W
buletin
ra
ai
merupakan media informasi sosialisasi demokrasi yang diterbitkan setiap 3 bulan oleh Elpagar (Lembaga Pemberdayaan Pergerakan Rakyat), bekerjasama dengan Komunitas Indonesia untuk Demokrasi (KID) dan Kemitraan.
SUSUNAN REDAKSI Penanggung Jawab : Furbertus Ipur (Direktur Elpagar) Pemimpin Redaksi : Muhammad Isa Redaktur Pelaksana : Ar Irham Sidang Redaksi : Furbertus Ipur, Muhammad Isa, Ar Irham Tim Liputan : Yooce Febrina Tutkey, Jodia Sekar FL. Kontributor : Peserta Sekolah Demokrasi Desain Visual : Bayu Ridho Prawiro Alamat Redaksi : Jalan Karya Baru Kompleks Pondok Agung Permai Nomor A1 Pontianak 78121 Telepon: (0561) 6580420 Email:
[email protected] Situsweb: sekolahdemokrasi.elpagar.org
EDITORIAL
Nilai-nilai Dalam Kedamaian
E
disi Rawai kali ini akan bercerita tentang kearifan lokal melalui momen Gawai Dayak. Nilai-nilai luhur tentang tata hidup yang tidak tertulis diturunkan kepada setiap generasi, mengakar dalam masing-masing jiwa manusia Indonesia. Hukum, peraturan, resiko, dan hubungan antar individu yang tetap dijaga tanpa harus tertulis atau diawasi oleh oknum, terasa lebih bermakna di dalam adat daripada didalam negara. Tetapi perubahan zaman perlahan menggerus beberapa adat. Masyarakat adat mesti bertahan agar tak terbawa arus tetapi juga harus bergerak terus supaya tak tertinggal. Untuk itulah tradisi-tradisi masih dirayakan setiap tahun supaya masyarakat bisa saling mengingatkan akan budayanya. Menjalani tahun politik, tahun 2014 membuat rakyat gegap gempita dengan pemilu. Melek politik melahirkan tren baru, kegiatan baru, bahkan ide dan perdebatan baru diantara kehidupan sosial. Semisal KKDS (Komite Komunitas Demokrasi Sanggau) yang kemudian mengadakan Aksi Damai Pilpres 2014 untuk mengkampanyekan situasi damai selama proses kampanye presiden. Demokrasi tidak melulu tentang politik, tetapi juga ditunjukkan dengan sikap menghargai pilihan masing-masing orang. Perbedaan pilihan dan prinsip bukanlah jurang pemisah antar individu tetapi sebagai bentuk kekayaan ide. Kampanye damai hanyalah satu bagian kecil dari perjuangan demokrasi, dengan gerakan damai tanpa iming-iming uang, serta semangat untuk merubah Indonesia lebih baik. Demokrasi yang menonjolkan semangat keberagaman, saling menghargai perbedaan, penegakan hukum, penghargaan terhadap hukum, semoga tersebar baik oleh agen perubahan di Sekolah Demokrasi.
Redaksi menerima kiriman artikel/opini dan pemasangan iklan layanan masyarakat.
DAFTAR ISI 10
3-4
7
LAPORAN UTAMA
TENTANG KITA
CERITA KITA
Kampanye Damai Pilpres 2014
Mendadak Politik
5
8
11
OPINI
JURNALISME WARGA
RUANG KITA
Harga Getah Menurun Harga Barang Melambung
Mengubah Hal kecil menjadi tulisan besar
9
12
Filosofi Hidup Dalam Tradisi Gawai
Kursi Manis Berbuah Petaka 6
VOX POPULI
Apa Makna Gawai yang Anda rasakan Saat ini?
2
Wai
ra
CERITA KITA
Maria Walanda Maramis, Pereampuan Pahlawan Pergerakan Nasional
GALERI FOTO
Outbound Sekolah Demokrasi Sanggau 2014
LAPORAN UTAMA
FĎđĔĘĔċĎĘ HĎĉĚĕ DĆđĆĒ TėĆĉĎĘĎ GĆĜĆĎ di Kalimantan Barat. Setiap kampung, desa, kecamatan, hingga tingkat kabupaten merayakannya. Secara khusus, tim Rawai merekam kegiatan gawai di desa Mabit, kecamatan Noyan Kabupaten Sanggau. Kecamatan Noyan adalah kecamatan yang paling sedikit penduduknya diantara kecamatan lainnya di kabupaten Sanggau, walaupun kecamatan Entikong di perbatasan, jaraknya lebih jauh ditempuh daripada di kecamatan Noyan. Akses jalan juga masih sulit dikatakan baik. Dari kota Sanggau, memasuki kecamatan Noyan bisa dilalui dari Bodok sampai pada ujung perbatasan kecamatan Bonti dan dapat pula lewat kecamatan Kembayan. Pertengahan bulan Mei dipilih oleh warga desa Mabit untuk mengadakan gawai Dayak. Gawai, selain untuk merayakan keberhasilan panen padi, masyarakat juga memanjatkan doa syukur kepada Tuhan YME; Jubata, yang telah memberikan tanah untuk penghidupan. Mayoritas penduduk Mabit yang beragama Katolik mengada-
kan misa pengucapan syukur di hari gawai. Masyarakat desa Mabit adalah keturunan asli subsuku Dayak Bi Somu. Ritual adat mempersembahkan hasil panen kepada Jubata dipimpin oleh beberapa Pomang. Pomang yaitu istilah untuk tetua yang dianggap dukun kampung. Ada tiga pomang yang memimpin ritual adat saat itu. Persiapan persembahan syukur diadakan malam sebelum hari gawai. Bertempat pada satu rumah ditengahtengah kampung, masyarakat berkumpul untuk menjalankan ritual. Masingmasing keluarga mempersembahkan 1 botol tuak, 1 kaleng beras padi, salai ikan Seluang, pekasam, telur ayam, nasi pulut, dan 1 ekor ayam. Syarat tersebut adalah persembahan wajib bagi Jubata. Telur ayam dilambangkan sebagai bumi tempat tinggal manusia, kemudian nasi pulut yang disiapkan haruslah dibungkus dengan daun yang dilipat hingga 7 lipatan.
DOK. SEKOLAH DEMOKRASI SANGGAU
W
arisan tak ternilai dari leluhur bangsa Indonesia adalah ragam budaya yang menjaga dan dijaga manusia. Tradisi-tradisi upacara serta perayaan oleh masyarakat, mengandung filosofis hidup dan makna mendalam yang dituturkan dengan estetika dan keunikan yang tak terbeli oleh uang manapun. Tradisi bercocok tanam dan memanen hasil pertanian sejak awal peradaban manusia, sampai saat ini masih dilakukan dan diteruskan oleh manusia Indonesia. Walau didera dengan masalah-masalah agraria yang terus berubah bentuknya, tetapi sejatinya manusia tidak akan pernah meninggalkan tanah yang memberinya penghidupan. Tradisi itulah yang menjadi bagian dari kekayaan budaya di Indonesia yang masih terus dipertahankan melewati segala zaman. Pesta panen padi bagi masyarakat suku Dayak yang disebut juga gawai Dayak setiap tahunnya dirayakan di seluruh pulau Kalimantan, termasuk juga
Wai
ra
3
LAPORAN UTAMA
Oleh karena Tompok Jubata ada 7, maka haruslah ada jumlah 7 lipatan daun pembungkus pulut dan 7 butir ayam. Hal ini mutlak tidak boleh kurang, tetapi jika kita mampu memberi lebih juga tidak dilarang. Karma atau paparuga akan mengenai mereka yang mempersembahkan hasil panen curian. Hari gawai tahunan ini hanya dirayakan 1 hari. Satu hari sebelumnya adalah hari persiapan, dimana masing-masing rumah menyiapkan sajian perayaan. Maka selama menjelang hari gawai, orang-orang tidak boleh bepergian keluar kampung, tidak boleh mencari sayur dan daging atau bekerja yang beratberat. Pantangan tersebut berlaku bagi warga kampung dan apabila dilanggar akan mendapat musibah. Setelah berdoa untuk mengucap syukur, semua warga akan makan bersama-sama. “Oleh karena Jubata, inilah kebesaran orang-orang disini, harus dimakan, pantang tidak dimakan, kemponan,” kata Petrus Mau’awang, Tumenggung desa Mabit sambil menawarkan lemang atau nasi pulut yang dibungkus dalam bambu. Selain lemang, minuman tuak juga disajikan. Beliau bercerita tentang
4
Wai
ra
tradisi-tradisi gawai dimana masyarakat adat harus saling menghormati hukum, minum tuak tidak boleh sampai mabuk, serta pantang untuk berkelahi. Ketika akan minum tuak, orang-orang mengangkat gelasnya dan berseru “tere tere tere!”. Budaya tere adalah rasa perdamaian, rasa persaudaraan diantara masyarakat. Walau tergolong lisan, tetapi budaya yang universal ini sudah mendarah-daging dalam masyarakat Dayak. Ada juga tradisi burayut atau berpantun, ada pula tradisi bubacak, kemudian tradisi-tradisi tersebut menjadi ajang untuk mencari jodoh bagi kaum muda. Menurut Petrus, budaya adalah ingatan sejarah yang tidak tertulis. Desa Mabit yang tenang, dikelilingi bukit dan hutan yang masih hijau dan asri. Selain Tumenggung, ada 49 KK yang diayomi oleh seorang ketua RT. Sayangnya belum ada listrik negara yang masuk ke desa. Siang hari tidak ada listrik yang beroperasi, tetapi ketika malam desa diterangi oleh listrik yang berasal dari genset pribadi. Sarana kesehatan seperti puskesmas, sangat jauh dari kampung. Hingga masyarakat masih bergantung pada pomang. Ke-
luhan warga yaitu saat ada yang sakit parah, sulit untuk mendapatkan penanganan langsung karena mengingat perjalanan yang panjang dan sulit dilalui. Satu-satunya sekolah yang ada di Mabit hanya Sekolah Dasar. Itupun masih terbatas jumlah tenaga pengajarnya. Anak-anak desa Mabit yang telah lulus SD terpaksa merantau untuk melanjutkan sekolah di jenjang yang lebih tinggi. Kebanyakan dari mereka akan pergi ke Kembayan. Ketika musim gawai, anak-anak muda yang merantau akan pulang kampung untuk ikut merayakan pesta panen. Petrus menyayangkan anak-anak muda sekarang kebanyakan menikmati joget di panggung dangdut daripada mengikuti acara adat. Memang di tengah Mabit juga ada panggung musik yang mulai ramai saat hari telah gelap. Sehingga pada saat ritual adat, warga yang datang untuk ikut kebanyakan orangorang tua. Budaya semakin terkikis oleh perubahan zaman. “Gawai itu budaya turun temurun, ucapan syukur atau terimakasih atas hasil yang kita terima dari Yang Maha Kuasa”. (Yooce Tutkey & S. Yudhi P)
OPINI
KURSI MANIS BERBUAH PETAKA Plorensius Peserta Sekolah Demokrasi 2014
B
aru saja kita selesai melaksanakan pesta perhelatan akbar, yang di laksanakan setiap lima tahun sekali, yaitu pemilu legislatif pada tanggal 9 April 2014 yang baru berlalu. Namun pada pesta demokrasi yang baru kita laksanakan tersebut masih ada saja caleg yang rela melakukan apa saja, untuk mendapatkan suara seperti Money Politic. Meskipun money politic sudah jelas mencederai demokrasi yang ada di Indonesia, namun pada kenyataannya pada saat kampanye cara tersebut masih menjadi cara yang jitu untuk mencari suara dan menarik perhatian masyarakat. Hal ini terlihat pada saat beberapa caleg melaksanakan kampanye di wilayah Kabupaten Sanggau Kalimantan Barat yang melakukan Money Politic. Money Politic bisa terjadi di masyarakat dikarenakan minimnya informasi masyarakat mengenai Demokrasi yang ada, juga di tambah berkurangnya pengetahuan atau pendidikan pada sebagian masyarakat tersebut. Masyarakat cenderung berpikir bahwa caleg yang melakukan money politic adalah caleg yang baik serta tidak pelit, bahkan makin
besar money politic yang di berikan maka dukungan dari masyarakat makin besar, tampa sadar masyarakat bahwa suara mereka telah di beli hanya dengan beberapa puluh ribu saja yang berkisar antara dua puluh ribu sampai seratus ribu. Jika untuk menjadi seseorang dewan harus menggunakan cara-cara tidak bermoral bagai mana kedepannya nasib bangsa kita khusnya di kabupaten sangau. Money politic ini yang mengakibatkan jika caleg tersebut terpilih dan duduk di kursi parlemen, maka akan menjadi penyebab terjadinya korupsi, hal ini di lakukan untuk mengembalikan modal mereka yang banyak habis disaat masa kampanye, dan kita masyarakat juga tidak bisa berbuat banyak karena suara kita di anggap sudah dibeli caleg yang bersangkutan. Ternyata peraturan yang di buat hanya untuk di langgar dan tidak ada tindakan atau sanksi ke pelanggaran tersebut. Jika sudah begini, dimana arti demokrasi sesungguhnya, pemerintah dan masyarakat harus benar-benar jeli menanggapi hal tersebut karena efek negatifnya itu dirasakan sampai lima tahun kedepan. Hal ini yang perlu kita beritahukan dan di-
adakannya sosialisasi dengan masyrakat atau penyuluhan bagi masyarakat supaya mereka tahu apa dampak dari money politic yang sudah terjadi. Dan supaya masyarakat bisa menjadi pemilih yang bijak serta cerdas dan tidak mau lagi memilih oknum caleg yang membagi-bagikan uang. Para anggota legislatif yang terpilih gembira menyambut kemenangan yang di dapat. Tapi apakah mereka tahu tugas berat dan janji-janji yang pernah mereka obral waktu kampanye apakah dapat mereka wujudkan, harapan rakyat ada di pundak mereka berharap perubahan benar-benar terjadi, jangan sampai setelah terpilih, mereka menikmati kursi manisnya rakyat justru makin terpuruk. Pegang kepercayaan masyrakat dan jalankan tugas serta tepati janji-janji kampanye agar semua berbuah manis jangan sampai caleg tersebut melihat karena dengan sudah diberikan uang ( money politic ) tersebut kepada masyarakat maka hubungan atau jalinan dengan masyarakat terputus.
POTENSI SENIMAN KAMPUNG Stepanus Aceny Peserta Sekolah Demokrasi 2014
P
embuat lesung, gelas, dan asbak dari kayu dibawa ke pulau Jawa untuk pelatihan khusus. Orang kampung kerap menyapanya dengan nama Kinyu berusia 40-an tahun, beliau berlatar pendidikan rendah. Beliau adalah seorang tukang pengolah potongan-potongan kayu dari belian, bekas-bekas pembuatan konsoi (peti mati) dan pohon yang masih hidup, untuk diukir dan diolah menjadi barang yang berguna seperti asbak, lesung, teko, gelas, dan berbagai macam model lainnya yang bernilai ekonomi. Minggu 13 April kemarin adalah hari yang sangat berharga bagi be-
liau, karena pada hari Minggu tersebut beliau dibawa oleh pemerintah melalui instansi terkait ke Jawa untuk dilatih dan diberi bimbingan dalam kegiatan seninya. Selama beliau berkarya beliau tidak pernah menduga pekerjaan yang sesederhana dan berkapasitas kecil-kecilan yang dia miliki dapat membawanya ke pulau Jawa bahkan ke luar negeri. Tempat kediaman beliau adalah kampung Mabit desa Semongan, kecamatan Noyan, kabupaten Sanggau. Mabit adalah kampung yang sangat terisolir dari segala aspek, seperti ekonomi, pembangunan dan infrastruktur. Seperti halnya kalau beliau memasarkan hasil kary-
anya, beliau berjalan kaki dengan membawa jarai besar atau karung karena beliau tidak pandai mengendarai motor. Kadang-kadang jika daerah pemesanannya jauh, hasil karyanya diantar oleh adiknya dengan sepeda motor. Hampir seluruh warga sekecamatan Noyan mengenal beliau karena pekerjaannya bahkan orang luar kecamatan, kabupaten, propinsi mengenali beliau dari profesi yang dijalaninya. Maka dari itu saya sebagai penulis mengambil kesimpulan bahwa sekecil apa pun dan sesederhana apa pun pekerjaan kita harus disyukuri dan dinikmati karena dari pekerjaan kita bisa di kenal oleh orang banyak.
Wai
ra
5
VOX POPULI
G
awai mayoritas dirayakan orang Dayak, sekarang sudah berubah, h, tidak kayak dulu ada adat lama. Sekarang hanya makan-makan, n, kayak natal; duduk, makan, pulang. Sindo, Petani
Apa Makna Gawai Yang Anda Rasakan Saat Ini?
B
agi saya, gawai adalah persatuan masyarakat Dayak yang masih menghargai adat dan perlu dikembangkan, harus dilakukan setiap tahun Rosalina, Pengusaha R Perayaan Gawai adalah bersyukur atas hasil panen yang didapatkan, juga berdoa P untuk rejeki tahun depan u Helena Tionika, Guru Honorer H
G
awai itu mengingat kembali sejarah masyarakat adat Dayak. Tidak boleh dilenyapkan dan harus dipatuhi dan dilaksanakan, karena turun temurun dari nenek moyang adat itu sudah ada Piktosianus Lung, Kepala Desa Empodis sasi ini, ini supaya Makna gawai itu untuk mengingat adat istiadat, biar tidak tenggelam di era globalisasi tetap lestari dan bisa diteruskan ke anak cucu. Karena masyarakat itu terbentuk dari adat, harus bisa merasuk dalam diri. Norma adat berguna untuk saling menghormati satu sama lain, menghormati orang yang lebih tua Yohanes Alex, Anggota BPD Desa Kuala Dua (Kembayan)
U
ngkapan syukur selama setahun pas panen. Ada adat istiadat pedagi atau berdoa minta rejeki untuk tahun depan
H Hendrikus Hendi, Petani
6
Wai
ra
TENTANG KITA
Kampanye Damai Pilpres 2014
H
ujan rintik-rintik di kota Sanggau perlahan berubah menjadi hujan lebat. Selain pengendara tranportasi, orang-orang yang beraktivitas segera lari berteduh. Bahkan orang yang bersepeda-motor memacu kecepatan demi menghindari basah kuyup. Tetati dua titik lampu merah di tengah kota tetap terlihat dua grup orang-orang berjaket Sekolah Demokrasi membagibagikan bunga dan selebaran. Pengendara sepeda motor dan mobil yang terhenti di lampu merah tersebut terlihat bingung; ada apa gerangan kiranya? Kerumunan orang-orang di dua titik lampu merah tersebut adalah peserta Sekolah Demokrasi dan para alumni Sekolah Demokrasi yang tergabung dalam KKDS (Komite Komunitas Demokrasi Sanggau) beserta Elpagar. Menjelang pemilu 2014, mereka mengadakan aksi damai dalam mendukung Pemilu yang damai. Dengan mengusung pernyataan “Makna Demokrasi adalah menghargai perbedaan pilihan politik”, bunga kertas dan pamflet dibagikan kepada pengendara kota Sanggau. Harapannya, selebaran berisi visi dan misi dua capres utama, akan sampai kepada warga kota Sanggau untuk menciptakan Pilpres yang damai tanpa masalah. Sebab, di media cetak dan televisi tersebar suasana “panas” dari pendukung masing-masing capres yang saling adu kekuatan. Berbagai bentuk kampanye hitam maupun kampanye negatif digulirkan para pendukung kedua kandidat presiden. Debat-debat hangat tak sedikit yang memecah hubungan sosial. Pelbagai isu negatif yang kebenarannya tak diketahui secara pasti mulai merasuki kehidupan sosial. Masing-masing pendukung membela kandidat dengan cara
yang cerdas, unik, kreatif, hingga pada cara yang mengganggu. Jika hal ini terus menerus dikonsumsi publik, bukan tidak mungkin akan terjadi konflik. Maka dari itu para anggota KKDS menyuarakan aksi damai menjelang pemilu ini. KKDS mengajak masyarakat untuk saling menghargai pilihan politik dan saling menjaga kedamaian. Untuk itu, KKDS juga memajang baliho yang berisi visi & misi masing-masing kandidat presiden di 5 kecamatan di Sanggau. Kemudian komunitas tersebut juga mengadakan talkshow interaktif di radio Daranante kota Sanggau. Tentu saja talkshow tersebut membahas kampanye pilpres damai 2014. Setelah beberapa kali mengadakan talkshow dan mema-
jang baliho, 26 Juni 2014 yang lalu, komunitas ini turun ke jalan. Walau diguyur hujan, mereka tetap membagikan bunga kertas warna-warni sebagai tanda damai kepada pengendara kendaraan di jalan arteri kota Sanggau. Memberikan edukasi politik kepada masyarakat luas memang tidak mudah, tetapi akan lebih buruk lagi jika kita tidak berbuat apa-apa selain mengeluh. Tunas-tunas pengetahuan akan tumbuh melimpah apabila disebar merata di semua tingkatan tanah. Apapun informasi dan pengetahuan yang kita sebarkan, selama ada kebenaran dan niat berbuat baik didalamnya, maka kebenaran jugalah yang akan kita tuai nantinya. (Yooce Tutkey)
Wai
ra
7
JURNALISME WARGA
HARGA GETAH MENURUN HARGA BARANG MELAMBUNG Usup Suardi Peserta Sekolah Demokrasi 2014
D
ikampung saya, khususnya di Dusun Muara Ronai Desa Semombat Kecamatan Jangkang, rata-rata masyarakatnya bermatapencaharian bertani karet ( penoreh ). Sedangkan kalau dilihat dari harga karet sekarang, sangat tidak mengimbangi dengan kebutuhan bahan pokok. Sehingga dari segi pendapatan, ekonomi masyarakat sangat minim dan memprihatinkan. Harga getah hanya berkisar Rp 6.000 s/d Rp8.000 saja perkilonya, kalau dibandingkan dengan harga kebutuhan pokok sangat jauh perbedaannya, contohnya beras perkilonya Rp 10.000 kea-
tas. Jika dibandingkan dengan harga getah yang ada sekarang sangat tidak bisa mengimbangi dengan harga kebutuhan pokok, jadi hal ini bisa menyebabkan kebutuhan masyarakat serba kekurangan. Yang jadi permasalahannya sekarang adalah mengapa harga getah sangat menurun? Hal ini diakibatkan oleh dua faktor penyebab menurunnya harga getah, antara lain: 1. Ulah para tengkulak atau para pengepul yang memonopoli harga getah 2. Kualitas karet masyarakat yang rendah sehingga mengurangi daya beli ditingkat nasional maupun internasion-
al menurun. Untuk mengatasi hal tersebut harus ada kesadaran dari masyarakat itu sendiri supaya mengupayakan peningkatan kualitas hasil getahnya, agar harga getah bisa meningkat sehingga sesuai dengan harga kebutuhan pokok. Harapan kita disatu sisi harus ada campur tangan dari Pemerintah Daerah dan Pusat untuk mengawasi dan memonitor harga karet agar para tengkulak tidak semenamena lagi memainkan harga karet.
Humor Politik Dosen yang Juga Menjadi Pejabat
NET
Di kantin sebuah universitas, Udin dan Tono dua orang mahasiswa sedang berbincang-bincang : Tono : “Saya heran dosen ilmu politik, kalau ngajar selalu duduk, tidak pernah mau berdiri.” Udin : “Ah, gitu aja diperhatiin sih Ton.” Tono : “Ya, Udin tahu ngak sebabnya.” Udin : “Barangkali aja, cape, atau kakinya gak kuat berdiri.” Tono : “Bukan itu sebabnya Din, sebab dia juga seorang pejabat.” Udin : “Loh, apa hubungannya?!!” Tono : “Ya kalau dia berdiri, takut kursinya diduduki orang lain.” Udin : “???” Memiliki Hati yang Keras Seseorang yang berjalan masuk ke sebuah rumah sakit, melihat dua dokter dengan baju putih mencari sesuatu di taman bunga. “Permisi,” katanya, “kau kehilangan sesuatu?” “Tidak,” jawab salah satu dokter. “Kami melakukan transplantasi hati untuk seorang anggota partai politik dan sedang mencari batu yang cocok.”
8
Wai
ra
Menanyakan Kejujuran Politikus Rombangan bus politikus berkunjung kedaerah terpencil untuk kampanye Pilkada. Jalan menuju daerah berliku-liku dan penuh jurang. Setelah mengadakan kampanye rombongan tersebut pulang ke kota namun naas, ditengah jalan mobil tersebut masuk jurang. Beberapa penduduk segera menolong mereka dengan menguburkan para penumpang bus ditempat itu juga. Sehari kemudian polisi datang ketempat kejadian lalu menanyakan ke para penduduk setempat. Polisi: “Kemarin ada kecelakaan bus rombongan politikus, bagaimana dengan penumpangnya, apakah masih ada yang hidup?” Penduduk: “Iya kemarin sih ada beberapa penumpang yang merintih: ‘tolooong saya pak, saya masih hiduuup.’” Polisi: “Lalu kemana penumpang yang hidup itu sekarang?” Penduduk: “Sudah kita kubur, Bapak kan tau sendiri kejujuran politikus. Bilangnya A tapi nyatanya B. Paling mereka kemarin ngaku hidup, padahal sih sebenarnya sudah mati. Jadi kita kubur saja!” (NET)
CERITA KITA
MĆėĎĆ WĆđĆēĉĆ MĆėĆĒĎĘ, PĊėĊĒĕĚĆē PĆčđĆĜĆē PĊėČĊėĆĐĆē NĆĘĎĔēĆđ
S
etiap tanggal 1 desember, warga Minahasa memperingati Hari Ibu Maria Walanda Maramis, sosok yang dianggap sebagai pendobrak adat, pejuang kemajuan dan emansipasi perempuan di dunia politik dan pendidikan. Dari seantero wilayah Minahasa, orang berdatangan ke satu kota kecil berjarak Sembilan kilometer dari Manado bernama Maumbi, tempat dimana perempuan yang begitu menggetarkan jiwa mereka itu mengawali perjuangannya dengan sebuah permintaan : “Tuan Pendeta, ajarkan aku membaca masyarakatku!”. Perayaan ini sudah ada sejak 1920-an. Saat Maria meminta itu, daun kalender menunjuk angka 1890. Itu berarti ia baru berumur 18 tahun! Dan seperti diperikan oleh tokoh Zending Minahasa yang terbesar, Nicolaas Graafland, dalam sebuah penerbitan Nederlandsche Zendeling Genootschap tahun 1881, Maria kemudian menjadi salah satu model perempuan Minahasa abad itu yang dilihatnya memiliki “bakat yang istimewa untuk menangkap mengenai apapun juga dan untuk memperkembangkan daya pikirnya, bersifat mudah menampung pengetahuan sehingga sering lebih
maju daripada kaum lelaki”. Maria pada zamannya memang sosok perempuan dengan jiwa yang mengagumkan besarnya. Sebagai perempuan, yang pada usia masuk sekolah sudah menjadi yatim piatu, oleh adat kepercayaan serta sistem sosial saat itu diharamkan mencicipi pendidikan lebih tinggi dari sekolah desa tiga tahun yang
disebut Volksschool, Maria sanggup menjangkau berbagai masalah kehidupan di sekitarnya dengan pandangan tajam ke depan. Ia adalah salah seorang yang paling sadar akan perubahan zaman yang tengah terjadi dan berhasil menempatkan dirinya di tengah-tengah perubahan itu. (Disadur dari Jurnal Perempuan)
Wai
ra
9
CERITA KITA
A
genda pemilu 2014 tiba-tiba menjadi momen yang menggegap gempita. Mendekati waktu pemilihan presiden dan wakil presiden baru, rakyat Indonesia seperti mengalami gejala “mendadak dangdut”. Mulai dari membicarakan calon presiden idaman hingga jauh melanglang pada pembicaraan politik lebih dalam. Bukan hanya di kalangan orang dewasa, kaum muda hingga remaja di sejumlah media sosial pun terpengaruh oleh topik pembahasan tersebut. Bukan tidak mustahil, para pendukung kandidat saling menjelekjelekkan lawan mereka. Sebelum mengalami kejutan seperti “mendadak dangdut”, Sekolah Demokrasi Sanggau sudah sejak awal berdiri, wajib untuk pesertanya untuk mendapat pendidikan politik. Kegiatan inclass Sistem Pemerintahan dan Politik disampaikan oleh pakar serta akademisi berkompeten pada bidangnya. Tahun ini, bertepatan tanggal 9 dan 10 Mei 2014, peserta SD Sanggau beruntung bisa mendapatkan ilmu dari seorang Rustam Ibrahim. Beliau adalah board KID (Komunitas Indonesia untuk Demokrasi), yang secara langsung menaungi Sekolah Demokrasi di Indonesia. Materi politik disajikan beliau mulai dari kulit. Pertanyaan dan penjelasan topik tersebut menghidupkan suasana aula YPSBK yang dikelilingi hutan lind-
10
Wai
ra
ung nan teduh. Pada awal pertemuan beliau mengatakan apabila ingin mengetahui bagaimana negara kita, bacalah UUD 1945. Karena didalam UUD 1945 telah diatur hak-hak warga negara, penyelenggaraan negara, dan kekuasaan penyelenggara negara. “Secara definisi luasnya pengertian dari sistem pemerintahan ialah pembagian kekuasaan antar lembaga negara. Secara sempit artinya pembagian kekuasaan antara eksekutif dan legislatif”, ucap narasumber tersebut tentang sistem pemerintahan. Selain memaparkan tentang hubungan antara eksekutif dan legislatif, koalisi, dan kekuasaan organ negara, beliau turut memaparkan otonomi daerah. Secara tidak langsung pemerintahan daerah akan bersentuhan dengan masyarakat, mengingat Kabupaten Sanggau ini adalah daerah yang akan dipupuk dan dibangun oleh peserta-peserta SD Sanggau. Walaupun otonomi daerah sekarang banyak yang sudah demokratis, tetapi masyarakat perlu berpedoman pada cirri-ciri otonomi daerah yang sehat. Maka Rustam Ibrahim memaparkan 10 Standar keberhasilan dalam otonomi daerah, antara lain; 1. Berkurangnya hambatan administratif 2. Akuntabel atau terbuka kepada rakyat 3. Pemda semakin responsif atas ke-
butuhan rakyat 4. Pelayanan masyarakat semakin efektif dan efisien 5. Kuantitas dan kualitas pelayanan umum semakin meningkat 6. Kelompok masyarakat sudah merasa terwakili seluruhnya 7. Hak kepemilikan lokal semakin diakui dan dilindungi 8. Akses SDL lebih dikendalikan dan dimanfaatkan secara bertanggung jawab 9. Hak-hak kepemilikan daerah (lokal semakin diakui dan dilindungi keberadaannya) 10. Akses terhadap sumber daya lokal lebih dikendalikan dan dimanfaatkan secara bertangggungjawab untuk kesejahteraan masyarakat daerah. Sekiranya, materi Sistem Politik dan Pemerintahan ini sangat baik dipaparkan sebelum pemilihan legislatif. Karena betapa beruntung jika para calon legislatif mendapatkan pengetahuan politik lebih dalam sebelum mencalonkan diri dan duduk di kursi DPRD. Gejala mendadak politik tahun ini diharapkan bukan menjadi ajang pertempuran suara, tetapi menjadi waktu yang tepat untuk belajar lebih dalam mengenai sejarah dan ilmu sosial politik bagi masyarakat. Agar ketika berdebat, kita tidak saling mengumbar debat kusir.
DOK. RAWAI
MĊēĉĆĉĆĐ PĔđĎęĎĐ
RUANG KITA
MĊēČĚćĆč HĆđ KĊĈĎđ MĊēďĆĉĎ TĚđĎĘĆē BĊĘĆė “Pada awalnya memang susah untuk memulai menulis. Hal ini berlaku umum dan dapat terjadi pada siapa saja. Kadangkala hal ini disebabkan oleh tidak pahamnya kita akan siapa diri kita.” Sebuah pengantar tentang standing position disampaikan oleh Dian Lestari sebagai materi pembuka pada “Pelatihan Citizen Reporting” di Sekolah Demokrasi Sanggau. Beliau menjabarkan bahwa standing position ialah siapa kita. Dengan standing position kita akan memberikan langkah awal untuk kita mengetahui apa saja yang bisa kita tulis. Menurutnya, di Kalimantan Barat banyak sekali masalah yang menarik untuk diangkat lewat tulisan. Tetapi kita tidak harus selalu memperhatikan hal-hal yang beratberat. Dengan hal kecil disekitar kita pun dapat kita ulas dalam tulisan. Secara gamblang dan singkat, peserta Sekolah Demokrasi diajak mengenal jurnalistik. Jurnalistik itu sendiri diartikan sebagai kegiatan menyimpulkan, mengolah dan menyebarkan berita kepada khalayak seluas-luasnya dengan secepatnya. Dengan bantuan teknologi sekarang, berita dapat dikirim melalui daerah satu dengan yang lainnya melalui email hingga ke media-media sosial seperti Facebook, Twitter, dan lainnya. Kemudian pada prakteknya, proses penulisan dimulai dengan menentukan 5W1H. Rumus abadi dalam penulisan yaitu 5W1H terdiri dari What(Apa), Who(Siapa), When(Kapan), Where(Dimana), Why(kenapa) dan How(Bagaimana). Setelah merumuskan 5W1H, menyusun sebuah berita yaitu dengan piramida terbalik. Singkatnya yaitu menyusun informasi yaitu pertama berita paling penting, kedua penting
dan terakhir kurang penting. Selama 3 hari Pelatihan Citizen Reporting (24-26 April 2014), peserta Sekolah Demokrasi Sanggau bersama narasumber membedah tulisan jurnalistik sekaligus praktik menulis. Dian Lestari, redaktur Tribun Pontianak sebagai narasumber membimbing peserta untuk membuat tulisan sederhana baik secara individu maupun dalam grup diskusi. Secara khusus peserta juga diajak untuk mengenal lebih dalam dan membedakan antara penulisan Opini dan Citizen Reporting. Sebagai contoh, masing-masing peserta diajak untuk memeriksa tulisan pada edisi-edisi lama buletin Rawai yang dibagikan. Untuk mengenal perbedaan tulisan, menurut Dian, peserta bisa berpatokkan pada bahasa yang digunakan dimana bahasa opini lebih berat daripada bahasa jurnalisme warga atau citizen
reporting. Dian Lestari juga menghimbau untuk melihat nilai-nilai atau pesan moral yang terkandung di dalam setiap tulisan. Pada akhir pelatihan hari pertama, masing-masing peserta kemudian diminta untuk membuat tulisan opini ataupun citizen reporting. Hari berikutnya, hasil tulisan masing-masing peserta kemudian didiskusikan bersama untuk diperbaiki. Diharapkan, setelah mengikuti pelatihan, para peserta Sekolah Demokrasi Sanggau 2014 akan rajin menguraikan ide-ide serta pelaporan demokrasi dalam bentuk tulisan untuk disampaikan pada media cetak, termasuk buletin Rawai. “Menulis bukan hal yang sulit, namun untuk diangkat untuk menjadi berita dan masuk ke media massa membutuhkan banyak pertimbangan.” Ucap narasumber tersebut.
Wai
ra
11
Galeri Foto
Outbound
FOTO-FOTO: DOK. SEKOLAH DEMOKRASI SANGGAU
Sekolah Demokrasi Sanggau 2014
12
Wai
ra