29 S. Susanti dan E. Marhaeniyanto / Buana Sains Vol 14 No 1: 29-38, 2014
KADAR SAPONIN DAUN TANAMAN YANG BERPOTENSI MENEKAN GAS METANA SECARA IN-VITRO Sri Susanti dan Eko Marhaeniyanto PS. Peternakan, Fak. Pertanian, Universitas Tribhuwana Tunggadewi
Abstract The research aims to identify and select of tree foliages as a feed source of protein, saponins and in lower CH4 production in vitro. The research material are 10 tree foliages Hibiscus rosa-sinensis, Linn, Eritrina lithosperma, Gliricidia sepium, Jacq, Calliandra calothyrsus, Meissn, Moringa oleifera, Lamm, Leucaena leucocephala, Swieteria mahagoni, Artrocarpus heterophyllus, Paraserianthes falcataria and Samanea saman. Evaluation of saponin extract from the tree foliages is done by adding a saponin extract on feed control. Control diet consisted of concentrate and forage Zea mays with the proportion of 1:1 crude protein content of 13.3%. The design used a randomized block (RBD) with treatment: R0 = 0.5 g control diet, S1 = R0 + 0.5% saponin extract and S2 = R0 + 1% saponin extract from DM. The variables measured were (a) chemical composition (b) total gas production, (c) the production of CH4, and (d) digestibility DM and OM (DMD and OMD) in vitro. The addition of saponin extract from tree foliages in the control diet caused a decrease in feed digestibility. The use of 1% saponin extract from Hibiscus rosa-sinensis, Linn, Moringa oleifera, Lamm, and Paraserianthes falcataria leaves, lowered DMD and OMD control diet by 7%. Three species Calliandra calothyrsus, Meissn, Moringa oleifera, and Samanea saman shows CH4 production is less than 1%, so the potential to be used as feed ingredients protein source. The highest content of saponins found in Paraserianthes falcataria leaves (15.04%). Use of saponin 1% of Hibiscus rosa-sinensis, Linn, Moringa oleifera and Paraserianthes falcataria leaves lowered the value DMD, OMD control diet for 4,3-6,0% after 96 hours of incubation. Key words: tree foliage, protein, saponin, CH4 gas, in vitro Pendahuluan Produktivitas ternak merupakan fungsi dari beberapa faktor, diantaranya adalah faktor pakan. Di daerah tropik terbatasnya sumber pakan yang berkualitas masih merupakan kendala utama sehingga produktivitas ternak umumnya masih jauh lebih rendah dibanding potensi genetis yang ada. Akibat keterbatasan sumber pakan yang berkualitas, memerlukan suplementasi nutrisi, terutama pakan sumber protein sehingga diharapkan dapat meningkatkan produktivitas. Permasalahannya, kecernaan pakan sumber protein biasanya terhambat oleh
adanya proses lignifikasi pada dinding sel tanaman dan hadirnya senyawa sekunder seperti saponin yang dimiliki tanaman pohon. Kondisi ini akan berpengaruh terhadap kecernaan bahan organik dan pola produk akhir fermentasi pakan oleh mikroba rumen (VFA, NH3, gas total dan metana). Secara konseptual protein pakan yang terdegradasi di dalam rumen merupakan sebuah proses yang kurang bermanfaat karena dari proses tersebut akan menghasilkan amonia dalam konsentrasi tinggi (Min et al., 2000). Walaupun amonia bermanfaat untuk sintesis protein mikroba dan sebagian diserap melalui dinding rumen,
30 S. Susanti dan E. Marhaeniyanto / Buana Sains Vol 14 No 1: 29-38, 2014
ketersediaan yang terlampau tinggi akan diekskresikan melalui urine. Guna mengatasi masalah ini suatu strategi dikembangkan untuk meningkatkan efisiensi pemanfaatan protein pakan salah satunya dengan cara menggunakan senyawa saponin yang banyak dijumpai pada daun beberapa tanaman pohon (Wina dan Tangendjaja, 2000; Makkar, 2003; Suhartati, 2005). Saponin dari daun tanaman dilaporkan mampu meningkatkan efisiensi proses fermentasi melalui mekanisme penurunan populasi protozoa di dalam rumen yaitu dengan menurunkan sifat predator protozoa terhadap bakteri (Wang et al., 2000). Menurunnya populasi protozoa di dalam rumen mengakibatkan semakin tinggi populasi bakteri dan semakin kecil turnover protein di dalam rumen sehingga jumlah protein mikroba yang masuk ke duodenum meningkat (Hess et al., 2004). Namun demikian pengaruh defaunasi dari saponin di dalam rumen tidak selalu stabil. Sebagai contoh, penelitian yang dilakukan oleh Leng et al. (1992) melaporkan bahwa penurunan populasi protozoa hanya terjadi selama beberapa hari pemberian pakan. Saponin bersifat toksik terhadap protozoa dan bakteri dalam rumen, dan 9-25% dari metanogen bersimbiosis dengan cara menempel pada permukaan protozoa (Santoso dan Hariadi, 2007). Penurunan populasi protozoa dalam rumen diharapkan akan diikuti dengan penurunan gas metana (CH4). Masih diperlukan penelitian secara mendalam tentang mekanisme kerja senyawa saponin dalam mempengaruhi proses fermentasi pakan di dalam rumen khususnya dalam mengurangi produksi gas CH4. Pengujian beberapa daun tanaman menjadi informasi penting dalam upaya mengurangi produksi gas CH4 dan pengembangan peternakan yang berkelanjutan. Tujuan penelitian adalah (1) Identifikasi dan memilih daun tanaman yang potensial sebagai pakan sumber
protein, sumber saponin dan menghasilkan produksi gas CH4 rendah secara in-vitro, (2) Menghasilkan ekstrak saponin dari tanaman pohon yang potensial sebagai pakan ternak, serta menguji pengaruh penggunaan ekstrak saponin terhadap efisiensi proses fermentasi secara in-vitro. Dari penelitian ini diharapkan memberikan informasi ilmiah tentang kandungan saponin daun tanaman yang berpotensi menekan gas metana sebagai dasar strategi suplementasi pakan dalam meningkatkan produktivitas ternak potong. Bahan dan Metoda Penelitian dilaksanakan di Laboratorium Nutrisi dan Makanan Ternak Fakultas Peternakan Universitas Brawijaya Malang. Proses ekstraksi dilaksanakan di Laboratorium Kimia FMIPA Universitas Brawijaya Malang, sedangkan untuk menganalisis hasil ekstrak dilakukan di Laboratorium Balai Penelitian Ternak Ciawi Bogor. Materi penelitian berupa 10 jenis daun tanaman, yaitu: 1. bunga sepatu (Hibiscus rosa-sinensis, Linn) 2. dadap (Eritrina lithosperma) 3. gamal (Gliricidia sepium, Jacq) 4. kaliandra (Calliandra calothyrsus, Meissn) 5. kelor (Moringa oleifera, Lamm) 6. lamtoro (Leucaena leucocephala) 7. mahoni (Swieteria mahagoni) 8. nangka (Artrocarpus heterophyllus) 9. sengon (Paraserianthes falcataria) 10.trembesi (Samanea saman) Pemilihan daun tanaman sebagai pakan ternak berdasarkan survei pendahuluan di Lumajang dan studi literatur (Soetanto et al., 2010). Daun diambil dari bagian ranting tanaman sebanyak ±5 kg segar, tidak memisahkan antara daun yang muda dan tua. Daun tanaman diambil saat musim kemarau dari daerah di sekitar Tlogomas, Dinoyo, Malang. Sampel daun tanaman dicacah dengan ukuran ±3 cm,
31 S. Susanti dan E. Marhaeniyanto / Buana Sains Vol 14 No 1: 29-38, 2014
berat ±2000 g, dikeringkan dalam oven suhu 60oC selama 48 jam. Sampel selanjutnya digiling menggunakan Willey mill dengan ukuran giling 0,75 mm untuk analisis komposisi nutrien. Metode in-vitro yang digunakan adalah teknik yang dikembangkan oleh Makkar et al. (1997). Pakan basal dari ternak donor cairan rumen terdiri dari rumput gajah (Pennisetum purpureum c.v. King) PK 9%, dan konsentrat (susu PAP) PK 18% dengan proporsi 1:1. Rancangan yang digunakan rancangan acak kelompok (RAK) terdiri dari 10 macam daun tanaman sebagai perlakuan, masingmasing diulang 3 kali. Variabel yang diukur adalah: (a) kandungan nutrien: bahan kering (BK), bahan organik (BO), protein kasar (PK), serat kasar (SK), lemak kasar (LK), neutral detergent fiber (NDF) dan acid detergent fiber (ADF) (b) produksi gas yang dihasilkan pada inkubasi 2, 4, 6, 8, 10, 12, 14, 16, 18, 20, 24, 48, 72 dan 96 jam, (c) produksi gas CH4 yang diukur pada 12 dan 24 jam. Untuk mengidentifikasi daun tanaman yang potensial sebagai sumber saponin didahului dengan melakukan uji kualitatif saponin untuk menguji ada tidaknya hemolisis eritrosit. Peralatan yang digunakan dalam uji kualitatif saponin terhadap tingkat hemolisis eritrosit, terdiri dari gilingan berdiameter 0,5 mm, oven, pemusing Hettich EBA, tabung pemusing, rak tabung pemusing, tabung vacutainer yang telah berisi sodium heparin, jarum venoject no 20 dan 21, spuit 5 ml, spectrophotometer merk spectronic 20, pipet mikro dengan kapasitas 200-1000 µl, gelas ukur 10 ml dan 50 ml dan kaca pengaduk. Bahan yang digunakan adalah larutan NaCl 0,9%, sodium heparin, aquades, kapas dan alkohol 70%. Persiapan ekstrak tanaman dilakukan menurut Lemmich et al. (1995). Daun yang telah kering dan digiling sebanyak 1 g dimasukkan dalam tabung pemusing ditambah dengan 10 ml NaCl 0,9%, kemudian dipusingkan dengan 3000 rpm
selama 15 menit. Setelah dipusingkan dibiarkan semalam pada suhu kamar (2530oC). Supernatan yang dihasilkan digunakan untuk dilihat pengaruhnya terhadap tingkat hemolisis darah domba. Pengenceran ekstrak tanaman dilakukan dengan mengambil 1 ml ekstrak awal (1/10 w/v) kemudian ditambahkan 1 ml NaCl 0,9% (disebut pengenceran 1). Pengenceran 2 dilakukan dengan mengambil 1 ml ekstrak pada pengenceran 1 lalu ditambahkan 1 ml NaCl 0,9%. Pengenceran 3 dilakukan dengan mengambil 1 ml ekstrak pada pengenceran 2 lalu ditambahkan 1 ml NaCl 0,9%. Demikian seterusnya sampai tingkat pengenceran ke 10. Persiapan eritrosit dilakukan menurut petunjuk Lemmich et al. (1995). Darah domba diambil melalui vena jugularis dan ditampung dalam tabung venoject yang berisi heparin (antikoagulan). Sebanyak 10 ml darah dipusingkan pada 3000 rpm selama 15 menit. Supernatan berupa plasma darah dibuang dan endapan (eritrosit) dicuci dengan larutan NaCl 0,9% kemudian dipusingkan 3000 rpm selama 15 menit (langkah ini diulang 3 kali), lalu dibuat larutan eritrosit 3% dalam NaCl 0,9%. Pembuatan standar dilakukan dengan mengambil sebanyak 0,2 ml eritrosit, ditambahkan 1 ml NaCl 0,9% dan 1 ml aquades, selanjutnya dipusingkan pada 3000 rpm 15 menit dan dibaca di spectrophotometer pada λ 540 nm. Absorbansinya dipakai sebagai standar. Uji kualitatif dilakukan dengan mencampur 1 ml NaCl 0,9%, 0,2 ml eritrosit dan 1 ml ekstrak tanaman, selanjutnya dipusingkan pada 3000 rpm selama 15 menit. Apabila hasilnya bercampur berarti terjadi hemolisis dan apabila hasilnya tidak bercampur (terdapat supernatan dan endapan) berarti tidak terjadi hemolisis. Absorbansinya dibaca pada spectrophotometer dengan λ 540 nm. Hasil pengujian mampu melisiskan eritrosit darah, menunjukkan potensi
32 S. Susanti dan E. Marhaeniyanto / Buana Sains Vol 14 No 1: 29-38, 2014
memiliki kandungan saponin. Dari hasil pengujian kualitatif terhadap kandungan saponin dipilih beberapa tanaman berdasarkan nilai rasio absorbansi sampel tanaman dengan absorbansi standar (terjadi lisis pada eritrosit) tertinggi, untuk diekstrak saponin dan akan dipergunakan sebagai materi penelitian. Evaluasi penggunaan ekstrak saponin dari daun tanaman dilakukan dengan cara menambahkan ekstrak saponin pada pakan kontrol. Pakan kontrol terdiri dari konsentrat (susu PAP) dan hijauan jagung (Zea mays) dengan proporsi 1:1, kandungan PK 13,32%. Rancangan yang digunakan rancangan acak kelompok (RAK) dengan perlakuan: R0 = 0,5 g substrat basal, tanpa ekstrak saponin; S1 = R0 + 0,5% ekstrak saponin; dan S2 = R0 + 1% ekstrak saponin dari BK. Masing-masing perlakuan diulang 3 kali. Variabel yang diukur adalah: Kecernaan BK dan BO (KcBK dan KcBO) secara in-vitro. Data komposisi nutrien, kandungan saponin, produksi gas kumulatif, produksi gas CH4 dianalisis diskriptif. Data KcBK dan KcBO dianalisis statistik menggunakan sidik ragam. Apabila terdapat perbedaan yang nyata (P<0,05)
atau sangat nyata (P<0,01) dilanjutkan uji Beda Nyata Jujur sesuai Gomez dan Gomez (1995). Hasil dan Pembahasan Komposisi kimia dan produksi gas secara in-vitro dari daun tanaman Komponen nutrien yang memiliki nilai ekonomi paling tinggi adalah PK. Perbedaan komposisi kimia dapat disebabkan kondisi tempat tumbuh (tanah), musim serta umur saat pemanenan. Sebagian besar dari daun tanaman yang diteliti memiliki kandungan PK tinggi (lebih dari 18%) kecuali mahoni, sehingga berpotensi untuk dimanfaatkan sebagai pakan suplemen dalam meningkatkan kualitas ransum ternak ruminansia. Daun mahoni mengandung PK kurang dari 18% sehingga tidak dimanfaatkan sebagai pakan suplemen sumber protein. Tanaman pohon kelompok leguminosa (termasuk gamal, kaliandra dan lamtoro) mempunyai kemampuan mengikat N2 bebas dari udara dan mengubahnya menjadi bentuk N yang tersedia karena bersimbiose dengan bakteri Rhizobium.
Tabel 1. Kandungan BK, BO, PK, SK, LK, BETN, NDF dan ADF dari 10 jenis daun tanaman Nama daun BK BO* PK* SK* LK* BETN* NDF* ADF* tanaman % % % % % % % % Bunga Sepatu 17,63 85,77 24,23 15,87 5,85 39,82 50,74 40,67 Dadap 22,79 88,86 29,01 25,39 3,25 31,22 50,71 33,39 Gamal 21,09 90,72 26,91 20,98 3,97 38,86 38,33 25,85 Kaliandra 35,67 93,70 23,67 19,50 4,13 46,60 34,49 31,65 Kelor 18,43 87,05 36,55 10,82 5,79 24,11 16,11 12,70 Lamtoro 24,17 91,36 27,85 21,51 4,22 37,79 40,59 27,37 Mahoni 37,08 88,76 10,90 22,86 2,97 52,02 32,56 32,44 Nangka 25,05 90,43 19,23 26,00 2,03 43,16 46,36 46,08 Sengon 31,82 93,66 22,04 22,37 3,66 45,60 43,00 39,75 Trembesi 41,26 96,24 23,26 37,94 5,41 29,63 52,27 43,14 Keterangan: BK = bahan kering, BO = bahan organik, PK = protein kasar, SK = serat kasar, LK = lemak kasar, BETN = bahan ekstrak tanpa nitrogen, NDF = neutral detergent fibre, ADF= acid detergent fibre. *) Berdasarkan 100% BK, analisis di Laboratorium Nutrisi dan Makanan Ternak Fakultas Peternakan Universitas Brawijaya Malang.
33 S. Susanti dan E. Marhaeniyanto / Buana Sains Vol 14 No 1: 29-38, 2014
Gambar 1. Produksi gas (ml 0.5 g-1 BK) substrat daun tanaman pada beberapa waktu inkubasi
Suplementasi menggunakan daun tanaman diharapkan mampu meningkatkan produktivitas ternak ruminansia melalui suplai nitrogen dan asam amino, baik pada mikroba rumen maupun pada ternak secara langsung melalui proses absorbsi pascarumen di usus halus, dan juga untuk menurunkan kandungan metana dalam proses fermentasi di rumen (Bach et al., 2005). Produksi gas merupakan suatu pencerminan dari jumlah substrat yang terfermentasi. Pengukuran produksi gas secara periodik selama 96 jam dilakukan untuk mengetahui seberapa besar gas yang dihasilkan pada waktu-waktu tertentu. Produksi gas tertinggi selama 96 jam waktu inkubasi (Gambar 1) dihasilkan oleh daun bunga sepatu sebanyak 104,60 ml diikuti oleh kelor 83,73 ml; gamal 80,57 ml; dan nangka 80,23 ml. Produksi gas terendah dihasilkan oleh trembesi yaitu 16,23 ml. Ini menunjukkan bahwa tanaman bunga sepatu, kelor, gamal dan nangka merupakan hijauan yang memiliki fraksi tidak larut dalam rumen namun potensial terdegradasi dalam rumen sehingga tanaman pohon tersebut berpotensi untuk digunakan sebagai bahan pakan
Gambar 2. Kadar CH4 (%) per ml produksi gas pada waktu pengamatan 12 dan 24 jam dari 10 jenis daun tanaman secara in-vitro. pemasok energi yang cukup besar. Menkee dan Steingass (1988) menyatakan bahwa produksi gas yang dihasilkan merupakan hasil proses fermentasi yang terjadi di dalam rumen dan dapat menggambarkan banyaknya BO yang dapat dicerna oleh mikroba rumen. Produksi gas yang dihasilkan pada dasarnya merupakan refleksi dari banyaknya energi yang dihasilkan dari proses fermentasi. Tingginya produksi gas pada daun tanaman seiring dengan meningkatnya kandungan BO. Menurut Makkar et al. (1995) BO yang difermentasi tidak selalu menghasilkan gas, karena bila hasil fermentasi digunakan untuk sintesis protein mikroba maka produksi gas akan berkurang. Pada penelitian ini, fermentasi BO oleh mikroba dalam rumen menjadi VFA diikuti produksi gas sebagai hasil samping. Produksi gas ini sangat erat kaitannya dengan produksi VFA, bahwa semakin besar BO pakan yang dikonversi menjadi VFA maka gas yang dihasilkan juga semakin besar (Makkar et, al., 1995). Produksi gas metana in-vitro diekspresikan dalam persentase metana dalam total gas setelah 12 dan 24 jam
34 S. Susanti dan E. Marhaeniyanto / Buana Sains Vol 14 No 1: 29-38, 2014
waktu inkubasi dari masing-masing daun tanaman disajikan pada Gambar 2. Persentase gas CH4 yang dihasilkan 10 daun tanaman pada inkubasi 24 jam berkisar 0,15-3,02%/ml dari gas total. Persentase gas CH4 >2%/ml dari gas total pada inkubasi 24 jam, berturut-turut dihasilkan oleh daun bunga sepatu dan gamal. Persentase gas CH4 antara 12%/ml dari gas total pada inkubasi 24 jam berturut-turut dihasilkan oleh daun dadap, lamtoro, nangka dan sengon. Persentase gas CH4 < 1%/ml gas total pada inkubasi 24 jam berturut-turut dihasilkan daun tanaman kaliandra, kelor, mahoni dan trembesi. Daun mahoni tidak disarankan sebagai pakan suplemen karena kandungan PK kurang dari 18%, meskipun produksi gas CH4 yang dihasilkan rendah. Proses fermentasi pakan di dalam retikulo-rumen
menghasilkan VFA (asam asetat, asam propionat dan asam butirat), CO2, CH4. Hasil fermentasi VFA tersebut segera dimetabolisasi oleh mikroba yang berakhir dengan pembebasan hidrogen dan bahan reduksi. Sebagian bahan reduksi tersebut digunakan oleh bakteri melalui reduksi CO2 menjadi CH4 melalui reaksi 4H2 + CO2 CH4 + 2H2O Uji kualitatif saponin Uji kualitatif saponin pada 10 jenis daun tanaman didasarkan pada hasil ekstraksi menggunakan aquades. Kandungan saponin secara kualitatif (menggunakan metode hemolisis) pada beberapa jenis daun tanaman diketahui dari nilai rasio absorbansi ekstrak tanaman dengan absorbansi standar (disebut tingkat hemolisis).
Tabel 2. Tingkat hemolisis eritrosit domba akibat penambahan ekstrak dari 10 daun tanaman Tingkat pengenceran dan nilai absorbansi dibaca pada spectrophotometer dengan λ 540 nm. 0 1 2 3 4 5 6 0,453 0, 231 0,124 0,074 0,021 0,003 Bunga Sepatu 0,294 0,143 0,071 0,032 Dadap 0,210 0,101 0,034 0,013 0,006 Gamal 0,111 0,062 0,023 0,010 Kaliandra 0,273 0,124 0,018 Kelor 0,312 0,181 0,073 0,031 Lamtoro 0,113 0,079 0,031 Mahoni 0,143 0,062 0,030 0,011 Nangka Sengon 0,578 0,369 0,217 0,106 0,053 0,021 0,002 0,153 0,065 0,021 0,010 Trembesi Keterangan: Nilai absorbansi yang terbaca menunjukkan hemolisis eritrosit domba. Daun tanaman
Tabel 2 menunjukkan bahwa penambahan ekstrak daun tanaman yang diuji menyebabkan eritrosit domba menjadi lisis, aras ekstrak saponin beberapa jenis tanaman yang digunakan tersebut (100 mg/ml NaCl) belum menyebabkan terjadinya hemolisis
sempurna (rasio absorbansi < 1). Terjadinya hemolisis ini karena sifat aktif saponin pada eritrosit. Saponin mampu berikatan dengan fosfolipida yang menyusun membran eritrosit sehingga mengganggu permeabilitas dinding sel. Ikatan saponin dengan fosfolipida (terjadi
35 S. Susanti dan E. Marhaeniyanto / Buana Sains Vol 14 No 1: 29-38, 2014
pada 3β-hidroksisteroid) membentuk molekul kompleks yang sulit untuk dipisahkan. Terbentuknya molekul kompleks saponin dan fosfolipida menyebabkan terganggunya organisasi di dalam sel karena pelepasan ikatan antara kolesterol dengan fosfolipida dalam membran sel (Jayanegara et al., 2010). Hasil pengamatan makroskopis terhadap hasil ekstrak terhadap daun tanaman menggunakan aquadest sebagai berikut: Berbusa dan : daun bunga lengket kuat sepatu Berbusa, sedikit : daun kelor lengket Berbusa, tidak : daun gamal, lengket lamtoro, nangka Tidak berbusa, : daun dadap, tidak lengket kaliandra, mahoni, sengon, trembesi Pada tingkat pengenceran 5 hemolisis terjadi pada daun bunga sepatu. Hal ini menunjukkan adanya perbedaan kandungan saponin pada beberapa jenis tanaman yang diteliti jika dilihat dari respon hemolisis yang ditimbulkan. Beberapa tanaman yang diuji pada penelitian ini selanjutnya dilakukan ekstraksi untuk mendapatkan ekstrak saponin. Dilihat dari tingkat pengenceran yang dilakukan (Tabel 2) ternyata sampai tingkat pengenceran 6, hemolisis masih terjadi pada penggunaan ekstrak tanaman daun sengon. Hasil uji hemolisis terhadap tanaman yang diduga sebagai sumber saponin pada Tabel 2 masih perlu pembuktian lebih lanjut menggunakan uji kuantitatif.
Nilai kecernaan in-vitro penggunaan ekstrak saponin dari daun tanaman Proses ekstraksi saponin dari sampel daun tanaman potensial sebagai pakan ternak menghasilkan crude extract saponin yang selanjutnya dianalisis di Laboratorium Balai Penelitian Ternak di Ciawi Bogor dengan hasil sebagaimana disajikan pada Tabel 3. Tabel 3. Kadar saponin 10 jenis daun tanaman % ekstrak TS saponin dari % BK Bunga Sepatu 12,77 5,89 Dadap 7,12 3,42 Gamal 9,96 8,23 Kaliandra 9,13 8,33 Kelor 14,92 7,19 Lamtoro 8,12 4,54 Mahoni 6,16 4,31 Nangka 7,82 5,79 Sengon 6,13 15,04 Trembesi 9,81 3,98 Keterangan: % ekstrak BK = (g ekstrak freeze drying/ g BK daun tanaman), TS = total saponin. Hasil analisis Laboratorium Balai Penelitian Ternak Ciawi Bogor (2011). Nama daun tanaman
Tabel 3 menunjukkan bahwa kadar senyawa saponin bervariasi antara 3.4215,04% BK. Kusmartono (2008) menyatakan bahwa saponin banyak dijumpai pada hijauan berkualitas tinggi seperti leguminosa dan keberadaan tanin bebas yang aktif dalam bahan pakan akan menentukan cita rasa yang pahit (Makkar, 2003).
36 S. Susanti dan E. Marhaeniyanto / Buana Sains Vol 14 No 1: 29-38, 2014
Tabel 4. Nilai KcBK dan KcBO in-vitro pada inkubasi 96 jam dari penggunaan ekstrak saponin Ekstrak dari daun tanaman
Nilai KcBK in-vitro (%)
Nilai KcBO in-vitro (%)
R0 S1 S2 R0 S1 S2 Bunga Sepatu 76,7b±2,17 74,9a±0,85 71,3a±0,78 77,6b±2,52 75,4b±0,80 71,6a±0,83 Dadap 76,7b±2,17 74,5a±0,20 74,4a±0,13 77,6b±2,52 75,7a±0,16 74,9a±0,72 Gamal 76,7b ±2,17 74,7a ±0,35 73,6a±0,55 77,6b±2,52 75,3a±1,80 74,0a±1,28 Kaliandra 76,7b±2,17 73,5a±0,13 72,8a±0,41 77,6b±2,52 74,2a±1,22 74,1a±0,41 Kelor 76,7b ±2,17 71,9a±1,74 71,2a±0,44 77,6b±2,52 73,9a±1,61 73,3a±0,64 Lamtoro 76,7b±2,17 74,6a±0,35 73,6a±0,23 77,6b±2,52 75,5a±1,32 74,6a±1,21 Mahoni 76,7b ±2,17 74,8a±0,92 74,3a±0,92 77,6b±2,52 75,4a±1,00 74,7a±1,48 Nangka 76,7b±2,17 75,2a±0,73 74,7a±0,82 77,6b±2,52 75,6b±0,62 74,4a±0,52 Sengon 76,7b ±2,17 73,5a±0,36 72,3a±0,63 77,6b±2,52 74,1a±0,35 72,9a±1,14 Trembesi 76,7b ±2,17 74,1a±1,45 73,8a±0,30 77,6b±2,52 75,3a±1,77 74,4a±0,43 Ket: Superskrip yang berbeda pada baris yang sama menunjukkan perbedaan nyata (P<0,05)
Dari hasil pengujian penambahan ekstrak saponin dari beberapa daun tanaman hingga 1% (Tabel 4) tampak pola penurunan yang nyata (P<0,05) pada nilai KcBK dan KcBO inkubasi 96 jam secara in-vitro. Hal ini dimungkinkan adanya sifat toksik dari saponin terhadap protozoa dan bakteri dalam rumen (Santoso dan Hariadi, 2007). Penambahan ekstrak saponin dari 0,5% BK menjadi 1% BK pada pakan kontrol mampu menurunkan KcBK dan KcBO tertinggi pada bunga sepatu masingmasing 5% dan 4% (P>0,05). Dilaporkan bahwa penggunaan ekstrak saponin berdampak terhadap penurunan populasi protozoa, namun dampak terhadap KcBK dan KcBO tidak selalu nyata (Goel et al., 2008; Wina et al., 2006). Penggunaan ekstrak saponin sebanyak 1% dari daun bunga sepatu, kelor dan sengon menyebabkan penurunan nilai KcBK dan KcBO pakan kontrol sebesar 4,3-6,0%. Pada daun kelor waktu inkubasi 24 jam menghasilkan persentase gas CH4 kurang dari 1%/ml gas total. Keberadaan saponin pada daun kelor diharapkan dapat mengurangi proses degradasi pakan berlebihan di dalam rumen.
Efek biologis utama dari saponin adalah kemampuannya berinteraksi dengan membran sel dan isi sel sehingga dapat menghemolisa sel darah merah termasuk kemampuannya untuk melisiskan sel-sel protozoa dan bakteri dalam rumen. Efek saponin yang utama adalah mengurangi populasi protozoa, namun dalam penelitian ini tidak dilakukan pengukuran populasi protozoa. Beberapa metanogen bersimbiosis dengan protozoa, karena protozoa dapat berperan sebagai donor H2, meskipun efek pada metanogen tidak selalu berkorelasi dengan efek pada protozoa (Jayanegara et al., 2010). Berkurangnya populasi protozoa mengakibatkan ketersediaan H2 untuk metanogen berkurang, sehingga populasi metanogen berkurang dan produksi gas CH4 menurun. Menurunnya populasi protozoa di dalam rumen mengakibatkan semakin tingginya populasi bakteri dan semakin kecilnya turnover protein di dalam rumen sehingga jumlah protein mikroba yang masuk ke duodenum meningkat (Hess et al., 2004). Laporan terdahulu menunjukkan bahwa pengaruh defaunasi dari saponin di dalam rumen tidak selalu stabil. Leng et al, (1992) melaporkan bahwa penurunan populasi protozoa hanya terjadi selama beberapa
37 S. Susanti dan E. Marhaeniyanto / Buana Sains Vol 14 No 1: 29-38, 2014
hari pemberian pakan. Saponin bersifat toksik terhadap protozoa dan bakteri dalam rumen, sementara sekitar 9-25% dari metanogen bersimbiosis dengan cara menempel pada permukaan protozoa (Santoso dan Hariadi, 2007). Dengan demikian penurunan populasi protozoa dalam rumen diharapkan akan diikuti dengan penurunan gas metana secara invitro. Kesimpulan 1.
2.
Kandungan saponin tertinggi terdapat pada daun sengon (15,04%). Penggunaan saponin 1% dari daun bunga sepatu, kelor dan sengon menurunkan nilai KcBK, KcBO pakan kontrol sebesar 4,36,0% setelah inkubasi 96 jam. Tidak semua daun tanaman dengan kandungan protein kasar tinggi dapat diharapkan sebagai sumber suplemen protein, hanya kaliandra, kelor dan trembesi yang menunjukkan produksi gas CH4 kurang dari 1% sehingga berpotensi untuk digunakan sebagai bahan pakan pemasok sumber protein.
Ucapan Terima Kasih Terima kasih disampaikan kepada DP2M Dikti serta seluruh Kepala dan Staf Laboratorium. Terima kasih juga disampaikan kepada Rektor, Dekan Fakultas Pertanian dan Ketua LPPM serta Sdr. Firmus Vulton dan Siprianus Watu, mahasiswa PS. Peternakan Unitri. Daftar Pustaka Bach A, Calsamiglia. S., and Stern M. D. 2005. Nitrogen metabolism in the rumen. J. Dairy Sci. 88: E9-E21., from http://www.journalofdairyscience.org/article/ S0022...5/references [Diakses 9 Mei 2009] Goel, G., Makkar, H.P.S., and Becker, K. 2008. Effects of Sesbania sesban and Carduus pycnocephalus leaves and
Fenugreek (Trigonella foenum-graecum L.) seeds and their extracts on partitioning of nutrients from roughage- and concentrate-based feeds to methane. Animal Feed Science and Technolology 147: 72–78 Gomez, A.K. dan Gomez T.T. 1995. Prosedur Statistik untuk Penelitian Pertanian. UI Press. Jakarta. Hess, H. D., R. A. Beuret, M. Lötscher, I. K. Hindrichsen, A. Machmüller, J. E. Carulla, C. E. Lascano and M. Kreuzer. 2004. Ruminal fermentation, methanogenesis and nitrogen utilization of sheep receiving tropical grass hayconcentrate diets offered with Sapindus saponaria fruits and Cratylia argentea foliage. Anim. Sci. 79:177-189. Jayanegara, A., Goel, G., Makkar, H.P.S., and Becker, K. 2010. Reduction in methane emissions from ruminants by plant secondary metabolites: Effects of Polyphenols and Saponins. In: Odongo N E, Garcia M and Viljoen G J (eds), Sustainable Improvement of Animal Production and Health. Food and Agriculture Organization of the United Nations, Rome, pp. 151–157 from anuragaja.staff.ipb.ac.id/.../Jayanegara_201 0_SIAPH-FAO_tannin-saponin-CH4.pdf – [Diakses pada 11 Agustus 2009] Kusmartono. 2008. Konden tanin pada beberapa daun leguminosa pohon dan perannya dalam pakan ternak kambing. Jurnal Ilmu Peternakan Brawijaya. Volume 18 No. 1 Hal 51-62. Lemmich, E., Cornet, C., Furu, P., Jorstian, C. L., Knudsen, A. D., Olsen, C. E., Salihs, A and Thiilborg, S.T. 1995. Molluscicidal Saponins from Catunageram Nilotica, J. Phytochemistry 39, 1. Leng, R.A., Birds, S.H., Klieve, A., Choo, B.S., Ball, F.M., Asafa, G., Brumby, P., Mudgal, V.D., Chaudrhry, U.B., Haryono, S.U. and Hendratno, N. 1992. The potential for tree forage suplements to manipulate rumen protozoa to enhance protein to energi rations in ruminants fed on poor quality forages. Dalam Speedy, A. dan Lugliese, P.L. Legume tress and other
38 S. Susanti dan E. Marhaeniyanto / Buana Sains Vol 14 No 1: 29-38, 2014
fodder tress as protein sources for livestock, FAO Animal production and health 102. Rome. Makkar, H.P.S, M. Blủmmel and K. Becker. 1995. Formation of Complexes Between Polyvinyl Pyrrolidone or Polyethylene Glycol and Tannins and Their Implication in Gas Production and True Digestibility in In-vitro Techniques, British Journal of Nutrition 73: 897-913 Makkar, H.P.S, M. Blủmmel and K. Becker. 1997. Application of an In-vitro Gas Method to Understand the Effect of Natural Plant Products on Availability and Partitioning of Nutrients. Institute for Aninmal Production in the Tropics and Suctropic, univ. of Stutgarat, Germany. Makkar, H.P.S. 2003. Quantification of Tannin in the Tree and Shrub Legumes; A Laboratory Manual. Kluwer Academic Publishers, Dorrecht, The Netherlands. Menkee, K.H. and Steingass, H. 1988. Estimation of the energetic feed value obtained from chemical analysis and invitro gas production using rumen fluid. Anim.Res.Develop.28:7-55 Min, B.R., W.C. Mcnabb, T.N. Barry and J.S. Peters. 2000. Solubilization and degradation of ribulose-1,5bisphosphate carboxylase / oxygenase (EC 4.1.1.39; Rubisco) protein from white clover (Trifolium repens) and Lotus corniculatus by rumen microorganisms and the effect of condensed tannins on these processes. J. Agric. Sci. (Camb.) 134: 305–317. Santoso, B dan B.Tj. Hariadi. 2007. Pengaruh Suplementasi Acacia mangium Will pada Pennisetum purpureum terhadap Karakteristik Fermentasi dan Produksi Gas metana in-vitro. Jurnal Media Peternakan. Agustus Vol 30 No. 2 : 106-113. Soetanto,H., Chuzaemi, S., and Marhaeniyanto, E. 2010. Performance of Growing Goats with and without supplementation of Moringa leaves at Pasrujambe Village, Regency of
Lumajang, East Java. Oral Presenter In International Seminar on Prospects and Challenges of Animal Production in Developing Countries in the 21st Century. 23-25 March 2010. Widyaloka Brawijaya University Malang. Suhartati, F.M. 2005. Protein lamtoro leaves (Leucaena leucocephala) with tannin, saponin and oil protection and the effect on ruminal undegradable dietary protein (RUDP) and synthesis of rumen microbial protein. Animal Production (Universitas Jenderal Soedirman, Indonesia) 7: 52-58. Wang, Y., T. A. McAllister, L. J. Yanke, Z. J. Xu, P. R. Cheeke and K. J. Cheng. 2000. In-vitro effects of steroidal saponins from Yucca schidigera extract on rumen microbes. J. Appl. Microbiol. 88:887896. Wina, E. and B. Tangendjaja. 2000. The utilization of Calliandra calothyrsus as a forage for ruminant in Indonesia. Proceeding of a symposium on Seed production and utilization of Calliandra. ICRAF. Bogor - Indonesia. 14-16 Nov 2000. pp. 13-20. Wina, E., Muetzel, S., and Becker, K. 2006. Effects of daily and interval feeding of Sapindus rarak saponins on protozoa, rumen fermentation and digestibility in sheep. Asian Australian Journal of Animal Science 19:1580-1587.