(Edisi Muslim) (Novel Karya: Andre Yuan Apri Wibawa) Bahagian 1 (harumnya duniamu) “Sarah.. Umm, nanti sore kamu ada acara ngga?” tanya Herman. “Yaah maaf, Man. Nanti sore aku harus membantu Ibunda memasak, untuk pernikahan saudaraku 4 hari lagi.” Jawab Sarah lembut disertai lontaran senyum manisnya membuat lelaki mana pun pasti dimabuk kepayang. “Aahh.. Baiklah tak apa.” timpal Herman dengan ekspresi bak terhipnotis. “Mungkin lain waktu, aku pergi dulu ya.. Assalamu’alaikum.” lanjut Sarah yang lagi-lagi melontarkan senyum manisnya. “Yaaaah, selamat jalan sarahku.. Ahh, wa’alaikumsallam.” Herman menjawab tak karuan saking terpananya dengan senyuman Sarah. Ya! Seorang mahasiswi pintar jurusan Kimia yang satu ini berasal dari keluarga sederhana, Sarah tak perlu dandan atau merias diri seperti kebanyakan wanita pada umumnya. Lah kok? Sebab Sarah memang sudah cantik alami, diberkahi kulit putih, badan singset, wajah oval bersih mengkilau, mata yang indah, dan postur yang menawan. Aaaah lelaki mana sih yang tidak jatuh hati padanya bahkan pada pandangan pertama ;-) Meski begitu, keluarga Sarah terbilang keluarga yang benar-benar menjunjung tinggi harga diri dan norma-norma keagamaannya. Segala prilaku yang ia lakukan
semata adalah peneladanan dari perilaku para Nabi dan Rasulullah pada zaman dahulu: “Assalamu’alaikum.. Bu, Sarah pulang.” salam Sarah seperti biasa ketika dirinya sampai di rumah. “Wa’alaikumsallam.. Sudah pulang kau, nak?” jawab Ibunda Sarah dari dalam dapur. “Iya bu, bagaimana keadaan Ayah? Apa kondisinya membaik?” tanya Sarah pada Ibunya, dan langsung memeriksa keadaan Ayahnya yang masih terbaring di kamar. “Yaah, tiada perubahan. Masih saja seperti itu.” jawab Ibunda dengan nada sedih. Menghampiri Ibunya lalu memeluknya dari belakang, “Ibunda sayang, jangan patah semangat ya! Sarah yakin pasti ada cara untuk pengobatan penyakit kanker otak ayah, kita akan terus berusaha.” Ucap Sarah kepada Ibundanya yang kemudian disertai tetesan air mata. Ibunda pun tak kuat menahan air matanya, “Iya, nak. Ibu janji akan selalu optimis untukmu.” sambil menyandarkan kepalanya pada tangan Sarah. “Oiya.. Sudah Ibu racik obatnya belum?” lanjut Sarah. “Sudah, nak. Ini racikannya suapi Ayahmu ya?” jawab Ibunda sambil memberikan semangkuk racikan obat herbal yang dibuatnya sendiri dari dedaunan dan rempah-rempah lainnya. “Terimakasih, bu.” Kemudian membawanya ke kamar dan langsung menyuapkannya pada Ayah. Sarah memang sosok yang kuat, tegar, penyabar serta penuh kasih sayang terutama kepada orang tuanya. Setiap hari ia membantu Ibunya mengerjakan pekerjaan rumah tanpa lelah baik itu mencuci baju, mencuci piring, menjaga ayah (jika tak ada mata kuliah dan tidak ada jadwal mengajar), merapikan halaman rumahnya yang ditumbuhi bunga mawar nan indah, dan pekerjaanpekerjaan lainnya. Menjadi anak tunggal memang sedikit sulit, namun amat bahagia karena kasih sayang orang tua tiada duanya hanya untuk anak semata wayangnya itu. Penghasilan sehari-hari adalah dari penjualan bunga mawar, kebun jagung, dan upah honorer Sarah dari salah satu lembaga pendidikan menengah atas
di dekat desanya. Sarah tak pernah menyesal dilahirkan dengan keadaan keluarga seperti itu, ia tetap bersyukur walau terkadang takdir serasa tak adil. Sarah tetap bertakwa pada sang pencipta, imannya begitu kuat sehingga menuntunnya selalu kepada kebaikan: “Oiya.. Bu, Sarah rencananya akan mengadakan observasi selama beberapa hari di luar kota minggu depan. Sarah minta doa dan keikhlasan ibunda merelakan Sarah pergi kesana.” pinta Sarah dengan lembut sekali pada Ibundanya malam itu. “Sarah.. Ibu tentu akan selalu mendoakan yang terbaik untukmu, Ibu sangat ikhlas, nak. Baik-baiklah kau disana, jangan teledor menyimpan barang-barangmu, dan tetaplah berdoa meminta perlindungan kepada Allah S.W.T..” jawab Ibunda, “Maafkan, Ibunda nak..” tetes demi tetes air mata Ibunda mulai mengalir, “Ibunda tak bisa membekalimu uang, Ibunda hanya dapat membekalimu nasi dengan lauk pauk seadanya.” lanjut Ibunda. Sarah pun ikut menangis, “Ibunda, Sarah janji akan selalu mawas diri dan selalu berdoa kepada Allah..” Sarah berusaha melanjutkan ucapannya sambil menangis tersedu-sedu, “Selama Sarah tak di sini, Ibu janji ya untuk merawat Ayah sebaik mungkin, Ibunda juga jangan sampai telat makan.” jawab Sarah. Namanya juga Ibunda, perasaannya begitu rentan dan mudah menangis, terlebih akan ditinggal oleh anak tercintanya meski hanya untuk beberapa hari. Singkat waktu, tiba lah hari dimana Sarah akan berangkat ke luar kota. Setelah berpamitan kepada kedua orang tuanya yang sudah pasti disertai air mata, Sarah pun pergi dengan menaiki sebuah bus antarkota.
Bahagian 2 (perasaan tak menentu) Sesampainya di Terminal, Sarah pun keluar dari bus yang dinaikinya tadi, banyak sekali para pedagang asongan yang menawarkan dagangan padanya, tak terkecuali tukang ojeg pula berebut menawarkan jasa tumpangan. Tak lama kemudian kelakson sebuah mobil Carry berbunyi: “Hey kau.” kata supir di dalam mobil tersebut, “Namamu Sarah, kan? Naiklah, akan aku antarkan kau ke Villa, rombongan lainnya sudah lebih dulu.” lanjutnya lagi. Sarah awalnya takut, akan tetapi setelah melihat ada stiker lambang Universitasnya tertempel di mobil tersebut, Sarah pun tak takut lagi, “Iya, pak! Aku datang.” jawab sarah. Perjalanan ke Villa dari Terminal memang cukup jauh, terlebih jalanan macet semakin menghambat saja: “Hey nona cantik siapa namamu? Berasal dari mana kau?” tanya supir. “Saya Sarah, dari luar kota, Pak.” jawab Sarah biasa. “Ayolah.. jangan buat itu terdengar tua, panggil saja saya Abang.. hehehe” timpal supir itu sambil cengengesan. “Oh i..iya pak, eh Bang maksud saya.” balas Sarah sedikit canggung. “Nah! Sudah sampai, non Sarah. Tepat pukul 16:00, cuaca cerah, perjalanan sedikit terganggu, penumpang selamat serta tidak usah bayar.” setelah beberapa lama kemudian supir itu menghentikan mobilnya dan berkata aneh. “Oh, iya pak.. Terimakasih.” jawab Sarah sambil turun dari mobil. “Eiitss tunggu dulu.” Ucap supir itu mendadak. “Eh, ada apa?” jawab Sarah heran. “Panggil saya Abang, A..B..A..N..G, oke non? Hehehe.” lagi-lagi supir itu memperingati Sarah.
“I..i..iya bang.” jawab Sarah gugup lalu pergi menjauhi supir itu karena merasa tidak nyaman. Di dalam setiap Villa memang sudah diperuntukan 5 mahasiswi dan 5 mahasiswa, kamar antara dua kaum itu jelas berjauhan untuk menghindari hal-hal yang tidak diharapkan. Hari pertama berjalan tampak normal-normal saja, di sisi lain ada satu mahasiswa yang benar-benar takjub akan pesona alami yang terpancar dari seorang Sarah. Nama mahasiswa itu adalah Marda, seorang pria yang cukup religius berperawakan tinggi, atletis, wajah orang-orang Asia pada umunya dan berkulit putih pula. Kebetulan Marda satu Villa bersama Sarah, jadi dia dapat dengan leluasa setiap waktu mencuri pandang terhadap Sarah, namun dia tidak pernah mencoba untuk melakukan hal-hal negative lainnya. Beruntung, Sarah tampak memberi lampu hijau yang artinya Sarah juga tertarik terhadap Marda. Sebab ia pikir, Marda adalah orang yang berakhlak baik dan pantas menjadi imamnya kelak (maklum lah, seorang mahasiswi berumur 24 tahun itu memang pantas memikirkan hal tersebut): “Hey Sarah, lihat tuh! Aku rasa Marda mencintaimu pake banget, soalnya aku liat tiap waktu pastiii aja nyari-nyari kesempatan untuk melirik padamu.” ucap Retno sahabat Sarah saat sedang menonton siaran Tv malam itu. “Ah masa sih..” muka Sarah me-merah, “Ngga ah, perasaan kamu aja kali, ret.” Jawab Sarah malu-malu tapi mau. “Cieee ada udang di balik batu, kasih pandang di balik malu.. hahaha.” Mengejek Sarah sambil tertawa. “Ih apaan sih.” Sarah salting (salah tingkah), “Astagfirullah.. sudah jam 19:21 aku lupa belum shalat Isya.” kaget Sarah tiba-tiba. “Baru juga telat 6 menit.” balas Retno. “Aku shalat dulu ya!” kemudian pergi ke kamar.
Bahagian 3 (separuh jiwaku pergi) 4 rakaat ia lakukan, hanya saja pada saat Tahiatul akhir itu Sarah merasa aneh. Sarah seolah teringat terus kepada Ibunda dan Ayahnya, seolah ingin segera pulang menemuinya, namun ia bergumam dalam hati “ah mungkin hanya rasa rinduku saja yang teramat tinggi..” selesai shalat, ia berdoa: “Ya Allah, Ya Rabb yang maha pengasih lagi maha penyayang.. Lindungilah Ibunda beserta Ayah hamba dari mara bahaya baik yang diketahuinya maupun yang belum diketahuinya, berikan selimut ketabahan-Mu, berikan rahmat dan karunia-Mu, berikan pula mereka rezeki-Mu Ya Allah.. Sembuhkanlah Ayah hamba, berikan ia ampunan-Mu Ya Allah..” tidak terasa Sarah berdoa sambil meneteskan air mata tulusnya. “Sarah..” tiba-tiba Retno memanggil dari ruang tamu, “Kemarilah, ada surat untukmu dari pos.” lanjut Retno. “Jangan-jangan itu dari ibu!” gumam Sarah dalam hatinya, “Iya sebentar, aku segera ke sana.” jawab Sarah dengan segera melucuti serta meninggalkan mukenanya begitu saja, “Dari siapa, ret?” tanya Sarah kemudian. “Entahlah, tiada nama pengirimnya.” jawab Retno.
(ketika sarah membaca surat dengan seksama) Tiba-tiba air mata mengalir deras dari bola mata Sarah, “Tidaak! Ini tidak mungkin terjadi!!” teriak Sarah keras, “Ayaaaaahh..” dengan segera Sarah lari terpontang-panting masuk kamar dan menutup pintu dengan keras. “Sarah!” sontak Retno dan teman-temannya yang lain kaget, “Apa yang terjadi padanya?” Retno bertanya pada teman-teman lainnya, kemudian langsung membaca surat yang tergeletak dilemparkan Sarah tadi:
Kepada: Sarah Khusnul Khatimah. Dari: Derjo Kusumo (Ketua RT) Assalamu’alaikum, wr.wb, Sarah, maaf apabila kata-kata bapak tidak baik dalam surat pendek ini, tapi bapak hanya ingin mengabarkan bahwa ayahmu telah meninggal. Menurut saksi, kronologisnya pada malam hari, ada beberapa orang misterius datang mengobrak-abrik rumahmu, Ibundamu mencoba melawan mereka semampunya namun tiada guna. Salah satu orang misterius itu kemudian mendatangi Ayahmu yang tengah terbaring lalu memenggal leher ayahmu. Orang-orang misterius itu menculik Ibundamu, entah apa yang akan mereka lakukan tapi mereka sekarang ini tampaknya tengah mencari dirimu. Maaf jika bapak lancang, karena bapak menulis surat ini tergesa-gesa, bapak takut terjadi sesuatu padamu. Wassalamu’alaikum, wr.wb, 21 Januari 2010 “Inalillahi..” Retno kaget lalu menghampiri Sarah ke kamar, “Sarah sobatku, tenanglah.. Semuanya akan baik-baik saja.” Retno mencoba menghibur Sarah. “Apa maksudmu ret?” emosional Sarah mulai tak terkendali, “Ayahku meninggal, Ibundaku diculik dan semuanya akan baik-baik saja?!” jawab Sarah seraya menangis tersedu-sedu. “Aku mengerti perasaanmu, Sarah. Aku juga pernah kehilangan anggota keluargaku..” ucap Retno sambil memeluk Sarah, “Waktu itu aku juga sama sepertimu, shock berat kemudian menyendiri. Melalui hari-hari menjadi seorang pendiam, terasa seperti dirimu yang sebenarnya telah tiada. Namun, seiring berjalannya waktu aku sadar, terkadang kita harus melawan rasa pedih itu untuk bangkit. Tidak ada yang dapat membantumu kecuali dirimu sendiri. Dunia memang terkadang tak adil, tapi dari ketidak adilan itulah datangnya cahaya.” tutur Retno kepada Sarah. “Be..benarkah begitu? Aku hanya takut, ret. Aku tak punya siapa-
siapa lagi.” jawab Sarah masih merintih. “Hey wanita jagoan, kau punya aku. Kau juga punya mereka semua, kau tidak sendirian! Kami akan selalu peduli terhadap dirimu, percayalah..” belum selesai Retno berkata, tiba-tiba sudah ada Marda di pintu memotong kata-katanya. “…Benar itu, Sarah. Aku akan selalu siap menjagamu kapanpun.” kata Marda. “Terimakasih kawanku, kalian memang yang terbaik!” jawab Sarah.
Bahagian 4 (hilang arah) Sejak saat itu, pendekatan Marda kepada Sarah tampaknya semakin berhasil. Kemana Sarah pergi, di sana pasti ada Marda. Sudah seperti gula dan semut saja. Akan tetapi sangat disayangkan, sejak Sarah tak bersama orang tuanya lagi, keimanan Sarah semakin luntur. Dia menjadi jarang mengaji, jarang beramal, bahkan shalat pun ia lakukan seingatnya saja. Kehidupan telah berbalik 180°, akibat pengaruh pergaulannya bersama Retno dan teman-teman lainnya. Bahkan ketika pembelajaran observasi itu selesai, Sarah tak pulang ke tempat tinggalnya melainkan ia pergi dan tinggal di Apartemen milik Retno, cara hidupnya pun mulai berubah. Sekarang ia lebih suka memakai gaun seksi daripada baju Muslimah, seluruh kerudung yang ia miliki ditinggalkannya di dalam kardus, kini ia menjadi Model cantik andalan perusahaan pakaian bermerek. Hidupnya mewah, dan tiada kesulitan apapun lagi yang ia alami. Pernah ketika Marda mengajak Sarah nonton ke Bioskop, Marda sengaja memesan agar hanya mereka berdua yang nonton pada malam itu, dengan bermaksud Marda akan menyatakan keseriusannya terhadap Sarah: “Kau suka dengan filmnya, Sarah?” tanya Marda kepada Sarah yang sedang fokus menonton. “Iya, mar.” jawab Sarah singkat. (tiba-tiba layar mengalihkan tayangannya menjadi sebuah animasi StopMotion, dan di sana tampak Marda tengah mempersiapkan diri untuk melamar Sarah. Saat itu pula berjatuhan balon merah berbentuk hati begitu banyaknya dari langit-langit, serta musik romantika yang tiba-tiba berlantun) “Marda, a..apa..” ucap Sarah terpotong, sebab ketika ia melirik ke samping. Marda telah berlutut dengan gaya melamar pria pada umumnya, “…Ohh astaga, Marda..” lanjut Sarah.
“Wahai Sarah nan cantik jelita, gunung ku daki, laut pun kan ku seberangi hingga memiliki engkau pujaan hati.” ucap Marda dengan nada merdu layak membaca puisi. “Ahh..” Sarah tak dapat berkata apa-apa. “Maukah engkau menjadi pendamping hidupku? Maukah engkau menemani di setiap gulir waktuku? Maukah engkau wahai Sarahku?” timpal Marda sedikit kaku kepada Sarah. “A..a..aku, a..aku, aku be..ber..bersedia, Marda-ku.” jawab Sarah gugup. Langsung saja Marda memasangkan cincin berlian di jari manis Sarah, “Terimakasih, permasyuriku.” Jawab Marda seraya mencium kening Sarah. Setelahnya dari Bioskop, Marda mengajak Sarah untuk check in ke sebuah hotel berbintang, bak terhipnotis Sarah mau saja mengikuti ajakan Marda. Mengenai apa yang akan terjadi padanya tak ia hiraukan, karena yang ada dalam pikirannya hanyalah “Aku telah menemukan pasangan hidupku.. Aku bahagia..” padahal nyatanya bukan seperti itu. Setelah mengurus administrasi, mereka berdua mendapat kamar dengan nomor 291. Langsung saja Marda mengajak Sarah masuk ke kamar tersebut, di dalam kamar sudah bisa ditebak. Mereka melakukan perbuatan layaknya sepasang suami istri, tak sepantasnya Sarah menuruti kemauan Marda. Satu ketika tepat pukul 4:19 pagi, bel pintu kamar yang ditempati Sarah dan Marda berbunyi: “Arrrghh, siapa sih itu sayang?” tanya Marda kesal. “Entahlah, biar aku periksa dulu..” segera pergi ke pintu lalu membukanya, “Aaah!!” Sarah benar-benar kaget ternyata yang datang adalah Herman teman akrabnya dahulu, pinta ditutup kembali. “Astagfirullahal’azim..” ucap Herman, “Apa aku tidak salah kamar ya? Apakah mungkin tadi itu Sarah temanku?” gumam Herman dalam hati. “Ada apa sayang? Siapa yang datang?” teriak Marda yang masih tergulai lemas di atas kasur.
“Umm, uuhh.. i..itu pelayanan kamar me..menanyakan sarapan pagi.” jawab Sarah berbohong dengan gugupnya. “Oooh.. Katakan saja kita nanti makan di luar.” kata Marda, kemudian tidur kembali. Dengan bisik-bisik suara Sarah, “Hey! Herman.. Darimana kau tau aku di tempat ini?” tanya kepada Herman. “Ah syukurlah, aku kira aku sudah salah kamar.” jawab Herman lantang. “Jawablah!” pinta Sarah. “Oh iya aku tau dari temanmu Retno, kau kenal kan dengannya?” “Mau apa kau kemari?!” nada kesal bertanya. “Aku hanya ingin mengajakmu kembali ke desa.” tanya Herman. “Tidak! Aku tak mau! Pulang saja sana sendiri, selamat malam!” ucapan terakhir Sarah pagi itu untuk Herman. “Ba..ba..baiklah, wa’alaikumsallam.” – “Kasar sekali.” tutur Herman bersedih. Herman merasa dirinya bukan apa-apa lagi di dunia ini, ia telah kehilangan teman akrab sekaligus wanita yang ia cintai sejak dulu. Herman berpikir jika ia terus di pedesaan, ia takkan pernah bisa bertemu lagi dengan Sarah, dan ketika ia menuju kota tempat dimana Sarah berada ia malah diperlakukan seperti ini. Hancur hatinya, pupus pula harapannya. Ia tengah melamun di pinggir jembatan: “Mengapa Sarah tega melakukan ini padaku, ia kini benar-benar telah kehilangan jati dirinya. Aku rindu Sarah yang dulu, yang bisa selalu bersamaku ke pengajian, kuliah bersama, dan melakukan halhal positive lainnya.” rintih Herman dalam hati, sambil melirik sana sini Herman sempat kaget melihat spanduk pakaian bermerek yang ternyata dimodeli oleh Sarah, aduhai moleknya tubuh Sarah dengan busana seperti itu, “Masya Allah, Astagfirullahal’azim Sarah ke..kenapa kau menjadi seperti ini.. Ya! Dia memang benar-benar telah sesat, dia ada di jalan yang salah! Aku harus membantunya kembali ke jalan yang benar, bagaimanapun caranya.. Harus!” lanjutnya berbicara sendiri.
Bahagian 5 (entah sampai kapan)
Pagi harinya saat Sarah dan Marda tengah sarapan, Sarah hendak pergi terlebih dahulu karena dirinya ada jadwal pemotretan pagi itu juga: “Aduuuh sayang, maaf banget ya.. Aku harus pergi sekarang, ada jadwal pemotretan di taman.” kata Sarah memohon. “Oh gitu, biar aku antar saja ya?” “Ah ngga deh, biar aku sendiri aja naik taksi gakpapa. Kan kamu ada meeting di kantor?” jawab Sarah lagi. “Yasudah kalo begitu, hati-hati di jalan!” timpal Marda. “Oke sayang, bye..bye muach.” seraya mencium pipi Marda lalu pergi meninggalkannya. “Hmm.. dasar wanita tolol, belum sadar juga kalo kamu aku jadikan boneka.” ucap Marda dalam hatinya. Di lokasi pemotretan, Sarah begitu cantiknya ketika ia berpose serta saat ia tersenyum. Mungkin itulah daya tarik tersendiri dari Sarah, sehingga perusahaan pakaian bermerek ini menggarap Sarah sebagai model jajaran wanita teratas kali ini. Setelah melalui beberapa pemotretan, Sarah dipersilahkan istirahat dulu: “Aahh, akhirnya aku dapat beristirahat.” ucap Sarah sambil merebahkan diri dan memejamkan mata di kursi santainya. Disaat seperti itu datang Herman, “Sarah, bisa kita berbicara sebentar?” Herman memulai pembicaraan. “Si..siapa?” ketika membuka matanya sedikit, “Ah! Kau lagi, kau lagi! Mau apa sih sebenarnya kamu, man? Aku gak akan pulang!” timpal Sarah kepada Herman. “Sar, percayalah! Mereka bukan orang-orang baik, mereka hanya memanfaatkan dirimu saja!”
Sarah kemudian bangun dan memaki Herman, “Beraninya kau berkata seperti itu?” – “Plakk..” tamparan Sarah mendarat tepat di pipi kiri Herman. “Pergi kau sana! Jangan pernah kembali lagi!” Wartawan 1, “Hey, hey lihat! Sarah tampak marah di sana, ayo kita hampiri dia!” bergegas wartawan tersebut berlari menghampiri Sarah, “Mba Sarah, apa yang terjadi pada anda?” Wartawan 2, “Siapakah lelaki yang anda tampar ini mba?” Kemudian Herman menjawab, “Sampai kapanpun, meski kau memperlakukan aku separah yang kau bisa. Aku akan tetap menuntunmu hingga kembali ke jalan yang benar!” langsung beranjak pergi meninggalkan Sarah yang tengah dikerumuni oleh para wartawan. “Dia hanya Ustadz, bekas Ustadz saya dulu!” Sarah menjawab pertanyaan para wartawan itu lalu pergi begitu saja. Setelah berakhirnya pemotretan, Sarah pergi jalan-jalan ke Mall untuk menghilangkan kejenuhan dalam pikirannya. Namun tak sengaja, Sarah melihat Marda tengah bersenang-senang dengan wanita lain, mereka berpegangan tangan satu sama lain, mencium pipi, berpelukan, hingga makan bersama. Jelas itu membuat amarah Sarah semakin menggebu-gebu, ia memutuskan untuk pergi dari mall itu dan kembali ke Apartemen saja. Malam harinya tepat pukul 10:00, Marda baru kembali ke Apartemen dengan gaya orang mabuk, Sarah sudah standbye menunggunya di ruang tamu dengan wajah tak bersahabat: “Hallo sayangku, good night.. Kok belum tidur? Hehe.” Ucap Marda polos. “Sudah puas hangouts dengan wanita itu? Biadab kau Marda!” bangkit lalu hendak pergi. “Eitt..eit..eit, mau kemana sayang ayolah duduk dulu kita ngobrolngobrol.” memegang tangan Sarah dengan keras lalu menariknya paksa sekaligus ke kursi, sontak Sarah terjatuh, “Jadiii.. kau melihat aku tadi siang ya, hmm? Apa yang kau liat?” tanya Marda. “Kau bersenang-senang dengan wanita lain di belakang aku, berengsek kau!” – “Plakk..” menampar pipi kiri Marda. Ini membuat Marda mengamuk seketika, “Beraninya kau menampar
aku!!!” – “Buuckk” tonjokan Marda mendarat di mulut Sarah, “Kau pikir siapa kau?!! Wanita jalang yang aku pungut dari kotornya lumpur!! Sudah untung kau bisa merasakan hidup mewah seperti ini!!” teriak Marda pada Sarah. Seraya menangis Sarah bangkit lalu menjawab, “Teganya kau campakkan aku setelah kau miliki aku sepenuhnya!” “Diam kau!!” – “Buuckk” lagi-lagi Marda memukul Sarah hingga terjatuh keras ke lantai, “Apa kau tak sadar selama ini kau hanya aku jadikan boneka, hah??!!” – “Hahaha.. Nikmati saja selagi kau bisa sayangku!!” tertawa iblis lalu pergi meninggalkan Sarah seorang diri. “Huhuh, aahhh, ssshhh.” lirihan kepedihan Sarah sampai-sampai mulutnya berdarah, “Tidak Sarah.. Tidak! Dia hanya terpengaruh oleh alkohol saja, dia tak sadar apa yang telah dia lakukan, aku harus bertahan.” Sejak rahasia Marda terbongkar, Sarah kini tak lagi dimanjakannya. Justru Marda tak pernah sekalipun melalui hariharinya tanpa menyiksa Sarah, baik di Apartemen, Mall, Taman, Kantor, dimanapun mereka bertemu. Dengan alasan optimisme yang tinggi, Sarah terus saja berharap bahwa Marda akan kembali lagi seutuhnya, meski ia tau kenyataan tak sebanding dengan apa yang diharapkan. Meski Sarah bersikap amat lembut sekalipun, Marda tetap berprilaku kasar padanya: “Sayang, ini aku antarkan makan malam kesukaanmu spesial lho aku masak sendiri.” melayani Marda dengan kelembutannya. “Tidak lapar!” jawab Marda singkat. “Ayo dong makan sesuap saja ya?” “Aku bilang aku tidak lapar! Maksa banget sih!” mengamuk lagi hingga memecahkan piring dan gelas yang dibawa Sarah, “Cuuuhh!!” sempat meludah pula seolah tanpa dosa Marda keluar meninggalkan Sarah. Sarah hanya bisa menangisi peristiwa itu, “Ya tuhaan, sadarkanlah kekasih hamba.. berikan kesadaran baginya.” seraya tak henti-henti menangis.
Siang hari ketika Sarah sendiri di Apartemennya, tiba-tiba ia merasa mual hebat lalu dengan segera Sarah pergi ke toilet. Saat kejadian itu dia khawatir terjadi apa-apa pada dirinya atas siksaan yang diterimanya dari Marda. Kemudian ia memeriksa kesehatannya ke rumah sakit, namun begitu terperanjatnya Sarah ketika mendapat hasil pemeriksaan dari dokter: “Selamat, anda akan segera menjadi Ibu. Anda hamil, dan usia kandungan anda sudah 1 bulan 14 hari. Berikut adalah hasil pemeriksaannya, jaga baik-baik ya bu kandungannya.” kata dokter tersenyum. “A..a..apa dok? Sa..saya hamil?” awalnya Sarah kaget, namun akhirnya ia senang karena kehamilan ini adalah jaminan utama Sarah untuk menuntut Marda agar menikahinya segera. Malam itu ketika Marda tengah bersantai di Apartemen, Sarah menghampirinya dengan membawa bukti-bukti pemeriksaan kehamilan: “Sayangku.. baca ini.” sambil memberi berkas pemeriksaan tersebut. “Apaa? Aku ngantuk nih.” jawab Marda malas. “Baca saja sayang..” Sarah senyum-senyum sendiri. “Arrghh, ganggu saja..” seraya merebut berkas dari tangan Sarah, “Apa!!!!!” teriak Marda spontan, “Tidak mungkin!!” lanjutnya lagi. “Itu mungkin saja sayang, aku ingin saat pesta pernikahan kita nanti har..” ucapan Sarah terpotong. “..Tidak! Tidak ada pernikahan! Aku tidak sudi menikahimu!!” lontar Marda pada Sarah. “Kamu gak bisa gitu dong! Aku mengandung anakmu!! Anak kita!!” jawab Sarah. “Tidakk! Kamu pasti telah tidur bersama lelaki lain!!” “Marda! Aku tidak pernah sekalipun tidur bersama lelaki lain, tidak seperti dirimu yang meniduri perempuan manapun!!” “Sekali lagi kau berkata seperti itu akan aku kubur kau hidup-hidup bersama anak gelapmu ini!!!” lontaran keji Marda lagi kepada Sarah seraya keluar Apartemen. Betapa tegarnya Sarah hingga ia tak pernah putus asa sekalipun dalam menghadapi Marda, keyakinannya yang terlalu berlebihan itu
membuat dirinya semakin buta. Sementara Marda sendiri enjoyenjoy saja dengan kehidupan bebasnya itu. Tak ada satu orang pun yang benar-benar peduli kepada Sarah saat ini selain Herman, hanya saja sikap gengsi dan ego Sarah terlalu besar sehingga ia teramat buta untuk sadar akan dunia fatamorgana ini.
Bahagian 6 (terimakasih Ya Allah)
Namun betapa cerdiknya Marda pada malam itu, tiba-tiba Marda kembali dan bersikap amat lembut pada Sarah untuk menjalankan strategi terakhirnya: “Sayangku..” ucap Marda memanja. “Iya sayang, ada apa?” jawab Sarah yang sedang berdiam diri kala malam itu langsung kegirangan, merasa bahwa Marda-nya yang dulu telah kembali seutuhnya. “Umm.. Kita jalan-jalan yuk? Aku bosen nih diam di apartemen mulu :(“ jawab Marda. “Yukk! Yukk! Aku ganti baju dulu ya” tentu saja tak mungkin Sarah menolak Marda. “Oke sayang.. aku langsung tunggu di mobil ya” timpal Marda. Begitu rapihnya Sarah berdandan, masih sama cantiknya seperti dahulu. Mereka pun pergi menggunakan mobil Jaguar berwarna silver milik Marda. Setelah cukup lama menempuh perjalanan, Sarah merasa aneh karena dirinya dibawa ke tempat gelap, sepi nan menakutkan: “Sayang.. ki..kita mau kemana sebenarnya?” tanya Sarah cemas. “Tenang saja sayang, kau pasti menyukainya.” jawab Marda. Ternyata Sarah dibawa ke sebuah gudang tua dekat rel kereta api jauh dari keramaian, Sarah jelas semakin ketakutan saja mendapati dirinya berada di tempat seperti itu: “Marda, sebenarnya tempat apa ini?” tanya Sarah lagi. “Yukk turun.” ajak Marda.
Mereka berdua pun turun dari mobil, namun Sarah semakin takut saja ketika melihat seperti manusia terikat di lintasan kereta api dalam kegelapan malam: “Saa..sayang, apa itu?” sambil menunjuk ke lintasan kereta api, “Apakah yang di sana itu manusia?” lanjutnya lagi. “Saatnya mulai, guys!!” teriak Marda dengan kencangnya. Tiba-tiba datang segerombolan orang mengikat Sarah pada sebuah kursi yang telah disediakannya sengaja tepat berada di depan orang yang tengah tergeletak di rel kereta api tersebut: “Apa apaan ini, Marda?!!” bentak Sarah. “Hahahaha, Sarah..sarah masih belum sadar juga kau. Guys nyalakan dia!” teriak Marda lagi. (tiba-tiba ada lampu menyorot tepat ke orang yang berada di rel kereta api tersebut. Ternyata itu adalah Ibunda Sarah! Ternyata ia masih hidup selama ini! Beliau dalam keadaan kurus kering terikat dan terkulai tak berdaya di lintasan rel kereta api tersebut) “Ibuuuuuu.. Lepaskan dia Marda bajingan!!” teriak Sarah. “Ooooww.. Hahaha, sekarang pukul berapa Rendi?!” teriak Marda. Rendi menjawab, “10:22 bos!” “Kapan kereta itu melintas kesini Rendi?!” teriak Marda lagi. “Pukul 10:25 bos! 3 menit lagi!” Rendi menjawab kedua kalinya. “Tiiddaaakkk, lepaskan Ibuku! Aku memohon padamu lepaskan dia!!” jeritan Sarah. “Tidak akan sayangku, aku akan melakukan hal yang sama seperti pada Ayah tercintamu, hahaha.” timpal Marda dengan puasnya. “Ayahku? Ja..jadi ka..kau adalah orang di balik semua ini? Kau yang membunuh Ayahku? Kejam sekali kau bajingan! Arrghhh!” Sarah terus menerus menjerit seraya menangis terisak-isak. “Tepatnya bukan aku, tapi..” “Saya yang membunuh Ayahmu, hahaha.” ucap Rendi mendatangi Sarah. “Cuuhh!!” Sarah meludah tepat di muka Rendi. “Buuckk” – “Plakk” Rendi tak segan-segan memukul perut Sarah dan menampar pipinya sekaligus dengan kasar.
“Lihat saja!! Dalam hitungan 2 menit lagi Ibumu akan musnah!! Hahaha dasar wanita jalang bodoh!” bentak Rendi pada Sarah. “Hahaha.. hmm, mungkin harus aku perjelas lagi semuanya padamu, Sarah. Kau ingat kejadian orang-orang yang mengobrak-abrik rumahmu beberapa bulan yang lalu? Kau ingat ketika betapa manisnya perilaku kami kala itu? Dan apa kau ingat ketika Retno membujuk rayu-mu agar tinggal selamanya di Apartemen? Hhmm?” Tanya Marda pada Sarah. “hhm, uuh.” Sarah diam saja, sambil mengatur nafasnya yang tak karuan, “Lalu apa, bajingan?!!” akhirnya Sarah mau menjawab pelan dengan raut wajah penuh dendam. “Itu hanya sebuah skenario belaka, bodoh!! Aku sengaja merangkai semua ini untuk menyingkirkanmu!! haha” bentak Marda tepat dihadapan Sarah. “Me..menyingkirkanku karena apa?!!” jerit Sarah. “Aku sadar bahwa diriku tak mampu menyaingimu di kampus, tapi rasanya tak adil jika kau selalu menjadi mahasiswi unggulan!! Lihat dirimu yang tak berdaya ini!!” – “Biarkan Retno mengambil alih posisimu untuk menjadi yang terbaik!! Hahaha.. Sayang kemarilah!!” lanjut Marda seraya berteriak yang disertai Retno menghampirinya. “Ta..tapi, re..retno! Kau sahabat te..terbaikku, ke..kenapa kau seperti ini?” tanya Sarah berperasaan seraya menangis tak henti-henti. “Maafkan aku sahabat, sayangnya itu hanya rekayasa! Hmm” jawab Retno acuh. “Tidakk!! Aku tak peduli lagi dengan kalian!! Cepatlah kembalikan Ibuku!! Sebelum kereta itu melintas!” pinta Sarah terus-menerus memohon. “Oooppss, tampaknya sudah terlambat.” jawab Marda santai. (tuut..tuut..tuut, suara kereta api ternyata benar semakin mendekat, Ibunda terus berusaha untuk bangkit namun sia-sia saja, ia pun hanya menyerah seraya berkata) “Sarah putriku tercinta, kau tak perlu berduka lara. Ibu akan selalu hidup di dalam hatimu. Percayalah nak, Ayah telah bahagia di Surga
sana dan Ibu akan segera menyusulnya, terimakasih untuk segalanya sayang.” – “uhukk..uuhukk.” Ibunda berbicara seraya batuk cukup lama, “Ibu sayang pada...” belum sempat Ibunda menyelesaikan ucapannya, kereta itu melintas lebih cepat dari yang mereka bayangkan dan menabrak Ibunda hingga terpental entah kemana. “Ibbbuuuuuuuuuuuuu..huhuhu, Ibuuunnddaaaaa.. aaaarrrrkkkkhhhhh.” sungguh jeritan lepas yang dilontarkan Sarah, bahkan hingga ia menangis darah, “Kepaaraaat kau, Marda!!!! Terkutuk kau!!” – “Hhheeeeuuuuaaaaaa, Ibundaaaaa..” teriak Sarah semakin tak terkendali. Tak lama setelah itu, tiba-tiba terdengar beberapa kali suara tembakan dari kegelapan tepat mengenai Marda beserta seluruh pasukannya hingga tewas. Ternyata tembakan itu berasal dari kepolisian yang baru saja tiba di tempat itu: “Ahh! Ba..bagaimana bisa ada polisi di tempat seperti ini?” tuturnya dalam hati. “Aku yang mendatangkan mereka, Sarah. Entah mengapa malam ini aku semakin teringat padamu, sepertinya aku merasakan akan ada hal buruk yang terjadi padamu malam ini. Aku rasa, dugaanku tepat.” Tiba-tiba Herman berkata seperti itu seraya menghampiri lalu melepas ikatan Sarah, seolah batin dan pikiran mereka berdua telah menyatu. “Ooh Herman, senang melihatmu ada di sini!! Terimakasih Herman.. terimakasih” ucap Sarah langsung memeluk Herman. “Berterimakasih lah kepada Allah S.W.T” melepaskan pelukan Sarah. “Hhmm..” Sarah mengangguk, “Terima kasih Ya Allaaaaaaah, Allahuakbaaaar.” lanjutnya berteriak amat kencang, “Tapi Herman..” ucapan Sarah terpotong. “Aku tau, Sarah. Ikhlaskan saja Ibunda pergi, kau akan baik-baik saja percayakan aku menjagamu.” kata Herman berperasaan. “Baiklah. Aku akan selalu mempercayaimu, Herman.” tutur Sarah dengan mata berkaca-kaca. Kejadian itu tak dapat dilupakan oleh Sarah maupun Herman seumur hidupnya. Kejadian itu juga tak terasa telah berlalu begitu
cepat hingga Sarah lupa bahwa dirinya telah melahirkan seorang anak lelaki. Tepat pada pukul 19:20, 21 Januari 2011 setahun setelah Ayahnya meninggal. Tau siapa yang menjadi pendamping hidup Sarah yang sekarang? Yap! Dia adalah Herman. Dengan keikhlasan dan cintanya yang begitu besar membuat Herman bersedia menjadi pendamping hidup dan menerima Sarah apa adanya. Mereka hidup amat bahagia meski Sarah tak lagi bergelimang harta. Sebab kini Sarah mengerti sepenuhnya makna dari cinta, sudah cukup hatinya tersayat cinta kali itu. Sarah kini juga telah berubah menjadi wanita Muslimah kembali, tiada sesal baginya karena untuk mendapat kebahagiaan tak harus selalu berupa materi, melainkan kebahagiaan yang tulus akan kita dapatkan dari orang-orang yang menyayangi kita dengan hati mereka: “Sarah istriku. Maukah kau memakai kerudung ini kembali?” tanya Herman. “Tentu saja suamiku.” jawab Sarah, “Mungkin aku bukan yang terbaik, mungkin kerap ego dan emosi menaik. Sampai aku tak kuat lagi berdiri, sampai aku rasakan lemah kaki kanan dan kiri, tak peduli mulutku tak mampu lagi berbahasa. Aku akan selalu setia padamu Herman, aku benar-benar menyayangimu tiada ragu.” lanjutnya. “Aku juga amat tulus menyayangimu, Sarah. Janji ya sampai kita tua nanti.” jawab Herman. “Janji.” ucapnya tersenyum bahagia.
TAMAT