Edy Hendras Wahyono
BELAJAR DARI NOL Sebuah Pengalaman Megembangkan Pendidikan Konservasi Alam
Belajar dari Nol
2
BELAJAR DARI NOL Sebuah Pengalaman Megembangkan Pendidikan Konservasi Alam
Oleh
Edy Hendras Wahyono
Penerbitan ini dudukung oleh :
The AEON Coorporation of Japan
Belajar dari Nol
3
Perpustakaan Nasional Dalam Katalog Penerbitan (KDT) Wahyono, Edy Hendras Belajar dari nol : Sebuah Pengalaman Megembangkan Pendidikan Konservasi Alam/Edy Hendras Wahyono --- Jakarta : Conservation International Indonesia, 2005 …. hlm ; …….cm.
ISBN 979-96837-8-5
I. Judul.
II. Pendidikan konservasi Alam
Diterbitkan oleh: Conservation International Indonesia Jl Pejaten Barat 16 A, Kemang Jakarta, 12550 Jakarta, 12550 Telp 62-21-7883 8624/26 Fax 62-21-780 6723 http ://www.conservation.or.id
Belajar dari Nol
4
Konstributor dalam buku ini al : Ary Suhandi, Ni Putu Sarilani, Herda Hutabarat, Anton Ario, Hasbi Hasbullah, Akbar Ariodigdo, David Sutasurya, Sonni Rozali, Kiki Murdiyatmoko, Bonny M Syafei, Lukman, Ida Yuniati, Tatang Mitra Setia, Edi Sensudi, Abdul Hamid Damanik, Affan Surya
Belajar dari Nol
5
Kata Pengantar Belajar dari Nol, merupakan sebuah rangkaian pengalaman membangun dan melakukan program pendidikan konservasi di dalam kawasan taman nasional. Pengalaman ini sungguh sangat sayang bila tidak dibukukan, dengan harapan dapat ditiru atau paling tidak dapat menjadi sebuah acuan untuk melakukan kegiatan program pendidikan bagi siswa sekolah, mahasiswa ataupun masyarakat umum. Karena kegiatan sehari-hari tidak hanya memberikan informasi kepada siswa sekolah, tetapi juga kepada pengunjung dari berbagai kalangan, seperti anggota keluarga, kelompok pecinta alam, staff dan karyawan kantor ataupun pengunjung lain yang ingin melakukan studi banding mengetahui lebih jauh tentang program yang telah dilakukan. Pendidikan konservasi yang dikembangkan di PPKAB, sebenarnya lebih cenderung kepada mempromosikan dan menarik minat semua pihak untuk memecahkan bersama permasalahan lingkungan yang ada di sekitar kita. Caranya adalah memberikan pengetahuan tentang kehidupan di alam, sehingga mereka dengan sendirinya akan mengetahui bagaimana sebaiknya memelihara alam itu sendiri. Selain itu juga dengan berbagai kemasan yang ada, peserta diajak untuk berpikir, memotivasi dan menimbulkan apresiasi untuk melestarikan alam dan lingkungan. Program ini selain ditujukan kepada siswa sekolah formal, yang memiliki kekuatan untuk mempengaruhi keluarga dan
Belajar dari Nol
6
lingkungannya, juga memberikan pengetahuan sedini mungkin agak kelak selalu diingat dalam kehidupannya. Pemberian pengetahuan kehidupan di alam kepada lingkungan pendidikan non formal, tak kalah pentingnya. Misalnya kepada masyarakat dari berbagai kalangan. Program di sini lebih mengetengahkan masalah pesanpesan konservasi yang diberikan dengan berbagai permainan dan simulasi. Program pendidikan yang dilakukan tak hanya berkunjung ke sekolah, namun cenderung siswa berkunjung ke lapangan. Konstak langsung dengan alam, memberikan pengalaman yang unik dan atau pengelaman yang pertama untuk mengetahu tentang alam. Sehingga pengalaman ini akan dijadikan sebuah kenangan bagi setiap orang yang datang. Proses yang panjang dengan berawal pengalaman untuk pendidikan di alam yang minim, mengeluarkan sebuah catatan yang tak ternilai harganya. Hanya berbekal kemauan dan kerjasama antara semua pihak, program ini berjalan dengan baik dan mendapatkan respon dari pengunjung dan peserta pendidikan yang cukup menggembirakan. Kekurangan tentu terjadi setiap saat, masukan dari pengunjung dan hasil pertemuan serta buku-buku literatur, merupakan tambahan dalam mengembangkan program pendidikan. Bermimpi untuk menjadi sebuah lembaga pendidikan konservasi alam yang mandiri, tentu tak mudah. Dan pengalaman inilah yang membuat penulis untuk menulis sebuah pengalaman mengembangkan pendidikan
Belajar dari Nol
7
konservasi dengan konsep kemandirian. Kemungkinan suatu saat pembaca merencanakan mendirikan sebuah program pendidikan konservasi alam, atau yang sedang mengembangkan, pengalaman ini cukup menarik untuk dijadikan acuan dalam mengembangkan program tersebut. Mudah-mudahan bermanfaat, Amien Bogor, 31 Desember 2004.
Belajar dari Nol
8
UCAPAN TERIMA KASIH: Penulis mengucapkan terima kasih kepada berbagai pihak yang telah membantu secara langsung ataupun tidak di dalam penulisan buku ini. Tanpa ada dukungan, penulis tidak akan mampu untuk menyelesaikan buku pengalaman dari nol ini. Terutama saya ucapkan banyak terima kasih kepada semua rekan-rekan dari Conservation International Indonesia yang memberikan dukungan dan keleluasaan dalam mengembangkan program pendidikan konservasi di Bodogol. Saya ucapkan terima kasih juga kepada semua staff dari Balai Taman Nasional Gunung Gede Pangrango, terutama rekan-rekan petugas di lapangan yang banyak memberikan informasi mengenai kehidupan di dalam hutan. Kepada rekan-rekan di Yayasan Alami yang dari semula bersama-sama melakukan penelitian dan pelatihan guna membuat sebuah program pendidikan konservasi, hingga berjalan sesuai dengan keinginan. Rekan-rekan di lapangan seperti Jaeni, Hendy, Suganda dan Royani yang setiap hari membantu dalam pengelolaan PPKAB. Rekan-rekan dari Volunteer Eagle, mereka sangat membantu dalam melakukan aktifitas program pendidikan sehari-hari. Untuk itu saya ucapkan terima kasih dan penghargaan atas bantuannya. Akhirnya saya ucapkan terima kasih yang sebesar-besarnya kepada Mattel Coorp., Margot Marsh Foundation dan KdR yang telah memberikan bantuan untuk melakukan kegiatan dan mengembangkan program pendidikan di PPKAB.
Belajar dari Nol
9
Mudah-mudahan dengan terbitnya buku ini bermanfaat bagi pecinta pelestarian alam dan generasi yang masih mencintai alam dan bagi pengembang pendidikan konservasi.
Belajar dari Nol
10
Daftar Isi Kata Pengantar Ucapan Terima Kasih Daftar Isi
6 9 11
Bagian Pertama Pendahuluan A. Awal Sebuah Gagasan B. Dunia Anak Berbeda C. Mengapa Perlu Pendidikan Konservasi
14 14 17 19
Bagian Kedua Sebaiknya Melakukan Pendidikan Konservasi Itu Berprinsip Dan Bermitra 21 A. Pengembangan Pendidikan Konservasi 22 B. Potensi Kawasan Untuk Pendidikan Konservasi 25 C. Prinsip Umum Dalam Sebuah Pendidikan Konservasi 26 D. Prinsip Khusus Pelaksanaan Pendidikan Konservasi 28 E. Prinsip Kemitraan Pelaku Pendidikan Konservasi 31 F. Kemitraan Dalam Bentuk Konsorsium 35 Bagian Ketiga Penelitian Materi Pendidikan Konservasi A. Flora B. Fauna C. Masyarakat
38 39 40 41
Bagian Keempat Pembuatan Jalur Pendidikan Konservasi A. Jalur Interpretasi B. Penentuan obyek menarik. C. Contoh Obyek yang Menarik.
42 42 43 44
Belajar dari Nol
11
Bagian Kelima Pembuatan Program Pendidikan A. Studi Kasus B. Contoh Paket Program Pendidikan
46 47 49
Bagian Keenam Persiapan Sumber Daya Manusia A. Interpreter. B. Koordinator Lapangan
51 51 52
Bagian Ketujuh Merancang Sebuah Kunjungan.
54
Bagian Kedelapan Monitoring dan Evaluasi
57
Bagian Kesembilan Paradigma Baru Dalam Pendidikan Konservasi A. Pendidikan Mandiri B. Program Pendidikan Konservasi C. Pemasaran D. Paket Program E. Fasilitas Pendidikan F. Sistem Subsidi Silang G. Biaya Tiket Masuk H. Kunjungan Terbatas I. Prospek Pendidikan Konservasi Yang Mandiri
60 61 62 63 64 66 67 68 68 69
Bagian Kesepuluh Mengemas Sebuah Paket Pendidikan Konservasi A. Bagaimana Mengemas Program B. Mengapa Permainan C. Makna Sebuah Permainan D. Permainan Sebagai Media Pendidikan Konservasi E. Tahapan bermain 1. Memecahkan suasana beku
Belajar dari Nol
71 71 72 75 76 77
12
2. Materi 3. Evaluasi 4. Sharing F. G. H. I. J. K.
Fasilitator Memilih permainan Mengatur ruang permainan Membawakan permainan Bagaimana menjadi fasilitator Yang harus dihindari fasilitator
79 79 80 80 82 82
Bagian Kesebelas Bawalah Makanan Yang Mereka Sukai A. Dimana Akan Melakukan Pendidikan Konservasi B. Membuat Program Yang Disukai
84 84 85
Bagian Keduabelas Pendidikan Keliling A. Mengapa Harus Penyuluhan Pendidikan Keliling B. Target Dan Sasaran C. Tujuan dan kerangka kegiatan D. Pelaksanaan program dan metode yang umum dilakukan
88 88 90 90 91
Belajar dari Nol
13
Bagian Pertama Pendahuluan A. Awal sebuah gagasan Suatu kali saya melihat sekelompok anak muda dengan berbagai asesori dan barang bawaan berupa tas punggung berjalan di tengah hutan. Sebagian mengenakan celana jins yang sudah kusam dan sebagian mengenakan celana dengan berbagai kontong dengan isi yang macam macam. Membawa gitar, ada pula yang mendengarkan “walkman” sambil manggut-manggut mengikuti irama yang didengarkannya. Tak lupa di dalam tas punggung tersebut tergantung panci alat masak. Di dalam hati saya, mereka pasti akan Camping di dalam hutan tersebut. Benar dugaan saya, mereka menggelar tikar dan memasang tenda, untuk mempersiapkannya harus membersihkan lantai hutan dan membabat pohon, serta mencari kayu bakar dan kayu untuk tiang dan patok untuk mengikat tali tenda. Kejadian semacam ini terjadi dimana-mana, khususnya siswa-siswa sekolah yang belum banyak mengetahui tentang perlunya memelihara hutan dalam usaha pelestarian. Mereka hanya menikmati keteduhan hutan, jernihnya air yang mengalir dalam hutan serta keindahan alam yang ada. Tetapi belum tahu cara melestarikan, manfaat pelestarian dan arti kehidupan di dalam hutan itu sendiri.
Belajar dari Nol
14
Peristiwa yang sering kita lihat ini sungguh sayang bila dibiarkan terus menerus, tanpa ada usaha untuk memberikan pengetahuan, penyadaran dan agar bermakna dalam perjalanan mereka dengan mengenal, mengetahui dan menyayangi kehidupan di sekitar kita, oleh orangorang yang sudah sadar dan tahu akan arti kehidupan di dalam hutan. Pemandangan semacam ini menggelitik pakar pendidikan konservasi untuk membuat sebuah program pendidikan konservasi, merancang dari nol dan membangun di dalam kawasan yang dilindungi, seperti taman nasional. Data yang dikumpulkan dari tahun 1991-1995 tingkat kunjungan ke Taman Nasional Gunung Geda Pangrango, diperoleh gambaran sebagai berikut : Pengunjung menurut asal daerahnya: • 34% dari Jakarta • 25% dari Bandung • 8% dari Bogor • 6% dari Sukabumi • 3% dari Cianjur • 6% dari berbagai daerah Pengunjung menurut usianya: • 60% usia antara 16-30 tahun • 29% usia antara 31-40 tahun • 5% usia antara 41-50 tahun • 3% usia < 15 tahun • 2% usia antara 51-55 tahun • 15 usia > 55 tahun
Belajar dari Nol
15
Pengunjung menurut kegiatannya: • 50% melakukan rekreasi • 47% melakukan pendakian gunung • 2% melakukan pendidikan • 1% melakukan camping Pengunjung menurut pintu masuk ke taman nasional: • 40% masuk dari Cibodas (Cianjur) • 31% masuk dari Selabintana (Sukabumi) • 29% masuk dari Gunung Putri (Cianjur) Terlihat dari data di atas bahwa jumlah pengunjung terbesar berasal dari kelompok umur produktif, 16-30 tahun, yang berarti didalamnya adalah kelompok pelajar dari Sekolah Menengah Umum (SMU). Selain itu dari data mengenai jenis kegiataan yang dilakukan bisa ditarik kesimpulan bahwa minat untuk melakukan kegiatan pendidikan di Taman Nasional Gunung Gede Pangrango belum sepenuhnya menjadi tujuan pengunjung. Ini bisa disebabkan karena : • pengunjung tidak tahu bahwa di Taman Nasional Gunung Gede Pangrango diselenggarakan pendidikan mengenai pelestarian alam • pengunjung kurang berminat untuk memperoleh pendidikan mengenai pelestarian alam • kegiatan penyelenggaraan pendidikan yang kurang efektif sehingga para pengunjung tidak memperoleh informasi. Lokasinya yang strategis terbukti dari data kunjungan menurut asal daerah yang menunjukkan bahwa Gunung
Belajar dari Nol
16
Gede Pangrango adalah sebuah taman nasional yang banyak dikunjungi masyarakat Jakarta dan Bandung. Hasil evaluasi pengunjung di dalam kawasan Taman Nasional Gunung Gede Pangrango, sebagai misal, sungguh fantastis jumlah pengunjungnya. Pengumpulan data dari tahun 1991 – 1995 yang rata-rata dikunjungi lebih dari 70.000 orang, menunjukkan bahwa lebih dari 90 % adalah anak usia muda yang tujuannya hanya naik gunung, rekreasi, camping dan segala perilakuknya sebagian seperti digambarkan di atas. B. Dunia anak muda berbeda. Memasuki dunia mereka, tentu harus ada caranya. Sebagai misal, orang yang tidak merokok, kalau diberi rokok juga percuma. Diterima tapi tidak dihisap, kalau ditolak yah itu resiko yang lain. Dunia mereka memang lain, masih mencari sesuatu yang menyenangkan. Mencari pengalaman yang baru, itulah tujuan mereka. Kepuasan bathin itu adalah akhir sebuah petualangan. Di kota-kota besar, tentu berbeda dengan kota kecil yang kurang informasi mengenai “penyaluran” kesenangan anakanak muda ini. Semisal suatu pengalaman yang menarik yang pernah saya kembangkan di Kalimantan. Anak-anak muda yang tak dapat melanjutkan sekolah, siswa kelas tiga SMU atau mahasiswa yang “haus” akan pengetahuan alam, merupakan tenaga sukarela yang potensial untuk membantu dalam usaha pelestarian alam. Dengan memberikan pelatihan “ala kadarnya” mengenai cinta alam, sambutannya luar biasa. Diberikan pengetahuan mengenai alam yang nota bene di sekitar mereka, sangat antusias.
Belajar dari Nol
17
Nah inilah yang dijadikan modal untuk memasuki dunia mereka. Dunia yang belum ada batasnya, antara kehidupan lepas masa anak-anak dan dunia memasuki kehidupan orang dewasa. Kehidupan orang kotapun demikian. Setiap hari yang sudah dijejali dengan kehidupan serba gemerlap, makanan siap saji dan instan, mereka tak mengerti dari mana makanan itu didapatkan. Dari pabrik seperti mie instan atau minuman kaleng. Ada anak seorang teman, mereka bertanya kepada bapaknya. “Apakah beras yang dimakan setiap hari itu diproduksi oleh pabrik seperti mie instan?”. Pertanyaan memang sederhana, aneh, lugu karena mereka tak tahu dari mana beras itu berasal. Berpijak dari situlah program pengenalan alam sedini mungkin sangat diperlukan. Sedapat mungkin anak-anak itu dibawa langsung ke alam, ke obyek yang mereka belum kenal sebelumnya. Biarkan mereka bebas mencari tahu sendirinya, dan jawabanya. Seandainya ada sebuah pertanyaan, mereka akan mencari jawabanya. Tak usah dilarang, namun di arahkan. Karena mereka keingintahuannya cukup besar. Anak saya pernah bertanya, tentang ulat bulu yang sedang makan daun. Saya menjelaskan bahwa ulat itu dilihat saja, jangan dipegang karena gatal. Tak berapa lama anak saya garuk garuk dan kulitnya merah. Saya tanya, mengapa kulitmu gatal?. Dengan ringan dia menjawab, gatal karena pegang ulat bulu itu. Rupanya larangan saya tadi, ingin dibuktikan. Benarkah ucapan bapaknya itu?.
Belajar dari Nol
18
Itulah sebuah proses pengenalan alam kepada orang yang belum mengetahui banyak tentang kehidupan alam. Tentunya langsung kontak dan kemasan yang menarik agar mereka senang dan mengetahui maknanya mencintai alam. Dari sinilah belajar langsung dan kontak langsung dengan alam adalah sebuah jalan pintas untuk belajar lebih jauh untuk mengenalnya. Tak hanya dari gambar, film, buku ceritera ataupun dari sekolah. Rupanya hal ini berjalan dengan baik. Sebuah pengalaman yang sangat menarik untuk memberikan “ilmu” kepada semua kalangan, terutama generasi penerus yang perlu diberikan masukan sebanyak-banyaknya agar mereka mengerti “mengapa harus memelihara dan memperlakukan alam dengan baik dan benar”. C. Mengapa perlu pendidikan konservasi Pendidikan Konservasi adalah sebuah program yang dikemas dengan tujuan untuk memberikan pengetahuan kepada masyarakat agar lebih sadar dan lebih perhatian mengenai lingkungan dan permasalahan serta hubungan timbal baliknya. Tingkat pengetahuan, sikap, ketrampilan dan motivasi untuk bekerja dan memecahkan masalah saat itu dan mencegah timbulnya permasalahan yang baru. Program ini sering memusatkan pada pendidikan formal seperti sekolah, pondok pesantren atau non formal yang banyak dilakukan oleh lembaga-lembaga yang peduli terhadap pelestarian alam, seperti lembaga swadaya masyarakat ataupun instansi pemerintah yang terkait langsung dengan usaha itu, ke berbagai kalangan.
Belajar dari Nol
19
Pendidikan ini dapat dilakukan dengan berbagai cara, tak hanya presentasi dengan power point yang menunjukkan gambar kerusakan dan bencana. Tidak harus putar film tentang keindahan alam kalau kita melestarikan, atau dengan melakukan aksi yang menunjukkan bahwa “kami peduli konservasi”. Namun pendidikan konservasi dapat dilakukan dengan melihat apa yang sedang disukai oleh kelompok masyarakat tertentu. Kegiatan ini dapat dilakukan dengan berbagai cara, tidak harus menggunakan judul pendidikan lingkungan hidup atau apapun yang berbau lingkungan atau pelestarian. Anak-anak kecil diajak untuk menjadi pengamat sungai atau got di depan rumah, dengan mengambil air yang dituangkan ke dalam gelas atau plastik dan membandingkan dengan air yang bersih dan jernih yang digunakan untuk kebutuhan sehari-hari, merupakan pengalaman dini untuk mengenal tentang pencemaran lingkungan. Pengenalan di lapangan seperti itu akan lebih mencapai tujuan untuk memperkenalkan kehidupan di sekitar kita. Masih banyak cara yang dapat digali untuk memperkenalkan dampak positif dan negatif yang ada di sekitar kita.
Belajar dari Nol
20
Bagian Kedua Sebaiknya Melakukan Pendidikan Itu Berprinsip Dan Bermitra. Pendidikan Lingkungan adalah sebuah program jangka panjang yang tiada batas kapan akan berakhir. Karena program ini setiap waktu terus berkembang, seiring dengan perubahan dan perkembangan jaman. Pertambahan penduduk yang terus bertambah, tentunya permasalahan pelestarian alam dan lingkungan juga akan semakin komplek. Karena lahan terbatas, kawasan pelestarian adalah salah satu lahan lain untuk pemekaran pemukiman dan pertanian atau peruntukan lain. Manusia bertambah banyak, sehingga lingkungan berubah, tentu memerlukan metode tersendiri untuk mencari jalan tengah antara manusia dan lingkungan agar seimbang. Program pendidikan konservasi ini menitikberatkan pada informasi, mengapa perlu pelestarian alam?. Pendidikan ini adalah suatu cara untuk mengubah perilaku manusia untuk memperlakukan alam dan lingkungan. Mengubah perilaku memerlukan waktu, memerlukan cara agar setiap orang tertarik untuk mengikuti program pendidikan tersebut. Oleh karena itu program pendidikan yang direncanakan akan dilakukan dengan berbagai bentuk kemasan. Agar alam ini lestari sepanjang perjalanan hidup, karena kita yakin bahwa manusia saat ini dan geerasi mendatang dapat hidup layak dan berdampingan dengan alam baik secara ekonomi, budaya, adat istiadat dan agama.
Belajar dari Nol
21
Pendidikan konservasi, merupakan salah satu cara dalam menyebarkan informasi tentang usaha pelestarian dan perlindungan pada suatu kawasan yang dilindungi atau kawasan-kawasan yang perlu dilindungi beserta isinya. Sebuah pengetahuan dan pengalaman pertama yang diberikan sedini mungkin, kepada anak-anak, akan lebih tertanan di dalam hati sanubari mereka, bila dibandingkan dengan pengetahuan yang diberikan kepada mereka yang telah menginjak sekolah lanjutan. Untuk itulah sangat perlu sebuah model pendidikan yang dilakukan di dalam kawasan konservasi, baik model pendidikannya sendiri, model kerja sama antara lintas lembaga. Untuk membuat model semacam ini perlu kerjasama yang baik, menciptakan sebuah prinsip-prinsip pendidikan serta kriteria pendidikan konservasi itu sendiri. Untuk menjawab hal tersebut diatas, dibawah ini akan diuraikan bagaimana mengembangkan pendidikan konservasi itu. Hal ini didasarkan dari berbagai sumber, pengalaman dan beberapa tulisan yang membahas mengenai pendidikan lingkungan. A. Pengembangan Pendidikan Konservasi Pengelolaan sebuah kawasan konservasi, seperti halnya taman nasional, tidak lagi dapat dilakukan sendiri oleh taman nasional sebagai pengelola, atau kawasan lain seperti taman margasatwa, cagar alam, hutan lindung dan sebagainya, tanpa bantuan dan partisipasi masyarakat luas. Hal ini muncul dengan banyaknya gagasan dari berbagai pihak seperti :
Belajar dari Nol
22
• •
Semakin meningkatnya kesadaran, bahwa usaha konservasi harus dilakukan semua orang. Pemerintah menyadari tidak mungkin melakukan sendiri upaya konservasi tanpa bantuan masyarakat luas.
Permasalahan saat ini begitu komplek, khususnya di lapangan oleh petugas ataupun relawan yang membantu dalam kegiatan usaha pelestarian alam. Mulai dari sampah, vandalisme, pencurian, merupakan pekerjaan yang menjadi catatan tersendiri bagi pengelola dan pemerhati lingkungan. Permasalah-permasalahan yang umum dihadapi di lapangan adalah sbb: Subyek pelaku Masayarakat
Permasalahan
Masalah di lapangan
Ketidaktahuan
Introduksi Penggarapan liar/perambahan Pencemaran Vandalisme Sampah Perburuan Pencurian Kebakaran hutan Pencemaran Vandalisme. Sampah Meningkatnya jumlah populasi penduduk. Penggarapan liar/perambahan Lemahnya dasar
Ketidakpedulian
Kebiasaan buruk Populasi penduduk
Pengelola Belajar dari Nol
Kurang optimal :
23
Pengelolaan Pendidikan konservasi Informasi Pengelolaan secara umum. Kualitas personil
hukum Kurangnya informasi Minimnya dana Peraturan yang simpang siur Kebakaran, perambahan. Kurangnya keteladanan, idealisme/motivasi dan wawasan para pengelola
Dilihat dari permasalah umum diatas pendidikan konservasi ataupun pendidikan lingkungan, diyakini merupakan sebuah bentuk dan kegiatan yang sangat penting yang dapat dilakukan oleh para pengelola kawasan konservasi, termasuk lembaga swadaya masyarakat, relawan serta semua pihak yang mempunyai perhatian terhadap pelestarian alam, untuk meminimalkan tekanan. Ada beberapa cara yang dapat dilakukan dalam melakukan kegiatan pendidikan konservasi antara lain : • Memperkenalkan kepada masyarakat tentang • Alam. • Konservasi • Kawasan • Membangkitkan apresiasi dan cinta terhadap alam dan berbuat nyata melestarikan alam • Merubah perilaku buruk yang tidak berwawasan lingkungan.
Belajar dari Nol
24
• •
Mengoptimalkan kawasan konservasi sebagai media pendidikan. Meningkatkan profesionalisme pengelola.
Idealnya, memang seperti itu. Tentunya memerlukan sebuah proses dan waktu untuk menuju ke arah “ideal” sebuah pendidikan konservasi. B. Potensi Kawasan untuk pendidikan konservasi Kawasan konservasi merupakan kawasan yang kaya akan flora fauna dan setiap daerah memiliki kekhasan tersendiri. Untuk itulah kawasan tersebut ditetapkan sebagai kawasan pelestarian. Kawasan semacam ini mempunyai peluang yang cukup besar untuk mengembangkan berbagai kegiatan seperti penelitian, pendidikan atau wisata yang berwawasan lingkungan Potensi-potenasi yang dapat dikembangkan adalah sbb : Potensi
Pengembangan
Kekayaan sumber daya alam dan budaya
Kekayaan sumber daya alam dan kebudayaan atau ceritera legenda daerah dapat dijadikan bahan atau kemasan pendidikan konservasi.
Sumber daya Sumber daya manusia yang dimiliki manusia pengelola dan masyarakat umumnya yang ada (LSM, Peneliti, Perguruan Tinggi, Pemerhati Lingkungan) merupakan aset yang dapat dijadikan atau diajak untuk melakukan pendidikan konservasi.
Belajar dari Nol
25
Sarana dan Sarana dan prasarana yang dimiliki dapat prasarana dikembangkan menjadi lokasi pendidikan konservasi. Untuk melakukan pendidikan tidak harus dalam ruangan, tapi lebih baik dilakukan di lapangan. Penyampaian informasi di dalam ruangan juga diperlukan, seperti pemutaran slide, film dsb. Data dan Data dan informasi yang telah dimiliki, informasi seperti data flora fauna atau data dari hasil penelitian, dapat dijadikan bahan dasar pendidikan atau informasi yang berikan kepada pengunjung. Pariwisata
Pengembangan pariwisata atau ekowisata, merupakan hal yang paling baik untuk menyampaikan atau pengembangan pendidikan konservasi. Dengan adanya pengunjung yang datang secara berkala, pihak pengelola dapat mengemas sebuah paket pendidikan untuk pengunjung yang disesuaikan dengan latar belakang pendidikan, umur ataupun ketertarikan pengunjung.
C. Prinsip-prinsip umum dalam sebuah pendidikan konservasi Untuk melakukan pendidikan konservasi alam pada suatu kawasan perlu beberapa prinsip baik untuk pengelola ataupun pelaksana di lapangan. Secara umum prinsipprinsip tersebut antara lain : Belajar dari Nol
26
1. Prinsip profesionalisme. Prinsip profesionalisme meliputi sumber daya manusia dan profesionalisme lembaga. Profesionalisme sumber daya manusia yang profesional dalam pendidikan konservasi antara lain : • Kemampuan menguasai materi. • Menguasai lokasi tempat diselenggarakannya pendidikan. • Menguasai tehnik konservasi. Lembaga yang profesional, artinya sebuah lembaga yang memiliki idialisme, mandiri dan berorientasi ke depan. 2. Isu konservasi. Pendidikan yang dilakukan diharapkan terfokus pada sebuah isu konservasi hutan tropis yang sedang hangat dan usaha mempromosikan konservasi melalui jalur pendidikan. Isu ini setiap saat terjadi pada kawasan hutan tropis, misalnya kebakaran hutan, banjir akibat pembabatan hutan ataupun pencemaran lingkungan dsb. Dengan mengemukakan masalah yang sedang hangat dalam masayarakat, diharapkan peserta pendidikan akan langsung dapat melihat masalah yang sedang terjadi di sekitarnya. 3. Perencanaan program Perencanaan program yang dilakukan atau dibuat oleh pengelola kawasan konservasi (misalnya taman nasional) sebaiknya merujuk pada perencanaan pendidikan konservasi. Hal ini diharapkan untuk meminimalkan sarana yang tidak sesuai dengan program pendidikan. Belajar dari Nol
27
4. Kemitraan Pendidikan konservasi harus memperhatikan prinsipprinsip kemitraan, yang memprioritaskan peran aktif masyarakat dalam program pendidikannya. 5. Kemasan program Pendidikan konservasi harus menjadi program pendidikan yang baik, dengan kemasan yang interaktif dan menarik, sesuai dengan kelompok sasaran, agar mudah dimengerti oleh kelompok sasaran. 6. Belajar dan mengajar. Pendidikan konservasi di dalam kawasan konservasi harus dapat menjadi tempat belajar bagi masyarakat dari semua kalangan. D. Prinsip-prinsip khusus pelaksanaan pendidikan konservasi Selain prinsip umum yang dapat dilakukan oleh pengelola kawasan ataupun pelaku pendidikan konservasi, ada beberapa prinsip khusus yang sebaiknya dilakukan oleh kedua belah pihak, yaitu : 1. Memiliki kepedulian, tanggung jawab dan komitmen terhadap pelestarian alam, misalnya ; • Memperhatikan kualitas daya dukung lingkungan kawasan pengembangan pendidikan. • Mengelola jumlah pengunjung, mengoptimalisasi sarana, fasilitas sesuai dengan daya dukung lingkungan dan merujuk kepada perencanaan program pendidikan konservasi. • Penyelenggaraan harus ramah lingkungan untuk menjamin kesinambungan usaha. Belajar dari Nol
28
• •
Penyelenggara pendidikan harus menggali pengetahuan sumber daya lokal atau tradisional masyarakat di sekitar lokasi dilakukan pendidikan. Meminimumkan dampak negatif yang ditimbulkan, melalui pelaksanaan pemantauan berkala.
2. Pendidikan konservasi sebaiknya terfokus pada promosi konservasi hutan tropis, misalnya ; • Penyelenggara harus menyajikan program yang terfokus pada pelestarian hutan beserta ekosistemnya. • Program pendidikan harus turut serta dalam mempromosikan peran dan fungsi kawasan konservasi, seperti taman nasional, cagar alam, suaka margasatwa dsb. • Memanfaatkan pengetahuan sumber daya lokal atau tradisional yang berkaitan dengan pelestarian hutan sebagai material program pendidikan. • Program pendidikan harus di dasarkan pada potensi kawasan yang dikelola. 3. Pengembangan pendidikan konservasi harus memperhatikan prinsip kemitraan. Prinsip-prinsip ini meliputi ; • Pengelola kawasan konservasi diharapkan melibatkan mitranya di dalam perencanaan dan pengembangan pendidikan. • Transparansi pelaksanaan dari perencanaan sampai pada pengembangan pendidikan konservasi oleh pengelola bersama mitranya.
Belajar dari Nol
29
4. Pelaksanaan pendidikan konservasi semaksimal mungkin melibatkan masayrakat, pelibatan tersebut mencakup ; • Membangun hubungan kemitraan dengan masyarakat dalam proses pengembangan program. • Memprioritaskan masyarakat sebagai pelaku aktif dalam program pendidikan. • Program pendidikan harus menjadi media belajar bagi semua kalangan masyarakat. • Memberikan informasi yang jelas dan benar tentang arah pengembangan pendidikan konservasi kepada masyarakat. 5. Pelaksanaan pendidikan konservasi dilakukan dengan profesional. Profesionalisme dalam pendidikan ini adalah; • Pengelola kawasan konservasi harus bersikap profesional sebagai pengelola. • Pengelola harus memiliki program yang berorientasi jangka panjang dan menerapkan prinsip kemandirian. • Sumber daya manusia yang terlibat harus berkemampuan tinggi dalam bidang interpretasi dan pengetahuan tentang kawasan konservasi tempat dilangsungkannya pendidikan. • Menyelenggarakan pelatihan-pelatihan untuk meningkatkan ketrampilann pelaksana, baik staff pengelola kawasan maupun mitranya. • Pengelola harus mengemas program pendidikan dalam kemasan yang interaktif sesuai dengan kelompok sasaran.
Belajar dari Nol
30
• • • • • •
Pengelola harus memiliki konsistensi dan menjadi suri tauladan bagi pengunjung. Menguasai tehnik pendidikan lingkungan, menguasai materi dan menguasai medan pendidikan Memperhatikan peraturan-peraturan kawasan konservasi dan perundangan tentang lingkungan hidup dan konservasi di Indonesia. Pengembangan dan penyelenggaraan pendidikan konservasi harus merujuk pada peraturan di dalam kawasan dan undang-undang lingkungan hidup. Pengembangan dan penyelenggaraan pendidikan konservasi hanya dapat dilakukan di dalam kawasan pemanfaatan (taman nasional). Memperhatikan dan melaksanakan secara konsisten undang-undang yang belaku seperti Uudan Peraturan Taman Nasional, UU No 4 tahun 1992, tentang pokok-pokok lingkungan hidup, UU No 5 tahun 1990, tentang konservasi sumber daya alam hayati dan ekosistemnya, serta UU No 23 tahun 1997 tentang lingkungan hidup.
E. Prinsip kemitraan pelaku pendidikan konservasi Pengelolaan sebuah kawasan konservasi seperti taman nasional tanpa adanya peran serta masyarakat, tidak akan terwujud. Untuk itu dalam melaksanakan sebuah pendidikan konservasi alam di dalam kawasan konservasi perlu adanya program kemitraan. Program-program kemitraan yang perlu dikembangkan antara pengelola dengan berbagai kalangan masyarakat adalah :
Belajar dari Nol
31
1. Kemitraan didasarkan atas kesadaran. • Bahwa tidak ada satupun pihak yang memiliki semua sumber daya dan kemampuan yang dibutuhkan untuk melaksanakan pendidikan konservasi dengan baik. • Bahwa mitra kerja yang beragam adalah unik. Mereka memiliki visi, potensi,posisi, kekuatan, kelemahan dan keterbatasan masing-masing. • Bahwa adanya keragaman karakteristik diantara para pelaksana pendidikan konservasi sebagai modal dasar yang sangat berharga dalam mencapai kesuksesan bersama. 2. Kemitraan didasarkan pada semangat. • Setiap pihak diharapkan saling menyumbangkan kelebihan, saling menutupi kelemahan dan keterbatasan. • Memanfatkan keaneragaman visi, potensi dan kekuatan mitra kerja merupakan modal untuk mencapai visi dan tujuan bersama. • Untuk membangun kerjasama yang menguntungkan semua pihak. Kemitraan didasarkan atas sikap. • Keterbukaan. • Saling menghargai • Menhindari bentrokan berbagai kepentingan. • Tata kerja yang jelas dan disepakati oleh semua pihak. • Keanggotaan yang jelas.
Belajar dari Nol
32
Prinsip dan kriteria di atas, merupakan sebuah pandangan penulis secara keseluruhan yang selama ini dialami oleh berbagai pelaku pendidikan konservasi di berbagai tempat, yang memiliki kondisi, geografi, kekhasan flora fauna, permasalahan terhadap masyarakat satu sama lain berbeda serta ancamannya pada setiap kawasan. Kegiatan seperti ini telah dilakukan di kawasan Taman Nasional Gunung Gede Pangrango dengan membuat sebuah kerjasama antara Conservation International Indonesia dengan Balai Taman Nasional Gunung Gede Pangrango dan didukung oleh Yayasan Alam Mitra Indonesia (Alami), menciptakan sebuah kawasan pendidikan konservasi. Ujicoba telah dimulai, program-program telah dilakukan dengan berbagai materi dan modul yang masih perlu perbaikan dan kunjungan demi kunjungan serta pelatihan demi pelatihan telah berjalan. Dari hasil uji coba serta monitoring kegiatan ada perkembangan yang menarik, yaitu sebagian masyarakat serta siswa sekolah beserta gurunya banyak yang datang untuk belajar dan mengenal alam secara langsung. Selain itu kemitraan antara lembaga swadaya masyarakat, masyarakat, relawan dengan pengelola sudah saling menghargai peran masing-masing di dalam pendidikan konservasi. F. Kemitraan dalam bentuk konsorsium. Konsorsium adalah sebuah bentuk baru dalam melakukan sebuah kegiatan, khususnya dalam kawasan konservasi. Ada berbagai bentuk konsorsium yang selama ini terbentuk adalah:
Belajar dari Nol
33
1. Konsorsium tehnis. Adalah konsorsium yang hanya memberikan masukan-masukan kepada pengelola kawasan. Masukan ini dilihat dari segi kepentingan bersama. Umumnya dalam anggota konsorsium ini, anggotanya terdiri dari beberapa pakar yang memiliki kemampuan yang berbeda. Di sinilah pentingnya keanekaragaman profesi, sehingga menghasilkan suatu yang capaian yang optimal. Saat ini masalah konservasi, harus ditangani dengan berbagai disiplin ilmu. Karena setiap daerah memiliki permasalahan yang berbeda. 2. Konsorsium implementasi. Konsorsium ini umumnya terdiri dari beberapa anggota lembaga saja yang memiliki keahlian dan profesi atau program yang sama. Sehingga sudah menjurus ke salah satu kegiatan. Misalnya konsorsium pendidikan, penelitian, rehabilitasi dsb. Contoh dari bentuk konsorsium ini telah dicoba dan dilakukan untuk berbagai kegiatan. Misalnya Konsorsium Gede Pahala (Gunung Gede Pangrango, Gunung Halimun dan Gunung Salak), mempunyai anggota lebih dari 60 lembaga dan individu. Konsorsium ini diketuai oleh seorang pakar lingkungan, dan dilaksanakan sehari-hari oleh sekretaris jenderal, yang umumnya pengelola taman nasional. Konsorsium memberikan masukan, atau kebijakan-kebijakan apa yang harus dilakukan bersama, khususnya pengelola, dalam menghadapi sebuah masalah atau dalam pengembangan program untuk kegiatan konservasi.
Belajar dari Nol
34
Sedangkan konsorsium yang sifatnya implementasi di lapangan contohnya adalah Konsorsium Pusat Pendidikan Konservasi Alam Bodogol. Sedangkan untuk melakukan kegiatan sehari-hari ditunjuk seorang manajer yang bertanggung jawab dalam kegiatan pendidikan dan dibantu oleh beberapa orang koordinator. G. Contoh kegiatan pendidikan bersama, studi kasus di Pusat Pendidikan Konservasi Alam Bodogol Para anggota konsorsium melakukan kerjasama dan membuat MoU (Nota kesepakatan). Dalam nota kesepakatan tersebut dicantumkan beberapa hal yang dianggap penting, antara lain: 1. Konstribusi. Pusat Pendidikan Konservasi Alam Bodogol (PPKAB) yang menggunakan “trade mark” Alam Kita, merupakan kerjasama antara Balai Taman Nasional Gunung Gede Pangrango, Yayasan Alami (Alam Mitra Indonesia) dan Conservation International Indonesia. Ketiga lembaga ini memberikan konstribusi masing-masing sesuai dengan kapasitas lembaga. Konstribusi masing-masing lembaga antara lain : • Balai Taman Nasional Gunung Gede Pangrango memberikan konstribusi areal kompleks pendidikan, sebagian fasilitas pendidikan dan melakukan koordinasi dengan lembaga lain yang terkait. • Conservation International Indonesia, memberikan konstribusi sebagian fasilitas pendidikan, bantuan tehnis serta melakukan koordinasi dan pengembangan jaringan pada tingkat international.
Belajar dari Nol
35
•
Yayasan Alam Mitra Indonesia memberikan konstribusi operasional pendidikan serta mengembangkan program peningkatan persepsi dan apresiasi masyarakat tentang konservasi sumber daya alam hayati.
2. Kepengurusan harian Ketiga anggota konsorsium membuat sebuah Badan Pengrus Harian (BPH) yang dipimpin oleh seorang manager dan dibantu oleh beberapa orang dari staf lembaga anggota konsorsium, yang diberi mandat dan digajih oleh lembaga yang bersangkutan. Setiap program dikoordinasi oleh salah satu anggota konsorsium yang sesuai dengan kapasitas lembaga. Misalnya program pendidikan dan penelitian oleh Yayasan Alami, pemasaran dan jaringan oleh CI dan pelayanan oleh Balai Taman Nasional Gunung Gede Pangrango. 3. Prinsip prinsip pengelolaan • Pengelolaan PPKA bodogol berdasarkan pada prinsip usaha mandiri yang berkelanjutan secara ekologis, ekonomis, dan sosial. • Pengelolaan PPKA Bodogol diperuntukan untuk kepentingan penyelenggaraan pendidikan konservasi alam, namun terbuka secara terbatas untuk kunjungan masyarakat umum dengan pengaturan-pengaturan tertentu. • Pengelolaan PPKA Bodogol harus tetap memperhatikan peraturan perundang-undangan yang berlaku. • Pengelolaan PPKA Bodogol harus dapat memberdayakan kemampuan sumber daya manusia masing-masing pihak serta masyarakat setempat. Belajar dari Nol
36
Studi kasus pengembangan PPKAB ini yang bertujuan kemandirian program, masih terus berjalan, karena berpedoman pada prinsip kemitraan yang selama ini dibangun. Bahkan program kemitraan ini diadopsi dan dikembangkan ke daerah lain, seperti di Pusat Pembelajaran Konservasi Alam Sibolangit yang bermitra dengan Balai Konservasi Sumber Daya Alam Sumatera Utara I dan lembaga swadaya masyarakat lokal.
Belajar dari Nol
37
Bagian Ketiga Penelitian Materi Pendidikan Materi pendidikan konservasi yang selama ini diberikan kepada pengunjung atau peserta pendidikan sifatnya selalu umum. Untuk membuat program dimana lokasi akan dibangun alangkah baiknya bila dilakukan penelitian ilmiah terlebih dahulu, bila kawasan tersebut memang benar-benar baru. Namun bila lokasi yang digunakan untuk pusat pendidikan tersebut sudah lama digunakan atau tempat penelitian atau telah banyak dilakukan penelitian tentang flora fauna, maka yang perlu adalah mengumpulkan data tersebut. Data ilmiah ini sangat penting artinya bagi pengunjung yang ingin mengetahui tentang kekayaan alam di mana lokasi pendidikan itu berada. Sebagai misal di PPKAB yang berada dalam kawasan Taman Nasional Gunung Gede Pangrango jarang sekali dilakukan penelitian, walaupun lokasi lain sering dilakukan penelitian mengenai flora fauna. Tahap pertama sebelum dibuka sebagai pusat pendidikan, dilakukan penelitian berbagai bidang. Misalnya jumlah flora yang ada, dibuat plot-plot permanen, dilakukan identifikasi flora baik yang berguna bagi manusia seperti tanaman obat ataupun tumbuhan lain yang dikonsumsi oleh binatang. Hal ini akan sangat membantu di dalam interpretasi kepada pengunjung untuk mengetahui mengenai kekayaan alam yang ada di dalam kawasan. Identifikasi fauna, sama
Belajar dari Nol
38
pentingnya dengan flora, dimana kekayaan alam binatang ini sangat menarik untuk dijadikan bahan interpretasi dan materi pendidikan kepada pengunjung. Penelitian atau inventarisasi kekayaan alam baik darat maupun laut sangat penting artinya dalam pengembangan pendidikan konservasi atau wisata alam dan pendidikan. Karena informasi yang diberikan kepada peserta pendidikan atau wisatawan, merupakan hasil dari pengamatan yang akurat. Inilah kelebihan dari kegiatan pendidikan yang selama ini dilakukan, sehingga informasi yang diberikan dapat dipertanggung jawabkan. Informasi dari hasil penelitian atau monitoring tersebut harus dikemas sedemikian rupa, dengan menggunakan bahasa yang sederhana atau menurut siapa yang akan diberikan informasi tersebut. Misalnya siswa SD tentu berbeda dengan SMU dan seterusnya. Selain itu, adakah cara-cara untuk penyampaian dengan cara lain. Misalnya dengan simulasi ataupun permainan. Sehingga informasi yang kita berikan mengena ke sasaran serta tujuan yang hendak dicapai. A. Flora Adakah flora yang menarik, unik, bermanfaat misalnya obat-obatan, atau anggrek dsb. Informasi ini juga sangat penting artinya untuk diketahui oleh pengunjung. Misalnya tumbuhan yang endemik yang hanya ada di lokasi tersebut. Selama penelitian dan identifikasi flora, diusahakan memiliki contoh herbarium. Herbarium sangat bermanfaat sekali bagi peneliti pemula, atau siswa sekolah yang ingin
Belajar dari Nol
39
mengeahui dari dekat bentuk daun, bunga, buah atau bagian tumbuhan lainnya. Selama pengembanan program sebaiknya juga dilakukan program fenologi, yaitu pemeriksaan tumbuhan pada sebuah “plot” permanen yang dilakukan pemeriksaan “perilaku” tumbuhan setiap bulan dan sepanjang tahun. Program ini sangat membantu dalam menjelaskan kepada pengunjung, pada bulan-bulan tertentu akan mudah dijumpai buah atau bunga yang ada di dalam hutan. Tentu kaitannya nanti dengan perjumpaan satwa yang emang suka memakan buah tersebut. B. Fauna Tidak jauh berbeda dengan penelitian atau inventarisasi flora, fauna juga demikian. Biasanya setelah dilakukan inventarisasi, juga dilakukan penelitian tentang habitat, kebiasaan tinggal, waktu atau kalau bisa tempat dia tidur. Penelitian ini cukup memakan waktu, dan pekerjaan ini dapat dilakukan sebelum atau selama mengembangkan program. Oleh karena itu hasil “pertemuan” langsung ataupun tidak terhadap satwa perlu dipetakan. Misalnya pada jalur A sering ditemukan mamalia tertentu, sedangkan di jalur X ditemukan satwa yang mempunyai teritorial tetap, sehingga pada jam tertentu dapat melihatnya. Misalnya di PPKA Bodogol, jalur pendek dekat jembatan kanopi sangat mudah dijumpai Owa Jawa, karena areal tersebut merupakat daerah “kekuasaan” satwa ini.
Belajar dari Nol
40
C. Potensi masyarakat Masyarakat yang ada disekitar program dimana kita melakukan kegiatan pendidikan konservasi adalah bagian yang tidak terlepas dari kegiatan ini. Survey potensi juga sangat mendukung untuk mengembangkan program pengenalan kehidupan alam. Karena pendidikan konservasi sangat disukung oleh kehidupan, budaya dan adat istiadat masyarakat setempat. Pendidikan konservasi adalah sebuah pengembangan dari “wasata pendidikan” yang langsung kontak dan melihat obyek di lapangan. Oleh karena itu faktor pendukung dari masyarakat sangat diperlukan, dan dapat dijadikan sebuah “paket program”. Kegiatan masyarakat seperti pertanian, kebudayaan dan pola hidup sehari-hari, merupakan bagian dari usaha dalam pelestarian alam. Masyarakat yang hidupnya banyak tergantung dari alam, misalnya kayu bakar, air dll. merupakan salah satu indikator, masihkah mereka peduli terhadap alam?. Wisata alam dan pedesaan, juga dikembangkan di PPKA, sehingga program pendidikan yang dilakukan mendapatkan keuntungan sebuah dukungan moril dari masyarakat yang ada di sekitarnya.
Belajar dari Nol
41
Bagian Keempat Pembuatan Jalur Pendidikan A. Jalur Interpretasi Pemilihan jalur interpretasi, juga sangat penting artinya dalam mengembangkan program PKA di lapangan. Karena jalur ini setidaknya mewakili kawasan, atau habitat dan ekosistem yang ada di kawasan yang akan dijadikan lokasi PKA. Sebisa mungkin jalur ini dapat memberikan banyak informasi kepada pengunjung mengenai flora dan fauna yang menarik dan unik, sehingga berguna kepada peserta pendidikan. Akan tetapi, bila sudah ada jalur, atau rintisan yang sudah dibuat dan tidak mungkin untuk membuat jalur baru karena medan yang berat, untuk keperluan material di lapangan, diusahan dapat melihat dalam radius 10-20 meter, nampak dari jalur yang sudah ada. Misalnya pohon besar yang berguna, paku-pakuan atau bentangan alam yang menarik. Dari hasil penelitian inilah, kita dapat mengemas sebuah paket program dan modul pendidikan konservasi yang akan kita berikan kepada peserta program. Pembuatan jalur pendidikan akan sangat menentukan mengenai kwalitas program yang dibuat. Apabila jalur ini dibuat tidak mewakili kehidupan yang ada di dalam hutan, maka akan kesulitan di dalam menjelaskan kepada peserta pendidikan untuk mengetahui lebih jauh tentang kekayaan alam yang ada di dalam hutan.
Belajar dari Nol
42
Jalur ini tentunya dapat mengacu dari hasil penelitian flora fauna yang lebih dahulu dilakukan. Sebisa mungkin sebelum dibuat jalur pendidikan dilakukan inventarisasi kekayaan flora fauna yang ada. Namun bila sudah ada, tinggal membuat jalur-jalur yang menarik, unik dan menggambarkan kehidupan di dalam hutan itu sendiri. Jalur dapat dibuat panjang dan pendek tergantung dari tujuan, sempit luasnya areal, medan kawasan dan kekayaan alamnya. Untuk anak-anak sekolah tingkat SD jalur disarankan tidak lebih dari 2 km pulang pergi. Sedangkan untuk jalur panjang bisa dipilih 4 – 6 km tergantung medan di lapangan. Jalan setapak untuk program pendidikan ini sebisa mungkin dibuatkan tanda-tanda obyek yang menarik, sehingga memiliki daya tarik bagi peserta program pendidikan. B. Penentuan Point of Interest Setelah jalur pendidikan dibentuk dan hasil penelitian telah ada, maka langkah berikutnya adalah pembuatan point of interest. Obyek yang menarik ini dapat ditentukan dengan mengidentifikasi obyek yang ada pada jalur. Obyek-obyek ini dibuat ceritera sedemikian menarik, sesuai dengan kajian ilmiah, sehingga akan membuat pengunjung tertarik untuk mendengarkan interpretasi mengenai obyek tersebut. Obyek inidapat berupa tumbuhan, hewan atau tanda-tanda lain yang dapat menunjukkan aktifitas hidup dan kehidupan di dalam hutan tropik. Misalnya, beringin pencekik dengan membuat sebuah kronologis, mengapa tumbuhan beringin
Belajar dari Nol
43
tersebut dapat tumbuh, bagaimana caranya dan prosesnya sehingga dapat mematikan pohon inangnya. Pohon yang telah matipun dapat menjadi ceritera yang menarik untuk disampaikan kepada pengunjung. Karena di dalam kayu yang telah lapuk tersebut terjadi proses pembusukan dan penguraian yang dilakukan oleh jasad renik, seperti bakteri, jamur, cacing, rayap dan sebagainya. Dari hasil penelitian yang akurat, penentuan obyek yang menarik ini dapat dilakukan di mana saja, pada sepanjang jalur. Karena kehidupan di hutan akan selalu berubah dan berganti atau terjadi proses alam yang tidak bisa diramalkan oleh manusia, misalnya terjadi tanah longsor atau tumbuhan dimakan binatang dan sebagainya. D. Contoh point of interest Banyak sekali contoh flora atau fauna yang dijadikan obyek menarik atau bahan ceritera dalam melakukan pendidikan konservasi di lapangan. Kita ambil contoh tumbuhan yang umum atau biasa dijadikan obyek menarik atau “point of interest” yaitu Beringin Pencekik. Ada hal-hal yang menarik untuk berceritera mengenai beringin pencekik, antara lain: 1. Ceritera tentang awal, mengapa tumbuhan beringin ini dapat tumbuh pada tumbuhan lain, atau inangnya. 2. Siapa atau binatang apa saja yang berperan dalam penyebaran biji beringin, sehingga dapat tersebar luas atau jauh dari pohon induk, baik yang tumbuh di tanah, bebatuan atau pohon yang dijadikan inang.
Belajar dari Nol
44
3. Proses pertumbuhan akar beringin perlahan tapi pasti, sehingga beringin tersebut dapat membunuh tumbuhan inangnya. 4. Setelah tumbuhan inang mati, proses apalagi yang terjadi. Misalnya pembusukan pohon inang dan terbentuk sebuah lobang yang dijadikan tempat menginap beberapa satwa. 5. Keuntungan apa yang diperleh oleh beringin tersebut selama lubang yang terbentuk itu dijadikan tempat bersarang beberapa jenis binatang. Di atas adalah sekedar contoh sebuah cerita yang menarik mengenai beringin pencekik. Masih banyak lagi tumbuhan yang hidup dihutan menjadikan ceritera yang menarik, seperti tanaman obat, tumbuhan yang memiliki akar banir atau akar papan, bentangan alam, liana dengan keunikan tumbuhan serta menjadi sumber air, tumbuhan yang dapat dimakan sehingga dapat dijadikan kemasan program tentang “jungle survival” atau bertahan hidup di hutan dengan memanfaatkan tumbuhan yang dapat dimakan. Demikian juga perilaku satwa, jejak satwa seperti kotoran yang ditemukan di jalan, bekas goresan atau cakaran binatang karnivora seperti macan tutul, harimau dsb. Tinggal bagaimana “pemandu” atau “interpreter” itu membuat sebuah ceritera yang menarik sehingga membuat peserta pendidikan mendengarkan cerita tersebut.
Belajar dari Nol
45
Bagian Kelima Pembuatan Program Pendidikan Program pendidikan, sebenarnya dapat dibuat sambil melakukan program pendidikan kepada siswa sekolah. Namun ada beberapa langkah yang perlu dilakukan oleh edukator di lapangan. • Studi literatur, dari berbagai macam buku pendidikan dengan mengadopsi atau merubah dengan kondisi alam di lingkungan dimana kita akan melakukan program pendidikan. • Lokakarya terbatas bagi pelaku program pendidikan. Bisa dihadiri misalnya jajaran PHKA (Balai Taman Nasional, KSDA), LSM, Guru SD – SMU ataupun pakar pendidikan. • Mengundang guru guru untuk membaut program pendidikan bagi siswanya. • Penelitian atau inventarisasi langsung flora dan fauna. Empat langkah ini ternyata sangat effektif dalam pembuatan materi pendidikan di PPKAB. Namun program pendidikan yang sudah disusun sebaiknya diuji coba terus dan minta masukan kepada pengunjung. Sehingga kekurangan yang telah disiapkan dapat ditambah atau dirubah. Apabila sudah memiliki program, masukan masukan ini dapat dijadikan paket dan juga dapat dikembangkan dengan kelompok pengunjung yang ingin melakukan kegiatan. Misalnya program kita digabungkan dengan program dari
Belajar dari Nol
46
pengunjung yang dimiliki, sehingga akan memperkaya paket program yang dimiliki. Pengalaman semacam ini sering terjadi selama menjalankan program pendidikan dan bekerja sama dengan berbagai sekolah. Group sekolah internasional misalnya, mereka memiliki program sekolah untuk belajar mengenal alam. Mereka melakukan eksplorasi bersama dengan membandingkan paket program yang sudah ada dengan paket program sekolah. Selama eksplorasi inilah muncul program baru yang perlu dikembang. Program seperti ini dapat dijadikan pengkayaan materi. A. Studi kasus: Program-program baru yang muncul antara lain : plot 160 cm persegi. Siswa disuruh mengamati mahluk hidup apa saja yang ada di dalam kotak plot tersebut. Hal ini dapat memberikan gambaran kepada siswa, bahwa hutan hujan tropis sangat kaya sekali tentang kehidupan. Akibatnya akan fatal bila terjadi penggundulan hutan, sehingga ratusan jenis kehidupan dihutan akan musnah, dan bahkan akan punah dari permukaan bumi ini. PPKAB memiliki program tanaman obat namun belum dikembangkan. Sekolah internasional seperti Jakarta Internatonal School (JIS), memanfaatkan program pengenalan tanaman obat ini untuk kegiatan siswa yang belajar mengenai hutan tropik. Praktek langsung dilapangan diterapkan, hal yang tak diduga muncul, seperti siswa kena daun pulus, pengobatan secara alami diterapkan. Program ini kemudian dipatenkan menjadi salah satu kemasan program pendidikan di PPKAB.
Belajar dari Nol
47
Kunjungan siswa sekolah dari Australian International School, demikian juga. Program untuk sekolah setingkat dengan SMP ini memiliki program 3 hari 2 malam. Untuk memperkenalkan aneka paket program siswa-siswa ini diajak bermain dengan permainan alam yang merupakan permainan anak-anak desa di pingiran hutan. Misalnya buat terompet dari jerami, wayang atau boneka dari tangkai daung ubikayu (singkong) ataupun membuat binatangbinatangan atau hiasan lain dari sampah hutan, seperti bunga, biji pinus, rumput dsb. Paket kegiatan pengenalan budaya, rupanya juga sangat menarik bagi pengunjung. Penggalian program ini muncul ketika siswa sekolah lokal mengadakan kunjungan ke PPKAB. Sebenarnya program ini adalah silang pengetahuan antara sekolah international dengan sekolah lokal. Sampai dimana interaksi tukar informasi dan pengalaman mengenai hutan. Sekolah lokal menampilkan kegiatan budaya lokal yang dipelajari, seperti pencak silat, tarian daerah dsb. Sendratari lokal ini dapat dikembangkan terus, misalnya menciptakan tarian alam atau pantomim mengenai hutan teropis dan akibatnya bila hutan itu rusak. Pembuatan paket program, sangat luas sekali bila ingin dikembangkan dimana saja, asalkan kita memiliki data flora fauna, jaringan kerja dengan mitra yang ada di sekitar kita, ataupun kemaunan untuk menciptakan programprogram baru. Paket program yang saat ini dimiliki PPKAB cukup banyak, dan akan selalu berkembang terus, mengingat pengunjung yang datang lebih dari sekali, tentunya menginginkan pregram atau permainan baru.
Belajar dari Nol
48
B. Contoh paket program pendidikan Dibawah ini beberapa program yang dikembangkan oleh PPKAB yang dibantu oleh mitra kerja dan volunteer yang selama ini membatu melakukan kegiatan pendidikan. Program-program tersebut antara lain: •
•
•
• •
Menyingkap rahasia hutan tropis. Program ini berisi pengetahuan mengenai hutan dan keunikan kehidupan, seperti persaingan tumbuhan dalam merebutkan cahaya ataupun udara. Sehingga setiap pohon mempunyai bentuk fisik yang berbeda, misalnya tumbuhnya akar nafar, akar papan dsb. Menyingkap kehidupan di atas pohon. Lebih banyak berceritera tentang kehidupan di bagian atas pohon.Misalnya daun, bunga ataupun buah, selain itu juga mengenai fauna yang menduduki bagian kanopi tersendiri dalan strata hutan. Menelusuri asal usul air minum. Peserta diajak menelusuri sungai, hingga ke mata air. Tetesan air yang keluar dari akar dapat dijadikan pelajaran, betapa besarnya manfaat hutan, khususnya perakaran dalam mengatur “pengeluaran” air. Sehingga dapat menahan air dan tidak menimbulkan banjir pada musim hujan dan masih meneteskan air sepanjang tahun walaupun musim kemarau. Hutan tempat persediaan makanan. Pelajaran mengenai “Jungle Survival”, betapa banyak tumbuhan yang dapat dikonsumsi oleh manusia. Hutan apotik hidup terbesar. Obat-obatan yang masih belum banyak dimanfaatkan oleh manusia, tersebar luas di dlam hutan.
Belajar dari Nol
49
•
•
• •
• •
Hutan dan rumah kita. Selai hutan sebgai tempat tinggal jutaan binatang baik yang nampak dan tidak, uga menjadi sumber daya alam bagi kehidupan manusia. Banyak peralatan rumah tangga yang bahan bakunya dari huta. Bagaimana kalau hutan rusak dan habis ? Melacak kehidupan satwa. Satwa yang hidup dalam hutan tropis sangat banyak, bagaimana cara mengenal dan melihat serta melacak keberadaan mereka di dalam hutan ? Bioblitz survey. Menguji daya ingat atau pengetahuan peserta nama-nama satwa atau tumbuhan di dalam hutan, secara cepat. Dunia malam. Jalan-jalan di hutan pada malam hari, untuk mengetahui kehidupan hutan. Suasana yang yang gelap gulita, mungkin menakutkan. Namu di belik kegelapan terdapat keindahan yang jarang dijumpai, misalnya terdapat jamur yang mengeluarkan cahaya “bioluminisensi” seperti cahaya kunang-kunang. Main-main di hutan. Berpetualang di dalam hutan tropik dengan berbagai permainan, yang berkaitan dengan kehidupan dalam hutan. Dan lain-lain.
Belajar dari Nol
50
Bagian Keenam Persiapan Sumber Daya Manusia A. Interpreter Sumber daya manusia di dalam program pendidikan di sini adalah para interpreter atau pemandu alam. Penyiapan mereka untuk bisa dilepas sebagai edukator di lapangan, memang memerlukan waktu panjang dan “jam terbang” yang banyak. Masalahnya bila mereka benar-benar dari NOL, maka ilmu yang mereka miliki tentunya kurang. Sebuah program pendidikan pelestarian alam sangat mengandalkan dan tergantung pada kecakapan para instruktur yang dimilikinya. Tanpa mereka, proses belajar langsung di alam tidak akan memiliki nilai lebih, karena melalui merekalah rahasia dan pesan dari hutan tersibak. Para interpreter adalah orang-orang yang mampu menterjemahkan gagasan-gagasan di alam dan menjelaskan hubungan-hubungannya, dengan menggunakan panca indera dan bantuan alat peraga, baik peraga suara dan visual. Melalui merekalah, para pengunjung akan berkenalan dan memahami hutan sebagai entitas yang dekat dengan kehidupan manusia. Pada dasarnya semua orang bisa menjadi interpreter, tanpa mempedulikan latar belakang pendidikan atau keahliannya. Bidang interpretasi adalah mengenai kecakapan berkomunikasi. Dengan demikian, seorang interpreter lebih dituntut untuk memiliki pengetahuan yang luas mengenai
Belajar dari Nol
51
berbagai bidang yang dekat dengan keseharian manusia, dan memiliki kemampuan komunikasi yang baik. Seorang interpreter juga harus kreatif mempergunakan berbagai alat bantu dan contoh-contoh yang akrab dengan kehidupan manusia, untuk menarik perhatian dan menjelaskan fakta kepada para pengunjung. Selain itu tujuan dalam menyiapkan tenaga interpreter adalah memperkenalkan bidang interpretasi, dan bagaimana menjadi interpreter yang bertugas menterjemahkan alam dalam bentuk bahasa visual. Materi program yang sebaiknya diberikan kepada calon interpreter adalah pengenalan lebih jauh mengenai bidang interpretasi lingkungan hidup, khususnya mengenai lingkungan hutan, dan bagaimana mengembangkan kemampuan berkomunikasi yang baik untuk menyingkap gagasan-gagasan yang ada di alam dan menjelaskan hubungan antar gagasan serta kaitannya dengan kehidupan manusia. Para peserta juga akan diajak untuk kreatif menggunakan alat bantu di sekitarnya. B. Koordinator lapangan. Bila ada kunjungan berjumlah cukup banyak, misalnya 50an orang, selain interpreter atau pemadu lapangan, maka perlu juga menyiapkan koordinator lapangan. Tentunya seseorang ini yang mempunyai kecakapan dalam pengaturan, baik waktu, permainan ataupun pendukung lainnya yang dianggap perlu untuk mensukseskan program pendidikan di lapangan.
Belajar dari Nol
52
Bila tanpa disiapkan seorang yang koordinator, dikawatirkan program yang dijalankan tidak tercapai yang diharapkan. Di PPKAB sendiri setiap ada kunjungan atau melakukan program pendidikan dengan jumlah kunjungan antara 30 – 50 orang, sedikitnya memerlukan 15 orang dengan pembagian kerja yang berbeda. Biasanya sehari sebelum pelaksanaan progra, dilakukan penjelasan dan pembagian tugas dan kelompok. Sehingga selama pelaksanaan akan tercapai yang diharapkan. Untuk memudahkan dalam pelaksanaan program pendidikan di lapangan, seperti PPKAB yang mempunyai jalan melingkar atau “loop trail” sebagai jalur pendidikan, pembagian tugas antara pemandu, pengatur waktu, pemberi permainan sangat ketat sekali. Tanpa adanya komando dari koordinator, akan terjadi penumpukan pada “point of interest” atau bertubrukan kelompok yang satu dengan yang lain. Kepiawaian interpreter sendiri juga perlu diarahkan. Misalnya rombongan anak-anak, keluarga, pekerja perusahaan, siswa sekolah, mahasiswa akan diberikan program dan permainan yang berbeda. Apalagi kunjungan sekolah yang perlu pemandu seorang interpreter yang berbahasa asing.
Belajar dari Nol
53
Bagian Ketujuh Merancang Sebuah Kunjungan Berdasarkan hasil lokakarya para pendukung program pendidikan yang ada di lingkungan Taman Nasional Gunung Gede Pangrango, PPKAB dikhususnya untuk program pendidikan. Karena di dalam kawasan konservasi ini memiliki empat pintu masuk, yang masing-masing mempunyai kelebihan dan kekurangan masing-masing. Pintu masuk Cibodas, Gunung Putri dan Selabintana sering digunakan untuk pendakian ke puncak Gede dan Pangrango. Selain itu tiga pintu masuk tersebut juga memiliki fasilitas seperti perkemahan atau pun program pendidikan. Sedangkan PPKAB yang disiapkan dari awal untuk program pendidikan dengan program khusus, dicoba untuk dijadikan lokasi kunjungan terbatas sesuai dengan kondisi alam yang berbeda dengan pintu-pintu masuk lain. Kunjungan terbatas ini bukan berarti dibatasi jumlahnya dalam satu harinya, namun cara pengaturan pengunjung benar-benar dibatasi. Misalnya dalam satu hari, pengunjung yang datang sebanyak 50 orang. Jumlah tersebut dibagi menjadi 10 kelompok kecil, dimana setiap kelompok ditemani seorang interpreter. Jarak antara kelompok pertama dan berikutnya, lebih kurang lima menit, selama menunggu kelompok yang berikutnya diberikan beberwpa permainan, informasi atau pengetahuan tentang kehidupan di dalam hutan.
Belajar dari Nol
54
Di PPKAB semua pengunjung harus dan wajib ditemani oleh pemandu atau interpreter. Hal ini memang sudah aturan yang diterapkan di PPKAB. Keuntungan pemanduan ini cukup efektif untuk mengatasi beberapa masalah antara lain : Program pendidikan dan penyebaran informasi akan kehidupan flora fauna serta usaha konservasi akan sampai kepada setiap pengunjung. Menekan dampak negatif antara pengunjung terhadap kehidupan hutan seperti sampah, vandalisme atupun pengambilan flora ataupun fauna oleh pengunjung. Mudah melakukan monitoring dan evaluasi terhadap pengunjung dan dampaknya sehingga untuk perbaikan program dan pengelolaan akan lebih mudah. Membuka lapangan pekerjaan bagi masyarakat lokal yang sudah disiapkan sebelumnya sebagai tenaga pemandu atau interpreter. Untuk memudahkan dalam pengaturan setiap kunjungan dalam jumlah kelompok besar, PPKAB melakukan aturan, yaitu memisahkan kelompok anak dan orang dewasa. Selain itu dibentuk tim kecil untuk melayani pengunjung yang akan datang. Dalam tim ini sudah dibagi tugas masing-masing. Tugas yang biasa dilakukan setiap ada kunjungan adalah: Bertugas memberikan kata sambutan kepada pengunjung dengan penjelasan tentang PPKAB, konsorsium, sistem kerja, program yang diberikan dan aturan yang berlaku di lingkungan PPKAB. Pemandu untuk membawa acara permainan “ice breaking”, perkenalan (bila perlu-apabila penbunjungnya berlainan
Belajar dari Nol
55
atau baru bertemu di PPKAB), dan sekaligus pembagian kelompok. Bertugas sebagai interpreter, jumlahnya interpreter ditentukan jumlah pengunjung. Satu pengunjung memandu 5 orang. Pemandu ini dapat dibagi lagi menjadi pemandu anak-anak, karena memiliki keterampilan khusus dan dewasa. Pemandu juga dikhususkan bagi pengunjung yang tidak bisa bahasa Indonesia, sehingga perlu keterampilan khusus dalam bahasa lain. Bertugas sebagai Time keepper, yaitu mengatur waktu masuk ke dalam hutan dari satu kelompok ke kelompok berikutnya. Bertugas sebagai penjaga lokasi yang dianggap rawan dan perlu pengaturan, seperti air terjun, sungai atau mengatur masuk dan melewati jembatan kanopi.
Belajar dari Nol
56
Bagian Kedelapan Monitoring dan evaluasi Mengapa perlu ada monitoring dan evaluasi (monev) terhadap PROGRAM PENDIDIKAN KONSERVASI ALAM yang telah dilakukan? Monitor = memantau jalannya kegiatan, apakah sesuai dengan yang direncanakan ; mengetahui tantangan apa yang dihadapi dalam pelaksanaan kegiatan Evaluasi = mengukur hasil suatu kegiatan, apakah kegiatan yang dilakukan telah mencapai keluaran/ outcome yang diinginkan Evaluasi yang dilakukan selama ini telah berhasil mendapatkan gambaran tentang : 1. Dampak kunjungan terhadap kehidupan hutan dan satwa di dalam kawasan PPKAB. 2. Pengaturan dan pengelolaan pengunjung dan kunjungan untuk meminimalkan dampak negatif terhadap kawasan dan mengoptimalkan pengalaman yang diperoleh pengunjung merupakan salah satu hasil dari evaluasi ini. Monev yang dilakukan khusus terhadap program pendidikan konservasi alam diperlukan untuk mengetahui beberapa hal antara lain:
Belajar dari Nol
57
1. Apakah kegiatan pendidikan yang dijalankan selama ini memang memiliki dampak perubahan perilaku pada para peserta program? 2. Apakah modul yang disampaikan dapat diterima dengan baik oleh kelompok umur tertentu? 3. Apakah metode yang digunakan mampu secara efektif merubah perilaku negatif terhadap lingkungan menjadi perilaku positif? 4. Apakah dampak dari mengikuti program bertahan selama peserta berada di kawasan atau dapat bertahan sampai ketika peserta kembali ke lokasi asal?. Hasil dari monev ini dapat menjadi masukan bagi pengembangan dan perbaikan modul pendidikan untuk meningkatkan keefektifan pelaksanaan program pendidikan di lapangan, juga peningkatan kapasitas para interpreter dan pengelola. Selain itu Monev juga mempunyai beberapa tujuan antara lain: 1. Mengukur hasil dari penyampaian materi pendidikan yang telah diberikan pada peserta 2. Memberi masukan bagi penyusunan model pendidikan konservasi alam yang lebih efektif dan terpadu 3. Meningkatkan kemampuan pengelola dan interpreter dalam melakukan monev sederhana terhadap program pendidikan konservasi alam. Monitoring dan evaluasi, di PPKAB selalu dilakukan setiap ada kunjungan. Untuk memudahkan melakukan pekerjaan ini, sehari sebelum ada kunjungan, dilakukan atau dibuat tim kecil dengan tugas masing-masing. Sehingga program yang sudah ditetapkan berjalan atau tidak, mudah untuk mengevaluasi.
Belajar dari Nol
58
Setiap pemandu diberikan lembaran quesioner untuk diisi oleh pengunjung dan oleh pemandu itu sendiri. Bagi pemandu mengisi atau menulis catatan perilaku pengunjung selama dalam hutan dan perjumpaan dengan satwa serta reaksi satwa dengan adanya pengunjung. Sedangkan pengunjung mengisi daftar isian yang berisi tentang komentar mengenai program, pemandu, pelayanan dan sebagainya. Semuai formulir yang sudah diisi, dikumpulkan, ditabulasi serta dianalisa dari hasil yang didapat, biasanya dilakukan setiap 3 bulan. Selain monitoring dampak kunjungan, juga dilakukan monitoring flora fauna yang ada dalam kawasan pendidikan. Kegiatan ini lebih dititik beratkan pada perkembangan satwa, flora yang ada di sekitar PPKAB, baik dalam kawasan taman nasional ataupun diluar kawasan. Tujuannya adalah untuk mengetahui perkembangan populasi, pertumbuhan tumbuhan seperti saat berbunga atau berbuah. Kegiatan monitoring satwa ini dilakukan seperti sebaran primata, macan tutul, elang jawa. Sehingga hasil yang di dapat merupakan sebaran satwa yang dimaksud. Di bawah ini adalah contoh kegiatan monitoring dan evaluasi yang telah dilakukan : Monitoring Dampak Kunjungan Monitoring dan evaluasi manajemen Monitoring dan evaluasi program pendidikan Studi kelayakan
Belajar dari Nol
59
Bagian Kesembilan Paradigma Baru Dalam Pendidikan Konservasi Di Pusat Pendidikan Konservasi Alam Bodogol, Taman Nasional Gunung Gede Pangrango. “ Didiklah anak-anakmu sebab mereka lahir untuk hidup dalam suatu jaman yang berbeda denganmu” Suatu kata mutiara yang indah untuk direnungkan, khususnya bagi mereka yang bergelut dalam bidang pendidikan. Betapa tidak perubahan jaman yang terus berlangsung yang mau tidak mau terjadi perubahan yang akan mempengaruhi perilaku hidup manusia. Perkembangan jaman yang demikian pesat dan mempunyai dampak negatif terhadap lingkungan yang kian hari kian parah, merupakan suatu tantangan bagi pemerhati lingkungan. Jalur pendidikan, merupakan salah satu jalur untuk memberikan informasi, membuat orang tahu, agar mereka mengerti dan dapat menyadari serta diharapkan akan ikut bertindak dalam menangani permasalahan lingkungan merupakan salah satu misi di dalam pendidikan lingkungan. Pendidikan konservasi, lingkungan hidup yang selama ini dilakukan masih bersifat temporer, dan belum secara berkesinambungan. Artinya, program PLH dapat dilakukan apabila pelaku mendapatkan sponsor dari penyandang dana
Belajar dari Nol
60
untuk menyebarluaskan informasi tentang lingkungan hidup. Atau dilakukan untuk memperingati hari penting yang berkaitan dengan lingkungan hidup atau ada event lainya. Hal ini telah banyak dilakukan oleh berbagai lembaga, baik pemerintah maupun non-pemerintah. Kegiatan ini juga dilakukan oleh lembaga sesuai dengan bidang minat yang ditekuni. Permasalahanya adalah dapatkan pendidikan lingkungan hidup itu dilakukan terus menerus, tidak kenal waktu, tidak kenal event atau tidak tergantung dari lembaga donor ?. Tentu bisa. Uji coba untuk menuju PLH yang berkelanjutan tanpa tergantung dari donatur sedang dilakukan di Taman nasional Gunung Gede Pangrango, Jawa Barat. A. PLH Mandiri. Untuk sebuah pendidikan ataupun pelatihan mengenai lingkungan hidup, tentunya memerlukan dana ataupun sumber daya manusia untuk mendidik para peserta. Untuk mendapatkan dana ada berbagai cara yang dapat dilakukan. Salah satu cara adalah sistem subsidi silang. Untuk itu program pendidikan konservasi yang mandiri, sebuah konsep yang ditawarkan, untuk menunjang program pendidikan yang berkelanjutan. Program ini sedang diuji coba untuk menuju kearah program pendidikan yang berkelanjutan. Uji coba ini dilakukan oleh Konsorsium Pendidikan Konservasi Alam yang beranggotakan Balai Taman Nasional Gunung Gede Pangrango, Conservation
Belajar dari Nol
61
International Indonesia program dan Yayasan Alam Mitra Indonesia (ALAMI). Program pendidikan pelestarian alam ini dirancang sebagai sebuah bentuk program pendidikan alternatif yang berkesinambungan yang diharapkan dapat dikelola secara mandiri. Program pendidikan pelestarian alam ini memiliki tujuan sebagai berikut : Memperkenalkan, mempromosikan, dan mengembangkan konsep pendidikan pelestarian alam yang diselenggarakan di dalam kawasan Taman Nasional. Menciptakan sebuah model management di zona penyangga dalam Taman Nasional yang berdasarkan prinsip kemandirian. Meningkatkan kesadaran dan pemahaman akan pentingnya melestarikan sumber daya alam Menciptakan sebuah model kerjasama antara Lembaga Swadaya Masyarakat, Pemerintah, lembaga-lembaga nasional dan internasional. B. Program-program pendidikan. Program pendidikan yang dilakukan di dalam kawasan pendidikan konservasi Bodogol, ada beberapa macam, disesuaikan dengan tujuan untuk memperkenalkan kehidupan hutan hujan tropik. Program tersebut dipilah, agar peserta atau pengunjung lebih terfokus untuk mempelajari suatu masalah. Namun tidak menutup kemungkinan, program tersebut dapat disatukan dalam sebuah paket dengan jangka waktu belajar yang memakan waktu 2 – hari. Program-program tersebut dikemas dalam bentuk paket, sehingga memiliki nilai untuk para pengunjung ataupun siswa peserta pendidikan.
Belajar dari Nol
62
C. Pemasaran. Sistem pemasaran, adalah kunci utama suksesnya dalam program ini. Untuk itu kerjasama dengan berbagai pihak telah dilakukan. Beberapa lembaga yang telah bekerja sama adalah sbb : 1. Travel agent atau tour operator. Umumnya penjual jasa wisata akan selalu mencari paket program yang lain dari pada yang lain. Dengan kemasan eko-wisata, maka paket pendidikan konservasi di alam tak kalah menariknya dengan paket program yang biasa ditawarkan oleh mereka. 2. Sekolah pilihan. Sekolah-sekolah pilihan, tentunya memiliki siswa dari kalangan menengah ke atas. Hal ini adalah segmen pasar yang penting untuk menjalin kegiatan bersama, terutama kegiatan extra kurikulernya. Umumnya mereka akan tertarik dengan paket-paket program yang ditawarkan, apabila telah memiliki sumber daya manusia sebagai tenaga interpreter yang berpengalaman. 3. Menawarkan program-program kepada lembaga yang sering melakukan kegiatan outbound training. Umumnya lembaga ini aktif mengadakan pelatihan kepada karyawan. Kegiatan ini sangat penting artinya untuk mendukung pendidikan lingkungan yang mandiri. Masih banyak segmen pasar yang dilakukan, misalnya kelompok atau organisasi. Kelompok ini sangat potensial dalam mendukung dalam usaha tersebut.
Belajar dari Nol
63
D. Paket program. Banyak sekali paket program yang dapat dibuat, tentunya setiap daerah memiliki ciri khas masing-masing, tergantung bagaimana cara mengemas paket tersebut. Kemasan yang menarik akan diminati oleh berbagai pihak, mulai dari siswa sekolah hingga masyarakat luas, baik lokal ataupun manca negara. Daya tarik paket program ini sepenuhnya memanfaatkan kekayaan alam hutan kita. Misalnya satwa khas di daerah, tumbuhan yang unik, tumbuhan obat, persaingan hidup dihutan dsb. Pengetahuan ini dikemas dalam bahasa yang sederhana, informatif dan tidak berkesan menggurui. Hal ini penting artinya bagi interpreter yang membawa pengunjung ke dalam hutan. Ceritera-ceritera inilah yang mempunyai nilai jual untuk dipasarkan kepada pengunjung. Ada beberapa contoh kemasan paket program yang sudah dikembangkan di PPKA Bodogol •
Menyingkap rahasia hutan hujan tropis Hutan menyimpan cerita yang sangat menarik mengenai kehidupan dan fungsinya sebagai sumber penghidupan manusia. Melalui paket yang luas dan umum ini, pengunjung akan diajak berkenalan dengan menggunakan semua panca indera untuk mengamati tumbuhan dan satwa yang ditemukan di hutan dan keunikannya, seperti persaingan antar tumbuhan memperoleh sinar, udara dan makanan. Para instruktur akan mendekatkan para pengunjung dengan kehidupan
Belajar dari Nol
64
di hutan dan membantu menjelaskan gagasan-gagasan di dalamnya. • Menyingkap kehidupan di atas pohon. Paket ini adalah paket khusus yang mengajak pengujung mengamati dan belajar mengenai kehidupan di atas pohon dengan berjalan di atas jembatan kanopi yang merupakan atraksi yang sangat menarik. • Menelusuri asalnya air minum manusia Gericiknya air dari gunung adalah air yang kita minum. Hutan merupakan tempat persediaan air yang menakjubkan, yang begitu arif menyimpan dan mengalirkannya untuk makhluk hidup di saat yang tepat. Paket ini mengajak anda menelusuri asal dan perjalanan air, dan bagaimana akar-akar pohon di hutan mempunyai fungsi yang sangat menakjubkan menahan dan mengalirkan air. Akar pohon juga berfungsi untuk menahan tanah agar tidak longsor. •
Hutan tempat persediaan makanan Hutan menyediakan makanan yang berlimpah. Paket ini akan mengajak anda dan menunjukkan bahwa hutan adalah supermarket hidup yang menyediakan aneka ragam makanan dan air. Anda akan diajak untuk mencicipi makanan dan air langsung dari alam hutan. • Hutan apotik hidup terbesar Paket ini akan mengajak dan menunjukkan kepada anda bahwa obat-obatan yang digunakan manusia berasal dari hutan, bahkan banyak tumbuhan di hutan yang masih jarang dikenal penggunaannya untuk mengobati penyakit manusia. Melalui paket menarik ini anda akan belajar mengenali tanaman obat di hutan dengan menggunakan panca indera. • Hutan dan rumah kita. Belajar dari Nol
65
Rotan, bambu, kayu, ijuk, pakis, dan berbagai tumbuhan di hutan sudah lama dipergunakan oleh manusia untuk memenuhi kebutuhan hidupnya, seperti untuk membuat rumah, perabotan, dan serat kain. Paket menarik ini akan menyadarkan anda bahwa hampir semua barang-barang yang mempermudah kehidupan manusia di kota berasal dari hutan. • Mengenal dan melacak satwa di hutan Hutan adalah rumah satwa. Paket ini akan mengajak anda mengenal dan melacak satwa dari petunjuk-petunjuk yang ditinggalkannya di hutan. Anda akan diajak untuk mengenali berbagai satwa, seperti serangga, burung, mamalia, reptilia dan satwa lain yang hidup di hutan. Bersiaplah untuk berdebar-debar melihat mereka di tempat tinggalnya. E. Fasilitas Pendidikan. Fasilitas pendidikan lingkungan, sebaiknya di alam atau hutan. Di dalam hutan di desain atau dibuat jalur pendidikan dilengkapi dengan obyek-obyek yang menarik sebagai bahan interpretasi. Misalnya menjadi daerah teritorialnya primata, terdapat pohon yang buahnya sering dikunjungi berbagai jenis burung, melewati atau di pinggiran sungai, terdapat tumbuhan obat, rotan, liana dsb. Obyek ini menjadi bahan ceritera yang sangat menarik untuk belajar rahasia kehidupan pada hutan hujan tropis. Untuk itu perlu pemilihan jalur yang baik, sehingga tidak memerlukan jalur yang panjang, pendek tetapi mewakili. Fasilitas akomodasi, selayaknya perlu disediakan, dapat berupa asrama atau bentuk penginapan lain. Untuk
Belajar dari Nol
66
penginapan ini dapat menghasilkan masuykan dana guna biaya pendidikan untuk berbagai kalangan masyarakat luas. Di PPKA Bodogol, fasilitas yang disediakan masih terbatas. Fasilitas yang ada antara lain asrama, ruang pengelola, kelas, pondok belajar dan ruang makan serta dapur. Asrama terbatas hanya untuk 30 orang, dan ruang belajar dapat menampung 40 orang. Sedangkan jalur pendidikan memiliki dua jenis yaitu ; jalur pendek sepanjang 1,6 km dan jalur petualangan sepanjang 3,4 km. Dalam jalur pendek dilengkapi dengan berbagai atraksi dan obyek pendidikan, seperti hamparan rotan, beringin pencekik, pelataran pengamatan dan tempat berimajinasi. Selain itu juga telah dibangun jembatan kanopi (jembatan pohon) yang menjadikan daya tarik pengunjung. Sedangkan pada jalur petualangan, tidak banyak dirubah, masih alami dan penuh dengan rintangan. F. Sistem subsidi silang. Sistem ini dilakukan guna untuk melangsungan pendidikan lingkungan yang berkesinambungan, baik untuk masyarakat ataupun siswa sekolah. Dana yang terkumpul dari kunjungan sekolah pilihan dan kunjungan instansi pada hari libur, sabtu dan minggu, digunakan untuk membiayai program pendidikan yang dilakukan pada hari Senin – Kamis. Program ini cukup efektif, dan mendapat respon yang positif bagi sekolah pilihan ataupun keluarga yang datang. Bahkan mereka tak segan untuk menjadikan PPKA
Belajar dari Nol
67
Bodogol menjadi kunjungan belajar tentang alam bagi siswanya. Subsidi silang juga dilakukan terhadap masyarakat di sekitar untuk mensosialisasikan program pendidikan konservasi. Masyarakat diundang untuk melihat secara langsung di dalam kawasan ini. Ajang pertemuan ini sangat bermanfaat bagi taman nasional dan LSM untuk berdiskusi, tukar pikiran masalah pelestarian hutan. Sehingga banyak sekali muncul berupa saran, pendapat bahkan menjadikan pertemuan untuk belajar mengenal sesama petugas. G. Biaya tiket masuk. Seperti halnya memasuki kawasan taman nasional lainnya di Indonesia, mengikuti program pendidikan di sini bagi sekolah pilihan atau sekolah yang mampu, serta keluarga atau lebaga lain dipungut biaya. Selain biaya tiket masuk taman nasional serta asuransi, juga dikenai biaya program. Biaya program disini dimanfaatkan untuk membeli bahan dan peralatan pendidikan, perawatan fasilitas, dan dana untuk pendidikan subsidi silang. Biaya ini tentunya dapat disesuaikan dengan kondisi daerah yang akan dikembangkan atau insatnsi yang akan melakukan kegiatan. H. Kunjungan terbatas dan pemanduan. Daerah tujuan wisata, tentu banyak sekali permasalahan, mulai dari sampah, vandalisme, pengambilan tanaman dari dalam hutan dsb. Sebenarnya permasalahan ini dapat diatasi dengan membatasi kunjungan, serta memandu
Belajar dari Nol
68
semua pengunjung yang memasuki kawasan taman nasional. Memang pekerjaan ini banyak memerlukan sumber daya manusia yang terlibat, namun apabila dilakukan dengan benar-benar masalah tersebut akan dapat diatasi. Khususnya kawasan yang akan dibuka, maka sistem itu selayaknya harus diawali sedini mungkin. Sistem pemanduan memasuki kawasan konservasi, di PPKA Bodogol dibagi dalam kelompok. Satu kelompok maksimum 5 orang ditambah pemandu atau interpreter yang dapat menjelaskan tentang kehidupan di dalam hutan. Pemandu dapat dari tenaga volunteer, kader konservasi, masyarakat lokal ataupun polisi hutan yang tentunya telah diberikan pelatihan tehnik-tehnik pemanduan, menghadapi pengunjung serta bahan-bahan yang perlu dijelaskan kepada pengunjung. I. Prospek pendidikan konservasi yang mandiri. Prospek ke depan program pendidikan mandiri ini cukup meyakinkan, tergantung dari pengelolaanya dan kemauan untuk membuat sebuah pendidikan yang berkesinambungan. Untuk itu perlu kerjasama antara instansi pemerintah yang memiliki hak untuk pengelolaan (taman nasional, perhutani, BKSDA dsb) dengan lembaga swadaya masyarakat yang telah mampu melakukan program tersebut. Selain itu juga perlu melibatkan masyarakat lokal untuk mengelola usaha tersebut, misalnya sebagai pemandu, pengelola pondok, penyedia makanan dsb.
Belajar dari Nol
69
Disamping itu pemasaran dan pembuatan jaringan kerja adalah sisi lain untuk sukses program tersebut. Karena dengan melakukan kerjasam ayng disebutkan di atas dapat menghasilkan dana untuk kegiatan pendidikan yang mandiri.
Belajar dari Nol
70
Bagian Kesepuluh Mengemas Sebuah Paket Pendidikan Konservasi Alam A. Bagaimana mengemas program Ada seorang anak menanyakan, mengapa hutan itu harus dilindungi ?. Mengapa binatang tidak boleh ditangkap dan dipelihara ?. Mengapa banyak binatang memakan tanaman di ladang, bukan cari makan dihutan ?. Pertanyaan ini sangat sederhana, dan dilontarkan seorang siswa sekolah dasar di pedalaman Kalimantan Tengah. Adalagi siswa sekolah dasar di Jawa Barat, bertanya mengapa burung gelatik di desanya lenyap, padahal dulu kata neneknya, banyak sekali ditemukan burung gelatik di sawah. Untuk menjawab pertanyaan tersebut bagi siswa sekolah dasar dengan bahasa ilmiah, sebab akibat, yang satu tergantung dengan yang lain, tentu sulit dipahami dan dimengerti. Mereka hanya tahu bahwa burung yang bagus sungguh indah kicauannya bila di dalam sangkar. Hutan dengan pohon-pohon yang besar, tentunya sangat kuat bila digunakan untuk bangunan, dan sebagainya seperti yang kerjakan oleh orangtuanya sebagai penebang pohon. Menjawab pertanyaan tersebut, tentu harus menggunakan cara tersendiri untuk anak-anak sesuai dengan alam pikirannya serta daya tangkapnya. Cara menjelaskan
Belajar dari Nol
71
permasalahn itu akan cepat dimengerti bila digunakan sebuah permainan, yang tentunya sangat disukai oleh anakanak seusianya. Misalnya dengan permainan jaring-jaring kehidupan, dimana setiap mahluk hidup yang satu dengan yang lain akan selalu tergantung dalam hidupnya. Apabila terjadi pemutusan oleh salah satu jaring, maka akan terganggu kehidupan di alam ini. Tentunya permainan-permainan ini untuk mengetahui maksud dan tujuan atau sebuah makna permainan tak hanya untuk anak-anak saja, namun dapat pula ditujukan kepada orang dewasa yang tidak tahu tentang permasalahan lingkungan hidup. Pendidikan mengenai konsep-konsep dan pentingnya konservasi alam pun dapat disampaikan dengan cara ini. Didasari hal tersebut serta masih terbatasnya informasi mengenai berbagai permainan alam maka pengalaman dalam melakukan pendidikan konservasi alam untuk berbagai kalangan baik siswa sekolah hingga masyarakat umum ini dapat bermanfaat. B. Mengapa permainan ? Bermain, sesungguhnya tidak hanya dimiliki oleh bangsa manusia saja, yang merupakan mahluk yang diciptakan Tuhan paling sempurna. Namun juga dimiliki atau dilakukan oleh satwa, khususnya binatang yang mempunyai tulang punggung (vertebrata). Bermain juga tidak dimonopoli oleh mahluk hidup di masa anak-anak atau remaja, namun juga dilakukan oleh mereka yang telah menginjak usia dewasa atau usia lanjut.
Belajar dari Nol
72
Pada mahluk hidup, bermain adalah proses belajar. Umumnya, merupakan salah satu aktifitas harian untuk membentuk diri. Pada saat bermain, mereka melakukan kagiatan meniru atu mencontoh atau dalam alam khayal mereka, seolah-oleh sudah dewasa. Misalnya satwa karnivora (pemakan daging dan pemburu) saat saat tertentu bermain atau berlatih untuk memburu mangsa. Bahkan seringkali terjadi satwa buruan dipermainkan terlebih dahulu sebelum dimakan. Atau satwa primata belajar membuat sarang, belajar bergantungan saat induknya tidak ada aktifitas. Pada bangsa manusia, bermain, lebih cenderung untuk belajar mengenal sesuatu yang ada di sekitar kita atau membayangkan permainan tersebut di luar alam pikiran mereka, seolah-olah sudah mampu untuk mandiri. Di masa anak-anak ada istilah “teman bermain dalam khayalan”. Misalnya anak lelaki yang bermain dengan pesawat atau mobil-mobilan. Dalam khayalannya mereka telah mampu untuk mengemudi pesawat atau mobil. Bahkan mampu melakukan perlawanan bila ada musuh yang mengganggu. Atau anak perempuan yang bermain dengan boneka atau alat-alat dapur. Dalam alam khayalannya, anak-anak tersebut seolah-oleh telah mampu untuk memasak dan berperan sebagai ibu rumah tangga untuk mengasuh anakanak atau bayi, seperti yang dilakukan oleh orangtuanya. Permainan-permainan adalah sesuatu kegiatan yang disukai anak-anak, berkumpul, bergembira, berkreasi dalm alam pikirannya. Untuk itu pesan-pesan untuk kegiatan pelestarian alam dpat disisipkan dalam permainan ini. Ada beberapa tingkatan untuk memperkenalkan pelestarian terhadap anak-anak usia sekolah ini, yaitu :
Belajar dari Nol
73
1. Tahap perkenalan. Dalam tahapan ini anak-anak dikenalkan tentang jenis-jenis flora dan fauna melalu permainan. Pengenalan ini dapat menggunakan indera mereka, yaitu mencium, meraba, merasa, melihat dan mendengar. Dengan mengenal beberapa jenis flora dan fauna dengan berbagai bentuk permainan, daharapkan mereka akan mengenal dan mencintai. 2. Pengetahuan tentang timbal balik atau saling ketergantungan. Dalam permainan ini lebih mengarah kepada sebuah pengetahuan, bahwa manusia atau mahluk hidup yang ada di dunia ini tidak dapat hidup sendiri, saling tergantung satu sama lain. Permainan permainan ini akan menunjukkan bahwa bila di alam terjadi pemutusan hubungan ini, maka akan terganggu keseimbangan lingkungan. 3. Sebab akibat. Permainan juga dapat disisipkan sebuah pesan konservasi tentang sebab akibat terjadinya ketimpangan dalam kehidupan di alam. 4. Jalan keluar. Untuk mengambil jalan keluar dan memecahkan suatu masalah, juga dapat dilakukan dengan permainan. Dari proses sebuah permainan yang diberikan kepada siswa, diharapkan dapat dikenal, dimengerti dan dipahami serta tidak membosankan. Sehingga permainan merupakan salah satu jalan untuk menyampaikan pesan-pesan apa saja kepada anak usia sekolah.
Belajar dari Nol
74
C. Makna sebuah permainan. Permasalahan lingkungan semakin komplek, penambahan penduduk terus meningkat, sehingga perlu terjadinya sebuah keseimbangan lingkungan. Pendidikan formal yang dilakukan di sekolah-sekolah masih belum banyak berperan dalam memecahkan permasalahan lingkungan. Sedangkan pendidikan lingkungan saat ini, sangat sulit dilakukan dengan cara pendidikan formal, atau pendidikan, penyuluhan di dalam ruangan, khususnya bagi masyarakat pedesaan dan siswa sekolah. Pendidikan lingkungan saat ini yang sedang dilakukan dikemas dalam bentuk permainan, dan dilakukan di luar ruangan. Dengan sebuah permainan yang digemari oleh siswa, diharapkan dapat dimengerti oleh speserta. Semua kegiatan yang dilakukan, tentu mempunyai tujuan yang hendak dicapai. Demikian juga permainan-permainan yang diberikan kepada pengunjung ataupun siswa sekolah yang datang atau mengikuti program-program pendidikan di ALAM KITA. Setiap permainan yang diberikan, mempunyai arti atau makna bagi pengunjung tentang pengetahuan terhadap alam. Diharapkan peserta dapat mengetahui dengan sendirinya tentang arti sebuah permainan. Makna dari sebuah permainan dapat berupa penghayatan, pemahaman, dan pengertian. Atau untuk selanjutnya peserta diharapkan akan mengetahui, menyadari dan dapat menularkan pengetahuan itu kepada masyarakat luas, syukur kalau mampu, dapat mengajak masyarakat
Belajar dari Nol
75
sekitarnya untuk melakukan kegiatan dan usaha pelestarian alam. Untuk itulah peran dari seorang pemandu, pembawa acara atau interpreter sangat penting untuk mengarahkan peserta dalam melakukan sebuah permainan serta tukar pengalaman dalam diskusi, sangat dibutuhkan, agar makna yang terungkap dari peserta bisa diambil sebuah pemahaman yang cukup jelas. Makna-makna sebuah permainan sebaiknya dibahas setelah permainan dilakukan. Peserta diajak berdiskusi, kesankesannya. Sedapat mungkin setiap peserta berbicara tentang arti permainan tersebut. Permainan-permainan yang diberikan atau diperagakan, sebainya dilakukan dengan sepenuh hati, benar-benar, serius tapi santai dan selalu bergembira. Setiap permainan mempunyai tujuan tentang pesan-pesan yang akan disampaikan. Misalnya permainan untuk perkenalan, antusias ataupun evaluasi. Sehingga permainan itu akan tercapai tujuan yang diinginkan. D. Permainan Sebagai Media Pendidikan Lingkungan Salah satu metode penyampaian materi pendidikan lingkungan adalah melalui bentuk permainan. Melalui proses bermain ini dimungkinkan penyampaian berbagai pesan dalam suasana yang santai dan ringan akan dimengerti oleh peserta. Selanjutnya, satu hal yang penting dalam kegiatan bermain adalah diikutinya kegiatan dengan suatu proses ‘berbagi rasa’ atau sharing. Proses ini sangat penting dan mutlak dilakukan jika ingin menyampaikan materi mengenai
Belajar dari Nol
76
pendidikan lingkungan. Hal ini dikarenakan di dalam proses berbagi rasa setiap peserta diberi kesempatan untuk mengungkapkan perasaan dan pengalaman yang diperoleh melalui kegiatan bermain tersebut. Perasaan dan pengalaman yang diperoleh ini menyiratkan makna yang didapat oleh peserta dari kegiatan tersebut. Makna dari permainan tersebut bisa berupa penghayatan, pemahaman, pengertian atau yang lainnya. Oleh sebab itu peran dari seorang pemandu untuk mengarahkan peserta dalam sharing sangat dibutuhkan, agar makna yang terungkap dari peserta bisa diambil sebuah pemahaman yang cukup jelas. Misalnya dalam permainan penebang pohon, pada akhir sharing diharapkan peserta memahami benar pentingnya pohon untuk kehidupan satwa. Hal-hal yang harus diperhatikan dalam bermain : • Tingkat usia • Jumlah peserta • Memberi rasa aman • Kesiapan peserta • Kesiapan fasilitator E. Tahapan Bermain Agar penyampaian materi mencapai tujuan yang diinginkan, ada beberapa tahap yang perlu dilakukan. Setiap tahap memiliki fungsi dan tujuan berbeda. Secara umum, tahapan tersebut adalah: 1.1. Memecahkan suasana beku. Umumnya, di awal suatu kegiatan, peserta seringkali masih merasa malu, ragu, maupun takut, terutama jika antar Belajar dari Nol
77
peserta belum saling mengenal. Permainan yang bersifat pemecah kebekuan (ice breaking) ini memegang peranan penting untuk bisa merangsang rasa ingin tahu dan membangun konsentrasi peserta karena kegiatan ini berfungsi sebagai sarana perkenalan antar peserta maupun fasilitator, membangkitkan semangat dari para peserta, maupun untuk meminimalkan kepasifan dari para peserta. Jenis permainan ini biasanya selalu diadakan di awal rangkaian kegiatan, merupakan aktivitas yang memancing tawa, dan memberi kesempatan bagi para peserta untuk berinteraksi secara aktif dan intensif (misalnya bersentuhan, bercakap-cakap/menyampaikan informasi, dsb). Waktu yang diperlukan adalah sekitar 5 – 10 menit. 1.2. Materi/Antusiasme Materi dan antusiasme, merupakan pokok dan tujuan sebuah permainan itu dilalakukan. Umumnya permainan ini menimbulkan keingin tahuan peserta dari sebuah permainan tersebut. Atau sebuah permainan untuk memberikan pengetahuan tentang alam kepada peserta, melalui permainan. Misalnya pengetahuan tentang jaringjaring kehidupan. Mahluk hidup di alam saling tergantung satu sama lain. Apabila salah satu terputus, makan kehidupan mereka di alam akan terganggu. Hal ini dapat ditunjukkan dengan permainan yang mudah dihayati oleh peserta. Masih bayak contoh permainan lainnya. 1.3. Evaluasi Sebuah pendidikan di alam dapat diketahui diketahui atau dihayati oleh peserta atau tidak, dalam akhir sebuah kunjungan dapat dilakukan evaluasi langsung. Evaluasi ini dapat dilakukan dengan sebuah permainan juga. Misalnya
Belajar dari Nol
78
membuat puisi, ceritera, lukisan dsb. Hal ini dapat menjadi kenangan pengunjung setelah meninggalkan lokasi pendidikan. 1.4. Sharing Tukar pengalaman setelah kunjungan lapangan sangat penting artinya dalam sebuah pendidikan konservasi alam. Tidak semua pengunjung mengetahui atau menemui sesuatu yang dianggap menarik bagi mereka. Ada yang suka serangga, tapi ada pula yang suka dengan tumbuhan dsb. Untuk itu tukar pengalaman setelah kembali dari lapangan, tukar pengalaman ini diharapkan dapat menambah wawasan peserta atau pengetahuan tentang kehidupan di alam. F. Peranan Fasilitator Fasilitator sebuah permainan, merupakan salah satu yang mendukung dalam penyampaian informasi atau pengetahuan alam kepada pengunjung. Untuk itu ada beberapa hal yang perlu diperhatikan oleh fasilitator dalam memandu sebuah permainan. G. Memilih permainan yang tepat bagi kelompok yang bersangkutan. Hal-hal yang perlu diperhatikan antara lain: tujuan yang ingin dicapai, jumlah dan umur peserta, alat bantu yang diperlukan, tempat dan waktu yang tersedia. Perhatikan pula kondisi peserta, jika kelihatannya merasa lelah, pilihlah permainan yang menghibur dan menyegarkan, serta tidak banyak gerakan fisik. Jika
Belajar dari Nol
79
permainan membutuhkan konsentrasi dari peserta maupun suasana yang tenang, pilihlah waktu pagi atau malam hari. Di awal permainan, peserta seringkali merasa ragu atau kuatir, hal ini adalah hal biasa. Untuk menghadapi hal ini, yakinkan peserta bahwa permainan tidak akan membahayakan diri mereka. Selain itu, pilihlah beberapa permainan singkat yang bersifat menghibur dan mencairkan kekakuan suasana. Jangan ragu untuk mengubah atau melakukan improvisasi terhadap jenis permainan yang dipilih. Pilihan kata, istilah, contoh, dan sebagainya yang cocok bagi satu kelompok, belum tentu akan dimengerti/memiliki makna bagi kelompok berbeda. Untuk itu, fasilitator dapat mengganti/mengubahnya agar sesuai dengan keadaan kelompok. H. Mengatur ruangan latihan Aturlah posisi agar antar sesama peserta dan fasilitator dapat bebas saling melihat satu sama lain. Sebisa mungkin jauhkan benda-benda (misalnya meja tulis) yang dapat menghalangi komunikasi dan menjauhkan satu sama lain. Posisi yang paling memungkinkan untuk hal ini adalah duduk dalam lingkaran. Selain memberi kebebasan untuk saling memandang, posisi ini juga memberi perasaan kesamaan hak, tidak ada yang lebih istimewa dari yang lain. I. Membawakan permainan Tahap permulaan Æ fasilitator mengusulkan suatu permainan, menjelaskan cara dan aturan bermain. Pastikanlah bahwa semua peserta memahami cara dan peraturan tersebut. Jika perlu beri kesempatan untuk
Belajar dari Nol
80
mencoba atau memberi contoh, sebelum mulai bermain yang sesungguhnya. Penjelasan yang diberikan sebaiknya dihafalkan terlebih dulu. Jika penjelasannya dibacakan maka interaksi dengan para peserta akan terasa kaku dan membosankan. Tahap bermain Æ Peran aktif peserta merupakan penentu dari hasil proses bermain. Fasilitator merupakan pengamat dari proses tersebut, yang akan berguna untuk pembahasan evaluasi setelah bermain selesai. Untuk membina keakraban antara peserta dan fasilitator, serta menumbuhkan keberanian, fasilitator dapat ikut berpartisipasi dalam permainan. Dalam hal ini fasilitator harus bertindak sebagai ‘salah satu anggota kelompok’. Namun demikian, fasilitator perlu hati-hati, agar peserta tetap bersikap sebagaimana adanya dan tidak hanya mengulangi/meniru tingkah laku fasilitator. Tahap evaluasi dan refleksi Æ Tahap ini sangat penting dan tidak boleh terlewatkan. Melalui tahap ini, arti dan pentingnya permainan baru akan jelas bagi para peserta. Fasilitator perlu memotivasi peserta, untuk memikirkan pengalaman yang diterima dan memberanikan mereka untuk mengungkapkan pikiran dan perasaannya. Pertanyaan tentang pengalaman dan perasaan mereka setelah bermain, dapat membantu peserta pada tahap ini. Dalam tahap ini, fasilitator memberi kesempatan pada semua peserta untuk berbicara. Pada akhirnya, fasilitator menutup proses bermain dengan memberikan kesimpulan pikiran dan perasaan peserta, serta menunjukkan hasil atau arti penting dari permainan yang baru saja dilakukan.
Belajar dari Nol
81
J. Bagaimana caranya menjadi fasilitator? • Milikilah rasa humor • Gunakan bahasa yang mudah dimengerti, hindari penggunaan jargon/istilah tertentu • Hadapi peserta dengan luwes, tidak kaku • Berikan waktu yang cukup bagi peserta untuk berpikir dan menjawab • Ungkapkan perasaan sendiri. • Perhatikan kondisi diri sendiri. (hal ini merupakan pegangan untuk merasakan situasi di dalam kelompok. Jika fasilitator merasakan suatu kebosanan, biasanya kelompok juga memiliki perasaan serupa) • Perhatikan bahasa tubuh para peserta. K. Fasilitator sebaiknya menghindari. • Menilai pemikiran dan perasaan peserta (kelompok juga jangan menilai hal-hal yang diungkapkan oleh peserta). • Di dalam setiap permainan tidak ada yang benar atau salah. Proses bermain memberi kesempatan penghayatan yang berbeda bagi masing-masing peserta. Satu peserta akan merasakan arti bermain yang bersifat subyektif dan berbeda dari peserta lain. • Menolong/membantu peserta, karena peserta akan menolong dirinya sendiri. • Memakai kalimat “seharusnya....’, atau ‘sebaiknya ...’ • Sebaiknya tidak memaksakan peserta untuk melakukan tindakan apa pun. • Memberikan jawaban atas masalah peserta. Beri dorongan pada peserta untuk menemukan jawaban
Belajar dari Nol
82
sendiri, jangan memberi ceramah atau nasehat tentang suatu hal.
Belajar dari Nol
83
Bagian Kesebelas BAWALAH MAKANAN YANG MEREKA SUKAI A. Dimana akan melakukan PKA Mengembangkan atau melakukan program pendidikan konservasi, kita harus melihat dimana akan dilakukan dan apakah issu yang saat ini mencuat di kalangan masyarkat. Tentu kita tidak bisa melakukan program pendidikan atau penyuluhan itu dengan berbagai macam larangan-larangan, yang dalam kenyataannya larangan itu berupa mencegah atau melarang melakukan kegiatan kepada masyarakat dimana pekerjaan yang dilakukan itu merupakan mata pencahariannya. Ada beberapa pengalaman yang selama ini dilakukan oleh pada “pendidik” dilapangan dengan menggunakan cara yang berbeda dengan metodependidikan konservasi. Kalau pendidikan yang memberikan pengetahuan dan pandangan tentang alam dan kita ini, dilakukan dengan cara-cara lama seperti adanya larangan-larangan atau sosialisasi undang-undang pelestarian alam yang isinya dilarang itu dan tidak boleh ini itu, maka “pendidikan ini” niscaya kurang peminantnya atau tak ada yang “makan” sama sekali. Setiap generasi memang berbeda perilaku, keinginan serta sesuatu yang sedang “ngetren”. Tahun 1980-an di sebuah
Belajar dari Nol
84
kota yang memiliki taman nasional, anak-anak muda saat itu sangat suka dengan sesuatu yang baru katakanlah “kelompok pecinta alam” yang di dalam benaknya adalah yang suka melakukan tantangan seperti naik gunung, panjat tebing, arus liar dsb. Mungkin sudah berbeda dengan tahun 1990-an atau 2000-an saat ini. Di tempat yang sama ketertarikan anak-anak muda ini berbeda. B. Membuat progrm yang disukai Untuk menarik perhatian dikalangan sekolah atau anak muda dan juga dapat diterapkan diberbagai instansi, “kue konservasi” yang ditawarkan memang sedikit berbeda dengan program pendidikan koservasi yang selama ini dilakukan oleh para penggiat pendidikan konservasi. Di Sibolangit Sumatra Utara program ini dilakukan dengan “bungkusan” permainan outbound yang disukai oleh peserta. Sedangkan di Pangkalan Bun tak jauh berbeda apa yang dilakukan di Sibolangit. Nah, pendidikan konservasi saat ini sudah memasuki ke berbagai sektor, baik swasta ataupun pemerintahan, namun dalam kemasan yang berbeda yang kalau dilihat, tidak nampak apa isi program tersebut. Misalnya beberapa perusahaan besar di Jakarta, pernah “membeli” program dengan kemasan “pelatihan peningkatan kapasitas SDM” dengan berbagai permainan yang isinya tentang filosofis sebuah pekerjaan. Namun dalam permainan-permainan itu sarat dengan permainan konservasi. Bungkusan inilah yang perlu dibuat agar mempunyai nilai jual, baik secara materiil dengan nilai uang, ataupun nilai jual ada yang “mau” mengikuti program pendidikan
Belajar dari Nol
85
konservasi yang dilakukan. Petualangan di alam bebas yang digemari oleh para eksekutif muda dari berbagai kota besar, rupanya juga mempunyai nilai jual tersendiri buat pendidikan konservasi. Petualangan menelusuri sungai yang pernah dilakukan oleh kelompok volunteer, rupanya juga mempunyai daya tarik tersendiri. Letak pendidikan konservasi beberapa program yang dikemas di atas, terletak pada interpretasi jalur selama program itu berlangsung. Misalnya menelusuri sungai yang sangat kaya akan keunikan pada hutan hujan tropis, pemandu dapat menceriterakan akan nilai-nilai yang ada. Misalnya tanaman obat, tanaman yang dapat dimakan, sifat mahluk hidup yang saling ketergantungan satu sama lain ataupun permainan-permainan selama dalam perjalanan. Program Pendidikan yang dikembangkan oleh Conservation Internatinal Indonesia (CII) mula-mula dilakukan di Pusat Pendidikan Konservasi Alam Bodogol, di kaki Gunung Gede Pangrango Jawa Barat. Program ini merupakan kerja sama dan membentuk Konsorsium antara CII, Balai Taman Nasional Gunung Gede Pangrango dan Yayasan Alam Mitra Indonesia (Alami). Di lokasi ini pengunjung dipimpin oleh pemandu atau interpreter lokal yang dilatih dan telah menguasai materi yang ada di dalam kawasan hutan. Para pengunjung selain mendapatkan pengetahuan tentang hutan hujan tropis juga diberikan permainan-permain yang bersifat mendidik, karena permainan ini merupakan salah satu isi dari sebuah pendidikan konservasi.
Belajar dari Nol
86
Membuat makanan yang enak, tentunya membutuhkan bumbu dan peramu yang baik, atau melakuka uji coba beberpa kali. Demikian juga pendidikan konservasi. Makanan apa yang disukai, materi apa yang akan diberikan dan peramu yang yang memiliki jiwa pendidik, penyebar informasi.
Belajar dari Nol
87
Bagian Keduabelas Pendidikan Keliling A. Mengapa keliling?
harus
penyuluhan
dan
pendidikan
Semula berpikiran bahwa semua orang atau siswa sekolah tidak bisa datang ke lokasi atau kawasan yang mempunyai program pendidikan konservasi, khususnya di PPKA Bodogol yang berada di dalam kawasan Taman Nasional Gunung Gede Pangrango Jawa Barat dan PPKA di Taman Wisata Sibolangit Sumatera Utara. Waktu itu untuk memecahkan masalah ini, para pendidik di lapangn datang ke sekolah-sekolah atau masyarakat dengan memutar film hiburan. Ternyata program ini efektif untuk lebih luas dalam penyebaran informasi, usaha untuk “mengunjungi” sekolah atau desa yang berdekatan dengan kawasan konservasi. Maka dibuatlah program “mobil keliling” atau istilah para relawan atau volunteer adalah “program ngamennya pendidikan konservasi alam”. Seperti halnya program penyuluhan keliling yang dilakukan berbagai lembaga, adalah sebuah kegiatan yang selalu berpindah dari satu tempat ke tempat yang lain, mengunjungi komunitas masyarakat tertentu, yang perlu mendapatkan pengetahuan tertentu pula. Misalnya masalah pertanian, keluarga berencana, kehutanan dan pelestarian alam atau promosi tertentu yang menawarkan sebuah produk (hasil).
Belajar dari Nol
88
Namun dalam program kali ini, lebih terfokus pada penyebaran informasi mengenai “pelestarian alam” dengan berbagai cara. Kegiatannya tidak jauh berbeda dengan program “penyuluhan keliling” lainnya yaitu pemutaran film, penyebaran brosur dsb. Usaha ini rupanya lebih meluas, tidak hanya siswa sekolah yang formal atupun non formal, tetapi juga telah memasuki masyarakat perkotaan yang jauh dengan kawasan “pelestarian alam” dan juga melakukan ke kalangan “pemegang keputusan”. Hal ini sangat penting artinya, karena para perusak hutan, tidak hanya di kalangan masyarakat yang tinggal di pinggiran hutan, tetapi masyarakat perkotaan yang memiliki modal, belum tahu atau tidak mau tahu tentang arti sebuah “pelestarian alam”. Kalangan perguruan tinggi, yang akan mencetak para ilmuwan yang “penerus” operasional bangsa, sangat penting artinya bagi kegiatan MU yang memiliki tujuan untuk “menyebar” pengetahuan tentang pelestarian alam. Banyak sekali para “pecinta alam” yang bergabung dalam sebuah organisasi dan kumpulan mahasiswa yang memiliki latar belakang disiplin ilmu yang tidak sama, ilmu ini penting artinya bagi mereka, dengan harapan mendukung sebuah usaha “melestarikan alam”. Kegiatan yang dilakukan mobile unit dimulai dari survey pengetahuan, penyusunan isi program media (materi), identifikasi daerah sasaran, penilaian kebutuhan materi layak terap, sosialisasi, administrasi ke pemerintah dan terakhir kegiatan kampanye itu sendiri.
Belajar dari Nol
89
B. Target dan sasaran Target sasaran dalam melakukan program pendidikan keliling ini adalah masyarakat desa/kota yang berdampingan dengan habitat satwa yang dilindungi atau lokasi-lokasi dimana konflik antara manusia dan satwa liar terjadi terjadi. Sasaran atau target program yang dilakukan dibuat suatu pengelompokan. Tujuan dari pengelompokan ini untuk mempermudah pencapaian hasil. Misalnya, masyarakat secara umum dalam satu desa, pejabat pemerintah pengambil keputusan yang berkaitan dengan issu yang muncul, tokoh politik, tokoh adat, pengusaha, tokoh agama, wakil rakyat, mahasiswa dan pelajar dari tingkat SD sampai SLTA. C. Tujuan dan kerangka kegiatan Program kampanye penyadaran dan pendidikan konservasi keliling untuk penyelamatan satwa dan habitatnya yang dilakukan Conservation International Indonesia mempunyai beberapa tujuan antara lain: 1. Berupaya melakukan penyebaran informasi secara lebih luas, dan berkunjung langsung ke daerah sekitar kawasan pelestarian. 2. Meningkatkan pengetahuan mengenai usaha pelestarian alam yang dilakukan oleh beberapa kalangan. 3. Menciptakan sebuah bentuk kesadaran dan sedapat mungkin mendorong masyarakat melakukan tindakan konservasi. Materi-materi penyadaran dan pendidikan tentang penyelamatan satwa dan habitatnya dikemas dalam bentuk yang sederhana dan disesuaikan dengan kondisi kelompok
Belajar dari Nol
90
sasaran. Capaian jangka panjang dari program ini adalah meminimalisir masalah seperti perburuan, perdagangan, pemeliharaan dan perusakan habitat satwa yang dilindungi. Kerangka berpikir kegiatan mobile unit menggunakan prinsip pengemasan pesan yang terarah. Arah pengemasan komunikasi ditujukan kepada kepentingan sumber, yakni : • memberi informasi, • mendidik, • menghibur, dan • menganjurkan suatu tindakan konservasi kepada masyarakat. D. Pelaksanaan program dan metode yang umum dilakukan Metode penyampaian pesan dilakukan dalam bentuk hiburan dan bermain bersama dengan menggunakan mediamedia komunikasi seperti: • Video film, (komunikasi massa), yang bercerita tentang adanya kearifan tradisional masyarakat dengan lingkungannya dan tentang skenario kehidupan alami species orangutan. • Poster (komunikasi massa) • Info sheet (komunikasi massa) • Lembar dakwah Islam dan Kristen (komunikasi massa) • Diskusi formal (dilakukan kepada para decission maker di daerah) • Diskusi warung kopi (komunikasi kelompok) • Pertemuan desa/adat (komunikasi kelompok) • Ketangkasan • Game
Belajar dari Nol
91
• •
Quis Pertemuan pribadi (komunikasi antar pribadi-dilakukan kepada para tokoh formal/informal).
Program MU yang bergerak dari satu tempat ke tempat lain, tentu memerlukan alat dan program yang perlu disampaikan kepada kelompok sasaran. Ada beberapa hal yang selama ini dilakukan dalam kegiatan “penyuluhan keliling”. Di bawah ini ada beberapa hal yang perlu diperhatikan saat melakukan program pendidikan keliling. Ini merupakan contoh kasus yang selama dilakukan oleh Tim MU Mawas di Sumatera Utara dan MU MOTEL “Moli dan Telsi” di PPKA Bodogol. •
Alat Sebelum munculnya peralatan yang “canggih” seperti LCD dan laptop, pendidikan keliling dilakukan dengan alat yang sederhana. Misalnya dengan berbagai gambar yang didesain seperti halnya poster, dan educator menjelaskan dan menerangkan tentang gambar yang ada. Setelah itu dengan prsentasi slide program, menunjukkan gambar-gambar hasil “jepretan” yang menarik. Bila menggunakan film, tentu peralatan cukup mahal pada jaman itu. Misalnya harus memilik projector, film rol dsb. Atau setelah ada vedio player, dapat pula, namun harus membava TV dsb. Film yang berbentuk VCD saat ini juga sudah melimpah, alat rekam ulang juga dapat ditemukan dibeberapa kota, sehingga melakukan program pemutara film cukup
Belajar dari Nol
92
membawa bahan dan materi, dan dapat diputar di desa atau keluarga yang memiliki alat tersebut. Kini alat semakin canggih, dan “penerima” program akan lebih tertarik dengan diputarkan film yang menggambarkan tentang alam dan lingkungan. Misalnya tentang flora fauna, kekayaan alam ataupun film hiburan. Tanpa alat “canggih” yang harganya juga cukup mahal, sebenarnya dapat dilakukan, bila kita ada kemauan, dengan membuat sebuah cara, bagaiman agar program itu dapat terlaksana. •
Presentasi Sebelum pemutaram film flora fauna atau hiburan, sebaiknya menyiapkan presentasi tentang kegiatan yang dilakukan. Dalam presentasi ini dapat digambarkan tentang lembaga tempat kita bekerja, kondisi alam, hasil penelitian, program kerja dan lembaga yang tergabung dalam kegiatan tersebut.
•
Film pengetahuan dan hiburan Film yang menarik, adalah film yang memiliki durasi pendek, khususnya yang memiliki tujuan untuk menggugah “kesadaran” tentang masalah pelestarian alam. Selain itu yang memiliki hubungan timbal balik, sebab akibat dari kegiatan manusia dan keberadaan sesuatu mahluk yang ada di alam. Selain film tentang lingkungan, ada baiknya disediakan film hiburan, umumnya di daerah-daerah yang memang “kurang hiburan”. Pembuatan film dari desa satu dan diputar ke desa lain yang isinya tentang kegiatan positif terhadap lingkungan, merupakan salah satu cara untuk
Belajar dari Nol
93
“menggugah” desa tersebut. Tentunya pemutaran film ini juga harus dilihat “siapa” yang akan diberikan penyuluhan. Ada film yang sifatnya baik untuk segala usia, tapi ada juga film yang hanya baik diputar untuk usia dewasa. Beberapa film yang dibuat, ada yang sifatnya berdasarkan issu yang sedang berkembang. Misalnya musim kebakaran hutan, banjir dsb. Film film dokumenter semacam ini sangat baik artinya bagi masyarakat yang memang mengalami bencana yang sedang terjadi. •
Permainan Permainan konservasi atau sekedar “ice breaking” sebenarnya merupakan “selingan” selama melakukan kegiatan pendidikan keliling. Umumnya pendidikan keliling yang mempuyai waktu 3-4 jam (khusus di sekolah) merupakan waktu yang terbatas, sehingga sebaiknya disediakan permainan yang berkaitan dengan penyuluhan yang sedang dilakukan. Misalnya, jaring kehidupan yang memang menggambarkan bahwa mahluk hidup yang satu sangat tergantung dengan yang lain. Dan bila terjadi pemutusan atau punah, maka akan mengganggu keseimbangan lingkungan.
•
Perpustakaan & poster Seperti halnya permainan, perpustakaan kecil ini adalah pelengkap untuk menambah pengetahuan peserta program untuk membuka wawasan melalui bacaan atau gambar-gambar yang ada dalam buku. Sepertinya halnya sebuah “pameran dadakan”, program penyuluhan keliling ini membuka berbagai materi yang digelar
Belajar dari Nol
94
ditempat dimana kita akan melakukan program, seperti buku dan poster, serta gambar-gambar yang berupa ajakan untuk melestarikan alam. •
Quiz Hanyalah sebuah selingan, untuk mengetahui sejauh mana peserta program megetahui dan mencerna “informasi” yang sudah diberikan. Pertanyaan sekitar materi yang diberikan melalui presentasi atau film yang diputar. Selain itu pertanyaan yang ringan yang ada di sekitar kita. Dalam “quiz” berhadiah hanya sekedar daya tarik bagi mereka, seperti hanya penjual obat dengan “sulap” yang dimainkan. Bagian ini juga dapat dijadikan sarana “Monev” yang dilakukan, sejauh mana mereka dapat menyerap info yang dilakukan. Alangkah baiknya juga diberikan pra dan post test, untuk kegiatan monev.
•
Papan informasi Papan informasi sudah dirintis beberapa tahun yang lalu untuk membrikan informasi terkini tentang usaha pelestarian alam. Sarana ini sangat penting artinya untuk menjalin hubungan dengan daerah yang pernah dikunjungi oleh tim MU.
•
Syair dan lagu Di tempat lain, selain Bodogol dan Sibolangit, penulis juga mengembangkan program pendidikan keliling ke sekolah dan masyarakat, mencoba mengisi program ini dengan syair dan lagu. Sebenarnya hanya selingan, namun sedikit menggugah hati dengan kata-kata yang menyentuh hati.
Belajar dari Nol
95
•
Sendratari, drama dan pantomim Tarian tanpa kata-kata juga menarik bila yang melakukan program pendidikan keliling ini bersamasama dengan relawan. Contoh di Tanjung Puting Pangkalan Bun Kalimantan Tengah, program ini dicoba digali, dan ternyata potensi para volunteer cukup bagus, dan tanggapan masyarakat cukup menarik. Selain itu ceritera pendek yang dikemas dalam bentuk drama berdurasi 15-20 menit, juga mempunyai nilai dalam melakukan pendidikan keliling
Belajar dari Nol
96
Lampiran foto kegiatan : Searah Jarum Jam : Memberikan pengetahuan langsung dengan obyek akan lebih mudah dipahami bagi anak-anak. Jembatan Kanopi, merupakan obyek yang menarik bagi peserta pendidikan di alam. Penyiapan volunteer sebagai interpreter merupakan hal yang sangat penting dalam melakukan PKA. Simulasi mengenai kehidupa di alam adalah permainan yang mudah dimengerti dalam PKA. Pendidikan PKA bagi orangtua siswa (Foto dokumen CI Indonesia)
Belajar dari Nol
97
Searah Jarum jam : Kampanye lingkungan bersepeda keliling Sumatera Utara. Memperingati Hari Ibu 22 Desember momen yang bagus untu memperkenalkan lingkungan di kalangan Ibu rumah tangga. Pengkayaan materi bagi pendidik di lapangan. Tim Moli dan Telsi mempersiapkan peralatan untuk berkunjung ke sekolah. Display di lokasi pendidikan, dibuat berupa pertanyaan agar peserta PKA lebih aktif dalam mengikuti program. Program Moli Telsi di kalangan siswa sekolah di sekitar Pusat Pendidikan Konservasi Alam Bodogol sudah tak asing lagi.
Belajar dari Nol
98
Edy Hendras Wahyono sejak tahun 1983 telah aktif melakukan penelitian tentang satwa primata umumnya dan orangutan khususnya di Taman Nasional Tanjung Puting, Kalimantan Tengah. Sejak mahasiswa di Fakultas Biologi Universitas Nasional Jakarta, telah aktif menulis tentang artikel lingkungan hidup dan primata di beberapa media cetak. Semenjak tahun 1984 aktif di beberapa lembaga swadaya masyarakat yang bergerak dibidang pelestarian alam. Semenjak tahun 1996 bergabung di Conservation International Indonesia dan memegang Program Pendidikan Konservasi Alam. Berbagai buku telah ditulis mengenai pariwisata, diantaranya adalah menjadi pemandu ekowisata, buku panduan lapangan mengenai primata Indonesia dan berbagai buku mengenai pendidikan konservasi alam seperti buku panduan untuk interpreter, buku anak-anak seperti buku mewarnai satwa, buku ceritera untuk anak-anak, buku modul pendidikan konservasi, permainan alam dll.
Belajar dari Nol
99
Conservation International merupakan organisasi nir-laba yang berkarya di lebih dari 30 negara termasuk di Indonesia dan berada di empat benua. CI percaya bahwa warisan alam yang ada di bumi harus selalu di pertahankan, hal ini penting demi pertumbuhan spiritualitas, budaya dan ekonomi generasi yang akan datang. Misi CI adalah untuk melestarikan warisan alam dan keanekaragaman hayati di bumi, serta menunjukkan bahwa manusia dapat hidup harmonis dengan alam.
Jl. Pejaten Barat No 16A Kemang, Jakarta 12550 Phone : (021) 7883 8624, 7883 8626, 7883 2564, 7883 2564 Fax : (021) 780 6723 Website : www.conservation.or.id
Belajar dari Nol
100