Efektivitas Bladder Training Terhadap Retensi Urin Pada Pasien Post Operasi BPH Di Ruang Mawar RSUD dr. Soehadi Prijonegoro Sragen Dwi Wiyono 1), Anita Istiningtyas 2), Ika Subekti W 3) 1) Mahasiswa 2) Dosen pembimbing I 3) Dosen Pembimbing II
Abstrak
Benign Prostatic Hyperplasia (BPH) memerlukan penanganan yang cukup serius, salah satunya adalah tindakan operasi Trans Urethral Resection Prostate (TURP). Komplikasi dari TURP adalah resiko terjadinya retensi urin. Intervensi yang dapat dilakukan pada kondisi retensi urin adalah tindakan bladder training. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui efektivitas bladder training terhadap retensi urin pada pasien post operasii BPH diruang Mawar RSUD dr. Soehadi Prijonegoro Sragen. Desain penelitian ini menggunakan metode kuantitatif dengan desain Quasy eksperimental dengan rancangan penelitian Non equivalent control group design pretest – post test. Sampel yang digunakan berjumlah 20 orang pasien post operasi BPH (TURP) yang dibagi menjadi dua, yaitu 10 orang untuk kelompok perlakuan dan 10 orang untuk kelompok kontrol. Uji analisa data yang digunakan adalah uji Fisher Exact test. Instrument penelitian menggunakan lembar observasi. Hasil penelitian menunjukkan bahwa ditemukan nilai p value 0,020 < 0,05. Sehingga H0 ditolak yang artinya terdapat efektivitas bladder training terhadap retensi urin pada pasien post operasi BPH di ruang Mawar RSUD dr. Soehadi Prijonegoro Sragen. Kesimpulan penelitian ini adalah
Bladder training terbukti efektif dalam
menurunkan resiko kejadian retensi urin pada pasien post operasi BPH diruang Mawar RSUD dr. Soehadi Prijonegoro Sragen.
Kata kunci: bladder training, retensi urin, TURP, BPH
-1-
penyakit
PENDAHULUAN BPH
pembesaran
prostat
(A.K.
(Benign
Prostatic
Abbas, 2005 dalam ML Hamawi, 2010).
Hyperplasia)
adalah
merupakan
Data pasien BPH yang diperoleh pada
pertumbuhan
nodul
-
nodul
tanggal 2 Januari 2012 RSI PKU
dalam
Muhammadiyah
fibroadenomatosa
majemuk
Pekajangan,
prostat, pertumbuhan tersebut dimulai
menunjukkan adanya peningkatan dari
dari
tahun
bagian
periuretral
sebagai
sebelumnya.
Jumlah
pasien
proliferasi yang terbatas dan tumbuh
dengan diagnosa BPH pada tahun 2009
dengan menekan kelenjar normal yang
menyebutkan
tersisa, prostat tersebut mengelilingi
mencapai 30 pasien. Jumlah pasien pada
uretra dan pembesaran bagian periuretral
tahun 2010 mengalami peningkatan
menyebabkan obstruksi leher kandung
dengan angka kejadian menjadi 54
kemih dan uretra parsprostatika yang
pasien.
menyebabkan aliran kemih dari kandung kemih (Price dan Wilson, 2006).
salah
genitourinari
yang
satu
kejadiannya
Penyebab BPH belum diketahui secara pasti, tetapi sampai saat ini
Pembesaran kelenjar prostat ini merupakan
angka
masalah
prevalensi
dan
berhubungan dengan proses penuaan yang mengakibatkan penurunan kadar hormon
pria,
terutama
testosteron.
insidennya meningkat seiring dengan
Faktor lain yang mempengaruhi BPH
bertambahnya
adalah latar belakang kondisi penderita
usia. Angka kejadian
BPH diketahui terjadi pada 70 persen
misalnya
pria berusia 60-69 tahun di Amerika
obesitas, meningkatnya kadar kolesterol
Serikat dan 80 persen pada pria berusia
darah, pola makan tinggi lemak hewani,
70 tahun
olah
ke atas. Insiden BPH
usia,
raga,
riwayat
merokok,
keluarga,
minuman
diperkirakan akan meningkat mencapai
beralkohol, penyakit Diabetes Mellitus,
20 persen pada pria berusia 65 tahun ke
dan aktifitas seksual (Kirby, et al.
atas atau mencapai 20 juta pria pada
(1997).
tahun 2030 (Parsons, 2010). Penyakit pembesaran
prostat
Indonesia
oleh para penderita BPH yang sudah
menjadi urutan kedua setelah penyakit
cukup parah adalah adanya keluhan
batu saluran kemih di tahun 2005, jika
BAK macet atau retensi, terasa panas
dilihat
dan perasaan tidak tuntas saat BAK.
secara
umum
di
Komplikasi yang sering dialami
diperkirakan
hampir 50% pria di Indonesia yang
Kasus
berusia diatas 50 tahun mengalami
penanganannya adalah dengan prosedur
2
BPH
ini
salah
satu
pembedahan yang biasa disebut dengan
training merupakan salah satu terapi
prosedur
yang
TURP
(Transurethral
efektif
diantara
terapi
Resection of the Prostate). Beberapa
nonfarmakologis (Syafar, 2011). Latihan
kelebihan TURP antara lain prosedur ini
ini dilakukan dengan cara menahan atau
tidak
menunda kencing pada pasien yang
dibutuhkan
insisi
dan
dapat
digunakan untuk prostat dengan ukuran
terpasang kateter.
beragam, dan lebih aman bagi pasien
Penelitian yang dilakukan oleh
yang mempunyai risiko bedah yang
Friska
buruk (Smeltzer & Bare, 2003). Efek
bahwa
dari tindakan operasi ini adalah keluhan
meningkatkan
BAK kemerahan dan terjadi retensi urin
pada pasien retensi urin yang terpasang
yang sering terjadi karena adanya cloth
kateter. Penelitian lain yang mendukung
yang menyumbat di saluran kemih.
adalah penelitian yang dilakukan oleh
Retensi urin adalah ketidakmampuan
Wahyu Hidayati,
dalam
sesuai
bahwa terdapat pengaruh latihan bladder
dengan keinginan, sehingga urine yang
training terhadap penurunan jumlah
terkumpul di buli-buli melampaui batas
residu urin pada pasien stroke yang
maksimal. Penyempitan pada lumen
terpasang
uretra adalah salah satu penyebabnya
Bladder training juga telah di sampaikan
karena fibrosis pada dindingnya, disebut
oleh Dadi Santosa (2015) menyatakan
dengan
bahwa
mengeluarkan
striktur
urine
uretra.
Penanganan
Hinora
(2014)
bladder
menyebutkan
training
kemampuan
kateter
kombinasi
dapat berkemih
(2011) menjelaskan
urin.
latihan
Efektivitas
bladder
kuratif penyakit ini adalah dengan
training dan muscle pelvic exercise
operasi, namun tidak jarang beberapa
ternyata efektif dalam perbaiki fungsi
teknik
eliminasi kemih pada pasien BPH pasca
operasi
dapat
menimbulkan
rekurensi penyakit yang tinggi bagi
operasi
pasien (Purnomo, 2011).
Prostatectomy).
TVP
(Trans
Vesika
Upaya perawatan post operasi
Berdasarkan data Rekam Medis
yang dilakukan untuk mengatasi retensi
RSUD Dr Soehadi Prijonegoro Sragen,
urin adalah dengan
tindakan bladder
jumlah pasien operasi BPH di Ruang
training. Bladder training adalah salah
Mawar RSUD Dr Soehadi Prijonegoro
satu upaya untuk mengembalikan fungsi
Sragen antara bulan Januari sampai
kandung
mengalami
dengan April 2015 saja berjumlah 40
gangguan kedalam keadaan normal atau
pasien, rata rata tiap bulan terdapat 10
fungsi optimal neurogenik. Bladder
pasien . Berdasarkan hasil wawancara
3
kencing
yang
terhadap enam pasien post operasi BPH,
dengan Desember 2015. Penelitian ini
dua orang pasien mengatakan setelah
menggunakan metode penelitian Quasy
kondisi membaik dan selang kecing
Experiment
dilepas,
BAK
group desain pre test dan post test,
awalnya masih terasa agak panas hingga
dimana peneliti melakukan pengukuran
akhirnya BAK lancar seperti biasanya.
sebelum
Empat orang pasien mengatakan setelah
melakukan
pulang
variabel independent (bladder training)
mereka
dari
mengatakan
rumah
mengeluhkan BAK
sakit,
mereka
macet dan terasa
sakit sehingga mereka kembali dipasang
non
equivalent
melakukan penilaian
control
intervensi
dan
kembali
data
dan dependent (retensi urin). Populasi
dalam
penelitian
ini
selang kencing . Tindakan perawat yang
adalah seluruh pasien BPH post TURP
diambil pada saat kejadian seperti ini
diruang Mawar RSUD dr. Soehadi
biasanya
memasang
Prijonegoro Sragen. Sampel berjumlah
selang kencing kembali dan melakukan
20 orang yang dibagi menjadi dua
spoel Nacl 0,9% untuk melancarkan
kelompok, yaitu kelompok perlakuan
saluran
sumbatan.
dan kelompok kontrol. Analisa statistik
konfirmasi dari
menggunakan uji Mc Nemar dengan
bidang keperawatan RSUD Dr Soehadi
tingkat kemaknaan (α) 0,05 untuk
Prijonegoro Sragen, sampai saat ini
mengukur perbedaan retensi urin pada
belum
kelompok
adalah
kemih
dengan
bila
Berdasarkan hasil
membuat
ada
SOP
(
Standar
perlakuan
dan
kontrol.
Operasional Prosedur ) tentang latihan
Sedangkan
bladder training ini.
efektivitas bladder training terhadap
untuk
menganalisa
Berdasarkan permasalahan data -
retensi urin digunakan uji statistik
data data diatas maka peneliti tertarik
Fisher exact test. Peneliti menggunkan
untuk
lembar observasi frekuensi urin sebagai
melakukan
penelitian
yang
berjudul “ Efektivitas Bladder Training
instrumen penelitian.
terhadap Retensi urin pada pasien post operasi BPH di Ruang Mawar RSUD Dr
HASIL DAN PEMBAHASAN
Soehadi Prijonegoro Sragen”.
ANALISA UNIVARIAT 1. Karakteristik Responden
METODOLOGI PENELITIAN Penelitian ini dilaksanakan diruang
Tabel 1 .karakteristik responden
Mawar RSUD dr. Soehadi Prijonegoro
berdasarkan umur kelompok
Sragen pada bulan Oktober 2015 sampai
perlakuan
4
No
Umur
Jumlah
Persentase %
bahwa jumlah responden yang paling
74 tahun). Berdasarkan hasil studi
1
45-59 tahun
2
20
2
60-74 tahun
4
40
3
75-90 tahun
4
40
Jumlah
10
banyak adalah diusia lanjut keatas (60-
dilapangan peneliti,
yang
dilakukannoleh
mayoritas
penderitadengan
kasus BPH di RSUD dr. Soehadi Prijonegoro Sragen adalah kalangan
100
lanjut usia (> 60 tahun ketas). Salah satu masalah kesehatan
Berdasarkan tabel diatas dapat dijelaskan
bahwa
dari
10
orang
yang sering dijumpai pada pria diatas 60 tahun
adalah
Benigna
Prostatic
responden dari kelompok perlakuan
Hyperplasia atau BPH, keadaan ini di
didapatkan
mayoritas
alami oleh 50% pria yang berusia 60
responden berusia 60-74 tahun yaitu
tahun, dan kurang lebih 80% pria yang
sebanyak 4 orang (40%) dan usia 75-90
berusia
tahun yaitu sebanyak 4 orang (40%).
Fransisca, 2009). Hal ini sesuai dengan
data
bahwa
80
tahun
(Nursalam
dan
Tabel 2.
teori bahwa salah satu faktor resiko
Karakteristik responden berdasarkan
terjadinya kasus BPH adalah faktor usia. Dimana
umur kelompok kontrol No
Umur
Jumlah
Persentase %
1
45-59 tahun
2
20
2
60-74 tahun
6
60
3
75-90 tahun
2
20
Jumlah
10
100
kadar
testosteron
mulai
menurun secara perlahan pada usia 30 tahun dan turun lebih cepat pada usia 60 tahun keatas (Birowo, 2000). 2. Tingkat Retensi urin Tabel 3. Tingkat retensi urin pre test kelompok perlakuan No
Pre bladder training
Jumlah
Persentase %
1
Tidak retensi urin
2
20
2
Retensi urin
8
80
Jumlah
10
100
Dari tabel 2. Dapat diketahui bahwa jumlah responden kelompok kontrol yang terbanyak adalah di usia 60-74 tahun yaitu sebanyak 6 orang (60 tahun).dilihat dari rata rata jumlah responden penelitian ini, ditemukan
5
untuk melatih kandung kemih dan Dari tabel 3. diketahui bahwa
mengembalikan fungsi normal dengan
sebagian besar responden dari kelompok
menghambat atau menstimulasi BAK
perlakuan
(Potter & Perry, 2005).
pre
bladder
training
mengalami retensi urin, yaitu sebanyak 8
responden
(80%),
kondisi
Tabel 5.
ini
kemungkinan besar terjadi akibat adanya
Tingkat retensi urin pre kontrol No
Pre kontrol
Jumlah
Persentase %
1
Tidak retensi urin
2
20
2
Retensi urin
8
80
Jumlah
10
100
sumbatan cloth pada saat post op TURP.kekurangan dari operasi TURP adalah
terjadinya
retensi
urin,
perdarahan, dan juga sindrom TURP (Smeltzer & Bare, 2003). Tabel 4
Dari tabel 5 dapat diketahui
Tingkat retensi urin post test kelompok perlakuan No
Post bladder training
Jumlah
Persentase %
1
Tidak retensi urin
9
90
2
Retensi urin
1
10
Jumlah
10
100
bahwa
mayoritas
responden
dari
kelompok pre kontrol mengalami retensi urin, yaitu
sebanyak 8 responden
(80%), dimana kondisi ini ditandai dengan keluhan BAK tidak lancar dan macet, nyeri di supra pubis, rasa panas dan tak nyaman serta BAK kadang kemerahan. Keadaan retensi urin ini
terjadi Dari
tabel
4
diketahui
bahwa
karena
mengosongkan
ketidakmampuan kandung
kemih
mayoritas responden dari kelompok
secara secara berlebihan. Kondisi ini
perlakuan post bladder training tidak
dapat disebabkan oleh penyumbatan
mengalami retensi urin, yaitu sebanyak
pada saluran kemih karena pembesaran
9 responden (90%). Hal ini dikarenakan
kelenjar prostat, batu ginjal dan batu
pada kelompok perlakuan ini responden
kandung kemih atau akibat penyebab
diberikan tindakan bladder training yaitu
non obstruktif, seperti lemahnya otot
dengan
kateter
kandung kemih dan masalah persarafan
selama 12 jam dan pada hari berikutnya
yang menyebabkan terganggunya sinyal
responden
saraf antara otak dan kandung kemih
mengeklem
dilakukan
selang
pemeriksaan
kembali. Tujuan dari tindakan ini adalah
6
(Wartonah, 2006).
Tabel 6. Tingkat retensi urin post kontrol No
Post kontrol
Jumlah
Persentase %
1
Tidak retensi urin
3
30
2
Retensi urin
7
70
Jumlah
10
100
Pre test perla kuan
10
.80
.422
0
1
Post test perla kuan
10
.10
.316
0
1
.016
Dari tabel 7. Diatas dapat Dari tabel 6. Diketahui bahwa mayoritas responden masih mengalami retensi urin yaitu sebanyak 7 responden (70 %). Sebagian responden masih mengalami keluhan yang hampir sama dengan pada saat pre kontrol. Kondisi ini
terjadi
karena
memang
tidak
dilakukan intervensi apapun pada saat pre dan post pemeriksaan. Kejadian retensi urin ini sebenarnya memerlukan
diketahui hasil dari data descriptive statistics yaitu nilai p value uji Mc Nemar sebesar 0,016 (< 0,05), maka H0 ditolak yang artinya ada perbedaan atau efektivitas tindakan bladder training pada pre dan post test kelompok perlakuan. Dari hasil temuan ini dapat disimpulkan bahwa bladder training mampu menurunkan kejadian retensi urin pada pasien post TURP. Tabel 8.
penanganan yang tepat dan adequat untuk
menghindari
penyempitan
lumen
terjadinya
urethra
Perbedaan pre dan post kontrol pada kelompok kontrol
karena N
Me an
Std. Devia tion
Min imu m
Max imu m
Pre kont rol
10
.80
.422
0
1
Post kont rol
10
.70
.483
0
1
fibrosis pada dindingnya / striktur urethra (Purnomo, 2011).
ANALISA BIVARIAT Tabel 7. Perbedaan pre dan post test kelompok perlakuan N
Me an
Std. Devi ation
Mi nim um
Max imu m
Exa ct Dari tabel diatas dapat dilihat Sig. (2.ta hasil test statistics pre dan post test iled) kelompok kontrol yaitu nilai p value uji Mc nemar adalah 1,00 (> 0,05), yang
7
Exact Sig. (2.tai led)
1.000
artinya H0 diterima, sehingga tidak
penurunan
ditemukan
atau
retensi urin dari responden dibandingkan
efektifitas bladder training pada pre
pada saat pre test. Sedangkan pada
kontrol dan post kontrol kelompok
kelompok kontrol, hasil yang didapat
kontrol. Karena memang pada kelompok
tidak terlalu signifikan. Dimana pre dan
kontrol ini tidak diberikan intervensi
post hanya ada satu responden yang
apapun, maka keluhan responden akan
mengalami perbaikan keluhan.
retensi urin masih saja ditemukan.
SIMPULAN
Kondisi retensi urin ini dapat terjadi
1. Karakteristik responden berdasarkan:
akibat adanya obstruksi, infeksi, faktor
a. Umur responden pada kelompok
farmakologi, faktor neurologi, ataupun
perlakuan ditemukan data bahwa
trauma (Sellius & Subedi, 2008).
sebagian besar responden adalah
adanya
perbedaan
berusia
Tabel 9. Efektivitas bladder training pada kelompok perlakuan dan kontrol Value
Fisher’s Exact Test
df
-
Asymp. Sig.(2sided)
-
atau
-
perbaikan
60-74
keluhan
tahun
yaitu
sebanyak 4 responden (40%) dan pada usia 75-90 tahun yaitu
Exact sig.
sebanyak 4 responden (40%).
(2sided)
kontrol
.020
Sedangkan
pada
ditemukan
kelompok mayoritas
responden berusia 60-74 tahun yaitu
sebanyak
6
responden
(60%). Dari tabel 9. untuk hasil uji Fisher
b. Tingkat
retensi
urin
pada
Exact probablility didapatkan nilai p
kelompok perlakuan pre bladder
value < α (0,020 < 0,05) sehingga Ho
training ditemukan data bahwa
ditolak.
sebagian
besar
mengalami
retensi
Dengan
disimpulkan
bahwa
demikian ada
dapat
efektivitas
responden urin
yaitu
bladder training terhadap retensi urin
sebanyak 8 responden (80%),
pada pasien post operasi BPH diruang
sedangkan pada post bladder
Mawar RSUD dr. Soehadi Prijonegoro
training
Sragen. Dari hasil penelitian sangat
responden
terlihat
retensi
adanya
perbedaan
hasil
pengukuran antara kelompok perlakuan dan kontrol. Dimana pada kelompok perlakuan pada saat post test terjadi 8
sebagian tidak
urin
yaitu
besar
dari
mengalami sebesar
9
responden (90%). c. Tingkat
retensi
urin
pada
kelompok pre kontrol ditemukan
hasil
bahwa
sebagian
besar
latihan bladder training terbukti
responden yaitu sebanyak 8 orang
efektif dalam mengurangi resiko
responden
terjadinya retensi
(80%)
mengalami
retensi urin, sedangkan pada post
pasien post operasi BPH di
kontrol
ruang Mawar RSUD dr. Soehadi
ditemukan
responden
sekitar
(70%)
7
masih
mengalami retensi urin. 2. Tingkat
retensi
urin
Prijonegoro Sragen. SARAN
pada
1. Bagi pasien / masyarakat
kelompok perlakuan pasien post
Hasil penelitian ini diharapkan
operasi BPH diruang Mawar
dapat
RSUD dr. Soehadi Prijonegoro
mengurangi resiko terjadinya
Sragen dengan uji statitik Mc
retensi urin dan meningkatkan
Nemar didapatkan hasil nilai p
kenyamanan
value < α, yaitu 0,016 < 0,05
pada
maka H0 ditolak. Sehingga ada
diruang Mawar khususnya di
perbedaan antara pre dan post
RSUD dr. Soehadi Prijonegoro
bladder training pada kelompok
Sragen dengan post operasi
perlakuan.
BPH.
3. Tingkat
retensi
urin
pada
kelompok kontrol pasien post operasi BPH diruang Mawar RSUD dr. Soehadi Prijonegoro Sragen dengan uji statistik Mc Nemar didapatkan hasil nilai p value > α, yaitu 1,000 > 0,05 maka H0 diterima. Yang artinya tidak ada perbedaan kejadian retensi urin antara pre dan post kontrol. 4. Dari hasil uji hitung statistik Fisher’s
Exact
Test
pada
penelitian ini, didapatkan nilai p value < α, yaitu 0,020 < 0,05. Maka H0 ditolak yang berarti
9
urin pada
bermanfaat
serta
pasien
dalam
kepuasan
yang
dirawat
2. Bagi perawat atau rumah sakit RSUD dr. Soehadi Prijonegoro Sragen Hasil penelitian ini diharapkan dapat menjadi panduan dalam bekerja
terutama
perawat
diruang
Mawar
dalam
melakukan
tindakan
training
dan
sebagai
bladder acuan
dalam membuat SOP khususnya dalam teknik bladder training yang tepat bagi pasien post operasi BPH. 3. Bagi institusi pendidikan
Hasil penelitian ini diharapkan
Dadi
Santosa.
(2015).
Efektivitas
dapat menjadi sumber literatur
Kombinasi Bladder Training dan
untuk
materi
Muscle Pelvic Exercise terhadap
juga
Fungsi Eliminasi berkemih pada
menyusun
pembelajaran
dan
menambah pengetahuan tentang
Pasien
pengaruh
Hyperplasia Pasca operasi Trans
terhadap
bladder retensi
training urin
Prostate
Vesical Prostatectomy
pada Friska
pasien post operasi BPH.
Benign
Hinora. Bladder
4. Bagi penelitian lain
(2014).
Pengaruh
Training
Terhadap
Hasil penelitian ini diharapkan
Kemampuan
dapat
Pasien Pria dengan Retensi Urin.
menjadi
sumber
data
yang
lebih
baik
pada
Buletin Sari putra .vol 1 (1)
untuk memotivasi pelaksanaan penelitian
Berkemih
Kirby,
Roger.
S,
Christmas,
diwaktu yang akan datang dan
Timothy.(1997). Benign Prostatic
juga diharapkan lebih dijelaskan
Hyperplasia
lagi klasifikasi retensi urin yang
Mosby international
diteliti, apakah retensi urin akut
Nursalam.
Ilmu
5. Bagi peneliti
dapat menambah pengalaman
Potter
terhadap
retensi
dan
pada
Jakarta:
&
Perry.(2005).
Buku
Ajar
4 vol 2. Jakarta: EGC
training
urin
Keperawatan.
Fundamental Keperawatan Edisi
pengetahuan dalam hal bladder
Konsep
Salemba Medika
Hasil penelitian ini diharapkan
efektivitas
(2003).
Edition.
penerapan metodologi Penelitian
atau retensi urin kronis.
dan
second
Purnomo B, Basuki. (2011).Dasar dasar Urologi. Edisi ketiga. Jakarta: CV
pasien post operasi BPH.
Sagung Seto DAFTAR PUSTAKA
Birowo
P,
Rahardjo
L.
(2000).
Smeltzer, S.C, & Bare , B.G. (2003). Brunner & Suddarth’s Text Book
Karakteristik pembesaran RSUPN
Dr.
penderita prostat Cipto
jinak
of Medical Surgical Nursing (10th
di
Ed)
Mangun
50 (2) - 81-5
Sri
Wulandari. Latihan terhadap
10
Lippincott
Williams & Wilkins
Kusumo dan RS Sumber Waras Jakarta tahun 1994 – 1997. Vol
Philadelphia:
(2012).
Pengaruh
Bladder
Training Penurunan
Inkontinensia pada Lanjut Usia di Panti
Wreda
Dharma
Bakti
Retensi
Urin.
Surakarta Sulli
Nova.
(2011).
Diakses
dari
http://www.scribd.co/novasulli Wahyu Widayati.(2011). The Influence of the Bladder Training Initiation on Residual Urine in The Stroke Patient with Urine catheter . Nurse Media Journal of Nursing 1,2 Juli 2011. 255-264 Wartonah Tarwoto. (2006). Kebutuhan Dasar
Manusia
dan
Proses
Keperawatan edisi 3. Jakarta: Salemba Medika Wilson M. (1997). Care of The Patient Undergoing
Transurethral
Resection of the Prostate, Journal of
Perianesthesia
12(5).341-351
11
Nursing.