EFEKTIFITAS SENYAWA KOLAGEN DARI TULANG IKAN TUNA (Thunnus albacares) TERHADAP PENYEMBUHAN LUKA TERBUKA PADA TIKUS PUTIH (Rattus norvegicus) EFFECTIVENESS OF COLLAGEN SUBSTANCE FROM YELLOW FIN TUNA BONES (Thunnus albacares) ON OPEN WOUND HEALING IN WHITE RATS (Rattus norvegicus) Iin Wahyuni1), Priyanto2), dan Sri Harsodjo2) 1 Mahasiswi Fakultas Farmasi dan Sains Universitas Muhammadiyah Prof. DR. HAMKA, Jakarta. 2 Staf Pengajar Fakultas Farmasi dan Sains Universitas Muhammadiyah Prof. DR. HAMKA, Jakarta . ABSTRACT Collagen has been widely used in the food and pharmaceutical industries. As a source of collagen can be obtained from the waste of fish, one of which is of yellow fin tuna bones (Thunnus albacares). Collagen is a very important in the wound healing process. In the existing research, 1% collagen "dressing" bovine collagen can accelerate dermal wound healing process. The purpose of this study was to determine the effectiveness of collagen from yellow fin tuna bones on the healing of open wound. The research used collagen of yellow fin tuna bone with concentration of 0.5%, 1% and 2%. Rats were divided into 5 treatment groups are KI (negative control), K II (positive control), K III (collagen 0.5%), K IV (collagen 1%), KV (collagen 2%). Parameters observed were length wound. Data obtained were normally distributed (p=0.853), homogeneous (p=0.328) and there were effect of study (ANOVA) was (p=0.000). Tukey's test showed that the treatment effect gives the percentage difference between the groups open wound healing at 11th day. Results showed collagen 2% has the best effectiveness in wound healing process of open wound. Keywords: yellow fin tuna bone, collagen, open wound, wound healing.
1
ABSTRAK Kolagen banyak digunakan secara luas dalam industri makanan dan farmasi. Sebagai sumber bahan kolagen dapat diperoleh dari limbah hasil perikanan, salah satunya adalah dari tulang ikan tuna (Thunnus albacares). Kolagen memegang peranan yang sangat penting pada proses penyembuhan luka. Pada penelitian yang telah ada, 1% kolagen “dressing” kolagen sapi dapat mempercepat penyembuhan luka dermal. Tujuan penelitian ini untuk mengetahui efektifitas kolagen dari tulang ikan tuna terhadap penyembuhan luka terbuka. Penelitian ini menggunakan kolagen tulang ikan tuna dengan konsentrasi yaitu 0,5%; 1%; dan 2%. Tikus dibagi menjadi 5 kelompok perlakuan yaitu K I (kontrol negatif), K II (kontrol positif), K III (kolagen 0,5%), K IV (kolagen 1%), K V (kolagen 2%). Parameter yang diamati adalah panjang luka. Data yang diperoleh terdistribusi normal (p=0,853), homogen (p=0,328) dan ada pengaruh penelitian (ANOVA) yaitu (p=0,000). Uji Tukey menunjukkan bahwa terdapat perbedaan persentase penyembuhan luka terbuka pada hari ke-11. Hasil penelitian menunjukkan kolagen 2% mempunyai efektifitas yang terbaik dalam mempercepat proses penyembuhan luka terbuka. Kata Kunci : tulang ikan tuna, kolagen, luka terbuka, penyembuhan luka.
2
PENDAHULUAN Limbah merupakan suatu hasil samping produksi yang belum mempunyai nilai ekonomi atau dengan kata lain nilai ekonominya masih rendah. Limbah merupakan salah satu komponen pencemar lingkungan, bahkan dapat dikatakan sebagai suatu pemborosan bila tidak dimanfaatkan (Nabil 2005). Limbah perikanan adalah ikan yang terbuang, tercecer, dan sisa olahan yang belum dapat dimanfaatkan secara ekonomis. Oleh karena itu, perlu suatu usaha pengolahan limbah hasil perikanan agar dapat dimanfaatkan bagi manusia baik secara langsung maupun tidak langsung. Usaha tersebut juga dapat memperkecil dampak negatif limbah terhadap masalah lingkungan. Total potensi lestari sumberdaya perikanan Indonesia mencapai 6,19 juta ton per tahun. Sampai saat ini diperkirakan ada 28.400 jenis ikan di dunia, dan yang ditemukan di perairan Indonesia lebih dari 25.000 jenis. Walaupun demikian, jenis ikan yang dapat dimanfaatkan sebagai bahan pangan jumlahnya terbatas, yaitu sekitar 1-5%, ikan hias kurang dari 1%, dan selebihnya diperkirakan berperan dalam sistem rantai makanan di ekosistem perairan. Salah satu komoditas ikan penting di Indonesia adalah jenis ikan pelagis besar termasuk di dalamnya adalah ikan tuna (Dirjen Perikanan 2006). Pemanfaatan tuna umumnya diolah menjadi tuna loin, tuna saku, burger tuna, breaded tuna burger, permen tuna, abon tuna, tuna pico, sosis tuna, tuna stick, tuna handloaf, dan tuna kaleng (Dirjen Perikanan 2006). Sebagian besar aneka olahan ikan tuna tersebut hanya memanfaatkan bagian daging saja, sedangkan bagian tubuh yang lainnya seperti kepala, ekor, sirip, tulang, dan isi perut belum termanfaatkan secara optimal. Salah satu cara untuk mengatasi sisa olahan tersebut adalah dengan menkonversi limbah menjadi produk yang mempunyai nilai tambah sehingga memiliki nilai jual yang tinggi secara ekonomis. Sebagai bahan pangan hewani, setiap bagian dari ikan merupakan komponen organik yang seharusnya masih bisa dimanfaatkan bagi kepentingan hidup manusia. Pengembangan teknologi pemanfaatan limbah industri hasil perikanan sangat dibutuhkan untuk menjawab kebutuhan konsumen pangan masyarakat. Tulang ikan tuna merupakan salah satu limbah industri yang masih bisa dimanfaatkan, salah satunya adalah sebagai sumber kolagen. Sumber kolagen komersial yang banyak digunakan saat ini berasal dari kulit dan tulang mamalia seperti sapi dan babi. Pada negara-negara yang mayoritas penduduknya menganut agama Islam seperti Indonesia, masalah kehalalan makanan menjadi hal yang penting. Salah satu makanan yang tidak halal adalah babi, selain itu timbulnya masalah penyakit Foot and Mouth Disease dan Bovine Spongiform Encephalopathy pada sapi dan babi, serta penyakit flu burung pada unggas, menyebabkan berkurangnya penggunaan kolagen yang bersumber dari kulit dan tulang sapi, babi maupun unggas (Peranginangin 2005). Hal-hal inilah yang melatarbelakangi penggunaan limbah hasil perikanan sebagai alternatif sumber kolagen. Berbagai penelitian telah dilakukan untuk ekstraksi dan karakterisasi kolagen dari berbagai jenis ikan. Berdasarkan penelitian yang ada, menunjukkan bahwa hasil rendemen kolagen dari tulang ikan tuna sebesar 5,839% (Lestari 2007). Dengan demikian, kolagen dari tulang ikan sangat potensial untuk dimanfaatkan.
3
Kolagen merupakan protein serabut yang berfungsi sebagai pembentuk struktur jaringan dan tulang. Manfaat dari kolagen membantu kulit untuk menyembuhkan bekas luka dengan cepat dan membantu dalam pengurangan jaringan parut. Kolagen biasanya digunakan sebagai bahan baku dalam industri makanan, kosmetik, pembuatan film kolagen, biomaterial, dan farmasi (Lee dkk. 2001). Pada industri farmasi, kolagen dijadikan bahan baku utama gelatin. Kolagen merupakan agen hemostatis yang berperan sangat penting pada proses penyembuhan luka. Dalam jaringan normal kolagen memberikan kekuatan, integritas dan struktur. Ketika jaringan terganggu setelah cedera atau luka, kolagen diperlukan untuk memperbaiki cacat dan mengembalikan struktur anatomi dan fungsi. Berdasarkan penelitian yang ada, penggunaan 1% kolagen “dressing” kolagen yang diperoleh dari tulang sapi untuk penyembuhan luka dermal menunjukkan penurunan luka yang lebih baik dengan regenerasi efektif dan mendukung regenerasi jaringan (Kirubanandan dan Sehgal 2010). Oleh karena itu, dilakukan penelitian mengenai efektifitas kolagen dari tulang ikan tuna (Thunnus albacares) terhadap penyembuhan luka terbuka yang diujikan pada tikus. BAHAN DAN ALAT Tulang ikan tuna diperoleh dari Pelelangan ikan Muara Baru, NaOH 0,1 M, EDTA 0,5 M, tris-HCl, Butil alkohol 10%, 0,5 M asam asetat, NaCl 0,9 M, asam asetat 0,1 M, dapar fosfat, KBr, eter, aquadest, Betadine, dan hewan uji. Alat yang digunakan meliputi timbangan analitik, freeze dryer, peralatan bedah, pisau, wadah plastik, papan alumunium, box pendingin, beker gelas, erlemeyer, batang pengaduk, kertas saring, refrigerated centrifuge, FTIR, kertas perkamen, alat cukur, kasa steril, plester, pH meter, jangka sorong, dan mixer. METODE 1. Isolasi Kolagen dari Tulang Ikan Tuna (Kittiphattanabawon dkk 2005; Nagai dan Suzuki 2000; Ogawa dkk 2004) Prosedur isolasi dilakukan pada suhu 40C. Tulang ikan tuna sebanyak 1 kg dibersihkan dengan air, dipotong-potong, lalu diblender sampai ukuran tulang mencapai 10-50 mm. Tulang direndam dengan NaOH untuk menghilangkan protein nonkolagen dengan perbandingan antara sampel dengan larutan NaOH adalah 1 : 5 (b/v) selama 3 hari, pelarut diganti tiap hari lalu residu tulang disaring dan dicuci dengan air sampai mencapai netral. Residu tulang yang telah direndam dengan NaOH didemineralisasi menggunakan 0,5 M etilen diamin tetra asetat (EDTA) dalam tris-HCl pH 7,5 untuk menghilangkan mineral-mineral dengan perbandingan antara sampel dengan larutan EDTA 1 : 3 (b/v) selama 3 hari. Kemudian residu tulang dihilangkan lemaknya dengan menggunakan 10% butil alkohol dengan perbandingan antara sampel dan larutan butil alkohol 1 : 5 (b/v) selama 1 hari, disaring dan residu dicuci dengan menggunakan air. Kemudian residu diekstraksi dengan asam asetat 0,5 M selama 3 hari, disaring dan filtrat diambil (filtrat I). Setelah itu, residu tulang kembali diekstraksi dengan 0,5 M asam asetat selama 2 hari, disaring dan filtrate diambil (filtrat II). Filtrat I dan filtrat II dicampur dan disentrifugasi dengan kecepatan 8000 rpm selama 20 menit. Kemudian filtrat di salting-out dengan NaCl 0,9 M selama
4
semalam dan disentrifugasi dengan kecepatan 8000 rpm selama 20 menit diambil endapannya, kemudian dilarutkan dengan 0,5 M asam asetat. Pada proses sentrifugasi ini berfungsi untuk memisahkan zat yang memiliki bobot molekul besar (dalam hal ini kolagen) dengan larutan, sehingga kolagen dapat mudah diambil dari larutan. Setelah itu, kolagen didialisis dengan 0,1 M asam asetat selama 1 hari dan dialisis diteruskan dengan aquabidest dengan pergantian pelarut sebanyak 6 kali tiap 3 jam. Kemudian hasil dialisis diliofilisasi (freeze-dry). Rendemen kolagen yang diperoleh dihitung berdasarkan berat kolagen hasil salting-out, dengan rumus sebagai berikut : Rendemen (%) = Wi x 100% Wo .………..…. (1) Keterangan : Wi = berat kolagen hasil salting-out (gram) Wo = berat awal tulang ikan (gram) Adapun rendemen kolagen terliofilisasi (freeze-dried) ditentukan sebagai berikut : Rendemen (%) = Wf x 100% Ws ………….... (2) Keterangan : Wf = berat kolagen terliofilisasi (gram) Ws = berat kolagen hasil salting-out (gram) 2. Karakteristik Kolagen dari Tulang Ikan Tuna meiputi: a. Karakterisasi Fisik Kolagen Kolagen hasil isolasi dari tulang ikan tuna diamati dan ditentukan penampilan, warna, bau dan rasa dari kolagen. b. Sifat Fungsional Kolagen Kemampuan mengembang (swelling test) dilakukan untuk mengetahui sejauh mana suatu bahan dapat mengembang. Kemampuan ini dipengaruhi oleh sifat hidrofilisitas bahan tersebut yang ditentukan oleh gugus fungsi yang bersifat hidrofil pada rantai polimernya. Sifat hidrofilisitas berpengaruh pada kemampuan zat untuk dapat menyerap air dan terjadinya swelling (O’Neil 2006). Kolagen sebanyak 30 mg ditimbang (W1) dibungkus dalam kertas saring dan dimasukkan ke dalam vial yang berisi medium dapar fosfat pH 5,8 sebanyak 5 ml. Vial disimpan pada suhu 250C. Pada interval 0,25; 0,5; 1; dan 2 jam, kolagen dipindahkan diatas kaca arloji dan ditimbang kembali (W2). Indeks swelling = W2 – W1 W1 …….. (3) Keterangan : W1 = berat kolagen awal W2 = berat kolagen setelah dimasukkan dalam buffer 3. Analisa Gugus Fungsi 5
Untuk mengetahui gugus fungsi apa saja yang dimiliki suatu zat dapat diperiksa dengan menggunakan Fourier Transform Infrared Spectroscopy (FTIR). FTIR sangat berguna untuk mengidentifikasi struktur kimia pada bahan organik maupun bahan anorganik. FTIR dapat digunakan secara kuantitatif untuk beberapa komponen yang belum diketahui atau campuran komponen yang belum diketahui. FTIR dapat digunakan untuk bahan padat, cair maupun gas (Moyunga dkk; 2004). Kolagen sebanyak 2 mg ditimbang, lalu gerus dengan 200 mg KBr hingga homogen dan diletakkan pada alat pencetak disk, kemudian divakum untuk menghilangkan udara pada disk. Disk yang telah dicetak dimasukkan kedalam FTIR kemudian diukur pada panjang gelombang 400 cm-1 sampai 4000 cm-1. Spektrum sampel kolagen didapatkan dan ditentukan gugus-gugus fungsinya. 4. Pengujian Efektifitas Kolagen untuk Penyembuhan Luka Tikus putih galur wistar dengan berat badan + 150-200 gram yang dipergunakan sebanyak 15 ekor lalu diaklimatisasi selama 1 minggu agar dapat menyesuaikan diri dengan lingkungan yang baru. Setelah itu tikus dibagi menjadi 5 kelompok perlakuan yaitu kelompok kontrol negatif, kelompok kontrol positif, kelompok uji (kolagen 0,5%; 1%; dan 2%). Alat-alat yang digunakan dalam penelitian ini dibersihkan dengan etanol 70% terlebih dahulu, bertujuan untuk menghindari terjadinya infeksi akibat faktor mekanis. Luka mudah terkontaminasi oleh mikroorganisme yang dapat menyebabkan terjadinya infeksi pada luka. Jika terjadi infeksi pada luka maka akan mempengaruhi proses penyembuhan, sehingga persentase penyembuhan luka yang diamati tidak menunjukkan langsung efektifitas penyembuhan dari kolagen yang diisolasi dari tulang ikan tuna. Cara Membuat Luka (Mortone dan Malone 1972): a. Tikus percobaan dicukur rambutnya di daerah punggung bagian atas (dilakukan sehari sebelum pembuatan luka). b. Selanjutnya tikus dibius dengan eter, dengan cara dimasukan ke dalam wadah tertutup yang di dalamnya terdapat kapas yang telah dibasahi eter. c. Tikus dilukai dalam kondisi pingsan dengan cara diletakkan di atas papan bedah dengan posisi tertelungkup dan keempat kakinya terikat. d. Kemudian daerah punggung bagian atas dan disekitarnya dibersihkan dengan kapas yang telah dibasahi etanol 70%. e. Selanjutnya dibuat luka sepanjang 2 cm, kulit di daerah tersebut diangkat dengan pinset dan digunting sampai bagian dermis. f. Pengamatan dilakukan terhadap panjang daerah luka atau presentase penyembuhan luka dengan cara mengukur panjang luka menggunakan jangka sorong. Pengukuran panjang luka dilakukan setiap hari mulai hari ke-0 sampai hari ke-14, panjang permukaan dan perhitungan diambil untuk penilaian, selesai pengukuran luka diberi bahan uji sebanyak 3 tetes 2 kali sehari. Cara Penilaian: Persentase penyembuhan luka diperhitungkan dengan rumus: p12 – p22 x 100 % p12 ……………… (4)
6
dimana : p1 : panjang luka sehari sesudah luka dibuat p2 : panjang luka pada hari dilakukannya pengamatan HASIL 1. Rendemen Kolagen Tulang Ikan Tuna Dari hasil isolasi kolagen, didapatkan rendemen kolagen dari tulang ikan tuna sebesar 5,9376% dari berat awal tulang ikan tuna. 2. Karakterisasi Kolagen dari Tulang Ikan Tuna a. Organoleptis Hasil organoleptis dapat dilihat pada tabel 1 berikut ini: Tabel 1. Hasil Organoleptis Kolagen Jenis Bentuk Warna Bau Kolagen Padat lunak Putih Amis basah seperti bubur Kolagen Lembaran Putih Amis kering berserabut seperti spons
Rasa Asin
Tidak berasa
b. Sifat Fungsional Kolagen dari Tulang Ikan Tuna Hasil analisa swelling test kolagen menunjukkan bahwa kolagen bertambah menjadi empat kali dari berat kolagen awal dalam 15 menit pertama dan indeks swelling bertambah tiga kali lipat. Hasil dapat dilihat pada tabel 2 dan gambar 1 berikut: Tabel 2. Hasil Swelling Test Kolagen Tulang Ikan Tuna Waktu (menit) 15 30 60 120
Berat kolagen (W2) 122 mg 153 mg 181 mg 201mg
Indeks swelling 3,03 4,13 5,07 5,73
7
Gambar 1. Grafik Indeks Swelling Kolagen Tulang Ikan Tuna 3. Analisis Gugus Fungsi Hasil pemeriksaan analisis gugus fungsi pada kolagen dari tulang ikan tuna memperlihatkan adanya gugus Amida (-NH-C=O). Hasil dapat dilihat pada gambar 2 berikut ini. 3
663.47
575.71
2864.09
3462.95
2
1643.24
2928.71
1451.33
Abs
1
0 4000 Sampel1
3000
2000
1500
1000
500 1/cm
Gambar 2. Kurva FTIR Kolagen Tulang Ikan Tuna 4. Pengujian Efektifitas Kolagen untuk Penyembuhan Luka Hasil penelitian menunjukkan bahwa kelompok V mempunyai efek penyembuhan lebih cepat daripada kelompok lainnya. Hasil percobaan dapat dilihat pada gambar 3 berikut:
8
Gambar 3. Grafik Persentase Penyembuhan Luka Terbuka
PEMBAHASAN Proses isolasi kolagen, perendaman tulang ikan dengan menggunakan NaOH 0,1 M dihasilkan tulang ikan yang lebih putih dibandingkan dengan yang tidak direndam dengan NaOH. Kondisi pelarut pada hari pertama berwarna kuning kecoklatan, hari kedua berwarna putih agak kekuningan, dan hari ketiga berwarna putih. Hal ini disebabkan oleh larutan NaOH yang mengikat kotorankotoran dan protein nonkolagen pada tulang sehingga warna tulang menjadi lebih putih. Hasil perendaman dengan EDTA 0,5 M dalam tris-HCl menunjukkan bahwa tulang menjadi lebih lunak. Hal ini disebabkan oleh larutan EDTA yang mengikat mineral-mineral yang menempel pada tulang sehingga tulang menjadi lebih lunak dari sebelumnya. Dalam hal ini terjadi proses demineralisasi yaitu proses penghilangan kadar garam dan mineral dalam air melalui proses penukaran ion dengan menggunakan media anion dan kation (Nagai dan Suzuki 2000). Hasil perendaman dengan butil alkohol 10% menunjukkan bahwa filtrat butil alkohol terdapat lapisan-lapisan minyak. Hal ini disebabkan oleh lemak yang terdapat pada tulang telah terikat oleh larutan butil alkohol. Hasil proses dialisis adalah kolagen berbentuk gel, disebabkan karena kolagen menyerap aquadest pada proses dialisis yang telah dilakukan. Proses dialisis ini bertujuan untuk memurnikan kolagen hasil salting out yang berasa asin, sehingga diperlukan proses pemurnian. Kemudian kolagen yang telah diperoleh di Freeze Dry untuk mendapatkan kolagen yang kering. Hasil uji karakterisasi kolagen secara organoleptis, kolagen basah yang diperoleh berwarna putih, berbentuk padat lunak, dan kolagen kering berbentuk lembaran berserabut, menandakan bahwa pengotor-pengotor dan protein nonkolagen telah hilang pada saat proses perendaman tulang dengan larutan NaOH. Adapun rasa dari kolagen kering adalah tidak memiliki rasa. Hal tersebut sangat berbeda dengan rasa kolagen setelah mengalami proses salting out yang berasa asin. Hal ini disebabkan oleh proses dialisis yang memisahkan kolagen dengan NaCl hasil proses salting out, sehingga kolagen kering tidak memiliki rasa. Kolagen yang dihasilkan memiliki bau amis, disebabkan karena kolagen 9
yang diisolasi berasal dari hewan (dalam hal ini tulang ikan tuna) yang memiliki bau yang sangat amis. Perendaman tulang dengan NaOH selama 3 hari tidak mampu menghilangkan bau amis tersebut, meskipun telah dilakukan proses dialisis. Hasil swelling test menunjukkan berat kolagen setelah perendaman dengan buffer fosfat pH 5,8 meningkat dengan bertambahnya waktu. Penyerapan air terbanyak pada menit-menit pertama disebabkan oleh pada menit ke-15 gugus fungsi yang bersifat hidrofil dari kolagen menyerap air dalam jumlah yang besar. Pada menit selanjutnya penyerapan air masih tetap berlanjut, tetapi penyerapan air pada menit ke-120 tidak signifikan, disebabkan karena kondisi kolagen yang hampir jenuh, sehingga penyerapan air tidak optimal. Hasil spektoskopi FTIR dari kolagen tulang ikan tuna memperlihatkan pada daerah amida A (3462,95 cm-1) menunjukkan adanya gugus NH. Pada daerah amida B (2928,71 cm-1 dan 2864,09 cm-1) menunjukkan adanya gugus CH. Pada daerah amida I (1643,24 cm-1) menunjukkan adanya gugus C=O. Gugusgugus tersebut menandakan adanya struktur sekunder protein. Sedangkan pada daerah amida II (1451,33 cm-1) menunjukkan adanya ikatan CH, menandakan adanya struktur heliks dan daerah amida III (663,47 cm-1 dan 575,71 cm-1) menunjukkan adanya rangka ulur. Berdasarkan gugus-gugus fungsi yang ditemukan pada spektrum FTIR tersebut dapat diketahui bahwa spectrum FTIR mengidentifikasikan struktur-struktur pada protein kolagen. Struktur sekunder kolagen adalah strutur protein tiga dimensi yang menggambarkan hubungan antar atom yang dipengaruhi ikatan nonkovalen seperti ikatan hidrogen (Moyunga dkk; 2004). Pada grafik penyembuhan menunjukkan efek penyembuhan luka lebih lambat pada kelompok kontrol negatif. Hal ini disebabkan karena tidak adanya mekanisme pemberian obat, hanya penyembuhan secara alami, sehingga penyembuhan luka terjadi sangat lambat. Hal tersebut berbeda dengan kelompok kontrol positif dan kelompok uji. Pada kelompok uji (III, IV, dan V) efek penyembuhan lebih cepat, terutama pada kelompok V. Hal ini disebabkan karena kolagen merupakan agen hemostatik yang sangat efisien dimana interaksi kolagen dengan trombosit merupakan tahap awal terjadinya proses penyembuhan luka, yaitu hemostasis, sehingga proses penyembuhan luka terjadi lebih cepat. Pada saat terluka, tubuh lebih banyak memerlukan kolagen untuk memperbaiki jaringan yang rusak. Meskipun kolagen dapat diperoleh dari tubuh itu sendiri, tetapi dibutuhkan juga asupan kolagen dari luar tubuh untuk mempercepat proses penyembuhan. KESIMPULAN Dari hasil penelitian yang telah dilakukan dapat disimpulkan bahwa pemberian kolagen dari tulang ikan tuna (Thunnus albacares) dapat mempercepat penyembuhan luka terbuka. Kolagen 2% mempunyai efektifitas yang terbaik dengan persentase penyembuhan 100% pada hari ke-11. UCAPAN TERIMA KASIH Penulis mengucapkan terima kasih kepada Bapak Dr. H. Priyanto, M.Biomed., Apt., dan Bapak Drs. Sri Harsodjo WS, M.Si selaku pembimbing, serta seluruh staf Fakultas Farmasi dan Sains Universitas Muhammadiyah DR.
10
HAMKA, Jakarta, atas bantuan dan dukungannya dalam pelaksanaan penelitian ini DAFTAR PUSTAKA Dirjen Perikanan. 2006. Peningkatan Nilai Tambah Tuna Melalui Teknologi Penanganan dan Pengolahan. Departemen Kelautan dan Perikanan, Jakarta. Hal. 24-25. Kirubanandan S, Sehgal PK. 2010. Regeneration of Soft Tissue Using Porous Bovine Collagen Scaffold. p. 141-149. Kittiphattanabawon P, Benjakul S, Visessanguan W, Nagai T, Tanaka M. 2005. Characterization of Acid-Soluble Collagen from Skin and Bone of Bigeye Snapper (Priacanthustayenus). Elsevier Food Chemistry. 221: 363-372. Lee CH, Anuj S, Yungyung L. 2001. Review: Biomedical Application of Collagen. p. 1-22. Lestari T. 2007. Isolasi dan Karakteristik Kolagen dari Tulang Ikan Tuna (Thunnus albacares) Sebagai Bahan Baku Industri Farmasi. Skripsi. Fakultas MIPA Universitas Indonesia, Jakarta. Hal. 44. Mortone JP, Malone MH. 1972. Evaluation of Vulnerary Activity by an Open Procedure in Rats. Arch Internat Pharmacodyn. 196:117-128. Moyunga JH, Cole CGB, Duodu K. 2004. Characterisation of Acid Soluble Collagen from Skin of Young and Adult Nile Perch (Lates niloticus). Elsevier Food Chemistry. 85: 81-89. Nabil M. 2005. Pemanfaatan Limbah Tulang Ikan Tuna Sebagai Sumber Kalsium Dengan Metode Hidrolisis Protein. Skripsi. Institut Pertanian Bogor, Bogor. Hal. 46. Nagai T, Suzuki N. 2000. Isolation of Collagen from Fish Waste Material-Skin, Bone and Fins. Elsevier Food Chemistry. 68:277-281. Ogawa M, Portier RJ, Moody MW, Bell J, Schecnayder MA, Losso JN. 2004. Biochemical Properties of Bone and Scale Collagen Isolated from The Subtropical Fish Black Drum (Pagoniia cromis) and Sheepshead Seabream (Archosargus probatocephalus). Elsevier Food Chemistry. 88:495-501. O’Neil MJ. 2006. The Merck Index Fourteenth Edition. Merck Co, Inc. Whitehouse Station, NJ, USA. p. 416-417. Peranginangin R. 2005. Karakterisasi Mutu Gelatin yang Diproduksi dari Tulang Ikan Patin (Pangasius pangasionadon) Secara Ekstraksi Asam. p. 15 – 24.
11