FIQH LINGKUNGAN SESAJEN KALI DAN KEARIFAN LOKAL (Study Kasus di Warangan, Munengwarangan, Pakis, Magelang)
SKRIPSI Diajukan Guna Memperoleh Gelar Sarjana Dalam Ilmu - Ilmu Syari’ah di Sekolah Tinggi Agama Islam Negeri Salatiga
Oleh:
Mikdat Musa Mubaroq NIM. 211 02 031
SEKOLAH TINGGI AGAMA ISLAM NEGERI (STAIN) JURUSAN SYARI’AH PROGRAM STUDI AHWALULSYAHSIAH SALATIGA 2009
DEPARTEMEN AGAMA RI SEKOLAH TIMGGI AGAMA ISLAM NEGERI JURUSAN SYARI’AH Jl. Stadion No. 03 Salatiga 50721 Telp. (0298) 323706 Fax. (0298) 323433
DEKLARASI Bismillahirrahmaanirrahim Dengan penuh kejujuran dan tanggungjawab, peneliti menyatakan bahwa skripsi ini tidak berisi materi yang pernah ditulis oleh orang lain atau pernah diterbitkan. Demikian juga skripsi ini tidak berisi pikiran orang lain, kecuali informasi yang terdapat dalam referensi yang dijadikan bahan rujukan. Apabila di kemudian hari ternyata terdapat materi atau pikiran-pikiran orang lain di luar refernsi yang peneliti cantumkan, maka peneliti sanggup mempertanggungjawabkan kembali keaslian kripsi ini dihadapan sidang munaqasyah skripsi. Demikian deklarasi ini dibuat oleh peneliti untuk dapat dimaklumi.
Salatiga, 27 Juni 2009
Peneliti
Mikdat Musa Mubaroq 211 02 031
ii
DEPARTEMEN AGAMA RI SEKOLAH TINGGI AGAMA ISLAM NEGERI S A L A T I G A Jl. Tentara Pelajar No. 02 Salatiga 50721 Telp. (0298) 323433, 323706
Drs. Machfudz, M. Ag
Dosen STAIN Salatiga Jl. Stadion N0. 03 Salatiga Salatiga, 30 Maret 2009 NOTA PEMBIMBING Lampiran : 3 ( tiga) Eksemplar Hal : Naskah Skripsi Sdr. Mikdat Musa Mubaroq
Kepada Yth. Ketua STAIN Salatiga di Salatiga
Assalamu’alaikum Wr. Wb Setelah kami teliti dan kami adakan perbaikan seperlunya, maka bersama ini kami kirimkan naskah skripsi saudara: Nama : NIM : Jurusan/Progdi : Judul :
Mikdat Musa Mubaroq 211 02 031 Syariah/AHS FIQH LINGKUNGAN SESAJAN KALI DAN KEARIFAN LOKAL (STUDI KASUS DI WARANGAN, MUNENGWARANGAN, PAKIS, MAGELANG)
Bersama ini mohon agar naskah skripsi saudara tersebut di atas agar dapat segera di munaqasyahkan. Demikian harap menjadikan perhatian. Wassalamu’alaikum Wr. Wb
Pembimbing
Drs. Machfudz.M.Ag. NIP. 19610210 198703 1 006
iii
DEPARTEMEN AGAMA RI SEKOLAH TINGGI AGAMA ISLAM NEGERI S A L A T I G A Jl. Tentara Pelajar No. 02 Salatiga 50721 Telp. (0298) 323433, 323706
PENGESAHAN Skripsi Saudara: Mikdat Musa Mubaroq dengan Nomor Induk Mahasiswa 21102031 yang berjudul: FIQH LINGKUNGAN SESAJEN KALI DAN KEARIFAN LOKAL (study Kasus di Warangan, Munengwarangan, Pakis, Magelang) telah dimunaqasyahkan pada Sidang Panitia Ujian Sekolah Tinggi Agama Islam Negeri pada hari Saptu tanggal 27 Juni 2009 yang bertepatan dengan tanggal dan telah diterima sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Sarjana dalam Ilmu Syari’ah 27 Juni 2009 M. Salatiga, 5 Rojab 1430 H. PANITIA UJIAN Ketua Sidang
Sekretaris Sidang
Dr. Imam Sutomo, M.Ag NIP. 195808270 198303 1 002
Dr. HM. Saerozi, M.Ag NIP. 19660215 199103 1 001
Penguji I
Penguji II
Dr. Adang Kuswaya. MAg NIP. 19720531 199803 1 002
Moh. Khusen. Mag. M.A NIP. 19741212 199903 1 003 Pembimbing
Drs. Machfudz.M.Ag. NIP. 19610210 198703 1 006
iv
MOTTO “Aqidah dan Keimanan adalah lebih mahal dari segala yang ada di dunia ini termasuk nyawa.”
“Allah akan menguji kamu, hingga nyata dan terbukti mana yang pejuang dan mana yang sabar dari kamu…….,” (Q.S. Muhammad: 31)
v
PERSEMBAHAN 1. Kepada kedua Orangtua-ku Bapak Munawar dan Ibu Sumiyati yang telah mempercayaiku dan memberikan segalanya buat ku dan keluarga. 2. Kepada kakak-kakak ku, Mbak Eni, Mbak Adin, Mas Imron, Mas Khamdan, Mbak Evi, Mas Amrullah yang gagah dan sayang pada ku. 3. Kepada keponakan-keponakan ku, Mizza, Ghulam, Tabri, Yuda, Ovi, Iqbal dan Nida’dan Imtikhan (ata).
vi
KATA PENGANTAR Bismillahirrahmaanirrahim Segala puji bagi Allah penguasa semua alam dan sumber dari segala hukum, tak ada tuhan selain Allah, sholawat serta salam semoga tetap tercurahkan pada Nabi Muhammad. S.A.W. yang membawa risalah Allah terahir dan sebagai penyempurna risalah sebelumnya. Pada ahir nya penulisan skripsi ini bisa selesai, penulis sadar bahwa selesainya penulisan ini tak lepas dari bantuan orang-orang disekitarnya, tidak ada kata yang patut untuk di ucapkan kecuali kata Terimakasih. Terimakasih ini di haturkan pada : 1. Kedua Orang Tua ku yang telah memberikan yang terbaik selama ini. 2. Kepada kakak-kakak ku, Mbak Eni, Mbak Adin, Mas Imron, Mas Khamdan, Mbak Evi, Mas Amrullah yang turut serta membina ku dalam kehidpan ini. 3. Dosen Pembimbing Akademik Drs. Badwan, M.Ag. 4. Kaprogdi Ahwalusyahsiah Moh. Khusen, M.Ag. 5. Dosen Pembimbing Skripsi Drs. Machfudz, M.Ag. 6. Teater GETAR, pak Kost, Arif Kojjeke, yang bisa menjadi rumah kedua selama ini dan teman yang paling hebat 7. Kekasih ku Umi Farikhah yang sudi bertanya tentang pembuatan skripsi ini 8. Arif Saifudin, S.Pdi, atas fasilitas, bantuan dan Ilmunya 9. Aat Ahmad Izzudin, teman satu kamar, satu perjuangan, teman seskripsian, kamu teman terbaik ku selama ini Dan semua yang telah membantu dalam penyelesaian penulisan ini, maaf tidak bisa disebutkan secara detail karena kebodohan dan kekurangan penulis. Salatiga, 30 Juni 2009
Mikdat Musa Mubaroq NIM. 21102031
vii
DAFTAR ISI Halaman Judul Lembar Deklarasi .............................................................................................
ii
Lembar Nota Pembimbing ...............................................................................
iii
Lembar Pengesahan .........................................................................................
iv
Motto ................................................................................................................
v
Persembahan ...................................................................................................
vi
Kata Pengantar .................................................................................................
vii
Daftar Isi...........................................................................................................
viii
BAB I : PENDAHULUAN A. Latar Belakang ............................................................................
1
B. Penegasan istilah .........................................................................
5
1. Fikih Lingkungan ..................................................................
5
2. Sesajen Kali ..........................................................................
6
3. Kearifan Lokal ......................................................................
6
C. Pokok Masalah ............................................................................
7
D. Tujuan dan Manfaat Penelitian ..................................................
7
E. Telaah Pustaka ............................................................................
8
F. Kerangka Teoritik .......................................................................
10
G. Metode Penelitian .......................................................................
12
1. Populasi dan Sample ............................................................
12
2. Tehnik Pengumpulan Data...................................................
13
3. Metode Analisa Data ...........................................................
13
H. Sistematika Penulisan .................................................................
14
BAB II: KONSEP
FIQH
LINGKUNGAN
DALAM
PELESTARIAN
LINGKUNGAN A. Definisi Fiqh ...............................................................................
18
1. Arti Fiqh Pada Masa Rosul, Sahabat dan Tabi’in (Abad Pertama Hijriyah) ......................................................
19
2. Arti Fiqh Pada Abad Kedua Hijriyah ..................................
19 viii
3. Arti Fiqh Pada Masa Ulama Ushul dan Ulama Fiqh (Sesudah Abad Kedua ..............................
20
B. Pengertian Fiqh Lingkungan .......................................................
24
1. Memanfaatkan Lingkungan .................................................
25
2. Menjaga dan Melestarikan Lingkungan ..............................
27
C. Peran Fiqh Lingkungan untuk Melestarikan Lingkungan 1. Ayat-ayat Al-Qur’an yang berkaitan dengan Lingkungan ..
27
1.1. Ayat –Ayat Larangan Berbuat Kerusakan.................
27
1.2. Tentang Air.................................................................
29
1.3. Tentang Udara ...........................................................
30
2.
Hadits-hadits Yang Berkaitan Dengan Lingkungan .....
31
3.
Pelestarian Lingkungan Menurut Perspektif Islam .......
33
4. Relevansi Fiqh Lingkungan dalam Kajian Hukum Islam
BAB III: UPACARA
SESAJEN
KALI
DI
35
WARANGAN,
MUNENGWARANGAN, PAKIS, MAGELANG A. Gambaran umum penduduk Warangan, Munengwarangan, Pakis, Magelang ........................................................................ 1.
39
Letak Geografis desa Warangan, Munengwarangan, Pakis, Magelang ..................................................................
41
2.
Kondisi Sosial Keagamaan Masyarakat Warangan ..........
42
3.
Tingkat Pendidikan............................................................
44
B. Praktek Sesajen Kali di Warangan, Munengwarangan, Pakis, Magelang ........................................................................
45
1. Prosesi Sesajen Kali ............................................................
45
2. Tujuan Sesajen Kali ............................................................
47
3. Pentangan Sesajen Kali .......................................................
48
4. Persepsi Masyarakat Terhadap prosesi Sesajen Kali ...........
48
5. Dampak Sesajen Kali ..........................................................
52
ix
BAB IV: SESAJEN KALI DALAM TINUAN FIQH LINGKUNGAN A. Analis Praktek Sesajen Kali ........................................................
59
B. Analisa Persepsi Masyarakat ......................................................
62
BAB V: PENUTUP A. Kesimpulan ................................................................................
66
B. Saran ..........................................................................................
68
DAFTAR PUSTAKA LAMPIRAN
x
BAB I PENDAHULUAN
A. Latar Belakang Pada bulan Sapar setelah tanggal lima belas pasaran Kliwon (Kalender Jawa)
masyarakat
Warangan,
Munengwarangan,
Pakis,
Magelang,
mengadakan acara yang dianggap sakral yaitu Sesajen Kali. Upacara tersebut ada sejak mata air yang berada di lereng sungai Puyam diambil oleh masyarakat pada tahun 1983 dengan menggunakan sesajen yang berupa nasi tumpeng, ingkung, bunga-bungaan, disertai dengan iringan kesenian tradisi yang ada pada masyarakat Warangan. Namun kesenian tari Soreng sebagai kesenian yang harus ada pada acara ritual itu disertai dengan doa dari pemimpin upacara, pada sebidang tanah milik bapak Citro di lereng sungai Puyam tempat keluarnya mata air yang sejak itu airnya dikonsumsi oleh masyarakat dengan cara dialirkan ke desa lewat pipanisasi. Sumber mata air itu merupakan satu-satunya pemasok air bersih bagi masyarakat Warangan sejak tahun 1983, pada sebelumnya masyarakat Warangan memanfaatkan sumber mata air yang berada di pekarangan warga yang sekarang sudah mati akibat pohon yang berada didekatnya ditebang digunakan untuk pembangunan, sehingga masyarakat sangat berharap mata air yang berada di lereng sungai Puyam itu tidak hilang lagi, sifat ketergantungan manusia dengan air yang berasal dari alam yang selama ini dialami oleh masyarakat Warangan khususnya dan mansuia dimanapun harus terpenuhi
1
2
oleh karena itu kelestarian lingkungan harus dijaga agar kebutuhan air akan selalu terpenuhi, alam adalah salah satu cagar alam yang sangat berperan dalam pengelolaan sumber air oleh karena itu lingkungan juga sangat membutuhkan peran dari manusia untuk kelestariannya. Karena alam beserta isinya adalah manifeto Allah pada manusia untuk dimanfaatkan, maka sangat tepat dikatakan bahwa hubungan manusia dengan lingkungan tidak bisa dipisahkan lagi. Manusia secara ekologi adalah bagian dari lingkungan hidup, karena manusia
sebagai
makhluk
hidup
akan
selalu
berinteraksi
dengan
lingkungannya. Ia terbentuk dari lingkungan dan sebaliknya manusia juga membentuk lingkungannya. Lingkungan hidup merupakan media hubungan timbal balik antar makhluk hidup. Macam-macam siklus yang berguna bagi kehidupan manusia antara lain: 1. Siklus hidrologi yang mengatur tentang tata air, baik yang berkaitan dengan aliran air bahkan sampai pada lingkungan makhluk hidup tertentu 2. Siklus hara yaitu siklus yang mengatur tentang mata rantai makanan yang mengatur perimbangan populasi makhluk dalam satu lingkungan 3. Siklus energi yang berkaitan dengan metabolisme dari makhluk hidup tersebut.1 Adanya interaksi manusia dengan lingkungan dapat menyebabkan terjadinya ketidakseimbangan ekologi, seperti kejadian yang baru-baru saja terjadi misalnya, keluarnya lumpur yang ada di Sidoarjo Jawa Timur, tanah 1
Reza Arfani Pelestarian Lingkungan Dalam Perpektif Pendidikan Islam (Tinjuan Dari Surat Al-Baqarah : 30) Sekripsi Pada Jurusan Tarbiyah STAIN Salatiga, 2007, hlm 5
3
longsor, dan menghilangnya mata air dari pegunungan yang gundul akibat kebakaran digunung merbabu. Kejadian-kejadian tersebut adalah kerusakan yang tidak lain ada campur tangan dari manusia yang berusaha meng eksploitasi alam secara besar-besaran demi kebahagian sesaat, kerusakan alam yang terjadi adalah salah satu ayat Allah untuk pelajaran bagi manusia untuk tidak membuat tambah banyak kerusakan dimuka bumi ini, itu sesuai dengan firman Allah:
“Telah nampak kerusakan di darat dan di laut disebabkan karena perbuatan tangan manusia, supaya Allah merasakan kepada mereka sebagian dari (akibat) perbuatan mereka, agar mereka kembali (ke jalan yang benar)”. (Q.S. Ar-Ruum: 41).2 Dari ayat tersebut maka jelas jika masalah kerusakan lingkungan hidup adalah yang ditimbulkan oleh manusia sendiri. kecenderungan manusia mengeksploitasi terhadap alam pada dasarnya bersumber dari pandangan dunia tentang alam yang didasarkan pada niai-nilai ilmu pengetahuan yang berkembang dibarat paad abad XVI, XVII, XVIII. Antara tahun 1500 dan 1700 terjadi perubahan yang dramatis pada cara manusia menggambarkan dunianya dalam keseluruhan cara piker mereka.3 Pandangan Descartes bahwa alam semesta adalah sebuah sistem mekanis telah memberikan persetujuan ilmiah pada manipulasi dan eksploitasi
2
Departemen Agama RI, Al-Qur’an dan Terjemahnya, CV Diponegoro, Bandung, 2004,
hlm 326 3
Ali Yafie, Merintis fiqh Lingkungan Hidup, Yayasan Amanah dan Ufuk Press, Jakarta, 2006, hlm 29
4
yang menjadi karakter kebudayaan barat dan kapitalisme modern. Descartes sendiri memiliki pandangan yang sama denngan Bacon bahawa tujuan ilmu adalah penguasaan dan pengendalian alam, yang menegaskan bahwa pengetahuan ilmiah dapat digunkan untuk mengubah kita menjadi tuan dan pemilik alam.4 Dengan adanya pandangan semacam itu maka manusia merasa bebas untuk melakukan eksploitasi terhadap alam tanpa melihat imbas dari perbuatannya itu, padahal eksploitasi alam dan penebangan hutan secara liar dapat menyebabkan bencana. Dari semua makhluk hidup yang ada di muka bumi ini, manusialah yang paling cepat beradaptasi dengan lingkungannya. Hal tersebut terjadi karena manusia mempunyai akal sehingga dapat menyadari segala macam perubahan dalam lingkungan. Namun, penggunaan akal yang dikuasai nafsu akan menyebabkan manusia mengeksploitasi lingkungan untuk memenuhi kebutuhan hidupnya. Manusia, hewan, dan tumbuhan sebagai makhluk hidup selalu mengupayakan keseimbangan ekologi lingkungan untuk kelestarian masingmasing. Semakin manusia terancam oleh adanya eksploitasi lingkungan, semakin manusia tersebut mengupayakan kelestarian lingkungan dengan cara yang beraneka ragam sesuai dengan pemahaman dan kemampuan masingmasing.
4
Ibid. hlm 32
5
B. Penegasan Istilah Sebelum memulai menyusun skripsi ini, perlu penulis sampaikan bahwa judul skripsi ini adalah: Fiqh Lingkungan; Sesajen Kali dan Kearifan Lokal (Study Kasus di Desa Warangan, Munengwarangan, Pakis, Magelang). Untuk menghindari kekeliruan penafsiran dan kesalahpahaman serta pengertian yang simpang siur, maka penulis kemukakan pengertian dan penegasan judul skripsi ini sebagai berikut: 1.
Fiqh Lingkungan Fiqh menurut bahasa berarti faham atau tahu, pemahaman yang mendalam, yang membutuhkan pengerahan potensi akal. Secara etimologi dapat ditemukan dalam hadist: “Apabila Allah menginginkan kebaikan bagi seseorang maka Ia akan memberikan pemahaman agama (yang mendalam)”. (H.R Bukhori, Muslim, Ahmad Ibn Hambali, Tirmidzi, dan Ibn Majah).5 Lingkungan atau lingkungan hidup dapat dibagi menjadi dua yaitu lingkungan hidup alamiah dan lingkungan hidup binaan. Lingkungan hidup alamiah adalah suatu sistem yang amat dinamis, yang merupakan kesatuan ruang dengan semua benda, daya, keadaan, makhluk hidup, dan komponen-komponen Biotik maupun Abiotik lainnya, tanpa adanya dominasi manusia. Sedangkan yang dimaksud dengan lingkungan hidup binaan adalah suatu sistem yang amat dinamis, yang merupakan kesatuan ruang dengan semua benda,
5
Totok Jumantoro Kamus Ilmu Usul Fiqih, Amzah, Jakarta, 2005 hlm 63
6
daya, keadaan, makhluk hidup, dan komponen-komponen Biotik maupun Abiotik lainnya dengan adanya dominasi manusia.6 Penulis dalam hal ini hanya akan membahas pelestarian lingkungan dari segi aturan Islam. 2.
Sesajen Kali Sesajen berasal dari kata sajen yang artinya makanan atau bungabungaan dan sebagainya, yang disajikan untuk persembahan kepada roh-roh halus.7 Kali berasal dari Bahasa Jawa yang artinya sungai 8 dalam hal ini Sesajen Kali adalah nama dari upacara yang dilakukan satu tahun sekali oleh masyarakat Warangan, Munengwarangan, Pakis, Magelang.
3.
Kearifan Lokal Kearifan berasal dari bahasa “Arif” dan dapat imbuhan “ke” dan “an” arif adalah bijaksana dan berilmu.9 Sedangkan yang dimaksud Lokal adalah wilayah setempat
10
yang dimaksut penulis dalam kearifan lokal adalah penyampain sesuatu maksut dengan bahasa yang mudah dimengerti oleh masyarakat tersebut tanpa mengubah maksut dan tujuannya.
6
Setiawan, Ensiklopedi Nasional Indonesia, P.T. Cipta Adipustaka, Jakarta, 1990, Vol 9,
Hlm 395 7
Depertemen Pendidikan Dan Kebudayaan, Kamus Besar Bahasa Indonesia, Balai Pustaka, Jakarta, 1989, hlm 830 8 Ibid. hlm 380 9 Zainul Bahri, Kamus Umum Khususnya Bidang Hukum dan Politik, Angkasa Bandung, Bandung, 1996, hlm 20 10 W.J.S Poerwadar Minta , Kamus umum Bahasa Indonesia, Balai Pustaka, Jakarta, 1976, hlm 532
7
C. Pokok Masalah Karena terbatasnya waktu, penulis memberi batasan hanya pada permasalahan yang berhubungan dengan fiqh lingkungan. Penulis simpulkan permasalahan yang menjadi pertanyaan adalah sebagai berikut: 1. Bagaimanakah konsep Fiqh Lingkungan dan relevansinya dalam kajian Hukum Islam? 2. Bagaimanakah praktek sesajen kali di Warangan, Munengwarangan, Pakis, Magelang? 3. Bagaimanakah persepsi masyarakat Warangan, Munengwarangan, Pakis, Magelang tentang sesajen kali yang dilakukan? 4. Bagaimanakah praktek sesajen kali di Warangan, Munengwarangan, Pakis, Magelang ditinjau dari Fiqh Lingkungan?
D. Tujuan dan Manfaat Penelitian Sesuai dengan pokok masalah di atas, maka penelitian ini bertujuan: 1. Mengetahui konsep Fiqh Lingkungan dan relevansinya dalam kajian Hukum Islam 2. Mengetahui praktek sesajen kali di Warangan, Munengwarangan, Pakis, Magelang 3. Mengetahui persepsi masyarakat Warangan, Munengwarangan, Pakis, Magelang tentang sesajen kali yang dilakukan 4. Mengetahui Sesajen Kali di Warangan, Munengwarangan, Pakis, Magelang ditinjau dari Fiqh Lingkungan
8
Adapun manfaat penelitian ini adalah: 1. Pembaca mengerti dasar-dasar Hukum Islam tentang pelestarian lingkungan. 2. Memicu semangat pelestarian lingkungan dengan bahasa lokal masingmasing daerah 3. Sebagai potret pelestarian lingkungan yang ada di pelosok desa 4. Sebagai referensi untuk penelitian yang lebih mendalam.
E. Telaah Pustaka Alam yang begitu luas dengan segala potensi yang ada didalamnya telah ditundukkan untuk kepentingan manusia. Ia tumbuh dan berkembang dengan sendirinya, ia butuh penjagaan dan perawatan agar tetap lestari dan nyaman untuk ditempati. Perusakan dan penghancuran terhadap alam sangat dicela dan dilarang oleh
Al-Qur’an.11 Penelitian yang mengangkat isu
lingkungan telah dilakukan oleh beberapa peneliti, salah satunya yaitu yang dilakukan oleh peneliti dalam Pelestarian Lingkungan Dalam Perpektif Pendidikan Islam (Tinjuan Dari Surat Al-Baqarah : 30) penelitian literatur ini mengaji tentang pelestaraian yang ditinjau ayat yang ada dalam Al-Qur’an dan dikaji dalam perspektif pendidikan Pengaruh Ajaran Etika Al-Ghozali Dalam Masyarakat Jawa (Telaah Atas Konsep Pendidikan Etika Masyarakat Jawa). Di Jawa, perkembangan dakwah Islam mengalami proses yang cukup unik. Hal ini penyebabnya
11
Reza Arfani Op.Cit,hlm.94
9
adalah lantaran berhadapan dengan kekuatan tradisi budaya dan sastra Hindu yang mengakar dalam dan cukup kokoh sebelum kerajaan Islam hingga Kerajaan Mataram yang baru berakhir fungsinya sebagai pusat tradisi agung sastra budaya kejawen sesudah zaman kemerdekaan yang beralihnya sistem pemerintahan menjadi republik12 penyebaran Agama Islam ketanah Jawa sangatlah rumit karena sebelum Islam masuk ketanah Jawa orang pribumi sudah mengenal agama asli yaitu Anisme dan Dinamisme dan bercampur dengan kebudayaan hindu maka sangat dibutuhkan kearifan lokal dalam dakwah dalam tanah Jawa. Belakangan ini makin pesatnya kebutuhan masyarakat maka makin rusak dan tercemarnya alam yang ada ini. Karena orang-orang yang tidak bertanggung jawab dalam mengeksploitasi kekayaan alam seperti penebangan hutan secara liar penambangan yang tidak memperdulikan lingkungan sehingga mengakibatkan rusak dan parahnya alam yang ada ini. 13 Korelasi Antara Pemahaman Ayat-Ayat Lingkungan Terhadap Kepedulian Pelestarian Lingkungan (Studi Pada Mahasiswa STAIN Salatiga Angkatan 2002). Adalah judul yang diangkat oleh peneliti. Maka penelitian yang akan penulis lakukan adalah penelitian tentang pelestarian lingkungan dengan sesajen kali sebagai kearifan lokal perspektif
12
Khasan Khoiruddin, Pengaruh Ajaran Etika Al-Ghozali Dalam Masyarakat Jawa (Telaah Atas Konsep Pendidikan Etika Masyarakat Jawa), ) Sekripsi Pada Jurusan Tarbiyah STAIN Salatiga, 2003, hlm 1 13 Achmad Chasan T, Korelasi Anatara Ayat-Ayat Lingkungan Terhadap Kepedulian Pelestarian Lingkungan (Studi Pada Mahasiswa Stain Salatiga Anak Tarbiyah Angkatan 2002) ) Sekripsi Pada Jurusan Tarbiyah STAIN Salatiga, 2006 hlm 3
10
dari Hukum Islam, terangkum dalam Fiqh Lingkungan dengan judul “Fiqh Lingkungan; Sesajen Kali Dan Kearifan Lokal”.
F. Kerangka Teoritik Dasawarsa tujuhpuluhan merupakan titik awal letup merebaknya kesadaran lingkungan. Pemicu letupan kesadaran lingkungan tersebut adalah manisfesto politik masyarakat internasional dalam konferensi lingkungan di Stockholm tahun 1972. Kesadaran lingkungan tersebut terus membahana keberbagai lapisan masyararakat, termasuk masyarakat Islam, baik kalangan elit intelektual maupun masyarakat luas. Di lingkungan intelektual muslim kesadaran lingkungan ditandai dengan munculnya konseptualisasi nilai dan ajaran agama guna berpartisipasi dalam melestarikan lingkungan, Memahayu Hayuning Bawana. Salah satu konseptualisasi tersebut adalah berupa konsepsi Fiqh Lingkungan.14 Pengembangan fiqh lingkungan kini bisa menjadi suatu pilihan penting di tengah krisis-krisis ekologis secara sistematis oleh keserakahan manusia dan kecerobohan penggunaan teknologi. Islam sebagai agama yang secara organik memerhatikan manusia dan lingkungannya memiliki potensi amat besar untuk memproteksi bumi. Dalam Alquran sendiri kata 'bumi' (ardh) disebut sebanyak 485 kali dengan arti dan konteks yang beragam. Bahkan kata syari’ah yang sering dipadankan dengan Hukum Islam memiliki arti 'sumber air' di samping bermakna 'jalan'. Dalam konteks perlindungan lingkungan, makna syari’ah bisa berarti sumber kehidupan yang
14
Anang Haris Himawan, Epistimologi Syara’ Mencari Format Baru Fiqh Indonesia, Pustaka Pelajar, Yogyakarta, 2005, hlm 156
11
mencakup nilai-nilai etik dan hukum15. Dalam tulisan di atas maka konsepsi fiqh lingkungan sangat diperlukan untuk memperkokoh dalam urusan pelestarian lingkungan, maka para ahli fiqh mulai mengagas konsepsi Fiqh Lingkungan untuk menyelamatkan yang semakin rusak. Dalam konteks Hukum Islam, pelestarian lingkungan adalah tanggung jawab manusia. Hanya saja belum ada sebuah kitab fiqh yang membahas secara detail tentang lingkungan, isu-isu lingkungan hidup hanya disinggung dalam konteks generik dan belum spesifik sebagai suatu ketentuan hukum yang memiliki kekuatan. Fiqh-fiqih klasik telah menyebut isu-isu tersebut dalam beberapa bab yang terpisah dan tidak menjadikannya buku khusus. Hal ini bisa dimengerti karena konteks perkembangan struktur masyarakat waktu itu belum menghadapi krisis lingkungan sebagaimana terjadi sekarang ini. Melihat situasi modern saat ini, yang dengan jelas-jelas ditandai oleh kerusakan lingkungan hidup yang begitu dahsyat, fiqh tentang lingkungan hidup perlu dikembangkan terus-menerus agar dapat menjawab kebutuhan zaman yang semakin menekankan pentingnya perlindungan terhadap lingkungan hidup. Dengan kata lain, pengembangan Fiqh Lingkungan hidup kini bisa menjadi suatu pilihan penting di tengah krisis-krisis ekologis yang secara sistematis disebabkan oleh keserakahan manusia dan kecerobohan penggunaan teknologi. Adapun rujukan dari dalil ini adalah Surat Al-A’raf: 56: 15
Mudhofir
Abdullah,
“Islam
Dan
Konfersi
Alam”
http://www.i-
library.org/index.php?option=com_content&tast=view&id=15663&itemid=27, Diakses Pada 10 Juni 2008 18 : 30
12
“Dan janganlah kamu membuat kerusakan di muka bumi, sesudah (Allah) memperbaikinya dan berdoalah kepada-Nya dengan rasa takut (tidak akan diterima) dan harapan (akan dikabulkan). Sesungguhnya Rahmat Allah amat dekat kepada orang-orang yang berbuat baik”16.(Q.S. Al-A’raaf:54)
G. Metode Penelitian Metode yang dilakukan adalah dengan Deskriptif Kwalitatif, yaitu penelitian yang dimaksutkan untuk mencari, mengumpulkan informasi, mengenai status segala yang ada, yaitu keadaan gejala menurut adanya pada saat penelitian dilakukan, dengan metode pengambilan data yang diperoleh dari tehnik. 1. Populasi Dan Sample a. Populasi Populasi adalah keseluruhan subyek penelitian17 di sini yang dimaksud dengan populasi adalah seluruh masyarakat Warangan, Munengwarangan, Pakis, Magelang yang terlibat atau tidak dalam sesajen kali. b. Sample Sample adalah sebagaian atau wakil dari populasi yang diteliti.18 Teknik sampling adalah yang digunakan untuk mengambil sample dari jumlah populasi, sedangkan teknik yang dipakai dalam
16
Departemen Agama RI. Op.cit. hlm 120 Suharsimi Arikunto, Prosedur Penelitian Serta Pendekatan Praktek, Bina Aksara, Jakarta, 1989, hlm 102 18 Ibid. 17
13
penelitian ini adalah Random Sampling yang artinya pengambilan sampling dengan tidak memandang bulu atau secara acak, karena jumlah populasi ditempat penelitian dilakukan sangat banyak maka peneliti hanya akan mengabil 20% dari tiap RT dari keseluruhan Rukun Tangga yang ada di Dusun Warangan, dihitung dengan data yang diperoleh dari kadus. 2. Tehnik Pengumpulan Data a. Teknik Observasi Observasi diartikan sebagai pengamatan dan pencatatan secara sistematik terhadap sampel penelitian tersebut. b. Teknik Wawancara Teknik wawancara penulis gunakan sebagai penggalian datadata kajian langsung dari para pelaku atau sampel. c. Dokumentasi Dekomentasi bisa berbentuk gambar atau tulisan hasil dari wawancara dan observasi sebagai penguat data. 3. Metode Analisa Data Menganalisa data artinya, menguraikan data, menjelaskan data, sehingga dari data tersebut pada akhirnya dapat ditarik pengertian– pengertian serta kesimpulan-kesimpulan. Jadi, yang dimaksud dengan analisa data adalah penyelesaian data yang diperoleh menurut suatu aturan dengan menggunakan aturan pikiran yang bertujuan agar data tersebut dapat dimengerti maksud dan tujuannya.
14
a. Deskriptif Adalah menuturkan dan menafsirkan data yang ada, misalnya tentang situasi yang dialami, satu hubungan, kegiatan, dan pandangan sikap yang tampak.19 b. Kualitatif Adalah tradisi tertentu dalam ilmu pengetahuan sosial yang secara fundamental bergantung pada pengamatan terhadap manusia pada kawasannya sendiri dan berhubungan dengan orang-orang tersebut dalam bahasa.20
H. Sistematika Penulisan Skripsi ini secara garis besar terdiri dari tiga bagian: bagian awal, bagian isi, dan bagian akhir. Pada bagian awal skripsi berisi tentang: cover luar, cover dalam, lembar persetujuan pembimbing, lembar pengesahan, motto, kata pengantar, daftar isi, dan daftar lampiran. Bagian isi skripsi menguraikan lima bab, yaitu: BAB I
Pendahuluan, yang didalamnya menguraikan: Latar Belakang.
Pokok Masalah. Tujuan dan Manfaat Penelitian. Telaah Pustaka. Kerangka Teoritik. Metode Penelitian dan Sistematika Penulisan Skripsi. BAB II
Landasan Teori menguraikan tentang : Konsep Fiqh Lingkungan
dalam Pelestarian Lingkungan. Definisi Fiqh. Peran Fiqh Lingkungan untuk
19
Surachmad Winarno, Penelitian ilmiah Dasar Metode Tehnik, Tarsito Bandung, 1985,
hlm. 139. 20
hlm. 3
Lexy.J.Meleong, Metode Penelitian Kualitatif, Remaja Rosdakarya, Bandung, 2003,
15
Melestarikan Lingkungan. Relevansi Fiqh Lingkungan dalam Kajian Hukum Islam BAB III
Hasil Penelitian menguraikan tentang : Praktek Sesajen Kali di
Warangan. Gambaran umum penduduk Warangan. Persepsi Masyarakat Warangan terhadap Sesajen Kali. BAB IV
Analisa menguraikan tentang : Sesajen Kali Dalam Tinjauan Fiqh
Lingkungan. Analisa Praktek Sesajen Kali. Analisa Persepsi Masyarakat BAB V
Penutup menguraikan tentang : Kesimpulan dan Saran
BAB II KONSEP FIQH LINGKUNGAN DALAM PELESTARIAN LINGKUNGAN
Dan carilah pada apa yang Telah dianugerahkan Allah kepadamu (kebahagiaan) negeri akhirat, dan janganlah kamu melupakan bahagianmu dari (kenikmatan) duniawi dan berbuat baiklah (kepada orang lain) sebagaimana Allah Telah berbuat baik, kepadamu, dan janganlah kamu berbuat kerusakan di (muka) bumi. Sesungguhnya Allah tidak menyukai orang-orang yang berbuat kerusakan.21 Dari ayat al-qur‟an surat Al-Qashash ayat 77 telah jelas bahwa Allah melarang kita berbuat kerusakan dimuka bimi, karena Allah sendiri telah menciptkan
dan
mencotohkan
kebaikan
pada
manusia
dengan
segala
kemurahanya. Agama Islam yang dibawa oleh Nabi Muhammad SAW adalah agama pembawa kabar gembira dan sebagai pembawa keselamatan untuk semesta alam termasuk manusia dan ciptaan allah yang lain. Dalam perkembangannya pengajaran Agama Islam senantiasa membuka diri dengan nilai-nilai ranah sosial masyarakat untuk lebih mudah diterima dan memberi manfaat yang dibawa ajaran agama salah satunya ranah sosial itu adalah buya, budaya dipandang sebagai bagian yang inheren dengan kehidupan masyarakat, Sebagai contoh saja AlQur'an turun di tanah Arab, dengan sendirinya wahyu Allah turun dengan menggunakan piranti kultural yang historis, yaitu bahasa Arab. Karena Al-Qur'an 21
Deperteman Agama RI, Op.Cit, hlm 394
16
17
turun dalam bahasa Arab, struktur linguistik Arab jelas mempegaruhi ajaran Islam itu sendiri. Seperti halnya fiqh, fiqh sebagaimana diketahui merupakan salah satu dari ilmu-ilmu keislaman yang sangat dominan dalam kehidupan umat Islam. Ilmu fiqh pada dasarnya adalah penjabaran yang nyata dan rinci dari nilai-nilai ajaran Islam yang terkandung dalam Al-Qur‟an dan As-Sunnah, yang digali terus menerus oleh para ahli yang menguasai hukum-hukumnya dan mengenal baik perkembangan, kebutuhan serta keselamatan umat dan lingkungannya. 22 Dari pengertian fiqh yang demikian, keselamatan dan pelestraian lingkungan adalah tanggung jawab dari manusia yang secara fitrah diberi akal untuk berfikir. Persolalan lingkungan bukan hanya berkutat pada penanganan atau pembenahan setelah terjadi kerusakan. Titik awal pandangan kita adalah bahwa persoalan lingkungan bukan hanya sekedar masalah sampah, pencemaran, pengrusakan hutan, atau pelstarian alam dan sejenisnya, melainkan ini adalah bagian dari suatu pandangan hidup itu sendiri. Dari cara pandang inilah, norma-norma fiqh yang merupakan penjabaran dari nilai-nilai Al-Qur‟an dan As-Sunnah, sebagaimana dijelaskan diatas seharusnya bisa menjadi acuan untuk melestarikan lingkungan. Sejauh ini ajaran islam di Indonesia dinilai lebih toleran terhadap budaya. Toleransi tersebut ditunjukkan dengan adanya sikap akomodatif terhadap budaya lokal. Sikap itu mencerminkan adanya kemampuan dan kemauan Muslim Indonesia untuk menyerap budaya lokal menjadi bagian dari metode penjelasan ajaran Islam. Budaya dipandang sebagai bagian yang inheren dengan kehidupan 22
157
Ali Yafie, Merintis Fiqh Lingkungan Hidup, Ufuk Press, Jakarta, Cetkan I, 2006, hlm
18
masyarakat, sehingga tidak memungkinkan bagi sebuah gerakan yang membawa nafas rahmatan lil‟alamin memberangus sesuatu yang sudah menjadi bagian dari masyarakat. Islam sebagai agama yang rohmatanlil„alamin atau yang membawa keselamatan disegala alam, sangat detail dalam mengatur umatnya, baik hubungan antara manusia dengan manusia, manusia dengan kholiqnya ataupun manusia dengan alamnya. Semuanya teratur dalam khasanah ajaran Islam.
A. Definisi Fiqh Telah disebutkan di atas bahwa fiqh menurut bahasa berarti faham atau tahu, disertai pemahaman yang mendalam, yang membutuhkan pengerahan potensi akal. Ari Fiqh mengalami perkembangan sebagai mana halnya istilahistilah lain dalam Agama Islam, Fiqh semula Ia dipergunakan dalam artinya luas, api pada kemudian hari arti semula berubah menjadi lebih sempit dan lebih khusus. Fiqh didefinisikan sebagai ilmu untuk mengetahui kumpulankumpulan dari berbagai aturan hukum syara‟ yanng berkenaan dengan perbuatan manusia yang diperoleh dari dalil-dalilnya secara rinci.23 Perlu dipahami ada perbedaan antara fiqh dengan syara‟. Syara‟ mempunyai bidang kajian yang lebh luas dari fiqh, dan ilmu fiqh hanya mempelajari hukum-hukum sedangkan sayara‟ adalah induk dari fiqh. Ilmu fiqh mengalami perubahan arti dari masa ke masa, sebagai berikut :
23
Amin Syukur, “Fiqh dalam Rentang Sejarah” sebuah pegantar dalam Anang Haris Himawan, Epistimologi Syara‟ Mencari Format Baru Fiqh Indonesia, Pustaka Pelajar, Yogyakarta, 2005, hlm. vii
19
1. Arti Fiqh Pada Masa Rosul, Sahabat dan Tabi‟in (abad pertama Hijriyah) Dalam abad pertama Hijriyah istilah fiqh identik dengan Ilmu (pengetahuan) yaitu memahamkan sesuatu secara mendalam, pengetahuan yang tidak mudah diketahui umum, pengetahuan yang diperoleh dengan jalan mempergunakan kecerdasan dan kebijaksanaan yang dalam. Maka dengan demikian segala ilmu yang timbul pada masa Rosullulah saw, sahabat dan tabi‟in dinamakan fiqh.24 2. Arti Fiqh Pada Abad Kedua Hijriyah Sesudah abad pertama berganti dengan abad yang keda, yaitu masa lahirnya pemuka-pemuka mujtahid yang membangun madzhab, lalu masing-masing mempunyai madzhab tertentu dan tersebar dalam masayarakat kaum muslimin, pada masa inilah barulah kata fiqh diartikan secara sempit, ditentukan untuk suatu ilmu pengetahuan saja dari berbagai macam pengetahuan agama. Para pemuka madzhab mengkhususkan lafadh fiqh untuk nama dari huum-hukum yang dipetik dari kitabullah dan sunnatur Rosul, dengan mempergunakan ijtihad atau istinbath yang sempurna terhadap hukum-hukum yang mengenai amalan (perbuatan) para mukallaf.25
24
Zarkasji Abdul Salam dan Oman Fathurohman, Pengantar Ilmu Fiqh – Ushul Fiqh I, CV Bina Usaha, Yogyakarta, hlm 29 25 Ibid. hlm 31
20
3. Arti Fiqh Pada Masa Ulama Ushul dan Ulama Fiqh (Sesudah Abad Kedua) Pada pertengahan abad kedua Hijriyah mulai bermunculan para mujtahid yang mengali hukum-hukum Islam dengan sungguh-sungguh dan sejak itu mulai timbul para ahli dibidang masing-masing, di antaranya ialah para ahli Ushul Fiqh dan Ahli Fiqh, bersama dengan itu maka lebih lanjut arti dari istilah fiqh-pun banyak dipengaruhi dan diwarnai oleh pendapat-pendapat, baik pendapat para Ahli Ushul Fiqh maupun para Ahli Fiqh. a. Ulama-ulama Hanafiyah menetapkan bahwa Fiqh ialah : Ilmu yang menerangkan seluruh hak dan kwajiban yang berhubungan dengan perbuatan-perbuatan para mukallaf. Imam „Alaudin al-Kasaniy al hanafiy mengatakan : Tak ada sesuatu ilmupun sesudah mema‟rifati Allah dan sifat-sifatNya, yang lebih mulya daripada Ilmu Fiqh, yaitu ilmu yang diberinama dengan Ilmu Halal, Ilmu Haram, syari‟at dan Ilmu Hukum. Untuk itulah para Rasul dibangkit dan kitab-kitab Allah diturunkan, hukum-hukum Allah itu tidak dapat diketahui dengan akal semata-matatetapi memperlukan pertolongan naql/wahyu. 26 b. Ulma-ulama Syafi‟iyah mengumukakan bahwa Ilmu Fiqh ialah : Ilmu yang menerangkan segala hukum syara‟ yang bertalaian dengan perbuatan-perbuatan para mukallaf yang dikeluarkan dari dalildalilnya yang terperinci.Imam Abu Hamid al- Ghazali mengemukakan bahawa pengertian fiqh menurut Istilah para ulama adalah :
26
Ibid. hlm 34
21
Ilmu yang menerangkan hukum-hukum syara‟ yang ditetapkan secara khusus bagi perbuatan-perbuatan para mukallaf,.... seperti wajib, haram, mubah, sunnah, makruh, perikatan yang shahih, perikatan yang fasid dan yang batal, serta menerangkan tentang ibadah yang dilaksanakan secara qadla (pelaksanaannya di luar ketentuan waktunya) Ada- a (pelaksanaanya secara tunai/pada waktunya) dan hal-hal yang seprti itu.27 c. Dalam kitab muqoddamah Al-Mubtada Wa al-Khabar, Ibnu Khaldun mengatakan : Fiqh itu ialah : Pengetahuan tentang hukum-hukum Allah swt. Yang berhubungan dengan perbuatan-perbuatan para mukallaf, baik yang wajib, haram, sunnah, makruh ataupun mubah. Yaitu yang diambil dari ktabullah dan sunnatur Rosul dan dari dalil-dali yang telah direstui oleh syara‟ untuk mengetahuinya. Apabila hukum-hukum itu dikeluarkan/diistinbathkan dari dalil-dalil itu dengan jalan ijtihad, maka disebut “fiqh”.28 d. Imam Jalaluddin al-Mahalliy mengemukakan bahwa Fiqh itu, ialah : “Hukum-hukum syara‟ yang praktis yang dikeluarkan dari dalil-dalil yang terperinci”.29 e. Imam Ibnu Hazm dalam kitabnya al-Ihkam memberikan batasan terhadap Ilmu Fqh dengan ungkapan : Yaitu pengetahuan tentang hukum-hukum syara‟ yang dipetik dari Al-Qur‟an dan kalam rosul yang diutus membawa syari‟at yang hanya daripadanyalah hukum-hukum itu diambil. Selanjunya beliaupun mengungkapkan bahwa yang dimaksud dengan hukum-hukum syara‟ yang dipetik dari Al-Qur‟an itu terasuk didalamnya seluruh ilmu-ilmu Al-Qur‟an, demikian pula dengan kalam Rosul saw. Termasuk di dalamnaya seluruh ilmu yang bersangkut-paut dengan sunnah Rasul 27
Ibid. hlm 36 Ibid.hlm 37 29 Ibid. 28
22
saw. Lebih jauh dari itu beliaupun memasukan dalam cakupan pembahasan Ilmu Fiqh hal-hal yang telah di Ijma‟kan oleh para ulama dan hal-hal yang masih diperselisihkan oleh mereka.30 f. Abdus Salam al-Qobbaniy mengatakan bahwa Fiqh itu ialah : Ilmu yang menerangkan segala hukum syara‟ yang amali yang diambil dari dalil-dalilnya yang tafshili. Ia mencakup hukumhukum yang dipaham oleh mujtahid dengan melalui metode ijtihad dan tercakup pula hukum-hukum yang tidak memerlukan ijtihad, seperti hukum-hukum yang dinashkan langsung dalam al-Kitab dan As-Sunnah dan demikian pula masalah-masalah ijma‟.31 g. Arti Menurut Fuqaha (Ahli Fiqh) Pengertian Fiqh menurut para fuqaha berbeda dengan pengertian Fiqh yang dikemukakan oleh para Ahli Ushul Fiqh, mereka mengartikan Fiqh dengan “mengetahui (menghapal) hukum-hukum Furu‟, baik bersama-sama dengan dalilnya ataupun tidak”. Jelasnya Fiqh menurut Fuqaha adalah mengetahui hukum-hukum syara‟ yang menjadi sifat bagi perbuatan para mukallaf yaitu wajib, sunnah, haram, makruh, dan mubah.32 Para ulama telah meneliti ciri-ciri khusus dan keistimewaan dari fiqh, maka diantaranya diketahuilah bahawa ada yang merupakan tabi‟at dari fiqh itu sendiri dan ada ciri khas yang dilalui fiqh dalam perkembangannya menuju pada kesempurnaan. Ciri-ciri dan sifat itu adalah: 1. Fiqh Islam Didasarkan Pada Wahyu Ilahi Ketika Agama Islam diturunkan, manusia ketika itu sedang mengalami krisis dan sudah menantikan agama baru yang membawa aturan yang dapat mewujudkan kebahagiaan pereseorangan atau masyarakat, diantara aturan-aturan yang dinantikan itu adalah Fiqh Islam
30
Ibid. hlm 38 Ibid. hlm 39 32 Ibid. hlm 41 31
23
2. Pelaksanaan Fiqh Islam oleh kaum muslimin Didorong Oleh Aqidah Dan Akhlaq Tujuan pembuatan suatau hukum tidak akan tercapai hanya dengan kesistematisan
dan
kebaikan
susunannya
tetapi
juga
dengan
pelaksanaannya yang baik, pelaksaanaannya itu bisa dikataka baik apabila disertai dengan kerelaan. Kesadaran ini dapat terwujud apabila terdapat keimanan yang teguh. 3. Rangkapnya Balasan Tata aturan yang bersumber pada Wahyu Ilahi dua macam balasan, yaitu balasan di dunia dan di akhirat kelak. Balasan di akhirat lebih besar dari pada di dunia, maka orang muslim mempunyai kesadaran yang kuat tentang keharusan mentaati
kententuan-ketentuan hukum Islam dan
melaksanakannya dengan penuh keikhlasan. 4. Bersifat Kolektif Fiqh Islam (Hukum Islam) bermaksud mewujudkan kebaikan manusia sebagai perseorangan ataupun sebagai anggota masyarakat. Namun kebaikan masyarakat ini yang lebih menonjol maka corak atau sifat Hukum Islam adalah kolektivisme. 5. Fiqh Islam Menerima Perkembangan Sesui Dengan Masa Dan Tempat
24
Fiqh Islam menerima perkembangan sesui dengan perkembangan masa, bidang dan ruang, sehingga Fiqh Islam akan terus berdiri tegak sepanjang masa.33 Salah satu perkembangan dalam kajian fiqh pada saat ini adalah Fiqh
Lingkungan,
dimana
kerusakan
alam
yang
begitu
parah
mempengaruhi para ulama untuk membuat dan merumuskan Fiqh Islam tentang pelestaraian lingkunngan. Dari penjelasan diatas tadi maka fiqh adalah penjabaran aturan-aturan yang telah diajarkan oleh Allah melalui Nabi dan Kitabnya, yang mengatur tentang hubungan manusia dengan Sang Pencipta dan Sesamanya baik manusia atau alam.
B. Pengertian Fiqh Lingkungan Fiqh Lingkungan (fiqh al-bi‟ah) ialah “. fiqh yang menjelaskan sebuah aturan tentang perilaku ekologis masyarakat muslim berdasarkan teks syar‟i dengan tujuan mencapai kemaslahatan dan melestarikan lingkungan”.34 Satu cabang ilmu fiqh yang mengkaji tentang ilmu atau kaidah-kaidah dalam Islam yang berkenaan dengan lingkungan cabang ilmu lingkungan ini tergolong masih muda. Jika kita sepakat denga fiqh adalah pemahaman tentang syara‟ atau aturan Allah yang berisi larangan atau perintah, sedangkan Lingkungan adalah tempat yang dihuni oleh makhluk hidup maka fiqh lingkungan adalah pemahaman atau ilmu atau nilai-nilai syara‟ yang mengatur tentang cara hidup 33
Lihat Zarkasji Abdul Salam dan Oman Fathurohman, Op.Cit, hlm 52 Hatim Gazali, Fiqh Al-Bi‟ah: fiqh Ramah Lingkungan, http://gazali.wordpress.com, Diakses 5 Agustus 2008, Jam 01.23 Wib 34
25
berdampingan dengan alam sekitar kita, berbeda dengan cara pandang barat, dalam pandangan Islam, agama tidak tidak bentrok dengan ilmu pengetahuan dan teknologi. Karena ilmu tidak bersifat sekuler, bahkan nilai-nilai agama selalu menjiwai ilmu teknologi, dalam padangan Agama Islam hidup manusia tidak berpisah dari ekosistemnya, melainkan integral. Dengan demikian sekalipun manusia menganggab dirinya beda dengan lingkunganhidupnya, namun manusia memiliki ikatan fungsional dan karenanya perlakuan terhadap alampun berbeda.35 Manusia adalah kholifah dimuka bumi, bukan penguasa yang sertamerta berkuasa tanpa harus tanggungjawab atas perbuatanya, maka Agama Islam mengatur hubungan antara manusia dan alam sekitarnya untuk menjaga kelestarian semesta, oleh karena itu Islam adalah agama rohmatan lil „alamin. Syara‟ yang mengatur manusia dan alam sekitarnya kemudian dikaji sehingga menjadi fiqh lingkungan, selama ini kajian lingkungan belum menjadi bahasan yang mandiri namun masih dalam sub-sub bab bahasan kitab-kitab fiqh yang yang lain sehingga fiqh lingkungan masih kurang diperhatikan Secara garis besar manusia memiliki dua tugas besar dengan lingkunganya yaitu: 1. Memanfaatkan Lingkungan Pada hakikatnya alam semesta beserta isinya bagaimanapun keadaanya, konkrit maupun abstark adalah fasilitas untuk mencapai kesejahteraan umat manusia memang itulah kodratnya, alam diciptkan
35
Ali Yafie, Op.Cip, hlm 38
26
untuk memberikan yang terbaik buat keberlangsungan hidup manusia. darinya
manusia
memperoleh
makanan,
minuman,
perlindungan,
keselamatan dan pencaharian kehidupan.36 Dengan tidak berlebihan dalam mengeksploitasi alam Namun alam semesta bukan bukan semata-mata sebagai alat pemuas kehidupan didunia tetapi alam semesta adalah ayatayat Allah yang tersirat sehingga kita lebih bisa bersyukur itu sesuai dengan firman Allah:
Dan Dia-lah, Allah yang menundukkan lautan (untukmu), agar kamu dapat memakan daripadanya daging yang segar (ikan), dan kamu mengeluarkan dari lautan itu perhiasan yang kamu pakai; dan kamu melihat bahtera berlayar padanya, dan supaya kamu mencari (keuntungan) dari karunia-Nya, dan supaya kamu bersyukur. (An- Nahl : 14)37
Dan (ingatlah juga), tatkala Tuhanmu memaklumkan; "Sesungguhnya jika kamu bersyukur, pasti kami akan menambah (nikmat) kepadamu, dan jika kamu mengingkari (nikmat-Ku), Maka Sesungguhnya azab-Ku sangat pedih.(Q.S Ibrahim : 7)38
36
Abu Yasid, Fiqh Realitas Respon Ma‟had Aly Terhadap Wacana Hukum Islam Kontemporer, Pustaka Pelajar, hlm 227 37 Deperteman Agama RI, Op.Cit. hlm 268 38 Ibid. hlm 256
27
2. Menjaga dan Melestarikan Lingkungan Pelestarian alam dan lingkungan hidup ini tak terlepas dari peran manusia, sebagai khalifah di muka bumi, sebagaimana yang disebut dalam (QS Al-Baqarah: 30
“Ingatlah ketika Tuhanmu berfirman kepada para malaikat: "Sesungguhnya Aku hendak menjadikan seorang khalifah di muka bum”. Mereka berkata: "Mengapa Engkau hendak menjadikan (khalifah) di bumi itu orang yang akan membuat kerusakan padanya dan menumpahkan darah, padahal kami senantiasa bertasbih dengan memuji Engkau dan mensucikan Engkau" Tuhan berfirman: "Sesungguhnya Aku mengetahui apa yang tidak kamu ketahui."39 Arti khalifah di sini adalah seseorang yang diberi kedudukan oleh Allah untuk mengelola suatu wilayah, ia berkewajiban untuk menciptakan suatu masyarakat yang hubungannya dengan Allah baik, kehidupan masyarakatnya harmonis, dan agama, akal dan budayanya terpelihara.
C. Peran Fiqh Lingkungan untuk Melestarikan Lingkungan 1. Ayat-ayat Al-Qur‟an yang berkaitan dengan Lingkungan a. Ayat –Ayat Larangan Berbuat Kerusakan
Dan bila dikatakan kepada mereka:"Janganlah kamu membuat kerusakan di muka bumi. mereka menjawab: "Sesungguhnya kami orang-orang yang mengadakan perbaikan." 39
Ibid, hlm 6
28
Ingatlah, Sesungguhnya mereka Itulah orang-orang yang membuat kerusakan, tetapi mereka tidak sada. (Al-Baqarah: 11 – 12).40
Dan (Ingatlah) ketika Musa memohon air untuk kaumnya, lalu kami berfirman: "Pukullah batu itu dengan tongkatmu". lalu memancarlah daripadanya dua belas mata air. sungguh tiap-tiap suku Telah mengetahui tempat minumnya (masing-masing)[55]. makan dan minumlah rezki (yang diberikan) Allah, dan janganlah kamu berkeliaran di muka bumi dengan berbuat kerusakan.(Al- Baqarah: 60)41
Dan (Kami Telah mengutus) kepada penduduk Mad-yan, saudara mereka Syu'aib, Maka ia berkata: "Hai kaumku, sembahlah olehmu Allah, harapkanlah (pahala) hari akhir, dan jangan kamu berkeliaran di muka bumi berbuat kerusakan". (Al-Ankabuut: 36)42
Maka apakah kiranya jika kamu berkuasa kamu akan membuat kerusakan dimuka bumi dan memutuskan hubungan kekeluargaan. (Muhammad: 22)43
40
Ibid, hlm 3 Ibid, hlm 9 42 Ibid, hlm 400 43 Ibid, hlm 509 41
29
Mereka berkata: "Hai Dzulkarnain, Sesungguhnya Ya'juj dan Ma'juj itu orang-orang yang membuat kerusakan di muka bumi, Maka dapatkah kami memberikan sesuatu pembayaran kepadamu, supaya kamu membuat dinding antara kami dan mereka." (Al-Kahfi: 94)44
Dia berkata: "Sesungguhnya raja-raja apabila memasuki suatu negeri, niscaya mereka membinasakannya, dan menjadikan penduduknya yang mulia jadi hina; dan demikian pulalah yang akan mereka perbuat.(An-Naml: 34)45 b. Tentang Air
Dan kami Telah meniupkan angin untuk mengawinkan (tumbuhtumbuhan) dan kami turunkan hujan dari langit, lalu kami beri minum kamu dengan air itu, dan sekali-kali bukanlah kamu yang menyimpannya. (Q.S. Al-Hijr: 22)46
Dan dia (pula) yang menciptakan manusia dari air lalu dia jadikan manusia itu (punya) keturunan dan mushaharah dan adalah Tuhanmu Maha Kuasa. (Al-Furqon: 54)47
Dan berilah perumpamaan kepada mereka (manusia), kehidupan dunia sebagai air hujan yang kami turunkan dari langit, Maka menjadi subur karenanya tumbuh-tumbuhan di muka bumi, Kemudian
44
Ibid, hlm 303 Ibid, hlm 379 46 Ibid, hlm 263 47 Ibid, hlm 364 45
30
tumbuh-tumbuhan itu menjadi kering yang diterbangkan oleh angin. 48 dan adalah Allah, Maha Kuasa atas segala sesuatu. (Al-Kahfi: 45)
Dan apakah mereka tidak memperhatikan, bahwasanya kami menghalau (awan yang mengandung) air ke bumi yang tandus, lalu kami tumbuhkan dengan air hujan itu tanaman yang daripadanya makan hewan ternak mereka dan mereka sendiri. Maka apakah mereka tidak memperhatikan. (As-Sajdah: 27)49
Dan kami jadikan bumi memancarkan mata air-mata air, Maka bertemu-lah air-air itu untuk suatu urusan yang sungguh Telah ditetapkan. (Al- Qomar: 12)50
Maka Terangkanlah kepadaku tentang air yang kamu minum. (AlWaqi‟ah 68)51 c. Tentang Udara
Dan (telah kami tundukkan) untuk Sulaiman angin yang sangat kencang tiupannya yang berhembus dengan perintahnya ke negeri yang kami Telah memberkatinya. dan adalah kami Maha mengetahui segala sesuatu. (Al-Anbiyaa‟:81)52
Kemudian kami tundukkan kepadanya angin yang berhembus dengan baik menurut ke mana saja yang dikehendakiNya. (Q.S. Shaad: 36)53
48
Ibid, hlm 298 Ibid, hlm 416 50 Ibid, hlm. 529 51 Ibid, hlm. 536 52 Ibid, hlm. 328 53 Ibid, hlm. 455 49
31
Dia lah yang meniupkan angin (sebagai) pembawa kabar gembira dekat sebelum kedatangan rahmat-Nya (hujan) dan kami turunkan dari langit air yang amat bersih, (Al-Furqaaon: 48)54
Dan pada pergantian malam dan siang dan hujan yang diturunkan Allah dari langit lalu dihidupkan-Nya dengan air hujan itu bumi sesudah matinya; dan pada perkisaran angin terdapat tanda-tanda (kekuasaan Allah) bagi kaum yang berakal. (Al-Jaastiyah: 5)55 2. Hadits-hadits yang berkaitan dengan Lingkungan
“Sesungguhnya Allah itu baik, menyukai kebaikan, Allah itu bersih dan menyukai kebersihan, Allah itu mulia dan menyukai kemuliaan. Maka, bersihkan halaman rumahmu dan lingkunganmu.” (HR. Muslim)56 hadits ini juga diriwayatkan oleh Al-Hakim
“Barang siapa yang menyebut nama Allah dan mengangkat batu, pohon, atau tulang belulang dari tempat berlalunya manusia, maka samahalnya ia berjalan dan sungguh ia telah menjauhkan diri dari api neraka.” (HR. Al-Hakim)57
54
Ibid, hlm. 364 Ibid, hlm. 499 56 Kholiq Arif, Khotbah Jum‟at Memberdayakan Lingkungan, Pustaka Pesantern, Yogyakarta, 2007, hlm 82 57 Ibid. hlm 28 55
32
“....Barang siapa yang medholimi sejengkal tanah, maka allah akan memborgol tangannya dengan tanah tujuh puluh kali lebih besar dari tanah yang diambilnya itu (H.R Bukhori).”58
“Seorang sahabat nabi mengatakan, saya pernah ikut berperang bersama-sama dengan Nabi. Ketika itu saya mendengar Beliau bersabda: bahawa manusia itu bersama-sama berhak (tidak boleh monopoli) atas tiga hal yaitu; Padang rumput, Air dan Api (H.R Ahmad dan Abu daud).”59
“....apabila kiamat tiba terhadap salah seorang diantara kamu, dan ditangannya ada benih tumbuhan, maka tanamlah! (H.R Imam Ahmad). 60
“....barang siapa yang mempunyai sebidang tanah maka hendaklah ditanami dengan tanaman-tanaman atau pepohonan. Kalau bukan dirinya sendiri melakukan, bolehlah diberikan kepada saudaranya untuk mengolahnya dan jangan mengijonkan dengan bagi hasil sepertiga atau seper empat atau menukarnya dengan bahan makanan. (HR Bukhori).” 61 58
Ali Yafie, Op.Cit, hlm 288 Ibid. hlm 60 Ibid. hlm 61 Ibid. hlm 59
33
“...Rosulullah bersabda, tidak seorangpun yang muslim menanam sebatang pohon, lalu kemudian buahnya dimakan oleh burung atau oleh manusia atau oleh binatang kecuali dia akan memperoleh pahala sedekah (HR Bukhori).”62 3. Pelestarian Lingkungan Menurut Perspektif Islam Manusia dan jin diciptkan oleh Allah di dunia tiada lain hanya untuk menyembah kepadaNya, manusia dibekali dengan akal untuk digunakan dalam memilih-milih mana yang baik dan mana yang buruk karena setiap detail perbuatan kita akan dipertanggung jawabkan di kehidupan setelah mati, kehidupan dalam pandangan fiqh adalah mulia dan sangat berharga. Dalam diri setiap makhluk hidup dilengkapi dengan naluri mempertahankan diri. Kehidupan alam dalam pandangan Islam berjalan di atas prinsip keselarasan dan keseimbangan. Alam semesta berjalan atas dasar pengaturan yang serasi dan dengan perhitungan yang tepat. Sekalipun di dalam alam ini tampak seperti unit-unit yang berbeda semua berada dalam satu sitem kerja yang saling mendukung, saling terkait dan saling tergantung satu sama lain. Prinsip keteraturan yang serasi dan perhitungan yang tepat semacam ini seharusnya menjadi pegangan atau landasan manusia dalam menjalani kehidupannya di muka bumi ini, dengan demikian segenap tindakan manusia harus didasarkan 62
Ibid. hlm
34
atas perhitungan-perhitungan cermat yang diharapkan dapat mendukung prinsip keteraturan dan keseimbangan tersebut.63 Islam
adalah
Kaamil
(Sempurna)
dan
Mutakaamil
(Menyempurnakan semua sistem yang lain), karena ia adalah sistem hidup yang diturunkan oleh Allah Yang Maha Mengetahui dan Maha Bijaksana selain itu Islam adalah agama rahmatan lil„alamin, artinya Islam yang membawa keselamatan bagi alam, dan keselamatan yang dibawa Islam diyakini tidak hanya diperuntukkan bagi kalangan pemeluknya sendiri, Islam juga merupakan rahmat bagi pemeluk agama lain, bahkan tumbuhan, hewan dan makhluk hidup lain di segala alam ini. Oleh karena itu sangat wajar kalau ajaran agama Islam sangat mendetail, mengatur bagaimana hidup, aturan Islam mencakup semua sisi yang dibutuhkan oleh manusia dalam kehidupannya. Untuk menjaga keselarasan hidup manusia dengan alam Rasulluah S.A.W yang sebagai Uswatun khasanah bersabda tentang tingkatan Iman yang paling tinggi adalah pernyataan “tiada Tuhan selain Allah” dan yang terendah adalah menjaga kerbersihan. Jadi, memelihara lingkungan hidup adalah menjadi bagian integral dari tingkat keimanan seseorang. Khususnya beragama Islam. Konsepsi ini akan benar-benar berarti jika pemeluknya memahami substansi pengamalan ajaran Islam itu sendiri. Islam dalam praktiknya tidak hanya mengurusi masalah ibadah rutin saja Demikian tinggi, indah dan terperinci aturan Sang Maha Rahman dan Rahim ini, sehingga bukan
63
Ibid. hlm 174
35
hanya mencakup aturan bagi sesama manusia, manusia dengan tuhanya saja, melainkan juga terhadap alam dan lingkungan hidupnya. 4. Relevansi Fiqh Lingkungan dalam Kajian Hukum Islam Dalam konteks hukum Islam, pelestarian lingkungan, dan tanggung jawab manusia terhadap alam banyak dibicarakan. Hanya saja, dalam pelbagai tafsir dan fiqh, isu-isu lingkungan hanya disinggung dalam konteks generik dan belum spesifik sebagai suatu ketentuan hukum yang memiliki kekuatan. Fiqh-Fiqh telah menyebut isu-isu tersebut dalam beberapa bab yang terpisah dan tidak menjadikannya buku khusus. Ini bisa dimengerti karena konteks perkembangan struktur masyarakat waktu itu belum menghadapi krisis lingkungan sebagaimana terjadi sekarang ini. Allah telah menciptakan alam semesta dengan ketentuanketentuan-Nya, menurut perhitungan yang sempurna. Allah tidak menciptkan dengan main-main atau dengan bathil, yakni sia-sia, tanpa arah dan tujuan yang benar, alam adalah bagianb dari kehidupan dan alam itu sendiri hidup. Alam bersama isinya (udara, air, tanah, tumbuhan dan lain-lain) senantiasa bertasbih pada Allah dengan cara masing-masing.64 Melihat situasi modern saat ini yang dengan jelas-jelas ditandai oleh kerusakan lingkungan yang begitu dahsyat, rasanya Fiqh tentang lingkungan perlu dikembangkan terus-menerus agar dapat menjawab kebutuhan jaman yang semakin menekankan pentingnya perlindungan
64
Ibid. hlm 39
36
terhadap lingkungan. Dengan kata lain, pengembangan Fiqh lingkungan kini bisa menjadi suatu pilihan. Dalam kerangka pemikiran tersebut di atas, maka melindungi dan merawat lingkungan menjadi semakin jelas sebagai suatu kewajiban setiap Muslim. Oleh karena itu, rasanya sangat perlu sekali gagasa-gasan yang telah terungkap di atas diintegrasikan dan disosialisaikan kepada segenap umat Muslim dan selanjutnya pada masyarakat luas dengan cara yang baru. Dalam hal ini, di Indonesia khususnya, para ulama memiliki peran penting untuk mewujudkan gagasan-gagasan yang telah dikemukakan di atas. Konsep Fiqh lingkungan terasa menjadi kebutuhan dalam hidup di muka bumi ini.Pandangan teologis dan Fiqh tentang lingkungan yang telah diurakan di atas diyakini akan sangat bermanfaat untuk menanggapi krisis lingkungan dan menyediakan landasan dasar motivasi bagi umat Muslim yang hendak mewujudkan perhatian dan kepeduliannya terhadap lingkungan. Dalam
konteks
Negara
Indonesia,
yang
sebagian
besar
penduduknya adalah umat muslim, tanggungjawab, kepedulian dan perhatian terhadap lingkungan tersebut pastilah akan memiliki dampak yang luar biasa besarnya bagi terwujudnya keseimbangan dan kelestarian lingkungan. Hukum Islam merupakan hukum yang tebuka terhadap prsoalan baru. Setiap persoalan hukum yang muncul selalu di tanggapi oleh hukum Islam secara positif untuk ditetapkan status hukumnya, „perumusan status hukum tersebut bertujuan untuk menghasilkan panduan
37
prilaku agar dapat dijadikan sebagai landasan spiritual prilaku masyarakat Islam‟.65
65
Mujiono Abdilah, “Konsepsi Fiqh Lingkungan”, dalam Anang Haris Himawan, Epistimologi Syara‟ Mencari Format Baru Fiqh Indonesia, dalam, Pustaka Pelajar, Yogyakarta, 2005, hlm 158-159
BAB III UPACARA SESAJEN KALI DI WARANGAN, MUNENGWARANGAN, PAKIS, MAGELANG
Upacara tradisonal merupakan salah satu wujud peninggalan kebudayaan. Kebudayaan adalah warisan sosial yang hanya bisa dimiliki oleh warga pendukungnya dengan jalan mempelajarinya. Ada cara-cara atau mekanisme tertentu dalam tiap masyarakat untuk memaksa tiap warganya mempelajari kebudayaan yang didamnya terkandung norma-norma serta nilai-nilai kehidupan yang berlaku pada pergaulan masyarakat yang besangkutan. Mematuhi norma serta menjujung nilai-nilai itu penting bagi warga masyarakat demi kelestarian hidup masyarakat.66 Upacara tradisonal adat Jawa dilakukan demi mencapai ketentraman hidup lahir batin, dengan mengadakan upacara tradisoonal itu, orang jawa memenuhi kebutuhan sepiritualnya, eling marang purwo duksino. Kehidupan ruhani orang jawa memang bersumber dari agama yang diberi hiasan budaya lokal, oleh karena itu, orientasi keberagamaan orang jawa senantiasa memperhatikan nilai-nilai luhur yang telah diwariskan oleh nenek moyangnya. Disamping itu upacara tradisonal dilakukan orang Jawa dengan tujuan memperoleh solidaritas sosial, lila lan legawa kanggo mlayaning negari, upacara tradisonal Jawa juga menumbuhkan etos kerja kolektif, yang tercermin dalam ungkapan gotong royong nyabut gawe. Dalam berbagai kesempatan upacara 66
Purwadi, Upacara Tradisonal Jawa Mengali Untaian Kearifan Lokal, Pustaka Pelajar, Yogyakarta, cetakan I, 2005, hlm 1
38
tradisonal memang dilaksanakan dengan melibatkan banyak orang, mereka melakukan ritual ini dengan dipimpin oleh para sesepuh masyarakat. Upacara tradisonal
juga
berkaitan
dengan
lingkungan
hidup.
Masyarakat
Jawa
mempercayai bahwa lingkungan hidup itu perlu dilestarikan dengan cara ritualritual keagamaan yang mengandung nilai kearifan lokal.67
A. Gambaran umum penduduk Warangan, Munengwarangan, Pakis, Magelang Jalan masih berbatu, penduduk yang ramah, udara terasa segar, itu adalah
kesan
pertama
saat
penulis
masuk
di
dusun
Warangan,
Munengwarangan, Pakis, Magelang perjalanan yang jauh terbayar lunas dengan sambutan yang ramah dari penduduk. “Tindak mas” (Bepergian Mas) santun terucap saat bertemu dengan salah satu penduduk yang masih membawa sebilah sabit dan dan bercaping kelihatannya mau pergi keladang menyambut langkah penulis saat mulai memasuki dusun. Dusun Warangan sama seperti dusun-dusun yang lain yaitu memiliki perangkat desa, dari Kadus sampai ketua RT (Rukun Tangga). Dusun Warangan terbagi dalam empat rukun tangga namun dari perangkat desa yang sudah tertata rapi itu tidak berjalan sebagaimana mestinya seakan hanya sebagai formalitas dan masyarakat kurang faham fungsi-fungsi dari setiap perabot yang selama ini berjalan bersentral pada kepala dusun. Masyarakat Desa Munengwarangan khususnya Dusun Warangan sudah terbiasa dengan kedatangan tamu wisatawan, baik dari dalam maupun 67
Ibid. hlm v
39
luar negeri yang datang untuk menyaksikan pentas yang sering mereka adakan dalam kegiatan ritual yang setiap tahun diselenggarakan. Jumlah Penduduk Dusun Warangan adalah 516 Orang dengan jumlah kepala keluarga 174 KK. Tabel I: Jumlah penduduk berdasarkan jenis kelamin N
KETERANGAN
JUMLAH
1
Laki-laki
251 Orang
2
Perempuan
265 Orang
Jumlah
516 Orang
O
Sumber: Data Monografi Desa Munengwarangan tahun 2008
Tabel II: Jumlah Penduduk Berdasarkan Usia NO
UMUR
JUMLAH
1
1 - 10 tahun
45 Orang
2
11 - 20 tahun
37 Orang
3
21 - 30 tahun
86 Orang
4
31 - 40 tahun
128 Orang
5
41 - 50 tahun
165 Orang
6
50 tahun keatas
55 Orang
Jumlah
516 Orang
Sumber: Data Monografi Desa Munengwarangan tahun 2008
40
1. Letak Geografis Dusun Warangan, Munengwarangan, Pakis, Magelang Warangan adalah sebuah dusun yang berada disebelah barat lereng Gunung Merbabu, dengan luas wilayah 62,5 hektar, yang terdiri dari persawahan, lahan kering, pemukiman, dan area umum.68 Batas administratif Dusun Warangan adalah : 1.
Sebelah Barat
: Berbatasan dengan Desa Kajangkoso
2.
Sebelah Utara
: Berbatasan dengan Desa Jambewangi
3.
Sebelah Timur : Berbatasan dengan Desa Gondangsari
4.
Sebelah Selatan : Berbatasan dengan Desa Gumelem Jarak pusat pemerintahan wilayah Desa Japan adalah sebagai
berikut: 1.
2.
Jarak tempuh antara Dusun Warangan dengan jalan raya MagelangSalatiga
:8
KM
Jarak dari Kelurahan Munengwarangan
: 1, 5 KM
Jarak dari Kecamatan Pakis
: 10
KM
Dusun Warangan sepintas sama dengan dusun-dusun yang lain daerah di kelurahan Munengwarangan, namun yang membedakan daerah Warangan dengan daerah yang lain yaitu maraknya kesenian yang tumbuh disana, ditambah dengan meriahnya hiasan dan bersihnya lingkungan pemukiman karena sering diadakan pentas kesenian dalam rangkaian upacara adat setempat. Kesenian yang ada di Dusun Warangan ini meliputi seni tari, yaitu Warokan, Sorengan, Topeng Ireng, Wayang Orang dan seni
68
. Data monografi Desa Munengwarangan tahun 2009
41
musik pengiring yang disebut Musik Trunthung. Asset jalan menuju ke daerah Warangan, Munengwarangan, Pakis, Magelang sudah separuh yang diaspal, namun sejak perbatasan Desa Kajangkoso sampai desa Warangan masih jalan berbatu atau orang sana menyebut dengan Kricakan. Penduduk desa sangat berharap kalau pemerintah mau mengaspal. Walau dengan kondisi yang demikian akses yang menuju Desa Warangan sudah dapat ditempuh dengan kendaraan bermotor baik yang roda dua dan roda empat. Dusun Warangan adalah satu dari enam dusun yang termasuk Desa Munengwarangan, Kecamatan Pakis, Kabupaten Magelang, Jawa Tengah. Dusun ini merupakan daerah berbukit-bukit di lereng Gunung Merbabu. Tanaman hias tumbuh subur di halaman rumah penduduk sehingga suasananya indah dan menyejukkan tanaman perkebunan yang juga merupakan andalan desa ini adalah Cengkeh. Setiap pekarangan ditanami puluhan Pohon Cengkeh demikian pula tepi-tepi jalan kampung, Tegalan dan Sawah juga banyak ditanami cengkeh. Kondisi daerah yang berbukit-bukit dan udara yang sejuk memungkinkan berbagai tanaman tumbuh subur dan memberikan hasil yang bagus. Apalagi sistem pengairan yang cukup baik menambah subur tanamantanaman tersebut. 2. Kondisi Sosial Keagamaan Masyarakat Warangan Masarakat dusun Warangan, Munengwarangan terdiri dari 174 Kepala Keluarga, dan mayoritas Agama Islam, dan sebagian kecil Agama Kristen, dari 150 Kepala Keluarga hanya 10 Kepala Keluarga yang
42
beragamakan non muslim, dengan satu masjid dua mushola dan satu gereja tempat beribadah bagi penduduk dusun itu dan satu pondok pesantren Tabel III: Jumlah penduduk berdasarkan agama NO AGAMA
JUMLAH
1
Islam
493 Orang
2
Kristen
23 Orang
3
Katholik
-
4
Hindu
-
5
Budha
-
Jumlah
516 Orang
Sumber: Data Monografi Desa Munengwarangan tahun 2008
kehidupan sehari-hari mereka tidak mengambarkan ada perbedaan agama dalam satu wilayah tersebut dalam urusan sosial namun kalau masalah ibadah tetap ada perbedaan diantara mereka dan tidak saling mencampuri atau pemaksaan untuk memeluk agama yang diyakini, kondisi geografis yang berada dilereng pegunungan dan masih kentalnya kebuayaan jawa maka ajaran-ajaran agama belum bisa dilaksankan dengan tegas namun masih banyak pemakluman dan memasukkan budaya untuk media dakwah. Sehingga pemeluk agama terkesan lebih toleran dan tidak memedakan antara syariat dan budaya, kondisi keagamaan yang demikian itu sangat mempengaruhi nalar pikir masyarakat Warangan untuk tetap melakukan upacara-upacara yang masih mengunkan sesajen.
43
3. Tingkat Pendidikan Mendapatkan pendidikan yang layak adalah hak dari setiap manusia Namunn tidak sedikit manusia yang kurang beruntung tidak bisa merasakan bangku pendidikan formal Pendidikan di desa Warangan sudah menjadi kepentingan yang harus diperoleh oleh masyarakatnya, Tabel IV: Tingkat Pendidikan Penduduk Dusun Warangan No
Pendidikan
Jumlah
1
Tidak Sekolah
2
2
Lulusan SD
384
3
Lulusan SLTP/Sedrajat
80
4
Lulusan SMU/Sedrajat
40
5
Lulusan D.II
3
6
Lulusan D.III
-
7
Lulusan S.1
7
Sumber: Data Monografi Desa Munengwarangan tahun 2008
itu terbukti sebagian besar penduduknya sudah mengenyam pendidikan minimal SD, ada beberapa yang sampai pada Sekolah Tinggi, dusun yang syarat dengan budaya dan kesenian membuat sebagian anak muda melanjutkan sekolah di Sekolah Tinggi Seni. Setiap tempat adalah sekolah dan setiap orang adalah guru menjadi dalih yang paling benar karena mahalnya biaya pendidikan yang ada di negara kita, dengan diadakannya upacara-upcara adat yang sering digelar masyarakat Warangan sehingga banyak orang asing baik mahasiswa,
44
wisatawan domestik dan manca, yang datang dan membawa pengetahuan yang baru bagi masyarakat.
B.
Praktek Sesajen Kali
di Warangan, Munengwarangan, Pakis,
Magelang 1. Prosesi Sesajen Kali Sebuah tumpeng nasi putih, ayam ingkung lengkap dengan sayuran hasil panen desa, kembang tujuh rupa, dan disertai dengan kesenian yang ada, adalah syarat saat mengadakan upacara sajen kali, ini adalah pesan dari mbah Kartomo orang pintar yang dahulunya memberikan injin pada masyarakat warangan untuk mengambil air dari mata air yang berada pada tanah mbah Citro dilereng Suangai Puyam di desun Jamusan, pada saat itu masyarakat Warangan mengalami kekurangan air bersih dan masyarakat mulai dihinggapi penyakit kulit. Sebelum mengambil mata air yang berada didekat sungai puyam itu masyarakat Warangan memiliki sumber mata air sendiri, namuan akibat penebagan pohon guna pembangunan sebuah masjid maka mata air itu hilang. Upacara tradisonal yang digelar setiap hari Rabu Kliwon setelah tanggal lima belas bulan Sapar pada kalender Jawa. Tiga hari sebuelumnya dilaksankan upacara sesajena kali masyarakat Warangan melakukan bersih-bersih tempat mandi umum yang berada di dusun dan membersihkan juga lokasi mata air yang akan menjadi tempat upacara sajen kali. Pada malam sebelum upacara ritual sesajen kali diadakan biasanya ada acara tahlilan.
45
Pada siang harinya dengan iring-iringan kendaraan penduduk desa mulai menyusuri jalan, sepanjang jalan peserta membunyikan alat musik kesenian yang dibawa menyertai dalam prosesi itu, Perjalanan menempuh ± 4 Km menuju lokasi mata air yang salama ini dimanfaatkan oleh penduduk untuk keperluan sehari-hari. Tumpeng dan sesajen yang ditutupi kain putih yang telah disiapkan menempati barisan pertama dan dikuti dengan kelompok kesenian Soreng beserta alat musiknya dan bermain selama perjalanan itu baru rombongan masyarakat yang lain berada dibelakang menelusuri sisa jalan untuk menuju lokasi mata air itu, lokasi sumber mata air yang dibuat upacara sesajen kali hanya bisa ditempuh dengan berjalan kaki karena lokasinya dilereng sungai, sebagain orang desa menyebut kegiatan ini adalah Nyadran Kali namun sebagain juga menyebutnya Sesajen Kali, namun masyarakat tidak begitu mempersoalkan penyebutan itu. Sampailah pada sumber mata air, pohon beringin besar tumbuh di samping atas mata air, namun sumber mata air itu sudah tidak nampak lagi karena sudah dibangun dengan beton untuk menjaga agar tidak terkena reruntuhan daun dan tanah yang diatasnya, diatas beton cor itu sesajen diletakan. Muhadi sesepoh desa yang memimpin upacara tersebut mulai membakar Menyan dan memulai mebaca doa. Sesajen yang telah terlebih dulu diberi doa akhirnya dimakan bersama oleh peserta yang mengikuti upacara sesajen kali dan dibagikan pada orang yang menonton upacara tersebut kecuali bunga dan kemenyan
46
yang telah dibakar. Upacara sesajen kali hanya dilakukan oleh masyarakat Warangan, upacara ini sudah ada sejak tahun 1983 tahun bersaam dengan pengambilan mata air itu. Upacara sesajen kali atau nyadran kali ini adalah hasil kesepakatan warga Warangan dengan mbah Kartomo paranormal yang memberikan izin pada saat pengambilan mata air, sampai sekarang upacara tersebut masih dilakukan dan dipertahankan oleh masyarakat 2. Tujuan Sesajen Kali Tujuan dari upacara tersebut tidak lain sebagai upaya kultural melestarikan keberadaan sumber air yang ada di Kali Puyam, tepatnya di Desa Jamusan atau sekitar 4 km dari Dusun Warangan. "Supaya air Kali Puyam tetap mengalir untuk warga Warangan dan sekitarnya," tutur mbah Muhadi sesepuh dan pemimpin doa dalam upacara sesajen kali, upacara tersebut juga sebagai salah satu media untuk pertemuan warga untuk saling gotong royong membersihkan desa terutama “jedhing” (tempat untuk mandi umum). Tiap bulan Sapar masyarakat yang tinggal di Warangan menggelar ritual Sajen Kali, sebagai ungkapan syukur atas ditemukannya sumber mata air tersebut, air yang bersumber dari Kali Puyam tersebut digunakan masyarakat Dusun Warangan, Munengwarangan untuk kebutuhan seharihari.
47
3. Pantangan Sesajen Kali Ada satu sarat yang tidak boleh dilanggar dan dipercaya masyarakat untuk mengambil air di sumber air tersebut yakni masyarakat dilarang mengambil air dengan menggunakan Kenceng (seperti periuk), kendhil yang terbuat dari bahan tembaga. "Perempuan yang sedang menstruasi dilarang mengambil air di Kali Puyam ini," Menurutnya, jika larangan tersebut dilanggar, masyarakat setempat juga mempercayai air yang mengalir dari celah-celah batu tersebut akan macet. Namun pantangan itu sekarang akan menjadi sangat sulit dilanggar orang karena tempat mata air yang berada di Sungai Puyam itu sudah di bentengi dengan tembok, sehingga upacara sesajen kali itu juga dialakukan tepat diatas mata air atau diatas tembok yang menutupi mata air itu. 4. Persepsi Masyarakat terhadap Prosesi sesajen Kali Tabel V: Daftar Responden Berdasarkan Pembagian Rukun Tangga. 69 No
Nama
L/P
Rt
Agama
Umur
Tanggapan Terhadap Sajen Kali
1
Paijem
P
01
Islam
65
Setuju. Karena sudah menjadi kebiasaan
2
Mustofa
L
01
Islam
42
Tidak Setuju. Dekat dengan Syirik
3
Surati
P
01
Kristen
37
Setuju. Dirasa baik buat warga
69
Hasil wawancara dengan warga dengan warga Warangan
48
4
Taryudi
L
01
Kristen
29
Setuju. Pelestarian kebudayaan
5
Sulmi
L
01
Islam
74
Setuju. sudah menjadi kebiasaan orang warangan
6
Muhamin
L
01
Islam
31
Tidak setuju, dekat dengan bid’ah dan syirik
7
Jumari
P
01
Islam
38
Setuju. Ikut orang banyak saja, agar rukun
8
Muhadi
L
01
Islam
64
Setuju. Percaya kalau tempat itu ada yang menunggu dan berharap airnya tetap lancar
9
Welas
P
02
Islam
59
Setuju. Karena biar airnya tidak mati
10
Ahmadi
L
02
Islam
49
Setuju dengan bersih desanya tapi tidak dengan sesajen yang dibawa ke mata air
11
Biyah
P
02
Islam
45
Setuju. Ikut orang banyak saja
12
Tukirah
P
02
Islam
40
Setuju.karena demi kebaikan
49
13
Sigit
L
02
Islam
23
Mahmudi
Setuju. Karena desa menjadi rame dan ada hiburan
14
Tjipto
L
02
Islam
56
Jumali 15
Prapto
Setuju. Takut kalau airnya hilang seperti dulu
L
02
Islam
64
Setuju.karena maksudnya baik
16
Rukiyah
P
02
Islam
50
Tidak setuju. karena pak kiyai tidak membolehkan
17
Ketik
p
03
Islam
21
sudalmi 18
Parmi
Tidak setuju. karena tidak logis
P
03
Islam
54
Setuju. biar air tidak mati lagi
19
Pujiono
L
03
Islam
35
Setuju. bisa membuat warga kumpul
20
Rusemi
P
03
Islam
67
Setuju. itu pesan dari orang pintar
21
Marti
P
03
Islam
45
Setuju. biar tidak terjadi pagebluk sebelum mengambil air dari sana
22
Darsono
L
03
Islam
69
Setuju. selagi airnya masih mengelir
23
Kuwadi
L
03
Islam
50
52
Setuju. ikut sama orang
lain 24
Dipo
L
03
Islam
63
miwarso 25
Supriyanto
Setuju. takut sama mitos yang ada
L
04
Islam
41
Tidak setuju, tapi tidak bisa menolak
26
Lani
P
04
Islam
69
Setuju. takut dengan mitos sunan aji marah dan airnya akan hilang
27
Dwi styo
L
04
Islam
27
Setuju. selagi masih airnya mengalir
28
Painok
P
04
Islam
66
Setuju. ikut sama yang lain
29
Suwandar
L
04
Islam
61
Setuju. airnya bisa lancar
30
Siti
P
04
Islam
65
Setuju. ikut orang dusun
31
Suwito
L
04
Islam
62
Setuju. biar penunggu di mata air tidak marah
32
Purwanto
L
04
Islam
27
Setuju. desa jadi bersih dan alam terjaga kelestarian lingkungannya
51
5. Dampak Sesajen Kali Penulis membedakan dampak itu menjadi dua yaitu danpak Positif dan dampak yang negatif bagi masyarakat. a. Dampak Positif Dampak positif adalah dampak yang baik dari suatu kegiatan yang dilakukan dan bermanfaat bagi pelaku dan sekitarnya, upacara sesajen kali yang di gelar di Dusun Warangan juga memiliki dampak yang baik bagi masyarakat sendiri diantaranya yaitu: 1) Digelarnya bersih desa dan lokasi mata air sebelum dilakukan upacara sesajen kali sehingga lingkungan terlihat rapi dan terawat 2) Terjaganya kelestarian tumbuhan disekitar mata air 3) Media sosialisasi bagi masyarkat Warangan untuk mengenalkan daerahnya dan keseniannya b. Dampak Negatif Dampak negatif pasti ada dalam suatu kegiatan, upacara sajen kali yang dilakukan oleh masyarakat Warangan juga termasuk menadapatkan dampak negatif dari kegiatan itu antara lain : 1) Adanya perpecahan dalam masyarakat karena Pro dan Kontra dalam masyarakat Warangan dalam kegiatan sajen kali, karena sesajen dalam Ajaran agama Islam dilarang karena mendekati perbuatan syirik, bagi orang Islam yang sudah “faham” namun kegiatan itu juga dilakukan sebagian besar orang Islam,
52
2) Adanya dua atau lebih yang menjadi sesepuh (yang dituakan karena ilmu atau jabatan) didalam satu dusun Dari dua dampak negatif itu saja akan memunculkan dampaik yang negatif yang lain, akibat dari dua dampak negatif maka dapat menghambat tujuan dilakukannya upacara adat, jika upacara adat itu bertujuan untuk meraih ketenangan jiwa, bertujuan memperoleh solidaritas sosial, lila lan legawa kanggo mlayaning negari, upacara tradisonal jawa juga menumbuhkan etos kerja kolektif, yang tercermin dalam ungkapan gotong royong nyabut gawe. Itu semua bisa tidak tercapai dengan adanya keadaan seperti itu
53
BAB IV SESAJEN KALI DALAM TINJAUAN FIQH LINGKUNGAN
Fiqh Lingkungan adalah aturan tentang perilaku ekologis masyarakat muslim berdasarkan teks syar’i dengan tujuan mencapai kemaslahatan dan melestarikan lingkungan. Sedang makna fiqh adalah pemahaman yang mendalam dan makna lingkungan sendiri adalah kesatuan ruang dengan semua benda, daya, keadaan, dan makhluk hidup, termasuk manusia dan perilakunya, yang mempengaruhi kelangsungan perikehidupan dan kesejahteraan manusia serta makhluk hidup lain.69 Sedangkan masalah lingkungan bukanhanya masalah sampah seperti yang telah disebutkan pada bab terdahulu, Oleh karena itu masalah yang berkaitan dengan lingkungan bukan hanya masalah perorangan atau suatau kelompok atau birokrasi tertentu akan tetapi adalah masalah lingkungan adalah masalah seluruh umatmanusia yang sebagai mahluk sekaligus sebagai pemempin karena memiliki kelebihan akal dan pikiran dibanding dengan mahluk yang lain. Fiqh lingkungan adalah salah satu solusi untuk melestarikan dan menjaga lingkungan pada zaman modrn ini, kerusakan alam terjadi dimana-mana, kebakaran Gunung Merbabu pada tahun 2006 yang menyebabkan terbakarnya hutan seluas 360 Ha.70 Kasus baru ialah munculnya lumpur panas sidoarjo Jawa Timur, banjir di Kabupaten Gresik, Lamongan, Tuban, dan Bojonegoro, Jawa Timur, rawan terkena banjir bandang serta tanah longsor. Ancaman bencana
69
Undang-undang republik indonesia Nomor 23 tahun 1997 Tentang Pengelolaan Lingkungan Hidup 70 Suara Merdeka, http://www.suaramerdeka.com/harian/0608/30/nas01.htm, Rabu tanggal 30/Agustus/2006, di akses pada tanggal 21 Feb 2009, Jam 21 : 10
54
55
semakin besar karena kondisi hutan di sekitar daerah aliran Sungai Bengawan Solo gundul.71 Manusia diciptkan oleh Allah sebagai kholifah fil ardh atau pemimpin dimuka bumi memiliki kewengan memanfaatkan dan juga melestarikan semua yang telah dimafestasikan oleh sang Kholiq yang berupa alam semesta supaya tercapainya Islam sebagai Rohmatan lil „alamin, keusakan-kerusakan alam yang terjadi di bumi ini bukan semata-mata terjadi dengan sendirinya namun sebagian besar terjadi oleh karena ulah dari manusia itu sendiri, bangsa Indonesia yang sebagian besar penduduknya beragama Islam juga terjadi banyak kerusakan alam seperti kasus diatas, alam adalah salah satu dari bentuk manifesto Allah terhadap mahluqNya (manusia). Manusia sebagai makhluk yang telah diberikan amanat oleh Allah SWT untuk mengelola bumi sudah semestinya mengimplementasikannya hal tersebut demi terwujudnya rahmat bagi semesta alam. Amanat yang di berikan kepada manusia untuk memikul tanggungjawab tersebut, maka manusialah yang menerima amanat tersebut karena akal fikiran yang dimiliki oleh manusia. Amanat merupakan ciri yang membedakan antara manusia dengan yang lainnya, amanat yang diemban yaitu berupa kesadaran akan tanggungjawabnya sebagai khalifah di muka bumi, dalam hal ini konsep manusia dalam Islam sebagai pengelola alam semesta. Kualitas kekhalifahan seorang manusia menjadi tersempurnakan dengan kehambaannya terhadap Tuhan, sebagai hamba Allah manusia harus patuh terhadap-Nya, di samping sebagai makhluk yang 71
Kompas, Hutan Gundul Menjadi Ancaman, http://air.bappenas.go.id, tanggal, 15 Februari 2009, jam. 21.28 Wib
diakas pada
56
memikirkan dan merenungkan penciptaan alam semesta. Salah satu manifestasi dari kepatuhan terhadap Allah yaitu dengan memelihara keseimbangan ekosistem di mana manusia merupakan bagian dari ekosistem tersebut, karena manusia memainkan peranan yang penting dalam hal ini. Alam semesta merupakan manifestasi dari keindahan Tuhan yang dibaliknya tersembunyi kekuasaan-Nya, karena keindahan alam tercipta melalui kuasa-Nya
yang terwujudkan dalam bentuk sunnahtullah yang tertata.
Sunnahtullah merupakan hukum alam yang mengharuskan manusia untuk patuh kepada ketetapan-Nya, dan hal tersebut terkait dengan kehendak-Nya. Apa yang telah ditetapkan tidak akan didapati padanya suatu perubahan kecuali atas kehendak-Nya, yaitu ketentuan Tuhan yang terdapat pada sesuatu yang menyebabkan terjadinya suatu hukum atau jalan hidup. Kehendak yang berkaitan dengan unsur kemanusiaan tidak dengan serta merta membuat manusia berbuat menurut hawa nafsunya karena hal tersebut akan berkaitan dengan faktor-faktor eksternal yang mengelilinginya, misalnya, lingkungan yang telah, sedang dan akan memberikan pengaruh bagi manusia. Manusia dengan keberadaannya yang merupakan bagian dari alam semesta tidak diutus tanpa adanya bimbingan, yang mana bimbingan tersebut merupakan anugerah yang telah diberikan oleh Tuhan Banyak saran-sarana yang bisa dipergunakan manusia untuk mencapai tujuan tersebut, seperti melaui pelestarian alam. Kejadian alam semesta yang di mana manusia merupakan bagian darinya, menuntunnya kepada kebahagiaan yang hakiki maka sudah sepatutnyalah bagi manusia untuk menjaga keseimbangan ekosistem yang di mana mereka tinggal.
57
Dengan memelihara keseimbangan ekosistem akan banyak keuntungan yang didapatkan oleh manusia, begitupun sebaliknya, tanpa adanya pemeliharaan terhadap keseimbangan ekosistem maka tidak sedikit bencana yang manimpa manusia. Unsur manusialah yang menjadi tolak ukur bagi terciptanya keseimbangan alam. Jadi kelestarian lingkungan adalah tanggung jawab umat manusia seluruhnya, bukan menjadi tanggung jawab dari seorang atau kelompok dalam masyarakat. Agama Islam bukan agama yang mati atau berhenti pada suatu zaman, namun Islam akan selalu peka dengan zamannya, masuknya Islam ke Indonesia sampai sekarang masih belum jelas, ada beberapa teori yang menyebutkan masuknya Islam ke indoneisa diantaranya adalah teori Gujarat, teori Makkah dan teori Persia.72 dari ketiga teori tersebut dapat disimpulkan ada persamaan yaitu masuknya Islam ke Indonesia dengan jalur damai atau dengan dengan Uswatuh Khasanah atau dengan memberikan contoh yang baik sesuai dengan ajaran yang dicontohkan oleh rosulullah. Perkembangan Islam memang selau terbuka dengan ranah sosialnya masyarakatnya, ajaran agama Islam sangat terpengaruh dengan budaya masyarakat pada zaman dan tempatnya, bahasa Al-Qur’an dengan bahasa Arab itu adalah salah satu bukti bahawa ajaran Agama Islam itu membuka diri dengan kearifan budaya lokal dengan mengunkan bahasa yang sudah melekat pada kaum yang telah mengenal bahasa itu sebelum Islam diturunkan.
72
Dwi Hartini, Masuknya Pengaruh Islam di Indoneisa,, http://elcom.umy.ac.id/, di akses pada tanggal 21 Feb 2009, Jam 21 : 25 Wib
58
Masuknya Islam ketanah Jawa tidak mudah karena masyarakat Jawa sangatlah kental dengan budaya keraton yang masih beragama Hindu dan Budha dan ditopang dengan masyarakat bawah yang masih sangat kental dengan aliran Dinamisme dan Anismisme, agama Islam masuk ketanah jawa juga dipermudah dengan konsep agama Islam yang equaity atau perasamaan drajat yang pada masa itu masih ada perbedaan kasta. Syi’ar agama Islam dapat dibedakan menjadi dua yaitu nonkompromis dan kompromis, ajaran Islam di Jawa tidak lepas dari peran para wali yang menyebarkan agma Islam di tanah Jawa, Sunan Kali Jaga adalah salah satu dari beberapa tokoh penyebar agama Islam di tanah Jawa, beliau memasukkan muatanmuatan ajaran agama Islam pada budaya-budaya yang ada, contohnya adalah pagelaran “wayang”, masyarakat jawa sangat kenatal dengan sesajen karena agama asli orang Jawa adalah Animisme dan Dinamisme suatu faham yang mempercayai adanya roh-roh nenek moyang yang memiliki kekuatan mistik dan menempati pada suatu tempat yang dianggab kramat, namun budaya yang demikian itu tidak ditolak secara mentah oleh Sunan Kali Jaga namun di gubah mutanya tanpa harus menolak budaya yang ada. Itu sesuai dengan kaidah fikih sebgai berikut:
59
“Cara (media) yang menuju kepada tujuan yang paling utama adalah seutama-utamanya cara, dan cara yang menuju pada tujuan yang paling hina adalah seburuk-buruknya cara.”73
“Segala sesuatu sesui dengan maksudnya”74 Sesejan kali hanyalah nama dari sebuah upacara tradisional yang berada pada masyarakat Warangan, Munengwarangan, Pakis, Magelang. Kegiatan itu dilakukan setiap satu tahun satu kali, yaitu pada hari rabu kliwon setelah tanggal lima belas bulan sapar pada kalender jawa. Kegiatan upacara tradisional itu diadakan semenjak mata air yang berada di Kali Puyam diambil oleh masyarakat, Upacara sesajen kali itu dilakukan oleh masyarakat Warangan sebagai bentuk ucap syukur terhadap yang mbahu rekso (yang menguasai) mata air itu, atau yang memiliki air didunia ini
A. Analisis Praktek Sesajen Kali Dalam masyarakat Warangan ada perbedaan dalam peenamaan upacara yang digelar pada hari Rabu Kliwon setelah tanggal limabelas bulan Sapar pada kalender Jawa “sesejan kali” dan “nyadran kali” hal itu karena pada bulan Sapar kebiasaan warga Warangan digunkan untuk nyadran mengirim doa pada arwaharwah para leluhur, dan disebut dengan sesajen karena upacara ritual itu mengunakan sesajen. Sesajen berasal dari kata sajen yang artinya makanan atau 73
A. Djazuli, Kaidah-kaidah Fikih Kaidah-kaidah Hukum Islam Dalam menyelesaikan Masalah-masalah Yang Prraktis, Permada kencana Group, Jakarta, 2006, hlm 31 74 Ibid. hlm 9
60
bunga-bungaan dan sebagainya, yang disajikan untuk persembahan kepada rohroh halus. Menurut Muhadi sesepuh yang memimpin upacara itu ada dua muatan dalam memimpin upacara sesajen kali, yaitu “doa” dan “ijab”. Doanya adalah meminta supaya air itu tetap mengalir agar dapat dimanfaatkan oleh masyarakat Warangan, dan ijabnya adalah memberikan sesajen itu pada penguasa air meminta berkah pada kanjeng Nabi Panutan (Nabi. Muhammad). Sesajen yang berupa nasi putih berupa tumpeng, ayam ingkung, sayuran dan bunga-bunga dan kemenyan yang dibakar tidak ditinggalkan, hanya bunga dan kemenyan yang telah dibakar ditaruh dibawah tebing diatas mata air yang telah dibangun sisanya dibagikan kepada rombongan dan orang yang melihat prosesi ini. Uapacara tradisonal sesajen kali ini diadakan sejak tahun 1983, setelah mata air didekat Sungai Puyam diambil dan digunkan oleh masyarakat desa, namun setiap diadakan upacara itu selalu disertai dengan tari Soreng, bagi masyarakat Dusun Warangan, Desa Munengwarangan, Kecamatan Pakis, Kabupaten Magelang, tarian itu harus ikut dalam prosesi, tari soreng itu menggambarkan yang menggambarkan kepiawaian dan kekompakan pasukan Aria Penangsang yang dikenal berwatak keras tetapi bertanggung jawab. Desa Warangan adalah desa yang berada di lereng Gunung Merbabu, Gunung Merbabu adalah salah satu dari gunung yang ada di Jawa Tengah, dengan hutan yang berada di Gunung Merbabu berfungsi sebagai serapan air hujan, namun sangat ironis desa yang letaknya pada lereng gunung kerepotan masalah air untuk keperluan sehari-hari.
61
Sesajen kali yang oleh masyarakat disubut juga dengan nyadran kali, ini adalah salah satu indikasi adanya penyusupan atau pengantian substansi pada kegiatan di Warangan, tujuan utama adalah pelestarian lingkungan dan menjaga agar sumber mata air itu tidak habis dan bisa dikonsumsi oleh masyarakat. Tumpeng dan lauk-pauk adalah salah satu hal yang bisa menarik masyarakat, dan tumpeng juga merupakan simbol ekosistem kehidupan dan Kerucut nasi yang menjulang tinggi juga melambangkan keagungan Tuhan Yang Maha Pencipta alam beserta isinya. Sedang aneka lauk pauk dan sayuran merupakan simbol dari isi alam ini.75 Hukum dari setiap perbuatan adalah sama dengan niatannya, hal ini tercermin dari hadis yang diri watkan oleh Bukhori, muslin dari Umar bin Khottob
“Setiap perbuatan itu tergantung kepada niatnya dan bagi setiap orang sesuai dengan niatannya. Barang siapa berhijrah karena Allah dan RosulNya maka hijrahnya kepada Allah dan RosulnNya dan barang siapa hijrahnya karena harapan kepentingan dunia atau karena waanita yang dinikahinya maka hijrahnya kepada yang diniatkannya”76 Maka nilai-nilai Islam dimaksukan dan mengantikan niatannya dalam budaya sesaajen kali yang ada pada Dusun Warangan untuk menjelaskan pentingnya melestarikan lingkungan untuk keselamatan bersama, dan terbukti sesajen kali dengan mitosnya lebih efektif untuk menjelaskan bagaimana 75
Stories, Kerucut yang penuh arti, http://kucing-imoet.blog.friendster.com/, di akses pada tanggal 21 feb 09 Jam 23 : 00 76 Ibid. hlm 38
62
melestarikan dan menjaga lingkungan. sesajen kali adalah salah satu bahasa lokal Warangan untuk menjelaskan kententuan-kententuan Allah untuk melestarikan alam. Dampak adanya sesajen kali ini adalah masyarakat tidak berani mebuat kerusakan di sekitar mata air, dan terjaganya kelestarian lingkungan disekitar dan adanya bersih-bersih desa sehingga lingkungan terselamatkan dari ancaman kerusakan. Sesuai dengan tujuan fiqh lingkungan yang berusaha menyelamatkan dan melestarikan alam dari kerusakan.
B. Analisis Persepsi Masyarakat Sesajen kali dilakukan oleh masyarakat warangan semenjak tahun 1983, kegiatan ini selalu melibatkan masyarakat keseluruhan baik secara oprasionalnya atau masalah pembiayaannya dengan cara pugutan dari setiap kepala keluarga seikhlasnya, namun sesajen kali ini bukan satu-satunya kegiatan yang dilakukan oleh masyarakat dusun Warangan, kegiatan serupa yang diadakan oleh masyarakat Warangan adalah Aum Tandur, Aum Panen, Nyadran Desa. Sehingga bagi masyarakat Warangan kegiatan Sajen kali atau Nyadrankali itu sudah menjadi tradisi walau kemunculanya baru sekitar tahun 1983 bertepatan dengan tahun diambilnya mata air. Sebelum masyarakat Warangan mengambil mata air yang berada di Sungai Puyam terlebih dahulu Dusun Warangan terkena wabah penyakit kulit diakibatkan karena minimnya air bersih yang di konsumsi oleh masyarakat setelah menghilangnya sumber mata air yang ada di Dusun setelah pohonnya ditebang duna pembangunan masjid.
63
Berbagai kesenian tumbuh subur di Warangan, Tari Soreng, Dayakan (Topeng Ireng), Kethoprak, dan setiap pertunjukan pasti dikuti dengan sesajen, sesajen sudah tidak asing lagi bagi masyarakat warangan. Sesajen kali yang hadir sejak tahun 1983 sangat mudah diterima oleh masyarakat Warangan yang sebelumnya memang sudah terbiasa dengan budaya sesajen, namun tidak semuanya menerima kegiatan itu secara mutlak atau setuju secara utuh, tetap ada beberapa masyarakat Warangan yang menolak dengan Sesajen yang sudah menjadi tradisi di Dusun Warangan. Hampir setiap agama yang hadir di masyarakat pada mulanya dan pasti sampai kini membawa misi yang senantiasa dihubungkan dengan masalah konversi. Semakin besar konversi yang dilakukan oleh agama yang besangkutan dinilai
sebagai
indikator
keberhasilan
dalam
melaksanakan
misi
atau
dakwahnya.77 Pandagan masyarakat Islam Jawa terhadap budaya tidak lepas dari sejarah masuknya Islam ketanah Jawa, sebelum masuknya Islam ketanah Jawa masyarakat Jawa adalah pemeluk Agama Dinamisme dan Animisme, agama inilah agama pribumi. Namun dengan model dakwah yang dipelopori oleh Sunan Kalijaga yang sangat toleran dengan budaya yang ada maka Islam mudah diterima di tanah jawa yang telah memeluk agama asli. Masyarakat Warangan sebagian besar adalah pemeluk Agama Islam, hanya beberapa kepala keluarga yang beragama nonislam, namun perbedaan itu tidak begitu kelihatan karena tidka terjadi pertentangan didalam perbedaan itu, upacara sajen kali selalu diadakan pada setelah tanggal lima belas pasaran Kliwon 77
Masroer Ch, Jb, The History Of Java Sejarah Perjumpaan Agama-Agama di Jawa, Ar-Ruzz, Jogjakarta, 2004, hlm 29
64
pada kelander Jawa. Sebagian masyarakat Warangan yang tidak sepakat dengan kegiatan itu memilih untuk diam dan tidak ikut namun tidak berani mengungkapkan secara lisan di hadapan masyarakat karena lebih mementigkan kerukunan warga. Masyarakat Warangan adalah masyarakat desa yang masih tabu dengan perbedaan secara terbuka, masyarakat Warangan masih bersifat patron dengan pemimpinya, oleh karena itu selama ini masyarakat Warangan tetap mengadakan kegiatan semacam itu, Dusun Warangan adalah dusun yang saarat dengan kesenian, sehingga pasca diadakan kegiatan ritual diiringi dengan kesenian yang ada, namun yang harus ada adalah kesenian tari soreng dan setelah selesai upacara itu selesai dilanjutkan dengan pementasan kesenian selama sehari, masyarakat merasa dihibur dengan kegiatan semacam itu. Kegiatan semacam ini dihadiri oleh masyarakat sendiri dan para wisatawan baik manca atau domestik dan para wartawan yang meliput kegian ini. Kelompok kesenian ini pesertanya adalah masyarakat warangan Sendiri, dan kelompok inilah statusquo dalam pelestarian sesajen dan kegiatan serupa dimasyarakatnya, sanggar kesenian ini dipimpin oleh Bp. Eko Sanyoto, Kecenderungan
masyarakat
tetap
mempertahankan
kegiatan
itu
adalah
dikarenakan simbiosis mutualisisme antara kegiatan itu dengan kemajuan kesenian dan kemajuan dusun dan katakutan masyarakat akan hilangnya mata air seperti dulu dan terkena wabah penyakit kulit, dengan bahasa yang sangat sederhana dengan media yang telah melekat dalam masyarakat Warangan sehingga pelestaraian lingkungan mudah dilakukan tanpa penjelasan yang
65
mendetail atau cukup dijelakan dengan kecerdasan budaya lokal pada masyarakat warangan inilah salah satu faktor yang menyebabka sesajen kali tetap dipertahankan oleh masyarakat Warangan.
BAB V PENUTUP
A. Kesimpulan 1. Konsep fikih lingkungan dan relevanzinya dalam hukum Islam. Fiqh lingkungan adalah kajian hukum-hukum Islam yang mengatur hubungan manusia dengan lingkungan, Masalah lingkungan tidak hanya berbicara masalah sampah atau limbah namun bicara lingkungan adalah masalahmasalah yang berkaitan dengan alam baik kelestariannya maupun pencegahan dari kerusakannya. Fiqh lingkungan merupakan salah satu solusi dari bencana-bencana yang ada sekarang melihat Bangsa Indonesia yang mayoritas adalah pemeluk Agama Islam yang secara fitroh manusia tercipta sebagai kholifah dimuka bumi ini. Fiqh yang mengatur tentang lingkungan yang selama ini masih terberai dalam kita-kitab fiqh lain mustinya menjadi bab tersendiri dan dikaji secara tersendiri pula. 2. Praktek sesajen kali di Warangan, Munengwarangan, Pakis Magelang, sesajen kali atau juga nyadara kali, adalah upacara ritual yang ada sejak tahun 1983 atau bertepatan dengan tahun diambilnya air untuk keperluan warga Warangan, acara itu diadakan setiap hari Rabu Kliwon setelah tanggal limabelas bulan sapar pada kalendderjawa dalam kalender Jawa. Nasi tumpeng, ingkung, sayuran, kemabng tujuh rupa, kemenyan dan iring-iringan kesenian tari soreng adalah syarat upacara sesajen kali, tiga hari sebelumnya diadakan bersih dusun dan lingkungan sekitar sumber
66
67
mata air, upacara itu berlangsung di lereng sungai Puyam diatas mata air yang selama ini di manfaatkan oleh warga Warangan, sesepuh desa yang memimpin upacara itu mulai membaca doa untuk keselamatan warga dan meminta berkah terhadap yang mengusai air, meminta suapaya air itu tetap bisa mengalir dan bisa dimanfaatkan oleh masyarakat Warangan, setelah upcara doa selesai nasi tumpeng beserta lauk pauknya dibagikan pada peserta upcara itu, 3. Persepsi masyarakat Warangan terhadap sesajen kali, sesajen bagi sebagian besar masyarakat warangan tidak menajadi barang asing, sehingga tanggapan masyarakat dengan sesajen kali yang digelar sudah biasa, hanya saja sebagian masyarakat ada yang menolak dengan adanya kegiatan semacam itu. Oleh sebagian masyarakat yang menolak, kegiatan itu adalah kegiatan yang syirik sehingga tidak usah dilestarikan dan mereka memilih tidak ikut dalam upacara di sungai puyam namun tetap ikut dalam kerja membersihkan lingkungan dusun 4. Praktek sesajen kali ditinjau dari fiqh lingkungan, hukum peerbuatan adalah sama dengan niatnya, kegiatan ini adalah upaya pelestaraian lingkungan dengan bahasa yang mudah dipahami oleh masyarakat karena sebelum kegiatan itu dilaksanakan masyarakat Warangan mengadakan persiapan dengan bersih desa yang diawali dengan besih Jedhing (nama tempat mandi umum) kemudian bersih desa dan sekitar mata air di pinggir suangai puyam, semua kegiatan itu adalah salah satu bukti bahwa kegiatan
68
ritual ini adalah upaya penyelamatan lingkungan dengan penjelasan yang tidak rumit Dengan kata lain budaya sesajen kali digunkan untuk kelestarian lingkungan dan menjual kesenian yang ada di daerah Warangan pada khalayak, dengan demikian sesajen kali adalah alat yang digunakan masyarakat untuk melestarikan mata air yang digunakan masyarakat, dan ditumpangi untuk media publikasi kesenian yang ada.
B. Saran Pelestarian lingkungan harus dipertahankan, Itu sudah menjadi tugas dari setiap manusia. Dengan kearifan bahasa lokal yang dimiliki mudah difahami oleh masyarakat maka kelestarian lingkungan bukan hanya menjadi slogan, masyarakat Jawa yang masih dekat dengan sajen maka memanfaatkan sesajen sebagai media guna pelestarian lingkungan namun Sesajen adalah perabuatan Syirik jika orang yang melakukan menyekutukan Allah dengan meminta pertolongan kepada selain Allah, atau takut pada kekuatan selain kekuatan Allah. Masyarakat
Warangan
yang mengadakan
Sesajen kali
untuk
menyelamatkan mata air yang selama ini dimanfaatkan sangat dekat dengan perabuatan Syirik, jika ada mist comunkation anatara generasi sekarang dan generasi seterusnya, oleh karena itu peneliti menyarankan kegiatan itu tetap dipertahankan namun dijuahkan dari perbuatan yang syirik dengan meninggalkan bakar kemenyan dan meninggalkan bunga-bungaan dan tidak membrikan sesembahan pada “Sunan Aji” yang katanya menunggu mata air
69
itu, kata lain tidak perlu membawa sesaji, kembang dan menyan yang ditinggalkan namun cukup dengan bersih desa dan lingkungan sekitar mata air.
DAFTAR PUSTAKA Abdullah, Mudhofir, Islam dan Konfersi Alam, http://library.org Arfani, Reza, 2007, Pelestarian Lingkungan dalam perspektif Pendidikan Islam (Tinjuan dari Surat Al-Baqarah:30), Skripsi pada Jurusan Tarbiyah STAIN Salatiga. Arif, Kholiq, 2007, Khotbah Jum’at Memberdayakan Lingkungan, Pustaka pesantren, Yogyakarta. Arikunto, Suharsimi, 1989, Prosedur Penelelitian Serta Pendekatan Praktek, Bina Aksara, Yogyakarta. Chasan, Achmad T, 2006, Korelasi Antara Ayat-ayat Lingkungan Terhadap Lepedulian Pelestarian Lingkungan (studi pada mahasiswa STAIN Salatiga Anak Tarbiyah Angkatan 2002), Skripsi Pada Jurusan Tarbiyah STAIN Salatiga. Departeman Agama R.I, 2004, Al-Qur’an dan Terjemahnya, Diponegoro, Bandung. Departeman Pendidikan dan Kebudayaan, 1989, Kamus Besar Indonesia, Balai Pustaka, Yohyakarta. Gazali,Hatim, Fiqh Al-Bi’ah: fiqh Ramah Lingkungan, http://gazali.wordpress.com Himawan, Anang Haris, 2005, Epistimologi syara’ mencari format baru Fiqh Indonesia, Pustaka Pelajar, Yogyakarta Hartini, Dwi, Masuknya Pengaruh Islam di Indonesia, http://elcom.umy.ac.id Jumantoro,Totok, 2005, Kamus Ilmu Usul Fiqh, Amzah, Yogyakarta
Khoirudin, Khasan, 2003, Pengaruh Ajaran Etika Al-Ghozali Dalam Masyarakat Jawa (Telaah Atas Konsep Pendidikan Etika Masyarakat Jawa), Skripsi pada Jurusan Tarbiyah STAIN Salatiga. Kompas, Hutan Gundul Menjadi Ancaman,http://air.bappenas.go.id Masroer Ch, Jb, 2004, The History Of Java Sejarah Perjumpaan Agama-agama di Jawa, Ar-ruzz, Yogjakarta Meleong, Laxy J, 2003, Metode penelitian kualitatif, Remaja rosdakarya, Bandung. Poerwadarminta, W.J.S, Kamus Umum Bahasa Indonesia, Balai Pustaka, Yogyakarta. Purwadi, 2005 Upacara Tradisional Jawa menggali Untaian Keaarifan Lokal, Pustaka Pelajar, Yogyakarta. Setiawan, 1990, Ensiklopedi Nasional, Cipta Adipustaka, yogyakarta. Storis, Kerucut Yang penuh Arti, http://kucing.imoet.friendster.com. Suara Merdeka, http://suaramerdeka.com. Syukur, Amin, 2005, Fiqh dalam Rentang Sejarah, Pustaka Pelajar, Yogyakarta Salam, Zarkazi Abdul dan Oman Fathurohman, Pengantar Ilmu Fiqh Usul fiqh, Bina Usaha, Yogyakarta. Udang-undang Republik Indonesia Nomer 23 tahun 1997 tentang pengelolaan kingkungan Hidup.
Winarno, Surachmad, 1985, Penelitian Ilmiah Dasar Metode Tehnik, Tarsito Bandung, Bandung. Yasid, Abu, Fiqh Realitas Respon Ma’had aly terhadap Wacana Hukum Islam Kontemporer, Pustaka Pelajarm Yogyakarta. Yafie, Ali, 2006, Merintis Fiqh Lingkungan Hidup,yayasan Amanah dan Uful Press, Jakarta. Zainul, Bahri H, 1996, Kamus Umum Khususnya Bidang Hukum dan Politik, Angkasa Bandung, Bandung.