EFEKTIVITAS NATRIUM MOLIBDAT DIHIDRAT (Na2MoO4.2H2O) SEBAGAI ANTI KOROSI DALAM SISTEM AIR PENDINGIN STAGNAN Muhammad Reza*, Sutanto1, Ardian Prasetya2 1
Program Studi Kimia, FMIPA Universitas Pakuan, Jl. Pakuan PB 452, Bogor, Jawa Barat 16143 PT. Ecolab International Indonesia, Jalan Pahlawan, Desa Karangasem Timur, Citeureup, Kabupaten Bogor, West Java
[email protected]
2
ABSTRAK EFEKTIVITAS NATRIUM MOLIBDAT DIHIDRAT (Na2MoO4.2H2O) SEBAGAI ANTI KOROSI DALAM SISTEM AIR PENDINGIN STAGNAN. Penelitian laju korosi pada sistem air pendingin stagnan di PT. Ecolab International Indonesia, merupakan langkah tepat dalam solusi penanganan korosi di industri dan inhibitor menjadi pilihan yang efektif, efisien dan ekonomis. Penelitian ini bertujuan mengetahui efektivitas anti korosi molibdat pada berbagai dosis dan menentukan dosis efektifnya dalam menghambat laju korosi pada sistem air pendingin stagnan. Penelitian ini diawali dengan pembuatan air pendingin (simulasi) kemudian dimasukkan pada setiap bejana sebanyak 1 liter. Dilakukan penambahan inhibitor molibdat dengan dosis 144 ppm, 176 ppm, 208 ppm, 240 ppm dan 272 ppm pada setiap bejana kecuali kontrol. Selanjutnya, dicelupkan 1 kupon korosi untuk setiap bejana. Disimpan semua pengujian tersebut tanpa gangguan. Analisis air dilakukan setiap 24 jam dan setiap minggu. Pengujian laju korosi dilakukan pada hari ke-14 dan hari ke-28. Hasil Penelitian menunjukan bahwa semakin tinggi inhibitor molibdat (Na 2MoO4.2H2O) yang ditambahkan semakin efektif dalam menghambat laju korosi pada air pendingin stagnan. Dengan mengikuti hubungan persamaan y= 1,4114e-0,038x maka dosis efektif inhibitor molibdat terjadi pada konsentrasi 208 ppm dengan laju korosi 1,2289 mpy sedangkan kontrol sebesar 2,636 mpy pada 28 hari pengujian. Efektivitas inhibitor molibdat yang didapatkan sebesar 53,4%. Kata kunci: Korosi, Sistem Air Pendingin, Air Stagnan, Anti Korosi Molibdat 1. PENDAHULUAN Korosi merupakan proses alamiah yang terjadi karena logam berusaha untuk kembali pada bentuknya semula di alam. Jadi proses korosi tidak bisa dihindari dan karena proses ini merugikan maka manusia berusaha untuk merekayasa agar korosi yang terjadi bisa berjalan selambat mungkin. Peralatan-peralatan yang bersinggungan langsung dengan air atau cairan lain yang korosif akan mudah terserang korosi lebih-lebih jika berhubungan langsung dengan air secara terus menerus. Masalah korosi yang terjadi di sistem pendingin mendapat perhatian serius pihak perusahaan terutama jika media pendingin (air) dalam keadaan stagnan. Pada kondisi tersebut korosi bisa terjadi dengan sangat cepat dan banyak ditemukan kerusakan-kerusakan signifikan yang ditimbulkan oleh adanya kondisi tersebut. (Cheremisinoff and Cheremisinoff, 1983). Upaya pencegahan korosi telah banyak dilakukan dengan teknologi perlindungan logam salah satu diantaranya adalah penggunaan inhibitor. Penggunaan inhibitor dilakukan dengan menambahkan sedikit zat ke lingkungan korosif, mekanismenya melalui adsorpsi suatu zat pada permukaan logam untuk membentuk suatu lapisan pasif pada permukaan media ada pula yang
membentuk endapan dan ada pula yang menghilangkan konstituen agresif. Berdasarkan dari asumsi tersebut, penelitian ini dilakukan pada penggunaan inhibitor karena mekanisme penghambatannya berdasarkan suatu reaksi kimia dengan tingkat penggunaan konsentrasi yang kecil sehingga lebih efektif digunakan pada jaringan internal sistem air pendingin. Inhibitor yang digunakan adalah jenis anodik, yaitu molibdat dalam senyawa natrium molibdat dihidrat (Na2MoO4.2H2O). Inhibitor ini dalam keadaan air bersirkulasi pada sistem pendingin dapat efektif menghambat laju korosi. Namun untuk kondisi air stagnan belum pernah dilakukan penelitian efektivitas molibdat sebagai inhibitor tunggal sehingga perlu kajian lebih lanjut. Korosi merupakan kerusakan atau degradasi logam akibat reaksi redoks antara suatu logam dengan berbagai zat di lingkungannya yang menghasilkan senyawa-senyawa yang tidak dikehendaki (Atkins, 1999). Perbedaan struktur logam serta perbedaan tegangan didalam bagianbagian logam secara alami dapat menimbulkan perbedaan potensial antara bagian-bagian yang menyebabkan sebagian dari logam bersifat katodik serta bagian logam bersifat anodik yang akan menyebabkan terjadinya suatu proses korosi. Korosi dapat terjadi jika terdapat anoda, katoda,
lingkungan korosif ataupun kontak metalik dalam suatu sel korosi (Saputri, dkk., 2013). Pada proses korosi logam dalam lingkungan akuatik (mengandung air) terjadi peristiwa elektrokimia yang meliputi proses perpindahan massa dan perpindahan muatan antara logam dengan lingkungannya. Umumnya masalah korosi disebabkan oleh air, tetapi ada beberapa faktor selain air yang mempengaruhi korosi, diantaranya: Faktor Gas Terlarut, Faktor Padatan Terlarut dan Elektrolit, pH, Temperatur, Keberadaan Zat Pengotor, Metalurgi, Mekanikal, Kontak dengan Logam lain, Pertumbuhan Mikrobiologi (Sidiq, 2013), (Atmadja, 2010). Dari berbagai faktor diatas dapat terjadi berbagai jenis korosi, diantaranya: Korosi Merata, Korosi Oksigen (Korosi Sumuran, Korosi Celah, Tuberkulasi), Korosi Batas Butir, Korosi Retak Tegang, Korosi Dwi Logam, Korosi Pelarutan Selektif, Korosi Erosi (Korosi Kavitasi, Korosi Resah), Korosi Temperatur Tinggi, Korosi Mikrobiologi (Uhlig and Robert, 2008), (Fontana and Norbert, 1978), (Herro and Robert, 1993). Selama korosi berlangsung terjadi mekanisme korosi, yaitu: pada daerah anodik terjadi pelarutan atom-atom besi disertai pelepasan elektron membentuk ion Fe2+ di mana besi mengalami oksidasi. Fe(s) → Fe2+(aq) + 2eElektron yang dibebaskan di anoda mengalir ke bagian lain dari besi itu pada permukaan logam yang sama yang bertindak sebagai katoda, di mana oksigen tereduksi. O2(g) + 4H+(aq) + 4e <–> 2H2O(l) atau O2(g) + 2H2O(l) + 4e- <–> 4OH-(aq) Ion besi(II) yang terbentuk pada anoda selanjutnya teroksidasi membentuk ion besi(III) yang kemudian membentuk senyawa oksida terhidrasi, yaitu karat besi. 2Fe2+(aq) + 4OH-(aq) → 2Fe(OH)2(s) 4Fe(OH)2(s) + O2(g) → 2Fe2O3.4H2O(s) (Atkins, 1999) Berikut adalah gambar mekanisme korosi logam besi dalam air (elektrolit):
Gambar 1. Mekanisme korosi pada logam besi (Geiger and Mel, 2012) Dari mekanisme korosi tersebut dapat diketahui nilai kecepatan korosinya melalui analisis laju korosi. Laju korosi merupakan kecepatan rata-rata perubahan ketebalan atau berat dari logam yang mengalami korosi terhadap waktu melalui proses elektrokimia.
Laju korosi pada umumnya dapat diukur menggunakan metode kehilangan berat dengan menghitung selisih antara berat awal dan berat akhir, kehilangan berat terjadi setelah beberapa waktu pencelupan. Dengan rumus: (
)
(
)
Keterangan: Area faktor kupon mild steel : 1,11 W1 : selisih berat (mg) W2 : berat koreksi pencelupan kupon selama 30 detik = 2 mg T : waktu pencelupan kupon (hari) (NALCO, 1987) Korosi yang terjadi khususnya pada sistem air pendingin dapat menimbulkan permasalahan korosi yang serius ketika kontak dengan kondisi air stagnan. Air stagnan merupakan air yang tidak mengalir dalam arti terjadinya genangan air yang disebabkan dari prosedur sirkulasi yang tidak lengkap (pompa sirkulasi sering menutup-off), kelebihan kapasitas dan konstruksi pipa yang tidak tepat ataupun saat sistem tidak running (maintenance) menyebabkan air akan stagnan untuk banyak waktu. Pada kondisi ini korosi merata maupun lokal akan terjadi lebih cepat dan parah. Air yang digunakan dalam sistem pendingin dapat dikatakan bervariasi dari komposisi kimia airnya sehingga tingkat korosifitas dari masingmasing air ini akan berlainan terhadap logam (Atmadja, 2010). Berikut adalah kualitas air sistem pendingin yang diterapkan oleh industri: Tabel 1. Kualitas Air Pendingin (Setiadi, 2007) No. 1. 2. 3. 4. 5. 6. 7. 8. 9.
Parameter pH Konduktivitas (mS/cm) Alkalinitas (ppm/CaCO3) Kesadahan Ca (ppm/Ca) Total Kesadahan (ppm/ CaCO3) Klorida (ppm/ Cℓ) Sulfat (ppm/ SO4) Besi Total (ppm/ Fe) Silika (ppm/ SiO2)
Batas Maksimum 6,5-8,0 maks. 4000 maks. 500 maks. 150 maks. 100 maks. 250 maks. 250 maks. 1,0 maks. 150
Korosi yang terjadi pada logam tidak dapat dihindari, tetapi hanya dapat dicegah dan dihambat. Penggunaan inhibitor menjadi pilihan yang banyak digunakan di industri pada sistem air pendinginnya karena lebih efektif, ekonomis dan praktis dalam penggunaan (Herro and Robert, 1993). Inhibitor korosi adalah zat anti korosi yang apabila ditambahkan atau dimasukkan dalam jumlah sedikit kedalam suatu media atau sistem (lingkungan yang korosif) dapat secara efektif memperlambat atau mengurangi laju pengkaratan yang ada (Rozenfeld, 1981). Terdapat beberapa jenis zat inhibitor, yaitu: 1. Inhibitor Katodik . 2. Inhibitor Anodik 3. Inhibitor Campuran (Dalimunthe, 2004).
Inhibitor yang digunakan adalah molibdat dalam bentuk garam anhidrat (Na2MoO4.2H2O). Natrium molibdat termasuk dalam inhibitor anodik, yaitu menghambat dengan meningkatkan polarisasi komponen anoda dari sel korosi logam.
Gambar 2. Struktur kimia Na2MoO4.2H2O (Anonim, 2009) Dalam sistem air pendingin, aplikasi natrium molibdat lebih disukai penggunaanya karena memberikan perlindungan korosi yang baik dan melibatkan penggunaan tingkat konsentrasi yang sedikit sehingga lebih efektif dan ekonomis. Pada aplikasinya menurut Geiger and Mel (2012), penggunaan molibdat yang di rekomendasikan pada sistem hanya 200-300 ppm molibdat sebagai MoO42¯. Mekanisme inhibitor anodik secara umum adalah inhibitor akan teradsorpsi ke permukaan oksida berpori (melalui proses pertukaran ion) sehingga membentuk sebuah film pasif transparan yang tipis, film ini dapat tahan terhadap kecepatan aliran, turbulensi dan kedap anion (terutama klorida dan sulfat) dalam beberapa waktu (Dalimunthe, 2004). Untuk molibdat diyakini akan terhidrasi untuk memperkuat lapisan oksida besi dengan ikatan hidrogen dan kelompok hidroksida sehingga permukaan baja akan mengalirkan muatan negatif yang menghambat ion agresif (klorida dan sulfat) mendekati permukaan logam. Film pasif yang terbentuk antara molibdat dengan besi adalah lapisan [Fe(MoO4)2]2-. Senyawa tersebut dapat terbentuk diperkirakan melalui reaksi: Fe + 2MoO42- ↔ [Fe(MoO4)2]2besi-molibdat
Menurut Sastri (1990), permukaan baja ringan yang terkena molibdat setelah dianalisis dengan instrumen XPS, AES dan microprobe elektron menunjukkan adanya kombinasi antara FeO.OH dengan MoO42- dalam membentuk lapisan pasif dengan ketebalan tertentu. Dalam penelitian ini terdapat berbagai parameter uji, diantaranya: 1. Uji Keasaman (pH) Derajat keasaman (pH) menunjukkan kadar asam atau basa dalam suatu larutan melalui konsentrasi (aktifitas) ion hidrogen (H+). Dalam penghambatan berbasis molibdat kenaikan pH dapat terjadi dalam air pendingin karena adanya reaksi hidrolisis. Dengan reaksi sebagai berikut: Na2MoO4 ↔ 2Na+ + MoO42-
MoO42- + 2H2O ↔ H2MoO4 + 2OHBanyaknya ion OH- yang terlepas tergantung dari konsentrasi inhibitor molibdat yang ditambahkan dan terhidrolisis. Penentuan pH air pendingin dilakukan menggunakan alat pHmeter dengan mengukur keberadaan ion H+ dan ion OH- yang selalu dinamis dengan H2O. 2. Konduktivitas Besarnya konduktivitas air pendingin sebanding dengan unsur atau senyawa terlarut yang mengion menjadi anion dan kation pembentuknya, seperti natrium molibdat. Dengan reaksi sebagai berikut: Na2MoO4 ↔ 2Na+ + MoO42Ion-ion yang terbentuk menjadikan larutan mudah untuk menghantarkan arus listrik sehingga konduktivitas air pendingin akan berbanding lurus dengan konsentrasi garam terlarut. Penentuan konduktivitas air pendingin dilakukan menggunakan alat konduktivitimeter dengan mengukur jumlah daya hantar listrik ion-ion yang ada di dalam air atau larutan. 3. Klorida (Cℓ-) Unsur klorida dalam bentuk ion klorida (Cℓ-) dapat meningkatkan sifat korosivitas air. Ion klorida yang terkandung dalam air pendingin dapat membentuk besi klorida sangat larut dengan ion besi. Dengan reaksi sebagai berikut: FeO.OH + Cl- → FeO.Cl + OHIon klorida secara kimia bereaksi dengan lapisan pelindung untuk membentuk besi oksi-klorida terlarut dan membebaskan ion OH- dengan reaksi. Penentuan kadar klorida air pendingin dilakukan dengan metode argentometri. Dengan prinsip reaksi: Ag+ + Cl- ↔ AgCl↓ putih +
2-
2Ag + CrO4 ↔ Ag2CrO4↓ merah bata
(Suharjana, 2002) 4. Besi (Fe) Besi yang terdapat dalam air dapat terlarut sebagai Fe2+(ferro) atau Fe3+(ferri). Dalam air pendingin, terlarutnya besi disebabkan adanya reaksi reduksi oksidasi antara air dengan permukaan besi. Besi akan banyak teroksidasi menjadi besi(II) (Fe2+). Dengan reaksi sebagai berikut: Fe(s) → Fe2+(aq) + 2ePenetapan besi dilakukan dengan metode ortofenantrolin dan spektrofometri untuk mengetahui tingkat korosi yang terjadi pada sistem air pendingin. Prinsip reaksi yang terjadi: 4Fe3+ + 2NH2OH.HCl → 4Fe2+ + N2O + 4H+ +H2O
Fe2+ + (C12H8N2)3 → [Fe(C12H8N2)3]2+ merah
(Anonim, 2012) 5. Molibdenum (Mo6+) Oksidasi molibdenum biasanya membentuk molibdat (MoO42-). Molibdat dalam aplikasinya
digunakan sebagai inhibitor korosi dalam sistem pendingin. Dalam sistem pendingin yang berbasis baja, ion molibdat akan berintegrasi dengan lapisan oksida besi membentuk lapisan protektif. Dengan reaksi: Fe + 2MoO42- ↔ [Fe(MoO4)2]2besi-molibdat
Dalam pengukuran kadar molibdat dalam air pendingin dilakukan dengan metode asam merkaptoasetat dan spektrofotometri dengan prinsip reaksi yang terjadi:
(Anonim, 2012)
kuning
2. METODE PENELITIAN 2.1 Alat dan Bahan Alat-alat yang digunakan dalam proses penelitian adalah HACH DR2800 Spektrofotometer, COD reaktor merk HACH, pHmeter merk HACH, konduktivitimeter merk Thermo Scientific, alat titrasi, neraca analitik merk Mettler Toledo, bejana plastik, penyangga, penjepit atau tali. Bahan-bahan yang digunakan antara lain, air demin produksi, Ca(NO3)2, NaCl, Na2SO4, NaHCO3, FeSO4.7H2O, larutan standar silika (Si) 1000 ppm, 3DT129, 3DT180, Na2MoO4.2H2O, kupon korosi (mild steel), larutan NaOH 1 N, larutan standar AgNO3 0,0172 N, larutan K2CrO4 0,1 N, reagen sulfat, reagen Fe-HL (ortopenantrolin, hidroksilamin), reagen Mo-1 (asam tioglikolat), reagen Mo-2 (kalium persulfat), reagen Mo-3 (asam suksinat). 2.2 Pembuatan Air Pendingin (Simulasi) Digunakan aquademin dalam pembuatan air pendingin (simulasi). Disesuaikan konsentrasi kesadahan kalsium (Ca), klorida (Cl), sulfat (SO4), alkali (CO3), silika (Si), zink (Zn), ortofosfat (OPO4) dan pH. Dilakukan analisis air untuk menguji tingkat kesesuaian konsentrasi diatas. Dihomogenkan air simulasi yang telah dibuat. Air simulasi berada pada suhu kamar (±25°C). 2.3 Uji Keasaman (pH) Dikalibrasi pHmeter dengan menyalakan pHmeter terlebih dahulu, ditunggu beberapa saat hingga alat siap kemudian ditekan cal. Dicelup elektroda pHmeter yang telah dibilas dan diseka kedalam buffer pH 7, ditekan read. Ditunggu pembacaan pH stabil (berbunyi nada tit beberapa kali). Dibilas kembali elektroda dengan air dan seka dengan tisu. Dilakukan hal yang sama untuk buffer pH 4 dan pH 11 setelah itu ditekan enter untuk menyimpan hasil kalibrasi dan kembali ke modus membaca atau tekan exit untuk keluar dari kalibrasi tanpa menyimpannya dan kembali ke modus
membaca. pHmeter siap digunakan. Dicelup elektroda pHmeter kedalam bejana berisi air simulasi. Ditekan read. Ditunggu pembacaan stabil (berbunyi tit beberapa kali). Dicatat pH yang terbaca. Dilakukan pengujian pH setiap 24 jam. 2.4 Konduktivitas Dikalibrasi konduktivitimeter dengan menyalakan konduktivitimeter terlebih dahulu, ditunggu beberapa saat hingga alat siap kemudian ditekan tombol panah atas atau bawah hingga menunjukkan pengukuran mS/cm atau μS/cm. Dibilas elektroda dengan air dan seka dengan tisu, dicelup elektroda konduktivitimeter kedalam larutan KCl 600 mΩ, ditekan calibrate. Ditunggu pembacaan konduktivitas stabil (berbunyi tit beberapa kali dan indikator AR berhenti berkedip), ditekan measure untuk menyimpan dan mengakhiri kalibrasi. Konduktivitimeter siap digunakan. Dicelup elektroda konduktivitimeter kedalam bejana berisi air simulasi. Ditunggu pembacaan stabil (berbunyi tit beberapa kali dan indikator AR berhenti berkedip). Dicatat konduktivitas yang terbaca. Dilakukan pengujian konduktivitas setiap 24 jam. 2.5 Klorida (Cl-) Diambil 50 mL air simulasi pada bejana lalu dimasukkan kedalam erlenmeyer (atau dapat pula dilakukan pengenceran volume sampel), ditambahkan indikator phenolphtalein ±3 tetes. Diatur pH titrat diantara 8-9 dengan menambahkan larutan NaOH hingga merah muda. Dilanjutkan dengan penambahan indikator kalium dikromat beberapa tetes, dititrasi dengan larutan standar AgNO3 0,0172 N hingga titik akhir berwarna kuning merah bata keruh. Dicatat volume titran. Dilakukan pengujian konsentrasi klorida setiap minggu. Rumus perhitungan konsentrasinya adalah sebagai berikut: (
)
(
)
Keterangan: V : volume titran terpakai (mL) N : normalitas titran (mgrek/mL) BE Cl- : 35,45 mg/mgrek 1000 : bagian larutan per liter (L/mL) Vs : volume sampel (mL) 2.6 Besi Total (Fe2+) Diambil 10 mL air simulasi pada bejana lalu dimasukkan kedalam kuvet,. Ditambahkan reagen Fe-HL dikocok hingga larut, ditunggu hingga 3 menit. Dibuat blanko (air simulasi tanpa reagen). Dipilih program uji iron-HL, dimasukkan kuvet berisi blanko kedalam HACH DR2800 Spektrofotometer, ditekan zero (angka harus menunjukkan angka 0) keluarkan blanko. Dilanjutkan dengan kuvet lainnya yang berisi sampel, ditekan read. Dicatat angka yang terbaca. Bila konsentrasi sampel (ppm) melebihi angka batas pembacaan pada alat maka perlu dilakukan
Persamaan diatas didapatkan dari persamaan garis linier kurva kalibrasi standar (y= ax+b), dimana: x : konsentrasi sampel atau standar (mg/L) y : absorbansi sampel atau standar b : intersept standar c : slope standar 2.7 Molibdat (MoO42-) Diambil 10 mL air simulasi pada bejana lalu dimasukkan kedalam kuvet, ditambahkan reagen Mo-1 dikocok hingga larut, ditambahkan reagen Mo-2 dikocok hingga larut kemudian ditambahkan reagen Mo-3 dikocok hingga larut, ditunggu hingga 5 menit. Dibuat blanko (air simulasi tanpa reagen). Dipilih program uji molybdenum-HR, dimasukkan kuvet berisi blanko kedalam HACH DR2800 Spektrofotometer, ditekan zero (angka harus menunjukkan angka 0) keluarkan blanko. Dilanjutkan dengan kuvet lainnya yang berisi sampel, ditekan read. Dicatat angka yang terbaca. Bila konsentrasi sampel (ppm) melebihi angka batas pembacaan pada alat maka perlu dilakukan pengenceran. Dilakukan pengujian konsentrasi molibdat setiap minggu. Rumus perhitungan konsentrasinya adalah sebagai berikut:
Persamaan diatas didapatkan dari persamaan garis linier kurva kalibrasi standar (y= ax+b), dimana: x : konsentrasi sampel atau standar (mg/L) y : absorbansi sampel atau standar b : intersept standar c : slope standar 2.8 Laju Korosi Diambil kupon korosi yang sudah terendam selama 14 dan 28 hari dalam bejana berisi air simulasi. Didokumentasikan kondisi kupon korosi. Dilakukan pencucian kupon korosi dengan mencelupkan kupon kedalam HCl pekat beberapa saat hingga lapisan korosi hilang kemudian dicelupkan kedalam air demin, terakhir dicelupkan kedalam etanol 98 %. Dikeringkan dengan tisu atau kertas isap. Dilakukan penimbangan dengan segera untuk mengetahui berat akhir kupon. Dicatat beratnya (g). Didokumentasikan kondisi kupon setelah penimbangan tadi. Dihitung laju korosi pada setiap kupon. Dilakukan pengujian laju korosi pada hari ke-14 dan ke-28. Faktor koreksi berat kupon dibutuhkan ketika pencelupan kupon dalam HCl pekat karena dimungkinkan adanya Fe (bukan Fe terkorosi) yang ikut terlarut. Rumus perhitungan laju korosi adalah sebagai berikut: (
)
(
)
Dimana: Area faktor kupon mild steel : 1,11 W1 : selisih berat (mg) W2 : berat koreksi pencelupan kupon selama 30 detik = 2 mg T : waktu pencelupan kupon (hari) 3. HASIL DAN PEMBAHASAN 3.1 Perubahan pH Air Pendingin Stagnan Perubahan pH yang terjadi menunjukkan terjadinya reaksi ionisasi dan hidrolisis suatu senyawa dalam air pendingin. Untuk melihat kecenderungan perubahan pH air pendingin (simulasi) terhadap waktu pengujian (hari) pada setiap dosis inhibitor dapat dilihat pada grafik (Gambar 3) berikut: 7,05 6,95 6,85 6,75 6,65 6,55 6,45 6,35 6,25 6,15 6,05
0 ppm 144 ppm
pH
pengenceran. Dilakukan pengujian konsentrasi besi total setiap minggu. Rumus perhitungan konsentrasinya adalah sebagai berikut:
176 ppm 208 ppm 240 ppm 0
7
14
21
28
272 ppm
Waktu Pengujian (hari)
Gambar 3. Grafik hubungan nilai pH terhadap waktu pengujian pada berbagai dosis inhibitor molibdat Grafik diatas menunjukkan air pendingin (simulasi) dengan penambahan inhibitor pada hari ke-0 mengalami peningkatan pH dikarenakan adanya reaksi hidrolisis dari senyawa molibdat yang menghasilkan ion OH-. Dengan reaksi: MoO42- + 2H2O ↔ H2MoO4 + 2OHPeningkatan nilai pH terus terjadi pada kontrol maupun penambahan inhibitor selama hari ke-7 hingga ke-14 dengan terus terbebaskannya ion OH-. Penurunan pH mulai terjadi pada hari ke-21 hingga ke-28 disebabkan lebih banyak ion OH- yang cenderung menuju permukaan logam mild steel akibat untuk membentuk lapisan FeO.OH. Menurut Heusler and Fischer (1976), dengan pH air pendingin yang terus menurun terjadi pelarutan lapisan pasif secara perlahan-lahan dan menyebabkan lapisan pasif terpecah pada sisi anodik ataupun katodik. Kelarutan lapisan pasif akibat pengaruh pH masih dikatakan minimum apabila peningkatan dan penurunan pH masih dalam batas rekomendasi. Lapisan protektif molibdat mulai terbentuk pada rentang pH 5,5-8,5 (Sastri, 1990) yang menunjukkan lapisan ini masih dapat terbentuk pada lingkungan pH asam lemah. Selama perubahan pH air simulasi banyak terdapat ion Fe2+ dan OH- terlarut yang dapat bereaksi membentuk senyawa mengendap Fe(OH)2. Secara teoritis, dengan nilai Ksp 8,0.10-16 (Olmsted and Greg, 2007) maka senyawa tersebut akan mulai terendapkan pada pH 6,93.
Konduktivitas mS/cm
1650
0 ppm
1450 1250
144 ppm
1050
176 ppm
850
208 ppm
650
240 ppm
0
7
14 21 28
Waktu Pengujian (hari)
272 ppm
Gambar 4. Grafik hubungan nilai konduktivitas terhadap waktu pengujian pada berbagai dosis inhibitor molibdat Grafik diatas menunjukkan air simulasi dengan penambahan inhibitor pada hari ke-0 (kecuali kontrol) mengalami peningkatan konduktivitas yang signifikan disebabkan banyaknya garam molibdat yang terionisasi dalam air simulasi. Dengan reaksi sebagai berikut: Na2MoO4 ↔ 2Na+ + MoO42Pada hari ke-7 hingga ke-21 peningkatan terus terjadi baik pada kontrol maupun penambahan inhibitor yang menunjukkan adanya unsur-unsur dari kupon mild steel yang terus mengion. Seiring makin lamanya waktu perendaman, kenaikan konduktivitas yang signifikan terjadi pada hari ke21 hingga ke-28 dikarenakan makin banyaknya unsur-unsur (selain Fe) dalam kupon mild steel yang turut terlarut dan adanya disosiasi lapisan pasif besi-molibdat sebagai akibat penurunan pH (Priyotomo, 2015). Pada dasarnya, unsur atau senyawa dalam air akan berubah menjadi anion dan kation pembentuknya sehingga dalam larutan tersebut akan terbentuk ion-ion yang kekurangan dan kelebihan elektron. Ion-ion tersebut menjadikan larutan lebih mudah untuk menghantarkan arus listrik. Oleh karena itu, nilai konduktivitas air simulasi akan berbanding lurus dengan nilai konsentrasi garam yang terlarut. Pengaruh unsurunsur lain perlu diperhitungkan karena dapat meningkatkan nilai konduktivitas (Uhlig and Robert, 2008). 3.3 Perubahan Konsentrasi Klorida (Cℓ-) Air Pendingin Stagnan Klorida yang dianalisis dengan metode titrimetri (argentometri) merupakan banyaknya jumlah keseluruhan ion-ion Cl- yang terdapat dalam air. Perubahan konsentrasi klorida air pendingin (simulasi) terhadap waktu pengujian (hari) pada
setiap dosis inhibitor dapat dilihat pada grafik (Gambar 5) berikut: 135 Konsentrasi mg Cl‾/L
0 ppm 130
144 ppm
125
176 ppm
120
208 ppm
115
240 ppm 0
7
14
21
28
Waktu Pengujian (hari)
272 ppm
Gambar 5. Grafik hubungan konsentrasi klorida terhadap waktu pengujian pada berbagai dosis inhibitor molibdat Hasil uji menunjukkan pada hari ke-0 hingga ke-28 semua air simulasi dengan penambahan inhibitor maupun kontrol mengalami penurunan konsentrasi klorida dimungkinkan ion Cl- teroklusi dalam endapan Fe(OH)2. Oklusi ini dapat terjadi karena ion Cl- yang bersifat agresif cenderung berada pada permukaan besi untuk merusak, diwaktu bersamaan Fe(OH)2 turut mengendap sehingga ion Cl- terjebak dalam endapan (oklusi). Dapat dikatakan bahwa tidak ada pengaruh penambahan inhibitor molibdat pada penurunan konsentrasi klorida (Rozenfeld, 1981) tetapi ion klorida memiliki pengaruh terhadap lapisan pasif besi dengan terbentuknya besi oksi-klorida terlarut. Dengan reaksi sebagai berikut: FeO.OH + Cl- → FeO.Cl + OHIon klorida dapat menggantikan ion oksida dan hidroksil dengan menyerap masuk pada lapisan pasif besi untuk membentuk besi oksi-klorida terlarut. 3.4 Perubahan Konsentrasi Besi Total (Fe2+) Air Pendingin Stagnan Ferro (Fe2+) yang dianalisis dengan metode spektrofotometri merupakan banyaknya jumlah keseluruhan ion Fe2+ yang terdapat dalam air. Adapun ion Fe3+ yang terbentuk akan direduksi oleh hidroksilamin menjadi Fe2+ agar semua besi terlarut dalam air terdeteksi sebagai ion besi(II) yang akan membentuk kompleks berwarna dengan ortofenantrolin. Perubahan konsentrasi besi(II) dalam air pendingin (simulasi) terhadap waktu pengujian (hari) pada setiap dosis inhibitor dapat dilihat pada grafik (Gambar 6) berikut: Konsentrasi mg Fe²⁺/L
3.2 Perubahan Konduktivitas Air Pendingin Stagnan Air simulasi mengalami perubahan konduktivitas seiring lamanya waktu pengujian. Konduktivitas merupakan banyaknya ion-ion terlarut yang bergerak bebas dan dapat menghantarkan arus listrik atau elektron dalam air. Perubahan konduktivitas air pendingin (simulasi) terhadap waktu pengujian (hari) pada setiap dosis inhibitor dapat dilihat pada grafik (Gambar 4) berikut:
6 5 4 3 2 1 0
0 ppm 144 ppm 176 ppm 208 ppm 240 ppm 0
7
14
21
28
272 ppm
Waktu Pengujian (hari)
Gambar 6. Grafik hubungan konsentrasi besi(II) terhadap waktu pengujian pada berbagai dosis inhibitor molibdat Grafik diatas menunjukkan pada hari ke-0
300 250 200 150 100 50 0
0 ppm 144 ppm 176 ppm 208 ppm 240 ppm
0 7 14 21 28 Waktu Pengujian (hari)
272 ppm
Gambar 7. Grafik hubungan konsentrasi inhibitor molibdat terhadap waktu pengujian Grafik diatas menunjukkan pada hari ke-0 hingga ke-28 semua air pendingin (simulasi) dengan penambahan inhibitor 144 ppm hingga 272 ppm mengalami penurunan konsentrasi molibdat dikarenakan molibdat terus membentuk lapisan pasif pada permukaan logam seiring makin lamanya waktu perendaman. Hingga akhir pengujian (hari ke-28) masih terdapat konsentrasi molibdat dalam jumlah minimum yang masih dibutuhkan dalam pembentukkan lapisan pasif [Fe(MoO4)2]2- kembali. Lapisan pasif [Fe(MoO4)2]2- yang terbentuk melibatkan inhibitor MoO42- dengan permukaan besi yang teroksidasi. Reaksi pembentukannya adalah sebagai berikut: Fe + 2MoO42- ↔ [Fe(MoO4)2]2besi-molibdat
Jenis adsorpsi polar terjadi dimana permukaan mild steel menarik molibdat yang bersifat polar. Adsorpsi kimia ini terikat secara kuat pada bagian permukaan mild steel sebagai adsorben yang menyebabkan molibdat sebagai adsorbat tidak dapat bergerak dari bagian permukaan satu ke
permukaan lainnya walaupun dapat diganti oleh molekul molibdat yang lain ketika terjadi pengaruh penetrasi oleh ion-ion agresif (Deviyani dan Isdiriayani, 2006). Lapisan [Fe(MoO4)2]2- sering ditemukan pada permukaan baja karbon dalam lingkungan beroksigen. Struktur serta keprotektifan lapisan pasif ditentukan dimana dan kapan [Fe(MoO4)2]2terbentuk, bila [Fe(MoO4)2]2- secara langsung dan berintegrasi di dalam lapisan oksida besi (FeO) maka akan terbentuk lapisan yang protektif dan stabil. Namun bila lingkungan kekurangan oksigen maka lapisan protektif cenderung lambat atau tidak terbentuk secara merata karena molibdat tidak dapat mengoksidasi secara langsung logam besi (Haryono, dkk., 2010) dan (Sastri,1990). 3.6 Perubahan Laju Korosi dalam Air Pendingin Stagnan Laju korosi dianalisis dengan metode kehilangan berat dengan lama waktu pengujian. Perubahan nilai laju korosi selama 14dan 28 hari pengujian pada setiap dosis inhibitor molibdat dapat dilihat pada grafik (Gambar 8) berikut: Laju Korosi (mpy)
Konsentrasi mg MoO₄²‾/L
hingga ke-28 semua air pendingin (simulasi) baik pada kontrol maupun penambahan inhibitor menunjukkan kenaikan konsentrasi besi karena adanya jumlah besi terlarut yang terus bertambah sebagai akibat interaksi yang semakin lama antara kupon mild steel dengan air pendingin stagnan. Terlarutnya besi disebabkan adanya reaksi reduksi oksidasi antara air dengan permukaan mild steel. Besi akan banyak teroksidasi menjadi besi(II) (Widharto, 1999). Dengan reaksi sebagai berikut: Fe(s) → Fe2+(aq) + 2eKonsentrasi besi terlarut yang semakin rendah terjadi seiring makin tingginya konsentrasi inhibitor, terlihat pada konsentrasi inhibitor 272 ppm dengan kelarutan besi total paling rendah berbanding dengan setiap konsentrasi inhibitor lainnya dan kontrol. 3.5 Perubahan Konsentrasi Molibdat (MoO42-) Air Pendingin Stagnan Molibdat (MoO42-) yang dianalisis dengan metode spektrofotometri terbaca sebagai jumlah ion Mo6+ yang terdapat dalam air sehingga perlu dikonversi menjadi MoO42-. Perubahan konsentrasi inhibitor MoO42- dalam air pendingin (simulasi) terhadap waktu pengujian (hari) dapat dilihat pada grafik (Gambar 7) berikut:
3 2,5 2 1,5 1 0,5 0 0
144 176 208 240 272 Konsentrasi Inhibitor (ppm)
14 Hari
28 hari
Gambar 8. Grafik hubungan laju korosi terhadap berbagai dosis inhibitor molibdat Grafik diatas menunjukkan selama 14 dan 28 hari pengujian semua air simulasi dengan penambahan inhibitor memberikan efek yang baik pada pelambatan laju korosi. Penurunan atau pelambatan laju korosi terjadi karena inhibitor cenderung membentuk lapisan pasif pada permukaan kupon mild steel. Semakin tinggi dosis inhibitor yang ditambahkan makin kecil laju korosi yang terjadi. Perbedaan laju korosi terlihat signifikan antara waktu 14 dan 28 hari perendaman yang menunjukkan inhibitor molibdat membutuhkan waktu untuk teradsorpsi pada seluruh permukaan logam dengan bantuan oksidator sehingga laju korosi dapat terlihat signifikan penghambatannya pada beberapa minggu pengujian. Meningkatnya adsorbsi jumlah dan wilayah inhibitor molibdat pada permukaan logam, membuat lapisan pasif lebih kuat dan tidak mudah terhidrasi oleh ion-ion agresif. Adsorbsi ini akan menjadi semacam pembatas yang memisahkan permukaan mild steel dari air pendingin. Hal ini akan menyebabkan terjadinya penurunan laju korosi hingga pada suatu titik tertentu dimana adsorpsi sudah mencapai titik jenuh hingga laju korosi menjadi cenderung konstan.
paduannya walaupun komposisinya hanya berkisar dibawah 10%. Dari hasil laju korosi yang didapatkan pada berbagai konsentrasi dapat dibuat suatu persamaan garis dalam grafik yang digunakan sebagai prediksi penggunaan konsentrasi inhibitor molibdat yang tepat untuk menghambat laju korosi dalam kondisi air pendingin stagnan dengan karakteristik tertentu. Laju Korosi (mpy)
Dalam penentuan dosis efektif dapat dilihat selisih terbesar dari laju korosi yang terjadi pada setiap dosis inhibitor. Selisih terbesar terjadi pada dosis inhibitor 208 ppm dengan laju korosi sebesar 1,2289 mpy. Dosis tersebut dapat dikatakan efektif karena dapat melindungi logam dari serangan korosi pada konsentrasi lebih rendah (Djatmiko dan Budiarto, 2009). Pada konsentrasi inhibitor dibawah 208 ppm, laju korosi masih cukup tinggi disebabkan terjadi adsorpsi inhibitor dalam jumlah sedikit pada permukaan kupon mild steel akibatnya lapisan pasif hanya terbentuk pada bagian-bagian tertentu saja pada permukaan kupon mild steel sehingga terbentuk bagian-bagian anodik dan katodik di permukaan logam yang memicu laju korosi tetap tinggi. Sedangkan pada konsentrasi diatas 208 ppm laju korosi terjadi lebih rendah dikarenakan sudah meratanya lapisan pasif yang terbentuk dan lapisan tersebut dapat lebih cepat diperbaiki oleh inhibitor molibdat terlarut yang masih tersisa dalam air simulasi. Laju korosi yang terus meningkat dapat terjadi oleh kecenderungan pH yang menurun sehingga terdisosiasinya lapisan pelindung [Fe(MoO4)2]2-. Terdisosiasinya [Fe(MoO4)2]2- dapat dihubungkan dengan peningkatan konduktivitas yang signifikan pada hari ke-21 hingga 28 perendaman. Dengan konduktivitas yang tinggi akibat banyaknya ion-ion terlarut memberi pengaruh terhadap tingkat korosivitas air. Ion klorida yang termasuk dalam ion agresif juga memberi pengaruh terhadap proses disosiasi lapisan pasif [Fe(MoO4)2]2- karena ion Clmerupakan salah satu ion elektronegatif yang bersifat korosif terhadap logam sehingga jumlahnya dalam air pendingin perlu dibatasi dan dikontrol. Pengaruh meningkatnya konsentrasi besi(II) total juga menunjukkan terdisosiasinya lapisan pasif [Fe(MoO4)2]2- pada beberapa sisi kupon mild steel sehingga membentuk besi terlarut yang juga akan meningkatkan laju korosi. Namun banyaknya disosiasi lapisan [Fe(MoO4)2]2- berbanding terbalik dengan tingkat konsentrasi molibdat yang terus menurun seiring lamanya waktu perendaman sehingga dapat dikatakan disosiasi lapisan [Fe(MoO4)2]2- terjadi perlahan-lahan atau tidak banyak terjadi pada penurunan pH dibawah 6,5 (Priyotomo, 2015). Korosi pada kupon mild steel yang terendam dalam air pendingin menghasilkan produk korosi yang sama namun terjadi perbedaan dan pengurangan kuantitas laju korosi baik dengan dan tanpa penambahan inhibitor. Laju korosi dapat dihubungkan dengan laju pembentukan dan kestabilan lapisan pelindung pada permukaan logam. Sifat protektif suatu lapisan tidak ditentukan berdasarkan ketebalan dari lapisan tersebut melainkan dari struktur dan morfologi dari lapisan tersebut. Ketahanan korosi kupon mild steel juga bergantung pada kandungan unsur-unsur lain dalam
1,5 1 y = 1,4114e-0,038x R² = 0,9413
0,5 0 144
176 208 240 272 Konsentrasi Inhibitor (ppm)
Hari ke-28
Expon. (Hari ke-28)
Gambar 9. Grafik hubungan persamaan konsentrasi molibdat terhadap laju korosi pada hari ke-28 Grafik diatas menunjukkan penghambatan laju korosi terjadi dengan baik pada semua dosis inhibitor. Pada perendaman selama 28 hari laju korosi terjadi lebih rendah dan terlihat stabil karena pembentukan lapisan pasif sudah optimal pada semua dosis inhibitor. 3.7 Pengaruh Kekorosifan Air Stagnan terhadap Kecepatan Laju Korosi Dalam kondisi stagnan tidak ada pengaruh apapun dari kecepatan alir (flow) yang dapat mempengaruhi kecepatan korosi. Tetapi kenyataannya kondisi stagnan dapat memberikan pengaruh korosi yang lebih tinggi. Dengan kondisi stagnan (kurangnya aerasi) akan terjadi kontak yang begitu lama antara logam dengan lingkungan korosif yang menyebabkan akumulasi penumpukan produk korosi pada permukaan logam di bagianbagian tertentu (Suban, dkk., 2010). Selain itu, perairan menjadi lebih keruh karena lebih banyak mengandung senyawa oksida besi. Pembentukan ion Fe2+ terlarut lebih dominan sebagai akibat kondisi stagnan (deareasi). Besi yang terlarut dari kupon mild steel ke dalam air simulasi sangat bervariasi selama kondisi stagnan. Difusi ion pun lebih mudah terjadi pada permukaan baja ringan dalam kondisi stagnan. Difusi ion-ion ini akan bergantung pula pada ukuran ion dan waktu kontak. Ion klorida yang terkandung dominan adalah paling korosif untuk baja dalam air stagnan karena dapat bereaksi dengan ion besi terlarut untuk membuat besi oksi-klorida terlarut. Serangan ion klorida di permukaan biasanya terjadi pada sisi yang lemah dari lapisan oksida yang meningkatkan laju penghancuran logam baja didalam celah. Laju korosi didalam celah tersebut sangat cepat dan bersifat auto katalik karena adanya ion Cl- sehingga korosi sumuran (pitting) tidak dapat terhindarkan (Yari, 2015). Selalu ada kompetisi antara ion agresif dan molibdat untuk merusak dan memperbaiki lapisan pasif di permukaan. Lapisan pasif memperlambat laju korosi dengan cara memperbesar polarisasi
anodik, mengurangi perpindahan atau difusi ion-ion ke permukaan logam serta memperbesar resistansi listrik di permukaan logam. Tidak adanya pergerakan aliran pada air stagnan memungkinkan rendahnya pembentukan lapisan pasif yang kuat pada seluruh permukaan logam sehingga laju korosi akan tetap terjadi. Oksigen merupakan penerima elektron yang dihasilkan logam untuk terjadinya reaksi korosi logam dalam air. Untuk korosi logam pada air stagnan dengan kurangnya aerasi biasanya oksigen terlarut masih tetap terdeteksi walaupun pada kisaran 8 mg O2/L pada suhu 25°C. Kadar garamgaram yang terlarut juga dapat menurunkan tingkat konsentrasi oksigen terlarut. Dengan konsentrasi oksigen terlarut sebetulnya dapat terjadi pasifasi pada permukaan logam oleh oksigen namun pasifasi yang terjadi tidak stabil dan cenderung bersifat porous (Saputri, dkk., 2013). 4. KESIMPULAN DAN SARAN 4.1 Kesimpulan Dari hasil penelitian yang telah dilakukan dapat disimpulkan bahwa semakin tinggi inhibitor molibdat (Na2MoO4.2H2O) yang ditambahkan semakin efektif dalam menghambat laju korosi pada kondisi air pendingin stagnan. Sesuai hubungan persamaan konsentrasi molibdat terhadap laju korosi dapat diartikan terjadi efek yang baik terhadap pelambatan laju korosi (y) dengan mengikuti persamaan y= 1,4114e-0,038x. Dari hubungan persamaan tersebut inhibitor molibdat dengan dosis 208 ppm efektif dalam menghambat laju korosi pada air stagnan hingga 1,2289 mpy sedangkan kontrol sebesar 2,636 mpy pada 28 hari pengujian. Efektivitas inhibitor molibdat yang didapatkan sebesar 53,4%. 4.2 Saran Agar dilakukan penelitian lanjutan air stagnan sistem pendingin dengan penambahan perlakuan, seperti: pengaruh suhu, keadaan uji terbuka atau tertutup dan diharapkan perlu diperbanyak pada penggunaan inhibitor campuran alternatif dalam permasalahan korosi dalam air pendingin karena instansi atau perusahaan memerlukan solusi penanganan korosi dengan inhibitor yang efektif, efisien, ekonomis dan ramah lingkungan. 5. DAFTAR PUSTAKA 1. Anonim. 2009. Sodium Molybdate Dihydrate Structure. http://pubchem.ncbi.nlm.nih.gov. Diakses pada 01 April 2015. 2. Anonim. 2012. Water Analysis Handbook, 7th Edition. Colorado: Hach. Co. 3. Anonim. 2013. Material Safety Data Sheet of Sodium Molybdate Dihydrate. http://www.merckmillipore.com. Diakses pada 01 April 2015.
4. Atmadja, Sugeng Tirta. 2010. Pengendalian Korosi Pada Sistem Pendingin Menggunakan Penambahan Zat Inhibitor. Semarang: UNDIP. 5. Atkins, P.W. 1999. Kimia Fisika, Jilid 2, Edisi Keempat. Jakarta: Erlangga. 6. Borys, B., Jared. C, S. Subramanian, Therese van der Hoorn, Waheed Zaman. 2015. Corrosion and Prevention Methods In Desalination Plants. http://group16chem409.wikispaces.com. Diakses pada tanggal 05 juli 2015. 7. Cheremisinoff, Nicholas. P and Paul. N. Cheremisinoff. 1983. Cooling Towers-Selection, Design and Practice. Michigan: Ann Arbor Science. 8. Dalimunthe, I. 2004. Kimia dari Inhibitor Korosi. Medan: USU Digital Library. 9. Deviyani, Larisa dan Isdiriayani Nurdin. 2006. Inhibisi Korosi Baja Dalam Air Laut Mengandung Sulfida Menggunakan Glutaraldehida. Jurnal Teknik Kimia Indonesia 5 (1) 341-349. Bandung: ITB. 10. Djatmiko, Eddy dan Budiarto. 2009. Analisis Laju Korosi dengan Metode Polarisasi dan Potensiodinamik Bahan Baja SS 304L. Prosiding Seminar Nasional ke-15 Teknologi dan Keselamatan PLTN Serta Fasilitas Nuklir ISSN: 0854 - 2910 . Jakarta: UP dan BATAN. 11. Fontana, G. Mars and Norbert. D. Greene. 1978. Corrosion Engineering 2nd, International Student Edition. Jurong: McGraw-Hill Int. Book. Co. 12. Geiger, Gary and Mel. J. Esmacher, P.E. 2012. Controlling Corrosion in Cooling Water Systems - Part 2: Inhibiting and Monitoring Corrosion. New York: American Institute of Chemical Engineers. 13. Haryono, Gogot, Bambang Sugiarto, Hanima Farid dan Yudi Tanoto. 2010. Ekstrak Bahan Alam sebagai Inhibitor Korosi. Prosiding SEMNAS Teknik Kimia Kejuangan ISSN 1693– 4393. Yogyakarta: UPN Veteran. 14. Herro, Harvey. M and Robert D. Port. 1993. The Nalco Guide to Cooling Water System Failure Analysis. New York: McGraw-Hill Inc. 15. Heusler, K.E and L. Fischer. 1976. Kinetics of Pit Initiation at Passive Iron. Journal Materials and Corrosion 27 (8) 551–556. Weinheim: Verlag GmbH & Co. KGaA. 16. NALCO. 1987. Standard Manual Procedure for Corrosion Coupon Rate: Illinois: Nalco. Co.
17. Olmsted, John and Greg Williams. 2007. Handbook of Chemistry and Physics, 5th edition. New York: CRC Press-Taylor & Francis Group. 18. Priyotomo, Gadang. 2015. Korosi. Serpong: Pusat Penelitian Metalurgi & Material LIPI. 19. Rozenfeld, I. L. 1981. Corrosion Inhibitors. New York: McGraw-Hill Co, Inc. 20. Saputri, D., Raka Fajar N dan Farida A. 2013. Pengaruh Tanin terhadap Laju Korosi Baja dalam Larutan Garam dan Asam (studi: waktu perendaman dan konsentrasi ekstrak). Palembang: Universitas Sriwijaya. 21. Setiadi, Tjandra. 2007. Pengolahan dan Penyediaan Air. Bandung: ITB.
22. Sidiq, M. Fajar. 2013. Analisa Korosi dan Pengendaliannya. Jurnal Foundry 3 (1) 25-30. Slawi: Akademi Perikanan Baruna. 23. Suharjana, M. 2002. Kimia Analisis Kuantitatif. Jakarta: Depdiknas. 24. Uhlig, H.H and Robert W. Revie. 2008. Corrrosion and Corrosion Control, An Introduction to Corrosion Science and Engineering, 4th Edition. New Jersey: John Willey and Sons. Inc. 25. Yari, Mehdi. 2015. An Intro to Pipeline Corrosion in Seawater. Ontario: University Of Western Ontario.