EFEKTIVITAS PENAMBAHAN SIMPLISIA RIMPANG TEMULAWAK Curcuma xanthorrhiza Roxb. PADA PAKAN IKAN NILA Oreochromis niloticus TERHADAP INFEKSI Streptococcus agalactiae
SITA PANCA RINI
DEPARTEMEN BUDIDAYA PERAIRAN FAKULTAS PERIKANAN DAN ILMU KELAUTAN INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR 2014
PERNYATAAN MENGENAI SKRIPSI DAN SUMBER INFORMASI SERTA PELIMPAHAN HAK CIPTA* Dengan ini saya menyatakan bahwa skripsi berjudul “Efektivitas Penambahan Simplisia Rimpang Temulawak Curcuma xanthorrhiza Roxb. pada Pakan Ikan Nila Oreochromis niloticus Terhadap Infeksi Streptococcus agalactiae” adalah benar karya saya dengan arahan dari komisi pembimbing dan belum diajukan dalam bentuk apa pun kepada perguruan tinggi mana pun. Sumber informasi yang berasal atau dikutip dari karya yang diterbitkan dan tidak diterbitkan dari penulis lain telah disebutkan dalam teks dan dicantumkan dalam Daftar Pustaka di bagian akhir skripsi ini. Dengan ini saya melimpahkan hak cipta dari karya tulis saya kepada Institut Pertanian Bogor. Bogor, Juli 2014 Sita Panca Rini NIM C14100054
ABSTRAK SITA PANCA RINI. Efektivitas Penambahan Simplisia Rimpang Temulawak Curcuma xanthorrhiza Roxb. pada Pakan Ikan Nila Oreochromis niloticus Terhadap Infeksi Streptococcus agalactiae. Dibimbing oleh MUNTI YUHANA dan ANGELA MARIANA LUSIASTUTI. Streptococcus agalactiae adalah bakteri yang menyebabkan penyakit Streptococcosis pada ikan nila. Tujuan penelitian ini adalah menguji efektivitas pemberian simplisia rimpang temulawak melalui pakan terhadap respons imun ikan nila yang diinfeksi S. agalactiae. Pada penelitian ini, dosis simplisia rimpang temulawak, yaitu 25; 50; dan 200 gr/kg pakan. Ikan kontrol hanya diberi pakan komersial tanpa suplementasi rimpang temulawak. Setelah itu, ikan diuji tantang secara injeksi dengan kepadatan sel S. agalactiae 4.0x109 CFU/ml. Perlakuan simplisia rimpang temulawak tidak memberikan nilai kelangsungan hidup yang berbeda nyata (P>0.05) dengan kontrol positif pascauji tantang. Perlakuan 50 gr/kg pakan dan 200 gr/kg pakan dapat meningkatkan kadar lisozim pada prauji tantang (597 UI/ml/menit dan 717 UI/ml/menit) dan pascauji tantang (671 UI/ml/menit dan 1488 UI/ml/menit) ikan nila selama penelitian. Pemberian simplisia rimpang temulawak dapat menurunkan laju pertumbuhan spesifik harian pada perlakuan 25; 50; dan 200 gr/kg pakan (0.29%, 0.53%, dan 1.57%) dibandingkan dengan kontrol tapi cenderung meningkatkan tingkat konversi pakan ikan nila (0.01, 0.04, dan 0.15). Kata kunci: ikan nila, pakan, simplisia, S. agalactiae, temulawak.
ABSTRACT SITA PANCA RINI Efficacy of Curcuma xanthorrhiza Roxb. Simplicia as Feed Supplementation in Oreochromis niloticus against Streptococcus agalactiae Infection. Supervised by MUNTI YUHANA and ANGELA MARIANA LUSIASTUTI. Streptococcus agalactiae is a common causative agent for Streptococcosis in tilapia. The purpose of this research was to evaluate the efficacy of Curcuma xanthorrhiza Roxb. simplicia feed supplementation tilapia immune systems against the S. agalactiae infection. This research applied different dosages of C. xanthorrhiza Roxb. ie 25; 50; and 200 gr/kg feed. The control treatment was fed only by commercial feed without C. xanthorrhiza Roxb. After that, the fish were challenged with pathogenic cells at concentration of 4.0 x 109 CFU/ml. Supplementation of dietary treatments did not result significant (P>0.05) effect on the survival rate compared to positive control. Treatment of 50 gr/kg feed and 200 gr/kg feed improved the immune systems of tilapia especially on lysozyme before challange test (597 UI/ml/minute and 717 UI/ml/minute) and after challenge test (671 UI/ml/minute and 1488 UI/ml/minute). The C. xanthorrhiza Roxb. feed supplementation decreased the specific growth rate in treatment 25; 50; and 200 gr/kg feed (0.29%, 0.53%, and 1.57%) compared with control but increased the feed convertion ratio (0.01, 0.04, and 0.15) respectively. Keywords: tilapia, feed, simplicia, S. agalactiae, C. xanthorrhiza Roxb.
EFEKTIVITAS PENAMBAHAN SIMPLISIA RIMPANG TEMULAWAK Curcuma xanthorrhiza Roxb. PADA PAKAN IKAN NILA Oreochromis niloticus TERHADAP INFEKSI Streptococcus agalactiae
SITA PANCA RINI
Skripsi sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Perikanan pada Departemen Budidaya Perairan
DEPARTEMEN BUDIDAYA PERAIRAN FAKULTAS PERIKANAN DAN ILMU KELAUTAN INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR 2014
Judul Skripsi : Efektivitas Penambahan Simplisia Rimpang Temulawak Curcuma xanthorrhiza Roxb. pada Pakan Ikan Nila Oreochromis niloticus Terhadap Infeksi Streptococcus agalactiae Nama : Sita Panca Rini NIM : C14100054 Program Studi : Teknologi dan Manajemen Perikanan Budidaya
Disetujui oleh
Dr. Munti Yuhana, SPi, MSi Pembimbing I
Dr. drh. Angela Mariana Lusiastuti, MSi Pembimbing II
Diketahui oleh
Dr. Ir. Sukenda, MSc Ketua Departemen
Tanggal Lulus:
PRAKATA Segala puji dan syukur penulis panjatkan kehadirat Allah SWT yang telah melimpahkan rahmat dan karunia-Nya sehingga penulisan dapat menyelesaikan penyusunan skripsi yang berjudul “Efektivitas penambahan simplisia rimpang temulawak Curcuma xanthorrhiza Roxb. pada pakan ikan nila Oreochromis niloticus terhadap infeksi Streptococcus agalactiae”. Penelitian ini dilaksanakan pada bulan November 2013 hingga Desember 2013 yang bertempat di Balai Penelitian dan Pengembangan Budidaya Air Tawar Bogor (BPPBAT). Pada kesempatan ini, penulis mengucapkan terima kasih kepada: 1. Dr. Munti Yuhana, SPi, MSi dan Dr. drh. Angela Mariana Lusiastuti, MSi selaku dosen pembimbing yang telah memberikan bimbingan dan masukan kepada penulis. 2. Bapak Dr. Alimuddin SPi, MSc selaku dosen penguji utama dan ibu Dr. Ir. Mia Setiawati, MSi selaku dosen penguji dari komisi pendidikan atas kritik dan saran yang telah diberikan penulis untuk perbaikan skripsi ini. 3. Ir. Dadang Shafrudin, MSi selaku dosen pembimbing akademik yang telah memberikan masukan, semangat, dan motivasi. 4. Lembaga Institut de Recherce Pour le Developpement (IRD) dan Ethnobotany for Sustainable Therapy in Aquaculture and Food Safety (ESTAFS) Prancis yang telah mendanai penulis dalam penelitian ini. 5. Dr. Domenico Caruso yang mengikut sertakan penulis dalam proyek penelitian ini. 6. Para staff dan laboran patologi (P. Wahyu dan P. Edi) Balai Penelitian dan Pengembangan Budidaya Air Tawar Bogor (BPPBAT). 7. Papa, mama, kakak, dan kedua adik serta seluruh keluarga, atas segala doa, dukungan, dan kasih sayangnya. 8. Indriyani Anggi Pramesti dan Edwina D. yang menjadi partner penelitian 9. Teman-teman (Intan, Septi, Arum, Amal, Euis, Vani, Mungil, Ratna, Tiwi) dan semua teman-teman BDP 47 atas segala dukungan dan bantuannya. 10. Pak Ranta dan teman-teman LKI atas bantuan dan kerjasamanya. Diantara kelebihan dan kekurangannya, semoga skripsi ini dapat memberikan manfaat bagi yang memerlukannya.
Bogor, Juli 2014 Sita Panca Rini
DAFTAR ISI DAFTAR TABEL...........................................................................................
vi
DAFTAR GAMBAR......................................................................................
vi
DAFTAR LAMPIRAN..................................................................................
vi
PENDAHULUAN..........................................................................................
1
Latar Belakang............................................................................................
1
Tujuan Penelitian........................................................................................
1
METODE.......................................................................................................
2
Prosedur Penelitian.....................................................................................
2
Rancangan Penelitian.................................................................................
4
Parameter Penelitian dan Analisis Data.....................................................
5
HASIL DAN PEMBAHASAN......................................................................
7
Hasil............................................................................................................
7
Pembahasan................................................................................................
11
KESIMPULAN DAN SARAN......................................................................
14
Kesimpulan.................................................................................................
14
Saran...........................................................................................................
15
DAFTAR PUSTAKA....................................................................................
15
LAMPIRAN...................................................................................................
18
RIWAYAT HIDUP........................................................................................
28
DAFTAR TABEL 1 Rancangan perlakuan pemberian pakan simplisia rimpang temulawak dengan dosis berbeda pada ikan nila (prauji tantang)............................... 2 Rancangan perlakuan pemberian pakan simplisia rimpang temulawak dengan dosis berbeda pada ikan nila (pascauji tantang)........................... 3 Parameter kualitas air, satuan, dan alat ukur selama pemeliharaan.......... 4 Hasil analisis histopatologi organ ikan uji................................................ 5 Kisaran kualitas air dalam media pemeliharan ikan nila selama prauji tantang.......................................................................................................
4 4 6 10 11
DAFTAR GAMBAR 1 Skema prosedur penelitian......................................................................... 2 Kelangsungan hidup ikan nila (a) prauji tantang dan (b) pascauji tantang....................................................................................................... 3 Laju pertumbuhan spesifik harian (specific growth rate/SGR) ikan nila prauji tantang............................................................................................. 4 Tingkat konversi pakan (feed conversion ratio/FCR) ikan nila prauji tantang....................................................................................................... 5 Hasil uji respiratory burst activity ikan nila (a) prauji tantang dan (b) pascauji tantang......................................................................................... 6 Hasil uji lisozim ikan nila (a) prauji tantang dan (b) pascauji tantang......
2 7 8 8 9 10
DAFTAR LAMPIRAN 7 Komponen penyusun rimpang temulawak (Curcuma xanthorrhiza)........ 8 Ikhtisar berbagai penelitian penanganan bakteri Streptococcus agalactiae.................................................................................................. 9 Prosedur pengujian respiratory burst activity........................................... 10 Prosedur pengujian lisozim....................................................................... 11 Prosedur histopatologi............................................................................... 6 a) Analisis statistik kelangsungan hidup ikan nila prauji tantang............. b) Analisis statistik kelangsungan hidup ikan nila pascauji tantang....... 7 Analisis statistik laju pertumbuhan spesifik harian ikan nila selama 25 hari............................................................................................................. 8 Analisis statistik tingkat konversi pakan ikan nila selama 25 hari............ 9 a) Analisis statistik respiratory burst activity ikan nila pada hari ke-25... b) Analisis statistik respiratory burst activity ikan nila pada hari ke-45... 10 a) Analisis statistik lisozim ikan nila pada hari ke-25............................... b) Analisis statistik lisozim ikan nila pada hari ke-45............................... 11 Gambar histopatologi organ ikan nila....................................................... 12 Gambar ikan nila yang terinfeksi Streptococcus agalactiae.....................
18 18 21 21 22 22 23 23 23 24 24 25 25 26 27
PENDAHULUAN Latar Belakang Ikan nila (Oreochromis niloticus) merupakan komoditas perikanan air tawar unggulan di Indonesia hingga saat ini. Ikan nila memiliki pertumbuhan yang relatif cepat, namun mudah terserang penyakit Streptococcosis yang salah satunya diakibatkan oleh bakteri Streptococcus agalactiae. Wabah penyakit Streptococcosis bersifat akut dan menyebabkan kematian yang tinggi hingga 100% pada ikan budidaya (Hernandez et al. 2009). Penyakit Streptococcosis muncul akibat ketahanan tubuh ikan yang rendah dalam menghadapi serangan penyakit bakterial (Yuasa et al. 2008). Penggunaan antibiotik merupakan alternatif yang mudah dan cepat untuk mencegah dan mengobati penyakit tersebut. Saat ini penggunaan antibiotik pada budidaya ikan konsumsi telah dilarang karena memiliki residu yang berbahaya. Menurut Noga (2000), penggunaan antibiotik sebagai obat dapat menimbulkan resistensi bakteri terhadap antibiotik tertentu. Sifat resisten ini dapat disebarkan oleh sesama bakteri, sehingga penggunaan antibiotik dengan intensitas yang relatif tinggi dapat menimbulkan berbagai permasalahan. Fitofarmaka adalah obat yang berasal dari bahan alam terutama dari bahan nabati yang khasiatnya jelas, baik berupa simplisia maupun bahan yang telah diekstraksi (Dewoto 2007). Penggunaan fitofarmaka merupakan alternatif yang ramah lingkungan untuk menanggulangi penyakit Streptococcosis. Salah satu fitofarmaka yang dapat digunakan adalah temulawak (Curcuma xanthorrhiza Roxb.). Tanaman ini berasal dari Indonesia dan telah digunakan untuk meningkatkan kesehatan manusia maupun pada hewan (Mangunwardoyo et al. 2012). Rimpang temulawak mengandung protein, pati, zat warna kuning kurkuminoid, dan minyak atsiri (Lampiran 1). Minyak atsiri pada temulawak mengandung xanthorizol, kamfor, tumerol, feladren, tolilmetilkarbinol, arkurkumen, zingiberen, kuzerenon, germakron, dan b-tumeron (Rahardjo dan Rostiana 2003). Xanthorrizol dari rimpang temulawak dapat menghambat pertumbuhan bakteri Streptococcus mutans. Ekstrak temulawak dalam etanol 96% menghambat pertumbuhan Staphylococcus aureus dan Staphylococcus epidermidis (Mangunwardoyo et al. 2012). Berbagai penelitian telah dilakukan untuk menanggulangi penyakit Streptococcosis yang diakibatkan oleh S. agalactiae (Lampiran 2), namun penggunaan fitofarmaka untuk penyakit ini masih belum dilakukan. Penelitian ini menggunakan simplisia rimpang temulawak (C. xanthorrhiza Roxb.) yang dicampurkan ke dalam pakan ikan uji dan diharapkan mampu meningkatkan sistem imun pada ikan uji selama pemeliharaan.
Tujuan Penelitian Penelitian ini bertujuan menguji pengaruh dosis pemberian simplisia rimpang temulawak dalam pakan terhadap respons imun ikan nila dalam upaya mengendalikan penyakit Streptococcosis.
2
METODE Prosedur Penelitian Gambar 1 merupakan skema dari kegiatan penelitian yang telah dilakukan. Karantina ikan, aklimatisasi ikan, dan pembuatan pakan uji dilakukan sebelum pemberian perlakuan, yaitu sebelum hari ke-0. Pemberian perlakuan dilakukan dari hari ke-0 hingga hari ke-45. Selama pemberian perlakuan juga dilakukan persiapan bakteri S. agalactiae, uji respiratory burst activity (RBA), uji lisozim, histopatologi, dan uji tantang dengan bakteri S. agalactiae.
Gambar 1. Skema prosedur penelitian Persiapan Wadah Persiapan wadah meliputi pencucian akuarium dan peralatan resirkulasi, penyusunan akuarium, pengisian air serta penyetingan aerasi. Akuarium plastik berukuran 45 x 35 x 30 cm3 dan akuarium kaca berukuran 99 x 49.5 x 60 cm3 serta peralatan resirkulasi dicuci bersih menggunakan disinfektan yang mengandung NaHClO3 5.25% sebanyak 100 ml dalam 30 liter air. Setelah itu, akuarium dan peralatan resirkulasi dikeringkan selama 3-4 jam, kemudian dilakukan penyusunan akuarium serta peralatan resirkulasi. Akuarium plastik dan akuarium kaca diisi dengan air tandon setinggi 25 cm dan 45 cm. Sistem aerasi dipasang menggunakan blower, selang aerasi, dan batu aerasi. Akuarium yang telah diisi air diaerasi kuat selama 24 jam. Persiapan Ikan Uji Ikan yang digunakan adalah ikan nila dengan bobot rata-rata per ekor 25±4.45 gram yang didatangkan dari Kemang, Bogor. Ikan uji dikarantina di dalam akuarium stok berukuran 1 x 0.6 x 0.5 m3 dengan tinggi air 0.4 m selama 7 hari. Pada awal karantina, ikan direndam dalam larutan formalin sebanyak 20 ppm untuk menghilangkan parasit atau patogen yang menempel pada tubuh ikan.
3 Setelah itu, ikan dianestesi menggunakan minyak cengkih sebanyak 0.02 ml/L air. Ikan uji dapat pingsan selama 2-3 menit. Bobot dan panjang total ikan uji diukur sebelum dipindahkan ke akuarium plastik dengan kepadatan 15 ekor/akuarium. Ikan uji diadaptasikan selama 7 hari di akuarium plastik. Selama masa pengadaptasian, ikan diberi pakan komersial dan dilakukan pergantian air setiap hari sebesar 25%. Ikan uji dipelihara dalam akuarium plastik yang menggunakan sistem resirkulasi dengan debit air 1.07 L/menit. Setelah 25 hari, ikan diuji tantang dan dipindahkan ke akuarium kaca tanpa sistem resirkulasi. Pembuatan Pakan Temulawak (Curcuma xanthorriza Roxb.) Rimpang temulawak diperoleh dari Balai Penelitian Tanaman Rempah dan Obat (BALITRO), Bogor. Rimpang temulawak dicuci bersih kemudian diparut dengan ketebalan seragam dan dikeringkan dengan oven bersuhu 50°C selama 2 hari. Rimpang yang telah kering dihaluskan dan diayak dengan mesin pengayak (amplitudo 1.5 mm/detik selama 2 menit) sehingga diperoleh partikel berukuran 425 µm. Setelah itu, dilakukan repelleting pakan dengan komposisi simplisia rimpang temulawak, pakan komersial 1 kg, tapioka (binder) 20 gram, dan air panas sebanyak 400 ml. Pakan dibentuk ulang dengan diameter 2 mm menggunakan alat pencetak pakan, kemudian dikeringkan dalam oven bersuhu 50°C selama 1 hari. Pakan yang telah jadi dikemas dan disimpan dalam refrigerator untuk menghindari kontaminasi seperti jamur. Persiapan Bakteri Streptococcus agalactiae Bakteri S. agalactiae digunakan untuk uji tantang pada hari ke-25. Sebelumnya S. agalactiae dilakukan postulat Koch yang bertujuan untuk meningkatkan patogenitas dari bakteri. Bakteri tersebut disuntikkan ke ikan dengan kepadatan 108 CFU/ml dengan volume 0.2 ml/ekor dan diamati gejala klinisnya selama 5-7 hari. Setelah gejala klinis muncul maka ikan tersebut diisolasi (mata dan otak) di media BHIA untuk mendapatkan bakteri patogen S. agalactiae. Postulat Koch dilakukan sebanyak 3 kali. Setelah itu, dilakukan uji tantang dengan cara bakteri S. agalactiae dikultur dalam media BHIB selama 36 jam pada suhu 32°C, kemudian disentrifugasi dan diambil endapan bakteri. Endapan bakteri diencerkan dengan PBS dan diukur turbiditasnya dengan spektrofotometer tipe genesys 10 uv pada panjang gelombang 625 nm hingga mendapatkan absorbansi 0.08-0.13. Nilai absorbansi tersebut setara dengan 4.0x109 CFU/ml dan digunakan untuk penyuntikan dalam uji tantang (Dernuet 1995). Volume bakteri yang disuntikkan ke ikan adalah 0.2 ml/ekor. Pengambilan Darah Ikan Uji Pengambilan darah ikan uji dilakukan untuk uji analisa darah, yaitu respiratory burst activity dan lisozim. Ikan yang digunakan untuk pengujian tersebut berjumlah 3 ekor setiap akuarium dengan volume darah yang diambil sebanyak 1 ml. Pengambilan darah dilakukan dengan mengambil ikan uji yang telah direndam dalam larutan minyak cengkih 0.02 ml/L air. Ikan uji dapat pingsan selama 2-3 menit. Setelah itu, ikan uji diletakkan pada kain yang dibasahi air dan dilakukan pengambilan darah secara intramuskular dengan syringe. Darah sebanyak 1 ml dimasukkan ke dalam tabung mikro yang telah berisi antikoagulan (Na-Sitrat 3.8%).
4 Rancangan Penelitian Penelitian ini terdiri dari dua tahap, yaitu prauji tantang dan pascauji tantang. Penelitian pada tahap prauji tantang terdapat 4 perlakuan dengan 3 kali ulangan. Rancangan perlakuan penelitian tahap prauji tantang dapat dilihat pada Tabel 1. Tabel 1 Rancangan perlakuan pemberian pakan simplisia rimpang temulawak dengan dosis berbeda pada ikan nila (prauji tantang) Perlakuan K A B C
Keterangan Pemberian pakan komersial tanpa penambahan simplisia rimpang temulawak Pemberian pakan yang mengandung simplisia rimpang temulawak sebanyak 25 gram/kg pakan komersial Pemberian pakan yang mengandung simplisia rimpang temulawak sebanyak 50 gram/kg pakan komersial Pemberian pakan yang mengandung simplisia rimpang temulawak sebanyak 200 gram/kg pakan komersial
Ikan yang masih hidup dari 3 ulangan di penelitian tahap prauji tantang dijadikan 2 ulangan pada penelitian tahap pascauji tantang. Penelitian tahap pascauji tantang terdapat 5 perlakuan dengan 2 kali ulangan. Rancangan perlakuan penelitian tahap pascauji tantang dapat dilihat pada Tabel 2. Tabel 2 Rancangan perlakuan pemberian pakan simplisia rimpang temulawak dengan dosis berbeda pada ikan nila (pascauji tantang) Pelakuan KN (kontrol negatif)
KP (kontrol positif) A B C
Keterangan Pemberian pakan komersial tanpa penambahan simplisia rimpang temulawak dan tidak diuji tantang. Ikan KN berasal dari semua perlakuan pada penelitian prauji tantang dengan jumlah ikan 4 ekor setiap perlakuan. Pemberian pakan komersial tanpa penambahan simplisia rimpang temulawak dan diuji tantang. Ikan KP berasal dari perlakuan K pada penelitian prauji tantang Pemberian pakan yang mengandung simplisia rimpang temulawak sebanyak 25 gram/kg pakan komersial dan diuji tantang Pemberian pakan yang mengandung simplisia rimpang temulawak sebanyak 50 gram/kg pakan komersial dan diuji tantang Pemberian pakan yang mengandung simplisia rimpang temulawak sebanyak 200 gram/kg pakan komersial dan diuji tantang
Feeding rate diberikan sebanyak 3% dari biomassa ikan. Feeding frequency sebanyak 3 kali , yaitu pagi (08.00), siang (12.00), dan sore (16.00). Pemberian pakan perlakuan dilakukan secara restricted feeding selama 45 hari.
5 Parameter Penelitian dan Analisis Data Kelangsungan hidup Kelangsungan hidup pra dan pascauji tantang ikan uji dihitung dengan menggunakan rumus dari Effendi (1997): Kelangsungan hidup = Keterangan: Nt = Jumlah ikan akhir pemeliharaan No = Jumlah ikan awal pemeliharaan
Nt
No
x100%
Laju Pertumbuhan Spesifik Harian Laju pertumbuhan spesifik harian (specific growth rate/SGR) dihitung menggunakan rumus Ricker (1958): SGR = ((Ln Wt − Ln W0)/t) x100% Keterangan: SGR = Laju pertumbuhan spesifik (%hari) Wt = bobot rata-rata pada akhir perlakuan (gram) W0 = bobot rata-rata pada awal perlakuan (gram) t = lama pemeliharaan Tingkat Konversi Pakan Tingkat konversi pakan (feed conversion ratio/FCR) dihitung selama 25 hari pemeliharaan. Tingkat konversi pakan dihitung menggunakan rumus Zonneveld et al. (1991): F FCR = (Bt −Bo )+Bm Keterangan: FCR : Tingkat konversi pakan Bm : Bobot ikan mati (gram) Bt : Bobot ikan akhir (gram) F : Jumlah pakan (gram) Bo : Bobot ikan awal (gram) Respiratory Burst Activity Respiratory burst acitivity merupakan oksigen radikal yang dikeluarkan oleh makrofag dan neutrofil yang bersifat toksik terhadap patogen (Irianto 2005). Uji ini berfungsi untuk mengetahui jumlah oksigen radikal yang dikeluarkan oleh sel-sel fagositik. Pengujian respiratory burst activity dilakukan menggunakan metode Secombes (1990) yang dimodifikasi oleh Stasiak dan Bauman (1996) (Lampiran 3). Lisozim Lisozim merupakan enzim hidrolitik yang terdapat di dalam lendir, serum/plasma, dan sel-sel fagositik dari berbagai spesies ikan (Ellis 1990). Uji ini digunakan untuk mengetahui konsentrasi lisozim yang terdapat dalam plasma. Pengujian lisozim menggunakan metode Ellis (1990) (Lampiran 4). Satuan per unit aktivitas lisozim dihitung berdasarkan penurunan hasil pembacaan absorbansi untuk setiap 0.001/min/ml plasma. Hasil reduksi tersebut dimasukkan ke dalam rumus (Ellis 1990):
6 Konsentrasi lisozim (UI/ml/menit) = [(OD30s – OD4.5m) x 1000] x (1/(t x s)) Keterangan: 1000 = Konversi hasil absorbansi (OD) menjadi unit internasional (UI) t = waktu (menit) s = jumlah plasma (ml) OD30s = Pembacaan optikal densitas detik ke-30 OD4.5m = Pembacaan optikal densitas menit ke-4.5 Histopatologi Histopatologi adalah ilmu yang menelusuri penyakit secara mikroskopik dimana informasi yang diperoleh berupa gambaran perubahan organ atau jaringan (Pazra 2008). Metode yang digunakan, yaitu metode Humason (1967) yang terdapat pada Lampiran 5. Organ yang digunakan dalam histopatologi adalah hati dan ginjal. Hasil histopatologi dianalisis secara deskriptif, yaitu berdasarkan jumlah kerusakan pada organ ikan uji. Jika jumlah kerusakan organ hanya di satu tempat (fokal), di beberapa tempat (multifokal), dan di semua tempat (difus) maka diberi tanda +, ++, +++ (Adinata et al. 2012). Kualitas Air Kualitas air yang diamati, yaitu suhu, DO, pH, nitrit, nitrat, TAN, dan ammonia. Suhu, DO, pH diukur setiap hari, sedangkan nitrit, nitrat, dan TAN diukur satu minggu sekali. Nilai TAN dikonversi menjadi ammonia melalui rumus dari El shafai et al. (2004). 0.09018+2729.92 Nilai pKa = suhu +273 Nilai ammonia
=
nilai TAN
1+10𝑛𝑛𝑛𝑛𝑛𝑛𝑛𝑛𝑛𝑛 𝑝𝑝𝑝𝑝𝑝𝑝−𝑝𝑝𝑝𝑝
Tabel 3 di bawah ini merupakan parameter untuk mengukur kualitas air dan satuannya. Tabel 3 Parameter kualitas air, satuan, dan alat ukur selama pemeliharaan Parameter Suhu DO pH nitrit nitrat TAN
Satuan °C mg/l mg/l mg/l mg/l
Alat ukur DO meter DO meter pH meter Spektrofotometer Spektrofotometer Spektrofotometer
Analisis Data Data dianalisis menggunakan Microsoft Excel 2007, SPSS versi 18, dan secara deskriptif. Program SPSS digunakan untuk menganalisis parameter sintasan, laju pertumbuhan spesifik, tingkat konversi pakan, respiratory burst activity, dan lisozim. Histopatologi dan kualitas air dianalisis secara deskriptif.
7
HASIL DAN PEMBAHASAN Hasil
100 80
67.00 63.00
70.00
86.50
60 40 20
a
a
a
a
A
B
C
0 K
Perlakuan
(a)
Kelangsungan hidup (%)
Kelangsungan hidup (%)
Kelangsungan Hidup Data kelangsungan hidup ikan uji pada prauji tantang dan pascauji tantang diuji statistik pada Lampiran 6a dan 6b. Nilai kelangsungan hidup ikan uji disajikan pada Gambar 2. 100
90.00
80
80.00
91.00 86.50 91.00
60 40 20
a
a
a
a
a
KN
KP
A
B
C
0
Perlakuan
(b)
Keterangan: *Huruf yang berbeda menunjukkan hasil yang berbeda nyata (P<0.05) **K (kontrol), KN (kontrol negatif), KP (kontrol positif), A (dosis 25 gram/kg pakan), B (dosis 50 gram/kg pakan), C (dosis 200 gram/kg pakan)
Gambar 2. Kelangsungan hidup ikan nila (a) prauji tantang dan (b) pascauji tantang Berdasarkan Gambar 2, kelangsungan hidup ikan uji pra dan pascauji tantang pada semua perlakuan tidak memiliki nilai yang berbeda nyata (P>0.05). Dari data ini menunjukkan bahwa penambahan simplisia rimpang temulawak tidak berpengaruh terhadap kelangsungan hidup ikan uji pra dan pascauji tantang. Laju Pertumbuhan Spesifik Harian Laju pertumbuhan spesifik harian (specific growth rate/SGR) dihitung selama 25 hari. Gambar 3 merupakan grafik laju pertumbuhan spesifik harian selama prauji tantang.
SGR (%)
8 3.5 3 2.5 2 1.5 1 0.5 0
3.08
2.79
2.53 1.51
d K
c
b
a
A
B
C
Perlakuan
Keterangan *Huruf yang berbeda menunjukkan hasil yang berbeda nyata (P<0.05) **K (kontrol), A (dosis 25 gram/kg pakan), B (Dosis 50 gram/kg pakan), C (Dosis 200 gram/kg pakan)
Gambar 3. Laju pertumbuhan spesifik harian (specific growth rate/SGR) ikan nila prauji tantang Berdasarkan Gambar 3, SGR semua perlakuan memiliki nilai yang berbeda nyata (P<0.05) (Lampiran 7). Nilai SGR dari yang tertinggi hingga terendah, yaitu perlakuan K (3.08%), A (2.79%), B (2.53%), dan C (1.51%).
FCR
Tingkat Konversi Pakan Tingkat konversi pakan (feed conversion ratio/FCR) ikan uji dihitung selama 25 hari. Nilai FCR disajikan pada Gambar 4. 1.5 1.45 1.4 1.35 1.3 1.25 1.2 1.15 1.1
1.44 1.33
1.29
1.30
a
a
a
b
K
A
B
C
Perlakuan Keterangan *Huruf yang berbeda menunjukkan hasil yang berbeda nyata (P<0.05) **K (kontrol), A (dosis 25 gram/kg pakan), B (Dosis 50 gram/kg pakan), C (Dosis 200 gram/kg pakan)
Gambar 4. Tingkat konversi pakan (feed conversion ratio/FCR) ikan nila prauji tantang Berdasarkan Gambar 4, perlakuan K (1.29), A (1.30), dan B (1.33) memiliki nilai FCR yang berbeda nyata (P<0.05) dengan perlakuan C (1.44) (Lampiran 8).
9
0.160 0.140
0.132
0.132
0.132
0.132
0.120 0.100 0.080
0.063
0.063
0.063
0.076
0.060 0.040 0.020
a
0.000 K
a
a A
B
Perlakuan Hari ke-0
(a)
Hari ke-25
b C
Respiratory burst activity (OD)
Respiratory burst activity (OD)
Respiratory Burst Activity Data respiratory burst activity selama pemeliharaan diuji statistik pada Lampiran 9a dan 9b. Gambar 5 merupakan hasil uji respiratory burst activity. 0.200 0.150
0.178
0.118
0.121 0.128 0.135
0.100 0.050
a
a
a
a
b
KN
KP
A
B
C
0.000
Perlakuan Hari ke-45
(b)
Keterangan *Huruf yang berbeda menunjukkan hasil yang berbeda nyata (P<0.05) **K (kontrol), KN (kontrol negatif), KP (kontrol positif), A (dosis 25 gram/kg pakan), B (dosis 50 gram/kg pakan), C (dosis 200 gram/kg pakan)
Gambar 5. Hasil uji respiratory burst activity ikan nila (a) prauji tantang dan (b) pascauji tantang Berdasarkan Gambar 5, semua perlakuan pada hari ke-0 memiliki nilai NBT 0.132 OD. Pada hari ke-25 perlakuan K, A, dan B memiliki nilai respiratory burst activity yang sama (0.063 OD) dan berbeda nyata (P<0.05) dengan perlakuan C, yaitu 0.076 OD. Hari ke-45, nilai respiratory burst activity perlakuan KN (0.118 OD), KP (0.121 OD), A (0.128 OD), dan B (0.135 OD) memiliki nilai yang berbeda nyata (P<0.05) dengan perlakuan C (0.178 OD). Lisozim Data lisozim ikan uji selama pemeliharaan diuji statistik pada Lampiran 10a dan 10 b. Konsentrasi lisozim ikan uji disajikan pada Gambar 6.
Konsentrasi Lisozim (UI/ml/menit)
1000
717
800 600
495 378
562 495
495597
495
400 200 0
a K
b
b A
B
Perlakuan
Hari ke-0
b C
Konsentrasi Lisozim (UI/ml/menit)
10 2000 1488
1500 1000 500 0
442
b
b
c
d
KP
A
B
C
175
a KN
671
437
Perlakuan Hari ke-45
Hari ke-25
(a)
(b)
Keterangan *Huruf yang berbeda menunjukkan hasil yang berbeda nyata (P<0.05) **K (kontrol), KN (kontrol negatif), KP (kontrol positif), A (dosis 25 gram/kg pakan), B (dosis 50 gram/kg pakan), C (dosis 200 gram/kg pakan)
Gambar 6. Hasil uji lisozim ikan nila (a) prauji tantang dan (b) pascauji tantang Berdasarkan Gambar 6, hasil uji lisozim pada semua perlakuan memiliki nilai 495 IU/ml/menit pada hari ke-0. Hari ke-25 konsentrasi lisozim meningkat kecuali perlakuan K. Perlakuan A (562 UI/ml/menit), B (597 UI/ml/menit), C (717 UI/ml/menit) memiliki nilai yang berbeda nyata (P<0.05) dengan perlakuan K (378 IU/ml/menit). Konsentrasi lisozim pada hari ke-45 memberikan nilai yang berbeda nyata (P<0.05) antar perlakuan. Perlakuan C memiliki konsentrasi lisozim yang paling tinggi (1488 UI/ml/menit). Konsentrasi lisozim semakin turun pada perlakuan B (671 UI/ml/menit), A (442 UI/ml/menit), KP (438 UI/ml/menit), dan KN (175 UI/ml/menit). Histopatologi Berikut ini merupakan hasil histopatologi ikan uji yang disajikan pada Tabel 4. Tabel 4 Hasil analisis histopatologi organ ikan uji Sampel H0 K H25 C H25 K H45 C H45
Organ Ginjal Hiperplasia +, Hemoragi ++, Degenerasi ++ Degenerasi ++ Hiperplasia ++, Hemoragi ++, Nekrosis ++ Hiperplasia +, Hemoragi ++, Nekrosis +++ Hemoragi ++, Nekrosis +++
Hati Nekrosis + Kongesti +, Hemoragi ++ Kongesti +, Hemoragi ++ Kongesti ++, Hemoragi ++ Kongesti ++, Hemoragi ++, Nekrosis ++
Keterangan *H0 (hari ke-0), H25 (hari ke-25), H45 (hari ke-45), K (kontrol), C (dosis 200 gram/kg pakan), + (fokal/satu tempat), ++ (multifokal/beberapa tempat), +++ (difus/semua tempat)
11 Tabel 4 menunjukkan bahwa tingkat kerusakan organ ginjal dan hati pada perlakuan K dan C hari ke-25 di beberapa tempat (multifokal). Organ ginjal pada hari ke-0 mengalami kerusakan yang hampir sama dengan ginjal pada perlakuan C hari ke-25. Organ hati pada perlakuan K dan C hari ke-25 mengalami kerusakan yang sama. Pada perlakuan C hari ke-45, organ ginjal dan hati mengalami kerusakan yang lebih parah dibandingkan perlakuan C hari ke-25, yaitu terdapat nekrosis (Lampiran 11). Kualitas Air Data kisaran kualitas air ikan uji selama prauji tantang disajikan pada Tabel 5. Tabel 5 Kisaran kualitas air dalam media pemeliharan ikan nila selama prauji tantang Parameter Suhu (˚C) DO (mg/l) pH Ammonia (mg/l) Nitrit (mg/l) Nitrat (mg/l)
K 28-30.5 4.1-5 5.2-6.3 0.000050.0026 0.0120.243 0.1470.25
Perlakuan A B 28-30.5 28-30.5 4.1-6.1 4.2-5.9 5.1-6 5.1-6 0.000050.000050.0026 0.0026 0.0120.0120.243 0.243 0.1470.1470.25 0.25
C 28-30.5 4.4-6.2 5.1-6.5 0.000050.0026 0.0120.243 0.147-0.25
Standar optimum 26.8-32 (Yuniar 2009) ≥4 (Yuniar 2009) 5-7.3 (Yuniar 2009) 0.116-0.132 (Lusianti 2013) 0.025-0.034 (Lusianti 2013) 0.023-0.128 (Lusianti 2013)
Keterangan *K (kontrol), A (dosis 25 gram/kg pakan), B (Dosis 50 gram/kg pakan), C (Dosis 200 gram/kg pakan)
Berdasarkan Tabel 5, suhu, DO, dan pH berkisar antara 28-30.5˚C, 4.1-6.2 mg/l, dan 5.1-6.5. Semua perlakuan memiliki kisaran nilai ammonia, nitrit, dan nitrat yang sama, yaitu 0.00005-0.0026 mg/l, 0.012-0.243 mg/l, dan 0.147-0.25 mg/l. Semua parameter kualitas air memiliki nilai yang masih berada dalam kisaran normal, kecuali parameter nitrit.
Pembahasan Penelitian tentang penggunaan fitofarmaka telah banyak dilakukan dalam kegiatan akuakultur untuk mengendalikan penyakit pada ikan. Penelitian ini menggunakan simplisia rimpang temulawak yang dicampurkan dalam pakan. Penggunaan fitofarmaka yang dicampurkan ke pakan yang telah dibentuk ulang dianggap lebih praktis dalam pemberiannya pada ikan karena dapat disimpan dalam jangka waktu yang relatif lama dan dapat digunakan oleh sejumlah ikan (Sartika 2011). Kelangsungan hidup ikan uji pada penelitian prauji tantang tidak menunjukkan nilai yang berbeda nyata (P>0.05) antar perlakuan K (63.00%), A (67.00%), B (70.00%), dan C (86.50%). Kelangsungan hidup prauji tantang pada semua perlakuan memiliki nilai yang rendah, diduga karena faktor lingkungan dan biologi yang menyebabkan ikan stres. Faktor lingkungan yang berpengaruh adalah
12 konsentrasi nitrit yang tinggi selama pemeliharaan. Konsentrasi nitrit yang tinggi disebabkan oleh penumpukan bahan organik dalam wadah baik dari sisa metabolisme ikan maupun sisa pakan yang terbuang (Djokosetiyanto et al. 2006). Faktor biologi yang berpengaruh adalah kualitas ikan yang tidak sehat. Ikan uji yang digunakan bukan benih yang SPF (specific-pathogen free) sehingga patogen tertentu dapat muncul kapan saja saat kondisi ikan stres. Perlakuan KN (90.00%), KP (80.00%), A (91.00%), B (86.50%), dan C (91.00%) pada pascauji tantang memiliki nilai kelangsungan hidup yang tidak berbeda nyata (P>0.05). Ikan uji diuji tantang menggunakan bakteri S. agalactiae dengan volume 0.2 ml/ekor dan kepadatan sel 4.0x109 CFU/ml tetapi kelangsungan hidup ikan uji masih di atas 50% pada semua perlakuan. Bakteri S. agalactiae yang digunakan untuk uji tantang diduga bukan strain yang memiliki patogenitas yang tinggi. Ikan nila yang diinjeksi S. agalactiae dengan kepadatan sel 1.0x106 CFU/ml mengalami kematian 50% (Aryanto 2011). Kematian ikan yang diuji tantang menunjukkan gejala klinis (Lampiran 12) yang sama seperti ikan nila pada penelitian Hardi (2011), yaitu ikan nila mengalami opacity, eksoptalmia, pola renang abnormal (whirling), dan warna tubuh menjadi hitam. Penambahan simplisia dari rimpang temulawak dalam pakan dengan berbagai dosis mempengaruhi laju pertumbuhan spesifik harian ikan uji selama pemeliharaan. Hasil SGR yang diperoleh menunjukkan nilai yang berbeda nyata (P<0.05) pada semua perlakuan. SGR perlakuan K (3.08%) memiliki nilai yang paling tinggi diantara perlakuan lainnya. Perlakuan C (1.51%) memiliki nilai SGR yang paling rendah. Hal ini diduga disebabkan adanya zat antinutrisi yang terkandung dalam rimpang temulawak. Tanin dan saponin ditemukan pada uji fitokimia ekstrak etanol rimpang temulawak (Kuntorini et al. 2011). Tanin menyebabkan gangguan pada proses kecernaan makanan dalam saluran pencernaan. Saponin meningkatkan permeabilitas sel mukosa usus halus yang menghambat transport nutrisi aktif dan menyebabkan penyerapan zat nutrisi dalam saluran pencernaan terganggu (Santoso 2008). Persentase tanin yang mencapai 1.35% dapat menurunkan bobot ayam broiler (Istirahayu 1993). Pada penelitian ini, diduga saponin dan tanin sebagai zat antinutrisi yang mengakibatkan ikan pada perlakuan C memiliki SGR terendah. Pada perlakuan K memiliki SGR yang paling tinggi dibandingkan perlakuan lain karena pada perlakuan K tidak ada saponin dan tanin dari rimpang temulawak sehingga semua pakan dapat tercerna dengan baik. Tingkat konversi pakan pada perlakuan K (1.29), A (1.30), dan B (1.33) memiliki nilai FCR yang berbeda nyata (P<0.05) dengan perlakuan C (1.44). Hasil yang diperoleh menunjukkan bahwa perlakuan C memiliki nilai FCR yang paling tinggi. Nilai FCR yang tinggi disebabkan karena bobot ikan yang rendah. Hal ini dapat dilihat pada data SGR perlakuan C yang memiliki nilai SGR paling rendah. Kusriani et al. (2012) menyatakan bahwa penurunan laju pertumbuhan spesifik harian pada ikan mas yang diberi perlakuan pestisida Diazinon 60 EC mengakibatkan tingginya nilai rasio konversi pakan. Rendahnya bobot ikan uji pada perlakuan C disebabkan karena adanya zat antinutrisi yang lebih tinggi dalam pakan perlakuan simplisia rimpang temulawak. Ikan memiliki sistem imun spesifik dan non spesifik. Sistem imun non spesifik meliput i kulit/selaput lendir, fagosit, sel NK (natural killed cell), basofil, sel mast, lisozim, komplemen, interferon, protein C-reaktif, transferin, dan
13 laktoferin. Sistem imun spesifik meliputi sel T dan sel B (Iwama dan Nakanishi 1996). Respiratory burst acitivity merupakan oksigen radikal yang dikeluarkan oleh makrofag dan neutrofil yang bersifat toksik terhadap patogen. Tahapan oksigen radikal terjadi karena pembentukan anion superoksida (O2-) oleh NADPH-oksidase. Oksigen radikal yang bersifat toksik dengan cepat diubah menjadi hidrogen peroksida (H2O2) yang memiliki sifat bakterisidal kuat dan memungkin oksigen radikal ini diubah menjadi hidroksi radikal (OH-) yang mampu mendegradasi membran lipid (Irianto 2005). Respiratory burst acitivity hari ke-0 pada semua perlakuan memiliki nilai sebesar 0.132 OD. Perlakuan K, A, dan B prauji tantang (hari ke-25) memiliki nilai yang sama (0.063 OD) dan berbeda nyata (P<0.05) dengan perlakuan C (0.076 OD). Pascauji tantang (hari ke-45), perlakuan KN (0.118 OD), KP (0.121 OD), A (0.128 OD), dan B (0.135 OD) memiliki nilai yang berbeda nyata (P<0.05) dengan perlakuan C (0.178 OD). Perlakuan C memiliki nilai respiratory burst acitivity yang lebih tinggi daripada semua perlakuan baik pada hari ke-25 maupun 45. Hal ini disebabkan karena perlakuan C memiliki kandungan bahan aktif dari rimpang temulawak yang lebih banyak daripada perlakuan yang lain. Temulawak mengandung kurkumin yang merupakan senyawa fraksi dari kurkuminoid yang memiliki aktivitas antiinflamasi, antiviral, antitumor, hipokolesterolemik, dan antihepatotoksik (Paryanto dan Srijanto 2006). Pemberian kurkumin dalam ekstrak temulawak 10.4 mg dapat mengaktifkan makrofag untuk meningkatkan sistem kekebalan tubuh pada tikus percobaan (Mardiawan 2006). Penurunan nilai respiratory burst activity pada hari ke-0 menuju ke hari 25 (prauji tantang) mengindikasikan adanya kontaminan dan infeksi yang kronis atau ikan sedang mengalami kondisi stres (Hastuti 2012). Hal ini dibuktikan dengan rendahnya nilai kelangsungan hidup ikan prauji tantang pada semua perlakuan. Lisozim merupakan enzim hidrolitik yang terdapat di dalam lendir, serum, dan sel-sel fagositik dari berbagai spesies ikan (Ellis 1990). Gopalakannan (2006) menyatakan bahwa lisozim merupakan enzim kationik yang memutuskan ikatan P-1,4-glycosidic antara asam N-acetylmuramic dan N-acetyl glucosamine pada peptidoglikan dinding sel bakteri. Pemutusan ikatan ini digunakan sebagai serangan untuk bakteri Gram positif dan juga beberapa Gram negatif. Uji lisozim pada hari ke-0 memiliki nilai sebesar 495 UI/ml/menit. Pengujian lisozim hari ke-25 (prauji tantang) memberikan nilai yang berbeda nyata (P<0.05) pada perlakuan K (378 UI/ml/menit) dengan perlakuan A (562 UI/ml/menit), B (597 UI/ml/menit), dan C (717 UI/ml/menit). Perlakuan K memiliki konsentrasi lisozim yang paling rendah dibandingkan perlakuan lain. Pascauji tantang (hari ke-45), konsentrasi lisozim pada perlakuan KN (175 UI/ml/menit), KP (437 UI/ml/menit), A (442 UI/ml/menit), B (671 UI/ml/menit), dan C (1488 UI/ml/menit) memiliki nilai yang berbeda nyata (P<0.05). Perlakuan A, B, dan C memiliki konsentrasi lisozim yang lebih tinggi dibandingkan perlakuan K. Temulawak dapat meningkatkan konsentrasi lisozim karena berperan sebagai imunostimulan. Temulawak mengandung minyak atsiri yang berfungsi untuk meningkatkan produksi getah empedu dan menekan pembengkakan jaringan (Paryanto dan Srijanto 2006). Pemberian temulawak
14 dengan dosis 10 g/kg pakan dapat meningkatkan respon imun non spesifik pada udang vanamei (Litopennaeus vannamei) (Setyati et al. 2007). Parameter histopatologi digunakan sebagai parameter pendukung untuk melihat efek perlakuan atau kontrol pada jaringan ginjal dan hati ikan uji selama 25 dan 45 hari pemeliharaan. Pengamatan preparat histopatologi ginjal pada hari ke-0 mengalami kerusakan yang hampir sama dengan ginjal pada perlakuan C H25. Hal ini menandakan bahwa ikan uji yang digunakan untuk penelitian ini memiliki kualitas yang buruk. Ginjal ikan uji perlakuan C H25 mengalami kerusakan yang lebih parah dibandingkan perlakuan K H25 dengan adanya kerusakan nekrosis di beberapa tempat. Nekrosis adalah kerusakan jaringan yang berat karena bersifat irreversible. Jaringan yang mengalami nekrosis ditandai dengan pemudaran warna jaringan dari warna normal dan hilangnya jaringan tersebut (Price dan Wilson 2006). Temulawak menyebabkan kerusakan pada ginjal dan hati ikan uji tetapi tidak menyebabkan kematian. Perlakuan C hari ke45 (pasca uji tantang) memiliki tingkat kerusakan ginjal dan hati yang lebih parah daripada perlakuan C hari ke-25. Infeksi S. agalactiae mempengaruhi metabolisme dan proses enzimatis dalam sel yang menyebabkan terjadinya degenerasi dan nekrosis pada tubulus ginjal (Hardi 2011). Selama pemeliharaan ikan nila, suhu, DO, dan pH pada media pemeliharaan berkisar antara 28-30.5°C, 4.1-6.2 mg/l, dan 5.1-6.5. Parameter kualitas air ini sesuai dengan pernyataan Yuniar (2009), ikan nila hidup pada kondisi lingkungan yang memiliki kisaran suhu 26.8-32°C, oksigen terlarut≥4 mg/l, dan pH 5-7.3. Kadar nitrat dalam media pemeliharaan ikan uji berkisar antara 0.147-0.25 mg/l. Kadar nitrat berkisar antara 0.023-0.128 mg/l pada penelitian Lusianti (2013). Kadar nitrit mengalami kenaikan setelah minggu ke-0 yang berkisar antara 0.0120.243 mg/l. Kadar nitrit dalam penelitian ini lebih tinggi dari kadar nitrit dalam penelitian Lusianti (2013) yang berkisar antara 0.025-0.034 mg/l. Hal ini diduga menjadi penyebab tingginya tingkat stres pada ikan sehingga mengalami kematian yang tinggi pada prauji tantang. Kadar ammonia dalam penelitian ini berkisar antara 0.00005-0.0026 mg/l. Nilai ini masih berada pada kisaran normal, yaitu 0.116-0.132 mg/l (Lusianti 2013).
KESIMPULAN DAN SARAN Kesimpulan Pemberian simplisia rimpang temulawak (C. xanthorrhiza Roxb.) dengan berbagai dosis dalam penelitian ini tidak berbeda efektivitasnya baik antar perlakuan, maupun dengan kontrol dalam mengendalikan penyakit Streptococcosis.
15 Saran Penelitian selanjutnya disarankan untuk menggunakaan metode perendaman. Pakan perlakuan perlu dilakukan pengujian proksimat untuk mengetahui kandungan pakan setelah dibentuk ulang.
DAFTAR PUSTAKA Adinata MO, Sudira IW, Berata IK. 2012. Efek ekstrak daun ashitaba (Angelica keiskei) terhadap gambaran histopatologi ginjal mencit (Mus musculus) jantan. Buletin Veteriner Udayana 4(2):55-62. Aryanto EW. 2011. Patogenesitas Streptococcus agalactiae pada ikan nila (Oreochromis niloticus). [skripsi]. Bogor (ID). Institut Pertanian Bogor. Dernuet SR. 1995. Antibiotiques et antibiogrammes. Canada (US): Donnees de catalogage avant publication. Dewoto HR. 2007. Pengembangan obat tradisional Indonesia menjadi fitofarmaka. Majalah Kedokteran Indonesia 57(7):205-211. Djokosetiyanto D, Sunarma A, Widanarni. 2006. Perubahan ammonia (NH3-N), nitrit (NO2-N) dan nitrat (NO3-N) pada media pemeliharaan ikan nila merah (Oreochromis sp.) di dalam sistem resirkulasi. Jurnal Akuakultur Indonesia 5(1):13-20. Effendie MI. 1997. Biologi Perikanan. Yogyakarta (ID): Yayasan Pustaka Nusantara. Ellis EA. 1990. Techniques in Fish Immunology. USA: Sos. Publications, Fair Haven. El-Shafai SA, El-Gohary FA, Nasr FA, Steen PV, Gijzen HJ. 2004. Microbial quality of tilapia reared in fecal contaminated ponds. Journal Environmental Research 95:231–238.
Farouq A. 2011. Aplikasi probiotik, prebiotik, dan sinbiotik dalam pakan untuk meningkatkan respon imun dan kelangsungan hidup ikan nila (Oreochromis niloticus) yang diinfeksi Streptococcus agalactiae. [skripsi]. Bogor (ID). Institut Pertanian Bogor. Febriansyah TR. 2013. Efikasi vaksin sel utuh Streptococcus agalactiae pada ikan nila (Oreochromis niloticus) melalui perendaman. [skripsi]. Bogor (ID). Institut Pertanian Bogor. Gopalakannan A. 2006. Studies on the control of Aeromonas hydrophila infection in Cyprinus carpio and Tilapia Mossambicus by immunostimulants and probiotics. [tesis]. Pondicherry University. India. Hardi EH. 2011. Kandidat vaksin potensial Streptococcus agalactiae untuk pencegahan penyakit Streptococcosis pada ikan nila (Oreochromis niloticus). [disertasi]. Bogor (ID). Institut Pertanian Bogor. Hasibuan UR. 2013. Aplikasi probiotik amilolitik NB21b dan proteolitik L1k melalui pakan untuk pengendalian Streptococcosis pada ikan nila (Oreochromis niloticus). [skripsi]. Bogor (ID). Institut Pertanian Bogor.
16 Hastuti SD. 2012. Suplementasi β-glucan dari ragi roti (Saccharomyces cerevisiae) dalam pakan terhadap aktivitas fagositosis, aktivitas NBT, total protein plasma dan aktivitas aglutinasi darah ikan nila (Orechromis niloticus). Depik. 1(3):149-155. Hernandez E, Figueroa J, Ireguei C. 2009. Streptococcosis on red tilapia, (Oreochromis sp). Journal of Fish Disease 32:247-257. Hidayatullah D. 2013. Efikasi vaksin dengan metode infiltrasi hiperosmotik untuk mencegah infeksi bakteri Streptococcus agalactiae pada ikan nila. [skripsi]. Bogor (ID). Institut Pertanian Bogor. Humason G. 1967. Animal Tissues Techniques-2d ed. San Fransisico (US): W. H. Freeman. Irianto A. 2005. Patologi Ikan Teleostei. Yogyakarta (ID): Gadjah Mada University Press. Istirahayu DN. 1993. Pengaruh penggunaan ampas teh dalam ransum terhadap persentase karkas, giblet, limpa dan lemak abdominal broiler. Karya Ilmiah. Bogor (ID). Institut Pertanian Bogor. Iwama G, Nakanishi T. 1996. The Fish Immune System: Organism, Pathogen, and Environment. USA: Academic Press, Inc. Kristina NN, Bermawie N, Rahardjo M, Darwati I, Purwiyanti S, Lukman W, Sugandi T, Suryatna, Hendar, Ramdhan. 2010. Evaluasi 15 aksesi temulawak berdasarkan indikator geografis untuk meningkatkan produksi >20%. Laporan Teknis Penelitian. Balai Penelitian Tanaman Obat dan Aromatik. Bogor. Kuntorini EM, Astuti MD, Milina N. 2011. Struktur anatomi dan kerapatan sel sekresi serta aktivitas antioksidan ekstrak etanol dari rimpang temulawak (Curcuma xanthorrhiza Roxb.) asal Kecamatan Pengaron Kabupaten Banjar Kalimantan Selatan. Bioscientiae 8(1):28-37. Kusriani, Widjanarko P, Rohmawati N. 2012. Uji pengaruh sublethal pestisida Diazinon 60 EC terhadap rasio konversi pakan (FCR) dan pertumbuhan ikan mas (Cyprinus carpio L). Jurnal Penelitian Perikanan 1(1): 36-42. Listyanti AF. 2011. Aplikasi sinbiotik melalui pakan pada ikan nila merah (Oreochromis niloticus) yang diinfeksi Streptococcus agalactiae. [skripsi]. Bogor (ID). Institut Pertanian Bogor. Lusianti F. 2013. Efektifitas penggunaan sekam padi, jerami padi dan serabut kayu sebagi filter dalam sistem filter undergravel pada pemeliharaan ikan nila BEST (Oreochromis sp.) [skripsi]. Bogor (ID). Institut Pertanian Bogor. Lusiastuti AM. 2010. Isolasi bakteriofaga anti Streptococcus agalactiae dari ikan nila (Oreochromis niloticus). Jurnal Riset Akuakultur 5(2): 237-243. Mangunwardoyo W, Deasywaty, Usia T. 2012. Antimicrobial and identification of active compound Curcuma xanthorriza Roxb. International Journal of Basic and Applied Sciences 12 (1):69-78. Mardiawan D. 2006. Pengaruh pemberian ekstrak tapak dara (Catharanthus roseus) dan temulawak (Curcuma xanthorrhiza) terhadap ukuran tumor dan gambaran histologi paru dan kelenjar limfe aksilla mencit C3H yang telah diinokulasi sel adenocarcinoma mammae. [skripsi]. Semarang (ID). Universitas Diponegoro.
17 Noga EJ. 2000. Fish Disease: Diagnosis and Treatment. Iowa: Iowa State University Press. Paryanto I, Srijanto B. 2006. Ekstraksi kurkuminoid dari temulawak (Curcuma xanthorrhiza Roxb.) secara perkolasi dengan pelarut etanol. Jurnal Ilmu Kefarmasian Indonesia 4(2):74-77. Pazra DF. 2008. Gambaran histopatologi insang, otot, dan usus pada ikan lele (Clarias spp.) asal dari daerah Bogor. [skripsi]. Bogor (ID). Institut Pertanian Bogor. Price SA, Wilson LM. 2006. Patofisiologi-Edisi VI, Volume I. Philadelphia: EGC. Rahardjo M, Rostiana O. 2003. Standar prosedur operasional budidaya temulawak Sirkular No.8. Laporan Teknis Penelitian. Bogor (ID). Balai Penelitian Tanaman Obat dan Aromatik. Ricker WE. 1958. Handbook Of Computations For Biological Statistics Of Fish Populations. Ottawa: Fisheries Research Board Of Canada. Santoso RA. 2013. Aplikasi berbagai dosis bakteri proteolitik L1k dalam pakan untuk pengendalian Streptococcosis pada ikan nila (Oreochromis niloticus) dengan metode kohabitasi. [skripsi]. Bogor (ID). Institut Pertanian Bogor. Santoso U. 2008. Pengaruh penambahan ekstrak daun katuk terhadap kualitas telur dan berat organ dalam. [skripsi]. Bengkulu (ID). Universitas Bengkulu. Sartika Y. 2011. Efektivitas fitofarmaka dalam pakan untuk pencegahan infeksi bakteri Aeromonas hydrophila pada ikan lele dumbo (Clarias sp.) [skripsi]. Bogor (ID). Institut Pertanian Bogor. Secombes CJ. 1990. Isolation of salmonid macrophages and analysis of their killing activity. Di dalam Techniques of Fish Immunology-I. Fair Haven (US): Sos. Publications. Setyati WA, Subagiyo, Slamet S. 2007. Pengaruh suplementasi ekstrak herbal (jahe, temulawak, dan kencur) terhadap jumlah total hemosit dan aktifitas fagositosis udang putih (Litopenaeus vannamei). Journal Aquaculture Indonesiana. 8 (3):155-161. Stasiak SA, Bauman PC. 1996. Neutrophil activity as a potential bioindicator for contaminant analysis. Journal of Fish Shellfish Immune 6:537-539. Yuasa K, Kamaishi T, Hatai K, Bahnnan M, Borisuthpeth P. 2008. Two cases of streptococcal infections of cultured tilapia in Asia. Deseases in Asian Aquaculture VI. pp. 259-268. Yuniar V. 2009. Toksisitas merkuri (Hg) terhadap tingkat kelangsungan hidup, pertumbuhan, gambaran darah, dan kerusakan organ pada ikan nila (Oreochromis niloticus). [skripsi]. Bogor (ID). Institut Pertanian Bogor. Zonneveld N, Huisman EA, Boon JH. 1991. Prinsip-prinsp Budidaya Ikan. Jakarta (ID): Gramedia Pustaka.
18
LAMPIRAN
Lampiran 1 Komponen penyusun rimpang temulawak (Curcuma xanthorrhiza) Komponen Pati Kadar air Kadar abu Kurkumin Minyak atsiri Xanthorrizol
Jumlah (%) 31.23-53.61 4.8-8.9 4.34-7.68 0.79-2.24 5.03-7.87 0.38-2.94
Sumber: Kristina et al. (2010) Lampiran 2 Autor (Tahun) Lusiastuti et al. (2010)
Ikhtisar berbagai penelitian penanganan bakteri Streptococcus agalactiae Tujuan
Inang uji
Bahan
Dosis
Pencegahan
Ikan nila (Oreochromis niloticus)
Vaksin sel utuh (whole cell) S. agalactiae diinaktivasi dengan formalin
108, 106, 104, dan 102 cfu/ml
Hardi (2011)
Pencegahan
Ikan nila (Oreochromis niloticus)
Farouq (2011)
Pencegahan dan pengobatan
Ikan nila merah monosels (all male)
Aplikasi
-Vaksin S. agalactiae diinaktivasi dengan penambahan formalin 0.3% -Vaksinasi dilakukan secara injeksi peritoneal pada ikan nila dengan bobot 50 g di awal pemeliharaan Vaksin sel 50% sel -Vaksin utuh dan utuh non- gabungan antara sel utuh ECP dari S. hemolitik agalactiae dan 50% dan ECP β-hemolitik ECP β- diinaktivasi dengan hemolitik formalin 3% -Vaksinasi dilakukan secara injeksi sebanyak 0.1 ml/ekor di awal pemeliharaan Probiotik Probiotik bakteri NP5, 1%, Probiotik, prebiotik prebiotik prebiotik, dan ekstrak ubi 2%, sinbiotik ditambahkan
19 Lampiran 2 Lanjutan Autor (Tahun)
Tujuan
Inang uji
Bahan
Dosis
Aplikasi
Jalar (varietas sukuh), dan sinbiotik keduanya
sinbiotik dari probiotik 1% dan prebiotik 2%
pada pakan dengan metode penyemprotan secara merata dan ditambahkan kuning telur sebagai binder -Pakan diberikan 3 kali sehari secara at satiation -Sinbiotik ditambahkan pada pakan buatan dan pakan komersil dengan cara mencampur pakan dengan sinbiotik dan kuning telur sebagai binder -Pakan diberikan 3 kali sehari secara at satiation -Vaksin S. agalactiae diinaktivasi dengan penambahan formalin 0.3% -Vaksinasi dilakukan dengan metode perendaman selama 20 menit -Vaksin S. agalactiae diinaktivasi dengan penambahan formalin 0.3%
Listyanti (2011)
Pencegahan
Ikan nila merah (Oreochromis niloticus)
Sinbiotik dari bakteri NP5 dan ekstrak ubi jalar (varietas sukuh)
Bakteri NP5 1% dan ekstrak ubi jalar 2%
Febriansyah (2013)
Pencegahan
Ikan nila (Oreochromis niloticus)
Vaksin sel utuh formalin killed cell S. agalactiae non hemolitik
S. agalactiae isolat N14G dan NK1 dengan kepadatan 109 cfu/ml
Hidayatullah (2013)
Pencegahan
Ikan nila (Oreochromis niloticus)
Vaksin S. agalactiae
S. agalactiae dengan kepadatan 109 cfu/ml dan larutan bersalinitas
20 Lampiran 2 Lanjutan Autor (Tahun)
Tujuan
Inang uji
Bahan
Dosis 30 ppt
Santoso (2013)
Pencegahan dan Pengobatan
Ikan nila (Oreochromis niloticus)
Bakteri probiotik proteolitik L1K
Bakteri L1k (3.9 x 108 cfu/ml) dengan dosis 1%, 2%, 3% (v/m)
Hasibuan (2013)
Pencegahan dan Pengobatan
Ikan nila (Oreochromis niloticus)
Bakteri probiotik amilolitik NB21b dan proteolitik L1k
Probiotik amilolitik NB21b (1.7 x 107 cfu/ml) 1%, probiotik proteolitik (3.9 x 108 cfu/ml) L1k 1%, dan gabungan antara probiotik amilolitik NB21b 0.5% dan proteolitik L1k 0.5%
Aplikasi -Vaksinasi dilakukan dengan metode perendaman hiperosmotik (salinitas 30 ppt) selama 5 menit selanjutnya direndam dalam larutan vaksin selama 30 menit -Probiotik L1k ditambahkan pada pakan komersil dan ditambahkan binder (putih telur) sebanyak 2% (v/m) -Pakan diberikan sebanyak 3 kali sehari dengan FR 3% -Probiotik ditambahkan pada pakan komersil dan ditambahkan binder (putih telur) sebanyak 2% (v/m) -Pakan diberikan sebanyak 3 kali sehari dengan FR 3%, namun pemberian pakan secara at satiation dan sisa pakan ditimbang
21 Lampiran 3 Prosedur pengujian respiratory burst activity Darah 50 μl mikroplate (3x ulangan/sampel)
Inkubasi (37°C, 1 jam)
Bilas PBS 100 µl (3x)
Tambah NBT 0,2% (50 µl) dan inkubasi (37°C , 1 jam)
Fiksasi metanol 100% (100 µl, 2-3 menit). Metanol 30% (100 µl), bilas 3x
Tambah 60 µl KOH dan 70 µl dimethyl sulphoxide
Baca dengan ELISA reader tipe Biotek instruments ELx808 (λ 540 nm)
Lampiran 4 Prosedur pengujian lisozim Darah 150 μl (sentrifugasi 3000 rpm, 5 menit)
Plasma (10 µl) + larutan bakteri Micrococcus lysodeikticus 190 µl
Baca dengan ELISA reader tipe Biotek instruments ELx808 (λ 530 nm) setelah 30 detik dan 4.5 menit Larutan bakteri dibuat dengan cara mencampurkan 0.02 gram Micrococcus lysodeikticus dan 0.6 gram NaH2PO4 dalam 100 ml akuades steril pada suhu 25°C.
22 Lampiran 5 Prosedur histopatologi Pengambilan ginjal dan hati ikan
Fiksasi: NBF 10% (24-48 jam) Dehidrasi: Alkohol 70% (24 jam). Alkohol 80%, 90%, 95% (2 jam). Alkohol 100% (24 jam) Clearing: Xylol 1 (30 menit), xylol 2 (1 jam), xylol 3 (1.5 jam) Embedding (blocking): Parafin cair (2x perendaman, 2 jam). Jaringan dicetak dalam cetakan khusus Pemotongan: Jaringan dipotong dengan mikrotom (4-5 µm). Jaringan diletakkan dalam waterbath (37°C). Jaringan diangkat dengan kaca preparat Hidrasi: Xylol 1 dan 2 (2 menit). Alkohol 100% (2 menit). Alkohol 95% dan 80% (1 menit). Air bersih (1 menit) Pewarnaan: Haematoxyllin (10 menit). Air bersih (30 detik). Eosin (2-3 menit). Air bersih (30-60 detik) Dehidrasi: Alkohol 95% (2 menit). Alkohol absolut 1 (10 celupan). Alkohol absolut 2 (2 menit) Kaca preparat dilapisi dengan entelan (zat perekat permount) dan ditutup dengan cover glass Lampiran 6a Analisis statistik kelangsungan hidup ikan nila prauji tantang Test of Homogeneity of Variances Levene Statistic 3.081E15
df1 3
df2 4
Sig. .000
CV (KK) = 23.15% Duncana Perlakuan
0 25 50 200 Sig.
Subset for alpha = 0.05 N 2 2 2 2
1 63.0000 67.0000 70.0000 86.5000 .265
23 Means for groups in homogeneous subsets are displayed. a. Uses Harmonic Mean Sample Size = 2.000.
Lampiran 6b Analisis statistik kelangsungan hidup ikan nila pascauji tantang Test of Homogeneity of Variances Levene Statistic 6.602E15
df1 4
df2 5
Sig. .000
CV (KK) = 10.20% Duncana Perlakuan
Subset for alpha = 0.05 N 2 2 2 2 2
2 50 1 25 200 Sig.
1 80.00 86.50 90.00 91.00 91.00 .351
Means for groups in homogeneous subsets are displayed. a. Uses Harmonic Mean Sample Size = 2.000.
Lampiran 7 Analisis statistik laju pertumbuhan spesifik harian ikan nila selama 25 hari Test of Homogeneity of Variances Levene Statistic 2.388
df1 3
df2 8
Sig. .145
Duncana Perlakuan
Subset for alpha = 0.05
200
N
1 3 1.51
50
3
25
2
2.79
3
Sig.
4
2.53
3
0
3
3.08 1.000
1.000
1.000
1.000
Means for groups in homogeneous subsets are displayed. a. Uses Harmonic Mean Sample Size = 3.000.
Lampiran 8 Analisis statistik tingkat konversi pakan ikan nila selama 25 hari Test of Homogeneity of Variances Levene Statistic 1.494
df1 3
df2 8
Sig. .288
24 Duncana Perlakuan
Subset for alpha = 0.05
.00
N 3
1 1.2900
25.00
3
1.3033
50.00
3
1.3300
200.00
3
Sig.
2
1.4367 .404
1.000
Means for groups in homogeneous subsets are displayed. a. Uses Harmonic Mean Sample Size = 3.000.
Lampiran 9a Analisis statistik respiratory burst activity ikan nila pada hari ke-25 Test of Homogeneity of Variances Levene Statistic 2.974
df1 3
df2 8
Sig. .097
Duncana Perlakuan
Subset for alpha = 0.05
25
N 3
1 .06267
50
3
.06267
0
3
.06300
200
3
Sig.
2
.07633 .911
1.000
Means for groups in homogeneous subsets are displayed. a. Uses Harmonic Mean Sample Size = 3.000.
Lampiran 9b Analisis statistik respiratory burst activity ikan nila pada hari ke-45 Test of Homogeneity of Variances Levene Statistic 2.858
df1 4
df2 10
Sig. .081
Duncana Perlakuan
Subset for alpha = 0.05
1
N 3
1 .11867
2
3
.12100
25
3
.12867
50
3
.13567
200
3
Sig.
2
.17800 .178
Means for groups in homogeneous subsets are displayed. a. Uses Harmonic Mean Sample Size = 3.000.
1.000
25 Lampiran 10a Analisis statistik lisozim ikan nila pada hari ke-25 Test of Homogeneity of Variances Levene Statistic .623
df1 3
df2 8
Sig. .620
Duncana Perlakuan
Subset for alpha = 0.05
0
N 3
25
3
561.67
50
3
597.33
200
3
716.67
Sig.
1 378.33
2
1.000
.093
Means for groups in homogeneous subsets are displayed. a. Uses Harmonic Mean Sample Size = 3.000.
Lampiran 10b Analisis statistik lisozim ikan nila pada hari ke-45 Test of Homogeneity of Variances Levene Statistic df1 1.184 4
df2 10
Sig. .375
Duncana Perlakuan
Subset for alpha = 0.05
1
N 3
2
3
437.33
25
3
441.67
50
3
200
3
Sig.
1 175.00
2
3
4
670.67 1487.67 1.000
Means for groups in homogeneous subsets are displayed. a. Uses Harmonic Mean Sample Size = 3.000.
.949
1.000
1.000
26 Lampiran 11 Gambar histopatologi organ ikan nila Organ Sampel Ginjal H0
Perbesaran 10x10
Hati
Perbesaran 4x10
K H25
H
Perbesaran 4x10
Perbesaran 4x10
C H25 H
Perbesaran 4x10
Perbesaran 4x10
K H45
Perbesaran 10x10
Perbesaran 4x10
27 Lampiran 11 Lanjutan Sampel
Organ Ginjal
Hati
Perbesaran 4x10
Perbesaran 4x10
C H45
Keterangan: H0 : hari ke-0 H25 : hari ke-25 H45 : hari ke-45 K : kontrol (0 g/kg pakan) C : 200 g/kg pakan Hi : Hiperplasia He : Hemoragi Kg : Kongesti De : Degenerasi Ne : Nekrosis Lampiran 12 Gambar ikan nila yang terinfeksi Streptococcus agalactiae
28
RIWAYAT HIDUP Penulis dilahirkan di Madiun, 10 Maret 1992 dari ayah Moch. Sobir dan ibu Aisyah Rini. Penulis merupakan anak kedua dari empat bersaudara. Pendidikan formal yang dilalui penulis adalah SMAN 1 Madiun dan lulus tahun 2010. Pada tahun yang sama, penulis lulus seleksi masuk IPB melalui jalur Undangan Seleksi Masuk Institut Pertanian Bogor dengan mayor Teknologi dan Manajemen Perikanan Budidaya, Departemen Budidaya Perairan, Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan. Selama mengikuti perkuliahan, penulis pernah magang di Balai Pengembangan Budidaya Air Tawar (BPBAT) Subang pada tahun 2013. Tahun 2013, penulis pernah mengikuti praktik lapang di Balai Penelitian dan Pengembangan Budidaya Air Tawar (BPPBAT) Bogor. Penulis juga menjadi asisten di Departemen Budidaya Perairan untuk mata kuliah Penyakit Organisme Akuatik tahun ajaran 2013/2014. Selain itu penulis pernah menjadi pengurus Himpunan Mahasiswa Akuakultur (HIMAKUA) periode 2012/2013 serta pernah mendapatkan beasiswa BBM periode 2013-2014. Tugas akhir dalam pendidikan tinggi diselesaikan dengan menulis skripsi yang berjudul “Efektivitas Penambahan Simplisia Rimpang Temulawak Curcuma xanthorrhiza Roxb. pada Pakan Ikan Nila Oreochromis niloticus Terhadap Infeksi Streptococcus agalactiae”.