Editor Ahli:
T.HaniHandoko Nurullndarti Rangga Almahendra
Manajernen dalam Berbagai Perspektif Hak Cipta ©2012 pada Penulis. Hak terbit pada Penerbit Disusun
oleh: T. Hani Handoko,
Erlangga
dkk.
Editor ahli: T. Hani Handoko Nurul Indarti Rangga Almahendra Editor Erlangga: Tim Perti I Desain Sampul: Yudi Nur Riyadi Desain Batik oleh Basu Swastha Dharmmesta Buku ini dilayout oleh Bagian Produksi Power Macintosh
Penerbit
G5 (Warnock
Erlangga dengan
Pro 11 point)
Dicetak oleh: PT Gelora Aksara Pratama 16 15 14 13 12 Dilarang keras merigutip, bentuk apapun,
menjiplak,
54321
memfotokopi,
atau memperbanyak
baik sebagian atau keseluruhan
memperjualbelikannya
isi buku ini, serta
tanpa izin tertulis dari Penerbit
© HAK CIPTA DILINDUNGI
Erlangga.
OLEH UNDANG-UNDANG
dalam
'I
Para pembelajar manajemen - ilmuwan, mahasiswa, dan praktisi - dan siapa saja yang mempelajari teori-teori manajemen untuk mendapatkan pedoman tentang penanganan isu-isu manajerial akan menemui keragaman perspektif variabel dan preskripsi. Sejak Adam Smith mengenalkan konsep spesialisasi pekerjaan hampir 200 tahun yang lalu, berbagai perspektif manajemen terus dikembangkan dan berevolusi sesuai dengan tuntutan masalah yang disebabkan oleh perubahan lingkungan bisnis. Sejumlah guru manajemen seperti Frederick Winslow Taylor, Max Weber, Henri Fayol, Douglas McGregor, Chester Barnard, Peter Drucker, dan banyak pemikir manajemen modern lainnya, telah memberi pondasi pengembangan pemikiran dan praktik manajemen hingga saat ini. Manajemen modern tentu saja bukan sekedar serangkaian perangkat dan teknik, tetapi lebih merupakan perspektif - suatu cara berpikir (a way of thinking). Perspektif mencerminkan keyakinan tentang tipe masalah yang bernilai untuk dipecahkan dan dapat diselesaikan, dan kemudian merumuskan solusinya. Sayangnya, kita semua, baik ilmuwan maupun praktisi manajemen, sering terpenjarakan oleh perspektif yang kita miliki, atau menjadi tawanan perspektif kita yang sempit. Sebagai sea rang ilmuwan at au akademisi, kita sering tidak terbuka terhadap berbagai pemikiran baru, dan enggan menguji kembali cara berpikir kita yang mungkin sudah usang dimakan zaman. lngat bahwa, "a way of thinking is also a way of not thinking." Sebagai manajer (praktisi), kita sering menjadi tawanan perspektif yang menempatkan suatu tujuan, seperti efisiensi, di atas berbagai tujuan lain. Buku Manajemen dalam Perspektif ini hadir terutama karena didorong keinginan untuk menyadarkan kita semua atas kenyataan tersebut, dan kemudian mendorong sikap pembelajaran yang lebih terbuka atas keragaman perspektif. Berbagai lensa, meskipun masih dalam jumlah terbatas untuk mencerminkan seluruh perspektif manajemen yang sangat beragam, dibahas untuk menunjukkan "kekayaan" teori dan praktik manajemen. Buku ini disusun menjadi enam bagian atas dasar perspektif yang mendasari setiap tulisan: (1) Perspektif Etika, Moralitas, Spiritualitas, dan Keberlangsungan, (2) Perspektif Kornpetensi dan Sumber Daya, (3) Perspektif Keperilakuan, (4) Perspektif Perubahan dan Kepemimpinan, (5) Perspektif Manajemen Berbasis Nilai, dan (6) Perspektif Manajemen dalam Aplikasi. Eksplorasi berbagai perspektif tidak dilakukan secara urut menurut fungsi, proses, ataupun bidang manajemen, sehingga para pembaca tidak harus mulai dari halaman pertama. Anda dapat memulai "perjalanan" dari bagian, bahkan tulisan manapun, dan dari satu tulisan ke tulisan lain dalam bagian-bagian yang berbeda sesuai minat. Setelah selesai membaca setiap tulisan sebaiknya Anda berhenti sejenak untuk merefleksikannya, karena sebagian besar tulisan lebih dimaksudkan umuk menstimulasi
Manajemen dal~m Berbagai Perspektif
pemikiran dan pengembangan lebih lanjut, bukan untuk memberikan solusi dan preskripsi. Bila pemikiran pembaca terusik dan kemudian bereaksi kritis, maka buku ini berhasil memberikan manfaat bagi pengembangan perspektif manajemen lebih lanjut. Bagian pertama, Perspektif Etika, Moralitas, Spiritualitas, dan Keberlangsungan, menjadi perspektif yang tepat untuk mengawali pembahasan. Bila kita menelusuri sejarah, pengembangan konsep dan praktik manajemen tidak pernah dapat dilepaskan dari isu-isu etika dan moralitas, meskipun dalam praktiknya sejak lama tidak dipedulikan. Kedua isu ini dikupas oleh dua tulisan pertama dalam konteks tata kelola organisasi yang baik (good corporate governance). Selanjutnya, tuntutan masalah lingkungan baru memunculkan dua isu terkait yang akhir-akhir ini semakin mendapatkan banyak perhatian - spiritualitas dan keberlangsungan (sustainability). Konteks pemasaran merupakan arena yang sesuai untuk memasarkan pentingnya nilai-nilai spiritualitas dan orientasi keberlangsungan sebagai pedoman praktik manajemen bisnis. Dalam bagian kedua, Perspektif Berbasis Kompetensi dan Sumber Daya dibahas dalam konteks manajemen inovasi sebagai sumber keunggulan kompetitif berkelanjutan. Pandangan berbasis sumber daya (resource-based view) tidak dapat dipungkiri telah menjadi pondasi berbagai pemikiran terkait urgensi inovasi dalam persaingan bisnis sekarang dan masa mendatang. Bagian ini memberikan berbagai tilikan (insights) tentang strategi internasionalisasi, proses institusionalisasi, dan peran manajemen pengetahuan, serta peran kepemimpinan dan sekolah bisnis dalam memprornosikan dan mengembangkan inovasi dan keprimaan operasional. Bagian ketiga, Perspektif Keperilakuan, menekankan pentingnya pemahaman aspek judgment, emosi, dan aspek-aspek keperilakuan lainnya dalam proses manajemen. Tulisan pertama mengingatkan keberadaan sejumlah jebakan bias dalam penggunaan pendekatan heuristik pada proses pembuatan keputusan manajerial. Tulisan kedua membahas konsep dan pengukuran ketertanaman pekerjaan (job embeddedness) untuk memahami fenomena perputaran karyawan. Tulisan ini mernberikan pembelajaran tentang penerapan prosedur penelitian "ilmiah" untuk mengukur konstruk keperilakuan. Selanjutnya, pada bagian keempat, Perspektif Perubahan dan Kepemimpinan, dikupas dua tantangan kritis yang saling terkait yang harus dihadapi organisasi dalam lingkungan kompetitif baru - perubahan dan kepemimpinan. Pembahasan diarahkan untuk menjawab empat pertanyaan penting: Bagaimana proses perubahan dapat dikelola secara efektif? Apa peran kepemimpinan dalam proses perubahan? Bagaimana dinamika hubungan antara kepemimpinan dan kepengikutan? serta, Apakah berbagai teori kepemimpinan dapat digeneralisasi lintas budaya dan lintas gender? Bagian kelima memfokuskan pada pembahasan Perspektif Manajemen Berbasis Ni!ai dalam literatur manajemen keuangan. Dalam konteks ini, manajemen berbasis nilai bertujuan mernaksimalkan kemakmuran para investor atau pemegang saham sebagai penyedia dana yang memungkinkan keberadaan dan operasi bisnis. Pembahasan dimulai dengan penerapan pendekatan terstruktur terhadap penciptaan nilai bagi investor. Tulisan berikutnya menguraikan penerapan pendekatan manajemen berbasis nilai dalam konteks pemberian bonus bagi manajemen puncak. Meskipun tidak secara eksplisit dikaitkan dengan manajemen berbasis nilai, dua tulisan lainnya memberikan ilustrasi
Kata Pengantar
upaya peningkatan nilai bagi organisasi clan investor melalui manajemen kekayaan clan penggunaan sekuritas derivatif clalam manajemen keuangan. Terakhir, Perspektif Manajemen dalam Aplikasi menunjukkan bahwa, pembahasan bidang manajemen tidak akan pernah kehabisan topik dan sangat luas. Tulisan pertama menghidupkan kembali teknik analisis "lama" SWOT. Pembahasan difokuskan pada dimensi-dimensi dasar analisis SWOT sebagai pertimbangan-pertimbangan penting dalam proses perencanaan strategis. Tiga tulisan terakhir menggambarkan luasnya pembahasan topik manajemen bisnis, mulai dari upaya memahami perilaku pengguna jejaring sosial online, mernbedah manajemen risiko kriminal di perusahaan-perusahaan Indonesia, sampai menguraikan peran clan fungsi bank sebagai lembaga keuangan yang unik. Semua tulisan dalam buku ini merupakan kontribusi dan hasil kebersamaan para dosen [urusan Manajemen Fakultas Ekonomika dan Bisnis Universitas Gadjah Mada (FEB UGM). Tanpa kontribusi semua penulis, buku ini tidak akan pernah terwujud. Oleh karena itu, kami memberikan apresiasi dan penghargaan sebesar-besarnya bagi mereka yang telah menunjukkan komitmen dan keterlibatannya pada program jurusan ini. Secara khusus, kami mengucapkan terima kasih kepada Prof. Dr. Marwan Asri, MBA, Dekan FEB UGM, atas clorongan dan dukungannya. Kami juga mengucapkan terima kasih kepada Dr. Sahid Susilo Nugroho, M.Sc, Ketua Iurusan Manajemen FEB UGM, yang tak kenallelah untuk terus memacu penyelesaian buku ini. Akhirnya, kami menyampaikan terima kasih kepada Rokhima Rostiani, M. D. Dipta Dharmesti, E. Dita Septiari, dan semua saja yang telah bekerja keras untuk mengedit dan memproses semua tulisan. Tidak lupa, kami mengucapkan terima kasih kepada Prof. Dr. Basu Swastha Dharmmesta, MBA atas sumbangan desain batik sebagai sampul buku ini clan Gigih Ginanjar yang telah mengubahnya menjadi desain sampul buku yang indah. Semoga buku ini menjadi awal kemunculan buku-buku [urusan berikutnya sebagai sumbangan bagi pengembangan ilmu pengetahuan dan pendidikan manajemen di Indonesia.
Bulaksumur, akhir Oktober 2011
T. Hani Handoko NurulIndarti Rangga Almahendra
••••
Kata Pengantar
v
Daftar Isi
viii
II BAG IAN
I
Perspektif Etika, Moralitas, Spiritualitas dan Keberlangsungan Pemenuhan Organisasi
Tugas dan Amanat: -Amin
Prinsip-prinsip
Sebuah Pemikiran
Alternatif
l
Tata Kelola
Wibowo
3
GCG, Profesionalisme,
dan Organisasionalisme
dalam Perspektif
Performance Networking Organization -Edi Prasetyo Nugroho
16
Menggagas Marketing 4.0 -Bayu Sutikno
37
Pemasaran
dan Konsumen
48
Pemasaran
Hijau: Penyampaian
Miskin - BM. Purwanto Standar Kehidupan
yang Lebih Baik
- Basu Swastha Dharmrnesta
58
BAGIAN II Perspektif Perubahan dan Kepemimpinan Korporatisasi Birokrasi: Manajemen Perubahan Universitas Gadjah Mada -Boyke R. Purnomo Kepernimpinan
Transformasional
dan Perubahan
Kepernimpinan
dan Kepengikutan:
Kepernimpinan
Wanita dan Stereotip
77
pada Asrama Mahasiswa 79 Organisasional
Penentu Kinerja Organisasi
-Reni Rosari
94
-John Suprihanto ..107
yang Melekat pada Wanita
- Diah Retno Wulandaru
118
Eksplorasi Teori Kepernirnpinan Kepernimpinan -Budi Santoso
Asia: Mencari
Peran Asia di Bidang Teori 130
BAGIAN III / Perspektif Manajemen Berbasis Nilai Manajemen - Mamduh
Keuangan: M. Hanafi
Pendekatan
Terstruktur
142 untuk Penciptaan
Nilai 144
Daftar Isi
Bonus untuk Manajemen - Suad Husnan Manajemen
Puncak: Penerapan
Manajemen
Berdasarkan
Nilai 156
Kekayaan -Eduardus
Tandelilin
167
Manfaat dan Bahaya Sekuritas Derivatif - I Wayan Nuka Lantara
183
BAG IAN IV Perspektif Keperilakuan
-_.
199
__ ._--------------
Iebakan Bias: Penggunaan Heuristik Manajerial - Rr. Tur Nastiti
pada Pembuatan
Keputusan 201
Konsep Keterlekatan Pekerjaan sebagai Model Perputaran Karyawan: Ketidakakuratan dan Variasi Alat Ukur - Gugup Kismono
220
BAGIAN V Perspektif Berbasis Kompetensi dan Sumber daya Strategi Internasionalisasi Perusahaan: Investasi - Rangga Almahendra Mengelola Kreativitas Memahami Manajemen -Nurul Indarti
Pemilihan
Metode
235
dan Tujuan Lokasi 237
dan Inovasi - Hargo Utomo Pengetahuan
Inovasi dan Kepemimpinan
250
dan Nilai Strategisnya
bagi Per us aha an .
260
- T. Hani Handoko
Praktik Terbaik Keprimaan Operasional di Indonesia - Wakhid Slamet Ciptono
273
pada Industri
Minyak dan Gas 284
Bagian VI Perspektif Manajemen dalam Aplikasi...
294
Skenario Analisis SWOT: Objektif at au Subjektif? - Teguh Budiarto
296
Perilaku Pengguna Jejaring Sosial Online OSO) - Sahid S. Nugroho
310
Manajemen Risiko Kriminal: Risiko Kriminal yang Mengancam Indonesia, Penyebab dan Langkah Mitigasinya - Risa Virgosita
Perusahaan
di 321
I
Bank sebagai Lembaga Keuangan: Sebuah Keunikan dan Risiko - Eddy Iunarsin
339
Profil Penulis
355
BAGIAN
III
Perspektif Manajemen Berbasis Nilai Keberadaan organisasi dan manajemen secara esensial ditujukan untuk menciptakan nilai. Kinerja total manajemen dievaluasi berdasarkan pada apakah kegiatannya menambah nilai bagi multiple stakeholders (para investor, pelanggan, dan karyawan). Berbagai kategori penciptaan nilai yang dapat diterapkan dalam bisnis terutama mencakup economic value added (EVA) - pemenuhan ekspektasi tambahan nilai ekonomis kepada para investor, customer value added (CVA) - pencapaian sasaran layanan kepada para pelanggan, dan people value added (PVA) - pemenuhan ekspektasi para karyawan. Dalam literatur manajemen, konsep manajemen berbasis nilai (value-based management) mempunyai dua pengertian berbeda. Pertama, dalam literatur ilmu manajemen perilaku atau manajemen sumber daya manusia, manajemen berbasis nilai mencerminkan pilihanpilihan nilai etis dan moral bagi organisasi. Pilihan-pilihan nilai ini dilegitimasi ke dalam pernyataan nilai (a statement of values) formal, sebagai dokumen fundamental organisasi, yang diartikulasikan menjadi pedoman dan ekspektasi stakeholders, sehingga, bila tidak dipenuhi, menurunkan kredibilitas organisasi. Manajemen berupaya mencapai kompatibilitas atau konsistensi di antara berbagai nilai, keyakinan, tujuan, dan kepentingan ekonomis dan moral. Kedua, dalam literatur mariajemen keuangan, manajemen berbasis nilai bertujuan memaksimalkan kemakmuran para investor atau pemegang saham. Semua kegiatan manajemen difokuskan untuk menciptakan tambahan nilai bagi pemegang saham sebagai penyedia dana yang memungkinkan keberadaan dan operasi bisnis. Bagian ini berfokus pada pembahasan manajemen berbasis nilai dalam perspektif kedua. Topik-topik pembahasan mencakup (1) penerapan pendekatan terstruktur terhadap penciptaan nilai bagi investor, (2) penerapan manajemen barbasis nilai dalam pemberian bonus bagi manajemen puncak, (3) manajemen kekayaan, dan (4) penggunaan sekuritas derivatif dalam manajemen keuangan.
•••
Bab 11 Manajemen
Keuangan: Pendekatan Terstruktur untuk Penoiptaan Nilai
Tujuan manajemen keuangan, menurut perspektif manajemen berbasis nilai, adalah untuk menciptakan kemakmuran para investor atau pemilik bisnis. Berbagai tujuan lain diperlakukan sebagai batasan yang harus dipertimbangkan. Tulisan Mamduh M. Hanafi membahas pengelolaan dan pengembangan proses penciptaan nilai secara terstruktur dalam organisasi. Manajemen organisasi untuk menciptakan nilai mensyaratkan fokus pada baik sisi lunak maupun sisi keras proses, serta formulasi dan analisis value drivers. Fokus penciptaan nilai ini mempunyai dampak pada pembelajaran manajemen keuangan dalam kurikulum pendidikan manajemen at au bisnis. Sebagai contoh, pengenalan mata kuliah Keuangan Strategik (Strategic Finance) dapat membahas proses penciptaan dan pengelolaan nilai melalui pemetaan proses-proses bisnis dan pengembangan strategi terkait dalam setiap proses. Salah satu aspek kunci pengelolaan proses penciptaan nilai adalah sistem kompensasi. Pemberian bonus sebagai elemen penting kompensasi total yang diberikan kepada manajemen puncak (direksi dan komisaris). sering menjadi kontroversi dan menjadi perhatian publik. Tulisan Suad Husnan menjelaskan penerapan manajemen berbasis nilai, dengan menggunakan konsep EVA, sebagai basis keputusan pemberian bonus bagi manajemen puncak. Setelah menguraikan mengapa dan bagaimana penerapan EVA, serta praktik pemberian bonus kepada manajemen puncak di berbagai perusahaan, tulisan ini menekankan bahwa EVA sulit diterapkan dalam kondisi perekonornian buruk dan pada perusahaan dengan kondisi kesulitan keuangan. Husnan juga berargumentasi bahwa penerapan EVA dapat memperbaiki implementasi corporate governance. Dua tulisan berikutnya dalam bagian ini membahas aspek-aspek penting lain manajemen keuangan dalam proses penciptaan nilai. Meskipun tidak secara langsung dikaitkan dengan manajemen berbasis nilai, pembahasan menunjukkan proses penambahan nilai bagi organisasi dan investor. Tulisan Eduardus Tandelilin memberikan pengetahuan dasar awal tentang manajemen kekayaan secara efektif. Pembahasan mencakup semua aspek manajemen kekayaan relevan yang dapat memberikan tambahan nilai bagi pemilik kekayaan, mulai dari manajemen aset dan kewajiban, analisis investasi keseluruhan, sampai manajemen siklus hidup. Sedangkan, tulisan I Wayan N uka Lantara membahas berbagai manfaat dan bahaya penggunaan sekuritas derivatif dalam pengelolaan keuangan. Berbagai manfaat sekuritas derivatif dapat diindentifikasi, terutama sebagai instrumen lindung nilai terhadap berbagai risiko, tetapi ketidakhati-hatian dalam penggunaannya tidak hanya dapat berdampak merugikan bagi perusahaan tetapi juga berdampak sistemik bagi kondisi perekonomian secara lebih luas.
Abstrak Tulisan ini membicarakan proses penciptaan nilai di organisasi. Penciptaan nilai sudah seharusnya menjadi fokus dari manajemen keuangan atau bisnis pada umumnya. Nilai dapat didefinisikan sebagai nilai saat ini (present value) dari aliran kas yang dihasilkan. Proses tersebut menjamin tiga dimensi nilai masuk dalam perhitungan yaitu jumlah (magnitude), risiko (yang akan memengaruhi discount rate), dan nilai waktu dari uang. Ukuran (metric) nilai yang paling langsung adalah harga saham. Harga saham mencerminkan nilai yang dihasilkan untuk pemegang saham. Tetapi, ukuran tersebut hanya bisa digunakan untuk perusahaan yang sudah go-public. Ukuran lain yang dikembangkan adalah economic profit. Di samping ukuran-ukuran keuangan, ukuran non keuangan juga perlu dipertimbangkan adalah pangsa pasar, kegiatan riset dan pengembangan, dan sebagainya. Proses penciptaan nilai di suatu organisasi perlu diorganisasikan sedernikian rupa sehingga proses tersebut akan dilakukan secara berkelanjutan. Tulisan ini membahas lebih lanjut bagaimana suatu organisasi mengembangkan proses penciptaan nilai. Bagian akhir mendiskusikan dampak fokus penciptaan nilai pada proses belajar-mengajar di kampus.
~
Pendahuluan
Tulisan ini beragumen bahwa manajemen keuangan bahkan bisnis pada umumnya seharusnya mempunyai fokus, yaitu menciptakan nilai (value atau value added). Di teksteks manajemen keuangan, manajemen keuangan sering didefinisikan sebagai keputusan
Bab 11 Manajemen
Keuangan: Pendekatan Terstruktur untuk Penciptaan Nilai
145
investasi, keputusan pendanaan, dan keputusan operasional yang harus diambil oleh manajer keuangan untuk mencapai tujuan memaksimalkan kemakmuran pemegang saham. Meskipun masih bisa diperdebatkan perbedaan antara kepentingan stockholders dan kepentingan stakeholders, pada umumnya disepakati bahwa tujuan manajemen keuangan adalah memaksimumkan kemakmuran pemegang saham. Tujuan tersebut memungkinkan manajer mempunyai satu fokus, yaitu menciptakan kemakmuran pemegang saham. Tujuan lain, seperti kesejahteraan karyawan, kesejahteraan masyarakat sekitar, bisa 'dikomprornikan' yaitu masuk sebagai batasan (constraints) yang harus diingat oleh manajer keuangan. Tujuan memaksimumkan kemakmuran pemegang saham bisa memberikan beberapa manfaat, baik untuk organisasi maupun masyarakat pada umumnya. Untuk organisasi, tujuan tersebut memungkinkan manajer keuangan mempunyai fokus pada kemakmuran pemegang saham. Tujuan tunggal tersebut akan lebih baik dibandingkan dengan tujuan ganda yang bisa memecah konsentrasi manajer keuangan. Untuk masyarakat fokus pada kemakmuran pemegang saham akan memungkinkan terjadinya alokasi dana yang efisien di masyarakat. Perusahaan yang mernpunyai kinerja yang baik mempunyai harga saham yang tinggi, sehingga memungkinkan perusahaan tersebut memperoleh dana yang lebih besar dari masyarakat. Perusahaan yang sehat akan menghasilkan harga saham yang tinggi. Perusahaan yang sehat juga akan membuat karyawan, masyarakat sekitar, dan stakeholders lainnya, memperoleh kesejahteraan yang lebih tinggi. Dengan dernikian, fokus pada kemakmuran pemegang saham akan menguntungkan semua pihak. Pemegang saham sudah sepantasnya fokus, karena merekalah yang menyediakan dana, yang memungkinkan bisnis dijalankan pertama kali (Copeland dkk., 2000). Untuk mencapai kemakmuran pemegang saham tersebut, manajer keuangan harus menciptakan nilai. Karena itu fokus manajer keuangan adalah bagaimana (selalu) menciptakan nilai. Tulisan ini membahas bagaimana suatu organisasi seharusnya menciptakan nilai yang sudah seharusnya menjadi fokus dari manajer keuangan at au manajer pada umumnya.
Definisi dan Pen ertian Nilai Apa yang dimaksudkan dengan nilai? Dalam pengertian yang sederhana, nilai adalah aliran kas (cash flow). Tetapi aliran kas yang akan meningkatkan nilai mempunyai dimensi-dimensi sebagai berikut: jumlah yang besar (magnitude), risiko yang kecil, dan timing penerimaan yang lebih awal. Dengan bahasa yang lebih ringkas, nilai adalah present value dari aliran kas masuk yang dihasilkan, dengan formula semacam ini. PY Kas
=
{Cash Flow (t)/(1 + r)' } +
+ { Cash Flow (n)/(1 + r)n } [1]
Dengan pengertian tersebut, ketiga dimensi aliran kas akan masuk dalam present value (PY) aliran kas. Magnitudo akan masuk pada numerator (pembagi), risiko akan masuk pada tingkat diskonto, dan nilai waktu uang akan masuk pada proses pempresent-value-nya. Organisasi yang bisa menghasilkan kas yang tinggi akan mendorong
146 I Manajemen dalam Berbagai Perspektif
pembagi (numerator) dalam persamaan [1] meningkat. Risiko kas yang tinggi akan mendorong r dalam persamaan [1] naik, sehingga pembagi (denominator) akan tinggi, yang menyebabkan PV kas menjadi turun.
Metrik (Pengukuran)
Nilai
Pertanyaan berikutnya adalah bagaimana mengukur nilai? Bagaimana mengukur bahwa memaksimalkan nilai sudah tercapai? Untuk menjawab pertanyaan tersebut, kita harus sepakat mengenai metrik pengukuran pencapaian nilai. Beberapa metrik pengukuran dapat dilakukan. Pengukuran yang paling tradisional adalah ukuran kinerja akuntansi seperti ROA, ROE, profit margin. Tetapi akademisi sepertinya sudah sepakat bahwa pengukuran tersebut tidak ideal. Pengukuran yang memfokuskan pada aliran kas dianggap lebih ideal. Muncullah metrik pengukuran residual income, yang telah dikenal dengan berbagai nama, seperti SVA (shareholders value added), EVA (economic value added's, dan lainnya. Pengukuran tersebut berangkat dari konsep residual income, yang pada dasarnya merupakan konsep laba ekonomis, di mana laba dihitung dengan memasukkan opportunity cost dari modal yang digunakan untuk menghasilkan laba tersebut. Konsep laba ekonomis cukup familiar di kalangan akademisi. Ilustrasi berikut ini memberikan contoh konsep tersebut. Misal, seorang lulusan universitas diterima bekerja di suatu perusahaan dengan gaji Rp5 juta per bulan. Tetapi ia memutuskan untuk menolak tawaran tersebut, dan memilih untuk berwiraswasta, yang menghasilkan keuntungan bersih Rp12 juta per bulan. Keuntungan 'akuntansi' orang tersebut dari wiraswasta adalah Rp12 juta, tetapi keuntungan ekonomis orang tersebut adalah Rp7 juta (Rp12 juta - Rp5 juta). Dengan berwiraswasta, ia mengorbankan waktu dan tenaganya yang seharusnya bisa digunakan untuk memperoleh penghasilan Rp5 juta per bulan. Konsep opportunity cost merupakan konsep penting di ekonorni, karena sese orang akan menghadapi berbagai alternatif di dunia ini. Dengan mernutuskan komitmen pada satu hal-tertentu, maka orang tersebut akan meninggalkan hal lainnya. Bahkan ilmu ekonomi sering didefinisikan sebagai ilmu yang mempelajari bagaimana mengalokasikan sumber daya yang terbatas untuk memenuhi kebutuhan yang tidak terbatas. Ielaslah, jika Anda memilih sesuatu, maka Anda harus mengorbankan lainnya. Residual income menggunakan logika yang sama dengan konsep laba ekonomi. Seorang investor mempunyai banyak alternatif untuk menempatkan dananya, mulai dari deposito di bank pemerintah, bank swasta, obligasi pemerintah, obligasi perusahaan, sampai saham perusahaan. [ika ia memutuskan untuk meinginvestasikan dananya di saham, maka ia akan mengorbankan (meninggalkan) kesempatan investasi di lainnya, seperti di deposito, obligasi pemerintah, dan lainnya. Dengan kata lain, ada opportunity cost dari penempatan dana tersebut di saham. Opportunity cost tersebut bukannya nol, meskipun ia memakai uang warisan orang tuanya sekalipun. Dengan menggabungkan opportunity cost dari penggunaan modal dengan hasil dari penggunaan modal tersebut, maka residual income bisa dirurnuskan sebagai berikut: 2
EVA merupakan istilah yang sudah dipatenkan oleh Stern Stewart & Co. perusahaan konsultan yang menggunakan metodologi ecanomic profit untuk membantu perusahaan menciptakan nilai. Lihat Stern dkk. (2001) untuk diskusi EVA lebih lanjut.
Bab 11 Manajemen Keuangan: Pendekatan Terstruktur untuk Penciptaan Nilai
Residual Income
= Laba bersih setelah pajak - Biaya modal rata-rata tertimbang
147
[2)
Laba bersih dihasilkan dari aktivitas perusahaan. Untuk menghasilkan laba tersebut, perusahaan menggunakan modal yang bisa digunakan di tempat lainnya. Karena itu, modal mempunyai opportunity cost. Jika perusahaan menggunakan utang, maka pemegang hutang akan mengatakan tingkat bunga yang harus dibayarkan misalnya 10%. Karena itu, biaya modal utang adalah 10%. Iika perusahaan menggunakan dana pemberi pinjaman, maka pemegang saham akan mengatakan yang sama, ia harus memperoleh keuntungan minimal, misalnya sebesar 15%. Karena itu, biaya modal saham adalah 15%. Kombinasi berbagai modal yang digunakan tersebut menghasilkan biaya modal ratarata tertimbang, yang dihitung sebagai rata-rata tertimbang biaya modal dari modal yang digunakan perusahaan. Proporsi masing-masing dana menjadi pembobot dalam perhitungan biaya modal rata-rata tertimbang tersebut. Tentu saja, pengukuran peningkatan kemakmuran pemegang saham yang paling langsung adalah harga pasar saham. Iika harga saham mengalami peningkatan, maka kita akan mengatakan bahwa kemakmuran pemegang saham meningkat, dan sebaliknya. Harga saham merupakan hasil gabungan dari berbagai faktor yang mengarah pada nilai. Aliran kas yang tinggi tetapi dihasilkan oleh sektor yang mempunyai ketidakpastian tinggi, mungkin akan mengakibatkan penurunan harga saham. Demikian juga, aliran kas yang tinggi tetapi dihasilkan pada kondisi ketidakpastian tinggi, mungkin juga akan mengakibatkan penurunan harga. Dengan demikian, gabungan dari berbagai faktor yang memengaruhi nilai (aliran kas dengan berbagai dimensinya) akan diproses oleh pasar melalui mekanisme 'blackbox'-nya, menghasilkan nilai yang tercermin pada harga saham. Uraian tersebut mengasumsikan bahwa pasar bisa memproses informasi dengan rasional dan "benar" Seperti biasa, selalu ada kontroversi yang berkaitan dengan asumsi tersebut; sejauh mana pasar bisa memproses informasi dengan rasional dan "benar" tersebut. Behavioral finance merupakan aliran baru dalam keuangan yang mempertanyakan rasionalitas pasar seperti yang dibayangkan oleh teori keuangan konvensional. Sayangnya, cara semacam ini hanya bisa digunakan untuk perusahaan yang sudah menjual sahamnya ke publik (go-public). Untuk perusahaan yang belum go-public mereka harus mengandalkan metrik-metrik penilaian lainnya. Metrik penilaian seperti discounted cash flow (DCF), residual income atau economic value added (EVA) bisa digunakan untuk menghitung peningkatan nilai yang dihasilkan oleh perusahaan. Selain metrik ekonomi dan keuangan, diperlukan juga metrik nonekonomi dan keuangan, seperti pangsa pasar, kualitas produk, ketepatan waktu pengiriman (delivery time), dan lainnya. Peningkatan nilai melibatkan kegiatan operasional. Karena itu, kita juga perlu memastikan bahwa kegiatan operasional perusahaan mengarah pada kegiatan penciptaan nilai. Metrik nonkeuangan sering kali menjadi indikator masa depan (leading indicator) kinerja perusahaan, sementara metrik keuangan sering kali menjadi indikator mas a lalu (lagging indicator). Perusahaan yang kehilangan pangsa pasar saat ini, yang berarti menunjukkan kegagalan dalam metrik nonkeuangan, akan mengalami penurunan penjualan dan laba di masa depan, yang berarti mengalami kegagalan dalam metrik keuangan. Gambar 1 meringkaskan metrik-metrik penilaian yang kita bicarakan di
148'
Manajemen
dalam Berbagai Perspektif
Harga saham: • Total return • Market value added
t
Nilai intrinsik: • DFC Relative • Teori Opsi
·
t
Indikator keuangan: ROIS Pertumbuhan EBlT Economic profit
· ·· ·
t-
Gambar 1 Kerangka Metrik Pengukuran
Penciptaan
bahasan awal tulisan ini. Gambar 1 menunjukkan mulai dari metrik nonkeuangan sampai berujung yaitu harga saham.
Value driver: Pangsa pasar Biaya per unit • Proyek R&D
··
Nilai
rangkaian metrik-rnetrik keuangan, ke metrik penciptaan nilai terakhir,
Mengelola untuk Meningkatkan Nilai Sesudah sepakat mengenai pentingnya penciptaan nilai dan metrik pengukurannya, pertanyaan berikutnya adalah bagaimana mengelola penciptaan nilai. Organisasi yang sehat akan dituntut untuk (selalu) menciptakan nilai. Mengelola penciptaan nilai membutuhkan tekad atau niat dan perangkat yang diperlykan untuk melaksanakan tekad tersebut. Karena itu, mengelola penciptaan nilai akan membutuhkan perangkat lunak (software at au aspek soft-side dari organisasi) dan perangkat keras (hardware atau aspek hard-side dari organisasi). Tekad atau niat saja tentunya tidak akan cukup untuk mencapai tujuan penciptaan nilai. Perangkat lunak yang diperlukan mencakup antara lain: tujuan penciptaan nilai yang jelas yang bisa membuat organisasi mempunyai fokus untuk penciptaan nilai, budaya atau pola pikir penciptaan nilai, sehingga organisasi akan selalu berupaya menciptakan nilai. Perangkat keras yang diperlukan mencakup antara lain: struktur organisasi yang mendukung, sistem kompensasi yang mendukung, metrik-rnetrik yang diperlukan untuk mengawal proses peningkatan nilai tersebut (lihat Gambar 2). Dengan menggabungkan kedua aspek tersebut, diharapkan akan terbentuk proses dan sistem penciptaan nilai dalam suatu organisasi. Melalui proses yang berkesinambungan tersebut, organisasi diharapkan akan terus-rnenerus menciptakan nilai. Gambar 2 menunjukkan bahwa tujuan penciptaan nilai harus menjadi fokus dari semua aktivitas di dalam organisasi. Karena itu, tujuan perlu dirumuskan dengan hati-hati. Tujuan idealnya menginspirasi, sederhana, dan bisa melibatkan semua pihak dalam organisasi. Beberapa penulis melanjutkan bahwa tujuan sebaiknya diwujudkan ke dalam kalimat-kalimat yang menginspirasi, tidak sekedar kalimat biasa. llustrasi berikut ini menunjukkan bagaimana satu metrik penilaian SVA (Shareholders Value Added) bisa mewakili tujuan penciptaan nilai ke dalam satu kata yang sederhana, mencakup semua lapisan dalam organisasi, dan terutama bisa mengubah perilaku manusia dalam organisasi tersebut.
**
Bab 11 Manajemen
Keuangan: Pendekatan Terstruktur untuk Pen'c'iptaan Nilai
149
Aspek soft-side (perangkat lunak) • Budaya nilai Proses dan Sistem Pencipataan Nilai Aspek hard-side (perangkat keras): • Struktur organisasi • Sistem kompensasi • Metrik penilaian
Gambar 2 Kerangka Proses Penciptaan
Nilai
Metrik-metrik diperlukan untuk memastikan bahwa proses penciptaan nilai berjalan seperti yang direncanakan. Idealnya, metrik terse but bersifat menyeluruh, bisa diturunkan menjadi indikator kunci (KPI atau key performance index) dan bisa diturunkan lagi ke lapisan-lapisan berikutnya. Metrik-metrik tersebut harus mencakup indikator keuangan (ROA, ROE, harga saham) dan non keuangan (pangsa pasar, kualitas produk, kepuasan konsumen). Indikator keuangan jelas diperlukan karena indikator tersebut paling mendekati nilai tambah yang dihasilkan. Indikator nonkeuangan juga diperlukan karena indikator tersebut lebih mencerminkan proses-proses operasional yang menjadi kunci keberhasilan. Indikator keuangan mencerminkan masa lalu sedangkan indikator nonkeuangan mencerminkan masa depan. Metrik tersebut juga harus bisa mengakomodasi horison waktu yang pendek dan panjang.
lIustrasi: Shareholders Value Added di Chase Manhattan Chase Manhattan merumuskan SVA sebagai metrik tujuan penciptaan nilai. Semua trader dan unit-unit dalam organisasi akan dievaluasi berdasarkan SVA yang dihasilkan. SVA dirumuskan sebagai pendapatan yang diperoleh dikurangi dengan capital charge. Capital charge dihubungkan secara eksplisit dengan risiko. Dengan demikian, trader yang suka memperdagangkan saham akan dikenakan capital charge yang lebih tinggi dibandingkan dengan trader yang memperdagangkan obligasi, karena risiko saham lebih tinggi dibandingkan dengan risiko obligasi. Penggunaan SVA tersebut akan menghindari perangkap hubungan positif antara risiko dan return. Tanpa dikenai beban modal yang dihubungkan dengan risiko, unit akan cenderung memperdagangkan saham (sebagai contoh), dengan harapan memperoleh
150'
Manajemen dalam Berbagai Perspektif
keuntungan tinggi (melalui mekanisme hubungan positif risiko dengan return), tetapi akan membebankan risiko tersebut k~,.pibaltlain. MelgI1:li"SVA,trad§r'+.tersebut akan -t~' _', .<,'<@:q>, in ''0rt_'A~, berpikir dua kali sebelum n).~rrutuskanmemperdagang·Kf~nw.instrl;JrT}ti~ci!Y~lng risikcinY'~ ... tinggi. Dengan kata lain, trader tersebut'sekarartg rnenjadt lebih hati-hati. SVA tersebut juga diterapkan untuk semua bagian di organisasi. Sebagai contoh, penilaian kinerja unit-unit di dalam Chase menggunakan SVA. Unit yang sering melakukan kesalahan akan dikenakan capital charge yang lebih tinggi, karena unit tersebut mempunyai risiko operasional yang lebih tinggi. Untuk memperbaiki kinerja, unit tersebut mau tidak mau harus bisa menurunkan risikonya, yang berarti menurunkan kesalahankesalahan di unitnya. Melalui SVAtersebut, Chase Manhattan bisa mengomunikasikan 'M.,
'';;:<-''''
,i;;?'
..'{t,
_@:
.
r,llW~j
,,'
~
,/"
"
4"
&1"'-
'%f··'·",;::;-,,,··tA-!-i:': .....
_
,
'*
~i·i
a
tujuan yang ingi~ dicapai k~~.~da semua ~J9i~kdi d~.I~p2;:.~r$anisasiic!~Dganjela~ d~n menjangkau se~ua unit dallirn organisa'sr~'iMelalui "S~'l"fersebut;. Manh~t.t~ni bisa menurunkan risiko perbankan, sepelti ffyang ditunj'wkkan dengan melarnbatnya pertumbuhan aset yang berisiko (risk adj0sted assets) dari 15% menjadi cukup 2% saja per tahunnya. Pertumbuhan tersebut menunjukkan bahwa aset Chase Manhattan tumbuh sehat dan dapat berkelanjutan dalam jangka panjang.
a~t~e
Sumber: Barton dkk. (2002)
Merumuskan Value Drivers Value drivers bisa diartikan sebagai variabel yang mempunyai dampak signifikan terhadap penciptaan nilai. Sebagai contoh, untuk perusahaan Internet seperti Yahoo! (portal berita online), jumlah klik barangkali akan menjadi value driver-nya. [umlah klik yang tinggi akan menaikkan harga iklan. Value driver perusahaan studio TV adalah rating untuk program-program siarannya. Value driver perusahaan supermarket adalah kecepatan perputaran barang dagangannya. Value driver akan membantu kita memfokuskan perhatian pada variabel yang paling berdampak terhadap peningkatan nilai, dan menentukan siapa yang bertanggung jawab terhadap tugas tersebut. Perusahaan dapat mengidentifikasi value driver utama, kemudian menurunkan menjadi value driver untuk setiap unitnya. Dengan demikian, value driver menjadi tujuan basis pengambilan keputusan untuk setiap tingkat yang rei evan, yang setelah digabungkan akan menuju pada value driver utama. Proses penurunan value driver sampai ke tingkat operasional juga bisa memastikan bahwa kegiatan operasional sampai paling bawah dilakukan menuju satu tujuan, yaitu penciptaan nilai. Di samping berdampak besar terhadap penciptaan nilai, value driver seharusnya juga bisa dikendalikan oleh manajer. [ika tidak bisa dikendalikan oleh manajer, maka akan percuma saja berfokus pada variabel yang tidak bisa dikendalikan oleh manajer. Berikut ini karakteristik value driver yang ideal: •
Berdampak besar terhadap
peningkatan
nilai
•
Dapat dipecah-pecah
•
Dapat dikaitkan dengan kegiatan operasional
(cascading) sampai ke level operasional
terbawah
••
Bab 11 Manajemen
Keuangan: Pendekatan Terstruktur untuk Pencipt'a~~ Nilai
•
Menjadi basis pengambilan keputusan jawabnya juga jelas ditentukan
•
Dapat dikendalikan
di lini perusahaan,
manajer
Pengidentifikasian dan pengukuran sebagai berikut ini (Koller, 2001).
value driver bisa dilakukan
1.
Tentukan tujuan
2.
Kembangkan
3.
Analisis dampak value driver terhadap
4.
Kaitkan dengan operasional
5.
Tes seberapa jauh bisa dikontrol
kerangka (peta) pencapaian
Kembali ke pengukuran
tujuan penciptaan
-:
= NOPAT - Capital Charge
Meningkatkan penjualan
~
~
Tahapan
untuk
Value driver: [urnlah produk Perputaran produk Komposisi produk Lokasi pokok
· · ·
I~
[3]
Manajer Pemasaran \
· Menurunkan biaya
Economic charge: Menurunkan biaya pendanaan
Pemetaan
nilai tersebut
nilai
~INOPETI Economic profit
melalui cara-cara
ekonomi Residual Income sebagai berikut ini.
Economic Profit
Gambar 3
sehingga penanggung
Penciptaan
-+
)0
Value driver: Biaya promosi Biaya persediaan Biaya perolehan barang dagangan
·· ·
Value driver: Biaya perolehan modal Kornposisi modal
·
11
H ~
Manajer Operasi
Manajer Pemasaran
Manajer Keuangan
1 I
I
· Nilai.
Manajer ingin memaksimalkan economic profit, yang bisa dilakukan dengan meningkatkan NOPAT (net operating profit after tax), atau meminimalkan capital charge, atau keduanya. Tujuan tersebut dapat digunakan untuk mengidentifikasi value driver yang diperlukan untuk mencapai tujuan tersebut. Sebagai contoh, manajer mini-market barangkali bisa memetakan tahapan untuk rnencapai tujuan tersebut seperti dalam Gambar 3. Gambar 3 menunjukkan tahapan penciptaan nilai, mulai dari tujuan besar yaitu menciptakan economic profit, yang kemudian dipecah-pecah ke dalam bagian yang lebih kecil. Setelah itu, manajer yang bertanggung jawab terhadap pencapaian value driver bisa ditentukan. Setelah melakukan pemetaan tahapan pencapaian tujuan penciptaan nilai, manajer kemudian melakukan analisis sensitivitas untuk melihat dampak dari masing-rnasing variabel tersebut terhadap peningkatan nilai. Sebagai contoh hasil (hipotetis) dari analisis terse but ditunjukkan oleh Gambar 4.
1521
Manajemen
dalam Berbagai Perspektif
60 50 ~ Ul
40
ro
~ c: ro ...., ro
~bO c: '2
30 20
OJ
p.
10
o Iurnlah produk
Perputaran produk
Komposisi produk
Lokasi toko
Gambar 4 Tes Sensitivitas Value Driver
Analisis tersebut menunjukkan bahwa perputaran produk dan lokasi toko merupakan dua variabel yang paling berpengaruh terhadap penciptaan nilai (dalam hal ini diukur dengan peningkatan kas). Kenaikan perputaran produk sebesar 10% misalnya akan meningkatkan kas sampai 40%. Sementara jumlah produk ternyata hanya berdampak kecil terhadap peningkatan kas. Penambahan produk, di samping menambah penjualan, juga berakibat pada penambahan biaya yang berkaitan. Karena itu, perusahaan tidak perlu memfokuskan energinya secara berlebihan untuk menambah jumlah produk. Analisis selanjutnya menunjukkan bahwa lokasi toko yang berdampak sangat signifikan ternyata merupakan variabel yang tidak bisa dikendalikan oleh manajer. Toko tersebut sudah berdiri. Lokasi toko sudah ditentukan sejak awal. Karena itu, lokasi toko menjadi variabel yang tidak relevan dalamanalisis value driver ini. Pekerjaan selanjutnya adalah mengembangkan sistem dan proses untuk mencapai tujuan tersebut, dan kemudian melaksanakannya (dengan demikian sekaligus menghubungkan dengan kegiatan operasional), sekaligus menentukan siapa yang bertanggung jawab atas pekerjaan tersebut. Melalui kegiatan tersebut, manajer akan memfokuskan energinya untuk mencapai value driver yang diinginkan tersebut. Sebagai contoh, setelah menentukan bahwa perputaran aset menjadi kunci untuk mencapai peningkatan laba, manajer dapat mengembangkan sistem untuk mencapai tujuan tersebut. Pertama, manajer menentukan target pencapaian value driver tersebut, misal menentukan target agar tercapai perputaran sebesar 52x dengan kata lain, barang dagangan rata-rata terjual selama satu minggu. Kemudian, manajer harus mengembangkan sistem untuk mencapai tujuan tersebut. Sebagai contoh, manajer mengembangkan sistem informasi yang dapat melacak perputaran persediaan untuk setiap item barang dagangan yang ada di toko tersebut. Setelah sistem tersebut terbentuk, manajer bisa meninjau secara berkala pencapaian tujuan tersebut. Langkah berikutnya, manajer bisa melakukan perubahan . komposisi barang dagangan, sehingga hanya barang dagangan dengan perputaran yang tinggi yang dipegang oleh toko tersebut. Selain mengubah ~(omposisi
Bab 11 Manajemen
Keuangan: Pendekatan Terstruktur untuk Penciptaan Nilai
153
barang dagangan, manajer juga mungkin harus berpikir mengenai cara meningkatkan lalu-lintas (traffic) pembeli ke toko tersebut. Peningkatan lalu-lintas akan mendorong perputaran barang dagangan. Selain kedua strategi tersebut, manajer diharapkan akan selalu berpikir strategi-strategi dan langkah-langkah yang bisa mendorong peningkatan perputaran barang dagangan. Langkah terakhir yang penting dilakukan adalah mengintegrasikan value driver ke dalam organisasi; membuat value driver selalu menjadi fokus dari organisasi. Pengintegrasian tersebut bisa dilakukan dengan memasukkan value driver tersebut ke dalam pengukuran kinerja manajer yang terlibat. Manusia bekerja berdasarkan insentif. Pada giliran selanjutnya, pengukuran kinerja tersebut akan berdampak pada bonus dan penghasilan manajer tersebut. Melalui cara tersebut, value driver akan secara eksplisit dan jelas berdampak terhadap kinerja manajer tersebut. Manajer dalam keputusan operasional akan selalu mengacu pada peningkatan nilai melalui peningkatan value driver yang menuju pada peningkatan nilai tersebut.
Dampak terhadap Pengajaran Manajemen Keuan an di Kam us Karena tulisan ini ditulis dalam konteks akademik, maka mau tidak mau penulis akan membicarakan implikasi tulisan ini terhadap pengajaran di dunia kampus. Penulis berargumentasi bahwa penciptaan nilai sudah seharusnya menjadi fokus pengajaran manajemen keuangan, bahkan manajemen atau bisnis pada umumnya. Evaluasi terhadap struktur kurikulum di Program Strata Sarjana (Sl) menunjukkan bahwa pengajaran bidang keuangan bertumpu pada mata kuliah: Manajemen Keuangan, Teori Portofolio dan Analisis Investasi, Manajemen Risiko, Manajemen Keuangan Internasional, dan Penilaian Bisnis. Meskipun mat a kuliah-rnata kuliah tersebut mengajarkan peningkatan nilai baik secara langsung maupun tidak langsung, fokus peningkatan nilai tersebut masih kurang. Sebagai ilustrasi, di mata kuliah Manajemen Keuangan, pada awal perkuliahan, mahasiswa diajarkan bahwa tujuan manajemen keuangan adalah memaksimalkan kemakmuran pemegang saharn, yang berarti memaksimalkan nilai tambah untuk pemegang saham. Setelah bahasan ini, fokus pada peningkatan nilai tersebut menjadi berkurang. Materi capital budgeting lebih bicara metrik untuk meningkatkan nil ai, seperti NPY dan IRR. Meskipun keputusan pendanaan berujung pada peningkatan nilai, materi pengajaran yang diberikan di kelas, menurut hemat penulis, belum fokus dan tegas ke arah penciptaan nilai. Ringkasnya, penulis berpendapat bahwa fokus peningkatan nilai sudah saatnya mulai diajarkan sejak awal. Mata kuliah-rnata kuliah yang ada sudah seharusnya menghubungkan semua pengambilan keputusan atau semua topik dengan tujuan peningkatan nilai. Melalui pengajaran tersebut, mahasiswa sejak awal akan didorong untuk berpikir bagaimana meningkatkan nilai. Kemudian, seperti yang sudah dijelaskan di awal, fokus tersebut akan selalu mendorong mahasiswa untuk berpikir bagaimana proses yang seharusnya dilakukan untuk mencapai tujuan tersebut. Cara tersebut bisa \
154'
Manajemen dalam Berbagai Perspektif
dicapai melalui setidaknya dua hal. Pertama, contoh-contoh konkret penciptaan nilai mestinya sudah diberikan sejak awal dan selama perkuliahan. Sebagai contoh, mahasiswa mungkin bisa diberi ilustrasi bagaimana seorang wirausaha mengembangkan bisnisnya atau seorang bisnisnya" manajer melakukan restrukturisasi yang mampu mengangkat kembali perusahaan yang mengalami kesulitan, dan semacamnya (lihat ilustrasi berikut ini). Banyak aktivitas dalam masyarakat at au organisasi yang dapat menciptakan nilai.
Peningkatan Nilai Melalui Restrukturisasi Anal isis~~~()nomi
dan bu kti:I;l\Jkti':i;I~rppjri5menl,m.j u!
LBO, restruktuPj~asi, merupakan
metod~~v!b~i\,~ukup
"~':'.
.·.·.·.·.,/l
pertingn
%.~'.'....
_.
""","w,~;,,, .,,,'
kernakmuran pemegang saham dan nJ~:;rbantu mengefisienkan j$J~1[ekonomian rnasyarakat Arnerika Serikat (lensen dan Rumack, 1983). Sebagai i1ustrasi, pada periode
1977-1978, aktivitas tersebut menghasilkan nilai tambah $500 miliar kepada pernegang saharn target dengan menggunakan
dolar
1988. Nilai
tambah
untuk
pemegang
saham pembeli sekitar $50 miliar untuk periode yang sama. Angka-angka sarna dengan sekitar 53% dari total dividen
kas (dinilai
tersebut
dengan dolar 1988) yang
dibayarkan kepada semua investor oleh seluruh sektor perusahaan, untuk peri ode yang sarna. Aktivitas merger dan akuisisi merupakan respons terhadap teknologi baru atau kondisi pasar yang membutuhkan dilakukan
dengan cepat melalui
penyesuaian baru. Penyesuaian tersebut bisa
takeover LBO, dan restrukturisasi. Bukti tersebut
menunjukkan bahwa aktivitas restrukturisasi bisa meningkatkan
nilai.
Kedua, kita barangkali dapat mengembangkan mat a kuliah yang khusus membicarakan penciptaan nilai dalam organisasi, dengan nama (misal): Strategic Finance. Di mata kuliah tersebut, mahasiswa dapat belajar bagaimana menciptakan dan mengelola nilai melalui pemetaan proses-proses bisnis, pengembangan strategi penciptaan nilai melalui prosesproses bisnis tersebut, dan menghasilkan nilai secara keseluruhan. Melalui mata kuliahmata kuliah tersebut mahasiswa akan mempunyai fokus pad a us aha menciptakan nilai, yang pada gilirannya akan meningkatkan kemakmuran masyarakat secara keseluruhan.
3
Penciptaan nilai lebih umum dibandingkan kewirausahaan, kehidupan, mulai dari usaha baru, efisiensi dalam organisasi,
karena penciptaan dan lainnya.
nilai bisa terjadi pada semua aspek
Bab 11 Manajemen
Keuangan: Pendekatan Terstruktur untuk Penciptaan Nilai
Daftar Pustaka Barton, T. L., Shenkir, W. G., dan Walker, P. L. 2002. Making enterprise risk management pay off. Prentice Hall. Copeland,
T. T. Koller, dan Murrin, J. 2000. Valuation: Measuring and managing the values of
companies. New York: JohnWiley & Sons. Jensen, M. C, dan Ruback, R. S. 1983. "The market for corporate
control: The scientific evidence".
Journal of Financial Economics, 11. Koller, T. 2011. "What is value-based
management".
www.mckinseyquarterly.com/home.aspx.
McKinsey Quarterly, diunduh dari http://
tanggal 25 Juli 2011.
Stern, I. M., S. J. Shiely, dan Ross, 1. 2001. EVA challenge: Implementing value-added change
in an organization. New York: JohnWiley & Sons.