EFEKTIVITAS PELATIHAN ANTI NARKOBA DENGAN METODE REFLEKTIF TERHADAP PEMAHAMAN DAN INTENSI PENYALAHGUNAAN NARKOBA PADA MURID SMA KELAS X Andrian Liem
ABSTRACT The purpose of this study is to evaluate the effectiveness of anti drugs training with reflective method to increase understanding and decrease intention of drug abuse. Hypothesis proposed in this study is that the anti drugs training is given can increase the understanding of drugs danger and decrease intention of drug abuse. Research is held at SMAN 1 Bambanglipuro Bantul Yogyakarta with 107 subjects. This research utilized independent t-test and showed no differences about understanding of drugs danger nor intention of drug abuse between control group and experiment group. T-test result showed (t (105) = 0.626, p=0.532) and Mann-Whitney Test showed (z(105) = -0.929, p=0.353) for understanding’s gain score. On intention’s gain score, t-test showed t(105) = 0.329 (p=0.743) and Mann-Whitney Test produced z(105) = -0.486 (p=0.627). The result of this study is anti drugs training is not proofed effective to increase the understanding of drugs danger and decrease intention of drug abuse. Key words : anti drugs training, understanding of drugs danger, intention of drug abuse
1. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Penelitian Persoalan penyalahgunaan narkoba atau lebih sering disebut dengan madat telah ada di Indonesia sejak lebih dari 700 tahun yang Andrian Liem mahasiswa Program Studi Psikologi, Fakultas Psikologi, Universitas Sanata Dharma. Alamat Korespondensi: Kampus III, Paingan, Maguwoharjo, Yogyakarta. Email:
[email protected]
241
Jurnal Penelitian Vol. 13, No. 2, Mei 2010
lalu. Ken Arok yang membunuh Mpu Gandring, dipercaya berada di bawah pengaruh sejenis kanabis yang diminumnya sebelum melakukan hal tersebut. Oleh karena itu, sejak dahulu juga telah ada aturan yang melarang penggunaan narkoba, yang tertuang dalam Kitab Nagarakertagama, dalam bentuk mo limo. Mo limo adalah lima perkara, yaitu madat, maling, madon, mabuk, dan main yang pantang untuk dilakukan karena dapat mendatangkan kesengsaraan (Nurdin, 2007). Kini, mo limo sudah ber ubah menjadi Undang-undang Narkotika dan Psikotropika. Pada kenyataannya, UU tersebut tidak membuat kondisi penyalahgunaan narkoba di Indonesia semakin menurun. Propinsi D.I. Yogyakarta menduduki peringkat kedua dengan jumlah pecandu sebanyak 2.537.100 orang dalam kasus penyalahgunaan narkoba (Zubaidah, 2009). Jumlah perkara terkait penyalahgunaan narkoba yang masuk ke Kejaksaan Negeri Sleman mencapai 30 perkara, Kota Yogyakarta 49 perkara dan Bantul 2 perkara sehingga Kabupaten Bantul menduduki peringkat ketiga dalam penyalahgunaan narkoba (Joe, 2009). Dari 3,6 juta pecandu di Indonesia, rata-rata 15 ribu orang meninggal akibat narkoba setiap tahunnya (BNN, 2005). Sebagian besar pengguna yang meninggal adalah kaum muda di bawah 30 tahun. Menurut survei yang dilakukan oleh BNN pada tahun 2004, pengguna narkoba terbesar ada di kelompok usia 15-24 tahun. Penelitian YCAB pada tahun 2002 menunjukkan bahwa kelompok usia terbesar anak mencoba-coba narkoba untuk pertama kali adalah 12-17 tahun. Dari wawancara kualitatif yang dilakukan terhadap 672 pecandu yang dirawat pada panti rehabilitasi di Jawa menyatakan bahwa usia 13-15 tahun adalah masa yang paling kritis untuk memulai memakai narkoba (YCAB dalam Ardiansyah, 2001). Ungkapan “lebih baik mencegah daripada mengobati” dapat diterapkan ketika berhadapan dengan masalah narkoba. Jika seorang manusia telah memiliki ketergantungan dan kemudian berkembang menjadi kecanduan, maka hal ini akan sangat sulit untuk disembuhkan (Nurdin, 2007). Oleh karena itu, pelatihan sebagai salah satu prevensi dapat diupayakan secara maksimal sebagai sarana pencegahan penyalahgunaan narkoba. Pelatihan dapat menjadi salah satu sarana yang baik jika menerapkan metode reflektif. Pelatihan dengan metode reflektif memungkinkan para peserta melakukan dialog di dalam pikirannya dan menciptakan 242
Andrian Liem, Efektivitas Pelatihan Anti Narkoba dengan ....
pendengar sekaligus cerita pribadi untuk mendukung dirinya sendiri. Melalui metode ini peserta dapat menguji coba gagasan, memikirkan kembali interaksi, dan membayangkan konsekuensi masa depan dari tindakan yang direncanakan tanpa harus terlebih dahulu melakukan hal itu (Given, 2007). Pelatihan yang baik hendaknya juga diberikan dalam jangka waktu yang memadai dan disertai sarana-prasarana yang mampu menunjang kelancaran pelatihan (Ir wandy, 2007). Pelatihan anti narkoba yang diberikan selama ini, contohnya melalui LSM Youth Against Drug Abuse (YADA), tidak melakukan pengukuran awal mengenai pemahaman dan sikap yang dimiliki peser ta terhadap bahaya penyalahgunaan narkoba. Kondisi ini mendorong pada bagian akhir pelatihan tidak dilakukan pengukuran untuk mengetahui apakah tujuan pelatihan tercapai atau tidak. Metode pelatihan yang dilakukan juga pada umumnya hanya menggunakan presentasi Power Point dan tanya jawab, tanpa ada pembagian modul dan melakukan sharing. Oleh karena itu diperlukan pelatihan anti narkoba yang berbeda. Dalam penelitian ini pelatihan anti narkoba yang diberikan menggunakan model pembelajaran reflektif. Para peserta juga akan mendapatkan modul agar mereka memiliki pemahaman yang jelas dan metode sharing akan dilakukan agar para peser ta dapat membagikan pengalamannya. Untuk mengetahui apakah tujuan pelatihan tercapai atau tidak, pengukuran pemahaman dan intensi peserta terhadap penyalahgunaan narkoba akan dilakukan di awal dan akhir pelatihan. Fungsi evaluasi pelatihan cukup penting untuk mengetahui efektivitas sebuah pelatihan, tetapi masih banyak trainer atau penyelenggara yang gagal untuk memperlakukan evaluasi pelatihan sebagai sebuah prioritas dalam bagian pelatihan itu sendiri (Kristanto, 2004). Permana (2008) mengungkapkan evaluasi diperlukan sebagai sarana pembelajaran untuk meningkatkan pelatihan yang telah di laksanakan. Evaluasi pelatihan tidak hanya perlu untuk trainer tetapi juga sangat vital untuk peserta pelatihan itu sendiri (Trimahanani, 2009). BNN juga menekankan pentingnya mengadakan evaluasi terhadap pelatihan anti narkoba yang dilaksanakan. Hal tersebut ter tulis dalam asas umum bagi penyusunan strategi nasional penanggulangan penyalahgunaan dan pengedaran gelap narkoba (Norman, 2006). Proses ini dilakukan untuk mengetahui seberapa besar pelatihan anti narkoba mencapai tujuan yang telah dipaparkan di atas. 243
Jurnal Penelitian Vol. 13, No. 2, Mei 2010
1.2 Perumusan Masalah Apakah pelatihan anti narkoba dengan metode reflektif efektif dalam meningkatkan pemahaman bahaya narkoba dan menurunkan intensi penyalahgunaan narkoba pada murid-murid kelas X?
1.3 Tujuan dan Penelitian Penelitian eksperimental ini bertujuan untuk menguji efektivitas pelatihan anti narkoba dengan metode reflektif terhadap pemahaman bahaya narkoba dan intensi penyalahgunaan narkoba dengan mengontrol prestasi akademik sebagai indikator kecerdasan pada murid-murid kelas X di SMAN 1 Bambanglipuro Bantul Yogyakarta.
2.
LANDASAN TEORI
Heather dan Robertson (dalam Colondam, 2008) menyebutkan bahwa faktor biopsikososial menjadi faktor utama dalam keterlibatan penyalahgunaan narkoba. Faktor biopsikososial ini terdiri dari faktor luar diri (exogenous) yang bersifat sosial dan faktor diri sendiri (endogenous) seperti tingkat pemahaman, sikap, dan persepsi terhadap narkoba. Faktor endogenous juga terkait erat dengan penanaman norma yang dilakukan oleh para orang tua. Faktor diri sendiri ini yang akan menjadi fokus peneliti karena dalam pelatihan yang diberikan, peserta akan mendapatkan pengetahuan dan pemahaman mengenai narkoba. Bloom (dalam Djiwandono, 2006) melalui taxonomy of educational ebjectices menggolongkan pemahaman ke dalam ranah kognitif. Pemahaman menurut Bloom adalah sebuah kemampuan untuk menangkap ar ti materi yang diberikan oleh fasilitator. Kemampuan ini setingkat lebih tinggi daripada pengetahuan semata sebab pengetahuan hanya meliputi ingatan akan hal-hal yang pernah dipelajari dan disimpan dalam ingatan. Dalam pelatihan anti narkoba peserta akan diajak memahami bagaimana suatu zat dapat menjadi berbahaya jika disalahgunakan dan dampak sampingnya bagi si pemakai. Dalam taksonomi yang sama, intensi perilaku dapat diklasifikasi sebagai bentuk penilaian. Bloom mengatakan bahwa penilaian meliputi kemampuan untuk memberikan penilaian terhadap sesuatu dan membawa diri dengan penilaian itu. Kemampuan ini
244
Andrian Liem, Efektivitas Pelatihan Anti Narkoba dengan ....
dinyatakan dalam suatu tindakan. Hasil belajar dari domain ini adalah tingkah laku yang konsisten dan cukup stabil dengan sikap batin. Kondisi ini dijelaskan dengan Teori Tingkah Laku Terencana yang dikemukakan oleh Fishbein (dalam Baron, 2003). Tidak munculnya penyalahgunaan narkoba merupakan hasil proses rasional (pemahaman) yang telah dipertimbangkan dengan memerhatikan konsekuensinya jika menyalahgunakan narkoba. Keputusan untuk menampilkan perilaku tersebut (tidak menyalahgunakan narkoba) dapat dilihat dari seberapa kuat intensi individu untuk mewujudkannya. Hal ini dapat diukur melalui skala intensi penyalahgunaan narkoba dan hasilnya dapat dijadikan sebagai prediktor yang kuat terhadap perilaku individu untuk menyalahgunakan narkoba atau tidak (Baron, 2003). Intensi tersebut dapat diprediksi melalui sikap, norma subyektif, dan kontrol perilaku. Dalam pengukuran intensi, alat ukur yang digunakan juga harus memenuhi empat elemen intensi, yaitu perilaku, tujuan, waktu, dan situasi.
3. METODE PENELITIAN 3.1 Jenis Penelitian Eksperimen kuasi berjenis pre-test – post-test non-randomized control group design
3.2 Variabel Penelitian 3.2.1 Pelatihan Anti Narkoba (Variabel Bebas) Pelatihan yang bertujuan memberikan pengetahuan secara benar mengenai narkoba. Pengetahuan mengenai narkoba adalah infor masi yang menerangkan berbagai aspek narkoba dan bahayanya.
3.2.2 Reaksi Peserta Pelatihan (Variabel Tergantung) Penilaian, komentar, dan saran peserta terhadap pelaksanaan program pelatihan anti narkoba. Aspek-aspek pendukung dalam pelaksanaan pelatihan anti narkoba, yaitu isi pelatihan, metode yang digunakan, lingkungan pendukung, fasilitator pelatihan, rencana aksi, serta penilaian dan komentar tentang program pelatihan secara keseluruhan.
245
Jurnal Penelitian Vol. 13, No. 2, Mei 2010
3.2.3 Pemahaman Peserta tentang Narkoba dan Bahaya Penyalahgunaannya (Variabel Tergantung) Tingkat pemahaman peserta diukur melalui tes prestasi yang disusun berdasarkan materi pelatihan anti narkoba. Semakin tinggi skor yang diperoleh peser ta pelatihan anti narkoba, maka mengindikasikan semakin tinggi juga pemahaman yang dimiliki peserta terhadap materi yang telah disampaikan.
3.2.4 Intensi Penyalahgunaan Narkoba (Variabel Tergantung) Intensi penyalahgunaan narkoba adalah kemungkinan subyektif seseorang untuk melakukan penyalahgunaan narkoba yang ditentukan oleh sikap terhadap perilaku penyalahgunaan narkoba, norma subyektif terhadap perilaku penyalahgunaan narkoba, dan kontrol perilaku. Elemen-elemen yang menyusun intensi penyalahgunaan narkoba yaitu perilaku, tujuan, waktu, dan situasi.
3.2.5 Prestasi Akademik (Variabel Kontrol) Hasil kemampuan kognitif yang didapatkan dari pengerjaan soalsoal evaluatif dan dinyatakan dalam angka, diwakilkan oleh nilai ujian tengah semester yang diperoleh para subyek.
3.3 Subyek Penelitian Subyek pada penelitian ini adalah murid-murid kelas X pada SMAN 1 Bambanglipuro yang berusia antara 15-16 tahun. Keempat kelas paralel, yaitu kelas X.1, X.2, X.3, dan X.4 digunakan dalam penentuan kelompok eksperimen dan kelompok kontrol. Wakil Kepala Sekolah bidang Kurikulum menentukan kelas X.1 dan X.2 (N=52) sebagai kelompok eksperimen sementara kelas X.3 dan X.4 (N=55) sebagai kelompok kontrol.
3.4 Alat Pengumpulan Data 3.4.1 Lembar Evaluasi Reaksi Lembar evaluasi reaksi berisi 17 item yang dibagi ke dalam isi pelatihan, metode yang digunakan, lingkungan, dan penilaian terhadap fasilitator. Selain skala Likert tersebut, pada lembar evaluasi
246
Andrian Liem, Efektivitas Pelatihan Anti Narkoba dengan ....
reaksi ini juga disediakan kolom kosong pada setiap aspek agar para peserta dapat menuliskan perasaan, saran, kritik, dan pendapat mereka.
3.4.2 Tes Pemahaman tentang Narkoba dan Bahaya Penyalahgunaannya Tes pemahaman ini berbentuk pilihan ganda disusun oleh peneliti berdasarkan materi yang diberikan kepada peserta dan bertujuan untuk mengukur pemahaman yang diserap olehnya.
3.4.3 Skala Intensi Penyalahgunaan Narkoba Skala Intensi Penyalahgunaan Narkoba diadaptasi dari Angket Intensi Penyalahgunaan Narkoba yang dibuat oleh Prasetya (2002).
3.4.4 Observasi Observasi yang dilakukan pada penelitian ini adalah observasi partisipatif yang dilakukan selama pelatihan berlangsung. Observer melakukan tugasnya secara mandiri agar mendapatkan data dan informasi yang objektif. Observer akan mengamati jalannya pelatihan dengan memerhatikan aspek kondisi peserta, proses pelatihan, lingkungan pelatihan, dan kinerja fasilitator.
3.4.5 Modul Modul yang digunakan dalam pelatihan ini memiliki materi yang terdiri dari pengertian narkoba, jenis-jenis narkoba, cara pemakaian narkoba, faktor penyalahgunaan narkoba, dampak penyalahgunaan narkoba, ciri-ciri penyalahguna narkoba, dan cara menolak penyalahguna narkoba. Modul tersebut disusun dalam sebuah booklet sehingga mudah dibaca oleh peserta.
3.5 Teknik Analisa Data Data yang terkumpul dari angket reaksi akan diolah menggunakan metode statistik deskriptif. Data tes pemahaman dan skala intensi akan dianalisa dengan bantuan program SPSS versi 16.00. Analisa yang akan digunakan adalah uji t independent sample. Uji t akan dilakukan terhadap gain score pemahaman antara kelompok kontrol dan eksperimen, serta gain score intensi antara kelompok kontrol dan eksperimen. Uji t digunakan karena peneliti ingin mengetahui apakah ada perbedaan antara dua rata-rata populasi 247
Jurnal Penelitian Vol. 13, No. 2, Mei 2010
melalui sampel yang ada, yaitu antara kelompok kontrol dan kelompok eksperimen. Sebelum analisa data dilakukan perlu dicek terlebih dahulu pemenuhan asumsi normalitas sebaran dan homogenitas variasi antarkelompok.
4. HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1 Deskripsi Hasil Penelitian Setiap paralel kelas X sebenarnya diisi oleh 32 murid sehingga total subyek penelitian dapat mencapai 128 subyek. Akan tetapi dari awal, tengah, dan akhir penelitian ada beberapa siswa yang tidak masuk sehingga tidak dapat dijadikan subyek penelitian. Pada saat pre-test tercatat ada 117 murid yang hadir, tetapi saat pelatihan sesi I dan II serta post-test ada beberapa siswa yang tidak mengikuti keseluruhan proses. Faktor lain yang memengaruhi mortalitas subyek dalam penelitian ini adalah hasil ujian tengah semester yang diperoleh para peserta. Berdasarkan kontrol yang telah ditetapkan, hanya peserta dengan nilai ujian tengah semester e”6 dan d”8.5 yang datanya dapat digunakan dalam penelitian. Dari kontrol tersebut ada 10 murid yang memiliki nilai kurang dari 6 dan 7 murid memiliki nilai di atas 8.5 sehingga akhirnya peneliti hanya dapat menggunakan data dari 107 subyek. Dengan demikian pada penelitian ini tingkat mortalitas subyek penelitian sebesar 8,5%. Pengecekan normalitas menunjukkan sebagian besar data berdistribusi tidak normal karena p<0.05. Data dengan distribusi normal hanya dari hasil pemahaman post-test kelompok kontrol dan eksperimen, hasil pemahaman pre-test pada kelompok eksperimen, serta gain score intensi dari kelompok eksperimen. Pengecekan asumsi varian yang dilakukan terhadap gain score pemahaman dan intensi menunjukkan bahwa kedua data tersebut berasal dari populasi-populasi yang mempunyai varian sama. Secara umum para peser ta memiliki respons yang positif terhadap pelatihan anti narkoba yang telah mereka dapatkan. Hal ini dapat disimpulkan dari 71.15% peserta yang merespons positif. Sementara 25% peserta memiliki reaksi yang sangat positif dan hanya 3.85% peserta yang merespons dengan negatif. Uji hipotesis skor pemahaman menggunakan uji t independent sample menunjukkan hipotesis nul gagal ditolak (t (105) = 0.626, p=0.532). Hal ini sejalan
248
Andrian Liem, Efektivitas Pelatihan Anti Narkoba dengan ....
dengan uji non parametrik yang dilakukan menggunakan MannWhitney Test yang menunjukkan (z(105) = -0.929, p=0.353). Sedangkan uji t independent sample dari skor intensi menghasilkan t(105) = 0.329 (p = 0.743) sehingga hipotesis nul juga gagal ditolak. Uji hipotesis tersebut juga selaras dengan Mann-Whitney Test yang menghasilkan z(105) = -0.486 (p = 0.627).
4.2 Pembahasan 4.2.1 Evaluasi Reaksi Evaluasi reaksi yang dilakukan terhadap para peserta pelatihan memperlihatkan bahwa 25% peserta memiliki reaksi keseluruhan yang sangat positif, sementara 71,15% bereaksi positif dan hanya 3,85% bereaksi negatif. Hasil tersebut mengindikasikan bahwa pelatihan anti narkoba dapat dikatakan berhasil menciptakan respons yang positif dari para pesertanya. Respons positif diharapkan dapat menjadi modal dasar dalam membuat subyek memahami materi yang diberikan. Reaksi yang positif tersebut dapat dilihat berdasarkan tiap aspek yang membangunnya, yaitu isi pelatihan, metode pelatihan, lingkungan pelatihan, dan fasilitator. Isi materi yang diberikan direspons secara positif oleh 57,69% peserta, 13,46% sangat positif, dan 28,85% negatif. Hal tersebut menandakan bahwa para peser ta dapat menerima materi yang disampaikan dan menganggapnya menarik. Metode pelatihan anti narkoba dengan metode reflektif ditanggapi secara positif oleh 38 peserta (73,18%) dan sisanya 14 peser ta (26,92 %) menganggap bahwa model pembelajaran tersebut sangat positif. Hardjana (dalam Kurniawan 2008) menyebutkan bahwa respons yang perlu dilihat dari para peserta selain jalannya pelatihan yang diberikan, termasuk materi dan metode, perlu juga ditinjau fasilitas yang tersedia seperti lingkungan dan fasilitatornya. Jika dilihat segi lingkungan pelatihan, maka ada 1 peserta yang memiliki reaksi sangat negatif, 8 peserta bereaksi negatif, 27 peser ta bereaksi positif, dan 16 peserta yang memiliki reaksi sangat positif. Hal ini menandakan bahwa ada keberagaman perspektif mengenai kondisi lingkungan yang nyaman untuk sebuah pelatihan. Terlebih lagi jika mengingat bahwa pada saat pelatihan digunakan dua buah ruangan berbeda dengan tingkat kenyamanan yang juga berbeda. Para peserta yang menilai fasilitator dapat bekerja dengan baik ada
249
Jurnal Penelitian Vol. 13, No. 2, Mei 2010
sebanyak 38 orang dan 10 orang menganggap kinerja mereka sangat baik, sementara 4 peser ta memiliki respons yang negatif terhadapnya. Fasilitator mendapat respons yang positif karena mereka dianggap cukup menguasi materi yang dibawakan, mampu menjelaskan dengan baik, dan dapat menciptakan susasana yang kondusif. Akan tetapi pada saat pelatihan berlangsung fasilitator kurang mampu menunjukkan kinerjanya secara maksimal karena keterbatasan sarana berupa pengeras suara sehingga ada beberapa peserta yang menganggap suara fasilitator terlalu kecil. Oleh karena itu secara umum dapat disimpulkan bahwa para peserta pelatihan anti narkoba memiliki reaksi yang positif terhadap pelatihan yang telah mereka ikuti.
4.2.2 Evaluasi Pemahaman Pada tahap evaluasi selanjutnya, yaitu evaluasi pemahaman, telah terbukti bahwa pemberian pelatihan tidak meningkatkan pemahaman siswa. Ini terlihat dari tidak adanya perbedaan signifikan antara pemahaman saat pre-test dan post-test. Uji t terhadap gain score tes pemahaman juga gagal menolak hipotesis nol yang menyatakan bahwa pelatihan anti narkoba tidak efektif dalam meningkatkan pemahaman bahaya penyalahgunaan narkoba pada murid-murid kelas X di SMAN 1 Bambanglipuro Bantul Yogyakarta, sejalan dengan tes non-parametrik menggunakan Mann-Whitney. Indikasi gagalnya penolakan hipotesis nol saat uji hipotesis adalah waktu pelaksanaan pelatihan yang terlalu singkat, yaitu hanya dua kali pertemuan dengan durasi satu jam di masing-masing sesi setelah kegiatan belajar-mengajar selesai. Pemilihan waktu tersebut dilakukan oleh pihak sekolah agar tidak menganggu jam belajar siswa yang pada saat itu mendekati masa ujian tengah semester. Hasil obser vasi menunjukkan bahwa para peser ta tidak dapat berkonsentrasi penuh terhadap materi yang diberikan. Waktu yang digunakan bersamaan dengan jam makan siang sehingga dapat diindikasikan para peserta merasa lapar dan memengaruhi daya konsentrasi mereka. Namun demikian para peserta merasa cukup terbantu dengan adanya modul yang lengkap dan fasilitator yang dapat menjelaskan dengan baik. Metode reflektif yang dilakukan melalui games, sharing, dan menonton video terbukti mendapat respons yang baik dari para peserta pelatihan. Given (2002) mengatakan bahwa metode reflektif 250
Andrian Liem, Efektivitas Pelatihan Anti Narkoba dengan ....
lebih mengajak peserta untuk menimbang-nimbang pikiran dan perilaku masa lalu, saat ini, dan yang mungkin akan dilakukan, kemudian meramalkan hasil-hasil masa depan dengan mengajukan sejumlah pertanyaan kepada diri sendiri. Sementara pertanyaan yang diberikan dalam tes pemahaman bersifat tertutup dengan jawaban benar-salah sehingga metode ini kurang tepat jika digunakan untuk memberikan informasi yang bersifat pengetahuan. Tidak adanya perbedaan yang signifikan dalam mean tidak selalu menunjukkan tidak adanya efek perlakuan dalam penelitian (Santoso, 2009). Uji hipotesis tentang rerata gain score cenderung menjadi belenggu dalam keputusan, yaitu mereduksi suatu kontinum ke dalam dua kategori reject atau do not reject hipotesis nol (Swediati, 2000). Uji t yang dilakukan berdasarkan asumsi data berdistribusi normal dan berasal dari varians yang sama, serta hanya mengolah mean. Salah satu cara untuk melengkapi kemiskinan informasi dari hasil uji hipotesis tersebut adalah dengan metode grafik (Swediati, 2000). Distribusi gain score pemahaman dalam kelompok kontrol memiliki nilai yang positif (0.292) sementara dalam kelompok eksperimen cenderung memiliki nilai negatif (-0.578). Ini berarti distribusi cender ung lebih padat pada gain score yang tinggi dibandingkan yang rendah. Lebih jauh, situasi ini dapat diartikan bahwa subyek penelitian dalam kelompok kontrol yang memiliki gain score yang tinggi cenderung lebih sedikit daripada kelompok eksperimen. Data tersebut tentu saja perlu dukungan penelitian lebih lanjut baik untuk membuktikan signifikansi perbedaan bentuk distribusinya, maupun pembuktian dugaan peneliti di atas.
4.2.3 Evaluasi Intensi Perilaku Evaluasi intensi perilaku yang dilakukan juga menunjukkan bahwa tidak ada perbedaan yang siginifikan antara kelompok eksperimen dan kelompok kontrol. Hal tersebut diperoleh dengan melihat perbandingan gain score di antara kedua kelompok dan perbandingan rerata intensi penyalahgunaan narkoba antara sebelum dan sesudah pelatihan. Salah satu faktor yang nampaknya menyumbang dalam kegagalan menolak hipotesis nol ini adalah norma yang berlaku di Indonesia mengenai penyalahgunaan narkoba. Seper ti yang telah disebutkan di awal bahwa kedua kelompok pada dasarnya memiliki intensi yang rendah terhadap 251
Jurnal Penelitian Vol. 13, No. 2, Mei 2010
penyalahgunaan narkoba, hal ini mengingat bahwa narkoba masih merupakan barang ilegal yang mempunyai ancaman pidana jika disalahgunakan. Berbagai ajaran agama juga menyebutkan bahwa narkoba adalah hal yang perlu dijauhi sehingga para remaja memiliki perspektif yang cenderung negatif terhadap narkoba. Telah disebutkan bahwa uji hipotesis melalui uji t hanya mendikotomiskan apakah hipotesis nol ditolak atau gagal ditolak (Swediati, 2000) dengan hanya memerhatikan harga rerata saja tanpa memerhatikan besarnya range dan simpangan baku (Mardapi, 2000). Untuk melengkapi hasil uji hipotesis tersebut dapat digunakan metode grafik (Swediati, 2000) yang juga bertujuan merangkum data tanpa ada niat untuk membuat kesimpulan di luar data tersebut (Mardapi, 2000). Skewness pada kelompok eksperimen (skewness = -0.922, p<0.01) cenderung lebih negatif daripada kelompok kontrol (skewness = -0.64, p>0.01). Informasi tambahan ini berkebalikan dengan harapan penelitian ini, yaitu bahwa distribusi gain score kelompok eksperimen seharusnya lebih positif. Namun demikian, dapat dilihat juga bahwa mean dari kelompok kontrol cenderung lebih positif dan memiliki beberapa subyek dengan gain score yang tinggi. Ini berarti gain score kelompok eksperimen cender ung lebih negatif dibandingkan kelompok eksperimen. Gain score lebih negatif berarti skor pada post-test kelompok eksperimen cenderung lebih kecil daripada pretest. Sementara selisihnya cenderung lebih besar daripada kelompok kontrol. Oleh karena itu peneliti menduga bahwa efek pelatihan dapat terlihat jelas jika pelatihan dilakukan dengan jumlah pertemuan yang lebih banyak dan waktu pelaksanaan yang lebih nyaman. Dugaan ini perlu diuji lebih lanjut dalam penelitian berikutnya.
4.2.4 Peran Jenis Kelamin Pada Gambar 12 dan Gambar 13 terlihat bahwa peserta putra memiliki intensi penyalahgunaan narkoba yang cenderung lebih tinggi daripada peserta putri, baik di kelompok kontrol maupun eksperimen. Data ini sesuai dengan yang diungkapkan oleh Pickens dan kawan-kawan (dalam Nurdin, 2007) bahwa komponen genetik untuk penyalahgunaan dan ketergantungan zat pada laki-laki lebih tinggi daripada perempuan. Dugaan ini perlu diteliti lebih lanjut untuk memberikan bukti empiris yang memadai.
252
Andrian Liem, Efektivitas Pelatihan Anti Narkoba dengan ....
5. PENUTUP 5.1 Kesimpulan Melalui uji t independent sample yang dilakukan terhadap gain score pemahaman dan intensi 107 subyek yang terbagi dalam kelompok kontrol dan eksperimen, terungkap bahwa pelatihan anti narkoba tidak terbukti efektif dalam meningkatkan pemahaman bahaya narkoba dan menurunkan intensi penyalahgunaan narkoba pelatihan anti narkoba. Keadaan ini disebabkan oleh beberapa hal, yaitu: 1.
Durasi waktu pelatihan dan intensitas yang singkat
2.
Pelatihan yang dilakukan di siang hari saat cuaca sangat terik dan setelah kegiatan belajar-mengajar yang menyita energi.
3.
Cara pengukuran dengan pertanyaan bersifat tertutup dengan jawaban benar-salah kurang tepat untuk mengukur transfer pengetahuan dengan metode reflektif.
4.
Adanya outlier sehingga menyebabkan ketidak-normalan distribusi data. Peneliti tidak menghapuskan data outlier karena proses koding dan pemasukan data sudah dilakukan dengan benar.
5.
Alat ukur yang digunakan, khususnya Skala Intensi Penyalahgunaan Narkoba diindikasikan masih memiliki social desirebility yang tinggi. Hal ini terkait dengan norma dan hukum yang berlaku di Indonesia terkait dengan penyalahgunaan narkoba.
6.
Pada saat pre-test maupun post-test terlihat adanya beberapa peserta yang kurang serius mengerjakan tes yang diberikan. Dalam proses pelatihan juga ada beberapa peserta yang terlihat kurang antusias mengikutinya.
7.
Tenggang waktu pengambilan data antara pre-test dan post-test yang hanya berjarak tiga minggu dapat menimbulkan carry-over effect.
8.
Perbedaan rasio skewness dan kurtosis yang muncul dalam analisa belum dapat dijadikan bukti empiris bahwa pelatihan anti narkoba efektif dalam meningkatkan pemahaman bahaya narkoba dan menurunkan intensi penyalahgunaan narkoba. Kondisi ini terjadi karena belum dilakukan uji statistik yang dapat menghitung perbedaan rasio skewness dan kurtosis. 253
Jurnal Penelitian Vol. 13, No. 2, Mei 2010
5.2 Saran Penelitian selanjutnya perlu memper timbangkan beberapa kelemahan yang ada, yaitu: 1.
Pemilihan waktu pelaksanaan sebaiknya pada saat pagi hari
2.
Durasi waktu pelatihan per sesi ditingkatkan menjadi sekitar dua hingga tiga jam
3.
Kegiatan yang diberikan harus lebih sesuai dengan metode reflektif
4.
Peserta perlu lebih diyakinkan mengenai pentingnya pelatihan anti narkoba yang akan diberikan sehingga mereka mengikuti keseluruhan proses dengan kooperatif
5.
Tenggang waktu pengambilan data antara pre-test dan post-test sebaiknya berjarak satu bulan agar dapat meminimalisir carryover ef fect
6.
Jika memungkinkan, lakukan randon assignment agar subyek yang masuk ke dalam kelompok kontrol dan eksperimen dapat terbebas variabel ekstra yang tidak dapat dikontrol
7.
Dalam penelitian selanjutnya, sebaiknya jenis kelamin menjadi variabel kontrol atau variabel independen
254
Andrian Liem, Efektivitas Pelatihan Anti Narkoba dengan ....
DAFTAR PUSTAKA Adriansyah, dkk. 2001. Upaya Mencegah Penyalahgunaan NAPZA: Awas Bahaya Narkoba. Jakar ta: Erlangga. Baron, A. R., & Byrne, D. 2003. Psikologi Sosial Jilid I. Jakar ta: Erlangga BNN. 2005. Indonesia Jadi Produsen Narkotika. Diakses dari http:/ /www.bnn.go.id/por talbar u/por tal/konten.php?nama= Berita&op=detail_berita&id=370&mn=6&smn=a pada tanggal 20 September 2008. BNN. 2005. Pabrik Ekstasi Digerebek. Diakses dari http:// www.bnn.go.id/por talbar u/por tal/konten.php?nama= Berita&op=detail_berita&id=441&mn=6&smn=a pada tanggal 20 September 2008. BNN. 2005. Pengguna Narkoba Merambah ke Anak Usia Tujuh Tahun. Diakses dari http://www.bnn.go.id/por talbaru/ por tal/konten.php?nama=Berita&op=detail_berita&id= 359&mn=6&smn=a pada tanggal 20 September 2008 . BNN. 2005. Waspadai di Jakar ta Ada 3 Juta Pengguna Narkoba. Diakses dari http://www.bnn.go.id/por talbar u/por tal/ konten.php?nama=Berita&op=detail_berita&id=371&mn=6 &smn=a pada tanggal 25 September 2008. BNN. 2009. BNN: 3,6 Juta Warga Indonesia Gunakan Narkoba. Diakses dari http://www.bnn.go.id/por talbar u/por tal/ konten.php?nama=Berita&op=detail_berita&id=1668&mn=6 &smn=a pada tanggal 12 Desember 2009. BNN. 2009. Ganja Dipasok Ke Asia Pasifik. Diakses dari http:// www.bnn.go.id/por talbar u/por tal/konten.php?nama= Berita&op=detail_berita&id=1625&mn=6&smn=a pada tanggal 12 Oktober 2009. BNN. 2009. Konsumen Narkoba Didominasi Kaum Muda. Diakses dari http://www.bnn.go.id/portalbaru/portal/konten.php? nama=Berita&op=detail_berita&id=1556&mn=6&smn=a pada tanggal 30 Juli 2009. Colondam, V. 2008. Remaja, Sasaran Empuk Bandar. Diambil dari h t t p : / / w w w. m e d i a i n d o n e s i a . c o m / y c a b _ m i c o m / contentdetail.asp?id= 18&page_no=4 pada tanggal 21 April 2008. 255
Jurnal Penelitian Vol. 13, No. 2, Mei 2010
Djiwandono, S. E. W. 2006. Psikologi Pendidikan. Jakarta: Grasindo. Fishbein, M., & Ajzen, I. 1975. Belief, Attitude, Intention, and Behavior: An Introduction to Theor y and Research . Philippines: Addison-Wesley. Given, B. K. 2007. Brain-Based Teaching: Merancang Kegiatan Belajar-Mengajar yang Melibatkan Otak Emosional, Sosial, Kognitif, Kinestetis, dan Reflektif. Bandung: Mizan Pustaka. Ir wandy, E. L. 2007. Efektifitas Pelatihan Senam Otak dalam Usaha Meningkatkan Kapasitas STM Anak Kelas IV SD. Skripsi ( tidak d i t e rb i t k an ). Un i ve rs i t a s Sa na t a D ha r ma , Yogyakar ta. Joe. 2009. Hukuman bagi Pengguna Narkoba di Bantul Masih Ringan. Diambil dari http://jogjanews.com/2009/06/26/ hukuman-bagi-pengguna-narkoba-di-bantul-masih-ringan/ pada tanggal 3 Desember 2009. Kristanto, E. 2004. “Evaluasi Efektivitas Pelatihan”. Psiko Wacana. Vol. III No. 1 Mei, 63-77. Norman, L. 2006. Pencegahan penyalahgunaan NARKOBA. Diambil dari http://www.lidyanorman.com/antinarkoba.htm pada tanggal 28 Januari 2010. Nur din, A. E. 2007. Madat: Sejarah, Dampak klinis, dan Penanggulangannya. Semarang: Mutiara Wacana. Permana, S. 2008. Peningkatan Kapasitas Melalui Pelatihan Managing a Profesional HIV and AIDS Consultancy Business. Diambil dari http://www.jangkar.org/index.php? option=com_content&task=view&id=266&Itemid=34 pada tanggal 28 Januari 2010. Prasetya, B. E. A. 2002. “Hubungan Antara Nilai Sosial Obat dan Self Esteem dengan Intensi Penyalahgunaan Obat pada Remaja”. Jurnal Psikologi. Vol. 9 No. 1 Maret, 1-12. Santoso, A. (dalam proses penerbitan). Perlunya Mengecek Asumsi dari Analisis Statistik, Tanggapan terhadap “Aplikasi Ilmu Statistika di Fakultas Psikologi”. Anima. Trimahanani, E. 2009. Mengukur Keberhasilan Program Pelatihan. Diambil dari http://www.managementfile.com/column. php?sub=hr&id=1654&page=hr pada tanggal 27 Januari 2010. 256
Andrian Liem, Efektivitas Pelatihan Anti Narkoba dengan ....
Zubaidah, N. 2009. Jakar ta Peringkat Per tama Pengguna Narkotika. Diambil dari http://news.okezone.com/read/ 2009/11/23/338/278434/jakar ta-peringkat-per tama pengguna-narkotika pada tanggal 3 Desember 2009.
257
Jurnal Penelitian Vol. 13, No. 2, Mei 2010
LAMPIRAN
K KE
Pemahaman Pre-Test
Gambar 1. Distribusi Skor Pemahaman Pre-Test
KK KE
Pemahaman Post-Test
Gambar 2. Distribusi Skor Pemahaman Post-Test
258
Andrian Liem, Efektivitas Pelatihan Anti Narkoba dengan ....
KK KE
Intensi Pre-Test
Gambar 3. Distribusi Skor Intensi Pre-Test
KK KE
Intensi Post-Test
Gambar 4. Distribusi Skor Intensi Post-test
259
Jurnal Penelitian Vol. 13, No. 2, Mei 2010
KK KE
Gain Pemahaman
Gambar 5. Distribusi Gain Score Pemahaman
KK KE
Gain Intensi
Gambar 6. Distribusi Gain Score Intensi
260
Andrian Liem, Efektivitas Pelatihan Anti Narkoba dengan ....
Pre-Post Pemahaman
Gambar 10. Rerata Skor Pemahaman Pre-test – Post-test Kelompok Kontrol Berdasarkan Jenis Kelamin
Pre-Post Pemahaman
Gambar 11. Rerata Skor Pemahaman Pre-test – Post-Test Kelompok Eksperimen Berdasarkan Jenis Kelamin
261
Jurnal Penelitian Vol. 13, No. 2, Mei 2010
Pre-Post Intensi
Gambar 12. Rerata Skor Intensi Pre-test – Post-Test Kelompok Kontrol Berdasarkan Jenis Kelamin
Pre-Post Pemahaman
Gambar 13. Rerata Skor Intensi Pre-test – Post-Test Kelompok Eksperimen Berdasarkan Jenis Kelamin
262