BIORMATIKA Jurnal Ilmiah FKIP Universitas Subang
EFEKTIVITAS PEMBELAJARAN BERBASIS MASALAH UNTUK MENINGKATKAN KEMAMPUAN PEMECAHAN MASALAH MATEMATIS MAHASISWA Nita Delima Pendidikan Matematika FKIP Universitas Subang Jl. RA. Kartini KM 3 Subang
[email protected] ABSTRAK Dalam perkuliahan Matematika Diskrit, agar mahasiswa merasakan manfaat langsung dari mempelajari Matematika Diskrit, dosen dituntut untuk dapat mengarahkan mahasiswa agar dapat menyelesaikan permasalahan yang sifatnya tidak rutin. Berdasarkan pengamatan penulis selama mengajar, mayoritas mahasiswa, ketika dihadapkan dengan permasalahan yang tidak rutin mengenai materi dalam matematika diskrit mereka mengalami kesulitan. Selain itu, mahasiswa pun menjadi kurang memberikan respon positif dalam mengikuti pekuliahan. Apalagi selama ini, pembelajaran yang dilakukan masih menggunakan pembelajaran konvensional, pembelajaran ini masih mengacu pada metode teacher centered, kesempatan mahasiswa dalam mengkonstruksi pengetahuannya sendiri menjadi sempit bahkan tidak ada. Sehingga proses berfikir mahasiswa dalam memecahkan masalah yang tidak rutin menjadi tidak optimal. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui apakah peningkatan kemampuan pemecahan masalah matematis mahasiswa yang memperoleh pembelajaran berbasis masalah berbeda dengan mahasiswa yang memperoleh pembelajaran konvensional. Data penelitian dikumpulkan melalui tes, angket dan wawancara. Hasil penelitian ini adalah peningkatan kemampuan pemecahan masalah matematis mahasiswa yang mendapatkan perkuliahan dengan pendekatan pembelajaran berbasis masalah berbeda dengan kemampuan pemecahan masalah matematis mahasiswa yang mendapatkan pembelajaran konvensional, dan secara umum, mahasiswa memberikan respon yang positif terhadap perkuliahan. Kata Kunci : Pembelajaran berbasis masalah, kemampuan pemecahan masalah matematis
A. PENDAHULUAN Dalam perkuliahan Matematika Diskrit, agar mahasiswa merasakan manfaat langsung dari mempelajari Matematika Diskrit, dosen dituntut untuk dapat mengarahkan mahasiswa agar dapat menyelesaikan permasalahan yang sifatnya tidak rutin. Berdasarkan pengamatan penulis selama mengajar, mayoritas mahasiswa, ketika dihadapkan dengan permasalahan yang tidak rutin mengenai materi dalam matematika diskrit mereka mengalami kesulitan. Selain itu, mahasiswa pun menjadi kurang memberikan respon positif dalam mengikuti pekuliahan. Apalagi selama ini, pembelajaran yang dilakukan masih menggunakan pembelajaran konvensional, pembelajaran ini masih mengacu pada metode teacher centered, kesempatan mahasiswa dalam mengkonstruksi pengetahuannya sendiri menjadi sempit bahkan tidak ada. Sehingga proses 1
BIORMATIKA Jurnal Ilmiah FKIP Universitas Subang
berfikir mahasiswa dalam memecahkan masalah yang tidak rutin menjadi tidak optimal. Hal tersebut sesuai dengan hasil penelitian Committee on the Undergraduate Program in Mathematics (CUPM)[1], yang mengatakan bahwa, di tingkat perguruan tinggi, mahasiswa seringkali secara keseluruhan tidak menyadari pentingnya hubungan-hubungan antara subjek matematika yang terpisah dengan disiplin lainnya. Mereka juga secara mengejutkan enggan atau tidak dapat menerapkan pengetahuan yang mereka peroleh dalam perkuliahan matematika kepada disiplin lainnya. Penelitian ini mengambil subyek penelitian mahasiswa Program Studi Pendidikan Matematika FKIP Universitas Subang yang mengambil mata kuliah Matematika Diskrit. Sedangkan, kemampuan yang akan diukur dalam penelitian ini adalah kemampuan pemecahan masalah matematis, sedangkan pendekatan pembelajaran yang diduga dapat mengakomodir optimalisasi kemampuan tersebut adalah pembelajaran berbasis masalah. Berdasarkan kepada uraian di atas, diduga pembelajaran berbasis masalah dapat dijadikan sebagai salah satu cara untuk meningkatkan kemampuan berpikir tingkat tinggi khususnya pemecahan masalah matematis mahasiswa, sehingga secara tidak langsung diharapkan dapat diperoleh lulusan yang potensial dalam dunia kerja. Untuk menguji kebenaran dugaan tersebut, maka perlu diadakan penelitian. Oleh sebab itu dilakukan penelitian dengan judul: Efektivitas Pembelajaran Berbasis Masalah Untuk Meningkatkan Kemampuan Pemecahan Masalah Matematis Mahasiswa. Berdasarkan latar belakang di atas, maka yang menjadi masalah dalam penelitian ini adalah: 1. Bagaimana kualitas peningkatan kemampuan pemecahan masalah matematis mahasiswa yang memperoleh pembelajaran berbasis masalah dan mahasiswa yang memperoleh pembelajaran konvensional? 2. Apakah peningkatan kemampuan pemecahan masalah matematis mahasiswa yang memperoleh pembelajaran berbasis masalah berbeda dengan mahasiswa yang memperoleh pembelajaran konvensional? 3. Bagaimana sikap mahasiswa terhadap pembelajaran berbasis masalah? Agar tidak terjadi perbedaan pandangan dalam peristilahan yang digunakan dalam penelitian ini, maka diberikan beberapa definisi operasional untuk istilah – istilah sebagai berikut: 1. Kemampuan pemecahan masalah matematis dalam penelitian ini ialah kemampuan mengaplikasikan pengetahuan yang telah diperoleh untuk menyelesaikan masalah. Adapun indikator yang digunakan untuk mengukur kemampuan ini meliputi: 1) mengidentifikasi kecukupan data untuk pemecahan masalah; 2) menjelaskan konsep yang sesuai dengan masalah; dan 3) menyelesaikan masalah. 2. Pembelajaran Berbasis Masalah (PBM) dalam penelitian ini adalah pembelajaran yang dimulai dengan masalah kontekstual yang harus 2
BIORMATIKA Jurnal Ilmiah FKIP Universitas Subang
dipecahkan, kemudian mahasiswa menginterpretasi masalah tersebut, mengumpulkan informasi yang diperlukan, mengevaluasi alternatif solusi, dan mempresentasikan solusinya, sehingga secara keseluruhan mahasiswalah yang mengkonstruk sendiri pengetahuan mereka, dengan bantuan pengajar selaku fasilitator. 3. Sikap dalam penelitian ini adalah suatu bentuk dari perasaan, yaitu perasaan mendukung atau memihak (positif) maupun perasaan tidak mendukung (negatif) pada suatu objek. Adapun sikap yang diukur dalam penelitian ini adalah sikap positif dan negatif mahasiswa terhadap perkuliahan dengan pendekatan pembelajaran berbasis masalah dan soal – soal pemecahan masalah dan koneksi matematis yang diberikan. B.
METODE PENELITIAN Penelitian ini berbentuk “Kuasi-Eksperimen”. Penelitian ini dilakukan terhadap dua kelompok yaitu kelompok eksperimen dan kelompok kontrol. Kelompok eksperimen adalah kelompok mahasiswa yang mendapatkan pembelajaran berbasis masalah sedangkan kelompok kontrol adalah kelompok mahasiswa yang yang diajarkan dengan pembelajaran konvensional. Desain penelitian berbentuk Pre-test Post-test Control Group Design sebagai berikut: R O X O R O O Keterangan : R : Pengambilan Sampel secara Acak Kelas X : Perlakuan pembelajaran dengan pendekatan pembelajaran berbasis masalah O : Pre-test dan post-test berupa tes untuk mengetahui kemampuan pemecahan masalah dan koneksi matematis. Instrumen jenis tes adalah instrumen kemampuan pemecahan masalah dan koneksi matematis sedangkan instrumen jenis non-tes adalah angket respon mahasiswa dan wawancara. Data yang diperoleh diolah dan dianalisis dengan bantuan software SPSS dan software Microsoft Excel. C. HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN Penelitian ini bertujuan untuk menelaah dan mendeskripsikan kemampuan pemecahan masalah matematis mahasiswa yang memperoleh perkuliahan dengan pendekatan pembelajaran berbasis masalah (PBM). Data yang dianalisis adalah data hasil pretes mahasiswa kelompok eksperimen dan kelompok kontrol untuk melihat gambaran tentang kemampuan awal kedua kelompok, analisis hasil postes kelompok eksperimen dan kelompok kontrol untuk melihat perbedaan kemampuan masing-masing kelompok. Analisis data juga dilakukan terhadap respon mahasiswa terhadap perkuliahan dengan pembelajaran berbasis masalah. Sedangkan untuk mengetahui kualitas 3
BIORMATIKA Jurnal Ilmiah FKIP Universitas Subang
peningkatan kemampuan pemecahan masalah dan koneksi matematis dilihat dari skor gain yang diformulasikan oleh Hake[3] yang ditinjau dari kategori kemampuan mahasiswa. Pada setiap perkuliahan dengan PBM dimulai dengan diskusi tentang materi pertemuan sebelumnya, kemudian penjelasan tentang yang akan dipelajari pada waktu pertemuan itu, dan pengajar (fasilitator) memberikan masalah matematika diskrit kepada masing-masing kelompok. Diskusi kelompok berlangsung 20-60 menit (bergantung pada tingkat kesukaran masalah), dan fasilitator berkeliling memperhatikan diskusi kelompok, dan melakukan scaffolding apabila dibutuhkan. Setelah diskusi kelompok berakhir, wakil dari setiap kelompok menjelaskan solusi masalah di depan kelas, dan setiap mahasiswa berhak bertanya atau memberi komentar, dipandu oleh fasilitator. Pada akhir pertemuan, fasilitator memandu mahasiswa untuk mencari mana solusi yang terbaik dan alasannya, kemudian bersama-sama dengan mahasiswa merangkum apa yang didiskusikan pada pertemuan itu. Pada beberapa pertemuan pertama, proses ini berjalan dengan alot, karena mahasiswa belum terbiasa dengan kondisi ini. Setelah mereka mulai terbiasa dengan kondisi ini, perlahan-lahan keyakinan mahasiswa berubah secara positif, baik pola pikir maupun perilakunya. Kemampuan pemecahan masalah matematis mahasiswa secara umum antara kelas eksperimen dan kelas kontrol dapat dilihat dari hasil postes, diperoleh bahwa rata-rata hasil postes kemampuan pemecahan masalah matematis mahasiswa kelas eksperimen lebih tinggi dibandingkan kelas kontrol. Ini menunjukkan bahwa terdapat perbedaan peningkatan kemampuan antara kelas eksperimen dengan kelas kontrol. Untuk melihat peningkatan kemampuan, pada analisis data digunakan skor dari gain ternormalisasi masingmasing mahasiswa. Sedangkan, rata-rata skor gain ternormalisasi kedua kelompok diketahui bahwa mahasiswa kelas eksperimen memiliki rata-rata gain ternormalisasi kemampuan pemecahan masalah dan koneksi matematis yang lebih tinggi daripada mahasiswa kelas kontrol. Hasil perhitungan gain ternormalisasi kelompok eksperimen untuk kemampuan pemecahan masalah matematis memiliki rata-rata 0,650, ini menunjukkan bahwa rata-rata mahasiswa kelompok ekperimen mengalami peningkatan kemampuan dengan kategori sedang, sedangkan pada kelas kontrol rata-ratanya hanya 0,456, sehingga peningkatan kelas kontrol pun termasuk ke dalam kategori sedang. Kemudian, untuk mengetahui apakah perbedaan tersebut signifikan atau tidak maka dilakukan pengujian hipotesis dengan menggunakan uji-t. Uji – t dilakukan karena data sudah lulus uji normalitas dan homogenitas, atau dengan kata lain data kedua populasi berdistribusi normal dengan varians yang homogeny. Hasil pengujian mengatakan bahwa terdapat perbedaan peningkatan kemampuan pemecahan masalah matematis yang signifikan antara mahasiswa yang mendapat perkuliahan dengan pendekatan pembelajaran berbasis masalah dan mahasiswa yang mendapat perkuliahan dengan pembelajaran konvensional. Karena rata-rata skor gain ternormalisasi kelas eksperimen lebih beasar dari kelas kontrol, maka peningkatan kemampuan pemecahan masalah matematis 4
BIORMATIKA Jurnal Ilmiah FKIP Universitas Subang
mahasiswa yang mendapat perkuliahan dengan pendekatan pembelajaran berbasis masalah lebih baik dari mahasiswa yang mendapat perkuliahan dengan pembelajaran konvensional. Untuk mengetahui pandangan mahasiswa terhadap perkuliahan matematika diskrit dengan pendekatan pembelajaran berbasis digunakan data angket respon mahasiswa. Hasilnya menunjukan bahwa dari pernyataan negatif dan positif pada angket tersebut memberikan persentase kelompok responden yang tergolong kuat dengan hasil rata-rata skor kelompok responden sebesar 73%. Sehingga, dapat dikatakan bahwa mahasiswa menunjukan respon yang positif terhadap perkuliahan dengan pendekatan pembelajaran berbasis masalah. D. KESIMPULAN DAN SARAN Berdasarkan hasil analisis temuan, dapat disimpulkan bahwa : 1. Kualitas peningkatan kemampuan pemecahan masalah matematis mahasiswa yang mendapatkan perkuliahan dengan pendekatan pembelajaran berbasis masalah memiliki kategori sedang. Begitu pula dengan kualitas peningkatan kemampuan pemecahan masalah matematis mahasiswa yang mendapatkan pembelajaran konvensional memiliki kategori sedang. 2. Terdapat perbedaan peningkatan kemampuan pemecahan masalah matematis antara mahasiswa yang mendapatkan perkuliahan dengan pendekatan pembelajaran berbasis masalah dan kemampuan pemecahan masalah matematis mahasiswa yang mendapatkan pembelajaran konvensional. 3. Secara umum, mahasiswa merespon positif terhadap perkuliahan. Rata-rata mahasiswa menunjukkan respon yang positif dan tergolong kuat. Berdasarkan hasil analisis temuan, maka untuk para pembaca dan untuk penelitian selanjutnya disampaikan saran sebagai berikut: 1. Perkuliahan dengan Pendekatan Pembelajaran Berbasis Masalah dapat menjadi salah satu alternatif pembelajaran di kelas karena PBM menyediakan suatu lingkungan belajar interaktif. Hanya perlu diperhatikan bahwa tidaklah mudah untuk memulai dengan masalah dalam mata kuliah matematika diskrit. 2. Untuk mata kuliah matematika diskrit, perkuliahan dengan PBM memakan waktu lebih lama dari pembelajaran konvensional. Jadi, disarankan PBM diterapkan pada mata kuliah yang esensial, sehingga konsep pada mata kuliah ini dapat lebih dipahami secara mendalam. 3. Pengajar bertindak sebagai fasilitator, tidak menggurui, tidak memberikan solusi, tidak memberikan rumus/dalil/formula yang diperlukan dalam suatu masalah, karena mahasiswalah yang harus mencari atau mengkonstruksi sendiri.
5
BIORMATIKA Jurnal Ilmiah FKIP Universitas Subang
E. DAFTAR PUSTAKA [1] Committee on the Undergraduate Program in Mathematics (CUPM). (2004). Undergraduate Programs and Courses in the Mathematical Science: CUPM Curriculum Guide 2004. New York: The Mathematical Association of America. [ONLINE]. Tersedia : http://www.maa.org/cupm/ [2] Dewanto, S. P. (2006). Meningkatkan Kemampuan Multipel Representasi Mahasiswa melalui Problem-based Learning. Disertasi. PPS UPI Bandung. Tidak Diterbitkan. [3] Hake,R.R. (2007). Should we measure change? yes! tersedia: http://www.physics. indiana.Edu/~ hake/measchanges.pdf [27 Sep 2009]
6