda dengan instruksi: “ambil kaos kaki”, “ambil sepatu”.
-
Melakukan aktivitas memakai sepatu secara mandiri dengan instruksi: “pakai sepatu” (Memakai kaos kaki sepatu
menarik penutup sepatu
sepatu
menarik bagian belakang sepatu
kaki ke sepatu -
memasukkan ujung kaki ke memasukkan tumit
merekatkan perekat sepatu.
Melakukan aktivitas memakai sepatu secara mandiri dengan instruksi: “pakai sepatu” (Memakai kaos kaki sepatu
menarik penutup sepatu
sepatu
menarik bagian belakang sepatu
kaki ke sepatu -
membuka perekat
membuka perekat
memasukkan ujung kaki ke memasukkan tumit
merekatkan perekat sepatu.
Identifikasi media pictograph baju dengan instruksi: “ambil gambar baju”, “letakkan” (ditunjukkan ke papan display).
-
Identifikasi benda dengan instruksi: “ambil baju”.
-
Melakukan aktivitas memakai baju secara mandiri dengan instruksi: “pakai baju” (Membuka kancing (tangan kanan
201
memegang kancing
tangan kiri menarik lubang kancing
tangan
kanan mendorong kancing ke dalam baju sampai keluar melewati lubang kancing) sebelah kanan
memasukkan tangan kanan ke lengan baju menarik lengan baju sebalah kiri ke depan dengan
bantuan tangan kanan
memasukkan tangan kiri ke lengan baju
sebelah kiri merapikan baju
mengancingkan baju (tangan kanan
memegang kancing tangan kiri menarik lubang kancing tangan kanan mendorong kancing ke luar baju sampai keluar melewati lubang kancing). -
Identifikasi media pictograph mencuci tangan dengan instruksi: “ambil gambar mencuci tangan”, “letakkan” (ditunjukkan ke papan display).
-
Identifikasi benda sesuai dengan fungsinya dengan instruksi: “ambil air” (menggunakan baskom), “masukkan air” (memasukkan air ke dalam bak air).
c) Melakukan aktivitas mencuci tangan secara mandiri dengan instruksi: “cuci tangan”(membuka kran menutup kran
menekan sabun pencuci tangan
tangan supaya menghasilkan busa sabun sabun
menggosokkan tangan
menutup kran
handuk/serbet).
202
menggosokkan
membersihkan busa
mengeringkan tangan dengan
d) Kegiatan akhir Melakukan aktivitas mencuci tangan dengan ditunjukkan media pictograph mencuci tangan. 3. Penutup (5 menit) -
Merapikan peralatan pembelajaran.
-
Berdo’a, mengucapkan salam.
Yogyakarta, Yang membuat,
Yang mengetahui,
Jamronah, S. Pd
Hanifah Kurniawati NIM. 10103244038
203
Rencana Pelaksanaan Pembelajaran Intervensi A. Identitas Nama : Tiko (samaran) Kelas : TKLB Mata pelajaran : Bina Diri Tema : Serangkaian Aktivitas Mandiri Alokasi waktu : 1 x 45 menit (pertemuan ketujuh, kedelapan, kesembilan) B. Tujuan pembelajaran Siswa mampu melaksanakan serangkaian aktivitas memakai sepatu, memakai baju, mencuci tangan secara mandiri sesuai langkah yang benar. C. Materi pelajaran 1. Identifikasi media pictograph aktivitas memakai sepatu, media pictograph aktivitas memakai baju, media pictograph aktivitas mencuci tangan 2. Identifikasi benda: a. Aktivitas memakai sepatu: kaos kaki, sepatu b. Aktivitas memakai baju: baju berkerah c. Aktivitas mencuci tangan: kran air, sabun pencuci tangan, handuk/serbet 3. Praktek: a. Praktik memakai sepatu sesuai analisis tugas: -
Memakai kaos kaki
-
Membuka perekat sepatu
-
Menarik penutup sepatu
-
Memasukkan ujung kaki ke sepatu 204
-
Menarik bagian belakang sepatu
-
Memasukkan tumit kaki ke sepatu
-
Merekatkan perekat sepatu
b. Praktik memakai baju sesuai analisis tugas: Membuka kancing (tangan kanan memegang kancing menarik
lubang kancing
tangan kiri
tangan kanan mendorong kancing ke
dalam baju sampai keluar melewati lubang kancing) memasukkan tangan kanan ke lengan baju sebelah kanan
menarik lengan baju
sebalah kiri ke depan dengan bantuan tangan kanan tangan kiri ke lengan baju sebelah kiri
memasukkan merapikan baju
mengancingkan baju (tangan kanan memegang kancing menarik lubang kancing
tangan kiri
tangan kanan mendorong kancing ke luar
baju sampai keluar melewati lubang kancing). c. Praktik mencuci tangan sesuai analisis tugas: -
Membuka kran air
-
Menggosokkan tangan/mencuci tangan
-
Menutup kran air
-
Menekan sabun pencuci tangan
-
Menggosokkan tangan supaya menghasilkan busa sabun
-
Membersihkan busa sabun
-
Menutup kran
-
Mengeringkan tangan dengan handuk/serbet
205
D. Indikator 1. Dapat memahami instruksi 2. Dapat mengidentifikasi benda pada aktivitas masing-masing (memakai sepatu, memakai baju, mencuci tangan) 3. Dapat praktik memakai sepatu, memakai baju, mencuci tangan sesuai dengan langkah yang benar secara mandiri E. Media pembelajaran 1. Media pictograph sepatu, media pictograph baju, media pictograph mencuci tangan 2. Benda nyata: -
Aktivitas memakai sepatu: kaos kaki, sepatu
-
Aktivitas memakai baju: baju berkerah
-
Aktivitas mencuci tangan: kran air, sabun pencuci tangan, handuk/serbet
F. Langkah-langkah kegiatan pembelajaran 1. Persiapan (5 menit) -
Menyeting ruang kelas (menata meja dan kursi).
-
Menyiapkan media belajar.
-
Mengkondisi anda untuk duduk tenang.
2. Pelaksanaan (35 menit) a) Kegiatan awal -
Berdo’a, bernyanyi, salam pembuka dan berjabat tangan
206
-
Memperkenalkan media yang akan digunakan dalam pembelajaran seperti kaos kaki, sepatu, baju berkancing, sabun pencuci tangan, handuk/serbet dan pengenalan kran air dilakukan di luar ruangan.
b) Kegiatan inti -
Identifikasi media pictograph sepatu dengan instruksi: “ambil gambar sepatu”, “letakkan” (ditunjukkan ke papan display).
-
Identifikasi benda dengan instruksi: “ambil kaos kaki”, “ambil sepatu”.
-
Melakukan aktivitas memakai sepatu secara mandiri dengan instruksi: “pakai sepatu” (Memakai kaos kaki sepatu sepatu
menarik penutup sepatu
-
memasukkan ujung kaki ke
menarik bagian belakang sepatu
kaki ke sepatu
membuka perekat
memasukkan tumit
merekatkan perekat sepatu.
Melakukan aktivitas memakai sepatu secara mandiri dengan instruksi: “pakai sepatu” (Memakai kaos kaki sepatu
menarik penutup sepatu
sepatu
menarik bagian belakang sepatu memasukkan tumit kaki
ke sepatu -
membuka perekat
memasukkan ujung kaki ke
merekatkan perekat sepatu.
Identifikasi mediapictographbaju dengan instruksi: “ambil gambar baju”, “letakkan” (ditunjukkan ke papan display).
-
Identifikasi benda dengan instruksi: “ambil baju”.
-
Melakukan aktivitas memakai baju secara mandiri dengan instruksi: “pakai baju” (Membuka kancing (tangan kanan
207
memegang kancing
tangan kiri menarik lubang kancing
tangan
kanan mendorong kancing ke dalam baju sampai keluar melewati lubang kancing) sebelah kanan
memasukkan tangan kanan ke lengan baju menarik lengan baju sebalah kiri ke depan dengan
bantuan tangan kanan
memasukkan tangan kiri ke lengan baju
sebelah kiri merapikan baju mengancingkan baju (tangan kanan memegang kancing
tangan kiri menarik lubang kancing
tangan
kanan mendorong kancing ke luar baju sampai keluar melewati lubang kancing). -
Identifikasi media pictograph mencuci tangan dengan instruksi: “ambil gambar mencuci tangan”, “letakkan” (ditunjukkan ke papan display).
-
Identifikasi benda sesuai dengan fungsinya dengan instruksi: “ambil air” (menggunakan baskom), “masukkan air” (memasukkan air ke dalam bak air).
-
Melakukan aktivitas mencuci tangan secara mandiri dengan instruksi: “cuci tangan” (membuka kran menutup kran
menekan sabun pencuci tangan
tangan supaya menghasilkan busa sabun sabun
menggosokkan tangan
menutup kran
handuk/serbet).
208
menggosokkan
membersihkan busa
mengeringkan tangan dengan
c) Kegiatan akhir Melakukan serangkaian aktivitas memakai sepatu, memakai baju, mencuci tangan dengan ditunjukkan media pictograph sepatu, media pictograph baju, media pictograph mencuci tangan. 3. Penutup (5 menit) -
Merapikan peralatan pembelajaran.
-
Berdo’a, mengucapkan salam
Yogyakarta, Yang membuat,
Yang mengetahui,
Jamronah, S. Pd
Hanifah Kurniawati NIM. 10103244038
209
Lampiran 6. Rencana Pelaksanaan Pembelajaran Fase Baseline 2 Rencana Pelaksanaan Pembelajaran Baseline 2 A. Identitas Nama : Tiko (samaran) Kelas : TKLB Mata pelajaran : Bina Diri Tema : Serangkaian Aktivitas Mandiri Alokasi waktu : 1 x 45 menit (pertemuan kesepuluh, kesebelas, kedua belas) B. Tujuan pembelajaran Siswa mampu melaksanakan serangkaian aktivitas memakai sepatu, memakai baju, mencuci tangan secara mandiri sesuai langkah yang benar. C. Materi pelajaran 1. Identifikasi media pictograph aktivitas memakai sepatu, media pictograph aktivitas memakai baju, media pictograph aktivitas mencuci tangan 2.
Identifikasi benda: a. Aktivitas memakai sepatu: kaos kaki, sepatu b. Aktivitas memakai baju: baju berkerah c. Aktivitas mencuci tangan: kran air, sabun pencuci tangan, handuk/serbet
3. Praktek: a. Praktik memakai sepatu sesuai analisis tugas: -
Memakai kaos kaki
-
Membuka perekat sepatu
-
Menarik penutup sepatu 210
-
Memasukkan ujung kaki ke sepatu
-
Menarik bagian belakang sepatu
-
Memasukkan tumit kaki ke sepatu
-
Merekatkan perekat sepatu
b. Praktik memakai baju sesuai analisis tugas: Membuka kancing (tangan kanan memegang kancing menarik
lubang kancing
tangan kiri
tangan kanan mendorong kancing ke
dalam baju sampai keluar melewati lubang kancing) memasukkan tangan kanan ke lengan baju sebelah kanan
menarik lengan baju
sebalah kiri ke depan dengan bantuan tangan kanan tangan kiri ke lengan baju sebelah kiri
memasukkan merapikan baju
mengancingkan baju (tangan kanan memegang kancing menarik lubang kancing
tangan kiri
tangan kanan mendorong kancing ke luar
baju sampai keluar melewati lubang kancing). c. Praktik mencuci tangan sesuai analisis tugas: -
Membuka kran air
-
Menggosokkan tangan/mencuci tangan
-
Menutup kran air
-
Menekan sabun pencuci tangan
-
Menggosokkan tangan supaya menghasilkan busa sabun
-
Membersihkan busa sabun
-
Menutup kran
-
Mengeringkan tangan dengan handuk/serbet
211
D. Indikator 1. Dapat memahami instruksi 2. Dapat mengidentifikasi benda pada aktivitas masing-masing (memakai sepatu, memakai baju, mencuci tangan) 3. Dapat praktik memakai sepatu, memakai baju, mencuci tangan sesuai dengan langkah yang benar secara mandiri E. Media pembelajaran 1. Media media pictograph sepatu, media pictograph baju, media pictograph mencuci tangan 2. Benda nyata: a.
Aktivitas memakai sepatu: kaos kaki, sepatu
b.
Aktivitas memakai baju: baju berkerah
c.
Aktivitas mencuci tangan: kran air, sabun pencuci tangan, handuk/serbet
F. Langkah-langkah kegiatan pembelajaran 1. Persiapan (5 menit) -
Menyeting ruang kelas (menata meja dan kursi).
-
Menyiapkan media belajar.
-
Mengkondisi anda untuk duduk tenang.
2. Pelaksanaan (35 menit) a) Kegiatan awal -
Berdo’a, bernyanyi, salam pembuka dan berjabat tangan
-
Memperkenalkan media yang akan digunakan dalam pembelajaran seperti kaos kaki, sepatu, baju berkancing, sabun pencuci tangan, handuk/serbet dan pengenalan kran air dilakukan di luar ruangan. 212
b) Kegiatan inti -
Identifikasi media pictograph sepatu dengan instruksi: “ambil gambar sepatu”, “letakkan” (ditunjukkan ke papan display).
-
Diperlihatkan media pictograph sepatu tanpa instruksi (hal ini dimaksudkan
untuk
menampilkan
media
melakukan pictograph
aktivitas
hanya
siswa
dengan
memahami
dan
melaksanakan). -
Melakukan aktivitas memakai sepatu secara mandiri dengan instruksi: “pakai sepatu” (Memakai kaos kaki sepatu sepatu
menarik penutup sepatu
-
memasukkan ujung kaki ke
menarik bagian belakang sepatu
kaki ke sepatu
membuka perekat
memasukkan tumit
merekatkan perekat sepatu.
Melakukan aktivitas memakai sepatu secara mandiri dengan instruksi: “pakai sepatu” (Memakai kaos kaki sepatu sepatu
menarik penutup sepatu
-
memasukkan ujung kaki ke
menarik bagian belakang sepatu
kaki ke sepatu
membuka perekat
memasukkan tumit
merekatkan perekat sepatu.
Identifikasi mediapictographbaju dengan instruksi: “ambil gambar baju”, “letakkan” (ditunjukkan ke papan display).
-
Diperlihatkan media pictograph baju tanpa instruksi (hal ini dimaksudkan
untuk
menampilkan
media
melakukan pictograph
melaksanakan).
213
aktivitas siswa
hanya
dengan
memahami
dan
-
Melakukan aktivitas memakai baju secara mandiri dengan instruksi: “pakai baju” (Membuka kancing (tangan kanan memegang kancing
tangan kiri menarik lubang kancing
tangan
kanan mendorong kancing ke dalam baju sampai keluar melewati lubang kancing) sebelah kanan
memasukkan tangan kanan ke lengan baju menarik lengan baju sebalah kiri ke depan dengan
bantuan tangan kanan
memasukkan tangan kiri ke lengan baju
sebelah kiri merapikan baju
mengancingkan baju (tangan kanan
memegang kancing tangan kiri menarik lubang kancing
tangan
kanan mendorong kancing ke luar baju sampai keluar melewati lubang kancing). -
Identifikasi gambar pictogram mencuci tangan dengan instruksi: “ambil gambar mencuci tangan”, “letakkan” (ditunjukkan ke papan display).
-
Diperlihatkan media pictograph mencuci tangan tanpa instruksi (hal ini dimaksudkan untuk melakukan aktivitas hanya dengan menampilkan
media
pictograph
siswa
memahami
dan
melaksanakan). -
Melakukan aktivitas mencuci tangan secara mandiri dengan instruksi: “cuci tangan” (membuka kran menutup kran
menggosokkan tangan
menekan sabun pencuci tangan
tangan supaya menghasilkan busa sabun
214
menggosokkan
membersihkan busa
sabun
menutup kran
mengeringkan tangan dengan
handuk/serbet). c) Kegiatan akhir Melakukan serangkaian aktivitas memakai sepatu, memakai baju, mencuci tangan dengan ditunjukkan media pictograph sepatu, media pictograph baju, media pictograph mencuci tangan secara mandiri. 3. Penutup (5 menit) -
Merapikan peralatan pembelajaran.
-
Berdo’a, mengucapkan salam
Yogyakarta, Yang membuat,
Yang mengetahui,
Jamronah, S. Pd
Hanifah Kurniawati NIM. 10103244038
215
Lampiran 7 . Foto Hasil penelitian
Identifikasi gambar (menunjuk dan menyamakan gambar)
Praktek aktivitas memakai sepatu
216