J. Sains MIPA, April 2010, Vol. 16, No. 1, Hal.: 8-12 ISSN 1978-1873
EFEKTIVITAS PENEGAKAN DIAGNOSIS MALARIA DENGAN MENGGUNAKAN METODE IMUNOKROMATOGRAFI Johns F. Suwandi1, W. Rudiyanto2, W. Basuki3 dan A. Wibowo4 1Lab.
Parasitologi Bag. Ilmu Biomedik PSPD Unila, 2Lab. Histologi Bag. Ilmu Biomedik PSPD Unila, 3Lab. Patologi Klinik RSUAM Bandar Lampung/Bag. Ilmu Biomedik PSPD Unila, 1PSPD Unila. Email:
[email protected] Diterima 17 November 2009, disetujui untuk diterbitkan 7 Januari 2010
ABSTRACT The eradication of malaria is still hindered by the problem of quick and accurate diagnosis. Microscopic test has some weaknesses which include lack of microscopic power man and testing time. World Health Organization (WHO) with help of some experts in this field has found a new method using immunochromatography (ICT). To determine the effectively of this instrument in detecting malaria, diagnostic test need to be carried out and compared to microscopic test. The research was conducted to 70 samples of malaria suspect in General Hospital of Abdoel Moeloek, Lampung Province, Each sample was check microscopically and then checked using ICT. The result showed that there were 5.7% and 94.3% of total sample were positive and negative suspect, respectively. The result of ICT test has sensitivity of 100%, specificity of 98%, positive prediction value of 90% and negative prediction value of 80%. Keywords: imunochromatogrphy, microscopic, malaria diagnosis
ABSTRAK Pemberantasan malaria masih terkendala masalah penentuan diagnosis yang cepat dan tepat. Pemeriksaan mikroskopik memiliki kelemahan, diantaranya jumlah tenaga mikroskopis dan waktu pemeriksaan. WHO bersama dengan para ahli telah menemukan metode baru dengan menggunakan imunokromatografi (ICT). Untuk menentukan efektivitas alat ini dalam mendeteksi malaria, perlu dilakukan penelitian uji diagnostik yang dibandingkan dengan pemeriksaan mikroskopik. Penelitian dilakukan terhadap 70 sampel suspect malaria di Rumah Sakit Umum Daerah Abdoel Moeloek, Provinsi Lampung. Setiap sampel diperiksa dengan mikroskopik kemudian dilanjutkan dengan dengan ICT. Berdasarkan penelitian, ditemukan hasil positif 5,7% dan negatif 94,3% dari total sampel. Hasil penelitian menunjukkan ICT memiliki sensitivitas 100%, spesifisitas 98%, nilai prediksi positif 80%, dan nilai prediksi negatif 100%. Kata kunci : imunokromatografi, mikroskopik, diagnosis malaria
1. PENDAHULUAN Malaria banyak terjadi di Indonesia, khususnya di Propinsi Lampung dengan beberapa kabupaten dan kota yang menjadi pusat penyebaran infeksi1). Spesies yang paling banyak menyebabkan infeksi malaria adalah Plasmodium falciparum dan P. vivax2). Peranan endemisitas malaria, migrasi penduduk yang cepat, serta perpindahan dan kepergian penduduk dari daerah endemik, secara tidak langsung mempengaruhi peningkatan kejadian malaria. Tingginya angka penyakit malaria memunculkan kendala mengenai kesulitan mendiagnosa secara cepat dan tepat3). Kepentingan untuk mendapatkan diagnosis yang cepat dan tepat pada penderita yang diduga menderita malaria merupakan tantangan untuk mendapatkan uji atau metode laboratorik yang efektif, mudah dilakukan, serta ekonomis3). Kurangnya jumlah mikroskopis yang terlatih dan waktu pemeriksaan yang lebih lama jika menggunakan mikroskop, menyebabkan masalah semakin sulit dipecahkan jika hanya mengandalkan metode mikroskopik yang selama ini merupakan gold standard dalam pemeriksaan laboratorium malaria3).
8
2010 FMIPA Universitas Lampung
J. Sains MIPA, April 2010, Vol. 16, No. 1
Penelitian terbaru telah mengembangkan alat uji diagnostik cepat malaria dengan menggunakan metode imunokromatografi4). Alat ini mengandung antibodi monoklonal HRP-2 (Histidine Rich Protein-2) untuk P. falciparum dan pLDH (parasite Lactate Dehydrogenase) untuk mengetahui P. vivax sebagai indikator infeksi yang akan bereaksi terhadap antigen malaria yang dari preparat darah tepi yang bisa di ambil dari ujung jari maupun dengan jarum suntik3). Tujuan penelitian adalah untuk mengetahui efektivitas metode pemeriksaan imunokromatografi dalam mendeteksi infeksi malaria.
2. METODE PENELITIAN Penelitian dilakukan di Laboratorium Patologi Klinik RSUD. H. Abdul Moeloek, Bandar Lampung pada bulan Juni sampai dengan Juli 2009. Sampel yang diambil adalah pasien yang memeriksakan diri ke Laboratorium Patologi Klinik RSUD. H. Abdul Moeloek Bandar Lampung dengan gejala klinis malaria. Besar sampel dihitung berdasarkan cara hitung uji diagnostik5). Ditentukan pula interval kepercayaan (p) yang dikehendaki sebesar 95% (0,05). Dari perhitungan didapatkan jumlah sampel sebanyak 70 orang agar memenuhi tingkat kepercayaan yang diinginkan. Pasien yang menjadi kriteria inklusi adalah pasien dengan gejala klinis malaria berupa panas > 38º dengan atau tidak disertai menggigil, Demam intermitten 2 hari atau lebih, Sakit otot atau sakit kepala, dan bersedia di ambil darahnya. Pasien tidak akan diambil menjadi probandus jika panasnya disertai kaku kuduk, infeksi telinga tengah, infeksi saluran kemih, dan jumlah darah tidak mencukupi untuk dilakukan pemeriksaan lanjutan selain mikroskopik. Pasien yang datang dengan gejala klinis malaria akan mengisi lembar persetujuan (informed consent), lalu diambil darahnya sebanyak 5 mL, kemudian diletakkan dalam tube yang mengandung antikoagulan EDTA. Pemeriksaan awal dilakukan dengan mikroskop. Selanjutnya, baik yang dinyatakan positif malaria maupun negatif akan diteruskan dengan pemeriksaan imunokromatografi untuk mengetahui ketepatan diagnosis dari alat imunokromatografi tersebut. Data yang telah diperoleh dari proses pengumpulan data berupa data kualitatif jenis infeksi malaria yang disebabkan oleh parasit P. falciparum, P. vivax, infeksi campuran, atau tidak kedua-duanya. Pengolahan data dilakukan dengan uji statistik melalui analisis kualitatif dengan menggunakan uji Mc Nemar. Analisis data digunakan untuk mengetahui sensitivitas, spesifisitas, nilai prediksi positif, dan nilai prediksi negatif dari metode ICT, kemudian penilaian mengenai cost effectiveness dibandingkan secara langsung.
3. HASIL DAN PEMBAHASAN Sebanyak 70 sampel diperiksa dengan metode mikroskopik dan imunokromatografi. Pemeriksaan yang telah dilakukan pada sampel dikelompokkan seperti tampak pada Tabel 1. Tabel 1. Hasil pemeriksaan dengan mikroskop dan imunokromatografi. Hasil Pemeriksaan
Pemeriksaan Mikroskopis
Positif Negatif Total
4 66 70
Pemeriksaan Imunokromatografi 5 65 70
Penegakan diagnosis malaria dengan dengan menggunakan metode imunokromatografi didapatkan hasil positif sebanyak lima pasien. Tiga dari lima pasien yang positif merupakan penderita malaria falciparum sedangkan sisanya adalah penderita malaria vivax. Hasil ini kemudian dibandingkan dengan pemeriksaan mikroskopik yang menunjukkan hasil positif sebanyak empat pasien, tiga pasien menderita malaria falciparum dan satu pasien malaria vivax. Hasil pemeriksaan berdasarkan spesies tampak pada Tabel 2.
2010 FMIPA Universitas Lampung
9
Johns F. Suwandi dkk…. Efektivitas Penegakan Diagnosis Malaria
Tabel 2. Hasil pemeriksaan berdasarkan spesies. Hasil Pemeriksaan Plasmodium falciparum Plasmodium vivax Infeksi campuran Negatif Total
Pemeriksaan Mikroskopis 3 1 0 66 70
Pemeriksaan Imunokromatografi 3 2 0 65 70
Nilai sensitivitas yang dihitung dari total keseluruhan sampel sebesar 100%, spesifisitas 98%, nilai prediksi positif sebesar 80%, dan nilai prediksi negatif 100%. Uji statistik yang dilakukan (p > 0,05) didapatkan nilai p = 0,5 sehingga diketahui bahwa tidak terdapat perbedaan yang bermakna antara metode imunokromatografi dan mikroskopis. Perbedaan hasil pemeriksaan antara metode imunokromatografi dan mikroskopis seperti tampak pada Tabel 3 dapat dipengaruhi oleh beberapa faktor. Faktor-faktor yang mempengaruhi yaitu jumlah parasit yang terdapat dalam darah penderita, derajat endemisitas suatu daerah malaria yang menyebabkan peningkatan kekebalan tubuh penderita, serta obat yang diminum pasien sebelum berobat ke layanan kesehatan6). Perbedaan jumlah antigen yang dihasilkan spesies Plasmodium juga dapat mempengaruhi pemeriksaan, hal ini disebabkan oleh jenis eritrosit yang terinfeksi. Plasmodium falciparum menyerang semua stadium eritrosit, sedangkan P. vivax hanya menyerang eritrosit muda/retikulosit. Hal ini tentunya akan menghasilkan jumlah parasitemia yang berbeda pula, sehingga pada akhirnya jumlah antigen yang beredar dalam darah juga akan berbeda7). Antigen parasit juga masih beredar dalam darah 14 hari setelah hilangnya parasitemia pasca pengobatan. Munculnya reaksi silang dengan faktor rheumatoid dapat juga mengakibatkan munculnya hasil positif palsu pada imunokromatografi8). Perbandingan cost effectiveness metode imunokromatografi dan mikroskopik dilakukan dengan melihat enam parameter pembanding (Tabel 3). Dari parameter harga pada imunokromatografi didapatkan harga yang lebih mahal dari metode mikroskopis, tetapi harga ini tentunya sepadan dengan kemudahan yang ditawarkan dalam penggunaannya6). Tabel 3. Perbandingan metode mikroskopis dan imunokromatografi berdasarkan cost effectiveness. Parameter Pembanding Harga Pemeriksaan Perlengkapan Penggunaan Waktu pemeriksaan Sensitivitas dan spesifisitas
Mikroskopik Rp 11.200,00 Mikroskop Butuh pelatihan dan pengalaman seorang mikroskopis. 30 menit 100 % dan 100%
Imunokromatografi Rp 25.000,00 Strip Pelatihan singkat atau membaca petunjuk pemakaian. 10 menit 100% dan 98%
Ambang batas parasitemia
5-10 parasit/µl darah
100 parasit/µl darah
Peralatan yang digunakan juga sederhana karena hanya membutuhkan strip uji tanpa membutuhkan mikroskop sebagai alat bantu pemeriksaan3). Mikroskop membutuhkan investasi yang besar, dan tidak semua tempat penyedia layanan kesehatan memiliki fasilitas mikroskop untuk pemeriksaan penunjang. Keuntungan ini membuat imunokromatografi cocok jika digunakan pada daerah terpencil yang tidak terdapat pemeriksaan mikroskopik. Alat ini juga sangat berguna bagi orang-orang yang akan bepergian dan akan tinggal lama di daerah endemis malaria6) Hasil pemeriksaan juga dapat diketahui dengan cepat sekitar 5 sampai dengan 15 menit dengan hanya menambahkan buffer yang diletakkan dalam tabung reaksi9). Kemudahan yang ditawarkan berguna pada saat dibutuhkan suatu pemeriksaan penunjang dalam keadaan darurat seperti di unit gawat darurat rumah sakit atau sedang terjadi wabah malaria di daerah terpencil (remote area). 10
2010 FMIPA Universitas Lampung
J. Sains MIPA, April 2010, Vol. 16, No. 1
Sensitivitas dan spesifisitas pemeriksaan dengan imunokromatografi tidak memberikan nilai yang berbeda secara signifikan jika dibandingkan dengan metode standar. Hasil perhitungan nilai sensitivitas dan spesifisitas sudah diatas standar minimal yang ditetapkan oleh WHO yaitu sebesar 95%. Penelitian dengan metode pemeriksaan yang sama juga pernah dilakukan oleh beberapa peneliti diberbagai negara dan ditemukan hasil yang beragam. Perbedaan hasil dapat diakibatkan oleh perbedaan respon imun yang dimiliki tiap orang terhadap malaria. Pada orang yang belum mempunyai kekebalan, gejala klinis sudah tampak walaupun jumlah parasitnya masih dibawah 100 parasit/µl, sehingga alat belum dapat menunjukkan hasil yang sebenarnya10). Kekurangan yang ada pada alat ini adalah ambang batas parasit yang dapat terdeteksi. Alat imunokromatografi memiliki ambang batas parasit yang masih lebih tinggi dibandingkan dengan mikroskopik, sehingga pada kadar parasitemia yang rendah alat ini kurang sensitif12). Kondisi seperti ini yang masih membuat alat ini hanya bersifat sebagai metode pengganti atau sebagai alat untuk follow-up selama pengobatan atau pasca pengobatan malaria, jika tidak ada pemeriksaan mikroskopik sebagai standar6).
4. KESIMPULAN DAN SARAN Uji imunokromatografi memiliki sensitivitas, spesifisitas, dan cost effectiveness yang sama baiknya dengan metode standar.
UCAPAN TERIMA KASIH Ucapan terima kasih penulis sampaikan kepada Prof. Dr. dr. Efrida Warganegara, M.Kes., SpMK selaku ketua Program Studi Pendidikan Dokter Universitas Lampung, dr. Wirman selaku Direktur RSUAM Bandar Lampung, dan Seluruh Staf Laboratorium Patologi Klinik RSUAM yang telah membantu terlaksananya penelitian ini. Tak lupa penulis juga mengucapkan terima kasih kepada seluruh pasien/sukarelawan yang telah berpartisipasi dalam penelitian ini, kesedian anda untuk ikut serta dalam penelitian ini sangat bermanfaat dalam pengembangan ilmu pengetahuan bidang kedokteran.
DAFTAR PUSTAKA 1.
Dinkes Propinsi Lampung. 2008. Status Malaria di Provinsi Lampung, Dinas Kesehatan Provinsi Lampung, 2008.
2.
Sudoyo, A. W., Setiyohadi, B., Alwi, I., Simadibrata, K. M. dan Setiati, S. 2007. Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam jilid III. Jakarta: FKUI.
3.
Arum, L. I., Purwanto, A. P., Arfi, S., Tetrawindu, H., Octora, M., Mulyanto, Surayah, K. dan Amanukarti. 2006. Uji Diagnostik Plasmodium Malaria Menggunakan Metode Imunokromatografi Diperbandingkan Dengan Pemeriksaan Mikroskopis. Indo. J. Clin. Pathol. Med. Lab., 12 (3), 118-122.
4.
Wongsrichanalai, C., Arevalo, I., Laoboonchai, A., Yingyuen, K., Miller, R. S., Magill, A. J., Forney, J. R. and Gasser, R.A.J. 2003. Rapid diagnostic devices for malaria: field evaluation of a new prototype immunochromatographic assay for the detection of Plasmodium falciparum and non-falciparum Plasmodium. Am. J. Trop. Med. Hyg., 69, 26-30.
5.
Sastroasmoro, S. dan Ismael, S. 1995. Dasar-Dasar Metodologi Penelitian Klinis. Jakarta: Binarupa Aksara.
6.
Setyaningrum, E., Djoko, S. H., Santoso, B., Marina, Sutanto, I. dan Laihad. J.F. 2007. Paracheck® sebagai alat diagnosis malaria falciparum di Puskesmas Hanura, Padang Cermin, Lampung Selatan. J. sains MIPA, 13, 121-124.
2010 FMIPA Universitas Lampung
11
Johns F. Suwandi dkk…. Efektivitas Penegakan Diagnosis Malaria
7.
Weatherall, D. J., Miller, L. H., Baruch, D. I., Marsh, K., Doumbo, O.K., Casals-Pascual, C. and Roberts, D.J. 2002. Malaria and the red cell. Hematology, 1, 35-57.
8.
Sutanto, I. 2005. Berbagai Tantangan Diagnosis dan Pengobatan Malaria Pada Permulaan Abad XXI. Pidato Pada Upacara Pengukuhan Sebagai Guru Besar Tetap Dalam Ilmu Parasitologi. FKUI.
9.
Agustini, S. M. dan Widijanti, A. 2004. Nilai Diagnostik Uji Imunokromatografi Pada Infeksi Malaria. Medika, XXX, 626-630.
10.
Murray, C. K., Gasser Jr., R. A., Magill, A. J., Miller, R. S. 2008. Update on Rapid Diagnostic Testing for Malaria. Clin. Microbiol. Rev., 21 (1), 97–110.
11.
Kakkilaya, B. S. 2003. Rapid Diagnosis of Malaria. Lab. Medicine, 8 (34), 602-608.
12.
Tjitra, E., Suprianto, S., Dyer, M., Currie, B. J. and Anstey, N. M. 1999. Field evaluation of the ICT malaria P.f/P.v immunochromatographic test for detection of Plasmodium falciparum and Plasmodium vivax in patients with a presumptive clinical diagnosis of malaria in eastern Indonesia. J. Clin. Microbiol., 37, 2412–2417.
12
2010 FMIPA Universitas Lampung