UNIVERSITAS INDONESIA
EFEKTIVITAS PEMBERIAN KORTIKOSTEROID PADA FASE AWAL DEMAM DENGUE DALAM MENCEGAH KEJADIAN DENGUE SHOCK SYNDROME
EVIDENCE-BASED CASE REPORT
ARCCI PRADESSATAMA 0906507816
FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS INDONESIA PROGRAM STUDI PENDIDIKAN DOKTER JAKARTA, MARET 2014
1
ABSTRAK Dengue merupakan penyakit virus mosquito-borne yang persebarannya paling tinggi di dunia. Pada kasus demam berdarah dengue, angka kematian dapat mencapai 50%. Proses terjadinya kebocoran plasma, yang menjadi tanda dari demam berdarah, diperantarai proses imunologis sesuai dengan immunological enhancement hypothesis. Kortikosteroid merupakan agen antiinflamasi yang dapat mensupresi perangkat sistem imun. Laporan ini dibuat untuk menjawab pertanyaan kasus apakah pemberian kortikosteroid di fase awal demam dengue dapat mencegah terjadinya dengue shock syndrome. Pencarian artikel terstruktur dilakukan pada PUBMED dan Cochrane Library. Setelah proses penyaringan dan appraisal menggunakan kriteria Center of Evidence Based Medicine Oxford University, didapatkan satu artikel terpilih. Artikel tersebut melaporkan efektivitas kortikosteroid dosis rendah (0.5 mg/kgBB) tidak memiliki perbedaan dengan plasebo dalam mencegah kejadian dengue shock syndrome. Sedangkan pemberian kortikosteroid dosis tinggi (2 mg/kgBB) meningkatkan risiko terjadinya dengue shock syndrome (ARR= -3.9%). Kesimpulan yang ditarik dari laporan ini adalah pemberian kortikosteroid pada demam dengue fase aku tidak mengurangi angka kejadian dengue shock syndrome. Kata kunci: Dengue, kortikosteroid, demam fase akut, dengue shock syndrome
2
BAB I ILUSTRASI KASUS
1.1
ILUSTRASI KASUS
1.1.1 Identitas Pasien Nama
: An. PT
No. Rekam Medik
: 13 50 00 83
Tgl Lahir/ Usia
: 15 Mei 2007/ 7 tahun
Jenis Kelamin
: Perempuan
Alamat
: Kampung Blukbuk RT004/003, Tangerang
Tgl Masuk RS
: Selasa, 18 Maret 2014
1.1.2 Anamnesis (18 Maret 2014) Keluhan Utama Demam sejak tiga hari sebelum masuk rumah sakit.
Riwayat Penyakit Sekarang Pasien dibawa dengan keluhan demam sejak tiga hari sebelum masuk rumah sakit yang tidak kunjung turun. Demam dikeluhkan tinggi mendadak, demam dirasakan tinggi sepanjang hari, tidak membaik dengan pemberian obat warung. Beserta demam dirasakan sakit kepala di belakang mata, mual, muntah, serta penurunan nafsu makan. Riwayat kejang, nyeri telinga, nyeri menelan, batuk, pilek, sesak, mencret, sakit saat berkemih disangkal. Keluhan mimisan, BAB berdarah atau hitam, nyeri ulu hati disangkal. Riwayat makan-makanan jajanan ada. Riwayat bepergian keluar kota dalam sebulan terakhir disangkal. Satu hari SMRS pasien mengeluh semakin lemas, sempat dirasakan dingin oleh orang tua. Pasien kemudian dibawa ke Puskesmas dicoba diinfus tetapi tidak berhasil. Pasien kemudian dirujuk ke RS Balaraja, diinfus dan pasien terlihat membaik. Sejak satu hari SMRS bibir pasien berdarah. Pasien tidak mau makan, minum air banyak. Kencing banyak.
Riwayat Penyakit Dahulu Pasien belum pernah masuk rumah sakit sebelumnya. Sakit demam biasanya pasien berobat ke puskesmas dan sembuh. 3
Riwayat Kehamilan Ibu pasien mengaku tidak ada masalah saat hamil, kontrol kehamilan rutin satu bulan sekali di bidan, pasien merupakan anak kedua.
Riwayat Persalinan Pasien lahir di puskesmas, ditolong bidan, spontan, langsung menangis dengan berat badan lahir 2200 gram. Pasien tidak masuk ICU, tidak kuning, langsung dibawa pulang.
Riwayat Nutrisi Pasien mengonsumsi ASI hingga usia 2 tahun. Makanan tambahan pertama pada usia 4 bulan yaitu bubur biskuit bayi. Saat ini pasien makan-makanan seperti yang dimakan oleh keluarga.
Riwayat Imunisasi Pasien imunisasi sampai usia 4 bulan di posyandu. Setelah itu tidak dilanjutkan dengan alasan buku imunisasi pasien hilang.
Riwayat Tumbuh Kembang Pasien dapat merangkak usia 4 bulan, duduk 6 bulan, berdiri 9 bulan, dan bicara 12 bulan.
1.1.3 Pemeriksaan Fisik (18 Maret 2014) Keadaan Umum
: Tampak sakit sedang
Kesadaran
: Compos mentis
Tekanan darah
: 96/80 mmHg
Nadi
: 120x/ menit, reguler, isi cukup, kuat
Pernapasan
: 48x/ menit, reguler, dalam, abdominotorakal
Suhu
: 38.40C (aksila)
Berat Badan
: 18 kg
Kepala
: Normocephal, tidak ada nyeri tekan
Mata
: Konjungtiva tidak anemis, sklera tidak ikterik, tidak cekung
4
Telinga
: Tidak ada tanda peradangan, nyeri tekan tidak ada, refleks cahaya positif
Hidung
: tidak terlihat deformitas, tidak ada sekret, napas cuping hidung negatif, tidak terlihat darah
Mulut
: bibir terlihat berdarah, tidak kebiruan, mukosa mulut basah, gusi tidak berdarah, tonsil T1-T1 tidak hiperemis, uvula di tengah
Leher
: KGB tidak teraba membesar
Jantung
: BJ I dan II normal, tidak terdengar gallop atau murmur
Paru
: Ekspansi simetris, tidak ada retraksi suprasternal, intercostalis, maupun epigastrium, suara napas vesikuler, tidak terdengar rhonkhi atau wheezing.
Abdomen
: Datar, lemas, turgor baik, tidak ada nyeri tekan, hepar lien tidak teraba, tidak ada asites, bising usus positif lima kali per menit.
Ekstremitas
: Hangat, tidak ada edema, CRT < 2 detik, rumple leed positif.
1.1.4 Pemeriksaan Penunjang Lab Darah (18/03/2014) Hemoglobin
: 15.1 mg/dL
Hematokrit
: 45 %
Leukosit
: 9800 /uL
Trombosit
: 40.000 / uL
1.1.5 Diagnosis Demam berdarah dengue grade II, demam hari ke-4
1.1.6 Rencana Pemeriksaan dan Tatalaksana -
Ringer laktat 30 tetes per menit makrodrip
-
Paracetamol 3 x 250 mg
-
Rawat inap bangsal anak
-
Periksa darah perifer lengkap/ 12 jam
-
Monitor diuresis/ 6 jam
-
Observasi tanda vital
5
1.2
LATAR BELAKANG Dengue merupakan penyakit virus mosquito-borne yang persebarannya paling tinggi di dunia.1 Dengue termasuk genus flavivirus, famili Flaviridae dengan 4 jenis serotipe yaitu den-1, den-2, den-3, dan den-4.2 Diperkirakan dalam 50 tahun terakhir, insiden penyakit dengue meningkat tiga puluh kali lipat hingga mencapai angka 50 juta setiap tahunnya.1 Dengue sendiri merupakan penyakit yang self-limiting dengan angka kematian dibawah 1%. Namun, pada kasus yang lebih berat, yaitu demam berdarah dengue, angka kematian dapat mencapai 50% jika tidak dilakukan tatalaksana yang adekuat.3 Proses patofisiologi terjadinya demam berdarah dengue masih belum jelas. Namun, terdapat teori immunological enhancement hypothesis yang menjelaskan antibodi non-neutralisasi yang dibetnuk pada infeksi primer menyebabkan terbentuknya kompleks imun pada infeksi sekunder serta memicu replikasi virus yang berujung pada manifestasi kebocoran plasma hebat.3 Kortikosteroid merupakan agen anti-inflamasi yang sangat efektif dan sering digunakan sebagai terapi tambahan pada penyakit yang memiliki dasar proses imunologis.4 Kortikosteroid sebelumnya telah dipakai sebagai tatalaksana pada pasien yang sudah mencapai tahap dengue shock syndrome, namun tidak ditemukan bukti yang jelas mengenai manfaat kortikosteroid.5 Berdasarkan hipotesis immonological enhancement dan bukti sebelumnya, laporan kasus berdasar bukti ini dibuat untuk mengeksplorasi pemikiran apakah kortikosteroid yang diberikan pada pasien dengue di fase awal demam dapat mencegah terjadinya dengue shock syndrome.
1.3
PERTANYAAN KLINIS Apakah pemberian kortikosteroid pada fase awal demam dengue dapat mengurangi angka kejadian dengue shock syndrome?
Patient
: Demam dengue fase akut
Intervention
: Corticosteroid
Comparison
: Tanpa Corticosteroid
Outcome
: Kejadian Dengue Shock Syndrome
6
BAB II METODE
Pencarian artikel dilakukan pada tanggal 19 Maret 2014 pada dua database, yaitu PUBMED dan Cochrane Library. Pencarian artikel pada kedua database menggunakan tiga kata kunci utama yaitu Dengue, Steroid, dan Shock atau Complication. Detail lebih lengkap mengenai kata kunci dan penyaringan pada masing-masing database dapat dilihat pada Tabel 1.
Tabel 1. Kata kunci pencarian dan penyaringan (filter). Kata Kunci
Filter
Dengue AND (Steroid OR Corticosteroid) AND
Type: Therapy; Broad
Clinical
(Dengue Shock Syndrome OR Dengue Hemorrhagic
Filter: Human species,
Queries
Fever)
English language
Dengue AND (Steroid OR Corticosteroid) AND
Filter: Cochrane
(Shock OR Complication)
Review, Other
[In: Abstract, Title, Keywords]
Reviews, Trials
PUBMED
Cochrane Library
Setelah pencarian artikel, dilakukan penyaringan judul dan abstrak sesuai dengan kriteria inklusi dan ekslusi. Artikel yang lolos penyaringan kemudian disaring lebih lanjut untuk membuang artikel duplikat - dimana tersisa satu artikel yang kemudian dinilai menggunakan kriteria dari Center of Evidence Based Medicine Oxford (Tabel 2). Alur pencarian artikel dapat dilihat lebih jelas pada Gambar 1.
7
Gambar 1. Alur pencarian artikel
8
BAB III HASIL
Tam DTH, et al melakukan penelitian pada populasi populasi pasien di Hospital of Tropical Disease Chi Minh City, Vietnam pada tahun 2009-2011. Sampel berjumlah 225 pasien yang didiagnosis demam dengue dengan demam hari pertama sampai hari ketiga. Sampel kemudian dibagi menjadi 3 kelompok perlakuan, yaitu placebo, prednisolone dosis rendah (0.5 mg/kgBB) dan prednisolone dosis tinggi (2 mg/kgBB). Pengukuran kemudian dilakukan pada hari kedelapan dengan parameter kejadian DSS, perdarahan klinis, hiperglikemia, jumlah trombosit, kadar hematokrit, peningkatan hematokrit, dan komplikasi yang terjadi pada pasien. Detail artikel serta appraisal validitas menggunakan kriteria Center of Evidence Based Medicine Oxford dapat dilihat di Tabel 2.
Tabel 2. Profil artikel serta hasil critical appraisal validitas artikel. Profil Artikel
Effect of Short-Course Oral Corticosteroid Therapy in Early Dengue Infection in Viatnamese Patients: A Randomized, Placebo Controlled Trial. Tam DTH, Ngoc TV, Tien NTH, Kieu NTT, Thuy TTT, et al. Clinical Infectius Disease; 2012.
Randomisasi
YA “Sequential participants were randomly allocated to receive low-dose (0.5 mg/kg) or high-dose (2 mg/kg) regimens of oral prednisolone or placebo once daily for 3 days using a 1:1:1 allocation.” Methods, paragraf kedua, hal 1217.
Akuntabilitas dan Analisis Intention-toTreat
YA
Blind
YA
“Analysis was by intention-to-treat but excluded 2 patients for whom endpoints could not be evaluated.” Endpoint and Statistical methods, kolom pertama, paragraf 2 halaman 1220
“Identical prednisolone and placebo were available in 25-mg and 5-mg tablets; according to the participant’s weight and the next randomization, the pharmacist calculated the total dose and number of each tablet to be given and made up a blind treatment pack containing sufficient tablets for 3 doses” Randomization and Blinding, kolom pertama, paragraf pertama, halaman 1218
9
Perlakuan Sama
YA “A full blood count and random glucose level were checked daily, with a fasting glucose performed if the random level was high. Biochemistry and coagulation profiles were carried out at enrollment, on day 5–6 of illness (the critical period for complications), and at follow-up 2–3 weeks after discharge. Heparan sulfate (HS) levels were measured at the same time points using commercial enzyme-linked immunosorbent assay (ELISA) kits (Seikagaku, Japan). An ultrasound scan was performed on day 6 to assess plasma leakage. Clinical management decisions were made by the attending ward doctors. If shock or other serious complications developed, the patient was transferred to the intensive care unit (ICU) and managed according to standard hospital guidelines.” Clinical and Laboratory Evaluation, paragraf`1 dan 2, halaman 1218
Kemiripan Populasi
YA Karakteristik populasi pada setiap kelompok perlakuan serupa. Table 1. Baseline characteristics according to treatment allocation, halaman 1219
Hasil penelitian Tam DTH, et al menunjukkan bahwa pemberian kortikosteroid dosis rendah (0.5mg/kgBB) pada pasien dengue tidak mengurangi angka kejadian DSS. Sedangkan pada pemberian kortikosteroid dosis tinggi (2 mg/kgBB) terlihat peningkatan angka kejadian DSS sebesar 60% jika dibandingkan dengan placebo. Detail perhitungan parameter importance dapat dilihat di Tabel 3.
Tabel 3. Penilaian Importance artikel menurut kriteria Center of Evidence Based Medicine Parameter Importance
Low-Dose
High-Dose 6.7%
Control Event Rate (CER) Experimental Event Rate (EER)
6.7%
10.6%
Relative Risk Reduction (RRR)
0%
- 60%
Absolute Risk Reduction (ARR)
0%
- 3.9%
Number Needed to Treat (NNT)
- 25.6
10
BAB IV DISKUSI
Dengue merupakan penyakit virus mosquito-borne yang persebarannya paling tinggi di dunia. Demam berdarah dengue, yaitu bentuk berat dari demam dengue yang disertai kebocoran plasma, memiliki angka kematian mencapai 50% jika tidak dilakukan tatalaksana yang adekuat.3 Berdasarkan hipotesis immunological enhancement, proses imunologis berperan besar dalam patofisologi terjadinya kebocoran plasma hebat.1 Kortikosteroid telah digunakan sebelumnya dalam penanganan pasien dengue shock syndrome namun bukti tidak menunjukkan manfaat bermakna.5 Perbedaan teori dan bukti tersebut membuat dipikirkannya apakah pemberian kortikosteroid yang lebih dini, sebelum terjadi kebocoran plasma, dapat mencegah kejadian dengue shock syndrome.
Gambar 2. Fase-fase demam dengue berdasarkan waktu. Sumber: WHO. Dengue Guidelines for Diagnosis, Treatment, Prevention, and Control. 2009. World Health Organization Press; Geneva.
11
Pencarian artikel dilakukan pada dua database, yaitu PUBMED dan Cochrane Library. Setelah filtering dan skrining didapatkan satu artikel yang dapat digunakan. Penilaian validitas menggunakan kriteria Oxford Center of Evidence Based Medicine menunjukkan artikel yang valid. Penelitian dilakukan di Hospital of Tropical Disease Chi Minh City, Vietnam pada tahun 2009-2011. Sejumlah 225 sampel dibagi menjadi tiga kelompok perlakukan, masingmasing sejumlah 75 sampel yaitu placebo, prednisolon 0.5 mg/kgBB, dan prednisolon 2 mg /kgBB. Pengukuran dilakukan pada hari kedelapan dengan outcome riwayat kejadian DSS selama masa perawatan. Hasil penelitian tersebut menunjukkan tidak adanya efek protektif pemberian kortikosteroid dosis rendah pada pasien dengue terhadap kejadian DSS. Lebih jauh lagi, pemberian prednisolone dosis tinggi memberikan angka kejadian DSS yang lebih tinggi dibandingkan placebo dengan peningkatan risiko absolut sebesar 3.9%.4 Dilihat dari besar number-needed to treat yang mencapai angka negatif dapat disimpulkan bahwa pemberian steroid dosis tinggi meningkatkan risiko DSS pada pasien demam dengue. Analisis biomolekular oleh Nguyen THT, et al menggunakan sampel yang sama dengan penelitian di atas menunjukkan bahwa kadar 11 jenis plasma sitokin dan kemokin pada pasien tidak meningkat atau berubah dengan pemberian terapi prendisolon.6 Hal ini menunjukkan efek imunomodulasi prednisolon dengan dosis yang diberikan mungkin tidak mencapai ambang yang diperlukan. Selain itu, hasil ini menyadarkan bahwa terdapat gap yang luas mengenai pemahaman patofisiologi imunologis demam dengue dengan proses sebenarnya.6
Aplikabilitas Aplikabilitas artikel ini terhadap pasien dinilai menggunakan instrumen Center of Evidence Based Medicine Oxford dan ditemukan aplikabel pada pasien kasus. Sehingga dengan importance yang rendah, pemberian kortikosteroid pada pasien kasus tidak dilakukan.
Kesimpulan Pemberian kortikosteroid pada fase akut demam dengue tidak mengurangi angka kejadian dengue shock syndrome.
12
BAB V FOLLOW UP KASUS
Rabu, 19 Maret 2014 S
:
Pagi ini pasien mimisan, berhenti sendiri. Bibir tidak berdarah aktif. Demam, batuk, pilek, sesak, sakit ulu hati, mencret disangkal. Pasien belum BAB dari kemarin. Makan tidak habis, ¼ porsi. Minum banyak, kencing banyak.
O
:
Compos mentis, Tampak sakit sedang TD : 100/70 mmHg Nadi : 88x/ menit, reguler, isi cukup, kuat Napas : 18x/ menit, reguler Suhu : 36.50C Mata Hidung Mulut Leher Jantung Paru Abdomen Ekstremitas
: Konjungtiva tidak pucat, sklera tidak ikterik, tidak cekung : Mimisan aktif tidak ada, sekret tidak ada : Bibir berkrusta, perdarahan aktif tidak ada : KGB tidak teraba pembesaran : BJ I dan II normal, tidak terdengar murmur atau gallop : Vesikuler kedua lapang paru, tidak terdengar rhonkhi atau wheezing : Datar, lemas, hepar tidak teraba, asites tidak ada, nyeri tekan tidak ada : Hangat, edema tidak ada, CRT < 2 detik
Hematologi Rutin (18 Maret 2014 - 18:05) Hemoglobin : 14.2 mg/dL Hematokrit : 41 % Leukosit : 8700 /uL Trombosit : 46.000 / uL Hematologi Rutin (19 Maret 2014 – 04:55) Hemoglobin : 13.4 mg/dL Hematokrit : 38 % Leukosit : 8000 /uL Trombosit : 30.000 / uL A
:
Demam berdarah dengue grade II, demam hari ke-5
P
:
-
Ringer Laktat 30 tpm makrodrip Paracetamol syrup 3 x Cth 1 prn demam Periksa DPL / 12 jam Periksa IgM & IgG Dengue
13
Kamis, 20 Maret 2014 S
:
Mimisan tidak ada. Demam, batuk, pilek, sesak, sakit ulu hati, mencret disangkal. Pasien sudah BAB, tidak ada darah atau kehitaman. Makan habis. Minum banyak, kencing banyak.
O
:
Compos mentis, Tampak sakit sedang TD : 100/80 mmHg Nadi : 92x/ menit, reguler, isi cukup, kuat Napas : 20x/ menit, reguler Suhu : 36.60C Mata Hidung Mulut Leher Jantung Paru Abdomen Ekstremitas
: Konjungtiva tidak pucat, sklera tidak ikterik, tidak cekung : Mimisan aktif tidak ada, sekret tidak ada : Bibir berkrusta, perdarahan aktif tidak ada : KGB tidak teraba pembesaran : BJ I dan II normal, tidak terdengar murmur atau gallop : Vesikuler kedua lapang paru, tidak terdengar rhonkhi atau wheezing : Datar, lemas, hepar tidak teraba, asites tidak ada, nyeri tekan tidak ada : Hangat, edema tidak ada, CRT < 2 detik
Hematologi Rutin (19 Maret 2014 - 19:24) Hemoglobin : 12.1 mg/dL Hematokrit : 35 % Leukosit : 7.200 /uL Trombosit : 32.000 / uL IgG Dengue : Positif IgM Dengue : Negatif Hematologi Rutin (20 Maret 2014 – 05:51) Hemoglobin : 12.1 mg/dL Hematokrit : 36 % Leukosit : 6.900 /uL Trombosit : 54.000 / uL A
:
Demam berdarah dengue grade II, demam hari ke-6
P
:
- Ringer Laktat 30 tpm makrodrip - Paracetamol syrup 3 x Cth 1 prn demam - Periksa DPL / 24 jam
14
Jumat, 21 Maret 2014 S
:
Mimisan tidak ada. Demam, batuk, pilek, sesak, sakit ulu hati, mencret disangkal. BAB lancar, tidak ada darah atau kehitaman. Makan habis. Minum banyak, kencing banyak.
O
:
Compos mentis, Tampak sakit sedang TD : 100/80 mmHg Nadi : 84x /menit, reguler, isi cukup, kuat Napas : 20x / menit, reguler Suhu : 36.60C Mata Hidung Mulut Leher Jantung Paru Abdomen Ekstremitas
: Konjungtiva tidak pucat, sklera tidak ikterik, tidak cekung : Mimisan aktif tidak ada, sekret tidak ada : Bibir berkrusta, perdarahan aktif tidak ada : KGB tidak teraba pembesaran : BJ I dan II normal, tidak terdengar murmur atau gallop : Vesikuler kedua lapang paru, tidak terdengar rhonkhi atau wheezing : Datar, lemas, hepar tidak teraba, asites tidak ada, nyeri tekan tidak ada : Hangat, edema tidak ada, CRT < 2 detik
Hematologi Rutin (21 Maret 2014 – 07:21) Hemoglobin : 11.7 mg/dL Hematokrit : 35 % Leukosit : 7.000 /uL Trombosit : 61.000 / uL A
:
Demam berdarah dengue grade II, demam hari ke-7
P
:
- Rawat jalan
15
REFERENSI 1. WHO. Dengue Guidelines for Diagnosis, Treatment, Prevention, and Control. 2009. World Health Organization Press; Geneva. 2. Soedarmo SSP, Garna H, Hadinegoro SRS, Satari HI. Buku Ajar Infeksi dan Pediatri Tropis. 1st ed. Jakarta: Badan Penerbit IDAI; 2002. p.155-60 3. Shepherd ZM. Dengue [Internet]. 2014 [updated 2014 Mar 14; cited 2014 Mar 23]. Available from: http://emedicine.medscape.com/article/215840 4. Tam DTH, Ngoc TV, Tien NTH, Kieu NTT, Thuy TTT, et al. Effect of Short-Course Oral Corticosteroid Therapy in Early Dengue Infection in Viatnamese Patients: A Randomized, Placebo Controlled Trial. Clinical Infectious Disease. 2012;55(9):1216-24 5. Panpanich R, Sornchai P, Kanjanaratanakorn K. Corticosteroids for treating dengue shock syndrome: a systematic review.Cochrane Database of Systematic Review. 2006;3. 6. Nguyen THT, Nguyen THQ, Vu TT, Farrar J, Hoang TL, Dong THT, et al.
16