Efektivitas Pelayanan Panti Sosial Penyandang Disabilitas Tubuh
Pusat Penelitian dan Pengembangan Kesejahteraan Sosial Badan Pendidikan dan Penelitian Kesejahteraan Sosial Kementerian Sosial RI. 2015
Efektivitas Pelayanan Panti Sosial Penyandang Disabilitas Tubuh
Editor: Prof. DR. Adi Fahrudin Penulis: Dra. Mulia Astuti, M.Si. Ir. Ruaida Murni Drs. Ahmad Suhendi, M.Si. Drs. Bambang Pudjianto, M.Si. Habibullah, S.Sos, M.Kesos. Tata letak & Disan Sampul: Tim Inovasi Cet. I. Jakarta 2015 vi + 105 hal; 14,8 x 21cm. ISBN 978-602-363-013-4 Diterbitkan oleh: P3KS Press Jl. Dewi Sartika No. 200 Cawang III Jakarta- Timur. Telp. (021) 8017126 Email:
[email protected] Website: puslit.kemsos.go.id
Hak cipta dilindungi Undang-Undang. Dilarang memperbanyak buku sebagian atau seluruhnya tanpa izin dari Puslitbangkesos, Kementerian Sosial RI.
KATA PENGANTAR Puji syukur kami panjatkan ke hadirat Tuhan Yang Maha Kuasa, berkat kasih dan karunia-Nya, buku hasil penelitian yang berjudul “Efektivitas Pelayanan Panti Sosial Penyandang Disabilitas Tubuh” dapat diselesaikan sesuai dengan yang direncanakan. Salah satu upaya penanganan masalah penyandang disabilitas tubuh oleh Pemerintah dalam hal ini Kementerian Sosial adalah melalui pelayanan dan rehabilitasi melalui Panti. Diharapkan pelaksanaan pelayanan dan rehabilitasi melalui panti dapat berjalan efektif sehingga dapat mencapai tujuan yang diharapkan. Pusat Penelitian dan Pengembangan Kesejahteraan Sosial berupaya tampil dalam melaksanakan peran strategisnya guna mendukung Kementerian Sosial RI sebagai pilar utama pembangunan kesejahteraan sosial untuk mengembangkan kebijakan pelayanan rehabilitasi sosial terhadap penyandang disabilitas tubuh. Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa PSBD sudah cukup efektif dalam mencapai tujuannya yaitu meningkatkan kemandirian dan partisipasi penyandang disabilitas dalam memenuhi hak-hak dan kesejahteraannya. Namun masih belum optimal karena masih terdapat berbagai hambatan dan kekurangan baik dilihat dari segi kondisi panti (kelembagaan, komitmen pegawai dan kebijakan) maupun dari lingkungan masyarakat. Sejalan dengan temuan tersebut penelitian ini menyusun rekomendasi kepada unit-unit kerja terkait di lingkungan Kementerian Sosial, dan secara langsung kepada PSBD. Kami menyadari bahwa buku ini masih jauh dari sempurna. Oleh sebab itu dengan segala kerendahan hati, kami berharap masukan yang
Efektifitas Pelayanan Panti Sosial Penyandang Disabilitas Tubuh
i
bersifat konstruktif dari pembaca guna perbaikan selanjutnya. Kepada semua pihak yang terlibat dalam kegiatan penelitian hingga terwujudnya buku ini, kami menyampaikan terima kasih.
Jakarta,
Desember 2015
Pusat Penelitian dan Pengembangan Kesejahteraan Sosial Kepala,
DR. Dwi Heru Sukoco, M.Si
ii
Efektifitas Pelayanan Panti Sosial Penyandang Disabilitas Tubuh
PENGANTAR PENERBIT Kita sungguh menyadari bahwa, penyandang disabilitas merupakan bagian dari masyarakat Indonesia yang mempunyai hak dan kewajiban yang sama dengan warga Negara lainnya. Penyandang disabilitas berhak untuk memperoleh pelayanan dan kemudahan yang berhubungan dengan kedisabilitasannya dari pihak lain. Sebaliknya untuk mendapatkan haknya itu, penyandang disabilitas berkewajiban untuk memiliki kemauan, tekad, semangat serta aktivitas yang nyata dalam usaha mengatasi permasalahan yang melekat pada dirinya, sebagai imbangan atas pelayanan yang diterima dari pihak lain. Penyandang disabilitas berkewajiban untuk turut menolong dirinya sendiri, bahkan harus melibatkan diri dan berperan aktif dalam kehidupan bermasyarakat di lingkungaannya. Penyandang disabilitas harus berpartisipasi didalam keseluruhan tahapan dan proses pelayanan di pusat rehabilitasi. Penyandang disabilitas tentunya menyimpan potensi tersembunyi, yang dapat digali dan ditumbuhkembangkan secara tepat, mereka akan mampu menolong dirinya sendiri dan bahkan dapat memberikan sumbangan yang bermanfaat dalam kehidupan bermasyarakat. Untuk memperoleh kesempatan pelayanan rehabilitasi dan menemukan kembali kemampuan fungsional, mengembangkan secara tepat dan mereka harus memiliki kemauan dan kemampuan dalam kehidupan bermasyarakat, meskipun ternyata belum dapat dinikmati sepenuhnya oleh karena keterbatasan tenaga, sarana, prasarana dan lain-lainnya. Hasil penelitian yang dilakukan pada semua Unit Penyelenggara Rehabilitasi Sosial Penyandang Disabilitas Tubuh Kementerian Sosial (PSBD), mencoba mendeskripsikan upaya program rehabilitasi dan hambatan-hambatan yang ditemui di lokasi, baik PSBD di kota Palembang, Medan, Makasar dan Surakarta, yang menggambarkan peran dan fungsi PSBD tersebut belum efektif secara optimal. Atas kondisi tersebut, hasil penelitian ini membuat suatu terobosan berbentuk rumusan rekomendasi yang dimungkinkan dapat menjadi bahan masukan berguna bagi pihak-
Efektifitas Pelayanan Panti Sosial Penyandang Disabilitas Tubuh
iii
pihak terkait di lingkungan Kementerian Sosial dan pengguna dalam upaya pengembangan kebijakan. Tidak ada kata lain yang lebih tepat, bahwa buku hasil penelitian ini dapat menambah khasanah baru yang mencerahkan dan sangat layak untuk dibaca khalayak umum serta pemerhati masalah disabilitas, sehingga dapat berbuah kemanfaatan bagi semua. Akhirnya “tiadalah upaya kita bernilai dihadapanNya, jika tidak ada nilai tambah di kemudian”.
Jakarta,
Desember 2015
Penerbit
iv
Efektifitas Pelayanan Panti Sosial Penyandang Disabilitas Tubuh
DAFTAR ISI KATA PENGANTAR
i
PENGANTAR PENERBIT
iii
DAFTAR ISI
v
DAFTAR TABEL BAB I: PENDAHULUAN
vii 1
A. Latar Belakang
1
B. Identifikasi Masalah
7
C. Rumusan Masalah
8
D. Tujuan dan Manfaat Penelitian
8
BAB II: LANDASAN TEORI A. Deskripsi Teori dan Konsep
9 9
B. Kerangka Berfikir
26
C. Hipotesis Penelitian
27
BAB III: METODE PENELITIAN
29
A. Ruang lingkup Penelitian
29
B. Lokasi Penelitian
30
C. Responden dan Informan Penelitian
30
D. Identifikasi Variabel Penelitian
32
E. Definisi Operasional
33
F. Teknik Pengumpulan Data
35
G. Uji Coba
36
H. Tahapan Penelitian
39
I. Analisis Data
40
BAB IV: HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN
43
A. Gambaran Umum Panti Sosial Bina Daksa
43
B. Gambaran Tentang Responden Eks Penerima Manfaat
62
C. Deskripsi Hasil Penelitian
64
D. Pembahasan Hasil Penelitian
75
Efektifitas Pelayanan Panti Sosial Penyandang Disabilitas Tubuh
v
BAB V: KESIMPULAN DAN REKOMENDASI
90
A. Kesimpulan
90
B. Rekomendasi:
91
DAFTAR PUSTAKA
94
INDEK
97
TENTANG PENULIS
vi
Efektifitas Pelayanan Panti Sosial Penyandang Disabilitas Tubuh
100
DAFTAR TABEL Tabel 1.1. Jumlah Penerima Manfaat di UPT Direktorat Rehabilitasi Sosial Orang dengan Kecacatan Tahun 2013
3
Tabel 3.1. Daftar UPT Milik Kementerian Sosial Penyandang Disabilitas Tubuh
30
Tabel 3.2. Jumlah Responden Keseluruhan
31
Tabel 3.3. Jumlah Responden menurut Jenisnya
31
Tabel 3.4. Kriteria Penilaian
40
Tabel 3.5. Interpretasi Koefisien Korelaasi
41
Tabel 4.1. Jumlah SDM PSBD Bahagia Berdasarkan Jabatan
45
Tabel 4.2. Jumlah Pekerja Sosial Berdasarkan Jenjang Jabatan
46
Tabel 4.3. Jumlah SDM Budi Perkasa Berdasarkan Jabatan
50
Tabel 4.4. Jumlah SDM BBRSBD Prof. Dr. Soeharso Berdasarkan Tingkat Pendidikan
54
Tabel 4.5. Jumlah Pegawai Berdasarkan Jabatan
54
Tabel 4.6. Jumlah Pegawai PSBD Wirajaya Berdasarkan Tingkat Pendidikan
59
Tabel 4.7. Jumlah Pegawai PSBD Wirajaya Berdasarkan Status Kepegawaian
59
Tabel 4.9. Jumlah Responden Eks Penerima Manfaat Menurut Tingkat Pendidikan
62
Tabel 4.10. Jenis keterampilan yang diikuti di panti
63
Tabel 4.11. Korelasi antara Kelembagaan, Komitmen dan Kebijakan Panti Sosial dengan Efektivitas PSBD
75
Tabel 4.12. Skor Pengaruh Kelembagaan Terhadap Efektivitas Pelayanan PSBD
81
Tabel 4.13. Skor Pengaruh Komitmen Panti/Balai Terhadap Efektivitas Pelayanan PSBD
85
Efektifitas Pelayanan Panti Sosial Penyandang Disabilitas Tubuh
vii
Tabel 4.14. Skor Pengaruh Kebijakan Panti/Balai Terhadap
Efektivitas Pelayanan PSBD
86
Tabel 4.15. Nilai Koefisien Korelasi Pearson
88
Tabel 4.16. Nilai Siknifikansi ANOVA
88
Tabel 4.17. Persamaan Garis ANOVA
89
viii
Efektifitas Pelayanan Panti Sosial Penyandang Disabilitas Tubuh
BAB I PENDAHULUAN
A. Latar Belakang Permasalahan kesejahteraan sosial yang berkembang dewasa ini menunjukkan bahwa ada warga negara yang belum terpenuhi hak atas kebutuhan dasarnya secara layak karena belum memperoleh pelayanan sosial dari negara. Akibatnya, masih ada warga negara yang mengalami hambatan pelaksanaan fungsi sosial sehingga tidak dapat menjalani kehidupan secara layak dan bermartabat, salah satunya adalah penyandang cacat/disabilitas. Padahal penyandang disabilitas dapat dan ingin menjadi anggota masyarakat yang produktif sehingga membutuhkan akses yang lebih baik terhadap pendidikan dasar, pelatihan kejuruan yang sesuai dengan kebutuhan pasar kerja dan pekerjaan yang sesuai dengan keterampilan, minat dan kemampuan beradaptasi. Pemerintah Indonesia telah menandatangani Convention on the Rights of Persons with Disabilities (Konvensi mengenai HakHak Penyandang Disabilitas) pada tanggal 30 Maret 2007 di New York. Penandatanganan tersebut menunjukkan kesungguhan Negara Indonesia untuk menghormati, melindungi, memenuhi, dan memajukan hak-hak penyandang disabilitas, yang pada akhirnya diharapkan dapat memenuhi kesejahteraan para penyandang disabilitas. Sebagai tindak lanjut atas konvensi tersebut, Pemerintah Indonesia meratifikasi konvensi tersebut melalui Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 19 Tahun 2011 tentang pengesahan Convention on the Rights of Persons with Disabilities (Konvensi Mengenai Hak-Hak Penyandang Disabilitas). Berdasarkan konvensi tersebut, penyandang disabilitas mencakup mereka yang memiliki keterbatasan fisik, mental,
Efektifitas Pelayanan Panti Sosial Penyandang Disabilitas Tubuh
1
intelektual, atau sensorik dalam jangka waktu lama berinteraksi dengan berbagai hambatan yang dapat menyulitkan partisipasi penuh dan efektif dalam masyarakat atas dasar kesetaraan dengan yang lainnya. Berdasarkan data Direktorat Rehabilitasi Sosial Orang Dengan Kecacatan (ODK), Kementerian Sosial (2014) terdapat 3.838.985 jiwa Penyandang Disabilitas di Indonesia dengan 6 kategori penyandang disabilitas yaitu ODK Tubuh, ODK Rungu Wicara, ODK Netra, ODK Grahita, ODK Eks Kusta, dan ODK Berat. Diagram 1.1. Jumlah Penyandang Disabilitas Tahun 2014
Sumber: Dit. Rehsos ODK, 2015
Kementerian Sosial RI telah melaksanakan berbagai program yang ditujukan kepada penyandang disabilitas, baik yang dilakukan melalui sistem panti maupun non panti. Namun pelayanan tersebut masih terbatas. Pelayanan rehabilitasi sosial penyandang disabilitas berbasis panti sosial yang diselenggarakan oleh Kementerian Sosial RI pada 19 Panti sosial untuk melayani penyandang disabilitas tuna
2
Efektifitas Pelayanan Panti Sosial Penyandang Disabilitas Tubuh
netra, rungu wicara, cacat tubuh, tuna grahita, psikotik, dan lara kronis. Tabel 1.1. Jumlah Penerima Manfaat di UPT Direktorat Rehabilitasi Sosial Orang dengan Kecacatan Tahun 2013 No 1
Nama Panti
Jumlah PM
Panti Sosial Bina Laras Phala Martha a. Layanan Dalam Panti
99
b. Layanan Luar Pant
87
2
Panti Sosial Bina Laras Dharma Guna Bengkulu
100
3
Panti Sosial Bina Laras Budi Luhur
167
4
Panti Sosial Bina Grahita Ciungwanara Bogor
41
5
Panti Sosial Bina Grahita Nipotowe
32
6
Balai Besar Rehabilitasi Sosial Bina Grahita Kartini Temanggung
541
7
Balai Besar Rehabilitasi Vokasional Bina Daksa Cibinong
112
8
Balai Besar Rehabilitasi Sosial Bina Daksa Prof. Dr. Soeharso Surakarta
470
9
Panti Sosial Bina Daksa Bahagia Medan
59
10
Panti Sosial Bina Daksa Wirajaya Makassar
91
11
Panti Sosial Bina Daksa “Budi Perkasa” Palembang
137
12
Panti Sosial Bekas Penderita Lara Kronis Wasana Bahagia Ternate
100
13
Panti Sosial Bina Netra Wiyata Guna a. Layanan Dalam Panti
218
b. Layanan Luar Panti
249
c. Pasca Mengikuti Program 14
51
Panti Sosial Bina Netra Tan Miyat a. Layanan Dalam Panti
120
b. Layanan Luar Panti
40
15
Panti Sosial Bina Netra Tomou Tou Manado
12
16
Panti Sosial Bina Netra Mahatmiya Bali
Efektifitas Pelayanan Panti Sosial Penyandang Disabilitas Tubuh
3
a. Layanan Dalam Panti
90
b. Layanan Luar Panti
10
17
Panti Sosial Bina Rungu Wicara Efata
248
18
Panti Sosial Bina Rungu Wicara Melati
125
19
Panti Sosial Bina Rungu Wicara Meohai JUMLAH
50 3150
Sumber: rehsos.kemsos.net, 2015
Apabila dibandingkan antara populasi jumlah penyandang disabilitas, pada tahun 2013 yaitu sebanyak 3.838.985 jiwa, Kementerian Sosial RI melalui berbagai panti sosialnya hanya mampu melayani sebanyak 3.150 penyandang disabilitas (0.082 persen) per tahun. Keterbatasan pelayanan terhadap penyandang disabilitas jika dibandingkan dengan jumlah populasi penyandang disabilitas tersebut membutuhkan pelayanan panti secara efektif. Sedangkan, menurut Pusat Data dan Informasi Kesejahteraan Sosial Kementerian Sosial RI tahun 2014 jumlah penyandang disabilitas 6.008.600 jiwa (Pusdatin Kemensos RI, 2014). Menurut Keputusan Menteri Sosial RI Nomor 50/HUK/2004 tentang Standarisasi Panti, menyatakan bahwa sistem pelayanan kesejahteraan sosial diselenggarakan melalui sistem panti maupun non panti (keluarga dan masyarakat). Pelayanan sosial melalui sistem panti merupakan pelayanan alternatif terakhir, apabila fungsi dan peran keluarga/masyarakat tidak dapat dilaksanakan dengan baik untuk memenuhi kebutuhan anggotanya. Panti sosial merupakan lembaga pelayanan sosial yang memiliki tugas dan fungsi untuk meningkatkan kualitas sumber daya manusia dan memberdayakan penyandang masalah kesejahteraan sosial kearah kehidupan normatif secara fisik, mental, dan sosial. Berdasarkan analisis pengembangan panti sosial (Hikmat, 2012) diperoleh informasi bahwa : 1. Program pelayanan kesejahteraan sosial di Panti Sosial masih bertumpu pada proses pelayanan yang belum optimal
4
Efektifitas Pelayanan Panti Sosial Penyandang Disabilitas Tubuh
memperhatikan keberagaman karakteristik fungsi sosial setiap klien. 2. Petugas panti sosial dalam melaksanakan tugas-tugas pelayanan lebih bertumpu pada pengetahuan dan keterampilan yang diperoleh dari pengalaman yang dimiliki, dan belum bertumpu pada pengetahuan dan keterampilan pekerja sosial secara profesional yang seharusnya diperoleh dari pendidikan dan pelatihan. 3. Jabatan tenaga fungsional di Panti Sosial milik pemerintah daerah yang belum ditetapkan secara definitif, mengakibatkan kurang jelasnya tugas fungsional dan administratif yang menjadi tanggung jawab petugas panti dan petugas administrasi (birokrasi). 4. Komitmen petugas di Panti Sosial terhadap tugas-tugas yang menjadi tanggung jawabnya pada umumnya cukup tinggi, yang ditandai dengan adanya kesungguhan dalam memberikan pelayanan. 5. Sarana prasarana yang mendukung pelayanan kesejahteraan sosial masih terbatas pada sarana prasarana untuk pemenuhan kebutuhan dasar, sementara sarana prasarana yang dibutuhkan untuk peningkatan fungsi sosial klien masih belum cukup tersedia. 6. Peran serta instansi sektoral dan masyarakat dalam kegiatan pelayanan telah tampak keberadaannya, meskipun masih relatif terbatas dan bersifat insidental. Pada Panti Sosial Bina Daksa (PSBD) yang melayani penyandang disabilitas tubuh, secara umum kondisi sumber daya manusianya baik dilihat dari jumlah maupun tingkat pendidikannya relatif dapat mendukung proses rehabilitasi sosial. Namun terdapat kesenjangan pekerja sosial fungsional dimana jumlah pekerja sosial tingkat ahli (pangkat tinggi) lebih banyak dibanding dengan tingkat terampil (pelaksana). Sementara jumlah instruktur juga masih belum sebanding dengan jumlah klien. Sarana dan prasarana PSBD
Efektifitas Pelayanan Panti Sosial Penyandang Disabilitas Tubuh
5
cukup memadai, hanya sarana asesmen dan sarana keterampilan (alat dan bahan praktek) yang kurang memadai. Alokasi dana untuk setiap tahapan rehabilitasi sosial belum proposional, mengakibatkan beberapa kegiatan tidak optimal seperti pendekatan awal, sosialisasi dan pembinaan lanjut. Sebagian besar klien berasal dari keluarga sosial ekonomi rendah dan tingkat pendidikan yang juga berpengaruh pada proses rehabilitasi sosial di PSBD. Kurangnya dukungan masyarakat dalam memberikan kesempatan pada klien untuk memanfaatkan keterampilan yang diperoleh dari pengakuan terhadap panti sosial, termasuk minimnya kemampuan yang mereka miliki, melengkapi permasalahan yang dihadapi eks klien (Widodo, 2012). Efektivitas pelayanan panti sosial pada hasil penelitian Armas tahun 1999 yang menunjukkan bahwa bimbingan yang diberikan dalam resosialisasi pada Panti Sosial Bina Daksa Satria Utama Cengkareng Jakarta Barat, dapat meningkatkan kemampuan dan keterampilan penyandang cacat tubuh sesuai dengan bakat dan minatnya. Manfaat yang diperoleh penyandang cacat tubuh dapat mandiri dan diterima oleh masyarakat sehingga mereka tidak menjadi beban bagi keluarga, masyarakat tetapi juga dapat menghidupi diri dan keluarganya (Armas, 1999). Meskipun dalam kondisi kemampuan sumber daya (sarana prasarana) yang terbatas dari pemerintah untuk menangani PMKS, upaya untuk meningkatkan kualitas manajemen pelayanan kesejahteraan sosial melalui panti sosial selayaknya memperhatikan prinsip-prinsip efisiensi dan efektivitas pelayanan, sehingga panti sosial milik pemerintah memiliki keunggulan komparatif sekaligus dapat menjadi model percontohan bagi pelayanan sejenis yang diselenggarakan oleh masyarakat/swasta (Hikmat, 2012). Untuk itu Kementerian Sosial RI mendorong unit pelaksana teknis atau lembaga kesejahteraan sosial menciptakan lapangan pekerjaan agar penyandang disabilitas bisa hidup mandiri setelah keluar dari panti sosial karena penyandang disabilitas tidak mudah
6
Efektifitas Pelayanan Panti Sosial Penyandang Disabilitas Tubuh
mendapatkan pekerjaan sesuai dengan jenis disabilitasnya. Agar hidup mampu mandiri tersebut panti sosial diharapkan mendampingi dalam pengembangan keterampilan kerja dan usaha ekonomi produktif (Kompas, 2015). Dengan SOTK yang ada sekarang ini yaitu berdasarkan Peraturan Menteri Sosial Nomor 106 Tahun 2009 tentang Organisasi dan Tata Kerja Panti Sosial di lingkungan Departemen Sosial belum mempunyai ruang yang cukup bagi panti dalam menjawab kebutuhan dan pemenuhan hak penerima manfaat. Masing-masing jenis penerima manfaat mempunyai kebutuhan pelayanan yang berbeda. Dengan struktur organisasi dan tata kerja pada saat ini, panti sosial masih mengalami kendala antara lain masalah kelembagaan yaitu terkait dengan struktur organisasi dan tata kerja, adanya tumpang tindih pekerjaan dan bahkan ada kegiatan-kegiatan yang tidak diakomodasi oleh struktur dan fungsi yang ada. Masalah sumber daya manusia baik jumlah maupun kualitas masih kurang terutama bagi panti yang berada di luar Jawa, sarana dan prasarana masih kurang atau tidak sesuai dengan perkembangan teknologi. Terkait dengan proses pelaksanaan kegiatan juga perlu penyesuaian dengan konsep dan kondisi penerima manfaat (Astuti, 2014).
B. Identifikasi Masalah Dari berbagai hasil penelitian sebagaimana telah diuraikan di atas, ada beberapa faktor yang dapat berpengaruh terhadap efektivitas pelayanan sosial pada panti sosial yaitu : 1. Unsur kelembagaan pada panti sosial yang meliputi sumber daya manusia (SDM), sumber dana, sarana prasarana, dan struktur organisasi. 2. Komitmen organisasi yang dilihat dari komitmen pegawai dalam bekerja di panti sosial. 3. Kebijakan panti yang meliputi pelaksanaan tugas pokok panti sosial dan tahapan pelaksanaan rehabilitasi sosial.
Efektifitas Pelayanan Panti Sosial Penyandang Disabilitas Tubuh
7
C. Rumusan Masalah Berdasarkan latar belakang dan identifikasi permasalahan tersebut di atas, maka rumusan masalah penelitian ini adalah sebagai berikut : 1. Apakah pelayanan panti sosial penyandang disabilitas efektif dalam mencapai tujuan panti sosial sebagai unit pelaksana teknis (UPT) Kementerian Sosial RI? 2. Faktor- Faktor apa yang mempengaruhi efektivitas pelayanan panti sosial?
D. Tujuan dan Manfaat Penelitian Tujuan penelitian ini untuk : 1. Untuk mendeskripsikan pencapaian efektivitas pelayanan sosial panti sosial penyandang disabilitas sebagai UPT Kementerian Sosial RI. 2. Untuk mengetahui faktor-faktor yang mempengaruhi efektivitas pelayanan sosial panti sosial. Penelitian ini diharapkan dapat memberikan gambaran mengenai efektivitas pelayanan panti sosial disabilitas sebagai bahan pertimbangan bagi Direktorat Rehabilitasi Sosial Orang Dengan Kecacatan, dalam perumusan kebijakan pelayanan Panti Sosial Disabilitas Tubuh (PSBD).
8
Efektifitas Pelayanan Panti Sosial Penyandang Disabilitas Tubuh
BAB II LANDASAN TEORI
A. Deskripsi Teori dan Konsep
Panti Sosial Panti Sosial merupakan unit pelaksana teknis di lingkungan Departemen Sosial yang berada dibawah dan bertanggung jawab langsung kepada Direktur Pelayanan dan Rehabilitasi Sosial, seharihari secara fungsional dibina oleh para Direktur terkait sesuai dengan bidang tugasnya (Peraturan Menteri Sosial Republik Indonesia Nomor 106 Tahun 2009 tentang Organisasi dan Tata Kerja Panti Sosial di Lingkungan Departemen Sosial). Panti sosial bagi penyandang disabilitas merupakan pusat layanan yang berfungsi sebagai penyedia layanan dan fasilitas khusus bagi penyandang disabilitas. Panti Sosial mempunyai tugas melaksanakan pelayanan rehabilitasi sosial bagi penyandang masalah kesejahteraan sosial agar mampu berperan aktif, berkehidupan dalam masyarakat, rujukan regional, pengkajian dan penyiapan standar pelayanan, pemberian informasi serta koordinasi dan kerjasama dengan instansi terkait sesuai dengan peraturan perundang-undangan yang berlaku. Fungsi Panti Sosial menurut Pasal 3 Permensos Nomor 106 Tahun 2009 adalah : a. Penyusunan rencana dan program, evaluasi dan pelaporan b. Pelaksanaan registrasi, observasi, identifikasi, diagnosa sosial dan perawatan c. Pelaksanaan pelayanan dan rehabilitasi sosial yang meliputi bimbingan mental, fisik dan keterampilan d. Pelaksanaan resosialisasi, penyaluran dan bimbingan lanjut
Efektifitas Pelayanan Panti Sosial Penyandang Disabilitas Tubuh
9
e. Pelaksanaan pemberian perlindungan sosial, advokasi sosial, informasi dan rujukan f. Pusat model pelayanan rehabilitasi dan perlindungan sosial g. Pelaksanaan urusan tata usaha Tugas dan fungsi tersebut, pelaksanaannya diatur melalui struktur organisasi panti sosial (Pasal 4 dan 5 Permensos Nomor 106 Tahun 2009) yaitu terdiri dari : a. Subbagian Tata Usaha, mempunyai tugas melakukan penyiapan penyusunan rencana anggaran, urusan surat menyurat, kepegawaian, keuangan, perlengkapan, dan rumah tangga serta kehumasan. b. Seksi Program dan Advokasi Sosial mempunyai tugas melakukan penyusunan rencana program pelayanan rehabilitasi sosial, pemberian informasi, advokasi sosial dan kerjasama, penyiapan bahan standarisasi pelayanan, resosialisasi, pemantauan serta evaluasi pelaporan. c. Seksi Rehabilitasi Sosial mempunyai tugas melakukan observasi, identifikasi, registrasi, pemeliharaan jasmani dan penetapan diagnose, perawatan, bimbingan pengetahuan dasar pendidikan, mental, sosial, fisik, keterampilan, penyaluran, dan bimbingan lanjut. Disamping itu pada panti sosial milik pemerintah terdapat Instalasi Produksi (Workshop) mempunyai tugas kegiatan keterampilan kerja yang bersifat ekonomis produktif bagi penyandang masalah kesejahteraan sosial pasca rehabilitasi agar mampu berperan aktif dalam masyarakat (Pasal 9 Permensos Nomor 106 Tahun 2009). Terdapat beberapa jenis panti sosial antara lain panti sosial bagi penyandang masalah kesejahteraan sosial anak, lanjut usia, tuna sosial, dan penyandang disabilitas. Panti sosial penyandang disabilitas terdiri dari beberapa jenis disabilias yaitu panti sosial penyandang disabilitas netra, tubuh, rungu wicara, intelektual, eks psikotik, dan penyandang disabilitas eks penyakit kronis. Dalam
10
Efektifitas Pelayanan Panti Sosial Penyandang Disabilitas Tubuh
penelitian ini difokuskan pada Panti Sosial Bina Daksa (PSBD) milik pemerintah. Panti Sosial Bina Daksa mempunyai tugas memberikan bimbingan pelayanan dan rehabilitasi sosial yang bersifat kuratif, rehabilitatif, dan promotif dalam bentuk bimbingan pengetahuan dasar pendidikan, fisik, mental, sosial, pelatihan keterampilan, resosialisasi bimbingan lanjut bagi para penyandang cacat tubuh agar mampu mandiri dan berperan aktif dalam kehidupan bermasyarakat serta pengkajian dan penyiapan standar pelayanan, pemberian informasi, dan rujukan.
Efektivitas Pelayanan Panti Sosial Menurut Lubis, S.B. Hari dan Martani Huseini, efektivitas organisasi dapat dinyatakan sebagai tingkat keberhasilan organisasi dalam usaha untuk mencapai tujuan dan sasarannya. Pengukuran Efektivitas Organisasi dapat dilakukan melalui: 1) Pendekatan sasaran (goal approach) dalam pengukuran efektivitas organisasi memusatkan perhatian terhadap aspek output, yaitu mengukur keberhasilan dalam usaha mencapai tingkatan output yang direncanakan. 2) Pendekatan sumber (sytem resources approach) mencoba mengukur efektivitas dari sisi input, yaitu dengan mengukur keberhasilan organisasi dalam usaha memperoleh berbagai sumber yang dibutuhkan, untuk mencapai performansi yang baik (Damasmart, 2015). Menurut Muanley (2015), efektivitas adalah keberhasilan mencapai tujuan organisasi. Organisasi yang efektif adalah organisasi yang mencapai tujuan. Efektivitas sebagai tingkat pencapaian organisasi dalam jangka pendek dan jangka panjang. Organisasi dapat disebut efektif ketika dapat melaksanakan kewajibannya dalam memenuhi: 1) kepuasan pelanggan, 2) mencapai visi organisasi, 3) pemenuhan aspirasi, 4) menghasilkan keuntungan bagi organisasi, 5) pengembangan sumber daya manusia organisasi, dan 6) aspirasi yang dimiliki, serta memberikan dampak positif bagi masyarakat di luar organisasi.
Efektifitas Pelayanan Panti Sosial Penyandang Disabilitas Tubuh
11
Berdasarkan kedua teori tersebut di atas, dalam mengukur efektivitas pelayanan panti sosial penyandang disabilitas dilakukan melalui : 1. Pendekatan sasaran (goal approach) dalam pengukuran efektivitas pelayanan panti sosial penyandang disabilitas dilihat dari pencapaian tujuan panti sosial. Organisasi memusatkan perhatian terhadap aspek outcome, yaitu mengukur pencapaian panti sosial penyandang disabilitas yang meliputi: kemandirian, partisipasi, kepuasan penerima manfaat. Secara umum panti sosial penyandang disabilitas mempunyai tugas memberikan bimbingan pelayanan dan rehabilitasi sosial yang bersifat kuratif, rehabilitatif, dan promotif dalam bentuk bimbingan pengetahuan dasar pendidikan, fisik, mental, sosial, pelatihan keterampilan, resosialisasi bimbingan lanjut bagi para penyandang disabilitas agar mampu mandiri dan berperan aktif dalam kehidupan bermasyarakat serta pengkajian dan penyiapan standar pelayanan, pemberian informasi dan rujukan. Disamping itu juga dlihat dari kepuasan penerima manfaat eks penerima manfaat. 2. Pendekatan sumber (sytem resources approach) mencoba mengukur efektivitas dari sisi input, yaitu 1) unsur kelembagaan PSBD yang meliputi sumber daya manusia (SDM), sarana prasarana, dana, dan struktur organisasi, 2) komitmen organisasi 3) kebijakan panti yang meliputi pelaksanaan tugas pokok panti dan tahapan pelayanan.
Kemandirian Menurut Octavianthi (2015) kemandirian adalah perilaku mampu berinisiatif, mampu mengatasi hambatan atau masalah, mempunyai rasa percaya diri, dan dapat melakukan sesuatu tanpa bantuan orang lain, hasrat untuk mengerjakan segala sesuatu bagi diri sendiri. Secara singkat kemandirian mengandung pengertian suatu keadaan dimana seseorang yang memiliki hasrat bersaing untuk maju demi kebaikannya, mampu mengambil keputusan dan inisiatif untuk mengatasi masalah yang dihadapi dan memiliki
12
Efektifitas Pelayanan Panti Sosial Penyandang Disabilitas Tubuh
kepercayaan diri dalam mengerjakan tugas-tugasnya, bertanggung jawab terhadap apa yang dilakukannya. Kemandirian merupakan suatu sikap individu yang diperoleh secara kumulatif selama perkembangan dimana individu akan terus belajar untuk bersikap mandiri dalam menghadapi berbagai situasi di lingkungan sehingga individu pada akhirnya akan mampu berpikir dan bertindak sendiri, dengan kemandirian seseorang dapat berkembang dengan lebih mantap. Untuk dapat mandiri seseorang membutuhkan kesempatan, dukungan, dan dorongan dari keluarga serta lingkungan di sekitarnya agar dapat mencapai otonomi atas diri sendiri. Peran keluarga serta lingkungan di sekitar dapat memperkuat untuk setiap perilaku yang dilakukan. Hal ini dinyatakan pula oleh Havighurst bahwa: kemandirian merupakan suatu sikap otonomi dimana seseorang secara relatif bebas dari pengaruh penilaian, pendapat dan keyakinan orang lain. Dengan otonomi tersebut seorang anak diharapkan akan lebih bertanggung-jawab terhadap dirinya sendiri. Dalam penelitian yang dimaksud kemandirian adalah perilaku eks penerima manfaat yang: 1) mampu berinisiatif, 2) mampu mengatasi hambatan atau masalah yang dihadapi, 3) mempunyai rasa percaya diri dan dapat melakukan sesuatu tanpa bantuan orang lain, 4) mempunyai hasrat untuk mengembangkan usaha, 5) memiliki hasrat bersaing untuk maju demi kebaikannya, dan 6) bertanggung jawab terhadap apa yang di lakukannya. 1. Kemampuan Berinisiatif Menurut Ubaydillah (2015), manusia yang berinisiatif adalah manusia yang tanggap terhadap segala perkembangan yakni manusia yang pandai membaca, menghimpun dan meneliti (iqra), manusia yang inisiatif juga dapat memanfaatkan setiap peluang di setiap pergantian waktu, dan menjadikannya sebagai kreasi yang berarti. Inisiatif termasuk kompetensi mental (Soft Competency). Artinya, ia bukan bawaan. Ia adalah kemampuan tertentu yang dikembangkan seseorang. Setiap orang punya skala/
Efektifitas Pelayanan Panti Sosial Penyandang Disabilitas Tubuh
13
tingkatan inisiatif yang berbeda-beda, tergantung bagaimana orang itu mengembangkannya. Skala bawah adalah orang-orang yang model kerjanya menunggu perintah dari atasan atau hanya sebatas memenuhi job desk secara minimalis. Skala menengah adalah orang-orang yang sudah bisa/mau melakukan sesuatu melebihi dari yang diwajibkan bahkan bisa melakukan sesuatu sampai ke level yang diharapkan. Sedangkan Skala tinggi adalah orang-orang yang sudah bisa menciptakan peluang dan sudah bisa mengantisipasi ancaman untuk jangka panjang. “Empat ciri orang yang punya inisiatif bagus: a) gigih dalam memperjuangkan sesuatu, b) mengkalkulasi peluang, c) berusaha melebihi dari yang ditugaskan, dan d) antisipasi terhadap masalah atau persiapan menyambut peluang”, (Spencer). Kemampuan inisiatif ini ternyata tidak berdiri sendiri. Ia terkait dengan kemampuan lain. Artinya, tidak ada orang yang punya inisiatif hanya karena punya inisiatif. Beberapa kemampuan yang mendukung itu adalah: Pertama, motivasi atau dorongan untuk maju. Ini adalah yang paling mendasar. Motivasi adalah sumber utama inisiatif. Kedua, informasi, pengetahuan, dan keahlian. Ini sebetulnya pendukung dari yang pertama. Kalau dilihat dari fungsinya, ada dua fungsi yang dimainkan oleh informasi, pengetahuan dan keahlian itu. Ketiga, perhatian terhadap tugas (concern for order). Salah satu ciri utama dari perhatian seseorang terhadap tugasnya adalah mengetahui batas peranannya di posisi tertentu. Keempat, jaringan. Semakin luas jaringan seseorang, kira-kira akan semakin banyak inisiatifnya dan akan semakin bagus kualitas inisiatifnya. 2. Kemampuan mengatasi hambatan atau masalah yang dihadapi Kemampuan pemecahan masalah adalah kemampuan untuk mengenali dan merumuskan masalah serta menemukan cara atau jalan keluar dan menerapkan untuk mengubah kondisi sekarang menjadi kondisi yang diinginkan. Pemecahan masalah bersifat multi fase dan mensyaratkan kemampuan menjalani proses yaitu memahami masalah dan percaya pada diri sendiri,
14
Efektifitas Pelayanan Panti Sosial Penyandang Disabilitas Tubuh
serta termotivasi untuk memecahkan masalah itu secara efektif, menentukan dan merumuskan masalah sejelas mungkin, menemukan sebanyak mungkin alternatif pemecahan, mengambil keputusan untuk menerapkan salah satu alternatif pemecahan dan kelemahannya. Kemampuan pemecahan masalah dapat dipengaruhi oleh dua faktor yaitu faktor situasional dan faktor personal (Sunnah, 2015). Faktor situasional terdiri dari stimulus yang menimbulkan masalah dan sifat-sifat masalah. Faktor personal diantaranya yaitu kepercayaan dan sikap yang salah serta kebiasaan. 3. Mempunyai Rasa Percaya Diri Menurut Thantaway (2015) dalam Kamus istilah Bimbingan dan Konseling, percaya diri adalah kondisi mental atau psikologis diri seseorang yang memberi keyakinan kuat pada dirinya untuk berbuat atau melakukan sesuatu tindakan. Orang yang tidak percaya diri memiliki konsep diri negatif, kurang percaya pada kemampuannya, karena itu sering menutup diri. Ada beberapa istilah yang terkait dengan persoalan percaya diri yaitu ada empat macam, yaitu : a. Self-concept: bagaimana Anda menyimpulkan diri Anda secara keseluruhan, bagaimana Anda melihat potret diri Anda secara keseluruhan, bagaimana Anda mengkonsepsikan diri anda secara keseluruhan. b. Self-esteem: sejauh mana Anda punya perasaan positif terhadap diri Anda, sejauhmana Anda punya sesuatu yang Anda rasakan bernilai atau berharga dari diri Anda, sejauh mana Anda meyakini adanya sesuatu yang bernilai, bermartabat atau berharga di dalam diri Anda. c. Self-efficacy: sejauh mana Anda punya keyakinan atas kapasitas yang Anda miliki untuk bisa menjalankan tugas atau menangani persoalan dengan hasil yang bagus (to succeed). Ini yang disebut dengan general Self-efficacy. Atau juga, sejauhmana Anda meyakini kapasitas Anda di Efektifitas Pelayanan Panti Sosial Penyandang Disabilitas Tubuh
15
bidang Anda dalam menangani urusan tertentu. Ini yang disebut dengan specific Self-efficacy. d. Self-confidence: sejauhmana Anda punya keyakinan terhadap penilaian Anda atas kemampuan Anda dan sejauh mana Anda bisa merasakan adanya “kepantasan” untuk berhasil. Self-confidence itu adalah kombinasi dari self esteem dan Self-efficacy (Neill, 2005) 4. Hasrat Untuk Mengembangkan Usaha Hasrat untuk mengembangkan usaha dimulai dari persiapan menemukan usaha yang ideal. Ada 10 tahap menemukan usaha yang ideal ala pilihpeluangusaha.com (2015) : a. Cari tahu dimana inspirasinya Sebuah inspirasi untuk usaha yang ideal tidaklah sulit didapatkan. Inspirasi itu ada di sekitar Anda. Cara sederhananya adalah dengan melihat apa yang sudah ada, perhatikan apa yang bisa dilengkapi atau disempurnakan dari usaha-usaha yang sudah ada. Atau mungkin Anda bisa mengubahnya menjadi sesuatu yang lebih unik dan menarik? b. Masukan hasrat Anda dalam rutinitas Saat Anda melakukan rutinitas sesuai hasrat tentu hasilnya akan maksimal. Untuk menemukan usaha yang ideal manfaatkan hasrat Anda untuk mengembangkan usaha yang diinginkan. c. Buat konsep usaha ideal Jika Anda terpikir untuk membuat konsep kembangkanlah konsep secara lisan dan tulisan.
usaha,
d. Jangan sungkan diskusi dengan calon konsumen Setelah konsep selesai, cobalah diskusikan konsep itu dengan calon konsumen dengarkan apa tanggapan mereka. e. Berikan bukti Setelah memutuskan konsep usaha yang ideal, berikanlah bukti. Terapkan konsep usaha kepada beberapa calon konsumen dan kembali tangkap apa komentar mereka.
16
Efektifitas Pelayanan Panti Sosial Penyandang Disabilitas Tubuh
f. Jangan takut beri sampel gratis Berkaitan dengan bukti di atas, jangan takut memberikan sampel gratis atas usaha ideal yang dipilih. Survei membuktikan bahwa dari 100 orang yang menerima sampel gratis setidaknya diatas 50% akan menjadi pelanggan setia nantinya (tentu sangat tergantung dari kualitas layanan dan produk usaha yang ditawarkan). g. Jangan malas berubah Saat tahap uji coba usaha berjalan, jangan pernah metutup diri atas berbagai masukan yang diberikan orang lain. Pada tahap ini, jadilah pendengar yang baik, terima semua komentar dengan lapang dada. Ambil masukan yang positif untuk membawa perubahan yang lebih baik pada usaha yang dipilih untuk jangka panjang. h. Langkah pertama Sekarang saatnya Anda membesarkan usaha ideal yang dipilih. Pasarkan usaha Anda semaksimal mungkin. Sebarkan informasi usaha sebaik mungkin untuk mendapat konsumen sebanyak-banyaknya. i. Terima partner dan investor Keberadaan partner usaha atau investor merupakan berkah yang berharga untuk perkembangan usaha dalam jangka panjang. Dengan hasrat dan pengalaman setelah melewati beberapa tahap sebelumnya keberadaan mereka akan membuat usaha semakin leluasa berkembang. j. Jangan berhenti berinovasi Dunia usaha penuh kedinamisan. Teruslah kembangkan usaha dengan berbagai inovasinya. Jika tidak ingin berinovasi maka lambat laun usaha akan tergilas dalam persaingan. Usaha yang ideal merupakan usaha yang menjadi impian banyak orang. Kunci utama dalam menjalani usaha yang ideal adalah untuk ‘menyelesaikan apa yang sudah dimulai’.
Efektifitas Pelayanan Panti Sosial Penyandang Disabilitas Tubuh
17
5. Memiliki Hasrat Bersaing Untuk Maju Demi Kebaikannya Adanya persaingan yang tidak sehat dalam lingkungan kerja (dan juga dalam dunia pendidikan), sebagian besar berawal dari adanya sikap dan perasaan iri terhadap pihak lain, yang dianggap sebagai kompetitor. Kalau rasa iri mengemuka dalam hati dan pikiran, langkah yang seharusnya diambil adalah berusaha menunjukkan kualitas serta kemampuan terbaik diri, dari waktu ke waktu. Asah kemampuan diri agar kualitas dan kinerja menjadi jauh lebih baik lagi. Jadikan persaingan yang tidak sehat sebagai sesuatu hal yang riskan untuk dilakukan, kapan pun dan dimana pun tidak hanya hari ini, tapi juga hari esok, lusa, dan hari-hari di masa depan nanti. Berlakulah kreatif, uletlah dalam bekerja, cintai pekerjaan Anda, dan jangan takut capek untuk meraih keberhasilan. Gunakanlah akal dan pikiranmu untuk menjadi pribadi-pribadi pemenang, dengan bersaing secara sehat 6. Bertanggung Jawab Terhadap Apa Yang Dilakukannya Tanggung jawab menurut Kamus Umum Bahasa Indonesia adalah keadaan wajib menanggung segala sesuatunya. Sehingga bertanggung jawab menurut kamus umum bahasa indonesia adalah berkewajiban menanggung, memikul jawab, menanggung segala sesuatunya atau memberikan jawab dan menanggung akibatnya. Tanggung jawab adalah kesadaran manusia akan tingkah laku atau perbuatannya yang disengaja maupun yang tidak disengaja. Tanggung jawab juga berarti berbuat sebagai wujudan kesadaran akan kewajibannya. Manusia pada hakikatnya adalah makhluk yang bertanggung jawab. Disebut demikian karena manusia, selain merupakan makhluk individual dan makhluk sosial, juga merupakan makhluk Tuhan. Manusia memiliki tuntutan yang besar untuk bertanggung jawab mengingat dan mementaskan sejumlah peranan dalam konteks sosial, individual ataupun teologis.
18
Efektifitas Pelayanan Panti Sosial Penyandang Disabilitas Tubuh
Tanggung jawab manusia terhadap dirinya akan lebih kuat intensitasnya apabila ia memiliki kesadaran yang mendalam. Tanggung jawab manusia terhadap dirinya juga muncul sebagai akibat keyakinannya terhadap suatu nilai. Demikian pula tanggung jawab manusia terhadap Tuhannya, manusia sadar akan keyakinan dan ajaran-Nya. Oleh karena itu manusia harus menjalankan perintah-Nya dan menjauhi larangan-Nya agar manusia dijauhkan dari perbuatan keji dan munkar. Tanggung jawab dalam konteks pergaulan manusia adalah keberanian. Orang yang bertanggung jawab adalah orang yang berani menanggung risiko atas segala yang menjadi tanggung jawabnya. Ia jujur terhadap dirinya dan jujur terhadap orang lain, tidak pengecut dan mandiri. Dengan rasa tanggung jawab, orang yang bersangkutan akan berusaha melalui seluruh potensi dirinya. Selain itu juga orang yang bertanggung jawab adalah orang yang mau berkorban demi kepentingan orang lain. Tanggung jawab juga berkaitan dengan kewajiban. Kewajiban adalah sesuatu yang dibebankan terhadap seseorang. Kewajiban merupakan bandingan terhadap hak dan dapat juga tidak mengacu kepada hak. Maka tanggung jawab dalam hal ini adalah tanggung jawab terhadap kewajibannya (Julianto, 2015)
Partisipasi Menurut Slamet (1994) istilah partisipasi telah cukup lama dikenal khususnya di dalam pengkajian peranan anggota di dalam suatu organisasi yang sifatnya sukarela (nonvoluntary) maupun yang sukarela (voluntary). Definisi tentang partisipasi di dalam literaturliteratur yang sekarang ini telah mulai memberikan pengertian yang tegas tentang arti partisipasi. Umumnya definisi-definisi yang mereka ketengahkan dapat dibedakan menjadi dua: definisi yang bersifat umum dan definisi yang bersifat khusus. Dalam hubungannya dengan pembangunan, PBB memberi definisi partisipasi sebagai keterlibatan aktif bermakna dari massa penduduk pada tingkatantingkatan yang berbeda di dalam proses pembentukan keputusan Efektifitas Pelayanan Panti Sosial Penyandang Disabilitas Tubuh
19
untuk menentukan tujuan-tujuan kemasyarakatan dan pengalokasian sumber-sumber untuk mencapai tujuan-tujuan tersebut. Partisipasi adalah tindakan mengambil bagian dalam kegiatan, sedangkan partisipasi masyarakat adalah keterlibatan masyarakat dalam suatu proses pembangunan di mana masyarakat ikut terlibat mulai dari tahap penyusunan program, perencanaan dan pembangunan, perumusan kebijakan, dan pengambilan keputusan. Menurut Huraerah (2008) partisipasi bisa diartikan sebagai keterlibatan seseorang secara sadar ke dalam interaksi sosial dalam situasi tertentu. Dengan pengertian itu, seseorang bisa berpartisipasi bila ia menemukan dirinya dengan atau dalam kelompok, melalui berbagai proses berbagi dengan orang lain dalam hal nilai, tradisi, perasaan, kesetiaan, kepatuhan, dan tanggung jawab bersama. Sedangkan menurut (Sumaryadi) menyatakan bahwa partisipasi berarti peran serta seseorang atau kelompok mayarakat dalam proses pembangunan baik dalam bentuk pernyataan maupun dalam bentuk kegiatan dengan memberikan masukan pikiran, tenaga, waktu, keahlian, modal dan atau materi, serta ikut memanfaatkan dan menikmati hasil-hasil pembangunan. Dari beberapa definisi partisipasi yang dikemukakan oleh beberapa ahli, maka dapat disimpulkan bahwa yang dimaksud dengan partisipasi eks penerima manfaat adalah keikutsertaan eks penerima manfaat dalam kegiatan masyarakat di lingkungan tempat tinggalnya seperti kegiatan gotong royong, arisan, kelompok pengajian, koperasi, dan dalam kegiatan paguyuban rukun tetangga ataupun rukun warga.
Kepuasan Penerima manfaat Menurut Kotler kepuasan adalah tingkat kepuasan seseorang setelah membandingkan kinerja atau hasil yang dirasakan dibandingkan dengan harapannya. Jadi kepuasan atau ketidakpuasan adalah kesimpulan dari interaksi antara harapan dan pengalaman sesudah memakai jasa atau pelayanan yang diberikan. Upaya untuk
20
Efektifitas Pelayanan Panti Sosial Penyandang Disabilitas Tubuh
mewujudkan kepuasan pelanggan total bukanlah hal yang mudah, Mudie dan Cottom menyatakan bahwa kepuasan pelanggan total tidak mungkin tercapai, sekalipun hanya untuk sementara waktu (Klinis).
Pengukuran Kepuasan Konsumen Menurut Kotler (2007) ada empat metode yang dilakukan oleh perusahaan untuk mengetahui tingkat kepuasan konsumen yaitu : 1. Sistem keluhan dan saran Untuk mengidentifikasikan masalah maka perusahaan harus mengumpulkan informasi langsung dari konsumen dengan cara menyediakan kotak saran. Informasi yang terkumpul untuk memberikan masukan bagi perusahaan. 2. Survei kepuasan konsumen Survei kepuasan konsumen dapat dilakukan dengan cara survei melalui pos surat, telephone, maupun wawancara pribadi. Dengan metode ini perusahaan dapat menciptakan komunikasi 2 arah dan menunjukkan perhatiannya kepada konsumen. 3. Ghost Shopping Metode ini digunakan untuk mengetahui kekuatan dan kelemahan perusahaan pesaing dan membandingkannya dengan perusahaan yang bersangkutan. 4. Analisis kehilangan konsumen Tingkat kehilangan konsumen menunjukkan kegagalan perusahaan dalam memuaskan konsumennya. Perusahaan seharusnya menganalisa dan memahami mengapa konsumen tersebut berhenti mengkonsumsi produk kita. Menurut Tjiptono (1997:35), metode yang digunakan untuk mengukur kepuasan konsumen dapat dengan cara : a. Pengukuran dapat dilakukan secara langsung dengan pertanyaan.
Efektifitas Pelayanan Panti Sosial Penyandang Disabilitas Tubuh
21
b. Responden diberi pertanyaan mengenai seberapa besar mereka mengharapkan suatu atribut tertentu dan seberapa besar yang dirasakan. c. Responden diminta untuk menuliskan masalah yang mereka hadapi berkaitan dengan penawaran dari perusahan dan juga diminta untuk menuliskan masalah-masalah yang mereka hadapi berkaitan dengan penawaran dari perusahan dan juga diminta untuk menuliskan perbaikan yang mereka sarankan. d. Responden dapat diminta untuk meranking berbagai elemen dari penawaran berdasarkan derajat pentingnya setiap elemen dan seberapa baik kinerja perusahan dalam masingmasing elemen.
Unsur Kelembagaan Unsur kelembagaan adalah unsur yang merupakan komponen dalam suatu lembaga panti sosial penyandang disabilitas tubuh yang meliputi : 1) Sumber Daya Manusia yang diukur dari kesesuaian jumlah dan kebutuhan tenaga pelaksana, kualitas tenaga pelayanan; 2) Sumber Dana yang diukur ketercukupan sumber dana dengan tahapan pelayanan yang dibutuhkan; 3) Sarana Prasarana yang diukur ketercukupan sarana dan prasarana dengan tahapantahapan rehabilitasi yang harus dilaksanakan termasuk teknologi yang digunakan, 4) Struktur Organisasi meliputi: kesesuaian struktur organisasi dengan fungsi pelayanan panti, evaluasi jabatan dan beban kerja; Hubungan antar unit/seksi; tingkat spesialisasi unitunit kerja dalam pelayanan. Sumber daya manusia adalah pelaksana pelayanan sosial di panti sosial penyandang disabilitas tubuh. Dalam standarisasi panti sosial (2004) sumber daya manusia panti sosial penyandang disabilitas tubuh, selain tenaga struktural, tenaga fungsional yang diatur sesuai dengan kebutuhan panti, yang terdiri dari Pekerja Sosial (1:5), Psikolog (1:5), Psikiater (1:5), Tenaga Medis dan Para Medis (1:5), dan Ocupational terapi (1:5).
22
Efektifitas Pelayanan Panti Sosial Penyandang Disabilitas Tubuh
Sumber dana adalah ketersediaan anggaran baik yang bersumber dari APBN maupun sumber lainya, seperti dari swadaya panti (usaha ekonomis produktif, instalasi produksi, sewa gedung, kepedulian sosial dunia usaha). Sumber dana ini diukur dari ketercukupan kebutuhan pelayanan pada setiap tahapan rehabilitasi yang dilaksanakan panti. Sarana prasana terdiri dari 3 aspek yaitu sarana pelayanan teknis, perkantoran, dan sarana umum. Sarana pelayanan teknis unsur yang harus dipenuhi adalah : pedoman analisis sarana dan prasarana asesmen serta laporan ketersediaan sarana dan prasarana bimbingan sosial, keterampilan fisik dan mental. Sarana perkantoran unsur yang harus dipenuhi adalah : dokumen analisis kebutuhan sarana kantor, laporan ketersediaan sarana kantor dan pedoman pemanfaatan sarana kantor. Sarana umum, unsur yang harus dipenuhi adalah dokumen analisis kebutuhan, sarana dan prasaran penerima manfaat, laporan ketersediaan sarana dan prasarana penerima manfaat dan pedoman pemanfaatan sarana dan prasarana penerima manfaat.
Komitmen Organisasi Konsep komitmen organisasi telah berkembang, populer di literatur psikologi industri dan organisasi (Darwito, 2008). Studi terhadap komitmen organisasi dilihat konsep sebagai dimensi tunggal berdasarkan perspektif sikap, yang meliputi identifikasi, keterlibatan, dan loyalitas. Menurut Porter (2005) perspektif sikap mengacu pada psikologis atau komitmen afektif dibentuk oleh seorang karyawan dalam kaitannya dengannya identifikasi dan keterlibatan dengan organisasi masing-masing. Porter lebih lanjut menjelaskan komitmen organisasi sebagai “keterikatan kepada organisasi, yang ditandai dengan niat untuk tetap bekerja di situ; identifikasi dengan nilainilai dan tujuan organisasi; dan bersedia mengerahkan usaha ekstra atas namanya”. Individu mempertimbangkan sejauh yang nilai-nilai dan tujuan-tujuan mereka sendiri berhubungan dengan organisasi sebagai bagian dari komitmen organisasi.
Efektifitas Pelayanan Panti Sosial Penyandang Disabilitas Tubuh
23
Definisi konsep komitmen organisasi menurut deskripsi O’Reilly, “ikatan psikologis individu ke organisasi, termasuk rasa keterlibatan dalam pekerjaan, loyalitas dan kepercayaan terhadap nilai-nilai organisasi”. Komitmen organisasi dari sudut pandang ini ditandai penerimaan dari tujuan organisasi dan mereka kemauan untuk mengerahkan usaha atas nama organisasi (Marganingsih, 2009). Meyer dan Allen menggunakan model tri-dimensi untuk membuat konsep komitmen organisasi dalam tiga dimensi yaitu, afektif, kelanjutan, dan komitmen. Dimensi normatif ini menggambarkan cara pengembangan komitmen organisasi dan implikasinya bagi perilaku karyawan (Marganingsih, 2009). Dimensi pertama komitmen organisasi dalam model ini adalah komitmen afektif, yang menggambarkan emosional individu terhadap organisasi. Menurut Meyer dan Allen komitmen afektif adalah emosional pekerja terhadap, identifikasi dengan dan keterlibatan dalam organisasi. Anggota Organisasi yang berkomitmen terhadap sebuah organisasi secara afektif, terus bekerja untuk organisasi karena keinginan mereka (Marganingsih, 2009). Anggota yang berkomitmen pada tingkat afektif tinggal dengan organisasi karena mereka melihat pribadi mereka hubungan kerja dalam mencapai tujuan dan nilai-nilai Organisasi (Beck & Wilson, 2000). Dimensi kedua model tri-dimensi komitmen organisasi adalah kontinyu komitmen. Purba (2004) mendefinisikan kontinyu komitmen sebagai kesadaran akan biaya yang berkaitan dengan meninggalkan organisasi. Hal ini kalkulatif secara alami karena persepsi individu atau menimbang biaya dan risiko yang terkait dengan meninggalkan. Meyer dan Allen (1991) menyatakan lebih lanjut bahwa “karyawan yang link utama bagi organisasi didasarkan pada kontinyu komitmen tetap karena mereka harus melakukannya”. Hal ini menunjukkan perbedaan antara kelanjutan dan afektif komitmen, yang terakhir mensyaratkan bahwa individu tetap dalam organisasi karena keinginan mereka (Purba, 2004).
24
Efektifitas Pelayanan Panti Sosial Penyandang Disabilitas Tubuh
Dimensi terakhir dari model komitmen organisasi adalah komitmen normatif. Meyer dan Allen (1991) mendefinisikan komitmen normatif sebagai perasaan kewajiban untuk melanjutkan pekerjaan, normatif diinternalisasikan bahwa keyakinan tugas dan kewajiban membuat individu wajib untuk mempertahankan keanggotaan dalam organisasi. Menurut karyawan dengan komitmen normatif merasa bahwa mereka seharusnya tetap dengan organisasi. Dalam hal dimensi normatif, yang karyawan tetap karena mereka harus melakukan itu adalah hal yang tepat untuk dilakukan (Purba, 2004).
Kebijakan Panti Kebijakan panti diukur dari pelaksanaan tugas pokok dalam mengelola kegiatan rehabilitasi sosial penyandang disabilitas, dan pelaksanaan proses rehabilitasi sosial penyandang disabilitas oleh lembaga. Tugas pokok panti dalam mengelola kegiatan meliputi: 1) menyiapkan data sasaran Rehabilitasi Sosial Penyandang Disabilitas secara lengkap dengan keterangan nama, alamat, jenis disabilitas, usia, jenis kelamin, riwayat disabilitas, dan kebutuhan alat mobilitas; 2) melakukan identifikasi masalah dan kebutuhan penanganan masalah; 3) melakukan penjangkauan, pemberian bimbingan, bantuan, dan pendampingan sosial terhadap penyandang disabilitas yang membutuhkan rehabilitasi sosial dengan melibatkan Pekerja Sosial, Tenaga Kesejahteraan Sosial, dan Relawan Sosial; 4) memfasilitasi penyelenggaraan rehabilitasi penyandang disabilitas dan keluarga yang menjadi penerima manfaat; 5) menangani kasus dengan melibatkan para profesional yang terkait; 6) melakukan rujukan dan bimbingan lanjut sesuai dengan kebutuhan; 7) melakukan pembinaan, supervisi, pemantauan, dan evaluasi terhadap pelaksanaan rehabilitasi sosial penyandang disabilitas berdasarkan tahapan pekerjaan sosial; 8) melakukan advokasi sosial kepada lembaga mitra penyelenggaraan kesejahteraan sosial; 9) membangun jaringan kemitraan dengan berbagai pihak; 10) membuat laporan pelaksanaan Rehabilitasi Sosial Penyandang Disabilitas.
Efektifitas Pelayanan Panti Sosial Penyandang Disabilitas Tubuh
25
Pelaksanaan proses rehabilitasi adalah tugas pelayanan sosial untuk mencapai visi misi dan tujuan panti. Pelayanan sosial adalah usaha-usaha untuk mengembalikan, mempertahankan, dan meningkatkan keberfungsian sosial individu-individu dan keluarga melalui sumber-sumber sosial pendukung serta proses-proses yang meningkatkan kemampuan individu untuk mengatasi tekanan dan tuntutan kehidupan sosial yang normal (Romanyshhyn dalam Fahrudin, 2012). Pelayanan sosial dilaksanakam melalui proses atau langkah-langkah pelayanan dan rehabilitasi sosial. Menurut Widodo, dkk (2012) proses pelayanan panti sosial meliputi 1) tahap pendekatan awal, 2) asesmen, 3) perencanaan program pelayanan, 4) pelaksanaan pelayanan dan 5) paska pelayanan. Tahap paska pelayanan terdiri dari penghentian pelayanan, rujukan, pemulangan, penyaluran, dan pembinaan lanjut. Dalam penelitian ini rehabilitasi sosial diukur dari pelaksanaan tahapan rehabilitasi sosial di panti sosial penyandang disabilitas yaitu meliputi: 1) pendekatan awal; 2) penerimaan; 3) pengungkapan dan pemahaman masalah; 4) penyusunan rencana pemecahan masalah; 5) pemecahan masalah; 6) bimbingan sosial, mental, fisik, vokasional, dan kewirausahaan; 7) resosialisasi; 8) terminasi; dan 9) bimbingan lanjut.
B. Kerangka Berfikir Berdasarkan teori dan konsep sebagaimana telah diuraikan terdahulu, maka efektivitas pelayanan panti sosial disabilitas diukur dari dua aspek yaitu: Pertama, aspek sistem sumber (input) yang terdiri dari kelembagaan, komitmen pegawai, dan kebijakan. Kedua aspek manfaat (outcome) yang meliputi pencapaian tujuan pelayanan sosial panti sosial bina daksa (PSBD) yaitu agar penerima manfaat puas terhadap pelayanan yang diterima, mampu mandiri terhadap dan berperan aktif dalam kehidupan bermasyarakat. Selanjutnya juga dilihat korelasi antara input (kelembagaan, komitmen dan kebijakan) terhadap outcome atau perkiraan manfaat yang dirasakan eks penerima manfaat (kemandirian
26
Efektifitas Pelayanan Panti Sosial Penyandang Disabilitas Tubuh
dan partisipasi). Sehubungan dengan itu, maka kerangka pikir yang dikembangkan dalam penelitian ini adalah sebagaimana gambar 1 berikut. Gambar 1. Kerangka Berfikir Penelitian
C. Hipotesis Penelitian Berdasarkan uraian dalam teori tersebut, maka formulasi hipotesis dalam penelitian ini adalah: 1. Hipotesis mayor Ada pengaruh positif antara unsur kelembagaan, komitmen organisasi, dan kebijakan panti terhadap pencapaian efektivitas pelayanan panti sosial penyandang disabilitas 2. Hipotesis minor a. Ada pengaruh positif antara unsur kelembagaan dengan efektivitas pelayanan panti sosial penyandang disabilitas b. Ada pengaruh positif antara komitmen organisasi dengan efektivitas pelayanan panti sosial penyandang disabilitas c. Ada pengaruh positif antara kebijakan panti dengan efektivitas pelayanan panti sosial penyandang disabilitas
Efektifitas Pelayanan Panti Sosial Penyandang Disabilitas Tubuh
27
Gambar 2. Hipotesis Penelitian
28
Efektifitas Pelayanan Panti Sosial Penyandang Disabilitas Tubuh
BAB III METODE PENELITIAN
Mengacu pada teori dan kerangka pikir penelitian, maka penelitian ini menggunakan metode penelitian kombinasi model concurent embedded (campuran tidak berimbang) dengan metode primernya metode kuantitatif. Penelitian ini mengambil jenis penelitian eksplanatory research karena berusaha menggambarkan hubungan antar variabel. Variabel tersebut meliputi variabel bebas yang terdiri dari: Unsur kelembagaan, komitmen organisasi, dan kebijakan panti. Sedangkan variabel terikat yaitu efektivitas pelayanan panti sosial atau manfaat yang diperoleh penyandang disabilitas setelah selesai mengikuti rehabilitasi sosial di PSBD. Teknik sampling yang digunakan adalah probability sampling yaitu teknik pengambilan sampel yang memberikan peluang yang sama bagi setiap unsur populasi untuk dipilih menjadi anggota sampel. Adapun teknik sampling yang digunakan disproposional stratified random sampling, teknik ini digunakan untuk menentukan jumlah sampel dengan populasi berstrata tetapi kurang proporsional yaitu terdiri dari unsur: Pejabat Struktural, Pejabat Fungsional Pekerja Sosial, Pejabat Fungsional Umum, Instruktur, dan Tenaga Penunjang. Pada bagian metode penelitian ini akan dikemukakan beberapa hal sebagai berikut; Ruang Lingkup Penelitian, Lokasi Penelitian, Responden dan Informan Penelitian, Identifikasi Variabel Penelitian, Definisi Operasional, Teknik Pengumpulan Data, Uji Coba Penelitian, Tahapan Penelitian, dan Analisis Data.
A. Ruang lingkup Penelitian Penelitan ini dibatasi pada lingkup sebagai berikut : 1. Penilaian terhadap efektivitas pelayan dilihat dari segi unsur
Efektifitas Pelayanan Panti Sosial Penyandang Disabilitas Tubuh
29
input (kelembagaan, komitmen, dan kebijakan) dan outcome (kemandirian, partisipasi, dan kepuasan) 2. Analisis faktor-faktor yang mempengaruhi efektivitas pelayanan panti sosial disabilitas yaitu unsur kelembagaan, komitmen organisasi, dan kebijakan panti. 3. Lingkup Penelitian meliputi Panti Sosial Penyandang Disabilitas Tubuh yang merupakan UPT Kementerian Sosial RI.
B. Lokasi Penelitian Penelitian ini dilaksanakan dengan mengambil lokasi di lingkungan UPT Kementerian Sosial RI yang khusus menangani penyandang disabilitas tubuh sesuai tabel 3.1 Tabel 3.1. Daftar UPT Milik Kementerian Sosial Penyandang Disabilitas Tubuh No
Nama UPT Penyandang Disabilitas Tubuh
Provinsi
1
Balai Besar Rehabilitasi Sosial Bina Daksa Prof. Dr. Soeharso Surakarta
Jawa Tengah
2
Panti Sosial Bina Daksa Bahagia Medan
Sumatera Utara
3
Panti Sosial Bina Daksa “Budi Perkasa” Palembang
Sumatera Selatan
4
Panti Sosial Bina Daksa Wirajaya Makassar
Sulawesi Selatan
C. Responden dan Informan Penelitian
Responden Penelitian ini dilaksanakan di seluruh Panti Sosial Penyandang Disabilitas Tubuh (PSBD) yang merupakan Unit Pelaksana Teknis Kementerian Sosial RI, yaitu PSBD Budi Perkasa Palembang, BBRSBD Prof. Dr. Soeharso Surakarta, PSBD Wirajaya Makassar, dan PSBD Bahagia Medan. Sebanyak 248 orang yang menjadi responden penelitian ini terdiri dari 3 kategori responden yaitu petugas, penerima manfaat, dan eks penerima manfaat. Penyebaran responden tersebut dapat dilihat pada tabel di berikut ini.
30
Efektifitas Pelayanan Panti Sosial Penyandang Disabilitas Tubuh
Tabel 3.2. Jumlah Responden Keseluruhan Nama Panti
Jumlah Responden
PSBD BUDI PERKASA
53
BRSPC SOEHARSO
77
PSBD WIRAJAYA
69
PSBD BAHAGIA
49
NASIONAL
248
Sumber: Hasil penelitian, 2015.
Petugas panti yang menjadi responden penelitian ini terdiri dari pejabat struktural dan pejabat fungsional. Untuk pejabat struktural seluruh pejabat yang terdiri dari kepala balai/panti, kepala bagian/ bidang, dan kepala seksi. Sedangkan pejabat fungsional terdiri dari pekerja sosial, penyuluh sosial, perencana, fisiotherapis, dan fungsional umum. Penyebaran ketiga jenis kategori responden tersebut dapat dilihat pada tabel di bawah ini. Tabel 3.3. Jumlah Responden menurut Jenisnya Petugas Panti Nama Panti
Penerima Manfaat
Jumlah Responden
Eks Penerima Manfaat
N
N
N
N
N
78
18
85
20
15
176
29
155
30
18
PSBD WIRAJAYA
56
21
120
31
17
PSBD BAHAGIA
40
16
50
20
13
250
84
410
101
63
PSBD BUDI PERKASA BBRSBD Prof. Dr. SOEHARSO
NASIONAL Sumber: Hasil penelitian, 2015.
Jumlah Responden Petugas Panti sebanyak 84 orang, jumlah responden tiap panti berbeda-beda disesuaikan dengan jumlah pegawai tiap panti. Oleh karena itu maka responden BBRSBD Dr.
Efektifitas Pelayanan Panti Sosial Penyandang Disabilitas Tubuh
31
Soeharso Surakarta lebih banyak dibanding dengan panti-panti lain yaitu sebanyak 29 responden karena jumlah pegawainya lebih banyak dibanding dengan panti-panti lain. Responden penerima manfaat adalah penerima manfaat yang sedang mengikuti kegiatan pelayanan didalam panti. Jumlah responden penerima manfaat disesuaikan dengan jumlah penerima manfaat, sebanyak 101 penerima manfaat yang menjadi responden penelitian. Responden eks penerima manfaat adalah alumni dari panti sosial disabilitas tubuh, di beberapa daerah penelitian yang berlokasi di kabupaten/kota di sekitar ibukota provinsi. Hal ini dilakukan karena peneliti mengalami kesulitan untuk menjangkau alumni panti sosial disabilitas yang tersebar di beberapa provinsi. Jumlah responden eks penerima manfaat adalah sebanyak 63 orang. Eks penerima manfaat dari BBRSBD Prof. Dr. Soeharso Surakarta sebanyak 18 orang merupakan responden yang paling banyak, sedangkan eks penerima manfaat dari PSBD Bahagia yang paling sedikit yaitu sebanyak 13 responden. Hal tersebut disebabkan jumlah alumni PSBD Bahagia lebih sedikit dibanding dengan panti sosial lainnya
Informan Penelitian Informan penelitian terdiri dari petugas panti dimana masingmasing panti berjumlah 15 orang ditentukan secara proporsional berdasarkan jabatan yang diembannya. Teknik pengumpulan datanya adalah angket dan wawancara kelompok melalui diskusi kelompok terfokus (FGD). Informan lainnya adalah eks penerima manfaat masing-masing 5 orang yang diambil dari responden yang telah mengisi kuesioner. D. Identifikasi Variabel Penelitian Identifikasi variabel penelitian dapat diuraikan sebagai betrikut : 1. Variabel Bebas : a. Kelembagaan
32
Efektifitas Pelayanan Panti Sosial Penyandang Disabilitas Tubuh
b. Komitmen Organisasi c. Kebijakan Panti 2. Variabel Terikat: a. Kemandirian b. Partisipasi
E. Definisi Operasional Secara rinci variabel dan indikator dalam penelitian ini adalah : 1. Efektivitas pelayanan panti sosial penyandang disabilitas Efektivitas pelayanan panti sosial penyandang disabilitas adalah tingkat pencapaian tujuan pelayanan panti sosial penyandang disabilitas tubuh yang meliputi kemandirian, partisipasi, dan kepuasan penerima manfaat. a. Kemandirian dilihat dari tingkat perkiraan perilaku penerima manfaat: 1) mampu berinisiatif, mampu mengatasi hambatan atau masalah yang dihadapi, 2) mempunyai rasa percaya diri dan dapat melakukan sesuatu tanpa bantuan orang lain, 3) mempunyai hasrat untuk mengerjakan segala sesuatu bagi diri sendiri, 4) memiliki hasrat bersaing untuk maju demi kebaikannya, 5) bertanggung jawab terhadap apa yang dilakukannya. b. Partisipasi penerima manfaat di lingkungan masyarakat tempat tinggalnya dilihat dari tingkat perkiraan keterlibatan aktif bermakna penerima manfaat pada tingkatan-tingkatan yang berbeda-beda di dalam kegiatan-kegiatan masyarakat yang ada di lingkungannya misalnya ikut kegiatan pengajian, koperasi, arisan, gotong royong, dan lain-lain. c. Kepuasan adalah tingkat kepuasan seseorang setelah membandingkan kinerja atau hasil yang dirasakan dibandingkan dengan harapannya. 2. Unsur kelembagaan: unsur yang merupakan komponen input dalam suatu kelembagaan panti sosial penyandang disabilitas
Efektifitas Pelayanan Panti Sosial Penyandang Disabilitas Tubuh
33
a. Sumber Daya Manusia: kesesuaian jumlah dan kebutuhan tenaga pelaksana (struktural, fungsional pekerja sosial, fungsional lainnya), kualitas tenaga pelayanan b. Sumber dana: ketercukupan sumber dana dengan tahapan pelayanan yang dibutuhkan c. Sarana prasarana: ketercukupan sarana dan prasarana dengan tahapan-tahapan rehabilitasi yang harus dilaksanakan, kesesuaian sarana dengan teknologi yang berkembang d. Struktur organisasi: kesesuaian struktur organisasi dengan fungsi pelayanan panti 3. Komitmen organisasi: komitmen pegawai dalam tiga dimensi yaitu, afektif, keberlanjutan, dan normatif. Komitmen ini menggambarkan cara pengembangan komitmen organisasi dan implikasinya bagi perilaku pegawai; a. Komitmen afektif: keterlibatan penuh secara emosional dalam kegiatan PSBD. b. Komitmen yang berkelanjutan: bekerja di PSBD bukan keterpaksaan dan menyadari adanya risiko jika meninggalkan PSBD. c. Komitmen normatif: bekerja di PSBD merupakan tugas dan kewajiban membantu penyandang disabilitas tubuh. 4. Kebijakan panti, meliputi : a. Tugas pokok untuk mengelola kegiatan Rehabilitasi Sosial Penyandang Disabilitas : 1) Menyiapkan data sasaran Rehabilitasi Sosial Penyandang Disabilitas secara lengkap dengan keterangan nama, alamat, jenis disabilitas, usia, jenis kelamin, riwayat disabilitas, dan kebutuhan alat mobilitas; 2) Melakukan identifikasi penanganan masalah;
masalah
dan
kebutuhan
3) Melakukan penjangkauan, pemberian bimbingan, bantuan, dan pendampingan sosial terhadap penyandang
34
Efektifitas Pelayanan Panti Sosial Penyandang Disabilitas Tubuh
disabilitas yang membutuhkan rehabilitasi sosial dengan melibatkan Pekerja Sosial, Tenaga Kesejahteraan Sosial, dan Relawan Sosial; 4) Memfasilitasi penyelenggaraan rehabilitasi penyandang disabilitas dan keluarga yang menjadi penerima manfaat; 5) Menangani kasus dengan melibatkan para profesional yang terkait; 6) Melakukan rujukan dan bimbingan lanjut sesuai dengan kebutuhan; 7) Melakukan pembinaan, supervisi, pemantauan dan evaluasi terhadap pelaksanaan rehabilitasi sosial penyandang disabilitas sesuai tahapan pekerjaan sosial 8) Melakukan advokasi sosial kepada lembaga mitra penyelenggaraan kesejahteraan sosial; 9) Membangun jaringan kemitraan dengan berbagai pihak; dan 10) Membuat laporan pelaksanaan Rehabilitasi Sosial Penyandang Disabilitas b. Tahapan pelaksanaan Rehabilitasi Sosial Penyandang Disabilitas oleh Lembaga, meliputi: pendekatan awal; penerimaan; pengungkapan dan pemahaman masalah; penyusunan rencana pemecahan masalah; pemecahan masalah; bimbingan sosial, mental, fisik, vokasional, dan kewirausahaan, resosialisasi; terminasi; dan bimbingan lanjut.
F. Teknik Pengumpulan Data Dalam penelitian kombinasi model ini, pengumpulan data kuantitatif dan kualitatif dilakukan dalam waktu bersamaan dan bergantian. Adapun teknik pengumpulan data yang digunakan adalah : a. Data kuantitatif dikumpulkan dengan menggunakan kuesioner
Efektifitas Pelayanan Panti Sosial Penyandang Disabilitas Tubuh
35
atau angket berbentuk skala yaitu : 1) Skala unsur kelembagaan 2) Skala komitmen organisasi 3) Skala kebijakan panti 4) Skala efektivitas disabilitas
pelayanan
panti
sosial
penyandang
b. Observasi yakni pengumpulan data dengan cara pengamatan langsung ke panti sosial penyandang disabilitas meliputi: petugas, tahapan pelayanan, sarana dan prasarana dan mengunjungi eks penerima manfaat, untuk memperkuat fenomena dan variabel yang diteliti. c. Data kualitatif dikumpulkan melalui wawancara mendalam dan diskusi kelompok terfokus (FGD) yang ditujukan kepada eks penerima manfaat, dan petugas panti sosial. d. Sudi dokumentasi yaitu pengumpulan data sekunder yang diarahkan mendapatkan data dari dokumen yang ada di Panti Sosial Penyandang Disabilitas.
G. Uji Coba Uji coba dilakukan untuk mengetahui kesahihan dan keandalan (validitas dan reliabilitas) instrumen penelitian sebelum digunakan dalam penelitian.
Validitas Menurut Azwar (1997) “validitas berasal dari kata validity yang mempunyai arti sejauhmana ketepatan dan kecermatan suatu alat ukur dalam melakukan fungsi ukurnya”. Sejalan dengan pendapat di atas, Masrun (1975) menyatakan bahwa “suatu tes dikatakan valid apabila tes tersebut mengukur apa yang hendak diukur”. Tingkat validitas diungkap dengan koefisien korelasi yang diperoleh dari hasil perhitungan antara skor pengukuran dengan skor kriterium. Pengertian terhadap skor pengukuran adalah skor jawaban setiap butir pernyataan, sedangkan skor kriterium ada dua jenis yaitu kriterium dalam dan kriterium luar (Hadi, 1993). Kriterium dalam adalah kriterium yang 36
Efektifitas Pelayanan Panti Sosial Penyandang Disabilitas Tubuh
diambil dalam alat ukur itu sendiri, yaitu skor total sebagai kriterium. Kriterium luar adalah kriterium yang diambil dari luar alat ukur. Dalam rangka menetapkan butir alat ukur yang diujicobakan itu apakah memenuhi syarat atau tidak, biasanya syarat minimum untuk dianggap memenuhi syarat jika koefisien korelasi antara skor butir dengan skor totalnya positif dan biasanya r bt = 0,30. Angka r bt = 0,30 itu hanyalah merupakan pedoman, bukan angka mutlak yang harus diturut. Sebab tinggi rendahnya r bt juga sangat dipengaruhi oleh sifat kelompok yang dipergunakan untuk uji coba. Semakin heterogen suatu kelompok, biasanya semakin besar kemungkinan mendapat r bt yang lebih tinggi dari 0,30. Pada penelitian ini untuk mendapatkan butir-butir yang memenuhi syarat sebagai alat ukur digunakan dengan cara menggugurkan butir-butir yang terbukti lemah mengungkap aspek-aspek yang diteliti. Hasil analisis dengan menggunakan Paket SPS langsung cara menggugurkan butir-butir yang terbukti lemah mengungkap aspek-aspek yang diteliti. Hasil analisis dengan menggunakan Paket SPS langsung tertulis “sahih” apabila butir itu valid dan tertulis “gugur” apabila butir itu tidak valid. Pedoman yang digunakan untuk menetapkan butir yang valid adalah jika korelasi skor butir dengan skor total adalah positif dan p signifikan, dan jika sebaliknya atau salah satu dari kedua kriteria tersebut tidak terpenuhi, maka butirnya dinyatakan gugur. Penentuan pedoman ini berdasarkan hasil printout komputer dari Program SPS.
Uji Reliabilitas Reliabilitas adalah menunjukkan tingkat kepercayaan atau keajegan suatu alat ukur. Arikunto (1992) menyatakan bahwa suatu tes mempunyai taraf kepercayaan yang tinggi jika tes tersebut dapat memberikan hasil yang tetap. Selanjutnya menurut Azwar (1997) ide pokok yang terkandung dalam konsep reliabilitas adalah sejauhmana hasil suatu pengukuran dapat dipercaya. Dengan demikian suatu alat ukur dikatakan mempunyai reliabilitas yang tinggi bila suatu alat ukur yang dikenakan pada subyek yang sama diperoleh hasil yang relatif sama.
Efektifitas Pelayanan Panti Sosial Penyandang Disabilitas Tubuh
37
Pada penelitian ini untuk mencari reliabilitas tes menggunakan formula analisis varians dengan teknik yang dikembangkan oleh Hoyt (dalam Hadi, 2000). Berkenaan dengan uji reliabilitas, Azwar (1997) menyatakan bahwa koefisien korelasi r iii = 1 menunjukkan adanya konsistensi yang sempurna pada alat ukur yang bersangkutan. Selnjutnya Azwar (1997) mengemukakan bahwa berbagai macam fungsi tes menuntut tingkat reliabilitas yang tidak sama. Untuk tujuan diagnosis dan prediksi, reliabilitas setinggi mungkin, misalnya 0,90. Namun untuk tujuan tertentu, misalnya untuk penjenjangan siswa atau tes formatif berkala maka tes yang mempunyai reliabilitas tidak tinggi sekalipun misalnya 0,50 masih cukup berarti. Dalam penelitian, angka reliabilitas yang ingin dicapai tidak ada batasan yang ditentukan namun diupayakan untuk mendapatkan angka reliabilitas setinggi mungkin. Subyek uji coba diambil dari tiga jenis responden yaitu petugas panti sosial; penerima manfaat; dan eks penerima manfaat penyandang disabilitas di BBRVBD Cibinong Provinsi Jawa Barat yang berjumlah antara 15-30 responden. Responden yang digunakan untuk uji coba memiliki ciri-ciri yang relatif sama dengan ciri-ciri responden pada siapa alat pengukur akan diterapkan nanti. Setiap subyek penelitian menerima 4 (empat) jenis skala dimaksud. Jawaban yang memenuhi syarat dihitung kesahihan dan kendalannya dengan menggunakan program SPSS. Instrumen atau alat ukur yang digunakan terdiri dari untuk petugas panti sosial 232 butir pernyataan, penerima manfaat 46 butir pernyataan; dan eks penerima manfaat 100 butir pernyataan. Pelaksanaan uji coba dilakukan di BBRVBD Cibinong Provinsi Jawa Barat, kemudian dilakukan pengolahan data hasil penelitian dengan menggunakan program SPSS. Berdasarkan pengolahan data yang dilakukan, maka ada beberapa item pernyataan yang tidak memenuhi persyaratan untuk digunakan lebih lanjut pada ketiga instrumen tersebut. Oleh karena itu item pernyataan pada instrumen atau alat ukur yang digunakan untuk petugas panti sosial menjadi
38
Efektifitas Pelayanan Panti Sosial Penyandang Disabilitas Tubuh
berjumlah 90 butir pernyataan; penerima manfaat berjumlah 30 butir pernyataan; dan eks penerima manfaat berjumlah 93 butir pernyataan.
H. Tahapan Penelitian Penelitian ini dilakukan dalam 3 tahap; yaitu Tahap Persiapan, Tahap Pengumpulan Data serta Tahap Analisis Data dan Pelaporan. 1. Tahap Persiapan Persiapan penelitian diawali dengan penyusunan rancangan penelitian, ditambah dengan melakukan diskusi-diskusi terhadap ide dasar penelitian dan dituangkan dalam kerangka penelitian. Setelah rancangan diajukan pada para pembimbing dan dikoreksi dilanjutkan dengan mempersiapkan skala-skala penelitian yang telah disusun atau menggunakan skala yang sudah baku dengan sedikit modifikasi. Setelah seluruh skala telah disiapkan, maka dilakukan uji coba skala tersebut pada panti dan klien yang memiliki karakteristik yang relatif sama. Maksud uji coba dilakukan yaitu agar alat-alat ukur yang akan digunakan memiliki validitas dan reliabilitas yang dapat dipertanggungjawabkan. Persiapan lainya yaitu dengan mengajukan permohonan izin untuk mengadakan penelitian ke Kesatuan Bangsa dan Perlindungan Masyarakat Kementerian Dalam Negeri Republik Indonesia dengan mengajukan Rancangan Penelitian dan lembar pengantar dari Puslitbangkesos. Surat izin penelitian tersebut dikeluarkan untuk ditujukan kepada wilayah lokasi penelitian di 4 provinsi yaitu; Jawa Tengah, Sumatera Selatan, Sulawesi Selatan, dan Sumatera Utara. Kesbanglinmas setiap provinsi tersebut menindaklanjuti dengan mengeluarkan surat izin penelitian. 2. Tahap Pengumpulan Data Pengumpulan data dilakukan di 4 provinsi yaitu; Jawa Tengah, Sumatera Selatan, Sulawesi Selatan, dan Sumatera Utara. Pengumpulan data dilakukan dengan menggunakan alat ukur skala, dan juga menggunakan wawancara dengan petugas panti, sejumlah penerima manfaat, dan eks penerima manfaat dilengkapi dengan studi dokumentasi. Efektifitas Pelayanan Panti Sosial Penyandang Disabilitas Tubuh
39
3. Tahap Analisis Data dan Pelaporan Kegiatan yang dilakukan pada tahap ini mencakup; 1) pengecekan kembali data yang telah dikumpulkan dari angket dan wawancara serta dokumentasi, 2) pemberian skor jawaban terhadap skala jawaban yang telah dijawab oleh subjek sesuai kunci jawaban yang telah disediakan, 3) merapikan dan mengatur data hasil penyekoran kunci jawaban agar memudahkan dalam memasukan data, 4) pengecekan kembali antara data yang telah dicetak dengan data yang tertera pada konsep tabulasi, 5) menganalisis data dengan menggunakan aplikasi komputer program SPSS, dan 6) menafsirkan terhadap hasil yang telah dicetak dengan data hasil wawancara di lapangan.
I. Analisis Data Penelitian ini menggunakan metode penelitian kombinasi model concurent embedded dengan metode kuantitatif sebagai metode primer dan metode kualitatif sebagai metode sekunder. Oleh karena itu analisis data untuk metode kuantitatif adalah dengan statistik yaitu dengan uji hubungan kausalitas antara variabel bebas (X1, X2, X3) dan variabel terikat, dengan menggunakan rumus Pearson. Sementara untuk metode kualitatif yaitu dengan melihat penjelasan dari; petugas panti, penerima manfaat, dan eks penerima manfaat, terhadap variabel-variabel tersebut yang akan dijelaskan dan digambarkan dengan hasil tabel tunggal. Adapun kategorisasi yang digunakan dapat dilihat pada tabel 3.4. Tabel 3.4. Kriteria Penilaian No
40
Nilai
Kriteria
1.
80,01 – 100,00
Sangat Baik
2.
60,01 – 80,00
Baik
3.
40,01 – 60,00
Cukup Baik
4.
20,01 – 40,00
Kurang Baik
5.
0,00 – 20,00
Tidak Baik
Efektifitas Pelayanan Panti Sosial Penyandang Disabilitas Tubuh
Analisis korelasi Pearson adalah analisis untuk mengetahui keeratan hubungan antara dua variabel dan untuk mengetahui arah hubungan yang terjadi untuk data berskala interval dan rasio.
Rumus korelasi Pearson adalah sebagai berikut : Pearson r =
N∑XY – (∑X)(∑)
√{N∑X
2
– (∑X)2}
√{N∑Y2 – (∑Y)2}
r = Koefisien korelasi Pearson ∑XY = Jumlah hasil kali skor X dan Y ∑X = Jumlah skor X ∑Y = Jumlah skor Y ∑X2= Jumlah kuadrat skor X ∑Y2 = Jumlah kuadrat skor Y N = Jumlah Peserta (pasangan skor)
Nilai korelasi (r) berkisar antara 1 sampai -1, nilai semakin mendekati 1 atau -1 berarti hubungan antara dua variabel semakin kuat, sebaliknya nilai mendekati 0 berarti hubungan antara dua variabel semakin lemah. Nilai positif menunjukkan hubungan searah (x naik maka y naik) dan nilai negatif menunjukkan hubungan terbalik (x naik maka y turun). Pedoman untuk memberikan interpretasi koefisien korelasi nampak pada tabel 3.5. (Duwi, 2011). Tabel 3.5. Interpretasi Koefisien Korelaasi No
Nilai
Hubungan
1.
0,00 – 0,199
Sangat Rendah
2.
0,20 – 0,399
Rendah
3.
0,40 – 0,599
Sedang
4.
0,60 – 0,799
5.
0,80 – 1,00
Kuat Sangat Kuat
Setelah dilakukan uji korelasi pearson maka dilakukan Uji ANOVA adalah melakukan analisis variabilitas data menjadi dua sumber variasi yaitu variasi di dalam kelompok (within) dan variasi Efektifitas Pelayanan Panti Sosial Penyandang Disabilitas Tubuh
41
antar kelompok (between). Bila variasi within dan between sama (nilai perbandingan kedua varian mendekati angka satu), maka berarti tidak ada perbedaan efek dari intervensi yang dilakukan, dengan kata lain nilai mean yang dibandingkan tidak ada perbedaan. Sebaliknya bila variasi antar kelompok lebih besar dari variasi di dalam kelompok, artinya intervensi tersebut memberikan efek yang berbeda, dengan kata lain nilai mean yang dibandingkan menunjukkan adanya perbedaan (Duwi, 2011). Nilai koefisien B merupakan gambaran model persamaan garis (Rumus) : Y = a + bx Y = a + bx1 + bx2 + bx3 Nilai Constant (atau a), yaitu besarnya nilai Y ketika nilai Variabel bx1bx2bx3=0.
42
Efektifitas Pelayanan Panti Sosial Penyandang Disabilitas Tubuh
BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN Pada bab ini diuraikan hasil penelitian dan pembahasan yang meliputi gambaran umum keempat panti yang menjadi sasaran penelitian. Hasil penelititian meliputi kondisi panti yang terdiri dari kelembagaan, komitmen petugas, dan kebijakan dalam memberikan pelayanan sosial. Selanjutnya juga dipaparkan tingkat keberhasilan panti yang meliputi kepuasan penerima manfaat, kemandirian, dan partisipasi eks penerima manfaat.
A. Gambaran Umum Panti Sosial Bina Daksa
Panti Sosial Bina Daksa “Bahagia” Medan Panti Sosial Bina Daksa “Bahagia” Medan Sumatera Utara adalah salah satu Unit Pelaksana Teknis Kementerian Sosial Republik Indonesia di bawah Direktorat Jenderal Rehabilitasi Sosial dengan wilayah pelayanan regional terbatas, meliputi Provinsi Sumatera Utara, Aceh, Sumatera Barat, Riau, dan Kepulauan Riau. Berlokasi di Jalan Williem Iskandar No. 377 Medan, dengan kapasitas tampung untuk 100 orang penerima manfaat. Untuk melihat keberhasilan panti tentu perlu diketahui visi dan misi suatu organisasi. Adapun visi dan misi PSBD Bahagia Medan adalah sebagai berikut. Visi : Mewujudkan kualitas hidup penyandang disabilitas tubuh yang sejahtera, mandiri, sejajar, dan bebas hambatan. Misi : a. Memberikan perlindungan, peningkatan harkat, martabat, serta kualitas hidup penyandang disabilitas tubuh. b. Mencegah, meminimalisasi, dan memperbaiki kondisi mental dan psikologis penyandang disabilitas tubuh. c. Mengembangkan prakarsa dan peran aktif masyarakat
Efektifitas Pelayanan Panti Sosial Penyandang Disabilitas Tubuh
43
dalam pelayanan dan rehabilitasi sosial penyandang disabilitas tubuh. d. Memberikan pelayanan dan penyandang disabilitas tubuh.
jaminan
sosial
bagi
e. Melakukan kajian pengembangan metode dan tata cara dalam pelayanan dan rehabilitasi sosial penyandang disabilitas tubuh. f. Sebagai solusi handal dalam mengatasi masalah disabilitas tubuh. Tugas Pokok : Panti Sosial Bina Daksa “Bahagia” Sumatera Utara memiliki tugas melaksanakan perlindungan, advokasi, pelayanan dan rehabilitasi sosial, pemberian informasi rujukan, koordinasi, dan kerjasama dengan instansi lain bagi penyandang disabilitas tubuh agar mereka mampu berperan aktif dalam kehidupan masyarakat.
Fungsi : a. Pelaksanaan penyusunan rencana program, evaluasi, dan laporan. b. Pelaksanaan registrasi, observasi, identifikasi, diagnosa sosial, dan perawatan. c. Pelaksanaan pelayanan dan rehabilitasi sosial yang meliputi bimbingan mental, sosial, fisik, dan keterampilan. d. Pelaksanaan resosialisasi, penyaluran, dan bimbingan lanjut. e. Pelaksanaan pemberian informasi dan advokasi. f. Pelaksanaan pengkajian dan penyiapan standar pelayanan rehabilitasi sosial. g. Pelaksanaan urusan tata usaha.
Sumber Daya Manusia (SDM) Panti Sosial Bina Daksa “Bahagia” Sumatera Utara dipimpin oleh seorang Kepala (Eselon III), dibantu oleh Kepala Sub Bagian Tata Usaha (Eselon IV), Kepala Seksi Rehabilitasi Sosial (Eselon IV),
44
Efektifitas Pelayanan Panti Sosial Penyandang Disabilitas Tubuh
Pekerja Sosial Fungsional, Perawat, Fisioterapis, Pranata Komputer, dan Staf-staf lainnya. Berdasarkan Peraturan Menteri Sosial RI Nomor 163/HUK/2007 tentang Struktur Organisasi PSBD Bahagia Medan adalah :
SDM PSBD Bahagia Medan berjumlah 40 orang yang terdiri dari pejabat struktural, fungsional tertentu, dan fungsional umum. Terkait dengan jumlah SDM tersebut secara terinci dapat dilihat pada tabel di bawah ini. Tabel 4.1. Jumlah SDM PSBD Bahagia Berdasarkan Jabatan No.
Jabatan
Jumlah (orang)
1.
Kepala Panti (Eselon III)
1
2.
Kepala Seksi/Kasubbag TU (Eselon IV)
4
3.
Pekerja Sosial
9
4.
Calon Pekerja Sosial
1
5.
Perencana Pertama
1
6.
Bendahara pengeluaran
1
7.
Penata Laporan Keuangan
2
8.
Verifikator Keuangan
1
Efektifitas Pelayanan Panti Sosial Penyandang Disabilitas Tubuh
45
9.
Penata Laporan BMN dan Barang Persediaan
2
10.
Pengadministrasian Kepegawaian
1
11.
Pengadministrasian Bahan Program
2
12.
Pengadministrasian Rehabilitasi Sosial
2
13.
Pengadministrasian Advokasi Sosial
1
14.
Pengadministrasian Penyaluran dan Binjut
1
15.
Pembimbing Psikologis
2
16.
Perawat Pelaksana
2
17.
Fisioterapi pelaksana
2
18.
Instruktur Pelaksana
3
19.
Teknisi Kelistrikan
1
20.
Petugas Keamanan
1
Sumber: Data sekunder PSBD Bahagia, 2015.
Sedangkan jenjang jabatan pekerja sosial yang berjumlah 10 orang, mempunyai peran penting dalam pelaksanaan rehabilitasi terhadap penyandang disabilitas tubuh di PSBD Bahagia adalah sebagai berikut: Tabel 4.2. Jumlah Pekerja Sosial Berdasarkan Jenjang Jabatan No.
Jenjang Jabatan
No
1.
Pekerja Sosial Pertama
3
2.
Pekerja Sosial Pelaksana Pemula
1
3.
Pekerja Sosial Pelaksana
1
4.
Pekerja Sosial Pelaksana Lanjutan
1
5.
Pekerja Sosial Penyelia
3
6.
Calon Pekerja Sosial
1 (proses)
Sumber: Data sekunder PSBD Bahagia, 2015.
46
Efektifitas Pelayanan Panti Sosial Penyandang Disabilitas Tubuh
Fasilitas Panti Luas tanah 8.960 m2 (128 X 70 m) dengan luas bangunan 5.3411 m2 yang terdiri dari : a. Kantor, Wisma tamu, Wisma Pegawai (2 unit), Aula, Asrama penerima manfaat (4 unit), Ruang Pendidikan, Ruang Keterampilan, Ruang Rapat, Musholla, Workshop, Poliklinik, Perpustakaan, Gardu satpam, Penerangan PLN dan Generator, Kendaraan Dinas roda empat dan roda dua. b. Sarana Olah Raga dan Kesenian, meliputi Lapangan Bola Voli, Lapangan Bulu Tangkis, Meja Pingpong, dan Alat Musik Band. c. Fasilitas lain yaitu Lapangan Upacara.
Program Pelayanan 1. Program Pokok a. Pembinaan Fisik. b. Pembinaan Mental/Psikologis. c. Pembinaan Mental Spiritual/Agama. d. Pembinaan Sosial. 2. Program Penunjang Utama a. Pelatihan Keterampilan Penjahitan. b. Pelatihan Keterampilan Elektronik. c. Pelatihan Keterampilan Otomotif. d. Pelatihan Keterampilan Servis Telepon Seluler. 3. Program Penunjang a. Komputer. b. Kerajinan Tangan. c. Seni Musik. 4. Pembinaan Lanjut a. Bimbingan peningkatan kehidupan bermasyarakat dan berperan serta dalam pembangunan.
Efektifitas Pelayanan Panti Sosial Penyandang Disabilitas Tubuh
47
b. Upaya-upaya pengembangan usaha eks klien. c. PBK (Praktek Belajar Kerja) dilaksanakan di perusahaanperusahaan atau home industry setelah klien mengikuti ujian keterampilan. d. Bimbingan motivasi peningkatan usaha kerja.
Sistem Pelayanan a. Sistem Pelayanan Dalam Panti Sistem pelayanan dilaksanakan dengan pengasramaan selama 1 (satu tahun), dengan seluruh biaya uang saku/uang harian adalah tanggung jawab orang tua/wali. b. Outreach/Penjangkauan Layanan Penjangkauan ini dilaksanakan untuk memberikan pelayanan bagi penyandang disabilitas tubuh di luar panti. Kegiatan dilaksanakan selama 5 (lima) hari pertemuan, yaitu bimbingan sosial dan pelatihan keterampilan praktis yang bernilai jual di lingkungan setempat. Di akhir kegiatan diberikan paket stimulan kepada peserta.
Panti Sosial Bina Daksa Budi Perkasa Palembang Sejarah berdirinya Panti Sosial Bina Daksa “Budi Perkasa” Palembang diawali dengan timbulnya gagasan mendirikan cabang Rehabilitasi Centrum (RC) Solo di daerah-daerah, sudah dimulai dari tahun 1957. Hal ini untuk menampung hasrat yang diinginkan oleh daerah-daerah. Untuk itu Dewan Menteri dalam rapat yang ke-40 menunjuk panitia Ad Hoc yang diberi tugas mempelajari kemungkinan didirikannya Lembaga Rehabilitasi Penderita Cacat (LRPCT) di daerah-daerah yang dipandang cocok dan perlu. Panti Sosial Bina Daksa “Budi Perkasa” Palembang adalah Unit Pelaksana Teknis di bidang Rehabilitasi Sosial Bina Daksa yang berada di bawah dan bertanggung jawab langsung kepada Direktur Jenderal Rehabilitasi Sosial Kementerian Sosial RI dengan tugas pokok melaksanakan Pembinaan fisik, mental, sosial, pelatihan keterampilan, dan resosialisasi serta pembinaan lanjut bagi penyandang cacat tubuh
48
Efektifitas Pelayanan Panti Sosial Penyandang Disabilitas Tubuh
agar mampu berperan aktif dalam kehidupan bermasyarakat. Wilayah Kegiatan : Provinsi Sumatera Selatan, Jambi, Bengkulu, Sumatera Barat, dan kepulauan Bangka Belitung. Visi : Panti Sosial Bina Daksa “Budi Perkasa” Palembang sebagai panti percontohan dalam aspek pelayanan Misi : 1. Melaksanakan pelayanan rehabilitasi sosial dan karya secara professional. 2. Menyediakan data dan informasi tentang pelayanan penyandang cacat tubuh. 3. Pelaksanaan pengkajian tentang fasilitas dari aspek kehidupan penyandang cacat. 4. Pelaksanaan penelitian dan uji coba metode. 5. Melakukan pembinaan terhadap sumber daya manusia 6. Melakukan bimbingan masyarakat.
dan
konsultasi
terhadap
7. Meningkatkan jangkauan pelayanan. 8. Menjalin kerja sama dengan instansi/lembaga terkait dalam upaya peningkatan kesejahteraan penyandang cacat. Fungsi PSBD Budi Perkasa adalah : 1. Pelaksanaan penyusunan rencana dan program serta evaluasi dan penyusunan laporan. 2. Pelaksanaan registrasi, observasi, identifikasi, penyelenggara asrama, dan pemeliharaan serta penetapan diagnosa sosial kecacatan. 3. Pelaksanaan bimbingan sosial, mental, keterampilan, dan fisik. 4. Pelaksanaan resosialisasi, penyaluran dan bimbingan lanjut. 5. Pemberian informasi dan advokasi. 6. Pengkajian dan pengembangan standar pelayanan dan rehabilitasi sosial. 7. Pengelolaan urusan tata usaha.
Efektifitas Pelayanan Panti Sosial Penyandang Disabilitas Tubuh
49
Sasaran Penyandang Cacat Tubuh karena Amputasi, Cerebral Palsy, polio, paraplegia, hemaplegia, salah bentuk, dan lain-lain. Sistem Pelayanan 1. Sistem dalam panti berjumlah 85 orang. 2. Sistem luar panti melalui program penjangkauan untuk tahun 2015 berjumlah 80 orang.
Sumber Daya Manusia (SDM) Jumlah pegawai sebanyak 78 orang yang terdiri dari PNS sebanyak 58 orang dan honorer sebanyak 20 orang. Berikut dapat dilihat jumlah pegawai berdasarkan jabatan pada tabel di bawah ini. Tabel 4.3. Jumlah SDM Budi Perkasa Berdasarkan Jabatan No.
Jabatan
Jumlah (orang)
1.
Kepala Panti ( Eselon III)
1
2.
Kepala Seksi
3
3.
Pekerja Sosial
11
4.
Instruktur Keterampilan
2
5.
Arsiparis
1
6.
Perawat
1
7.
Fisiotherapi
1
8.
Perencana
1
9.
Penyuluh Sosial
1
10.
Pranata Komputer
1
11.
Fungsional Umum
35
12.
Tenaga Honorer
20
Sumber : Data Sekunder PSBD Budi Perkasa, 2015.
50
Efektifitas Pelayanan Panti Sosial Penyandang Disabilitas Tubuh
Struktur Organisasi PSBD Budi Perkasa
Sarana dan Prasarana Luas Tanah dan Bangunan: Luas tanah 47.230 m2, bersertifikat Nomor 27 tanggal 16 Pebruari 1976 milik Departemen Sosial RI, sedangkan luas bangunan 9.002 m2. Balai Besar Rehabilitasi Sosial Bina Daksa Prof. Dr. Soeharso Balai Besar Rehabilitasi Sosial Bina Daksa (BBRSBD) Prof. Dr. Soeharso beralamat di Jalan Tentara Pelajar, Jebres Kota Surakarta Provinsi Jawa Tengah Kode Pos 571276 telepon/fax 0271.647626 Kotak Pos 810. Alamat email BBRSBD Prof. Dr. Soeharso: bbrsbd_
[email protected]; atau BBRSBD Prof. Dr. Soeharso mempunyai luas tanah 66.555 m2 dan luas bangunan 15.741 m2. BBRSBD Prof. Dr. Soeharso berdiri pada tahun 1951 yang tidak terlepas dari situasi perang kemerdekaan tahun 1945-1950, sehingga banyak para pejuang yang gugur dan menjadi cacat. Pada tahun 1946 almarhum Dr. Soeharso dibantu R. Soeroto Rekso Pranoto mulai melakukan percobaan-percobaan pembuatan kaki tiruan yang disebut prothese. Tahun 1947 mulai dibangun asrama untuk menampung para penderita cacat dalam memperoleh pelayanan Efektifitas Pelayanan Panti Sosial Penyandang Disabilitas Tubuh
51
prothese. Setahun kemudian (tahun 1948) kegiatan tersebut terus berkembang, sehingga dibuat bengkel khusus untuk pembuatan prothese. Pada tahun 1949 mulai ada gagasan untuk memberikan keterampilan kerja (vocational training) bagi para penderita cacat sebagai bekal untuk memperoleh pekerjaan. Berdasarkan sejarah perang kemerdekaan itu, maka pada tanggal 28 Agustus 1951 berdirilah secara resmi Balai Penderita Cacat atau Rehabilitasi Centrum (RC) yang pertama di Indonesia. Kemudian pada tahun 1954 Departemen Sosial Republik Indonesia berdasarkan SK Mensos memberi nama Balai Pembangunan Penderita Cacat/Lembaga Rehabilitasi Penderita Cacat (LRPC) dengan tugas menangani pekerjaan di bidang seleksi dan pengasramaan, pendidikan, dan latihan kerja serta pelayanan rehabilitasi sosial. Berdasarkan Keppres RI Nomor 022/TK Tahun 1971, tanggal 29 Juni 1971 memberikan penghargaan kepada almarhum Prof. Dr. Soeharso atas jasanya dalam merintis pekerjaan rehabilitasi, sehingga nama RC menjadi RC Prof. Dr. Soeharso. Kemudian pada tahun 1976 berubah nama menjadi Lembaga Penelitian Rehabilitasi Penderita Cacat Tubuh (LPRPCT) Prof. Dr. Soeharso. Tahun 1982 berubah nama menjadi Pusat Rehabilitasi Penderita Cacat Tubuh (PRPCT) Prof. Dr. Soeharso. Dua belas tahun kemudian (tahun 1994) berubah menjadi Pusat Rehabilitasi Sosial Bina Daksa (PRSBD) Prof. Dr. Soeharso. Kemudian pada tahun 2003 hingga sekarang berdasarkan Kepmensos RI Nomor 55/HUK/2003 terhitung mulai tanggal 23 Juli 2003 berubah lagi menjadi Balai Besar Rehabilitasi Sosial Bina Daksa (BBRSBD) Prof. Dr. Soeharso. BBRSBD Prof. Dr. Soeharso Solo merupakan Unit Pelaksana Teknis di bidang Rehabilitasi Sosial Bina Daksa di lingkungan Kementerian Sosial RI dan bertanggung jawab langsung kepada Direktur Jenderal Rehabilitasi Sosial Kementerian Sosial RI. Visi : Terwujudnya kemandirian dan kesejahteraan penyandang disabilitas daksa (tubuh).
52
Efektifitas Pelayanan Panti Sosial Penyandang Disabilitas Tubuh
bagi
Misi : 1. Meningkatkan rehabilitasi sosial penyandang disabilitas daksa secara profesional dan terpadu; 2. Melaksanakan dukungan manajemen pelayanan rehabilitasi sosial yang akuntabel dan transparan; 3. Menyiapkan standar layanan rehabilitasi penyandang disabilitas daksa yang akurat;
sosial
4. Melaksanakan kajian terhadap methode rehabilitasi sosial penyandang disabilitas daksa.
Tugas Pokok dan Fungsi Berdasarkan SK Menteri Sosial RI Nomor 55/HUK/2003, Tugas Pokok BBRSBD Prof. Dr. Soeharso Solo adalah melaksanakan pelayanan dan rehabilitasi sosial, resosialisasi, penyaluran dan bimbingan lanjut kepada penyandang disabilitas tubuh agar mampu berperan dalam kehidupan bermasyarakat, rujukan nasional, pengkajian dan penyiapan standar pelayanan, pemberian informasi serta koordinasi dengan instansi terkait sesuai dengan peraturan perundang-undangan yang berlaku. Sedangkan fungsinya adalah : 1. Pelaksanaan penyusunan rencana dan program serta evaluasi dan penyusunan laporan. 2. Pelaksanaan registrasi, observasi, identifikasi, penyelenggaraan asrama dan pemeliharaan serta penetapan diagnosa sosial, kecacatan serta perawatan medis. 3. Pelaksanaan bimbingan sosial, mental, keterampilan dan fisik. 4. Pelaksanaan resosialisasi, penyaluran dan bimbingan fisik. 5. Pemberian informasi dan advokasi. 6. Pengkajian dan pengembangan standar pelayanan dan rehabilitasi sosial. 7. Pengelolaan urusan tata usaha.
Efektifitas Pelayanan Panti Sosial Penyandang Disabilitas Tubuh
53
Sumber Daya Manusia BBRSBD Prof. Dr. Soeharso mempunyai sumber daya manusia (SDM) terhitung bulan September 2014 sebanyak 176 orang, terdiri dari 97 orang laki-laki dan 79 orang perempuan. Berikut dapat dilihat jumlah SDM berdasarkan tingkat pendidikan pada tabel di bawah ini. Tabel 4.4. Jumlah SDM BBRSBD Prof. Dr. Soeharso Berdasarkan Tingkat Pendidikan No
Pendidikan
Jumlah (orang)
Persen (%)
1.
S2
20
11,36%
2.
S1
76
43,18%
3.
Sarmud
15
8,52%
4.
SLTA
57
32,38%
5.
SLTP
3
1,70%
6.
SD
5
2,84%
176
100%
Jumlah
Sumber : Data Sekunder PSBD Prof. Dr. Soeharso, 2015.
Jika SDM ditinjau dari golongan, maka terdiri dari golongan I sebanyak 2 orang; golongan II sebanyak 20 orang; golongan III sebanyak 132 orang; dan golongan IV sebanyak 22 orang. Sedangkan jika ditinjau dari jabatan dapat dilihat pada tabel berikut. Tabel 4.5. Jumlah Pegawai Berdasarkan Jabatan No 1.
Jenis Jabatan Struktural
54
Persen (%) 9,66%
Eselon II
2.
Jumlah 1
Eselon III
4
Eselon IV
12
Fungsional
90,34% Pekerja sosial
57
Pengadministrasian
28
Efektifitas Pelayanan Panti Sosial Penyandang Disabilitas Tubuh
Fungsional lainnya (Instruktur keterampilan, psikolog, dokter, paramedis, penyuluh sosial, perencana, arsiparis, pranata humas dll) Jumlah
74
176
100%
Sumber : Data Sekunder PSBD Prof. Dr. Soeharso, 2015.
Berdasarkan Surat Keputusan Menteri Sosial Republik Indonesia Nomor 55/HUK/2003, terkait Struktur Organisasi BBRSBD Prof. Dr. Soeharso dapat dilihat di bawah ini.
Efektifitas Pelayanan Panti Sosial Penyandang Disabilitas Tubuh
55
Sarana Prasarana. BBRSBD Prof. Dr. Soeharso mempunyai sarana prasarana terdiri dari : 1) Prasarana (asset tanah) yaitu Tanah Kompleks BBRSBD Jebres seluas 49,720 m2; Tanah Kerten Manahan seluas 5.373 m2; Tanah Guwosari Jebres seluas 3.000 m2; Tanah Tawangmangu Karanganyar seluas 1.950 m2; Tanah Mojosongo Jebres seluas 5.225 m2; Tanah Petoran Jebres seluas 695 m2; dan Tanah Loka Bina Karya Jagalan seluas 592 m2. 2) Sarana gedung yang dimiliki BBRSBD Prof. Dr. Soeharso berjumlah 61 unit dengan luas bangunan sejumlah 15.741 m2 yang meliputi Gedung Induk perkantoran 9 unit; Asrama 8 unit; Keterampilan/ Pendidikan 11 unit; Bengkel Prothese Orthose 1 unit; Olah raga 1 unit; Pertemuan 2 unit; Workshop 1 unit; Peribadatan 2 unit; Poliklinik 1 unit; Wisma/mess 4 unit; dan Pos Keamanan 1 unit. Sedangkan sarana transportasi terdiri dari kendaraan roda 6 (bus) 1 unit; kendaraan roda 4 sebanyak 11 unit; dan kendaraan roda 2 sebanyak 4 unit. Panti Sosial Bina Daksa Wirajaya Makassar Panti Sosial Bina Daksa (PSBD) Wirajaya Makassar adalah panti yang menangani para Penyandang Disabilitas Tubuh di Kawasan Timur Indonesia, meliputi 15 provinsi, 28 kota dan 170 kabupaten. Sejarah berdirinya dilatarbelakangi oleh banyaknya penyandang disabilitas tubuh korban perang Dunia ke II dan korban keganasan Westerling yang dikenal dengan “Korban 40.000 jiwa” di Sulawesi Selatan (Profil PSBD Wirajaya Makassar, 2014). Panti yang sebelumnya bernama Panti Rehabilitasi Penderita Cacat Tubuh (PRPCT) merupakan salah satu unit pelaksana teknis (UPT) yang bertanggung jawab langsung kepada Direktorat Jenderal Rehabilitasi Sosial Kementerian Sosial Republik Indonesia. PSBD Wirajaya Makassar mempunyai kapasitas tampung maksimum 200 orang penyandang disabilitas tubuh dari kawasan timur Indonesia. Adapun sejarah perkembangan PSBD Wirajaya Makassar melalui beberapa fase, yaitu:
56
Efektifitas Pelayanan Panti Sosial Penyandang Disabilitas Tubuh
Wilayah Kerja PSBD Wirajaya Makassar mencakup provinsi sebagai berikut: Sulawesi Selatan, Sulawesi Barat, Sulawesi Tenggara, Sulawesi Tengah, Sulawesi Utara, Gorontalo, Kalimantan Selatan, Kalimantan Tengah, Kalimantan Timur, Nusa Tenggara Barat, dan Nusa Tenggara Timur. Visi : Menjadikan PSBD Wirajaya Makassar sebagai Model Pelayanan Profesional Disabilitas Tubuh di Kawasan Timur Indonesia. Misi : 1. Meningkatkan profesionalisme SDM dan Administrasi yang akuntabel dan transparan 2. Peningkatan Program dan Avokasi sosial berbasis hak Penyandang Disabilitas. 3. Peningkatan Pelayanan dan Rehabilitasi Sosial dengan pendekatan metode dan tehnik pekerja sosial.
Tugas Pokok : Melaksanakan pelayanan dan rehabilitasi sosial bagi penyandang masalah kesejahteraan sosial khususnya penyandang disabilitas tubuh, berperan aktif, berkehidupan dalam masyarakat, rujukan regional, pengkajian dan penyiapan standar pelayanan, pemberian informasi serta koordinasi dan kerjasama dengan instansi terkait sesuai dengan peraturan perundang-undangan. Fungsi PSBD Wirajaya melaksanakan fungsi: 1. Penyusunan rencana dan program, evaluasi, dan pelaporan. 2. Pelaksanaan registrasi, observasi, identifikasi, diagnosa sosial, dan perawatan. 3. Pelaksanaan pelayanan dan sosial yang meliputi bimbingan mental, fisik, dan keterampilan 4. Pelaksanaan resosialisasi, penyaluran, dan bimbingan lanjut. 5. Pelaksanaan pemberian perlindungan sosial, advokasi sosial, informasi sosial, informasi, dan rujukan. Efektifitas Pelayanan Panti Sosial Penyandang Disabilitas Tubuh
57
6. Pelaksanaan pusat model pelayanan dan rehabilitasi dan perlindungan sosial. 7. Pelaksanaan urusan tata usaha.
Tujuan 1. Terkelolanya administrasi yang baik, transparan, dan akuntabel. 2. Tercapainya SDM yang profesional. 3. Terkelolanya sarana dan prasarana dengan baik. 4. Terencananya program dan kegiatan yang efektif dan efisien. 5. Tersedianya data dan informasi penanganan penyandang disabilitas tubuh. 6. Terjalinnya kemitraan dan teradvokasinya penyandang disabilitas tubuh. 7. Tersedianya hasil pengkajian model dan standar pelayanan kesejahteraan sosial penyandang disabilitas. 8. Tertanganinya masalah sosial penyandang disabilitas tubuh. 9. Bertambahnya jumlah penyandang disabilitas tubuh yang tertangani. 10. Tersalurkannya penyandang disabilitas ke sektor usaha mandiri, kube, dan perusahaan.
Sumber Daya Manusia (SDM). Jumlah pegawai pada PSBD Wirajaya Makassar sampai dengan akhir tahun 2014 berjumlah 56 orang terdiri dari 27 pria dan 29 wanita. Untuk mengetahui secara lebih rinci dapat dilihat pada tabel sebagai berikut.
58
Efektifitas Pelayanan Panti Sosial Penyandang Disabilitas Tubuh
Tabel 4.6 Jumlah Pegawai PSBD Wirajaya Berdasarkan Tingkat Pendidikan No
Jumlah (orang)
Tingkat Pendidikan
Persen (%)
1.
Sekolah Dasar
2
4%
2.
Sekolah Lanjutan Tingkat Pertama (SLTP)
4
7%
3.
Sekolah Lanjutan Tingkat Atas (SLTA)
9
16%
4.
Sarjana Muda (Diploma 3)
12
21%
5.
Strata 1 (S1)
27
48%
6.
Strata 2 (S2)
2
4%
56
100%
Total Sumber: Profil PSBD Wirajaya Makassar, 2014.
Secara umum gambaran kondisi Sumber Daya Manusia di PSBD Wirajaya sudah termasuk baik, karena didominasi dengan pendidikan tinggi sebesar 73% dari jenjang Diploma hingga Pasca sarjana. Jumlah pegawai PSBD Wirajaya Makassar dilihat berdasarkan status kepegawaiannya secara lebih rinci dapat dilihat pada tabel sebagai berikut. Tabel 4.7. Jumlah Pegawai PSBD Wirajaya Berdasarkan Status Kepegawaian No
Status Kepegawaian
Jumlah (orang)
Persen (%)
1.
Struktural
4
7%
2.
Fungsional Tertentu
26
46,5%
3.
Fungsional Umum
26
46,5%
56
100%
Jumlah
Sumber: Profil PSBD Wirajaya Makassar, 2014.
Status Kepegawaian PSBD Wirajaya tergambarkan bahwa jabatan fungsional tertentu (keahlian profesi) yang didukung oleh fungsional umum sudah relatif tercukupi dengan masing-masing berjumlah 46,5%. Khusus untuk fungsional Pekerja Sosial saat ini terdiri dari: Pekerja Sosial Madya 4 orang, Pekerja Sosial Muda 4 Efektifitas Pelayanan Panti Sosial Penyandang Disabilitas Tubuh
59
orang, Pekerja Sosial Penyelia 2 orang, Pekerja Sosial Pelaksana 3 orang, dan Pekerja Sosial 5 Pertama. Panti Sosial Bina Daksa Wirajaya Makassar dipimpin oleh seorang Kepala Panti dengan jenjang Eselon III/a, dan secara struktur organisasi membawahi tiga pejabat struktural setingkat eselon IV/a yang terdiri dari Kepala Sub Bagian Tata Usaha, Kepala Seksi Program dan Advokasi Sosial, Kepala Seksi Rehabilitasi Sosial, serta didukung oleh kelompok jabatan fungsional dan instlasai produksi. Untuk lebih jelas dalam menggambarkan struktur organisasi PSBD Wirajaya dapat dilihat pada bagan sebagai berikut.
Struktur Organisasi PSBD Wirajaya Makassar
Sarana Prasarana Panti Sosial Bina Daksa Wirajaya Makassar memiliki lahan sekitar 4,7 Ha, dan ditunjang dengan sejumlah gedung serta peralatan keterampilan yang secara keseluruhan mendukung terhadap kelancaran pelaksanaan kegiatan terhadap penerima manfaat. Secara terinci sarana dan prasarana yang dimiliki PSBD Wirajaya dapat digambarkan dalam tabel berikut ini.
60
Efektifitas Pelayanan Panti Sosial Penyandang Disabilitas Tubuh
Tabel 4.8. Sarana Prasarana PSBD Wirajaya Makassar No.
Sarana Prasarana
1.
Sarana Jalan
Jalan beraspal
2.
Sarana Bangunan
Kantor, gudang, bengkel, poliklinik, aula serbaguna, gedung bimbingan keterampilan, ruang bimbingan rohani, gedung olahraga, garasi, perpustakaan, laboratorium pekerja sosial, rumah dinas, wisma tamu, masjid, Workshop, dapur, dan pos satpam
Jenis
Keterangan Menghubungkan seluruh bangunan Masing-masing 1 unit
Asrama penerima manfaat
7 Unit
3.
Sarana Kesehatan
Poliklinik
1 Unit
4.
Prasarana Mobilitas
Kendaraan roda 4
3 Buah
Kendaraan roda 2
6 Buah
Bus
1 Buah
Kendaraan UPSK
1 Buah
5.
Penunjang Kegiatan
Alat-alat dan bahan latihan pendidikan/ keterampilan Penjahitan Pakaian Wanita
1 Set
Penjahitan Pakaian Pria
1 Set
Percetakan
1 Set
Tata rias
1 Set
Meubelair
1 Set
Otomotif
1 Set
Elektronika
1 Set
Fotografi
1 Set
Laboratorium Komputer
1 Unit
Lapangan Olahraga
5 jenis lapangan
Peralatan olahraga
5 Set
Efektifitas Pelayanan Panti Sosial Penyandang Disabilitas Tubuh
61
Peralatan kesenian
1 Set
Peralatan pramuka
1 Set
Peralatan perpustakaan
1 set
Sumber: Profil PSBD Wirajaya Makassar, 2014.
B. Gambaran Tentang Responden Eks Penerima Manfaat Jumlah responden eks penerima pelayanan adalah 65 orang, yang terdiri dari laki-laki (66,15%) dan perempuan (33,85%). Status responden tersebut sebagian besar (58,46%) belum menikah, 40% sudah menikah, dan 2,54% duda. Sedangkan tingkat pendidikan responden eks penerima manfaat mulai dari tidak pernah sekolah sampai dengan tingkat SMA, seperti terlihat pada tabel 4.9 berikut. Tabel 4.9. Jumlah Responden Eks Penerima Manfaat Menurut Tingkat Pendidikan No
Tingkat Pendidikan
Jumlah
Persen (%)
1.
Tidak sekolah
1
1,54%
2.
Tidak tamat SD
1
1,54%
3.
Paket A
1
1,54%
4.
SD
26
40,0%
5.
SMP
21
32,31%
6.
SMA
15
23,08%
65
100%
Jumlah Sumber: Hasil Penelitian 2015
Tabel 4.9. menunjukkan bahwa pendidikan eks penerima manfaat sebagian besar adalah sekolah dasar (SD) dan sekolah menengah pertama (SMP). Hanya 23,08% yang tamat SMA. Kondisi ini menggambarkan bahwa pendidikan penerima pelayanan dan rehabilitasi di PSBD tergolong rendah. Sehubungan dengan hal tersebut dalam kegiatan rehabilitasi terhadap penyandang disabilitas tubuh perlu memperhatikan kondisi tingkat pendidikan. Sedangkan latar belakang kecacatan sebagian besar dialami sejak lahir (27,69%), akibat demam/sakit/panas tinggi (49,23%),
62
Efektifitas Pelayanan Panti Sosial Penyandang Disabilitas Tubuh
dan karena kecelakaan (23,08). Jenis keterampilan yang diikuti di panti adalah seperti terlihat pada tabel berikut ini. Tabel 4.10. Jenis keterampilan yang diikuti di panti No.
Jenis Keterampilan
1.
Elektronik
2.
Salon kecantikan
3.
Penjahitan
4.
Jumlah (orang)
Persen (%)
10
15,343%
4
6,15%
25
38,46%
Kerajinan
3
4,61%
5.
Mix farming
1
1,54%
6.
Las
2
3,08%
7.
Tata Rias
1
1,54%
8.
Otomotif
5
7,69%
9.
Sablon
1
1,54%
10.
Ponsel
4
6,15%
11.
Percetakan
1
1,54%
12.
Tata boga
1
1,54%
13.
Handycraft
2
3,08%
14.
Bengkel
1
1,54%
15.
Petukangan kayu
1
1,54%
16.
Fotografi
2
3,08%
17.
Komputer
1
1,54%
65
100%
Jumlah Sumber: Hasil Penelitian, 2015.
Dari tabel 4.10. diketahui bahwa jenis keterampilan yang diikuti di panti sangat beragam. Keterampilan ini diharapkan dapat menjadi modal dasar bagi eks penerima manfaat dalam mengembangkan usahanya. Walaupun sudah memiliki kemampuan dalam keterampilan, namun berdasarkan hasil FGD dikatakan bahwa “pengusaha masih mengharapkan keterampilan yang dimiliki perlu dikembangkan sesuai kebutuhan pasar”.
Efektifitas Pelayanan Panti Sosial Penyandang Disabilitas Tubuh
63
C. Deskripsi Hasil Penelitian
1. Efektivitas Pelayanan Panti Sosial Efektivitas pelayanan panti sosial bina daksa dilihat dari pencapaian tujuan panti yaitu kemandirian dan partisipasi sosial eks penerima manfaat setelah mereka memperoleh pelayanan pada panti sosial. Disamping itu juga dilihat dari kepuasan penerima manfaat terhadap pelayanan dan rehabilitasi sosial yang diberikan panti sosial. Kemandirian dilihat dari dua sumber informan yaitu dari eks penerima manfaat dan perkiraan petugas panti sosial. Berdasarkan pengalamannya dan hasil monitoring dan evaluasi yang pernah dilakukannya. a. Kemandirian Diagram 4.1. Kemandirian Eks Penerima Manfaat Menurut Perkiraan Petugas Panti dan Eks Penerima Manfaat
Sumber: Hasil Penelitian, 2015
Diagram 4.1. di atas menunjukkan bahwa pada umumnya kemandirian menurut informan eks penerima manfaat lebih tinggi dari perkiraan petugas panti, kecuali pada Panti Sosial Bina Daksa
64
Efektifitas Pelayanan Panti Sosial Penyandang Disabilitas Tubuh
Wirajaya. Hal ini wajar karena eks penerima manfaat yang dijadikan informan hanya di beberapa lokasi yang mudah dijangkau di kabupaten/kota sekitar ibu kota provinsi. Hasil observasi pada saat wawancara menunjukkan, kebanyakan dari mereka sudah berhasil dalam usahanya. Sedangkan hasil monitoring petugas panti adalah menyeluruh terhadap sasaran panti sosial. Secara nasional menurut informan eks penerima manfaat terkait kemandirian adalah 80,40 yang dapat dikategorikan dengan “sangat baik”, sedangkan menurut persepsi petugas panti nilainya 69,05 atau dalam kategori “baik”. Bila di rata-ratakan kemandirian menurut petugas panti dan eks penerima manfaat sebesar 74,53 atau termasuk kategorik “baik”. Beberapa contoh hasil wawancara mendalam dan observasi terhadap eks penerima manfaat, saat ini informan merasakan sudah mampu membiayai hidupnya sendiri, tinggal di sebuah rumah kontrakan sebagai penjahit baju. Selama di panti, keterampilan yang diambil adalah penjahitan, dan keterampilan itu pulalah yang diterapkan sebagai usaha mandirinya di lingkungan tempat tinggalnya. Walaupun menurut informan praktek menjahit di PSBD masih kurang lama, karena belum sepenuhnya menguasai teknik menjahit, namun beruntung bagi informan, tempatnya PBK merekrutnya untuk bekerja dan diajarkan bagaimana memecah pola dan punya kesempatan untuk belajar tentang menjahit secara gratis. Setelah itu baru buka usaha menjahit sendiri. Karena dianggap mampu mengembangkan usahanya, maka informan mendapat bantuan pengembangan usaha berupa mesin cetak kancing dan mesin bordir. Informan mengatakan ia bertambah percaya diri ketika diberi kepercayaan untuk mengembangkan usahanya dan dukungan keluarga yang begitu besar terutama ibunya yang selalu memberikan suport. Informasi yang lebih penting lagi adalah informan lebih percaya diri untuk pergi ke pasar sendiri membeli peralatan dan bahan penjahitannya, yang sebelumnya kemana-mana harus ada yang mendampingi.
Efektifitas Pelayanan Panti Sosial Penyandang Disabilitas Tubuh
65
Hasil wawancara mendalam terhadap informan yang lain, merasakan betapa bermanfaat bagi dirinya kegiatan yang dilaksanakan di PSBD, informan yang cacat pada tangan kirinya (tidak punya tangan kiri sejak lahir) mengaku bahwa selama usianya sudah 17 tahun tidak pernah keluar rumah untuk bermain dengan tetangga karena selalu diejek dengan sebutan si buntung. Informan merasa malu dan minder dengan sebutan tersebut. Pada awalnya informan masuk panti bukan untuk mendapatkan pelayanan dan bimbingan, tetapi hanya ingin mendapatkan tangan palsu. Namun setelah masuk panti, ia melihat betapa banyak kegiatan yang ingin ia ikuti dan bertemu dengan teman-teman senasib, maka informan melanjutkan mengikuti kegiatan yang ada di panti, jenis keterampilan yang ia pilih adalah penjahitan. Saat ini informan sudah percaya diri, berani bersosialisasi dengan masyarakat sekitar, walaupun masih ada yang memanggilnya dengan si buntung, tetapi informan sudah merasa tidak minder dengan sebutan tersebut, dengan kemampuan menjahit yang dia miliki, ia merasa punya kelebihan yang tidak dimiliki orang normal (tidak cacat). Hal ini jugalah yang membuatnya merasa sama dengan orang lain, “setiap orang punya kelebihan dan kekurangan”, ini yang menjadi slogannya. Kemudian selama di PSBD, ia bertemu dengan teman senasib yang saling memberi kekuatan, dan di lingkungan keluarganya yang terus memberinya semangat untuk mengembangkan dan menguatkan diri, sehingga membuat informan semakin percaya diri. Sekarang lebih merasa percaya diri lagi, kuat mental karena sudah punya penghasilan walaupun masih kecil, sekitar Rp. 700.000/ bulan. Kemudian informan lain, kursi roda merupakan alat bantu baginya untuk berjalan, memiliki pengalaman lain. Informan ini belum terlalu percaya diri untuk melakukan kegiatan di lingkungannya, bahkan untuk kegiatannya sendiri. Hanya saja keinginan untuk terus melakukan ibadah di masjid selalu ada, namun masjid yang ada dekat rumahnya belum difasilitasi untuk
66
Efektifitas Pelayanan Panti Sosial Penyandang Disabilitas Tubuh
penyandang disabilitas. Kemudian orangtuanya (ibu) yang selalu mengkhawatirkannya jika keluar rumah, orang tuanya berkata “saya khawatir bu kalau terjadi apa-apa terhadap anak saya, dia kan tidak bisa jalan, takut nanti jatuh, dan orang tidak peduli, nanti siapa yang bantuin, saya kan tidak bisa ngikutin terus, saya kan dagang di rumah“. Kekhawatiran orang tuanya terhadap kondisi anaknya, membuat informan tidak berani untuk berjalanjalan di lingkungannya, khawatir akan terjadi sesuatu seperti yang dikhatirkan orang tuanya. Informan lebih mengikuti nasehat orangtuanya untuk tidak berjalan-jalan keluar rumah/jauh dari rumah. Saat ini informan ingin sekali melanjutkan mengikuti kegiatan di BBRPBD Cibinong dengan alasan untuk lebih mendalami keterampilan yang diikuti dan agar lebih percaya diri. Dari uraian tersebut bahwa ketika manfaat sudah kembali ke masyarakat, maka peran keluarga dan masyarakat adalah sangat penting untuk membuat eks penerima pelayanan lebih percaya diri, lebih kuat mental untuk ikut serta dalam kegiatan di masyarakat dan lebih mandiri. b. Partisipasi Partisipasi penerima manfaat di lingkungan masyarakat tempat tinggalnya dilihat dari tingkat perkiraan keterlibatan aktif bermakna penerima manfaat pada tingkatan-tingkatan yang berbeda-beda di dalam kegiatan-kegiatan masyarakat yang ada di lingkungannya, misalnya ikut kegiatan pengajian, koperasi, arisan, gotong royong, dan lain-lain.
Efektifitas Pelayanan Panti Sosial Penyandang Disabilitas Tubuh
67
Diagram 4.2. Partisipasi Eks Penerima Manfaat di Lingkungannya Menurut Petugas Panti dan Eks Penerima Manfaat
Sumber: Hasil Penelitian 2015
Diagram 4.2. di atas menunjukkan bahwa tingkat partisipasi eks penerima manfaat setelah kembali ke keluarga dan berada di tengah-tengah masyarakat, menurut petugas panti rata-rata secara nasional adalah 68,59 dan menurut eks penerima manfaat 64,90 dan rata-rata secara nasional 66,74 atau semuanya termasuk kategori “baik”. Bila dilihat dari pencapaian angkanya “lebih rendah” dari tingkat kemandirian. Berdasarkan hasil pengamatan dan wawancara di lapangan hal ini disebabkan tidak semua butir pertanyaan dalam partisipasi terdapat di lingkungannya seperti koperasi tidak terdapat di semua lingkungan eks penerima manfaat dan partisipasi dalam keagamaan. Kondisi ini didukung
68
Efektifitas Pelayanan Panti Sosial Penyandang Disabilitas Tubuh
oleh informasi hasil wawancara mendalam bahwa tidak semua masjid dapat diakses oleh penyandang disabilitas (pengguna kursi roda). Hasil wawancara mendalam berikut ketika ditanya tentang partisipasinya di masyarakat, seperti keikutsertaannya dalam kegiatan di Masjid, ia menjawab “sebenarnya ingin sih ikut kegiatan di Masjid, tapi saya nggak bisa bu, saya pakek kursi roda, kesana tidak bisa pakek kursi roda karena jalannya susah, dan tidak bisa masuk masjid, jalannya kan sulit bu, ada tangganya lagi”. Sementara informan yang lain ketika ditanya tentang partisipasinya di masyarakat, informan yang kesehariannya sebagai penjahit ini mengatakan kalau kebetulan tidak ada jahitan yang harus segera diselesaikan, informan selalu ikut kegiatan di lingkungan, terutama kalau ada hari-hari besar nasional dan hari besar keagamaan, seperti lomba dalam rangka tujuh belasan, walaupun kadang hanya sekedar nonton. Kemudian ketika ditanya keikutsertaan informan dalam kegiatan koperasi, informan menjawab “koperasi kan nggak ada bu disini, saya ingin sekali ikut koperasi, mana tau bisa membantu usaha saya”. Dari ungkapan-ungkapan tersebut terlihat bahwa, informan punya hasrat untuk mengerjakan segala sesuatu bagi dirinya sendiri, berinisiatif untuk mengatasi hambatan atau masalah yang dihadapi, walaupun sarana untuk mengatasi permasalahan tersebut belum ada. Mampu mengungkapkan inisiatif dengan pernuh rasa percaya diri inilah yang menunjukkan bahwa, kemandirian eks penerima manfaat melebihi partisipasinya di masyarakat.
Efektifitas Pelayanan Panti Sosial Penyandang Disabilitas Tubuh
69
c. Kepuasan Diagram 4.3. Kepuasan Terhadap Pelayanan Panti Sosial Menurut Penerima Manfaat dan Eks Penerima Manfaat
Sumber: Hasil Penelitian 2015
Berdasarkan Diagram 4.3. di atas, Eks penerima manfaat lebih tinggi tingkat kepuasannya dibandingkan penerima manfaat yang masih atau sedang mengikuti rehabilitasi sosial di Panti Sosial. Secara nasional tingkat kepuasan eks penerima manfaat adalah 83,43 atau termasuk kategori “sangat baik” dan menurut penerima manfaat 68,59 atau kategori “baik”, dan rata-rata nasional 76,01 atau kategori “baik”. Menurut hasil wawancara mendalam dengan eks penerima manfaat mereka sangat puas, karena setelah keluar dari panti mereka sudah tidak malu lagi bergaul di masyarakat. Satu kasus; “ada seorang penyandang disabilitas perempuan sejak lahir sampai usia 18 tahun (sebelum masuk panti) belum pernah main/bepergian ke luar rumah. Tapi sekarang setelah keluar dari panti sudah tidak malu lagi ke luar rumah bahkan sudah pergi ke pasar untuk membeli bahan-bahan
70
Efektifitas Pelayanan Panti Sosial Penyandang Disabilitas Tubuh
keperluan usahanya”. Kemudian kepuasan eks penerima manfaat terhadap pelayanan PSBD akan bertambah ketika pekerja sosial dan instruktur dapat memenuhi harapan eks penerima manfaat ketika masuk PSBD. Seperti memberi penguatan, kepercayaan diri, merasa harga dirinya meningkat dan kemandirian pada eks penerima manfaat baik dalam bersosialisasi dengan lingkungannya maupun mandiri dalam sisi ekonomi. Namun menurut informan pengusaha, kemandirian eks penerima manfaat masih harus ditingkatkan, karena ketika eks penerima manfaat diterima bekerja di perusahaannya, penampilannya masih terlihat acak-acakan, rambut gondrong, baju belum rapi. Ketahanan diri masih perlu ditingkatkan, karena masih merasa disepelekan ketika konsumen mengatakan “kasirnya pincang”, (kebetulan eks penerima manfaat ditempatkan sebagai kasir), langsung minta berhenti bekerja. “Sehingga kami sebagai atasan disini harus memberi suport yang lebih untuk mereka, karena kasian kalau keluar susah lagi nanti cari kerja, karena kondisinya seperti ini” begitu kata manajemen perusahaan tersebut.
2. Kondisi PSBD Menurut Petugas a. Kelembagaan Unsur kelembagaan terdiri dari 1) sumber daya manusia yang diukur dari kesesuaian jumlah dan kebutuhan tenaga pelaksana, kualitas tenaga pelayanan; 2) sumber dana yang diukur ketercukupan sumber dana dengan tahapan pelayanan yang dibutuhkan; 3) sarana prasarana yang diukur ketercukupan sarana dan prasarana dengan tahapantahapan rehabilitasi yang harus dilaksanakan termasuk teknologi yang digunakan, 4) struktur organisasi meliputi: kesesuaian struktur organisasi dengan fungsi pelayanan panti, evaluasi jabatan dan beban kerja; Hubungan antar unit/ seksi; tingkat spesialisasi unit-unit kerja dalam pelayanan. Dari hasil pengisian angket sebanyak 84 petugas panti di keempat panti/balai diketahui bahwa kondisi kelembagaan
Efektifitas Pelayanan Panti Sosial Penyandang Disabilitas Tubuh
71
di masing-masing panti sosial penyandang disabilitas tubuh dapat digambarkan pada diagram 4.4. berikut. Diagram 4.4. Kondisi Kelembagaan Panti Sosial
Sumber: Hasil Penelitian 2015
Diagram 4.4. menunjukkan bahwa kondisi kelembagaan panti/balai pada umumnya baik dengan nilai rata-rata 66,14. Bila dibandingkan antara panti yang satu dengan yang lainnya PSBD Bahagia adalah yang “paling rendah” nilainya yaitu 56,25 dan PSBD Budi Perkasa yang “paling tinggi” nilainya yaitu 69,90. Hal ini disebabkan kondisi kelembagaan di PSBD Bahagia belum optimal seperti yang terungkap dari hasil FGD dengan petugas panti antara lain: “1) Secara umum tenaga struktural, fungsional, dan staf umum dirasakan masih kurang secara kualitas, sementara secara kuantitas sudah memenuhi kebutuhan PSBD; 2) Pekerjaan yang tumpang tindih antara tupoksi dan pekerjaan tambahan, tidak ada uraian tugas masing-masing staf, sehingga satu staf dapat melaksanakan pekerjaan yang bukan tupoksinya, sementara ada staf yang tidak bekerja/ nganggur; 3) Keterbatasan anggaran dalam pelaksanaan kegiatan PSBD; 4) Sarana prasarana tidak cukup dan tidak terpenuhi; 5) Hubungan kerja antar seksi dan fungsional
72
Efektifitas Pelayanan Panti Sosial Penyandang Disabilitas Tubuh
harus disesuaikan antara tugas dalam SKP dengan tugas yang dilaksanakan/diberikan”. b. Komitmen Pegawai Komitmen organisasi adalah keterikatan pegawai kepada organisasi, yang ditandai dengan niat untuk tetap bekerja di situ; identifikasi dengan nilai-nilai dan tujuan organisasi; dan bersedia mengerahkan usaha ekstra atas nama organisasi sebagai bagian dari komitmen organisasi. Diagram 4.5. Komitmen Pegawai Terhadap Lembaga
Diagram 4.5. menunjukkan bahwa komitmen panti sosial berada dalam kategori baik dengan nilai “rata-rata” 74,41 yaitu lebih baik dari kondisi kelembagaan (66,14) walaupun berada dalam satu kategori. Bila dilihat secara rinci pada masing-masing panti komitmen “tertinggi” adalah BBRSBD Prof. Dr. Soeharso Solo yaitu 79,28 dan terendah adalah PSBD Bahagia Medan yaitu 66,36. Berbagai alasan tidak meratanya komitmen setiap pegawai di PSBD Bahagia Medan terungkap dari hasil FGD yaitu “Banyak pegawai yang diangkat dari luar kota Medan bahkan dari luar Provinsi Sumatera Utara, yang mengakibatkan pegawai bersangkutan tidak fokus bekerja, karena selalu berfikir untuk kembali
Efektifitas Pelayanan Panti Sosial Penyandang Disabilitas Tubuh
73
atau pindah kerja ke daerah asalnya. Bahkan seakan-akan sengaja membuat kesalahan, seperti datang hanya mengisi daftar hadir melalui finger print dan langsung pulang, sore datang mengisi daftar pulang”. c. Kebijakan Kebijakan panti diukur dari: pelaksanaan tugas pokok dalam mengelola kegiatan rehabilitasi sosial penyandang disabilitas, dan pelaksanaan tahapan rehabilitasi sosial penyandang disabilitas oleh lembaga. Diagram 4.6. Penerapan Kebijakan dalam Memberikan Pelayanan Sosial
Sumber: Hasil Penelitian, 2015.
Diagram 4.6 menggambarkan bahwa implementasi kebijakan yang telah digariskan pada umumnya “sangat baik” dengan nilai diatas 80 pada tiga panti/balai, hanya PSBD Bahagia yang “baik” dengan nilai 69,83. Lebih rendahnya nilai PSBD Bahagia juga didukung oleh hasil FGD antara lain: 1) Evaluasi program belum terlaksana dengan maksimal; 2) Hambatan dalam penerimaan klien, tidak sesuai dengan persyaratan penerimaan calon penerima
74
Efektifitas Pelayanan Panti Sosial Penyandang Disabilitas Tubuh
manfaat; 3) informasi yang disampaikan Dinas Sosial tidak sesuai persyaratan penerimaan calon penerima manfaat; 4) Hambatan pengungkapan dan pemahaman masalah, pada saat penerimaan klien tidak didampingi orang tua/keluarga; 5) Hambatan pada saat resosialisasi yaitu sebagian besar pihak perusahaan enggan menerima PM dalam mengikuti kegiatan resosialisasi (PBK).
D. Pembahasan Hasil Penelitian Pada bagian ini pembahasan difokuskan pada hubungan antara kondisi panti sosial (input) yang terdiri dari kelembagaan, komitmen, dan kebijakan panti/balai dengan efektivitas atau hasil yang dicapai (outcome) yang meliputi partisiapasi, kemandirian, dan kepuasan. Hasil perhitungan korelasi antara kelembagaan, komitmen, dan kebijakan panti sosial adalah sebagaimana tabel 4.11. Tabel 4.11. Korelasi antara Kelembagaan, Komitmen dan Kebijakan Panti Sosial dengan Efektivitas PSBD Correlations
N
Sig. (1-tailed)
Pearson Correlation
EFEKTIVITAS
KELEMBAGAAN
KOMITMEN
KEBIJAKAN
1,000
,597
,394
,628
KELEMBAGAAN
,597
1,000
,575
,751
KOMITMEN
,394
,575
1,000
,435
KEBIJAKAN
,628
,751
,435
1,000
EFEKTIVITAS
.
,000
,000
,000
KELEMBAGAAN
,000
.
,000
,000
EFEKTIVITAS
KOMITMEN
,000
,000
.
,000
KEBIJAKAN
,000
,000
,000
.
EFEKTIVITAS
84
84
84
84
KELEMBAGAAN
84
84
84
84
KOMITMEN
84
84
84
84
KEBIJAKAN
84
84
84
84
Sumber: Hasil Penelitian, 2015.
Efektifitas Pelayanan Panti Sosial Penyandang Disabilitas Tubuh
75
1. Kelembagaan Unsur kelembagaan adalah unsur yang merupakan komponen dalam suatu kelembagaaan panti sosial penyandang disabilitas tubuh yang meliputi : 1) Sumber Daya Manusia yang diukur dari kesesuaian jumlah dan kebutuhan tenaga pelaksana, kualitas tenaga pelayanan; 2) sumber dana yang diukur ketercukupan sumber dana dengan tahapan pelayanan yang dibutuhkan; 3) sarana prasarana yang diukur ketercukupan sarana dan prasarana dengan tahapan-tahapan rehabilitasi yang harus dilaksanakan termasuk teknologi yang digunakan, 4) struktur organisasi meliputi: kesesuaian struktur organisasi dengan fungsi pelayanan panti, evaluasi jabatan dan beban kerja; Hubungan antar unit/ seksi; tingkat spesialisasi unit-unit kerja dalam pelayanan. Berdasarkan hasil pengukuran hubungan antara variabel Kelembagaan, Komitmen, dan Kebijakan terhadap efektivitas pelayanan PSBD (kemandirian dan partisiasi) menurut persepsi petugas panti, diketahui adalah: Hubungan Variabel Kelembagaan terhadap Variabel Efektivitas Pelayanan diperoleh hasil yang “Signifikan”. Hal ini ditunjukkan pada tabel Corelation, bahwa hasil pengukuran nilai Sig. sebesar 0,000 lebih kecil dari 0,05 (tingkat Alpa 5%). Besarnya tingkat hubungan (signifikansi) adalah 0,597. Artinya bahwa faktor kelembagaan yang terdiri dari unsur sumber daya manusia, anggaran, sarana prasara, dan struktur organisasi cukup berpengaruh terhadap efektivitas pelayanan PSBD. Namun kalau kita lihat secara detail satu persatu sub unsur kelembagaan tersebut yang paling berpengaruh secara berjenjang terhadap efektivitas pelayanan PSBD, dapat dilihat dari rata-rata skor yang diperoleh adalah variabel anggaran/dana merupakan rata-rata skor tertinggi dari sub unsur variabel yang lain yaitu 76,96, kemudian struktur organisasi 72,62, sarana prasarana 66,93 dan Sumber Daya Manusia 63,39. Melihat rata-rata skor sub unsur tersebut, tidak terlihat sub unsur yang sangat berpengaruh, nilai rata-rata sub unsur semua dalam kategori baik, artinya masing-masing
76
Efektifitas Pelayanan Panti Sosial Penyandang Disabilitas Tubuh
sub unsur tersebut memberikan pengaruh yang sama terhadap efektivitas pelayanan dan rehabilitasi PSBD. Namun demikian peran anggaran dalam pelaksanaan kegiatan pelayanan dan rehabilitasi merupakan sub unsur yang lebih kuat pengaruhnya dalam pencapaian efektivitas pelayanan PSBD. Jika satu kegiatan telah direncanakan dengan baik, namun tidak didukung dengan anggaran yang cukup, maka kegiatan tersebut belum dapat dilaksanakan. Seperti yang dikatakan dalam FGD bahwa “adanya keterbatasan anggaran dalam pelaksanaan kegiatan PSBD, dan penetapan anggaran dalam perencanaan yang memang terbatas. Solusi yang dilakukan pegawai adalah tidak melakukan kegiatan yang tidak ada anggarannya”. Hal ini bisa jadi berlaku pada semua PSBD sampel penelitian, karena hampir semua kegiatan pelayanan dan rehabilitasi yang dilaksanakan membutuhkan anggaran yang mendukung pelaksanaan kegiatan tersebut. Di sisi lain dikatakan bahwa keterbatasan anggaran dalam pelaksanaan kegiatan PSBD karena penetapan anggaran dalam perencanaan yang memang terbatas. Kalau memang hal ini yang terjadi, maka setiap pelaksanaan kegiatan mestinya akan mengalami hambatan karena anggaran yang terbatas, seperti modal kerja berupa toolkit yang diberikan kepada penerima manfaat masih kurang, sehingga ada eks penerima manfaat yang belum bisa mengaktualiasikan hasil bimbingan di panti setelah keluar panti, karena modal usaha belum cukup, sedangkan untuk mencari pekerjaan di dunia usaha bagi penyandang disabilitas akan sangat sulit. Kemudian struktur organisasi terkait dengan kesetaraan beban kerja pelayanan dan rehabilitasi sosial yang dilaksanakan oleh pegawai PSBD dengan struktur organisasi yang ada. Struktur organisasi yang ada harus sesuai dengan program pelayanan dan rehabilitasi yang dilaksanakan PSBD, sehingga dapat memuat semua permasalahan penerima manfaat. Sehingga pelaksanaan program pelayanan dan rehabilitasi yang ditangani PSBD dapat dilakukan secara menyeluruh sesuai dengan permasalahan
Efektifitas Pelayanan Panti Sosial Penyandang Disabilitas Tubuh
77
yang dihadapi penerima manfaat. Hasil FGD PSBD Bahagia, dikatakan bahwa karena saat ini adanya SKP pada setiap pegawai, hendaknya beban kerja sehari-hari sesuai dengan sasaran kinerja pegawai yang sudah direncanakan dari awal kegiatan, tidak ada tumpang tindih pekerjaan antara pegawai dan beban kerja rangkap, karena tidak tertampung dalam sub bagian yang sudah ada. Hasil FGD ini dikatakan juga bahwa “struktur organisasi PSBD belum sesuai dengan kebutuhan lembaga, tidak memungkinkan lagi satu pegawai merangkap dua jabatan”. Bila dilihat dari keempat PSBD/Balai, strukturnya tidak sama. BBRSBD Prof. Dr. Soeharso Solo dan PSBD Bahagia berbeda dengan PSBD Budi Perkasa dan Wirajaya, kedua PSBD ini tidak punya bagian penyaluran dan bimbingan lanjut. Sementara bimbingan lajut sangat diperlukan untuk mengetahui keberhasilan panti dalam melaksanakan rehabilitasi, dan dalam binjut PSBD melakukan koordinasi dengan instansi terkait dalam keberlajutan bimbingan terhadap eks penerima manfaat. Hal ini sesuai dengan Permensos Nomor 106 Tahun 2009 pasal 4 dan 5, bahwa salah satu tugas dan fungsi panti yaitu melaksanakan penyaluran dan bimbingan lanjut dilaksanakan oleh salah satu seksi, yaitu Seksi Rehabilitasi Sosial. Namun demikian tugas seksi rehabilitasi sosial bukan hanya melakukan penyaluran dan binjut, tetapi harus melakukan berbagai tugas lain yang bersamaan dan dalam kesatuan anggaran (observasi, identifikasi, registrasi, pemeliharaan jasmani dan penetapan diagnose, perawatan, bimbingan pengetahuan dasar pendidikan, mental, sosial, fisik, dan keterampilan). Jika penyaluran dan bimbingan lanjut ada dalam satu seksi sendiri, maka secara otomatis akan memiliki anggaran tersendiri sehingga bimbingan lanjut akan bisa dilaksanakan sesuai dengan amanat tersebut dan konsep yang telah diuraikan pada Bab 2. Selanjutnya, seperti diketahui dengan adanya kebijakan dari tingkat pusat bahwa UPT harus melaksanakan rehabilitasi sosial berbasis masyarakat atau penjangkauan, sehingga jumlah
78
Efektifitas Pelayanan Panti Sosial Penyandang Disabilitas Tubuh
penyandang disabilitas yang ditangani PSBD bertambah. Hal ini harus dimuat khusus dalam struktur organisasi yang fokus menangani penerima manfaat hasil penjangkauan dengan melibatkan pekerja sosial dan profesi lainnya, juga harus dipikirkan tentang kesiapan Pekerja Sosial dan SDM lainnya. Kemudian sarana prasarana merupakan hal penting untuk mendukung pelaksanaan pelayanan dan rehabilitasi sosial bagi penyandang disabilitas tubuh. Seperti peralatan keterampilan, walaupun tujuan utama pelayanan dan rehabilitasi yang diberikan kepada penyandang disabilitas tubuh bukan keterampilan, tapi keterampilan merupakan penunjang untuk mempertkuat perubahan perilaku penerima pelayanan, maka peralatan keterampilan perlu dilengkapi sesuai dengan dan perlu dianggarkan secara rinci kebutuhan dan perkembangan teknologi. Seperti yang terungkap pada FGD PSBD di Palembang, bahwa: “untuk memberikan keterampilan kepada penerima manfaat, semua peralatan harus sesuai dengan kebutuhan pasar”. Artinya semua peralatan yang dipakai sebagai peralatan latihan keterampilan di PSBD seyogyanya disesuaikan dengan perkembangan teknologi dan pasar. Sehingga ketika eks penerima manfaat ingin memanfaatkan keterampilannya di dunia usaha, mampu menyesuaikan diri, baik dari segi sosial maupun dengan kondisi pasar kerja yang dihadapi (keterampilan maupun peralatannya), karena keterampilan yang dimiliki sesuai dengan kebutuhan pasar dan mampu mengaktualisasikan keterampilannya dengan peralatan yang ada pada tempat kerjanya. Sarana prasarana perlu dilihat secara obyektif dan perlu dianggarkan secara rinci. Sedangkan SDM sebagai pelaksana pelayanan dan rehabilitasi dibutuhkan kuntitas dan kualitas yang cukup secara bersamaan. Pada FGD PSBD Bahagia terungkap bahwa secara kuantitas pegawai PSBD sudah cukup, namun jika dilihat dari kualitas masih jauh dari kebutuhan. Akibatnya adanya pekerjaan yang tumpang tindih antara tupoksi dan pekerjaan tambahan, Efektifitas Pelayanan Panti Sosial Penyandang Disabilitas Tubuh
79
tidak ada uraian tugas masing-masing staf, sehingga satu staf dapat melaksanakan pekerjaan yang bukan tupoksinya, sementara ada staf yang tidak bekerja/nganggur. Masing-masing sub bagian atau sub seksi seharusnya memiliki uraian tugas yang jelas, sehingga tidak ada tugas rangkap atau pekerjaan yang tumpang tindih. Kenyataannya bahwa fungsional pekerja sosial yang harus melaksanakan pekerjaan yang secara langsung berhadapan dengan penerima manfaat, harus membantu kegiatan struktural untuk mengurus dan mengatur manajemen kegiatan, sehingga pelaksanaan tugas yang sudah direncanakan dalam SKP masing-masing pegawai tidak sesuai dengan pelaksanaan tugas sehari-hari. Untuk mengatasi permasalahan SDM, perlu dilakukan pendidikan dan pelatihanlat untuk meningkatkan kualitas pegawai, mengoptimalkan kemampuan pegawai yang disesuaikan dengan bidangnya masing-masing, Melakukan perubahan struktur, melakukan peta jabatan sesuai dengan bidangnya masing-masing dan meminimalisir birokrasi pegawai. Pada FGD PSBD Budi Perkasa Palembang dikatakan bahwa efektivitas pelayanan dan rehabilitasi terhadap penerima pelayanan akan menjadi kurang, jika SDM dalam lingkungan panti kurang, misalnya tidak ada dokter fisioterapi, dan tidak ada psikolog. Secara umum bila dilihat dari masing-masing PSBD sampel penelitian, nilai rata-rata skor tidak jauh berbeda. Tiga PSBD dalam kategori “baik” dan satu PSBD “cukup baik”. PSBD Bahagia Medan yang memiliki rata-rata skor yaitu 56,25 (cukup baik) yang merupakan skor “terendah” diantara PSBD yang lain. Ini artinya pengaruh kelembagaan terhadap efektivitas pelayanan pada PSBD lebih kecil dibanding yang lain. Hal ini karena unsurunsur yang menunjang kelembagaan di PSBD Bahagia masih butuh kelengkapan, seperti melakukan pemetaan jabatan dan perubahan struktur yang membutuhkan pemikiran dan waktu
80
Efektifitas Pelayanan Panti Sosial Penyandang Disabilitas Tubuh
yang cukup lama. Berikut skor kelembagaan masing-masing PSBD . Tabel 4.12. Skor Pengaruh Kelembagaan Terhadap Efektivitas Pelayanan PSBD Nama Panti
Rata-rata Skor
Kriteria
PSBD BUDI PERKASA
69,90
Baik
BRSPC Prof. Dr. SOEHARSO
68,46
Baik
PSBD WIRAJAYA
67,25
Baik
PSBD BAHAGIA
56,25
Cukup Baik
Nasional
66,14
Baik
2. Komitmen Komitmen organisasi dalam hal ini dilihat dari komitmen pegawai dalam tiga aspek yaitu, afektif, keberlanjutan, dan normatif. Artinya bahwa variabel komitmen organisasi yang terdiri dari tiga aspek tersebut berpengaruh terhadap efektivitas pelayanan panti sosial penyandang disabilitas. Komitmen ini menggambarkan cara pengembangan komitmen organisasi dan implikasinya bagi perilaku pegawai yang terbagi dalam tiga aspek. Pertama, komitmen afektif; berkaitan dengan emosional, identifikasi, dan keterlibatan pegawai di dalam PSBD. Pegawai dengan afektif tinggi masih bergabung dengan organisasi karena keinginan untuk tetap menjadi anggota organisasi. Kedua, komitmen berkelanjutan; berarti komponen yang berdasarkan persepsi pegawai tentang kerugian yang akan dihadapinya jika meninggalkan organisasi. Pegawai dengan dasar organisasi tersebut disebabkan karena pegawai tersebut membutuhkan organisasi. Ketiga, komponen normatif; merupakan perasaan pegawai tentang kewajiban tetap berada di PSBD dan yang harus diberikan kepada PSBD. Komponen normatif menimbulkan perasaan tugas dan kewajiban (disiplin) kepada pegawai untuk membantu penyandang disabilitas tubuh serta memberikan balasan atas apa yang pernah diterimanya dari organisasi.
Efektifitas Pelayanan Panti Sosial Penyandang Disabilitas Tubuh
81
Berdasarkan uji statistik “Pearson Correlation” (Tabel 4.11) diperoleh Hubungan Variabel Komitmen Organisasi terhadap Variabel Efektivitas Pelayanan diperoleh hasil “Signifikan”. Hal ini ditunjukkan pada tabel Corelation, bahwa hasil pengukuran nilai Sig. Sebesar 0,000 lebih kecil dari 0,05 (tingkat Alpa 5%). Besarnya tingkat hubungan (signifikansi) adalah 0,394. Secara nasional aspek komitmen pegawai panti (PSBD) termasuk kategori “baik” dengan nilai 74,41. Secara rinci terdapat 2 panti yang berada di atas nilai nasional yaitu; PSBD Budi Perkasai, BBRSBD Prof. Dr. Soeharso. Sementara PSBD Wirajaya dan PSBD Bahagia mempunyai nilai di bawah nilai rata-rata nasional, namun masih masuk kategori “baik” dalam komitmen pegawainya. Komitmen pegawai PSBD secara keseluruhan (PSBD) termasuk kategori “baik”, secara umum disebabkan bahwa komitmen pegawai panti merupakan kondisi yang menunjukkan pegawai panti sangat tertarik terhadap tujuan, nilai-nilai, dan sasaran organisasinya. Komitmen pegawai PSBD lebih dari sekedar keanggotaan formal, karena meliputi sikap menyukai organisasi dan kesediaan untuk mengusahakan tingkat upaya yang tinggi bagi kepentingan organisasi demi pencapaian tujuan. Jadi komitmen pegawai PSBD mencakup unsur loyalitas terhadap PSBD, keterlibatan dalam pekerjaan, dan identifikasi terhadap nilai-nilai dan tujuan organisasi. Di samping itu komitmen pegawai PSBD mengandung pengertian sebagai suatu hal yang lebih dari sekedar kesetiaan yang pasif melainkan menyiratkan hubungan pegawai dengan PSBD secara aktif. Karena pegawai yang menunjukkan komitmen tinggi memiliki keinginan untuk memberikan tenaga dan tanggung jawab yang lebih dalam menyokong kesejahteraan dan keberhasilan dalam mencapai tujuan program bagi keberlangsungan PSBD. Namun tentu saja komitmen organisasi tersebut belum mencapai angka yang optimal, banyak faktor dan kendala yang timbul dalam dinamika kehidupan panti. Secara nilai hasil perhitungan komitmen
82
Efektifitas Pelayanan Panti Sosial Penyandang Disabilitas Tubuh
organisasi dari keempat PSBD, nampak PSBD Bahagia Medan mendapatkan nilai “paling kecil”. Faktor yang menyebabkan hal tersebut, diantaranya diketahui bahwa pegawai PSBD Medan banyak yang berasal dari luar daerah Sumatera Utara bahkan tidak sedikit yang berasal dari pulau Jawa, hal ini berimbas adanya keinginan pegawai untuk secepatnya kembali ke wilayah asalnya sesuai dengan harapannya untuk menyatu dengan keluarganya. Tentunya masalah pekerjaan menjadi kurang fokus yang pada akhirnya berimbas pada hasil kinerjanya. Kondisi ini bertolak belakang dengan konsep komitman yaitu kehendak untuk tetap berada dalam organisasi. Pada pegawai yang memiliki komitmen tinggi, hanya sedikit alasan untuk keluar dari organisasi dan berkeinginan untuk bergabung dengan organisasi yang telah dipilihnya dalam waktu lama. Pegawai yang memiliki komitmen tinggi harus dapat menerima hampir semua tugas dan tanggungjawab pekerjaan yang diberikan padanya bahkan juga harus adanya loyalitas dan rasa memiliki terhadap organisasinya yaitu PSBD tempat pegawai tersebut bekerja. Faktor lain yang mempengaruhi nilai komitmen pegawai, yaitu seperti diketahui bahwa pimpinan-pimpinan PSBD pada umumnya seringkali berasal dari luar wilayah provinsi tersebut, tentu saja kondisi seperti ini menyebabkan berkurangnya komitmen pegawai karena selain merasa putera terbaik daerah kurang mendapat kesempatan dan apresiasi juga karena menjadi kendala dalam peningkatan karir pegawai untuk jenjang yang lebih tinggi. Apalagi pimpinan yang berasal dari luar pulau, maka sacara otomatis akan lebih sering meninggalkan PSBD untuk urusan keluarganya. Seperti diketahui bahwa rasa kebanggaan menjadi bagian dari organisasi akan meningkatkan komitmen pegawai dan nilai kebanggan akan berkurang seiring pimpinan panti yang tidak sepenuhnya dapat menjadi panutan dan role model bagi para pegawainya. Dilihat dari butir-butir instrumen komitmen organisasi yang terbagi dalam tiga aspek dimaksud, maka dari hasil perhitungan Efektifitas Pelayanan Panti Sosial Penyandang Disabilitas Tubuh
83
jawaban responden dapat dikatakan bahwa pegawai PSBD secara umum mempunyai nilai komitmen organisasi yang “tinggi”. Untuk point nilai yang tertinggi, khususnya dapat dilihat dalam jawaban responden pada butir tentang “merasa bagian dari keluarga di PSBD” juga dalam jawaban responden pada butir tentang“saya merasa secara emosional melekat pada PSBD”. Berdasarkan jawaban dua butir pertanyaan itu, artinya bahwa pegawai PSBD berkaitan dengan emosional merasakan menjadi bagian yang menyatu juga mengidentifikasikan diri dan menikmati keterlibatan pegawai di dalam PSBD. Pegawai dengan afektif tinggi masih tergabung dengan panti karena keinginan mereka untuk tetap menjadi bagian dari PSBD. Sementara untuk butir yang mendapat jawaban terendah dapat dibuktikan pada butir, “jika saya belum banyak berkorban untuk PSBD maka saya mempertimbangkan bekerja di tempat lain”. Artinya aspek komitmen berkelanjutan ini, ada jawaban-jawaban responden yang memang masih menyatakan keraguannya untuk tetap selalu bekerja di PSBD wilayah tersebut, atau bahkan menyatakan maksud tersirat untuk pindah ke wilayah tempat tinggal asalnya atau keluarga besarnya yang tidak berada di wilayah tersebut. Jadi secara umum, hampir semua pegawai PSBD memiliki komitmen organisasi yang tinggi yaitu karena dapat dilihat bahwa seseorang pegawai yang memiliki komitmen tinggi akan memiliki identifikasi terhadap organisasi dalam hal ini PSBD, terlibat sungguh-sungguh dalam tugas dan kinerja pegawai dan ada loyalitas serta afeksi positif terhadap organisasi. Selain itu menampakkan tingkah laku yang berusaha ke arah tujuan organisasi dan keinginan untuk tetap bergabung dengan organisasi dalam jangka waktu lama, indikator-indikator tersebut nampak pada mayoritas pegawai PSBD. Skor rata-rata secara nasional adalah “baik” atau dengan nilai 74,41, bila dilihat secara rinci nilai “tertinggi” adalah BBRSBD
84
Efektifitas Pelayanan Panti Sosial Penyandang Disabilitas Tubuh
Prof. Dr. Soeharso Solo (79,28) dan nilai “terendah” adalah PSBD Bahagia Medan (66,36). Rekapitulasi skor komitmen untuk keseluruhan panti sasaran penelitian dapat dilihat pada tabel 4.13. Tabel 4.13. Skor Pengaruh Komitmen Panti/Balai Terhadap Efektivitas Pelayanan PSBD Nama Panti
Rata-Rata Skor
Kriteria
PSBD BUDI PERKASA
75,75
Baik
BBRSBD Prof. Dr. SOEHARSO
79,28
Baik
PSBD WIRAJAYA
72,67
Baik
PSBD BAHAGIA
66,36
Baik
Nasional
74,41
Baik
Sumber: Hasil Penelitian, 2015.
Semua panti berada dalam kategori “baik”, hanya nilainya yang membedakan. PSBD Bahagia Medan memperoleh skor “paling rendah”. Adapun faktor penyebabnya telah diuraikan pada bagian terdahulu yaitu tidak meratanya komitmen setiap pegawai yang disebabkan oleh berbagai faktor diantaranya pengangkatan pegawai yang berasal dari luar provinsi Sumatera Utara.
3. Kebijakan Efektivitas pelayanan panti sosial penyandang disabilitas dipengaruhi oleh aspek kebijakan panti sosial penyandang disabilitas. Kebijakan panti sosial penyandang disabilitas meliputi pelaksanaan tugas pokok dalam mengelola kegiatan rehabilitasi sosial dan tahapan rehabilitasi sosial. Berdasarkan uji statistik hubungan variabel kebijakan terhadap variabel efektivitas pelayanan panti sosial penyandang disabilitas diperoleh hasil “Signifikan”. Hal ini ditunjukkan pada tabel Corelation (Tabel 4.10), bahwa hasil pengukuran nilai Sig. Sebesar 0,000 lebih kecil 0,05 (tingkat Alpa 5%). Besarnya tingkat hubungan (signifikansi) adalah 0,628. Sementara itu, secara nasional
Efektifitas Pelayanan Panti Sosial Penyandang Disabilitas Tubuh
85
aspek kebijakan panti sosial penyandang disabilitas termasuk kategori “baik” dengan nilai 78,97. Rekapitulasi skor kebijakan untuk keseluruhan panti sasaran penelitian pada tabel 4.14. Tabel 4.14. Skor Pengaruh Kebijakan Panti/Balai Terhadap Efektivitas Pelayanan PSBD Nama Panti
Rata-Rata Skor
Kriteria
PSBD BUDI PERKASA
82,02
Sangat Baik
BBRSBD Prof. Dr. SOEHARSO
80,63
Sangat Baik
PSBD WIRAJAYA
81,04
Sangat Baik
PSBD BAHAGIA
69,83
Baik
Nasional
78,97
Baik
Sumber: Hasil Penelitian, 2015.
Tabel 4.14. menunjukkan tiga panti/balai sosial masuk kategori “sangat baik” yaitu PSBD Budi Perkasa, BBRSBD Prof. Dr. Soeharso, dan PSBD Wirajaya. Hanya PSBD Bahagia yang mendapat nilai “dibawah nilai nasional” (69,83). Hal ini disebabkan karena ada unsur-unsur kebijakan yang belum dapat dilaksanakan secara optimal atau dalam pelaksanaannya masih mengalami hambatan seperti yang telah diuraikan pada bagian terdahulu. Aspek kebijakan yang perlu ditingkatkan adalah advokasi terhadap lembaga mitra dalam penyelenggaraan kesejahteraan sosial. Aspek tersebut dirasakan masih kurang oleh petugas panti sosial penyandang disabilitas. Koordinasi dengan mitra kerja utama yaitu Dinas Sosial Provinsi dan Dinas Sosial kabupaten/kota. Kegiatan rehabilitasi sosial di panti sosial penyandang disabilitas tubuh bukan merupakan kegiatan yang berdiri sendiri akan tetapi sangat terkait dengan kegiatan penyiapan penerima manfaat. Pada kegiatan penyiapan penerima manfaat semestinya dilaksanakan oleh Dinas Sosial Kabupaten/Kota, akan tetapi karena dengan alasan tidak mempunyai anggaran untuk kegiatan penyiapan penerima manfaat, maka di beberapa Dinas Sosial tidak melaksanakan penyiapan
86
Efektifitas Pelayanan Panti Sosial Penyandang Disabilitas Tubuh
penerima manfaat. Sementara itu pada sisi penyandang disabilitas, tidak mengetahui informasi pelayanan yang dilaksanakan oleh panti sosial penyandang disabilitas. Ketidaktahuan mengenai pelayanan rehabilitasi sosial yang dilaksanakan oleh PSBD menyebabkan banyak penyandang disabilitas belum mendapatkan pelayanan panti sosial disabilitas. Oleh karena itu sangat diperlukan advokasi terhadap lembaga mitra sehingga fokus pelayanan panti sosial penyandang disabilitas berbasis panti lebih efektif dilaksanakan. Peningkatan advokasi terhadap lembaga mitra tersebut seiring dengan aspek kebijakan yang paling baik dan merupakan ciri khas pelayanan panti yaitu penerima manfaat diasramakan selama mengikuti kegiatan rehabilitasi sosial. Dari uraian di atas ternyata ketiga variabel kelembagaan, komitmen, dan kebijakan panti sosial mempunyai hubungan yang signifikan dengan efektivitas pelayanan, walaupun tingkat hubungannya tidak sama. Hal ini berarti bahwa faktor input berpengaruh terhadap outcome nya. Diagram 4.7. Hubungan antara Kelembagaan, Komitmen, dan Kebijakan, dengan Efektivitas Pelayanan
Efektifitas Pelayanan Panti Sosial Penyandang Disabilitas Tubuh
87
Seberapa besar pengaruh input secara bersama-sama dapat dilihat dari hasil perhitungan sebagaimana pada tabel 4.15. Tabel 4.15. Nilai Koefisien Korelasi Pearson Model Summary Model
R
R Square
Adjusted R Square
Std. Error of the Estimate
1
0,659a
0,434
0,413
9,034
a. Predictors: (Constant), Kebijakan, Komitmen, Kelembagaan
Nilai R yang ditampilkan merupakan nilai koefisien korelasi Pearson yang hasilnya adalah 0.659. Hal ini menunjukkan besarnya hubungan variabel Kelembagaan, Kombutiren, dan Kebijakan secara bersamaan terhadap Efektivitas Pelayanan PSBD sebesar 0,659. R-square merupakan nilai r yang dikuadratkan, yang artinya besarnya variasi pada variabel Efektivitas Pelayanan PSBD yang dapat dijelaskan oleh variabel Kelembagaan, Komitmen, dan Kebijakan (atau oleh persamaan garis regresi yang kita peroleh) adalah 41,3%. Artinya variabel Kelembagaan, Komitmen, dan Kebijakan hanya dapat menjelaskan 41,3% variasi pada variabel Efektivitas Pelalayanan PSBD. Sedangkan selebihnya merupakan variabel lain yang tidak menjadi obyek penelitian. Tabel 4.16. Nilai Siknifikansi ANOVA ANOVA Sum of Squares
Df
Mean Square
F
Sig.
Regression
5007,087
3
1669,029
20,452
,000a
Residual
6528,473
80
81,606
11535,560
83
Model 1
Total
a. Predictors: (Constant), Kebijakan, Komitmen, Kelembagaan b. Dependent Variable: Efektivitas
88
Efektifitas Pelayanan Panti Sosial Penyandang Disabilitas Tubuh
Pada tabel 4.16, berdasarkan nilai signifikansi dari ANOVA yang merupakan gambaran model persamaan garis kebermaknaan secara statistik, maka diperoleh nilai-p 0.000. Artinya nilai-p tersebut lebih kecil dibandingkan dengan alpha 0.05 (5%) dan dapat disimpulkan bahwa persamaan garis secara statistik “bermakna”. Berarti mempunyai kontribusi terhadap hasil yang dicapai. Tabel 4.17. Persamaan Garis ANOVA Coefficientsa Model 1
Unstandardized Coefficients
Standardized Coefficients
t
Sig.
1,812
,074
1,762
,082
,073
,713
,478
,411
3,228
,002
B
Std. Error
15,388
8,491
Kelembagaan
,233
,133
,247
Komitmen
,075
,105
Kebijakan
,369
,114
(Constant)
Beta
a. Dependent Variable: Efektivitas
Nilai koefisien B merupakan gambaran model persamaan garis y = a + bx. Nilai B untuk variabel Constant (atau a) adalah 15.388 dengan nilai-p 0.074, nilai B untuk variabel Kelembagaan (bx1) adalah 0,233 dengan nilai -p 0,074, Variabel Komitmen (atau bx2) adalah 0,075 dengan nilai-p 0.082 dan nilai B untuk variabel Kebijakan (atau bx3) adalah 0,369 dengan nilai-p 0.002. Persamaan garis lurus yang kita dapat adalah : Y = 15,388 + 0,233 (kelembagaan) + 0,075 (Komitmen)+ 0,369 (Kebijakan)
Hal ini berarti bahwa dilihat secara terpisah kelembagaan berkontribusi sebesar 23,3%, komitmen petugas 7,5%, dan kebijakan 36,9% terhadap efektivitas pelayanan sosial atau pencapaian tujuan PSBD (kemandirian dan partisipasi).
Efektifitas Pelayanan Panti Sosial Penyandang Disabilitas Tubuh
89
BAB V KESIMPULAN DAN REKOMENDASI
A. Kesimpulan Effektivitas pelayanan sosial PSBD dilihat dari segi manfaat (outcome): 1. Kemandirian menurut informan eks penerima manfaat secara nasional adalah 80,40 dapat dikategorikan dengan “sangat baik”, sedangkan menurut petugas panti nilainya 69,05 atau kategori “baik” dan rata-rata kemandirian 74,53 atau termasuk kategorik “baik”. Hal ini berarti bahwa kemandirian eks penerima manfaat setelah menerima pelayanan belum optimal, karena masih mengalami berbagai hambatan antara lain menurut pengguna salah satunya adalah kurangnya bimbingan etika, perilaku disiplin, dan penampilan serta ketahanan diri. 2. Tingkat partisipasi menurut eks penerima manfaat setelah kembali ke keluarga dan berada di tengah-tengah masyarakat 64,90, sedangkan menurut petugas panti rata-rata secara nasional adalah 68,59 dan rata-rata secara nasional 66,74 atau semuanya termasuk kategori “baik”. Hal ini berarti bahwa tingkat partisipasi juga masih perlu ditingkatkan. Disamping itu penerimaan masyarakat khususnya tentang prinsip non diskriminasi dan aksesibilitas masih kurang. 3. Kepuasan terhadap pelayanan sosial PSBD eks penerima manfaat 83, 43 (sangat baik) lebih tinggi tingkat kepuasannya dibandingkan penerima manfaat yang masih sedang mengikuti rehabilitasi sosial di Panti Sosial yaitu 76,01 (baik). Secara nasional tingkat kepuasan eks penerima manfaat adalah 68,59 atau kategori “baik”. Hal ini berarti baik eks penerima manfaat maupun penerima manfaat perlu ditingkatkan.
90
Efektifitas Pelayanan Panti Sosial Penyandang Disabilitas Tubuh
Efektivitas PSBD dilihat dari segi sumber-sumber (input): 4. Kondisi kelembagaan panti/balai pada umumnya “baik” dengan nilai rata-rata 66,14. Secara rinci hanya PSBD Bahagia yang tergolong “cukup baik” atau nilainya 56, 25. 5. Komitmen panti sosial berada dalam kategori “baik” dengan nilai rata-rata 74, 41. 6. Implementasi kebijakan yang telah digariskan pada umumnya “sangat baik” dengan nilai diatas 80 pada tiga panti/balai, hanya PSBD Bahagia yang “baik” dengan nilai 69,83. Hal ini berarti sistem sumber (input) yang terdapat pada PSBD masih belum optimal atau masih terdapat berbagai hambatan dan kekurangan. Faktor-faktor yang berpengaruh terhadap keberhasilan pencapaian tujuan atau manfaat (kemandirian dan partisipasi) yaitu: Hasil hubungan faktor-faktor terhadap efektivitas adalah 0.659. Hal ini menunjukkan besarnya hubungan variabel Kelembagaan Komitmen, dan Kebijakan secara bersamaan terhadap Efektivitas Pelayanan PSBD sebesar 0,659. R-square merupakan nilai r yang dikuadratkan, yang artinya besarnya variasi pada variabel Efektivitas Pelayanan PSBD yang dapat dijelaskan oleh variabel Kelembagaan, Komitmen dan Kebijakan (atau oleh persamaan garis regresi yang kita peroleh) adalah 41,3%. Artinya variabel Kelembagaan, Komitmen dan Kebijakan hanya dapat menjelaskan 41,3% variasi pada variabel Efektivitas Pelalayanan PSBD. Sisanya adalah variabel lain yang tidak menjadi obyek penelitian. Bila dilihat satu persatu kelembagaan berkontribusi sebesar kelembagaan sebesar 23,3%, komitmen 7,5% dan kebijakan 36,9%. Hal ini menunjukkan bahwa kontribusi komitmen yang paling rendah terhadap efektivitas .
B. Rekomendasi: Berdasarkan temuan hasil penelitian ini direkomendasikan kepada : 1. Direktorat Rehabilitasi Sosial ODK sebagai unit yang membina panti sosial khususnya PSBD : Efektifitas Pelayanan Panti Sosial Penyandang Disabilitas Tubuh
91
a. Bersama-sama dengan Pusat Kajian Hukum perlu meninjau ulang Kepmensos Nomor 106 Tahun 2009 tentang Struktur Organisasi Panti Sosial. b. Secara berkala meningkatkan bimbingan teknis terhadap sumber daya manusia PSBD. 2. Panti Sosial Bina Daksa : a. Membagi habis tugas kepada setiap pegawai sesuai Sasaran Kinerja Pegawai. b. Meningkatkan disiplin pegawai terutama dalam pencapaian Sasaran Kinerja Pegawai. c. Memberi kesempatan yang lebih luas kepada pegawai terutama Pekerja Sosial untuk meningkatkan kompetensinya dengan mengikutsertakan dalam berbagai kegiatan ilmiah seperti seminar, Workshop, dan lain-lain yang terkait dengan bidang tugas masing-masing atau pelayanan berbasis ilmu kesejahteraan sosial. d. Untuk meningkatkan keberhasilan penerima manfaat perlu ada tambahan materi bimbingan terhadap penerima manfaat di PSBD antara lain : 1) Penanaman nilai-nilai untuk hidup bersama orang lain seperti saling sapa, senyum, tata karama bergaul dengan masayarakat dan di tempat kerja. 2) Meningkatkan konseling individual oleh pekerja sosial, untuk membangun kepercayaan diri, juga tentang kerapihan, kesopanan, penampilan, dan yang terpenting adalah ketahanan. 3) Meningkatkan manajemen usaha. 4) Disamping itu masyarakat dan mitra kerja juga perlu disentuh atau dirangkul untuk menghilangkan stigma dan kerja sama dalam bimbingan lanjut.
92
Efektifitas Pelayanan Panti Sosial Penyandang Disabilitas Tubuh
3. Biro Organisasi dan Kepegawaiaian: Perlu memperhatikan penempatan pegawai di PSBD, untuk meningkatkan komitmen dan kinerja pegawai PSBD, seyogyanya SDM PSBD berasal dari daerah setempat. 4. Pusat Pendidikan dan Pelatihan Kesejahteraan Sosial Perlu mengadakan dan memanggil pekerja sosial fungsional PSBD untuk mengikuti pendidikan dan pelatihan yang terkait dengan bidang tugasnya yaitu pekerja sosial yang menangani penyandang disabilitas tubuh. 5. Pusat Penenlitian dan Pengembangan Kesejahteraan Sosial . Mengingat variabel Kelembagaan, Komitmen, dan Kebijakan baru dapat menjelaskan 41,3% variasi pada variabel Efektivitas Pelayanan PSBD, maka perlu dilakukan penelitian lanjutan dengan variabel yang berbeda untuk mengetahui variabelvariabel yang berpengaruh kuat terhadap efektivitas pelayanan PSBD, untuk pengembangan pelayanan PSBD kedepan.
Efektifitas Pelayanan Panti Sosial Penyandang Disabilitas Tubuh
93
DAFTAR PUSTAKA (2015, Maret 26). 10-tahap-menemukan-usaha-yang-idea. Diakses dari http://pilih peluang usaha.com/10tahap menemukan usaha yang ideal/ (2015, Maret 10). Diakses dari http://belajarpsikologi.com/author/ Admin/Analisa Kebijakan Pengembangan Panti Sosial. Jakarta. Armas, N. (1999). Resosialisasi Penyandang Cacat Tubuh (Studi Kasus Panti Sosial Bina Daksa Satria Utama). Jakarta: Magister Sosiologi Kekhususan Ilmu Kesejahteraan Sosial Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Indonesia. Arikunto, S., (1992). Prosedur Penelitian: Suatu Pendekatan Praktek. Yogyakarta. Rineke Cipta. Astuti. Mulia. (2014). Reformasi Pelayanan Panti Sosial. Informasi 135-149. Azwar, S., (1997). Reliabilitas dan Validitas. Yogyakarta, Pustaka Pelajar. Damasmartefektivitas-organisasi. Darwito. (2008). Analisis Pengaruh Gaya Kepemimpinan Terhadap Kepuasan Kerja dan Komitmen Organisasi Untuk Meningkatkan Kinerja Karyawan Doctoral dissertation, program Pascasarjana Universitas Diponegoro. Duwi, P. (2011). Buku Pintar Statistk Komputer. Yogyakarta: Media Kom. Efektivitas Organisasi. Hadi, S., (1993). Metodologi Research, Jilid II. Yogyakarta, Andi Offset. Hadi, S., (2000). Buku Manual SPS Paket Midi. Yogyakarta. UGM. Huraerah. (2008). Pengorganisasian dan Pengembangan Masyarakat. Bandung: Humaniora. Julianto, H. (2015, Maret 26). Pengertian dari tanggung jawab yang baik antara manusia. Diakses dari https://herujulianto89.wordpress. com/2013/12/12/pengertian-dari-tanggung-jawab-yang-baikantara-manusia/Jumlah Penyandang Disabilitas 2014.
94
Efektifitas Pelayanan Panti Sosial Penyandang Disabilitas Tubuh
Kementerian Sosial RI. (2014). Profil Balai Besar Rehabilitasi Sosial Bina Daksa Prof. DR. Soeharso Surakarta. Klinis. (2015, April 13). Kepuasan pasien terhadap pelayanan rumah sakit. Diakses dari https://klinis.wordpress.com/2007/12/28/ kepuasan-pasien-terhadap-pelayanan-rumah-sakit/Kompas Penyandang Disabilitas Butuh Pendampingan 11. Kotler, P. d. (2007). Manajemen Pemasaran. Jakarta: Index. Marganingsih, A. (2009). Analisis Variabel Anteseden Perilaku Auditor Internal dan Konsekuensinya terhadap Kinerja: SNA XII Palembang. Masrun, (1975). Analisis Item Untuk Tes Objektif. Yogyakarta. Fakultas Psikologi UGM. Octavianthi. (2015). kemandirian. Permensos RI. Nomor 106 Tahun 2009 tentang Organisasi dan Tata Kerja Panti Sosial di Lingkungan Departemen Sosial Republik Indonesia. Porter. (2005). Pengaruh Komitmen Organisasi dan Gaya Kepemimpinan Terhadap Hubungan Antara Partisipasi Anggaran dan Kinerja Manajerial. Jurnal Bisnis Strategi. PSBD Wirajaya. (2014). Profil PSBD Wirajaya Makassar. Makassar. Purba, D. E. (2004). Pengaruh Kepribadian dan Komitmen Organisasi Terhadap Organizational Citizenzhip Behavior. Makara, Sosial Humaniora, 104-111. Pusdatinkesos Kemensos. (2014). Profil Penyandang Masalah Kesejahteraan Sosial Indonesia Berdasarkan Susenas 2012. Puslitbangkesos. (2012). Evaluasi Pelaksanaan Rehabilitasi Sosial pada Panti Sosial. Jakarta: P3KS Press. Republik Indonesia. (2011). Undang-Undang RI Nomor 19 Tahun 2011 tentang Pengesahan Convention on the Rights of Persons with Disabilities (Konvensi Mengenai Hak-Hak Penyandang Disabilitas.
Efektifitas Pelayanan Panti Sosial Penyandang Disabilitas Tubuh
95
Slamet. (1994). Pembangunan Masyarakat Berwawasan Partisipasi. Surakarta: Sebelas Maret University Press. Sumaryadi kajian teori partisipasi. Sunnah, A. (2015, Maret 26). Hubungan Antara Konsep Diri Dengan Kemampuan Pemecahan Masalah. Diakses dari ejournal.unesa. ac.id/article/14334/17/article.pdf Ubaydillah. (2015, April 26). Menjadi Orang Yang Berinisiatif. Diakses dari http://more-examples.blogspot.com/2012/09/menjadi orang yang berinisiatif.html.
96
Efektifitas Pelayanan Panti Sosial Penyandang Disabilitas Tubuh
INDEK
A Analisis Kehilangan Konsumen, 21
B BBRSBD Soeharso Surakarta, 30, 32 Bimbingan Mental, 9, 44, 57
D Diagnosa Sosial, 9, 44, 49, 53, 57
E Efektivitas Organisasi, 11
F Fisiotherapis, 31
G Ghost Shopping, 21
H Hak-Hak Penyandang Disabilitas, 1
K Kebijakan Panti, 7, 12, 25, 27, 29, 30, 33, 34, 36, 74, 75, 85, 86, 87 Kemandirian, 12, 13, 20, 26, 30, 33, 52, 64, 65, 68, 71, 75, 76, 89, 90, 91, 95 Kepuasan Penerima Manfaat, 12, 20, 33, 43, 64
Efektifitas Pelayanan Panti Sosial Penyandang Disabilitas Tubuh
97
Komitmen Organisasi, 7, 12, 22, 23, 24, 27, 29, 30, 33, 34, 36, 73, 81, 82, 83, 84
O Observasi, 9, 10, 36, 44, 49, 53, 57, 65, 78
P Panti Sosial, 2, 3, 4, 5, 6, 7, 8, 9, 10, 11, 22, 26, 27, 29, 30, 32, 33, 36, 38, 43, 44, 48, 56, 60, 64, 65, 70, 72, 75, 76, 81, 85, 86, 87, 90, 91, 92 Partisipasi, 2, 12, 19, 20, 27, 33, 43, 63, 67, 68, 89, 90 Pekerja Sosial, 5, 22, 25, 29, 31, 34, 35, 45, 46, 50, 57, 59, 60, 67, 79, 80, 92, 93 Pendekatan Sasaran, 11, 12 Pendekatan Sumber, 11, 12 Penyaluran, 9, 10, 26, 44, 46, 49, 53, 57, 58, 78 Penyandang Disabilitas, 1, 2, 4, 6, 8, 10, 12, 22, 25, 26, 29, 30, 33, 34, 35, 36, 38, 43, 44, 48, 52, 53, 56, 57, 58, 62, 65, 68, 70, 72, 74, 76, 79, 81, 85, 86, 87, 93 Penyuluh Sosial, 31, 50, 55 Prothese, 51, 52, 56 PSBD BAHAGIA, 30, 31, 32, 43, 45, 46, 72, 73, 74, 78, 79, 80, 81, 82, 85, 86, 91 PSBD BUDI PERKASA, 30, 31, 49, 50, 51, 72, 78, 80, 85, 86 PSBD WIRAJAYA, 30, 31, 56, 57, 58, 59, 60 ,61, 62, 81, 82, 85, 86
R Registrasi, 9, 10, 44, 49, 53, 57, 78 Resosialisasi, 6, 9, 10, 12, 26, 36, 44, 48, 49, 53, 57, 75
98
Efektifitas Pelayanan Panti Sosial Penyandang Disabilitas Tubuh
S Sistem Keluhan dan Saran, 21 Sistem Panti, 2, 4 Standarisasi Panti, 4, 22 Survei Kepuasan Konsumen, 21
T Tenaga Fungsional, 5, 22
U Unsur Kelembagaan, 7, 12, 22, 27, 29, 30, 33, 36, 71, 76
V Vocational training, 52
Efektifitas Pelayanan Panti Sosial Penyandang Disabilitas Tubuh
99
TENTANG PENULIS
Mulia Astuti, lahir di Payakumbuh, Sumatera Barat (1954). Pendidikan terakhir Pasca Sarjana (S2) Program Kajian Ketahanan Nasional Universitas Indonesia (1997). Mengawali karir sebagai pegawai negeri sipil Departemen Sosial RI (1978) dengan pendidikan Sarjana Muda Pekerjaan Sosial dari STKS Bandung, ditempatkan di Badan Penelitian dan Pengembangan Sosial. Mulai menjadi peneliti (1987). Pada tahun 1982-1984 melanjutkan pendidikan di Sekolah Tinggi Kesejahteraan Sosial Bandung (S1) sebagai tugas belajar. Pernah ditempatkan pada jabatan struktural anatara lain sebagai Kepala Bidang Program pada Pusat Penelitian Kesejahteraan Sosial (2000), Kepala Bidang Pemberdayaan Pranata Sosial (2001) dan Kepala Bidang Kerjasama dan Publikasi (2006) pada Pusat Pengembangan Ketahanan Sosial Masyarakat. Kemudian di mutasi ke Direktorat Jenderal Pelayanan dan Rehabilitasi Sosial sebagai Kepala Sub Direktorat Pelayanan Sosial Anak Terlantar, Direktorat Kesejahteraan Sosial Anak (2007), terakhir Kasubdit Kelembagaan, Perlindungan dan Advokasi Sosial, Direktorat Rehabilitasi Sosial Orang dengan Kecacatan (2009). Mengikuti “Asean Training-Overview of Sosial Services” (1991) di Singapura dan pernah mengajar pada Universitas Satya Negara Indonesia (USNI) untuk jurusan Kesejahteraan Sosial (1989-1994). Pada tahun 2010 kembali pindah ke Puslibang Kesejahteraan sebagai peneliti madya. Sejak tahun 1987 sampai sekarang aktif mengikuti kegiatan penelitian dan menulis buku baik kelompok maupun perorangan, kegiatan seminar dan menulis artikel yang dimuat pada Jurnal Kesejahteraan Sosial maupun majalah ilmiah lainnya. Buku-buku hasil penelitian yang pernah diterbitkan antara lain; Pola Asuh Anak dalam Keluarga (2010), Rehabilitasi Sosial Tuna Grahita melalui Panti Sosial Bina Grahita (2010), Masalah, Kebutuhan dan Sumber Daya di Daerah Tertinggal (2011), Pembinaan Lanjut (After Care
100
Efektifitas Pelayanan Panti Sosial Penyandang Disabilitas Tubuh
Services) Pasca Rehabilitasi Sosial (2012), Kebijakan Kesejahteraan dan Perlindungan Anak (2013) dan Perlindungan Sosial bagi Anak Korban Tindak Kekerasan (2014).
Ruaida Murni, Lahir di Takengon tanggal 17 Juli 1962, menyelesaikan S1 di Universitas Negeri Jambi. Saat ini menjabat sebagai Peneliti Muda pada Pusat Penelitian dan Pengembangan Kesejahteraan Sosial, Badan Pendidikan dan Penelitian Kesejahteraan Sosial, Kementerian Sosial RI. Dan sebagai anggota tim penilai jabatan fungsional Litkayasa Kementerian Sosial RI. Penelitian yang telah dilaksanakan antara lain Peranan Pelayanan dan Bantuan Sosial Proyek Atma Brata CCF Terhadap Kesejahteraan Social Keluarga Miskin di Kecamatan Cilincing; Pengembangan Metode dan Teknik Penyuluhan dan Bimbingan Sosial Masyarakat Perkotaan dan Pedesaan; Kebutuhan Pelayanan Kesejahteraan Sosial di Kawasan Industri; Metode dan Teknik Pelayanan Anak Pada Kelompok Bermaian dan Taman Penitipan Anak; Permasalahan Sosial Migran Perkotaan di Propinsi Riau; Penelitian Kemandirian Penerima Pelayanan Panti Sosial Asuhan Anak dan Panti Sosial Bina Netra; Model Rehabilitasi Sosial Penyalahguna NAFZA di Beberapa Institusi Swasta; Pengembangan Uji Coba Model Pemberdayaan Remaja Melalui Karang Taruna; Akreditasi Panti; Uji Coba Model Pengentasan Anak Terlantar Melalui Kekerabatan; Pergeseran Pola Relasi Gender Ex TKW; Pemberdayaan Sosial Keluarga Pasca Bencana Alam; dan Uji Coba Model Pemberdayaan Sosial Keluarga Pasca Bencana Alam, Studi Kebijakan Penanganan Korban Tindak Kekerasan: Kasus Perdagangan Perempuan di Wilayah Perbatasan dan Studi Kebijakan Pengembangan Kegiatan Sakti Peksos di Panti Sosial Masyarakat; Strategi Pengembangan Kawasan Perbatasan Dalam Rangka Peningkatan Kesejahteraan Sosial; Evaluasi Pembinaan Lanjut Pada Panti Sosial. Evaluasi Program Raskin; Kajian Pelaksanaan Rehabilitasi Sosial Disabilitas Eks Psikotik Melalui UILS dan Evaluasi Program Raskin.
Efektifitas Pelayanan Panti Sosial Penyandang Disabilitas Tubuh
101
Drs. Ahmad Suhendi, M.Si. Lahir di Tangerang pada 30 Juni 1958, menyelesaikan pendidikan Sarjana Kesejahteraan Sosial pada tahun 1992 di STKS Bandung dam Pasca Sarjana Jurusan Kesejahteraan Sosial UI Jakarta tahun 2006. Bekerja di Kementerian Sosial RI sejak tahun 1982 sebagai Staf Peneliti. Saat ini sebagai Peneliti Madya pada Pusat Penelitian dan Pengembangan Kesejahteraan Sosial, Badan Pendidikan dan Penelitian Kesejahteraan Sosial, Kementerian Sosial RI. Diklat yang diikuti antara lain: Latihan Prajabatan Tingkat II, Pelatihan Tenaga Peneliti Bidang Kesejahteraan Sosial Tingkat Dasar, Diklat Analisa Data Angkatan II, Pemantapan Petugas Penyuluh dan Bimbingan HIV/AIDS Bidang Sosial, Diklat Adum, Pelatihan Metodologi Penelitian Kebijakan Responsif Gender Tingkat Analis, Diklat SKTA, dan Diklat Peneliti Tingkat Lanjutan. Penelitian yang dilakukan antara lain: Studi Penjajagan Aspek Sosial Kemiskinan, Permasalahan Sosial di Perkotaan, Pelaksanaan Program Pemberian Beasiswa Sekolah Dasar oleh PT. Indofood Sukses Makmur Tbk Sebagai Wujud Tanggung Jawab Sosial Perusahaan (Studi Kasus di Sekolah Dasar Negeri 06 Desa Sukadanau Kecamatan Cikarang Barat Kabupaten Bekasi), Indikator Ketahanan Sosial Keluarga, Replikasi Model Desa Berketahanan Sosial melalui Pemberdayaan Pranata Sosial di Kabupaten Pulang Pisau Provinsi Kalimantan Tengah dan Kabupaten Kerinci Provinsi Jambi, Pengembangan Desa Berketahanan Sosial melalui Pemberdayaan Pranata Sosial (Replikasi Model di Empat Provinsi), Analisis Kebutuhan Sosial Dasar dalam Pemberdayaan Masyarakat Daerah Tertinggal: Studi Kasus di Desa Simpur Kabupaten Pulang Pisau, dan Penanggulangan Kemiskinan di Perkotaan: Studi Evaluasi Rehabilitasi Sosial Rumah Tidak Layak Huni bagi Keluarga Miskin di Perkotaan, Kebijakan Kesejahteraan dan Perlindungan Anak, dan yang lainnya. Bambang Pudjianto, lahir di Jakarta tangal 11 Oktober 1967. Saat ini menekuni bidang Kelitbangan dan telah melakukan berbagai penelitian. Latar Belakang pendidikan yang pernah dilalui, yaitu pada jenjang Strata 1 ditekuni tahun 1991 di Universitas Padjajaran Bandung dengan jurusan Kesejahteraan Sosial, selanjutnya mengambil jurusan
102
Efektifitas Pelayanan Panti Sosial Penyandang Disabilitas Tubuh
Psikologi Sosial di Pascasarjana UGM pada tahun 2000. Beberapa tulisan ilmiah pernah diterbitkan berbagai media. Beberapa penelitian yang pernah dilakukan mulai tahun 1994 yaitu: Pelayanan Kesejahteraan Sosial Tenaga Kerja di Sektor Industri, Puslit UKS, 2004. Kemandirian Penyandang Cacat Tubuh di Wilayah Jabodetabek, kerjasama dengan BBRVBD Cibinong, 2004. Fungsi Rumah Singgah dan Pekerja Sosial, Puslit UKS, 2005. Konflik dan Modal Kedamaian Sosial dalam Konsepsi Lintas Kalangan Masyarakat di Tanah Air, Puslit UKS-Kerjasama dengan UIN Syarif Hidayatullah Jakarta, 2005. Kehidupan Sosial Budaya Komunitas Adat Terpencil, Puslit UKS, 2005. Evaluasi Pasca Pemberdayaan Komunitas Adat Terpencil, Puslitbang UKS, 2006. Pemetaan Sosial di Kabupaten Nunukan Kaltim, Puslitbang Kessos, 2007. Pemetaan Sosial di Kabupaten Pulang Pisau Kalteng, Puslitbang Kessos, 2007. Pemetaan Sosial di Kabupaten Sukabumi Jawa Barat, Puslitbang Kessos, 2008. Masalah, Kebutuhan dan Sumber Daya di Daerah Tertinggal (Kabupaten Pandeglang, Prov. Banten), Puslitbang Kessos, 2009. Masalah, Kebutuhan dan Sumber Daya di Daerah Perbatasan (Kabupaten Karimun Prov. KEPRI dan Kabupaten Kapuas Hulu Prov. Kalimantan Barat), Puslitbang Kessos, 2010. Masalah, Kebutuhan dan Sumber Daya Di Daerah Tertinggal (Kabupaten Maluku Tenggara Barat Prov Maluku dan kabupaten Rote Ndau Prov NTT), Puslitbangkesos, 2011. Bantuan Stimulan Pemulihan Sosial; Studi Evaluasi Bantuan Stimulan Bahan Bangunan Rumah Berupa Uang Melalui Kelompok Masyarakat Penerima Bantuan, Puslitbangkesos, 2012. Kinerja Tenaga Kesejahteraan Sosial Kecamatan Dalam Pembangunan Kesejahteraan Sosial, Puslitbangkesos, 2013. Perlindungan Sosial Bagi Penerima Bantuan Iuran Jaminan Kesehatan, Puslitbangkesos, 2014. Efektivitas Pelayanan Panti Sosial Penyandang Disabilitas, 2015. Survei Dasar Kesejahteraan Sosial, 2015.
Efektifitas Pelayanan Panti Sosial Penyandang Disabilitas Tubuh
103
Habibullah, S.Sos, M.Kesos. Peneliti Muda Puslitbangkesos Kementerian Sosial RI, dengan kepakaran Kebijakan Sosial. Lahir pada tanggal 16 Juni 1979 di Ogan Komering Ilir, Sumatera Selatan. Lulusan dari Jurusan Pembangunan Sosial dan Kesejahteraan dulu dikenal dengan Ilmu Sosiatri Fisipol Universitas Gadjah Mada Yogyakarta tahun 2003 dan Program Magister Departemen Ilmu Kesejahteraan Sosial Peminatan Perencanaan dan Evaluasi Pembangunan FISIP Universitas Indonesia tahun 2011. Beberapa penelitian yang dilaksanakan antara lain 1) Pendampingan Sosial Bagi Calon Pekerja Migran dan Keluarganya di Daerah Asal (2008) 2). Evaluasi Program Jaminan Kesejahteraan Sosial: Asuransi Kesejahteraan Sosial (2009), 3). Kreteria Fakir Miskin (2011), 4). Lembaga Pelayanan Kesejahteraan Sosial Pemerintah Daerah di Era Otonomi Daerah (2012), 5). Bantuan Stimulan Pemulihan Sosial (2012), 6). Pencapaian Indikator Kinerja Utama Kementerian Sosial (2013,2014), 7) Studi Kebijakan Pendamping Program Keluarga Harapan, 8). Survey Kesejahteraan Sosial Dasar 2015. Sejak tahun 2014 terlibat aktif pada kegiatan Analisis kebijakan yang diselenggarakan Biro Perencanaan Kementerian Sosial. Berbagai karya tulis ilmiahnya telah dimuat di Jurnal Sosio Konsepsia dan Sosio Informa. Selain sebagai peneliti menjabat sebagai Ketua Redaksi website Puslitbangkesos: http://puslit.kemsos.go.id, perintis jurnal elektronik kemensos: http://ejournal.kemsos.go.id dan kontributor website Kementerian Sosial RI http://www.kemsos.go.id.
104
Efektifitas Pelayanan Panti Sosial Penyandang Disabilitas Tubuh