EFEK BEBAN KERJA, PENGALAMAN KERJA, STATUS SEKOLAH DAN SERTIFIKASI TERHADAP KEPUASAN KERJAGURU DI SMA KOTA SAMBAS Ikhsan, Amrazi Zakso, Wahyudi Pasca Sarjana AP, FKIP Universitas Tanjungpura Pontianak Email:
[email protected] Abstrak: Masalah dalam penelitian ini adalah pengaruh dari beban kerja, pengalaman kerja, status sekolah dan status sertifikasi terhadap kepuasan kerja guru SMA di kota Sambas. Penelitian ini bertujuan untuk mendapatkan informasi tentang pengaruh beban kerja, pekerjaan, status pengalaman sekolah dan status sertifikasi guru kepuasan kerja SMA di kota Sambas. Pendekatan penelitian yang digunakan analisis kuantitatif teknik kovarians. Studi subyek guru SMA di kota Sambas ditentukan sesuai dengan karakteristik populasi dengan jumlah 100. Hasil penelitian menunjukkan bahwa beban kerja, pengalaman kerja, staus sekolah dan status sertifikasi guru tidak berpengaruh pada kepuasan kerja guru. Kata Kunci: Kepuasan, Beban, Pengalaman, Status, Sertifikasi Abstract: The problem in this research is the influence of workload, work experience, school status and certification status on job satisfaction high school teacher in the town of Sambas. This study aims to gain insight on the effects of workload, work experience, school status and certification status on job satisfaction high school teacher in the town of Sambas. The research approach used quantitative analysis of covariance techniques. The study subjects high school teacher in the town of Sambas were determined according to the characteristics of the population by the number 100. The study showed that workload, work experience, school staus and teacher certification status has no effect on job satisfaction of teachers. Keywords: Satisfaction, workload, experience, status, sertification
U
ntuk mencapai pendidikan yang bermutu peranan guru sangat menentukan, karena itu faktor-faktor yang berhubungan dengan guru perlu mendapat perhatian agar dapat melaksanakan pekerjaannya dengan baik menurut UU No. 14 tahun 2005, antara lain memiliki kompetensi profesional, kompetensi pedagogik, kompetensi kepribadian dan kompetensi sosial, perlu dimiliki guru. Disamping itu aspek psikologis guru juga perludiperhatikan karena akan mempengaruhi kelancaran dan keberhasilan guru dalam bekerja. Diantaranya adalah kepuasan guru terhadap pekerjaannya. Kepuasan kerja guru merupakan issu penting dalam kurun waktu belakangan ini, yang dalam penelitian ini diartikan sebagai sikap (positif) tenaga kerja terhadap pekerjaannya, yang timbul berdasarkan penilaian terhadap situasi
1
2
kerja (Umam, 2010:192), menjadi fokus perhatian banyak pihak karena beberapa hal. Pertama, saat ini sebagian guru telah mendapatkan sertifikat profesi dan tunjangan profesi yang besarnya satu kali gaji pokok (UU no. 14 tahun 2005 Pasal 16 ayat 2). Banyak pihak berharap dengan tunjangan guru yang besar, guru bisa bekerja dengan baik tanpa harus memikirkan mencari tambahan penghasilan lainnya. Berdasarkan lampiran Peraturan Pemerintah No. 15 tahun 2012 diketahui gaji rata-rata guru perbulan sebesar Rp. 2.938.687; selain itu Pemerintah Kabupaten Sambas juga memberikan uang kesejahteraan pegawai sebesar Rp. 150.000; perbulan. Jika dilihat dari geografis wilayah Kabupaten Sambas yang berjarak sekitar 200 Km dari ibukota Propinsi maka idealnya seorang guru untuk tingkat kebutuhan hidup di Sambas selayaknya gaji yang diterima mereka sekarang seharusnya lebih tinggi dari yang ada, agar dapat memenuhi kebutuhannya. Kedua, guru yang sudah mendapatkan sertifikat profesi dan tunjangan profesi harus bekerja selama 24 jam tatap muka dalam satu minggu (UU no. 14 tahun 2005 Pasal 35 ayat 2). Meningkat 8 jam dari Keputusan Bersama Mendikbud dan BAKN no. 0433/P/1993 dan no. 25 tahun 1993 pasal 5. Sehingga kebijakan ini dapat mengurangi jumlah guru di suatu sekolah. Ketiga, guru yang mendapatkan sertifikat profesi dan tunjangan profesi adalah guru yang telah memiliki pengalaman mengajar dari mulai yang tertinggi hingga yang terendah untuk memenuhi kuota (Permendiknas no. 18 tahun 2007). Ini diharapkan memberikan penghargaan kepada guru yang pengabdiannya lebih lama. Keempat, Sertifikasi guru merupakan upaya Pemerintah dalam meningkatkan mutu guru yang diiringi dengan peningkatan kesejahteraan guru dengan memberikan tunjangan profesi sebesar satu kali gaji pokok sebagai bentuk upaya pemerintah dalam meningkatkan kesejahteraan guru (UU no. 14 tahun 2005) kepada guru PNS dan Non-PNS (Peraturan Pemerintah nomor 41 tahun 2009 pasal 3 ayat 2). Akhirnya diharapkan dapat meningkatkan mutu pembelajaran dan mutu pendidikan di Indonesia secara berkelanjutan. Kepuasan kerja guru menjadi persoalan tatkala guru yang mestinya bekerja dengan baik namun ternyata mengalami kejenuhan bahkan stress kerja. Yasa (2009) tentang hubungan kepuasan kerja guru dan motivasi kerja terhadap kinerja guru, menunjukkan hubungan yang positif dan signifikan antara kepuasan kerja guru dengan kinerja guru. Mariam (2009)menyatakan bahwa pengaruh kepuasan kerja pegawai terhadap kinerja pegawai adalah signifikan dan positif. Selanjutnya Muhadi (2007) menyimpulkan bahwa kepuasan kerja dan komitmen organisasional berpengaruh secara positif terhadap kinerja karyawan.. Penelitian yang dilakukan berbeda dengan penelitian – penelitian di atas terutama dalam hal: lokasi, waktu, tempat, dan variabel penelitian. Berdasarkan uraian latar belakang di atas maka rumusan masalah penelitian ini adalah:Bagaimana pengaruh beban kerja, pengalaman kerja, status sekolah dan sertifikasi guru terhadap kepuasan kerja guru – guru SMA di kota Sambas ?Tujuan penelitian ini adalah untuk mendapatkan gambaran tentang:Pengaruh beban kerja, pengalaman kerja, status sekolah dan sertifikasi terhadap kepuasan kerja guru – guru SMA di kota Sambas.
3
METODE Subyek penelitian adalah semua guru yang mengajar di Sekolah Menengah Atas baik negeri maupun swasta yang ada di Kota Sambas, dengan karakteristik masa kerja minimal 1 tahun, jenis kelamin laki – laki dan perempuan, tidak sedang mendapat tugas tambahan sebagai Kepala Sekolah. Sekolah yang menjadi populasi penelitian berjumlah 5 sekolah, yang terdiri dari SMA Negeri 1 sambas dengan jumlah guru 27 orang, SMA Negeri 2 Sambas dengan jumlah guru 28 orang, SMAS Bonaventura dengan jumlah guru 18 orang, SMA Muhammadiyah Sambas dengan jumlah guru 14 orang dan SMA Panca Bakti dengan jumlah guru 13 orang sehingga jumlah populasi penelitian 100 orang. Seharusnya semua anggota populasi dijadikan objek penelitian namun menurut Sugiyono (2009:91) bila populasi terlalu besar, maka peneliti dapat menggunakan sampel yang representatif yang diambil dari populasi itu.Arikunto (2006: 134)jika populasi kurang dari 100 orang atau lebih maka penelitian yang dilakukan menggunakan sampel yang diambil dari populasi. Dengan jumlah sampel dihitung dengan rumus Isaac dan Michael (dalam Sugiyono, 2008:98) yaitu: . . . = ( − 1) + . .
Keterangan: = jumlah sampel , = jumlah populasi, = = 0,5, = derajad ketepatan yang direfleksikan oleh kesalahan yang dapat ditoleransi =0,05, dengan dk = 1, taraf kesalahan 1 %, 5 %, atau 10 % (Tabel Chi Kuadrat). Dengan rumus tersebut diperoleh jumlah sampel = 79,50yang sebarannya adalah SMA Negeri 1 Sambas didapat sampel 21 orang, SMA Negeri 2 Sambas 22 orang, SMAS Bonaventura 14 orang, SMA Muhammadiyah Sambas dengan sampel 11 orang dan SMA Panca Bakti 10 orang sehingga jumlah sampel 78 orang. Jumlah tersebut berbeda dengan perhitungan diakibatkan pembulatan. Pengembangan alat pengumpulan data penelitian dilakukan dengan mengacu kepada variabel yang ditelitiyang mencakup beban kerja, pengalaman kerja, status sekolah dan kepuasan kerja. Dari permasalahan yang ingin diteliti, maka data yang perlu dikembangkan adalah tentang beban kerja, pengalaman kerja, status sekolah dan kepuasan kerja. Untuk itu maka ditetapkan alat pengumpul data yang relevan dengan fokus permasalahnnya. Alat pengumpul data yang digunakan adalah angket (kuesioner). Menurut Sugiyono (2009:162) kuesioner merupakan teknik pengumpulan data yang dilakukan dengan cara memberi pertanyaan atau pernyataan tertulis kepada responden untuk dijawabnya. Pengembangan alat pengumpulan data variabel beban kerja merujuk kepada Undang-Undang Nomor 14 Tahun 2005 tentang Guru dan Dosen pasal 35 ayat (2) dinyatakan bahwa beban kerja guru mengajar sekurang – kurangnya 24 jam dan sebanyak – banyaknya 40 jam tatap muka per minggu.Variabel pengalaman kerja merujuk kepada KepmenPAN nomor 84 tahun 1993 tentang jabatan guru dan angka kreditnya.Variabel status sekolah merujuk kepada penyelenggara sekolah menengah atas. Variabel kepuasan kerja dapat disusun dan dikembangkan penulis dengan merujuk pada literatur tentang kepuasan kerja yang bersandarkan teori dua faktor Herzberg yang disajikan dalam kajian teori. Alat pengumpul data dikembangkan dengan angket yang berbentuk skala Likert dengan alternatif jawaban yang berbentuk skala Likert. Peneliti
4
menggunakan skala Likert karena yang akan diukur adalah sikap, pendapat, dan persepsi seseorang. Menurut Sugiyono (2009:107) skala Likert digunakan untuk mengukur sikap, pendapat, dan persepsi seseorang atau kelompok orang tentang fenomena sosial. Jawaban setiap item instrumen yang menggunakan skala Likert mempunyai gradasi dari sangat negatif sampai sangat positif, yang dapat berupa kata-kata antara lain : (1) sangat tidak puas, (2) kurang puas, (3) cukup puas, (4) puas, dan (5) sangat puas. Untuk keperluan analisa kuantitatif, maka jawaban itu dapat diberi skor, misalnya: (1) sangat tidak puas = 1, (2) kurang puas = 2, (3) cukup puas = 3, (4) puas = 4, dan (5) sangat puas = 5. Tabel 1 Kisi – Kisi Kepuasan Kerja Faktor Kepuasan Kerja No. Item Kebijakan Sekolah dan 1. Cara Kepala Sekolah dalam Administrasi membuat keputusan 2. Cara Kepala Sekolah membagi beban kerja di sekolah Pengawasan 3. Cara Kepala Sekolah melakukan Supervisi Gaji 4. Besar gaji yang saya peroleh per bulan 5. Insentif (Kespeg) yang diberikan Pemkab Sambas kepada saya 6. Tunjangan sertifikasi / non sertifikasi yang diberikan pemkab kepada saya 7. Tunjangan jabatan besarnya sesuai dengan tanggungjawab saya Hubungan antar pekerja 8. Kerjasama saya dengan teman teman sekerja 9. Sikap teman - teman sekerja kepada saya 10. Hubungan kekeluargaan diantara teman - temaan sekerja 13. Lingkungan fisik tempat saya bekerja Faktor Prestasi 14. Penghargaan Kepala Sekolah Motivator terhadap hasil pekerjaan saya Pengakuan 15. Teman - teman sekerja menghargai satu sama lain 16. Pengakuan Kepala sekolah terhadap hasil kerja saya Pekerjaan itu sendiri 17. Kesesuaian Materi pekerjaan dengan harapan 18. Materi pekerjaan yang dibebankan kepada saya Faktor Hygiene
5
Faktor Kepuasan Kerja No. Item Tanggungjawab 19. Kesempatan menggunakan metode saya sendiri dalam melakukan pekerjaan Kemajuan 20. Tantangan yang saya peroleh dari pelaksanaan tugas 21. Kesempatan pengembangan kemampuan / potensi saya di sekolah 22. Pengembangan karir berdasar kondisi kerja di sekolah Instrumen penelitian diujicobakan pada guru – guru di SMA yang memiliki karakteristik yang sama dengan karakteristik populasi guru – guru SMA Kota Sambas. GuruSMA yang dijadikan sampel ujicoba pada SMA Negeri 1 Tebas sebanyak 15 responden, SMA Negeri 1 Semparuk sebanyaak 15 responden sehingga memenuhi syarat sebanyak 30 orang (Sugiyono, 2009: 141). Instrumen uji coba diedarkan mulai tanggal 21 April 2012. Untuk mendapatkan hasil penelitian yang valid diperlukan Instrumen yang valid. Instrumen yang valid artinya instrumen tersebut dapat mengukur apa yang seharusnya diukur (Sugiyono, 2009:137). Untuk menentukan setiap butir item instrumen penelitian valid atau tidak, dapat diketahui dengan mengkorelasikan antara skor butir item dengan skor total (Y). Karena dalam penelitian ini terdapat 22 item pernyataan maka untuk keperluan ini ada 22 koefisien korelasi yang harus dihitung. Setelah dihitung maka didapat r hitung. Selanjutnya r hitung dibandingkan dengan r kritis, yang untuk N = 30 didapat r kritis = 0,361 (Sugiyono, 2009: 369). Nilai r hitung dari 22 item dalam uji coba instrumen penelitian ini digunakan software SPSS 20 for Windows yang hasilnya ditampilkan pada tabel berikut ini. Tabel 2 Hasil Uji Validitas Instrumen Ujicoba No. Item 1. 2. 3. 4. 5. 6. 7. 8. 9. 10. 11. 12. 13.
Koefisien Korelasi (r hitung) 0,856 0,72 0,764 0,362 - 0,027 0,416 0,390 0,741 0,76 0,772 0,831 0,851 0,733
Probabilitas (Signifikansi) 0,000 0,000 0,000 0,049 0,886 0,022 0,033 0,000 0,000 0,000 0,000 0,000 0,000
Keputusan Valid Valid Valid Valid Gugur Valid Valid Valid Valid Valid Valid Valid Valid
6
No. Item 14. 15. 16. 17. 18. 19. 20. 21. 22.
Koefisien Korelasi (r hitung) 0,504 0,691 0,711 0,544 0,583 0,712 0,556 0,800 0,806
Probabilitas (Signifikansi) 0,005 0,000 0,000 0,002 0,001 0,000 0,001 0,000 0,000
Keputusan Valid Valid Valid Valid Valid Valid Valid Valid Valid
Dari tabel diperoleh item 5 gugur alias tidak valid. Sehingga item – item yang diikutsertakan dalam penghitungan reliabilitas instrumen penelitian adalah item 1 sampai item 22 kecuali item 5.Karena data variabel kepuasan kerja diperoleh dengan instrumen skala Likert maka datanya berjenis interval (Sugiyono, 2009: 25), maka uji reliabilitas instrumen uji coba yang valid dilakukan dengan internal consistency dengan tehnik alfa Cronbach dengan nilai pada tabel berikut ini. Tabel 3 Reliability Statistics Cronbach's Alpha N of Items ,941
21
Angket disebarkan pada guru – guru yang menjadi responden di lima sekolah tersebut mulai tanggal 20 mei 2012 dengan bantuan Kepala Sekolah. Pada tanggal 9 mei 2012 semua angket berhasil diterima. Data berupa isian angket untuk variabel pengalaman kerja berupa lamanya masa kerja (dalam tahun) responden di sekolah tempat mengajar. Data variabel beban kerja berupa banyaknya jam mengajar (dalam jam) selama satu minggu. Data variabel status sekolah berupa nama sekolah tempat guru mengajar. Data ini nantinya oleh peneliti akan dikelompokkan menjadi dua yaitu sekolah negeri diberi simbol angka 1, dan sekolah swasta diberi simbol angka 2. Data variabel sertifikasi guru berupa jawaban apakah sudah memiliki sertifikat profesi pendidik atau belum, berupa jawaban “sudah” atau “belum”. Jawaban “sudah” diberi simbol 1, dan jawaban “belum” diberi simbol 2. Data variabel kepuasan kerja berupa isian setiap item sebanyak 21 item dengan skala 1 – 5. Jumlah setiap item dari setiap responden adalah nilai kepuasan kerja setiap responden. Sebelum peneliti memulai menganalisis data, menurut Sugiyono (2009:75) data yang dianalisis membentuk distribusi normal maka peneliti boleh menggunakan teknik statistik parametrik, sedangkan apabila data yang diolah tidak merupakan sebaran normal, maka peneliti harus menggunakan statistik nonparametrik. Oleh sebab itu untuk mengetahui normal atau tidaknya data yang akan dianalisis perlu diadakan uji normalitas sampel. Uji normalitas dilaksanakan pada variabel yang diukur dengan angket. Dalam penelitian ini variabel yang diuji normalitasnya adalah variabel kepuasan kerja guru (Y).
7
Tehnik analisis data yang digunakan adalah analisis statistik. Analisis statistik yang digunakan analisis kovarian univariat (Ancova). Menurut Widhiarso (2011: 1) pengertian variabel yang akan digunakan dalam Anakova antara lain: (1) kriterium, adalah variabel terikat (Y) yaitu variabel yang dipengaruhi, dimana data harus berbentuk interval atau rasio. (2) Kovariabel, desebut juga variabel kendali, variabel kontrol, variabel konkomitan yang diberi lambang X, dan data harus berbentuk interval atau rasio. (3) Faktor, yaitu sebutan untuk variabel bebas atau variabel eksperimental yang ingin diketahui pengaruhnya dan data harus berbentuk nominal atau ordinal. Dalam penelitian ini variabel terikat Y adalah Kepuasan Kerja, Kovariat atau kovariabel disebut juga variabel kontrol yaitu variabel Beban Kerja (X1), dan variabel Pengalaman Kerja (X2), Fixed Factor atau variabel bebas atau variabel eksperimental yang ingin diketahui pengaruhnya yaitu Status Sekolah (X3) dan Sertifikasi Guru (X4). Sebelum dilakukan uji analisis kovarian ada beberapa persyaratan analisis yang harus dilakukan: (1) Uji Normalitas, untuk melihat apakah data berdistribusi normal atau tidak, (2) Uji homogenitas, untuk melihat apakah variabel – variabel yang terlibat dalam analisis memiliki varians yang homogen. Untuk uji ini dilihat dari signifikansi Levene’s test. Jika signifikansi < 0,05 maka varians homogen, jika signifikansi> 0,05 varians tidak homogen. Jika varians homogen dilanjutkan dengan uji yang ke (3) yaitu uji interaksi antar variabel bebas dan variabel kovarian. Jika signifikansi antar variabel bebas dengan variabel kovarian > 0,05 maka kedua variabel tidak berinteraksi secara signifikan, sebaliknya berarti kedua variabel berinteraksi secara signifikan. Jika ditemukan variabel bebas dan variabel kovarian tidak berinteraksi secara signifikan maka analisis kovarian dapat dilanjutkan. Pada penelitian ini akan dilihat (1) pengaruh beban kerja terhadap kepuasan kerja guru, (2) pengaruh pengalaman kerja terhadap kepuasan kerja guru, (3) pengaruh status sekolah terhadap kepuasan kerja guru, dan (4) pengaruh sertifikasi terhadap kepuasan kerja guru.Untuk melihat pengaruh dengan Uji SPSS 20 for Windowstersebut dilihat pada Test of Between-Subjects Effects. Dilihat pada kolom Significant, jika nilai sig.< 0,05 maka source variabel beban kerja, variabel pengalaman kerja, variabel status sekolah atau variabel sertifikasi guru masing – masing berpengaruh terhadap variabel dependent kepuasan kerja guru. Sebaliknya jika nilai sig. > 0,05 berarti source variabel beban kerja, variabel pengalaman kerja, variabel status sekolah atau variabel sertifikasi guru masing – masing tidak berpengaruh terhadap variabel dependent kepuasan kerja guru. Field (2009: 415) menyatakan bahwa dalam tabel berlabel Tests of Between-Subjects Effects, lihat kolom berlabel Sig. untuk kedua kovariat dan variabel independen. Jika nilai kurang dari 05 maka untuk kovariat itu berarti bahwa variabel ini memiliki hubungan yang signifikan terhadap variabel hasil, untuk variabel independen itu berarti bahwa cara yang berbeda secara signifikan di seluruh kondisi eksperimental setelah pengaruhkovariat dipisahkan pengaruhnya pada variabel dependent.
HASIL DAN PEMBAHASAN Hasil
8
1. Kepuasan kerja Berdasarkan hasil isian kuesioner kepuasan kerja diperoleh data sebagai berikut: banyaknya data 78 dengan rata – rata 74,73, standar deviasi 8,915, varians 79,472, memiliki nilai minimum 53 dan nilai maksimum 98. Secara histogram ditampilkan pada gambar berikut ini.
Gambar 1 Histogram Kepuasan Kerja
2. Beban Kerja Berdasarkan isian kuesioner yang diberikan pada responden sampel penelitian yang menyatakan tentang beban kerja yang diwakili oleh banyaknya jam mengajar responden sebagai guru didapat data beban kerja. Data yang diperoleh adalah rata – rata 16,08, standar deviasi 7,158, varians 51,241, nilai minimum 5 dan nilai maksimum 40. 3. Pengalaman Kerja Berdasarkan isian kuesioner yang diberikan pada responden sampel penelitian yang menyatakan tentang pengalaman kerja yang diwakili oleh lamanya responden telah bekerja sebagai guru, didapat data pengalaman kerja. Data pengalaman kerja memiliki nilai rata – rata 7,91, standar deviasi 6,425, varians 41,278, nilai minimum 1 dan milai maksimum 24. 4. Status Sekolah Data status sekolah terdiri dari sekolah swasta dan sekolah negeri tempat guru bekerja. Untuk keperluan analisis maka sekolah Negeri diberi kode = 1, sekolah Swasta diberi kode = 2. Berdasarkan kode tersebut maka diperoleh data dari 78 responden terdapat 43 orang guru atau 55,1 % mengajar di sekolah negeri dan 35 guru atau 44,9 % mengajar di sekolah swasta. 5. Sertifikasi Guru Berdasarkan sertifikasi guru, data guru dibedakan menjadi dua yaitu guru yang belum bersertifikasi dan guru yang telah bersertifikasi. Untuk keperluan analisis guru yang sudah bersertifikasi diberi kode = 1, sementara guru yang belum bersertifikasi diberi kode = 2. Dari 78 responden terdapat 30 guru atau 38,5 % guru sudah bersertifikasi dan 48 orang guru atau 61,5 % guru belum bersertifikasi. Pembahasan a. Beban kerja dan kepuasan kerja Hasil penelitian menunjukkan bahwa deskripsi teoritis yang menyatakan bahwa beban kerja berpengaruh terhadap kepuasan kerja guru tidak mendukung hasil penelitian. Hasil penelitian menunjukkan bahwa beban kerja tidak berpengaruh terhadap kepuasan kerja guru. Kepuasan kerja merupakan sikap
9
positif tenaga kerja terhadap pekerjaannya yang timbul berdasarkan penilaian terhadap situasi kerja. Proses terjadinya kepuasan kerja dapat diciptakan oleh pengelola organisasi dalam hal ini kepala sekolah. Dapat pula diciptakan oleh pekerja organisasi dalam hal ini guru yang bekerja di sekolah. Dapat pula diciptakan oleh keduanya. Dalam hal beban kerja guru, kepala sekolah dapat menciptakan kepuasan kerja dengan cara membagi beban kerja seadil – adilnya. Misalnya guru – guru di suatu sekolah mendapatkan tugas mengampu mata pelajaran yang sesuai dengan latar belakang pendidikannya. Jika itu tidak dapat dipenuhi maka mata pelajaran yang diampu haruslah serumpun dengan latar belakang guru, kemudian jika tak dapat dipenuhi juga maka harus diberikan kepada guru yang latar belakang pendidikannya mendekati walapun tidak serumpun, dan guru tersebut bersedia. Menciptakan kepuasan kerja dari sisi beban kerja adalah dengan musyawarah guru – guru dan kepala sekolah. Barulah hasilnya kemudian ditetapkan oleh kepala sekolah dalam bentuk surat keputusan kepala sekolah tentang pembagian beban kerja guru. Sepengetahuan penulis yang terjadi di SMA kota Sambas adalah pembagian beban kerja guru baik di sekolah negeri maupun di sekolah swasta adalah dengan melibatkan semua guru yang mengajar di sekolah. Seperti kata pepatah “berat sama dipikul ringan sama dijinjing”. Sehingga hasilnya tidak menyebabkan timbulnya rasa tidak puas. Jika di sekolah negeri guru – guru pegawai negeri sipil menghindari beban kerja yang banyak, karena gaji pegawai negeri sipil tidak ditentukan oleh beban kerja tetapi pangkat golongan ruang gajinya. Dapat dihindari dengan tanggung jawab terhadap mata pelajaran latar belakang pendidikannya. Misalnya di sekolah tersebut guru matematika hanya seorang untuk sekolah yang jumlah kelasnya 6, sementara rata – rata jam pelajaran per kelas adalah 5 jam, maka guru matematika tersebut merasa bertanggungjawab untuk mengajar matematika sebanyak 30 jam. Ketiadaan guru pengampu mata pelajaran tertentu mungkin terjadi di suatu sekolah. Misalnya di suatu sekolah hanya terdapat guru yang berlatar belakang pendidikan kimia, sementara mata pelajaran fisika tidak ada gurunya. Maka guru yang berlatarbelakang mata pelajaran kimia tersebut merasa bertanggungjawab untuk mengampu mata pelajaran tersebut. Mereka menciptakan rasa puas terhadap keadaan yang ada. Di sekolah swasta, penghasilan atau gaji guru ditentukan oleh jumlah jam mengajar atau beban kerja mereka di sekolah. Makin banyak jumlah jam mengajar makin besarlah gaji yang diperoleh. Rasa tidak puas dapat muncul dari jumlah beban kerja yang didapat. Namun seperti halnya di sekolah negeri musawarah dalam hal pembagian beban kerja menyelesaikan permasalahan yang dihadapi. Latar belakang pendidikan guru, kemampuan guru dan kebersamaan mengatasi permasalahan di sekitar beban kerja. Jadi wajarlah kalau dalam penelitian ini beban kerja tidak menjadi sumber kepuasan atau ketidakpuasan kerja. Karena komponen organisasi sudah menciptakan bersama rasa puas dalam hal beban kerja. Sehingga beban kerja tidak berpengaruh terhadap kepuasan kerja guru. b. Pengalaman Kerja dan Kepuasan Kerja Hasil penelitian menunjukkan bahwa deskripsi teoritis yang menyatakan bahwa pengalaman kerja berpengaruh terhadap kepuasan kerja guru tidak
10
mendukung hasil penelitian. Hasil penelitian menunjukkan bahwa pengalaman kerja tidak berpengaruh terhadap kepuasan kerja guru. Pengalaman kerja dalam penelitian ini adalah masa kerja seorang guru di suatu sekolah. Untuk pegawai negeri sipil adalah mulainya Surat Pernyataan Melaksanakan Tugas (SPMT) diberikan oleh kepala sekolah. Untuk guru di sekolah swasta atau guru honorer di sekolah negeri adalah masa dari dimulainya diangkat oleh kepala sekolah untuk bertugas mengajar di sekolah tersebut. Locke (dalam Umam, 2010:192) menyatakan bahwa kepuasan dan ketidakpuasan sebagai cerminan penaksiran tenaga kerja dari situasi waktu lampau, sekarang dan masa yang akan datang. Dengan demikian ada dua unsur penting dalam kepuasan kerja yaitu: nilai pekerjaan dan kebutuhan – kebutuhan dasar. Nilai pekerjaan berupa tujuan yang ingin dicapai yaitu nilai – nilai yang dianggap penting oleh individu. Sehingga nilai pekerjaan harus membantu memenuhi kebutuhan – kebutuhan dasar individu. Selanjutnya menurut Locke, kepuasan kerja individu bergantung pada cara tenaga kerja memersepsikan adanya kesesuaian atau pertentangan antara keinginan – keinginan dan hasil keluaran yang didapatnya. Bukan berdasarkan masa kerjanya. Sementara kesesuaian atau pertentangan setiap saat berubah. Jadi wajarlah kalau dalam penelitian ini pengalaman kerja yang berupa masa kerja tidak berpengaruh terhadap kepuasan kerja guru. c. Status Sekolah dan Kepuasan Kerja Guru Hasil penelitian menunjukkan bahwa deskripsi teoritis yang menyatakan bahwa status status sekolah tempat guru bekerja berpengaruh terhadap kepuasan kerja guru tidak mendukung hasil penelitian. Hasil penelitian menunjukkan bahwa status sekolah tidak berpengaruh terhadap kepuasan kerja guru. Penelitian menunjukkan bahwa status sekolah memberikan sedikit perbedaan yaitu 3,9 % kepuasan kerja guru di sekolah negeri dan kepuasan kerja guru di sekolah swasta. Status sekolah dalam penelitian ini dibagi menjadi sekolah negeri dan sekolah swasta. Sekolah negeri adalah sekolah yang dimiliki dan dikelola oleh pemerintah. Sekolah swasta adalah sekolah yang dikelola oleh non pemerintah atau yayasan. Sekolah negeri di kota Sambas memiliki pegawai negeri sipil yang digaji oleh pemerintah daerah. Sementara sekolah swasta pegawainya digaji dari iuran komite. Iuran komite dipungut di sekolah negeri dan sekolah swasta. Namun besarnya berbeda. Sekolah negeri iuran komitenya lebih rendah. Misalnya di SMA Negeri 1 Sambas pada saat ini iuran komitenya Rp.80.000,-, sementara di SMA Bonaventura sebesar Rp. 180.000,-. Namun walau jumlahnya besar sekolah swasta menggaji guru dengan dana komite. Jadi dari segi pendanaan di kedua sekolah tersebut dengan jumlah kelas yang sama hampir berimbang. Bantuan pemerintah berupa pembangunan lokal, dan Beasiswa Ekonomi Lemah di kota Sambas tidak membedakan ststus sekolah. Sehingga masukan berupa fasilitas dan kemudahan sekolah yang nantinya dinikmati oleh guru hampir tidak berbeda. Sehingga keadaan tersebut menyebabkan status sekolah tidak berpengaruh terhadap kepuasan kerja guru. d. Sertifikasi Guru dan kepuasan Kerja Berdasarkan sertifikasi guru, deskripsi teoritis hampir sama dengan hasil penelitian. Sertifikasi guru belum mampu secara signifikan menyebabkan perbedaan antara guru yang sudah sertifikasi dengan guru yang belum sertifikasi.
11
Sertifikasi guru menyebabkan perbedaan penghasilan guru sertifikasi dan guru non sertifikasi berbeda. Guru sertifikasi memperoleh tambahan penghasilan sebesar satu kali gaji pokok. Dengan kewajiban mengajar paling sedikit 24 jam hingga 40 jam dalam seminggu bagu guru biasa. Guru yang mendapat tugas tambahan misalnya kepala sekolah wajib mengajar 6 jam pelajaran seminggu, yang mendapat tugas tambahan sebagai wakil kepala sekolah wajib mengajar 12 jam pelajaran seminggu. Di kota Sambas guru yang telah sertifikasi mendapat tunjangan sebesar satu kali gaji pokok yang diberikan menurut teorinya tiap tiga bulan sekali. Namun pada kenyataannya guru sertifikasi selalu menunggu kapan tunjangan sertifikasinya diberikan. Kadang bulan kelima, kadang bulan keenam. Guru sertifikasi kadang resah dan gelisah apakah tunjangan sertifikasi yang mereka peroleh akan utuh dibayar 12 bulan atau tidak. Guru yang belum sertifikasi dalam daftar tunggu. Dalam daftar tunggu mereka juga wajib mengajar 24 jam hingga 40 jam. Mereka menunggu kapan giliran mereka. Guru sertifikasi juga resah apakah mereka dapat giliran atau tidak. Jadi guru sertifikasi dan guru yang belum sertifikasi dalam posisi yang sama dan perasaan yang sama. Sehingga sertifikasi tidak membedakan kedua kelompok ini dalam hal rasa puas. Sertifikasi tidak berpengaruh terhadap kepuasan kerja guru. Menurut teori Hygiene-Motivator Herzberg, tunjangan atau gaji termasuk dalam faktor hygiene atau faktor pemelihara. Tunjangan atau gaji tidak meningkatkan kepuasan namun berfungsi sebagai pemelihara. Guru – guru yang memiliki beban kerja tinggi akan memiliki gaji yang tinggi, yang memiliki beban kerja yang rendah akan memiliki gaji yang rendah. Yang memiliki gaji tinggi tidak lebih puas dari yang memiliki gaji rendah karena gajinya. Demikian juga yang memiliki beban kerja rendah tidak lebih puas dari yang memiliki beban kerja tinggi karena bebannya. Beban kerja termasuk salah satu kondisi kerja yang dalam teori hygiene – motivator Herzberg termasuk faktor hygiene. Guru yang memiliki pengalaman kerja tinggi akan mendapat gaji lebih tinggi dibanding guru yang memiliki pengalaman kerja rendah. Namun guru yang memiliki pengalaman kerja tinggi memiliki beban yang tinggi pula seiring usia. Jadi pengalaman kerja menghasilkan rasa kondisi kerja. Yang mana kondisi kerja termasuk faktor hygiene yang bersifat menjaga tetapi tidak meningkatkan kepuasan kerja. Status sekolah mengakibatkan adanya perbedaan fasilitas, yang mana fasilitas yaitu kondisi kerja (working conditions) adalah faktor hyegene dalam teori hygiene – motivator Herzberg. Jadi fasilitas tersebut menjadi faktor pemelihara tidak menyebabkan orang untuk lebih puas dalam bekerja. Guru – guru yang mendapat tunjangan sertifikasi akan melaksanakan tugas mereka sesuai dengan kewajiban mereka sebagai guru sertifikasi. Yaitu sesuai persyaratan agar tunjangan sertifikasi mereka dicairkan. Misalnya wajib mengajar 24 jam hingga 40 jam seminggu. Jadi sertifikasi guru menyebabkan guru mendapat tunjangan berupa tambahan gaji satu kali gaji pokok. Gaji merupakan salah satu unsur hygiene dalam teori Herzberg.Jadi beban kerja, pengalaman kerja, status sekolah dan sertifikasi guru adalah faktor hygiene dalam teori
12
Hygiene – Motivator Herzberg yang bersifat tidak meningkatkan kepuasan kerja tetapi hanya menjaga atau mengamankan kepuasan kerja.
KESIMPULAN DAN SARAN Kesimpulan Berdasarkan hasil pengumpulan data, analisis data dan pengujian hipotesis maka dapat ditarik kesimpulan sebagai berikut: 1. Beban kerja guru tidak berpengaruh terhadap kepuasan kerja guru, karena beban kerja termasuk kondisi kerja (working conditions), termasuk salah satu hygiene factor dalam teori Hygiene – motivator dari Herzberg yang bersifat menjaga atau mengamankan, tidak bersifat meningkatkan kepuasan kerja guru. 2. Pengalaman kerja guru tidak berpengaruh terhadap kepuasan kerja guru, karena pengalaman kerja menghasilkan rasa yang dialami selama bekerja tentunya yang dirasakan adalah kondisi kerja (working conditions) termasuk salah satu hygiene factor dalam teori Hygiene – motivator dari Herzberg. 3. Status sekolah tempat guru bekerja tidak berpengaruh terhadap kepuasan kerja guru karena status sekolah menghasilkan kondisi kerja (working conditions). Kondisi kerja adalah salah satu unsur hygiene factor yang bersifat menjaga tidak bersifat meningkatkan kinerja. 4. Sertifikasi guru tidak berpengaruh terhadap kepuasan kerja guru karena sertifikasi guru menyebabkan guru mendapatkan tunjangan sertifikasi berupa tambahan gaji sebanyak satu kali gaji pokok, sementara gaji adalah faktor hygiene dalam teori Hyegene – motivator Herzberg, yang mana gaji tidak bersifat meningkatkan kepuasan kerja tetapi bersifat menjaga atau mengamankan. Guru yang telah sertifikasi akan melaksanakan persyaratan yang ditentukan agar mendapat tunjangan sertifikasi, seperti supaya mendapatkan tunjangan sertifikasi guru wajib mengajar paling sedikit 24 jam. Saran 1. Kepala Sekolah Menengah Atas yang ada di Kota Sambas perlu mengetahui faktor – faktoryang dapat menjaga kepuasan kerja guru dalam rangka memacu kinerja guru sehingga dapat menciptakan pembelajaran yang bermutu yang pada akhirnya akan meningkatkan mutu pendidikan. Hasil penelitian menunjukan bahwa, Pertama, beban kerja tidak berpengaruh terhadap kepuasan kerja. Keadaan ekstrim berkaitan dengan beban kerja dimbang dengan gaji yang berbeda. Kedua, pengalaman kerja tidak berpengaruh terhadap kepuasan kerja guru. Keadaan ekstrim berkaitan pengalaman kerja diimbangi dengan posisi kerja. Ketiga, status sekolah tidak berpengaruh terhadap kepuasan kerja guru. Sekolah swasta maupun sekolah negeri dapat menjaga kepuasan kerja guru tergantung dari pengelola sekolah dan guru yang bekerja di sekolah tersebut. Keempat, sertifikasi guru tidak berpengaruh terhadap kepuasan kerja guru. Sertifikasi guru dapat digunakan untuk meningkatkan kinerja guru namun dengan persyaratan yang diperlukan. Untuk itu disarankan kepada (1) Kepala Sekolah yang menurut teori Herzberg bahwa kepuasan kerja guru dapat diciptakan oleh pengelola organisasi sekolah dalam hal ini adalah Kepala Sekolah dalam hal mengelola hygiene factor seperti kebijakan organisasi (company policies), pengawasan (supervision), gaji (salary), hubungan antar pekerja (interpersonal relation), dan kondisi
13
2.
3.
4. 5.
6.
pekerjaan (working conditions) dengan baik sehingga motivation factor seperti prestasi (achievement), pengakuan (recognition), pekerjaan itu sendiri (work itself), tanggung jawab (reponsibility) dan kemajuan (advancement), akan mempromosikan kepuasan kerja (job satisfaction) dan mendorong produksi. Kepada para guru disarankan agar dapat menciptakan rasa puas dalam bekerja. Terutama kepada guru PNS yang bekerja di sekolah negeri dan sudah menerima tunjangan sertifikasi. Sehingga menghasilkan kinerja yang baik yang akhirnya dapat meningkatkan mutu pendidikan. Kepada pihak Dinas Pendidikan Kabupaten Sambas, disarankan agar: a. Meningkatkan pelaksanaan supervisi di sekolah terutama guru – guru yang sudah sertifikasi. Sehingga guru – guru yang sudah sertifikasi melaksanakan tugasnya dengan baik. Namun diimbangi dengan melaksanakan penyaluran tunjangan tepat waktu. b. Menyeleksi dengan tepat guru – guru yang hendak disertifikasi. Kepada Pemda Kabupaten Sambas agar meningkatkan kesejahteraan guru, minimal setara dengan kabupaten lainnya di provinsi Kalimantan Barat. Bagi peneliti yang berminat untuk melakukan penelitian disarankan: a) untuk melakukan penelitian yang serupa pada objek yang sama dengan variabel bebas lainnya yang diperkirakan dapat mempengaruhi kepuasan kerja guru, b) disarankan untuk melakukan penelitian kualitatif agar dapat mengungkap secara jelas dan detil faktor-faktor yang dapat mempengaruhui kepuasan kerja guru, Bagi para pemerhati, pengambil kebijakan dan ahli manajemen pendidikan seyogyanya hasil penelitian ini dapat dijadikan sebagai bahan masukan dalam memecahkan persoalan yang berkaitan dengan kepuasan kerja guru sekolah menengah atas.
DAFTAR RUJUKAN Arikunto, Suharsimi (2006). Prosedur Penelitian Suratu Pendekatan Praktik (Edisi Revisi VI). Jakarta: PT Rineka Cipta Devi, E. K. (2009). Analisis Pengaruh Kepuasan Kerja Dan Motivasi Terhadap Kinerja Karyawan Dengan Komitmen Organisasional Sebagai Variabel Intervening (Studi Pada Karyawan Outsourcing Pt Semeru Karya Buana Semarang ). Semarang: Universitas Diponegoro. Field, A (2009). Discovering Statistic Using SPSS, Third Editions. Singapore: SAGE Publications Asia-Pacific Pte Ltd Mariam, R (2009) Pengaruh Gaya Kepemimpinan Dan Budaya Organisasi Terhadap Kinerja Karyawan Melalui Kepuasan Kerja Karyawan Sebagai Variabel Intervening Studi Pada Kantor Pusat PT.Asuransi Jasa Indonesia (Persero); Undip. http: eprints.undip.ac.id/18830/1/RANI_MARIAM.pdf; Accessed: April 23rd 2012 Mendikbud dan Kepala BAKN (1993), Keputusan Bersama no. 0433/P/1993 dan no. 25 tahun 1993 tentang Juklak Jabatan Guru dan Angka Kreditnya. Mendiknas. (2007). Permendiknas No. 18. tentang Sertifikasi Guru dalam Jabatan. Mendiknas. (2009). Permendiknas No. 39. tentang Pemenuhan Beban Kerja Guru dan Pengawas Satuan Pendidikan. Mendiknas (2011). Permendiknas No. 30 tentang Perubahan Permendiknas No. 39 tahun 2009
14
Muhadi. (2007). Analisis Pengaruh Kepuasan Kerja Terhadap Komitmen Organisasional Dalam Mempengaruhi Kinerja Karyawan (Studi pada Karyawan Administrasi Univeristas Diponegoro) http: eprints.undip.ac.id/15207/1/ Muhadi.pdf; Accessed: April 23rd 2012 Nitisiri, S. (2009). Kajian terhadap Faktor - Faktor yang Mempengaruhi Kepuasan Kerja Guru-guru Sekolah Menengah di Wilayah Doembangnangbuat.Dipetik April 27, 2012, dari Program Pascasarjana UNY: http://pps.uny.ac.id/index.php?pilih=pustaka&mod=yes&aksi=lihat&id=4 1; Accessed: April 23rd 2012 Pemerintah. (2005). Undang - Undang No. 14. tentang Guru dan dosen Indonesia. Pemerintah. (2009). Peraturan Pemerintah No. 41. tentang Tunjangan Profesi Guru dan Dosen Pemerintah. (2012). Peraturan Pemerintah No. 15. tentang Kenaikan Gaji PNS tahun 2012 Sugiyono. (2009). Metode Penelitian Administrasi. Cetakan ke 17. Bandung: CV. Alfabeta. Sugiyono. (2009). Statistika untuk Penelitian. Cetakan ke 14. Bandung: CV. Alfabeta. Umam, K. (2009). Perilaku Organisasi. Bandung: CV. Pustaka Setia. Widhiarso, W. (2011). Aplikasi Analisis Kovarian dalam Penelitian. Fakultas Psikologi UGM, 1-5. diunduh dari: http://widhiarso.staff.ugm.ac.id/files/ Analisis%20Kovarian%20Untuk%20Eksperimen.pdf; Accessed: April 26th 2012 Yasa, I. P. (2009 Volum 2). Hubungan Kepuasan Kerja Guru dan Motivasi kerja Guru pada Sekolah menengah Swasta di Negara. Universitas Pendidikan Ganesha, 83-84. diunduh dari: http://www.undiksha.ac.id/media/186.pdf; Accessed: April 21st 2012