EFEK ASOSIATIF SENYAWA TANIN DAN SAPONIN DENGAN PAKAN BERBASIS JERAMI PADI AMONIASI TERHADAP EMISI GAS METANA DAN FERMENTASI RUMEN SECARA IN VITRO
NANANG KRISNAWAN
SEKOLAH PASCASARJANA INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR 2015
PERNYATAAN MENGENAI TESIS DAN SUMBER INFORMASI SERTA PELIMPAHAN HAK CIPTA Dengan ini saya menyatakan bahwa tesis berjudul Efek Asosiatif Senyawa Tanin Dan Saponin Dengan Pakan Berbasis Jerami Padi Amoniasi Terhadap Emisi Gas Metana Dan Fermentasi Rumen Secara In vitro adalah benar karya saya dengan arahan dari komisi pembimbing dan belum diajukan dalam bentuk apa pun kepada perguruan tinggi mana pun. Sumber informasi yang berasal atau dikutip dari karya yang diterbitkan maupun tidak diterbitkan dari penulis lain telah disebutkan dalam teks dan dicantumkan dalam Daftar Pustaka di bagian akhir tesis ini. Dengan ini saya melimpahkan hak cipta dari karya tulis saya kepada Institut Pertanian Bogor. Bogor, Agustus 2015
Nanang Krisnawan NIM D251120181
RINGKASAN NANANG KRISNAWAN. Efek Asosiatif Senyawa Tanin dan Saponin dengan Pakan Berbasis Jerami Padi Amoniasi Terhadap Emisi Gas Metana dan Fermentasi Rumen Secara In vitro. Dibimbing oleh ASEP SUDARMAN, ANURAGA JAYANEGARA, dan YENI WIDIAWATI. Penelitian terkait mitigasi gas metana dengan penambahan senyawa tanin dan saponin yang berasal dari tanaman. Tanin menurunkan emisi metana melalui reduksi populasi metanogen di rumen sedangkan saponin bekerja melalui reduksi populasi protozoa rumen. Meskipun telah ada beberapa penelitian sebelumnya yang mengamati hubungan senyawa tanin dan saponin terkait emisi metana ternak ruminansia, namun efek kombinasi dari kedua senyawa tersebut terhadap emisi metana belum pernah diteliti. Penelitian ini bertujuan untuk mengkaji senyawa tanin yang terdapat pada sengon laut (Paraserianthes falcataria) dan saponin dari buah lerak (Sapindus rarak) yang ditambahkan pada pakan jerami padi amoniasi baik secara tunggal dan kombinasi terkait efeknya dalam menurunkan emisi gas metana ternak ruminansia dan pola fermentasi yang diuji secara in vitro. Penelitian ini menggunakan rancangan acak kelompok dengan 8 perlakuan dan 4 ulangan. Perlakuan meliputi jerami padi amoniasi dengan persentase penambahan P.falcataria dan S.rarak yang berbeda. J : jerami padi; JA: jerami padi amoniasi; P20: jerami padi amoniasi 80% + P.falcataria 20%; P40: jerami padi amoniasi 60% + P.falcataria 40%; S20: jerami padi amoniasi 80% +S.rarak 20%; S40: jerami padi amoniasi 60% + S.rarak 40%; PS10: jerami padi amoniasi 80% + P.falcataria 10% + S.rarak 10%; PS20: jerami padi amoniasi 60% + P.falcataria 20% + S.rarak 20%. Peubah yang diamati adalah produksi gas total, produksi gas metana, kecernaan bahan kering (KBK), N-ammonia, VFA total, VFA parsial, populasi potozoa dan bakteri. Data yang diperoleh dianalisis dengan ANOVA, jika terdapat perbedaan yang nyata dilakukan uji duncan. Hasil penelitian menunjukkan terdapat pengaruh yang nyata pada jerami padi amoniasi yang diberi penambahan P. falcataria dan S. rarak terhadap produksi gas, produksi metana, KBK, N-ammonia, VFA parsial, protozoa dan bakteri (P<0.05). Penggunaan P. falcataria sebagai sumber tanin dengan dosis 20% pada jerami padi amoniasi mampu menurunkan produksi gas metana namun menurunkan pula konsentrasi N-amonia dan populasi protozoa. Penggunaan P. falcataria secara tunggal pada dosis 20% (S20) dan 40% (S40) belum mampu menurunkan gas metana pada jerami padi yang diamoniasi. Simpulan dari penelitian ini bahwa Penggunaan S. rarak pada dosis 20% (S20) mampu menurunkan produksi gas metana sebayak 3.8% Tidak terdapat hubungan asosiatif antara penambahan tanin dari P. falcataria dan saponin dari S. rarak dalam mitigasi gas metana bahkan tanin mampu melemahkan kerja saponin pada dosis masing masing 10% (PS10) dan 20% (PS20) pada pakan berbasis jerami padi amoniasi. Proses amoniasi pada jerami padi terbukti mampu menurunkan produksi gas metana, meningkatkan kecernaan bahan kering, meningkatkan Namoniak, serta meningkatkan populasi bakteri dibandingkan jerami padi tanpa amoniasi. Kata kunci: in vitro, jerami padi, metana, saponin, tanin
SUMMARY NANANG KRISNAWAN. Associative Effects of Tannins and Saponins in the Ammoniated Rice Straw Based Feed on Methane Emission and Rumen Fermentation In vitro. Supervised by ASEP SUDARMAN, ANURAGA JAYANEGARA and YENI WIDIAWATI. Methane produced by ruminants contribute to the enhanced greenhouse effect. Some studies shown that methane gas mitigation can be done with the addition of tanin and saponin compounds derived from plants. Tanins decreased methane emissions through the reduction of methanogens population in rumen while saponins work through the reduction of rumen protozoa population. Although there has been some previous studies that looked at the relationship tanin and saponin related methane emissions of ruminants, but the combined effect of the two compounds to methane emissions has not been studied. This study aimed to assess the tanin compounds contained in sea sengon (Paraserianthes falcataria) and saponins from lerak (Sapindus rarak) is added to the feed of rice straw ammoniation both single and combination-related effect in reducing methane emissions of ruminants and the fermentation pattern tested in vitro. This study used randomized block design with 8 treatments and 4 replicates. Treatments included rice straw ammoniation with the different percentage the addition of P.falcataria and S.rarak. J : rice straw; JA: rice straw ammoniation; P20: rice straw ammoniation 80% + P.falcataria 20%; P40: rice straw ammoniation 60% + P.falcataria 40%; S20: rice straw ammoniation 80% + S.rarak 20%; S40: rice straw ammoniation 60% + S.rarak 40%; PS10: rice straw ammoniation 80% + P.falcataria 10% + S.rarak 10%; PS20: rice straw ammoniation 60% + P.falcataria 20% + S.rarak 20%. The variables analyzed were total gas production, methane production, dry matter digestibility (DMD), N-ammonia, total VFA, VFA partial, protozoa populations and bakteri. Data were analyzed with ANOVA, if there is a significant difference were furthertested with DMRT. The results showed that there were a marked influence on rice straw ammoniation by the addition of P.falcataria and S.rarak to gas production, the production of methane, DMD, N-ammonia, VFA partial, protozoa and bacteria. The use of P.falcataria as tanins source with 20% of rice straw ammoniation was able to reduce methane production despite decrease the concentration of Nammonia and protozoa populations. The use of P.falcataria for single use at a dose 20% (S20) and 40% (S40) has not been able to reduce methane gas in the diamoniasi straw. Use S.rarak at a dose 20% (S20) can reduce the production of methane gas. There is no associative relation between the addition of tanins and saponins P.falcataria of S.rarak in methane gas mitigation could even weaken labor tanin saponin at each dose 10% (PS10) and 20% (PS20) in ammoniated rice straw-based diet. The process of ammoniated rice straw proven to reduce methane production, increasing the digestibility of dry matter, increasing N ammonia, and increase the population of bacteria than without ammoniated rice straw. Keywords: in vitro, rice straw, methane, saponin, tanin
© Hak Cipta Milik IPB, Tahun 2015 Hak Cipta Dilindungi Undang-Undang Dilarang mengutip sebagian atau seluruh karya tulis ini tanpa mencantumkan atau menyebutkan sumbernya. Pengutipan hanya untuk kepentingan pendidikan, penelitian, penulisan karya ilmiah, penyusunan laporan, penulisan kritik, atau tinjauan suatu masalah; dan pengutipan tersebut tidak merugikan kepentingan IPB Dilarang mengumumkan dan memperbanyak sebagian atau seluruh karya tulis ini dalam bentuk apa pun tanpa izin IPB
nn
EFEK ASOSIATIF SENYAWA TANIN DAN SAPONIN DENGAN PAKAN BERBASIS JERAMI PADI AMONIASI TERHADAP EMISI GAS METANA DAN FERMENTASI RUMEN SECARA IN VITRO
NANANG KRISNAWAN
Tesis sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Magister Sains pada Program Studi Ilmu Nutrisi dan Pakan
SEKOLAH PASCASARJANA INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR 2015
Penguji Luar Komisi pada Ujian Tesis: Prof Dr Ir Dewi Apri Astuti, MS
Judul Tesis : Efek Asosiatif Senyawa Tanin dan Saponin dengan Pakan Berbasis Jerami Padi Amoniasi terhadap Emisi Gas Metana dan Fermentasi Rumen Secara In Vitro. Nama : Nanang Krisnawan NIM : D251120181
Disetujui oleh Komisi Pembimbing
Dr Ir Asep Sudarman, MRur Sc Ketua
Dr Anuraga Jayanegara, SPt MSc Widiawati Anggota
Dr
Ir
RA
Yeni
Anggota Diketahui oleh
Ketua Program Studi Ilmu Nutrisi dan Pakan
Dekan Sekolah Pascasarjana
Dr Ir Dwierra Evvyernie A, MS MSc
Dr Ir Dahrul Syah, MSc Agr
Tanggal Ujian: 19 Agustus 2015
Tanggal Lulus:
PRAKATA Puji dan syukur penulis panjatkan kepada Allah SWT atas segala karuniaNya sehingga karya ilmiah ini berhasil diselesaikan. Tema yang dipilih dalam penelitian yang dilaksanakan sejak bulan Juli 2013 sampai dengan bulan Oktober 2013 ini ialah pemanasan global, dengan judul efek asosiatif senyawa tanin dan saponin dengan pakan berbasis jerami padi amoniasi terhadap emisi gas metana dan fermentasi rumen secara in vitro. Hasil penelitian ini dalam proses publikasi di Jurnal Ilmu Pertanian Indonesia dengan judul Efek Senyawa Saponin Pada Sapindus rarak dalam Mitigasi Gas Metana Terima kasih penulis ucapkan kepada kedua orang tua Ibu Rasniah dan Bapak Basuki yang telah memberi kesempatan penulis untuk melanjutkan sekolah sampai tahap ini, terima kasih atas doa dan semangatnya. Penulis juga mengucapkan terima kasih kepada Bapak Dr Ir Asep Sudarman MRur Sc, Bapak Dr Anuraga Jayanegara, SPt MSc dan Ibu Dr RA Yeni Widiawati selaku pembimbing yang telah banyak memberi bimbingan, saran, waktu dan tenaga sehingga tesis ini dapat diselesaikan. Terima kasih penulis ucapkan kepada proyek penelititian melalui program Desentralisasi dari dana hibah Penelitian Unggulan Perguruan Tinggi IPB serta penulis ucapkan terimakasih kepada Balai Penelitian Ternak Ciawi atas segala fasilitas yang diberikan. Terimakasih juga penulis sampaikan kepada Prof (ris) Dr Ir Moh.Winugroho MSc atas kesempatan untuk belajar ilmu peternakan secara langsung, terima kasih kepada Ibu Dr Ir Dwierra Evvyernie A, MS MSc dan Ibu Prof Dr Ir Yuli Retnani, MSc sebagai ketua dan sekertaris program studi Ilmu Nutrisi dan Pakan Pascasarjana IPB, istri tercinta Rizki Eka Puteri SPt MSi atas curahan waktu dan doanya, Yogianto SPt MSi rekan seperjuangan, kepada seluruh staf, dosen, teknisi, dan mahasiswa pascasarjana INP angkatan 2012 yang telah berkontribusi dalam proses penyelesaian tesis ini. Terimakasih atas segala bantuan dari semua pihak yang tidak dapat penulis sebutkan satu persatu. Semoga karya ilmiah ini bermanfaat untuk kita semua dan bagi perkembangan ilmu pengetahuan selanjutnya.
Bogor, Agustus 2015
Nanang Krisnawan
DAFTAR ISI DAFTAR TABEL
xvi
DAFTAR GAMBAR
xvi
DAFTAR LAMPIRAN
xvi
PENDAHULUAN Latar Belakang Tujuan
1 1 2
METODOLOGI PENELITIAN Waktu dan Lokasi Materi Metode
3 3 3 3
HASIL DAN PEMBAHASAN Produksi Gas Total Produksi Gas Metana Kecernaan Bahan Kering N-amonia Produksi VFA Total dan VFA Parsial Populasi Bakteri dan Protozoa
7 7 9 11 12 14 14
SIMPULAN
16
SARAN
17
DAFTAR PUSTAKA
18
LAMPIRAN
21
DAFTAR TABEL 1 Komposisi kimia pakan (%BK) 2 Komposisi kimia pakan Perlakuan (%BK) 3 Akumulasi produksi gas pada jerami padi amoniasi dengan persentase penambahan P.falcataria dan S.rarak yang berbeda 4 Akumulasi produksi gas metana (dalam satuan % gas total) jerami padi amoniasi dengan persentase penambahan P.falcataria dan S.rarak yang berbeda. 5 Produksi VFA jerami padi amoniasi dengan persentase penambahan P.falcataria dan S.rarak yang berbeda.
4 4 8
10 14
DAFTAR GAMBAR 1 Akumulasi produksi gas pada jerami padi amoniasi dengan persentase penambahan P. falcataria dan S.rarak yang berbeda pada jam ke 24 dan 48. 2 Akumulasi produksi gas metana (dalam satuan % gas total) pada jerami padi amoniasi dengan persentase penambahan P.falcataria dan S.rarak yang berbeda pada jam ke 24 dan 48. 3 Kecernaan bahan kering (KBK) pada jerami padi amoniasi dengan persentase penambahan P.falcataria dan S.rarak yang berbeda. 4 Konsentrasi N-amonia pada jerami padi amoniasi dengan persentase penambahan P.falcataria dan S.rarak yang berbeda. 5 Populasi bakteri pada jerami padi amoniasi dengan persentase penambahan P.falcataria dan S.rarak yang berbeda. 6 Populasi protozoa pada jerami padi amoniasi dengan persentase penambahan P.falcataria dan S.rarak yang berbeda.
8
10 12 13 15 16
DAFTAR LAMPIRAN 1 2 3 4 5 6 7
Hasil analisis statistik produksi gas total Hasil analisis statistik produksi gas metana total Hasil analisis statistik produksi VFA Hasil analisis statistik kecernaan bahan kering(KBK) Hasil analisis statistik konsentrasi N-amonia Hasil analisis statistik populasi protozoa Hasil analisis statistik populasi bakteri
21 23 25 26 27 28 29
1
PENDAHULUAN Latar Belakang Pemanasan global menjadi masalah lingkungan yang menyita banyak perhatian, panjangnya musim kemarau mengakibatkan kerugian yang besar dalam berbagai sektor. Intergovernmental Panel on Climate Change (IPCC) melaporkan bahwa peningkatan suhu permukaan bumi meningkat mencapai 0,74 ± 0,18 oC pada abad ke-20 ini dimana peningkatan suhu tersebut merupakan peningkatan suhu terbesar dalam kurun waktu beberapa ribu tahun terakhir. Pemanasan global di klaim terkait dengan tingginya laju akumulasi gas rumah kaca pada lapisan atmosfer. Peningkatan gas rumah kaca seperti karbon dioksida (CO2), metana (CH4), nitrogen oksida (N2O) dan kloro fluoro karbon (CFC) merupakan akibat tingginya berbagai aktifitas manusia (Thorpe 2009). Metana (CH4) merupakan penyumbang terbesar kedua gas rumah kaca setelah CO2 yaitu sebesar 16% dari total keseluruhan gas rumah kaca. Gas metana memiliki kemampuan untuk meningkatkan potensi panas (global warming potential) mencapai 21 kali lipat lebih besar dibandingkan dengan CO2 (Iqbal 2008). Sektor pertanian khusunya peternakan merupakan salah satu penyumbang gas metana. Beauchemin et al. (2008) melaporkan bahwa sekitar 28% gas metana antropogenik berasal dari ternak ruminansia. Hal tersebut disebabkan karena terjadinya proses pembentukan gas metana atau metanogenesis oleh archaea metanogen yang berada di saluran pencernaan ternak ruminansia, khususnya di rumen. Cottle et al. (2011) melaporkan bahwa ternak ruminansia kehilangan energi antara 8–14% dari total energi tercerna sebagai metana. Rendahnya kualitas pakan menjadi salah satu penyebab tingginya produksi gas metana. Jerami padi merupakan salah satu pakan yang biasa digunakan oleh peternak sebagai pakan ternak. Jerami padi merupakan bahan pakan yang mutunya rendah karena mengandung silika dan lignin sehingga sulit dipecah oleh enzim pencernaan yang menyebabkan nilai kecernaan rendah (Yunilas 2009). Maynard et al (1979) menyatakan bahwa kandungan lignin pada jerami padi merupakan pembatas bagi kerja enzim untuk mencerna selulosa dan hemiselulosa. Perlakuan amoniasi jerami dengan menggunakan urea selain mampu melonggarkan ikatan lignoselulosa sehingga lebih mudah dicerna oleh bakteri rumen juga mampu meningkatkan nitrogen untuk pertumbuhan bakteri rumen (Leng 1991). Tanaman asal tropis merupakan tanaman yang tinggi akan kandungan senyawa metabolit sekunder seperti polifenol (tanin) dan saponin. Terkait dengan emisi gas metana dari ternak ruminansia, terdapat korelasi negatif antara kandungan tanin hijauan dan emisi metana in vitro (Jayanegara et al. 2009a). Korelasi serupa juga didapatkan dalam uji in vitro terhadap 27 spesies tanaman tropis yang didapatkan dari Indonesia (Jayanegara et al. 2011). Hartanto (2011) melaporkan bahwa daun sengon laut merupakan salah satu sumber pakan untuk ternak yang memliliki kandungan protein yang tinggi. Selain sebagai sumber tanin sengon laut diharapkan dapat meningkatkan kualitas pakan dengan kandungan protein yang dikandungnya. Indikasi reduksi emisi metana juga terlihat melalui penggunaan senyawa saponin pada tanaman (Hess et al. 2003; Goel et al. 2008). Astuti et al. (2008) melaporkan bahwa estrak dari buah lerak (Sapindus rarak)
2
yang diekstrasi menggunakan methanol memiliki kandungan saponin yang tinggi mencapai 81.47% serta mampu menurunkan protozoa rumen hingga 60% secara in vitro. Hasil tersebut menunjukkan potensi tanin dan saponin dalam mereduksi emisi gas metana hasil fermentasi mikroba dalam rumen. Meskipun telah ada beberapa penelitian sebelumnya yang mengamati hubungan senyawa tanin dan saponin terkait emisi metana ternak ruminansia, namun efek kombinasi dari kedua senyawa tersebut terhadap emisi metana belum pernah diteliti. Secara teroritis, kedua senyawa tersebut sangat berpotensi untuk menghasilkan efek asosiatif, atau dikenal juga dengan nama efek interaksi (Niderkorn dan Baumont 2009; Niderkorn et al. 2011), yang bersifat sinergistis dalam mitigasi emisi metana dikarenakan mekanisme kerjanya yang berbeda. Tanin, baik berupa tanin terkondensasi maupun tanin terhidrolisis, menurunkan emisi metana melalui reduksi populasi metanogen di rumen (Bhatta et al. 2009) sedangkan saponin bekerja melalui reduksi populasi protozoa rumen (Hess et al. 2003). Finlay et al. (1994 ) melaporkan bahwa sebagian archea metanogen bersimbiosis dengan protozoa dan berkontribusi sebesar 37% dari total gas metana dalam rumen. Dengan demikian penekanan populasi protozoa juga dapat berakibat pada menurunnya emisi metana. Jika target menurunkan populasi metanogen (melalui senyawa tanin) dan menurunkan populasi protozoa (melalui senyawa saponin) dilakukan secara simultan, maka diharapkan terjadi mitigasi emisi gas metana yang lebih signifikan dan diharapkan efeknya lebih dari sekedar efek aditif. Kerangka analitik inilah yang kemudian menjadi faktor utama pentingnya penelitian ini untuk dilakukan. Apakah keduanya (tanin dan saponin) akan berefek sinergistis, antagonistis atau sama sekali tidak berinteraksi (bersifat aditif) terkait reduksi emisi gas metana merupakan suatu tanda tanya yang akan berusaha dipecahkan melalui penelitian ini.
Tujuan 1. Mengkaji senyawa tanin yang terdapat pada sengon laut (Paraserianthes falcataria) dan saponin dari buah lerak (Sapindus rarak), terkait pengaruhnya terhadap pola fermentasi, populasi mikroba rumen serta efeknya dalam menurunkan emisi gas metana ternak ruminansia yang diuji secara in vitro. 2. Mengkaji efek asosiatif senyawa tanin yang terdapat pada sengon laut (Paraserianthes falcataria) dan saponin dari buah lerak (Sapindus rarak) terkait pengaruhnya terhadap pola fermentasi, populasi mikroba rumen serta efeknya dalam menurunkan emisi gas metana ternak ruminansia yang diuji secara in vitro. 3. Mengkaji pengaruh amoniasi pada jerami padi terhadap pola fermentasi, populasi mikroba rumen serta efeknya dalam menurunkan emisi gas metana ternak ruminansia yang diuji secara in vitro.
3
METODOLOGI PENELITIAN
Waktu dan Lokasi Penelitian dilaksanakan pada bulan Juli hingga Oktober 2013 yaitu uji in vitro yang meliputi pengujian produksi gas, produksi gas metana, kecernaan, konsentrasi amoniak dilakukan di Laboratorium Pakan dan uji mikroba rumen dilakukan di Laboratorium Nutrisi dan Fisiologi Balai Penelitian Ternak (BALITNAK) Ciawi, Bogor. Pengujian VFA parsial dilakukan di Laboratorium Pusat Studi Pangan dan Gizi Universitas Gajah Mada (UGM) Yogyakarta.
Materi Materi yang digunakan pada penelitian ini adalah jerami padi amoniasi, hijauan tinggi tanin yaitu Sengon laut (Paraserianthes falcataria) hijauan tinggi saponin yaitu buah lerak (Sapindus rarak), cairan rumen sapi peranakan Frisian Holstain milik Balai Penelitian Ternak Ciawi Bogor yang diberi pakan berupa rumput gajah dan konsentrat.
Metode Persiapan substrat Substrat yang digunakan pada penelitian ini adalah jerami padi amoniasi, proses pembuatan jerami padi amoniasi dilakukan di Eksperimen Farm Fakultas Peternakan Universitas Jendral Soedirman Purwokerto. Metode yang digunakan untuk pembuatan jerami padi yaitu mengikuti metode Sudana 1987. Jerami padi utuh ditambahkan urea sebanyak 2% dari bahan kering jerami dan di simpan di dalam terpal secara tertutup selama 2 minggu. Jerami padi amoniasi dikeringkan menggunakan oven dengan suhu 60°C selama 24 jam kemudian digiling menjadi serbuk lalu siap dianalisa. Persiapan hijauan sumber tanin dan saponin Hijauan sumber tanin yaitu sengon laut (Paraserianthes falcataria) diperoleh dari kebun Agrostologi Institut Pertanian Bogor. Pengambilan daun sengon laut dilakukan secara acak mulai dari daun tua hingga daun muda, sengon laut segar hasil koleksi dilayukan sebelum dikeringkan menggunakan oven dengan suhu maksimal 60°C selama 24 jam kemudian digiling menjadi serbuk. Buah lerak diperoleh dari wilayah Bogor kemudian dibuang bagian biji, dioven dengan suhu maksimal 60°C selama 24 jam yang kemudian digiling dan siap untuk dianalisis. Hasil analisis proksimat dari jerami padi, jerami padi amoniasi, sengon laut dan lerak yang dilaksanakan di Laboratorium Pakan Fakultas Peternakan IPB serta analisis kandungan senyawa tanin dan saponin dilakukan di Laboratorium Pakan Balai Penelitian Ternak Ciawi disajikan pada ( Tabel 1). Kandungan protein kasar pada tanaman P. falcataria dan S. rarak yaitu 16.54% dan 7.81%. Berdasarkan hasil analisa ini diharapkan penambahan P. falcataria dan S. rarak pada jerami
4
padi amoniasi selain mampu menurunkan produksi gas metan juga mampu meningkatkan produktivitas ternak dengan menyediakan protein kasar untuk ternak. Tabel 1 Komposisi kimia pakan (%BK) Peubah (%)
Jerami Padi Amoniasi
Jerami Padi
P.falcataria
S.rarak
Bahan Kering Abu Protein Kasar Serat Kasar Lemak Kasar BETN NDF ADF Hemiselulosa Selulosa Lignin Tanin Saponin
89.02 19.29 12.01 25.73 1.07 22.62 74.06 53.33 20.73 6.39 15.09 -
90.00 20.24 6.49 28.05 0.32 34.90 87.25 60.40 26.83 6.70 15.88 -
88.86 5.32 16.54 13.47 0.77 52.76 59.63 5010 9.53 30.63 0.81 3.11 -
88.91 2.14 7.81 0.65 23.96 19.43 7.14 68.51
Keterangan: hasil analisis di Laboratorium Pakan Fakultas Peternakan IPB (2013). BETN (bahan ekstrak tanpa nitrogen), NDF (netral detergen faiber), ADF( acid detergen faiber).
Tabel 2 Komposisi kimia pakan perlakuan (%BK) Peubah (%) Bahan Kering Abu Protein Kasar Serat Kasar Lemak Kasar BETN NDF ADF Hemiselulosa Selulosa Lignin Tanin Saponin
J 90.0 20.2 6.4 28.0 0.3 34.9 87.2 60.4 26.8 6.7 15.8 -
JA 89.0 19.2 12.0 25.7 1.0 22.6 74.0 53.3 20.7 6.3 15.0 -
P20 89.0 165 12.9 23.3 1.0 28.6 71.2 52.7 18.5 11.2 12.2 0.6 -
P40 89.0 13.7 13.8 20.8 1.0 34.7 68.3 52.0 16.3 16.1 9.4 1.2 0.0
S20 89.0 15.9 11.2 20.6 1.0 18.1 64.0 46.6 18.0 5.1 12.1 0.0 13.7
S40 89.0 12.4 10.3 15.4 0.9 13.6 54.0 39.8 15.3 3.8 9.1 0.0 27.4
PS10 PS20 89.0 162 12.0 21.9 1.0 23.4 67.6 49.6 18.3 8.2 12.2 0.3 6.9
89.0 13.1 12.1 18.1 0.9 24.1 61.2 45.9 15.8 10.0 9.2 0.6 13.7
Keterangan: J: jerami padi; JA: jerami padi amoniasi; P20: jerami padi amoniasi 80% + P.falcataria 20%; P40: jerami padi amoniasi 60% + P.falcataria 40%; S20: jerami padi amoniasi 80% +S.rarak 20%; S40: jerami padi amoniasi 60% + S.rarak 40%; PS10: jerami padi amoniasi 80% + P.falcataria 10% + S.rarak 10%; PS20: jerami padi amoniasi 60% + P.falcataria 20% + S.rarak 20%.
5
Pelaksanaan inkubasi in vitro Tekhnik inkubasi in vitro berdasarkan metode Theoudorou dan Brooks (1990). Botol dengan kapasitas 100 ml digunakan sebagai tempat dimana proses fermentasi berlangsung. Sebanyak 1 gram sampel dimasukan kedalam botol yang kemudian ditambahkan 100 ml larutan buffer rumen yang dijenuhkan dengan menambahkan gas CO2. Larutan buffer rumen dibuat dari larutan buffer bicarbonat sebanyak 241 ml, larutan makromineral sebanyak 121 ml larutan mikromineral sebanyak 0.061 ml, resazurin sebanyak 0.61 ml, air terdestilasi sebanyak 362 ml, larutan pereduksi 23 ml serta cairan rumen sebanyak 253 ml untuk pembuatan buffer bicarbonate sebanyak 1000 ml. Cairan rumen diperoleh dari sapi perah PFH berfistula milik BALITNAK Ciawi. Proses pengambilan rumen dilakukan pagi hari sebelum ternak diberi pakan, cairan rumen disaring menggunakan kain nilon. Botol yang berisi campuran sampel dan buffer rumen ditutup menggunakan penutup dan dipastikan kuat, kemudian diinkubasi dalam water bath pada suhu 42°C selama 48 jam dimana pada 4 jam pertama dilakukan pengocokan setiap 1 jam dan kemudian dilakukan pengocokan setiap 2 jam hingga inkubasi ke 12 jam. Tepat di jam ke 48 jam tabung dibuka untuk analisis KBK, VFA, dan N-amoniak. Rancangan percobaan Penelitian ini dilakukan dalam 4 ulangan menggunakan rancangan acak kelompok, dengan perbedaan antar inkubasi (cairan rumen) sebagai faktor kelompoknya. Adapun perlakuannya adalah sebagai berikut : J = jerami padi JA = jerami padi amoniasi P20 = jerami padi amoniasi 80% + P.falcataria 20% P40 = jerami padi amoniasi 60% + P.falcataria 40% S20 = jerami padi amoniasi 80% +S.rarak 20% S40 = jerami padi amoniasi 60% + S.rarak 40% PS10 = jerami padi amoniasi 80% + P.falcataria 10% + S.rarak 10% PS20 = jerami padi amoniasi 60% + P.falcataria 20% + S.rarak 20% Model matematika yang digunakan adalah sebagai berikut :
Keterangan : Yij = Nilai pengamatan pada perlakuan ke-i dan kelompok ke-j µ = Nilai rataan umum i = Pengaruh perlakuan ke-i βj = Pengaruh kelompok ke-j εij = Error perlakuan ke-i dan kelompok ke-j Pengukuran akumulasi produksi gas modifikasi metode Fieves (2005) Produksi gas diamati pada jam ke 3, 6, 9, 12, 24, dan 48 masa inkubasi. Produksi gas diukur menggunakan syringe yang menyerupai spuit yang dilengkapi keran penutup dengan volume 50 ml. Jarum pada syringe disuntikan pada karet penutup hingga menyentuh ruang kosong dari botol yang sebelumnya keran dibuka agar gas dalam botol dapat masuk kedalam syringe, setelah semua
6
gas dipastikan masuk kedalam syringe maka keran ditutup dan jarum dicabut dari karet penutup kemudian produksi gas dapat dibaca dari sekala pada syringe. Pengukuran persen gas metana modifikasi metode Fieves (2005) Pengukuran persen gas metana bersamaan dengan pengukuran gas total dimana setelah dilakukan pembacaan gas total jarum pada siring dilepaskan untuk kemudian ujung dari syringe dimasukan pada selang yang terhubung pada saluran masuk erlenmeyer yang berisi larutan NAOH 5M dan pada saluran keluar dari erlenmeyer dipasang syringe dengan kapasitas 10 ml, dimana pembacaan produksi gas metana dilakukan secara manual dengan melihat sekala pada syringe. Dalam penelitian ini produksi gas dinilai dengan satuan persen dari produksi gas total. Perhitungan volatile fatty acid (VFA parsial dan total) metode AOAC (1990) VFA (volatile fatty acid) merupakan produk akhir fermentasi utama yang berfungsi sebagai sumber energi bagi ternak ruminansia. Pengukuran VFA menggunakan alat gas chromatography (GC 8A, Shimadzu Crop. Kyoto. Japan ). Kolom dalam GC berisi 10% SP-1200,1% H3PO4 on 80/100 Chromosorb WAW. 1.5ml sampel diinjeksikan kedalam microtbe kemudian tingkat keasaman diturunkan mencapai tingkat keasaman 3 dengan tujuan menstabilkan sampel. 1µl sampel diinjeksikan kedalam GC dengan penghitungan jumlah VFA yaitu dengan membandingkan kurva yang dihasilkan dengan kurva standar eksternal yang terdiri dari VFA parsial. VFA total dihitung dari penjumlahan VFA parisal penyusunya. Penghitungan N-amonia (NH3) metode Conway (1966) Konsentrasi N-amonia dalam cairan rumen diukur dengan metode mikrodifusi Conway (General Laboratory Prosedurs, 1966). Supernatan sampel sebanyak 1 ml diletakkan dalam satu sisi sekat conway dan pada posisi sekat lainnya diletakkan 1 ml larutan NaOH 20%. Posisi cawan conway dimiringkan agar kedua larutan tersebut tidak bercampur sebelum cawan ditutup rapat. Pada bagian tengah diletakkan 1 ml asam borat 3% berindikator BCG:MR. Pada tepi cawan dan penutupnya diolesi vaselin agar tertutup rapat. Kemudian cawan diletakkan mendatar sehingga larutan NaOH 20% bercampur dengan supernatan dan dalam reaksi tersebut dilepaskan gas amonia. Amonia yang dibebaskan akan segera ditangkap oleh asam borat. Proses ini akan berlangsung sempurna setelah 24 jam, kemudian asam borat dititrasi dengan HCl 0.01 N sampai terjadi perubahan warna dari biru ke merah (warna awal asam borat). Kadar amonia dapat dihitung dengan rumus: (mM)= ml titrasi x normalitas HCl X 100. Koefisien cerna bahan kering (KCBK) modifikasi metode Tilley and Terry (1963) Hasil fermentasi selama 48 jam dipisahkan antara supernatant dan residu, dengan cara menyaring dengan menggunakan sinter glass yang dihubungkan dengan vakum pump. Hasil saringan yang tertampung pada sinter glass di oven pada suhu 105°c selama 24 jam, kemudian ditimbang yang sebelumya dimasukan dalam desikator untun menurunkan suhu selama 15 menit terlebih dahulu. Penetapan KCBK diperoleh dari selisih antara BK sampel awal dan BK residu sedangkan untuk menghitung BK yaitu 100% - kadar air.
7
Prosedur penghitungan populasi protozoa berdasarkan Ogimoto dan Imai (1987) Sampel cairan rumen ditambahkan sebanyak 0.5 ml kedalam larutan MFS (Methylgreen Formal–Salin) sebanyak 4.5 ml. Penghitungan populasi protozoa menggunakan mikroskop pada pembesaran 10 kali menggunakan alat homosito meter. Penghitungan populasi protozoa dihitung dengan cara mengaikan jumlah populasi protozoa terhitung dengan factor pengenceran. Prosedur penghitungan populasi bakteri berdasarkan Ogimoto dan Imai (1987) Bakter ditumbuhkan dan dihitung menggunakan metode roll tube berdasarkan Ogimoto dan Imai (1987). Sebanyak 0.5 ml cairan rumen sampel yang akan diinokulasikan ke dalam media pertumbuhan diencerkan terlebih dahulu dengan menggunakan larutan pengencer sampai tingkat pengenceran 105 sampai 107. Pengenceran dilakukan secara anaerob dengan mengalirkan gas H2:CO 2. Pada tingkat pengenceran 105 dan 107, masing-masing diambil sebanyak 0.5 ml untuk ditumbuhkan pada media pertumbuhan bakteri berupa agar di dalam tabung reaksi yang sudah dicairkan. Inokulasi cairan rumen dilakukan dalam keadaan anaerob. Setelah diinokulasi, tabung ditutup dengan sumbat karet dan media digoyangkan perlahan agar mendia agar menempel merata pada dinding tabung. Setelah itu seluruh tabung diletakkan dalam inkubator bersuhu 39°C selama 14 hari incubator kering. Koloni yang tumbuh dihitung mulai dari hari ke lima dan hari ke-14. Rumus yang digunakan adalah jumlah total koloni bakteri x 2 x 107.
HASIL DAN PEMBAHASAN Produksi Gas Total Data hasil pengamatan akumulasi produksi gas disajikan pada Tabel 3. Akumulasi produksi gas semakin meningkat seiring lamanya masa inkubasi cairan rumen. Proses fermentansi didalam rumen berkisar antara 16 jam, sehingga dalam pembahasan hanya akan dibahas produksi gas pada jam ke 24 dan 48 jam. Pada Gambar 1 dapat dilihat pola produksi gas pada masa inkubasi jam ke 24 dan 48 jam. Peroses amoniasi pada jerami padi dapat meningkatkan produksi gas dibandingkan jerami padi tanpa amoniasi, hal tersebut dikarenakan proses amoniasi dapat meningkatkan kandungan NPN dalam pakan. Mc Allard dan Smith (1983) melaporkan bahwa mikroba selulolitik dapat memanfaatkan amoniak dalam pakan sebagai sumber nitrogen utama untuk proses fermentasi. Penambahan P. falcataria sebagai sumber tanin dan S.rarak sebagai sumber saponin pada pakan jerami padi amoniasi baik tunggal dan kombinasi memberikan pengaruh nyata (P<0.05) terhadap akumulasi produksi gas total pada masa inkubasi jam ke-3 sampai jam ke-48.
8
Tabel 3 Akumulasi produksi gas pada jerami padi amoniasi dengan persentase penambahan P. falcataria dan S.rarak yang berbeda Jam ke 3 Jam ke 6 Jam ke 9 Jam ke 12 Jam ke 24 Jam ke 48
J
JA
P20
P40
S20
S40
PS10
PS20
6.94ab 13.3ab 20.0abc 25.7abc 53.4ab 88.5a
7.44ab 12.4a 18.8abc 27.3bc 59.0bc 101.0b
7.50ab 12.9a 18.8abc 27.6c 65.5d 100.2b
9.13c 15.2b 21.2c 28.4c 61.4cd 97.9b
6.19a 11.6a 16.9a 22.9a 52.3a 88.3a
7.44ab 11.8a 18.1ab 23.9ab 50.8a 89.4a
7.94bc 14.3b 21.5c 28.9c 61.8cd 102.2b
6.38ab 11.9a 18.3abc 23.9ab 51.9a 86.9a
Keterangan: J: jerami padi; JA: jerami padi amoniasi; P20: jerami padi amoniasi 80% + P.falcataria 20%; P40: jerami padi amoniasi 60% + P.falcataria 40%; S20: jerami padi amoniasi 80% +S.rarak 20%; S40: jerami padi amoniasi 60% + S.rarak 40%; PS10: jerami padi amoniasi 80% + P.falcataria 10% + S.rarak 10%; PS20: jerami padi amoniasi 60% + P.falcataria 20% + S.rarak 20%. Angka yang diikuti huruf yang berbeda pada baris yang sama menunjukkan berbeda nyata (P<0.05).
120
gas /ml
100
101b
100.2b
102.2b
97.9b
88.5a
88.3a
80
59xy 60 53.4wx
65.5z
89.4a
61.4yz 52.3w
50.8w
Jam ke 24 86.9a
61.8yz
Jam ke 48
51.9w
40 20 0 J
JA
P20
P40
S20
S40
PS10
PS20
perlakuan
Gambar 1 Akumulasi produksi gas pada jerami padi amoniasi dengan persentase penambahan P. falcataria dan S.rarak yang berbeda pada jam ke 24 dan 48. Keterangan: J: jerami padi; JA: jerami padi amoniasi; P20: jerami padi amoniasi 80% + P.falcataria 20%; P40: jerami padi amoniasi 60% + P.falcataria 40%; S20: jerami padi amoniasi 80% +S.rarak 20%; S40: jerami padi amoniasi 60% + S.rarak 40%; PS10: jerami padi amoniasi 80% + P.falcataria 10% + S.rarak 10%; PS20: jerami padi amoniasi 60% + P.falcataria 20% + S.rarak 20%. Angka yang diikuti huruf yang berbeda pada baris yang sama menunjukkan berbeda nyata (P<0.05). Akumulasi produksi gas total mengalami kenaikan signifikan pada penambahan P.falcataria secara tunggal dengan dosis 20% (P20) pada inkubasi jam ke-24 tetapi ketika dosis dinaikkan menjadi 40% (P40), produksi gas yang dihasilkan sama dengan kontrol positif (JA). Berbeda halnya dengan jerami padi amoniasi yang diberi tambahan S.rarak secara tunggal, dengan dosis 20% (S20) dan 40% (S40) akumulasi gas yang dihasilkan mengalami penurunan yang signifikan dibandingkan kontrol positif (JA). Terdapat hubungan yang sinergis antara penembaha masing masing 10% dimana produksi gas sama dengan kontrol
9
positif. Penurunan terjadi pada perlakuan jerami padi amoniasi yang diberi tambahan kombinasi keduanya dengan dosis masing-masing 20% (PS20). Pola yang sama juga terjadi pada inkubasi jam ke-48. Dari Gambar 1 menunjukkan bahwa penambahan P. falcataria secara tunggal sebagai sumber tanin sampai taraf pemberian 40% pada jam-jam inkubasi terakhir (24 jam dan 48 jam) masih belum memberikan efek negatif terhadap produksi gas yang dihasilkan dari proses fermentasi didalam rumen, berbeda halnya dengan penggunaan S.rarak secara tunggal sebagai sumber saponin pada taraf 20% sudah sangat memberikan efek negatif terhadap produksi gas. Penggunaan kedua bahan tersebut secara kombinasi memberikan efek yang berbeda, ketika dosis yang digunakan masih 10%, aktivitas tanin dan saponin yang terkandung dalam tanaman P.falcataria dan S.rarak belum mengganggu proses fermentasi dalam rumen namun justru memberikan korelasi yang positif tetapi ketika dosis dinaikkan menjadi 20% maka proses fermentasi terganggu yang akhirnya malah menurunkan produksi gas. Beberapa penelitian melaporkan bahwa penggunaan tanin dan saponin memberikan efek yang negatif terhadap produksi gas yang dihasilkan dari proses fermentasi didalam rumen. Seperti yang dilaporkan oleh Jayanegara et al. (2009a) bahwa penambahan ekstrak tanin dan saponin yang berasal dari beberapa tanaman mampu menurunkan produksi gas. Menurut penelitian, senyawa saponin mampu menghambat kerja enzim pencernaan seperti enzim pemecah serat kasar (Hristov et al. 2003). Sedangkan tanin biasanya berikatan dengan komponen-komponen yang terkandung dalam bahan pakan seperti serat kasar dan protein yang mengakibatkan keduanya sulit dicerna yang akhirnya akan berakibat pada penurunan produksi gas (Makkar 2003; Makkar et al. 2007). Namun ketika keduanya dikombinasikan pada dosis yang tepat ternyata efek negatif tersebut tidak muncul, diduga ada hubungan yang sinergis antara keduanya. Produksi gas sebenarnya merupakan hasil dari hasil fermentasi bahan pakan didalam rumen. Teknik pengukuran gas in vitro ini menurut Getachew et al. (2005) dapat digunakan untuk mengetahui total akumulasi produksi gas dan juga untuk mengetahui produksi metana, selain itu penggunaan teknik ini juga memungkinkan kita untuk mengetahui kualitas dari suatu bahan pakan.
Produksi Gas Metana Produksi gas metana dalam penelitian ini disajikan dalam satuan (% dari gas total). Data hasil pengamatan akumulasi produksi gas metana disajikan pada Tabel 4. Akumulasi produksi gas metana semakin meningkat seiring lamanya masa inkubasi cairan rumen. Penambahan P.falcataria dan S.rarak pada pakan jerami padi amoniasi memberikan pengaruh nyata (P<0.05) terhadap produksi metana. Proses fermentansi didalam rumen berkisar antara 16 jam, sehingga dalam pembahasan hanya akan dibahas produksi gas metana pada jam ke 24 dan 48 jam.
10
Tabel 4 Akumulasi produksi gas metana (dalam satuan % gas total) pada jerami padi amoniasi dengan persentase penambahan P.falcataria dan S.rarak yang berbeda Jam ke 3 Jam ke 6 Jam ke 9 Jam ke12 Jam ke 24 Jam ke 48
J
JA
P20
P40
S20
S40
PS10
PS20
18.4ab 9.9b 10.7b 6.7c 26.4c 24.6d
15.7ab 7.9b 8.0b 5.6ab 21.9b 20.5bc
13.8ab 5.3a 6.8a 7.2a 21.0ab 20.3b
17.1ab 6.3ab 9.0b 6.4bc 21.8b 20.3b
17.3ab 9.1b 8.1b 7.2bc 19.0a 18.5a
16.9ab 6.7b 10.2b 7.6bc 20.6ab 19.9ab
19.4b 9.0b 9.2b 5.7abc 22.5b 22.1c
17.0ab 6.6ab 10.1b 5.2abc 21.2ab 21.1bc
Keterangan: J: jerami padi; JA: jerami padi amoniasi; P20: jerami padi amoniasi 80% + P.falcataria 20%; P40: jerami padi amoniasi 60% + P.falcataria 40%; S20: jerami padi amoniasi 80% +S.rarak 20%; S40: jerami padi amoniasi 60% + S.rarak 40%; PS10: jerami padi amoniasi 80% + P.falcataria 10% + S.rarak 10%; PS20: jerami padi amoniasi 60% + P.falcataria 20% + S.rarak 20%. Angka yang diikuti huruf yang berbeda pada baris yang sama menunjukkan berbeda nyata (P<0.05). 30.0
gas metana /%
25.0 20.0
jam ke24 26.4c jam ke48 22.5b 24.6z 21.9b 21.0ab 19.0a 21.8b 21.2ab 22.1y 20.6ab 21.1xy 20.3y 20.5xy 20.3y 19.9wx 18.5w
15.0 10.0 5.0 J
JA
P20
P40
S20
S40
PS10
PS20
perlakuan
Gambar 2 Akumulasi produksi gas metana (dalam satuan % gas total) pada jerami padi amoniasi dengan persentase penambahan P.falcataria dan S.rarak yang berbeda pada jam ke 24 dan 48. Keterangan: J: jerami padi; JA: jerami padi amoniasi; P20: jerami padi amoniasi 80% + P.falcataria 20%; P40: jerami padi amoniasi 60% + P.falcataria 40%; S20: jerami padi amoniasi 80% +S.rarak 20%; S40: jerami padi amoniasi 60% + S.rarak 40%; PS10: jerami padi amoniasi 80% + P.falcataria 10% + S.rarak 10%; PS20: jerami padi amoniasi 60% + P.falcataria 20% + S.rarak 20%. Angka yang diikuti huruf yang berbeda pada baris yang sama menunjukkan berbeda nyata (P<0.05). Pada Gambar 2 dapat dilihat pola produksi gas metana pada masa inkubasi jam ke 24 dan 48 jam. Akumulasi produksi gas metana pada pakan jerami padi amoniasi tanpa tambahan P.falcataria maupun S.rarak (kontrol positif) pada inkubasi jam ke-24 dan 48 jam secara statistik lebih rendah dibandingkan jerami padi yang tidak diamoniasi (kontrol negatif). Proses amoniasi dapat meningkatkan kualitas jerami padi. Jerami padi merupakan bahan pakan yang mutunya rendah
11
karena mengandung silika dan lignin sehingga sulit dipecah oleh enzim pencernaan yang menyebabkan nilai kecernaan rendah (Yunilas 2009). Sebagian besar archea metanogen bersimbiosis dengan protozoa. Finlay et al. (1994) melaporkan bahwa sebagian archea metanogen bersimbiosis dengan protozoa dan berkontribusi sebesar 37% dari total gas metana dalam rumen. Penurunan akumulasi produksi gas metana yang dihasilkan terjadi pada jerami padi amoniasi yang diberi penambahan S.rarak dengan dosis 20% (S20) pada inkubasi jam ke-24 dan jam ke-48. Penambahan P.falcataria secara tunggal dengan dosis 20% dan 40% dan kombinasi dengan S.rarak sebanyak masingmasing 10% dan 20% belum mampu menurunkan akumulasi gas metana yang dihasilkan, ini menunjukkan bahwa sampai taraf penggunaan 20% belum ada hubungan yang sinergis antara senyawa tanin dan senyawa saponin dalam proses mitigasi gas metana. Gambar 6 menunjukan bahwa penambahan 20% S. rarak mampu menurunkan populasi protozoa, dengan menurunya protozoa maka archea metanogen yang menempel pada protozoa akan ikut lisis. Berdasarkan hasil-hasil penelitian sebelumnya, penambahan senyawa tanin dan saponin baik kombinasi maupun tunggal keduanya mampu menurunkan produksi metana. Senyawa tanin seharusnya mampu menurunkan emisi gas metana melalui reduksi populasi metanogen di rumen (Bhatta et al. 2009) sedangkan saponin mereduksi populasi protozoa dalam rumen (Hess et al. 2003). Sebagian populasi metanogen hidup bersimbiosis dengan protozoa (Finlay et al. 1994). Metanogen merupakan mikroorganisme pembentuk gas metana (CH4), dengan berkurangnya populasi metanogen maka diharapkan produksi gas metan dapat berkurang. Namun, hasil yang didapatkan dari penelitian ini berbeda. Ternyata dengan penggunaan sumber tanin sampai taraf 40% belum mampu menurunkan emisi gas metan. Berbeda halnya dengan perlakuan yang diberi penambahan sumber saponin, ketika dosis yang digunakan masih 20% terjadi penurunan yang signifikan pada jam-jam inkubasi terakhir. Selain itu, belum ada hubungan yang sinergis antara senyawa tanin dan senyawa saponin.
Kecernaan Bahan Kering (KBK) Terdapat pengaruh nyata (P<0.05) antara jerami amoniasi dengan jerami tanpa amoniasi hal tersebut dikarenakan jerami padi mengandung silika dan lignin yang tinggi sehingga sulit dipecah oleh enzim pencernaan. Yunilas (2009) menyatakan bahwa jerami padi merupakan bahan pakan yang mutunya rendah karena mengandung silika dan lignin sehingga sulit dipecah oleh enzim pencernaan yang menyebabkan nilai kecernaan rendah. Perlakuan amoniasi jerami dengan menggunakan urea selain mampu melonggarkan ikatan lignoselulosa sehingga lebih mudah dicerna oleh bakteri rumen juga mampu meningkatkan nitrogen untuk pertumbuhan bakteri rumen (Leng 1991). Terdapat pengaruh nyata (P<0.05) antara penambahan P. falcataria, S. rarak dan kombinasi keduanya pada jerami amoniasi terhadap kecernaan bahan kering (KBK). Data kecernaan bahan kering (KBK) pakan jerami padi yang diberi penambahan P. falcataria, S. rarak maupun kombinasi keduanya disajikan pada (Gambar 3).
12
%KBK
60.00 40.00
40.24c
40.26c
JA
P20
29.35a
36.17bc 37.44bcd
38.79cd 35.77bc
34.95b
20.00 0.00 J
P40 S20 Perlakuan
S40
PS10
PS20
Gambar 3 Kecernaan bahan kering (KBK) pada jerami padi amoniasi dengan persentase penambahan P. falcataria dan S.rarak yang berbeda. Keterangan: J: jerami padi; JA: jerami padi amoniasi; P20: jerami padi amoniasi 80% + P.falcataria 20%; P40: jerami padi amoniasi 60% + P.falcataria 40%; S20: jerami padi amoniasi 80% +S.rarak 20%; S40: jerami padi amoniasi 60% + S.rarak 40%; PS10: jerami padi amoniasi 80% + P.falcataria 10% + S.rarak 10%; PS20: jerami padi amoniasi 60% + P.falcataria 20% + S.rarak 20%. Angka yang diikuti huruf yang berbeda pada baris yang sama menunjukkan berbeda nyata (P<0.05). Secara statistik penggunaan P.falcataria dan S.rarak sampai taraf 40% dan kombinasi keduanya sampai taraf 10% belum memberikan efek negatif terhadap nilai kecernaan, antara P20, P40, S20, S40 dan PS10 dibandingkan kontrol positif (JA). Dari Gambar 3 juga dapat dilihat bahwa penggunaan sumber tanin dan sumber saponin pada jerami padi amoniasi secara kombinasi ternyata memberikan efek negatif terhadap nilai kecernaan ketika dosis dinaikkan menjadi 20%. Beberapa penelitian banyak yang menyebutkan bahwa penggunaan senyawa tanin dan saponin secara tunggal ternyata mampu menurunkan nilai kecernaan. Efek negatif yang diakibatkan oleh penambahan S.rarak sebagai sumber saponin dilaporkan oleh Wina et al. (2005). Penurunan nilai kecernaan tersebut dapat disebabkan oleh terganggunya proses degradasi serat pada rumen oleh saponin. Penggunaan sumber tanin dan saponin baik secara tunggal maupun secara kombinasi dalam proses mitigasi metana memang terbukti mampu menurunkan produksi gas metana namun ternyata selain memberikan efek positif, penggunaan keduanya ternyata juga mampu memberikan efek negatif dilihat dari rendahnya nilai kecernaan yang diperoleh, namun jika dosis yang digunakan tepat seperti pada penelitian ini maka tidak akan menimbulkan efek negatif terhadap nilai kecernaan.
N-Amonia Hasil penelitian menunjukan pengaruh nyata (P<0.05) antara jerami padi amoniasi dengan jerami padi tanpa proses amoniasi, proses amoniasi selain melonggarkan ikatan lignoselulosa juga mampu meningkatkan kandungan nitrogen dalam pakan. Mc Donald et al (2002) melaporkan bahwa amoniasi jerami padi menggunakan urea dapat meningkatkan kandungan nitrogen, palatabilitas dan kecernaan pakan. Pengaruh nyata (P<0.05) juga ditunjukan pada penambahan P.falcataria, S.rarak dan kombinasi keduanya pada jerami amoniasi
13
terhadap konsentrasi N-amonia. Data konsentrasi N-amonia pakan jerami padi yang diberi penambahan P.falcataria, S.rarak maupun kombinasi keduanya disajikan pada Gambar 4. Terjadi penurunan konsentrasi N-amonia pada pakan jerami padi amoniasi yang diberi tambahan P.falcataria dengan dosis 40%, S.rarak dengan dosis 20% dan 40% serta kombinasi keduanya dengan dosis masing-masing 20% dibandingkan kontrol positif (JA). Penurunan konsentrasi N-amonia tidak terjadi pada perlakuan P20 yaitu jerami padi amoniasi yang hanya diberi P.falcataria sebanyak 20%, ini menunjukkan bahwa penggunaan P.falcataria sebagai sumber tanin yang tepat agar tidak mengganggu konsentrasi N-amonia yang dihasilkan oleh bakteri dalam proses fermentasi didalam rumen adalah pada taraf penggunaan 20%.
2.65c
N-amonia mmol/liter
3.00
2.65c 2.03b
2.00
2.12b
2.07b
2.46b
2.07b
1.54a
1.00 0.00 J
JA
P20
P40 S20 perlakuan
S40
PS10
PS20
Gambar 4 Konsentrasi N-amonia pada jerami padi amoniasi dengan persentase penambahan P.falcataria dan S.rarak yang berbeda. Keterangan: J: jerami padi; JA: jerami padi amoniasi; P20: jerami padi amoniasi 80% + P.falcataria 20%; P40: jerami padi amoniasi 60% + P.falcataria 40%; S20: jerami padi amoniasi 80% +S.rarak 20%; S40: jerami padi amoniasi 60% + S.rarak 40%; PS10: jerami padi amoniasi 80% + P.falcataria 10% + S.rarak 10%; PS20: jerami padi amoniasi 60% + P.falcataria 20% + S.rarak 20%. Angka yang diikuti huruf yang berbeda pada baris yang sama menunjukkan berbeda nyata (P<0.05). Respon negatif yang dihasilkan dari penambahan P.falcataria, S.rarak dan kombinasi keduanya terhadap konsentrasi N-amonia ternyata cukup signifikan. Beberapa penelitian melaporkan bahwa penggunaan keduanya dalam mitigasi metan ternyata mampu memberikan efek negatif terhadap konsentrasi N-amonia, seperti yang dilaporkan oleh Bhata et al. (2009) bahwa penggunaan ekstrak tanin yang berasal dari quebracho dan penggunaan ekstrak saponin yang berasal dari Q. Saponaria mampu menurunkan konsentrasi N-amonia. Berdasarkan Gambar 6 pola menurunya N-amonia seiring dengan menurunya populasi protozoa rumen, semakin rendah jumlah protozoa maka akan mengakibatkan rendahnya N-amonia asal mikroba yang lisis. Menurut Wina (2005) penggunaan saponin pada pakan dapat memberikan efek negatif terhadap konsentrasi N-amonia karena populasi protozoa yang berkurang akibat penggunaan saponin sehingga secara tidak langsung mampu menurunkan konsentrasi N-amonia. Sedangkan tanin mampu menurunkan konsentrasi N-amonia karena tanin dapat menurunkan kandungan nutrien yang dapat dicerna (Makkar 2003).
14
Produksi VFA Total dan Parsial Produksi VFA disajikan pada Tabel 5. Penambahan P.falcataria, S.rarak dan kombinasi keduanya pada jerami padi amoniasi berpengaruh nyata (P<0.05) terhadap produksi asetat, propionate dan butirat. Tetapi tidak berpengaruh nyata terhadap produksi VFA total. Terjadi peningkatan butirat yang nyata (P<0.05) dibandingkan kontrol positif ketika S.rarak ditambahkan sebanyak 20% ke dalam jerami padi amoniasi (S20). Menurut Jayanegara et al. (2009a) produksi VFA total didalam cairan rumen yang dihasilkan selama proses fermentasi merupakan salah satu indikator ketersediaan energi untuk ternak. VFA dibentuk dari proses perombakan serat kasar oleh mikroorganisme di dalam rumen. Tidak terdapat pengaruh yang nyata (P<0,05) pada penambahan P.falcataria, S.rarak dan kombinasi keduanya pada jerami padi amoniasi sebagai sumber tanin dan saponin artinya penambahan keduanya sampai taraf 40% belum mengganggu aktivitas fermentasi oleh mikroorganisme di dalam rumen, meskipun terjadi penurunan yang nyata (P<0,05) terhadap populasi bakteri (Gambar 5) dan protozoa (Gambar 6). Tabel 5 Produksi VFA jerami padi amoniasi dengan persentase penambahan P. falcataria dan S. rarak yang berbeda Perlakuan
JA
P20
P40
S20
S40
PS10
77.24
49.38
48.30
64.60
81.38
71.68
73.74
71.03
Asetat(%)
65.7b
62.1ab
65.2ab
55.6ab
54.8a
57.8ab
58ab
57ab
Propionat(%)
23.0a
25.6abc
23.8bc
30.2bc
26.3abc
30.9c
30.4ab
29.3abc
Butirat(%)
11.3a
12.3a
11a
14.2ab
18.9b
11.3a
11.6a
13.7a
VFA Total(mg/l) VFA Parsial :
J
PS20
Keterangan: J: jerami padi; JA: jerami padi amoniasi; P20: jerami padi amoniasi 80% + P.falcataria 20%; P40: jerami padi amoniasi 60% + P.falcataria 40%; S20: jerami padi amoniasi 80% +S.rarak 20%; S40: jerami padi amoniasi 60% + S.rarak 40%; PS10: jerami padi amoniasi 80% + P.falcataria 10% + S.rarak 10%; PS20: jerami padi amoniasi 60% + P.falcataria 20% + S.rarak 20%. Angka yang diikuti huruf yang berbeda pada baris yang sama menunjukkan berbeda nyata (P<0.05).
Populasi Bakteri dan Protozoa Data hasil penelitian menunjukkan bahwa penambahan P.falcataria, S.rarak dan kombinasi keduanya pada jerami padi amoniasi berpengaruh nyata (P<0,05) terhadap populasi bakteri dan populasi protozoa di dalam rumen. Gambar 5 menunjukkan bahwa perlakuan amoniasi mampu meningkatkan populasi bakteri dibandingkan dengan jerami padi tanpa amoniasi. Leng (1991) menyatakan bahwa perlakuan amoniasi jerami dengan menggunakan urea selain mampu melonggarkan ikatan lignoselulosa sehingga lebih mudah dicerna oleh bakteri rumen juga mampu meningkatkan nitrogen untuk pertumbuhan bakteri rumen. Kandungan tanin pada P.falcataria yang ditambahkan pada jerami padi amoniasi sampai taraf 40% belum mengganggu populasi bakteri-bakteri di dalam rumen ternak sapi begitu juga dengan kandungan saponin pada S.rarak.
15
Kombinasi senyawa tanin dan saponin pada kedua tanaman tersebut juga ternyata tidak menimbulkan efek negatif terhadap populasi bakteri, hal ini ditunjukkan dengan tidak ada perbedaan nyata (P>0,05) antara populasi bakteri pada jerami padi amoniasi yang tanpa penambahan sumber tanin dan saponin (JA) dengan jerami pada yang diberi penambahan sumber tanin dan saponin (P20, P40, S20, S40, PS10, PS20). 6.29b
bakteri 10⁹
8.00 6.00
5.17ab 4.10a
4.35a
4.13a
P40
S20
4.92ab
4.27ab
4.82ab
4.00 2.00 0.00 J
JA
P20
S40
PS10
PS20
Perlakuan
Gambar 5 Populasi bakteri pada jerami padi amoniasi dengan persentase penambahan P. falcataria dan S. rarak yang berbeda. Keterangan: J: jerami padi; JA: jerami padi amoniasi; P20: jerami padi amoniasi 80% + P.falcataria 20%; P40: jerami padi amoniasi 60% + P.falcataria 40%; S20: jerami padi amoniasi 80% +S.rarak 20%; S40: jerami padi amoniasi 60% + S.rarak 40%; PS10: jerami padi amoniasi 80% + P.falcataria 10% + S.rarak 10%; PS20: jerami padi amoniasi 60% + P.falcataria 20% + S.rarak 20%. Angka yang diikuti huruf yang berbeda pada baris yang sama menunjukkan berbeda nyata (P<0.05). Populasi protozoa dari hasil penelitian menunjukkan hasil yang bervariasi. Tidak ada perbedaan yang nyata antara kontrol positif (JA) dan kontrol negatif (J), artinya tidak ada pengaruh proses amoniasi terhadap populasi protozoa. Populasi protozoa mengalami penurunan yang nyata (P<0.05) ketika jerami padi amoniasi diberi tambahan S.rarak sebanyak 20% (S20). Penurunan juga terjadi ketika P.falcataria dan S.rarak dikombinasikan sebanyak 10% (PS10) dan 20% (PS20). Kemampuan saponin dalam mengurangi jumlah protozoa rumen berikatan dengan sterol yang terdapat pada membran sel protozoa, sehingga menyebabkan lisis sel protozoa tersebut (Beauchemin et al, 2008). Fakta bahwa penambahan senyawa saponin dan tanin mempengaruhi populasi protoza telah lama diketahui, seperti yang telah dilaporkan oleh Goel et al. (2008a; 2008b) bahwa senyawa saponin dan tanin mampu menghambat populasi dari protozoa, didalam rumen protozoa juga berperan sebagai inang metanogen. Dengan berkurangnya populasi protozoa didalam rumen maka secara tidak langsung populasi metanogen akan berkurang, yang akhirnya akan mengakibatkan berkurangnya pembentukan gas metan.
protozoa 10⁶
16
1.50
1.24d 1.01cd
1.00
0.83bc 0.86bc 0.61ab
0.74bc 0.56ab 0.43a
0.50 0.00 J
JA
P20
P40
S20
S40
PS10
PS20
Perlakuan
Gambar 6 Populasi protozoa pada jerami padi amoniasi dengan persentase penambahan P. falcataria dan S. rarak yang berbeda. Keterangan: J: jerami padi; JA: jerami padi amoniasi; P20: jerami padi amoniasi 80% + P.falcataria 20%; P40: jerami padi amoniasi 60% + P.falcataria 40%; S20: jerami padi amoniasi 80% +S.rarak 20%; S40: jerami padi amoniasi 60% + S.rarak 40%; PS10: jerami padi amoniasi 80% + P.falcataria 10% + S.rarak 10%; PS20: jerami padi amoniasi 60% + P.falcataria 20% + S.rarak 20%. Angka yang diikuti huruf yang berbeda pada baris yang sama menunjukkan berbeda nyata (P<0.05). Tidak ada pengaruh yang nyata antara penambahan P. falcataria dan S.rarak menunjukkan bahwa penambahan senyawa tanin dan saponin tidak memberikan efek yang negatif terhadap populasi bakteri dalam rumen ternak. Terdapat beberapa penelitian yang melaporkan bahwa penambahan senyawa saponin ternyata mampu meningkatkan populasi bakteri didalam rumen. Seperti yang dilaporkan oleh Goel et al. (2008a), suplementasi beberapa tumbuhan yang kaya akan senyawa saponin pada pakan mampu meningkatkan populasi bakteri total dalam rumen.
SIMPULAN Penggunaan P.falcataria secara tunggal pada dosis 20% (S20) dan 40% (S40) belum mampu menurunkan gas metana pada jerami padi yang diamoniasi. Penggunaan S.rarak pada dosis 20% (S20) mampu menurunkan produksi gas metana. Tidak terdapat hubungan asosiatif antara penambahan tanin dari P.falcataria dan saponin dari S.rarak dalam mitigasi gas metana bahkan tanin mampu melemahkan kerja saponin pada dosis masing masing 10% (PS10) dan 20% (PS20) pada pakan berbasis jerami padi amoniasi. Kurang terlihatnya pengaruh penambahan P.falcataria dan S.rarak karena tertutupi oleh pengaruh amoniasi. Proses amoniasi pada jerami padi terbukti mampu menurunkan produksi gas metana, meningkatkan kecernaan bahan kering, meningkatkan N amoniak, serta meningkatkan populasi bakteri dibandingkan jerami padi tanpa amoniasi.
17
SARAN Proses amoniasi pada jerami padi terbukti efektif dan efisien menurunkan produksi gas metana, meningkatkan kecernaan bahan kering, meningkatkan N amoniak, serta meningkatkan populasi bakteri dibandingkan jerami padi tanpa amoniasi. Perlu dilakukan penelitian lanjutan guna menentukan dosis serta waktu pemeraman yang tepat guna optoimalkan mitigasi gas metana.
18
DAFTAR PUSTAKA AOAC. 1990. Official Methods of Analysis. 12th. Ed. Association of Official Analytical Chemistry. Washington DC. Astuti DA, Wina E, Suharti S. 2009. Kecernaan nutrient dan performa produksi sapi potong melalui pakan additif lerak (sapindus rarak DC) dalam ransum. JITV. 14: 200-207. Beauchemin KA, Kreuzer M, O’Mara F, McAllister TA. 2008. Nutritional management for enteric methane abatement: a review. Australian Journal of Experimental Agriculture 48: 21-27. Bhatta R, Uyeno Y, Tajima K, Takenaka A, Yabumoto Y, Nonaka I, Enishi O, Kurihara M. 2009. Difference in the nature of tanins on in vitro ruminal methane and volatile fatty acid production and on methanogenic archaea and protozoal populations. Journal of Dairy Science 92: 5512-5522. Conway EJ. 1966.Microdiffusion analysis and volumentric error.5th edition. London. Crosby Lookwood. Cottle DJ, Nolan JV, Wiedemann SG. 2011. Ruminant enteric methane mitigation:a review. Animal Production Science. 51: 491-514. Fieves V, Babayami OJ, demeyer d. 2005. Estimation of direct and indirect gas production in syringes: A tool to estimate short chain fatty acid production that requires minimal laboratory facilities. J.Anim Feed Sci and Technol. 123-124: 197-210. Finlay DJ, Esteban G, Clarke KJ, Williams AG, Embley TM, Hirt RP. 1994. Some rumen ciliates have endosymbiotic methanogenesis. FEMS Microbiology Letters 117: 157-162. Getachew G, DePeters EJ, Robinson PH, Fadel JG. 2005. Use of an in vitro rumen gas production technique to evaluate microbial fermentation of ruminant feeds and its impact on fermentation products. J. Anim Feed Sci and Technol. 123-124:547-559. Goel G, Makkar HPS, Becker K. 2008a. Changes in microbial community structure, methanogenesis and rumen fermentation in response to saponinrich fractions from different plant materials. Jounal of Applied Microbiology. 105:770-777. Goel G, Makkar HPS, Becker K. 2008b. Effects of Sesbania sesban and Carduus pycnocephalus leaves and Fenugreek (Trigonella foenum-graecum L.) seeds and their extracts on partitioning of nutrients from roughage- and concentrate-based feeds to methane. J. Anim Feed Sci and Technol. 147: 72-89. Hartanto, H. 2011. Cara pembudidayaan sengon. Yogyakarta (ID): Briliant book. Hess HD, Kreuzer M, Diaz TE, Lascano CE, Carulla JE, Soliva CR, Machmüller A. 2003. Saponin rich tropical fruits affect fermentation and methanogenesis in faunated and defaunated rumen fluid. J. Anim Feed Sci and Technol. 109: 79-94. Hristov AN, Ivan M, Neill L, McAllister TA. 2003. Evaluation of several potential bioactive agents for reducing protozoal activity in vitro. J. Anim Feed Sci and Technol. 105. 163-184.
19
IPCC.
2007. Climate change 2007: synthesis report. http://www.ipcc.ch/pdf/assessment-report/ayS20/syr/aS20_syr_sym.pdf. Iqbal MF, Cheng YF, Zhu WY, Zeshan B. 2008. Mitigation of ruminant methane production: currect strategies, constraints and future options. World Journal of Microbiology and Biotechnology. 24: 2747-2755. Jayanegara A, Wina E, Soliva CR, Marquardt S, Kreuzer M, Leiber F. 2011. Dependence of forage quality and methanogenic potential of tropical plants on their phenolic fractions as determined by principal component analysis. J. Anim Feed Science and Technol. 163: 231-243. Jayanegara A, Makkar HPS, Becker K. 2009a. Emisi metana dan fermentasi rumen in vitro ransum hay yang mengandung tanin murni pada konsentrasi rendah. Media Peternakan. 32(3): 184-194. Jayanegara A, Sofyan A, Makkar HPS, Becker K. 2009b. Kinetika produksi gas, kecernaan bahan organic, dan produksi gas metana in vitro pada hay dan jerami disuplementasi hijauan mengandung tanin. Media Peternakan. 32(2):120-129. Leng RA. 1991. Aplication of Biotechnology to Nutrition of Animal in Developing countries. FAO Animal Production and Health Paper. Makkar HPS. 2003. Effect and fate of tanins in ruminant animals, asaption to tanins, and strategies to overcome detrimental effect of feeding tanin rich feeds. Small Rum Res. 49:241-256. Makkar HPS, Francis G, Becker K 2007. Bioactivity of phytochemicals in some lesser-known plants and their effects and potential applications in livestock and aquaculture production systems. J. Anim Feed Sci and Technol. 1: 1371-1391. Maynard LA, loosli JK, Hintz HF and warner RG. 1979. Animal nutritionseven edition. Mc Grow Hill Publishing. New York. 91-101 McAllard AB and RH Smith. 1983. Factor influencing the digestion of dietary carbohidrat between the mouth and abomasums of steers. British. J. nutr. 50:445. McDonald P, Edwards RA and greenhalg JPD. 2002. Animal nutrition. Sixth Ed. Prentice hall. Gosport. London. 427-428. Niderkorn V, Baumont R. 2009. Associative effects between forages on feed intake and digestion in ruminants. Journal of the Science of Food and Agriculture. l 3: 951-960. Niderkorn V, Baumont R, Le Morvan A, Macheboeuf D. 2011. Occurrence of associative effects between grasses and legumes in binary mixtures on in vitro rumen fermentation characteristics. J. Anim Feed Sci and Technol. 89: 1138-1145. Ogimoto K and S Imai. 1987. Atlas of rumen microbiology. Japan Scientific Societies Press. Tokyo: viii + 231 hlm. Sudana M. 1987. Straw Basal Diet For Diet For Growing Lambs. The Depaartement of Biochemistry and Nutrition, the University of New England, Armidale, N.S.W.23451, Ausrtalia. Theodorou MK, Brook AE. 1990. Evaluation of a New Laboratory Procedure for Estimating the Fermentation Kinetic of Tropical Feeds. UK. Annual Report AFRC Institute.
20
Thorpe A. 2009. Enteric fermentation and ruminant eructation: the role (and control of methane in the climate change debate. Climate Change. 93: 407-431. Tilley JMA and Terry RA, 1963. The relationship between the soluble constitutent herbage and their dry matter digestibility. J. British Feed Sci. 18: 104-111. Wina E, Muetzel S, Hoffman E, Makkar HPS, Becker K. 2005. Saponins containing methanol extract of Sapindus rarak affect microbial fermentation, microbial activity and microbial community structure in vitro . J. Anim Feed Science and Technol. 121,159-174. Yunilas. 2009. Bioteknologi Jerami Padi Melalui Fermentasi Sebagai Bahan Pakan Ternak Ruminansia. Medan. (ID) Departemen Peternakan Fakultas Peternakan Universitas Sumatera Utara
21
LAMPIRAN Produksi Gas Total ANOVA Akumulasi gas jam ke-24 Type III Sum of Source Squares Corrected 12024.964a Model Intercept 413151.849 perlak 3532.734 run 8517.035 Error 7424.028 Total 431958.000 Corrected Total 19448.992
df
Mean Square
F
Sig.
10
1202.496
18.789
.000
1 7 3 116 127 126
413151.849 6.455E3 504.676 7.886 2839.012 44.359 64.000
Duncan akumulasi gas jam ke 24 perlak
N
S40 PS20 S20 J JA P40 PS10 P20 Sig.
16 16 16 16 15 16 16 16
Subset 1 50.75 51.94 52.25 53.38
.407
2
53.38 59.00
.050
3
59.00 61.44 61.81 .355
4
61.44 61.81 65.50 .181
.000 .000 .000
22
ANOVA Akumulasi gas jam ke-48 Type III Sum of Squares
df
Mean Square F
Sig.
Corrected Model
19284.112a
10
1928.411
.000
Intercept
1121110.028
1
1121110.028 1.046E4 .000
perlak
4973.507
7
710.501
6.626
.000
run
14487.084
3
4829.028
45.035
.000
Error
12331.316
115
107.229
Total
1149468.000
126
Source
Corrected Total 31615.429
125
Duncan akumulasi gas jam ke 48 Subset perlak
N
1
2
PS20
16
86.88
S20
16
88.25
J
16
88.44
S40
16
89.44
P40
16
97.94
P20
15
100.20
JA
15
101.00
PS10
16
102.19
Sig.
.535
.301
17.984
23
Produksi Gas Metana ANOVA akumulasi gas metana jam ke 24 Type III Sum of Squares df
Source
Mean Square
F
Sig.
1053.049
89.815
.000
Corrected Model
10530.486a
Intercept
60843.211
1
60843.211
5.189E3 .000
perlak
502.934
7
71.848
6.128
run
10027.552
3
3342.517
285.083 .000
Error
1371.790
117
11.725
Total
72745.487
128
Corrected Total
11902.275
127
10
Duncan akumulasi gas metana jam ke 24 Subset perlak
N
1
2
S20
16
19.008
S40
16
20.602
20.602
P20
16
21.032
21.032
PS20
16
21.236
21.236
P40
16
21.786
JA
16
21.867
PS10
16
22.531
J
16
Sig.
3
26.356 .095
.169
1.000
.000
24
ANOVA akumulasi gas metana jam ke 48 Type III Sum of Source df Squares Corrected 7363.882a 10 Model Intercept 56241.227 1 perlak 367.151 7 Run 6996.731 3 Error 616.264 117 Total 64221.373 128 Corrected Total 7980.146 127
Mean Square
F
Sig.
736.388
139.806
.000
56241.227 52.450 2332.244 5.267
1.068E4 9.958 442.785
.000 .000 .000
Duncan akumulasi gas metana jam ke 48 Subset perlak N 1 2 3 4 S20 16 18.492 S40 16 19.940 19.940 P40 16 20.324 P20 16 20.398 JA 16 20.538 20.538 PS20 16 21.195 21.195 PS10 16 22.193 J 16 24.613 Sig. .077 .174 .055 1.000
25
Produksi VFA ANOVA VFA Type III Sum of Squares
df
Mean Square
F
Corrected Model
3065.749a
10
306.575
1.266
.358
Intercept
33280.483 2659.961 495.564 2421.383 99125.840
1 7 3 10 21
33280.483 379.994 165.188 242.138
137.444 1.569 .682
.000 .250 .583
5487.132
20
Source
perlak run Error Total Corrected Total Duncan VFA perlak
N
P20 JA P40 PS20 S40 PS10 J S20 Sig.
2 3 4 2 3 2 3 2
Subset 1 48.30 49.38 64.60 71.03 71.68 73.74 77.24 81.38 .060
Sig.
26
Kecernaan Bahan Kering (KBK) ANOVA KBK Source
Type III Sum of Squares
df
Mean Square
F
Sig.
3699.646a
31
119.343
16.229
.000
128752.978 1059.670 1586.627 1053.349 470.643 132923.266
1 7 3 21 64 96
128752.978 151.381 528.876 50.159 7.354
1.751E4 20.585 71.919 6.821
.000 .000 .000 .000
4170.289
95
Corrected Model Intercept perlak Run perlak * run Error Total Corrected Total Duncan KBK perlakuan J PS20 PS10 P40 S20 S40 JA P20 Sig.
N 12 12 12 12 12 12 12 12
Subset 1 29.34
2 34.95 35.76 36.17
1.000
.305
3
35.76 36.17 37.44
.158
4
37.44 38.79
.228
5
38.791 40.24 40.25 .217
27
Konsentrasi N-ammonia ANOVA N-amonia Type III Sum of Source df Squares Corrected 2040.258a 31 Model Intercept perlak run perlak * run Error Total Corrected Total
30971.596 777.772 1011.961 250.525 47.200 33059.054
1 7 3 21 32 64
2087.458
63
Mean Square 65.815
N
J R3 R7 R5 R4 R6 R2 JA Sig.
8 8 8 8 8 8 8 8
Subset 1 15.44
2
3
4
20.25 20.72 20.74 21.18 24.64
1.000
.173
Sig.
44.620
.000
30971.596 2.100E4 111.110 75.328 337.320 228.690 11.930 8.088 1.475
Duncan N-amonia perlak
F
1.000
26.46 26.51 .930
.000 .000 .000 .000
28
Populasi Protozoa ANOVA protozoa Type III Sum of Squares
df
Mean Square
F
Sig.
Corrected Model
1.922a
10
.192
5.017
.001
Intercept perlak
19.688 1.901
1 7
19.688 .272
513.795 7.087
.000 .000
.022
3
.007
.188
.904
.805 22.415 2.727
21 32 31
.038
Source
run Error Total Corrected Total Duncan protozoa perlak
N
PS20 PS10 S20 S40 P20 P40 JA J Sig.
4 4 4 4 4 4 4 4
Subset 1 0.425 0.562 0.612
.214
2 0.562 0.612 0.738 0.825 0.862
.063
3
0.738 0.825 0.862 1.012 .081
4
1.012 1.238 .119
29
Populasi Bakteri ANOVA bakteri Type III Sum of Squares
df
Mean Square
F
Sig.
Corrected Model Intercept
149.909a
10
14.991
9.267
.000
723.806
1
723.806
447.450
.000
perlak
15.101
7
2.157
1.334
.284
run
134.807
3
44.936
27.779
.000
Error
33.970 907.685
21 32
1.618
183.879
31
Source
Total Corrected Total
Duncan bakteri perlak
N
J S20 PS10 P40 PS20 S40 P20 JA Sig.
4 4 4 4 4 4 4 4
Subset 1 41.02 41.27 42.70 43.50 48.20 49.22 51.65 .311
2
42.70 43.50 48.20 49.22 51.65 62.90 .058
RIWAYAT HIDUP Penulis dilahirkan pada tanggal 11 Maret 1990 di Purbalingga, Jawa Tengah. Penulis merupakan anak ke-2 dari dua bersaudara, orang tua bernama Bapak Basuki dan Ibu Rasniah. Penulis mengawali pendidikan di Taman KanakKanak Pertiwi Karangturi, Sekolah Dasar Negeri 1 Kerangturi, Sekolah Menengah Pertama Negeri 1 Mrebet, Sekolah Menengah Kejuruan Negeri 2 Purbalingga, Jawa Tengah. Pada tahun 2007 penulis meneruskan studi di Universitas Jendral Soedirman (UNSOED) pada Program Studi Sosial Ekonomi Peternakan, Fakultas Peternakan hingga memperoleh gelar Sarjana Peternakan (SPt) pada tahun 2012. Penulis pernah bekerja di PT Charoen Pokphand sebagai supervisior. Setelah itu penulis melanjutkan studi di Sekolah Pascasarjana Institut Pertanian Bogor (IPB) pada tahun 2012 pada Ilmu Nutrisi dan Pakan, penulis sempat bekerja sebagai feed formulator di PT Legiri sembari menyelesaikan pendidikan S2. Selama menempuh pendidikan jenjang Strata 1, penulis pernah menjadi asisten mata kuliah nutrisi non ruminansia, nutrisi ruminansia dan manajemen ternak potong selama satu tahun . Penulis juga pernah menjabat sebagai kepala divisi pakan dan nutrisi di kelompok tani ternak kelinci Kabupaten Purbalingga. Penulis juga merupakan salah satu penggagas berdirinya Asosiasi Peternak Kelinci Indonesia (APKIN) .