EFEK PAPARAN BUNYI DENGAN VARIASI JENIS DAN PRESSURE LEVEL TERHADAP PERTUMBUHAN DAN PRODUKTIVITAS SAWI HIJAU (Brassica juncea L.)
JOKO PRASETYO
SEKOLAH PASCASARJANA INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR 2014
PERNYATAAN MENGENAI TESIS DAN SUMBER INFORMASI SERTA PELIMPAHAN HAK CIPTA* Dengan ini saya menyatakan bahwa tesis berjudul Efek Paparan Bunyi dengan Variasi Jenis dan Pressure Level terhadap Pertumbuhan dan Produktivitas Sawi Hijau (Brassica juncea L.) adalah benar karya saya dengan arahan dari komisi pembimbing dan belum diajukan dalam bentuk apa pun kepada perguruan tinggi mana pun. Sumber informasi yang berasal atau dikutip dari karya yang diterbitkan maupun tidak diterbitkan dari penulis lain telah disebutkan dalam teks dan dicantumkan dalam Daftar Pustaka di bagian akhir tesis ini. Dengan ini saya melimpahkan hak cipta dari karya tulis saya kepada Institut Pertanian Bogor. Bogor, Oktober 2014 Joko Prasetyo NIM F151120031
RINGKASAN JOKO PRASETYO. Efek Paparan Bunyi dengan Variasi Jenis dan Pressure Level terhadap Pertumbuhan dan Produktivitas Sawi Hijau (Brassica juncea L.). Dibimbing oleh TINEKE MANDANG dan I DEWA MADE SUBRATA. Penelitian ini bertujuan untuk menginvestigasi efek paparan variasi bunyi terhadap karakteristik morfologi dan produktivitas tanaman sawi hijau. Bunyi yang dipaparkan antara lain musik klasik (bunyi biola), bising lalu lintas (noise) dan campuran antara musik klasik dan noise. Penelitian dilakukan di instalasi rumah kaca (greenhouse) Laboratorium Lapang Siswadhi Soepardjo, Departemen Teknik Mesin dan Biosistem, Fakultas Teknologi Pertanian, Institut Pertanian Bogor. Pengujian stomata dilakukan di Laboratorium Microtechnique, Departemen Agronomi dan Holtikultura, Fakultas Pertanian, Institut Pertanian Bogor Rancangan percobaan yang digunakan adalah Rancangan Acak Lengkap (RAL) Faktorial terdiri atas dua faktor perlakuan, yaitu jenis bunyi dan level. Level bunyi terdiri dari tiga taraf yaitu 70-75 dB, 80-85 dB dan 90-95 dB. Total kombinasi perlakuan sebanyak 10 kombinasi. Adapun objek penelitian ini digunakan benih sawi hijau varietas tosokan yang umum tersedia di pasaran. Jumlah benih sawi yang digunakan sebanyak 10 tanaman tiap sampel, sehingga total sampel sawi yang digunakan ada 100 tanaman yang diamati karakteristik morfologinya. Banyaknya sampel dianggap sebagai ulangan. Peubah yang diamati antara lain: daya berkecambah, tinggi tanaman, luas daun, dimensi stomata, indeks SPAD, dan produktivitas tanaman. Hasil penelitian menunjukkan bahwa pemaparan bunyi meningkatkan daya berkecambah, di mana musik klasik menghasilkan daya perkecambahan terbesar yaitu 98% jika dibandingkan dengan jenis noise dan campuran sebesar 93% dan kontrol sebesar 90%. Stimulasi bunyi berpengaruh nyata terhadap faktor morfologi tanaman yang meliputi tinggi tanaman, luas daun, dan panjang tanaman dan akar, namun secara uji statistik tidak berpengaruh nyata terhadap indeks kehijauan daun (SPAD). Noise dengan level 70-75 dB menghasilkan bukaan stomata tertinggi yakni 12295.34 nm, dan stomata tanaman kontrol sebesar 4510.61 nm menjadi yang terendah. Analisa statistik menunjukkan paparan bunyi berpengaruh nyata pada produktivitas sawi hijau. Paparan musik klasik dapat meningkatkan berat basah sawi hijau sebesar 57.14% dibanding yang tidak terpapar bunyi (kontrol). Noise tidak berdampak negatif terhadap semua parameter pertumbuhan dan produktivitas sawi hijau. Sebaliknya, justru bunyi noise berdampak positif terhadap pertumbuhan dan produktivitas. Tidak diperlukan penambahan atau pencampuran musik klasik untuk mengurangi efek negatif yang dihasilkan paparan noise. Kata kunci: Paparan bunyi, noise, morfologi, produktivitas, sawi hijau
SUMMARY JOKO PRASETYO. Effect of Various Sound and Its Pressure Level on The Growth and Productivity of Green Mustard (Brassica juncea L.). Supervised by TINEKE MANDANG and I DEWA MADE SUBRATA This study aimed to investigate the effects of various sound exposure on morphological characteristics and productivity of green mustard. Sound type consists of classical music (violin sounds), noisy traffic and mix sound between classical music and noise. This study was conducted at greenhouse Siswadhi Soepardjo Field Laboratory, Department of Mechanical and Biosystems Engineering, Faculty of Agricultural Technology, Bogor Agricultural University. Stomata opening observation was conducted in Microtechnique Laboratory, Department of Agronomy and Horticulture, Faculty of Agriculture, Bogor Agricultural University. The experimental design used was a factorial completely randomized design treatment consists of two factors, namely the type of sound and pressure level. Sound pressure level consists of three levels ie 70-75 dB, 80-85 dB and 90-95 dB. The total combined treatment are 10 combinations. The object of this study used a green mustard of Tosokan varieties. The number of samples used were 10 plants for every treatments, hence there were 100 observed plants for morphologic characteristics purpose. The number of samples were considered as replicates. Variables measured include: germination, plant height, leaf area, stomatal dimensions, SPAD index, and crop productivity. The results showed that noise exposure increases germination. Classical music exposure produces the highest of 98% of germination, when compared to the type of noise and mixture sound 93% and 90% of control plants respectively. Sound stimulation significantly affect the morphology including plant height, leaf area, and plant and root length. However, the statistical test did not significantly affect leaf greenness index (SPAD). Noise with a sound level 70-75dB produce the highest stomatal openings 12295.34 nm, and stomatal control plants is 4510.61 nm being the lowest. Classical music exposure increases wet weight of 57.14% of wet weight. Noise exposure has not negative effect for the growth and productivity of green mustard. Keywords: Sound exposure, noise, plant growth, productivity, green mustard
© Hak Cipta Milik IPB, Tahun 2014 Hak Cipta Dilindungi Undang-Undang Dilarang mengutip sebagian atau seluruh karya tulis ini tanpa mencantumkan atau menyebutkan sumbernya. Pengutipan hanya untuk kepentingan pendidikan, penelitian, penulisan karya ilmiah, penyusunan laporan, penulisan kritik, atau tinjauan suatu masalah; dan pengutipan tersebut tidak merugikan kepentingan IPB Dilarang mengumumkan dan memperbanyak sebagian atau seluruh karya tulis ini dalam bentuk apa pun tanpa izin IPB
EFEK PAPARAN BUNYI DENGAN VARIASI JENIS DAN PRESSURE LEVEL TERHADAP PERTUMBUHAN DAN PRODUKTIVITAS SAWI HIJAU (Brassica juncea L.)
JOKO PRASETYO
Tesis sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Magister Sains pada Program Studi Teknik Mesin Pertanian dan Pangan
SEKOLAH PASCASARJANA INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR 2014
Penguji luar Komisi pada Ujian Tesis: Dr Lenny Saulia, STP, MSi
Judul Tesis : Efek Paparan Bunyi dengan Variasi Jenis dan Pressure Level terhadap Pertumbuhan dan Produktivitas Sawi Hijau (Brassica juncea L) Nama : Joko Prasetyo NIM : F151120031 Disetujui oleh Komisi Pembimbing
Prof Dr Ir Tineke Mandang, MS Ketua
Dr Ir I Dewa Made Subrata, MAgr Anggota
Diketahui oleh
Ketua Program Studi Teknik Mesin Pertanian dan Pangan
Dekan Sekolah Pascasarjana
Dr Ir Y Aris Purwanto, MSc
Dr Ir Dahrul Syah, MScAgr
Tanggal Ujian: 15 September 2014
Tanggal Lulus:
PRAKATA Segala puji dan syukur penulis panjatkan kepada Allah subhanahu wa ta’ala atas limpahan karunia dan rahmat-Nya sehingga karya ilmiah ini berhasil diselesaikan. Penulis memilih judul Efek Paparan Bunyi dengan Variasi Jenis dan Pressure Level terhadap Pertumbuhan dan Produktivitas Sawi Hijau (Brassica juncea L). Penelitian berlangsung selama empat bulan sejak bulan Maret 2014 sampai dengan Juni 2014. Penulis menyampaikan penghargaan dan ucapan terima kasih kepada: 1. Prof.Dr.Ir Tineke Mandang, MS selaku ketua komisi pembimbing dan Dr.Ir I Dewa Made Subrata, M.Agr selaku anggota komisi pembimbing atas segala bimbingan, arahan, dan saran kepada penulis selama penelitian hingga tersusunnya tesis ini. 2. Dr.Ir Y aris Purwanto, M.Sc selaku Ketua Program Studi Teknik Mesin Pertanian dan Pangan. 3. Dr. Lenny Saulia, STP, MSi selaku dosen penguji luar komisi pada ujian akhir tesis atas masukan dan arahan untuk perbaikan tesis. 4. Direktorat Jenderal Pendidikan Tinggi atas Beasiswa Unggulan yang diberikan kepada penulis. 5. Ayahanda Sarjuli dan ibunda Jumini yang senantiasa memberikan dukungan dan doa-doanya kepada penulis. 6. Rekan-rekan Teknik Mesin Pertanian dan Pangan angkatan 2012 atas kebersamaan dan persaudaraan selama mengikuti perkuliahan. Semoga karya tulis ini dapat memberikan manfaat.
Bogor, Oktober 2014 Joko Prasetyo
DAFTAR ISI DAFTAR TABEL
vi
DAFTAR GAMBAR
vii
DAFTAR LAMPIRAN
vii
1 PENDAHULUAN Latar Belakang Perumusan Masalah Tujuan Penelitian Hipotesis Manfaat Penelitian
1 1 2 2 3 3
2 TINJAUAN PUSTAKA Mekanisme Membukanya Stomata Pengaruh Bunyi terhadap Bukaan Stomata Pengaruh Stimulasi Bunyi untuk Tanaman Kebisingan (Noise) dan Dampaknya Terhadap Makhluk Hidup
3 3 5 6 7
3 METODE PENELITIAN Lokasi dan Waktu Penelitian Alat dan Bahan Metode Penelitian Pelaksanaan Penelitian Parameter yang Diamati Analisis Data
9 9 9 9 10 11 14
4 HASIL DAN PEMBAHASAN Pengaruh Jenis dan Level Bunyi terhadap Daya Berkecambah Pengaruh Jenis dan Level Bunyi terhadap Tinggi Tanaman Pengaruh Jenis dan Level Bunyi terhadap Luas Daun Pengaruh Jenis dan Level Bunyi terhadap Tingkat Kehijauan Daun Pengaruh Jenis dan Level Bunyi terhadap Dimensi Bukaan Stomata Hubungan Bukaan Stomata dengan Tinggi Tanaman, Luas Daun, Berat Basah dan Indeks SPAD Pengaruh Jenis dan Level Bunyi terhadap Produktivitas Tanaman
16 16 18 21 23 24
5 SIMPULAN DAN SARAN Simpulan Saran
28 28 29
DAFTAR PUSTAKA
29
LAMPIRAN
33
RIWAYAT HIDUP
39
25 27
DAFTAR TABEL 1 Skala level kebisingan dan sumbernya 8 2 Pengaruh paparan jenis dan level bunyi terhadap tinggi tanaman sawi hijau 18 3 Pengaruh paparan jenis dan level bunyi terhadap luas daun sawi hijau 21
DAFTAR GAMBAR 1 Morfologi stomata 2 Desain alat penelitian 3 Metode pengamatan perkecambahan benih sawi hijau 4 Metode pengukuran tinggi sawi hijau 5 Metode pengukuran luas daun sawi hijau 6 Metode pengukuran bukaan stomata 7 Metode pengukuran indeks SPAD 8 Diagram alir tahapan penelitian 9 Pengaruh jenis dan level bunyi terhadap daya berkecambah 10 Pengaruh jenis bunyi terhadap daya berkecambah 11 Grafik pengaruh jenis dan level bunyi terhadap tinggi tanaman 12 Pengaruh jenis bunyi terhadap tinggi tanaman 13 Grafik pengaruh jenis dan level bunyi terhadap luas daun 14 Pengaruh jenis bunyi terhadap luas daun 15 Pengaruh jenis dan level bunyi terhadap indeks kehijauan daun 16 Pengaruh jenis dan level bunyi terhadap lebar bukaan stomata 17 Pengaruh jenis dan level bunyi terhadap panjang stomata 18 Grafik hubungan bukaan stomata dengan variabel ukur 19 Pengaruh jenis dan level bunyi terhadap berat basah sawi hijau 20 Pengaruh Jenis dan Level Bunyi Terhadap panjang akhir tanaman
4 9 12 12 13 13 14 15 17 18 19 20 22 23 24 24 25 26 27 28
DAFTAR LAMPIRAN 1 2 3 4 5 6 7 8 9
Data daya perkecambahan benih sawi hijau Data tinggi tanaman Data luas daun Data indeks kehijauan daun (SPAD) Data dimensi stomata Data berat basah dan panjang total tanaman Karakteristik frekuensi dari jenis bunyi yang dipaparkan Pengamatan stomata Dokumentasi penelitian
33 33 34 34 35 35 36 37 38
1 PENDAHULUAN Latar Belakang Kemajuan industri dan teknologi dimanfaatkan oleh manusia untuk meningkatkan kualitas hidupnya. Sudah terbukti bahwa industri dan teknologi yang maju identik dengan tingkat kehidupan yang lebih baik. Kemajuan industri dan teknologi meskipun berdampak positif terhadap lingkungan hidup karena meningkatkan kualitas hidup manusia tetapi bisa memberikan dampak negatif yaitu dampak pencemaran terhadap lingkungan yang tidak hanya berpengaruh kepada lingkungan alam dan segala sesuatu yang ada di dalamnya, baik hewan, tumbuhan maupun manusia. Kemajuan peradaban yang telah memacu perkembangan industri ke arah penggunaan mesin-mesin dan alat-alat tranportasi dapat menyebabkan timbulnya kebisingan. Sumber kebisingan yang berasal dari bunyi kendaraan transportasi, seperti bus, kereta api, pesawat dan lain-lain dapat menyebabkan pencemaran bunyi. Penyebab pencemaran bunyi di sektor pertanian dapat berasal dari bunyi mesin traktor, mesin pemanen dan mesin-mesin pertanian lainnya meski sumber pencemaran bunyi tersebut tidak terus menerus ada di lahan pertanian. Selain sumber-sumber tersebut, sektor non-pertanian seperti sektor industri dengan sumber pencemar bunyi yang lebih beragam, seperti pencemaran bunyi di lingkungan pabrik, turut memberikan andil. Kondisi ini terjadi karena pesatnya perkembangan sektor industri menyebabkan alih fungsi lahan pertanian menjadi lokasi industri. Hal ini memungkinkan lahan pertanian terpapar oleh pencemaran bunyi. Paparan pencemaran bunyi, atau bunyi secara umum, disinyalir memberikan pengaruh, baik pengaruh baik ataupun buruk terhadap pertumbuhan tanaman, sebagaimana yang juga terjadi pada hewan dan manusia. Penelitian yang sudah ada selama ini lebih menekankan pengaruh polusi bunyi terhadap manusia. Berdasarkan SK Menteri Negara Lingkungan Hidup No: Kep.Men-48/MEN.LH/11/1996, kebisingan/polusi bunyi adalah bunyi yang tidak diinginkan dari suatu usaha atau kegiatan dalam tingkat dan waktu tertentu yang dapat menimbulkan gangguan kesehatan manusia dan kenyamanan lingkungan, termasuk ternak, satwa, dan sistem alam (Kusumaatmadja 1996). Pengaruh kebisingan terhadap manusia dan lingkungan sangat besar. Kebisingan dapat mengakibatkan gangguan fisiologis dan psikologis. Doelle (1986) menyatakan bahwa kebisingan di atas 70 dB dapat menimbulkan kegelisahan, kejenuhan, dan masalah peredaran darah. Dampak polusi bunyi terhadap hewan juga telah diteliti, Cheng et al. (2007) menyatakan bahwa tikus yang diberikan paparan bunyi bising selama 5 jam mengalami peningkatan stress yang ditandai dengan penurunan sistem imunitasnya. Selama ini penelitian tentang pengaruh polusi bunyi ke tanaman belum banyak dilakukan. Penelitian yang ada selama ini adalah penelitian pemaparan bunyi dengan jenis tertentu yang bertujuan untuk meningkatkan pertumbuhan dan produktivitas tanaman. Salah satu teknologi dalam rangka meningkatkan kualitas tanaman adalah melalui penerapan teknologi sonic bloom. Teknologi sonic bloom merupakan teknologi terobosan yang ditujukan untuk membuat tanaman tumbuh lebih baik. Sonic bloom memanfaatkan gelombang bunyi frekuensi tinggi yang
2 berfungsi memacu membukanya mulut daun (stomata) yang dipadu dengan pemberian nutrisi (Mulyadi 2005). Getaran bunyi dapat mempengaruhi pembukaan stomata daun menjadi lebih lebar (Kadarisman et al. 2013), sehingga dapat menyerap air dan CO2 lebih banyak dan mengoptimalkan proses fotosintesis. Sehingga pertumbuhan dan produktivitas tanaman dapat ditingkatkan secara optimal. Pada penelitian ini dikaji pengaruh pemaparan gelombang bunyi dengan berbagai jenis bunyi terhadap pertumbuhan dan produktivitas tanaman sawi hijau, yang mana pada penellitian ini menggunakan tiga jenis bunyi yaitu musik klasik, bising kendaraan (noise), dan campuran antara musik klasik dan noise. Susanti et al. (2013) telah melakukan penelitian pengaruh bunyi gamelan terhadap produktivitas sawi hijau berdasarkan durasi waktu pemaparannya. Hasil yang didapatkan dari penelitian tersebut adalah pemaparan bunyi gamelan selama 3 jam meningkatkan produktivitas sawi hijau jika dibandingkan dengan durasi yang lebih pendek dan tanaman kontrol. Hal yang melatarbelakangi penggunaan sawi hijau sebagai objek penelitian dikarenakan tanaman tersebut mudah tumbuh dan responsif terhadap perubahan lingkungan, sawi hijau sering dimanfaatkan sebagai tumbuhan percobaan untuk pemupukan, kesuburan tanaman, gangguan karena kurangan hara, serta bioremediasi (Francisca 2009). Menurut penelitian yang dilakukan oleh Yu et al. (2013) tentang pengaruh bunyi dengan frekuensi 0,3-6 kHz dapat mempengaruhi tinggi dan lebar daun tanaman padi secara signifikan jika dibandingkan dengan yang tanpa perlakuan. Penelitian serupa juga pernah dilakukan oleh Yulianto (2008) yang menggunakan teknologi sonic bloom pada tanaman bawang merah yang disimpulkan dapat meningkatakan produktivitas hingga 2 ton/ha. Namun demikian secara empirik riset yang berkaitan dengan pengaruh level dan jenis bunyi terhadap pertumbuhan dan produktivitas tanaman belum banyak dilakukan. Dari penelitian ini diharapkan dapat diketahui pengaruh variasi jenis dan level bunyi terhadap karakteristik morfologi dan produktivitas sawi hijau. Sekaligus menjawab pertanyaan tentang dampak positif atau negatif polusi bunyi (noise) terhadap tanaman khusunya dalam penelitian ini tanaman sawi hijau (Brassica juncea L.) Perumusan Masalah Beberapa permasalahan yang akan dicari jawabannya dalam penelitian ini dapat dirumuskan sebagai berikut: 1. Apakah ada pengaruh pemaparan bunyi dengan jenis yang berbeda pada beberapa taraf level bunyi terhadap karakteristik morfologi sawi hijau? 2. Apakah pemaparan bunyi dengan taraf level bunyi yang berbeda dapat memberikan pengaruh pada pertumbuhan tanaman sawi hijau jika dibandingkan terhadap tanaman sawi hijau yang tak terpapar bunyi? Tujuan Penelitian Tujuan yang hendak dicapai pada penelitian ini dapat dirumuskan menjadi tujuan umum dan tujuan khusus, tujuan umumnya antara lain: 1. Menganalisa pengaruh pemaparan bunyi dengan jenis yang berbeda dan beberapa taraf level bunyi yaitu 70-75 dB, 80-85 dB, dan 90-95 dB terhadap daya berkecambah dan karakteristik morfologi sawi hijau.
3 2.
Menginvestigasi produktivitas dan bukaan stomata tanaman sawi hijau dengan beberapa jenis dan taraf level bunyi 70-75 dB, 80-85 dB, dan 90-95 dB dengan tanaman sawi hijau tak terpapar bunyi. Tujuan khusus dari penelitian ini adalah melakukan kajian dampak negatif atau positif paparan bunyi tak beraturan atau noise terhadap pertumbuhan dan produktivitas tanaman sawi hijau. Hipotesis Berdasarkan tujuan yang telah dirumuskan, maka dapat disusun hipotesis sebagai berikut: 1. Terdapat taraf level bunyi yang memberikan pengaruh terbaik terhadap karakteristik morfologi dan lebar bukaan stomata sawi hijau pada berbagai jenis paparan bunyi 2. Terdapat taraf level bunyi yang memberikan pengaruh terbaik terhadap produktivitas sawi hijau pada berbagai jenis paparan bunyi. Manfaat Penelitian Manfaat yang diharapkan dari penelitian ini antara lain adalah dapat memberikan pemahaman tentang pengaruh jenis dan taraf level bunyi terhadap pertumbuhan tanaman sawi hijau, ditinjau dari karakteristik morfologi, bukaan stomata daun dan produktivitas sawi hijau. Hasil dari penelitian ini diharapkan nantinya dapat memberikan rekomendasi tentang perlakuan budidaya tanaman khususnya sawi hijau terutama di daerah dengan tingkat kebisingan yang tinggi, sebagai contoh di kawasan industri dan sekitar jalan raya.
2 TINJAUAN PUSTAKA Mekanisme Membukanya Stomata Stomata berasal dari bahasa Yunani yaitu stoma yang berarti lubang atau porus, jadi stomata adalah lubang-lubang kecil berbentuk lonjong yang dikelilingi oleh dua sel epidermis khusus yang disebut sel penutup (guard cell), di mana sel penutup tersebut adalah sel-sel epidermis yang telah mengalami kejadian perubahan bentuk dan fungsi yang dapat mengatur besarnya lubang-lubang yang ada. Peranan stomata dalam pertumbuhan tanaman sangatlah penting, diantaranya sebagai jalan masuk CO2 dari udara pada proses fotosintesis, sebagai jalan penguapan (transpirasi), dan sebagai jalan pernafasan (respirasi). Walaupun tidak ada ketentuan umum tentang mekanisme membukanya stomata, akan tetapi kebanyakan teori menganggap bahwa mekanisme ini melibatkan mekanisme turgor. Tekanan turgor adalah tekanan dinding sel oleh isi sel, banyak sedikitnya isi sel berhubungan dengan besar kecilnya tekanan pada dinding sel. Semakin banyak isi sel, semakin besar tekanan dinding sel (Haryanti 2010) Stomata pada umumnya terdapat pada bagian-bagian tumbuhan yang berwarna hijau, terutama sekali pada daun-daun tanaman. Stomata dapat dibagi menjadi beberapa bagian di antaranya yaitu (a) bagian sel penutup/sel penjaga (guard cell), (b) bagian yang merupakan sel tetangga, dan (c) ruang udara dalam.
4
Gambar 1 Morfologi Stomata. Sumber: www.realsonicbloom.com Sel penutup terdiri dari sepasang sel yang kelihatannya simetris, umumnya berbentuk ginjal, pada dinding sel atas dan bawah tampak adanya alat yang berbentuk birai (ledges), terkadang birai tersebut hanya terdapat pada dinding sel bagian atas. Adapun fungsi birai pada dinding sel bagian atas itu adalah sebagai pembatas ruang depan (Front Cavity) diatas porusnya sedangkan pembatas ruang belakang (Basic Cavity) antara porus dengan ruang udara yang terdapat dibawahnya. Keunikan dari sel penjaga adalah serat halus sellulosa (cellulose microfibril) pada dinding selnya tersusun melingkari sel penjaga, jenis susunan ini dikenal sebagai miselasi Radial (Radial Micellation). Serat sellulosa ini relatif tidak elastis, maka jika sel penjaga menyerap air mengakibatkan sel ini tidak dapat membesar diameternya melainkan memanjang. Akibat melekatnya sel penjaga satu sama lain pada kedua ujungnya memanjang akibat menyerap air maka keduanya akan melengkung ke arah luar. Kejadian ini yang menyebabkan celah stomata membuka (Kertasaputra 1988). Peranan stomata dalam pertumbuhan sawi sangatlah penting. Walaupun tidak ada ketentuan umum tentang mekanisme membukanya stomata, akan tetapi kebanyakan teori menganggap bahwa mekanisme ini melibatkan mekanisme turgor (Fahn 1992). Peningkatan tekanan turgor sel penjaga disebabkan oleh masuknya air ke dalam sel penjaga tersebut. Pergerakan air dari satu sel ke sel lainnya akan selalu terjadi dari sel yang mempunyai potensi air lebih tinggi ke sel dengan potensi air lebih rendah. Tinggi rendahnya potensi air sel akan tergantung pada jumlah bahan yang terlarut (solute) di dalam cairan sel tersebut. Semakin banyak bahan yang terlarut maka potensi osmotic sel akan semakin rendah. Dengan demikian, jika tekanan turgor sel tersebut tetap, maka secara keseluruhan potensi air sel akan menurun. Untuk memacu agar air masuk ke sel penjaga, maka jumlah bahan yang terlarut di dalam sel tersebut harus ditingkatkan Stomata membuka karena sel penjaga mengambil air dan menggembung di mana sel penjaga yang menggembung akan mendorong dinding bagian dalam stomata hingga merapat. Stomata bekerja dengan caranya sendiri karena sifat khusus yang terletak pada anatomi submikroskopik dinding selnya. Sel penjaga dapat bertambah panjang, terutama dinding luarnya, hingga mengembang ke arah luar. Dinding sebelah dalam kemudian akan tertarik oleh mikrofibril tersebut yang mengakibatkan stomata membuka (Frank et al. 1995). Stomata tumbuhan pada umumnya membuka pada saat matahari terbit dan menutup saat hari gelap sehingga memungkinkan masuknya CO2 yang diperlukan untuk fotosintesis pada siang hari. Umumnya, proses pembukaan memerlukan waktu 1 jam dan penutupan berlangsung secara bertahap sepanjang sore. Stomata
5 menutup lebih cepat jika tumbuhan ditempatkan dalam gelap secara tiba-tiba (Frank et al. 1995). Proses fotosintesis ini secara langsung akan berpengaruh pada proses respirasi, karena bahan utama proses respirasi adalah karbohidrat yang dihasilkan oleh proses fotosintesis. Proses respirasi inilah yang akan menghasilkan energi dalam bentuk Adenosin Tri Phospate (ATP). Berikut adalah persamaan reaksi yang menghasilkan glukosa: 6H2O + 6CO2 + cahaya → C6H12O6 (glukosa) + 6O2 + ATP Menutupnya stomata akan menurunkan jumlah CO2 yang masuk ke dalam daun, sehingga akan mengurangi laju fotosintesis. Pada dasarnya proses membuka dan menutupnya stomata bertujuan untuk menjaga keseimbangan antara kehilangan air melalui transpirasi dengan pembentukan gula melalui fotosintesis. Pengaruh Bunyi terhadap Bukaan Stomata Bunyi timbul karena penyimpangan tekanan udara, penyimpangan ini biasanya disebabkan oleh beberapa benda yang bergetar. Secara umum dapat dikatakan bahwa bunyi atau bunyi dihasilkan dari suatu getaran. Getaran menyebabkan udara disekitarnya mengalami perapatan dan peregangan secara bolak-balik. Lapisan perapatan dan peregangan udara yang bergerak ke arah luar menyebabkan terjadinya rambatan gelombang bunyi. Jika ruang udara sebagai medium perambatan gelombang tersebut tidak mempunyai molekul-molekul yang dapat merapat dan merenggang secara bergantian, maka energi mekanik tersebut belum dapat menghasilkan bunyi (Resnick dan Halliday 1992). Bunyi berdasarkan frekuensinya terbagi atas tiga tipe, yakni infrasonic audiosonic, dan ultrasonic. Gelombang bunyi yang dapat didengar oleh manusia termasuk dalam tipe audiosonic. Gelombang bunyi tersebut merupakan gelombang longitudinal yang memiliki frekuensi 20–20000 Hz dan terjadi karena adanya perapatan dan perenggangan dalam medium baik gas, cair, maupun padat. Bunyi yang dapat dibangkitkan oleh suatu sumber yang bergetar dengan harmonik dan sederhana merupakan gelombang bunyi harmonik, misalnya benda yang bergetar adalah garpu tala yang digetarkan atau pengeras bunyi yang digerakkan oleh osilator audio. Energi atau getaran yang dihasilkan oleh sumber bunyi tersebut mempunyai efek terhadap suatu tanaman, yaitu mampu untuk membuka stomata daun. Getaran dari bunyi akan memindahkan energi ke permukaan daun dan akan menstimulasi stomata daun untuk membuka lebih lebar (Kadarisman et al. 2011). Kadarisman et al. (2011) menyatakan bahwa pada dasarnya frekuensi akustik dapat memperpanjang periode pembukaan stomata yang dapat mengakibatkan proses transpirasi terus berlangsung, sehingga memperpanjang pula masa penyerapan unsur hara sebagai penyeimbang transpirasi. Pembukaan stomata karena pengaruh frekuensi akustik mampu meningkatkan tekanan osmotik pada protoplosma sel penjaga, di mana sel penjaga merupakan salah satu bagian yang terdapat dalam stomata sehingga sel penjaga akan menggembung karena banyak menyerap air. Salisbury dan Ross (1995) menyatakan bahwa yang mendorong sel penjaga menyerap air dan menggembung adalah tekanan osmotik protoplasma sel penjaga lebih kecil daripada sel di sekitarnya, yang menyebabkan air mengalir ke dalam sel penjaga. Selanjutnya mengakibatkan naiknya tekanan osmotik dan sel menggembung sehingga stomata membuka.
6 Dengan membukanya stomata yang lebih lebar berarti penyerapan unsur hara dan bahan-bahan lain di daun menjadi lebih banyak jika dibandingkan dengan tanaman tanpa perlakuan frekuensi akustik. Membukanya stomata menyebabkan gas oksigen O2 terdifusi keluar dan gas karbondioksida CO2 masuk ke dalam sel sebagai bahan untuk melakukan proses fotosintesis dengan bantuan cahaya matahari (Salisbury dan Ross 1995). Dari proses fotosintesis ini secara langsung akan berpengaruh terhadap proses respirasi, karena bahan utama proses respirasi adalah karbohidrat yang dihasilkan oleh proses fotosintesis. Proses respirasi inilah yang akan menghasilkan energi dalam bentuk ATP (Adenosin Tri Phospate). Pengaruh Stimulasi Bunyi untuk Tanaman Stimulasi musik untuk tanaman sudah banyak dilakukan di luar negeri. Bahkan sudah terdapat suatu produk yang menjual paket stimulasi untuk tanaman yang berisi musik dan nutrisi daun (Yulianto 2008). Keduanya diberikan secara bersamaan pada waktu yang sudah ditentukan. Produk tersebut bernama teknologi sonic bloom. Sonic bloom merupakan suatu teknologi organik yang digunakan untuk meningkatkan pertumbuhan tanaman melalui pemberian nutrisi alami dan frekuensi musik yang dapat merangsang penyerapan sel tanaman. Teknologi sonic bloom ditemukan oleh Carlson (2013) melalui penelitiannya sejak tahun 1979. Berdasarkan penelitiaannya, diperoleh level musik yang dapat berpengaruh pada tanaman sebesar 3000-5000 Hz. Musik yang digunakan menyerupai bunyi kriket atau burung berkicau. Menurut keterangan Pierce (1993), Sonic bloom membantu tanaman menyadari potensi genetik mereka. Bunyi kriket dan kicauan burung yang diberikan kepada tanaman secara alami akan mendorong stomata untuk membuka lebih luas sehingga dapat meningkatkan penyerapan dan translokasi nutrisi ke seluruh bagian tanaman. Teknologi sonic bloom sudah sampai ke Indonesia sekitar tahun 2000an. Teknologi sonic bloom sudah banyak diteliti oleh Badan Pengkajian Teknologi Pertanian Jawa Tengah. Hasil dari penelitian menyatakan bahwa sonic bloom memiliki pengaruh yang nyata pada peningkatan hasil produktivitas tanaman, terutama pada tanaman pangan baik dari segi kuantitas maupun kualitas. Menurut Kadarisman (2011) teknologi sonic bloom merupakan teknik menyuburkan tanaman dengan menggunakan gelombang bunyi frekuensi tinggi yakni sekitar 3500–5000 Hz. Penelitian yang sudah dilakukan di Indonesia mengenai sonic bloom diantaranya yakni yang dilakukan oleh Yulianto pada tahun 2008. Penelitian tersebut untuk mengetahui pengaruh gelombang bunyi pada sonic bloom pada cabai merah dan bawang merah. Berdasarkan hasil yang diperoleh dari kedua penelitian itu terbukti bahwa sonic bloom mampu meningkatkan hasil baik dari segi kualitas maupun kuantitasnya. Hasil cabai merah yang dibudidayakan dengan memberikan stimulasi gelombang bunyi dan nutrisi rumput lau mengalami peningkatan kuantitas sebesar 42.6 %. Penelitian mengenai budidaya bawang merah dengan memberikan stimulasi sonic bloom dan pupuk organik didapatkan peningkatan hasil panen sebesar 35 % (Yulianto 2008). Penelitian lain juga dilakukan oleh Puji et al. (2011) tentang pengaruh musik gamelan Bali dan gamelan Jawa. Hasil penelitian menunjukkan bahwa semua tanaman yang diberi perlakuan gelombang bunyi tumbuh lebih baik
7 dibandingkan sampel yang tidak diberi perlakuan (kontrol). Penelitian tentang sawi juga dilakukan oleh Susanti et al. (2013), yang menyatakan bahwa paparan musik pada frekuensi 3000-6000 Hz selama 1 hingga 3 jam per hari dapat memberikan kemajuan yang lebih signifikan dilihat dari lebar daun, panjang daun, dan berta basah hasil panen. Menurut hasil penelitian Yulianto (2008) bunyi yang terdapat pada sonic bloom memiliki frekuensi sebesar 3500–5000 Hz sehingga dapat dikatakan bahwa bunyi yang dapat digunakan untuk tanaman sama dengan frekuensi bunyi yang dapat didengar oleh manusia. Level bunyi tersebut yakni sebesar 100 dB seperti pada penelitian yang telah dilakukan oleh Meng et al. (2012). Pada penelitian tersebut diberikan perlakuan pemberian gelombang bunyi dengan level 100 dB dan frekuensi 40–2000 Hz setiap harinya selama 3 jam. Penelitian dengan perlakuan tersebut diperoleh peningkatan jumlah bunga, jumlah klorofil, dan buah yang dihasilkan pada tanaman strawberi. Kebisingan (Noise) dan Dampaknya Terhadap Makhluk Hidup Gelombang bunyi merupakan vibrasi/getaran molekul-molekul zat yang saling beradu satu sama lain. Namun demikian, zat tersebut terkoordinasi menghasilkan gelombang serta mentransmisikan energi tetapi tidak pernah terjadi perpindahan partikel (Resnick dan Halliday 1992). Gelombang adalah suatu getaran yang merambat, yang membawa energi dari satu tempat ke tempat lainnya. Dengan kata lain bunyi mempunyai energi, karena bunyi merupakan salah satu bentuk gelombang yang memiliki kemampuan untuk menggetarkan partikelpartikel yang dilaluinya. Tekanan bunyi adalah penyimpangan tekanan atmosfer yang disebabkan getaran partikel udara karena adanya gelombang bunyi. Level bunyi/bunyi dalam arah tertentu adalah laju energi bunyi rata-rata yang ditransmisikan dalam arah tadi lewat satu satuan luasan dan tegak lurus pada titik tersebut. Tekanan bunyi atau level bunyi diukur dengan menggunakan alat sound level meter yang terdiri dari mikrofon, penguat dan instrumen keluaran (output) yang mengukur tingkat atau level bunyi dalam decibel (dB). Alat ini dapat disambungkan dengan alat tambahan berupa alat penganalisis frekuensi dan personal computer. Kebisingan adalah bunyi yang tidak dikehendaki dan mengganggu manusia (Subaris et al. 2008). Berdasarkan SK Menteri Negara Lingkungan Hidup No: Kep.Men-48/MEN.LH/11/1996, kebisingan adalah bunyi yang tidak diinginkan dari suatu usaha atau kegiatan dalam tingkat dan waktu tertentu yang dapat menimbulkan gangguan kesehatan manusia dan kenyamanan lingkungan, termasuk ternak, satwa, dan sistem alam (Kusumaatmadja 1996). Kebisingan mempengaruhi kesehatan manusia baik secara fisik maupun psikologis. Pada tahun 1993, WHO mengakui efek kesehatan penduduk yang berasal dari kebisingan, antara lain ketergangguan jenis tidur, kardiovaskuler, sistem pernafasan, psikologis, fisiologis, dan pendengaran. Kebisingan juga berpengaruh negatif dalam komunikasi, produktivitas dan perilaku sosial (Maleki et al. 2010). Efek psikologis akibat kebisingan termasuk hipertensi, takikardia, peningkatan pelepasan kortisol dan stres fisiologis meningkat. Efek psikologis dari kebisingan biasanya tidak terlihat dengan baik dan sering diabaikan.
8 Tabel 1 Skala Level kebisingan dan sumbernya Level Skala Sumber Kebisingan (dB) Kerusakan alat pendengaran Menyebabkan tuli
120 100-110
Sangat hiruk
80-90
Kuat Sedang Tenang Sangat tenang
60-70 40-50 20-30 10-20
Batas dengar tertinggi Halilintar, meriam, mesin uap Hiruk pikuk jalan raya, pabrik sangat gaduh, peluit polisi Kantor bising, jalan umum, radio Rumah gaduh, kantor Rumah tenang, auditorium, percakapan Bunyi daun (batas pendengaran terendah)
Sumber. Higiene Perusahaan dan Kesehatan Kerja (HIPERKES) (Suma’mur, 2009) Jenis-jenis kebisingan yang sering ditemukan menurut Suma,mur (1996) adalah: 1. Kebisingan kontinyu dengan spektrum frekuensi luas (steady state, wide band noise), misalnya bunyi yang ditimbulkan oleh kipas angin 2. Kebisingan kontinyu dengan spektrum frekuensi sempit (steady state, narrow band noise), misalnya bunyi yang ditimbulkan oleh gergaji sirkuler dan katup gas 3. Kebisingan terputus-putus (intermitten), misalnya bunyi lalu lintas, bunyi kapal terbang dilapangan udara 4. Kebisingan impulsif (impact or impulsive noise), misalnya bunyi tembakan atau meriam 5. Kebisingan impulsif berulang, misalnya bunyi yang ditimbulkan mesin tempa Penelitian di Amerika Serikat dan di Selandia baru menyatakan bahwa kebisingan dapat menurunkan kualitas hidup seseorang (Seidman 2010). Penelitian di Belanda membuktikan bahwa terdapat hubungan positif antara prevalensi efek kebisingan terhadap kesehatan seseorang dengan level kebisingan (Salomons et al. 2011) Terdapat beberapa penelitian yang telah dilakukan pada mencit atau tikus dengan tujuan menjelaskan mekanisme immunopatobiogenesis stres. Antaranya penelitian yang dilakukan dengan menggunakan bunyi bising dengan lama paparan 1 jam dan 2 jam serta level bunyi 40-50 dB dan level bunyi diatas 85dB pada mencit. Hasilnya, terjadi peningkatan kadar kortisol serta penurunan jumlah limfosit dan kadar IgG serum (Budiman 2002). Penelitian yang lain menunjukkan terjadinya peningkatan kadar kortisol serta penurunan jumlah limfosit dan kadar IgG serum pada mencit dengan paparan bising dengan waktu 5 jam perhari dengan level 90dB (A) selama 3 hari. Hasilnya juga ditemukan kenaikkan kadar kortisol, penurunan CD4+ dan kadar IgG serum (Cheng et al. 2007).
9
3 METODE PENELITIAN Lokasi dan Waktu Penelitian Penelitian dilaksanakan pada bulan Maret 2014 sampai dengan Juni 2014 di instalasi rumah kaca (greenhouse) Laboratorium Lapang Siswadhi Soepardjo, Departemen Teknik Mesin dan Biosistem, Fakultas Teknologi Pertanian, Institut Pertanian Bogor. Pengujian stomata dilakukan di Laboratorium Microtechnique, Departemen Agronomi dan Holtikultura, Fakultas Pertanian, Institut Pertanian Bogor. Alat dan Bahan Peralatan yang dibutuhkan pada penelitian ini antara lain: Chamber/kotak percobaan, nampan, cawan petri, pot plastik, Sound Level Meter tipe IEC651 Type2, Chlophyll meter Tipe SPAD-502Plus, speaker aktif, Mp3 Player, penggaris, mikroskop Tipe BX-41 dan CX-41, preparat, timbangan digital, dan seperangkat komputer (personal computer) yang dilengkapi dengan perangkat lunak (software) Adobe Audition 3.0 (Adobe Inc., USA) sebagai editor file bunyi dan software DP2-BSW untuk menganalisa dimensi stomata. Bahan-bahan yang digunakan dalam penelitian ini antara lain: benih sawi hijau varietas Tosokan, arang sekam, kompos dan pupuk majemuk NPK untuk menyediakan nutrisi tanaman yang dibutuhkan.
a d b c Gambar 2 Desain alat penelitian a) chamber, b) cawan petri, c) speaker aktif, d) mp3 player Metode Penelitian Rancangan percobaan yang digunakan adalah Rancangan Acak Lengkap Faktorial terdiri atas dua faktor perlakuan, yaitu jenis bunyi dan level. Jenis bunyi terdiri dari musik klasik (biola), bunyi bising lalu-lintas dan mesin industri (noise) dan campuran antara musik klasik dan noise. Bunyi yang digunakan dalam penelitian ini merupakan file digital dengan format mp3 yang didapatkan melalui internet. Level bunyi terdiri dari tiga taraf yaitu 70-75 dB, 80-85 dB dan 90-95 dB. Selain itu juga digunakan tanaman sebagai tanaman pembanding (kontrol). Sehingga total kombinasi perlakuan sebanyak 10 kombinasi.
10 Adapun objek penelitian ini digunakan benih sawi hijau varietas tosokan yang umum tersedia di pasaran. Jumlah benih sawi yang digunakan pada fase perkecambahan sebanyak 20 benih tiap perlakuan, sehingga total benih yang digunakan sebanyak 200 benih. Pada fase pertumbuhan yaitu dari semai hingga panen jumlah sampel yang digunakan sebanyak 10 tanaman tiap sampel, sehingga total sampel sawi yang digunakan ada 100 tanaman yang akan diamati karakteristik morfologi, kehijauan daun, stomata, dan produktivitasnya. Banyaknya sampel dianggap sebagai ulangan. Setelah tanaman berusia 14 hari kemudian dipindahkan dari media persemaian menuju pot pembesaran hingga 32 hari kemudian. Pada penelitian ini faktor-faktor yang mempengaruhi pertumbuhan tanaman sawi hijau dikondisikan homogen baik kelembaban udara, suhu ruangan dan radiasi matahari. Hal ini dimaksudkan agar pertumbuhan sawi hijau hanya dipengaruhi oleh perbedaan pola dan level bunyi pada sampel. Hasil pengukuran menunjukkan suhu di dalam chamber pukul 07.00-10.00 berkisar 28°C-34°C, kelembaban berkisar antara 65%-82%, radiasi matahari berkisar 95 W m-2 – 102 W m-2. Penelitian dilakukan di dalam greenhouse dan penggunaan chamber diharapkan dapat mengakomodir faktor-faktor tersebut, sehingga kondisi lingkungan yang homogen dapat diwujudkan. Penggunaan chamber tidak hanya berfungsi untuk menjaga homogenitas keadaan lingkungan tanaman seperti suhu, kelembaban, intensitas cahaya, dan radiasi matahari, tapi juga menjaga level bunyi yang dipaparkan agar tetap stabil dan tidak terkontaminasi bunyi dari luar. Pelaksanaan Penelitian Pelaksanaan penelitian dibagi menjadi dua macam. Yang pertama adalah fase perkecambahan dan yang kedua adalah fase pertumbuhan. Pada masingmasing fase, pemberian paparan bunyi dilakukan selama 3 jam setiap harinya mulai pukul 7.00–10.00. Perlakuan tersebut mengacu pada penelitian yang telah dilakukan oleh Susanti et al. (2013) di mana pemaparan bunyi gamelan dengan durasi 3 jam menghasilkan produktivitas lebih tinggi dibandingkan pemaparan dengan durasi yang lebih rendah. Berikut adalah penjelasan dari masing-masing tahapan penelitian. Pemaparan Bunyi. Benih sawi hijau ditanam pada kapas yang berada di dalam cawan petri dan dimasukkan kedalam chamber yang di dalamnya terdapat speaker aktif. Jenis bunyi yang diberikan adalah musik klasik, noise dan campuran keduanya. Bunyi campuran digunakan dalam penelitian ini bertujuan untuk mengurangi dampak negatif terhadap sawi hijau apabila paparan bunyi noise memberikan dampak negatif, sehingga perlu diminimalisir dengan tambahan bunyi musik klasik. Sebagai tanaman pembanding (kontrol) ditanam benih sawi dan diletakkan pada chamber tanpa paparan bunyi, sedangkan level bunyi terdiri dari tiga taraf yaitu 70-75 dB, 80-85 dB dan 90-95 dB. Analisa frekuensi menggunakan software Adobe Audition 3.0 (Adobe Inc., USA) didapatkan musik klasik mempunyai rentang frekuensi 550-1200 Hz, noise mempunyai rentang frekuensi 150-650 Hz, dan bunyi campuran mempunyai rentang frekuensi 1501200 Hz. Gambaran spektrum frekuensi untuk ke tiga jenis bunyi yang dipaparkan dapat dilihat pada Lampiran 7. Pada penelitian ini nilai frekuensi yang terukur
11 diabaikan dan tidak termasuk dalam variabel yang berpengaruh, karena fokus penelitian ini hanya pada jenis dan level bunyi yang digunakan. Persemaian. Tempat persemaian berupa nampan persemaian yang tersedia di pasaran. Ukuran nampan yang digunakan adalah panjang 20 cm dan lebar 8 cm untuk tiap perlakuan. Media tanam yang digunakan berupa campuran arang sekam dan kompos dengan perbandingan 1:1. Persemaian untuk fase perkecambahan digunakan kapas sebagai media tumbuh yang diletakkan di dalam cawan petri. Transplanting. Proses transplanting dilakukan pada umur bibit 14 hari setelah semai (HSS). Bibit dipindahkan dari media persemaian ke pot pembesaran yang terbuat dari bahan plastik. Ukuran pot tanam berdiameter 10 cm dan tinggi 15 cm. Media tanam yang digunakan berupa campuran arang sekam dan kompos dengan perbandingan 1:1. Pemeliharaan. Pemeliharaan tanaman yang dilakukan pada penelitian ini meliputi penyulaman, penyiraman, dan pemupukan. Proses penyulaman adalah proses mengganti tanaman yang mati dengan tanaman baru. Penyulaman dilakukan paling lama 7 hari setelah proses transplanting. Tanaman yang digunakan untuk menyulam adalah tanaman yang mempunyai rataan tinggi yang sama atau yang paling rendah dalam satu perlakuan tersebut. Proses penyiraman dilakukan setiap hari pada pagi hari pukul 06.00-07.00 dan sore hari pukul 16.0017.00 dengan volume pemberian 200 ml/pot. Air yang digunakan berasal dari air tanah yang berada di lokasi penelitian. Proses pemupukan dilakukan 7 hari sekali menggunakan pupuk majemuk NPK jenis mutiara yang tersedia di pasaran. Dosis pemberian sebanyak 1 gram/pot yang mengacu pada penelitian yang telah dilakukan Susanti et al. (2013). Pemanenan. Proses pemanenan dilakukan setelah 46 HSS atau 32 hari setelah tanam, dengan cara mencabut seluruh bagian tanaman mulai batang hingga akar. Setelah proses pemanenan tanaman diukur panjang totalnya kemudian ditimbang berat basahnya. Parameter yang Diamati Pengamatan dilakukan pada parameter pertumbuhan, antara lain: Daya Berkecambah. Pengamatan benih yang berhasil berkecambah diamati setiap enam jam sekali dengan menggunakan pengamatan visual. Data jumlah benih yang berhasil berkecambah kemudian dikonversi ke satuan persen. Metode pengamatan perkecambahan ini mengacu pada penelitian Creath et al. (2004). Tinggi Tanaman. Tinggi tanaman diamati setiap 4 hari sekali sejak benih mulai disemai hingga sawi berusia 46 hari. Metode pengukuran tinggi tanaman mengacu pada penelitian yang telah dilakukan oleh Francisca (2009), pengukuran dilakukan menggunakan penggaris mulai dari pangkal tanaman (permukaan tanah) hingga ujung tertinggi daun yang tegak alami tegak lurus permukaan tanah.
12
Berkecambah Belum Berkecambah
Gambar 3 Metode pengamatan perkecambahan benih sawi hijau
Gambar 4 Metode pengukuran tinggi sawi hijau Luas Daun. Pengukuran luas daun merupakan salah satu parameter morfologi yang umum digunakan untuk menentukan baik tidaknya pertumbuhan suatu tanaman. Daun yang diukur luasnya adalah daun pada ruas ke-4, berdasarkan penelitian pendahuluan, daun pada ruas ke-4 mempunyai rataan luas tertinggi hingga hari ke-46. Pengukuran dimulai pada 28 HSS saat daun ruas ke-4 telah membuka sempurna. Pemilihan daun tanaman yang digunakan acuan pengukuran tersebut didasarkan pada teori yang dikemukakan oleh Legros et al. (2009), yang mana pemilihan daun acuan didasarkan pada ukuran terbesar atau yang berkorelasi langsung dengan suatu parameter tertentu yang akan diukur. Pengukuran luas daun menggunakan penggaris dengan metode panjang kali lebar dikalikan dengan faktor koreksi. Faktor koreksi untuk tanaman sawi adalah 0.6 (Sucipto 2011). Metode ini dipilih karena praktis digunakan pada pengukuran secara kontinyu dan sesuai untuk pengukuran di lapang, namun secara akurasi masih kurang jika dibandingkan dengan metode gravimetri atau image proccessing. Luas Daun = Panjang daun * Luas daun * 0.6
13
Gambar 5 Metode pengukuran luas daun sawi hijau Bukaan Stomata. Cara pembuatan preparat stomata adalah dengan metode replika/cetakan (Haryanti 2009) yaitu : Permukaan bawah daun diolesi cat kuku kemudian dibiarkan kering setelah 5-10 menit. Setelah kering cat kuku diselotip transparan, kemudian selotip yang sudah tercetak permukaan daun oleh cat kuku ditempelkan pada preparat kaca yang telah diberi label. Parameter yang diamati adalah panjang dan lebar (porus) bagian dalam stomata daun. Pengukuran panjang atau lebar porus stomata dapat dilakukan dengan bantuan software DX-Olympus yang telah terintegrasi dengan mikroskop dengan perbesaran 400 kali.
Gambar 6 Metode pengukuran bukaan stomata menggunakan Mikroskop DX-41 dengan software Olympus DP2-BSW Tingkat Kehijauan Daun. Tingkat kehijauan daun merupakan representasi dari kandungan klorofil daun, semakin tinggi nilainya maka semakin hijau dan semakin tinggi juga kandungan klorofilnya (Handoyo 2010). Pengukuran tingkat kehijauan daun menggunakan Chlophyll meter Tipe SPAD-502Plus. Metode pengukuranya dengan menjepitkan sensor inframerah yang berada pada alat ukur ke bagian tengah daun sawi hijau. Nilai yang terukur menyatakan tingkat kehijauan daun.
14
Gambar 7 Metode pengukuran indeks kehijauan daun (SPAD) Berat Basah Tanaman. Pengukuran berat basah dilakukan pada saat panen menggunakan timbangan digital. Objek yang ditimbang meliputi daun dan batang. Proses pengukuran dilakukan sesaat setelah sawi dipanen. Tujuannya agar kadar air pada tanaman tidak cepat berkurang karena penguapan. Akar sawi tidak diukur beratnya karena arang sekam melekat pada akar serabut dan sulit dihilangkan, sehingga akan menjadi bias jika akar tidak dipotong dan tetap ditimbang. Panjang Total Tanaman. Pengukuran panjang total tanaman dilakukan setelah proses pemanenan. Proses pengukuran menggunakan meteran. Bagian yang diukur mulai ujung daun tertinggi hingga ujung akar terpanjang. Tujuan lain dari pengukuran ini adalah untuk mengetahui perbedaan ukuran panjang akar pada masing-masing perlakuan. Analisis Data Data hasil pengamatan diuji dengan analisa sidik ragam menggunakan program Ms.Excel 2007 dan SAS versi 9.1.3. Jika hasil pengujian sidik ragam pada taraf nyata 5% terdapat pengaruh nyata maka dilanjutkan dengan uji DMRT (Duncan Multiple Range Test) pada taraf nyata 5% untuk membandingkan nilai tengah antar perlakuan (Matjik dan Sumertajaya 2006).
15 Mulai
Benih sawi hijau (Brassica juncea) Penyemaian di nampan Pemindahan bibit ke pot tanam setelah umur 14 HSS.
Pemaparan bunyi selama 3 jam pukul 07.00 – 10.00 dengan berbagai jenis bunyi yakni: 1. Musik klasik (bunyi beraturan) 2. Noise (tak beraturan) 3. Gabungan bunyi musik dan noise
Pembesaran tanaman di kotak penelitian (chamber) sampai umur tanaman 46 HSS
Parameter pengamatan : 1. Perkecambahan 2. Tinggi tanaman 3. Luas daun 4. Kehijauan daun (SPAD) 5. Bukaan stomata
Sawi umur 46 HSS
Tidak
Ya Pemanenan Pengukuran berat basah dan panjang total tanaman
Selesai
Gambar 8 Diagram alir tahapan penelitian
16
4 HASIL DAN PEMBAHASAN
Hasil observasi di laboratorium greenhouse Siswadhi Soeparjo pada bulan April-Juni 2014 menunjukkan suhu harian berkisar antara 23.3°C hingga 40.1°C dengan suhu tertinggi pada pukul 12.00. Kelembaban udara berkisar mulai 52% hingga 95%. Sedangkan untuk radiasi matahari sebesar 5.5 W m-2 hingga dengan radiasi tertinggi mencapai 208.7 W m-2 pada pukul 12.00. Dari pengukuran tersebut dapat disimpulkan bahwa kondisi lingkungan greenhouse relatif bersuhu cukup tinggi untuk budidaya sawi. Suhu yang ideal untuk tanaman sawi adalah 15°C-21°C pada malam hari dan 27°C-32°C pada siang hari (Francisca 2009). Pengaruh Jenis dan Level Bunyi terhadap Daya Berkecambah Pemaparan musik klasik pada berbagai level bunyi pada Gambar 9a terlihat bahwa level bunyi 70-75 dB dan 80-85 dB menghasilkan daya berkecambah yang tertinggi sebesar 100% pada jam ke-36, sedangkan yang terendah terdapat pada benih sawi tanpa perlakuan (kontrol) sebesar 90% pada waktu yang sama. Grafik perlakuan pada Gambar 9a memperlihatkan bahwa laju perkecambahan untuk semua level bunyi pada jam ke-6 hingga jam ke-18 lebih cepat antara 70-90%, jika dibandingkan dengan paparan bunyi noise dan campuran. Hal ini sesuai dengan penelitian Creath et al. (2004), bunyi musik klasik mempercepat daya perkecambahan. Pemaparan bunyi campuran pada Gambar 9b terlihat bahwa level bunyi 70-75 dB menghasilkan daya berkecambah tertinggi sebesar 100% pada akhir pengamatan dan level bunyi 90-95 dB menghasilkan daya berkecambah terendah sebesar 85%. Bunyi jenis bising lalu lintas dan mesin industri (noise) yang dipaparkan pada perlakuan berikutnya didapatkan level bunyi 70-75 dB dan 80-85 dB menghasilkan daya berkecambah tertinggi sebesar 95%. Dari ketiga perlakuan yang telah disebutkan terdapat korelasi yaitu level bunyi rendah menghasilkan daya berkecambah tertinggi benih sawi hijau jika dibandingkan dengan level bunyi diatasnya, sedangkan tanaman kontrol yang tidak terpapar bunyi cenderung lebih lambat daya berkecambahnya. Hal ini sesuai dengan penelitian yang dilakukan oleh Creath et al. (2004) yang melakukan penelitian dengan objek biji okra dan zucchini yang dipaparkan bunyi burung dan musik dapat mempercepat proses perkecambahan secara signifikan jika dibandingkan dengan bunyi noise dan tanpa paparan bunyi. Penelitian serupa juga telah dilakukan oleh Suwardi (2010) yang melakukan penelitian stimulus bunyi dengan variasi frekuensi 1-15 kHz dengan objek biji kedelai, yang mana pada penelitian tersebut didapatkan frekuensi 10 kHz merupakan frekuensi yang paling optimal untuk mempercepat proses perkecambahan biji kedelai. Perlakuan stimulasi bunyi terhadap perkecambahan biji sawi hijau secara umum memberikan pengaruh, namun tidak signifikan. Pada jam ke 6 hingga jam ke 12 belum ada perbedaan yang signifikan dari ketiga perlakuan dengan tanaman kontrol. Perbedaan yang signifikan terjadi pada pengamatan jam ke 18, dari grafik di Gambar 10 terlihat bahwa pemaparan musik klasik meningkatkan daya berkecambah lebih baik dibandingkan dengan paparan noise dan campuran. Mareza et al. (2009) menyatakan bahwa pemaparan bunyi dapat merangsang aktivitas enzim pada kotiledon benih sehingga berkecambah lebih cepat, selain itu
17 dugaan lain mengindikasikan terjadi peningkatan vigor benih yang dapat meningkatkan daya berkecambah suatu tanaman. Rambatan energi yang menyertai getaran bunyi sangat mempengaruhi berbagai proses yang berlangsung dalam sel benih terkait dengan fisiologisnya. Penelitian yang telah dilakukan oleh Wang et al. (2003) menyatakan bahwa paparan bunyi dengan frekuensi 0.4 kHz pada level bunyi 106 dB meningkatkan indeks perkecambahan, aktifitas pertumbuhan akar dan penetrabilitas membran sel.
80
80
Daya berkecambah (%)
100
Daya berkecambah (%)
100
60 40 20 0
60 40 20 0
0
6
12
18 Jam ke
24
30
42
36
0
6
12
18
24
30
36
42
Jam ke
a)
b)
Daya berkecambah (%)
100
80
60 40
20
0 0
6
70-75dB
12
18
80-85dB
24 Jam ke
30
90-95dB
36
42
Kontrol
c) Gambar 9 Pengaruh jenis dan level bunyi terhadap daya berkecambah. a)musik klasik; b)campuran (m.klasik+noise); c)noise Pengamatan pada jam ke 30 di Gambar 10 memperlihatkan bahwa tidak ada perbedaan antara paparan bunyi noise dan campuran terhadap tanaman kontrol, pada jam tersebut perkecambahan mencapai 80% sedangkan paparan musik klasik menghasilkan daya perkecambahan hingga 95%. Penelitian yang telah dilakukan oleh Sumardi et al. (2005) menyatakan bahwa penerapan teknologi gelombang bunyi pada tanaman padi mampu mempercepat pertumbuhan bibit, memperbanyak dan memperpanjang akar bibit padi, serta memperbanyak anakan bibit padi pada proses persemaian. Secara umum pada perlakuan ini dapat ditarik kesimpulan bahwa bunyi dapat meningkatkan daya perkecambahan biji sawi hijau. Khusus untuk paparan bunyi noise ternyata tidak memberikan dampak negatif terhadap daya berkecambah benih sawi hijau. Hal ini ditunjukkan dengan daya
18 bekecambah yang lebih tinggi dibandingkan dengan tanpa perlakuan, bahkan memberikan dampak positif terhadap daya berkecambah benih sawi hijau. 100
Daya berkecambah (%)
80
60
40
20
0 0 M.Klasik
6
12
18 24 Jam ke
M.Klasik + Noise
30 Noise
36
42
Kontrol
Gambar 10 Pengaruh jenis bunyi terhadap daya berkecambah Pengaruh Jenis dan Level Bunyi terhadap Tinggi Tanaman Tinggi tanaman merupakan ukuran tanaman yang paling sering diamati baik sebagai indikator pertumbuhan maupun sebagai parameter yang digunakan untuk mengukur pengaruh lingkungan atau perlakuan yang diterapkan. Hal ini dilakukan karena tinggi tanaman merupakan ukuran pertumbuhan yang paling mudah dilihat sebagai parameter pengaruh lingkungan. Sitompul et al. (1995) menyatakan bahwa tinggi tanaman sensitif terhadap faktor lingkungan. Tabel 2 Pengaruh paparan jenis dan level bunyi terhadap tinggi tanaman sawi hijau Jenis Bunyi Musik Klasik Noise M.Klasik + Noise Kontrol
Level Bunyi (dB) 70-75 80-85 90-95 70-75 80-85 90-95 70-75 80-85 90-95
Tinggi tanaman (mm) 4 HSS
14 HSS
18.3abc 15.5bcd 16.9bc 16.5bcd 19.1ab 23.0a 12.1cd 15.1bcd 15.7bcd 14.2cd
58.1a 56.1ab 56.2ab 48.5cd 54.0abc 54.2abc 49.6bcd 47.1cd 49.7bcd 45.8d
28 HSS 34 HSS
40 HSS
46 HSS
77.5ab 77.5ab 66.0bcd 78.5ab 82.0a 74.5abc 77.0ab 58.7d 63.5cd 61.9cd
178.0a 168.7ab 148.7cd 151.9bcd 159.7abcd 165.3abc 166.0abc 149.0cd 168.1abc 145.8d
295.6ab 288.3a 269.3cd 271.4cd 299.1abc 302.6a 218.4e 281.2abcd 273.9bcd 260.3d
127.4a 121.1a 108.8bcd 118.7abc 132.8a 127.3a 115.7abcd 100.7cd 106.7bcd 99.0d
Keterangan: angka yang diikuti huruf yang sama pada kolom yang sama menunjukkan hasil yang tidak berbeda nyata pada uji DMRT pada taraf P<0,05; HSS=Hari Setelah Semai
Perlakuan paparan bunyi dengan level yang berbeda berpengaruh nyata terhadap tinggi tanaman pada jenis bunyi musik klasik (Tabel 2). Pada Gambar 11a dapat dilihat bahwa pada awal pertumbuhan antara 4 hari setelah semai (HSS) hingga 28 HSS, level bunyi 70-75 dB memberikan pertambahan tinggi tanaman
19 yang lebih tinggi jika dibandingkan level bunyi 80-85 dB dan 90-95 dB. Usia tanaman 28 HSS hingga 46 HSS pertambahan tinggi tanaman terendah didapatkan pada level bunyi yang 90-95 dB dan pertambahan tinggi tanaman tertinggi didapatkan pada level bunyi 70-75 dB. Dari data tersebut terdapat korelasi bahwa pada paparan musik klasik, semakin rendah level bunyi menghasilkan tinggi tanaman tertinggi. 350 Fase Pembesaran
Tinggi tanaman sawi (mm)
Fase Perkecambahan
300 250 200 150 100 50
Fase Perkecambahan
300
Fase Pembesaran
250 200 150 100 50
0
0
0
10
20
30
40
0
50
10
20
30
40
Hari
Hari
a)
b)
350 Tinggi tanaman sawi (mm)
Tinggi tanaman sawi (mm)
350
Fase Perkecambahan
300
Fase Pembesaran
250 200 150 100 50 0 0
10 70-75dB
20 80-85dB
Hari
30 90-95dB
40
50
kontrol
c) Gambar 11 Grafik pengaruh jenis dan level bunyi terhadap tinggi tanaman. a)musik klasik; b)noise; c)m.klasik+noise Analisa statistik (Tabel 2) menunjukkan bahwa pada paparan bunyi noise pada Gambar 11b terhadap tanaman sawi berpengaruh nyata pada pertambahan tinggi tanaman, khususnya pada 4 HSS dan 46 HSS. Secara umum level bunyi 9095 dB justru memberikan pertambahan tinggi yang lebih baik jika dibandingkan dengan paparan musik klasik yang memberikan peningkatan pertambahan tinggi pada level bunyi 70-75 dB. Hal yang berbeda berlaku pada perlakuan paparan bunyi campuran (musik klasik dan noise) yang secara umum level bunyi tidak memberikan pengaruh nyata terhadap pertambahan tinggi tanaman (Gambar 11c).
50
20 Perlakuan stimulasi bunyi terhadap tanaman sawi hijau berpengaruh nyata terhadap peningkatan tinggi tanaman. Pada tahap perlakuan ini paparan musik klasik memberikan peningkatan pertambahan tinggi tanaman yang paling baik dibandingkan dengan paparan bunyi noise ataupun campuran. Hal ini sesuai dengan penelitian yang telah dilakukan oleh Iriani et al. (2005), yang mana stimulasi musik klasik menggunakan sonic bloom dapat meningkatkan tinggi tanaman tembakau hingga 30% di Kabupaten Kendal. Namun hasil dari perlakuan ini tidak sama dengan penelitian yang dilakukan oleh Utami et al. (2012) yang melakukan penelitian pengaruh musik klasik, pop, dan hard rock terhadap tinggi tanaman cabe keriting justru hasil pertambahan tinggi terbaik pada paparan musik hard rock. Pada Gambar 12 terlihat bahwa paparan musik klasik menghasilkan peningkatan tinggi tanaman terbaik sejak awal tanam hingga umur panen pada 46 setelah semai (HSS). Proses transplanting yang dilakukan pada hari ke 15 menyebabkan penurunan tinggi tanaman, hal ini disebabkan pada proses ini batang bibit harus ditanam seluruhnya hingga batas percabangan. Tujuan dari pembenaman batang hingga batas percabangan untuk memperkuat tegakan tanaman pada proses pertumbuhan. Kondisi abnormal terlihat pada pengamatan hari ke 42, di mana laju peningkatan tinggi tanaman lebih tinggi dari biasanya. Hal ini disebabkan pada hari ke 42 hingga hari ke 46 cuaca di lokasi penelitian berkondisi hujan, sehingga menurunkan suhu siang hari menjadi 27°C-30°C dari awalnya 32°C-40°C. Kondisi tersebut menyebabkan sawi tumbuh dengan optimal, di mana Francisca (2009) meneliti bahwa sawi hijau tumbuh optimal pada suhu 27°C-32°C pada siang hari.
Tinggi tanaman sawi (mm)
350
Fase Perkecambahan
300
Fase Pembesaran
250 200 150 100 50 0 0
10
20
30
40
50
Hari Musik
M.klasik+noise
Noise
kontroll
Gambar 12 Pengaruh jenis bunyi terhadap tinggi tanaman Paparan bunyi noise ternyata tidak berdampak negatif terhadap tinggi tanaman. Pada Tabel 2 dan Gambar 12 paparan bunyi noise justru memberikan hasil terbaik. Pemberian bunyi campuran juga menghasilkan hasil lebih baik jika dibandingkan tanaman tanpa perlakuan. Dapat disimpulkan dari perlakuan ini bahwa bunyi noise memberikan pengaruh yang positif terhadap pertambahan tinggi sawi hijau, sehingga tidak diperlukan stimulasi musik klasik tambahan.
21 Pengaruh Jenis dan Level Bunyi terhadap Luas Daun Pengukuran luas daun merupakan salah satu parameter morfologi yang umum digunakan untuk menentukan baik tidaknya pertumbuhan suatu tanaman. Pengukuran dimulai pada 28 HSS saat daun ruas ke-4 telah membuka sempurna. Perlakuan paparan bunyi dengan level yang berbeda berpengaruh nyata terhadap luas daun pada ketiga jenis bunyi yang dipaparkan. Pada Tabel 3 dapat dilihat bahwa level bunyi 80-85 dB memberikan pertambahan luas daun yang lebih tinggi. Hal tersebut berlaku pada ketiga jenis bunyi, musik klasik, noise dan campuran. Perlakuan pemaparan bunyi memberikan pengaruh yang nyata terhadap peningkatan luas daun jika dibandingkan tanaman kontrol. Pengecualian terdapat pada perlakuan musik klasik pada level 90-95 dB yang menghasilkan peningkatan luas daun paling sedikit jika dibandingkan dengan perlakuan bunyi noise pada level sedang 80-85 dB. Hasil dari penelitian ini sesuai dengan penelitian yang telah dilakukan oleh Susanti (2013) yang menunjukkan bahwa bunyi gamelan jawa pada range frekuensi 3-6 kHz dapat meningkatkan panjang dan lebar daun tanaman sawi hijau (Brassica juncea L.). Hasil penelitian serupa juga dinyatakan oleh Sigh et al. (2013) di mana bunyi musik klasik selama 3 jam meningkatkan indeks luas daun kacang-kacangan. Tabel 3 Pengaruh paparan jenis dan level bunyi terhadap luas daun sawi hijau. Level Bunyi (dB) 70-75 Musik 80-85 Klasik 90-95 70-75 Noise 80-85 90-95 70-75 M.Klasik 80-85 + Noise 90-95 Kontrol Jenis Bunyi
28 HSS 8.59ab 7.93abc 6.39abcd 9.04a 8.55ab 7.15abcd 8.36ab 4.99d 8.08abc 5.96cd
Luas Daun (cm2) 32 HSS 36 HSS a 15.46 22.48bc 15.34a 22.87abc bc 11.14 18.88cd a 16.76 27.11a 15.32a 23.45ab ab 14.16 21.55bc a 15.93 24.15ab c 9.91 16.07d 15.06a 23.98ab c 10.19 20.26bcd
40 HSS 33.19ab 32.94ab 27.76b 30.45ab 32.14ab 30.41ab 32.85ab 31.19ab 35.53a 28.49b
46 HSS 72.88abc 77.41ab 42.19cd 66.31bcd 81.27a 68.55bc 59.90d 73.14abc 70.40abc 55.05d
Keterangan: angka yang diikuti huruf yang sama pada kolom yang sama menunjukkan hasil yang tidak berbeda nyata pada uji DMRT pada taraf P<0,05; HSS=Hari Setelah Semai
Grafik pada Gambar 13 menunjukkan bahwa laju peningkatan luas daun relatif stabil mulai pengamatan di hari ke-28 hingga hari ke-42. Pengamatan pada hari ke-42 menunjukkan bahwa terjadi lonjakan peningkatan luas daun sawi hijau yang cepat. Hal ini disebabkan pada hari ke-42 hingga hari ke-46 cuaca di lokasi penelitian berkondisi hujan, sehingga menurunkan suhu siang hari menjadi 27°C30°C dari awalnya 32°C-40°C. Kondisi tersebut menyebabkan sawi tumbuh dengan optimal, di mana Francisca (2009) meneliti bahwa sawi hijau tumbuh optimal pada suhu 27°C-32°C pada siang hari.
90
80
80
70
70
Luas daun (cm2)
90
60 50 40 30
60 50 40 30
20
20
10
10 0
0 26
30
34
38 Hari ke
42
46
26
50
30
34
a)
38 Hari ke
42
46
b) 90 80 70
Luas daun sawi (cm2)
Luas daun (cm2)
22
60 50 40 30 20 10 0 26
30
34
38
42
46
50
Hari ke 70-75dB
80-85dB
90-95dB
kontrol
c) Gambar 13 Grafik pengaruh jenis dan level bunyi terhadap luas daun. a)musik klasik; b)noise; c)m.klasik+noise Grafik yang ditampilkan pada Gambar 14 terlihat bahwa paparan bunyi noise menghasilkan luas daun tertinggi sebesar 72 cm2, sedangkan tanaman kontrol menghasilkan luas daun terendah yaitu 55.1 cm2. Iriani et al. (2005) menyatakan bahwa terdapat peningkatan luas daun tembakau yang diberi perlakuan sonic bloom sebesar 3.28%. Laju peningkatan luas daun sawi hijau mulai pengamatan hari ke-28 hingga hari ke-42 relatif stabil untuk semua perlakuan. Seperti telah dijelaskan sebelumnya, perubahan iklim curah hujan yang tinggi pada hari ke-42 mengakibatkan peningkatan luas daun yang cukup tinggi. Suhu yang lebih rendah membuat sawi hijau tumbuh lebih optimal. Paparan bunyi noise ternyata tidak berdampak negatif terhadap dimensi luas daun. Pada Tabel 3 dan Gambar 13 paparan bunyi noise justru memberikan hasil terbaik terutama pada level bunyi 80-85 dB. Pemberian bunyi campuran juga menghasilkan hasil lebih baik jika dibandingkan tanaman tanpa perlakuan. Dapat disimpulkan dari perlakuan ini bahwa bunyi noise memberikan pengaruh yang positif terhadap peningkatan dimensi daun sawi hijau, sehingga tidak diperlukan stimulasi musik klasik tambahan.
50
23 90 80
Luas daunsawi (cm2)
70 60 50 40 30 20 10 0 26
30 M.klasik
34
38 Hari ke
M.klasik+noise
42 Noise
46
50 kontrol
Gambar 14 Pengaruh jenis bunyi terhadap luas daun Pengaruh Jenis dan Level Bunyi terhadap Tingkat Kehijaun Daun Klorofil meter (SPAD) merupakan alat yang dapat digunakan untuk memonitor warna daun dan jumlah klorofil. Klorofil meter menggunakan spektrum warna yang dipantulkan oleh daun. Nilai SPAD berkorelasi tinggi dengan kandungan ekstrak klorofil telah dilaporkan untuk beberapa spesies tanaman (Handoyo 2010). Salah satu pendekatan untuk mengetahui jumlah klorofil daun adalah dengan mengukur tingkat kehijauan. Daun yang lebih hijau diduga memiliki kandungan klorofil yang tinggi. Perlakuan paparan jenis dan level bunyi melalui analisa sidik ragam (ANOVA) tidak berpengaruh nyata terhadap kandungan klorofil daun yang direpresentasikan indeks SPAD (Gambar 15). Namun secara umum level bunyi yang lebih rendah meningkatkan nilai indeks kehijauan daun jika dibandingkan dengan tanaman kontrol. Hal ini sesuai dengan penelitian yang telah dilakukan oleh Hou et al. (1999), di mana paparan bunyi 0.08-2 kHz, dan level bunyi 100 dB selama 180 menit dapat meningkatkan kadar klorofil pada daun bayam dan tomat. Penelitian serupa juga telah dilakukan oleh Fan et al. (2010) yang menyatakan teknologi plant acoustic frequency technology (PAFT) dengan paparan frekuensi 0.08 hingga 2 kHz pada level bunyi 100 dB selama 180 menit setiap hari dapat meningkatkan kandungan klorofil daun dan jumlah bunga pada tanaman mentimun dan paprika. Pengukuran indeks kehijauan daun pada penelitian ini menghasilkan beberapa kesimpulan yang dapat dikemukakan. Pertama, level bunyi 70-75 dB cenderung menghasilkan kadar kehijauan daun yang lebih tinggi. Kedua, sawi hijau yang tidak terpapar bunyi menghasilkan indeks hijau daun yang paling rendah jika dibandingkan dengan sawi yang terpapar bunyi dengan jenis apapun. Kesimpulan khusus terkait perlakuan ini adalah paparan bunyi noise ternyata menghasilkan indeks hijau daun yang lebih tinggi jika dibandingkan sawi kontrol.
24
Indeks SPAD
Pencampuran bunyi noise dengan musik klasik dapat meningkatkan indeks kehijaun daun. 70-75dB
50 45 40 35 30
80-85dB
90-95dB
Kontrol
25 20 15 10 5 0 Musik klasik
M.klasik + Noise
Noise
Jenis bunyi
Gambar 15 Pengaruh jenis dan level bunyi terhadap indeks kehijauan daun (SPAD) Pengaruh Jenis dan Level Bunyi Terhadap Dimensi Bukaan Stomata Analisa stomata menunjukkan bahwa paparan bunyi musik klasik, noise dan campuran memberikan pengaruh yang nyata pada lebar bukaan stomata (Gambar 16) jika dibandingkan dengan yang tidak terpapar bunyi (kontrol). Hal ini sesuai dengan penelitian yang telah dilakukan oleh Kadarisman et al. (2011), bahwa bunyi serangga seperti garengpung, belalang, jangkrik, dan orong-orong dapat mensti-mulus stomata untuk membuka lebih lebar pada tiga jenis tanaman kacang. Pada Gambar 16 pemberian bunyi noise pada level bunyi rendah (70-75 dB) meningkatkan rata-rata lebar bukaan stomata paling besar yakni 12295.34 nm. Disisi lain, sawi yang tidak terpapar bunyi menghasilkan rata-rata lebar bukaan stomata paling kecil yakni 4510.61 nm. Penelitian lainnya yang telah dilakukan oleh Carlson (2013), dijelaskan bahwa bunyi yang dihasilkan dari sonic bloom dengan frekuensi 3-5 kHz selama 3 jam dapat meningkatkan bukaan stomata, sehingga CO2 dapat masuk lebih banyak melalui stomata dan meningkatkan laju fotosintesis.
Lebar bukaan stomata (nm)
14000
70-75dB
80-85dB
90-95dB
kontrol
12000 10000 8000 6000 4000 2000 0 M.Klasik
Noise Jenis bunyi
M.Klasik+Noise
Gambar 16 Pengaruh jenis dan level bunyi terhadap lebar bukaan stomata
25 Pembukaan stomata yang distimulasi frekuensi akustik dapat meningkatkan tekanan osmotik pada protoplasma sel penjaga, di mana sel penjaga akan menggembung dan stomata akan membuka lebih lebar. Dengan pembukaan stomata, maka transpirasi akan berlangsung. Akar tanaman akan menyerap larutan di dalam tanah untuk menjaga turgor sel tanaman. Oksigen akan terevaporasi pada saat stomata membuka, sementara gas CO2 akan masuk ke dalam sel daun (Radwan 2007). Hasil pengujian menunjukkan paparan bunyi dengan berbagai jenis dan level tidak berpengaruh nyata terhadap panjang bukaan stomata (Gambar 17). Hal ini disebabkan panjang stomata bagian dalam merupakan ujung dari sel penjaga yang ukuranya tidak banyak berubah meskipun terjadi perubahan lebar bukaan stomata.
Panjang sisi dalam stomata (nm)
25000
70-75dB
80-85dB
90-95dB
kontrol
20000 15000 10000 5000 0 M.Klasik
Noise Jenis bunyi
M.Klasik+Noise
Gambar 17 Pengaruh jenis dan level bunyi terhadap panjang stomata bagian dalam Paparan bunyi noise ternyata memberikan pengaruh positif terhadap lebar bukaan stomata. Pada Gambar 16 paparan bunyi noise pada level 70-75 dB memberikan hasil lebar bukaan stomata tertinggi. Pemberian bunyi campuran juga menghasilkan lebar bukaan stomata lebih tinggi jika dibandingkan sawi hijau tanpa perlakuan. Dapat disimpulkan dari perlakuan ini bahwa bunyi noise memberikan pengaruh yang positif terhadap lebar bukaan stomata sawi hijau, sehingga tidak diperlukan stimulasi musik klasik tambahan. Hubungan Bukaan Stomata dengan Tinggi Tanaman, Luas Daun, Berat Basah dan Indeks SPAD Pengaruh lebar bukaan stomata terhadap berbagai variabel peubah yakni tinggi tanaman, luas daun, indeks SPAD dan berat basah, tidak menunjukkan korelasi yang erat. Hal ini ditunjukkan pada Gambar 18, di mana nilai R2 dari masing-masing grafik sangat kecil dibawah 0.5. Secara umum dari penelitian ini belum dapat disimpulkan bahwa lebar bukaan stomata linier dengan variabel peubah yang diamati. Penelitian yang telah dilakukan oleh Pujiwati et al. (2014) menunjukkan bahwa lebar bukaan stomata daun kentang tidak berkorelasi dengan produktivitas kentang yang dihasilkan, hal tersebut ditunjukkan dengan nilai R2 sebesar 0.0236. Hal tersebut bertolakbelakang dengan penelitian yang telah
26
180
90
170
80 Luas daun sawi (cm2)
Tinggi tanaman sawi (mm)
dilakukan oleh Kadarisman et al. (2011) menyatakan bahwa membukanya stomata dapat menyebabkan O2 terdifusi keluar dan CO2 masuk ke dalam sel menjadi proses fotosintesis. Dari proses fotosintesis tersebut secara langsung akan berpengaruh terhadap proses respirasi, di mana bahan utama proses respirasi adalah karbohidrat yang dihasilkan proses fotosintesis. Proses respirasi inilah yang dapat menghasilkan energi dalam bentuk ATP (Adenosin Tri Phospate).
160 150 140 130
70 60 50 40 30 20 10 0
120 0
2500 5000 7500 10000 Lebar bukaan stomata (nm)
0
12500
2500
5000
a)
10000
12500
b)
50
25
45
20
Berat basah sawi (g)
Indeks SPAD
7500
Lebar bukaan stomata (nm)
40 35 30
15 10 5 0
25 0
2500
5000
7500
10000
Lebar bukaan stomata (nm)
c)
12500
0
2500
5000
7500
10000
12500
Lebar bukaan stomata (nm)
d)
Gambar 18 Grafik hubungan bukaan stomata dengan beberapa variabel ukur tanaman sawi; a)tinggi tanaman, b)luas daun, c)indeks SPAD, d)berat basah Kelemahan dari penelitian ini adalah sampel stomata masih kurang, sehingga diperlukan lebih banyak data atau sampel stomata yang diamati. Pengambilan sampel stomata dalam penelitian ini hanya dilakukan sekali pada saat tanaman berusia 40 hari, sehingga belum dapat dikatakan merepresentasikan hubungan lebar bukaan dengan variabel ukur secara menyeluruh. Solusi yang dapat dilakukan adalah dengan mengukur stomata lebih dari sekali ukur, misalnya dilakukan pengukuran setiap interval 10 hari. Diduga, dengan solusi tersebut akan menghasilkan korelasi semakin erat dan linieritas antara bukaan stomata dengan variabel peubah semakin tinggi. Menurut Carlson (2013) frekuensi akustik dapat merangsang pembukaan stomata sehingga dapat mengakibatkan proses transpirasi
27 terus berlangsung, selain itu memperpanjang masa penyerapan unsur hara sebagai penyeimbang transpirasi, sekaligus energi yang dihasilkan untuk meningkatkan produktivitas tanaman semakin besar. Lawlor (2002) menyatakan bahwa penurunan konduktansi stomata secara perlahan akan menurunkan konsentrasi CO2 dan dengan sendirinya akan menurunkan laju fotosintesis. Solusi yang mungkin dapat dilakukan untuk meningkatkan nilai korelasi adalah dengan menggunakan pupuk daun pada saat perlakuan paparan bunyi. Menurut Yulianto (2008a), penambahan pupuk daun berupa nutrisi rumput laut pada saat pemaparan bunyi menggunakan teknologi sonic bloom dapat meningkatkan produktivitas cabai merah. Pengaruh Jenis dan Level Bunyi terhadap Produktivitas Tanaman Pemaparan bunyi dengan jenis musik klasik, noise dan campuran berpengaruh nyata dalam meningkatkan berat biomassa sawi hijau dibandingkan dengan tanaman kontrol. Pada Gambar 19, pemaparan bunyi musik klasik dengan level 70-75 dB menghasilkan pertambahan berat biomassa tertinggi dengan ratarata 22.56 gram tiap tanaman. Tanaman kontrol menghasilkan rataan berat basah sawi sebesar 14.67 gram tiap tanaman. Hasil penelitian ini sesuai dengan penelitian yang dilakukan oleh Iriani et al. (2005) yang menyatakan penerapan sonic bloom mampu meningkatkan produksi tembakau sebesar 31.9% atau sebesar 581 kg/ha yaitu dari 1822 kg/ha menjadi 2403 kg/ha. Hasil serupa juga dinyatakan oleh Lirong et al. (2010) yang melakukan penelitian menggunakan stimulus bunyi alam (nature sound) dengan frekuensi 40-2000 Hz selama 3 jam mulai pukul 09.00 pada tanaman strowberi, dapat meningkatkan jumlah produksi buah sebesar 16.6% dan total biomassa hingga 50%. Terdapat kecenderungan pada pemaparan musik klasik bahwa semakin rendah level bunyi, maka berat basah sawi hijau semakin tinggi. Pemaparan bunyi noise dan campuran tidak memberikan pengaruh nyata terhadap berat sawi pada berbagai level bunyi. Secara umum pemaparan bunyi memberinkan pengaruh nyata jika dibandingkan dengan tanaman kontrol. 25
70-75dB
80-85dB
90-95dB
kontrol
Berat basah sawi (g)
20
15
10
5
0 Musik klasik
Noise Jenis bunyi
Musik klasik+noise
Gambar 19 Pengaruh jenis dan level bunyi terhadap berat basah sawi hijau
28 Perlakuan pemaparan bunyi dengan berbagai level dan jenis pada Gambar 20 memperlihatkan bahwa, stimulasi bunyi dengan level sedang (80-85 dB) secara umum menghasilkan peningkatan ukuran panjang tanaman dan akar yang paling tinggi setelah proses pemanenan, yakni 51.6 cm pada musik klasik dan 51.7 cm pada bunyi noise. Penelitian tentang pengaruh bunyi terhadap pertumbuhan akar juga telah dilakukan oleh Ekici et al. (2007), di mana stimulasi musik klasik Mozart dan Chopin selama 6 jam hingga 10 hari dengan level bunyi 64.7-74.6 dB dapat meningkatkan pertumbuhan akar (root elongation) bawang merah hampir 50%. Penelitian serupa juga telah dilakukan oleh Weinberger et al. (1979) yang melakukan pemaparan frekuensi akustik sebesar 5 kHz dengan level bunyi 90 dB dapat meningkatkan pertumbuhan akar dari tanaman gandum dan total biomassa. Dari perlakuan ini dapat disimpulkan bahwa stimulasi bunyi dengan berbagai jenis dan level memberikan peningkatan hasil yang signifikan, baik peningkatan berat biomassa dan ukuran tanaman.
Panjang sawi+akar (mm)
600
70-75dB
80-85dB
90-95dB
kontrol
500 400 300 200 100 0 M.Klasik
Noise
M.Klasik+Noise
Jenis bunyi
Gambar 20 Pengaruh Jenis dan Level Bunyi Terhadap panjang akhir tanaman Bunyi noise yang dipaparkan pada sawi hijau tidak menurukan produktivitas yang dihasilkan. Hal tersebut juga berlaku untuk pemaparan bunyi campuran. Produktivitas yang dihasilkan dari pemaparan noise dan campuran lebih tinggi jika dibandingkan dengan tanaman sawi kontrol. Kesimpulan yang dapat diambil dari perlakuan ini adalah bunyi noise yang berasal dari bising lalu lintas maupun bising industri tidak akan menurunkan produktivitas tanaman sawi hijau, sehingga tidak diperlukan penambahan atau pencampuran bunyi musik klasik untuk meminimalisir penurunan produktivitas.
5 SIMPULAN DAN SARAN Simpulan 1. Pemaparan bunyi meningkatkan daya berkecambah, di mana musik klasik menghasilkan presentase perkecambahan terbesar yaitu 98% jika dibandingkan dengan jenis bunyi noise dan campuran sebesar 93% dan kontrol sebesar 90%. Stimulasi bunyi berpengaruh nyata terhadap faktor morfologi tanaman yang
29 meliputi tinggi tanaman, luas daun, dan panjang tanaman dan akar. Namun secara uji statistik tidak berpengaruh nyata terhadap indeks kehijauan daun. 2. Pemaparan bunyi dengan berbagai jenis berpengaruh nyata terhadap lebar bukaan stomata. Bunyi noise dengan level 70-75 dB menghasilkan bukaan stomata tertinggi yakni 12295.34 nm, dan stomata tanaman kontrol sebesar 4510.61 nm menjadi yang terendah. Analisa statistik menunjukkan paparan bunyi berpengaruh nyata pada produktivitas sawi hijau. Paparan musik klasik dapat meningkatkan berat basah sawi hijau sebesar 57.14% dibanding yang tidak terpapar bunyi (kontrol). 3. Paparan noise tidak berdampak negatif terhadap semua parameter pertumbuhan dan produktivitas sawi hijau. Sebaliknya, justru bunyi noise berdampak positif terhadap pertumbuhan dan produktivitas. Tidak diperlukan penambahan atau pencampuran musik klasik untuk mengurangi efek negatif yang dihasilkan paparan bunyi noise. Saran Penelitian ini memiliki beberapa kekurangan, salah satunya adalah kurangnya sampel stomata yang diukur dimensinya. Pada penelitian ini hanya dilakukan sekali pada saat tanaman berusia 40 hari, sehingga belum dapat dikatakan merepresentasikan hubungan lebar bukaan dengan variabel ukur secara menyeluruh. Solusi yang dapat dilakukan adalah dengan mengukur stomata lebih dari sekali ukur, misalnya dilakukan pengukuran setiap interval 10 hari. Diduga, dengan solusi tersebut akan menghasilkan korelasi semakin erat dan linieritas antara bukaan stomata dengan variabel peubah semakin tinggi. Perlu diberikan perlakuan pemupukan daun pada saat pemaparan bunyi, sehingga diduga dapat meningkatkan nilai morfologi sawi hijau yang diukur.
DAFTAR PUSTAKA Budiman. 2002. Modulasi respons imun pada mencit balb/c yang stres akibat stresor bunyi [Thesis]. Airlangga University: Surabaya Cahyono B. 2003. Teknik dan strategi budidaya sawi hijau. Yayasan Pustaka Utama. Yogyakarta Carlson D. 2013. Sonic bloom organic farming made easy, The best organic fertilizer in the world. [internet]. [diacu Desember 2013] tersedia dari: http://www.relfe.com/ sonic_bloom.html Cheng Z, dan Arizumi M. 2007. Modulation of immune functions and oxidative status induced by noise stress. Journal of Occupational Health. P, 33-36 Creath K, Schwartz G E. 2004. Measuring effects of music, noise, and healing energy using a seed germination bioassay. The Journal of Alternative and Complementary Medicine. Vol 10: 113-122 Ekici N, Dane F, Mamedova L, Metin I, Huseyinov M. 2007. The effects of different on root growth and mitosis in onion (Allium cepa) root apical meristem. Asian Journal of Plant Science. Vol 6(2): 369-373 Fahn A. 1992. Anatomi tumbuhan. Gadjah Mada Press : Yogyakarta
30 Fan R, Zhou Q, Zhao D. 2010. Effect on changes of chlorophyll in cucumber by application of sound frequency control technology. Acta Agriculturae Boreali-occidentalis sinica. Vol 19: 194-197 Francisca S. 2009. Respon pertumbuhan dan produksi sawi (Brassica juncea) terhadap penggunaan pupuk kascing dan pupuk organik cair. [Skripsi]. Medan (ID): Universitas Sumatera Utara Frank B, Cleon W. Ross. 1995. Fisiologi Tumbuhan Jilid I. Terjemahan dari Plant Physiologi 4 th edition oleh Sumaryono. ITB: Bandung Handoyo G C. 2010. Respon tanaman caisim (brassica chinensis) terhadap pupuk NPK (16–20–29) di dataran tinggi. [Skripsi]. Bogor (ID): Institut Pertanian Bogor Haryanti S. 2010. Jumlah dan distribusi stomata pada daun beberapa spesies tanaman dikotil dan monokotil. Buletin Anatomi dan Fisiologi. Vol 18 (2): 21-28 Hou T, Mooneyham R. 1999. Applied studies of plant meridian system: The effect of agri-wave technology on yield and quality of tomato. The American Journal of Chinese Medicine. Vol 27: 1-10 Iriani E, Yulianto, Choliq A. 2005. Penerapan teknologi sonic bloom pada tembakau di Kabupaten Kendal. (Prosiding). Implementasi Hasil Pengembangan Pertanian. BPTP Jawa Tengah Kadarisman N, Purwanto A. 2011. Rancang bangun audio organic growth system (aogs) melalui spesifikasi spektrum bunyi binatang alamiah sebagai local genius untuk peningkatan kualitas dan produktivitas tanaman holtikultura. Prosiding Seminar Nasional Penelitian, Pendidikan dan Penerapan MIPAUNY: 463-474 Kartasaputra A. 1988. Pengantar anatomi tumbuh-tumbuhan tentang sel dan jaringan. Bina Aksara: Jakarta Kusumaatmadja S. 1996. Keputusan Menteri Negara Lingkungan Hidup Nomor: Kep.Men-48/MEN.LH/11/1996 Tentang Baku Tingkat Kebisingan. Menteri Negara Lingkungan Hidup. Lawlor DW. 2002. Limitation to photosynthesis in water stress leaves stomata vs metabolism and the role of ATP. Annals Botany Vol 89:871-885 Legros S, Mialet-Sera I, Caliman JP, Siregar FA, Clement-Vidal A, Fabre D, Dingkuhn. 2009. Phenology, growth and phtsiological adjustments of oil palm (Elaeis guineensis) to sink limitation induced by fruit pruning. Annals Botany 104: 1183-1194 Lirong Q, Guanghui T, Tianzhen H, Baoying Z, Liu X. 2010. Influence of sound wave stimulation on the growth of strawberry in sunlight greenhouse. IFIP AICT vol 317: 449-454 Maleki K, Hosseini, Nasiri. 2010. The effect of pure and mixed plantations of robinia pseudoacasia and pinus eldarica on traffic noise decrease. International Journal of Environmental Sciences Vol 1:213-224. Mareza M, Podesta F, ratibayati. 2009. Respon Perkecambahan Lima Varietas Padi Rawa Lebak terhadap Pemberian Zat Pengatur Tumbuh 2,4-D pada Fase Vegetatif. Akta Agrosia Vol. 12(2): 177-183 Mattjik A, Sumertajaya I. 2006. Perancangan percobaan dengan aplikasi SAS dan Minitab. Bogor (ID): IPB Press. 276 hlm
31 Meng Q, Zhou Q, Zheng S, Gao Y. 2012. Responses on photosynthesis and variable chlorophyll fluorescence of fragaria ananassa under sound wave. Energy Procedia 16: 346 – 352 Mulyadi. 2005. Pengaruh teknologi pemupukan bersama gelombang bunyi (sonic bloom) terhadap perkecambahan dan pertumbuhan semai Acacia Mangium Willd. Jurnal Manajemen Hutan Tropika. Vol 11(1): 67-75 Pierce J. 1993. Sonic bloom speeds growth of food crops. [internet]. [diunduh 5 November 2013]. Tersedia pada www.real-sonic-bloom.com/sonic_bloom_ articles/sonic_bloom_speeds_growth_of_food_crops.htm Pujiwati I, Djuhari. 2014. The pattern of stomatal opening through the exposure of high-frequency sound wave with the different duration and age of soybeans (Glycine max(L) Merril). Agricultural Science Vol 2 (1): 69-77 Radwan UA. 2007. Plant water relations, stomatal behavior, photosynthetic pigments and anatomical characteristics of Solenostemma arghel (Del.) haynee under hyper-arid enviromental conditions. Journal Sci 2 Vol 2 (2) :148-155 Salomons EM, Janssen SA. 2011. Practical ranges of loudness levels of various types of environmental noise, including traffic noise, aircraft noise, and industrial noise. International Journal of Environmental Research and Public Health Vol 8:1847-1864. Seidman M, Standring R. 2010. Noise and quality of life. International Journal of Environmental Research and Public Health Vol 7:3730-3738. Singh A, Chatterjee J, Jalan A. 2013. Effect of sound on plant growth. Asian Journal of Plant Science and Research. Vol.3 (4): 28-30 Sitompul S, Guritno B. 1995. Analisis pertumbuhan tanaman. Gadjah Mada University Press. Yogyakarta Subaris H, Haryono. 2008. Hygiene lingkungan kerja. Mitra Cendekia Press : Jogjakarta Sucipto. 2011. Efektivitas jamur entomopatogen sebagai pengendali hama utama ulat krop terhadap pertumbuhan dan hasil tanaman sawi. Embryo Vol 8 (2) : 65-72 Sudaryanto. 2012. Pengaruh pemaparan bunyi “jangkrik” termanipulasi pada peak frequency 4,43.103 hz, terhadap pertumbuhan dan produktivitas tanaman bawang merah [Thesis]. Universitas Negeri Yogyakarta: Yogyakarta Sulistiani R. 2006. Pengaruh macam pupuk organik cair terhadap pertumbuhan dan hasil tanaman (kailan, sawi dan selada) [skripsi]. Universitas Muhammadiyah Malang. Suma'mur. 1996. Higene perusahaan dan kesehatan kerja. PT Toko Gunung Agung : Jakarta Suma'mur. 2009. Higiene perusahaan dan kesehatan kerja (HIPERKES). Sagung Seto: Jakarta Susanti T, Rondowunu F. 2013. Pengaruh musik pada range 3000-6000 Hz terhadap pertumbuhan sawi hijau. Jurnal Program Studi Fisika. Universitas Kristen Satya Wacana Salatiga. Vol 1: 1-15 Suwardi. 2010. Kajian pengaruh penggunaan frekuensi gelombang bunyi terhadap pertumbuhan benih kedelai. Jurnal Fisika FLUX. Vol 7 (2): 170-176
32 Utami S, Novaliza M, Iriani D. 2012. Aplikasi musik klasik, pop dan hard rock terhadap pertumbuhan vegetatif tanaman cabe merah keriting. [Skripsi]. Program Studi Biologi. Universitas Riau. Pekanbaru Wang B, Chen X, Wang Z, Fu Q, Zhou H. 2003. Biological effect of sound field stimulation on paddy rice seeds. Colloids and surfaces Vol 15: 29-34 Weinberger P, Measures M. 1979. Effects of the intensity of audible sound on the growth and development of Rideau winter wheat. Canadian Journal of Botany. Vol 57: 1036-1039 Yu S, Jiang S, Zhu L, Zhang J, Jin Q. 2013. Effects of acoustic frequency technology on rice growth, yield and quality. Transactions of the Chinese Society of Agricultural Engineering. Vol 29: 145-146 Yulianto. 2008a. Pengkajian dan pengembangan teknologi gelombang bunyi dan nutrisi rumput laut pada cabai merah (Capsium annum L.). Agroland 15 (1): 1–6 Yulianto. 2008b. Penerapan teknologi sonic bloom dan pupuk organic untuk peningkatan produksi bawang merah (Studi Kasus Bawang Merah di Brebes, Jawa Tengah). Agroland 15 (3) : 148 – 155
33 Lampiran 1 Data daya perkecambahan benih sawi hijau Level Bunyi (dB) 70-75 Musik 80-85 Klasik 90-95 70-75 Noise 80-85 90-95 70-75 M.Klasik + 80-85 Noise 90-95 Kontrol
Jenis Bunyi
6 jam 15 10 0 5 0 15 5 10 10 10
12 jam 60 45 35 25 55 50 60 35 35 45
Daya berkecambah (%) 18 jam 24 jam 30 jam 90 95 95 85 95 100 75 75 85 35 65 80 60 70 80 65 70 75 70 80 85 60 75 85 55 65 75 75 75 80
36 jam 100 100 95 95 95 90 100 95 85 90
Lampiran 2 Data Tinggi Tanaman Level Bunyi (dB) 70-75 Musik 80-85 Klasik 90-95 70-75 Noise 80-85 90-95 70-75 M.Klasik 80-85 + Noise 90-95 Kontrol Jenis Bunyi
Tinggi (mm) 4 HSS abc
18.33 15.5bcd 16.88bc 16.5bcd 19.13ab 23.0a 12,1cd 15.11bcd 15.71bcd 14.22cd
14 HSS a
58.1 56.1ab 56.2ab 48.5cd 54.0abc 54.2abc 49.6bcd 47.1cd 49.7bcd 45.8d
28 HSS ab
77.5 77.5ab 66.0bcd 78.5ab 82.0a 74.5abc 77.0ab 58.7d 63.5cd 61.9cd
34 HSS a
127.4 121.1a 108.8bcd 118.7abc 132.8a 127.3a 115.7abcd 100.7cd 106.7bcd 99.0d
40 HSS a
178.0 168.7ab 148.7cd 151.9bcd 159.7abcd 165.3abc 166.0abc 149.0cd 168.1abc 145.8d
46 HSS 295.6ab 288.3a 269.3cd 271.4cd 299.1abc 302.6a 218.4e 281.2abcd 273.9bcd 260.3d
Keterangan: angka yang diikuti huruf yang sama pada kolom yang sama menunjukkan hasil yang tidak berbeda nyata pada uji DMRT pada taraf P<0,05; HSS=Hari Setelah Semai
34 Lampiran 3 Data Luas Daun Level Bunyi (dB) 70-75 Musik 80-85 Klasik 90-95 70-75 Noise 80-85 90-95 70-75 M.Klasik + 80-85 Noise 90-95 Kontrol
Jenis Bunyi
28 HSS 8.59ab 7.93abc 6.39abcd 9.04a 8.55ab 7.15abcd 8.36ab 4.99d 8.08abc 5.96cd
Luas Daun (cm2) 32 HSS 36 HSS a 15.46 22.48bc 15.34a 22.87abc bc 11.14 18.88cd a 16.76 27.11a 15.32a 23.45ab ab 14.16 21.55bc a 15.93 24.15ab c 9.91 16.07d 15.06a 23.98ab c 10.19 20.26bcd
40 HSS 33.19ab 32.94ab 27.76b 30.45ab 32.14ab 30.41ab 32.85ab 31.19ab 35.53a 28.49b
46 HSS 72.88abc 77.41ab 42.19cd 66.31bcd 81.27a 68.55bc 59.90d 73.14abc 70.40abc 55.05d
Keterangan: angka yang diikuti huruf yang sama pada kolom yang sama menunjukkan hasil yang tidak berbeda nyata pada uji DMRT pada taraf P<0,05; HSS=Hari Setelah Semai
Lampiran 4 Data Indeks Kehijauan Daun (SPAD) Jenis Bunyi
Level Bunyi (dB)
Indeks SPAD
70-75 80-85 90-95 70-75 80-85 90-95 70-75 80-85 90-95
43.97a 40.22a 38.72a 40.76a 40.18a 40.20a 43.58a 44.24a 40.36a 38.31a
Musik Klasik Noise M.Klasik + Noise Kontrol
Keterangan: angka yang diikuti huruf yang sama pada kolom yang sama menunjukkan hasil yang tidak berbeda nyata pada uji DMRT pada taraf P<0,05; HSS=Hari Setelah Semai
35 Lampiran 5 Data Dimensi Stomata Level Bunyi (dB) 70-75 Musik 80-85 Klasik 90-95 70-75 Noise 80-85 90-95 70-75 M.Klasik + 80-85 Noise 90-95 Kontrol
Jenis Bunyi
Keterangan:
Lebar bukaan (nm) 8243.60cd 9992.45bcd 7613.89d 12295.34a 9166.74bcd 11295.64bcd 11295.64ab 10635.51abc 10390.68abcd 4510.61e
Panjang stomata (nm) 17705.99a 17079.04a 17630.72a 20254.74a 19015.83a 18141.11a 19297.52a 19441.52a 21201.38a 18289.21a
angka yang diikuti huruf yang sama pada kolom yang sama menunjukkan hasil yang tidak berbeda nyata pada uji DMRT pada taraf P<0,05; HSS=Hari Setelah Semai
Lampiran 6 Data Berat Basah dan Panjang Total Tanaman Level Bunyi (dB) 70-75 Musik 80-85 Klasik 90-95 70-75 Noise 80-85 90-95 70-75 M.Klasik + 80-85 Noise 90-95 Kontrol
Jenis Bunyi
Berat basah (gr) 22.56a 21.00ab 16.89de 19.56bc 20.89ab 19.55bc 15.00e 18.78bcd 17.67cd 14.67e
Panjang tanaman+akar (cm) 45.5bcd 51.6a 46.5bcd 50.9ab 51.7a 47.7bcd 44.1cd 48.7abc 49.5abc 42.4d
Keterangan: angka yang diikuti huruf yang sama pada kolom yang sama menunjukkan hasil yang tidak berbeda nyata pada uji DMRT pada taraf P<0,05; HSS=Hari Setelah Semai
36 Lampiran 7 Karakteristik frekuensi dari jenis bunyi yang dipaparkan.
Gambar. Karakteristik frekuensi bunyi musik klasik
Gambar. Karakteristik frekuensi bunyi noise
Gambar. Karakteristik frekuensi bunyi musik campuran
37 Lampiran 8 Pengamatan stomata
Gambar. Metode pengukuran bukaan stomata menggunakan Mikroskop DX-41 dengan software Olympus DP2-BSW
Gambar. Stomata daun sawi hijau
38
Lampiran 9 Dokumentasi penelitian
39
RIWAYAT HIDUP Penulis dilahirkan pada tanggal 30 Juli 1986 di Desa Kromasan Kecamatan Wlingi Kabupaten Blitar, Jawa Timur. Penulis adalah putra kedua dari pasangan Sarjuli dan Jumini. Setelah menyelesaikan pendidikan di SMKN 1 Blitar pada tahun 2004, penulis bekerja sebagai Operator Produksi di PT. ASMO Indonesia hingga tahun 2006. Penulis menempuh pendidikan S1 pada Program Studi Keteknikan Pertanian, Jurusan Keteknikan Pertanian, Fakultas Teknologi Pertanian, Universitas Brawijaya Malang pada tahun 2006 s.d. 2011. Setelah menamatkan pendidikan S1, penulis bekerja di PT Dupont Indonesia sebagai Field Quality Assistant pada tahun 2011. Awal tahun 2012 mulai Januari hingga sekarang penulis bekerja sebagai Asisten Dosen tetap di Fakultas Teknologi Pertanian Universitas Brawijaya. Sejak Agustus 2012 penulis menempuh tugas belajar dan mendapatkan Beasiswa Unggulan Dikti untuk melanjutkan pendidikan S2 di Program Studi Teknik Mesin Pertanian dan Pangan, Sekolah Pascasarjana (SPs) IPB. Selama menjalani pendidikan di SPs IPB, penulis ikut berpartisipasi dalam organisasi kemahasiswaan Forum Mahasiswa Pascasarjana Keteknikan Pertanian (FORMATETA).