Seminar Nasional Sastra, Pendidikan Karakter dan Industri Kreatif Surakarta, 31 Maret 2015
MEMBANGUN KARAKTER BANGSA MELALUI KEARIFAN LOKAL DALAM PEMBELAJARAN SASTRA1 Drs. Suratno, M.Pd.2 Pengawas SMP Dikpora Boyolali
ABSTRAK
Sejarah memberikan pelajaran yang amat berharga, betapa perbedaan, pertentangan, dan pertukaran pikiran itulah sesungguhnya yang mengantarkan kita ke gerbang kemerdekaan. Melalui pertukaran pikiran itu kita juga bisa mencermati, betapa kuat keinginan para Pemimpin Bangsa itu untuk bersatu di dalam satu identitas kebangsaan, sehingga perbedaan-perbedaan tidak menjadi persoalan bagi mereka. Oleh karena itu pendidikan karakter harus digali dari landasan idiil Pancasila dan landasan konstitusional UUD 1945. Tantangan saat ini dan ke depan bagaimana kita mampu menempatkan pendidikan karakter sebagai sesuatu kekuatan bangsa. Oleh karena itu kebijakan dan implementasi pendidikan yang berbasis karakter melalui kearifan lokal dalam pembelajaran sastra di sekolah menjadi sangat penting dan strategis dalam rangka membangun bangsa ini. Di sekolah, siswa mendapat materi sastra. Pengajar dapat memilih materi ajar sastra yang mengandung kearifan lokal untuk siswa. Kearifan lokal dalam materi sastra dapat berfungsi sebagai salah satu sumber nilai-nilai yang luhur bagi maksud tersebut. Dengan kata lain, kearifan lokal bisa menjadi sumur yang tak kunjung kering di musim kemarau panjang, nilai-nilai kebijaksanaan bagi perwujudan cita-cita bangsa yang seimbang, baik secara lahiriah maupun batiniah. Di samping berfungsi sebagai penyaring bagi nilai-nilai berasal dari luar, kearifan lokal dapat juga digunakan untuk meredam gejolak-gejolak yang bersifat intern. Misalnya konflik masyarakat yang sesuku atau antarsuku. Upaya promosi nilai-nilai luhur dalam kebudayaan tertentu secara formal akan menimbulkan apresiasi dan rasa bangga terhadap nilai-nilai tersebut. Dengan demikian akan muncul semangat yang kuat untuk menerapkannya dalam kehidupan bermasyarakat. Deskripsi ini dimaksudkan untuk mencoba menguraikan bagaimana membangun pendidikan karakter di sekolah melalui kearifan lokal dalam pembelajaran sastra.
1. PENDAHULUAN
akhlak anak bangsa. Pendidikan
Pendidikan karakter saat
karakter pun diharapkan mampu
ini memang menjadi isu utama
menjadi pondasi utama dalam
pendidikan. Selain itu, menjadi
menyukseskan
bagian dari proses pembentukan
2025. Dalam UU Nomor 20 Tahun
259
Indonesia
Emas
ISBN: 978-602-361-004-4
Seminar Nasional Sastra, Pendidikan Karakter dan Industri Kreatif Surakarta, 31 Maret 2015
2003 tentang Sistem Pendidikan
hanya sekitar 7 jam per hari atau
Nasional pada Pasal 3 dinyatakan
kurang
bahwa
(70%), peserta didik berada dalam
pendidikan
berfungsi
nasional
mengembangkan
kemampuan
keluarga
30%.
Selebihnya
dan
lingkungan
membentuk
sekitarnya. Jika dilihat dari aspek
karakter serta peradaban bangsa
kuantitas waktu, pendidikan di
yang bermartabat dalam rangka
sekolah
mencerdaskan kehidupan bangsa.
sebesar
Pendidikan
pendidikan
untuk
dan
dari
nasional
bertujuan
mengembangkan
peserta
didik
manusia
agar
yang
potensi menjadi
beriman
berkontribusi 30%
hanya
terhadap
hasil
peserta
didik.
Meskipun hanya 30%, pendidikan di
sekolah
lebih
mujarab
dan
membentuk karakter peserta didik.
bertakwa kepada Tuhan Yang
Hal tersebut dipicu pelaksanaan
Maha Esa, berakhlak mulia, sehat,
pembentukan karakter di sekolah
berilmu, cakap, kreatif, mandiri,
mempunyai nilai lebih. Nilai lebih
dan menjadi warga negara yang
tersebut adalah lebih terencana,
demokratis
menyeluruh,
serta
bertanggung
jawab.
dan
terorganisasi
secara sistematis. Pasal
menyebutkan
13
Ayat
bahwa
1 jalur
Mata Indonesia
pelajaran mencakup
bahasa beberapa
pendidikan terdiri atas pendidikan
aspek. Salah satu aspek adalah
formal, nonformal, dan informal
apresiasi
dapat
pembelajaran sastra adalah sebagai
saling
melengkapi
dan
sastra.
Tujuan
memperkaya. Pendidikan informal
berikut.
adalah jalur pendidikan keluarga
diharapkan dapat menikmati dan
dan
memanfaatkan karya sastra untuk
lingkungan.
Pendidikan
Pertama,
siswa
informal sesungguhnya memiliki
memperluas
peran dan kontribusi yang sangat
memperhalus budi pekerti, dana
besar
meningkatkan pengetahuan serta
dalam
pendidikan.
keberhasilan Peserta
didik
mengikuti pendidikan di sekolah
260
wawasan,
kemampuan berbahasa. siswa
dapat
Kedua,
menghargai
dan
ISBN: 978-602-361-004-4
Seminar Nasional Sastra, Pendidikan Karakter dan Industri Kreatif Surakarta, 31 Maret 2015
membanggakan sastra Indonesia
pendidikan formal sebagai langkah
sebagai
awal memperkenalkan budaya di
khazanah budaya dan
intelektual
manusia
Mengacu
tujuan
Indonesia.
lingkungannya.
pembelajaran
Jalur pendidikan informal
sastra tersebut dapat dikatakan
terutama
dalam
lingkungan
bahwa pembelajaran sastra ikut
keluarga
belum
sepenuhnya
berperan
memberikan
kontribusi
mendukung
pencapaian
dalam
membangun
karakter bangsa. Materi sastra berupa karya
kompetensi
dan
pembentukan
sastra terikat dan karya sastra tidak
karakter peserta didik. Kesibukan
terikat
dan aktivitas kerja orang tua yang
(bebas)
dipilihkan kearifan
seyogyanya
guru lokal.
yang
memuat
Kearifan
merupakan
lokal
nilai-nilai
pengembangan
tinggi,
pemahaman mendidik
kurangnya
orang anak
di
tua
dalam
lingkungan
dengan
keluarga, pengaruh pergaulan di
pemberdayaan
lingkungan sekitar, dan pengaruh
keterampilan serta potensi lokal
media elektronik ditengarai bisa
pada tiap-tiap daerah. Kearifan
berpengaruh
lokal milik kita beraneka ragam
perkembangan
karena
atas
hasil belajar peserta didik. Salah
bermacam-macam suku bangsa,
satu alternatif untuk mengatasi
berbicara dalam aneka bahasa
permasalahan
daerah, serta menjalankan ritual
melalui
adat istiadat yang berbeda-beda
terpadu yaitu memadukan dan
pula.
mengoptimalkan
berpijak
hidup
relatif
pada
Indonesia
terdiri
Guru dapat menentukan
negatif dan
terhadap pencapaian
tersebut
pendidikan
adalah karakter
kegiatan
materi sastra yang mengandung
pendidikan informal lingkungan
kearifan lokal untuk pembelajaran
keluarga
sastra. Materi sastra yang memuat
formal di sekolah. Dalam hal ini,
kearifan lokal dapat dijadikan
waktu belajar peserta didik di
sebagai
sarana
sekolah perlu dioptimalkan agar
karakter
anak
261
membangun bangsa
dalam
dengan
pendidikan
peningkatan mutu hasil belajar
ISBN: 978-602-361-004-4
Seminar Nasional Sastra, Pendidikan Karakter dan Industri Kreatif Surakarta, 31 Maret 2015
dapat
dicapai
terutama
pembentukan
karakter
dalam
pendidikan karakter peserta didik
peserta
sangat penting untuk ditingkatkan.
didik.
Karakter Dengan
demikian
jelas
merupakan
perilaku
nilai-nilai
manusia
yang
sekali bahwa fungsi dan tujuan
berhubungan dengan Tuhan Yang
pendidikan
Maha Esa, diri sendiri, sesama
berkaitan
di
setiap
dengan
jenjang
pembentukan
manusia,
lingkungan,
dan
karakter peserta didik sehingga
kebangsaan yang terwujud dalam
mampu
bersaing,
pikiran, sikap, perasaan, perkataan,
bermoral,
sopan
beretika,
santun,
dan
dan perbuatan berdasarkan norma-
berinteraksi dengan masyarakat.
norma agama, hukum, tata krama,
Hal ini dapat dibuktikan dari hasil
budaya,
penelitian di Harvard University
Pernyataan
Amerika Serikat (Ali
dengan materi yang disampaikan
Ibrahim
dan
adat
tersebut
diperkuat
Akbar, 2000) ternyata kesuksesan
Wakil
seseorang tidak ditentukan semata-
Nasional, Prof. dr. Fasli Jalal,
mata
Ph.D. pada tanggal 1 Juni 2010
oleh
pengetahuan
dan
Menteri
istiadat.
Pendidikan
kemampuan teknis (hard skill)
dalam acara
saja, tetapi lebih oleh kemampuan
dengan
mengelola diri dan orang lain (soft
Karakter
skill).
Berwawasan Kebangsaan” yang
Penelitian
ini
mengungkapkan, kesuksesan
bahwa
hanya
Rembuk Nasional
tema
digelar
“Membangun
Bangsa
di
Balai
dengan
Pertemuan
ditentukan
Universitas Pendidikan Indonesia
sekitar 20 persen oleh hard skill
(UPI) dan dipelopori oleh Pusat
dan sisanya 80 persen oleh soft
Kajian
skill.
Pancasila
Bahkan
orang-orang
Nasional
Pendidikan
dan
Wawasan
tersukses di dunia bisa berhasil
Kebangsaan
dikarenakan
mengungkapkan
lebih
banyak
UPI arti
Bandung penting
didukung kemampuan soft skill
pendidikan karakter bagi bangsa
daripada
ini
dan negara. Beliau menjelaskan
mutu
bahwa pendidikan karakter sangat
hard
mengisyaratkan
262
skill. bahwa
Hal
ISBN: 978-602-361-004-4
Seminar Nasional Sastra, Pendidikan Karakter dan Industri Kreatif Surakarta, 31 Maret 2015
erat dan dilatar belakangi oleh
begitu
keinginan mewujudkan konsensus
pendidikan
nasional
yang
Wamendiknas
Pancasila
dan
Konsensus
tersebut
berparadigma UUD
1945.
pentingnya
pelaksanaan karakter.
bahwa
pun
mengatakan
pada
dasarnya
selanjutnya
pembentukan karakter itu dimulai
diperjelas melalui UU Nomor 20
dari fitrah yang diberikan Ilahi
tahun
2003
Pendidikan berbunyi
tentang
Sistem
yang kemudian membentuk jati
Nasional
yang
diri dan perilaku. Dalam prosesnya
nasional
sendiri fitrah Ilahi ini sangat
“Pendidikan
berfungsi
mengembangkan
kemampuan
dan
membentuk
dipengaruhi
oleh
keadaan
lingkungan sehingga lingkungan
watak serta peradaban bangsa
atau
yang bermartabat dalam rangka
peranan yang cukup besar dalam
mencerdaskan kehidupan bangsa
membentuk jati diri dan perilaku.
bertujuan untuk berkembangnya
Oleh karena itu Wamendiknas
potensi peserta didik agar menjadi
mengatakan bahwasanya sekolah
manusia
dan
sebagai bagian dari lingkungan
bertakwa kepada Tuhan Yang
memiliki peranan yang sangat
Maha Esa, berakhlak mulia, sehat,
penting.
berilmu, cakap, kreatif, mandiri,
menganjurkan agar setiap sekolah
dan menjadi warga negara yang
dan seluruh lembaga pendidikan
demokrasi
memiliki
yang
beriman
serta
bertanggung
jawab.”
kearifan
memilki
Wamendiknas
school
culture
yang
artinya setiap sekolah memilih
Dari bunyi pasal tersebut, Wamendiknas
pendisiplinan
mengungkapkan
mengenai
bahwa telah terdapat 5 dari 8
dibentuk.
potensi
peserta
implementasinya dengan pendidikan
tujuan
dan
karakter
kebiasaan yang
Lebih
akan lanjut
didik
yang
Wamendiknas pun berpesan agar
sangat
lekat
para
pembentukan
karakter.
Kelekatan
inilah yang menjadi dasar hukum
263
lokal
pemimpin
dan
pendidik
lembaga pendidikan tersebut dapat mampu memberikan suri teladan mengenai karakter tersebut.
ISBN: 978-602-361-004-4
Seminar Nasional Sastra, Pendidikan Karakter dan Industri Kreatif Surakarta, 31 Maret 2015
Wamendiknas mengatakan
pedagog Jerman FW Foerster
bahwa pendidikan karakter tidak
(1869-1966) terdapat empat
dijadikan kurikulum yang baku
ciri dasar dalam pendidikan
melainkan
karakter
proses
dibiasakan
melalui
pembelajaran.
dengan pendidikan
menurut
Foerster.
Berkaitan
Pertama, keteraturan interior
sarana-prasarana,
dengan setiap tindakan diukur
karakter
ini
tidak
berdasar hierarki nilai. Nilai
memiliki sarana-prasarana yang
menjadi
pedoman
normatif
istimewa karena yang diperlukan
setiap
tindakan.
Kedua,
adalah proses penyadaran dan
koherensi
pembiasaan.
keberanian,
yang
memberi membuat
seseorang teguh pada prinsip, tidak
2. RUMUSAN MASALAH Dari uraian latar belakang masalah
terdapat
permasalahan
yang akan di bahas yaitu a. Apa
dari
pendidikan karakter?
takut
risiko.
Koherensi
dasar
yang
membangun rasa percaya satu sama
membangun
terombang-
ambing pada situasi baru atau
merupakan
pengertian
b. Bagaimana
mudah
lain.
Tidak
koherensi
adanya
meruntuhkan
pendidikan karakter di sekolah
kredibilitas seseorang. Ketiga,
melalui kearifan lokal dalam
otonomi. Di situ seseorang
pembelajaran sastra?
menginternalisasikan
aturan
dari luar sampai menjadi nilai3. HASIL DAN PEMBAHASAN
dilihat lewat penilaian atas
a. Pendidikan Karakter Secara geneologis, pendidikan menekankan spiritual pembentukan
264
nilai bagi pribadi. Itu dapat
historis-
keputusan
pencetus
terpengaruh oleh atau desakan
karakter dimensi dalam pribadi
yang
dari
pihak
etis-
keteguhan
pribadi
tanpa
lain.
Keempat,
dan
kesetiaan.
proses
Keteguhan merupakan daya
ialah
tahan seseorang guna tentang
ISBN: 978-602-361-004-4
Seminar Nasional Sastra, Pendidikan Karakter dan Industri Kreatif Surakarta, 31 Maret 2015
apa
yang
dipandang
baik.
pengelolaan
merupakan
dasar
pelaksanaan
penghormatan
atas
Kesetiaan bagi
komitmen
yang
dipilih.
Karakter
itulah
yang
sekolah, aktivitas
kegiatan
ko-kurikuler,
pemberdayaan
sarana
prasarana, pembiayaan, dan
menentukan bentuk seorang
ethos
pribadi
sekolah/lingkungan.
dalam
segala
tindakannya.
kerja
samping
Selain
atau
itu,
warga Di
pendidikan
itu
pula
karakter
adalah
suatu perilaku warga sekolah
suatu sistem penanaman nilai-
yang dalam menyelenggarakan
nilai karakter kepada warga
pendidikan harus berkarakter.
pendidikan
sekolah
yang
karakter
seluruh
dimaknai
sebagai
meliputi
Menurut David Elkind
pengetahuan,
& Freddy Sweet Ph.D. (2004),
kesadaran atau kemauan, dan
pendidikan karakter dimaknai
tindakan untuk melaksanakan
sebagai
nilai-nilai tersebut. Pendidikan
education is the deliberate
karakter
effort
komponen
dapat
dimaknai
berikut:
to
“character
help
people
sebagai “the deliberate use of
understand, care about, and
all dimensions of school life to
act upon core ethical values.
foster
character
When we think about the kind
Dalam
of character we want for our
pendidikan karakter di sekolah,
children, it is clear that we
semua komponen (pemangku
want them to be able to judge
pendidikan) harus dilibatkan,
what is right, care deeply
termasuk
about what is right, and then
optimal
development”.
komponen-
komponen
itu
do what they believe to be
sendiri yaitu isi kurikulum,
right, even in the face of
proses penilaian,
pendidikan
pembelajaran
dan
pressure from without and
penanganan
atau
temptation from within”.
pengelolaan mata pelajaran,
265
ISBN: 978-602-361-004-4
Seminar Nasional Sastra, Pendidikan Karakter dan Industri Kreatif Surakarta, 31 Maret 2015
Lebih lanjut dijelaskan bahwa
pendidikan
karakter
masyarakat
dan
bangsanya. Oleh karena itu,
adalah segala sesuatu yang
hakikat
dilakukan guru yang mampu
karakter
mempengaruhi
pendidikan di Indonesia adalah
karakter
dari
pendidikan
dalam
konteks
peserta didik. Guru membantu
pendidikan
membentuk
watak
pendidikan nilai-nilai luhur
didik.
ini
Hal
keteladanan perilaku
guru,
peserta
materi,
yakni
yang bersumber dari budaya
bagaimana
bangsa Indonesia sendiri dalam
cara
bagaimana
guru
rangka membina kepribadian generasi muda.
guru
Oleh
bertoleransi, dan berbagai hal
pendidikan
terkait lainnya.
digali
Menurut
nilai,
mencakup
berbicara saatu menyampaikan
266
budaya
T.
Ramli
karena karakter
dari
harus
landasan
Pancasila
dan
itu
idiil
landasan
(2003), pendidikan karakter
konstitusional
memiliki esensi dan makna
Sejarah
yang sama dengan pendidikan
memperlihatkan bahwa pada
moral dan pendidikan akhlak.
tahun 1928, ikrar “Sumpah
Tujuannya adalah membentuk
Pemuda” menegaskan tekad
pribadi anak, supaya menjadi
untuk
manusia yang baik, warga
Indonesia. Mereka bersumpah
masyarakat,
untuk berbangsa, bertanah air,
dan
warga
UUD
1945.
Indonesia
membangun
negara yang baik. Adapun
dan
kriteria manusia yang baik,
Indonesia.
warga masyarakat yang baik,
dipilihnya
dan warga negara yang baik
kesatuan.
bagi suatu masyarakat
atau
sejarah ini menunjukan suatu
bangsa, secara umum adalah
kebutuhan yang secara sosio-
nilai-nilai sosial tertentu, yang
politis merefleksi keberadaan
banyak
watak
dipengaruhi
oleh
berbahasa
nasional
satu
Ketika bentuk Kedua
pluralisme
yaitu
merdeka negara peristiwa
tersebut.
ISBN: 978-602-361-004-4
Seminar Nasional Sastra, Pendidikan Karakter dan Industri Kreatif Surakarta, 31 Maret 2015
Kenyataan sejarah dan sosial
Fakta
menunjukkan
budaya tersebut lebih diperkuat
bahwa masing-masing etnis
lagi
simbol
dan suku memiliki kearifan
“Bhineka Tunggal Ika” pada
lokal sendiri. Misalnya, suku
lambang negara Indonesia.
Batak
melalui
Dari
arti
mana
menyampaikan
memulai
kental
keterbukaan,
dengan
Jawa
nyaris
nilai-nilai
identik dengan kehalusan, suku
dalam
Madura memiliki harga diri
pendidikan informal dan secara
yang tinggi, dan etnis Cina
pararel
pada
terkenal
serta
Lebih dari itu, masing-masing
karakter
bangsa
berlanjut
pendidikan
formal
dengan
keuletan.
nonformal. Tantangan saat ini
memiliki
dan ke depan bagaimana kita
keramahan dengan lingkungan
mampu
menempatkan
alam yang mengitari mereka.
pendidikan karakter sebagai
Kearifan lokal itu tentu tidak
sesuatu kekuatan bangsa. Oleh
muncul
serta-merta,
karena
berproses
panjang
sehingga
implementasi pendidikan yang
akhirnya
terbukti,
hal
berbasis
mengandung
itu
kebijakan
karakter
dan
menjadi
keakraban
sangat penting dan strategis
kehidupan
dalam
Keterujiannya
rangka
membangun
kebaikan
dan
tapi
itu bagi
mereka. dalam
bangsa ini. Hal ini tentunya
tersebut
juga
adanya
lokal menjadi budaya yang
dukungan yang kondusif dari
mentradisi dan melekat kuat
pranata politik, sosial, dan
pada kehidupan masyarakat.
budaya bangsa.
Artinya, sampai batas tertentu
menuntut
membuat
sisi
kearifan
ada nilai-nilai perenial yang b. Membangun Karakter Melalui
Pendidikan
berakar kuat pada setiap aspek
Sekolah
lokalitas budaya ini. Semua,
Di Kearifan
Lokal
dalam Pembelajaran Sastra
267
terlepas
dari
perbedaan
intensitasnya, mengeram visi
ISBN: 978-602-361-004-4
Seminar Nasional Sastra, Pendidikan Karakter dan Industri Kreatif Surakarta, 31 Maret 2015
terciptanya
kehidupan
bermartabat,
sejahtera
dan
masyarakat tertentu. Untuk itu,
damai. Dalam bingkai kearifan
sebuah
lokal
masyarakat
perlu dijadikan modal dasar
dan
bagi segenap unsur bangsa.
ini,
bereksistensi
ketulusan
Ketulusan
yang lain.
kelemahan diri masing-masing
sudah kembali mereka
Indonesia
sepatutnya kepada melalui
untuk jati
diri
pemaknaan
dan
untuk
memang
berkoeksistensi satu dengan
Masyarakat
mengakui
ketulusan
membuang
untuk egoisme,
keserakahan, serta mau berbagi dengan
yang
lain
sebagai
kembali dan rekonstruksi nilai-
entitas dari bangsa yang sama.
nilai luhur budaya mereka.
Para elit di berbagai tingkatan
Dalam kerangka itu, upaya
perlu menjadi garda depan,
yang perlu dilakukan adalah
bukan sekedar ucapan tapi
menguak
substantif
dalam praksis konkret untuk
kearifan lokal. Sebagai misal,
memulai. Kearifan lokal yang
keterbukaan
dikembangkan
digali, dipoles, dikemas dan
kontekstualisasikan
dipelihara dengan baik bisa
dan
makna
menjadi kejujuran dan seabreg
berfungsi
sebagai
alternatif
nilai turunannya yang lain.
pedoman
hidup
manusia
Kehalusan diformulasi sebagai
Indonesia dewasa ini dan dapat
keramahtamahan yang tulus.
digunakan untuk menyaring
Harga diri diletakkan dalam
nilai-nilai baru/asing agar tidak
upaya pengembangan prestasi.
bertentangan
Pada saat yang sama, hasil
kepribadian
rekonstruksi
menjaga
ini
perlu
dengan bangsa
dan
keharmonisan
dibumikan dan disebarluaskan
hubungan
ke dalam seluruh masyarakat
Sang Khalik, alam sekitar, dan
sehingga
sesamanya
menjadi
identitas
kokoh bangsa bukan sekadar
268
menjadi identitas suku atau
manusia
(tripita
dengan
cipta
karana). Sebagai bangsa yang
ISBN: 978-602-361-004-4
Seminar Nasional Sastra, Pendidikan Karakter dan Industri Kreatif Surakarta, 31 Maret 2015
besar pemilik dan pewaris sah
yang tangguh, semangat yang
kebudayaan yang adiluhung
tinggi,
pula, bercermin pada kaca
memanfaatkan
benggala kearifan para leluhur
bijaksana.
dapat
menolong
dengan alam
cara secara
kita
Dalam konteks tersebut
menemukan posisi yang kokoh
di atas, kearifan lokal menjadi
di arena global ini.
relevan. Anak bangsa di negeri
Persoalannya
sudah
sewajarnya
bagaimana
diperkenalkan
dengan
mengimplementasikan kearifan
pengenalan
lokal
lingkungan yang paling dekat
untuk
adalah
membangun
ini
sastra
di
melalui pembelajaran sastra?
kabupaten,
Diperlukan
revitalisasi
nasional
budaya lokal (kearifan lokal)
Melalui
yang
lingkungan yang paling kecil
ada
relevan
untuk pendidikan
desanya,
bertopik
pendidikan karakter di sekolah
membangun
yang
kecamatan,
setelah dan
masuk
tingkat
internasional. pengenalan
dalam
karya
karakter. Hal ini dikarenakan
sastra, maka anak-anak kita
kearifan lokal di daerah pada
bisa mengapresiasi
gilirannya
mampu
melalui hasil karya sastra.
untuk
Berikut ini, contoh karya sastra
daerahnya.
berupa cerpen yany kental
akan
mengantarkan
siswa
mencintai Kecintaan
siswa
desanya
pada
dengan kearifan lokal Boyolali
daerahnya akan mewujudkan
yang dapat dijadikan salah satu
ketahanan daerah. Ketahanan
sumber pembelajaran apresiasi
daerah
sastra.
adalah
kemampuan
suatu daerah yang ditunjukkan oleh
kemampuan
untuk
menata
warganya
diri
kebenarannya
dengan
Pasukan Topeng Ireng Oleh: Rhiska Anastasya
sesuai
dengan konsep yang diyakini
269
serta
jiwa
Mendung menggelayut rendah di langit kelabu. Bangunan tua model khas Jawa
ISBN: 978-602-361-004-4
Seminar Nasional Sastra, Pendidikan Karakter dan Industri Kreatif Surakarta, 31 Maret 2015
Tengah tampak kokoh di perbukitan yang dikelilingi rerimbunan tanaman khas pegunungan. Ada tetanaman sayur-mayur seperti adas1, wortel, bawang merah, dan beberapa pohon kayu manis. Cuaca dingin membujuk siapapun untuk tidur. Tono meringkuk di senthong2 dengan mengenakan sarung untuk melindungi tubuh dari hawa dingin. Dari luar, Toni saudara kembar Tono dan Ayu mengetuk pintu pelan. Setelah semenit tidak ada hasil, Ayu yang sudah berkurang kesabarannya mulai menggedor-gedor pintu senthong. “Tono! Woooi! Bangun!” seru Ayu tak sabar. Terdengarlah suara orang dewasa dari belakang mereka yang berceletuk “Mas3 Tono…!” Ada penekanan suara pada kata “Mas”. Ayu melirik ibunya. Beliau tidak bosan-bosannya mengingatkan Ayu untuk memanggil Tono dengan tambahan “Mas”. Di dalam senthong, Tono yang menyadari adanya suara gaduh terpaksa membuka matanya yang seberat timah. “Masuk, pintunya tidak dikunci!” seru Tono yang pikirannya masih berada di ambang sadar dan tidak. “No! Bangun! Pergi, yuk!” kata Toni riang sambil mengguncang pelan tubuh Tono yang terlindungi oleh sarung bermotif batik nuansa pewayangan. Tetapi Tono tidak bereaksi. Ayu
270
menyingkap sarung Tono dan memercik-mercikkan air ke tubuh Tono. Tono menghindar, gelagapan. Dia terduduk dengan terpaksa meskipun mata berat untuk terbuka dan rambut semrawut. “Ayo, pergi!” ajak Ayu. “Kemana?” Tanya Tono cemberut kepada Toni, Ayu, dan ibunya karena telah mengusik tidur lelapnya. “Ayo, ke balai desa Cepogo”. “Ada apa?” tanya Tono lagi. “Sudahlah, cepat ganti baju!” perintah ibunya. “Malas ah…lebih baik aku melanjutkan tidur lelapku daripada ke balai desa untuk tujuan yang tidak jelas”, balas Tono sambil menarik sarung sembari menutupi kepalanya. “Ayolah Tono!” kata Toni dan Ayu serempak sambil menarik tangan Tono. Dengan berat hati, Tono menuruti mereka untuk ikut ke balai desa. Rombongan kecil itu berjalan mengikuti alur jalan setapak yang sedikit becek akibat gerimis sepanjang sore itu. Mereka menyeruak di antara hujaman air gerimis. Di depan balai desa telah dibuat panggung sederhana yang didominasi oleh warna merah cerah. Pohon kelapa dan pohon klengkeng di kanan kiri panggung seolah membingkai keindahan panggung itu. “Selamat datang, Bu! Kok baru sampai?” tanya Pak Karto
ISBN: 978-602-361-004-4
Seminar Nasional Sastra, Pendidikan Karakter dan Industri Kreatif Surakarta, 31 Maret 2015
sembari menunjukkan senyum menyapa. “Ya, Pak. Jalan macet terhalang colt yang memuat sayur mayur. Jadi, perjalanan sedikit terganggu”. jawab ibu. Setelah berbincangbincang sebentar, Pak Karto minta izin untuk mempersiapkan pertunjukan. Tak lama kemudian, Pak Karto Memimpin pasukan penari Topeng Ireng. Tono mengamati wajah-wajah penari itu. “Hiii…menyeramkan”, batinnya. Pasukan penari itu mengenakan rok berumbairumbai. Di kepala setiap penari mengenakan hiasan mahkota yang terbuat dari bulu ayam pilihan. Mereka juga mengenakan sepatu boat dan gelang kelintingan dengan jumlah hampir 200 buah yangmenimbulkan suara riuh bergemirincing di setiap gerakan kaki mereka. Pasukan Topeng Ireng itu berbaris rapi. Begitu alunan gamelan menggema, mereka berjalan memasuki panggung dengan langkah tegap. Gerakan mereka sangat atraktif, semangat, dan penuh dinamis. Para penonton mulai bersoraksorai. Teriakan gegap gempita mereka memberi semangat baru bagi pasukan topeng ireng. Gerakan mereka semakin liar. Tono mengamati seorang penari yang berada di barisan paling depan. Tono menatap mata penari itu yang melotot
271
seakan ingin keluar dari rongganya. Tono merasakan adanya sesuatu pada tubuhnya. Sesuatu yang bergetar cepat dalam jantungnya. Memberontak. Ia tak tahan lagi. Ia berlari menjauhi tempat para penonton yang telah hanyut dalam pertunjukan itu. Satu hal yang ia rasakan, ketakutan. Tono mengambil jarak sejauh mungkin sambil terus berteriak ketakutan. Tono, Ayu, dan Ibu yang melihat reaksi Tono segera berlari mengejarnya. Tono histeris. Nafas terengah-engah melengkapi teriakannya yang tak kunjung padam. Keringat dingin bertetesan di keningnya. Ia terduduk di bawah pohon. Teriakannya semakin menjadijadi ketika ibunya tiba. “Kamu kenapa, Nak?” Tanya ibu khawatir. Tono tidak menjawab walaupun teriakannya mulai berangsur mereda. Matanya hanya menatap pada satu titik menakutkan baginya yaitu panggung. Ayu duduk di samping Tono sambil menenangkan kakaknya. “Ayo kita pulang, Bu!” ajak Tono. “Kamu kenapa, Nak?” Tanya ibu dengan lembut. “Aku takut, Bu. Aku tajkut dengan penari itu. Wajahnya menyeramkan. Ada bayangbayang wajah barong terpantulkannya”. Jelas Tono. Pak Karto, pelatih Tari Topeng Ireng yang melihat
ISBN: 978-602-361-004-4
Seminar Nasional Sastra, Pendidikan Karakter dan Industri Kreatif Surakarta, 31 Maret 2015
kehadian itu langsung datang menghampiri mereka. “Ada apa, Bu? Tono kenapa?”Tanya Pak Karto. “Tono takut dengan penari itu, Pak” jawab Ibu. “Tono, wajah penari Topeng Ireng menjadi salah satu bentuk kesenian Kota Boyolali. Kita sebagai warga Boyolali harus melestarikannya agar tari ini bisa diakui oleh Indonesia bahkan dunia. Kamu merasa takut karena kamu baru pertama kali melihat. Wajar saja, karena kamu orang baru di sini. Tetapi, tidak semua orang merasa takut ketika pertama kali melihat. Sering-seringlah kamu melihat latihan Tari Topeng Ireng di sanggar Bapak supaya kamu terbiasa dan tidak takut lagi. “jelas Pak Karto yang sudah kental dengan budaya Tari Topeng Ireng. “Mas Tono, gitu aja takut. Aku yang lebih kecil Mas Tono aja gak takut. Malu dong, Mas “ejek Ayu sambil menjulurkan lidahnya. Karena Tono merasa malu dengan Ayu, ia menyetujui ajakan Pak Karto untuk datang ke sanggarnya meskipun agak terpaksa. Siang itu, mendung mulai menghampiri Cepogo. Awanawan bergerak mengikuti langkah Tono dan Toni. Sayur mayur dan tanaman palawija berseliweran di gendongan para petani. Colt dengan bak terbuka menampung sayur mayur dari gendongan para petani. Setelah penuh, colt melaju ke kota.
272
Tono dan Tini tiba di sanggar milik Pak Karto. Bangunan menyerupai Rumah Joglo itu terlihat nyaman. Di depan sanggar itu berdiri sebuah papan bertuliskan “Sanggar Tari Cepogo Indah”. Kedatangan mereka disambut dengan senyum hangat dari Pak Karto. “Selamat datang di Cepogo Indah! Kebetulan hari ini ada jadwal latihan, mari Bapak tunjukkan!” kata Pak Karto. Mereka berjalan menyusuri koridor utama dan berhenti di depan pintu berukir. Dari dalam ruangan itu terdengar alunan musik gamelan yang mereka kenal sebagai musik Tari Topeng Ireng. Memasuki ruangan itu bagaikan masuk ke dalam dunia mistis. Dinding pada ruangan itu dipenuhi dengan gambar-gambar tarian topeng ireng. Pak Karto langsung memimpin mereka berlatih. Mereka menari dengan semangat dan tingkat keseriusan yang tinggi. Tono mulai merasakan ketakutan lagi. Ia melirik Toni yang berdiri di sampingnya. Toni menatap para penari dengan tatapan ingin tahu sembari terus bertepuk tangan dengan semangat. Sekali-sekali dia berteriak “Wow!” keras. Tono ingin keluar dari ruangan itu, tetapi ia malu pada Toni. Aku nggak boleh takut, kata Tono dalam hati untuk menguatkan tekadnya. Pasukan Topeng Ireng itu menari dua kali. Tono masih menahan takutnya. Namun, di sisi lain telah timbul rasa
ISBN: 978-602-361-004-4
Seminar Nasional Sastra, Pendidikan Karakter dan Industri Kreatif Surakarta, 31 Maret 2015
ketertarikan dan ingin tahu lebih banyak tentang tari ini. “Bagaimana Tono? Toni? Kalian suka tariannya?” Tanya Pak Karto. Toni mengangguk bersemangat. “Pak Dhe, bolehkah kami mengikuti latihan di sanggar ini?” Tanya Tono. Pak Karto tertegun menatap Tono. Ia tidak percaya bahwa Tono telah tertarik dengan tari ini. Ia menatap Tono sekali lagi untuk meyakinkan dirinya bahwa Tono lah yang telah mengucapkan kalimat itu. “Kamu serius, No?” Tanya Pak Karto. Tono mengangguk pelan. Terbersit keyakinan pada relung hatinya yang paling dalam. Pak Karto tersenyum lembut, “Boleh”. Tentu boleh. Kebetulan sebentar lagi aka ada lomba tari daerah. Ketertarikan Tari Topeng Ireng terletak pada kekompakannya. Semakin banyak penarinya semakin bagus. “Jadi kapan kita mulai latihan, Pak Dhe?”Tanya Tono yang tak bisa menyembunyikan semangatnya. “Mulai Minggu depan setiap hari Senin dan Kamis sore.”jawab Pak Karto. “Baiklah. Kalau begitu kami pamit dulu, Pakdhe.” “Ya, hati-hatilah di jalan. Salam untuk orang tua kalian.” “Baik, Pak Dhe, nanti kami sampaikan.” Senin dan Kamis sore adalah saat-saat yang paling ditinggu Tono dan Toni. Di bawah pimpinan Pak Karto,
273
mereka mulai mempelajari Tari Topeng Ireng. Tarian Toni lebih lincah daripada Tono. Berulangkali Tono melakukan kesalahan. Namun, Tono yakin ia akan bisa. Ia terus menggegam teguh nasihat Pak Karto,”Aku harus bisa!” Tak disangka, dengan berlalunya waktu dua bulan itu menandakan telah habis waktu latihan. Sekarang, tibalah saat untuk menunjukkan hasil latiham. Kami tidak bisa pergi tanpa Pak Dhe” kata Tono tepat di saat pesawat terbang akan mengangkasa. Pak Karto hanya bisa tersenyum saja untuk menenangkan Tono. “Pak Dhe bangga sama kamu, Le” kata Pak Karto lemah. “Aku harus bisa!” kata Tono dalam hati. Seminggu telah berlalu, sekarang di sinilah mereka berdiri. Menggegam keberhasilan di saat duka. Tampak redup wajah mentari. Awan tipis melengkapi langit mendung, bagaikan selendang sang dewi kesedihan. Alunan senandung burung-burung nan haru menemani tangisan para Pasukan Tpoeng Ireng. Pemakaman umum Hastanalaya adalah tempat yang sekarang mereka pijak. Mereka mengelilingi batu nisan bertuliskan “KARTO WIRYONO”. “Sebelum Pak Karto meninggal, beliau menitipkan surat ini untuk kalian “kata Pak Warno, adik Pak Karto.
ISBN: 978-602-361-004-4
Seminar Nasional Sastra, Pendidikan Karakter dan Industri Kreatif Surakarta, 31 Maret 2015
Mereka membaca surat secara bergiliran hingga tiba pada giliran Tono bertuliskan Bapak minta tolong pada kalian, teruskan cita-cita Bapak. Sebarkan tari Topeng Ireng, Kalian harus bisa. Terus semangat dan pantang menyerah. Dan satu lagi, tolong ajarkan Tari Topeng Ireng pada teman-teman kalian agar tari ini tetap lestari. Salam topeng ireng, Pak Karto. Tak terasa, air mata kebanggaan meleleh di pipi Tono. Dalam hati, ia berjanji,’’ Aku akan membawa tari ini ke penjuru dunia luas. Aku akan membuat nama Tari Topeng Ireng menjadi harum di tengah kehidupan masyarakat Boyolali, Indonesia bahkan dunia. Dengan semangat yang membara jadilah Tono dan teman-temannya menjadi Duta Seni mewakili Boyolali memperkenalkan pariwisata Boyolali di Eropa. Dengan cerpen di atas, para siswa mempelajari sastra yang di dalamnya terkandung kearifan lokal. Siswa mengenal budaya yang ada di daerahnya. Mereka
mencintai
desanya
mereka baru mau bekerja di desa dan untuk desanya. Kearifan lokal mempunyai arti sangat penting bagi anak didik kita. Dengan mempelajari kearifan lokal anak didik kita akan 274
memahami perjuangan nenek moyangnya
dalam
berbagai
kegiatan kemasyarakatan.(http://koleksiskripsi.blogspot.com/2008/07/te ori-pembentukankarakter.html.). Nilai-nilai kerja keras, pantang mundur, dan tidak
kenal
menyerah
perlu
diajarkan pada anak-anak kita. Dengan demikian, pendidikan karakter melalui kearifan lokal dalam
pembelajaran
sastra
seharusnya mulai diperkenalkan oleh guru kepada para siswanya. Semua
satuan
pendidikan
siswanya memiliki keberagaman ras
maupun
agama,
menjadi
dapat
laboratorium
masyarakat
untuk
penerapan
pendidikan
karakter.
Proses
interaksi yang melibatkan semua pihak dalam kearifan lokal sama saja mempelajari karakteristik dari materi yang dikaji sehingga siswa secara langsung dapat menggali
karakter
peristiwa
kelokalan itu. Oleh karenanya kearifan lokal dapat didefinisikan sebagai kebijaksanaan
atau
nilai-nilai
ISBN: 978-602-361-004-4
Seminar Nasional Sastra, Pendidikan Karakter dan Industri Kreatif Surakarta, 31 Maret 2015
luhur yang terkandung dalam
berbasis
kekayaan-kekayaan
budaya
merupakan
lokal berupa tradisi, petatah-
pendidikan
petitih dan semboyan hidup
relevansi tinggi bagi kecakapan
(Pikiran
Oktober
pengembangan hidup. Dengan
Kearifan
berpijak
Rakyat,
2004).
4
Pengertian
kearifan
lokal
sebuah
contoh
yang
pada
mempunyai
pemberdayaan
Lokal dilihat dari kamus Inggris
keterampilan serta potensi lokal
Indonesia, terdiri dari 2 kata
pada tiap-tiap daerah. Kearifan
yaitu kearifan (wisdom) dan
lokal milik kita sangat banyak
lokal
dan beraneka
(local).
Local
berarti
wisdom
sama
Indonesia terdiri atas bermacam-
dengan kebijaksanaan. Dengan
macam suku bangsa, berbicara
kata lain maka local wisdom
dalam aneka bahasa daerah,
dapat dipahami sebagai gagasan-
serta menjalankan ritual adat
gagasan,
nilai-nilai-nilai,
istiadat yang berbeda-beda pula.
pandangan-pandangan setempat
Kehadiran pendatang dari luar
(local) yang bersifat bijaksana,
seperti etnis Tionghoa, Arab,
penuh kearifan, bernilai baik,
dan India semakin memperkaya
yang tertanam dan diikuti oleh
kemajemukan kearifan lokal.
setempat
dan
anggota
masyarakatnya.
ragam
Pendidikan
karena
berbasis
Dengan demikian membangun
kearifan
pendidikan karakter di sekolah
pembelajaran
melalui kearifan lokal dalam
digunakan sebagai media untuk
pembelajaran sastra sangatlah
melestarikan
tepat.
masing daerah. Kearifan lokal
Hal
Pendidikan
ini
dikarenakan
berbasis
kearifan
harus
lokal sastra
potensi
dikembangkan
dalam dapat
masing-
dari
lokal adalah pendidikan yang
potensi daerah. Potensi daerah
mengajarkan peserta didik untuk
merupakan potensi sumber daya
selalu
situasi
spesifik yang dimiliki suatu
konkrit yang mereka hadapi
daerah tertentu. Para siswa yang
sehari-hari. Model pendidikan
datang ke sekolah tidak bisa
275
dekat
dengan
ISBN: 978-602-361-004-4
Seminar Nasional Sastra, Pendidikan Karakter dan Industri Kreatif Surakarta, 31 Maret 2015
diibaratkan sebagai sebuah gelas
membangun pendidikan karakter
kosong, yang bisa diisi dengan
di sekolah melalui kearifan lokal
mudah.
dalam
Siswa
tidak
seperti
pembelajaran
sastra
plastisin yang bisa dibentuk
mengandung
sesuai keinginan guru. Mereka
relevan
sudah
pendidikan.
Oleh
dari
pendidikan
karakter
keluarga
dan
kearifan lokal dapat dilakukan
Guru
yang
dengan merevitalisasi budaya lokal
dapat
yang terselip dalam karya sastra.
menyelipkan nila-nilai kearifan
Untuk mewujudkan pendidikan
lokal
proses
karakter
di
Pendidikan
kearifan
melalui
berbasis kearifan lokal tentu
sastra
memerlukan
akan
guru
pengertian,
memahami wawasan kearifan
kesadaran,
lokal itu sendiri. Guru yang
partisipasi seluruh elemen warga
kurang
belajar.
membawa
budaya
yang
lingkungan masyarakatnya. bijaksana
nilai-nilai
dibawa
harus
mereka
dalam
pembelajaran.
berhasil
apabila
memahami
makna
kearifan lokal, cenderung kurang
nilai-nilai
yang
berguna
bagi
dan
karena
itu
berbasis
sekolah
berbasis
pembelajaran adanya
pemahaman, kerja
sama,
dan
5. DAFTAR PUSTAKA
sensitif terhadap kemajemukan budaya setempat. Hambatan lain yang biasanya muncul adalah guru yang mengalami lack of skill. Akibatnya, mereka kurang mampu
menciptakan
pembelajaran yang menghargai keragaman budaya daerah.
Blum,
Lawrence A.. 2001. Antirasisme, Multikulturalisme, dan Komunitas Antar-Ras, Tiga Nilai yang Bersifat Mendidik bagi Sebuah Masyarakat Multikultura. dalam L. May, S. Collins-Chobanian, dan K. Wong, editor, Etika Terapan I: Sebuah Pendekatan Multikultural. Yogyakarta: Tiara Wacana.
4. SIMPULAN Berdasarkan uraian di atas dapat
276
dikemukakan
bahwa
Direktorat Jenderal Kesatuan Bangsa dan Politik Departemen Dalam Negeri. 2007. Peraturan Menteri Dalam Negeri Nomor ISBN: 978-602-361-004-4
Seminar Nasional Sastra, Pendidikan Karakter dan Industri Kreatif Surakarta, 31 Maret 2015
39 Tahun 2007 tentang Pedoman Fasilitasi Organisasi Kemasyarakatan Bidang Kebudayaan, Keraton, dan Lembaga Adat dalam Pelestarian dan Pengembangan Budaya Daerah.
Sedyawati, Edi. 2008. Keindonesiaan dalam Budaya: Buku 2 Dialog Budaya Nasional dan Etnik, Peranan Industri Budaya dan Media Massa, Warisan Budaya dan Pelestarian Dinamis. Jakarta: Wedatama Widya Sastra.
Http://pangasuhbumi.com/article/2058 2/pemulihan-lingkungandengan-kearifan- lokal.html. Diunduh Selasa, 3 Maret 2015.
Smiers, Joost. 2009. Arts under Pressure: Memperjuangkan Keanekaragaman Budaya di Era Globalisasi. Terjemahan Umi Haryati. Yogyakarta: Insistpress.
Http://tal4mbur4ng.blogspot.co m/2010/07/kearifan-lokalguna-pemecahanmasalah.html. Diunduh Selasa, 3 Maret 2015. Kartodirdjo, Sartono. 1994a. Kebudayaan Pembangunan dalam Perspektif Sejarah. Yogyakarta: Gadjah Mada University Press. Kartodirdjo, Sartono. 1994b. Pembangunan Bangsa tentang Nasionalisme, Kesadaran dan Kebudayaan Nasional. Yogyakarta: Aditya Media. Koentjaraningrat, 1984. Kebudayaan Mentalitas dan Pembangunan. Cetakan ke-11. Jakarta: Gramedia. Koentjaraningrat, 1986. Pengantar Ilmu Antropologi. Cetakan ke6. Jakarta: Aksara Baru. Sedyawati, Edi. 2007. Keindonesiaan dalam Budaya: Buku 1 Kebutuhan Membangun Bangsa yang Kuat. Jakarta: Wedatama Widya Sastra.
277
ISBN: 978-602-361-004-4